PENGARUH PEMBERIAN TEPUNG KUNYIT PADA RANSUM TERHADAP JUMLAH ERITROSIT, HEMOGLOBIN, PCV, DAN LEUKOSIT AYAM BROILER
SKRIPSI
NURUL MUTHMAINNAH ARFAH O11110260
PROGRAM STUDI KEDOKTERAN HEWAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2015
1
PENGARUH PEMBERIAN TEPUNG KUNYIT PADA RANSUM TERHADAP JUMLAH ERITROSIT, HEMOGLOBIN, PCV, DAN LEUKOSIT AYAM BROILER
NURUL MUTHMAINNAHARFAH O11110260
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada Program Studi Kedokteran Hewan Fakultas Kedokteran
PROGRAM STUDI KEDOKTERAN HEWAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2015
2
3
PERNYATAAN KEASLIAN
1. Yang bertanda tangan dibawah ini : Nama
: Nurul Muthmainnah Arfah
NIM
: O111 10 260
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa : a. Karya skripsi saya adalah asli b. Apabila sebagian atau seluruhnya dari skripsi ini, terutama dalam bab hasil dan pembahasan, tidak asli atau plagiasi, maka saya bersedia dibatalkan dan dikenakan sanksi akademik yang berlaku. 2. Demikian pernyataan keaslian ini dibuat untuk dapat digunakan seperlunya.
Makassar, 26 Agustus 2015
Nurul Muthmainnah Arfah
4
KATA PENGANTAR
Assalamu Alaikum Wr. Wb. Syukur Alhamdulillah, Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat, rahmat, kesehatan, dan kekuatan serta hidayah-Nya, sehingga penulis dapat melaksanakan dan merampungkan penulisan skripsi ini dengan baik sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada Universitas Hasanuddin Makassar. Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, dan dalam penyusunan skripsi ini penulis mengalami kesulitan, hambatan, dan rintangan akan tetapi berkat bimbingan dan pengarahan dari berbagai pihak serta kemauan keras maka skripsi ini dapat tersusun walaupun masih saja terdapat beberapa kekurangan. Melalui kesempatan ini pula penulis mengucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada : 1. Prof. Dr. dr. Andi Asadul Islam, Sp.Bs selaku dekan Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin 2. Prof. Dr. Drh. Lucia Muslimin, M.Sc selaku Ketua Program Studi Kedokteran Hewan Universitas Hasanuddin 3. Drh. A. Magfira Satya Apada. selaku Pembimbing I dan juga sebagai penasehat akademik selama penulis menempuh pendidikan di Universitas Hasanuddin 4. Drh. Meriam Sirupang selaku Pembimbing II, terima kasih atas segala petunjuk, saran, bimbingan dan waktu yang diluangkan untuk penulis. 5. Dr. Drh. Dwi Kesuma Sari dan Drh. Dini Kurnia Ikliptikawati, M. Sc selaku penguji, terima kasih atas masukan dan saran-sarannya kepada penulis sehingga Penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini. 6. Kedua orang tua tercinta, Anwar Latief dan Ibunda Fatimah yang selalu mendoakan, mengingatkan dan memberi dorongan moril dan materil selama menempuh pendidikan, sembah sujud Penulis haturkan yang tiada hentihentinya. 7. Kakek dan Nenek, Abdul Latief dan Indo Sakka yang selalu mendoakan dan mengingatkan penulis untuk penyusunan skripsi ini. 8. Segenap dosen Program Studi Kedokteran Hewan Universitas Hasanuddin atas ilmu pengetahuannya yang diberikan kepada Penulis selama menuntut ilmu di Universitas Hasanuddin. 9. Ibu Titin Gumianti selaku Penanggung Jawab Laboratorium Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, terima kasih atas kerja samanya dalam memberikan waktu dan tempat selama Penulis melakukan penelitian. 10. Staf Akademik Program Studi Kedokteran Hewan Universitas Hasanuddin atas bantuannya dalam melayani segala kebutuhan Penulis selama perkuliahan hingga penyusunan skripsi ini.
5
11. Saudara-saudaraku, Ihsan Anwar, Adnan Arfah, Akbar Arfah, dan Dwi Putri yang selalu memberikan dukungan kepada penulis baik moril maupun materil selama menempuh pendidikan. 12. Sahabat sepanjang masa dan sekaligus saudara tidak sedarah, Nurul Nahdyah (Nunu), Ulfah Ariani (Upek), Apriani N Sardillah (Bro), dan Ella Elizah (Ela) yang selalu memberikan dukungan dan nasehat kepada penulis. Sahabat yang selalu menemani disaat susah dan senang, penulis ucapkan terima kasih sebanyak-banyaknya kepada kalian. 13. Teman seperjuangan selama menempuh pendidikan di Program Studi Kedokteran Hewan, St. Mughniati dan Nurul Inayah Anwar 14. Ryan Payung, Eka Syafrizal, Noer Khalid Chaidir, Syukur Hamdan, Ihwal Nur Kasmar, Muhtadin dan Ibnu Abdillah yang telah membantu penulis selama penelitian dan penyusunan skripsi. Akhirnya, Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan mendapat limpahan rahmat dari Allah SWT senantiasa tercurah kepada kita semua. Saran dan kritik yang sifatnya konstruktif senantiasa Penulis harapkan untuk menyempurnakan penulisan yang serupa di masa yang akan datang. Wassalamu Alaikum Wr. Wb.
Makassar, 26 Agustus 2015
Penulis
6
ABSTRAK NURUL MUTHMAINNAH ARFAH. O 111 10 260. Pengaruh Penambahan Tepung Kunyit pada Ransum terhadap Jumlah Eritroit, Hemoglobin, PCV dan Leukosit Ayam Broiler. Dibimbing oleh A. MAGFIRA SATYA APADA dan MERIAM SIRUPANG Kunyit (Curcuma domestica Val.) merupakan tanaman yang dapat digunakan sebagai aditif pakan golongan fitobiotik pada ayam broiler Kunyit diketahui memiliki efek imunomodulator sehingga dapat membantu mengoptimalkan kondisi kesehatan ayam broiler. Penelitian dengan metode eksperimental ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan tepung kunyit pada ransum terhadap profil darah ayam broiler. Dua puluh empat ekor ayam broiler dikelompokkan dalam 4 perlakuan dengan 3 tingkat konsentrasi tepung kunyit yaitu 0,4 g, 0,8g, dan 1,2g per kg pakan. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap. Parameter yang diamati adalah jumlah eritrosit, hemoglobin, PCV, dan leukosit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan tepung kunyit dengan konsentrasi tersebut memberikan pengaruh yang tidak nyata (P>0,05) terhadap jumlah eritrsit, hemoglobin, PCV, dan leukosit ayam broiler. Kata kunci: kunyit, eritrosit, hemoglobin, PCV, leukosit, ayam broiler
7
ABSTRACT NURUL MUTHMAINNAH ARFAH. O 111 10 260. The Effect of Turmeric Meal Suplementation on Total Erithrochyte, Haemoglobin, PCV, and Leucocyte of Broilers. Supervised by A. MAGFIRA SATYA APADA and MERIAM SIRUPANG Turmeric (Curcuma domestica Val.) is a plant that can be used as feed additive which includes phytobiotic group on broiler chicken. Turmeric is known to have an immunodulatory effects that can help to optimize the healthy condition of broilers. An experimental study was conducted to determine the effects of turmeric meal suplementation on broiler’s blood profile. Twenty four broilers were grouped into 4 treatments with 3 concentration of turmeric meal suplementation were 0,4g, 0,8g, dan 1,2g per kg feed. The experimental design used in this study was Completely Randomized Design. Parameters measured were count of erithrocyte, haemoglobin, PCV, and leucocyte. The result showed that turmeric meal suplementation did not gave significantly (P>0,05) effect on count of erithrocyte, haemoglobin, PCV, and leucocyte. Key words: turmeric, erytrhocyte, haemoglobyn, PCV, leucocyte, chickens
8
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR GRAFIK DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang 1.2.Rumusan Masalah 1.3.Tujuan Penelitian 1.4.Manfaat Penelitian 1.5.Hipotesis 1.6.Keaslian Penelitian 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kunyit 2.1.1. Klasifikasi Kunyit 2.1.2. Kandungan dan Manfaat 2.2. Ayam Broiler 2.2.1. Darah 2.2.2. Eritrosit 2.2.3. Hemoglobin 2.2.4. Hematokrit/PCV 2.2.5. MCV, MCH, dan MCHC 2.2.6. Leukosit 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian 3.2. Materi Penelitian 3.3. Metode Penelitian 3.4. Pengamatan dan Pengumpulan Data 3.5. Alur Penelitian 3.6. Analisis Data 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Nilai Eritrosit Kadar Hemoglobin Nilai Hematokrit MCV dan MCHC Nilai Leukosit Berat Badan Ayam Broiler 5. KESIMPULAN SAN SARAN 5.1. Kesimpulan 5.2. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
1 1 2 2 2 2 2 3 3 3 4 5 5 6 7 7 8 9 13 13 13 14 16 16 17 18 19 20 21 22 22 23 25 25 25 26 31
9
DAFTAR TABEL
1. 2. 3. 4. 5.
Perbandingan Jumlah Leukosit Berdasarkan Umur Ayam Perbandingan Jumlah Leukosit Berdasarkan Jenis Kelamin Hasil Penelitian Nilai Profil Darah Ayam Broiler Nilai Parameter Profil Darah Normal pada Ayam Berat Badan Ayam Broiler
9 10 18 18 23
DAFTAR GAMBAR
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Kunyit Ayam Broiler Eritrosit Unggas Heterofil Ayam Broiler Eosinofil Ayam Broiler Basofil Ayam Broiler Monosit Ayam Broiler Limfosit Ayam Broiler
3 5 7 10 11 11 12 12
DAFTAR GRAFIK
1. 2. 3. 4.
Nilai Eritrosit Ayam Broiler Kadar Hemoglobin Ayam Broiler Nilai PCV/hematokrit Ayam Broiler Nilai Leukosit Ayam Broiler
19 20 21 22
DAFTAR LAMPIRAN
1. 2. 3. 4.
Data Hasil Penelitian Hasil Analisis Statistik Hasil Berat Badan Ayam Broiler Gambar
31 33 37 39
10
1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Kebutuhan akan protein hewani semakin meningkat seiring dengan pertambahan jumlah penduduk setiap tahunnya. Ayam merupakan sumber protein yang sangat baik dan sangat diminati oleh masyarakat luas karena kandungan gizi yang terdapat di dalamnya, harga terjangkau dan mudah didapatkan. Usaha pengembangan peternakan ayam untuk memenuhi kebutuhan akan protein tersebut sangat diperlukan antara lain dapat dilakukan berupa meningkatkan gizi dari pakan ternak ayam, serta mencegah, mengobati dan memberantas penyakit yang dapat menyerang ayam (Leni, 2006). Pakan adalah salah satu komponen penting bagi pertumbuhan, karena hewan memerlukan nutrisi untuk memenuhi proses fisiologis dalam kehidupannya. Pemenuhan nutrisi yang tepat baik secara kualitatif dan kuantitatif diperlukan untuk meningkatkan hasil metabolisme yang dapat menunjang perkembangan dan pertumbuhan hewan (Erniasih dan Saraswati, 2006). Tambahan pakan adalah bahan yang dicampurkan dalam pakan yang dapat memengaruhi kesehatan maupun keadaan gizi ternak. Kunyit merupakan tanaman yang dapat digunakan sebagai tambahan pakan pada ayam broiler (Adams, 2000). Tanaman kunyit yang dalam bahasa Latin disebut Curcuma domestica, sedangkan dalam bahasa Inggris disebut turmeric telah lama digunakan sebagai bumbu dapur dan sebagai ramuan obat tradisional (Atmaja, 2008). Pratikno (2010) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa dosis ekstrak kunyit berpengaruh nyata terhadap rataan bobot badan ayam, dan waktu pengamatan berpengaruh amat nyata terhadap rataan bobot badan ayam. Penambahan limbah padat kunyit dalam ransum akan meningkatkan proses pencernaan makanan dalam saluran pencernaan. Kunyit mengandung kurkumin yang dapat merangsang dinding kantong empedu untuk mengeluarkan cairan empedu dan minyak atsiri yang berfungsi mengatur keluarnya asam lambung agar tidak berlebihan sehingga membantu kerja usus. Peningkatan proses pencernaan akan menjadikan substrat hasil metabolisme yang diserap menjadi semakin banyak. Semakin banyak produk metabolisme yang diserap akan mempengaruhi nilai status darah karena status gizi pakan meningkatkan proses metabolisme yang dihasilkan untuk menunjang proses-proses fisiologis dalam tubuh. Salah satu proses fisiologis tersebut adalah pembentukan darah (Erniasih dan Saraswati, 2006). Kondisi kesehatan ternak dapat diamati melalui pemeriksaan darah. Gambaran keadaan darah dapat menunjukkan keadaan fisiologis maupun patologis seekor ternak (Napirahet.al., 2013). Gambaran darah merupakan salah satu parameter dari status kesehatan hewan karena darah mempunyai fungsi penting dalam pengaturan fisiologis tubuh. (Satyaningtijas, et.al., 2010) Pemeriksaan darah dapat digunakan untuk mendiagnosis penyakit atau kelainankelainan dalam darah atau organ pembentuk tubuh ternak (Napirahet.al., 2013). Berdasarkan kerangka pemikiran ini, peneliti ingin melakukan penelitian yang melihat pengaruh penambahan tepung kunyit dalam pakan terhadap profil darah dan protein darah ayam broiler.
11
1.2. Rumusan Masalah Bagaimana pengaruh pemberian kunyit terhadap total eritrosit, hemoglobin, dan PCV ayam broiler? Bagaimana pengaruh pemberian kunyit terhadap total leukosit ayam broiler? 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan Umum Untuk mengetahui pengaruh penambahan tepung kunyit dalam pakan terhadap profil eritrosit dan leukosit ayam Tujuan Khusus Untuk mengetahui pengaruh pemberian tepung kunyit terhadap total eritrosit, hemoglobin, dan PCV ayam broiler Untuk mengetahui pengaruh pemberian tepung kunyit terhadap total leukosit ayam broiler 1.4. Manfaat Penelitian Manfaat Aplikasi Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan informasi kepada masyarakat bagi perkembangan ilmu pakan pada unggas. Manfaat Pengembangan Ilmu Sebagai bahan acuan untuk peneliti berikutnya yang ingin mengkaji lebih dalam tentang pengaruh kunyit terhadap ayam broiler.
1.5. Hipotesis Penambahan tepung kunyit berpengaruh terhadap jumlah eritrosit, Hb, PCV, dan leukosit. Pengaruh yang dimaksud adalah bertambahnya jumlah eritrosit, Hb, PCV dan leukosit dibanding kelompok kontrol serta tetap berada dalam kadar normal.
1.6. Keaslian Penelitian Penelitian mengenai pengaruh penambahan tepung kunyit pada ransum ayam broiler sudah pernah dilakukan tetapi dengan tujuan penelitian yang berbeda dan dosis penambahan kunyit yang berbeda. Bintang (2005), meneliti mengenai penambahan tepung kunyit terhadap performans broiler, sedangkan Erniasih dan Saraswati (2006) mengemukakan penambahan limbah padat kunyit dalam ransum broiler dengan dosis kunyit yang berbeda.
12
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kunyit 2.1.1. Klasifikasi Kunyit Kunyit (Curcuma domestica) termasuk salah satu tanaman rempah dan obat. Habitat asli tanaman ini meliputi wilayah Asia, khususnya Asia Tenggara. Tanaman ini kemudian menyebar ke daerah Indonesia Malaysia, Indonesia Australia bahkan Afrika (Hartati, 2013). Winarto (2003) mengklasifikasikan tanaman kunyit sebagai berikut : Kingdom Divisi Subdivisi Kelas Ordo Famili Genus Spesies
: Plantae : Spermatophyta : Angiospermae : Monocotyledonae : Zingiberales : Zingiberaceae : Curcuma : Curcuma domestic
Gambar 1. Kunyit (Curcuma domestica) (Anonim, 2008)
Tanaman kunyit berupa semak dengan tinggi ±70 cm. Batang semu, tegak, bulat, dan membentuk rimpang. Berwarna hijau kekuningan, daun tunggal dan berbentuk lanset memanjang. Helai daun tiga sampai delapan. Ujung dan pangkal daun runcing, tepi rata, panjang 20-40 cm, lebar 8-12 cm. Pertulangan daun menyirip. Daun berwarna hijau pucat. Bunga majemuk, berambut, bersisik. Panjang tangkai 16-40 cm. Panjang mahkota ±3 cm, lebar ±1cm, berwarna kuning. Kelopak silindris, tipis dan berwarna ungu. Pangkal daun pelindung putih. Akar berupa akar serabut dan berwarna coklat muda (Anonim, 2008).Kunyit merupakan salah satu tanaman obat potensial, selain sebagai bahan baku obat juga dipakai sebagai bumbu dapur dan zat pewarna alami (Rahardjo dan Rostiana, 2005).
13
2.1.2. Kandungan dan Manfaat Bagian terpenting dalam pemanfaatan kunyit adalah rimpangnya. Kandungan utama di dalam rimpangnya terdiri dari minyak atsiri, kurkumin, resin, oleoresin, desmetoksikurkumin, dan bidesmetoksikurkumin, damar, gom, lemak, protein, kalsium, fosfor dan besi (Rahardjo dan Rostiana, 2005). Rimpang kunyit mengandung berbagai zat aktif diantaranya minyak atsiri yang terdiri atas monoterpen dan seskuiterpen dan kurkuminoid, protein, fosfor, kalium, besi dan vitamin C (Himma, 2010). Senyawa utama yang terkandung dalam rimpang kunyit adalah kurkuminioid dan minyak atsiri. Kandungan kurkuminoid berkisar antar 3-5% yang terdiri dari kurkumin dan turunannya yaitu demetoksikurmin dan bisdemetoksikutkumin. Kandungan minyak atsiri berkisar antara 2,5-6% yang terdiri dari komponen artumeron, alfa dan betatumeron, tumerol, alfa atlanton, beta kariofilen, dan linalol. Selain kurkuminoid dan minyak atsiri rimpang kunyit mengandung senyawa lain seperti pati, lemak, protein, kamfer, resin, damar, gom, kalsium fosfor, dan zat besi (Hartati, 2013) Minyak atsiri pada kunyit dapat memberi efek anti mikroba dan kurkumin sebagai anti inflamasi dan meningkatkan kerja organ pencernaan. Aktifitas biologis kunyit berspektrum luas diantaranya adalah sebagai antioksidan, antibakteri dan hipokolesteremik, mempunyai sifat kolagogum (peluruh empedu), sehingga dapat meningkatkan penyerapan vitamin A, D, E dan K (Agustina, 2013). Ekstrak etanol rimpang kunyit memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakteri Bacillus subtilis, Pseudomonas aeruginosa, Escherichia coli, dan Salmonella typhosa (Himawan et.al., 2012). Zat besi mempunyai fungsi untuk pembentukan hemoglobin, mineral, dan pembentukan enzim. Hemoglobin bertindak sebagai unit pembawa oksigen darah yang membawa oksigen dari paru-aru ke sel, serta membawa CO2kembali ke paru-paru. Defisiensi besi dapat mengakibatkan cadangan zat besi dalam hati menurun sehingga pembentukan sel darah merah terganggu akan mengakibatkan pembentukan kadar hemoglobin rendah atau kadar hemoglobin dibawah normal (Oppusunggu, 2009). Kunyit merupakan tanaman yang dapat digunakan sebagai aditif pakan golongan fitobiotik pada ayam broiler. Kunyit diketahui memiliki efek imunomodulator sehingga dapat membantu mengoptimalkan kondisi kesehatan ayam broiler. Kandungan minyak atsiri tanaman kunyit juga diketahui memiliki aktivitas antibakteri sehingga membantu meningkatkan daya tahan tubuh ternak terhadap serangan bakteri patogen (Chattopadhyay et al., 2004). Pemberian tepung kunyit menunjukkan pengaruh (P<0,05) terhadap jumlah leukosit, neutrofil, limfosit, dan monosit puyuh (Napirah et al., 2013). Erniasih dan Saraswati (2006) dalam penelitiannya menyatakan bahwa pemberian limbah padat kunyit sampai kadar 20% tidak menyebabkan ayam mengalami stress yang dapat berpengaruh terhadap jumlah leukosit. Pemberian tepung kunyit pada puyuh (Coturnix-coturnix japonica) pedaging tidak memberikan pengaruh nyata terhadap jumlah eritrosit, hematokrit, Hb, dan kandungan total protein plasma darah puyuh. Jumlah eritrosit. Kandungan Hb, dan nilai hematokrit berada dalam kisaran normal yang menandakan bahwa kecukupan oksigen untuk proses metabolisme tubuhnya. Pemberian tepung kunyit dalam pakan puyuh tidak menyebabkan defisiensi
14
nutrien (Napirah et al., 2013).Kumari et al. (2007) mengemukakan bahwa penggunaan tepung kunyit dalam jangka panjang (selama 6 minggu) sebanyak 1 g/kg pakan dapat memperbaiki konsumsi pakan dan konversi pakan tanpa menimbulkan pengaruh negatif terhadap kesehatan ayam broiler. 2.2. Ayam Broiler Unggas adalah jenis ternak bersayap dari kelas Aves yang telah didomestikasi dan cara hidupnya diatur oleh manusia dengan tujuan untuk memberikan nilai ekonomis dalam bentuk barang (daging dan telur). Termasuk kelompok unggas adalah ayam (petelur dan pedaging), kalkun dan burung (Yuwanta, 2004). Ayam broiler adalah ayam tipe pedaging yang dihasilkan dari seleksi sistematis sehingga dapat tumbuh dan mencapai bobot badan tertentu dalam waktu relatif singkat (Murwani, 2010). Adapun taksonominya adalah ayam broiler termasuk dalam kingdom : animalia, phylum : Chordata, subphylum: vertebrata, class : aves, ordo : Galliformes, genus : Gallus, spesies: Gallus domesticus (Yuwanta, 2004). Ayam broiler memiliki konversi pakan rendah, dapat dipotong pada usia muda dan pemeiliharaanya relatif singkat (4-6 minggu)
Gambar 2. Ayam broiler (Gallus domesticus) (Muwarni, 2010)
Pertumbuhan ayam dipengaruhi oleh bangsa, jenis kelamin, umur, kualitas ransum, dan lingkungan (Sholikin, 2011). Penambahan bobot badan pada minggu pertama mencapai lebih dari 4 kali bobot awal (bobot DOC) memerlukan dukungan nutrisi yang optimal sesuai dengan potensi genetik broiler (Muwarni, 2010). 2.2.1. Darah Darah merupakan jaringan cair yang berfungsi sebagai transportasi berbagai bahan antara sel dan lingkungan eksternal atau antara sel-sel itu sendiri (Lestari, 2008). Darah unggas terdiri atas plasma darah dan sel darah. Plasma darah terdiri atas protein (albumin, globulin, dan fibrinogen), lemak darah bentuk kolesterol,
15
fosfolipid, lemak netral, asam lemak, dan mineral anorganik terutama kalsium, potassium, dan iodium. Sel darah terdiri atas sel darah merah (eritrosit), trombosit, dan leukosit (heterofil, eosinofil, basofil, limfosit, dan monosit) (Yuwanta, 2004). Peran utama darah adalah sebagai media transportasi untuk membawa oksigen dari paru-paru ke sel-sel jaringan tubuh dan CO2 ke paru-paru, membawa bahan makanan dari usus ke sel-sel tubuh, mengangkut zat-zat yang tidak terpakai sebagai hasil metabolisme untuk di keluarkan dari tubuh, mentransfer enzimenzim dan hormon, mengatur suhu tubuh, keseimbangan cairan asam-basa, dan untuk pertahanan tubuh terhadap infiltrasi benda-benda asing dan mikroorganisme (Suwandi, 2002). Hematologis ayam broiler dianalisis berdasarkan jenis kelamin. Penelitian yang dilakukan pada ayam menunjukkan bahwa jantan memiliki lebih banyak total eritrosit dan leukosit dalam darah serta kandungan hemoglobin yang tinggi (Sharmin dan Myenuddin, 2004). Tubuh hewan yang mengalami gangguan fisiologis akan memberi perubahan pada gambaran profil darah. Adanya perubahan profil darah tersebut dapat disebabkan oleh faktor internal, dan eksternal. Faktor internal misalnya kesehatan, stres, status gizi, suhu tubuh, sedangkan faktor eksternal misalnya akibat perubahan suhu lingkungan, dan infeksi kuman (Ginting, 2008). 2.2.2. Eritrosit Sebagian besar eritrosit bersirkulasi dalam waktu yang terbatas dengan kisaran bervariasi dari 2-5 bulan pada hewan domestikasi dan tergantung spesies (Meyer dan Harvey, 2004). Eritrosit di dalam aliran darah mamalia merupakan sel-sel yang tidak berinti dan bergerak (Theml et.al., 2004) sedangkan eritrosit pada unggas intinya terletak ditengah dan berbentuk oval (Rosmalawati, 2008). Di dalam eritrosit terdapat hemoglobin (Hb) yang mempunyai fungsi penting dalam mengangkut oksigen dari paru-paru ke berbagai jaringan tubuh. Produksi eritrosit dipengaruhi oleh tinggi rendahnya kandungan oksigen dimana protein penginduksi akan menginduksi pertumbuhan dan diferensiasi sehingga produksi eritrosit akan meningkat. Hemoglobin merupakan komponen dari eritrosit (Sturkie, 1998). Pembentukan eritrosit melalui sebuah proses yang disebut eritropoesis. Eritropoesis pada masa embrional unggas terjadi dalam kantung kuning telur. (Guyton dan Hall 1997).Hati dan kelenjar limfe dapat berfungsi sebagai penghasil eritrosit pada kondisi tertentu setelah lahir. Limpa turut berperan dalam pembentukan eritrosit tetapi dalam jumlah yang sedikit. Masa hidup eritrosit pada unggas rata-rata 28 sampai 35 hari (Sturkie, 1998).
16
Gambar 3. Erirosit unggas (Kaufman, 2005)
Jumlah eritrosit normal pada ayam adalah 2,95 x 106/mm3 (Sturkie dan Griminger, 1976). Smith dan Mangkoewidjojo (1988) menyatakan bahwa jumlah eritrosit normal pada ayam yaitu 2,0–3,2 x 106/mm3 (Rosmalawati, 2008). 2.2.3. Hemoglobin (Hb) Hemoglobin adalah komponen penting dari eritrosit karena memiliki kemampuan untuk mengangkut oksigen (Theml, et.al., 2004). Kadar Hemoglobin dapat dipakai sebagai salah satu indikator penurunan status gizi secara biokimia (Puspasari, 2010). Hemoglobin adalah senyawa yang berasal dari ikatan komplek antara protein dan Fe yang menyebabkan timbulnya warna merah pada darah. Hemoglobin diproduksi oleh sel darah merah yang disintesis dari asam asetat (acetic acid) dan glycine menghasilkan porphyrin. Porphyrin dikombinasikan dengan besi menghasilkan satu molekul heme. Empat molekul heme dikombinasikan dengan molekul globin membentuk hemoglobin (Rastogi, 1977). Jain (1993) menyatakan bahwa kadar normal hemoglobin ayam yaitu 7,013,0 g/dl.Hemoglobin sangat penting untuk kelangsungan hidup karena membawa dan mengantarkan O2 ke jaringan. Hemoglobin memiliki dua fungsi pengangkutan penting dalam tubuh, yaitu pengakutan oksigen dari organ respirasi ke jaringan perifer dan pengakutan karbondioksida dan berbagai proton dari jaringan perifer ke organ respirasi untuk selanjutnya dieksrkresikan keluar (Murray et.al., 2003). Hemoglobin merupakan petunjuk kecukupan oksigen yang diangkut. Kandungan oksigen dalam darah yang rendah menyebabkan peningkatan produksi hemoglobin dan jumlah eritrosit. Penurunan kadar hemoglobin terjadi karena adanya gangguan pembentukan eritrosit (eritropoesis) (Frandson, 1992). 2.2.4. Hematokrit/Packed Cell Volume (PCV) Nilai hematokrit berkaitan erat dengan jumlah eritrosit/sel darah merah dalam tubuh. Nilai hematokrit secara umum juga menjadi indikator penentuan kemampuan darah dalam mengangkutoksigen(Davey et. al., 2000). Nilai hematokrit merupakan presentase dari sel-sel darah terhadap seluruh volume darah, termasuk eritrosit (Soeharsono et.al., 2010). Jumlah eritrosit, nilai hematokrit, dan kadar hemoglobin berjalan sejajar satu sama lain apabila terjadi perubahan (Meyer dan Harvey, 2004). Nilai normal hematokrit ayam yaitu 22%35% (Jain, 1993) Kadar hematokrit akan meningkat saat terjadinya peningkatan hemokonsentrasi, baik oleh peningkatan kadar sel darah atau penurunan kadar
17
plasma darah (Sutedjo, 2007). Peningkatan nilai hematokrit mengindikasikan adanya dehidrasi, pendarahan atau edema akibat adanya pengeluaran cairan dari pembuluh darah.Peningkatan nilai hematokrit memiliki manfaat yang terbatas karena dapat menaikkan viskositas (kekentalan) darah yang akan memperlambat aliran darah pada kapiler dan meningkatkan kerja jantung (Chunningham, 2002). Penurunan nilai hematokrit dapat dijumpai pada kondisi anemia atau akibat kekurangan sel darah (Wientarsih et.al., 2013). Kadar hematokrit akan menurun ketika terjadi penurunan hemokonsentrasi, karena penurunan kadar seluler darah atau peningkatan kadar plasma darah (Sutedjo, 2007). Penurunan nilai hematokrit dapat disebabkan oleh kerusakan eritrosit, penurunan produksi eritrosit atau dipengaruhi oleh jumlah dan ukuran eritrosit (Coles, 1982; Wardhana et.al., 2001).
2.2.5. MCV, MCH, dan MCHC Penentuan indeks eritrosit (MCV, MCH dan MCHC) adalah untuk mengklasifikasikan anemia berdasarkan morfologinya (makrositik, normositik, dan mikrositik) dan untuk mengetahui respon eritropoitik (Dharmawan, 2002). Perhitungan nilai indeks eritrosit dapat diperoleh dari perhitungan eritrosit, hemoglobin maupun hematokrit. Penentuan nilai ini penting dalam menetapkan kelainan anemia (Corbett, 2004) MCV (Mean Corpuscular Volume) merupakan volume eritrosit rata-rata di dalam darah. MCV normal pada ayam berkisar antara 90-140 fl (Hodges, 1977). Anemia normositik ditandai dengan sel darah merah yang berukuran normal dan MCV normal, pada anemia mikrositik sel darah merah berukuran kecil dan MCV menurun serta pada anemia makrositik sel darah merah berukuran besar dan MCV meningkat (Sriwati, et.al., 2014). Nilai MCV yang kecil di bawah normal dapat mengindikasikan adanya anemia akibat defisiensi zat besi, thalasemia dan anemia sekunder (Hodges, 1977). MCH (Mean Corpuscular Haemoglobin) merupakan banyaknya hemoglobin dalam eritrosit (Hodges, 1977). Nilai MCH normal pada ayam berkisar antara 33-47 pg. Eritrsoit yang besar (makrositik) biasanya memiliki nilai MCH yang tinggi dan sebaliknya eritrosit yang kecil memiliki nilai MCH yang rendah. (Bashar et.al., 2010). Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration (MCHC) merupakan konsentrasi hemoglobin per sel eritrosit yang dinyatakan dalam bentuk persen (%). Nilai MCHC penting dalam pemeriksaan klinis, karena menunjukkan cukup atau tidaknya hemoglobin yang terbentuk dalam sel sarah merah. Nilai MCHC normal ayam adalah 26-36% (Hodges, 1977).MCHC mengkategorikan sel darah merah berdasarkan konsentrasi hemoglobin. Sel darah merah dengan konsentrasi hemoglobin yang normal disebut normokromik dan sel darah merah dengan konsentrasi hemoglobin yang rendah disebut hipokromik (Hernawan dan Abun 2014). Nilai MCHC merupakan indikator paling penting untuk mengamati terapi anemia, hal ini dikarenakan MCHC menggunakan dua penentu paling akurat pada hematologi, yaitu hemoglobin dan hematokrit, yang digunakan dalam perhitungan.Nilai MCV, MCH, dan MCHC dapat dihitung dengan menggunakan hasil dari jumalh eritrsoit, kadar hemoglobin, dan jumlah hematokrit (Sriwati, et.al, 2014).
18
2.2.6. Leukosit Leukosit adalah sel darah yang berinti dengan ukuran sel lebih besar dan jumlah yang lebih sedikit dibandingkan dengan eritrosit (Bacha dan Bacha, 2000). Leukosit merupakan unit yang aktif dari sistem pertahanan tubuh dengan menyediakan pertahanan yang cepat dan kuat terhadap setiap agen infeksi. Leukosit dibagi menjadi dua kelompok yaitu granulosit yang terdiri dari heterofil, eosinofil, basofil dan kelompok agranulosit terdiri dari monosit dan limfosit (Cahyaningsih et al., 2007). Leukosit mempunyai peranan dalam pertahanan seluler dan humoral organisme terhadap zat-zat asing (Effendi, 2003). Fungsi leukosit adalah untuk pertahanan tubuh suatu organisme. Pertahanan ini dilakukan dengan cara menghancurkan agen penyerang dengan proses fagositosis atau dengan pembentukkan antibodi (Guyton dan Hall, 1997). Sistem pertahanan ini sebagian terbentuk di dalam sumsum tulang dan sebagian lagi di dalam organ limfosit termasuk kelenjar limfe, timus, tonsil dan sel-sel limfoid lain. Leukosit yang telah dibentuk akan diangkut dalam darah menuju ke bagian tubuh untuk digunakan. Kebanyakan leukosit secara khusus diangkut menuju daerah-daerah yang mengalami peradangan (Guyton dan Hall, 1997). Di dalam aliran darah kebanyakan sel-sel darah putih bersifat nonfungsional dan hanya diangkut ke jaringan ketika dibutuhkan saja (Svendsen, 1974). Jumlah leukosit pada unggas lebih banyak dibandingkan dengan leukosit pada mamalia, yaitu berkisar antara 20.000-30.000/mm3 (Swenson, 1984). Sedangkan Feldman et.al. (1995), mengemukakan bahwa jumlah sel leukosit normal pada ayam adalah antara 12.000-30.000/μL (Julendra et.al., 2010). Jumlah leukosit pada tiap-tiap unggas berbeda-beda dan mempunyai fluktuasi yang tinggi, keadaan ini bisa terjadi pada kondisi stress, aktivitas biologis yang tinggi, gizi, dan umur. Faktor lain yang turut berpengaruh adalah jenis kelamin, lingkungan, efek hormon, obat-obatan serta sinar ultraviolet atau sinar radiasi (Hodges, 1977). Perbandingan jumlah leukosit ayam berdasarkan umur ayam: Tabel 1. Perbandingan jumlah leukosit berdasarkan umur ayam Umur 0 Hari 3 Hari 8 Hari 10 Hari 1 Minggu 2 Minggu 6 Minggu (Hodges, 1977)
Limfosit 15,9 38,7 48,3 68,6 75 66 69
Perbandingan (%) Heterofil Eosinofil Basofil 72,4 2,5 1,1 52,7 1,6 0,67 50,0 0,25 0 26,7 1,7 0,64 24 0 0 20,6 3,1 1,9 26 0 1
Monosit 8,1 6,4 1,5 2,4 0 8,1 2
19
Tabel 2. Perbandingan jumlah leukosit berdasarkan jenis kelamin Umur Betina Dewasa Jantan Dewasa
Limfosit
Perbandingan (%) Heterofil Eosinofil Basofil
Monosit
59,1
20,9
1,9
1,7
10,2
64,4
22,8
1,9
1,7
8,9
(Sturkie, 1976; Malichatin, 2003)
a. Heterofil Secara khusus heterofil sering disebut sebagai leukosit polimorfonuklear. Heterofil pada ayam biasanya berbentuk bulat dengan diameter 10-15 mikron, granula sitoplasmanya berbentuk batang pipih seperti jarum (Sturkie, 1998). Heterofil memiliki kesamaan fungsi seperti neutrofil pada mamalia. Heterofil (pada unggas) atau neutrofil (pada mamalia) merupakan jenis leukosit di dalam sirkulasi darah dengan jumlah terbanyak dibandingkan dengan granulosit lainnya. Sel ini dicirikan dengan bentuk yang cenderung bulat dengan sitoplasma berwarna lebih muda yaitu eosinofilik. Inti kasar, tidak teratur, biasanya memiliki dua sampai tiga lobus. Lobus pada beberapa sel terlihat tidak tersambung karena inti tertutup granul. Granul sitoplasma pada heterofil berbentuk batang atau jarum (Clark et al., 2009). Heterofil dibentuk dalam sumsum tulang (Guyton, 1996). Heterofil berfungsi sebagai pertahanan tubuh terhadap pengaruh luar, apabila partikel asing terkurung kedalam sitoplasma heterofil, maka partikel tersebut akan menempatkan diri kedalam ruang yang disebut fagosom (Mayes et al., 1997). Heterofil mempunyai fungsi utama menghancurkan bahan asing melalui proses fagositosis. Heterofil yang sangat aktif akan cepat menjadi lelah karena terbatasnya cadangan energi sehingga kemampuan fagositosisnya terbatas. Heterofil dianggap sebagai garis pertahanan pertama karena bergerak cepat ke arah bahan asing dan menghancurkannya segera. Persentase heterofil normal adalah 20-30% pada ayam umur 2-21 minggu (Tizard, 1982).
Gambar 4. Heterofil ayam broiler (Theml et.al., 2004)
b. Eosinofil Sel eosinofil dibentuk dalam sumsum tulang dan sangat motil dan berbentuk ramping. Sel eosinofil mempunyai granular sitoplasma berwarna merah terang bila diwarnai dengan zat warna eosin (Suzanti, 2006). Dalam darah normal biasanya jumlah eosinofil sekitar 2%-5% dari jumlah leukosit. Eosinofil berfungsi mengendalikan atau mengurangi hipersensitivitas (Kresno, 2001). Sel ini sangat penting dalam respon terhadap penyakit parasitik dan alergi (Hoffbrand, 2006). Fungsi utama eosinofil adalah detoksifikasi, baik
20
terhadap protein asing yang masuk ke dalam tubuh melalui paru-paru ataupun saluran cerna, maupun racun yang dihasilkan oleh bakteri dan parasit (Frandson et al., 2009).
Gambar 5. Eosinofil ayam broiler (Theml et.al., 2004)
c. Basofil Basofil disebut juga sebagai makrofag karena merupakan leukosit yang bergranulosit, bersifat polomofonuklear-basofil. Basofil sulit ditemukan dalam darah, ada sekitar 0,5-5,1% dari total leukosit, bentuk inti tidak teratur dengan inti dua gelambir (Dellman dan Brown, 1987; Leni, 2006). Basofil merupakan granulosit yang paling jarang dijumpai dalam sirkulasi darah mamalia, namun kemungkinan lebih sering dijumpai pada darah unggas (Schalm 2010; Latimer 2011). Basofil hanya mampu bertahan hidup 10-12 hari dalam darah (Leni, 2006). Basofil dibentuk dalam sumsum tulang dan kemampuan fagositnya hampir tidak ada. Basofil mempunyai fungsi yang sama dengan sel mast yaitu membangkitkan proses perdarahan akut pada tempat deposisi antigen (Tizard, 1982)
Gambar 6. Basofil Ayam Broiler (Theml et.al., 2004)
d. Monosit Monosit memiliki kemampuan memfagosit dan berkembang menjadi makrofag ketika keluar dari pembuluh darah dan masuk ke dalam jaringan. Seperti neutrofil, monosit ditarik oleh faktor-faktor kemotaktik menuju jaringan rusak atau jaringan yang mengalami invasi mikroba. Makrofag berfungsi dalam fagositosis serta inisiasi dan pengaturan dalam peradangan dan respon kekebalan. Makrofag melepaskan sejumlah sinyal kimia yang mengkoordinasikan berbagai fungsi sel-sel lainnya dalam merespon kerusakan jaringan dan invasi mikroba. Makrofag juga berfungsi dalam memproses antigen yang merupakan tahap awal dalam inisiasi respon kekebalan (Frandson et.al., 2009). Monosit digolongkan sebagai sel sistem mononuklir yang berperan melakukan fagositosis, menghancurkan partikel asing dan jaringan mati kemudian mengolah bahan asing sedemikian rupa sehingga bahan asing itu dapat membangkitkan tanggap kebal (Tizzard, 1982).
21
Gambar 7. Monosit ayam broiler(Theml et.al., 2004)
e. Limfosit Yalcinkaya et al. (2008) menyatakan bahwa limfosit merupakan unsur penting dalam sistem kekebalan tubuh, yang berfungsi merespon antigen dengan membentuk antibodi. Limfosit adalah jenis leukosit dengan jumlah paling banyak dalam darah ayam (Bacha dan Bacha, 2000). Diproduksi dalam tulang belakang, limfa, saluran limfa dan timus. Fungsi utam limfosit adalah merespon adanya antigen (benda asing) dengan membentuk antibodi yang bersirkulasi dalam darah atau dalam pengembangan imunitas (Tizard, 1982).
Gambar 8. Limfosit ayam broiler(Theml et.al., 2004)
22
3. METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November-Desember 2014. Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Patologi Klinik Fakultas Kedokteran, Universitas Hasanuddin.
3.2. Materi Penelitian Sampel Sampel yang digunakan adalah ayam broiler yang sehat sebanyak 24 ekor. Jumlah sampel tiap perlakuan adalah 6 ekor, sehingga terdapat satu kelompok kontrol dan tiga kelompok perlakuan. Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah pisau/silet, blender, spoit, vacum tube dengan antikoagulan EDTA, dan hemositometer yang terdiri atas neubeur, pipet thoma eritrosit, pipet thoma leukosit, cover glass, pipet sahli, tabung hemometer, mikroskop, skala mikrohematokrit, dan sentrifus. Jenis kandang yang digunakan adalah kandang bateray dengan jumlah kandang yang digunakan sebanyak 4 buah untuk 4 perlakuan yang dilengkapi dengan tempat makan, tempat minum, dan lampu untuk penghangatnya. Kandang yang digunakan berukuran panjang 1 m, lebar 1 m, dan tinggi 60 cm. Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ayam broiler, kunyit, larutan hayem, larutan turk, aquades, dan larutan HCl 0,1 N. Ayam broiler Ayam broiler sebanyak 24 ekor, diberi perlakuan mulai dari umur 1 minggu sampai 4 minggu Pakan Penelitian ini menggunakan tepung kunyit sebagai tambahan dalam pakan ayam broiler. Tepung kunyit ditambahkan ke dalam pakan komersil sesuai dengan perlakuan yang telah ditentukan.
23
3.3. Metode Penelitian Penyiapan Bahan Penelitian a. Pengambilan Bahan Sampel kunyit (Curcuma domestica) diperoleh di pasar tradisional Makassar. b. Pengolahan Bahan Kunyit mula-mula dipilih dan dibersihkan (dicuci sampai bersih), kemudian dikupas dan dipotong kecil-kecil/tipis-tipis. Setelah itu dikeringkan dibawah sinar matahari. Kunyit yang telah kering dihaluskan dan diayak menjadi tepung kunyit kemudian dicampurkan dengan pakan komersil. Perlakuan terhadap Hewan Uji a. Pembagian Kelompok Hewan Uji Penenlitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Hewan uji dibagi menjadi 4 kelompok, dimana tiap kelompok terdiri atas 6 ekor ayam broiler. Kelompok 1 adalah kelompok kontrol, sedangkan kelompok 2, 3, dan 4 adalah kelompok perlakuan. Tepung kunyit diberikan pada ayam mulai umur 8 sampai umur 28 hari (selama 21 hari). b. Pemberian Tepung Kunyit Tepung kunyit diberikan secara oral, yaitu dicampurkan dengan ransum komersial. Kelompok 2 diberikan sebanyak 0,4 g/kg pakan (P1), kelompok 3 diberikan sebanyak 0,8 g/kg pakan (P2), dan kelompok 4 diberikan 1,2 g/kg pakan (P3) dari total ransum. Sedangkan kelompok kontrol (P0) tidak diberi tambahan tepung kunyit. Pengambilan Sampel Darah diambil dari vena pectoralis, yang letaknya dibawah sayap. Setelah itu darah ditampung dalam vacum tube dengan antikoagulan EDTA sesuai dengan kebutuhan. Pemeriksaan hematologi a. Pemeriksaan Eritrosit Perhitungan jumlah butir eritrosit menggunakan cara manual dengan metode kamar hitung.Darah ayam yang telah dimasukkan ke vacum tube dengan antikoagulan EDTA dihisap dengan menggunakan pipet thoma eritrosit hingga skala 0,5. Ujung pipet dibersihkan dan larutan hayem dihisap hingga skala 101. Pipet thoma dikocok hingga sampel darah dan larutan hayem homogen. Larutan sampel kemudian diteteskan pada neubeur(kamar hitung) yang telah ditutupi dengan cover glass. Sel-sel eritrosit dihitung di bawah mikroskop dengan perbesaran 10 kali. Darah yang diencerkan dalam larutan hayem adalah untuk memudahkan menghitung eritrosit dan mencegah hemolisis. Sel eritrosit dihitung pada 5 bidang sedang di tengah pada kamar hitung Improved Neubauer. b. Pemeriksaan Hemoglobin (Hb) Pemeriksaan hemoglobin menggunakan metode sahli.Larutan HCl 0,1 N dimasukkan ke pipet sahli sampai tanda 2. Hisap darah dari vacum tube dengan
24
pipet sahli sampai tanda 20µl. Darah dengan HCl kemudian dimasukkan ke dalam tabung hemometer secara perlahan dan tunggu hingga terjadi pembentukan asam hematin (berwarna cokelat). Kemudian warna yang terjadi dibandingkan dengan standar warna dalam alat sahli Selanjutnya tetesi dengan aquadest sedikit demi sedikit hingga warnanya sesuai dengan standar alat hemoglobinometer dan kadar hemoglobin dapat dihitung c. Pemeriksaan PCV/ hematokrit Prinsip pengukuran hematokrit cara manual (metode mikro/mikrohematokrit) adalah darah vena dimasukkan ke dalam tabung kapiler yang salah satu ujungnya ditutup dengan bahan khususdisentrifus selama 4-5 menit dengan kecepatan 10.000 rpm sehingga terjadi pemadatan sel-sel darah merah. Apabila sejumlah darah disentrifus dengan kecepatan tinggi maka elemen-elemen darah akan terpisah menjadi plasma, bagian keruh (trombosit dan leukosit), dan eritrosit. Tingginya eritrosit diukur dengan menggunakan skala mikro-hematokrit yang dinyatakan dalam persen terhadap seluruh darah. Selanjutnya dengan adanya hasil dari pemeriksaan eritrosit, Hb, dan PCV, perhitungan MCV, MCH, dan MCHC dapat dihitung dengan menggunakan rumus untuk mengetahui ukuran rata-rata eritrosit dan konsentrasi Hb per eritrosit.
*Ket: MCV: Mean Corpuscular Volume MCH: Mean Corpuscular Haemoglobin MCHC: Mean Corpuscular Haemoglobin Concebtration HCT: Hematokrit/PCV Hb: Hemoglobin RBC: Red Blood Cell
d. Pemeriksaan Leukosit Perhitungan jumlah leukosit menggunakan cara manual dengan metode kamar hitung. Darah ayam yang telah dimasukkan ke dalam vacum tube dengan antikoagulan EDTA dihisap dengan pipet thoma leukosit sampai tanda 0,5. Bersihkan ujung pipet bagian luar dan hisap larutan turk sampai tanda 111. Darah yang diencerkan dengan larutan turk akandilisiskan selain sel-sel leukosit. Pipet thoma kemudian dikocok hingga sampel darah dan larutan turk homogen. Larutan sampel kemudian diteteskan pada neubeur (kamar hitung). Sel-sel leukosit dihitung dibawah mikroskop dengan perbesar 40 kali. .
25
3.4. Pengamatan dan Pengumpulan Data Pengamatan dan pencatatan dilakukan terhadap ayam broiler, diamati pertambahan berat badandan keadaan klinis setelah pemberian tepungkunyit pada pakan komersil, dan pemeriksaan darah.
3.5. Alur Penelitian
Kunyit
Ayam Broiler
dikeringkan diadaptasikan
Kunyit (kering)
Dikelompokkan
Dihaluskan dan diayak
Tepung kunyit
Perlakuan pada hewan uji
Pengamatan kondisi klinis
Pengambilan Darah
Evaluasi profil darah
Pengamatan dan Pengumpulan data
Analisis data
26
3.6. Analisis Data Data penelitian yang didapatkan disajikan dalam bentuk tabel dan grafik. Kemudian dianalisa secara statistik dengan menggunakanprogram SPSS versi 16.0. Uji yang digunakan adalah uji ANOVA (Analysis of Variance). Jika diperoleh P>0,05, artinya tidak ada hubungan yang signifikan antara variabel dependent (profil darah ayam broiler) dan variabel independent (tepung kunyit). Sebaliknya jika diperoleh P≤0,05, maka artinya ada hubungan yang signifikan antara variabel dependent dan variabel independent.
27
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil pengamatan terhadap jumlah eritrosit, jumlah leukosit, kadar hemoglobin, dan kadar PCV ayam broiler yang diberi tambahan tepung kunyit pada ransum dalam berbagai kadar dapat dilihat pada tabel 3. Tabel.3. Hasil Penelitian Nilai Profil Darah Ayam Broiler Perlakuan Parameter P0±SD P1±SD P2±SD Eritrosit (×106/µL) 2,07±0,52 2,08±0,16 2,03±0,19 Hemoglobin (g/dL) 8,13±1,78 8,53±0,68 8,12±2,01 PCV (%) 25,33±1,86 26,33±2,16 23,5±2,17 Leukosit (×103/µL) 18,97±4,62 18,88±3,66 15,56±2,83 MCV (fl) 131,54±49,24 126,85±7,32 116,43±16,96 MCH (pg) 40,13±7,06 41,31±5,23 40,21±10,94 MCHC (%) 32,12±6,69 34,64±4,27 35,521±7,44 ket: P0 : Kelompok kontrol P1 : Kelompok perlakuan 1 (0,4 g tepung kunyit/kg pakan) P2 : Kelompok perlakuan 2 (0,8 g tepung kunyit.kg pakan) P3 : Kelompok perlakuan 3 (1,2 g tepung kunyit/kg pakan) P : Probabilitas kebenaran hipotesis SD : Standar deviasi
P3±SD 2,09±0,11 8,6±0,73 26±1,97 18,85±4,83 128,02±16,27 40,93±4,34 35,57±4,63
Tabel 4. Nilai Parameter Profil Darah Normal pada Ayam Parameter Ayam Eritrosit (×106/µL) 2,0-3,2 Total Protein 3,0-6,0 Hemoglobin (g/dL) 7,3-10,9 PCV (%) 24-43 Leukosit (×103/µL) 12-30 MCV (fl) 90-140 MCH (pg) 33-47 MCHC (%) 26-36 (Laboratorium Toksikologi/Kesmavet BBVet Maros)
P 0,990 0,901 0,081 0,407 0,667 0,768 0,899
28
Nilai Eritrosit Grafik 1. Nilai eritrosit ayam broiler
Nilai eritrosit
(×106/µL) 2,1 2,09 2,08 2,07 2,06 2,05
Nilai eritrosit
2,04 2,03 2,02 2,01
Perlakuan
2 P0
P1
P2
P3
Data hasil gambaran darah merah menunjukkan bahwa penambahan tepung kunyit tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap sel darah merah. Hal ini menggambarkan bahwa penambahan tepung kunyit dalam penelitian ini tidak mempengaruhi pembentukan eritrosit (eritropoiesis). Pengaruh yang tidak nyata ini dapat disebabkan oleh kurangnya konsentrasi penambahan tepung kunyit pada ransum sehingga zat aktif kurkumin yang terkandung juga sedikit dan juga dapat dipengaruhi oleh kondisi ayam yang nomal (sehat) sehingga efek dari kurkumin tidak tampak (Rahmat dan Kusnadi, 2008). Pemberian tepung kunyit pada penelitian ini dengan berbagai tingkat konsentrasi tergolong aman, karena jumlah eritrosit dari masing-masing perlakuan berada dalam kisaran normal. Hal ini sesuai dengan pernyataan Rosmalawati (2008) bahwa kisaran normal eritrosit ayam adalah 2,0–3,2 x 106/mm3. Kelompok ayam broiler yang diberikan tambahan tepung kunyit sebanyak 0,4 g (P1) dan 1,2 g (P3) memiliki jumlah eritrosit yang lebih banyak dibanding kelompok kontrol, namunsecara statistik tidak berbeda nyata (P>0,05). Jumlah eritrosit menunjukkan kemampuan ayam menggunakan oksigen untuk melakukan metabolisme nutrien (Frandson, 1986. Isroli et.al., 2009), karena tinggi rendahnya eritrosit menunjukkan kemampuan darah dalam mengangkut oksigen.Oksigen adalah komponen penting dalam memproduksi ATP secara normal. ATP (Adenosin Trifosfat) merupakan sumber bahan bakar untuk sel agar dapat bekerja secara optimal, karena memberikan energi yang diperlukan sel untuk melakukan keperluan berbagai aktivitas dalam memelihara efektifitas fungsi tubuh. Chattopaday et.al. (2004) mengemukakan bahwa zat aktif kurkumin dari kunyit memiliki aktifitas antioksidan sehingga mencegah lisisnya sel darah merah. Senyawa antioksidan dari kurkumin ini dapat melindungi sel dari efek berbahaya yang disebabkan oleh radikal bebas.
29
Kelompok perlakuan 2 (P2) menunjukkan gejala klinis berupa bersin, pial pucat, dan sulit bernafas. Hasil pemeriksaan darah menunjukkan bahwa ayam kelompok ini memiliki jumlah eritrosit yang lebih rendah dari kelompok lainnya. Hal ini diduga disebabkan oleh alas kandang/litter yang lembab. Muslim (1995) mengatakan bahwa kondisi yang lembab atau basah akan mendorong litter menjadi busuk sehingga menjadi tempat yang sangat baik bagi organisme penyebab penyakit dan parasit. Frandson (1992) menambahkan bahwa sel darah merah dapat mengalami lisis karena obat, infeksi, atau toksin dari parasit. Sekam yang membusuk (lembab) akan diikuti dengan suhu yang meningkat (panas) karena terjadi proses mikrobiologis dari bakteri, terbentuk CO2 dan amonia (Indarto,1990). Gas amonia memiliki berat jenis lebih tinggi dibandingkan dengan udara, sehingga gas amonia akan berada pada lapisan udara bagian bawah di atas lantai permukaan kandang. Jika hal itu terjadi maka broiler akan mengalami kekurangan oksigen (Banks, 1979). Ayam yang kekurangan oksigen akan memiliki eritrosit yang rendah, karena jumlah eritrosit berkaitan dengan pengikatan oksigen oleh hemoglobin. Napirah (2013) mengatakan bahwa jumlah eritrosit yang normal juga dapat dijadikan sebagai salah satu indikator bahwa kecukupan protein dan asam amino ayam tetap terjaga selama proses pemberian kunyit sehingga eritrosit diproduksi dalam jumlah normal. Pemberian tepung kunyit tidak menyebabkan defisiensi nutrien yang berkaitan dengan proses pembentukan sel darah merah seperti asam amino, zat besi, dan Cu. Kadar Hemoglobin Grafik 2. Kadar hemoglobin ayam broiler
Nilai Hemoglobin
(g/dL) 8,7 8,6 8,5 8,4 8,3
Nilai Hemoglobin
8,2 8,1 8 7,9 7,8
Perlakuan P0
P1
P2
P3
Hemoglobin di dalam eritrosit memungkinkan timbulnya kemampuan untuk mengangkut oksigen, serta menjadi penyebab timbulnya warna merah pada darah (Frandson, 1992). Kurkumin dari kunyit memiliki aktifitas antioksidan yang dapat melindung hemoglobin dari oksidasi (Chattopaday et.al., 2004).
30
Hemoglobin yang mengalami oksidasi mengakibatkan perubahan struktur dan fungsi membran sel darah merah. Perubahan ini akan menyebabkan usia rata-rata sel darah merah memendek (Ismawati, 2009). Meyer dan Harvey (2004) juga mengatakan bahwa reaksi oksidatif dapat merusak hemoglobin, enzim (terutama kelompok sulfhidril), dan lipid membran. Kerusakan oksidatif membran juga dapat mengakibatkan pemendekan masa hidup eritrosit. Penambahan tepung kunyit pada penelititan ini tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap kadar hemoglobin ayam broiler. Hal ini disebakan karena hemoglobin berbanding lurus dengan jumlah sel darah merah (Fahrurozi et.al., 2014). Kadar hemoglobin pada tiap perlakuan berada pada kisaran normal (7-13 g/dL) dan hasilnya tidak jauh berbeda. Hasil ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Erniasih dan Saraswati (2006) bahwa penambahan tepung kunyit tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap hemoglobin sehingga hal ini menunjukkan kecukupan oksigen yang diangkut ke seluruh jaringan tubuh untuk proses metabolisme tubuh. Napirah (2013) dalam penelitiannya mengatakan bahwa jumlah eritrosit, nilai hematokrit (PCV), dan kandungan Hb yang normal menunjukkan bahwa kunyit tidak mengandung zat-zat toksik yang dapat menyebabkan lisisnya sel eritrosit ataupun mengganggu proses pembentukan sel darah merah. Nilai Hematokrit/ PCV Grafik 3. Nilai PCV/hematokrit ayam broiler
Nilai PCV
(%) 27 26 25 24
Nilai PCV
23 22
Perlakuan
21 P0
P1
P2
P3
Nilai PCV merupakan persentase butir eritrosit dalam darah sehingga nilai PCV berhubungan dengan jumlah eritrosit. Nilai PCV pada perlakuan 1 (P1) dan perlakuan 3 (P3) mengalami sedikit peningkatan walaupun tidak secara signifikan (P>O,05). Peningkatan nilai hematokrit memiliki manfaat yang terbatas karena dapat menaikan viskositas (kekentalan) darah yang akan memperlambat aliran darah pada kapiler dan meningkatkan kerja jantung. Meyer dan Harvey (2004) mengatakan bahwa jumlah eritrosit, nilai hematokrit (PCV) dan kadar hemoglobin
31
berjalan sejajar satu sama lain apabila terjadi perubahan. Hasil penelitian menunjukkan nilai PCV pada kelompok kontrol dan perlakuan masih berada dalam kisaran normal, hal ini menandakan status kesehatan hewan berada dalam kondisi yang baik. Pemberian tepung kunyit pada pakan puyuh tidak menyebabkan defisien nutrien yang berkaitan dengan proses pembentukan sel darah merah (Napirah et.al., 2013). Piliang et.al. (2009) mengatakan bahwa hematokrit (PCV), Hb, dan butir darah merah yang normal menunjukkan puyuh tidak kekurangan protein dan asam amino yang diperlukan untuk proses metabolisme tubuhnya. MCV (Mean Corpuscular Volume) dan MCHC (Mean Corpuscular Haemoglobin Concentration) Hasil pemeriksaan eritrosit menunjukkan bahwa total eritrosit berada dalam kisaran normal (2,0-3,2×106/µL), sehingga dapat dikatakan bahwa ayam pada penelitian ini tidak mengalami anemia. Selanjutnya hasil dari perhitungan MCV, MCH, dan MCHC menunjukkan nilai yang normal.Hal ini menggambarkan sel darah merah mempunyai ukuran rata-rata eritrosit dan kecukupan hemoglobin yang normal. Nilai MCV menjadi tinggi jika eritrosit lebih besar dari biasanya. Nilai MCV yang kecil di bawah normal dapat mengindikasikan adanya anemia akibat defisiensi zat besi, thalasemia dan anemia sekunder (Hodges, 1977) MCHC mengkategorikan sel darah merah berdasarkan konsentrasi hemoglobin. Sel darah merah dengan konsentrasi hemoglobin yang normal disebut normokromik (Sriwati et.al., 2014). Nilai Leukosit Grafik 4. Nilai leukosit ayam broiler
Nilai Leukosit
(×103/µL) 20 18 16 14 12 10
Nilai Leukosit
8 6 4 2 0
Perlakuan P0
P1
P2
P3
32
Leukosit merupakan sel yang berperan aktif dalam sistem pertahanan tubuh suatu organisme. Kunyit memiliki efek imunomodulator yaitu bahan yang dapat mengembalikan ketidakseimbangan sistem imun (Napirah, 2013). Chattopaday et.al. (2004) dalam tulisannya mengemukakan bahwa kurkumin memiliki aktifitas antibakteri, antifungal, dan antivirus. Kurkumin dan minyak atsiri menekan pertumbuhan beberapa bakteri seperti streptococcus, staphylococcus, dan lactobacillus. Penelitian ini secara statistik menunjukkan tidak ada pengaruh yang signifikan (P>0,05) pada jumlah leukosit antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan. Perlakuan 1 (P1) dan perlakuan 3 (P3) memiliki jumlah leukosit yang tidak jauh berbeda dari kelompok kontrol. Tidak adanya perbedaan tersebut berarti tidak ada perbedaan kondisi (perbedaan perlawanan terhadap benda asing) pada tubuh ayam tersebut (Isroli et.al., 2009). Hal tersebut dapat diakibatkan karena rendahnya kadar zat aktif kurkuminoid dan minyak atsiri sehingga tidak mempengaruhi pembentukan leukosit (leukopoiesis). Fahruruozi et.al. (2014) juga mengemukakan bahwa pemberian kunyit dan temulawak pada air minum tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah leukosit ayam broiler. Kelompok perlakuan 2 (P2) menunjukkan gejala klinis berupa bersin dan sulit bernafas pada minggu ke tiga pemeliharaan. Pemeriksaan darah menunjukkan bahwa kelompok P2 memiliki jumlah leukosit yang rendah dari kelompok lainnya. Jumlah leukosit ini kemungkinan karena leukositopenia yaitupenurunan konsentrasi jumlah sel darah putih (Clark et.al., 2009). Sherwood (1996) mengatakan bahwa penurunan jumlah leukosit dapat disebakan karena adanya masalah dengan sumsum tulang sehingga terjadi penurunan pembentukan fagosit profesional, yang menyebabkan penurunan bermakna kemampuan pertahanan tubuh terhadap mikroorganisme invasif. Kerusakan sumsum tulang dapat disebabkan karena adanya infeksi viral atau reaksi toksik terhadap agen kimia. Menurut Guyton dan Hall (1997) jumlah sel darah putih dipengaruhi oleh stres, lingkungan, aktivitas fisiologis, status gizi, panas tubuh, dan umur.Pada penelitian tidak dilakukan ulas darah tipis, sehingga diferensial leukosit tidak dapat dihitung. Berat Badan Ayam Broiler Tabel.5 Berat badan ayam broiler
P0 (kontrol) P1 (0,4 g) P2 (0,8 g) P3 (1,2 g)
1 minggu 157,5 140,67 147,33 156,67
Rata-rata Berat Badan (gram) 2 minggu 3 minggu 4 minggu 411,67 670 939,17 475 796,67 983,33 436,67 766,67 965 445 825 1079,17
5 minggu 1558,33 1650 1525 1821,67
Ket:
Ayam umur 4 dan 5 minggu menunjukkan perbedaan antara kelompok perlakuan 3 (P3) dan kelompok kontrol. Kelompok P3 memiliki berat badan lebih tinggi dibanding kelompok kontrol. Samarasinghe et.al., (2003) dalam penelitiannya mengemukakan bahwa pemberian kunyit pada ransum sebanyak 1 g/kg pakan dapat meningkatkan pertumbuhan ayam. Winarto (2003) mengatakan bahwa minyak atsiri dan kurkumin berperan dalam meningkatkan kerja organ
33
pencernaan, merangsang dinding empedu mengeluarkan cairan empedu dan merangsang keluarnya getah pankreas yang mengandung enzim amilase, lipase dan protease untuk meningkatkan pencernaan bahan pakan karbohidrat, lemak dan protein. Laily (2013) juga menambahkan bahwa zat aktif kurkumin memiliki efek antibakteri yang dapat melisiskan racun yang menempel pada dinding usus, sehingga penyerapan zat nutrisi menjadi lebih baik. Imbuhan pakan antibiotika berfungsi untuk menekan jumlah mikroba patogen didalam saluran pencernaan ayam, sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan ayam sekitar 3,9% dan meningkatkan efisiensi penggunaan pakan sekitar 2,9% (Barton dan Hart, 2001).
34
5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan Profil darah ayam yang diberi tambahan tepung kunyit masih berada dalam kisaran normal sehingga dapat dikatakan bahwa penambahan tepung kunyit pada ransum tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap jumlah eritrosit, Hb, PCV dan leukosit ayam broiler.
5.2. Saran 1. Perlu penambahan tepung kunyit dengan konsentrasi yang lebih tinggi. 2. Perlu perlakuan khusus (seperti pemberian stress atau perlukaan) pada ayam broiler untuk melihat pengaruh yang lebih maksimal. 3. Perlu dilakukan pemeriksaan diferensial leukosit agar diketahui jumlah masing-masing dari jenis leukosit yang dapat digunakan sebagai parameter pendukung dalam menentukan keadaan klinis hewan. 4. Perlu penelitian lebih lanjut terhadap ayam yang sakit untuk mengetahui hasil yang lebih maksimal.
35
DAFTAR PUSTAKA
Adams, C.A. 2000. The Role of Nutricine in Health and Total Nutrition. Proc. Aust. Poult. Sci. Sym. 12:17-24 Agustina, Laily. 2013. Penggunaan Ramuan Herbal sebagai Feed Additive untuk meningkatkan Performans Broiler. Lokakarya Nasional Inovasi Teknologi dalam Mendukung Usaha Ternak Unggas Berdayasaing. JITV Anonim. [Badan POM RI] 2008. Curcuma domestica Val. Direktorat Obat Asli Indonesia. Atmaja, Dhanu Ari. 2008. Pengaruh Ekstrak Kunyit (Curcuma domestica) terhadap Gambaran Mikroskopik Mukosa Lambung Mencit BALB/c yang Diberi Parasetamol. Artikel Karya Tulis Ilmiah. Universitas Diponegoro: Semarang Bacha L.M dan Bacha W.J. 2000. Color Atlas of Veterinary Histology. Ed ke-2. Newyork (US): Lippincot Williams & Wilkins Banks, S. 1979. The Complete Handbook of Poultry Keeping. Van Nonstrand Reinnold Co. New York Barton M. D dan Hart W.S. 2001. Public Health Risk: Antibiotic Resistance. Review. Asian-Aus. J. Anim. Sci. 14: 414-422. Bashar Y.A, Tukur H.m, Sekoni A.A, dan Hassan W.A. 2010. Nutrient Retention and Haematological Indices of Broiler Starters Fed Lablab Seed Meal as the Source of Protein. Nigerian Journal of Basic and Applied Science. 18(2): 185-291 Bintang I.A.K. dan Nataamijaya A.G. 2005. Pengaruh Penambahan Tepung Kunyit (Curcuma domestica Val.) dalam Ransum Broiler. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner Cahyaningsih U, Malichatin H, dan Hedianto YE. 2007. Diferensial Leukosit pada Ayam setelah diinfeksi Eimeria tenella dan Pemberian Serbuk Kunyit (Curcuma domestica) Dosis Bertingkat. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. IPB: Bogor Chattopadhyay I, Biswas K, dan Bandyopadhyay U. 2004. Turmeric and Curcumin: Biological Actions and Medicinal Applications. Review Article. Current Science. 87(1): 44-53 Clark P, Boardman W, dan Raidal SR. 2009. Atlas of Clinical Avian Hematology. Wiley-Blackwell. 3rd Edition. USA. pg 175 Cobett, JV. 2004. Hematology Test in Laboratory Test and Diagnostic Procedures with Nursing Diagnosis. 6th Edition. New Jersey: USA Cunningham, J.G. 2002. Textbook of Veterinary Phisiology. Saunders: USA Davey, C., Lill, A. and Baldwin, J. 2000. Variation During Breeding in Parameters that Influence Blood Oxygen Carrying Capacity in Shearwaters. Aust. J. Zool. 48, 347-356 Dharmawan N.S. 2002. Pengantar Patologi Klinik Veteriner. Pelawa Sari. Denpasar (ID) Effendi, Zukesti. 2003. Peranan Leukosit sebagai Antiinflamasi Alergik dalam Tubuh. Bagian Histologi Fakultas Kedokteran. USU: Medan
36
Erniasih I dan Saraswati TR. 2006. Penambahan Limbah Padat Kunyit pada Ransum Ayam dan Pengaruhnya terhadap Status Darah dan Hepar Ayam. Buletin Anatomi dan Fisiologi. 17(2): 1-6 Fahrurozi N, Tantalo S, dan Santosa P E. 2014. Pengaruh Pemberian Kunyit dan Temulawak Melalui Air Minum terhadap Gambaran Darah pada Broiler. Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu. 2(1): 39-46 Frandson, R.D. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Edise ke-4. Terjemahan: B. Srigandono dan Koen Praseno. Yogyakarta: Gajah Mada University Press Frandson R.D, Wilke W.L, dan Fails A.D. 2009. Anatomy and Physiology of Farm Animal 7th Edition. Iowa (US): Willey-Blackwell Ginting, Indri A. 2008. Profil Darah Ayam Broiler yang Diberi Ransum Mengandung Tepung Daun Jarak Pagar (Jatropha curcas L.). Skripsi. IPB: Bogor Guyton A.C. 1996. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. 7th Edition. Bagian I. Tengadi, K. A, et.al., penerjemahan. EGC. Terjemahan dari Text Book of Medical Physiology. Jakarta (ID) Guyton A.C. dan Hall J.E. 1997. Fisiologi Kedokteran. Terjemahan: Irawati, Ken Ariata Tengadi dan Alex Santoso. EGC: Jakarta (ID) Hartati, S Y. 2013. Khasiat Kunyit sebagai Obat Tradisional dan Manfaat Lainnya. Warta penelitian dan pengembangan Tanaman Indsutri. 19(2):59 Hernawan E dan Abun 2014. Effect of Banana Peel Aplication in Ration on Hematological Level, Nitrogen Retention, and Body Weight Gain of Heat Exposed Broiler Chicken. Scientific Paper. Series D Animal Science. Vol. LVII: 101-107 Himawan HC, Surjana V, dan Prawira L. 2012. Karakterisasi dan Identifikasi Komponen Kimia Rimpang Kunyit (Curcuma domestica Val.) sebagai Inhibitor Bakteri Patogen. Fitofarmaka. 2(2): 116-125 Himma, Atiq. 2010. Pengaruh Ekstrak Rimpang Kunyit Kuning (Curcuma dimestica Val.) dengan Pelarut Etanol terhadap Pertumbuhan Bacillus subtilis, Escheria coli, Salmonella typhi, dan Shigella dysentriae. Skripsi. FKIP. Unversitas Jember. Hodges, R.D. 1977. Normal Avian Haematology. Comparative Clinical Haematolgy. Blackwell Scientific: Oxford Hoffbrand V. 2006. At a Glance Hematology. Jakarta (ID): EMS Indarto, . 1990. Beternak Unggas Berhasil. Armico: Bandung(ID) Ismail, Fahmillah. 2014. Status Hematologis dan Biokimia Darah Ayam Ras Petelur yang Dipelihara pada Sistem Pemeliharaan Intensif dan FreeRange pada Muim Kemarau. Skripsi. Universitas Hasanuddin: Makassar Ismawati. 2009. Kelebihan Rantai A pada Talasemia β. JILK. 3(1):1-5 Isroli, Susansi S, Widiastuti E, Yudiarti T, dan Sugiharto. 2009. Observasi Beberapa Variabel Hematologis Ayam Kedu pada Pemeliharaan Intensif. Seminar Nasional Kebangkitan Peternakan. Universitas Diponegoro. Jain, N.C. 1993. Essential of Veterinary Hematology. Lea & Febiger: Philadelpia Julendra H, Zuprizal, dan Supadmo. 2010. Penggunaan Tepung Cacing Tanah (Lumbricus rubellus) sebagai Aditif Pakan terhadap Penampilan
37
Produksi Ayam Pedaging, Profil Darah, dan Kecernaan Protein. Buletin Peternakan. 34(1):21-29 Kaufman, Gretchen . 2005. Avian Diagnostic and Therapeutic Techniques. http://www.myoops.org/cocw/tufts/courses/5/content/215767.htm. Diakses 14 Maret 2014 Kresno, S. B. 2001. Imunologi Diagnosis dan Prosedur Laboratorim. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran. Universitas Indonesia. Jakarta. Kumari P, Gupta MK, Ranjan MR, Singh KK, Yadava R. 2007. Curcuma longa as Feed Additive in Broiler Birds and Its Patho-physiological Effects. Abstract. Indian J Exp Biol. 45 (3): 272 Kusnadi E dan Rachmat A. 2008. Pengaruh Penambahan Tepung Kunyit (Curcuma domestica Val) dalam Ransum yang Diberi Minyak Jelantah terhadap Performan Ayam Broiler. Jurnal Ilmu Ternak. 8(1): 25-30 Kuswardani, Nurina. 2009. Pengaruh Pemberian Ekstrak Sambiloto dan Kunyit dengan Pelarut Air terhadap Penampilan Ayam Pedaging yang diinfeksi Eimeria tenella. Skripsi. IPB: Bogor Latimer, K.S. 2011. Duncan & Prasses’s Veterinary Laboratory Medicine: Clinical Pathology 5th Edition. John Willey and Son Inc West Sussex (UK) Leni Fira. 2006. Diferensial Leukosit Ayam yang Telah Terinfeksi Eimeria tenella setelah Pemberian Infusa Meniran (Phyllanthus niruri Linn) melalui Air Minum dengan Dosis Bertingkat. Skripsi. IPB: Bogor Lestari, D R. 2008. Pengenalan Penyakit Darah dengan Citra Darah Menggunakan Metode Logika Fuzzy. Skripsi. UI Malichatin, Hanik. 2003. Diferensial Leukosit Ayam yang diinfeksi Eimeria tenella setelah Pemberian Serbuk Kunyit (Curcuma domestica Val.) Dosis Bertingkat pada Pakan. Skripsi. IPB: Bogor (ID) Mayes P.A, Murray R.K, Granner D.K, dan Rodwell V.W. 1997. Biokimia Haper. 24th Edition. Buku Kedokteran: Jakarta (ID( Meyer D.J dan Harvey J.W. 2004. Veterinery Laboratory Medicine Interpretation & Diagnosis. 3rd Edition. Saunders: USA Murwani, Retno. 2010. Broiler Modern. Semarang (ID). Widya Karya Murray R.K, Granner D.K, dan Rodwell VW. 2003. Biokimia Harper. Edisi ke25. Jakarta: EGC Muslim, D.A. 1995. Budidaya Ayam Bangkok. Aksi Agraris Kanisius: Yogyakarta(ID) Napirah Astriana, Supadmo, dan Zuprizal. 2013. Pengaruh Penambahan Tepung Kunyit (Curcuma domestica Valet) dalam Pakan terhadap Parameter Hematologi Darah Puyuh (Coturnix-coturnix japonica) Pedaging. Buletin Peternakan. 37(2) 114-119 Oppusunggu, Riris. 2009. Pengaruh Pemberian Tablet Tambah Darah (Fe) terhadap Produktivitas Kerja Wanita Pensortir Daun Tembakau di PT.X Kabupaten Deli Serdang. Tesis. USU: Medan Piliang, W. G., D. A. Astuti, dan W. Hermana. 2009. Pengkayaan produk puyuh melalui pemanfaatan pakan lokal yang mengandung antioksidan dan mineral sebagai alternatif penyediaan protein hewani bergizi tinggi. Prosiding seminar hasil-hasil penelitian IPB Bogor 2009. Hal: 27-39.
38
Pratikno, Herry. 2010. Pengaruh Ekstrak Kunyit (Curcuma domestica Val) terhadap Bobot Badan Ayam Broiler (Gallus sp). Buletin Anatomi dan Fisiologi. 18(2): 39-46 Puspasari, Anggy. 2010. Perbedaan Kadar Hemoglobin pada Pasien Karsinoma Nasofaring Sebelum dan Setelah Radioterapi. Artikel Karya Tulis Ilmiah. Universitas Diponegoro: Semarang. Rahardjo Mono dan Rostiana Otih. 2005. Budidaya Tanaman Kunyit. Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatika. Sirkuler 11 Rahmat A dan Kusnadi E. 2008. Pengaruh Penambahan Tepung Kunyit (Curcuma domestica Val.) dalam Ransum yang Diberi Minyak Jelantah terhadap Performan Ayam Broiler. Jurnal Ilmu Ternah 8(1): 25-30 Rastogi S.C. 1977. Essentials of Animal Physiology. Wiley Eastern Limited. New Delhi Rosmalawati N. 2008. Pengaruh Penggunaan Tepung Daun Sembung (Blumen Balamifera dalam Ransum terhadap Profil Darah Ayam Broiler Periode Finisher. Skripsi. IPB: Bogor Samarisinghe K, Wenk , Silva K, dan Gunasekera J. 2003. Turmeric (Curcuma longa), root powder and manano ligo Sacharides as alternatif to antibiotic in broiler chicken diets. Asian-Aust. J. Anim Sci. 16(10): 1495-19500 Satyaningtijas AS, Widhyari SD, dan Natalia RD. 2010. Jumlah Eritrosit, Nilai Hemtokrit, dan Kadar Hemoglobin Ayam Pedaging Umur 6 Minggu dengan Pakan Tambahan. Jurnal Kedokteran Hewan. 4(2): 69-73 Sharmin M.L. dan Myenuddin M. 2004. Hematological Values of The Indigenous Chickens. Bangl. J. Vet. Med. 2(2): 163-164 Sherwood, Lauralee. 1996. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Brahm U, penerjemah; Santoso BI, editor. Jakarta (ID): EGC. Terjemahan dari: Human Physiology: From Cells to Systems. Ed ke-2 Sholikin, Huda. 2011. Manajemen Pemeliharaan Ayam Broiler di Peternakan UD Hadi PS Kecamatan Nguter Kabupaten Sukoharjo. Tugas Akhir. Universita Sebelas Maret: Surakarta Soeharsono L, Andriani E, Hermawan, Kamil K.A, dan Musawwir A. 2010. Fisiologi Ternak Fenomena dan Nomena Dasar, Fungsi, dan Interaksi Organ pada Hewan. Widya Padjadjaran: Bandung. Sriwati D, Widodo E, dan Natsir M.H. 2014. Pengaruh Penggunaan Tepung Jintan Putih (Cuminum cyminum, L.) dalam P7akan terhadap Profil Darah Ayam Pedaging. Universitas Brawijaya: Malang Sturkie, Paul D. 1998. Avian Physiology. 5th Edition. Spinger Verleg. New York Sutedjo, A.Y. 2007. Mengenal Penyakit melalui Hasil Pemeriksaan Laboratorium. Amara Books: Yogyakarta Suwandi. 2002. Manfaat Pemeriksaan Gambaran Darah Umum pada Ternak Ruminansia. Balai Penelitian Ternak Suzanti, Yurisha. 2006. Sel Eosinofil dalam Jaringan dan Perifer pada Ayam yang Diinfeksi dengan Eimeria tenella Setelah Pemberian Rebusan Rimpang Teki (Cyperus rotundus L). Skripsi. IPB: Bogor Svendsen, P. 1974. An Introduction to Animal Physiology. The Avi Publishing Company, Inc. West Connecticut USA
39
Swenson, M.J. 1984. Physiological Properties and Cellular and Chemical Constituents of Blood In Swenson, M.J. Duke;s Physiology of Domestic Animal. 10th Edition Cornell University Press, Ithaca and London Theml H, Diem H, dan Haferlach T. 2004. Color Atlas of Hematology. Thieme. 2nd Revised Edition. New York Tizard, I.R. 1982. Pengantar Imunologi Veteriner. Edisi ke-2. Penerjemah: M Partodiredjo. Airlangga University Press: Surabaya(ID) Wardhana A.H., Kencanawati E, Nurmawati, Rahmaweni, dan Jatmiko C.B. 2001. Pengaruh Pemberian Sediaan Patikan Kebo (Euphobia hirta L) terhadap Jumlah Eritrosit, Kadar Hemoglobin, dan Nilai Hematokrit pada Ayam yang Diinfeksi dengan Eimeria tenella. Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner. 6(2):126-133 Wientarsih I, Widhyari SD, dan Aryanti T. 2013. Kombinasi Imbuhan Herbal Kunyit dan Zink dalam Pakan sebagai Alternatif Pengobatan Kolibasiolosis pada Ayam Pedaging. Jurnal Veteriner. 14(3): 327-334 Winarto, W.P. 2003. Khasiat dan Manfaat Kunyit. Agromedia Pustaka. Jakarta Yalcinkaya I, Gungor T, Basalan M, dan Erdem E. 2008. Mannan Oligosaccharides (MOS) from Saccharomyces cerevisiae in Broilers: Effects on Performance and Blood Chemistry. Turk. J. Vet. Anim. Sci. 32(1): 43-48 Yuwanta Tri. 2004. Dasar Ternak Unggas. Yogyakarta (ID). Kanisius.
40
LAMPIRAN 1. Data Hasil Penelitian
a. Kelompok Kontrol (0 g tepung kunyit)
Parameter
P0
Rata-rata
Standar Deviasi
2,34
2,076666667
0,528040402
9,4
8,138333333
1,782934846
P0 1
P0 2
P0 3
P0 4
P0 5
P0 6
RBC (×106/µL)
1,17
2,38
2,6
1,74
2,23
Hemoglobin (g/dL)
6,03
9,6
8,35
5,81
9,64
27
26
27
22
25
25
25,33333333
1,861898673
WBC (×10 /µL)
21,28
22,89
13,42
23,94
13,42
18,9
18,975
4,626297656
MCV (fl)
230,77
109,24
103,85
126,44
112,11
106,84
131,5403333
49,24285883
MCHC (%)
22,33
36,92
30,92
26,41
38,56
37,6
32,12333333
6,699733328
MCH (pg)
51,53
40,34
32,11
33,4
43,23
40,17
40,13
7,060155806
Rata-rata
Standar Deviasi
Hematokrit (%) 3
b. Kelompok Perlakuan 1 (0,4 g) Parameter
P1 P1 1
P1 2
P1 3
P1 4
P1 5
P1 6
RBC (×10 /µL)
1,82
2,24
1,98
2,02
2,24
2,18
2,08
0,168760185
Hemoglobin (g/dL)
8,72
7,4
8,75
8,32
8,5
9,5
8,53166666
0,685169079
25
30
25
25
27
26
26,3333333
1,966384161
6
Hematokrit (%) 3
WBC (×10 /µL)
17,88
25,4
14,18
17,64
18,95
19,24
18,88166667
3,668037168
MCV (fl)
137,36
133,93
126,26
123,76
120,54
119,27
126,8529968
7,31965187
MCHC (%)
34,88
24,667
35
33,28
31,481
36,538
32,64
4,268746999
MCH (pg)
47,912
33,036
44,192
41,188
37,946
43,578
41,3087084
5,231233615
Rata-rata
Standar Deviasi
c. Kelompok Perlakuan 2 (0,8 g tepung kunyit) Parameter
P2 P2 1
P2 2
P2 3
P2 4
P2 5
P2 6
RBC (×10^6/µL)
1,69
1,98
2,09
2,12
2,08
2,26
2,036666667
0,192319179
Hemoglobin (g/dL)
7,1
12,1
6,6
7,3
8,1
7,5
8,11666667
2,012378361
Hematokrit (%)
24
25
20
26
22
24
23,5
2,167948339
WBC (×10^3/µL)
14,29
14,26
13,51
15,22
14,87
21,22
15,56166667
2,833114305
MCV (fl)
142,01
126,26
95,694
122,64
105,77
106,19
116,4289452
16,95935151
MCHC (%)
29,583
48,4
33
28,077
36,818
31,25
34,52140637
7,440742514
MCH (pg)
42,012
61,111
31,579
34,434
39,942
33,186
40,21066724
10,94446517
41
d. Kelompok Perlakuan 3 (1,2 g tepung kunyit) Parameter
P3
Rata-rata
Standar Deviasi
2,091666667
0,114265772
P3 1
P3 2
P3 3
P3 4
P3 5
P3 6
RBC (×10^6/µL)
1,96
2,24
2,17
2,08
1,96
2,14
Hemoglobin (g/dL)
7,65
9,56
8,75
8,57
7,9
9,2
8,605
0,734486215
27
17
22
26
29
29
26,6666667
2,5819888897
WBC (×10^3/µL)
27,19
21,94
17,27
15,97
16,5
14,26
18,855
4,826695557
MCV (fl)
137,76
120,54
101,38
125
147,96
135,51
128,0244179
16,2677313
MCHC (%)
28,333
35,407
39,773
32,962
27,241
31,724
35,57342062
4,629091027
MCH (pg)
39,031
42,679
40,323
41,202
40,306
42,991
40,93333333
4,342034853
Hematokrit (%)
42
LAMPIRAN 2. Lampiran Hasil Analisis Statistik Hasil Analisis Eritrosit ONEWAY Eritrosit BY Perlakuan /MISSING ANALYSIS.
Oneway [DataSet0]
ANOVA Hasil Sum of Squares Between Groups
Df
.010
Mean Square
F
3 .003
Within Groups
1.787
20 .089
Total
1.797
23
Sig.
.038
.990
Hasil Analisis Hemoglobin (Hb) ONEWAY Hb BY Perlakuan /MISSING ANALYSIS.
Oneway [DataSet0]
ANOVA Hb Sum of Squares Between Groups
df
Mean Square
1,184
3
,395
Within Groups
41,187
20
2,059
Total
42,371
23
F
Sig. ,192
,901
43
Hasil Analisis Hematokrit/PCV ONEWAY PCV BY Perlakuan /MISSING ANALYSIS
Oneway [DataSet0]
ANOVA PCV Sum of Squares
df
Mean Square
Between Groups
36,458
3
12,153
Within Groups
93,500
20
4,675
129,958
23
Total
F 2,600
Sig. ,081
Hasil Analisis Leukosit ONEWAY Leukosit BY Perlakuan /MISSING ANALYSIS.
Oneway [DataSet0]
ANOVA Leukosit Sum of Squares Between Groups
df
Mean Square
50,315
3
16,772
Within Groups
330,903
20
16,545
Total
381,218
23
F 1,014
Sig. ,407
44
Hasil Analisis MCV (Mean Corpuscular Volume)
ONEWAY MCV BY Perlakuan /MISSING ANALYSIS.
Oneway [DataSet0] ANOVA MCV Sum of Squares Between Groups
df
Mean Square
1202,337
3
400,779
Within Groups
15133,824
20
756,691
Total
16336,161
23
F
Sig. ,530
,667
Hasil Analisis MCH (Mean Corpuscular Haemoglobin) ONEWAY mch BY perlakuan /MISSING ANALYSIS.
Oneway [DataSet1]
ANOVA mch Sum of Squares Between Groups
df
Mean Square
40.447
3
Within Groups
708.022
20
Total
748.469
23
13.482 .381 35.401
F
Sig. .768
45
Hasil Analisis MCHC (Mean Corpuscular Haemoglobin Concentration) ONEWAY MCHC BY Perlakuan /MISSING ANALYSIS.
Oneway [DataSet0]
ANOVA MCHC Sum of Squares Between Groups
df
Mean Square
20,321
3
6,774
Within Groups
699,373
20
34,969
Total
719,694
23
F
Sig. ,194
,899
46
LAMPIRAN 3. Data Hasil Berat Badan Ayam Broiler a. Umur 5 hari
94,3 71,3 85 93
Ratarata 96,8 85 95,25 85,25
210 130 132 165
Ratarata 157,5 140,67 147,33 156,67
410 450 430 480
Ratarata 411,67 475 436,67 445
720 860 730 810
Ratarata 670 796,67 766,67 825
Berat Badan (gram) P0 (kontrol) P1 (0,4 g) P2 (0,8 g) P3 (1,2 g)
111 66,4 87,2 62
92 82,3 107 90
92,4 88 79 120
120 85,5 105,7 80
71,1 97,8 107,6 85
b. Umur 7 hari Berat Badan (gram) P0 (kontrol) P1 (0,4 g) P2 (0,8 g) P3 (1,2 g)
140 120 135 140
145 135 170 180
110 144 120 190
150 145 167 135
190 170 160 130
c. Umur 14 hari Berat Badan (gram) P0 (kontrol) P1 (0,4 g) P2 (0,8 g) P3 (1,2 g)
480 420 420 460
380 330 370 440
460 400 360 470
440 370 560 310
300 520 480 510
d. Umur 21 hari Berat Badan (gram) P0 (kontrol) P1 (0,4 g) P2 (0,8 g) P3 (1,2 g)
630 700 750 740
700 630 840 920
740 850 860 840
690 850 720 850
540 890 700 790
47
e. Umur 28 hari
985 980 860 995
Ratarata 939,17 983,33 965 1079,17
1450 1660 1550 1850
Ratarata 1558,33 1650 1525 1821,67
Berat Badan (gram) P0 (kontrol) P1 (0,4 g) P2 (0,8 g) P3 (1,2 g)
920 900 840 1040
910 960 1000 1120
860 1080 1070 1140
1080 1030 980 1200
880 950 1040 980
f. Umur 34 hari Berat Badan (gram) P0 (kontrol) P1 (0,4 g) P2 (0,8 g) P3 (1,2 g)
1620 1540 1480 1820
1570 1620 1500 1760
1480 1570 1530 1810
1530 1730 1620 1790
1700 1780 1470 1900
48
LAMPIRAN 4. Lampiran Gambar 1. Alat pemeriksaan PCV
Skala mikro-hematokrit
Sentrifus
2. Alat pemeriksaan eritrosit dan leukosit
neubeur
49
Pipet thoma
3. Alat pemeriksaan hemoglobin
Alat sahli
Sampel penelitian darah ayam broiler
50
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 28Agustus 1992 di Ujung Pandang dari ayahanda Drs. H. Anwar Latief, M.Si dan ibunda Dra. Hj. Fatimah. Penulis merupakan anak keempat dari lima bersaudara.Penulis memasuki pendidikan formal sekolah dasar di SD Inp. Gunung Sari Baru Makassar dan lulus pada tahun 2004. Pada tahun yang sama, penuli smelanjutkan pendidikan di MTsN Model Makassar dan tamat pada tahun 2007. Selanjutnya, penulis melanjutkan pendidikan di MAN 2 Model Makassar dan tamat pada tahun 2010. Pada tahun tersebut penulis melanjutkan pendidikan kejenjang perguruantinggi Universitas Hasanuddin Fakultas Kedokteran Program Studi Kedokteran Hewan