PENGARUH PEER EDUCATION KESEHATAN TULANG TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN PADA SISWA SMP MUHAMMADIYAH 17 CIPUTAT SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep)
NUR QOMARIAH 109104000007
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1434 H/2013M
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama
: Nur Qomariah
Tempat, TanggalLahir
: Tangerang, 30 November 1990
Status Pernikahan
: Belummenikah
Alamat
: Jalan Kuningan Rt.03 Rw.001 No.16 Cempaka Putih, Ciputat-Tangerang Selatan 15412
Telepon
: 0856-195-44-74
Email
:
[email protected]
Riwayat Pendidikan 1. SD Negeri Gintung 1 [1997-2003] 2. SMP Negeri 2 Ciputat [2003-2006] 3. SMA Negeri 1Ciputat [2006-2009]
Riwayat Organisasi 1. PRAMUKA [2001-2003] 2. PASKIBRA SMPN 2 Ciputat [2003-2004] 3. Taekwondo SMAN 1 Ciputat [2007] 4. Mading SMAN 1 Ciputat [2007]
vi
Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan maka apabilatelah selesai (dari suatu urusan) kerjakanlah dengan sesungguh-sungguh (urusan) yang lain dan hanya kepada Tuhanlah hendaknya kamu berharap (Q.S. Al-Insyirah 7,9)
Skripsi ini penulis persembahkan untuk... Kedua orang tua ku...
Ibu Liah dan Bpk.Aslih Rosi
Alhamdulillahirrabilalamin...anakmu telah menyelesaikan pendidikan hingga jejang sarjana. Terima kasih atas do’a dan kasih sayang mu yang selalu menyertaiku dalam menggapai cita-cita dan harapan. Kakak-kakakku...
Bang Jaus, Kak Emi, Bang Baim, Ka Rika, Bang Kamal, Ka Liah, Ka Lia, dan Bang Yana Terima kasih atas do’a dan kasih sayangnya sehingga adikmu mampu menyelesaikan pendidikan jenjang sarjananya. Sahabatku... Yang telah memberikan dukungan dan semangat serta membantu dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini....Terima kasih untuk Novia, Sandra, Nurul, Eryn, Fifo, Tami, dan Nining.
vii
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA Skripsi, Juli 2013 Nur Qomariah, NIM: 109104000007 Pengaruh Peer Education Kesehatan Tulang terhadap Tingkat Pengetahuan pada Siswa SMP Muhammadiyah 17 Ciputat. xvi+ 80 halaman + 13 lampiran
ABSTRAK Kematangan fisik pada remaja salah satunya ditandai dengan peningkatan massa tulang secara cepat dan jika proses ini tidak berlangsung dengan optimal maka dapat menjadi faktor risiko osteoporosis di kemudian hari. Para remaja membutuhkan pengetahuan sebagai dasar untuk membentuk gaya hidup yang dapat memaksimalkan kemampuan mereka dalam rangka meningkatkan kesehatan tulang. Peningkatan pengetahuan dapat terjadi jika metode dan media pembelajaran yang baik maka dalam penelitian ini peneliti lebih menekankan pada metode peer education. Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh peer education kesehatan tulang terhadap tingkat pengetahuan pada siswa SMP Muhammadiyah 17 Ciputat. Desain penelitian ini adalah pra eksperimental yang menggunakan pendekatan one group pre test – post test design. Sampel penelitian ini adalah 29 orang siswa kelas VIII yang dipilih dengan menggunakan teknik simple random sampling. Instrumen penelitian yang digunakan adalah kuesioner yang berisi 27 pertanyaan kesehatan tulang. Analisa data meliputi analisa univariat dan analisa bivariat dengan menggunakan uji statistik T-test. Hasil penelitian menunjukan ada perbedaan tingkat pengetahuan yang bermakna antara sebelum dan sesudah intervensi peer education kesehatan tulang (P value=0.000). Nilai eta squared yang diperoleh sebesar 0.79 maka dapat disimpulkan bahwa intervensi peer education kesehatan tulang mempunyai pengaruh yang besar terhadap peningkatan pengetahuan. Untuk selanjutnya perlu dilakukan penelitian serupa untuk mengukur sikap dan perilaku serta adanya kelompok kontrol. Kata Kunci: Peer education, Daftar Bacaan: 61 (2002-2013)
Kesehatan
viii
tulang,
Pengetahuan
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENC NURSING SCIENCE PROGRAM STATE ISLAMIC UNIVERSITY OF JAKARTA Undergraduate Thesis, July 2013 Nur Qomariah, NIM: 109104000007 Effect of Bone Health Peer Education on the Level of Knowledge in SMP Muhammadiyah 17 Ciputat Students. xvi+ 80 pages + 13 appendix
ABSTRACT Phsysical maturation in adolescents is marked by an increase bone mass rapidly and if this process does not take place optimally, it can be a risk factor of osteoporosis in later life. The young people need knowledge as a basis for forming lifestyle that can maximize their capabilities in order to improve bone health. Increased knowledge may occur if the methods and media of learning are well, in this study the researchers put more emphasis on peer education method. The purpose of this study was to determine the effect of bone health peer education on the level of knowledge in SMP Muhammadiyah 17 Ciputat students. The design of this study was pra-experimental with approach of one group pre test – post test design. The sample was 29 students in grade 8 who were selected using simple random sampling technique. The research instrument used was a questionnaire of knowledge about bone health. Data analysis includes univariate analysis and bivariate analysis using statistical T-test. The results showed there was significant difference between the level of knowledge before and after bone health peer education intervention (P value = 0.000). Eta squared value is of 0.79 it can be concluded that bone health peer education intervention had a significant influence on the increase of knowledge. For further similiar studies suggested to measure up to the attitude and behaviour and there is control group. Keywords: Peer education, Bone Health, Knowledge Reading list: 61 (2002-2013)
ix
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat, taufiq dan hidayat-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam senantiasa terlimpahkan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW, pembawa syari’ah-Nya yang universal bagi semua manusia dalam setiap waktu dan tempat sampai akhir zaman. Atas nikmat-Nya dan karunia-Nya Yang Maha Besar sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh
Peer
Education
Kesehatan
Tulang
terhadap
Tingkat
Pengetahuan pada Siswa SMP Muhammadiyah 17 Ciputat”. Dalam penyusunan skripsi ini, tidak sedikit kesulitan dan hambatan yang peneliti jumpai namun syukur Alhamdulillah berkat rahmat dan hidayah-Nya, kesungguhan, kerja keras dan kerja cerdas disertai dukungan dan bantuan dari berbagai pihak baik langsung maupun tidak langsung, segala kesulitan dapat diatasi dengan sebaik-baiknya yang pada akhirnya skripsi ini dapat diselesaikan. Oleh sebab itu, pada kesempatan kali ini peneliti ingin mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sedalam-dalamnya kepada : 1.
Bapak Prof. Dr (hc). dr. M.K. Tadjudin, Sp.And selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
x
2.
Bapak Waras Budi Utomo S.Kep, Ns, MKM selaku Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dan Ibu Eni Nur’aini Agustini, S.Kep.,M.Sc selaku sekretaris Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3.
Ibu Ns. Uswatun Khasanah, S.Kep, MNS selaku pembimbing pertama dan Ibu Ernawati, Skp, M.Kep, Sp. KMB selaku pembimbing kedua yang telah meluangkan waktu, tenaga, dan fikiran selama membimbing peneliti dan banyak sekali memberikan masukan dan bimbingan pada peneliti.
4.
Segenap Bapak dan Ibu Dosen atau Staf Pengajar Program Studi Ilmu Keperawatan yang telah memberikan ilmu pengetahuannya kepada peneliti selama duduk pada bangku kuliah .
5.
Kepala sekolah, guru serta segenap staf SMP Muhammadiyah 17 Ciputat yang memberikan informasi serta data dalam studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti.
6.
Siswa SMP Muhammadiyah 17 Ciputat
yang telah bersedia menjadi
responden dalam penelitian ini. 7.
Orang Tua peneliti yang selalu memberikan kasih sayang tak terhingga kepada anaknya, mendoakan serta memberikan dorongan dan masukan baik materiil maupun non materiil.
8.
Keluarga besar peneliti, terutama kakak-kakak ku yang selalu memberikan dukungan baik mateiil maupun non materiil.
xi
9.
Seluruh teman-teman angkatan 2009 yang selalu saya sayangi, memberikan makna kebersamaan, motivasi, dan membantu saya dalam melaksanakan tugas. Penulis sangat menyadari bahwa pada penyusunan skripsi ini, masih
terdapat banyak kekurangan dan belum sempurna karena keterbatasan yang peneliti miliki, karena sesungguhnya kesempurnaan hanya milik Allah SWT. Peneliti mengharapkan kritik dan saran yang membangun sehingga peneliti dapat memperbaiki skripsi ini. Peneliti berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat khususnya bagi peneliti dan umumnya bagi pembaca yang mempergunakannya terutama untuk proses kemajuan pendidikan selanjutnya. Wassalamu’alaykum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Ciputat,
September 2013
Nur Qomariah
xii
DAFTAR ISI
LEMBAR JUDUL ...................................................................................................i LEMBAR PERNYATAAN .....................................................................................ii LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN .......................................................iii LEMBAR PENGESAHAN ....................................................................................iv DAFTAR RIWAYAT HIDUP ................................................................................vi LEMBAR PERSEMBAHAN .................................................................................vii ABSTRAK ...............................................................................................................viii ABSTRACT ..............................................................................................................ix KATA PENGANTAR ..............................................................................................x DAFTAR ISI.............................................................................................................xiii DAFTAR TABEL ...................................................................................................xvii DAFTAR BAGAN..................................................................................................xviii DAFTAR LAMPIRAN ...........................................................................................xix BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................1 A. Latar Belakang ...............................................................................................1 B. Rumusan Masalah ..........................................................................................7 C. Pertanyaan Penelitian .....................................................................................8 D. Tujuan Penelitian ...........................................................................................9 1. Tujuan Umum ..........................................................................................9 2. Tujuan Khusus .........................................................................................9 E. Manfaat Penelitian .........................................................................................9 xiii
1. Manfaat Bagi Perkembangan Ilmu Keperawatan ....................................9 2. Manfaat Bagi Pelayanan Kesehatan .........................................................10 3. Manfaat Bagi SMP Muhammadiyah 17 Ciputat ......................................10 F. Ruang Lingkup Penelitian ..............................................................................10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................12 A. Peer Education ...............................................................................................12 1. Definisi Peer Education ...........................................................................12 2. Teori yang Mendasari Peer Education ....................................................13 3. Tahapan Kegiatan Peer Education...........................................................15 4. Strategi Pelaksanaan Peer Education.......................................................15 5. Hal-Hal yang Dipertimbangkan saat Merencanakan Peer Education .....17 6. Kelebihan dan Kekurangan Peer Education ............................................18 7. Alat Bantu/Media Pendidikan Kesehatan ................................................18 B. Remaja............................................................................................................19 1.
Definisi Remaja .......................................................................................19
2.
Ciri-Ciri Umum Masa Remaja ................................................................20
3.
Tugas Perkembangan Remaja .................................................................21
4.
Tahap Perkembangan Kognitif Remaja ..................................................22
C. Kesehatan Tulang pada Remaja 1.
Pertumbuhan Tulang pada Remaja .........................................................23
2.
Cara Meningkatkan Kesehatan Tulang ..................................................24
D. Pengetahuan ...................................................................................................28 xiv
1.
Definisi Pengetahuan...............................................................................28
2.
Tingkatan Pengetahuan ...........................................................................29
3.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan ...................................30
E. Health Promotion Model.................................................................................32 F. Penelitian Terkait ............................................................................................36 G. Kerangka Teori .................................................................................................39 BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISIOPERASIONAL ..................40 A. Kerangka Konsep ...........................................................................................40 B. Hipotesis.........................................................................................................41 C. Definisi Operasional.......................................................................................41 BAB IV METODE PENELITIAN .......................................................................43 A. Rancangan Penelitian .....................................................................................43 B. Lokasi Penelitian ............................................................................................44 C. Waktu Penelitian ............................................................................................45 D. Populasi dan Sampel ......................................................................................45 E. Instrumen Pengumpul Data ............................................................................48 F. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen .......................................................48 G. Prosedur Pengumpulan Data ..........................................................................50 H. Pengolahan Data.............................................................................................53 I. Analisis Data ..................................................................................................54 J. Etika Penelitian ..............................................................................................56
xv
BAB V HASIL PENELITIAN ..............................................................................58 A. Gambaran Lokasi Penelitian dan Sampel ......................................................58 B. Analisis Univariat...........................................................................................59 C. Analisis Bivariat .............................................................................................66 BAB VI PEMBAHASAN.......................................................................................67 A. Analisis Univariat ...........................................................................................67 B. Analisis Bivariat .............................................................................................73 C. Keterbatasan Penelitian ..................................................................................78 BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN ..............................................................80 A. Kesimpulan.....................................................................................................80 B. Saran ...............................................................................................................80 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
xvi
DAFTAR TABEL Nomor Tabel
Halaman
Tabel 3.1 Definisi Operasional ..................................................................... ........41 Tabel 5.1 Distribusi Statistik Deskriptif Karakteristik Responden Berdasarkan Umur .............................................................................................. .........59 Tabel 5.2 Distribusi Statistik Deskriptif Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ................................................................................ .........60 Tabel 5.3 Distribusi Statistik Deskriptif Karakteristik Responden Berdasarkan Pengalaman Mengikuti Pendidikan Kesehatan tentang Kesehatan Tulang atau dengan Metode Peer Education dan tentang Kesehatan Tulang.....60 Tabel 5.4 Distribusi Statistik Deskriptif Pengetahuan Siswa Sebelum dan Sesudah Intervensi Peer Education Kesehatan Tulang ............................... .........61 Tabel 5.5 Distribusi Statistik Deskriptif Pengetahuan Responden (Item Pertanyaan) pada Saat Pre Test dan Post Test ................................................... .........62 Tabel 5.6 Distribusi Perbedaan Pengetahuan Siswa antara Sebelum dan Sesudah Intervensi Peer Education Kesehatan Tulang ............................... .........66
xvii
DAFTAR BAGAN Nomor Bagan
Halaman
Bagan 2.1 Kerangka Teori .................................................................................39 Bagan 3.1 Kerangka Konsep ..............................................................................41 Bagan 4.1 Rancangan Penelitian ........................................................................44
xviii
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Permohonan Izin Penelitian Lampiran 2 Pemberian Izin Penelitian dari SMP Muhammadiyah 17 Ciputat Lampiran 3 Permohonan Izin Uji Validitas dan Realiabilitas Lampiran 4 Pemberian Izin Uji Validitas dan Reliabilitas dari SMP YMJ Ciputat Lampiran 5 Lembar Persetujuan Responden Lampiran 6 Kuesioner Penelitian Lampiran 7 Booklet Kesehatan Tulang Lampiran 8 Tugas (PR) tentang Kesehatan Tulang Lampiran 9 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Lampiran 10 Hasil Uji Normalitas Pengetahuan Siswa Sebelum Intervensi Peer Education Kesehatan Tulang (Pre Test) Lampiran 11 Hasil Uji Normalitas Pengetahuan Siswa Setelah Intervensi Peer Education Kesehatan Tulang (Post Test) Lampiran 12 Hasil Uji Univariat Pre Test dan Post Test Lampiran 13 Hasil Uji Bivariat (T-Test Berpasangan)
xix
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa transisi antara kanak-kanak dan dewasa. Dimana pada masa remaja merupakan waktu terbentuknya kematangan fisik, kognitif, sosial, dan emosional (Wong, 2008). Kematangan secara fisik terjadi ketika organ dan fungsi tubuh berkembang secara cepat, termasuk proses pembentukan massa tulang. Massa tulang meningkat secara cepat pada masa kanak-kanak, namun utamanya adalah pada masa remaja dimana pada masa ini sekitar 40% dari total massa tulang terbentuk (Baroncelli, dkk, 2005). Selain itu, 90% dari kepadatan mineral tulang saat dewasa diperoleh pada akhir masa remaja (Bailey, dkk, 1996 dalam Ruth, dkk, 2008). Kepadatan massa tulang selama masa kanak-kanak dan remaja merupakan penentu utama dari kesehatan tulang pada saat dewasa nanti (Rizzoli, dkk, 2010). Puncak massa tulang dicapai pada masa remaja akhir, dan jika proses ini tidak berlangsung dengan optimal maka dapat menjadi faktor risiko osteoporosis di kemudian hari (Baroncelli, dkk, 2005). Dimana massa mineral tulang yang rendah adalah faktor utama yang mendasari terjadinya fraktur pada osteoporosis (Prentice, 1997 dalam Cashman, 2013).Osteoporosis merupakan penyakit yang ditandai dengan penurunan massa tulang yang berakibat pada kerapuhan tulang dan peningkatan risiko patah tulang (Brotzman, 2007). Perkembangan massa tulang yang maksimal selama pertumbuhan dan pengurangan kehilangan tulang di kemudian hari adalah dua strategi utama untuk mencegah osteoporosis (Weaver, 2000 dalam Cashman, 2013). 1
2
Saat ini pengeroposan tulang bisa terjadi pada usia anak atau remaja (Tandra, 2009). Terdapat bukti yang menunjukkan bahwa patah tulang pada masa kanak-kanak dan remaja berhubungan dengan massa tulang rendah atau kerapuhan tulang, yang dipengaruhi oleh asupan makanan dan aktivitas fisik (Clark, dkk, 2006; Goulding, dkk, 2005; Black, dkk, 2002 dalam National Dairy Council, 2012). Sebuah meta analisis terbaru dari delapan penelitian case-control menemukan hubungan positif antara kepadatan tulang yang rendah dan patah tulang pada anak-anak (Clark, dkk, 2006 dalam National Dairy Council, 2012). Penelitian menunjukkan bahwa anak-anak dan remaja Selandia Baru yang berusia 5 sampai 19 tahun yang mengalami patah tulang lengan bawah berulang ternyata memiliki kandungan mineral tulang yang rendah (Goulding, dkk, 2005 dalam National Dairy Council, 2012). Penelitian sebelumnya menunjukkan adanya peningkatan insiden patah tulang pada anakanak yang menghindari susu (Goulding, 2004 dalam National Dairy Council, 2012). Di Indonesia sebagian besar penduduknya memiliki kebiasaan berhenti minum susu setelah bayi sehingga menyebabkan berkurangnya asupan kalsium (Nadesul, 2010). Penelitian yang dilakukan oleh Fikawati, dkk (2005) menunjukkan bahwa rata-rata asupan kalsium remaja di Kota Bandung kurang dari Angka Kecukupan Gizi (AKG) yaitu hanya 55,9% AKG atau sebesar 559,05 mg/hr. Sebelumnya terdapat penelitian yang dilakukan oleh Fikawati dan Syafiq (2003) menunjukkan bahwa rata-rata asupan kalsium remaja di kota Bogor hanya 52,7% AKG atau sebesar 526,9 mg/hari (Fikawati, dkk, 2005).
3
Menurut Marten, et al (2004) para remaja membutuhkan pengetahuan sebagai dasar untuk membentuk gaya hidup yang dapat memaksimalkan kemampuan mereka dalam rangka meningkatkan kesehatan tulang dan meminimalkan
risiko untuk mengalami osteoporosis di masa yang akan
datang. Bukti bahwa remaja memiliki pengetahuan yang terbatas terkait asupan kalsium dan olah raga yang dapat meningkatkan kesehatan tulang, membuat penyediaan pendidikan dibeberapa tempat untuk meningkatkan pengetahuan pada remaja menjadi hal yang penting (Marten, et al, 2004). Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Harel, et al (1998) dalam Martin, et al (2004), dimana hasil penelitiannya menyatakan bahwa remaja yang memiliki pengetahuan yang lebih baik tentang pentingnya asupan kalsium dan kesehatan tulang cenderung lebih banyak mengkonsumsi asupan kalsium dari pada remaja yang tidak memiliki pengetahuan. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Wietor (2008) di Amerika menunjukan adanya hubungan positif yang signifikan antara skor pada Osteoporosis Knowledge Test (OKT) dengan kepadatan mineral tulang (BMD) (p<0.05). Pendidikan kesehatan tentang kesehatan tulang akan meningkatkan tingkat pengetahuan yang berpengaruh pada health beliefs dan perubahan perilaku promosi kesehatan yang mengarah pada upaya untuk meningkatkan kesehatan tulang. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Bohaty, dkk (2007) di Nebraska, Amerika menunjukan adanya peningkatan pengetahuan tentang pentingnya mengkonsumsi kalsium dan vitamin D untuk mencegah osteoporosis pada wanita muda (19-30 tahun) setelah diberikan intervensi pendidikan kesehatan.
4
Menurut Blum (1990) dalam Nursalam (2008) terdapat empat faktor utama yang mempengaruhi status kesehatan, yaitu keturunan, lingkungan, pelayanan kesehatan, dan perilaku. Perubahan perilaku sehat merupakan perubahan menuju ke arah yang kondusif untuk kesehatan yang dilakukan melalui pendidikan kesehatan (Blum, 1990 dalam Nursalam, 2008) Perawat sebagai tenaga kesehatan memiliki beberapa fungsi, diantaranya adalah sebagai pendidik. Menurut Bastable (2002) perawat sebagai pendidik memegang posisi yang bertujuan untuk mempromosikan gaya hidup sehat. Selain itu, peran perawat sebagai pendidik secara bersamaan berfungsi sebagai fasilitator perubahan, dimana dengan pembelajaran yang diberikan akan mempengaruhi perubahan.
Perubahan
yang
diharapkan
yaitu
meningkatnya
tingkat
pengetahuan dan terdapatnya perilaku pencegahan penyakit. Usaha untuk meningkatkan massa tulang pada masa kanak-kanak dan remaja tidak menjadi hal yang terlalu awal karena peningkatan massa tulang diperlukan sejak dini (International Osteoporosis Foundation, 2012). Tulang merupakan jaringan hidup, dan kerangka tubuh yang tumbuh terus-menerus dari lahir sampai akhir usia remaja dan mencapai kekuatan serta ukuran maksimum (puncak massa tulang) di awal masa dewasa yaitu sekitar pertengahan usia 20-an dan setelah pertengahan usia 20-an, penipisan tulang merupakan proses yang alami dan tidak dapat dihentikan secara total (International Osteoporosis Foundation, 2012). Dengan demikian, maka pengetahuan mengenai kesehatan tulang penting untuk didapatkan saat masa remaja.
5
Menurut Piaget tahap perkembangan kognitif pada remaja dinamai sebagai periode formal operation. Dimana pada tahap ini remaja telah mampu memahami konsep kesehatan dan penyakit, berbagai penyebab penyakit, pengaruh variabel atas status kesehatan, serta gagasan yang berkaitan dengan promosi kesehatan dan pencegahan penyakit (Bastable, 2002). Sehingga promosi kesehatan yang diberikan melalui pendidikan kesehatan dapat dilakukan pada masa remaja. Menurut American Association of Colleges Nursing (1994) dalam Bastable (2002) remaja merupakan pengguna layanan medis dengan frekuensi yang paling sedikit dari pada kelompok usia lain. Fakta ini menunjukkan bahwa kesehatan remaja bukan menjadi prioritas nasional dan masalah kesehatan mereka sebagian besar diabaikan oleh sistem perawatankesehatan. Oleh karena itu dibutuhkan pendidikan kesehatan yang sangat banyak dan beragam untuk anak remaja (American Association of Colleges Nursing, 1994 dalam Bastable , 2002). Maka dalam hal ini sangat dibutuhkan peranan perawat sebagai pendidik bagi masyarakat, termasuk remaja. Untuk memperoleh hasil yang efektif dalam memberikan pendidikan kesehatan maka metode edukasi yang dipilih harus sesuai dengan karakteristik subjek belajar (remaja). Metode diartikan sebagai cara atau pendekatan tertentu yang mempengaruhi efektifitas dan efisiensi dari proses belajar mengajar yang dilaksanakan (Maulana, 2009). Metode ceramah merupakan metode yang paling umum digunakan dalam pendidikan kesehatan (Gilbert, dkk, 2011) namun metode ini merupakan metode secara satu arah dimana hanya pendidik yang aktif sedangkan peserta didik bersifat pasif (Maulana, 2009). Maka
6
peneliti ingin mencari metode alternatif lain yang diharapkan bisa melibatkan peserta didik secara lebih aktif. Menurut Bastable (2002) metode yang dapat digunakan saat memberikan pendidikan kesehatan pada remaja antara lain diskusi kelompok teman sebaya (peer education). Secara umum, peer education didefinisikan sebagai suatu pendekatan di mana seseorang yang terlatih dan memiliki motivasi melakukan kegiatan pendidikan informal dan terorganisir dengan rekan-rekan mereka yang memiliki kesamaan dengan diri mereka sendiri dalam hal usia, status sosial ekonomi, wilayah geografis dan latar belakang lainnya (Youth Peer Education Network, 2005 dalam Qiao, 2012). Fey dan Deyes (1989) dalam Bastable (2002) menjabarkan bahwa membuat kelompok-kelompok yang terdiri dari anak berusia sebaya merupakan cara yang efektif untuk membantu remaja menghadapi tantangan kesehatan dan untuk mempelajari cara yang signifikan untuk mengubah perilaku. Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mengkaji tentang metode peer education. Hayati (2013) meneliti pengaruh metode diskusi kelompok tutor sebaya terhadap aktivitas dan hasil belajar siswa SMA di Kota Palembang. Hasilnya menunjukkan aktivitas dan hasil belajar siswa pada kelompok yang mendapatkan perlakuan metode diskusi kelompok tutor sebaya lebih tinggi dibanding dengan kelompok yang tidak mendapatkan perlakuan metode diskusi kelompok tutor sebaya. Selain itu, Sheyab, dkk (2013) meneliti pengaruh pendidikan dengan tutor sebaya terhadap self-efficacy untuk tidak merokok dan pengetahuan tentang self-management penyakit asma pada remaja dengan penyakit asma di Jordan. Hasilnya menunjukkan self-efficacy dan pengetahuan
7
remaja pada kelompok intervensi meningkat secara signifikan dibanding dengan remaja pada kelompok kontrol (tidak mendapatkan pendidikan dengan turor sebaya). Saat peneliti melakukan studi pendahuluan di SMP Muhammadiyah 17 Ciputat, peneliti mengajukan pertanyaan terkait dengan kesehatan tulang kepada 6 orang siswa kelas VIII. Berdasarkan hasil wawancara tersebut para siswa hanya mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan yang umum tentang kesehatan tulang. Hasil ini menunjukan bahwa pengetahuan tentang kesehatan tulang yang dimiliki oleh para siswa masih rendah. Pada saat studi pendahuluan peneliti juga mendapatkan data bahwa disekolah ini belum pernah dilakukan penyuluhan kesehatan terkait kesehatan tulang dan tidak terdapat program pendidikan kesehatan bagi para siswa. Selain itu, disekolah ini metode pengajaran yang biasa digunakan adalah metode ceramah sehingga para siswa belum pernah melakukan kegiatan belajar mengajar dengan metode lain termasuk metode peer education. Berdasarkan latar belakang diatas maka peneliti mengambil judul penelitian yaitu pengaruh peer education kesehatan tulang terhadap tingkat pengetahuan pada siswa SMP Muhammadiyah 17 Ciputat.
B. Rumusan Masalah Massa tulang meningkat secara cepat pada masa kanak-kanak, namun utamanya adalah pada masa remaja (Baroncelli, dkk, 2005). Puncak massa tulang dicapai pada masa remaja akhir, dan jika proses ini tidak berlangsung
8
dengan optimal maka dapat menjadi faktor risiko osteoporosis di kemudian hari (Baroncelli, dkk, 2005). Pemberian edukasi mengenai kesehatan tulang pada remaja merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan dalam upaya
membentuk
perilaku
hidup
positif
yang
bertujuan
untuk
mengoptimalkan kepadatan massa tulang pada masa remaja. Ketepatan penggunaan metode edukasi yang sesuai dengan karakteristik subjek belajar merupakan hal yang turut mempengaruhi keefektivitasan kegiatan edukasi yang dilaksanakan. Menurut Bastable (2002) metode yang dapat digunakan saat memberikan pendidikan kesehatan pada remaja antara lain diskusi kelompok teman sebaya (peer education). Berdasarkan uraian diatas peneliti tertarik untuk mengetahui bagaimana pengaruh peer education kesehatan tulang terhadap tingkat pengetahuan siswa SMP Muhammadiyah 17 Ciputat.
C. Pertanyaan Penelitian Pertanyaan penelitian yang diajukan adalah: 1. Bagaimana tingkat pengetahuan tentang kesehatan tulang sebelum dilakukan peer education pada siswa SMP Muhammadiyah 17 Ciputat 2. Bagaimana tingkat pengetahuan tentang kesehatan tulang setelah dilakukan peer education pada siswa SMP Muhammadiyah 17 Ciputat. 3. Apakah ada perbedaan tingkat pengetahuan tentang kesehatan tulang antara sebelum (pre test) dan sesudah (post test) peer education pada siswa SMP Muhammadiyah 17 Ciputat.
9
D. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh peer education kesehatan tulang terhadap tingkat pengetahuan pada siswa SMP Muhammadiyah 17 Ciputat. 2. Tujuan Khusus Secara khusus tujuan penelitian ini adalah: a. Mengetahui tingkat pengetahuan tentang kesehatan tulang pada saat sebelum dilakukan peer education (pre test) pada siswa SMP Muhammadiyah 17 Ciputat. b. Mengetahui tingkat pengetahuan tentang kesehatan tulang pada saat setelah dilakukan peer education (post test) pada siswa SMP Muhammadiyah 17 Ciputat. c. Mengetahui apakah ada perbedaan tingkat pengetahuan tentang kesehatan tulang antara sebelum (pre test) dan sesudah (post test) peer education pada siswa SMP Muhammadiyah 17 Ciputat.
E. Manfaat Penelitian 1. Bagi perkembangan ilmu keperawatan. Penelitian ini merupakan pengembangan ilmu pengetahuan terkait dengan pengaruh peer education kesehatan tulang terhadap tingkat pengetahuan pada remaja. Penelitian ini dapat menjadi dasar bagi penelitian lebih lanjut terkait dengan pengaruh peer education kesehatan tulang terhadap tingkat pengetahuan pada remaja.
10
2. Bagi pelayanan kesehatan Manfaat penelitian bagi pelayanan kesehatan adalah sebagai masukan agar memperhatikan aspek preventif kesehatan sehingga dapat mengurangi angka kejadian pengeroposan tulang, terutama pada remaja . Hasil penelitian juga dapat menjadi pedoman dalam menentukkan dan melaksanakan program dalam rangka upaya pencegahan yang akan dilakukan. 3. Bagi SMP Muhammadiyah 17 Ciputat Manfaat penelitian bagi SMP Muhammadiyah 17 Ciputat adalah sebagai upaya untuk meningkatkan pengetahuan siswa terkait kesehatan tulang dan sebagai masukan bagi sekolah untuk melaksanakan metode peer education sebagai metode alternatif dalam proses belajar mengajar.
F. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental untuk menilai pengaruh peer education kesehatan tulang terhadap tingkat pengetahuan pada siswa SMP Muhammadiyah 17 Ciputat dengan pendekatan pra eksperimental. Rancangan penelitian ini menggunakan one group pre test-post test design. Sampel penelitian adalah siswa SMP Muhammadiyah 17 Ciputat. Pengambilan sampel dalam penelitian ini dengan menggunakan probability sampling dengan teknik yaitu simple random sampling . Penelitian dilakukan di SMP Muhammadiyah 17 Ciputat pada bulan Juni 2013.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sebagai landasan teoritik dalam penelitian diperlukan adanya uraian, analisis kritik, dan evaluasi terhadap teks-teks yang relevan dengan topik penelitian yaitu uraian tentang peer education, remaja, kesehatan tulang pada remaja, pengetahuan, dan kerangka teori. A. Peer Education 1. Definisi Peer Education Secara umum, peer education didefinisikan sebagai suatu pendekatan di mana seseorang yang terlatih dan memiliki motivasi melakukan kegiatan pendidikan informal dan terorganisir dengan rekan-rekan mereka yang memiliki kesamaan dengan diri mereka dalam hal usia, status sosial ekonomi, wilayah geografis dan latar belakang lainnya (Youth Peer Education Network, 2005 dalam Qiao, 2012). Pembelajaran dengan teman sebaya pada dasarnya mengacu kepada kegiatan belajar siswa dimana antara satu siswa dengan lain bertindak sebagai sesama peserta didik (Boud, 2001dalam Gwee, 2012). Diskusi kelompok teman sebaya (peer education) merupakan metode edukasi yang terdiri dari individu atau kelompok yang menyajikan informasi untuk teman sebaya (Gilbert, et al, 2011). Langiano (2012) menjabarkan peer education telah menjadi salah satu metode yang paling sering digunakan untuk pelaksanaan intervensi promosi kesehatan pada remaja. Hal ini didasarkan pada program yang inovatif dalam penyebaran informasi yang ditujukan pada kelompok remaja.
13
Berdasarkan beberapa definisi diatas maka dapat disimpulkan bahwa peer education yang dalam bahasa Indonesia dapat diartikan menjadi pembelajaran dengan teman sebaya atau diskusi kelompok teman sebaya merupakan salah satu metode edukasi yang terdiri dari individu atau kelompok yang saling berbagi informasi dengan rekannya yang memiliki kesamaan dalam hal usia, status sosial ekonomi, wilayah geografis dan latar belakang lainnya, dimana antara satu siswa dengan yang lain bertindak sebagai sesama peserta didik. Fee dan Youssef (1993) dalam Qiao (2012) mengidentifikasi tiga pendekatan utama dalam peer education, yaitu: a. Peer information, meliputi kegiatan promosional yang diatur oleh sebuah kelompok sebaya untuk khalayak luas. b. Peer education, pendekatan yang lebih terstruktur dalam rangka membantu kelompok kecil dari masyarakat yang menjadi sasaran kegiatan dengan meningkatkan pengetahuan, sikap, dan perilaku mereka melalui kegiatan pendidikan yang terorganisir dengan peer educator yang terlatih. c. Peer counseling, kegiatan ini lebih fokus dan intensif. Kegiatan ini meliputi pelatihan remaja yang mampu menjadi konselor dalam diskusi masalah pribadi, dan menerapkan strategi penyelesaian masalah dengan teman sebayanya secara individual atau perorangan. 2. Teori yang Mendasari Peer Education Peer education sebagai sebuah strategi perubahan perilaku mengacu kepada beberapa teori perilaku yang telah ada, yaitu:
14
a. Social Cognitive Theory (Bandura, 1986 dalam Qiao, 2012). Social Cognitive Theory menyatakan bahwa seseorang dapat mengubah perilakunya dengan mengamati dan meniru perilaku orang lain yang mereka identifikasi (Bandura, 1986 dalam Qiao, 2012). Dalam konteks peer education, pernyataan ini berarti bahwa peer educator dapat menjadi guru dan contoh yang mempengaruhi (Qiao, 2012). b. Theory of Reasoned Action (Fishbein and Ajzen, 1975 dalam Qiao, 2012). Theory of Reasoned Action menyatakan bahwa apakah seseorang mengadopsi sebuah perilaku atau tidak tergantung pada persepsi individu terhadap norma sosial atau keyakinan tentang seberapa penting orang yang melakukan perilaku tersebut bagi dirinya atau berpikir tentang perilaku tertentu (Fishbein & Ajzen, 1975; Fishbein & Middlestadt, 1989). Dalam konteks peer education, peer educator mungkin dapat mengubah norma-norma yang terdapat pada kelompok sebaya karena sasaran/peserta peer education termotivasi oleh harapan dari peer educator mereka. c. Diffusion Inovation Theory (Rogers, 1983) Diffusion Theory berfokus pada proses dimana informasi atau praktik dapat menyebar melalui jalur komunikasi tertentu (Rogers, 1983 dalam Qiao, 2012). Ini berpendapat bahwa opinion leaders dapat bertindak sebagai agen perubahan perilaku dengan menyebarkan informasi dan mempengaruhi norma-norma yang terdapat di kelompok (Qiao, 2012).
15
3. Tahapan Kegiatan Peer Education Menurut ETR (Education and Training Resources) Associates (2007) terdapat beberapa tahapan untuk membuat program peer education yang baik, yaitu: a. Persiapan, terdiri dari membuat tujuan program yang spesifik. b. Pelatihan, yaitu dengan menggunakan metode partisipatif seperti diskusi kelompok kecil dan bermain peran (role play). Pelatihan awal secara mendalam mungkin membutuhkan waktu 30-40 jam ditambah dengan pelatihan atau dukungan tambahan yang diberikan saat program peer education dilaksanakan, seperti membantu dalam menjawab pertanyaan yang diajukan oleh peserta didik. c. Implementasi, tergantung pada tujuan dan cakupan program yang dijalankan. d. Pemantauan dan evaluasi, untuk memahami bagaimana pendidik sebaya bereaksi
terhadap
program
dan
mendeteksi
perubahan
dalam
pengetahuan, sikap, atau perilaku antara pendidik sebaya dan rekan-rekan mereka (peserta didik). 4. Strategi Pelaksanaan Peer Education Dalam praktiknya, peer education telah dilakukan dengan berbagai macam interpretasi mengenai metode pendidikan yang digunakan, seperti advokasi,
konseling,
diskusi
dengan
fasilitator,
drama,
ceramah,
membagikan materi, dan memberikan dukungan (Flanagen, dkk, 1996; UNAIDS, 1999 dalam Qiao, 2012). Untuk mempermudah kelancaran
16
pelaksanaan peer education, kita dapat memilih berbagai strategi yang akan digunakan, yaitu (Gwee, 2012): a. Buzz Goups: Sebuah kelompok besar siswa dibagi menjadi beberapa kelompok yang lebih kecil yang terdiri dari 4-5 siswa untuk menanggapi hal-hal yang terkait dengan suatu masalah. Setelah diskusi pada kelompok kecil, satu anggota kelompok dari setiap kelompok mempresentasikan hasil diskusi pada kelompok kecil kepada kelompok besar. b. Affinity Groups: Sebuah kelompok yang terdiri dari 4-5 siswa ditugaskan untuk mengerjakan sebuah tugas pada saat jam di luar sekolah. Pada pertemuan formal selanjutnya dengan guru, kelompok kecil tersebut mempresentasikan tugas yang telah dikerjakan kepada kelompok besar. c. Solution and Critic Groups: Sebuah kelompok kecil ditugaskan untuk mendiskusikan sebuah topik permasalahan dan kelompok lainnya memberikan kritik , komentar, dan mengevaluasi presentasi dari kelompok tersebut. d. Teach-Write-Discuss: Pada akhir sesi pengajaran, siswa diminta untuk menjawab pertanyaan pendek dan memberikan alasan atas jawabannya. Setelah menjawab pertanyaan secara individu, siswa membandingkan jawaban mereka dengan yang lain. Setelah itu, dilakukan diskusi seluruh kelas atas jawaban yang mereka berikan. Selain strategi diatas, sesi kritik, bermain peran, debat, dan studi kasus merupakan strategi pengajaran lain yang menarik dan efektif yang dapat
17
membangkitkan antusiasme siswa dan meningkatkan hasil pembelajaran dengan teman sebaya. Dalam penelitian ini stretegi pelaksanaan peer education yang digunakan peneliti berbeda dari penelitian-penelitian sebelumnya yang biasanya
menggunakan
peer
educator
(rekan sebaya peserta
penyuluhan). Pada penelitian ini peneliti menggunakan dasar strategi pelaskanaan affinity group yang dimodofikasi oleh peneliti. Dalam pelaksanaan affinity group ini tidak terdapat peer educator , tetapi semua siswa bertindak sebagai sesama peserta didik. 5. Hal-Hal yang Dipertimbangkan saat Merencanakan Peer Education Menurut
UNICEF
(2004)
terdapat
beberapa
hal
yang
harus
dipertimbangkan ketika merencanakan program peer education, antara lain: a. Menentukan situasi dan mengkaji kebutuhan, yaitu dengan melakukan sebuah analisa situasi untuk mengidentifikasi faktor yang mempengaruhi kehidupan para anak dan remaja. Pengkajian ini dapat dilakukan pada tiga tingkatan, yaitu komunitas, lingkungan, dan organisasi. b. Menentukan secara jelas populasi target peer education, yaitu dengan mempertimbangkan kerentanan dan risiko dari populasi target. Peer groups dapat ditentukan dengan kesamaan dalam hal umur, jenis kelamin, etnis, pekerjaan, faktor sosial-ekonomi, dan lain-lain. c. Melibatkan populasi target dan pemangku kepentingan lainnya dari awal proses perencanaan. Hal ini bertujuan untuk memastikan bahwa intervensi sesuai dengan latar belakang budaya dan tingkat pendidikan dari kelompok target.
18
6. Kelebihan dan Kekurangan Peer Education Kelebihan dari metode ini antara lain meningkatkan motivasi belajar siswa, mengembangkan keterampilan belajar secara mandiri, meningkatkan kemampuan berpikir kritis, meningkatkan keterampilan dalam pemecahan masalah, melatih keterampilan berkomunikasi, meningkatkan interaktif sosial siswa dalam pembelajaran, dan melatih keterampilan bekerja dalam kelompok (Gwee, 2003). Kekurangan dari metode ini antara lain pendidik (siswa) dianggap kurang kredibilitas karena pendidik dari teman sebaya tidak dirasakan sebagai pakar (ahli), pendidik memberikan informasi yang tidak akurat atau penampilan yang buruk sehingga mengakibatkan hilangnya kredibilitas dari program pendidikan kesehatan yang dilaksanakan, dan tidak dapat dilakukan pada kegiatan pembelajaran yang membutuhkan tingkat informasi yang tinggi (Gilbert, dkk, 2011). Selain itu, menurut Christudason (2003) salah satu kelemahan yang dapat ditemukan dari pelaksanaan peer education adalah adanya kehadiran anggota kelompok yang hanya mengandalkan temannya (freeloaders). 7. Alat Bantu/Media Pendidikan Kesehatan Maulana (2009) menjabarkan media adalah alat yang digunakan oleh pendidik dalam menyampaikan bahan pengajaran. Sedangkan media pendidikan kesehatan disebut juga sebagai alat peraga karena berfungsi membantu dan memeragakan sesuatu dalam proses pengajaran. Media pendidikan kesehatan adalah saluran komunikasi yang digunakan untuk menyampaikan pesan kesehatan (Nursalam,2008). Pemilihan media
19
pendidikan kesehatan ditentukan oleh banyaknya sasaran, keadaan karakteristik partisipan, dan sumber daya pendukung (Nursalam, 2008). Media (alat instruksional tambahan) yang dapat digunakan dalam memberikan pendidikan kesehatan pada remaja antara lain media yang berisi materi tertulis yang spesifik dan rinci (Bastable, 2002) seperti booklet. Booklet merupakan media publikasi yang berbentuk buku kecil yang terdiri dari beberapa lembar dan halaman (Rustan, 2008). Booklet berisi tidak lebih dari 30 halaman bolak-balik, yang berisi tulisan dan gambar. Struktur isinya seperti buku (terdapat pendahuluan, isi, dan penutup) hanya saja cara penyajian isinya jauh lebih singkat dari pada sebuah buku (Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jambi, 2012).
B. Remaja 1. Definisi Remaja Menurut Mappiare (1982) masa remaja berlangsung antara umur 12 tahun sampai dengan 21 tahun bagi wanita dan 13 tahun sampai dengan 22 tahun bagi pria (Ali dan Asrori, 2010). WHO menyatakan seorang anak dikatakan remaja bila telah mencapai umur 10-18 tahun (Soetjiningsih, 2004). Menurut Undang-Undang No.4 tahun 1979 mengenai Kesejahteraan Anak, remaja adalah individu yang belum mencapai 21 tahun dan belum menikah (Soetjiningsih, 2004). Hurlock (1991) menjabarkan istilah adolescence (remaja) memiliki arti yang luas, mencakup kematangan mental, emosional, sosial, dan fisik (Ali dan Asrori, 2010). Istilah adolesen, dahulu merupakan sinonim dari
20
pubertas, sekarang lebih ditekankan untuk menyatakan perubahan psikososial yang menyertai pubertas (Soetjiningsih, 2004). 2. Ciri-Ciri Umum Masa Remaja Menurut Agustiani (2006) masa remaja merupakan masa transisi atau peralihan dari masa anak menuju masa dewasa. Pada masa ini individu mengalami berbagai perubahan, baik perubahan dari dalam diri, yaitu perubahan fisik dan psikis maupun perubahan dari lingkungan (sikap orang tua, anggota keluarga lain, guru, teman sebaya, dan masyarakat). Menurut Konopka (1973) dalam Pikunas (1976); Ingersoll (1989) masa remaja dibagi menjadi masa remaja awal, masa remaja pertengahan, dan masa remaja akhir (Agustiani, 2006). a. Masa remaja awal (12-15 tahun) Pada masa ini individu mulai meninggalkan peran sebagai anak-anak dan tidak bergantung pada orang tua. Penerimaan terhadap bentuk dan kondisi fisik serta adanya konformitas yang kuat dengan teman sebaya merupakan fokus pada masa ini. b. Masa remaja pertengahan (15-18 tahun) Masa ini ditandai dengan berkembangnya kemampuan berpikir yang baru. Pada masa ini remaja mulai mengembangkan kematangan tingkah laku, belajar mengendalikan impulsivitas, dan membuat keputusankeputusan awal yang berkaitan dengan tujuan yang ingin dicapai. Selain itu peran teman sebaya dan penerimaan dari lawan jenis menjadi hal yang penting pada tahap ini.
21
c. Masa remaja akhir (19-22 tahun) Masa ini ditandai oleh persiapan akhir memasuki peran-peran orang dewasa. Pada masa ini remaja memiliki keinginan yang kuat untuk menjadi matang dan diterima dalam kelompok orang dewasa. 3. Tugas Perkembangan Remaja Tugas perkembangan masa remaja berfokus pada upaya meninggalkan sikap dan perilaku kekanak-kanakan serta berusaha mencapai kemampuan bersikap dan berperilaku secara dewasa (Ali dan Asrori, 2010). Adapun tugas-tugas perkembangan masa remaja menurut Hurlock (1991) dalam Ali dan Asrori (2010) adalah: a. Mampu menerima keadaan fisiknya. b. Mampu menerima dan memahami peran seks usia dewasa. c. Mampu menerima hubungan baik dengan anggota kelompok yang berlainan jenis. d. Mencapai kemandirian sosial. e. Mencapai kemandirian ekonomi. f. Mengembangkan konsep dan keterampilan intelektual yang sangat diperlukan untuk melakukan peran sebagai anggota masyarakat. g. Memahami dan menginternalisasikan nilai-nilai orang dewasa dan orang tua. h. Mengembangkan perilaku tanggung jawab sosial yang diperlukan untuk memasuki dunia dewasa. i. Mempersiapkan diri untuk memasuki perkawinan.
22
j. Memahami dan mempersiapkan berbagai tanggung jawab kehidupan keluarga. 4. Tahap Perkembangan Kognitif Remaja Menurut Piaget dalam Ali dan Asrori (2010) pada usia remaja, yaitu pada usia 11 tahun keatas tahap perkembangan kognitif seseorang telah masuk ke tahap operasional formal. Meurut Piaget dalam Bastable (2002) pada tahap ini remaja telah mampu memahami konsep kesehatan dan penyakit, berbagai penyebab penyakit, pengaruh variabel atas status kesehatan, dan gagasan yang berkaitan dengan promosi kesehatan dan pencegahan penyakit. Adapun karakteristik tahap operasional formal menurut Piaget dalam Ali dan Asrori (2010) yaitu sebagai berikut: a. Individu dapat mencapai logika dan rasio serta dapat menggunakan abstraksi. b. Individu mulai mampu berpikir logis dengan objek-objek yang abstrak. c. Individu mulai mampu memecahkan persoalan-persoalan yang bersifat hipotesis. d. Individu bahkan mulai mampu membuat perkiraan (forecasting) di masa depan. e. Individu mulai mampu untuk mengintrospeksikan diri sendiri sehingga kesadaran diri sendiri tercapai. f. Individu mulai mampu membayangkan peranan-peranan yang akan diperankan sebagai orang dewasa.
23
g. Individu
mulai
mampu
untuk
menyadari
diri
mempertahankan
kepentingan masyarakat di lingkungannya dan seseorang dalam masyarakat tersebut.
C. Kesehatan Tulang pada Remaja 1. Pertumbuhan Tulang pada Remaja Tumbuh besar (growing up) adalah ciri khas yang mencolok dari pubertas (Narendra, dkk, 2010). Sebelum pubertas, pertumbuhan linier (kecepatan tinggi badan) berkurang, dimana kemudian selama pubertas kecepatan tumbuh tinggi ini bertambah cepat secara mendadak (heigh spurt) (Narendra, dkk, 2010). Ketika pertumbuhan linear berlangsung dengan kecepatan maksimal, remaja dikatakan sedang mengalami Peak Height Velocity (PHV)-nya atau kecepatan pertumbuhan tinggi maksimal (Narendra, dkk, 2010). Soetjiningsih (2004) mengungkapkan bahwa peningkatan massa tulang merupakan ciri yang pasti dari pertumbuhan fisik pada remaja. Pada masa pubertas semua tulang mengalami perubahan kuantitatif maupun kualititatif (Soetjiningsih, 2007), artinya tulang tidak hanya mengalami pertumbuhan tetapi juga bertambah menjadi lebih padat (Wirakusumah, 2007). Pada masa pubertas tersebut densitas tulang meningkat (laki-laki lebih dari perempuan) dimana terjadi pertumbuhan tulang memanjang dan melebar sampai epifise menutup dan pertumbuhan tinggi berhenti (Soetjiningsih, 2007). Selain itu, pada masa remaja sekitar 40% dari total massa tulang terbentuk (Baroncelli,
24
dkk, 2005) dan 90% dari kepadatan mineral tulang saat dewasa diperoleh pada akhir masa remaja (Bailey, dkk, 1996 dalam Ruth, dkk, 2008). 2. Cara Meningkatkan Kesehatan Tulang Terdapat beberapa cara yang dilakukan untuk meningkatkan kesehatan tulang, diantaranya (National Institutes of Health , Osteoporosis and Related Bone Disease-National Resource Center, 2011): a. Mengkonsumsi asupan kalsium dan vitamin D dengan tepat Asupan kalsium yang cukup dapat membantu melindungi tulang sepanjang hidup. Pada anak-anak dan remaja, mengonsumsi asupan kalsium yang cukup dapat membantu menghasilkan massa tulang maksimum yang lebih tinggi (Cosman, 2009). Massa tulang maksimum adalah jumlah tulang maksimum yang pernah dicapai seseorang (Cosman, 2009). Standing Committee on the Scientific Evaluation of Dietary References Intake dalam Brontzman (2007) merekomendasikan jumlah kalsium yang harus dikonsumsi oleh remaja atau dewasa awal (918 tahun) adalah 1.300 mg per hari. Di Indonesia, berdasarkan hasil Widya Karya Pangan dan Gizi tahun 2004, angka kecukupan gizi (AKG) untuk kebutuhan kalsium bagi remaja usia 13-19 tahun sebesar 1.000 mg/hari (Fikawati, dkk, 2005). Bagi anak-anak dan remaja dianjurkan untuk mengkonsumsi susu berkalsium dua gelas sehari untuk mencukupi kebutuhan asupan kalsium setiap hari (Astawan, 2008). Sumber makanan sehari-hari yang mengandung kalsium dapat diperoleh dari susu kedelai, yoghurt, pink wild salmon, kangkung, bayam, tahu (Roizen & Mehmet, 2009), kacang-kacangan, telur, dan keju (Djayadi, 2007).
25
Vitamin D berfungsi meningkatkan penyerapan kalisum dalam tubuh (Edelman & Mandle, 2010). Brontzman (2007) merekomendasikan asupan vitamin D sebanyak 400-800 IU setiap hari. Sumber vitamin D dapat diperoleh dari telur (kuning telur), ikan laut (salmon dan sarden), margarin, dan susu dengan vitamin D (Edelman & Mandle, 2010). b. Olah raga Olah raga memiliki peran penting dalam peningkatan massa tulang saat remaja (Edelman & Mandle, 2010). Olahraga menahan beban bermanfaat untuk menambah massa tulang dan otot, bahkan mencegah terjadinya fraktur tulang (Tandra, 2009). Olahraga menahan beban seperti berjalan kaki, berlari, melompat, atau mengangkat beban baik untuk pencegahan osteoporosis (Franzen, 2011) dan terutama olah raga berlari dan melompat dapat meningkatkan kepadatan mineral tulang (Edelman & Mandle, 2010). Olahraga ini dapat dilakukan selama 3 sampai 5 kali dalam seminggu (Brontzman, 2007; Bloomfield & Smith, 2003 dalam Edelman & Mandle, 2010) selama 20 sampai 30 menit atau lebih (Bloomfield & Smith, 2003 dalam Edelman & Mandle, 2010). Olahraga dengan melawan gravitasi dapat mempertahankan dan meningkatkan kekuatan tulang dengan peningkatan massa tulang atau dengan memperlambat penuaan terkait pengeroposan tulang (Franzen, 2011). Olah raga menahan beban meningkatkan ukuran otot, dan otot yang lebih besar dapat mengerahkan kekuatan otot yang lebih (Rauch, et al, 2004 dalam Rundle, 2006). Peningkatkan kekuatan otot pada tulang meningkatkan beban mekanik pada tulang yang akan menyebabkan
26
pembentukan tulang meningkat (Rauch, et al, 2004 dalam Rundle, 2006). Peningkatan pembentukan tulang akan meningkatkan kepadatan mineral tulang dan kekuatan pertumbuhan rangka tubuh (Rauch, et al, 2004 dalam Rundle, 2006). Pembentukan tulang dan penyerapan tulang diatur oleh beban mekanis yang disebabkan oleh kekuatan otot (Silverwood 2003 dalam Rundle, 2006). Olah raga menahan beban menyebabkan tekanan
mekanis
pada
tulang,
yang mengarah
kepada
respon
pembentukan tulang, mengakibatkan hipertrofi tulang dan meningkatkan kekuatan dan kepadatan tulang (Janz, 2002 dalam Rundle, 2006). c. Menghindari minum minuman beralkohol yang berlebihan dan merokok. Mengonsumsi alkohol secara berlebihan mempunyai dampak yang sangat besar pada massa tulang karena alkohol dapat langsung mempengaruhi sel tulang dan mengganggu proses pembentukan tulang kembali (Cosman, 2007). Merokok dapat meningkatkan risiko patah tulang pinggul sebesar 100 persen. Merokok secara langsung meracuni sel-sel pembentuk tulang. Selain itu merokok juga mengurangi kadar hormon estrogen dan dapat mengakibatkan menopause dini (Cosman, 2007). Hormon reproduksi (hormon estrogen) mempengaruhi kepadatan dan kekuatan tulang. Pada wanita yang telah menopause hormon reproduksi (estrogen) dan timbunan kalsium menurun (Suratun, dkk, 2006).
27
d. Paparan sinar matahari Kekurangan vitamin D dalam jumlah yang sangat banyak , meskipun tidak menyebabkan riketsia, tapi vitamin D dapat menjadikan anak-anak dan remaja mencapai tinggi tubuh dan puncak massa tulang yang maksimal (Holick, 2004 dalam Cashman, 2013).Vitamin D dibentuk secara alami di dalam tubuh setelah kulit terpapar dengan sinar matahari. Terpapar sinar matahari setiap hari selama 15 menit (Brontzman, 2007) pada pagi hari jam 06.00-09.00 dan sore hari jam 16.00-18.00 (Matoa, 2011) merupakan waktu bagi tubuh untuk membuat dan menyimpan semua vitamin D yang dibutuhkan oleh tubuh. Kemampuan untuk membuat vitamin D pada kulit menurun seiring dengan peningkatan usia (Brontzman, 2007). e. Mencegah Jatuh Jatuh bisa menyebabkan tulang menjadi patah, terutama pada orang yang mengalami osteoporosis (National
Institutes of Health ,
Osteoporosis and Related Bone Disease-National Resource Center, 2011).
Salah
satu
cara
pencegahan
jatuh
diantaranya
dengan
meningkatkan keseimbangan dan kekuatan tubuh dengan berolah raga jalan kaki dan yoga (National Institutes of Health , Osteoporosis and Related Bone Disease-National Resource Center, 2011). Selain kelima cara diatas peneliti juga mendapatkan cara lain yang dapat meningkatkan kesehatan tulang yaitu dengan menghindari berat badan yang rendah atau terlalu kurus.
28
f. Menghindari berat badan yang rendah atau terlalu kurus (< 127 pound). Berat badan adalah faktor yang menentukan pembentukan tulang dan juga berfungsi sebagai memberikan perlindungan mekanis bagi tubuh (Wirakusumah, 2007). Menurut International Osteoporosis Foundation (2012)
berat
badan
yang
sangat
rendah
dihubungkan
dengan
perkembangan puncak massa tulang yang lebih rendah pada remaja. Badan yang gemuk dapat memberikan beban pada tubuh setiap hari sehingga dapat mendorong proses pembentukan tulang (Wirakusumah, 2007). Selain itu badan yang gemuk dapat mempermudah produksi hormon estrogen dari jaringan lemak (Wirakusumah, 2007). Diet, terutama jika dilakukan berulang kali, membahayakan kesehatan tulang karena tubuh tidak mendapat cukup nutrisi penting seperti kalsium, vitamin D dan protein yang diperlukan untuk mempertahankan kekuatan tulang dan otot (International Osteoporosis Foundation, 2012). D. Pengetahuan 1. Definisi Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil tahu seseorang terhadap objek dengan menggunakan indera yang dimilikinya. Dimana sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui indera pendengaran (telinga) dan indera penglihatan (mata) (Notoatmodjo, 2010). Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku terbuka. Perilaku yang didasari oleh pengetahuan umumnya bersifat langgeng (Sunaryo, 2004).
29
2. Tingkatan Pengetahuan Tingkatan pengetahuan di dalam domain kognitif mencakup 6 tingkatan, yaitu (Notoatmodjo, 2010): a. Tahu (know) Tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah (Sunaryo, 2004). Tahu artinya dapat mengingat kembali suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Seseorang dapat dikatakan tahu jika ia dapat menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, dan menyatakan tentang sesuatu yang diamati atau dipelajari. b. Memahami (comprehension) Memahami adalah kemampuan untuk menginterpretasikan tentang objek yang diketahui dengan benar, bukan sekedar tahu terhadap objek tersebut. c. Aplikasi (application) Aplikasi yaitu kemampuan untuk menggunakan materi atau prinsip yang diketahui pada situasi yang lain. d. Analisis (analysis) Analisis
adalah
kemampuan
untuk
menjabarkan,
dan/atau
memisahkan, kemudian mencari hubungan antara komponen-komponen yang terdapat dalam suatu masalah atau objek yang diketahui (Notoatmodjo, 2010). e. Sintesis (synthesis) Sintesis adalah kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang telah ada dengan cara merangkum atau
30
meletakkan dalam suatu hubungan yang logis dari komponen-komponen pengetahuan yang dimiliki. f. Evaluasi (evaluation) Evaluasi adalah kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu objek dengan menggunakan kriteria yang ditentukan sendiri atau norma-norma yang berlaku dimasyarakat. 3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan Menurut Mubarak (2007) faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang antara lain: a. Pendidikan Pendidikan seseorang sangat berpengaruh pada tingkat pengetahuan yang dimilikinya. Semakin tinggi pendidikan seseorang semakin mudah pula mereka menerima informasi, dan pada akhirnya semakin banyak pengetahuan yang dimilikinya. Sebaliknya jika seseorang memiliki tingkat pendidikan yang rendah maka akan menghambat sikap seseorang terhadap penerimaan informasi dan nilai-nilai yang baru diperkenalkan. b. Pekerjaan Pengalaman dan pengetahuan dapat diperoleh dari lingkungan pekerjaan baik secara langsung maupun tidak langsung. c. Umur Perubahan pada aspek fisik dan psikologis terjadi seiring dengan bertambahnya umur seseorang. Perubahan pada fisik dapat terlihat dengan adanya perubahan ukuran, perubahan proporsi, hilangnya ciri-ciri
31
lama, dan timbulnya ciri-ciri baru. Pada aspek psikologis taraf berpikir seseorang semakin matang dan dewasa. d. Minat Minat merupakan keinginan yang tinggi terhadap sesuatu. Minat menjadikan seseorang untuk mencoba dan menekuni suatu hal dan pada akhirnya diperoleh pengetahuan yang lebih mendalam (Mubarak, 2007). e. Pengalaman Pengalaman adalah suatu kejadian yang pernah dialami seseorang dalam berinteraksi dengan lingkungannya (Mubarak, 2007). Jika seseorang mengalami pengalaman yang kurang menyenangkan maka cenderung berusaha untuk melupakannya, namun jika pengalaman tersebut menyenangkan maka secara psikologis akan membekas dalam emosi kejiwaannya, dan akhirnya dapat membentuk sikap positif dalam kehidupannya. f. Kebudayaan Kebudayaan dimana kita hidup dan dibesarkan berpengaruh besar terhadap pembentukan sikap pribadi. Apabila dalam suatu wilayah memiliki kebudayaan yang bernilai positif maka sangat mungkin masyarakat sekitarnya mempunyai sikap untuk melakukan kebudayaan tersebut. g. Informasi Kemudahan untuk memperoleh suatu informasi dapat membantu mempercepat seseorang untuk memperoleh pengetahuan yang baru (Mubarak, 2007).
32
E. Health Promotion Model Health Promotion Model (HPM) dikembangkan sejak tahun 1982 oleh Pender. Teori sosial, teori psikologi, dan teori pembelajaran sebagai dasar dari HPM (Tomey, 2006). Menurut Pender (1996); Pender, dkk (2002) dalam Tomey (2006) fokus dari HPM adalah social learning theory (teori pembelajaran sosial) oleh Albert Bandura (1977) yang mengungkapkan pentingnya proses kognitif dalam perubahan perilaku. Social learning theory yang saat ini bernama social cognitive theory mencakup self-beliefs (keyakinan diri), self-attribution (atribusi diri), self-evaluation (evaluasi diri), dan selfefficacy (efikasi diri). Self efficacy adalah unsur utama dari HPM. Model promosi kesehatan (HPM) telah mengalami beberapa kali revisi dan hasil revisi terkahir pada tahun 2002, HPM berfokus kepada 10 kategori faktor yang menentukan perilaku promosi kesehatan, yaitu (Tomey, 2006): 1. Prior related behavior (perilaku sebelumnya) Perilaku sebelumnya merupakan banyaknya perilaku yang sama atau serupa dimasa lalu, yang berpengaruh baik secara langsung ataupun tidak langsung terhadap kecenderungan untuk melakukan perilaku promosi kesehatan. 2. Personal’s factors (faktor-faktor personal) Faktor-faktor personal terdiri dari faktor biologis (umur, jenis kelamin, indeks massa tubuh, status pubertas, status menopause, kekuatan, ketangkasan, atau keseimbangan), faktor psikologi (harga diri, motivasi, kemampuan diri, status kesehatan yang dirasakan, dan arti akan kesehatan), dan faktor sosial budaya (ras, pendidikan, status ekonomi).
33
3. Perceived benefits of action ( manfaat yang dirasakan dari tindakan) Manfaat yang dirasakan dari tindakan merupakan hasil positif yang dirasakan yang akan muncul dari perilaku kesehatan yang dilakukan. 4. Perceived barriers to action (hambatan yang dirasakan untuk bertindak) Hambatan yang dirasakan untuk bertindak merupakan hambatan yang dirasakan, digambarkan, atau hambatan yang nyata untuk melakukan perilaku kesehatan. 5. Perceived self-efficacy (efikasi diri yang dirasakan) Efikasi
diri
yang
dirasakan
merupakan
pertimbangan
terhadap
kemampuan seseorang untuk melakukan perilaku promosi kesehatan. Efikasi diri yang dirasakan mempengaruhi hambatan yang dirasakan untuk bertindak, sehingga semakin tinggi efikasi diri maka semakin rendah hambatan yang dirasakan untuk bertindak. 6. Activity-related affect (kegiatan yang berhubungan dan mempengaruhi) Kegiatan yang berhubungan dan mempengaruhi, menggambarkan perasaan positif atau negatif yang muncul sebelum, saat dan setelah perilaku, yang didasari oleh stimulus perilaku itu sendiri. Jika lebih banyak perasaan positif yang dirasakan maka semakin besar efikasi diri yang dirasakan. 7. Interpersonal influences (pengaruh interpersonal) Pengaruh interpersonal terdiri dari norma, dukungan sosial, dan model (seseorang yang menjadi contoh dalam bertindak). Sumber utama dari pengaruh interpersonal meliputi keluarga, teman sebaya, dan penyedia pelayanan kesehatan.
34
8. Situational influences (pengaruh situasi) Pengaruh situasi merupakan persepsi dan pemikiran seseorang terhadap sebuah situasi, yang dapat memfasilitasi atau menghambat perilaku. Pengaruh situasi dapat berpengaruh secara langsung ataupun tidak langsung terhadap perilaku kesehatan. 9. Immediate competing demands and preferences (tuntutan dan keinginan yang berlawanan serta mendesak) Tuntutan yang berlawanan adalah perilaku alternatif dimana individu memliki kontrol yang rendah untuk melakukan perilaku tersebut. Keinginan yang berlawanan merupakan perilaku alternatif dimana individu memilki kontrol yang tinggi untuk melakukan perilaku tersebut. 10. Commitment to a plan action (komitmen (kesanggupan) untuk sebuah rencana tindakan) Komitmen ini menggambarkan niat (kehendak) dan identifikasi dari strategi perencanaan yang membuat seseorang melakukan sebuah tindakan. Menurut Pender, dkk (2002) dalam Tomey (2006), terdapat empat belas pernyataan teoritis yang berasal dari model ini, yaitu: 1. Perilaku sebelumnya dan karakteristik yang diperoleh serta diwariskan mempengaruhi keyakinan, sikap dan perilaku untuk meningkatkan kesehatan. 2. Manusia melakukan perubahan perilaku di mana mereka mengharapkan manfaat yang bernilai bagi dirinya.
35
3. Hambatan yang dirasakan dapat menjadi penghambat dalam kesanggupan melakukan tindakan, mediator (perantara) dari perilaku, dan perilaku yang nyata. 4. Kemampuan atau efikasi diri yang dirasakan untuk melakukan sebuah tindakan meningkatkan kecenderungan akan kesanggupan untuk bertindak dan melakukan perbuatan yang nyata. 5. Efikasi diri yang dirasakan lebih besar akan menghasilkan hambatan yang yang dirasakan menjadi kecil untuk melakukan perilaku kesehatan yang spesifik. 6. Pengaruh positif terhadap sebuah menghasilkan efikasi diri yang lebih besar yang mana dapat meningkatkan pengaruh yang positif. 7. Ketika emosi yang positif atau pengaruh dihubungkan dengan sebuah perilaku, maka kemungkinan komitmen untuk bertindak dan perilaku akan meningkat. 8. Manusia lebih suka melakukan promosi kesehatan ketika model perilaku itu menarik, perilaku yang diharapkan terjadi dan dapat mendukung perilaku yang sudah ada. 9. Keluarga, kelompok dan penyedia pelayanan kesehatan adalah sumber interpersonal yang penting yang dapat meningkatkan atau mengurangi keinginan untuk berperilaku promosi kesehatan. 10. Pengaruh situasional pada lingkungan eksternal dapat menambah atau mengurangi keinginan untuk/atau berpartisipasi dalam perilaku promosi kesehatan.
36
11. Komitmen terbesar pada suatu rencana kegiatan yang spesifik lebih memungkinkan perilaku promosi kesehatan dipertahankan untuk jangka waktu yang lama. 12. Komitmen pada rencana kegiatan kemungkinan kurang menunjukkan perilaku yang diharapkan ketika seseorang mempunyai kontrol yang sedikit dan kebutuhan yang diinginkan tidak tersedia. 13. Komitmen pada rencana kegiatan kurang menunjukkan perilaku yang diharapkan ketika tindakan-tindakan lain lebih atraktif dan juga lebih suka pada perilaku yang diharapkan. 14. Seseorang dapat memodifikasi kognisi, mempengaruhi interpersonal dan lingkungan fisik yang mendorong melakukan tindakan kesehatan.
F. Penelitian Terkait 1. Martin, et al (2004) berjudul female adolescent’s knowledge of bone health promotion behaviours and osteoporosis risk factors. Metode penelitian yang digunakan descriptive survey. perempuan
Sampel penelitiannya adalah 107 remaja
kelas 6-10 yang mengikuti sekolah umum di Southwestern
Michigan. Hasil penelitiannya menunjukan pengetahuan para responden tentang sumber asupan kalsium hanya terbatas pada hasil olahan susu. Selain itu, responden mengetahui bahwa olah raga teratur dapat mencegah osteoporosis,
tetapi
hanya
beberapa
responden
saja
yang
dapat
mengidentifikasi bahwa olah raga menahan beban paling bermanfaat untuk meningkatkan kesehatan tulang.
37
2. Wietor (2008) berjudul the relationship between dietary calcium intake, osteoporosis knowledge and bone mineral density among native american women residing in the great lakes region of the midwest. Metode penelitian yang
digunakan
cross-sectional
descriptive-correlative.
Sampel
penelitiannya adalah 50 perempuan penduduk asli Amerika yang berusia 18 tahun keatas. Hasil penelitiannya menunjukan terdapat hubungan positif yang signifikan antara skor OKT (Osteoporosis Knowledge Test) dengan kepadatan mineral tulang (BMD) (p<0.01). 3. Medley (2009) berjudul effectiveness of peer education interventions for HIV prevention in developing countries: a systematic review and metaanalysis. Metode penelitian yang digunakan systematic review dan metaanalysis. Hasil penelitiannya menunjukan tiga puluh penelitian yang dianalisis menyatakan bahwa intervensi peer education secara signifikan berhubungan dengan peningkatan pengetahuan tentang HIV. 4. Sheyab, et al (2012) berjudul peer-led education for adolescents with asthma in Jordan: A cluster-randomized controlled trial. Metode penelitian yang digunakan cluster-randomized controlled trial. Sampel penelitiannya adalah siswa kelas 8, 9, dan 10 yang memiliki penyakit asma dari 4 sekolah di Irbid, Jordan. Hasil penelitiannya menunjukan siswa yang termasuk kedalam kelompok intervensi mengalami peningkatan pengetahuan tentang self-management asma. 5. Hayati (2013) berjudul pengaruh metode diskusi kelompok tutor sebaya terhadap aktivitas dan hasil belajar mata pelajaran biologi di SMA Srijaya Negara Palembang. Metode penelitian yang digunakan quasy experiment
38
dengan pre test-post test group design. Hasil penelitiannya menunjukan pembelajaran dengan metode diskusi kelompok tutor sebaya secara signifikan meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa.
G. Kerangka Teori Skema 2.1 Kerangka Teori H. Karakteristik dan I.
Perilaku-kognisi yang spesifik dan pengaruhnya
Hasil perilaku
pengalaman individu manfaat yang dirasakan dari tindakan hambatan yang dirasakan untuk bertindak Perilaku sebelumnya
Faktor personal: biologi, psikologi, sosial budaya Biologi: Usia Jenis kelamin Status pubertas Psikologi: Motivasi Sosial-budaya : Ras Tingkat pendidikan Status sosial ekonomi Kebudayaan
Tuntutan dan keinginan yang berlawanan serta mendesak
efikasi diri yang dirasakan
kegiatan yang berhubungan dan mempengaruhi Pengaruh interpersonal (keluarga, teman sebaya, penyedia pelayanan kesehatan), norma, dukungan sosial, model
Komitmen terhadap rencana melakukan tindakan
Peer education kesehatan tulang Pengetahuan kesehatan tulang
Pengaruh situasi (lingkungan)
Sumber: Health Promotion Model oleh Pender (2002) dalam Tomey (2006); Mubarak (2007)
Pendidikan pekerjaan umur minat pengalaman kebudayaan informasi
Perilaku promosi kesehatan
BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL Pada bab ini akan dijelaskan kerangka konsep penelitian, hipotesis dan definisi operasional penelitian. A. Kerangka Konsep Pada kerangka teori diketahui bahwa banyak faktor yang mempengaruhi pengetahuan, antara lain faktor pendidikan, pekerjaan, umur, minat, pengalaman, kebudayaan, dan informasi. Namun tidak semua faktor diteliti pada penelitian ini. Pada penelitian ini hanya faktor informasi yang akan diteliti. Faktor informasi yang dimaksud adalah pemberian pendidikan kesehatan dengan metode peer education. Faktor lainnya seperti pendidikan, pekerjaan, umur, dan kebudayaan tidak diteliti karena dianggap homogen. Faktor minat telah di homogenkan oleh peneliti dengan menggunakan kriteria inklusi pada sampel yang akan dipilih. Sedangkan faktor pengalaman telah dihomogenkan oleh peneliti dengan menseleksi calon responden menggunakan kuesioner pengalaman. Berdasarkan penjelasan diatas maka kerangka konsep penelitian secara lengkap digambarkan dengan skema pada skema 3.1.
40
41
Skema 3.1 Kerangka Konsep Penelitian Variabel Independen
Variabel Dependen
Peer education
Pengetahuan tentang
kesehatan tulang
kesehatan tulang
Berdasarkan kerangka konsep diatas, yang menjadi variabel dependen adalah pengetahuan tentang kesehatan tulang, variabel independen adalah peer education kesehatan tulang. B. Hipotesis Hipotesis alternatif (Ha): Ada perbedaan tingkat pengetahuan siswa SMP Muhammadiyah 17 Ciputat tentang kesehatan tulang pada saat sebelum (pre test) dan sesudah (post test) dilakukan peer education. C. Definisi Operasional Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel
Definisi Operasional
Independen Peer education Suatu kegiatan pendidikan kesehatan dengan menggunakan kesehatan
metode diskusi kelompok teman sebaya yang membahas
tulang
tentang kesehatan tulang
42
Variabel
Definisi Operasional
Cara Ukur
Hasil Ukur
Dependen
Skala ukur
Pengetahuan
Pemahaman responden Kuesioner
Dinyatakan
tentang
tentang kesehatan
B:
dalam
kesehatan
tulang, yaitu:
Pertanyaan
rentang nilai
tulang
1. Pertumbuhan
terkait
0-26
tulang pada remaja 2. Pentingnya
kesehatan tulang
menjaga kesehatan
dimana
tulang saat remaja
nilai: 1
3. Cara meningkat-
untuk
kan kesehatan
jawaban
tulang, yaitu:
benar, 0
a. Mengkonsumsi
untuk
asupan kalsium
jawaban
dan vitamin D
salah
dengan tepat b. Olah raga c. Menghindari minum minuman beralkohol dan merokok d. Paparan sinar matahari e. Mencegah jatuh f. Menghindari berat badan yang rendah atau terlalu kurus
Interval
BAB IV METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Desain/rancangan penelitian adalah rencana dan strategi penelitian yang disusun agar dapat menjawab permasalahan penelitian dan mengontrol varians (Mahfoedz, 2008). Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain
penelitian
menggunakan
metode
pra
eksperimental,
yaitu
mengobservasi subjek penelitian sebelum dilakukan intervensi, kemudian di observasi kembali setelah intervensi. Penelitian ini bertujuan untuk mencari hubungan
sebab-akibat
dengan
adanya
keterlibatan
penelitian
dalam
manipulasi terhadap variabel bebas (Nursalam, 2009). Rancangan penelitian yang digunakan adalah one group pre test-post test design. Rancangan ini digunakan untuk mengetahui pengaruh peer education tentang kesehatan tulang terhadap pengetahuan siswa SMP Muhammadiyah 17 Ciputat. Evaluasi atau post test dilakukan setelah melakukan intervensi di hari yang sama. Hal ini dilakukan agar tidak terjadi bias. Jika evaluasi dilakukan pada hari yang berbeda, adanya kemungkinan perubahan pengetahuan (variabel terikat) bukan sepenuhnya disebabkan karena intervensi pendidikan kesehatan (eksperimen) tetapi juga dipengaruhi oleh pengalaman subjek penelitian terhadap masalah yang berhubungan dengan intervensi tersebut (Setiadi, 2007).
43
44
Rancangan penelitian dapat dilihat pada skema berikut (Setiadi, 2007): Skema 4.1 Rancangan Penelitian O1
Intervensi edukasi (peer education kesehatan tulang)
O2
Dibandingkan O1-O2=X1
Keterangan: O1 : Adalah pengetahuan siswa SMP Muhammadiyah 17 Ciputat pada tahap awal (pres test). O2 : Adalah pengetahuan siswa SMP Muhammadiyah 17 Ciputat pada tahap akhir (post test). X1 : Adalah perubahan pengetahuan siswa SMP Muhammadiyah 17 Ciputat pada sebelum (pre test) dan sesudah (post test) intervensi. Catatan: pengukuran setelah intervensi (post test) dilakukan pada hari yang sama setelah intervensi. B. Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di SMP Muhammadiyah 17 Ciputat. Alasan pemilihan lokasi penelitian ini yaitu sangat diperlukan pengetahuan tentang kesehatan tulang pada saat remaja agar para remaja dapat mencapai puncak massa tulang yang maksimal, di SMP Muhammadiyah 17 Ciputat metode belajar yang digunakan adalah ceramah, SMP Muhammadiyah 17 Ciputat merupakan sekolah yang belum pernah dilakukan penelitian terkait promosi kesehatan dan
45
kesehatan tulang, serta jarak sekolah yang dekat dengan tempat tinggal peneliti memungkinkan peneliti lebih mudah dalam mendapatkan data.
C. Waktu Penelitian Waktu penelitian efektif dilakukan pada bulan Juni 2013.
D. Populasi dan Sampel 1. Populasi Populasi adalah seluruh subjek atau objek dengan karakteristik tertentu yang akan diteliti (Hidayat, 2007). Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMP Muhammadiyah 17 Ciputat yang termasuk kedalam sepuluh siswa yang memiliki nilai rata-rata kelas tertinggi dikelasnya berjumlah 35 orang. 2. Sampel Sampel merupakan bagian dari populasi yang akan diteliti atau sebagian dari jumlah karakteristik yang dimiliki populasi (Hidayat, 2007). Pengambilan sampel dalam penelitian ini dengan menggunakan probability sampling dengan teknik yaitu simple random sampling yaitu teknik pengambilan sampel yang dilakukan secara acak (Setiadi, 2007). Jumlah sampel ditetapkan dengan menggunakan rumus perhitungan sampel untuk penelitian analitis numerik berpasangan (Dahlan, 2010):
( (
)
)
46
Keterangan: n
: Besar sampel
Zα
: Deviat baku alfa (derajat kepercayaan 90%=1,64)
Zß
: Deviat baku beta (derajat kepercayaan 90%=1,28)
S
: Simpang baku dari selisih nilai antar kelompok
X1-X2 : Selisih minimal rerata yang dianggap bermakna Nilai S (Simpang baku dari selisih nilai antar kelompok) diperoleh dari penelitian terdahulu oleh Sulastri, dkk tentang pengaruh penyuluhan kesehatan menggunakan video dalam pemeriksaan payudara sendiri (SADARI) terhadap peningkatan pengetahuan dan sikap remaja putri di SMAN Balikpapan tahun 2012. Nilai S merupakan standar deviasi dari selisih nilai rata-rata pengetahuan pada pre test dan post test yaitu sebesar 3,69. Dengan demikian maka perhitungan sampel berdasarkan rumus diatas adalah sebagai berikut:
( (
)
( (
)
(
)
)
)
47
Berdasarkan perhitungan diatas, maka peneliti mengambil sampel 29 orang. Untuk mengatasi adanya kemungkinan drop-out maka sampel ditambah 10% dari jumlah sampel yang dibutuhkan sehingga total jumlah sampel menjadi 32. Agar tidak terjadi subjektivitas serta bias dalam pemilihan responden dari setiap kelas maka peneliti menggunakan sistem random sampling yang bekerja sama dengan pihak sekolah dengan sistem pengundian nomor responden. Langkah pengambilan sampel penelitian adalah sebagai berikut: a. Penomoran responden dalam populasi penelitian yang memenuhi kriteria b. Melakukan pengocokan nomor sebanyak 32 kali, dimana nomor urut yang keluar akan dijadikan sampel penelitian Kriteria inklusi: a. Siswa kelas VIII SMP Muhammadiyah 17 Ciputat yang termasuk kedalam sepuluh siswa yang memiliki nilai rata-rata kelas tertinggi dikelasnya b. Bersedia mengikuti peer education tentang kesehatan tulang c. Tidak pernah mengikuti kegiatan pendidikan kesehatan dengan metode peer education d. Tidak pernah mengikuti kegiatan pendidikan kesehatan tentang kesehatan tulang Kriteria eksklusi: a. Tidak dapat mendengar dengan baik. b. Tidak mampu berkomunikasi verbal / non verbal dengan baik.
48
E. Instrumen Pengumpul Data Instrumen pengumpul data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari dua kuesioner, yaitu kuesioner A dan kuesioner B. Kuesioner A berisi pertanyaan tentang karakteristik responden, meliputi inisial responden, kelas responden, dan pengalaman responden mengikuti pendidikan kesehatan dengan metode peer education serta pendidikan kesehatan tentang kesehatan tulang. Kuisioner B berisi 26 pertanyaan tentang kesehatan tulang yang terdiri dari 3 pertanyaan tentang pertumbuhan tulang pada remaja, 1 pertanyaan tentang pentingnya menjaga kesehatan tulang saat remaja, dan 23 pertanyaan tentang cara meningkatkan kesehatan tulang. Kuesioner B diberikan kepada responden saat sebelum dan sesudah dilakukan intervensi peer education kesehatan tulang.
F. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen 1. Uji validitas Validitas adalah keadaan yang menggambarkan tingkat instrumen yang bersangkutan mampu mengukur apa yang akan diukur (Arikunto, 2010). Jumlah responden untuk uji coba instrumen (kuesioner) minimal 30 orang agar distribusi nilai hasil pengukuran lebih mendekati kurva normal (Nisfiannoor, 2009). Uji validitas instrumen dilakukan sebanyak dua kali. Pertama, uji coba instrumen dilakukan di SMP YMJ Ciputat, dengan membagikan kuesioner pengetahuan tentang kesehatan tulang kepada 30 siswa kelas VII dan VIII. Hasil uji validitas menyatakan hanya 5 pernyataan yang valid dari 28
49
pernyataan yang terdapat pada kuesioner dengan nilai validitas antara 0. 305 - 0.702. Setelah konsultasi dengan pembimbing maka peneliti melakukan uji validitas kuesioner yang kedua dengan uji validitas expert (ahli). Uji validitas expert ini dilakukan dengan pembimbing peneliti. Hal ini dilakukan karena keterbatasan waktu pelaksanaan penelitian. Setelah melakukan uji validitas expert dengan pembimbing maka jumlah pertanyaan yang digunakan pada kuesioner menjadi 26 pertanyaan. Validitas instrumen diukur dengan rumus korelasi pearson product moment dimana r hitung diperoleh dengan menggunakan software statistic sehingga diperoleh kesimpulan bahwa (Hidayat, 2007): Bila r hitung lebih besar dari r tabel → variabel valid Bila r hitung lebih kecil dari r tabel → variabel tidak valid Apabila instrumen valid, maka indeks korelasinya (r) adalah sebagai berikut (Hidayat, 2007): a. 0.800 – 1.000 : sangat tinggi b. 0.600 – 0.799 : tinggi c. 0.400 – 0.599 : cukup tinggi d. 0.200 – 0.399 : rendah e. 0,000– 0.199 : sangat rendah 2. Reliabilitas Reliabilitas adalah istilah yang dipakai untuk menunjukkan sejauh mana suatu hasil pengukuran relatif konsisten apabila alat ukur tersebut digunakan berulang kali (Umar, 2002). Uji reliabilitas ini menggunakan model Alpha Cronbach. Reliabilitas suatu konstruk variabel dikatakan baik jika memiliki
50
nilai Cronbach’s Alpha >0.60 (Santoso dalam Gumilar, 2007). Nilai reliabilitas kuesioner yang diperoleh adalah 0.576 sehingga dapat dikatakan kuesioner tidak reliabel.
G. Prosedur Pengumpulan Data 1. Prosedur Administrasi a. Pengumpulan data dilakukan setelah mendapat izin dari SMP Muhammadiyah 17 Ciputat sebagai tempat penelitian. b. Melakukan sosialisasi penelitian kepada kepala sekolah, guru, dan staf sekolah kemudian dibuat kesepakatan untuk melakukan program pendidikan kesehatan dengan metode peer education tentang kesehatan tulang di SMP Muhammadiyah 17 Ciputat. c. Mengidentifikasi responden yang memenuhi kriteria inklusi. d. Meminta calon responden yang terpilih agar bersedia menjadi responden setelah mendapatkan penjelasan tentang tujuan, manfaat, dan prosedur penelitian serta hak dan kewajiban selama menjadi responden. Responden yang bersedia selanjutnya diminta menandatangani lembar informed consent. 2. Prosedur persiapan sebelum intervensi Sebelum memberikan perlakuan berupa peer education kesehatan tulang peneliti membuat booklet sebagai media pendidikan kesehatan. Selain itu peneliti juga memberikan pengarahan kepada fasilitator (teman peneliti) terkait dengan perannya dalam diskusi kelompok yang akan dilaksanakan.
51
3. Prosedur intervensi Tahapan intervensi program peer education adalah sebagai berikut: a. Peneliti meminta bantuan wali dan/atau guru kelas VIII untuk memilih 10 siswa yang terbaik dari setiap kelas. b. Peneliti dibantu guru kelas mengumpulkan 35 siswa yang terpilih didalam suatu kelas untuk diberikan penjelasan penelitian. Pada hari tersebut peneliti hanya bisa mengumpulkan 35 siswa karena 5 siswa yang lain sedang tidak masuk sekolah. c. Peneliti menjelaskan prosedur penelitian kepada seluruh siswa yang terpilih. d. Peneliti membagikan kuesioner tentang pengalaman siswa dalam mengikuti pendidikan kesehatan dengan metode
peer education dan
pendidikan kesehatan tentang kesehatan tulang kepada seluruh calon responden. e. Peneliti memilih siswa yang belum pernah mengikuti pendidikan kesehatan dengan metode peer education dan pendidikan kesehatan tentang kesehatan tulang. f. Peneliti melakukan penomoran responden dengan meminta kepada seluruh calon responden untuk berhitung. g. Peneliti melakukan pengocokan nomor sebanyak 32 kali, dimana nomor urut yang keluar dijadikan responden penelitian. h. Peneliti melakukan informed consent secara tertulis dengan siswa yang terpilih sebagai responden menggunakan lembar informed consent.
52
i. Peneliti dibantu oleh guru kelas melakukan pengukuran awal (pre test) terhadap pengetahuan seluruh responden terkait kesehatan tulang dengan menggunakan kuesioner pengetahuan. j. Peneliti memberikan tugas berupa pertanyaan terkait dengan hal-hal yang membahas kesehatan tulang, yaitu pertumbuhan tulang pada remaja, pentingnya
menjaga
kesehatan
tulang
saat
remaja,
dan
cara
meningkatkan kesehatan tulang. Tugas yang diberikan dikerjakan secara individu diluar jam sekolah (dirumah). k. Pada hari berikutnya peneliti membuat kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 5-6 siswa. Dimana anggota kelompok untuk suatu kelompok ditentukan secara acak oleh peneliti dan fasilitator. l. Peneliti memberikan booklet kesehatan tulang sebagai salah satu referensi pada saat diskusi kelompok. m. Pelaksanaan diskusi kelompok selama 30 menit. Setiap anggota kelompok di kelompok kecil mempresentasikan tugas yang telah dikerjakan secara bergantian dan mereka saling berdiskusi. Agar diskusi berjalan lancar dan setiap anggota kelompok dapat terlibat secara aktif maka di setiap kelompok terdapat 1 fasilitator. Fasilitator adalah teman peneliti yang bertugas untuk menentukkan anggota kelompok yang memulai diskusi (mempresentasikan tugasnya) dan mengarahkan jalannya diskusi. Tidak terdapat kriteria khusus dalam pemilihan fasilitator. Sebelum penelitian fasilitator mendapatkan pengarahan terkait dengan perannya dalam diskusi kelompok dari peneliti.
53
n. Setelah diskusi kelompok selesai, booklet dan tugas yang telah dikerjakan oleh responden sementara dikumpulkan kepada fasilitator agar para responden tidak dapat menyontek saat mengisi kuesioner. Selanjutnya seluruh responden diminta untuk mengisi kembali kuesioner tentang pengetahuan terkait kesehatan tulang (post test).
H. Pengolahan Data Setiadi (2007) menjabarkan kegiatan dalam proses pengolahan data penelitian, yaitu: 1. Memeriksa data (editing). Proses editing adalah memeriksa data yang telah dikumpulkan berupa daftar pertanyaan. Kegiatan pemeriksaan daftar pertanyaan yang telah terkumpul meliputi memeriksa kelengkapan jawaban, keterbacaan tulisan, dan relevansi jawaban. 2. Memberi kode (coding). Pemberian kode merupakan proses pengolahan data dengan memberikan kode pada masing-masing jawaban dari para responden. Pemberian kode dapat dilakukan sebelum atau sesudah pengumpulan data dilaksanankan. 3. Sorting Sorting adalah mensortir dengan memilih atau mengelompokan data menurut jenis yang dikehendaki (klasifikasi data) (Setiadi, 2007). 4. Entry data Jawaban-jawaban yang sudah diberi kode kemudian dimasukkan dalam tabel dengan cara menghitung frekuensi data (Setiadi, 2007).
54
5. Cleaning Pembersihan data, dengan melihat variabel apakah data sudah benar atau belum (Setiadi, 2007). 6. Mengeluarkan informasi Disesuaikan dengan tujuan penelitian yang dilakukan (Setiadi, 2007).
I. Analisis Data 1. Analisis Univariat Analisis ini dilakukan terhadap sebuah variabel. Analisis ini digunakan untuk variabel dependen, yaitu untuk mengetahui tingkat pengetahuan tentang kesehatan tulang pada sebelum peer education (pre test) dan setelah peer education (post test). 2. Analisis Bivariat Analisis bivariat berguna untuk melihat hubungan dua variabel. Analisis ini tidak hanya melihat sampai pada tahap apakah adanya hubungan antara dua variabel, tetapi diteruskan sampai penjelasan mekanismenya mengapa hal itu bisa terjadi (Umar, 2002). Analisa bivariat yang digunakan pada penelitian ini yaitu uji beda dua mean dependen. Uji beda dua mean dependen bertujuan untuk menguji ada tidaknya perbedaan mean untuk dua kelompok yang berpasangan. Subjeknya sama, namun mengalami dua pengukuran yang berbeda (pre test dan post test) (Nisfiannoor, 2009). Uji ini digunakan untuk variabel dependen, yaitu untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan pengetahuan tentang kesehatan tulang antara sebelum peer education (pre test) dan setelah peer education (post test).
55
Sebelum data dianalisis dengan Paired Sample T Test, dilakukan uji normalitas untuk pengecekan apakah data yang ada terdistribusi normal sebagai syarat untuk penggunaan statistik parametrik. Pada hasil uji normalitas dengan Shapiro-Wilk harga signifikansi pada hasil evaluasi awal (pre test) sebesar 0.131 dan hasil evaluasi akhir (post test) sebesar 0.348. Harga signifikansi tersebut lebih besar dari pada harga signifikansi pada tabel (p>0,05). Dengan demikian maka dapat dikatakan data terdistribusi normal. Sehingga teknik analisis yang dapat digunakan untuk uji beda dua mean dependen adalah Paired Sample T Test. Bila Pvalue ≤ 0,05 maka Ho ditolak, artinya ada perbedaan, namun sebaliknya jika Pvalue ≥ 0,05 maka Ho diterima, artinya tidak ada perbedaan. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh intervensi yang dilakukan salah satu caranya adalah dengan mengetahui effect size (Pallant, 2007). Effect size dapat diketahui dengan menghitung nilai eta dengan rumus sebagai berikut (Pallant, 2007).
(
)
Menurut Pallant (2007) interpretasi nilai eta squared adalah sebagai berikut: a. 0.01= pengaruh kecil b. 0.06 = pengaruh cukup c. ≥0.14 = pengaruh besar
56
J. Etika Penelitian Penelitian ini memenuhi beberapa prinsip etik dan formulir informed consent yang diberikan pada siswi sebelum penelitian dilakukan. 1. Prinsip etik a. Anonymity (Tanpa nama) Selama kegiatan penelitian nama responden tidak dicantumkan pada lembar alat ukur dan hanya dituliskan kode pada lembar pengumpulan data atau hasil penelitian yang akan disajikan (Hidayat, 2007) dan inisial responden. b. Kerahasiaan (Confidentiality) Peneliti menjaga kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi maupun masalah-masalah lainnya yang diperoleh dari responden, hanya kelompok data tertentu yang yang akan dilaporkan pada hasil riset (Hidayat, 2007). c. Hak
untuk
ikut/tidak
menjadi
responden
(Right
to
Self
Determination) Subjek
mempunyai
hak
untuk
menentukan
apakah
mereka
bersedia/tidak untuk menjadi subjek penelitian (Nursalam, 2008). 2. Informed Consent Informed consent atau persetujuan setelah penjelasan adalah pilihan sukarela seseorang untuk berpartispasi dalam penelitian setelah mendapat penjelasan dan telah memahami seluruh aspek penelitian yang berhubungan dengan keputusannya untuk berpartisipasi (Hanafiah,
57
2008). Menurut Hanafiah (2008) terdapat beberapa aspek yang terdapat dalam persetujuan keikutsertaan dalam penelitian, yaitu: a. Penjelasan bahwa partisipasi adalah sukarela, bukan karena paksaan. b. Penjelasan tentang tujuan, prosedur penelitian, jumlah subjek yang ikut serta, dan perkiraan lama penelitian. c. Gambaran mengenai manfaat bagi subjek atau orang lain yang diharapkan dari penelitian. d. Informasi mengenai prosedur alternatif terhadap keikutsertaannya. e. Penjelasan bahwa subjek dapat berhenti setiap waktu tanpa dirugikan. f. Gambaran tentang risiko dan kerugian yang diperkirakan sebelumnya. g. Pernyataan yang menjelaskan sejauh mana privasi dan kerahasiaan pribadi akan dijaga.
BAB V HASIL PENELITIAN A. Gambaran Lokasi Penelitian dan Sampel Penelitian dilakukan di SMP Muhammadiyah 17 Ciputat pada tanggal 7 hingga 8 Juni 2013. Pelaksanaan penelitian menggunakan waktu KBM (Kegiatan Belajar Mengajar) yang telah diberikan izin sebelumnya oleh pihak sekolah. SMP Muhammadiyah 17 Ciputat merupakan sebuah sekolah swasta yang berada di Jalan Ir. H. Juanda No. 211, Rempoa Kecamatan Ciputat Timur Tangerang Selatan. Sekolah ini berdiri pada tanggal 25 Oktober 1964, dan berakreditasi A. Luas tanah sekolah sebesar 900 m2 dan luas bangunan sebesar 1.134 m2 . Ruangan-ruangan yang berada di sekolah ini dalam kondisi baik dan terdiri dari 12 ruang kelas, ruang perpustakaan , ruang Unit Kesehatan Sekolah (UKS), ruang koperasi, ruang kepala sekolah, ruang wakil kepala sekolah atau ruang Bimbingan Konseling (BK), ruang guru, ruang tata usaha, ruang OSIS, ruang operasional, mushola, laboratorium bahasa, laboratorium komputer, laboratorium IPA, kantin, serta 7 toilet (5 toilet siswa laki-laki, 4 toilet siswi perempuan, 1 toilet guru, 1 toilet di ruang UKS, dan 1 toilet di ruang kepala sekolah). Jumlah seluruh siswa adalah 354 yang terdiri dari 196 siswa laki-laki dan 228 siswi perempuan. Siswa kelas VII berjumlah127 siswa yang terdiri dari 51 siswa laki-laki dan 76 siswi perempuan. Siswa kelas VIII berjumlah 151 siswa yang terdiri dari 75 siswa laki-laki dan 76 siswi perempuan. Siswa kelas IX berjumlah 146 yang terdiri dari 70 siswa laki-laki dan 76 siswi perempuan. 58
59
Ketenagaan SMP Muhammadiyah 17 Ciputat terdiri dari 1 kepala sekolah, 1 wakil kepala sekolah, 36 guru mata ajar (27 guru tetap dan 9 guru tidak tetap), 4 tenaga administrasi, 1 tenaga operasional, 1 tenaga keuangan, dan 2 tenaga kebersihan. Perlengkapan kegiatan belajar mengajar terdiri dari 14 komputer, 3 printer, 12 papan tulis, 160 meja siswa, dan 480 kursi siswa. Berdasarkan teknik simple random sampling peneliti mengambil sampel sebanyak 32 siswa yang berasal dari siswa kelas VIII A sampai VIII D. Namun ternyata 3 siswa mengalami drop out karena tidak masuk sekolah sehingga tidak mengikuti intervensi peer education (2 siswa) dan tidak bersedia melanjutkan menjadi responden penelitian (1 siswa). Dengan demikian jumlah sampel penelitian menjadi 29 orang. Jumlah sampel ini sudah sesuai dengan perhitungan sampel yang dibutuhkan untuk penelitian. B. Analisis Univariat Analisa univariat menjelaskan gambaran karakteristik responden meliputi usia, jenis kelamin, pengalaman responden mengikuti pendidikan kesehatan tentang kesehatan tulang atau dengan metode peer education dan tentang kesehatan tulang, serta pengetahuan siswa sebelum dan sesudah intervensi peer education kesehatan tulang. 1. Karakteristik Responden Tabel 5.1
No 1. 2. 3.
Distribusi Statistik Deskriptif Karakteristik Responden Berdasarkan Umur Umur (Tahun) Jumlah Persentase (%) 13 3 10.4 14 25 86.2 16 1 3.4 29 100 Jumlah
60
Pada gambaran karakteristik responden berdasarkan usia didapatkan bahwa sebagian besar responden (86.2%) berusia 14 tahun, 10.4% berusia 13 tahun, 3.4% berusia 16 tahun. Tabel 5.2 Distribusi Statistik Deskriptif Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin No Jenis Kelamin Jumlah Persentase (%) 1. Perempuan 27 93.2 2. Laki-laki 2 6.8 29 100 Jumlah
Gambaran karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin adalah 93.2% responden berjenis kelamin perempuan dan sisanya yaitu 6.8% berjenis kelamin laki-laki. Tabel 5.3 Distribusi Statistik Deskriptif Karakteristik Responden Berdasarkan Pengalaman Mengikuti Pendidikan Kesehatan tentang Kesehatan Tulang atau dengan Metode Peer Education dan tentang Kesehatan Tulang No Pengalaman Jumlah Persentase (%) 1. Pernah 0 0 2. Tidak pernah 29 100 29 100 Jumlah
Pada gambaran karakteristik responden berdasarkan pengalaman mengikuti pendidikan kesehatan tentang kesehatan tulang atau dengan metode peer education dan tentang kesehatan tulang didapatkan bahwa seluruh responden tidak ada yang pernah mengikuti pendidikan kesehatan dengan metode peer education dan/atau tentang kesehatan tulang.
61
Tabel 5.4 Distribusi Statistik Deskriptif Pengetahuan Siswa Sebelum dan Sesudah Intervensi Peer Education Kesehatan Tulang (N=29) Variabel Min Max Mean Median SD 95% Pengetahuan Cl Evaluasi 9.00 20.00 16.27 17.00 2.83 15.19awal (pre 17.35 test) Evaluasi 14.00 24.00 19.00 19.00 2.76 17.94akhir (post 20.05 test)
Berdasarkan hasil analisis didapat rata-rata pengetahuan siswa sebelum intervensi peer education kesehatan tulang adalah 16.27 dan median 17.00 dengan standar deviasi 2.83. Nilai terendah adalah 9 dan tertinggi adalah 20. Dari hasil estimasi interval dapat disimpulkan bahwa 95% diyakini pengetahuan siswa sebelum intervensi peer education kesehatan tulang adalah antara 15.19-17.35. Sedangkan hasil analisis pada pengetahuan siswa sesudah intervensi peer education kesehatan tulang didapat rata-rata nilai pengetahuan adalah 19.00 dan median 19.00dengan standar deviasi 2.76 . Nilai terendah adalah 14 dan tertinggi adalah 24. Dari hasil estimasi interval dapat disimpulkan bahwa 95% diyakini pengetahuan siswa sebelum intervensi peer education kesehatan tulang adalah antara 17.94-20.05. Nilai tertinggi yang telah dicapai oleh responden baik pada saat pre test maupun post test belum mencapai nilai maksimum yang dapat dicapai yaitu 26.
62
Tabel 5.5
No
1.
2.
3.
Distribusi Statistik Deskriptif Pengetahuan Responden (Item Pertanyaan) pada Saat Pre Test dan Post Test Pengetahuan Jawaban Benar n (%)
Pertumbuhan tulang pada remaja a. Manakah dibawah ini yang merupakan pernyataan yang tepat terkait dengan pertumbuhan tulang pada remaja *Pada masa remaja tulang tumbuh dengan cepat b. Manakah dibawah ini yang merupakan pernyataan yang kurang tepat terkait dengan pertumbuhan tulang pada remaja *Puncak massa tulang dicapai pada masa lanjut usia c. Berapa persentase massa tulang yang terbentuk pada masa remaja dari total massa tulang yang dicapai seseorang * 40% d. Apakah yang dimaksud dengan massa tulang maksimum *Jumlah tulang maksimum yang pernah dicapai seseorang Pentingnya Menjaga Kesehatan Tulang saat Remaja Manakah dibawah ini yang merupakan pernyataan yang tepat terkait dengan kesehatan tulang pada remaja * Peningkatan kesehatan tulang penting dilakukan pada masa remaja Cara Meningkatkan Kesehatan Tulang a. Manakah dibawah ini yang bukan merupakan cara untuk meningkatkan kesehatan tulang *Kebiasaan jarang berolah raga b. Manakah kebiasaan di bawah ini yang merupakan cara yang kurang tepat untuk meningkatkan kesehatan tulang
Pre Test 5 (17.2)
Post Tet 6 (20.7)
7 (24.1)
14 (48.3)
8 (27.6)
14 (48.3)
7 (24.1)
11 (38)
25 (86.2)
21 (72.4)
20 (69)
18 (62)
18 (62)
24 (82.8)
63
4.
5.
*Melakukan diet agar memiliki tubuh yang kurus Mengkonsumsi Asupan Kalsium dan Vitamin D dengan Tepat a. Berapakah jumlah susu yang sebaiknya diminum untuk memenuhi kebutuhan kalsium remaja setiap harinya *2 gelas atau lebih b. Manakah dibawah ini yang mengandung zat kalsium yang tinggi *Ikan salmon dan bayam c. Manakah dibawah ini yang mengandung zat kalsium yang tinggi *Keju dan yoghurt d. Berapa jumlah kalsium yang diperlukan remaja setiap harinya *1.300 mg atau lebih e. Apakah manfaat vitamin D untuk pertumbuhan tulang *Meningkatkan penyerapan kalsium f. Manakah dibawah ini sumber vitamin D yang baik *Margarin dan telur Olah raga a. Manfaat olah raga bagi kesehatan tulang *Membantu meningkatkan massa tulang b. Manakah dibawah ini merupakan pernyataan yang kurang tepat terkait dengan olah raga untuk pertumbuhan tulang *Olah raga dapat menurunkan kekuatan otot sehingga mengurangi pembentukan tulang c. Manakah dari olah raga dibawah ini yang merupakan cara terbaik untuk meningkatkan kekuatan tulang *Berlari d. Manakah dari olah raga dibawah ini yang merupakan cara terbaik untuk meningkatkan kekuatan tulang
15 (51.7)
22 (75.9)
24 (82.8)
26 (89.7)
28 (96.6)
29 (100)
9 (31)
14 (48.3)
29 (100)
27 (93.1)
19 (65.5)
26 (89.7)
25 (86.2)
28 (96.6)
22 (75.9)
20 (69)
21 (72.4)
20 (69)
22 (75.9)
18 (62)
64
6.
7.
8.
*Melompat e. Menurut adik berapa hari dalam seminggu seseorang seharusnya berolahraga untuk menguatkan tulangnya * Tiga hari dalam seminggu atau lebih f. Menurut adik berapa lama seseorang seharusnya berolahraga untuk menguatkan tulangnya *20-30 menit Menghindari minum minuman beralkohol dan merokok a. Menurut adik apa pengaruh minum minuman berakohol bagi kesehatan tulang *Mengganggu proses pembentukan tulang b. Menurut adik apa pengaruh kebiasaan merokok bagi kesehatan tulang *Meracuni sel-sel pembentuk tulang Paparan sinar matahari a. Apa manfaat berjemur matahari untuk kesehatan tulang *Berperan dalam pembuatan dan penyimpanan vitamin D b. Kapan waktu yang tepat ketika berjemur matahari untuk menguatkan tulang *Pagi dan sore hari c. Berapa lama waktu yang diperlukan ketika berjemur matahari untuk menguatkan tulang *15 menit d. Pada jam berapa sebaiknya kita berjemur matahari untuk menguatkan tulang *jam 06.00-09.00 Mencegah jatuh Manakah dibawah ini yang bukan merupakan pernyataan yang tepat *Jatuh tidak dapat menyebabkan tulang patah
15 (51.7)
16 (55.1)
14 (48.3)
6 (20.7)
28 (97)
26 (89.7)
24 (82.8)
23 (79.3)
20 (69)
26 (89.7)
10 (34.5)
26 (89.7)
9 (3.4)
19 (65.5)
26 (89.7)
28 (97)
21 (72.4)
23 (79.3)
65
Berdasarkan hasil analisis pengetahuan responden yang berkaitan dengan pertumbuhan tulang pada remaja diketahui bahwa hanya sebagian kecil responden yang mengetahui bagaimana pertumbuhan tulang pada remaja, yaitu 17.2% pada saat pre test dan 20.7% pada saat post test, namun hampir seluruh responden [(86.2% pada pre test) dan (72.5% pada post test)] mengetahui bahwa menjaga kesehatan tulang saat remaja merupakan hal yang penting. Sebagian besar responden [(96.6% pada pre test) dan (100% pada post test)] mampu mengidentifikasi secara tepat bahwa keju dan yoghurt adalah sumber zat kalsium yang baik serta para responden (100% pada pre test) telah mengetahui vitamin D bermanfaat meningkatkan penyerapan kalsium. Pada hasil pre test didapatkan hanya 31% dari responden yang mengetahui jumlah kalsium yang diperlukan remaja setiap harinya sebanyak 1.300 mg, dan 51.7% responden secara tepat mengidentifikasi minum susu sebanyak 2 gelas atau lebih dapat memenuhi kebutuhan kalsium remaja setiap hari. Meskipun sebagian besar responden [(86.2% pada pre test) dan (96.6% pada post test)] mengetahui manfaat olah raga bagi kesehatan tulang, namun hanya sebagian responden yang mengetahui olah raga sebaiknya dilakukan tiga hari dalam seminggu atau lebih [(51.7% pada pre test) dan (55.1% pada post test)] dan selama 20-30 menit [(48.3% pada pre test) dan (20.7%) pada post test)]. Hampir seluruh responden mengetahui pengaruh minum minuman beralkohol [(97% pada pre test) dan (89.7% pada post test)] dan merokok [(82.8% pada pre test) dan (79.3% pada post test)] bagi pertumbuhan tulang. Sebagian besar responden [(69% pada pre test) dan (89.7% pada post test) mengetahui manfaat berjemur matahari yaitu berperan dalam pembuatan dan penyimpanan vitamin D dan dapat dilakukan pada pada jam 06.0009.00 [(89.7% pada pre test) dan (97% pada post test)] namun mereka tidak mengetahui (3.4% pada pre test) bahwa berjemur matahari sebaiknya
66
dilakukan selama 15 menit. Selain itu mayoritas responden [(72.4% pada pre test) dan (79.3% pada post test)] dari responden mengetahui bahwa mencegah jatuh merupakan salah satu cara menjaga kesehatan tulang. C. Analisis Bivariat Perbedaaan skor rata-rata pengetahuan siswa antara sebelum dan sesudah intervensi peer education kesehatan tulang dapat dilihat pada tabel 5.3.
Tabel 5.6 Distribusi Perbedaan Pengetahuan Siswa antara Sebelum dan Sesudah Intervensi Peer Education Kesehatan Tulang (N=29) Variabel Mean±SD Perbedaan 95% P t Pengetahuan Mean±SD CI Evaluasi awal 16.28±2.84 2.72±1.41 -3.26 0.000 -10.39 (pre test ) – Evaluasi 19.00±2.76 -2.18 akhir (post test)
Hasil penelitian menunjukan terdapat perbedaan nilai rata-rata pengetahuan antara pre test dan post test sebesar 2.72 dengan standar deviasi 1.41. Nilai t pada hasil penelitian ini menunjukkan kemaknaan atau berapa besar pengaruh intervensi peer education kesehatan tulang terhadap pengetahuan, dimana nilai t yang didapatkan sebesar -10.392. Nilai t hitung ini lebih besar dari dari nilai t tabel (10.392 > 1.699). Hal ini menunjukan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara tingkat pengetahuan sebelum dan sesudah intervensi peer education. Pada penelitian ini nilai t bernilai negatif, hal tersebut menunjukkan adanya pertambahan pengetahuan dimana nilai pre test lebih kecil dari pada post test. Dari hasil estimasi interval dapat diyakini sebesar 95% selisih
67
pengetahuan sebelum intervensi peer education dengan pengetahuan sesudah intervensi peer education adalah antara -3.26 sampai -2.18. Hasil uji T dependen didapatkan nilai significancy sebesar 0.000 (p<0.001). Nilai ini lebih kecil dari nilai α (alpha) yaitu 0,05, artinya terdapat perbedaan nilai rata-rata yang bermakna antara pengetahuan siswa sebelum dan sesudah intervensi peer education kesehatan tulang. Untuk mengukur
seberapa besar pengaruh intervensi peer education
digunakan nilai eta squared yaitu sebagai berikut:
(
)
( (
)
) (
)
Berdasarkan perhitungan diatas nilai eta squared yang diperoleh sebesar 0.79 maka dapat disimpulkan bahwa intervensi peer education kesehatan tulang mempunyai pengaruh yang besar terhadap peningkatan pengetahuan.
BAB VI PEMBAHASAN Pada bab ini akan dijelaskan pembahasan hasil penelitian dan keterbatasan penelitian. A. Analisis Univariat 1. Karakteristik Responden Karakteristik responden yang dianalisis dalam penelitian ini meliputi usia, jenis kelamin, dan pengalaman responden mengikuti pendidikan kesehatan tentang kesehatan tulang atau dengan metode peer education dan tentang kesehatan tulang. Berikut pembahasan mengenai karakteristik responden tersebut: a. Karakteristik Usia Sebagian besar responden berusia 14 tahun (86.2%), 10.4% dari responden berusia 13 tahun, dan sisanya 3.4% berusia 16 tahun. Menurut WHO dalam Soetjiningsih (2004) usia 10-18 tahun termasuk dalam usia remaja. Karakteristik usia responden pada penelitian ini tidak selaras dengan penelitian sebelumnya. Pada penelitian yang dilakukan oleh Murti, dkk (2006), usia responden adalah 25-50 tahun dan pada penelitian yang dilakukan oleh Harahap dan Handayani (2004) usia respondennya adalah 20-29 tahun, dimana karakteristik usia responden pada kedua penelitian tersebut termasuk kedalam usia dewasa. Mayoritas usia responden pada penelitian ini adalah 14 tahun dan sebagian kecil responden berusia 13 dan 16 tahun sehingga tidak ada
67
68
perbedaan yang bermakna antara usia responden yang satu dengan yang lain. Selain itu, usia seluruh responden masih termasuk kedalam kategori remaja. Keadaan tersebut menjelaskan bahwa kondisi awal responden dalam hal usia adalah homogen sehingga memenuhi syarat untuk penelitian eksperimental. Homogenitas anggota kelompok (sampel) dalam penelitian eksperimental diperlukan untuk menghindari ancaman terhadap validitas internal dan eksternal (Setiadi, 2007). b. Karakteristik Jenis Kelamin Karakteristik jenis kelamin dalam penelitian ini adalah 93.2% perempuan dan 6.8% laki-laki. Hal ini tidak selaras dengan penelitian yang dilakukan oleh Tylleskar, et al (2011) tentang exclusive breast feeding promotion by peer counsellors, dimana seluruh respondennya merupakan perempuan. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan informasi yang disampaikan saat memberikan intervensi. Karakteristik jenis kelamin yang heterogen pada penelitian ini tidak menimbulkan efek bias pada hasil pre test, pos test maupun pada saat pemberian intervensi peer education, karena tingkat pengetahuan seseorang tidak dipengaruhi oleh jenis kelamin. c. Karakteristik
Pengalaman
Responden
Mengikuti
Pendidikan
Kesehatan tentang Kesehatan Tulang atau dengan Metode Peer Education dan tentang Kesehatan Tulang Hasil penelitian menunjukkan seluruh responden belum pernah mengikuti pendidikan kesehatan tentang kesehatan tulang atau dengan metode peer education dan tentang kesehatan tulang. Berdasarkan data
69
tersebut maka kondisi awal responden dalam hal pengalaman responden mengikuti pendidikan kesehatan tentang kesehatan tulang atau dengan metode peer education dan tentang kesehatan tulang adalah homogen sehingga memenuhi syarat untuk penelitian eksperimental dan tidak menimbulkan efek bias pada hasil pre test, post test, dan pemberian intervensi peer education. 2. Pengetahuan kesehatan tulang sebelum intervensi peer education kesehatan tulang Hasil penelitian menunjukan rata-rata skor pengetahuan
kesehatan
tulang sebelum intervensi peer education kesehatan tulang adalah 16.27. Nilai tertinggi adalah 20 dan nilai terendah adalah 9. Skor pengetahuan tertinggi sebelum dilakukan intervensi peer education kesehatan tulang sudah cukup baik dimana skor yang paling banyak diperoleh adalah 17 (5 responden). Hasil penelitian ini menunjukan bahwa tingkat pengetahuan responden sebelum intervensi peer education sudah cukup baik. Hal ini dimungkinkan karena responden telah mendapatkan informasi yang berkaitan dengan kesehatan tulang dari televisi, koran/majalah, internet, atau keluarga. Selain itu, meskipun di sekolah para siswa belum pernah mendapat informasi tentang kesehatan tulang namun semua responden adalah siswa kelas VIII dan berada di sekolah yang sama sehingga memungkinkan mereka lebih sering bertukar informasi sesama responden. Hal ini sesuai dengan teori bahwa kemudahan untuk
memperoleh informasi
dapat
membantu
70
mempercepat seseorang untuk memperoleh pengetahuan yang baru (Mubarak, 2007). Menurut Piaget dalam Bastable (2002) pada masa remaja seseorang telah memasuki tahap perkembangan kognitif yang dinamai sebagai periode formal operation (operasional formal). Pada tahap ini remaja telah mampu memahami konsep kesehatan dan penyakit, berbagai penyebab penyakit, pengaruh variabel atas status kesehatan dan pencegahan penyakit. Teori ini selaras dengan hasil penelitian dimana rata-rata skor pengetahuan kesehatan tulang saat pre test sudah cukup baik. Hal ini terjadi karena para responden dalam penelitian ini termasuk dalam usia remaja yang telah mampu memahami konsep kesehatan tulang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden mengetahui bahwa keju dan yoghurt (96.6%) serta ikan salmon dan bayam (82.8%) merupakan sumber kalsium yang baik. Selain itu, mereka juga mengetahui bahwa minum susu dua gelas atau lebih mampu untuk memenuhi kebutuhan kalsium remaja setiapa harinya (51.7%). Namun mereka tidak mengetahui bahwa jumlah kalsium yang dibutuhkan remaja setiap harinya adalah 1.300 mg atau lebih (31%). Hasil penelitian ini selaras dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Martin, et al (2004) tentang female adolescent’s knowledge of bone health promotion behaviors and osteoporosis risk factor. Hasil penelitiannya menunjukan bahwa mayoritas responden mampu mengidentifikasi secara tepat bahwa keju (74%) dan yoghurt (73%) sebagai sumber kalsium terbaik.
71
Selain itu, hanya 26.2% dari responden yang mengetahui jumlah asupan kalsium bagi remaja setiap harinya adalah 1.300 mg. Hasil penelitian yang didapat juga selaras dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Syafiq dan Fikawati (2003) tentang pola konsumsi kalsium remaja di kota Bogor dalam Fikawati, dkk (2005) yang melaporkan bahwa secara umum pengetahuan remaja tentang hal-hal yang berhubungan dengan kalsium sudah baik. Selain itu, hasil penelitian yang dilakukan oleh Fikawati, dkk (2005) tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan asupan kalsium pada remaja di kota Bandung menyatakan hampir semua responden mengetahui fungsi kalsium dalam hubungannya dengan pertumbuhan tulang (99,69%) dan mampu menjawab dengan benar pertanyaan tentang gangguan pertumbuhan tulang (94,2%). Pengetahuan responden terkait olah raga bagi pertumbuhan tulang sudah baik dimana para responden mampu mengidentifikasi dengan tepat bahwa olah raga berlari (72.4%) dan melompat (75.9%) merupakan olah raga yang terbaik untuk meningkatkan kekuatan tulang. Hal ini selaras dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Marten, et al (2004) yang melaporkan bahwa responden mengetahui olah raga berlari (71%) dan bersepeda (53.3%) sebagai olah raga yang bermanfaat dalam meningkatkan kekuatan tulang. Meskipun pengetahuan responden saat pre test sudah cukup baik, tetapi sebagian besar responden belum mengetahui kesehatan tulang secara mendalam . Hasil penelitian menunjukan hanya sebagian responden yang mengetahui jika olah raga untuk menguatkan tulang sebaiknya dilakukan
72
tiga hari atau lebih dalam seminggu (51.7%) dan selama 20-30 menit (48.3%). Hasil ini tidak selaras dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Martin, et al (2004) tentang female adolescent’s knowledge of bone health promotion behaviors and osteoporosis risk factor. Hasil penelitiannya menunjukan bahwa mayoritas responden mengetahui jika olah raga untuk menguatkan tulang sebaiknya dilakukan tiga hari atau lebih dalam seminggu (80.4%) selama 20-30 menit (55.1%). Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa seluruh responden (100%) mengetahui bahwa vitamin D bermanfaat dalam meningkatkan penyerapan kalsium. Hal ini tidak selaras dengan hasil penelitian yang didapatkan oleh Marten, et al (2004), dimana hasil penelitiannya menunjukan hanya 20% dari responden yang mengetahui vitamin D dibutuhkan dalam penyerapan kalsium. 3. Pengetahuan kesehatan tulang sesudah intervensi peer education kesehatan tulang Berdasarkan data hasil penelitian, skor pengetahuan kesehatan tulang tertinggi setelah dilakukan intervensi peer education adalah 24 dan skor terendahnya adalah 14. Skor pengetahuan tertinggi setelah dilakukan intervensi peer education kesehatan tulang sudah cukup baik dimana skor yang paling banyak diperoleh adalah 20 (5 responden). Hasil penelitian menunjukan rata-rata skor pengetahuan
kesehatan
tulang sesudah intervensi peer education kesehatan tulang adalah 19.00. Nilai ini lebih tinggi dari pada nilai rata-rata skor pengetahuan kesehatan
73
tulang pada saat pre test dimana nilai rata-rata skor pengetahuan pada saat pre test adalah 16.27. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Murti, dkk (2006) yang berjudul efektivitas promosi kesehatan dengan peer education pada kelompok dasawisma dalam upaya penemuan tersangka penderita TB paru. Hasil penelitiannya menunjukan nilai rata-rata skor pengetahuan pada saat pre test adalah 11.44 dan pada saat post test adalah 14.41. Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Harahap dan Handayani (2004) yang berjudul pengaruh peer education terhadap pengetahuan dan sikap mahasiswa dalam menanggulangi HIV/AIDS di Universitas Sumatera Utara juga menyatakan hasil penelitian yang sama. Hasil penelitiannya menunjukan adanya peningkatan nilai rata-rata pada saat post test. Nilai rata-rata skor pengetahuan pada saat pre test adalah 18.18 dan pada saat post test adalah 22.96. Berdasarkan hasil analisis pengetahuan responden (item pertanyaan) pada saat pos test didapatkan bahwa dari 26 item pertanyaan pada kuesioner, 17 diantaranya menunjukan adanya peningkatan jumlah responden (persentase) yang mampu menjawab dengan benar pada item pertanyaan tersebut. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang menunjukan nilai rata-rata skor pengetahuan pada saat post test lebih tinggi dari pada nilai rata-rata skor pengetahuan pada saat pre test . B. Analisis Bivariat Sebelum peneliti membahas hasil pengetahuan kesehatan tulang antara sebelum dan sesudah intervensi peer education kesehatan tulang, peneliti ingin
74
membahas normalitas variabel pengetahuan. Berdasarkan hasil uji normalitas dengan Shapiro-Wilk didapatkan data bahwa harga signifikansi hasil evaluasi awal (pre test) sebesar 0.131 dan hasil evaluasi akhir (post test) sebesar 0.348. Harga signifikansi tersebut lebih besar dari pada harga signifikansi pada tabel (p>0,05). Dengan demikian maka dapat dikatakan data terdistribusi normal. Berdasarkan data hasil penelitian, terdapat perbedaan nilai rata-rata pengetahuan antara pre test dan post test sebesar 2.72 dengan standar deviasi 1.41. Pada hasil uji T dependen didapatkan nilai significancy sebesar 0.000 (p=0.000). Nilai ini lebih kecil dari nilai α (alpha) yaitu 0,05, artinya terdapat perbedaan nilai rata-rata yang bermakna antara pengetahuan siswa sebelum dan sesudah intervensi peer education kesehatan tulang. Hasil ini sejalan dengan penelitian Harahap dan Handayani (2004) yang berjudul pengaruh peer education terhadap pengetahuan dan sikap mahasiswa dalam menanggulangi HIV/AIDS di Universitas Sumatera Utara dengan hasil peneltian yang menunjukan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna pada nilai rata-rata pengetahuan antara sebelum dilakukan peer education (pre test) dan setelah
peer education (post test) dengan nilai p=0,000. Selain itu
penelitian oleh Murti, dkk (2006) yang berjudul efektivitas promosi kesehatan dengan peer education pada kelompok dasawisma dalam upaya penemuan tersangka penderita TB paru juga menyatakan hasil penelitian yang sama. Hasil penelitiannya menunjukan adanya peningkatan rerata nilai pengetahuan yang bermakna pada kelompok yang dilakukan intervensi peer education dengan nilai p=0.000.
75
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh nilai eta squared sebesar 0.79 (> 0.14). Hal ini bermakna bahwa intervensi peer education kesehatan tulang mempunyai pengaruh besar terhadap peningkatan pengetahuan. Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ratna (2012) tentang pengaruh pendidikan kesehatan dengan media leaflet terhadap perubahan pengetahuan pasien hipertensi tentang pengendalian hipertensi di Puskesmas Pakuhaji Tangerang tahun 2012. Pada hasil penelitiannya diperoleh nilai eta sebesar 0.93 (> 0.14) dan bermakna adanya pengaruh yang kuat antara pemberian pendidikan kesehatan dengan media leaflet terhadap peningkatan pengetahuan. Berdasarkan uraian beberapa hasil penelitian diatas menunjukan bahwa pendidikan kesehatan dengan
metode peer education dapat meningkatkan
pengetahuan peserta didik. Hal ini mendukung teori bahwa promosi kesehatan mengandung unsur pendidikan kesehatan yang pada hakikatnya adalah proses belajar yang dapat meningkatkan pengetahuan (Simons, 1995 dalam Murti, 2006). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Medley, et al (2009) yang berjudul effectiveness of peer education interventions for HIV prevention in developing countries: a systematic review and meta-analysis menunjukan tiga puluh penelitian yang dianalisis memiliki hasil penelitian yang menyatakan bahwa peer education efektif dalam meningkatkan pengetahuan. Menurut kerucut Edgar Dale (1964) dalam Nursalam (2008) terdapat gambaran kemampuan partisipan untuk mengingat kembali pesan-pesan dalam pendidikan kesehatan menurut teknik dan medianya. Menurut kerucut Edgar Dale tersebut jika partisipan berpartisipasi dalam diskusi dengan mengucapkan sendiri kata-katanya, maka mereka akan mengingat 70% dari apa yang
76
diucapkannya. Teori ini menjelaskan bahwa pengetahuan yang dapat diperoleh setelah mengikuti pendidikan kesehatan dengan metode diskusi kelompok memiliki persen retensi yang besar sehingga pengetahuan yang diperoleh menjadi lebih banyak. Teori ini sejalan dengan hasil penelitian yang menunjukan adanya peningkatan rata-rata pengetahuan yang signifikan setelah dilakukan intervensi peer education. Terdapat teori lain yang mendukung hasil penelitian yang menunjukkan adanya pengaruh intervensi peer education terhadap peningkatan pengetahuan yaitu, dalam peer education siswa akan membangun pengertian dan pemahaman mereka sendiri tentang apa yang mereka butuhkan untuk belajar (Boud, 2001 dalam Gwee, 2003). Pada peer education siswa terlibat secara aktif dalam proses belajar dimana siswa akan terlibat dalam mengumpulkan, menganalisis, mengevaluasi, mengintegrasikan, dan menerapkan informasi untuk menyelesaikan tugas atau memecahkan suatu masalah (Boud, 2001 dalam Gwee, 2003; Simons, 1995 dalam Murti, 2006) sehingga pengetahuan yang diperoleh lebih mantap dan bertahan lama (Simons, 1995 dalam Murti, 2006).
Menurut WHO (2005) peer education sebagai suatu metode yang
berbasis pendidikan dapat diterapkan sebagai metode pendidikan bagi remaja, di mana remaja dapat terlibat secara aktif dan dapat berkembang dengan berbagi informasi, perdebatan dan interaksi antara teman sebaya. Pada penelitian ini peneliti menggunakan booklet kesehatan tulang sebagai media pendidikan kesehatan, dimana booklet yang digunakan telah melalui proses evaluasi dari pembimbing peneliti. Penggunaan booklet ini turut mempengaruhi peningkatan pengetahuan para responden. Hal ini didukung
77
oleh penelitian yang dilakukan oleh Ernawati (2008) tentang efektifitas edukasi dengan menggunakan panduan pencegahan osteoporosis terhadap pengetahuan wanita yang berisiko osteoporosis di Rumah Sakit Fatmawati Jakarta. Hasil penelitiannya menunjukan bahwa kelompok yang mendapatkan intervensi berupa panduan pencegahan osteoporosis tingkat pengetahuan yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok yang tidak mendapatkan intervensi. Selain itu, menurut kerucut Edgar Dale (1946) dalam Nursalam (2008) media pendidikan kesehatan yang berupa teks atau bacaan merupakan media yang paling tepat jika tujuan pendidikan kesehatan hanya untuk mengubah pengetahuan. Penelitian ini dilakukan disekolah dan para respondennya adalah para siswa dan siswi. Hal ini juga turut mempengaruhi hasil penelitian yang telah disebutkan diatas. Menurut WHO (2005)
sekolah lebih berpengaruh pada
kehidupan remaja dari pada lembaga sosial lainnya kecuali keluarga. Sekolah dapat memberikan sebuah kondisi yang memungkinkan berkembangnya jaringan pertemanan, terjadinya sosialisasi , dan dikembangkannya normanorma yang mengatur perilaku. Selain itu, sekolah juga merupakan tempat yang dapat memfasilitasi pelaksanaan intervensi promosi kesehatan. WHO (2005) menjabarkan bahwa membentuk program peer health education berbasis sekolah dan menghubungkannya dengan program-program lain yang relevan merupakan sebuah pendekatan yang efektif untuk membentuk strategi yang komprehensif dengan promosi kesehatan yang ada disekolah.
78
Menurut Christudason (2003) salah satu kelemahan yang dapat ditemukan dari pelaksanaan peer education adalah adanya kehadiran anggota kelompok yang hanya mengandalkan temannya (freeloaders). Hal ini ditemukan dalam penelitian, dimana pada saat pelaksanaan peer education peneliti menemukan beberapa siswa yang mengerjakan tugas dari peneliti dengan menyontek tugas temannya dan yang pasif saat diskusi kelompok. Menurut Christudason (2003) kondisi ini dapat diminimalkan dengan menggunakan penilaian sebaya untuk menilai kinerja individu anggota kelompok atau melakukan post test . Pada penelitian ini, peneliti mengadakan post test sebagai evaluasi akhir pengetahuan responden. C. Keterbatasan Penelitian Pada pelaksanaan penelitian ini terdapat beberapa keterbatasan yang diidentifikasi dan dirasakan oleh peneliti antara lain: 1. Instrumen penelitian Kuesioner penelitian yang digunakan dibuat sendiri oleh peneliti berdasarkan teori yang berkaitan dengan kesehatan tulang. Pembuatan kuesioner penelitian belum sempurna karena jumlah pertanyaan pada kuesioner masih sedikit sehingga memungkinkan responden mengingat kembali pertanyaan pada kuesioner saat post test. Pembuatan booklet kesehatan tulang yang digunakan kurang maksimal karena tidak dicetak berwarna dan masih sulitnya peneliti menggunkan kata-kata atau istilah yang mudah dimengerti oleh responden.
79
2. Pengisian kuesioner (pre test dan post test) Pada saat pengisian kuesioner (pre test dan post test ) potensi terjadinya bias karena kemungkinan terdapat responden yang bekerjasama saat mengisi kuesioner. Upaya peneliti untuk menghindari hal tersebut dengan memberikan pengarahan kepada para siswa bahwa hasil nilai pre test dan post test tidak bertujuan untuk menilai kemampuan intelektual mereka tapi hanya ingin mengetahui sejauhmana pengetahuan para mereka terkait kesehatan tulang. Selain itu, saat pre test peneliti sudah berusaha semaksimal mungkin mengawasi para siswa dalam menjawab pertanyaan dan saat post test peneliti dibantu oleh fasilitator saat diskusi kelompok untuk mengawasi para siswa di masing-masing kelompok. 3. Pengerjaan tugas dari peneliti Tugas dari peneliti merupakan pekerjaan rumah yang seharusnya dikerjakan oleh siswa secara individu, namun ternyata terdapat beberapa siswa yang melihat hasil pekerjaan temannya sehingga intervensi pemberian tugas ini kurang maksimal dan dapat menjadi hal yang membuat bias pada hasil post test.
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Nilai rata-rata pengetahuan sebelum dilakukan intervensi peer education kesehatan tulang adalah 16.27 dengan skor tertinggi adalah 20 dan skor terendahnya adalah 9. 2. Nilai rata-rata pengetahuan setelah dilakukan intervensi peer education kesehatan tulang adalah 19.00 dengan skor tertinggi adalah 24 dan skor terendahnya adalah 14. 3. Ada perbedaan tingkat pengetahuan yang bermakna antara sebelum dan sesudah intervensi peer education kesehatan tulang dengan peningkatan nilai rata-rata pengetahuan antara pre test dan post test adalah 2.72 dan nilai Pvalue=0.0000. B. Saran 1. Bagi Instansi Terkait Bagi SMP Muhammadiyah 17 Ciputat dapat memakai metode peer education sebagai salah satu metode alternatif yang dapat digunakan pada saat proses belajar mengajar sehingga membuat para siswa menjadi lebih aktif dalam kegiatan belajar mengajar. Di sekolah hendaknya dibuat program khusus berupa pendidikan kesehatan terkait dengan materi-materi tentang kesehatan pada remaja dan peer education dapat dijadikan salah satu metode dalam pelaksanaan pendidikan kesehatan.
80
81
2. Bagi Peneliti Selanjutnya a. Agar lebih menggambarkan pengaruh intervensi peer education sebaiknya pada penelitian selanjutnya terdapat kelompok pembanding yang diberikan pendidikan kesehatan dengan metode yang berbeda. Selain itu penelitian selanjutnya diharapkan memperhatikan homogenitas tingkat pengetahuan sebelum intervensi pada kedua kelompok. b. Perlu adanya penelitian lanjutan yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh peer education terhadap sikap dan perilaku. c. Perlu adanya penelitian lebih lanjut dimana pengukuran pengaruh intervensi (post test) tidak hanya dilakukan pada saat selesai intervensi saja, tetapi juga perlu dilakukan pengukuran lebih lanjut setelah beberapa hari atau beberapa minggu sebagai penilaian pengaruh dari intevensi yang
diberikan,
namun
peneliti
harus
mempertimbangkan
mengontrol adanya bias pada penelitian tersebut.
dan
DAFTAR PUSTAKA Agustiani, Hendrianti. Psikologi Perkembangan: Pendekatan Ekologi Kaitannya dengan Konsep Diri dan Penyesuaian Diri pada Remaja.Bandung: PT Refika Aditama. 2006. Ali, Mohammad dan Mohammad Asrori. Psikologi Remaja:Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: PT Bumi Aksara. 2010. Arikunto, Suharismi. Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta. 2010. Astawan, Made. Khasiat Warna-Warni Makanan. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. 2008. Baroncelli, et al. Osteoporosis in children and adolescents: etiology and management. Vol. 7 Hal. 295-323. 2005. Bastable, Susan B. Perawat sebagi pendidik: prinsip-prinsip pengajaran dan pembelajaran. Jakarta: EGC. 2002. Bohaty, Karen, Holly Rocole, Kelli Wehling, Nancy Waltman. Testing the effectiveness of an educational intervention to increase dietary intake of calcium and vitamin D in young adult women. University of Nebraska Medical Center, College of Nursing, Omaha, Nebraska. 2007. Brotzman, Brent S . Handbook of Orthopaedic Rehabilitation. Philadelphia: Mosby. 2007. Cashman. Diet, Nutrition, and Bone Health. Department of Food and Nutritional Sciences and Department of Medicine, University College Cork, Cork, Ireland. The Journal of Nutrition. 2013. Cosman, Felicia. Osteoporosis: Panduan lengkap agar tulang anda tetap sehat. Yogyakarta: B-First. 2009. Christudason, Alice. Peer Learning. Singapura: Department of Real Estate, School of Design and Environtment/Associate Director, CDTL. 2003. Dahlan, M. Sopiyudin. Besar Sampel dan Cara Pengambilan Sampel dalam Penelitian. Jakarta: Salemba Medika. 2010. Djayadi, M.T. Puasa sebagai Terapi. Bandung: DAR Mizan. 2007. Ernawati. Efektifitas Edukasi dengan Menggunakan Panduan Pencegahan Osteoporosis terhadap Pengetahuan Wanita yang Berisiko Osteoporosis di Rumah Sakit Fatmawati Jakarta. Tesis. Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. 2008. Fikawati, Sandra, Ahmad Syafiq, Puri Puspasari. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Asupan Kalsium pada Remaja di Kota Bandung Vol.24 No.1. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. 2005.
Franzen, Michiko. Osteoporosis Prevention Education for Young Women. Bachelor Tesis. Degree Programme in Nursing. Tampere University of Applied Sciences. 2011. Gilbert, Glen G , Robin G. Sawyer, dan Elisa Beth McNeill. Health Education: Creating Strategies for School and Community Health. Sudbury: Jones and Bartlett Publisher. 2011. Gumilar, Ivan. Modul Praktikum Metode Riset untuk Bisnis dan Manajemen Program Studi Manajemen S1 Fakultas Bisnis dan Manajemen. Utama. 2007. Gwee, Matthew C.E. Peer Learning: Enhancing Student Learning Outcomes. Singapura. Department of Pharmacology & Medical Education Unit, Faculty of Medicine / Associate Director, CDTL. 2003. Hanafiah, Jusuf. Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan. Jakarta: EGC. 2008. Harahap, Juliandi; Handayani, Lita Sri. Pengaruh Peer Education terhadap Pengetahuan dan Sikap Mahasiswa dalam Menanggulangi HIV/AIDS di Universitas Sumatera Utara. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. 2004. Hayati, Zahral. Pengaruh Metode Diskusi Kelompok Tutor Sebaya terhadap Aktivitas dan Hasil Belajar Mata Pelajaran Biologi di SMA Srijaya Negara Palembang. Program Studi Pendidikan Biologi. Universitas Sriwijaya. 2013. Hidayat, Aziz Alimul. Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah. Jakarta: Salemba Medika. 2007. IOF (International Osteoporosis Foundation) . 2012. Preventing Osteoporosis, http://www.osteofound.org/preventing-osteoporosis diperoleh pada tanggal 18 Desember 2012. 2012. Langiano, Elisa; Ferrara, Maria; Calenda, Maria Gabriella; Martufi, Luciano; Vito, Elisabetta De. An Experience in the Prevention of HPV by and for Adolescents: A Community Randomized Trial of the Effect of Peer Health Education on Primary Prevention in a 1-Year Follow Up, Vol 3. Italy: SciRes. 2012. Lezin, Nicole. Peer Education. Resource Center for Adolescents Pregnancy Prevention ETR Associates, http: // recapp. etr. org/ recapp/ index. cfm? fuseaction = pages. Theories Details & Page ID=367 diperoleh pada tanggal 16 April 2013. 2007. Mahfoedz. Metodologi Penelitian Bidang Kesehatan, Keperawatan, Kebidanan, Kedokteran. Yogyakarta: Fitramaya. 2008.
Martin, Jean T; Coviak, Cynthia P; Gendler, Phyliss; Kim, Katherine; et al. Female Adolescent’s Knowledge of Bone Health Promotion Behaviours Osteoporosis Risk Factors, volume 23, number 4, page. 235. Orthopaedic Nursing. 2004. Matoa. Sehatnya Sinar Pagi dan Sore, http://matoa.org/sehatnya-sinar-pagi-dansore-matahari/ diperoleh pada tanggal 25 April 2013. 2011. Maulana, Heri DJ. Promosi Kesehatan. Jakarta: EGC. 2009. Mubarak, Wahit Iqbal, dkk. Promosi Kesehatan Sebuah Pengantar Proses Belajar Mengajar dalam Pendidikan. Yogyakarta: Graha Ilmu. 2007. Murti, Elly Swandewi; Prabandari, Yayi Suryo; Riyanto, Bambang Sigit. Efektivitas Promosi Kesehatan dengan Peer Education pada Kelompok Dasawisma dalam Upaya Penemuan Tersangka Penderita TB Paru, Vol 22, No.3. Berita Kedokteran Masyarakat. 2006. Nadesul, Handrawan. Cantik, Cerdas, dan Feminin : Kesehatan Perempuan Sepanjang Usia. Jakarta: Penerbit Buku Kompas. 2010. Narendra, B Moersintowati, Titi S. Sularyo, Soetjiningsih, Hariyono Suyitno, IG N. Gde Ranuh. Buku Ajar Tumbuh Kembang Anak dan Remaja Edisi Pertama. Jakarta: Sagung Seto. 2008. -------. National Dairy Council. Improving Children’s Bone Health: What Studies Show, diperoleh dari http: // www. nationaldairycouncil. org/ Research/ DairyCouncilDigestArchives/ Pages/dcd77-5Page4 pada tanggal 19 Mei 2013. 2012 National Institutes of Health , Osteoporosis and Related Bone Disease-National Resource Center. 2011. Nisfiannoor, Muhammad. Pendekatan Statistik Modern untuk Ilmu Sosial. Jakarta: Salemba 2009. Notoatmodjo, Soekidjo. Promosi Kesehatan: Teori dan Aplikasinya. Jakarta: Rineka Cipta. 2010. Nursalam. Pendidikan dalam Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika. 2008. Nursalam. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian: Pedoman Skripsi, Tesis, dan Instrumen Penelitian. Jakarta: Salemba Medika. 2009. Pallant, Julie. SPSS Survival Manual: A Step by Step Guide to Data Analysis using SPSS for Windows third edition. England: Open University Press. 2007 Qiao. Evaluation of an HIV peer education program among Yi minority youth in China. Disertasi: John Hopkins University. 2012 Ratna, Endah Nurfitriani. Pengaruh Pendidikan Kesehatan dengan Media Leaflet terhadap Perubahan Pengetahuan Pasien Hipertensi tentang Pengendalian
Hipertensi di Puskesmas Pakuhaji Tangerang tahun 2012. Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2012. Rizzoli, dkk. Maximizing bone mineral mass gain during growth for the prevention of fractures in the adolescents and the elderly. Bone 46:294–305. 2010. Roizen, Michael F, Mehmet. Staying Young: Jurus menyiasati kerja gen agar muda sepanjang hidup. Bandung: Qanita. 2009. Rundle, Susan Mary. Early Osteoporosis Prevention in the Adolescent. Tesis. Fakultas Keperawatan Universitas Arizona. 2006. Rustan, Surianto. Layout, Dasar, dan Penerapannya. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 2008. Ruth, dkk. Bone mineral status and its relation with dietary estimates of net endogenous acid production in Hong Kong Chinese adolescents Hal. 1283– 1290. British Journal of Nutrition (2008), 100,. 2008. Setiadi. Konsep & Penulisan Riset Keperawatan. Yogyakarta: Graha Ilmu. 2007. Sheyab, et al. Peer-led Education for Adolescents With Asthma in Jordan: A Cluster-Randomized Controlled Trial. Pediatrics: Official Journal of the n Academy of Pediatrics. 2013 Soetjiningsih. Tumbuh Kembang Remaja dan Permasalahannya. Jakarta: Sagung Seto. 2007. Sunaryo. Psikologi untuk Keperawatan. Jakarta: EGC. 2004. Suratun, dkk. Klien Gangguan Sistem Muskuloskeletal Seri Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC. 2006. Tandra, Hans. Mengenal, Mengatasi, dan Mencegah Tulang Keropos. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. 2009. Tylleskar, Thorkild, et al. Exclusive Breastfeeding Promotion by Peer Counsellors in Sub-Saharan Africa: A Cluster-Randomised Trial. Bergen: Centre for International Health, University of Bergen. 2011. Umar, Husein. Metode Riset Bisnis. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 2002. UNICEF. Peer Education: A Programme Guidance Note. 2004. WHO. Adolescent Peer Education in Formal and Non-Formal Setting. Cairo: Dar Mourad for Printing and Publishing. 2005. Wirakusumah. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika. 2007.
Wietor, Beth Sugnet. The Relationship between Dietary Calcium Intake, Osteoporosis Knowledge and Bone Mineral Density among Native American Women Residing in the Great Lakes Region of the Midwest. Dissertation. Department of Community Systems & Mental Health Nursing, Rush University College of Nursing. 2008. Wong, Donna L. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Jakarta: EGC. 2008.
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
LEMBAR PERSETUJUAN RESPONDEN (INFORMED CONSENT) Setelah saya membaca penjelasan penelitian dan mendapat penjelasan terhadap pertanyaan yang diajukan, saya memahami tujuan dan manfaat penelitian ini. Saya mengerti bahwa peneliti dapat menghargai dan menjunjung hak-hak saya sebagai responden. Saya memahami bahwa keikutsertaan saya dalam penelitian ini sangat besar manfaatnya bagi peningkatan mutu pelayanan keperawatan masyarakat terkait dengan peningkatan kesehatan tulang. Persetujuan ini saya tanda tangani tanpa paksaan dari pihak manapun, dan saya menyatakan akan ikut berpartisipasi dalam penelitian ini. Saya mengerti bahwa catatan mengenai penelitian ini akan dirahasiakan dan kerahasiaan ini dijamin. Semua berkas yang mencantumkan identitas subjek penelitian hanya digunakan untuk keperluan pengolahan data dan bila sudah tidak digunakan akan dimusnahkan. Hanya peneliti yang tahu kerahasiaan data ini. Ciputat, Juni 2013 Peneliti,
Responden,
Nur Qomariah
(...............................)
KUESIONER A: KARAKTERISTIK RESPONDEN KODE (Diisi peneliti): Tanggal diisi
:
Inisial responden
:
Kelas
:
Petunjuk pengisian a. Pertanyaan berikut adalah mengenai data pengalaman mengikuti peer education kesehatan tulang b. Pilih jawaban yang sesuai menurut adik dengan cara memberi tanda silang (X) pada huruf didepan pilihan jawaban anda. Pertanyaan Apakah
adik
sebelumnya
Kategori Pengkodean pernah
mengikuti pendidikan kesehatan tentang
a. Pernah b. Tidak pernah
kesehatan tulang? Apakah
adik
sebelumnya
pernah
mengikuti pendidikan kesehatan dengan metode
peer
education
kelompok teman sebaya)?
(diskusi
a. Pernah b. Tidak pernah
KUESIONER B: PENGETAHUAN TENTANG KESEHATAN TULANG KODE (Diisi peneliti) : Tanggal di isi
:
Petunjuk Pengisian 1. Pertanyaan berikut adalah mengenai data pengetahuan. 2. Pilih jawaban yang sesuai menurut adik dengan cara memberi tanda silang (X) pada huruf yang sesuai dengan jawaban adik tentang kesehatan tulang. 1. Manakah dibawah ini yang merupakan pernyataan yang tepat terkait dengan pertumbuhan tulang pada remaja? a. Pada masa remaja tulang mulai mengalami pertumbuhan b. Pada masa remaja tulang sedang mengalami kerapuhan c. Pada masa remaja tulang tumbuh dengan cepat d. Pada masa remaja kepadatan tulang menurun 2. Manakah dibawah ini yang merupakan pernyataan yang kurang tepat terkait dengan pertumbuhan tulang pada remaja? a. Pada masa remaja tulang menjadi lebih padat b. Puncak massa tulang dicapai pada masa remaja akhir c. Kepadatan mineral tulang saat dewasa bukan diperoleh pada masa remaja d. Puncak massa tulang dicapai pada masa lanjut usia 3. Berapa persentase massa tulang yang terbentuk pada masa remaja dari total massa tulang yang dicapai seseorang? a. 10% b. 20% c. 30% d. 40% 4. Manakah dibawah ini yang merupakan pernyataan yang tepat terkait dengan kesehatan tulang pada remaja? a. Peningkatan kesehatan tulang penting dilakukan pada masa remaja b. Kepadatan massa tulang selama remaja tidak berpengaruh pada kesehatan tulang saat dewasa nanti c. Peningkatan kesehatan tulang tidak perlu dilakukan pada masa remaja
d. Pada masa remaja tidak perlu memiliki tulang yang sehat 5. Manakah dibawah ini yang bukan merupakan cara untuk meningkatkan kesehatan tulang? a. Kebiasaan minum susu tinggi kalsium setiap hari b. Kebiasaan jarang berolah raga c. Menghindari minum minuman beralkohol d. Mencegah jatuh 6. Manakah kebiasaan di bawah ini yang merupakan cara yang kurang tepat untuk meningkatkan kesehatan tulang? a. Olah raga menahan beban b. Melakukan diet agar memiliki tubuh yang kurus c. Minum susu dua gelas setiap hari d. Berjemur sinar matahari pagi dan sore 7. Apakah yang dimaksud dengan massa tulang maksimum? a. Tinggi badan maksimal yang dicapai seseorang b. Jumlah tulang maksimum yang pernah dicapai seseorang c. Besar tulang maksimum yang pernah dicapai seseorang d. Jumlah tulang yang patah pada seseorang 8. Berapakah jumlah susu yang sebaiknya diminum untuk memenuhi kebutuhan kalsium remaja setiap harinya? a. ½ gelas b. 1 gelas c. 2 gelas atau lebih d. 1 botol 9. Manakah dibawah ini yang mengandung zat kalsium yang tinggi? a. Ikan salmon dan bayam b. Alpukat dan anggur c. Jagung dan apel d. Strawberry dan Pisang 10.
Manakah dibawah ini yang mengandung zat kalsium yang tinggi?
a. Keju dan yoghurt b. Manggis dan pir
c. Alpukat dan Kiwi d. Nanas dan Jambu 11. Berapa jumlah kalsium yang diperlukan remaja setiap harinya? a. 100-300 mg b. 400-600 mg c. 800-1000 mg d. 1.300 mg atau lebih 12. Apakah manfaat vitamin D untuk pertumbuhan tulang? a. Membuat tulang menjadi kecil b. Meningkatkan penyerapan kalsium c. Membuat massa tulang menjadi rendah d. Membuat tulang menjadi mudah patah 13. Manakah dibawah ini sumber vitamin D yang baik? a. Margarin dan telur b. Jeruk dan mangga c. Tempe dan jagung d. Anggur dan apel 14. Manfaat olah raga bagi kesehatan tulang adalah... a. Meningkatkan risiko kerusakan tulang b. Tidak berhubungan dengan kekuatan tulang c. Membantu meningkatkan massa tulang d. Menurunkan kepadatan tulang 15. Manakah dibawah ini merupakan pernyataan yang kurang tepat terkait dengan olah raga untuk pertumbuhan tulang? a. Olah raga menahan beban meningkatkan proses pembentukan tulang b. Olah raga dapat menurunkan kekuatan otot sehingga mengurangi pembentukan tulang c. Olah raga meningkatkan kepadatan mineral tulang sehingga kekuatan tulang meningkat d. Olah raga menahan beban memberikan tekanan mekanis pada tulang yang akan meningkatkan kekuatan tulang
16. Manakah dari olah raga dibawah ini yang merupakan cara terbaik untuk meningkatkan kekuatan tulang? a. Berlari b. Bermain golf c. Yoga d. Bermain billiard 17. Manakah dari olah raga dibawah ini yang merupakan cara terbaik untuk meningkatkan kekuatan tulang? a. Melompat b. Yoga c. Catur d. Bowling 18. Menurut adik berapa hari dalam seminggu seseorang seharusnya berolahraga untuk menguatkan tulangnya? a. Satu hari dalam seminggu b. Dua hari dalam seminggu c. Tiga hari dalam seminggu atau lebih d. Tidak tahu 19. Menurut adik berapa lama seseorang seharusnya berolahraga untuk menguatkan tulangnya? a. Kurang dari 5 menit b. 5-10 menit c. 10-15 menit d. 20-30 menit 20. Menurut adik apa pengaruh minum minuman berakohol bagi kesehatan tulang? a. Membuat tulang menjadi kuat b. Meningkatkan sel-sel pembentuk tulang c. Mengganggu proses pembentukan tulang d. Meningkatkan massa tulang 21. Menurut adik apa pengaruh kebiasaan merokok bagi kesehatan tulang? a. Meningkatkan hormon estrogen
b. Meracuni sel-sel pembentuk tulang c. Meningkatkan kepadatan mineral tulang d. Membuat tulang menjadi besar 22. Apa manfaat berjemur matahari untuk kesehatan tulang? a. Berperan dalam pembuatan dan penyimpanan vitamin D b. Meningkatkan pelepasan mineral tulang c. Mengurangi hormon estrogen d. Mengurangi kepadatan tulang 23. Kapan waktu yang tepat ketika berjemur matahari untuk menguatkan tulang? a. Dini hari b. Pagi hari c. Siang hari d. Pagi dan sore hari 24. Berapa lama waktu yang diperlukan ketika berjemur matahari untuk menguatkan tulang? a. 5 menit b. 10 menit c. 15 menit d. 30 menit 25. Pada jam berapa sebaiknya kita berjemur matahari untuk menguatkan tulang? a. jam 03.00-04.00 b. jam 06.00-09.00 c. jam 12.00-13.00 d. jam 13.00-14.00 26. Manakah dibawah ini yang merupakan pernyataan yang kurang tepat? a. Berat badan yang sangat rendah berhubungan dengan puncak massa tulang yang rendah b. Tubuh yang kurus dapat meningkatkan proses pembentukan tulang c. Badan yang gemuk dapat mendorong proses pembentukan tulang d. Diet dengan mengurangi asupan kalsium bermanfaat untuk kesehatan tulang 27. Manakah dibawah ini yang bukan merupakan pernyataan yang tepat? a. Jatuh tidak dapat menyebabkan tulang patah
b. Keseimbangan tubuh dapat ditingkatkan dengan berolah raga c. Olah raga yoga dapat meningkatkan keseimbangan tubuh d. Kekuatan tubuh dapat ditingkatkan dengan berolah raga
KESEHATAN TULANG PADA REMAJA
Nur Qomariah Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Bagaimana Proses Pembentukan Tulang? Tulang tersusun atas sel, matriks protein, dan deposit mineral. Terdapat tiga jenis dasar sel pada tulang, yaitu osteoblas (berfungsi dalam pembentukan tulang), osteosit (sel tulang dewasa yang terlibat dalam pemeliharaan fungsi tulang), dan osteoklas (berperan dalam penghancuran, resorpsi (proses pemecahan), dan remodeling (proses peremajaan) tulang). Proses pembentukan tulang (osifikasi) dimulai lama sebelum kelahiran. Osifikasi adalah proses di mana matriks tulang (serabut kolagen dan substansi dasar) terbentuk dan pengerasan mineral (garam kalsium) ditimbun di serabut kolagen. Ada dua model dasar osifikasi, yaitu intramembran dan endokondrial.
Bagaimana Pertumbuhan Tulang pada Remaja? Tumbuh besar (growing up) adalah ciri khas yang mencolok dari pubertas. Pada masa remaja seseorang mengalami kecepatan pertumbuhan tinggi maksimal (Peak Height Velocity).
Peningkatan massa tulang merupakan ciri yang pasti dari pertumbuhan fisisk pada remaja. Pada masa pubertas semua tulang tidak hanya mengalami pertumbuhan tetapi juga bertambah menjadi lebih padat. Pada masa remaja dimana pada masa ini sekitar 40% dari total massa tulang terbentuk. Selain itu, 90% dari kepadatan mineral tulang saat dewasa diperoleh pada akhir masa remaja. Apa ya Akibatnya Jika Kita tidak MenjagaKesehatan Tulang saat Remaja? Kepadatan massa tulang selama masa remaja merupakan penentu utama dari kesehatan tulang pada saat dewasa nanti. Jika kita tidak menjaga kesehatan tulang dengan maksimal saat remaja maka kita berisiko mengalami osteoporosis pada saat dewasa nanti. Osteoporosis merupakan penyakit yang ditandai dengan penurunan massa tulang yang berakibat pada kerapuhan tulang dan peningkatan risiko patah tulang.
Apa yang dapat Kita Lakukan untuk Menjaga Kesehatan Tulang? Terdapat beberapa cara yang dilakukan untuk meningkatkan kesehatan tulang, diantaranya (National Institutes of Health , Osteoporosis and Related Bone Disease-National Resource Center, 2011): a. Mengkonsumsi asupan kalsium dan vitamin D dengan tepat Pada anak-anak dan remaja, mengonsumsi asupan kalsium yang cukup dapat membantu menghasilkan massa tulang maksimum yang lebih tinggi. Massa tulang maksimum adalah jumlah tulang maksimum yang pernah dicapai seseorang Bagi anak-anak dan remaja dianjurkan untuk mengkonsumsi susu susu berkalsium dua gelas sehari untuk mencukupi kebutuhan asupan kalsium setiap hari. Sumber makanan sehari-hari yang
mengandung
dapat
diperoleh
kalsium
dari
susu
kedelai, yoghurt, pink wild salmon, kangkung, bayam, tahu, kacang-kacangan, telur, dan keju.
Jumlah kalsium yang harus dikonsumsi oleh remaja (9-18 tahun) adalah 1.300 mg per hari. Vitamin
D
meningkatkan
berfungsi penyerapan
kalisum dalam tubuh. Sumber vitamin D dapat diperoleh dari telur (kuning telur), ikan
laut
(salmon
dan
sarden), margarin, dan susu dengan vitamin D. b. Olah raga Olah raga memiliki peran penting dalam peningkatan massa tulang saat remaja. Olahraga menahan beban seperti berjalan kaki, berlari, melompat, atau mengangkat beban bermanfaat untuk menambah massa tulang dan otot, bahkan mencegah terjadinya fraktur tulang (Tandra, 2009) dan terutama olah raga berlari dan melompat dapat meningkatkan kepadatan mineral tulang.
Olahraga ini dapat dilakukan selama 3 sampai 5 kali dalam seminggu selama 20 sampai 30 menit atau lebih. c. Menghindari
minum
minuman
beralkohol
yang
secara
langsung
berlebihan dan merokok. Mengonsumsi secara
alkohol berlebihan
mempunyai dampak yang sangat besar pada massa tulang karena alkohol dapat langsung
mempengaruhi
sel tulang dan mengganggu proses pembentukan tulang kembali. Merokok
meracuni sel-sel pembentuk tulang. Selain itu merokok juga mengurangi estrogen.
kadar
hormon
Hormon
estrogen
mempengaruhi kepadatan dan kekuatan tulang.
d. Paparan sinar matahari mmmmmm Vitamin D dapat menjadikan anak-anak dan remaja
mencapai tinggi tubuh dan puncak massa tulang yang maksimal. Vitamin D dibentuk secara alami di dalam tubuh setelah kulit terpapar dengan sinar matahari. Terpapar sinar matahari setiap hari selama 15 menit pada pagi hari jam 06.00-09.00 dan sore hari jam 16.00-18.00 merupakan waktu
bagi
tubuh
untuk
membuat dan menyimpan semua vitamin D yang dibutuhkan oleh tubuh. e. Mencegah Jatuh Jatuh bisa menyebabkan tulang menjadi patah,
terutama
pada
orang
yang
mengalami osteoporosis. Salah satu cara pencegahan jatuh diantaranya dengan meningkatkan
keseimbangan
dan
kekuatan tubuh dengan berolah raga jalan kaki dan yoga.
f. Menghindari berat badan yang rendah atau terlalu mm kurus (< 127 pound).
Berat badan adalah faktor yang menentukan pembentukan tulang. Menurut International Osteoporosis Foundation (2012) berat badan yang sangat rendah dihubungkan dengan perkembangan puncak massa tulang yang lebih rendah pada remaja. Badan yang gemuk dapat memberikan beban pada tubuh setiap hari sehingga dapat mendorong proses pembentukan tulang. Selain itu badan yang gemuk dapat mempermudah produksi hormon estrogen dari jaringan lemak
DAFTAR PUSTAKA Baroncelli, et al. Osteoporosis in children and adolescents: etiology and management. Vol. 7 Hal. 295-323. 2005. Brotzman, Brent S . Handbook of Orthopaedic Rehabilitation. Philadelphia: Mosby. 2007.Narendra, B Moersintowati, Titi S. Sularyo, Soetjiningsih, Hariyono Suyitno, IG N. Gde Ranuh. Buku Ajar Tumbuh Kembang Anak dan Remaja Edisi Pertama. Jakarta: Sagung Seto. 2008. Cosman, Felicia. Osteoporosis: Panduan lengkap agar tulang anda tetap sehat. Yogyakarta: B-First. 2009. Djayadi, M.T. Puasa sebagai Terapi. Bandung: DAR Mizan. 2007. Edelman, Carole lium, Mandle, Carol Lyn. Health Promotion Troughout the Life Span. Canada. Mosby, Elsevier. 2010. Franzen, Michiko. Osteoporosis Prevention Education for Young Women. Bachelor Tesis. Degree Programme in Nursing. Tampere University of Applied Sciences. 2011. Soetjiningsih. Tumbuh Kembang Remaja dan Permasalahannya. Jakarta: Sagung Seto. 2007. IOF (International Osteoporosis Foundation) . 2012. Preventing Osteoporosis, http://www.osteofound.org/preventingosteoporosis diperoleh pada tanggal 18 Desember 2012. 2012. Matoa. Sehatnya Sinar Pagi dan Sore, http://matoa.org/sehatnyasinar-pagi-dan-sore-matahari/ diperoleh pada tanggal 25 April 2013. 2011. How to Improve Bone Health. National Institutes of Health, Osteoporosis and Related Bone Disease-National Resource Center. 2011. Roizen, Michael F, Mehmet. Staying Young: Jurus menyiasati kerja gen agar muda sepanjang hidup. Bandung: Qanita. 2009. Tandra, Hans. Mengenal, Mengatasi, dan Mencegah Tulang Keropos. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. 2009.
Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Pengetahuan Kesehatan Tulang Case Processing Summary N
%
30
100.0
Excluded
0
.0
Total
30
100.0
Cases
Valid a
a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha
N of Items
.576
28
Item-Total Statistics Scale Mean if
Scale Variance if
Corrected Item-
Cronbach's Alpha
Item Deleted
Item Deleted
Total Correlation
if Item Deleted
VAR00001
20.8000
9.338
.000
.577
VAR00002
20.9333
7.857
.702
.506
VAR00003
20.8000
9.338
.000
.577
VAR00004
20.9333
9.306
-.041
.588
VAR00005
20.9333
9.168
.024
.582
VAR00006
20.8667
9.016
.169
.568
VAR00007
20.8667
9.085
.123
.571
VAR00008
21.0000
8.759
.172
.566
VAR00009
21.3333
8.644
.146
.571
VAR00010
21.5333
8.878
.096
.577
VAR00011
21.0000
8.207
.414
.534
VAR00012
20.9667
9.895
-.294
.618
VAR00013
21.3000
8.631
.150
.570
20.9333
9.651
-.201
.605
20.8333
8.971
.305
.562
20.9333
7.926
.664
.510
20.9333
8.547
.332
.549
20.9333
8.271
.476
.532
21.1667
8.971
.043
.586
21.0667
8.685
.170
.566
21.1000
7.955
.443
.525
20.9667
9.137
.025
.583
21.1667
8.557
.188
.564
21.1333
8.395
.256
.553
20.8667
8.947
.215
.564
21.0667
8.478
.251
.555
21.2333
9.151
-.022
.596
21.0000
9.172
.000
.587
VAR00014 VAR00015 VAR00016 VAR00017 VAR00018 VAR00019 VAR00020 VAR00021 VAR00022 VAR00023 VAR00024 VAR00025 VAR00026 VAR00027 VAR00028
Uji Normalitas Pengetahuan Siswa Sebelum Intervensi Peer Education Kesehatan Tulang (Pre Test)
Descriptives Statistic VAR00002
Mean
Std. Error
16.2759
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound
15.1957
Upper Bound
17.3560
5% Trimmed Mean
16.4387
Median
17.0000
Variance
.52732
8.064
Std. Deviation
2.83973
Minimum
9.00
Maximum
20.00
Range
11.00
Interquartile Range
4.00
Skewness Kurtosis
-.592
.434
.112
.845
Tests of Normality
a
Kolmogorov-Smirnov Statistic Pre Test
.118
a. Lilliefors Significance Correction
df
Shapiro-Wilk Sig.
29
Statistic .200
*
.944
df
Sig. 29
.131
Uji Normalitas Pengetahuan Siswa Sesudah Intervensi Peer Education Kesehatan Tulang (Post Test)
Descriptives Statistic VAR00001
Mean
Std. Error
19.0000
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound
17.9484
Upper Bound
20.0516
5% Trimmed Mean
19.0000
Median
19.0000
Variance
.51337
7.643
Std. Deviation
2.76457
Minimum
14.00
Maximum
24.00
Range
10.00
Interquartile Range
4.50
Skewness
-.033
.434
Kurtosis
-.997
.845
Tests of Normality a
Kolmogorov-Smirnov Statistic VAR00001
.124
df
Shapiro-Wilk Sig.
29
a. Lilliefors Significance Correction *. This is a lower bound of the true significance.
Statistic .200
*
.961
df
Sig. 29
.348
Hasil Uji Univariat 1. Pre Test
Descriptives Statistic Pre Test
Mean 95% Confidence Interval for Mean
16.2759 Lower Bound
15.1957
Upper Bound
17.3560
5% Trimmed Mean
16.4387
Median
17.0000
Variance Std. Deviation
2.83973 9.00
Maximum
20.00
Range
11.00
Skewness Kurtosis
.52732
8.064
Minimum
Interquartile Range
Std. Error
4.00 -.592
.434
.112
.845
2. Post Test
Descriptives Statistic Post Test
Mean 95% Confidence Interval for Mean
19.0000 Lower Bound
17.9484
Upper Bound
20.0516
5% Trimmed Mean
19.0000
Median
19.0000
Variance Std. Deviation
.51337
7.643 2.76457
Minimum
14.00
Maximum
24.00
Range
10.00
Interquartile Range
Std. Error
4.50
Skewness
-.033
.434
Kurtosis
-.997
.845
Hasil Uji Bivariat (Uji T test berpasangan)
Paired Samples Statistics Mean Pair 1
N
Std. Deviation
Std. Error Mean
Pre test
16.2759
29
2.83973
.52732
Post Test
19.0000
29
2.76457
.51337
Paired Samples Correlations
N Pair 1
Pre Test & Post Test
Correlation 29
Sig.
.873
.000
Paired Samples Test Paired Differences 95% Confidence Interval
Mean Pair 1 Pre Test – Post Test
2.72414
Std.
Std. Error
Deviation
Mean
1.41160
.26213
of the Difference
Sig. (2-
Lower
Upper
t
-3.26108
-2.18719 -10.392
df
tailed) 28
.000