H HA ASSIILL PPEEN NEELLIITTIIA AN N
PENGARUH PEMBERIAN PANGAN FORTIFIKASI ZAT MULTI GIZI MIKRO PADA IBU HAMIL TERHADAP STATUS GIZI DAN MORBIDITAS BAYI DARI USIA 0-6 BULAN Bernatal Saragih1, Hidayat Syarief2, Hadi Riyadi2, Amini Nasoetion2, dan Rosmala Dewi3 1
Program Doktor GMK IPB dan Dosen Fakultas Pertanian Unmul Samarinda 2 Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor 3 Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi Badan Litbang Kesehatan Depkes
ABSTRACT Among many factors influenced the growth rate and development of an infant, the nutrition factor is the most important one. Nutritional status is determined by the maternal diet during pregnancy. It is determined by the adequacy of breast feeding and complementary foods given throughout the infancy period. Therefore, the objective of this study to analize the effect of multi micronutrients fortified supplementary food in pregnant mother on nutritional status and morbidity of infants from 0 to 6 months of age. This study was conducted in tree sub-districts of Bogor Distritcs namely: Leuwiliang, Leuwisadeng and Ciampea. Total of infants that this study has followed up were 120 with prospective cohort. From 120 infants this study selected 40 infants as fortified groups (pregnant mothers was received fortified food (vermicelli, milk and biscuit) with multinutrients i.e. iron, iodine, zinc, folic acid, vitamin C and vitamin A), 40 infants as unfortified groups (pregnant mothers was received non fortified foods) and 40 infants as control groups (pregnant mother did not receive any experiment food). Data analyzed using SPSS 13.0. Z-score were calculated for the lengthfor-age (HAZ) and weight-for age (WAZ), using WHO 2006 growth references. The result of study showed multi micronutrients fortified supplementary food in pregnant mother had significant effect on nutritional status (HAZ) at 6 months. Stunting (5.0%) and underweight (2.5%) finding at two months of infants age in control group. The mean of infants morbidity 0 up to 6 months higher in control group compared with unfortified and unfortified higher than fortified groups. Infants morbidity had negative ascociated with nutritional status and hematocrit. The anemia status (Ht< 33%) of infant at 6 months i.e. 27.8% were fortified group, 30.6% were unfortified group and 38.9% were control group. Keywords: Multi micronutrients, Morbidity, Hematocrit
Pregnancy,
PENDAHULUAN Pertumbuhan dan perkembangan bayi tidak hanya dipengaruhi oleh kondisikondisi setelah lahir, namun sejak pembentukannya dalam kandungan ibu. Gizi ibu selama hamil dan menyusui ikut mendukung terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak. Gagal tumbuh linier dapat terjadi sejak usia sebulan yang sebenarnya merupakan akibat retardasi dalam
Infant,
Nutritional
status,
uterus (Shrimpton, 2001) dan terus menurun tajam dan baru melandai pada tingkat minus 1,5-2 Z-score ketika berusia 2 tahun (Jahari, 2000; Atmarita, 2005). Hasil penelitian Schmidt et al. (2002) menunjukkan penyimpangan pertumbuhan bayi di Indonesia (Jawa Barat) dimulai pada waktu bayi berumur 6–7 bulan, dengan prevalensi stunting 24 persen dan underweight 32 persen pada umur 12 bulan.
Pengaruh Pemberian Pangan Fortifikasi Zat Multi Gizi Mikro pada Ibu Hamil (1–10) 1 Bernatal Saragih, Hidayat Syarief, Hadi Riyadi, Amini Nasoetion, dan Rosmala Dewi Universitas Sumatera Utara
Anak yang dilahirkan dengan berat badan rendah berpotensi menjadi anak dengan gizi kurang bahkan menjadi buruk (Arifeen et al., 2006). Lebih lanjut lagi, gizi buruk pada anak balita berdampak pada penurunan tingkat kecerdasan atau IQ. Setiap anak gizi buruk mempunyai risiko kehilangan IQ 10–13 poin. Lebih jauh lagi dampak yang diakibatkan adalah meningkatnya kejadian kesakitan bahkan kematian. Mereka yang masih dapat bertahan hidup akibat kekurangan gizi yang bersifat permanen kualitas hidup selanjutnya mempunyai tingkat yang sangat rendah dan tidak dapat diperbaiki meskipun pada usia berikutnya kebutuhan gizinya sudah terpenuhi (Depkes, 2004). Gizi selama kehamilan juga sangat membantu dalam menentukan hasil laktasi. Kuantitas dan kualitas ASI berhubungan dengan diet ibu selama hamil. Hasil penelitian menunjukkan bahwa suplementasi zat gizi selama kehamilan berpengaruh terhadap komposisi zat gizi ASI dan pertumbuhan bayi serta status gizi bayi (Ortega et al., 1997; Gibson et al., 1997; Jarjou et al., 2006; Hilson et al., 2006). Tingkat morbiditas juga mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan, malnutrisi dan tingginya mortalitas bayi (Sudigbia, 1990; Stephensen, 1999; Pudjiadi, 2001, Li et al., 2004; Long et al., 2006). Anemia pada bayi akan mengganggu pertumbuhan dan perkembangan. Di Indonesia prevalensi anemia usia 6 bulan 61 persen dan meningkat 65 persen pada usia 12 bulan dan 31 persen balita kurang gizi (-2 zskorBB/U) (Depkes, 2001). Bayi yang lebih dari 6 bulan ASI eksklusif memiliki Hb yang lebih rendah dibandingkan yang ASI 4–6 bulan, yang diukur pada umur 9 bulan serta ibu yang anemia anaknya memiliki risiko anemia 3 kali dibandingkan ibunya yang tidak anemia (Maizen-Derr et al., 2006). Salah satu alternatif memotong siklus hayati kekurangan gizi adalah jatuh pada mata rantai status gizi dan kesehatan ibu hamil yang merupakan faktor penentu kesehatan dan gizi generasi selanjutnya. Oleh karena itu, penting sekali untuk mencegah kurang gizi pada masa janin. Intervensi gizi pada masa kehamilan dapat memperbaiki komposisi dan ukuran tubuh pada masa remaja dan dewasa kelak. Pemberian pangan fortifikasi zat multi gizi pada ibu hamil
2
adalah salah satu alternatif perbaikan gizi bagi generasi yang selanjutnya. Hasil penelitian di Bangladesh menunjukkan bahwa ibu yang pada waktu hamil diberikan suplementasi makanan 608 kkal per hari selama 4 bulan dapat meningkatkan berat bayi lahir 118 g (Shaheen et al., 2006). Pada tahun 2005–2006 SEAFAST IPB, melakukan suatu studi mengenai “Pengaruh Pemberian Pangan yang Difortifikasi Zat Multi Gizi Mikro terhadap Status Gizi Ibu Hamil dan Berat Bayi Lahir”. Zat gizi yang digunakan sebagai fortifikan adalah asam folat, vitamin A, vitamin C, besi, iodium, dan seng. Dampak lanjutan penelitian tersebut merupakan suatu kajian penelitian yang menarik. Hal ini disebabkan berbagai studi membuktikan pemberian pangan dan suplementasi zat multi gizi mikro pada saat ibu hamil memberikan dampak lanjutan pada bayi yang dilahirkan (Sunawang, 2001; Herawati, 2003). Pengaruh suplementasi makanan secara kumulatif tidak terjadi pada 6 bulan pertama (Walker et al., 1991). Intervensi gizi pada masa kehamilan juga memberikan cadangan atau simpanan zat gizi yang lebih baik pada ibu dan janin, misalnya intervensi besi dapat meningkatkan simpanan besi dalam bentuk ferritin atau haemosiderin dalam hati dan darah, seng dalam bentuk α-macroglobulin, asam folat dalam bentuk poliglutamat, dan iodium dalam tiroid dalam bentuk triglobulin. Simpanan ini dapat dimanfaatkan bayi dari ASI selama masa menyusui misalnya laktoferin. Demikian juga halnya dengan zat gizi yang pro pertumbuhan seperti seng, yodium, vitamin A dan folat diduga memungkinkan meningkatkan cadanganya pada bayi yang dilahirkan. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di 21 Desa, terletak di Kecamatan Leuwiliang, Ciampea dan Leuwisadeng Kabupaten Bogor Pripinsi Jawa Barat. Penentuan lokasi didasarkan bahwa Jawa Barat memiliki angka kematian ibu 321 per 100.000 kelahiran hidup (BPS 2003). Selanjutnya penentuan lokasi kecamatan didasarkan pada pertimbangan kemudahan teknis di lapangan dan adanya kerjasama yang baik dari pihak pemerintah daerah setempat (kecamatan) dan
Pengaruh Pemberian Pangan Fortifikasi Zat Multi Gizi Mikro pada Ibu Hamil (1–10) Bernatal Saragih, Hidayat Syarief, Hadi Riyadi, Amini Nasoetion, dan Rosmala Dewi Universitas Sumatera Utara
juga Puskesmas. Partisifan penelitian adalah bayi yang dilahirkan dari ibu pada waktu hamil ikut program feeding dan non feeding selama 6 bulan dengan judul Pengaruh Pemberian Pangan yang Difortifikasi Zat Multi Gizi Mikro terhadap Status Gizi Ibu Hamil dan Berat Bayi Lahir. Dengan kelompok perlakuan; ibu yang mendapat intervensi biskuit, bihun dan susu yang difortifikasi dengan vitamin A, C, asam folat, besi, seng dan iodium (Fortifikasi), mendapat intervensi biskuit, bihun dan susu tanpa difortifikasi (Tanpa Fortifikasi) dan tanpa menerima makanan tambahan (Kontrol). Bayi tidak sakit serius (tidak memiliki penyakit jantung, ginjal serta kelainan organ tubuh lainnya), berat badan lahir > 2500 gram (normal), tidak kembar dan kelahiran dengan cara normal. Sedangkan kriteria ibu hamil yang digunakan pada penelitian sebelumnya adalah berusia 18–35 tahun, usia kehamilan 2–3 bulan, bukan kehamilan pertama atau di atas kehamilan kelima, sehat, tidak merokok dan minum alkohol, tidak memiliki penyakit kronik, dan bersedia mengikuti kegiatan penelitian lanjutan dengan umur bayi 0–6 bulan. Ibu yang sudah melahirkan dilakukan pendataan ulang dan ditanyakan kesediaannya (informed consent) untuk mengikuti penelitian lanjutan terhadap pertumbuhan, perkembangan motorik, dan status anemia bayi yang diikuti secara kohort 0-6 bulan. Dari hasil pendataan ulang, perlakuan tidak dianalisis, karena masalah-masalah kesehatan, BBLR, kembar dan sosial pada ibu dan bayi dari 165 bayi, maka terjadi penyusutan jumlah contoh 120 orang, untuk masingmasing perlakuan 40 orang. Panjang badan, berat badan, morbiditas, status pemberian asi, di amati setiap bulan dari 0-6 bulan serta hematokrit bayi di ukur pada usia 6 bulan. Oleh karena penelitian lanjutan ini juga melibatkan manusia sebagai contoh perlakuan, ethical clereance telah diperoleh dari Komisi Etik Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Persetujuan setelah penjelasan penelitian (informed consent) juga diperolah dari partisipan secara tertulis untuk masingmasing penelitian tersebut. Pengolahan data dilakukan menggunakan program SPSS versi 13.0. Z-skore PB/U dan BB/U dianalisis dengan menggunakan rujukan WHO 2006 dan morbiditas atau tingkat kesakitan bayi
dihitung dengan mengalikan faktor lama sakit dan skor jenis penyakit (Firlie, 2000). HASIL DAN PEMBAHASAN Status Gizi Z-Skor PB/U Z skor adalah nilai tingkat pertumbuhan yang dibakukan dengan posisinya dari nilai rujukan. Penentuan Z skor ini juga untuk menentukan status gizi bayi berdasarkan titik potong (cut of point) tertentu dalam penelitian ini digunakn cut of point -2 SD untuk mendeteksi stunting dan underweight pada bayi 0-6 bulan. Hasil uji Ancova (Analisis of Covariance) menunjukkan efek bersih z-skor PB/U berbeda nyata (p<0,05) antar perlakuan pada saat usia 6 bulan. Z-skor PB/U pada kelompok tanpa fortifikasi dan kontrol pada umur 6 bulan mengalami penurunan dari nilai Z skor PB/U bayi lahir masing-masing 0,26+0,88 dan -0,52+1,16. Sedangkan pada kelompok fortifikasi mengalami kenaikan yaitu 0,50+0,92. Pada Gambar 1 menunjukkan bahwa bayi pada kelompok fortifikasi dan tanpa fortifikasi belum ada yang mengalami stunting (z-skor PB/U: –2 SD), sedangkan pada kelompok kontrol kejadian stunting telah terjadi pada bayi dimulai umur 2 bulan. Presentasi bayi yang mengalami stunting pada kelompok kontrol usia 6 bulan sebesar 10%. Indeks z-skor PB/U bayi perempuan pada usia 0–6 bulan disajikan pada Gambar 2. Pada Gambar 2 terlihat kelompok tanpa fortifikasi dan kontrol setelah mengalami kenaikan nilai z-skor pada usia 2 bulan kembali menurun dan penurunan yang sangat curam terjadi pada kelompok kontrol. Akan tetapi kelompok fortifikasi secara perlahan menaik z-skor PB/U hingga usia bayi 6 bulan. Pada Gambar 3 kurva pertumbuhan berdasarkan z-skor PB/U bayi laki-laki pada bulan pertama setelah kelahiran z-skor PB/U mengalami kenaikan hal ini mungkin disebabkan fase adaptasi terhadap lingkungan baru yaitu diluar janin lebih cepat pada laki-laki dibandingkan perempuan hal ini mendukung terhadap kecepatan pertumbuhan pada bayi laki-laki lebih cepat.
Pengaruh Pemberian Pangan Fortifikasi Zat Multi Gizi Mikro pada Ibu Hamil (1–10) 3 Bernatal Saragih, Hidayat Syarief, Hadi Riyadi, Amini Nasoetion, dan Rosmala Dewi Universitas Sumatera Utara
pertama menunjukkan kondisi yang baik. Sebaliknya setelah umur 2 bulan pertumbuhan berat badan cenderung menurun lambat dan pertumbuhan linier turun naik lebih tajam. Menurut Hautvast et al. (2000) retardasi pertumbuhan linier mulai terjadi sebelum atau pada saat usia 3 bulan pertama kehidupan.
Dari Gambar 2 dan 3 menunjukkan peyimpangan pertumbuhan (growth faltering) telah terjadi pada usia 1 bulan bayi laki-laki dan 2 bulan bayi perempuan kelompok kontrol. Penyimpangan Z-skor dari titik nol pada bayi kelompok kontrol semakin besar dengan bertambahnya usia bayi. Hasil penelitian Satoto (1990) menunjukkan pertumbuhan pada dua bulan
Fortifikasi Tanpa fortifikasi Kontrol
stuntin g (%)
10 8 6 4 2 0
Fortifikasi 0
1
2
3
4
5
6
Usia (bulan) Gambar 1. Persentasi stunting bayi
Z skor PB/U
0.5 0 -0.5
0
1
2
3
4
5
6
fortifikasi tanpa fortifikasi kontrol
-1 -1.5
umur (bulan)
Z skor PB/U
Gambar 2. Z skor PB/U bayi perempuan
0.4 0.2 0 -0.2 -0.4 -0.6 -0.8
Fortifikasi Tanpa fortifikasi kontrol 0
1
2
3
4
5
6
umur(bulan) Gambar 3. Z skor PB/U bayi laki-laki
4
Pengaruh Pemberian Pangan Fortifikasi Zat Multi Gizi Mikro pada Ibu Hamil (1–10) Bernatal Saragih, Hidayat Syarief, Hadi Riyadi, Amini Nasoetion, dan Rosmala Dewi Universitas Sumatera Utara
Z-Skor BB/U Hasil uji Ancova menunjukkan pertambahan nilai z-skor BB/U bayi pada umur 6 bulan terdapat perbedaan yang nyata (p<0,05) antar kelompok perlakuan. Nilai zskor BB/U pada ketiga kelompok mengalami kenaikan dibandingkan dengan Z-skor BB/U waktu lahir. Kenaikan nilai z-skor PB/U bayi kelompok fortifikasi 0,5+0,93, tanpa fortifikasi 0,05+0,96 dan kontrol 0,17+0,97. Pada Gambar 4, menunjukkan bahwa bayi pada kelompok fortifikasi dan tanpa fortifikasi tidak ada yang mengalami underweight, sedangkan pada kelompok kontrol underweight terjadi pada usia 2 bulan sebesar 2,5 persen. Pada Gambar 5 menunjukkan kurva z-skor BB/U bayi perempuan kelompok kontrol dan tanpa fortifikasi setelah usia bayi 1 bulan selalu di bawah kurva kelompok fortifikasi. Secara umum pola kurva status gizi ketiga kelompok perlakuan sama yaitu pada awal terjadi kenaikan rata-rata status gizi dan kemudian menurun kembali. Akan tetapi penuruanan z-skor BB/U bayi perempuan kelompok kontrol semakin jauh dari titik nol dari rujukan WHO 2006. Nilai z-skor BB/U bayi laki-laki pada bulan pertama setelah kelahiran mengalami kenaikan yang cukup tinggi dengan nilai Z-skor sekitar 2 point yaitu dari –0,8 menjadi 0,8. Jika dibandingkan dengan bayi perempuan kenaikan Z-skor BB/U pada bulan pertama sekitar 0,5 point. Hal ini mungkin disebabkan fase adaptasi terhadap lingkungan baru yaitu diluar janin lebih cepat pada laki-laki hal ini mendukung terhadap kecepatan pertumbuhan pada bayi laki-laki lebih tinggi dibandingkan dengan perempuan. Pada Gambar 6 menunjukkan bahwa kurva Z-skor BB/U bayi laki-laki kelompok kontrol selalu di bawah kurva kelompok fortifikasi dan tanpa fortifikasi. Perubahan nilai z-skor BB/U pada bayi laki-laki dan perempun umumnya disebabkan oleh pertambahan berat badan yang kurang sesuai dengan rata-rata usia berdasarkan standar WHO 2006. Proses penyimpangan pertumbuhan linier (growth faltering) pada usia dini yaitu pada fase bayi sangat tergantung pada zat gizi. Hasil ini membuktikan pengaruh pangan fortifikasi (biskuit, susu dan bihun) yang difortifikasi dengan vitamin A, vitamin
C, folat, besi, seng dan iodium, terbukti masih memberikan pengaruh pada bayi sampai 6 bulan pertama. Bukti ini diperkuat oleh efek bersih dari analisis peragam (Ancova) bahwa terdapat perbedaan yang nyata antara ketiga kelompok perlakuan di mana status gizi (PB/U dan BB/U) kelompok fortifikasi lebih baik dibandingkan dengan status gizi (PB/U dan BB/U) kedua kelompok lainnya. Peranan keenam fortifikan (vitamin A, C, folat, besi, iodium dan seng) dalam pertumbuhan sebagai berikut; iodium adalah komponen penting hormon paratiroid (PTH) yang berfungsi untuk mengontrol pengaktifan vitamin D menjadi bentuk hormonnya dan kedua hormon tersebut berinteraksi meningkatkan resorbsi Ca tulang dan retensi Ca oleh tubuli ginjal. Selanjutnya kristal-kristal hidroksilapatit (3Ca3(PO4)2.Ca(OH)2 dideposit dalam matriks kolagen dan serat-serat elastis yang terdiri dari tulang. Di mana pembentukan kolagen dipengaruhi oleh vitamin C dan besi. Vitamin C berperan memelihara status reduksi besi hidroksilasi adalah pembentukan hidroksiprolin dan hidroksilisin selama sintesis kolagen dalam reticulum endoplasmic berbagai zat gizi. Seng sangat berperan dalam regulasi hormon pertumbuhan (growth hormon, GH) dan IGF1 (insulin-like growth factor-1). Disamping itu seng berperan penting dalam meningkatkan efesiensi utilisasi energi untuk deposisi jaringan dan dalam sisntesis DNA, RNA dan protein yang terjadi dalam pertumbuhan. Vitamin A berperan dalam osteoblast dan osteoclast. Asam folat berfungsi sebagai koenzim dalam reaksi/penerimaa 1-C dalam metabolisme asam amino, purin dan asam nukleat (Linder 1992; Lehninger, 1995;Kolman 1996; Bender 2001). Besi berperan aktivitas eryhtropoietic. Penurunan aktivitas eryhtropoietic adalah hasil dari penurunan metabolisme jaringan dalam retardasi pertumbuhan (Waterlow, 1992). Bayi yang mengalami status gizi PB/U dan BB/U waktu lahir lebih rendah, memiliki respon kenaikan rata-rata z-skor BB/U yang lebih tinggi. Hal ini disebabkan bayi melakukan kejar tumbuh (catch up growth) setelah lahir. Selain perbedaan faktor pemberian pangan fortifikasi pada ibu selama hamil, waktu pengenalan MPASI juga
Pengaruh Pemberian Pangan Fortifikasi Zat Multi Gizi Mikro pada Ibu Hamil (1–10) 5 Bernatal Saragih, Hidayat Syarief, Hadi Riyadi, Amini Nasoetion, dan Rosmala Dewi Universitas Sumatera Utara
pengenalan MPASI lebih lama (>4 bulan). Hasil studi yang sama juga ditemukan oleh Markides et al. (2003) bahwa bayi yang pengenalan MPASI lebih cepat 2-3 bulan memiliki status gizi yang lebih rendah dibandingkan dengan pengenalan MPASI yang lebih lama 4-6 bulan.
mempengaruhi status gizi bayi (Eckhardt et al. 2001; Herawati 2003; Baker et al. 2004). Dalam penelitian ini juga ditemukan bahwa pengenalan MP-ASI yang lebih cepat (< 4 bulan) pada bayi, proporsi status gizi bayi (PB/U) 68,3 persen dan BB/U 64,4 persen lebih rendah jika dibandingkan dengan
Fortifikasi Tanpa fortifikasi Kontrol
Underweight (%)
8 6 4
Kontrol Tanpa fortifikasi Fortifikasi
2 0
0
1
2
3
4
5
6
Usia (bulan)
Gambar 4. Persentasi underweight pada bayi
0.6
Fortifikasi Tanpa fortifikasi Kontrol
Z skor BB/U
0.4 0.2 0
0
-0.2
1
2
-0.4
3
4
5
6
Umur (bulan)
Gambar 5. Z skor BB/U bayi perempuan
0.6
Fortifikasi Tanpa Fortifikasi Kontrol
Z skor BB/U
0.4 0.2 0 -0.2
0
1
2
3
4
5
6
-0.4 -0.6 -0.8 -1
umur (bulan) Gambar 6. Z skor BB/U bayi laki-laki
6
Pengaruh Pemberian Pangan Fortifikasi Zat Multi Gizi Mikro pada Ibu Hamil (1–10) Bernatal Saragih, Hidayat Syarief, Hadi Riyadi, Amini Nasoetion, dan Rosmala Dewi Universitas Sumatera Utara
% anemia (Ht<33%)
38.9
40 30
27.8
30.6
20 10 Fortifikasi
Tanpa fortifikasi
Kontrol
Gambar 7. Persentase anemia bayi (hematokrit < 33%) pada usia 6 bulan
Hematokrit (Ht) Status anemia berdasarkan hematokrit menunjukkan rata-rata persen hematokrit pada bayi lebih tinggi pada kelompok fortifikasi dibandingkan dengan kelompok tanpa fortifikasi dan kontrol. Persentasi bayi yang anemia (Ht<33%) pada kelompok kontrol adalah yang tertinggi (38,9%), tanpa fortifikasi (30,6%) dan terendah adalah kelompok fortifikasi (27,8%). Hasil uji dengan Ancova juga menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata (p<0,05) antara ketiga kelompok perlakuan. Bayi pada kelompok fortifikasi juga belum ada yang termasuk dalam kadar hematorkit yang kurang, karena kadar Ht terendah masih pada kadar 30 persen. Sedangkan Ht bayi kelompok kontrol dan tanpa fortifikasi terdapat bayi yang memiliki kadar Ht di bawah 30 persen. Hal ini sesuai dengan kriteria hematokrit (%) pada umur < 2 tahun termasuk kurang jika Ht kurang dari 28, margin antara 28-30 dan cukup 31+ (George Christakis 1973; Roedjito 1989). Dengan demikian kadar Ht pada penelitian ini membuktikan bahwa pemberian pangan fortifikasi pada penelitian
ini lebih pada menahan laju penurunan kadar Ht. Karena distribusi kadar Ht bayi pada kelompok fortifikasi masih dalam pada kategori kisaran/margin, yaitu belum termasuk dalam kategori Ht kurang. Selain faktor pemberian pangan tingkat morbiditas juga berkorelasi negatif dengan kadar Ht bayi di mana tingkat morbitas tinggi terjadi pada kelompok kontrol. Morbiditas Morbiditas atau tingkat kesakitan bayi dihitung dengan mengalikan faktor lama sakit dan skor jenis penyakit. Beberapa jenis penyakit sebelumnya telah diskor berdasarkan tingkat keparahannya, dengan nilai kisaran yang paling rendah (10) sampai yang tertinggi (80) (Firlie, 2000). Hasil uji Anova menunjukkan terdapat perbedaan yang nyata antar kelompok perlakuan (p=0,001). Pada Tabel di bawah menunjukkan rata-rata tingkat morbiditas bayi tertinggi sampai terendah berturut turut adalah kelompok kontrol yaitu 166,3+134,0, kemudian kelompok tanpa fortifikasi 113,3+86,2 dan fortifikasi 91,2+74,7.
Tabel 1. Skor dan tingkat morbiditas bayi Umur Fortifikasi Tanpa Kontrol Rata-Rata Nilai-P Sakit n=40 Fortifikasi =40 Total Beda antar (Bulan) n=39 n=119 Kelompok 0-1 50,0+115,4 60,0+107,4 127,7+140,2 79,2+121,0 0.481 >1-2 77,6+92,9 78,7+105,7 104,4+184,8 86,9+ 127,8 0,634 >2-3 87,0+146.6 151,0+226,9 174,0+263,0 137,3+211,8 0,185 >3-4 159,2+187,4ab 102,3+121,0 b 203,7+218,1a 155,0+175.5 0,048 >4-5 69,5+95,9a 134,8+198,1b 158,0+118,9b 120,7+137,6 0,020 >5-6 105,7+101,0a 154,6+180,2a 230,2+205,8b 163,5+162,3 0,005 Rata-rata 91,2+74,7a 113,3+86,2a 166,3+134,0b 123,8+98,3 0.001 Rendah Tinggi Tingkat Rendah (> 146,7) Morbiditas (< 146,7) a, b Keterangan: Angka yang diiukti oleh huruf yang sama pada baris yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata antar kelompok
Pengaruh Pemberian Pangan Fortifikasi Zat Multi Gizi Mikro pada Ibu Hamil (1–10) 7 Bernatal Saragih, Hidayat Syarief, Hadi Riyadi, Amini Nasoetion, dan Rosmala Dewi Universitas Sumatera Utara
Total tingkat morbiditas rata-rata ketiga perlakuan 48,71 persen bayi dalam kategori tingkat morbiditas tinggi (> 146,7), dengan persentasi pada masing-masing kelompok perlakuan dari tertinggi sampai terendah adalah kelompok kontrol 57,75 persen, tanpa fortifikasi 51,29 persen dan fortifikasi 37,5 persen. Sedangkan berdasarkan morbiditas rata-rata selama 6 bulan, maka kelompok fortifikasi dan kelompok tanpa fortifikasi termasuk dalam kategori tingkat morbiditas rendah, karena nilainya <146,7 sedangkan kelompok kontrol tingkat morbiditas tinggi (> 146,7). Bukti lain adanya perbedaan tingkat morbiditas antar kelompok juga ditunjukkan dari jenis dan frekuensi sakit. Misalnya frekuensi yang mengalami sakit infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) >3 kali pada usia 0-6 bulan pada kelompok kontrol sebesar 37,5 persen, tanpa fortifikasi sebesar 30,8 persen dan kelompok fortifikasi 15,0 persen. Jenis penyakit yang paling dominan pada bayi adalah ISPA dan diare, dengan tingkat frekuensi tertinggi dalam 6 bulan terakhir adalah ISPA 5 kali dan diare 3 kali pada kelompok kontrol. Frekuensi sakit pada bayi tanpa membedakan jenis penyakit tertinggi juga ditemukan pada kelompok kontrol yaitu 8 kali dari usia 0-6 bulan. Pada kelompok fortifikasi dan tanpa fortifikasi frekuensi sakit tertinggi pada bayi adalah 5 kali dari usia 0-6 bulan. Morbiditas pada masa bayi cenderung menjadi sebab mediator antara konsumsi dan pertumbuhan. Gizi yang buruk pada masa awal kehidupan (konsepsi) tidak hanya meningkatkan risiko morbiditas dan mortalitas janin dan bayi tetapi juga akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan jangka panjang. Pemberian pangan fortifikasi (Vitmain A, C, besi, folat, seng dan iodium) kepada ibu hamil turut memberikan respon yang baik dalam menjaga dan pertahanan kesehatan bayi. Hal ini terbukti dengan adanya perbedaan yang nyata tingkat morbiditas antara ketiga kelompok perlakuan. Tingkat paparan penyakit pada bayi kelompok kontrol lebih tinggi dibandingkan terhadap kedua kelompok perlakuan lainnya. Kelompok tanpa fortifikasi juga lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok fortifikasi. Dalam penelitian ini ditemukan morbiditas berkorelasi negatif status gizi PB/U dan BB/U, semakin tinggi morbiditas
8
maka status gizi bayi semakin rendah. Hasil penelitian Lechtig (1985) juga menunjukkan hasil yang sama bahwa pertumbuhan dipengaruhi oleh morbiditi. Morbiditi dipengaruhi oleh inti gizi pada masa janin, out come kelahiran dan status gizi bayi (Raqib et al. 2007). Suplementasi vitamin A pada anak di Mexico menurunkan morbiditas dan meningkatkan respon immunitas (Long. 2006). KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Rata-rata kurva status gizi berdasarkan z-skor PB/U dan z-skor BB/U kelompok fortifikasi selalu di atas kedua kelompok perlakuan lainnya. 1. Pengenalan MP-ASI yang lebih cepat (< 4 bulan) akan menyebabkan status gizi bayi (PB/U) dan (BB/U) lebih rendah dibandingkan dengan pengenalan MPASI > 4 bulan. 2. Stunting (5%) dan underweight (2,5%) pada bayi dimulai umur 2 bulan yaitu pada kelompok control. 3. Persentasi bayi yang anemia (Ht<33%) pada kelompok kontrol adalah yang tertinggi (38,9%), tanpa fortifikasi (30,6%) dan terendah adalah kelompok fortifikasi (27,8%) serta bayi kelompok fortifikasi belum ada yang termasuk dalam anemi berat. 4. Morbiditas berkorelasi negatif dengan status gizi dan status anemia (hematokrit) bayi. Rata-rata tingkat morbiditas bayi pada usia 0-6 bulan berbeda secara signifikan di mana tingkat morbiditas pada kelompok kontrol (166,3+134,0) dalam kategori tinggi dibandingkan dengan kelompok tanpa fortifikasi (113,3+86,2) dan fortifikasi (91,2+74,7) dalam kategori tingkat morbiditas rendah. Saran 1. Perlu adanya penelitian lebih lanjut menganalisis dampak pemberian pangan fortifikasi zat multi gizi mikro pada ibu hamil terhadap pertumbuhan dan perkembangan pasca predominan ASI (di atas 6 bulan). 2. Rendahnya cakupan ASI eksklusif (6 bulan) pada bayi yaitu 3,36 persen oleh karena itu pemerintah atau LSM
Pengaruh Pemberian Pangan Fortifikasi Zat Multi Gizi Mikro pada Ibu Hamil (1–10) Bernatal Saragih, Hidayat Syarief, Hadi Riyadi, Amini Nasoetion, dan Rosmala Dewi Universitas Sumatera Utara
(Lembaga Swadaya Masyarakat) perlu melakukan suatu program pendampingan secara melekat pada ibu menyusui selama 0-6. UCAPAN TERIMA KASIH Terima kasih disampaikan kepada Seafast Center IPB yang telah memberikan kesempatan pada penulis untuk melakukan penelitian ini. Penelitian ini adalah bagian dari disertasi penulis. DAFTAR PUSTAKA Arifeen SE et al. 2006. Infant grotwh patterns in the slum Dhaka in relation to birth weight intrauterine growth retardation and prematurity. Am J Clin Nutr 72(4): 1010-1017. Atmarita, 2005. Perkembangan Pertumbuhan Anak Indonesia 1989-2003. Analisis Data Antropometri Susenas. Jakarta. Baker JL, Michaelsen KF, Rasmussen KM, Sorensen TA, 2004. Maternal prepregnant body mass index, duration of breastfeeding and timing of complementary food introduction are associated with infant weight gain. Am J Clin Nutr 80: 1579-1588. Beard J. 2003. Iron deficiency alter brain development and functioning. J Nutr. 133: 1468S-1472S. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2003. Analisis Antropometri Balita. Survey Sosial Ekonomi Nasional 2000. Jakarta. Bender DA. 2002. Introduction to Nutrition and Metabolism 3rd edition. Taylor and Francis Ltd. London. Christakis G. 1973. Nutrition assessment in health program. Am J of P health. II (63) Nov. [Depkes RI]. 2001. Strategi Nasional Peningkatan Pemberian ASI Tahun 2001-2005. Makalah Disampaikan pada Workshop Peningkatan Pemberian ASI, 8-10 Juli, Jakarta. [Depkes RI]. 2004. Situasi Kesehatan dan Gizi Indonesia. Depkes Jakarta. Eckhardt CL et al. 2001. Full Breastfeeding for at least four months has differential effects on growth before and six months of age among children in Mexican Community. Amerika Sosiety for Clinical Nutrition. USA.
Firlie,
2000. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Morbiditas Aanak Baduta pada Keluarga Miskin dan Tidak Miskin. [Skripsi] Departemen GMSK IPB. Bogor. Gibson RA, Neumann MA, Makrides M. 1997. Effect of increasing breast milk decosahexaenoic acid on plasma and erythrocyte phospolipid fatty acid and neural indices of exlusively breast fed infant. Eur J Clin Nutr. 51: 578-584. Hautvast JL et al. 2000. Severe Linear growth retardation in rural Zambian children the influence of biological variable. Am J Clin Nutr; 71: 550-9. Herawati T. 2003. Pengaruh Pemberian Suplemen Biskuit Multigizi Ibu Hamil Terhadap Pertumbuhan Linier dan Perkembangan Bayi 0-6 bulan [Tesis] Bogor: Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Hilson JA, Rasmussen KM, Kjolhede CL. 2006. Excessive weight gain during pregnancy is associated with earlier termination of breast-feeding among white women. J Nutr.136: 140-146. Jahari AB et al. 2000. Penyimpangan Positif Masalah KEP di Jakarta Utara DKI Jakarta dan Pedesaan Kabupaten Bogor-Jawa Barat dan Lombok TimurNTB. LIPI-UNICEF - Indonesia, Jakarta. Jarjou LM et al. 2006. Randomized placebocontrolled calcium supplementation study in pregnant Gambian women: effect on breast milk calcium concentrations and infant birth weight, growth and bone mineral accretion in the first year of life. Am J Clin Nutr 83 (3):657-666. Koolman RD, Rohm F. 1996. Color and Atlas Biochemistry. Thieme. New York Lechtig A. 1985. Nutritional Needs and Assessment of Normal Growth. Gracey, M & Falkner, F: (Eds). Nestle Nutrition. Raven Press. New York. Lehninger AL 1995. Dasar-dasar Biokimia. Volume 1,2,3. Thenawidjaya M, penerjemah; Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari: Principles of Biochemistry.
Pengaruh Pemberian Pangan Fortifikasi Zat Multi Gizi Mikro pada Ibu Hamil (1–10) 9 Bernatal Saragih, Hidayat Syarief, Hadi Riyadi, Amini Nasoetion, dan Rosmala Dewi Universitas Sumatera Utara
Li L, Manor O, Power C. 2004. Early enviroment and child-to adult growth trajectories in the 1958 British birth cohort. Am J Clin Nutr 80: 185-192. Linder MC, 1992. Biokimia Nutrisi dan Metabolisme, Parakksi A penerjemah; Jakarta: Universitas Indonesia. Terjemahan dari: Nutritional Biochemistry and Metabolism. Long KZ et al. 2006. The eeffect of vitamin A supplementation on the intestinal immune response in Mexican children is modified by pathogen infection and diarrhea. J Nutr 136: 1365-1370. Markides M, Crowther CA, Gibson RA, Gibson RS, Skeaff CM. 2003. Efficacy and tolerability of low dose iron supplementation during pregnancy: a randomized controlled trial. Am J Clin Nutr 78: 145-153. Meinzen-Derr JK et al. 2006. Risk infant anemia is associated with exclusive breast-feeding and maternal anemia in a Mexican cohort. J Nutr 136: 452458. Ortega RM et al. 1997. Vitamin A status during the third trimester of pregnancy in Spanish women: influence on concentration of vitamin a in breast milk. Am J Clin Nutr 66: 564-68. Pudjiadi S. 2001. Ilmu Gizi Klinis pada Anak. Edisi keempat. Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia, Jakarta. Raqib R et al. 2007. Low birth weight is associated with altered immune function in rural Bangladesh children a birth cohort study Am J Clin Nutr 85(3): 845-852. Roedjito D. 1989. Kajian Penelitian Gizi. Medyatama Sarana Perkasa. Jakarta. Satoto. 1990. Pertumbuhan dan Perkembangan Anak. Pengamatan 0-18 bulan di Kecamatan Mlonggo, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah. [Disertasi] Semarang: Program Pascarjana, Universitas Diponegoro.
10
[Seafast] Souhteast Asian Food and Agriculture Science and Technology. 2006. Feeding Program pada Ibu Hamil dan Dampaknya terhadap Status Gizi Ibu dan Kualitas Anak. Seafast Centre IPB. Bogor. Schmidt MK et al. 2002. Nutritional status and linier growth Indonesian infant in west java are determined more by prenatal enviroment than by postnatal factors. J Nutr 132. 2202-2207. Shaheen R, Francisco A, Arifeen SE, Ekstrom EC, Persson LA. 2006. Effect of prenatal supplementation on birth weight: an observational study from Bangladesh. Am J Clin Nutr 83 (6): 1355-1361. Shrimpton R et al. 2001. Word timing of growth faltering. implication nutrition intervention. Pediatrics 107: 1-7. Sudigbia I. 1990. Pengaruh Suplementasi Tempe Terhadap Kecepatan Tumbuh pada Penderita Diare Anak Umur 6-24 Bulan. [Disertasi]. Semarang: Program Pascasarjana, Universitas Diponegoro. Sunawang. 2005. Pengaruh Supplementasi Zat Multi Gizi Mikro selama Hamil terhadap Hasil Kehamilan dan Petumbuhan Bayi [Disertasi]. Jakarta: Program Pascasarjana, Universitas Indonesia. Stephensen CB. 1999. Burden of infection on growth failure. J Nutr. 129: 534S538S. Walker et al. 1991 diacu dalam Nguyen TL. 1997. Effects of Vitamin A and Iron Fortified Supplementation Food on Vitamin A and Iron Status of Rural Preschool Children in Vietnam. [Disertation]. Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia. Waterlow JC. 1994. Relationship of gain in height to weight. Eur J Clin Nutr 48:S72-S74. [WHO] Word Health Organization. 2006. WHO Child Growth Standards. WHO, Geneva.
Pengaruh Pemberian Pangan Fortifikasi Zat Multi Gizi Mikro pada Ibu Hamil (1–10) Bernatal Saragih, Hidayat Syarief, Hadi Riyadi, Amini Nasoetion, dan Rosmala Dewi Universitas Sumatera Utara