PENGARUH PEMBERIAN PANGAN YANG DIFORTIFIKASI TERHADAP PENINGKATAN KONSUMSI GIZI DAN STATUS ANEMI IBU HAMIL1) THE EFFECT OF GIVEN FORTIFIED FOOD ON INCREASING NUTRITION CONSUMPTION AND ANEMIA STATUS OF PREGNANT Oleh: 2) 3) 4) Prihananto , Rimbawan , dan Sandjaja 1) Sebagian Disertasi Penulis Pertama, 2)Mahasiswa Program S3 Institut Pertanian Bogor 3) Departemen Gizi Masyarakat Institut Pertanian Bogor, 4)Puslibanggizi, Depkes Bogor (Diterima: 11 Desember 2006, disetujui: 30 Desember 2006) ABSTRACT The objective of this study was to analyze the effect of fortified foods on nutrition consumption and haemoglobin (Hb) status of pregnancy. This study was conducted in three sub-districts, i.e., Leuwiliang, Leuwisadeng and Ciampea. The 140 pregnant mothers from these sub-districts were selected for this study. From 140 pregnant mothers, 70 pregnant mothers were selected to receive fortified foods with multi-nutrients i.e. iron, iodine, zinc, folic acid, vitamin C, and vitamin A, for 6 months and 70 pregnant mothers did not receive any experimental food (control). Product selected as intervention carrier consisted of vermicelli, milk, and biscuit. The results of the study showed:(a) Compliance level of product feeding: bihun 90.72%, biscuit 94.64%, and milk 93.61%, (b) Intervention could improve nutrition consumption and fulfill energy 104% RDA, protein 80.7% iron 98.6% RDA, vitamin A 131% RDA, vitamin C 152.1% RDA, (c) intervention could reduce prevalence of anemia as much as 30% compare with control.
PENDAHULUAN Gizi kurang sebelum dan pada saat kehamilan berpotensi memberikan risiko dan komplikasi lebih besar terjadinya anemi, pendarahan, pertambahan berat badan yang tidak normal (kurang), mudah terkena infeksi, gangguan atau hambatan pada pertumbuhan janin baik sel tubuh maupun sel otak, dan berisiko memiliki bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR). Bayi BBLR mempunyai risiko lebih besar untuk meninggal pada usia satu tahun. Apabila mampu bertahan hidup, akan mempunyai risiko lebih besar untuk menderita penyakit degeneratif pada usia lebih muda dibandingkan bayi lahir dengan berat normal. Berat badan bayi lahir rendah juga dapat menyebabkan kekerdilan bila kondisi kesehatan dan makanan tidak cukup selama perkembangan
setelah kelahiran. Kondisi tersebut merupakan penyebab lebih dari 50% anak-anak di Asia Selatan memiliki berat badan rendah (Allen dan Gillespie, 2001). Di negara berkembang termasuk Indonesia, masalah gizi sangat rumit. Masalah gizi terkait erat dengan aspek biologi, sosial ekonomi, budaya, dan pelayanan kesehatan yang saling berkaitan (Mora dan Nestel, 2000). Saat ini, masalah gizi ibu hamil yang paling umum dijumpai adalah kurang energi protein dan anemi gizi. Di Indonesia, tahun 2001 prevalensi anemi ibu hamil 40% dan kurang energi kronis 41% (Depkes, 2003). Di negara berkembang, rerata konsumsi energi hanya dua pertiga dari rekomendasi yang dianjurkan (Mora dan Nestel, 2000) dan preva-lensi anemi ibu hamil berkisar antara 35-75% (Elder, 2000; Allen, 2000).
Pengaruh Pemberian Pangan ... (Prihananto, dkk.)
193 yang dikonsumsi kurang mengandung zat besi terutama dalam bentuk besiheme dan tidak cukup vitamin C yang sangat dibutuhkan untuk meningkatkan penyerapan zat besi (Verst, 1996), vitamin B12, folat, dan zeng (Broek dan Letsky, 2000). Mengingat dampak kekurangan gizi pada ibu hamil sangat luas dan mempunyai pengaruh jangka panjang terhadap penurunan kualitas sumberdaya manusia, maka diperlukan upaya perbaikan gizi. Salah satu upaya penanggulangan yang dapat dilakukan adalah pemberian pangan yang difortifikasi dengan zat mikromultigizi. Fortifikasi dimaksudkan untuk meningkatkan asupan dan penyerapan mikro-gizi agar kebutuhannya terpenuhi tanpa mengubah pola makan masyarakat setempat. Sehubungan dengan hal tersebut, telah dilaku-kan intervensi gizi pada ibu hamil dengan pemberian makanan tambahan berupa biskuit, bihun, dan susu yang difortifikasi. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis pemberian pangan yang difortifikasi terhadap peningkatan konsumsi gizi dan status anemi ibu hamil di pedesaan. METODE PENELITIAN Penelitian dilakukan di Kecamatan Leuwiliang, Leuwisadeng, dan Ciampea, Kabupaten Bogor. Penentuan lokasi kecamatan didasarkan pada pertimbangan kemudahan teknis di lapangan dan adanya kerjasama yang baik dari pihak puskesmas dan kecamatan setempat, serta didasarkan pada tujuan penelitian. Penelitian (intervensi pangan) dilakukan selama 6 bulan. Penelitian ini berbentuk
percobaan. Jumlah contoh ibu hamil 140 orang yang dibagi ke dalam dua kelompok secara acak, yaitu 70 orang sebagai perlakuan dan 70 orang sebagai kontrol. Syarat contoh yang dipilih adalah ibu hamil usia 18-35 tahun, usia kehamilan 2-5 bulan, tidak merokok dan minum alkohol, serta tidak sakit kronis. perlakuan diberikan Tabel Kelompok 1. Takaran Saji Setiap Kali Konsumsi Ibu Hamil produk bagi pangan fortifikasi dengan takaran saji sebagai berikut (Tabel 1). Jumlah (g) Produk Per takaran sajiKonsumsi per hari Susu Biskuit Bihun
35 28 57
70 56 57
Paket produk pangan fortifikasi diberi-kan tiap minggu untuk dikonsumsi setiap hari. Jenis produk pangan fortifikasi meliputi susu tiga rasa, biskuit tiga rasa, dan bihun satu rasa. Tiap ibu hamil diberi satu paket produk pangan fortifikasi per minggu untuk dikonsumsi setiap hari. Tiap minggu, paket produk yang diberi-kan selalu beragam (Tabel 2). Jenis data yang dikumpulkan meliputi keadaan sosial ekonomi keluarga, usia keha-milan pada awal penelitian, konsumsi pangan, tingkat kepatuhan konsumsi, dan kadar Hb. Pengolahan data statistika dasar juga dilaku-kan, seperti rerata, simpangan baku, nilai minimum dan maksimum. Statistika dan takaran yang dihitung disajikan dalam bentuk tabel, gambar, diagram, dan lain-lain. Pembandingan antara kelompok intervensi dan kontrol dilakukan untuk melihat pengaruh intervensi terhadap status Hb dan
ISSN. 1411-9250 Jurnal Pembangunan Pedesaan Vol. 6 No. 3, Des 2006 - Mar 2007: 192-200
194 Tabel 2. Keragaman Pemberian Produk Makanan Fortifikasi untuk Ibu Hamil Produk Minggu 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Susu Rasa Coklat Vanila Katuk
Biskuit Rasa Susu Coklat Keju
XX
Bihun Bihun
XX XX
XX XX
XX XX
XX XX
XX XX
XX XX
XX
penambahan vitamin C, vitamin A, asam folat, dan mineral besi, seng, dan iodium untuk memperkaya zat gizi tersebut. Jenis produk terpilih yang digunakan sebagai pangan pembawa adalah biskuit, bihun, dan susu. Ketiganya hanya berbeda dalam hal rasa, tetapi komposisi gizinya relatif sama (Tabel 3). Beberapa faktor yang dipertimbangkan dalam pemilihan jenis produk adalah produk sudah dikenal dan diterima masyarakat secara luas, praktis, punya daya simpan relatif lama, dan mudah dalam penyajiannya.
HASIL DAN PEMBAHASAN Produk Pangan Intervensi Komposisi produk merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan intervensi perbaikan gizi pada ibu hamil. Oleh karena itu, komposisi gizi harus menjadi acuan dalam perancangan suatu produk pangan. Upaya peningkatan komposisi gizi produk dapat dila-kukan melalui fortifikasi. Fortifikasi zat gizi harus diarahkan kepada zat gizi utama yang diperlukan oleh sasaran (ibu hamil). Fortifikasi pada penelitian ini adalah
Tabel 3. Komposisi Zat Gizi dalam 100 gram Zat Gizi
Bis NF
Energi (Kkal) 486,71 Protein (%) 7,01 Fe (mg) 3,21 20,86 Iodium (mcg) 125,42 Vit A (RE) Vit C (mg) 1,02 Asam Folat (mcg) 23,41 Seng (mg) 1,56 Kadar Air (%) 2,72 Kadar Abu (%) 1,18 Kadar Lemak (%) 20,49 Kadar Karbohidrat (%)66,09
Bis F 488,04 6,69 16,00 36,76 345,76 46,39 66,72 6,30 2,35 1,31 20,54 67,08
Bih NF 378,14 5,53 2,56 2,00 35,17 3,35 25,30 0,72 10,21 3,21 6,37 74,68
Bih F 375,72 6,43 10,32 18,27 494,91 45,27 159,56 4,40 9,83 3,43 5,75 74,57
Susu NF
Susu F
410,32 15,29 1,54 24,35 170,16 71,81 29,58 1,95 1,94 4,33 7,08 71,36
399,73 14,63 22,58 58,40 468,19 127,20 48,55 3,29 1,83 4,85 5,29 73,40
Keterangan: Bis = biskuit; Bih = bihun; F = Fortifikasi ; N = tidak. Pengaruh Pemberian Pangan ... (Prihananto, dkk.)
195
Ciri Responden Semua peubah ciri responden antara perlakuan dan kontrol tidak terdapat perbedaan nyata kecuali pendidikan ibu hamil. Pendidikan ibu hamil pada kelompok kontrol lebih baik dibandingkan kelompok perlakuan. Rerata lama pendidikan ibu hamil 6,3 tahun dengan simpangan baku 2,3 tahun lebih rendah dibandingkan kelompok kontrol dengan lama pendidikan 7,4 tahun dengan simpangan baku 2,2 tahun (Tabel 4). Pendidikan suami antara kelompok perlakuan dan kontrol tidak terdapat perbedaan nyata. Rerata lama pendidikan suami pada kelompok perlakuan dan kontrol adalah 7,4 tahun. Ciri lainnya seperti umur, usia keha-milan, besar keluarga, pengeluaran pangan, dan pendapatan keluarga relatif homogen. Rerata umur suami pada kelompok perlakuan 34,5 tahun dan kontrol 32,9 tahun. Hal ini berarti bahwa umur suami pada kedua kelompok berada pada masa usia produktif. Rerata besar keluarga contoh 4,8 orang pada kelompok perlakuan dan 4,9 pada kelompok kontrol. Nilai rerata baik pada perlakuan maupun kontrol lebih besar dari baku keluarga ideal menurut program keluarga berencana, sebanyak 4 orang. Apabila dilihat dari pengeluaran
pangan, maka persentasenya cukup tinggi. Rerata persentase pengeluaran pangan sebesar 72,8% untuk perlakuan dan 74,7% untuk kontrol. Tingginya persentase pengeluaran pangan pada kedua kelompok memberikan petunjuk rendahnya status ekonomi. Rerata Penyerapan Zat Gizi Tingkat konsumsi zat gizi ibu hamil pada awal penelitian tidak terdapat perbedaan nyata pada a 0,05. Rerata tingkat kecukupan energi kelompok kontrol 1.412 kkal (76,37% AKG), dan perlakuan 1.234 kkal (66,61% AKG). Begitu pula konsumsi protein masih di bawah AKG yang dianjurkan. Konsumsi protein kelompok perlakuan 28,3 g dan kontrol 30,0 g. Hasil tersebut hampir sama dengan penelitian Hardinsyah et al. (2002), yaitu rerata konsumsi energi ibu hamil 1160 Kkal untuk wilayah yang sama. Selain masalah makro-gizi, mikro-gizi juga merupakan masalah bagi ibu hamil di wilayah penelitian. Konsumsi vitamin C, vitamin A, dan juga mineral besi pada semua kelompok masih berada di bawah kebutuhan yang dianjurkan. Rerata tingkat kecukupan mineral besi sebesar 35,78%, vitamin A 67,14%, dan vitamin C 29,09%. Tingkat kecukupan konsumsi Fe nilainya relatif sama dengan penelitian Nasoetion (2005), yang berkisar antara 28 sampai 53%.
Tabel 4. Ciri Responden Peubah
Penguatan (n=63)
Pendapatan keluarga (Rp) 561.753,9 ± 288.398,8 Besar keluarga (org) 4,8 ± 2,02 Lama pendidikan isteri (th) 6,3 ± 2,3 7,6±3,2 Lama pendidikan suami (th) 3,44 ± 1,0 Usia kehamilan (bln) 28,1 ± 4,3 Umur isteri (th) 34,5 ± 5,7 Umur suami (th)
Kontrol (n=63) 573.547,6 ± 254.035,4 4,9 ± 2,5 7,5 ± 2,2 7,4±2,9 3,48 ± 1,1 26,8 ± 4,5 32,9 ± 7,1
ISSN. 1411-9250 Jurnal Pembangunan Pedesaan Vol. 6 No. 3, Des 2006 - Mar 2007: 192-200
196 dibandingkan dengan kontrol. Hal ini berarti intervensi pangan berpengaruh terhadap peningkatan konsumsi zat gizi ibu hamil. Konsumsi energi kelompok perlakuan 2031 Kkal lebih besar 221 Kkal dibandingkan kelompok kontrol. Hal yang sama terjadi pada konsumsi protein. Konsumsi protein kelompok penguatan 49,24 g lebih besar 9 g dibanding kontrol. Peningkatan konsumsi juga terjadi pada konsumsi vitamin A, vitamin C dan mineral besi (Tabel 5). Peningkatan konsumsi zat gizi ke-lompok perlakuan ternyata mampu memenuhi kebutuhan AKG berdasarkan Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi tahun 2004 (LIPI, 2004). Di sisi lain, kelompok kontrol masih di bawah AKG yang dianjurkan kecuali konsumsi vitamin A telah memenuhi AKG. Tingkat kecukupan vitamin C 52,9%, besi 41,7%, protein 65,9%, dan energi 93% (Tabel 6). Kenyataan tersebut menunjukkan bahwa intervensi pangan yang difortifikasi tidak hanya meningkatkan konsumsi energi dan protein, tetapi juga meningkatkan konsumsi vitamin A, vitamin C, dan mineral besi, yang saat ini merupakan
masalah gizi ibu hamil di negara berkembang, terutama di Indonesia. Rerata tingkat Kecukupan konsumsi Fe pada akhir intervensi besarnya 98,57%, sedikit lebih rendah dibandingkan penelitian Nasoetion (2005), yang memberikan suplemen biskuit multigizi dengan nilai antara 126 sampai 139%. Tingkat Kepatuhan Konsumsi Produk yang Dimakan Pada intervensi pangan, selain kan-dungan zat gizi, faktor lain yang berpengaruh terhadap tingkat kepatuhan konsumsi harus diperhatikan. Sifat sensoris, preferensi, daya terima, dan keragaman produk yang diberikan merupakan komponen yang mempengaruhi tingkat kepatuhan konsumsi. Sebaran tingkat kepatuhan konsumsi produk yang dimakan disajikan pada Gambar 1. Berdasarkan Gambar 1 terlihat bahwa tingkat kepatuhan konsumsi bihun, biskuit, dan susu cukup tinggi. Tingginya tingkat kepatuhan konsumsi produk dipengaruhi antara lain oleh keragaman produk yang diberikan, sifat sensoris, dan juga keberhasilan dalam pemasyarakatan pada ibu hamil.
Tabel 5. Konsumsi Zat Gizi pada Akhir Inter-Tabel 6. Tingkat Kecukupan Zat Gizi pada vensi Akhir Intervensi
Zat Gizi
Konsumsi Zat Gizi Perlakuan
Energi (kkal) 2030,88 Protein (gr) 49,24 Vitamin A (RE)1052,41 Vitamin C (mg) 129,27 Fe (mg) 30,95
a a a a a
Tingkat Kecukupan (%)
Kontrol 1809,11 40,21 826,84 44,98 13,08
Zat Gizi
b b b b b
Energi Protein Besi Vitamin A Vitamin C Keterangan: Nilai yang diikuti huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan beda nyata dengan uji T pada a 0,05. Pengaruh Pemberian Pangan ... (Prihananto, dkk.)
Perlakuan (n=58)
Kontrol (n=58)
104,86 80,70 98,57 131,55 152,08
93,41 65,90 41,66 103,35 52,92
197
Gambar 1. Tingkat kepatuhan konsumsi produk yang dimakan. susu vanila + biskuit keju. Banyaknya keragaman produk yang diberikan dapat menurunkan unsur kebosanan atau kejenuhan terhadap produk yang dimakan. Kenyataan di atas menunjukkan, bihun, biskuit, dan susu memiliki sifat sensoris yang diterima oleh masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari tingkat kepatuhan konsumsi yang lebih besar dari 90% untuk ketiga produk. Selain faktor yang telah disebutkan di atas, tingginya tingkat kepatuhan dikarenakan ketiga produk sudah sangat dikenal masyarakat. Bihun bahan bakunya berasal dari beras yang merupakan makanan pokok masyarakat Indonesia. Biskuit terbuat dari terigu yang telah dikonsumsi seca-ra luas oleh masyarakat, demikian pula dengan susu merupakan minuman yang juga diterima masyarakat. Bihun, biskuit, dan susu yang diberikan pada ibu hamil per paket per hari memberikan
sumbangan energi, protein, besi, seng, dan iodium seperti tersaji pada Tabel 7. Status Hb Darah Ibu Hamil Rerata kadar Hb pada awal intervensi tidak terdapat perbedaan nyata antara kelompok perlakuan dan kontrol dengan uji T pada a 0,05. Pada awal intervensi, rerata kadar Hb pada kelompok perlakuan 11,2 g/dl, dengan kisaran 7,8 sampai 13,6 g/dl (Tabel 8). Pada kelompok kontrol, kadar Hb awal intervensi adalah 10,9 g/dl, dengan kisaran 8,7 sampai 12,9 g/dl. Pada akhir intervensi, yaitu pada usia kehamilan 8 bulan atau trimester ketiga, kadar Hb pada kelompok perlakuan turun sedikit (-0,2 g/dL) menjadi 11 g/dL, sedangkan pada kelompok kontrol turun secara tajam (-1,1 g/dL) menjadi 9,8 g/dL. Persentasi besarnya penurunan kadar Hb disajikan pada Gambar 2.
Tabel 7. Sumbangan Zat Gizi dari Intervensi Pangan Per Hari Per Ibu Hamil Energi Kkal Konsumsi 494,13 26,02 %AKG
Protein g
Vit A (RE)
Folat (mcg)
Vit C (mg)
Besi (mg)
Seng (mg)
Iodium (mcg)
14,36 23,50
527,42 65,93
91,48 15,25
107,14 126,05
21,63 55,47
4,94 26,71
52,59 26,30
ISSN. 1411-9250 Jurnal Pembangunan Pedesaan Vol. 6 No. 3, Des 2006 - Mar 2007: 192-200
198 Tabel 8. Rerata Kadar Haemoglobin Sebelum dan Sesudah Intervensi Waktu Sebelum Sesudah (Trimester 3) Selisih
Perlakuan (g/dL) Rerata
Kontrol (g/dL)
Terkecil Terbesar
Rerata
Terkecil Terbesar
11,2±1,2 11,0±1,0
7,80 8,94
13,61 13,06
10,9±1,0 9,8±1,0
8,75 7,54
12,91 11,77
-0,2
1,14
-0,55
-1,1
-1,21
-1,14
pada kelompok kontrol, merupakan fenomena normal yang diakibatkan oleh “physiologic dilution” akibat pengembangan volume plasma. Selama kehamilan, volume darah akan naik 35-45% dibanding kondisi tidak hamil (Ladipo, 1995). Di sisi lain, adanya intervensi pemberian pangan yang difortifikasi, mampu mempertahankan kadar Hb darah pada akhir intervensi (trimester III) dengan rerata kadar Hbnya masih tergolong normal, yaitu 11 g/dL. Apabila dibandingkan dengan kontrol intervensi pangan fortifikasi memberikan peningkatan kadar Hb sebesar 0,9 g/dl. Hasil ini lebih baik bila dibandingkan dengan hasil penelitian Anwar et al. (2003), yang menun-jukkan bahwa intervensi dengan crackers tinggi protein dan besi memberikan pening-katan kadar Hb sebesar 0,53 g/dl. Sebaliknya, penelitian Hardinsyah et al. (2000)
dengan pemberian makanan kudapan yang difortifikasi dengan multi-vitamin dan mineral, tidak memberikan pengaruh peningkatan status vitamin dan mineral yang dicoba. Status Anemi Ibu Hamil Wanita hamil dikatakan anemi bila mempunyai kadar Hb < 110 g/l (WHO, 1996; Depkes, 2003). Hasil analisis menunjukkan, prevalensi anemi ibu hamil di wilayah penelitian masih cukup tinggi. Pada saat awal penelitian, prevalensi anemi ibu hamil pada kelompok perlakuan 42,9%, dan kontrol 50,8%. Apabila dibandingkan dengan angka prevalensi anemi di Indonesia, prevalensi anemi di wilayah penelitian terlihat lebih tinggi. Prevalensi anemi di Indonesia tahun 2001 hanya 40% (Depkes, 2003). Pada kelompok kontrol, prevalensi anemi sangat tinggi
Gambar 2. Persentase penurunan kadar Hb di awal kehamilan sampai trimester ketiga. Pengaruh Pemberian Pangan ... (Prihananto, dkk.)
199 (tahun 1995). Prevalensi anemi di Indonesia tahun 1995 besarnya 50,9% (Depkes, 2003). Pada usia kehamilan 8 bulan (akhir intervensi), prevalensi anemi kelompok kontrol naik nyata lebih tinggi dibandingkan kelompok perlakuan. Kelompok perlakuan naik sedikit, yaitu dari 5,4% menjadi 48,3%, dibandingkan kelompok kontrol naik dari 35,45 menjadi 86,2%. Perbandingan kenaikan prevalensi anemi ibu hamil antara kelompok perlakuan dan kontrol disajikan pada Gambar 3. Berdasarkan Gambar 3, tampak bahwa intervensi pangan fortifikasi berpengaruh terhadap prevalensi anemi ibu hamil. Apabila dibandingkan kontrol, intervensi pangan dapat menurunkan prevalensi anemi ibu hamil 30% dibandingkan kontrol. Hasil ini sejalan dengan penelitian Suharno dan Muhilal (1996), yang menunjukkan bahwa pemberian suplemen besi dan vitamin A secara bersamaan mampu me-nurunkan anemi pada ibu hamil lebih besar dibandingkan bila hanya diberi suplemen secara tunggal. KESIMPULAN
1. Tingkat kepatuhan konsumsi produk tinggi, berturut-turut bihun 90,72%, biskuit 94,64%, dan susu 93,61%. 2. Intervensi pangan fortifikasi dapat meningkatkan konsumsi zat gizi ibu hamil hingga memenuhi %AKG, kecuali protein hanya 80,7% AKG. Tingkat kecukupan energi 104% AKG, besi 98,6% AKG, vitamin A 131,6% AKG, dan vitamin C 152,1% AKG. 3. Apabila dibandingkan kontrol, intervensi pangan fortifikasi mampu menurunkan prevalensi anemi ibu hamil 30,0%, dan meningkatkan kadar Hb 0,9 g/dl. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih ke-pada: (a) SEAFAST CENTER Institut Pertanian Bogor (IPB) yang telah memberikan dana penelitian, (b) Ketua dan anggota komisi pembimbing yang telah memberikan bimbingan, (c) Tim Feeding Program dari Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan dan Gizi Masyarakat IPB yang telah memberikan kesempatan bergabung untuk melaksanakan penelitian hingga
Gambar 3. Pengaruh intervensi terhadap prevalensi anemi ibu hamil.
ISSN. 1411-9250 Jurnal Pembangunan Pedesaan Vol. 6 No. 3, Des 2006 - Mar 2007: 192-200
200
DAFTAR PUSTAKA Alen, H.L. 2000. Anemia and iron deficiency: Effects on pregnancy outcome. Am. J. Clin. Nutr. 71(suppl):1280S-4S. Allen, A. and S. Gillespie. 2001. What Works. A review of the efficacy and effectiveness of nutrition interventions. ACC/SCN Nutrion Policy Paper no. 19ADB Nutrition and Development Series No. 5. Anwar, F., S.M. Atmojo, E.S. Mudjanjanto, dan D. Martianto. 2003. Pemberian makanan tambahan (PMT) biskuit dari tepung ikan yang difortifikasi dengan besi untuk penanggulangan anemia pada ibu hamil. Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Broek, V. and C. Letsky. 2000. Etiology of anemia in pregnancy in South Malawi. Am. J. Clin. Nutr. 72:247S-256S. Departeman Kesehatan RI. 2003. Gizi Dalam Angka. Depkes RI, Jakarta. Elder, L.K. 2000. Issue for Programming for Maternal Anemia. Center for Population Health and Nutrition. USAID. Hardinsyah, D. Briawan, dan Y.H. Efendi. 2000. Dampak suplementasi biskuit multigisi terhadap status besi, zinc dan asam folat serum darah ibu hamil. Makalah disajikan pada Seminar
Hasil-hasil Penelitian Bidang Kesehatan dan Gizi Masyarakat, Bogor, 18 Juni 2000. Ladipo, O.A. 1995. Opportunities and constraints for reproductive health research in developing countries. Pp. 489-500. In: van Look, P.F. and G. Perez-Palacios (Eds.), Contraceptive Research and Development, 1984-1994: The Road from Mexico City to Cairo and Beyond. Oxford University Press, New Delhi. LIPI. 2004. Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII. Jakarta1719 Mei 2004. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Jakarta. Mora, O.J. and P. Nestel. 2000. Improving prenatal nutrition in developing countries: strategies, prospects, and challenges. Am. J. Clin. Nutr. 71(5):1353S-1363S. Nasoetion, A. 2005. Pengaruh suplementasi biskuit multigizi mengandung seng pada ibu hamil terhadap kandungan seng air susu ibu (ASI). Media Gizi dan Keluarga 29(2):47-54. Suharno, D. dan Muhilal. 1996. Vitamin A and nutritional anemia. Food and Nutrition Bulletin 17(1):7-10. Verst, A. 1996. Fortification of flour with iron in countries of the eastern mediterranean Middle East And North Africa. Regional Adviser, Nutrition, Food security and Safety, WHO, Regional Office for The eastern Mediterranean. WHO. 1996. Trace elements in human
Pengaruh Pemberian Pangan ... (Prihananto, dkk.)