Pengaruh Pemberdayaan Praktek Manajerial Terhadap Perbaikan Pelayanan yang Proaktif (Studi Kasus: Bank Jateng Cabang Semarang, Ungaran, Salatiga) The Influence of Managerial Practices Empowerment to Proactive Recovery Behaviour (Case Study of Bank Jateng Branch of Semarang, Ungaran, Salatiga) Kirana R. Ririh Program Magister Teknik dan Manajemen Industri Fakultas Teknologi Industri, Insititut Teknologi Bandung email:
[email protected]
Abstrak Dalam melakukan operasional dan distribusi jasa, perusahaan jasa tidak terlepas dari pelayanan dan pelanggan. Pelayanan terhadap pelanggan tidak selamanya berjalan baik. Seperti pada Bank Jateng (khususnya Semarang, Salatiga, Ungaran), masih terjadi peningkatan pengaduan nasabah terhadap lambatnya pelayanan serta fraud pada tindakan operasional kredit. Pengaduan nasabah tersebut dapat diminimalkan melalui perbaikan pelayanan. Perbaikan pelayanan perlu dilakukan agar bisa mendapatkan kepercayaan nasabah kembali. Perbaikan pelayanan secara internal perusahaan memerlukan komitmen dari pihak manajerial dan bawahannya. Dalam melakukan perbaikan pelayanan pihak manajerial dapat memanfaatkan pemberdayaan praktek manajerial. Perbaikan pelayanan yang efektif lebih menitik beratkan pada perilaku pekerja yang proaktif, sehingga diperlukan kriteria pemberdayaan praktek manajerial yang tepat dalam memupuk perilaku proaktif pegawai. Perbaikan pelayanan secara proaktif yang dipengaruhi oleh pemberdayaan praktek manajerial dapat ditumbuhkan melalui rasa kompeten, kepuasan kerja, dan penyesuaian kerja (terhadap nasabah). Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi faktor-faktor dalam pemberdayaan praktek manajerial dan perbaikan pelayanan secara proaktif serta melalui variabel apakah pemberdayaan praktek manajerial dapat mempengaruhi perbaikan pelayanan proaktif secara signifikan. Penelitian ini menggunakan structural equation modelling dan sampel populasi dengan menyebarkan 93 kuesioner terhadap pekerja penjualan-kreditfrontliner di kantor-kantor cabang wilayang Semarang-Ungaran-Salatiga. Pada hasil survey kuesioner penelitian ini, disimpulkan bahwa perbaikan pelayanan secara proaktif banyak dipengaruhi oleh kepuasan kerja. Pemberdayaan praktek manajerial yang dapat menumbuhkan kepuasan kerja pegawai akan meningkatkan perbaikan pelayanan secara proaktif. Hubungan tersebut menjadi dasar rancangan strategi bagi internal perusahaan untuk melakukan perbaikan pelayanan yang melibatkan atasan dan karyawan, guna mensukseskan Regional Champion antar perbankan daerah. Kata kunci: pemberdayaan praktek manajerial, kepuasan kerja, penyesuaian kerja terhadap nasabah, rasa kompeten, perbaikan pelayanan secara proaktif Abstract Doing operational and distribution of services, service companies can not be separated from the service and the customer. Service to customers is not always in a good way. For example in Bank Jateng (especially Semarang-Salatiga-Ungaran), was still having many customer complaints for slow service performances, also fraud in credit operationals. These complaints can be diminished by doing service recovery. As internal effort, commitments from managerials and workers are very important and needed. Service recovery will be more effective if the workers have proactive recovery behavior. Criteria for empowering managerial practices has to be identified, which could influence indirectly to proactive recovery behavior. Empowering managerial practices could foster proactive recovery behavior through job
57
JURNAL INTEGRA VOL. 2, NO. 1, JUNI 2012: 57-76 satisfaction, self-efficacy, and adaptability (to customer). This research also will figure out which one of those 3 variables could foster proactive recovery behavior. This research distributed 93 questionnaires to population samples (salesperson, frontliner, and credit workers) in branch offices of Semarang-Ungaran-Salatiga. Structural equation modelling with PLS was used for computing datas (identifying relationship). Communicating relevant job information is the strongest measurement for empowering managerial pratices. In conclusion, empowering managerial practices could influence proactive recovery behavior through job satisfaction significantly. This evaluation of relationships is aimed to decide internal strategy that involved board of managerials and employees for better service recovery, in line of winning competition of Regional Champion for regional development banks. Keywords: empowering managerial practices, job satisfaction, adaptability to customer, selfefficacy, proactive aervice recovery behavior
1. Pendahuluan Perbankan Indonesia dalam era globalisasi ini dituntut untuk bisa memiliki daya saing dan ketahanan terhadap resiko yang tinggi. Untuk bisa memiliki daya saing ketahanan terhadap resiko yang tinggi, maka terlebih dahulu harus memperkuat internal perusahaan terutama masalah sumberdaya manusia perbankan. Daya saing yang tinggi bisa ditunjukkan melalui mutu pelayanan yang memuaskan dan minim akan kesalahan pelayanan. BPD merupakan bank pembangunan daerah yang sebagian atau seluruh sahamnya dimiliki oleh Pemerintah Daerah Provinsi. Bank Jateng merupakan salah satu bank pembangunan daerah yang khusus beroperasional di derah Jawa Tengah. Kondisi tersebut membentuk budaya kerja dilingkungan Bank Jateng kurang memperhatikan pelayanan terhadap nasabah konvensional karena nasabah konvensional dianggap kurang memberi profit terhadap perusahaan (www.infobanknews.com, diakses 12 April 2012). Sampai saat ini masih sering terjadi pula keluhan nasabah atas ketidak-transparanan bank akan informasi produk perbankan yang ditawarkan oleh pegawai bank. Lambatnya penanganan masalah pengajuan kredit juga masih menjadi pengaduan utama pada bank pembangunan daerah. Kesalahan dalam pelayanan tidak sebatas masalah lambatnya pengajuan kredit atau ketidak-transparanan pegawai dalam memberikan informasi perbankan terhadap nasabah. Sepanjang 2011-2012, sering terjadi kasus-kasus seperti penyimpangan dalam prosedur pencairan dana pinjaman (http://www.suaramerdeka.com/ , diakses 12 April 2012). Kondisi-kondisi ini menghambat kinerja Bank Jateng dalam upaya implementasi Regionaal Champion yang mempertimbangkan faktor keprofesionalan pegawai dalam mendistribusikan produk perbankan. Kesalahan sistem tidak hanya berasal dari bawahan, tapi juga karena sikap atasan yang mendukung fraud tersebut terjadi dengan tujuan kepentingan pribadi atau golongan. Selain penyimpangan standar prosedur pencairan dana pinjaman, masih terdapat kasus penggelapan dana nasabah oleh pegawai bank sendiri. Meninjau hal tersebut tingkat fraud semakin tinggi terutama di bidang sales. Bank Indonesia melihat bahwa komitmen pimpinan bank yang terdiri atas dewan komisaris dan direksi menjadi kunci untuk menerapkan strategi Anti-Fraud (http://www.antaranews.com/berita/300291/, diakses 12 April 2012). Boudrias et al. (2009) meneliti pemberdayaan praktek manajerial yang dihubungkan dengan pemberdayaan psikologis, dan dari penelitian tersebut tampak bahwa ada kaitan antara pemberdayaan praktek manajerial dengan kemampuan adaptif (adaptability) pekerja yang meningkatkan fleksibilitas (Hartline dan Ferrell, 1996; Scott dan Bruce, 1994); bahwa pemberdayaan praktek manaerial akan memberntuk pekerja yang berdaya dan memiliki rasa kompeten (self-efficacy); dan percaya diri akan kapabilitas untuk mengontrol lingkungannya (Tams, 2007); bahwa pekerja yang lebih terberdayakan akan merasa lebih puas akan pekerjaannya (Bowen dan Lawler, 1992). Penelitian perbaikan pelayanan yang terdahulu (Cunha et al.,2009; Du et al., 2010; Edvardsson et al., 2011) masih belum banyak perbaikan pelayanan yang mengeksplorasi perilaku pekerja. Padahal perilaku pekerja juga memegang peranan penting dalam implementasi perbaikan pelayanan. Menurut penelitian Jong dan Ruyter (2004) perilaku proaktif dalam perbaikan pelayanan lebih kepada menciptakan perubahan, tidak hanya sekedar
58
PENGARUH PEMBERDAYAAN PRAKTEK MANAJERIAL (Kirana R. Ririh)
mengantisipasi. Perilaku proaktif lebih mengarah pada inisiatif perilaku yang bertujuan untuk meningkatkan kondisi kerja yang ada secara umum atau meciptakan sesuatu yang baru. Dari sebelumnya dapat disimpulkan bahwa ada keterkaitan secara tidak langsung antara praktek pemberdayaan pekerja dengan perbaikan pelayanan melalui kepuasan kerja, adaptasi kerja, dan self-efficacy. Secara ringkas, untuk dapat memahami pemberdayaan praktek manajerial seperti apa yang dapat mempengaruhi perbaikan pelayanan secara proaktif, maka penelitian ini berfokus pada tujuan penelitian yaitu tingkat kesignifikanan hubungan pemberdayaan praktek manajerial dengan rasa kompeten, penyesuaian kerja terhadap nasabah, dan kepuasan kerja dalam meningkatkan perbaikan pelayanan secara proaktif. Penelitian ini memberi kontribusi atas pengembangan model hubungan pemberdayaan praktek manajerial terhadap perbaikan layanan yang proaktif secara tidak langsung, dimana belum pernah ada pada penelitian manapun sebelumnya. Kompleksitas model hubungan dalam penelitian ini akan menunjukkan bagaimana seharusnya pemberdayaan praktek manajerial dapat dilakukan agar berlangsung perbaikan pelayanan yang proaktif secara maksimal. Dalam penelitian ini juga memberi manfaat pada perusahaan dalam menggambarkan kondisi pemberdayaan praktek manajerial dan perbaikan pelayanan di perusahaan, selain itu juga memberi masukan pada perusahaan tentang faktor yang paling signifikan yang perlu diperhatikan dalam merumuskan dan mengimplementasi strategi internal perbaikan pelayanan secara proaktif melalui pemberdayaan praktek manajerial. 2. Kajian Literatur Kajian literatur dibawah ini akan menjelaskan tentang lima variabel utama dalam penelitian. Penjelasan yang ditulis merupakan intisari dari beberapa jurnal penelitian yang berkaitan terhadap tujuan penelitian kali ini. Dalam pemberdayaan praktek manajerial memang memiliki hubungan tidak langsung dengan perbaikan pelayanan secara proaktif, akan tetapi mendorong beberapa faktor internal individu pekerja (McShane dan Glinow, 2008; Lawler, 1986; Jong dan Ruyter, 2004; Boudrias et al., 2009). Faktor internal individu pekerja berkaitan pada aspek kognitif dan afektifnya seperti kepuasan (Smith et al., 1969), kompeten (Fort et al., 2011), dan kemampuan adaptasi terhadap lingkungan kerja (Spiro dan Weitz, 1990; O‟Connell, 2008). Faktor-faktor tersebut yang akan berpengaruh secara langsung terhadap perbaikan pelayanan secara proaktif. 2.1. Pemberdayaan Praktek Manajerial (Empowering Managerial Practices) Pemberdayaan praktek manajerial merupakan implementasi dari pemberdayaan pekerja. Saat pihak manajerial melakukan pemberdayaan pekerja itu artinya pihak manajerial membentuk pekerja melalui praktek manajerialnya agar memiliki konsep psikologis self-determination (e.g independen terhadap aktivitas kerja), meaning (e.g merasa apa yg dikerjakannya itu penting), competence (e.g percaya diri terhadap kemampuan), dan impact (e.g merasa keaktifan dalam organisasi itu penting dan berpengaruh pada kesuksesan perusahaan) dalam fungsi organisasi (McShane dan Glinow, 2008). Hanya pada perusahaan atau organisasi yang mengimplementasikan sistem manajerial highinvolvement saja yang dapat mewujudkan pemberdayaan pekerja (Lawler, 1986). 2.2. Kepuasan Kerja (Job Satisfaction) Kepuasan kerja merupakan salah satu kriteria pembentuk kesehatan perusahaan dan salah satu faktor pengaruh distribusi pelayanan yang efektif (Crossman dan Abou-Zaki, 2003). Kepuasan kerja berdasar pada respon afektif atau emosional seseorang terhadap berbagai aspek situasional pekerjaannya. Karakteristik utama atas pekerjaan seseorang meliputi kerja itu sendiri, upah, promosi, pengawasan, dan rekan kerja (Smith et al., 1969). Seseorang dapat relatif puas dengan salah satu aspek pekerjaan dan tidak puas dengan satu atau lebih aspek lainnya. Pengukuran terhadap kepuasan kerja selalu dilakukan pengembangan dari waktu ke waktu. Pengembangan teori dalam pengukuran kepuasan kerja banyak berdasar pada model Pay Scale of the Minnesota 59
JURNAL INTEGRA VOL. 2, NO. 1, JUNI 2012: 57-76
Satisfaction Questionnaire (Weiss et al.,1967) dan Job Descriptive Index (Smith et al.,1969); dan kedua model dasar kepuasan tersebut masih berbentuk unidimensional. 2.3. Rasa Kompeten (Self-efficacy) Rasa kompeten berdasar pada persepsi atas kemampuan dalam mencapai tujuan (Fort et al., 2011). Setiap individu mempunyai rasa kompeten yang berbeda-beda. Banyak peneliti yang menguraikan aspek-aspek dari rasa kompeten, dan uraiannya berviariasi. Rasa kompeten banyak dikaitkan ke dalam beberapa tujuan seperti pencapaian performa, karir, pencarian kerja (Fort et al., 2011); dan kemampuan dalam belajar (Kurbanoglu et al., 2004). Teori tentang rasa kompeten menyebutkan bahwa seseorang dapat melakukan penilaian rasa kompeten personal melalui dua kemungkinan. Kemungkinan pertama adalah penilaian yang dipengaruhi oleh tujuan personal dan karakter individu, kemudian kemungkinan kedua yaitu rasa kompeten ditimbulkan pemikiran generatif seseorang dalam mengatur kognitif, sosial, dan perilaku spesifik yang terintegrasi pada beberapa aksi (Tams, 2007). Rasa kompeten akan mempengaruhi perilaku pekerja akan tetapi kurang dipengaruhi oleh faktor eksternal seperti tekanan dari atasan (Bandura, 1997). Teori rasa kompeten juga menyebutkan bahwa rasa kompeten dapat terbentuk dari empat sumber informasi yaitu persuasi verbal, kondisi psikologis dan afektif, mengamati perilaku, dan penguasaan pengalaman (Bandura, 1997). 2.4. Penyesuaian Kerja Terhadap Nasabah (Adaptibility to Customer) Kemampuan menyesuaikan diri (adaptibility) pada umumnya dibutuhkan untuk menghadapi situasi atau lingkungan dinamis (terdapat perubahan sewaktu-waktu). Adaptibility bertujuan untuk meminimalkan segala resiko yang diakibatkan oleh perubahan sehingga performa yang telah ditetapkan dapat tercapai. Seperti self-efficacy¸ adaptibility juga dibutuhkan dalam proses belajar dan bekerja (contoh proses belajar, lingkungan kerja, bertahan hidup). Globalisasi menimbulkan budaya baru yang perlu untuk dipahami dan disesuaikan (O‟Connell, 2008), serta perusahaan yang sedang melakukan restrukturisasi juga memerlukan penyesuaian terhadap jumlah pekerja dan desain kerja; hal-hal tersebut membutuhkan adaptibility dalam proses operasionalnya. Kondisi lain yang membutuhkan kemampuan penyesuaian adalah dalam segi penjualan, semakin tinggi salesperson mampu menyesuaikan dengan keinginan konsumennya maka semakin tinggi profit yang akan didapatkan. Spiro dan Weitz (1990) berpendapat bahwa pekerja yang memiliki kemampuan membaca situasi penjualan dengan baik, kemungkinan akan menghasilkan kinerja penjualan yang lebih baik. Kemampuan membaca situasi penjualan akan berdampak positif terhadap kepuasan dan rasa kompeten pekerja (Robinson et al., 2009). Dalam penelitian ini praktek penjualan yang adaptif akan dikonversikan ke dalam penyesuaian kerja terhadap nasabah dalam perusahaan perbankan. 2.5. Pebaikan Pelayanan Secara Proaktif (Proactive Recovery Behavior) Service recovery bukan hanya sekedar penanganan terhadap keluhan dan interaksi antara penyedia layanan dan pelanggan. Sebuah sistem service recovery yang baik juga mendeteksi dan memecahkan masalah, mencegah kekecewaan dan didesain untuk mengakomodasi keluhan. Hal tersebut mendasari banyak peneliti untuk menggali service recovery dari berbagai faktor. Penelitian yang dilakukan oleh Jong dan Ruyter (2004) menghubungakan antara service recovery (yang ditinjau dari perilaku adaptif dan proaktif) dengan kepuasan konsumen akan perbaikan pelayanan, loyalitas konsumen, share customer, dan service revenue. Kesimpulan dari hasil penelitian Jong dan Ruyter (2004) bahwa perbaikan pelayanan secara proaktif tidak hanya mampu mengantisipasi tetapi juga secara continuous improvement.
60
PENGARUH PEMBERDAYAAN PRAKTEK MANAJERIAL (Kirana R. Ririh)
3. Model Penelitian dan Pembentukan Hipotesis Berdasarkan latar belakang masalah dan kajian pustaka penelitian, maka guna memenuhi tujuan penelitian maka dirumuskan sebuah model penelitian yang terlihat pada Gambar 1 di bawah ini : Job Sattisfaction
H6
Empowerement Managerial Practices
H4
H1
H2
H7
Proactive behaviour (servce recovery)
Self Efficacy
H5
H3
H8
Adaptibility
Gambar 1. Model Penelitian
Dalam praktek pemberdayaan terdapat beberapa aspek diantaranya membangun rasa kompeten dalam bekerja, meningkatkan rasa memiliki kesempatan untuk memilih cara penyelesaian pekerjaan, dan untuk memunculkan rasa mampu membuat perubahan dalam lingkungan kerja diantara pekerja (Boudrias et.al, 2009). Kepuasan kerja terwujud jika pekerja mampu merubah lingkungan kerjanya sesuai dengan pemikiran ideal pekerja. H1. Pemberdayaan praktek manajerial berpengaruh langsung secara positif terhadap kepuasan kerja. Thomas & Velthouse (1990) menekankan bahwa penyampaian informasi positif (seperti promosi) akan mendorong peningkatan kompetensi (self-efficacy) pekerja. H2. Pemberdayaan praktek manajerial berpengaruh langsung secara positif terhadap rasa kompeten. Dukungan sosial dalam bekerja dari teman kerja maupun atasan akan meningkatkan kemampuan diri untuk menyesuaikan diri atas perubahan lingkungan (O‟Connell et.al, 2008; Pulakos et al., 2000). Dengan kata lain semakin tinggi pemberdayaan praktek manajerial yang dilakukan oleh manajer terhadap pekerjanya maka penyesuaian kerja pegawai terhadap nasabah akan semakin baik. H3. Pemberdayaan praktek manajerial berpengaruh langsung secara positif terhadap penyesuaian kerja terhadap nasabah. McDonald dan Siegall (1992) menyatakan bahwa semakin pekerja merasa kompeten dan percaya diri maka pekerjaan yang dihadapi pegawai makin mudah dimata pegawai, hal ini akan meningkatkan kepuasan kerja. H4. Rasa kompeten berpengaruh langsung secara positif terhadap kepuasan kerja. Quin dan Speitzer (1997) berpendapat bahwa kompetensi berpengaruh dalam kinerja pegawai terutama dalam penyesuaian perilaku kerja pegawai yang efektif dan efisien. H5. Rasa kompeten berpengaruh langsung secara positif terhadap penyesuaian kerja terhadap nasabah.
61
JURNAL INTEGRA VOL. 2, NO. 1, JUNI 2012: 57-76
Weatherly dan Tansik (1993) menyakatan bahwa pegawai yang memiliki kepuasan kerja lebih akan selalu ingin melakukan perbaikan terhadap performansi layanan terutama dalam hal tindakan nyata. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif antara kepuasan kerja dengan perbaikan kerja yang proaktif. H6. Kepuasan kerja berpengaruh langsung secara positif terhadap perbaikan pelayanan secara proaktif. Hubungan perusahaan dengan customer akan meningkat seiring dengan peningkatan keahlian pekerja untuk tampil percaya diri. Kompetensi yang tinggi mendukung perilaku perbaikan pelayanan (Lytle et al.,1998). H7. Rasa kompeten berpengaruh langsung secara positif terhadap perbaikan pelayanan secara proaktif. Robinson et. al (2009) menyatakan bahwa pekerja yang mampu menyesuaian diri dengan pekerjaannya akan lebih mampu memenuhi permintaan pelanggan secara spesifik. Kemampuan adaptif ini mencakup sensitivitas terhadap kebutuhan pelanggan, berkeinginan untuk mempelajari kebutuhan pelanggan, percaya diri untuk menyelesaikan masalah keinginan pelanggan, dan tidak mudah stres akan tekanan waktu dan jadwal pekerjaan. Kemampuan penyesuaian diri (adaptif) pekerja tadi perilaku proaktif pekerja terutama kaitannya dengan perbaikan pelayanan. H8. Penyesuaian kerja terhadap nasabah berpengaruh langsung secara positif terhadap perbaikan pelayanan secara proaktif. 4. Metodologi Penelitian Teknik pengumpulan data dipilih dengan menggunakan kuesioner. Pemilihan pengumpulan data menggunakan kuesioner ini dilakukan karena penelitian yang dilakukan kali ini bersifat kualitatif (menilai persepsi) dan efisiensi waktu serta bertujuan untuk membuktian suatu hipotesis secara ilmiah (kuantitatif). Dalam penelitian ini menggunakan SEM (Structural Equation Modelling) sebagai dasar metode analisis terhadap model utama. Dan selanjutnya pembahasan SEM akan dibahas pada uji dan analisis hipotesis penelitian. 4.1. Sampel Penelitian Penelitian ini tidak menggunakan metode sensus terhadap respondennya. Peneliti bekerja sama dengan pihak HRD perusahaan untuk pihak perusahaan sendiri yang mendistribusikan kuesioner penelitian. Cara ini dipilih karena selain efisien waktu, para pegawai juga fleksibel dan tidak tertekan dalam menjawab pertanyaan kuesioner sehingga diharapkan tingkat kevalidan jawaban kuesioner dalam penelitian ini besar. Perusahaan jasa seperti perbankan daerah terpilih sebagai objek penelitian karena menerapkan partisipasi pihak manajerial secara penuh dalam sistem manajerial. Sampel penelitian adalah pegawai Bank Jateng di cabang Semarang, Ungaran, dan Salatiga. Spesifikasi pegawai-pegawai yang dijadikan sampel penelitian adalah pegawai yang berhadapan langsung dengan pelanggan. Jumlah sampel adalah jumlah populasi (n = 93 sampel, sehingga dilakukan penyebaran kuesioner sebanyak 93 buah) dimana jumlah pegawai yang berhadapan langsung dengan nasabah sangat terbatas. Total rata-rata kuesioner kembali yang dapat diolah adalah 87,1% (81 kuesioner valid). Setiap kantor cabang utama dan cabang pembantu di tiap wilayah memiliki kebutuhan jumlah pegawai yang berbeda, dan 87,1% kuesioner yang valid tersebut sudah cukup mewakili sampel yang dijadikan objek penelitian. Menurut beberapa penelitian (Ghozali, 2008; Yamin dan Kurniawan, 2011) batas minimal sampel dari suatu penelitian adalah sepuluh kali jumlah hipotesis.
62
PENGARUH PEMBERDAYAAN PRAKTEK MANAJERIAL (Kirana R. Ririh)
4.2. Pengembangan Kuesioner dan Skala Pengukuran Dalam studi penelitian dirumuskan definisi dari praktek pemberdayaan oleh pihak manajerial yaitu tindakan pihak manajerial untuk dalam menanamkan pemberdayaan dan menciptakan pekerja yang berdaya melalui participative decision-making, leading by example, coaching, informing, dan interact positively, sehingga dapat meningkatkan kualitas pelayanan. Empowering Managerial Practices (pemberdayaan praktek manajerial) diukur melalui 20 item pertanyaan yang dikembangkan dari penelitian Boudrias et al. (2009). Kuesioner pemberdayaan praktek manajerial menggunakan skala Likert dengan 4 alternatif jawaban (1 = sangat tidak setuju, hingga 4 = sangat setuju) . Kelima dimensi yang digunakan dalam pengukuran adalah delegating or sharing power (4 variabel manifes), Fostering development of skills; (5 variabel manifes), Communicating relevant job information ( 5 variabel manifes), Recognizing and rewarding performance ( 4 variabel manifes), Maintaining positive relations with the workers (2 variabel manifes.). Untuk lebih jelasnya ada pada Lampiran D Item Pertanyaan. Pengertian kepuasan kerja pada penelitian kali ini merupakan sikap pekerja, meliputi respon afektif atau emosional pekerja dan tingkah laku, terhadap penilaian beberapa aspek pekerjaan (karakteristik pekerjaan itu sendiri maupun kondisi yang berada disekitar lingkungan pekerjaan). Job satisfaction (kepuasan kerja) diukur melalui 20 item pertanyaan yang dikembangkan dari penelitian Alam dan Mohammad (2010). Kuesioner kepuasan kerja menggunakan skala Likert dengan 4 alternatif jawaban (1 = sangat tidak setuju, hingga 4 = sangat setuju). Keenam dimensi kepuasan kerja yang digunakan dalam pengukuran adalah Satisfaction with supervisor (3 variabel manifes), Satisfaction with variety (4 variabel manifes), Satisfaction with closure (satu variabel manifes), Satisfaction with compensation (4 variabel manifes), Satisfaction with co-worker (5 variabel manifes), Satisfaction with Management & HR Policies (4 variabel manifes). Untuk lebih jelasnya ada pada Lampiran D Item Pertanyaan. Dalam penelitian kali ini yang dimaksud dengan self-efficacy (rasa kompeten) adalah persepsi individual atas kapabilitas diri untuk dapat mengatur dan menjalankan tugas disetiap kondisi agar sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan. Self-efficacy (rasa kompeten) diukur melalui 8 item pertanyaan yang dikembangkan dari penelitian Zimmerman (1995) dan Bandura (1997). Kuesioner rasa kompeten menggunakan skala Likert dengan 4 alternatif jawaban (1 = sangat tidak setuju, hingga 4 = sangat setuju). Ketiga dimensi rasa kompeten yang digunakan dalam pengukuran adalah Magnitude (2 variabel manifes), Strenght (3 variabel manifes), Generality (3 variabel manifes). Untuk lebih jelasnya ada pada Lampiran D Item Pertanyaan. Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan penyesuaian kerja terhadap nasabah adalah tingkat keefektifan pegawai, yang dipengaruhi kapasitas (motivasi dan kompetensi), dalam menghadapi berbagai tantangan dan merespon berbagai perubahan yang harus dilaksanakan atas permintaan konsumen (nasabah). Adaptibility (penyesuaian kerja terhadap nasabah) diukur melalui 10 item pertanyaan yang dikembangkan dari penelitian Spiro dan Weitz (1990). Kuesioner penyesuaian kerja terhadap nasabah menggunakan skala Likert dengan 4 alternatif jawaban (1 = sangat tidak setuju, hingga 4 = sangat setuju). Kelima dimensi penyesuaian kerja yang digunakan dalam pengukuran adalah Recognition of different services approaches (3 variabel manifes), Confidence to alter approach (2 variabel manifes), Confidence to use variety of approach (satu variabel manifes), Collect info to falicitate adaptation (2 variabel manifes), dan Actual use of different approaches (2 variabel manifes). Untuk lebih jelasnya ada pada Lampiran D Item Pertanyaan. Service recovery bersifat proaktif yang dimaksud dalam penelitian ini adalah tindakan dan proses yang terencana untuk memperbaiki pelayanan saat terjadi kesalahan dalam pelayanan, agar mampu meminimalkan rasa kecewa pelanggan serta diharapkan dapat memunculkan rasa puas kembali dan sikap loyal pada pelanggan ; yang menitik beratkan pada usaha individual untuk melakukan perubahan (tidak hanya mengantisipasi dan meminimalkan masalah). Proactive recovery behavior (perbaikan pelayana secara proaktif) diukur melalui 6 item pertanyaan yang dikembangkan dari penelitian Jong dan Ruyter (2004). Kuesioner perbaikan pelayanan secara proaktif menggunakan 63
JURNAL INTEGRA VOL. 2, NO. 1, JUNI 2012: 57-76
skala Likert dengan 4 alternatif jawaban (1 = sangat tidak setuju, hingga 4 = sangat setuju). Kedua dimensi perbaikan pelayanan secara proaktif yang digunakan adalah Future-focused and mindful (4 variabel manifes) dan Change-oriented (2 variabel manifes). Untuk lebih jelasnya ada pada Lampiran D Item Pertanyaan. 4.3. Uji Validitas Item Kuesioner dan Reliabilitas Konstruk Kuesioner Pengujian validitas indikator dilakukan dengan menggunakan PLS terhadap seluruh item pernyataan kuesioner (indikator). Kemudian setiap indikator dilihat nilai loading factor yang terdapat pada tabel outer loading pada ouput HTML PLS. Nilai loading factor yang lebih besar dari 0,5 dinyatakan valid. Pada iterasi pertama terdapat 6 (enam) indikator yang memiliki loading factor kurang dari 0,5 yaitu p56 (0,432) terhadap variabel manifes “COLLECT” atau collection of information to facilitate adaptation; indikator p21 (-0,427), p22 (-0,360), p23 (-0,511), dan p24 (0,974) terhadap variabel manifes “DELEGATE” atau delegating or sharing power; indikator p58 (0,078) terhadap variabel manifes “ACTUAL” atau actual use of different approaches sehingga indikator-indikator tersebut harus dikeluarkan. Kemudian dilakukan iterasi kedua, dan pada iterasi kedua menunjukkan bahwa tidak terdapat indikator yang tidak valid. Pengujian reliabilitas konstruk dilakukan untuk melihat bias tidaknya pengukuran sehingga diharapkan pengukuran memiliki nilai konsistensi yang tinggi (Sekaran, 2006). Uji reliabilitas konstruk yang baik menggunakan nilai dari composite reliability (Chin, 1998) karen dianggap lebih akurat dalam mengestimasi konsistensi internal untuk model refleksif (Ghozali, 2008). Menurut Nunnally dan Bernstein (1994) nilai composite reliability yang dapat diterima dan baik adalah melebihi 0,7. Uji reliabilitas menunjukkan bahwa ACTUAL (1,000), ADPT (0,826), C.ALTER (0,869), C.VARIETY (1,000), CHANGE (0,919), CLOSUR (1,000), CMPNST (0,872), COLLECT (1,000), COMM (0,881), COWORK (0,868), EMP (0,924), FOSTER (0,846), FUTURE (0,865), GENERAL (0,782), JS (0,935), MAGNTD (0,836), MANAGER (0,896), PRB (0,878), RECOGNIZE (0,790), RELATION (0,933), REWARD (0,903), SE (0,872), STRENG (0,790), SUPRVSR (0,902), VARIETY (0,856). Dari angka tersebut menunjukkan bahwa keseluruhan variabel laten dan konstruk memiliki tingkat reliabilitas yang baik 4.4. Uji Hipotesis Setelah hasil uji validitas dan reliabilitas menunjukkan bahwa alat ukur (kuesioner) valid dan dapat dipercaya (reliable), maka langkah berikutnya adalah melakukan uji hipotesis dengan menggunakan PLS. Jenis uji yang dilakukan adalah uji satu arah dengan tingkat signifikansi 5% dan derajat kebebasan 79 sehingga t-statistic yang disarankan adalah > 2. Nilai koefisien jalurnya dapat dilihat dari nilai original sample pada output PLS. Hasil uji hipotesis tampak pada Tabel 1 di bawah ini: Tabel 1. Hasil Uji Hipotesis (Koefisien Jalur Variabel Laten)
EMP -> SE EMP -> JS EMP -> ADPT SE -> JS SE -> ADPT SE -> PRB JS -> PRB ADPT -> PRB
64
Original Sample (O)
df
Sample Mean (M)
0,458 0,714 0,024 0,199 0,453 -0,091 0,436 0,325
79 79 79 79 79 79 79 79
0,452 0,706 0,055 0,199 0,422 -0,078 0,437 0,313
Standard Deviation (STDEV) 0,088 0,074 0,150 0,077 0,111 0,120 0,113 0,114
Standard Error (STERR) 0,088 0,074 0,150 0,077 0,111 0,120 0,113 0,114
T Statistics (|O/STERR|) 5,204 9,592 0,163 2,562 4,070 0,755 3,836 2,851
PENGARUH PEMBERDAYAAN PRAKTEK MANAJERIAL (Kirana R. Ririh)
5. Analisis Hasil 5.1. Hasil Statistik Deskriptif Uji statistik deskriptif dilakukan dengan menggunakan tools SPSS. Uji statistik deskrptif dilakukan terhadap data karakteristik responden (lama bekerja, gaji, jabatan, dan pendidikan) dan data kuesioner responden (kecenderungan jawaban). Hasil statistika deskriptif dari “lama bekerja” menunjukkan bahwa sebanyak 66 responden memiliki masa kerja antara 1-3 tahun (81,5%), 4 responden memiliki masa kerja 7-9 tahun (4,9%), dan 11 responden memiliki masa kerja lebih dari 10 tahun (11%). Statistika deskriptif dilihat dari “jabatan di perusahaan” menunjukkan bahwa responden dengan jabatan teller 32 orang (39,5%), customer service 23 orang (28,4%), analis kredit 10 orang (12,3%), administrasi kredit 5 orang (6,2%), dan pemasaran 11 orang (13,6%). Uji statistik deskriptif “pendidikan yang terakhir ditamatkan” terdapat 24 responden berpendidikan D3 (29,6%) dan 57 responden berpendidikan S1 (70,4%). Tidak terdapat responden dengan pendidikan SMA maupun S2. Uji statistika deskriptif responden dilihat dari “gaji per bulan termasuk bonus” menerangkan bahwa terdapat 66 responden memiliki gaji antara Rp. 1 juta – Rp. 2.5 juta, 5 responden memiliki gaji antara >Rp.4 juta - Rp. 5 juta, dan 10 responden memiliki gaji lebih dari Rp. 5 juta. Uji statistik deskriptif atas kecenderungan jawaban responden menunjukkan bahwa cenderung menyatakan “tidak setuju” untuk item pertanyaan p22, p23, p24, p32, p37, p11, p42, p46, p49, p56, dan p58 (lihat lampiran D. Item Pertanyaan) karena rata-rata jawaban bernilai + 2. Sedangkan sisa item pertanyaan yang ada dinyatakan “setuju” karena rata-rata jawaban bernilai + 3. Dari statistik deskriptif dapat ditarik kesimpulan bahwa responden rata-rata merupakan pegawai baru dengan tingkat pendidikan S1. Keadaan lapangan menggambarkan pekerja firstline (berkaitan dengan pelanggan langsung) memiliki tingkat turn-over tinggi. Begitu pula dengan kepuasan kerja, dimana semakin tinggi gaji pegawai maka akan semakin puas. Sebagian karakteristik responden merupakan pekerja baru dengan gaji rendah, hal ini mempengaruhi persepsi pada setiap variabel penelitian. Mengacu pada Lampiran A. Hasil Uji Pendukung dengan SPSS, dapat dilihat dari Uji Cross-tabs bahwa karakteristik atau pola tertentu dari data yang dihasilkan menggambarkan bahwa tingkat kemampuan penyesuaian pekerja terhadap nasabah tergolong tinggi untuk pekerja dengan gaji diatas Rp. 5 Juta, dan cenderung tergolong rendah pada pekerja dengan gaji rendah (Rp. 1 JutaRp. 2,5 Juta). 5.2. Hasil Uji Hipotesis Hasil pengujian terhadap hipotesis 1 menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara pemberdayaan praktek manajerial dengan kepuasan kerja dengan nilai koefisien jalur 0,714 dan t-statisitc 9,592. Hal ini memang sangat berkaitan, dimana pihak manajemen jika ingin meningkatkan kepuasan kerja melalui praktek pemberdayaan melalui pihak manajerial, maka masukan yang diberikan oleh pegawai harus dipertimbangkan disaat pihak manajerial akan membuat suatu keputusan yang berdampak kepada kondisi pegawai selama beberapa jangka waktu kedepan. Hipotesis ini mendukung pernyataan beberapa peneliti (Boudrias et.al, 2009; Robinson et al., 2009). Hasil pengujian terhadap hipotesis 2 menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara pemberdayaan praktek manajerial dengan rasa kompeten dengan nilai koefisien jalur 0,458 dan t-statistic 5,204. Hipotesis ini mendukung teori yang diajukan Robinson et al. (2009) yaitu atasan yang mampu menjadi mentor yang baik terhadap bawahannya akan mampu membentuk jiwa pegawai yang selalu mampu untuk melakukan sesuatu dan termotivasi dalam mencapai tujuan bersama. Hal yang terjadi pada lingkungan kerja objek penelitian adalah pimpinan atau atasan memang sudah memberikan arahan yang baik pada bawahannya. Keberadaan SOP sebagai pendukung juga merupakan faktor penting dalam praktek manajerial untuk menjelaskan kepada pekerja tentang apa yang harus dilakukan, hal tersebut mempengaruhi rasa kompeten pekerja. Hasil pengujian terhadap hipotesis 3 menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pemberdayaan praktek manajerial dengan penyesuaian kerja terhadap nasabah, 65
JURNAL INTEGRA VOL. 2, NO. 1, JUNI 2012: 57-76
hal ini ditunjukkan dengan nilai t-statistic 0,163 (< 2). Hipotesis ini bertentangan dengan teori yang diajukan oleh O‟Connell et.al (2008). Menurut United States Office of Personel Management (1998), faktor yang mempengaruhi fleksibilitas dalam beradaptasi dengan lingkungan kerja adalah adanya keputusan yang ditetapkan bersama dengan pegawai serta kondisi lingkungan kerja yang beragam karakteristik individunya. Namun jika pihak manajerial terlalu otoriter maka hal tersebut akan menekan keinginan pegawai untuk melakukan penyesuaian diri terhadap lingkungan kerja, karena merasa ditekan. Wahyuni (2007) juga berpendapat bahwa praktek manajerial tidak memiliki hubungan dengan kemampuan pegawai untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan. Kurangnya komitmen pihak manajerial untuk membentuk karakter pegawai yang adaptif dalam performa pelayanan menjadi penyebab ketidak-signifikanan hubungan ini. Serta budaya perusahaan atau karakteristik perusahaan yang membentuk pribadi pegawai enggan dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan kerja Hasil pengujian terhadap hipotesis 4 bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara rasa kompeten dan kepuasan kerja dengan nilai koefisien jalur 0,199 dan nilai t-statistic 2,562. Hipotesis ini mendukung teori yang diajukan oleh McDonald dan Siegall (1992) bahwa semakin pekerja merasa kompeten dan percaya diri maka pekerjaan yang dihadapi pegawai makin mudah dimata pegawai, hal ini akan meningkatkan kepuasan kerja. Berdasarkan hasil wawancara terhadap pegawai yang menjadi objek penelitian, pembekalan kerja pada masa pendidikan selalu memiliki target penguasaan. Dengan adanya target penguasaan kemampuan yang diwajibkan kepada pekerja, hal ini membuat pegawai secara tidak langsung menjadi berkompeten. Setiap pegawai yang merasa kesusahan diperbolehkan untuk berdiskusi dengan atasan. Hal tersebut meringankan kesulitan yang dihadapi pegawai saat dilapangan, sehingga pegawai cenderung mampu menyelesaikan pekerjaan. Tingkat penyelesaian pekerjaan yang tinggi pada pegawai akan mempengaruhi kepuasan kerja Hasil pengujian terhadap hipotesis 5 bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara rasa kompeten dan penyesuaian kerja terhadap nasabah dengan nilai koefisien jalur 0,453 dan nilai tstatistic 4,070. Hipotesis ini sesuai dengan teori yang diajukan Jones (1986) bahwa semakin tinggi kompeten pegawai maka semakin mampu mengadaptasi kebutuhan nasabah dan lingkungan kerja. Faktor flexible adjustment pada sisi rasa kompeten yang dimiliki oleh pegawai akan meningkatkan kemampuan pegawai untuk mengenali setiap pelanggannya agar dapat memutuskan perlakuan pelayanan yang seperti apa yang akan dilakukan. Hasil pengujian terhadap hipotesis 6 bahwa terdapat hubugan positif yang signifikan antara kepuasan kerja dan perbaikan layanan secara proaktif dengan nilai koefisien jalur 0,436 dan nilai tstatistic 3,836. Hipotesis ini mendukung teori Weatherly dan Tansik (1993) dimana pegawai yang memiliki kepuasan kerja lebih akan selalu ingin melakukan perbaikan terhadap performansi layanan terutama dalam hal tindakan nyata. Kepuasan terhadap manajer, rekan kerja, dan aturan yang ditetapkan perusahaan akan mendorong pegawai dalam melakukan tindakan solusi inovatif dan alternatif perbaikan layanan. Hasil pengujian terhadap hipotesis 7 bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara rasa kompeten dengan perbaikan layanan secara proaktif, hal ini ditunjukkan dengan nilai t-statistic 0,755 (< 2). Pernyataan ini menentang teori bahwa kompetensi yang tinggi mendukung perilaku perbaikan pelayanan (Lytle et al.,1998). Akan tetapi penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Robinson et al. (2009) yang juga menemukan ketidaksignifikanan atas hubungan self-efficacy dengan service recovery. Dalam penelitian ini self-efficacy memiliki hubungan tidak langsung dengan proactive recovery behavior melalui adaptability dan job satisfaction. Bandura (1977) menyatakan bahwa penelitian rasa kompetan yang dilakukan tidak mutlak akan tetapi dapat berubah-ubah sesuai dengan kondisi kerja yang mempengaruhi. Hasil pengujian terhadap hipotesis 8 bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara penyesuaian kerja terhadap nasabah dengan perbaikan pelayanan secara proaktif dengan nilai koefisien jalur 0,325 dan nilai t-statistic 2,851. Hipotesis ini mendukung pernyataan Robinson et. al (2009) bahwa pekerja yang mampu menyesuaian diri dengan pekerjaannya akan lebih mampu 66
PENGARUH PEMBERDAYAAN PRAKTEK MANAJERIAL (Kirana R. Ririh)
memenuhi permintaan pelanggan secara spesifik. Salah satu faktor yang penting dalam perilaku perbaikan yang proaktif adalah selalu melakukan tindakan eksploratif terhadap celah-celah perbaikan pelayanan, melakukan perbaikan secara kontinyu, dan selalu membahas isu-isu antisipatif sehubungan dengan service recovery. 6. Kesimpulan Dalam mengidentifikasi 5 (lima) faktor pemberdayaan praktek manajerial dapat disimpulkan bahwa terdapat 4 (empat) faktor yang signifikan yaitu fostering development of skills, communicating relevant job, recognizing and rewarding performance, dan maintaining positive relations with the workers. Jika ingin meningkatkan nilai pemberdayaan praktek manajerial, maka faktor yang paling penting untuk diperhatikan adalah mengkomunikasikan pekerjaan yang relevan (communicating relevant job) pada pegawai, karena faktor tersebut merupakan pengukur pemberdayaan praktek manajerial terkuat Aturan dan strategi HR memberikan pengukuran kepuasan kerja tertinggi, terutama jika pekerja merasa dipertimbangankan sarannya dalam pengambilan keputusan oleh pihak manajerial. Faktor strenght atau dimana pegawai merasa over-qualified menjadi pengaruh terbesar dalam mengukur rasa kompeten pegawai. Dalam penyesuaian kerja, faktor yang sangat menentukan adalah bagaimana pegawai dapat memahami bahwa setiap nasabah membutuhkan pendekatan khusus. Rasa kompeten memberikan pengaruh lebih rendah terhadap kepuasan kerja dan pengaruh lebih tinggi terhadap penyesuaian kerja. Pemberdayaan praktek manajerial tidak mempunyai hubungan yang signifikan terhadap penyesuaian kerja pegawai terhadap nasabah, hal ini dapat terjadi jika pemberdayaan praktek manajerial mengandung unsur tekanan kerja terhadap pegawai. Tekanan kerja oleh pihak manajerial akan menimbulkan rasa takut dan enggan pegawai untuk bisa menyesuaikan diri dengan kondisi kerja terutama kondisi nasabah. Rasa kompeten tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap perbaikan pelayanan yang proaktif, hal ini disebabkan rasa kompeten saja tidak cukup untuk memunculkan perilaku proaktif. Proaktif akan timbul jika seseorang memiliki inisiatif untuk bertindak. Pemberdayaan praktek manajerial yang memperhatikan keempat faktor signifikan tadi akan berpengaruh lebih kuat dalam meningkatkan perbaikan pelayanan secara proaktif melalui kepuasan kerja pegawai, dibandingkan melalui rasa kompeten pegawai. Yang dapat ditarik dari hasil pengembangan model pengaruh pemberdayaan praktek manajerial terhadap perbaikan pelayanan yang proaktif adalah jika ingin meningkatkan perbaikan pelayanan melalui pemberdayaan praktek manajerial yang harus dipertimbangkan lebih dahulu adalah menumbuhkan kepuasan kerja pegawai. Karena melalui kepuasan kerja akan memberi pengaruh terbesar terhadap perilaku proaktif pegawai dalam usaha perbaikan pelayanan. Alternatif lain dalam meningkatkan perbaikan pelayanan secara proaktif adalah melalui peningkatan rasa kompeten pegawai. Peningkatan rasa kompeten akan berpengaruh pada penyesuaian kerja pegawai yang nantinya akan meningkatkan perbaikan pelayanan secara proaktif 7. Saran Saran bagi penelitian selanjutnya adalah dengan membandingkan bank pembangunan daerah yang ada seperti Bank Jatim, Bank Jabar Banten, Bank DKI agar hasil dapat lebih diimplementasikan secara umum. Oleh sebab itu, ada baiknya jika penelitian selanjutnya dilakukan secara longitudinal. Pada penelitian selanjutnya sebaikanya pada bagian pertanyaan identitas/karakteristik responden menggunakan pertanyaan terbuka, agar dapat meminimalkan kecenderungan atas jawaban tertentu responden. Alternatif tools untuk penelitian selanjutnya dapat menggunakan software AMOS atau LISREL, dan terutama jika sampelnya melebihi 100 sampel. Saran bagi perusahaan adalah pihak manajerial sebaiknya melakukan program secara kolaboratif antara pihak manajerial dan pegawai, serta membangun komitmen bersama untuk meningkatkan 67
JURNAL INTEGRA VOL. 2, NO. 1, JUNI 2012: 57-76
komunikasi (seperti monitor komplain yang krusial serta yang berpotensi menjadi krusial dari berbagai media, Membuka wacana tentang corrective action yang disalurkan lewat FGD atau diskusi pribadi). Selain itu pihak manajerial sebaiknya memperhatikan kepuasan kerja pegawai khususnya melalui kebijakan kompensasi atas service recovery efforts terutama bagi pegawai yang mampu menangani nasabah dengan komplain krusial. 8. Daftar Pustaka Alam, M.M. dan Mohammad, J.F. (2010), “Level Of Job Satisfaction And Intent To Leave Among Malaysian Nurses”, Business Intelligence Journal, Vol. 3, No. 1, pp. 123-137. Bandura, A. (1997), Self-efficacy: The Exercise of Control, W.H. Freeman and Company, New York, NY. Bandura, A. (1977), “Self-efficacy: Toward a Unifying Theory of Behavior Change”, Psychological Review, Vol. 84, pp. 191-215. Boudrias, J.S., Gaudreau, P., Savoie, A., dan Morin, A.J.S. (2009), “Employee Empowerment: From Managerial Practices To Employees‟ Behavioral Empowerment”, Leadership & Organization Development Journal, Vol. 30, No. 7, pp. 625-638. Bowen, D.E. dan Lawler, E.E. (1992), “The Empowerment of Service Workers: What, Why, How and When”, Sloan Management Review, p. 31. Chin, W.W. (1998), The Partial Least Square Approach to Structural Equation Modelling dalam Modern Methods for Business Research, G.A. Marcoulides (ed.), Lawrence Erlbaum Associates, New Jersey. Crossman, A. dan Abou-Zaki, B. (2003), “Job Satisfaction and Employee Performance of Lebanese Banking Staff”, Journal of Managerial Psychology, Vol. 18, No. 4, pp.368 – 376. Cunha,M. P., Rego, A., dan Kamoche, K. (2009), “Improvisation in Service Recovery”, Managing Service Quality, Vol. 19, No. 6, pp. 657-669. Du, J., Fan, X., dan Feng, T. (2010), “An Experimental Investigation of The Role of Face in Service Failure and Recovery Encounters”, Journal of Consumer Marketing, Vol. 27, No. 7, pp. 584–593. Edvardsson, B., Tronvoll, B., dan Hoykinpuro, R. (2011), “Complex Service Recovery Processes: How to Avoid Triple Deviation”, Managing Service Quality, Vol. 21, No. 4, pp. 331-349. Fort, I., Jacquet, F., dan Leroy, N. (2011), “Self-efficacy, Goals, and Job Search Behaviors”, Career Development International, Vol. 16, No. 5, pp. 469-481. Ghozali, I. (2008), Structural Equation Modelling: Metode Alternatif dengan Partial Least Square, Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang. Hartline, M.D. and Ferrell, O.C. (1996), “The Management of Customer-Contact Service Employees: An Empirical Investigation”, Journal of Marketing, Vol. 60, October, pp. 52-70. Jones, G. R. (1986), “Socialization Tactics, Self-efficacy, and Newcomers‟ Adjustments to Organizations”, Academy of Management Journal, Vol 29, pp. 262-279.
68
PENGARUH PEMBERDAYAAN PRAKTEK MANAJERIAL (Kirana R. Ririh)
Jong, A. dan Ruyter, K. (2004), “Adaptive versus Proactive Behavior in Service Recovery: The Role of Self-Managing Teams”, Decision Sciences, Vol. 35, No. 3, pp. 457-491. Lawler,E. (1986), High Involvement Management, Jossey-Bass, San Francisco. Lytle, R.S., Hom, P.W. and Mokwa, M.P. (1998), “SERV*OR: a Managerial Measure of Organizational Service-Orientation”, Journal of Retailing, Vol. 74, Winter, pp. 455-89. McDonald, T. dan Siegall, M. (1996). “Enhancing worker self-efficacy: An approach for reducing negative reactions to technological change”. Journal of Managerial Psychology, Vol 11, pp. 41-44. McShane, S.L dan Glinow, M.A.V, (2008). “Organizational Behaviour : Emerging Realities for The Workplace Revolution”. New York : McGraw-Hill. O`Connell, D.J., McNeely E., Hall, D.T. (2008). “Unpacking Personal Adaptability at Work”. Journal of Leadership & Organizational Studies, Vol. 14 No. 3, pp. 248-259. Pulakos, E.D., Arad, S., Plamondon K.E., dan Donovan, M.A. (2000). “Adaptability in The Workplace : Development of A Taxonomy of Adaptive Performance”. Journal of Applied Psychology, Vol. 85 No. 4, pp. 612-624. Quinn, R. dan Spreitzer, G. (1997). “The Road to Empowerment : Seven Questions Every Leader Should Consider”. Organizational Dynamics, Vol.2, pp. 37-39. Robinson, L. Jr., Neeley, S.E., dan Williamson, K. (2009). “Implementing Service Recovery Through Customer Relationship Management : Identifying The Antecedents”. Journal of Services Marketing Vol.25 No.2, pp. 90–100. Scott, S.G. and Bruce, R.A. (1994). “Determinants of innovative behavior: a path model of individual innovation in the workplace”. Academy of Management Journal, Vol. 37 No. 3, pp. 580607. Sekaran, U. (2006). “Metodologi Penelitian untuk Bisnis”, Buku 2 (Edisi 4 ed.). Jakarta. Indonesia: Salemba 4. Smith, P.C, Kendall, L.M, dan Hulin, C.L. (1969). The Measurement of Satisfaction in Work and Retirement : A Strategy for the Study of Attitudes. Chicago : Rand-McNally. Spiro, R.L. dan Weitz, B.A. (1990). “Adaptive Selling : Conceptualization, Measurement, and Nomological Validity”. Journal of Marketing Research, Vol 27 , pp. 61-9. Tams, S. (2007). “Constructing Self-efficacy at Work : A Person-Centered Perspective”. Personnel Review ,Vol. 37 No. 2, pp. 165-183. Thomas, K. W. dan Velthouse, B. A. (1990). “Cognitive Elements of Empowerment: An 'Interpretive' Model of Intrinsic Task Motivation”. Academy of Management Review, Vol 15, No. 4, 666-681. Weatherly, K.A. dan Tansik, D.A. (1993). “Tactics Used by Customer Contact Workers : Effect of Role Stress, Boundary Spanning, and Control”. International Journal of Service Industry Management, Vol. 4, No. 3, pp. 4-17. Yamin, S. dan Kurniawan, H. (2011). Partial Least Square Path Modelling. Jakarta : Salemba Infotek
69
JURNAL INTEGRA VOL. 2, NO. 1, JUNI 2012: 57-76
Yunaldi, A. (2008). Pengaruh Service Recovery Terhadap Kepuasan Pengguna Kartu Kredit Bank Niaga. Skripsi. Universitas Indonesia. Zimmerman, B. J. (1995). Self-efficacy in changing societies. New York : Cambridge University Press, pp. 202-231 www.infobanknews.com, diakses 12 April 2012 http://www.suaramerdeka.com/ , diakses 12 April 2012 http://www.antaranews.com/berita/300291/, diakses 12 April 2012
70
PENGARUH PEMBERDAYAAN PRAKTEK MANAJERIAL (Kirana R. Ririh)
Lampiran A. Hasil Uji Pendukung dengan SPSS UJI SPLIT TEST SPEARMAN-BROWN Konsistensi internal ukuran pada penelitian ini dihitung dengan menggunakan Split-Test Spearman – Brown. Konsistensi internal ukuran merupakan indikasi homogenitas item-item yang ada dalam ukuran yang menyusun konstruk. Dengan kata lain, item yang ada harus “sama” dan harus mampu mengukur konsep yang sama secara independen, sedemikian rupa sehingga responden seragam dalam mengartikan setiap item. Hal ini dapat dilihat dengan mengamati apakah item dan subset item dalam instrumen pengukur memiliki korelasi yang tinggi. Case Processing Summary N Cases
Valid Excluded
% 81
100.0
0
.0
81
100.0
a
Total
a. Listwise deletion based on all variables in the procedure. Reliability Statistics Cronbach's Alpha
Part 1
Value N of Items
Part 2
Value N of Items
Spearman-Brown Coefficient
Total N of Items Correlation Between Forms Equal Length Unequal Length Guttman Split-Half Coefficient
.857 16a .771 16b 32 .750 .857 .857 .853
a. The items are: p1, p3, p5, p7, p9, p11, p13, p15, p17, p19, p21, p23, p25, p27, p29, p31. b. The items are: p33, p35, p37, p39, p41, p43, p45, p47, p49, p51, p53, p55, p57, p59, p61, p63.
Keeratan hubungan diinterpretasi dengan menggunakan aturan Guilford (Guilford’s Empirical Rule) sebagai berikut: 0 → < 0,2 < 0,2 → < 0,4 < 0,4 → <0,7 <0,7 → <0,9 <0,9 → <1,0
-
Slight correlation; almost negligible relationship Small correlation; low relationship Moderate correlation; substantial relationship High correlation; dependable relationship Very high correlation;very dependable relationship
Spearman brown coefficient Menunjukkan reliabilitas alat ukur yang diestimasi dengan menggunakan teknik belah dua, yaitu 0,857 (equal lenght)
Dari nilai Spearman brown coefficient diketahui bahwa tingkat korelasinya tinggi yaitu 0,857. Sehingga indikasi homogenitas item-item yang ada dalam ukuran yang menyusun konstruk mampu mengukur konsep yang sama secara independen (dalam kata lain responden sudah seragam dalam mengartikan setiap item) 71
JURNAL INTEGRA VOL. 2, NO. 1, JUNI 2012: 57-76
UJI CROSSTABS Pada Uji Crosstabs kali ini membandingkan antara data karakteristik responden dengan data kuesioner responden. Uji Crosstabs pada penelitian ini tidak untuk menentukan apakah ada hubungan atau tidak antara data karakteristik responden dengan data kuesioner. Tujuan dilakukan Uji Crosstabs kali ini hanya untuk melihat karakteristik atau pola tertentu yang ada dari data yang dihasilkan Gaji * ADPT Crosstab ADPT 2.00 Gaji
1JT-2,5JT
Count
Total
6
5
66
3.0%
80.3%
9.1%
7.6%
100.0%
100.0%
82.8%
75.0%
71.4%
81.5%
2.5%
65.4%
7.4%
6.2%
81.5%
0
4
1
0
5
% within Gaji
.0%
80.0%
20.0%
.0%
100.0%
% within ADPT
.0%
6.3%
12.5%
.0%
6.2%
% of Total
.0%
4.9%
1.2%
.0%
6.2%
0
7
1
2
10
% within Gaji
.0%
70.0%
10.0%
20.0%
100.0%
% within ADPT
.0%
10.9%
12.5%
28.6%
12.3%
% of Total
.0%
8.6%
1.2%
2.5%
12.3%
2
64
8
7
81
2.5%
79.0%
9.9%
8.6%
100.0%
100.0%
100.0%
100.0%
100.0%
100.0%
2.5%
79.0%
9.9%
8.6%
100.0%
% of Total
Total
4.00
53
% within ADPT
>5JT
3.50
2
% within Gaji
>4JT-5JT
3.00
Count
Count
Count % within Gaji % within ADPT % of Total
Seiring meningkatnya nilai ADPT jumlah persentase responden cenderung mengalami penurunan pada kelompok responden yang bergaji antara 1-1,2 DAN SEBALIKNYA mengalami peningkatan jumlah responden pada kelompok responden yang bergaji >5jt
72
PENGARUH PEMBERDAYAAN PRAKTEK MANAJERIAL (Kirana R. Ririh)
Gaji * JS Crosstab JS 2.00 Gaji
1JT-2,5JT
Count
4.00
Total
42
2
15
66
6.1%
4.5%
63.6%
3.0%
22.7%
100.0%
100.0%
100.0%
79.2%
50.0%
88.2%
81.5%
4.9%
3.7%
51.9%
2.5%
18.5%
81.5%
0
0
4
0
1
5
% within Gaji
.0%
.0%
80.0%
.0%
20.0%
100.0%
% within JS
.0%
.0%
7.5%
.0%
5.9%
6.2%
% of Total
.0%
.0%
4.9%
.0%
1.2%
6.2%
0
0
7
2
1
10
% within Gaji
.0%
.0%
70.0%
20.0%
10.0%
100.0%
% within JS
.0%
.0%
13.2%
50.0%
5.9%
12.3%
% of Total
.0%
.0%
8.6%
2.5%
1.2%
12.3%
4
3
53
4
17
81
4.9%
3.7%
65.4%
4.9%
21.0%
100.0%
100.0%
100.0%
100.0%
100.0%
100.0%
100.0%
4.9%
3.7%
65.4%
4.9%
21.0%
100.0%
% of Total
Total
3.50
3
% within JS
>5JT
3.00
4
% within Gaji
>4JT-5JT
2.50
Count
Count
Count % within Gaji % within JS % of Total
Seiring meningkatnya nilai JS jumlah persentase responden cenderung mengalami penurunan pada kelompok responden yang bergaji antara 1-1,2 DAN SEBALIKNYA mengalami peningkatan jumlah responden pada kelompok responden yang bergaji >5jt. Namun kecenderungan ini tidak berlaku pada skor 4
73
Lampiran B. Output Diagram PLS
JURNAL INTEGRA VOL. 2, NO. 1, JUNI 2012: 57-76
74
Lampiran C. Output PLS –Validitas Item Pada Iterasi Kedua
PENGARUH PEMBERDAYAAN PRAKTEK MANAJERIAL (Kirana R. Ririh)
75
76
Maintaining positive relations with the workers
Recognizing and rewarding performance
Communicating relevant job information
Fostering development of skills
Delegating or sharing power
Appraisal
p36
Acknowledge
p19 p20
Fair policies
p40
Positive interaction
p18
p17
Mindful decision making
Supportive condition
Career path
p16
p15
p14
p39
Satisfaction with Management and HR Policies
Satisfaction with Co-workers
p13
p12
p11
Caring
p38
Friendliness
p35
Appreciation of contribution
Reward
Cooperative
p34
Believing
p37
Selfishness
p33
Keep informing
Appreciation of effort
Pleasant
p32
consideration
Holiday eligibilities Retirement benefits
p31
discussion
Satisfaction with Compensation
Medical benefits
p30
explaination
p10
p9
Compensation package
p7
p6
p5
p4
p2 p3
p1
p29
Get interact
Job Variances
Job Decision
Job description Feedback Independent action and thinking
p8
Satisfaction with Closure
Satisfaction with Variety
Satisfaction with Supervisor
JS
Accomplishment
Advice
p26
Focus on objectives
p28
p25
Creativity
Identifying skill
p24
Proper job adjusting
p27
p22 p23
Authority of job needs Decision of work
Opportunity of learning
p21
Authority of responsibility
EMP
Lampiran D. Item Pernyataan
Generality
Strenght
Magnitude
SE
Eager to advance capability p48
p47
p46
p45
p44
Overconfidence Having experiences and achievements Self expectation fulfillment Flexible adjustment
p42 p43
p41
Fit to work Over-qualified
Dare the challange
“Actual use of different approaches”
“Collection of information to facilitate adaptation”
“Confidence of one`s ability to use a variety of approaches”
“Confidence of one`s ability to alter one’s approach during an interaction”
“Recognition that different service approaches are required for different customers”
Perlakuan adil terhadap nasabah
Mempraktekan berbagai pendekatan
Pemahaman kondisi nasabah
Mempunyai pendekatan tertentu sebagai pedoman
Penggunaan pendekatan dikondisi berbeda
Kemampuan menggunakan pendekatan efektif
Fleksibel menggunakan pendekatan
Mengerti perbedaan nasabah
Sensitif terhadap kebutuhan nasabah
Menyadari keunikan pendekatan
ADPT
p58
p57
p56
p55
p54
p53
p52
p51
p50
p49
Change-Oriented
Future focused and mindful
PRB
Alternatif solution
p64
p63
p62
Effort improvement
Innovative solution
p61
p60
p59
Continuous improvement
Explorating
Creativity to anticipate
JURNAL INTEGRA VOL. 2, NO. 1, JUNI 2012: 57-76