PENGARUH PENAMBAHAN AIR PANAS DAN PEREKAT BENTONIT TERHADAP SIFAT FISIK RANSUM BROILER STARTER BENTUK CRUMBLE
SKRIPSI SUBHAN ZAIN
PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
RINGKASAN SUBHAN ZAIN. D24104065. 2008. Pengaruh Penambahan Air Panas dan Perekat Bentonit terhadap Sifat Fisik Ransum Broiler Starter Bentuk Crumble. Skripsi. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama Pembimbing Anggota
: Ir. Lidy Herawati, MS. : Dr. Ir. Ahmad Darobin Lubis, MSc.
Pakan bentuk crumble pada ransum ayam broiler cenderung memiliki struktur yang tidak beraturan atau bentuk terpecah. Penggunaan bahan perekat akan mempengaruhi kualitas dan kuantitas ransum secara fisik sehingga mempengaruhi daya beli konsumen dan tingkat palatabilitas ternak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan perekat bentonit dan proses penambahan air panas terhadap uji sifat fisik ransum broiler starter bentuk crumble. Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) berpola faktorial 3x3 dengan 4 ulangan. Faktor A adalah penambahan perekat bentonit (0%, 2%, dan 4%), sedangkan faktor B adalah penambahan air panas (0%, 2,5%, dan 5%). Peubah yang diamati adalah kadar air, ukuran partikel, berat jenis, kerapatan tumpukan, kerapatan pemadatan tumpukan, sudut tumpukan, durability, dan ketahanan benturan. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan sidik ragam (Analysis of Variance/ANOVA), dan dilanjutkan dengan uji jarak Duncan. Interaksi antara bentonit dengan air panas nyata (P<0,05) terhadap ketahanan benturan, serta sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar air, kerapatan pemadatan tumpukan, dan durability. Penambahan bentonit sebagai perekat nyata (P<0,05) meningkatkan berat jenis. Penambahan air panas nyata (P<0,05) meningkatkan ukuran partikel, serta sangat nyata (P<0,01) menurunkan berat jenis, dan kerapatan tumpukan. Perlakuan tanpa penambahan bentonit dan air panas sudah mampu memperbaiki kualitas sifat fisik ransum penelitian. Kata-kata kunci : air panas, bentonit, crumble, sifat fisik
ABSTRACT The Effect of Hot Water Addition and Bentonit Binder on Physical Quality of Starter Broiler Diet Crumble Formed S. Zain, L. Herawati and A.D. Lubis. This research was aimed to observe the effects of bentonit adhesive addition and hot water addition levels to the physical characteristic of crumble form broiler starter ration. The experiments design used completely randomized factorial design with 2 factors. The factor A was levels of bentonit levels addition and the factor B was hot water addition levels. The data were analyzed by Analysis of Variance (ANOVA), and if there were any significant different the Duncan range test would be used. The interaction between bentonite and hot water had significantly different effect (P<0.05) on collade ressistance of crumble, and very significantly different effect (P<0.01) on moisture content, compacted bulk density, durability, and had. Bentonit addition had significantly different effect (P<0.05) increasing specific density. Hot water had significantly different effect (P<0.05) increasing particle size, and very significantly different (P<0.01) decreasing specific density and bulk density bulk. Treatment without addition of bentonit and hot water is capable to improve the physical quality of experiment ration. Keywords : bentonit, crumble, hot water, physical quality
PENGARUH PENAMBAHAN AIR PANAS DAN PEREKAT BENTONIT TERHADAP SIFAT FISIK RANSUM BROILER STARTER BENTUK CRUMBLE
SUBHAN ZAIN D24104065
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
PENGARUH PENAMBAHAN AIR PANAS DAN PEREKAT BENTONIT TERHADAP SIFAT FISIK RANSUM BROILER STARTER BENTUK CRUMBLE
SUBHAN ZAIN D24104065
Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan di hadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 15 Agustus 2008
Pembimbing Utama
Pembimbing Anggota
Ir. Lidy Herawati, MS. NIP. 131 671 600
Dr.Ir. Ahmad Darobin Lubis, MSc. NIP. 132 049 462
Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Luki Abdullah, MSc.Agr. NIP. 131 955 531
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Boyolali, Jawa Tengah, tepat pada tanggal 9 Maret 1986 sebagai putera ke empat dari empat bersaudara dari keluarga H. Slamet Asnawi dan Hj. Wasilatun. Pendidikan Dasar diselesaikan pada tahun 1992 di MI Negeri Boyolali, Pendidikan Lanjutan Menengah Pertama diselesaikan pada tahun 2001 di MTs Negeri Boyolali dan Pendidikan Lanjutan Menengah Atas diselesaikan pada tahun 2004 di SMA Al Muayyad Surakarta. Pada tahun 2004 penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor, Fakultas Peternakan, Program studi Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak (INMT) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama mengikuti pendidikan di IPB, penulis aktif di Himpunan Mahasiswa Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak (HIMASITER), BEM Fakultas Peternakan, KEPAL-D, dan Forum Mahasiswa Kantin (FORMATIN-D). Penulis juga pernah melaksanakan kegiatan magang kerja di Peternakan Sapi Potong, Mix Farming, Dinas Peternakan Blora dan pernah terdaftar sebagai surveyor Peningkatan Layanan Distribusi LPG Pengganti Minyak Tanah Sektor Rumah Tangga yang dilakukan oleh DITJEN MIGAS.
KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala rahmat, taufik dan nikmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan studi, penelitian, seminar dan skripsi ini. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW. Skripsi dengan judul Pengaruh Penambahan Air Panas dan Perekat Bentonit terhadap Sifat Fisik Ransum Broiler Starter Bentuk Crumble ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Selain itu, penyusunan skripsi ini merupakan wujud peran aktif dan kontribusi dalam dunia peternakan. Skripsi ini disusun
dengan
harapan
dapat
memberikan
informasi
mengenai
manfaat
penambahan perekat bentonit dan air panas untuk meningkatkan kualitas sifat fisik ransum ayam broiler starter bentuk crumble. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan November 2007 sampai Januari 2008. Lokasi penelitian ini bertempat di Laboratorium Industri Makanan Ternak Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Tidak lupa ucapan terima kasih penulis sampaikan pada semua pihak yang turut membantu penyusunan skripsi ini, semoga Allah Yang Maha Pemurah dan Penyayang
akan membalasnya. Semoga skripsi ini bermanfaat dalam dunia
pendidikan dan peternakan serta menjadi catatan amal shaleh. Amin. Bogor, Agustus 2008
Penulis
DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN.................................................................................................. ii ABSTRACT ................................................................................................... iii RIWAYAT HIDUP ....................................................................................... iv KATA PENGANTAR ................................................................................... v DAFTAR ISI .................................................................................................. vi DAFTAR TABEL .......................................................................................... vii DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... viii DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. ix PENDAHULUAN ......................................................................................... 1 Latar Belakang ................................................................................... 1 Perumusan Masalah ........................................................................... 2 Tujuan ................................................................................................ 2 TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................ 3 Ransum Ayam Broiler.. ....................................................................... 3 Sifat Bentonit dan Penggunaanya dalam Ransum ............................... 3 Pengaruh Air Panas.............................................................................. 5 Kadar Air dan Sifat Fisik Pakan ......................................................... 6 Kadar Air ................................................................................. 6 Ukuran Partikel ......................................................................... 6 Berat Jenis ................................................................................ 7 Kerapatan Tumpukan ............................................................... 7 Kerapatan Pemadatan Tumpukan ............................................ 8 Sudut Tumpukan ...................................................................... 8 Durability ................................................................................. 9 Ketahanan Benturan.................................................................. 9 METODE ..................................................................................................... 10 Lokasi dan Waktu .............................................................................. Materi Penelitian .................................................................................. Bahan ....................................................................................... Alat............................................................................................ Ransum...................................................................................... Penyiapan Ransum .................................................................... Metode Penelitian ................................................................................ Rancangan Percobaan Penelitian .................................................... Perlakuan................................................................................... Model penelitian ...................................................................... Peubah yang Diamati ............................................................... Analisis Data ............................................................................. Pengukuran Kadar Air dan Sifat Fisik Pakan ......................... Kadar Air .................................................................... Ukuran Partikel ........................................................... Berat Jenis ................................................................ Kerapatan Tumpukan.................................................. Kerapatan Pemadatan Tumpukan ............................... Sudut Tumpukan.........................................................
10 10 10 10 10 11 12 12 12 12 11 11 13 13 13 14 14 15 15
Durability.................................................................... Ketahanan Benturan ................................................... HASIL DAN PEMBAHASAN .....................................................................
16 16 17
Keadaan UmumRansum Penelitian ................................................... Pengaruh Penambahan Bentonit dan Air Panas pada Kadar Air Crumble Penelitian ........................................................................ Pengaruh Penambahan Bentonit dan Air Panas pada Ukuran Partikel Crumble Penelitian .................................................... Pengaruh Penambahan Bentonit dan Air Panas pada Berat Jenis Crumble Penelitian...................................................................... Pengaruh Penambahan Bentonit dan Air Panas pada Kerapatan Tumpukan Crumble Penelitian ............................................................ Pengaruh Penambahan Bentonit dan Air Panas pada Kerapatan Pemadatan Tumpukan Crumble Penelitian.......................................... Pengaruh Penambahan Bentonit dan Air Panas pada Sudut Tumpukan Crumble Penelitian ........................................................... Pengaruh Penambahan Bentonit dan Air Panas pada Durability Crumble Penelitian ............................................................. Pengaruh Penambahan Bentonit dan Air Panas pada Ketahanan Benturan Crumble Penelitian ............................................................... Hubungan antar Sifat Fisik .................................................................. Hubungan antara Kadar Air dengan Berat Jenis ................. Hubungan antara Kadar Air dengan Kerapatan Pemadatan Tumpukan........................................ Hubungan antara Kadar Air dengan Kerapatan Tumpukan .......................................................... Hubungan antara Ukuran Partikel dengan Kerapatan Pemadatan Tumpukan........................................
17
KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................................... Kesimpulan ........................................................................................ Saran ............................................................................................. UCAPAN TERIMA KASIH ......................................................................... DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... LAMPIRAN .............................................................................................
18 20 21 21 22 24 24 26 27 27 28 29 29 30 30 30 31 32 35
DAFTAR TABEL Nomor 1. Persyaratan Mutu Standar Ransum Ayam Broiler Starter Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) No.01-3930-1995..
Halaman 3
2. Komposisi Kimia Bentonit ..............................................................
4
3. Klasifikasi Aliran Bahan Baku Berdasarkan Sudut Tumpukan.......
9
4. Formulasi Ransum Penelitian dan Kandungan Nutrisinya ..............
11
5. Kandungan Mineral Bentonit Drilling dalam Penelitian .................
12
6. Cara Pengukuran Kadar Kehalusan .................................................
14
7. Pengaruh Penambahan Bentonit dan Air Panas pada Kadar Air Crumble Penelitian (%) .................................................
18
8. Pengaruh Penambahan Bentonit dan Air Panas pada Ukuran Partikel Crumble Penelitian (mm) ......................................
20
9. Pengaruh Penambahan Bentonit dan Air Panas pada Berat Jenis Crumble Penelitian (kg/m3)...........................................
21
10. Pengaruh Penambahan Bentonit dan Air Panas pada Kerapatan Tumpukan Crumble Penelitian (kg/m3) .........................
22
11. Pengaruh Penambahan Bentonit dan Air Panas pada Kerapatan Pemadatan Tumpukan Crumble Penelitian (kg/m3) .......
23
12. Pengaruh Penambahan Bentonit dan Air Panas pada Sudut Tumpukan Crumble Penelitian (o) ........................................
24
13. Pengaruh Penambahan Bentonit dan Air Panas pada Durability Crumble Penelitian (%)..................................................
25
14. Pengaruh Penambahan Bentonit dan Air Panas pada Ketahanan Benturan Crumble Penelitian (%)..................................
26
DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Bentonit Penelitian Tipe Drilling ........................................................ 5 2. Vibrator Ballmill Penelitian.................................................................
13
3. Skema Pengukuran Sudut Tumpukan..................................................
15
4. Durability Tester..................................................................................
16
5. Perbedaan Warna Pakan Bentuk Crumble dalam Taraf Penambahan Bentonit dan Air Panas ....................................................................... 6. Grafik Interaksi antara Air Panas dengan Bentonit terhadap Kadar Air ............................................................................................ 7. Grafik Interaksi antara Bentonit dengan Air Panas terhadap Kerapatan Pemadatan Tumpukan ........................................................ 8. Grafik Interaksi antara Bentonit dengan Air Panas terhadap Durability.............................................................................................
17 19 23 25
9. Grafik Interaksi antara Bentonit dengan Air Panas terhadap Ketahanan Benturan............................................................................. 10. Grafik Hubungan antara Kadar Air dan Berat Jenis ............................
27 27
11. Grafik Hubungan antara Kadar Air dan Kerapatan Pemadatan Tumpukan..........................................................................
28
12. Grafik Hubungan antara Kadar Air dan Kerapatan Tumpukan ..........
28
13. Grafik Hubungan antara Ukuran Partikel dan Kerapatan Pemdatan Tumpukan ...........................................................................
29
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
15. Analisis Ragam Kadar Air...............................................................
36
16. Uji Jarak Duncan Interaksi antara Bentonit dengan Air Panas Terhadap Kadar Air .........................................................................
36
17. Analisis Ragam Ukuran Partikel......................................................
36
18. Analisis Ragam Berat Jenis .............................................................
37
19. Analisis Ragam Kerapatan Tumpukan ............................................
37
20. Analisis Ragam Kerapatan Pemadatan Tumpukan..........................
37
21. Uji Jarak Duncan Interaksi antara Bentonit dengan Air Panas Terhadap Kerapatan Pemadatan Tumpukan ....................................
38
22. Analisis Ragam Sudut Tumpukan ...................................................
38
23. Analisis Ragam Durability ..............................................................
38
24. Uji Jarak Duncan Interaksi antara Bentonit dengan Air Panas Terhadap Durability.........................................................................
39
25. Analisis Ragam Ketahanan Benturan ..............................................
39
26. Uji Jarak Duncan Interaksi antara Bentonit dengan Air Panas Terhadap Ketahanan Benturan.........................................................
39
27. Analisis Ragam Regresi Korelasi Antara Kadar Air dengan Berat Jenis ...........................................................................
40
28. Analisis Ragam Regresi Korelasi Antara Kadar Air dengan Kerapatan Pemadatan Tumpukan........................................
40
29. Analisis Ragam Regresi Korelasi Antara Kadar Air dengan Kerapatan Tumpukan ..........................................................
40
30. Analisis Ragam Regresi Korelasi Antara Ukuran Partikel dengan Kerapatan Pemadatan Tumpukan........................................
40
31. Rataan Derajat Keseragaman Ransum Penelitian............................
41
PENDAHULUAN Latar Belakang Bentuk ransum yang dikenal dalam usaha dibidang peternakan unggas selama ini ada tiga macam bentuk, yaitu tepung (mash), butiran lengkap (pelet), dan butiran terpecah (crumble). Ransum berbentuk crumble memiliki tingkat palatabilitas yang cukup tinggi pada pakan.
Bentuk ransum crumble dalam proses pembuatannya
memiliki teknik khusus dibandingkan dengan bentuk ransum yang lain. Pembuatan crumble dibuat pelet terlebih dahulu baru kemudian dipecah menjadi butiran yang tak beraturan. Ransum crumble mempunyai keuntungan sangat disukai ayam umur satu hari sampai ayam dipasarkan dan juga dapat meningkatkan pertumbuhan dan efisiensi dalam penggunaan makanan, serta mengurangi sisa makanan (North, 1978) dalam Negara (2001). Menurut Furia (1986) bahan perekat diperlukan untuk mengikat komponen bahan pakan agar mempunyai struktur yang kompak sehingga tidak mudah hancur, dan mudah dibentuk pada proses pembuatannya. Pada bidang industri pakan, bahan perekat sangat penting diantaranya sebagai bahan tambahan dalam pembuatan ransum. Bahan perekat sebaiknya tidak mengandung racun, mempunyai daya rekat yang tinggi, mudah dicerna, dan dapat bersatu dengan bahan-bahan ransum lainnya (Soeprobo, 1986 dalam Hasanah, 2002). Bentonit merupakan bahan perekat yang umum digunakan dalam bidang industri, salah satunya adalah industri pakan. Bahan ini umum digunakan untuk pembuatan pelet atau crumble. Disamping itu juga ada bahan perekat lain seperti : onggok, tepung tapioka, dan lignosulfonat. Bentonit merupakan bahan galian berbentuk montmorilonit yang terdiri dari dua jenis yakni swelling dan non-swelling, yang memiliki daya ikat yang cukup baik untuk digunakan dalam industri pakan. Bentonit biasa digunakan sebagai bahan perekat pada pakan karena mampu menghasilkan suspensi kental setelah bercampur dengan air. Penyemprotan air panas ke dalam ransum dalam bentuk mash sebelum pakan tersebut diolah menjadi pelet dapat berpengaruh positif karena dengan penambahan air panas akan merubah proses komponen seperti pati dan protein yang selanjutnya mempengaruhi proses perekatan (Thomas dan Van der Poel, 1996). Berdasarkan hasil penelitian Khusniati (2007), penambahan bentonit 2% (Kadar air 9,7%) tanpa penambahan air panas mempunyai nilai kerapatan tumpukan,
kerapatan pemadatan tumpukan, sudut tumpukan dan durability crumble yang tinggi. Menurut Hasanah (2002), penyemprotan air sebanyak 5% pada penambahan bahan perekat onggok dapat meningkatkan ketahanan benturan pelet, sedangkan penyemprotan air lebih dari 5 % dapat menurunkan ketahanan benturan pelet. Perumusan Masalah Umumnya ransum bentuk crumble di pasaran masih kurang bagus, hal ini karena crumble yang mudah hancur dan tidak kompak.
Salah satu cara untuk
memperbaiki ransum bentuk crumble adalah dengan penambahan bahan perekat bentonit dan air panas dan didukung belum adanya informasi mengenai penambahan bahan perekat dengan air panas pada sifat fisik ransum bentuk crumble. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan perekat bentonit dan air panas terhadap sifat fisik ransum broiler starter bentuk crumble.
TINJAUAN PUSTAKA Ransum Ayam Broiler Ransum dikatakan seimbang, apabila dapat mengandung semua zat-zat gizi yang diperlukan hewan dalam perbandingan yang sesuai dengan kebutuhan (Wahju,1985). Bentuk ransum secara fisik dibedakan atas tiga macam yaitu mash (tepung), pelet (butiran), dan crumble (remahan). Ransum dalam bentuk crumble dan pelet dapat memperbaiki penampilan ayam yang dipelihara terutama karena dapat meningkatkan kepadatan zat makanan.
Menurut Samosir (1983) ransum
bentuk crumble dibuat dengan teknik khusus, yaitu semua bahan yang sudah digiling halus dicampur, lalu dipadatkan melalui lubang cetakan yang kemudian dipecah menjadi bentuk yang tidak beraturan. Persyaratan mutu standar untuk ayam broiler starter dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Persyaratan Mutu Standar Ransum Ayam Broiler Starter Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) No. 01-3930-1995 Kandungan Nutrisi Kadar Air
% maks.
14,0
Protein Kasar
18,0 ‐ 23,0
Lemak Kasar
2,5 ‐ 7,0
Serat Kasar
maks.
5,0
Abu
5,0 ‐ 8,0
Kalsium
0,9 ‐ 1,2
Phospor
0,7 ‐ 1,0
Aflatoksin
maks.
50 ppb
Sumber : Direktorat Bina Produksi, 1997
Sifat Bentonit dan Penggunaan dalam Ransum Bentonit adalah istilah dari lempung monmorilonit yang dikenal dalam dunia perdagangan dan termasuk dalam kelompok doiktohedral (Hadiprayitno, 2004). Dalam keadaan awal, bentonit mempunyai kemampuan yang tinggi untuk menjernihkan warna, seperti pada pengolahan minyak yang berasal dari binatang atau tumbuh-tumbuhan. Kemampuan penyerapan warna dapat ditingkatkan melalui proses pengolahan dan pemanasan. Tipe bentonit dibagi menjadi dua, yaitu: jenis bentonit tipe wyoming (Na-bentonit) mempunyai kemampuan mengembang hingga
delapan kali apabila dicelupkan ke dalam air dan tetap terdispersi beberapa waktu di dalam air. Na-bentonite dalam keadaan kering berwarna putih atau cream, sebaliknya pada keadaan basah dan terkena sinar matahari akan berwarna mengkilap. Perbandingan Na dan Ca-nya tinggi, suspensi koloidalnya mempunyai pH 8,5-9,8, tidak dapat diaktifkan, dan posisi pertukaran ion diduduki oleh ion-ion sodium (Na+). Jenis bentonit Mg, (Ca-bentonit-non swelling bentonite) yaitu tipe bentonit yang kurang mengembang apabila dicelupkan ke dalam air, dan tetap terdispersi di dalam air, tetapi secara alami atau setelah diaktifkan mempunyai sifat menghisap yang baik. Perbandingan kandungan Na dan Ca rendah, suspensi koloidal memiliki pH 4-7, posisi pertukaran ion bentonit Mg lebih banyak diduduki oleh ion-ion kalsium dan magnesium. Dalam keadaan kering bersifat rapid slaking, berwarna abu-abu, biru, kuning, merah dan coklat (Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral, 1997). Komposisi kimia bentonit dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Komposisi Kimia Bentonit Parameter
Jumlah
Fe2O3 (%)
0,10
Al2O3 (%)
10,70
MnO3 (%)
0,004
Cr2O3 (%)
0,003
CaO (%)
0,03
MgO (%)
0,70
BrO2 (%)
64,15
Na2O (%)
0,20
K2O (%)
0,50
TiO2 (%)
0,47
Loss on Ignition (%)
22,61
pH
3,27
Bleaching (%)
71,38
Sumber : Laboratorium Sucofindo (1996) dalam PPTM,1997
Endapan bentonit Indonesia tersebar di Pulau Jawa, Pulau Sumatera, sebagian Pulau Kalimantan dan Pulau Sulawesi, dengan cadangan diperkirakan lebih dari 380 juta ton, serta pada umumnya terdiri dari jenis Ca-bentonit (Pusat Penelitian dan
Pengembangan Teknologi Mineral, 1997). Beberapa lokasi yang sudah dan sedang dieksploitasi, yaitu di Tasikmalaya, Leuwiliang, Nanggulan, dan lain-lain. Indikasi endapan Na-bentonit terdapat di Pangkalan Brandan, Sorolangun-Bangko, dan Boyolali. Na-bentonit dimanfaatkan sebagai bahan perekat, pengisi (filler). Lumpur bor, sesuai sifatnya mampu membentuk suspensi kental setelah bercampur dengan air. sedangkan Ca-bentonit banyak dipakai sebagai bahan penyerap (Hadiprayitno, 2004 dalam Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral, 1997 ). Sifat-sifat umum dari bentonit adalah berwarna dasar putih dengan sedikit kecoklatan atau kemerahan atau kehijauan serta kombinasinya tergantung dari jenis dan jumlah fragmen mineral-mineralnya sangat lunak (kekerasan = 1), ringan, mudah pecah, terasa seperti sabun, mudah menyerap air dan melakukan pertukaran ion, serta mempunyai berat jenis berkisar antara 2,4-2,8 (Soedjoko dan Andrianto, 1987). Quisenberry (1967) menyatakan bahwa penggunaan bahan perekat bentonit pada pakan ternak unggas berkisar 1-5% mampu meningkatkan efisiensi kalori pakan dan memperlambat laju pakan. Menurut Wahju (1985) penggunaan bentonit tidak lebih dari 2,5% dari ransum, tidak menyebabkan akibat yang merugikan, akan tetapi dapat memperbaiki pertumbuhan dan atau efisiensi penggunaan makanan pada anak ayam. Bentonit jika bereaksi dengan air akan membetuk gel (Tabil et al., 1997). Menurut Khusniati (2007), bahwa bentonit memiliki daya serap yang tinggi sehingga apabila teraktivasi akan dapat menghilangkan molekul air yang terkandung dalam crumble.
Gambar 1. Bentonit Penelitian Tipe Drilling Pengaruh Air Panas Air merupakan komponen yang tidak kalah penting dalam pembuatan adonan karena berfungsi sebagai pelarut. Panas yang terkandung dalam uap juga diperlukan untuk gelatinisasi pati sehingga pelet yang dihasilkan lebih kompak (Murdinah, 1989). Menurut Thomas et al. (1996) komponen pakan akan mengalami reaksi yang berbeda apabila air tersedia. Proses gelatinisasi, denaturasi dan solubilisasi dapat
berlangsung apabila di dalamnya terdapat air, selain itu air dapat memungkinkan terjadinya perubahan struktur material lainnya yang dapat menghasilkan ikatan antar partikel pakan. Wood (1987) dalam Thomas et al. (1996) menyatakan bahwa air yang berasal dari pengembunan uap air sangat berpengaruh dalam memperbaiki kekerasan pelet dan durability.
Penambahan uap air panas (steam) pada mash tidak hanya
menambah kadar air mash tetapi juga menambah temperatur mash. Peningkatan suhu pada mash disebabkan karena proses conditioning pada polimer protein dan terjadinya gelatinisasi (Briggs et al., 1999). Thomas et. al (1996), menyatakan bahwa dengan penambahan uap air panas (steam) atau penambahan air dapat meningkatkan kadar air ransum. Kadar Air dan Sifat Fisik Pakan Sifat fisik merupakan sifat dasar dari suatu bahan, yang mencakup aspek yang sangat luas, akan tetapi informasi hasil penelitian mengenai sifat fisik bahan masih sangat terbatas (Syarifudin, 2001). Keberhasilan pengembangan teknologi pakan seperti homogenitas pengadukan ransum, laju aliran pakan dalam organ pencernaan, proses absorpsi dan deteksi kandungan protein, semuanya terkait erat dengan pengetahuan tentang sifat fisik bahan (Sutardi, 1997). Kadar Air Kadar air bahan merupakan pengukuran jumlah air total yang terkandung dalam bahan pangan tanpa memperlihatkan kondisi atau derajat keterikatan air. Kadar air sangat berpengaruh terhadap mutu bahan pangan dan hal ini merupakan salah satu sebab mengapa dalam pengolahan bahan makanan, air tersebut sering dikeluarkan atau dikurangi dengan cara penguapan atau pengeringan (Winarno, 1984). Ukuran Partikel Pengujian ukuran partikel bertujuan untuk menentukan kadar kehalusan dari pakan yang dihasilkan menggunakan vibrator ball mill (Tyler, 1959). Penurunan ukuran partikel dari kasar menjadi halus memperlihatkan permukaan area per unit volume untuk penyerapan tekanan pemadatan dan meningkatkan permukaan area untuk penyimpanan (Behnke, 2001)
Menurut Knott et al. (1997) ukuran partikel dan keragaman ukuran partikel dari bahan-bahan penyusun ransum berperan penting bagi ahli nutrisi dalam memilih bahan yang akan digunakan dan menentukan hal-hal yang diperlukan untuk mempercepat waktu saat memproduksi ransum komplit. Keragaman ukuran partikel dapat terjadi pada pelet selama proses pengangkutan, pengisian bin penyimpanan, pengapalan dan pengaruh kontainer. Berat Jenis Menurut Khalil (1999), berat jenis memiliki peranan penting pada berbagai proses pengolahan, penanganan, dan penyimpanan. Berat jenis juga disebut berat spesifik (specific gravity), merupakan perbandingan antara masa bahan terhadap perubahan volume aquades dengan satuan kg/m3.
Berat jenis merupakan faktor
penentu dari kerapatan tumpukan, juga sangat menentukan tingkat ketelitian dalam proses penakaran secara otomatis. Berat jenis bersama dengan ukuran partikel juga berpengaruh terhadap homogenitas dan penyebaran partikel dan stabilitasnya dalam suatu pencampuran. Khalil (1999a) menyatakan bahwa pengecilan ukuran partikel dan kadar air tidak berpengaruh terhadap pengukuran berat jenis dari berbagai kelompok bahan pakan sumber energi, sumber hijauan, sumber protein nabati dan hewani serta bahan pakan sumber mineral lebih lanjut. Lebih lanjut Khalil (1999a) mengatakan bahwa berat jenis berhubungan erat dengan porositas ransum. Porositas adalah rasio antara kerapatan tumpukan dengan berat jenis ransum. Porositas ini akan menunjukkan besarnya volume ruang antar partikel dalam suatu tumpukan ransum. Porositas ini memegang peranan penting, misalnya dalam mencapai efisiensi pengeringan bahan, karena berkaitan erat dengan daya hantar panas di dalam tumpukan bahan (Chung dan Lee, 1985 dalam Khalil, 1999a). Kerapatan Tumpukan Kerapatan tumpukan (spesific density) adalah perbandingan antara berat bahan dengan volume ruang yang ditempatinya, dengan satuan kg/m3 (Khalil,1999a). Nilai kerapatan menunjukkan nilai porositas dari bahan yaitu jumlah rongga udara yang terdapat diantara partikel bahan. Menurut Ruttlof (1981) dalam Suadyana (1998), bahan dengan kerapatan tumpukan rendah sebesar 450 kg/m3 membutuhkan waktu jatuh dan mengalir yang lama sehingga dapat ditimbang dengan teliti,
sedangkan bahan yang kerapatan tumpukan yang tinggi sebesar 500 kg/m3 bersifat sebaliknya. Menurut Johnson (1994) dalam Hasanah (2002) kerapatan tumpukan akan meningkat dengan semakin tingginya kadar air dan jumlah partikel halus yang terdapat dalam bahan. Kerapatan Pemadatan Tumpukan Kerapatan pemadatan tumpukan merupakan perbandingan antara berat bahan terhadap volume ruang yang ditempatinya setelah melalui proses pemadatan (seperti penggoyangan) dan satuannya kg/m3. Ukuran partikel dalam ransum berpengaruh nyata terhadap kerapatan pamadatan tumpukan yaitu meningkatkan nilai kerapatan pemadatan tumpukan (Khalil, 1999a). Menurut Hoffman (1997) dalam Suadnyana (1998), tingkat pemadatan tumpukan dan densitas bahan sangat berperan menentukan kapasitas dan pengisian silo, kontainer dan pengemasan. Sudut Tumpukan Sudut tumpukan (angle of respose) adalah sudut yang terbentuk jika bahan dicurahkan pada bidang datar melalui sebuah corong.
Sudut tumpukan ini
merupakan kriteria kebebasan bergerak partikel dari suatu bahan tumpukan bahan. Pergerakan partikel bahan yang ideal ditunjukkan oleh ransum bentuk cair dengan sudut tumpukan sama dengan nol, sedangkan ransum bentuk padat memiliki sudut tumpukan berkisar antara 20o dan 50o (Khalil, 1999b). Besarnya sudut tumpukan sangat dipengaruhi oleh ukuran, bentuk dan karakteristik permukaan partikel, kandungan air, berat jenis dan kerapatan tumpukan (Kling dan Woehlbier, 1983 dalam Khalil, 1999b).
Semakin tinggi kadar air maka cenderung mengurangi
kecepatan daya alir suatu partikel, sehingga memerlukan suatu dorongan untuk mempercepat aliran (O’Hara et al, 1999). Kemudahan dan kecepatan pengangkutan suatu bahan dengan traktor sekop (shovel) atau conveyor akan sangat dipengaruhi oleh besarnya sudut tumpukan ( Ruttlof, 1981 dalam Guthama, 1998). Klasifikasi aliran bahan baku berdasarkan sudut tumpukan dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Klasifikasi Aliran Bahan Baku Berdasarkan Sudut Tumpukan Sudut Tumpukan
Aliran
25-30o
sangat mudah mengalir
30-38o
mudah mengalir
38-45o
mengalir
45-55o
sulit mengalir
>55o
sangat sulit mengalir
Sumber : Woodcock dan Mason (1987) dalam Fasina dan Sokhansanj, 1993
Durability Durability terkait dengan berbagai proses dalam pemanfaatan pelet seperti proses transportasi (pengangkutan), serta pendistribusian pelet yang dihasilkan, oleh karena itu pengukuran durability pelet penting dilakukan (Thomas dan van der Poel, 1996). McEllhiney (1994) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi pelet durability adalah (1) karakteristik bahan baku, dalam hal ini faktor yang dimaksud adalah protein, lemak, serat, pati, dan density (kepadatan), tekstur, dan air, serta kestabilan karakteristik bahan akan menghasilkan kualitas pelet yang baik, dan (2) ukuran partikel. Ketahanan Benturan Ketahanan crumble merupakan salah satu faktor penting yang perlu diperhatikan, karena ketahanan crumble ini terkait dengan berbagai proses pengangkutan. beberapa komponen yang mempengaruhi ketahanan pelet terhadap benturan adalah pati, serat, lemak, dan kondisi bahan. selain itu, kekuatan atau ketahanan pelet dipengaruhi oleh kandungan air bahan, ukuran partikel bahan dan suhu sebelum penekanan dalam prosesing pelet.
Kondisi bahan dengan ukuran
partikel medium dan halus akan menghasilkan kualitas pelet terbaik (Balagopalan, 1988).
METODE Lokasi dan Waktu Penelitian berlangsung dari bulan November 2007 hingga Januari 2008 yang dilaksanakan di Fakultas Peternakan IPB yaitu Laboratorium Industri Makanan Ternak
untuk pembuatan ransum dan pengujian sifat fisik, Laboratorium Ilmu
Nutrisi dan Ternak Perah untuk analisis kadar air, Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan untuk analisis energi bruto, serta di Pusat Antar Universitas, Institut Pertanian Bogor yaitu di Laboratorium Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi untuk analisis proksimat. Materi Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ransum basal ayam broiler starter bentuk crumble yang disusun dari bahan jagung, dedak padi, crude palm oil (CPO), corn gluten meal (CGM), tepung ikan, meat bone meal (MBM), bungkil kedelai, CaCO3, Premix, DL-Methionin, L-lysin serta air panas, aquades, dan bentonit drilling. Alat Alat yang digunakan untuk proses produksi, terdiri dari mesin giling (grinder) jenis FFC 37 RRC, mesin pelet (pelleter) jenis farm feed pelleter merek Philco, mesin crumble merek SEM, heater dan ember. Alat-alat yang digunakan untuk analisa terdiri dari timbangan digital O-haus, termometer, oven, cawan, timbangan 1 kg, pengaduk, sendok, corong plastik, kuas, gelas ukur 100 ml, mistar, plastik, kertas karton, spidol, kertas tissue, Pellet Durability Tester, alat pengukur sudut tumpukan, Tyler Sieve (Vibrator Ball Mill), plastik 5 kg, dan lempeng besi setebal 2 mm. Ransum Pembuatan formulasi ransum ayam broiler starter disusun berdasarkan NRC (1994) dengan kebutuhan protein kasar (PK) 23% dan kebutuhan energi metabolis (EM) 3200 kkal/kg. Formulasi ransum ini menggunakan metode trial and error (coba-coba). Formulasi ransum penelitian dan kandungan nutrisinya dapat dilihat
pada Tabel 4. Tabel 4. Formulasi Ransum Penelitian dan Kandungan Nutrisinya Bahan Makanan
Jumlah (%)
Jagung
37
CGM
11
Dedak padi
22,35
CPO
5
Bungkil kedelai
15
Tepung Ikan
4
Meat Bone Meal (MBM)*
4
CaCO3
1
Top mix*
0.5
L-Lysin
0.05
DL-Metionin
0.1
Total
100
Kandungan Zat Makanan** Energi Metabolis (kkal/kg)
3278,03
Protein Kasar (%)
23,35
Serat Kasar (%)
4,63
Kalsium (%)
1,06
Fosfor tersedia (%)
0,45
Metionin (%)
0,52
Lysin (%)
1,13
Keterangan : *Komposisi :vitamin A (12.000.000 IU), vitamin D3 (2.000.000 IU), vitamin E (8.000 IU), vitamin K (2.000mg), vitamin B1 (2.000 mg), vitamin B2 (5.000 mg), vitamin B6 (500 mg), vitamin B12 (12.000 mg), vitamin C (25.000 mg), Ca-D-pantothenate (6.000 mg), niasin (40.000 mg), cholin (10.000 mg) klorida (10.000mg), methionin (30.000 mg), lysin (30.000 mg),Mn (120.000 mg), Fe (20.000IU), Zn (100.000 mg), Co (200 mg), Cu (4.000 mg), santoquin (antioxidant) (10.000 mg), Zinc Bacitracin (21.000 mg). **Berdasarkan Perhitungan
Penyiapan Ransum Penelitian Pengukuran sifat fisik dilakukan pada ransum basal ayam broiler bentuk crumble dengan penambahan bahan perekat bentonit yang berbeda, yaitu tanpa
penambahan bentonit, bentonit dengan taraf 2 % dan taraf 4 %. Adapun komposisi mineral bentonit dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Kandungan Mineral Bentonit Drilling dalam Penelitian Kandungan Mineral
Jumlah (%)
Ca (%)
0,05
Mg (%)
0,24
Na (%)
0,02
Keterangan :
Hasil analisis pada Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi,PAU, IPB(2008)
Metode Rancangan Percobaan Perlakuan Rancangan Percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola Faktorial 3x3 dengan 4 ulangan. Faktor A adalah taraf penambahan bahan perekat bentonit berdasarkan as fed, yaitu : A1 : Ransum basal tanpa bentonit A2 : Ransum basal + bentonit 2 % A3 : Ransum basal + bentonit 4 % Faktor B adalah taraf penambahan air panas berdasarkan as fed, yaitu : B1 : Tanpa penambahan air panas B2 : Penambahan air panas 2,5 % B3 : Penambahan air panas 5 % Model Penelitian Model matematika dari rancangan percobaan ini adalah : Yijk = µ + αi + βj + (αβ)ij + εijk i
= Taraf penambahan bentonit (0, 2 dan 4%)
j
= Penambahan air panas (0, 2,5 dan 5%)
k
= Ulangan (1, 2, 3, 4)
Keterangan : Yijk = nilai pengamatan perlakuan ke-i, perlakuan ke-j, ulangan ke-k µ
= nilai rata-rata
αi
= pengaruh perlakuan ke-i
βj
= pengaruh perlakuan ke-j
(αβ)ij = pengaruh interaksi perlakuan ke-i dan perlakuan ke-j εijk
= galat perlakuan ke-i, perlakuan ke-j, ulangan ke-k
Peubah yang Diamati Peubah yang diamati dalam penelitaian ini adalah kadar air (KA), ukuran partikel, berat jenis (BJ), kerapatan tumpukan (KT), kerapatan pemadatan tumpukan (KPT), sudut tumpukan (ST), durability, dan ketahanan benturan. Analisis data Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam (ANOVA), bila terdapat perbedaan nyata akan dilanjutkan dengan Uji Jarak Duncan (Steel dan Torie, 1991). Pengukuran Kadar Air dan Sifat Fisik Pakan Kadar Air Kadar air diukur dengan menggunakan metode pemanasan.
Cawan
alumunium ditimbang (x gram). Sampel sebanyak 3 gram (y gram) dimasukkan ke dalam cawan alumunium, kemudian dimasukkan ke dalam oven 105 oC selama 24 jam. Setelah itu sampel dalam cawan ditimbang (z gram). Kadar air dihitung dengan menggunakan rumus : x+y–z Kadar air =
x 100% Y
Ukuran Partikel (Henderson dan Perry, 1981) Teknik yang digunakan untuk ukuran partikel crumble adalah dengan alat Vibrator Ballmill the German Sieve Analysis nomor mesh/sieve 4, 8, 16, 30, 50, 100, 400. Bahan ditimbang 500 gram lalu diletakkan pada bagian sieve paling atas, lalu dilakukan penyaringan bahan yang tertinggal pada tiap saringan. Cara pengukuran kadar kehalusan dapat dilihat pada (Tabel 6) dan Pengukuran partikel menggunakan alat Vibrator Ballmill dapat dilihat pada (Gambar 2).
Gambar 2. Vibrator Ballmill Penelitian Tabel 6. Cara Pengukuran Kadar Kehalusan No. Sieve
No. Perjanjian
4 8 16 30 50 100 400 Pan Jumlah
7 6 5 4 3 2 1 0
Berat sieve dan bahan Kosong Isi Bahan gram Gram Gram % -
% Bahan x No. perjanjian -
Derajat kehalusan (Modulus of Fineness) = Σ (% bahan x No perjanjian) 100 Ukuran partikel rata-rata = 0,0041 x 2MF x 2,54 mm (Tyler dalam Syarifudin, 2001). Keterangan : MF : Modulus of fineness
Berat Jenis (Khalil, 1999a) Berat jnis diukur dengan menggunakan prinsip Hukum Archimedes, yaitu dengan mengukur perubahan volume pada gelas ukur (500 ml) setelah memasukkan aquades yang telah ditentukan jumlahnya (200 ml) dan bahan yang telah diketahui massanya (100 gram) ke dalam gelas ukur tersebut. Di dalam gelas ukur dilakukan pengadukan untuk mempercepat hilangnya udara antar partikel ransum selama pengukuran. Perubahan volume aquades merupakan volume bahan sesungguhnya. Berat bahan (kg) Berat Jenis =
Perubahan volume aquades (m3)
Kerapatan Tumpukan (Khalil, 1999a) Kerapatan tumpukan dihitung dengan memasukkan bahan dengan berat bahan tertentu ke dalam gelas ukur 500 ml dengan bantuan corong. Selain itu dihindarkan terjadinya guncangan pada gelas ukur selama pengukuran. Kerapatan tumpukan dinyatakan dalam satuan kg/m3 dan dihitung dengan cara : Berat bahan (kg)
Kerapatan Tumpukan =
Volume ruang (m3)
Kerapatan Pemadatan Tumpukan (Khalil, 1999a) Kerapatan pemadatan tumpukan ditentukan dengan cara yang sama dengan penentuan kerapatan tumpukan, tetapi volume bahan dibaca setelah proses pemadatan dengan cara mengoyang-goyangkan gelas ukur dengan tangan sampai volume tidak berubah lagi.
Kerapatan pemadatan tumpukan dinyatakan dalam
satuan kg/m3 dan dihitung dengan cara : Berat bahan (kg) KPT = Volume ruang setelah dipadatkan (m3) Sudut Tumpukan (Khalil, 1999b) Pengukuran sudut tumpukan dilakukan dengan menjatuhkan bahan sebanyak 500 gram pada ketinggian 32,5 cm melalui corong pada bidang datar. Sebagai alas bidang datar digunakan kertas karton berwarna putih. Diameter tumpukan maksimal dua kali tinggi jatuhnya bahan, sedangkan untuk mengukur tinggi dilakukan dengan jangka sorong. Berat bahan yang digunakan sebanyak 500 gram. Alat pengukur sudut tumpukan dapat dilihat pada Gambar 3. tg α = t 0,5 d α = tan -1α Keterangan : t = tinggi tumpukan d = diameter tumpukan
Gambar 3. Skema Pengukuran Sudut Tumpukan Penelitian
Durability (Fairfield, 1994) Pengujian durability dilakukan dengan cara memasukkan sampel sebanyak 500 gram ke dalam alat durability tester selama 10 menit. Sebelum dan sesudah pengujian dilakukan penyaringan dengan menggunakan saringan (mesh no 16) . Crumble yang tertinggal di saringan ditimbang kemudian dibandingkan dengan berat crumble awal. Alat yang digunakan untuk pengukuran durability dapat dilihat pada Gambar 4. Berat crumble setelah diputar (gram) Durability =
x 100% Berat awal (gram)
Gambar 4. Durability tester Penelitian Ketahanan Benturan Ketahanan crumble terhadap benturan diukur dengan cara menjatuhkan crumble sebanyak 500 gram dari ketinggian 1 meter pada lempeng besi setebal 2 mm, kemudian diukur dengan saringan (mesh no 16) dan dilakukan penimbangan crumble yang masih utuh. Ketahanan benturan crumble dapat diukur dengan cara membagi berat crumble yang masih utuh setelah dijatuhkan dengan berat crumble awal dan dikalikan 100% (Balagopalan et. al, 1988). Berat crumble setelah dijatuhkan Ketahanan Benturan =
x 100 % Berat crumble awal
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Ransum Penelitian Ransum yang ditambahkan bahan perekat bentonit memiliki warna yang lebih gelap dibandingkan dengan ransum kontrol. Semakin tinggi taraf penambahan maka warna semakin lebih gelap yaitu tampak berwarna coklat pekat, hal ini disebabkan karena bentonit dalam keadaan kering memiliki warna dasar coklat dan juga adanya kemungkinan proses maillard. Proses perubahan warna dan reaksi maillard pada ransum salah satunya adalah karena pemkaian bentonit dan sumber karbohidrat. Winarno (1992) menyatakan bahwa proses panas pada bahan pangan dapat menyebabkan reaksi maillard yang terjadi akibat reaksi antara karbohidrat, khususnya gula pereduksi dengan gugus amina primer. Perbedaan warna pakan bentuk crumble dalam taraf penambahan bentonit dan air panas dapat dilihat pada Gambar 5.
Keterangan :
-
A1B1 = Ransum basal; A1B2 = ransom basal + air panas 2,5%; A1B3= ransom basal + air panas 5%
-
A2B1 = Ransum basal + bentonit 2%; A2B2 = bentonit 2% + air panas 2,5%; A2B3 = bentonit 2% + air panas 5%
-
A3B1 = Ransum basal + bentonit 4%; A3B2 = bentonit 4% + air panas 2,5%; A3B3 = bentonit 4% + air panas 5%.
Gambar 5. Perbedan Warna Pakan Bentuk Crumble dalam Taraf Penambahan Bentonit dan Air Panas
Pengaruh Penambahan Bentonit dan Air Panas pada Kadar Air Crumble Penelitian Hasil analis ragam nilai interaksi antara penambahan bentonit dan penambahan air panas sangat nyata (P<0,01) mempengaruhi kadar air ransum bentuk crumble. Pengaruh penambahan bentonit dan air panas pada kadar air crumble penelitian dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Pengaruh Penambahan Bentonit dan Air Panas pada Kadar Air Crumble Penelitian Perlakuan
B1
B2
B3
Rataan
---------- (%)--------A1
11,30±1,08DE
13,74±0,60ABC
14,14±0,76AB
13,06±1,52a
A2
11,11±0,19DE
13,14±1,20BC
14,83±1,93A
13,02±1,99a
A3
12,35±0,80CD
10,29±0,54E
13,57±0,96ABC
12,07±1,58b
11,58±0,9B
12,39±1,74B
14,18±1,31A
Rataan Keterangan :
-
superskrip dengan huruf kecil menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05) pada kolom yang sama superskrip dengan huruf besar menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) pada baris yang sama A1= Ransum Basal; A2= Ransum basal + bentonit 2%; A3= Ransum basal + bentonit 4% B1= penambahan air panas 0%; B2= penambahan air panas 2,5%; penambahan air panas 5%
Perlakuan dengan penambahan bentonit 2% dan penambahan air panas 5% mempunyai kadar air tertinggi, tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan tanpa penambahan bentonit dan penambahan air panas 5% yaitu masing-masing sebesar 14,83% dan 14,14%. Nilai terendah adalah dengan penambahan bentonit 4% dan penambahan air panas 2,5% yaitu sebesar 10,29%. Hasil ini disebabkan karena adanya ikatan antara bentonit dengan air panas, sehingga bentonit akan meningkatkan daya serapnya.
Aktivasi bentonit dengan penambahan air panas
bertujuan agar air yang terikat dicelah-celah molekul dalam ransum berbentuk crumble dapat menguap, sehingga porositasnya meningkat. Bentonit yang berikatan dengan air panas mampu meningkatkan kemampuan daya serapnya sehingga mampu menurunkan kadar air dalam crumble. Grafik interaksi antara bentonit dan air panas ditunjukkan pada Gambar 6.
Keterangan
A1 = Ransum basal A2 = Ransum basal + bentonit 2 % A3 = Ransum basal + bentonit 4 %
Gambar 6. Grafik Interaksi antara Bentonit dengan Air Panas terhadap Kadar Air Berdasarkan grafik interaksi antara bentonit dengan air panas menunjukkan bahwa penambahan bentonit 4% memiliki nilai kadar air tertinggi dibandingkan dengan tanpa penambahan bentonit dan penambahan bentonit 2% pada ransum basal. Penambahan air panas menyebabkan terjadi perubahan nilai kadar air dari masingmasing perlakuan tanpa bentonit, ransum basal dengan penambahan bentonit 2%, dan ransum basal dengan penambahan bentonit 4%. Pada penambahan bentonit 4% terjadi penurunan nilai kadar air setelah ditambahkan air panas 2,5%, akan tetapi meningkat kembali setelah penambahan air panas 5%. Perlakuan tanpa bentonit dan penambahan bentonit mengalami perubahan nilai kadar air yang terus meningkat saat penambahan air panas sampai mencapai 5%. Hasil ini sesuai dengan pendapat Thomas et. al (1996) dengan penambahan uap air (steam) atau penambahan air panas dapat meningkatkan kadar air ransum. Penambahan air panas yang terjadi pada saat proses mixing mampu meningkatkan nilai kadar air ransum. Penambahan air panas pada mash saat mixing tidak hanya menambah kadar air mash tetapi juga menambah temperatur mash.
Peningkatan suhu pada mash disebabkan karena proses
conditioning pada polimer protein dan terjadinya gelatinisasi (Briggs et al., 1999). Pengaruh Penambahan Bentonit dan Air Panas pada Ukuran Partikel Crumble Penelitian Perlakuan dengan penambahan bentonit tidak mempengaruhi ukuran partikel, sedangkan penambahan air panas sangat nyata (P<0,01) meningkatkan ukuran
partikel. Tidak terdapat interaksi antara penambahan bentonit dan penambahan air panas terhadap ukuran pertikel. Pengaruh penambahan bentonit dan air panas pada ukuran partikel crumble penelitian dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Pengaruh Penambahan Bentonit dan Air Panas pada Ukuran Partikel Crumble Penelitian Perlakuan
B1
B2
B3
Rataan
A1 A2
---------- (mm)--------1,69±0,24 1,89±0,062 2,01±0,25 1,67±0,07 2,00±0,123 1,83±0,17
1,87±0,23 1,81±0,17
A3
1,63±0,04
1,73±0,11
1,66±0,13
Rataan Keterangan :
-
B
1,79±0,090 1,88±0,112
A
1,79±0,11 1,87±0,20
A
superskrip dengan huruf besar menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) pada baris yang sama A1= Ransum Basal; A2= Ransum basal + bentonit 2%; A3= Ransum basal + bentonit 4% B1= penambahan air panas 0%; B2= penambahan air panas 2,5%; penambahan air panas 5%.
Nilai ukuran partikel tertinggi ditunjukkan pada penambahan air panas 2,5% akan tetapi tidak berbeda dengan penambahan air panas 5% yaitu masing-masing sebesar 1,88 mm dan 1,87 mm. Nilai terendah dihasilkan dari tanpa penambahan air panas yaitu sebesar 1,66 mm, hasil ini karena pemanasan lewat penambahan air panas dalam bahan ransum mengakibatkan terjadinya perekatan sintetis dalam bahan dan akan membentuk gel. Gel akan terbentuk untuk mengikat komponen bahan sehingga crumble akan lebih kompak, kokoh, dan tidak mudah hancur. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Meyer (1961) dalam Hasanah (2002) yaitu pemanasan pada saat pembuatan pelet dapat mengakibatkan terjadinya gelatinisasi, sehingga menyebabkan partikel-partikel bahan dapat merekat satu sama lain. Hasilnya crumble yang terbentuk akan lebih kompak
dan ukuran partikel
crumble yang dihasilkan akan lebih besar. Pengaruh Penambahan Bentonit dan Air Panas pada Berat Jenis Crumble Penelitian Penambahan bentonit dapat meningkatkan berat jenis (P< 0,05), sedangkan penambahan air panas nyata (P<0,05) menurunkan berat jenis.
Interaksi antara
penambahan bentonit dan air panas tidak memberikan pengaruh terhadap berat jenis. Pengaruh penambahan bentonit dan air panas pada berat jenis crumble penelitian dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Pengaruh Penambahan Bentonit dan Air Panas pada Berat Jenis Crumble Penelitian Perlakuan A1 A2 A3 Rataan Keterangan :
-
B1
B2 ---------(kg/m3)-------1451±0,06 1361±0,03 1488±0,05 1454±0,03 1512±0,06 1522±0,05 a 1484±0,06 1446±0,09ab
B3
Rataan
1409±0,04 1430±0,05 1399±0,03 1413±0,04b
1407±0,06b 1457±0,07a 1478±0,08a
superskrip dengan huruf kecil menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05) A1= Ransum Basal; A2= Ransum basal + bentonit 2%; A3= Ransum basal + bentonit 4% B1= penambahan air panas 0%; B2= penambahan air panas 2,5%; penambahan air panas 5%.
Rataan berat jenis tertinggi dihasilkan dari penambahan bentonit 4 % sebesar 1478 kg/m3, akan tetapi nilai tersebut tidak berbeda nyata dengan penambahan bentonit 2% sebesar 1457 kg/m3. Nilai terendah berat jenis ransum ditunjukkan perlakuan dengan tanpa penambahan bentonit. Berat jenis tertinggi diperoleh perlakuan dengan tanpa penambahan air panas, dibandingkan dengan penambahan air panas 2,5% dan 5%
masing-masing sebesar 1446 kg/m3 dan 1413 kg/m3.
Semakin tinggi taraf pemberian air panas maka berat jenis ransum crumble semakin rendah.
Berat jenis memiliki peranan penting berbagai proses pengolahan,
penanganan, dan penyimpanan.
Berat jenis juga sangat menentukan tingkat
ketelitian dalam proses penakaran secara otomatis. Pengaruh Penambahan Bentonit dan Air Panas pada Kerapatan Tumpukan Crumble Penelitian Penambahan bentonit tidak berpengaruh terhadap kerapatan tumpukan, sedangkan penambahan air panas sangat nyata (P<0,01) menurunkan kerapatan tumpukan. Interaksi antara penambahan bentonit dan penambahan air panas tidak memberikan pengaruh terhadap kerapatan tumpukan. Nilai rataan kerapatan tumpukan tertinggi untuk penambahan bentonit ditunjukkan oleh perlakuan tanpa penambahan air panas yaitu sebesar 588 kg/m3, sedangkan nilai terendah dengan penambahan air panas 5% yaitu sebesar 561 kg/m3. Pengaruh penambahan bentonit dan air panas pada kerapatan
tumpukan crumble penelitian dapat dilihat Tabel 10.
Tabel 10. Pengaruh Penambahan Bentonit dan Air Panas pada Kerapatan Tumpukan Crumble Penelitian Perlakuan A1 A2 A3 Rataan Keterangan :
-
B1
B2 -------(kg/m3)-------597±0,01 565±0,02 584±0,01 580±0,02 583±0,01 573±0,01 A 588±0,01 573±0,02B
B3
Rataan
562±0,02 564±0,02 557±0,01 561±0,01C
572±0,02 576±0,01 571±0,02
superskrip dengan huruf besar menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) A1= Ransum Basal; A2= Ransum basal + bentonit 2%; A3= Ransum basal + bentonit 4% B1= penambahan air panas0%;B2= penambahan air panas 2,5%; penambahan air panas 5%.
Nilai kerapatan tumpukan yang rendah menyebabkan volume ruang yang dibutuhkan besar karena berat crumble berkurang. Nilai kerapatan tumpukan dan kerapatan
pemadatan
tumpukan
yang
semakin
menurun
dengan
semakin
meningkatnya kadar air, karena bahan akan mengembang dan dengan semakin tingginya kadar air menyebabkan volume ruang yang dibutuhkan menjadi lebih besar (Suadnyana, 1998). Menurut Ruttlof (1981) dalam Suadyana (1998), bahan dengan kerapatan tumpukan rendah sebesar 450 kg/m3 membutuhkan waktu jatuh dan mengalir yang lama sehingga dapat ditimbang dengan teliti, sedangkan bahan yang kerapatan tumpukan yang tinggi sebesar 500 kg/m3 mampu bersifat sebaliknya. Pengaruh Penambahan Bentonit dan Air Panas pada Kerapatan Pemadatan Tumpukan Crumble Penelitian Analisis ragam menunjukkan interaksi antara penambahan bentonit dan air panas sangat nyata (P<0,01) mempengaruhi kerapatan pemadatan tumpukan. Pengaruh penambahan bentonit dan air panas pada kerapatan pemadatan tumpukan crumble dapat dilihat Tabel 11.
Tabel 11. Pengaruh Penambahan Bentonit dan Air Panas pada Kerapatan Pemadatan Tumpukan Crumble Penelitian Perlakuan
B1
B2 B3 3 -------(kg/m )-------A 759±0,03 648±0,02E 680±0,02CD 731±0,02AB 695±0,02CD 692±0,02CD 744±0,01A 705±0,01BC 672±0,03DE
A1 A2 A3
745±0,02A
Rataan Keterangan :
-
683±0,03B
Rataan 696±0,05 706±0,03 707±0,04
681±0,02B
superskrip dengan huruf besar menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) A1= Ransum Basal; A2= Ransum basal + bentonit 2%; A3= Ransum basal + bentonit 4% B1= penambahan air panas 0%; B2= penambahan air panas 2,5%; penambahan air panas 5%.
Nilai interaksi antara bentonit dan air panas berkisar antara 648 kg/m3 sampai 759 kg/m3.
Perlakuan ransum basal tanpa bentonit dengan tanpa air panas
menunjukkan nilai kerapatan pemadatan tumpukan paling tinggi yaitu sebesar 759 kg/m3, sedangkan nilai terendah ditunjukkan perlakuan tanpa bentonit dan penambahan air panas 2,5% yaitu sebesar 648 kg/m3.
Grafik interaksi antara
bentonit dan air panas dapat dilihat pada Gambar 7.
Keterangan :
A1 = Ransum basal A2 = Ransum basal + bentonit 2 % A3 = Rnsum bsl + bentonit 4 %
Gambar 7. Grafik Interaksi antara Bentonit dengan Air Panas terhadap Kerapatan Pemadatan Tumpukan Ransum tanpa penambahan bentonit memiliki nilai kerapatan pemadatan tumpukan tertinggi, akan tetapi menurun pada penambahan air panas 2,5%, dan terjadi kenaikan nilai kerapatan pemadatan tumpukan pada penambahan air panas
5% (Gambar 7). Ransum basal dengan penambahan bentonit 2% dan 4% cenderung turun saat penambahan air panas 2,5% dan 5%, hal ini disebabkan karena penambahan air panas pada level yang tinggi menyebabkan bentonit tidak mampu berfungsi sebagai pengisi rongga antar pertikel, sehingga terbukanya pori-pori permukaan pertikel bahan. Pengaruh Penambahan Bentonit dan Air Panas pada Sudut Tumpukan Crumble Penelitian Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penambahan bentonit, penambahan air panas dan interaksi antara bentonit dan air panas tidak mempengaruhi sudut tumpukan. Pengaruh penambahan bentonit dan air panas pada sudut tumpukan crumble penelitian dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Pengaruh Penambahan Bentonit dan Air Panas pada Sudut Tumpukan Crumble Penelitian Perlakuan
B1
B2 B3 o ----------( )--------32,09±0,72 32,99±0,09 31,964±0,57 31,51±0,85 32,74±0,71 33,106±0,84 32,51±0,62 32,76±0,47 32,325±0,97
A1 A2 A3
32,03±0,79
Rataan Keterangan :
-
32,63±0,48
Rataan 32,149±0,52 32,451±1,02 32,530±0,68
32,465±0,89
A1= Ransum Basal; A2= Ransum basal + bentonit 2%; A3= Ransum basal + bentonit 4% B1= penambahan air panas 0%; B2= penambahan air panas 2,5%; penambahan air panas 5%.
Pengaruh Penambahan Bentonit dan Air Panas pada Durability Crumble Penelitian Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penambahan bentonit
nyata
(P<0,05) menurunkan nilai durability, sedangkan penambahan air panas sangat nyata (P<0,01) meningkatkan nilai durability.
Interaksi antara bentonit dan air panas
sangat nyata (P<0,01) terhadap nilai durability. Interaksi antara bentonit dan air panas terhadap nilai durability berkisar antara 87,59% sampai 93,94%.
Nilai durability paling tinggi ditunjukkan pada
perlakuan tanpa penambahan bentonit dan penambahan air panas 5% yaitu sebesar 93,94%.
Nilai terendah ditunjukkan pada penambahan bentonit 4% dan tanpa
penambahan air panas yaitu sebesar 87,59%. Pengaruh penambahan bentonit dan air panas pada durability crumble penelitian dapat dilihat pada Tabel 13.
Tabel 13. Pengaruh Penambahan Bentonit dan Air Panas pada Durability Crumble Penelitian Perlakuan
B1
A1 A2 A3 Rataan
90,35±2,05BC 87,98±2,54CD 87,59±0,23D 88,64±2,13B
Keterangan :
-
B2 B3 ---------- (%)--------90,80±1,65B 93,94±2,48A 92,66±0,57AB 89,99±1,51BCD 92,42±1,13AB 90,45±1,82AB 91,96±1,39A 91,46±2,57A
Rataan 91,70±2,52a 90,21±2,54b 90,15±2,36b
superskrip dengan huruf besar menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) superskrip dengan huruf kecil menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05) A1= Ransum Basal; A2= Ransum basal + bentonit 2%; A3= Ransum basal + bentonit 4% B1= Penambahan air panas 0%; B2= penambahan air panas 2,5%; penambahan air panas 5%.
Gambar 8 menunjukkan grafik interaksi antara bentonit dan air panas terhadap nilai durability. Puncak nilai durability tertinggi ditunjukkan pada ransum yang tidak ditambahkan bentonit. Penambahan bentonit pada level pemberian 2% dan 4% menyebabkan kenaikan nilai durability sejalan dengan meningkatnya level pemberian air panas sebesar 2,5%, akan tetapi dengan penambahan air panas mencapai 5% cenderung menurunkan nilai durability. Sedangkan ransum tanpa penambahan bentonit atau terjadi kenaikan secara signifikan.
Keterangan :
A1 = Ransum basal A2 = Ransum basal + bentonit 2 % A3 = Ransum basal + bentonit 4 %
Gambar 8. Grafik Interaksi antara Bentonit dengan Air Panas terhadap Durability
Pengaruh Penambahan Bentonit dan Air Panas pada Ketahanan Benturan Crumble Penelitian Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penambahan bentonit berpengaruh sangat nyata (P<0,01) dan penambahan air panas nyata (P<0,05) meningkatkan ketahanan benturan.
Interaksi antara bentonit dan air panas berpengaruh nyata
(P<0,05) terhadap ketahanan benturan. Pengaruh penambahan bentonit dan air panas pada ketahanan benturan crumble penelitian dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14. Pengaruh Penambahan Bentonit dan Air Panas pada Ketahanan Benturan Crumble Penelitian Perlakuan A1 A2 A3 Rataan Keterangan :
-
B1
B2 ---------- (%)--------ab 98,15±0,34 97,39±0,60abc 95,11±1,31d 96,85±0,47bc 96,78± 0,99c 97,56±1,09abc 96,64±1,55b 97,27±0,72ab
B3
Rataan
98,26±0,54a 97,17±0,57abc 97,20±0,39abc 97,54±0,70a
97,92±0,61A 96,37±1,23C 97,18±0,86B
superskrip dengan huruf besar menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) superskrip dengan huruf kecil menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05) A1= Ransum Basal; A2= Ransum basal + bentonit 2%; A3= Ransum basal + bentonit 4% B1= penambahan air panas 0%; B2= penambahan air panas 2,5%; penambahan air panas 5%.
Nilai interaksi antara bentonit dan air panas terhadap nilai ketahanan benturan berkisar antara 95,12% sampai 98,26%.
Nilai tertinggi ditunjukkan perlakuan
ransum basal tanpa bentonit dan penambahan air panas 5% yaitu sebesar 98,26%, akan tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan tanpa penambahan bentonit dan air panas
serta perlakuan tanpa penambahan bentonit dan air panas 2,5% .
Nilai
terendah pada perlakuan dengan penambahan bentonit 2% dan tanpa penambahan air panas yaitu sebesar 95,11%.
Briggs et al., 1999, menyatakan bahwa peningkatan
suhu pada mash disebabkan karena proses conditioning pada polimer protein dan terjadinya gelatinisasi.
Suhu yang tinggi karena penambahan air panas 5%
menyebabkan pati tergelatinisasi sehingga akan terbentuk struktur gel yang akan merekatkan pakan, sehingga pakan akan kompak dan tidak mudah hancur oleh benturan. Interaksi antara bentonit dan air panas terhadap ketahanan benturan memiliki nilai puncak tertinggi pada perlakuan dengan ransum tanpa penambahan bentonit,
kemudian semakin menurun dengan semakin meningkatnya level penambahan bentonit.
Penambahan air panas 2,5% mampu meningkatkan nilai ketahanan
benturan, karena antara air panas dan bentonit jika berikatan akan membentuk gel sehingga ransum akan lebih kokoh terhadap benturan, sedangkan penambahan air panas 5% hanya mampu meningkatkan nilai ketahanan benturan pada ransum dengan penambahan bentonit 2% dan tanpa penambahan bentonit. Grafik interaksi antara bentonit dengan air panas terhadap ketahanan benturan dapat dilihat pada gambar 9.
Keterangan : A1 = Ransum basal A2 = Ransum basal + bentonit 2 % A3 = Ransum basal + bentonit 4 %
Gambar 9. Grafik Interaksi antara Bentonit dengan Air Panas terhadap Ketahanan Benturan Hubungan Antar Sifat Fisik Hubungan antara Kadar Air dengan Berat Jenis Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar air mempengaruhi berat jenis, kerapatan tumpukan, dan kerapatan pemadatan tumpukan. Hubungan antara kadar air dengan berat jenis mengikuti suatu persamaan linear y = -22,726x + 1736,4 dengan keeratan hubungan sebesar 54,7% (Gambar 10).
Hasil penelitian ini
menunjukkan korelasi negatif yaitu bahwa semakin tinggi nilai kadar air maka berat jenis semakin rendah.
Gambar 10. Grafik Hubungan antara Kadar Air dan Berat Jenis Hubungan antara Kadar Air dengan Kerapatan Pemadatan Tumpukan Hubungan antara kadar air dan kerapatan pemadatan tumpukan menunjukkan hasil yang berkorelasi negatif dengan keeratan hubungan sebesar 52,55% (Gambar 11).
Hubungan persaman linearnya y = -11,728x+851,9. Kerapatan tumpukan
dipengaruhi oleh kadar air, semakin tinggi kadar air maka kerapatan pemadatan tumpukan semakin rendah, sehingga kapasitas bahan pada tempat penyimpanan seperti dalam silo, container dan kemasan berkurang karena volume ruang yang dibutuhkan menjadi besar. Menurut Suadnyana (1998) nilai kerapatan pemadatan tumpukan menurun dengan semakin meningkatnya kandungan air sehingga volume ruang yang dibutuhkan menjadi besar.
Gambar 11. Grafik Hubungan antara Kadar Air dengan Kerapatan Pemadatan Tumpukan Hubungan antara Kadar Air dengan Kerapatan Tumpukan Hubungan antara kadar air dan kerapatan tumpukan mempunyai korelasi negatif dengan keeratan hubungan sebesar 54,38% dan mengikuti persamaan y = 5,382x +642,3 (Gambar 12). Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat Suadnyana
(1998) bahwa kerapatan tumpukan akan menurun sejalan dengan meningkatnya kandungan air dan ukuran partikel sehingga volume ruang yang dibutuhkan lebih besar.
Gambar 12. Grafik Hubungan antara Kadar Air dengan Kerapatan Tumpukan Hubungan antara Ukuran Partikel dengan Kerapatan Pemadatan Tumpukan Hasil penelitian menunjukkan bahwa hubungan antara ukuran partikel dengan kerapatan pemadatan tumpukan mempunyai korelasi negatif yang mengikuti persamaan linear y = -0,107+896,32 dengan keeratan hubungan sebesar 50,25% (Gambar 13), hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi ukuran partikel maka semakin rendah nilai kerapatan tumpukan.
Gambar 13. Grafik Hubungan antara Ukuran Partikel dengan Kerapatan Pemadatan Tumpukan
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan kadar air, ukuran partikel, berat jenis, kerapatan tumpukan, kerapatan pemadatan tumpukan, durability, dan ketahanan benturan, penambahan perekat bentonit dan air panas tidak ada pengaruhnya terhadap kualitas fisik ransum broiler starter bentuk crumble. Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut yang mengarah pada penelitian penyimpanan untuk mengetahui sampai berapa lama sifat fisik yang terbaik masih bisa dipertahankan.
UCAPAN TERIMA KASIH Alhamdulillahi robbil’alamin, segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan studi, penelitian, seminar, dan skripsi ini. Sholawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada baginda Nabi Muhammad SAW. Pertama, penulis mengucapkan terima kasih kepada Ir. Lidy Herawati, MS. dan Dr. Ir. Ahmad Darobin Lubis, M.Sc. selaku pembimbung skripsi atas semua pengarahan, bimbingan dan saran-saran kepada penulis sampai tersusunya skripsi ini. Penulis mengucapakan terima kasih kepada Ir. Widya Hermana, M.Si. sebagai dosen penguji seminar. Ir. Abdul Djamil Hasjmy, MS dan Ir. Rukmiasih, MS selaku dosen penguji, Penulis mengucapkan terima kasih atas masukan dan sarannya. Ir. Erlin Trisyulianti, S.TP selaku pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan dan arahan selama Penulis di IPB. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada kedua orang tua atas kasih sayang, nasihat, doa, kesabaran, pengorbanan dan bimbingannya selama ini serta terima kasih penulis ucapkan kepada kakak tercinta yang telah memberikan motivasi dan spiritnya. Tak lupa juga ucapan terima kepada Ibu Anis, Pak Hadi, Pak Atip, dan Pak Wardi atas semua bantuan dan kerja samanya serta Edo sahabat satu penelitian, semoga kerja sama dan pengertianya menjadi lebih bermakna. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada keluarga besar nutrisi 41 dan sahabat-sahabatku Suhel, Riko,Tefi, Aryono, mas Joko, Julian dan keluarganya, Ucup, Arif, Zurida, Aan, Galih, Joko S, Rangga, Iis, Dede, Ika, Ulya, Zinu, Rina, mbak Weni, mas Rizki, mas Romi, Aa’ Giant, kak Ipul, mas Casminto, Ace, pak Obet atas segala bantuan, kerja sama dan kebersamanya selama ini. Terima kasih juga buat keluarga besar ALASKA Jabodetabek dan sekitarnya. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi civitas akademik dan masyarakat yang bergerak di bidang peternakan. Bogor, Agustus 2008 Penulis
DAFTAR PUSTAKA Balagopalan, C. G., Padmaja, S. K., Nanda dan S. N. Moorthy. 1988. Cassava in Food, Feed and Industry. IRC Press, Florida. Behnke, K. C. 2001. Processing Factors Influencing Pellet Quality. J. Feed Tech. 5 (4): 1-7. Briggs, J., D. E. Maier, B.A. Watkins, and K. C. Behnke. 1999. Effect of ingredients and processing parameters on pellet quality. J. Poultry Sci., 78: 1464-1471. Direktorat Bina Produksi. 1997. Kumpulan SNI Ransum. Direktorat Jendral Peternakan. Departemen Pertanian, Jakarta. Fairfield, D. 1994. Pelleting Cost Center. Feed Manufacturing Industry 4th Edition. McEllhiney Edition, American Feed Industry Association Inc., Arlington. Fasina, O. O. dan Sokhansanj. 1993. Effect of moisture content of bulk handling properties of alfafa pellets. J. Canada Agricultural Engineers, 35 (4): 269-273. Furia, T. E. 1968. Handbook of Food Additives. CRC Press Inc., Cleveland. Ohio. Gauthama, P. 1998. Sifat fisik ransum pakan lokal sumber energi, sumber mineral, serta sumber hijauan pada kadar air dan ukuran partikel yang berbeda. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Hasanah, N. 2002. Uji kualitas fisik ransum ayam broiler bentuk pellet yang ditambahkan perekat onggok melalui proses penyemprotan air. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Hadiprayitno, M. 2004. Mempelajari faktor-faktor yang berpengaruh pada produksi Ca- bentonit di Indonesia. http://digilib.it.itb.ac.id/. [10 Mei 2007]. Henderson, S. M. and R. L. Perry. 1981. Agricultural Process Engineering. Terjemahan : M. Pratomo. Direktorat Pendidikan Tinggi. Dinas P & K, Jakarta. Khalil. 1999a. Pengaruh kandungan air dan ukuran partikel terhadap sifat fisik pakan lokal : kerapatan tumpukan, kerapatan tumpukan dan berat jenis. Media Peternakan, 22(1):1-11 Khalil.1999b. Pengaruh kandungan air dan ukuran partikel terhadap sifat fisik pakan lokal : sudut tumpukan, daya ambang, dan faktor higroskopis. Media Peternakan, 22 (1) : 33-41. Khusniati, S. 2007. Uji sifat fisik ransum broiler starter bentuk crumble berperekat tepung tapioka, bentonit, dan onggok. Skripsi. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor. Knott, J., J. Shurson and J.Goihl. 1997. Variation in particle size and bulk density of Distiller’s Dried Grains with Solubles (DDGS) produced by “New Generation” Ethanol Plants in Minnesota and South Dakota. http:/ddgs.umn.edu./articles-quality/variation.pdf . [6 Agustus 2005]. McEllhiney, R. R. 1994. Feed Manufacturing Industry 4th Edition. American Feed Industry Association Inc., Arlington.
Murdinah. 1989. Studi stabilitas dalam air dan daya pikat pakan udang bentuk pellet. Thesis. Fakultas Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor. M. Hauhouot-O’Hara., G.H Brusewitz.,Y. Zou. 1999. Angles of repose of ground marigold, petals as a function of particle size, moisture content, and flow enhancer. J. America Agric. Eng. 15 (4) : 319-322. National Research Council. 1994. Nutrient Requirement of Poultry. 9th Revised Edition. National Academy Press, Washington. Negara, M. H. P. 2001. Uji sifat fisik bentuk ransum ayam broiler yang berbeda pada lama penyimpanan enam minggu. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral, 1997. Bahan Galian Industri, Bandung. Quisenberry, J. H. 1967. The use of clay in poultry feed. J. Clays and Clays Mineral, 16:267-270. Raharjo, A. 1997. Bahan perekat pakan udang. Majalah Trubus No. 328 Th. XXVII Maret 1997, Jakarta. Samosir, D.J.1983. Ilmu Beternak Itik. PT. Gramedia, Jakarta Sutardi,T. 1997. Peluang dan tantangan pengembangan ilmu-ilmu nutrisi ternak. Makalah orasi ilmiah sebagai guru besar tetap Ilmu Nutrisi Ternak pada Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Soedjoko, T. S. Dan B. Andrianto. 1987. Penelitian pemanfaatan bentonit indonesia. Buletin PPTM, 9 (2) : 14-23. Steel, R. G. D., dan J. H. Torrie. 1991. Prinsip dan Prosedur Statistika. Terjemahan : B. Sumantri. PT. Gramedia Pustaka Umum, Jakarta. Suadnyana, I. W. 1998. Pengaruh kandungan air dan ukuran partikel terhadap perubahan sifat fisik pakan lokal sumber protein. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Syarifudin, U.H. 2001. Uji sifat fisik ransum yam broiler bentuk crumble terhadap penggunaan tepung gaplek sebagai perekat. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Tabil, L. G. Jr., S. Sokhansanj dan R. T. Tyler. 1997. Performance of different binders during alfafa pelleting. Canadian Agriculture Engineering, 39 (1) :17-23 Thomas, M., and A. F. B. Van der Poel. 1996. Physical quality of pelleted animal feed 1. Criteria for pellet quality. J. Anim. Feed Sci. and Tech., 61 (1): 89109. Thomas, M., D. J. van Zuilichem, and A. F. B. Van der Poel. 1996. Physical quality of pelleted animal feed. 2. Contribution of processes and its condition. J. Anim. Feed Sci. and Tech., 64 (1997) 173-192.
Tyler, W. S. 1959. Tyler Sieves for Classifying Granular Materials. In : S. M Henderson and R. L Perry. Agricultural Process Angineering. 3rd Edition. Te Avi Publishing Company, Inc. Westport, Connecticut. Wahju, J. 1985. Ilmu Nutrisi Unggas. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Winarno, F. G., S. Fardiaz dan d. Fardiaz. 1980. Pengantar Teknologi Pangan. PT. Gramedia Pustaka Umum, Jakarta.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Analisis Ragam Kadar Air SK
db
JK
KT
Fhit
Ft0,05
Ft0,01
Total
35
103,816
2,966
Perlakuan
8
76,256
9,532
9,339**
2,305
3,256
Faktor A
2
7,544
3,772
3,695*
3,354
5,488
Faktor B
2
42,452
21,226
20,795** 3,354
5,488
A*B
4
26,260
6,565
6,432**
4,106
2,728
Galat
27
27,560
1,021
Keterangan : ** : berbeda sangat nyata (P<0,01) * : berbeda nyata (P<0,05)
Lampiran 2. Uji Jarak Duncan Interaksi antara Bentonit dengan Air Panas Terhadap Kadar Air Duncan Grouping
Mean
N
PER
A
14,8289
4
A2B3
BA
14,1433
4
A1B3
BAC
13,7381
4
A1B2
BAC
13,5721
4
A3B3
B C
13,1347
4
A2B2
D C
12,3466
4
A3B1
ED
11,2977
4
A1B1
ED
11,1054
4
A2B1
E
10,2937
4
A3B2
Lampiran 3. Analisis Ragam Ukuran Partikel SK
db
JK
KT
Total
35
1,132
0,032
Perlakuan
8
0,549
0,069
Fhit
Ft0.05
Ft0.01
3,172*
2,305
3,256
tn
3,354
5,488
Faktor A
2
0,105
0,052
2,424
Faktor B
2
0,357
0,178
8,248**
3,354
5,488
A*B
4
0,087
0,022
1,009tn
2,728
4,106
Galat
27
0,584
0,022
Fhit
Ft0.05
Ft0.01
Keterangan : ** : berbeda sangat nyata (P<0,01) * : berbeda nyata (P<0,05) tn : tidak nyata
Lampiran 4. Analisis Ragam Berat Jenis SK
db
JK
KT
Total
35
0,179
0,005
Perlakuan
8
0,092
0,012
3,575**
2,305
3,256
Faktor A
2
0,032
0,016
4,925*
3,354
5,488
Faktor B
2
0,030
0,015
4,696*
3,354
5,488
0,008
tn
2,728
4,106
A*B
4
0,030
2,339
Galat
27
0,087
0,003
Keterangan : ** : berbeda sangat nyata (P<0,01) * : berbeda nyata (P<0,05) tn : tidak nyata
Lampiran 5. Analisis Ragam Kerapatan Tumpukan SK
db
JK
KT
Fhit
Ft0.05
Ft0.01
Total
35
0,0102
0,0003
Perlakuan
8
0,0055
0,0007
3,9753**
2,3053
3,2558
Faktor A
2
0,0002
0,0001
0,5259tn
3,3541
5,4881
Faktor B
2
0,0044
0,0022
12,7819** 3,3541
5,4881
A*B
4
0,0009
0,0002
1,2968tn
4,1056
Galat
27
0,0047
0,0002
2,7278
Keterangan : ** : berbeda sangat nyata (P<0,01) * : berbeda nyata (P<0,05) tn : tidak nyata
Lampiran 6. Analisis Ragam Kerapatan Pemadatan Tumpukan SK
db
JK
KT
Fhit
Ft0.05
Total
35
0,052
0,001
Perlakuan
8
0,041
0,005
13,715** 2,305
3,256
Faktor A
2
0,001
0,000
1,232tn
3,354
5,488
Faktor B
2
0,032
0,016
42,020** 3,354
5,488
A*B
4
0,009
0,002
5,804**
4,106
Galat
27
0,010
0,000
2,728
Ft0.01
Keterangan : ** : berbeda sangat nyata (P<0,01) * : berbeda nyata (P<0,05) tn : tidak nyata
Lampiran 7. Uji Jarak Duncan Interaksi antara Bentonit dengan Air Panas Terhadap Kerapatan Pemadatan Tumpukan Duncan Grouping
Mean
N
Perlakuan
A
0,75902
4
A1B1
A
0,74436
4
A3B1
BA
0,73092
4
A2B1
BC
0,70491
4
A3B2
DC
0,69457
4
A2B2
DC
0,69151
4
A2B3
DC
0,67975
4
A1B3
DE
0,67174
4
A3B3
E
0,64806
4
A1B2
Lampiran 8. Analisis Ragam Sudut Tumpukan SK
db
JK
KT
Total
35
20,395
0,583
Perlakuan
8
7,389
Faktor A
2
0,967
Faktor B
2
2,315
Fhit
Ft0.05
Ft0.01
0,924
1,917tn
2,305
3,256
0,484
1,004tn
3,354
5,488
1,157
n
3,354
5,488
tn
2,728
4,106
A*B
4
4,107
1,027
Galat
27
13,006
0,482
2,402t 2,132
Keterangan : tn : tidak nyata
Lampiran 9. Analisis Ragam Durability SK
db
JK
KT
Fhit
Ft0.05
Ft0.01
Total
35
220,43
6,30
Perlakuan
8
140,05
17,51
5,88**
2,31
3,26
Faktor A
2
18,43
9,21
3,10*
3,35
5,49
Faktor B
2
76,74
38,37
12,89**
3,35
5,49
A*B
4
44,88
11,22
3,77*
2,73
4,11
Galat
27
80,38
2,98
Keterangan : ** : berbeda sangat nyata (P<0,01) * : berbeda nyata (P<0,05) tn : tidak nyata
Lampiran 10. Uji Jarak Duncan Interaksi antara Bentonit dengan Air Panas Terhadap Durability Duncan Grouping
Mean
N
PER
A
93,941
4
A1B3
A
92,659
4
A2B2
92,416
4
A3B2
90,803
4
A1B2
BA B
BC
90,448
4
A3B3
BC
90,353
4
A1B1
BCD
89,995
4
A2B3
CD
87,984
4
A2B1
D
87,592
4
A3B1
Lampiran 11. Analisis Ragam Ketahanan Benturan SK
db
JK
KT
Fhit
Ft0.05
Ft0.01
Total
35
43,218
1,235
Perlakuan
8
27,089
3,386
5,669**
2,305
3,256
Faktor A
2
14,314
7,157
11,981** 3,354
5,488
Faktor B
2
4,839
2,419
4,050*
3,354
5,488
A*B
4
7,936
1,984
3,321*
2,728
4,106
Galat
27
16,129
0,597
Keterangan : ** : berbeda sangat nyata (P<0,01) * : berbeda nyata (P<0,05) tn : tidak nyata
Lampiran 12. Uji Jarak Duncan Interaksi antara Bentonit dengan Air Panas Terhadap Ketahanan Benturan Duncan Grouping
Mean
N
PER
a
98,2590
4
A1B3
ab
98,1045
4
A1B1
bac
97,5578
4
A3B2
bac
97,3898
4
A1B2
bac
97,2000
4
A3B3
bac
97,1650
4
A2B3
bc
96,8503
4
A2B2
c
96,7798
4
A3B1
95,1058 4 A2B1 d Lampiran 13. Analisis Ragam Regresi Korelasi Antara Kadar Air dengan Berat Jenis SK
db
JK
KT
Fhit
Ft 0,05
Ft 0,01
Regresi
1
53596,44
53596,44
14,53**
4,13
7,44
Galat
34
125443,21
3689,51
Total
35
179039,64
Keterangan : ** : berbeda sangat nyata (P<0,01)
Lampiran 14. Analisis Ragam Regresi Korelasi Antara Kadar Air dengan Kerapatan Pemadatan Tumpukan SK Regresi Galat Total
db 1 34 35
JK 14273,16 37413,67 51686,84
KT 14273,16 1100,40
Fhit 12,97**
Ft 0,05 4,13
Ft 0,01 7,44
Keterangan : ** : berbeda sangat nyata (P<0,01)
Lampiran 15. Analisis Ragam Regresi Korelasi Antara Kadar Air dengan Kerapatan Tumpukan SK Regresi Galat Total
db 1 34 35
JK 3006,33 7159,53 10165,86
KT 3006,33 210,57
Fhit 14,28**
Ft 0,05 4,13
Ft 0,01 7,44
Keterangan : ** : berbeda sangat nyata (P<0,01)
Lampiran 16. Analisis Ragam Regresi Korelasi Antara Ukuran Partikel dengan Kerapatan PemadatanTumpukan SK
db
JK
KT
Fhit
Ft 0,05
Ft 0,01
Regresi Galat Total
1 34 35
13051,32 38635,52 51686,84
13051,32 1136,34
11,49**
4,13
7,44
Keterangan : ** : berbeda sangat nyata (P<0,01)
Lampiran 17. Rataan Derajat Keseragaman Ransum Penelitian Perlakuan A1B1 A1B2 A1B3 A2B1 A2B2
Kasar 4,88 4,95 5,23 4,64 5,17
Sedang 3,02 3,67 3,42 3,56 3,42
Halus 1,03 0,60 0,60 0,80 0,53
A2B3 A3B1 A3B2 A3B3 Keterangan :
4,75 4,40 5,21 4,86 -
3,73 3,84 2,89 3,52
0,78 0,99 0,63 0,74
A1= Ransum Basal; A2= Ransum basal + bentonit 2%; A3= Ransum basal + bentonit 4% B1= penambahan air panas 0%; B2= penambahan air panas 2,5%; penambahan air panas 5%.