PENGARUH NILAI-NILAI AGAMA DAN BUDAYA KERJA DALAM PENCEGAHAN TINDAKAN KORUPTIF DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN AGAMA
Kementerian Agama RI
Badan Litbang dan Diklat dan Diklat Badan Litbang Kementerian Agama RI Puslitbang Kehidupan Keagamaan Jakarta, 2016 2016 Pengaruh Nilai-nilai Agama dan Budaya Kerja dalam Pencegahan Tindakan Koruptif di Lingkungan Kementerian Agama
i
Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT)
Pengaruh Nilai-nilai Agama dan Budaya Kerja dalam Pencegahan Tindak Koruptif di Lingkungan Kementerian Agama Ed. 1, Cet. 1.— Jakarta: Puslitbang Kehidupan Keagamaan 2016 xiv + 91 hlm; 15 x 21 cm. ISBN : 978-602-8739-69-6
Hak cipta pada penulis Dilarang mengutip sebagian atau seluruh isi buku ini dengan cara apapun, termasuk dengan cara penggunaan mesin fotocopy tanpa izin sah dari penerbit Cetakan pertama, September 2016 Pengaruh Nilai-nilai Agama dan Budaya Kerja dalam Pencegahan Tindak Koruptif di Lingkungan Kementerian Agama Editor: Fakhruddin M, dan Abdurrahman Hak penerbit pada Puslitbang Kehidupan Keagamaan, Jakarta Desain cover dan Layout oleh : Suka
Penerbit: Puslitbang Kehidupan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI Jl. M. H. Thamrin No. 6 Jakarta 10340 Telp./Fax. (021) 3920425 - 3920421
ii
Pengaruh Nilai-nilai Agama dan Budaya Kerja dalam Pencegahan Tindakan Koruptif di Lingkungan Kementerian Agama
KATA PENGANTAR KEPALA PUSLITBANG KEHIDUPAN KEAGAMAAN Puji syukur kami panjatkan ke hadapan Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa, bahwa hasil penelitian tentang Pengaruh Nilai-Nilai Agama dan Budaya Kerja Terhadap Pencegahan Tindakan Koruptif pada Kementerian Agama yang telah dilaksanakan oleh Puslitbang Kehidupan Keagamaan Tahun 2015. Buku hasil penelitian yang diterbitkan Puslitbang Kehidupan Keagamaan inilebih banyak menyampaikan data dan fakta ini dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan khazanah sosial keagamaan, serta sebagai bahan masukan bagi para pengambil kebijakan tentang berbagai perkembangan dan dinamika sosial keagamaan. Di samping itu, diharapkan pula buku ini dapat dijadikan sebagai acuan bagi berbagai pihak tentang informasi kehidupan keagamaan di Indonesia. Dengan selesainya penerbitan mengucapkan terima kasih kepada :
buku
ini,
kami
1. Kepala Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI yang telah memberikan kepercayaan, arahan dan sambutan bagi terbitnya buku ini; 2. Para pakar yang telah sudi membaca dan memberikan prolog atas buku yang diterbitkan; 3. Para peneliti sebagai editor yang telah menyelaraskan laporan hasil penelitian menjadi buku, dan akhirnya dapat hadir di depan para pembaca yang budiman; Pengaruh Nilai-nilai Agama dan Budaya Kerja dalam Pencegahan Tindakan Koruptif di Lingkungan Kementerian Agama
iii
4. Semua pihak, khusus kepada Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan pendampingan baik saat persiapan penelitian maupun saat pengumpulan data lapangan. 5. Tim pelaksana kegiatan, sebagai penyelenggara. Apabila dalam penerbitan buku ini masih ada hal-hal yang perlu perbaikan, kekeurangan dan kelemahannya baik dari sisi substansi maupun teknis, kami mohon maaf dan berharap masukan serta saran untuk penyempurnaan dan perbaikan buku yang kami terbitkan selanjutnya dan semoga bermanfaat. Jakarta, September 2016 Kepala Puslitbang Kehidupan Keagamaan
H. Muharam Marzuki, Ph.D
iv
Pengaruh Nilai-nilai Agama dan Budaya Kerja dalam Pencegahan Tindakan Koruptif di Lingkungan Kementerian Agama
SAMBUTAN KEPALA BADAN LITBANG DAN DIKLAT KEMENTERIAN AGAMA Puji syukur saya panjatkan kehadiran Ilahi Robbi, atas penerbitan buku ini. Shalawat serta salam kita panjatkan kepada junjungan kita, Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga dan pengikutnya. Semoga keberkahan tercurah dan terlimpah kepadanya. Pertama saya mengucapkan selamat kepada Puslitbang Kehidupan Keagamaan yang secara kontinyu dan terseleksi melakukan penerbitan hasil-hasil riset. Hal ini penting karena bagaimanapun riset dilakukan, harus tersosialisasi dengan baik, meski seringkali kurang teraplikasi dengan baik. tetapi setidaknya sosialisasi hasil riset melalui penerbitan merupakan langkah yang cukup progresif dan perlu dibudayakan di lingkungan institusi penelitian. Riset tentang Pengaruh Nilai-nilai Agama dan Budaya Kerja dalam Pencegahan Tindakan Koruptif di Lingkungan Kementerian Agama yang telah dilaksanakan oleh Puslitbang Kehidupan Keagamaan Tahun 2015 memang terhitung langka, karena biasanya penelitian-penelitian disini terfokus pada kajian-kajian kehidupan umat beragama. Namun karena ini menyangkut institusi Kementerian Agama, saya menyambut baik tema penelitian ini. Di samping akan mampu memberikan kontribusi untuk menjawab tuntutan aparatur Kementerian Agama dalam menginternalisasikan nilai-nilai, etos dan budaya kerja Kementerian Agama. Penelitian ini setidaknya diharapkan mampu menjadi bahan evaluasi dalam upaya mencari langkah strategis bagi tindakan pencegahan. Pertama, mengapa korupsi seperti ini dapat terjadi di lembaga negara yang mengelola kehidupan keberagamaan dan terdiri dari orang-orang yang dekat dengan Pengaruh Nilai-nilai Agama dan Budaya Kerja dalam Pencegahan Tindakan Koruptif di Lingkungan Kementerian Agama
v
kehidupan keberagamaan yang kental? Kedua, faktor apakah yang mendorong seseorang melakukan tindakan korupsi? Apakah faktor nilai agama, faktor organisasi, atau kecenderungan saling berkorelasi? Ketiga, apa solusi yang bisa direkomendasikan berdasarkan penelitian ini? Kami berharap buku hasil penelitian ini dapat bermanfaat besar untuk mewujudkan aparatur Kementerian Agama yang kompeten, berintegritas dan mampu menjalankan kewajibannya sebagai ASN sesuai dengan nilai, etos dan budaya kerja Kementerian Agama. Namun, kami juga mengharapkan koreksi perbaikan kepada para pembaca laporan ini agar buku ini dapat disempurnakan. Jakarta, September 2016 Kepala Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI
Prof. H. Abd. Rahman Mas’ud, Ph.D
vi
Pengaruh Nilai-nilai Agama dan Budaya Kerja dalam Pencegahan Tindakan Koruptif di Lingkungan Kementerian Agama
PROLOG Banyak pemikir teori demokrasi, seperti Alexis deTocqueville, masih menempatkan agama dan moralitas publik dalam posisi penting kehidupan berbangsa. Pada posisi ini, agama jelas dapat tampil menjadi sumber pencerahan bagi kehidupan berbangsa dan bernegara dan moralitas publik akan berfungsi sebagai standard kemaslahatan publik. Dengan demikian, dalam konteks demokrasi, agama tentu dapat empowering demokrasi manakala agama diposisikan pada ruangnya yang pas yakni mengurusi wilayah publik atau meminjam istilah Jose Casanova sebagaimana dikutip Mun`im A. Sirry (2003), yakni Public Religion. Mengenai hal ini, Nurcholis Madjid sebagaimana dikutip oleh Masdar Hilmy (2008) pernah mengungkapkan kegalauannya perihal tidak berimbasnya ajaran agama bagi perbaikan kualitas hidup umat di ranah publik. Ia bahkan mengatakan dengan nada gundah, “Jangan dikira Tuhan tidak marah ketika kita melanggar rambu-rambu lalu lintas!” (Hilmy, 2008). Dari ungkapan-ungkapan tersebut, kita memperoleh pelajaran berharga bahwa maju-mundurnya kualitas peradaban ditentukan oleh hadir-absennya nilai-nilai etik agama dalam ranah publik. Argumentasi ini merupakan dialektika kausalitas-resiprokal yang menarik antara kesadaran agama sebagai sesuatu yang latent dan peradaban sebagai sesuatu yang manifest. Oleh karena itulah, kehadiran buku berjudul “Pengaruh Nilai-Nilai Agama dan Budaya Kerja dalam Pencegahan Tindakan Koruptif di Lingkungan Kementerian Agama,” ini Pengaruh Nilai-nilai Agama dan Budaya Kerja dalam Pencegahan Tindakan Koruptif di Lingkungan Kementerian Agama
vii
memberikan kita signal yang sangat kuat betapa penting dan strategisnya nilai-nilai etik agama untuk menjauhkan manusia, dalam hal ini aparatur negara dari kemungkinan dan kecenderungan perilaku koruptif dalam kesehariannya sebagai aparatur negara. Kita tentu saja harus sepakat bahwa korupsi adalah kejahatan luar biasa (extra ordinary crime). Ia adalah kejahatan kemanusiaan yang pada gilirannya menyengsarakan orang banyak. Karenanya, perang melawan korupsi menjadi kewajiban mutlak (fardu a’in) yang harus dilakukan seluruh umat manusia (Arifin, 2013). Atas dasar itu pula, seluruh elemen bangsa ini berkomitmen kuat memberantas korupsi. Komitmen semacam ini menjadi salah satu bukti konkret dan merupakan manifestasi dari kehendak bersama dan komitmen konstitusional untuk membebaskan negeri ini dari kejahatan korupsi. Di sinilah kedudukan penting Kementerian Agama RI sebagai institusi negara yang secara tegas disematkan kata “agama” dalam nama institusi tersebut. Kedudukan penting dimaksud tentu tidak bermaksud membedakan diri dari institusi lainnya di lembaga-lembaga negara dan termasuk elemen-elemen civil society lainnya, sebab semuanya mesti dalam posisi yang sama yakni memerangi korupsi dan terus berkampanye melawan korupsi. Kedudukan penting ini tidak lain adalah menjadikan kata agama bukan sebagai nama dan simbol semata, melainkan sebagai ruh dan panduan moral untuk memberikan teladan berharga serta catatan emas bagi Indonesia adil, makmur dan sejahtera dan terbebas dari kejahatan kemanusiaan bernama korupsi. Jakarta, viii
September 2016
Pengaruh Nilai-nilai Agama dan Budaya Kerja dalam Pencegahan Tindakan Koruptif di Lingkungan Kementerian Agama
PRAKATA EDITOR
Sejarah bukanlah sekadar terdiri dari momen-momen anamnesis atau kenangan. Sejarah yang demikian hanyalah sekadar Historie, meminjam istilah Martin Heidegger, filosof asal Jerman yang terkenal dengan refleksinya tentang makna menjadi manusia otentik di tengah dunia yang banal ini. Sejarah bukanlah kisah tentang kematian, melainkan tentang sesuatu yang hidup (Geschichte), demikian katanya. Daya hidup sejarah itulah yang memampukan kita melampaui (beyond) segala rantai kekangan masa lalu sekaligus memberanikan kita untuk tetap menabur imajinasi dan harapan tentang masa depan yang selalu “harus” lebih baik dan lebih beradab. (Azhar dan Riyadi, 2008) Merujuk pada ungkapan-ungkapan menarik tersebut, perlu kiranya kita menghadirkan kembali memori kolektif kita tentang sejarah masa lalu bahkan jauh hingga ke era raja-raja nusantara, sebagai mozaik yang tidak terpisahkan dari sejarah keindonesiaan. Sejarah ini tentu saja terkait dengan mengurai sejarah korupsi di negeri ini berikut cerita-cerita berharga ihwal peristiwa monumental yang membanggakan dalam membawa rakyatnya kepada kesejahteraan. Kata korupsi tidak dapat dimungkiri kian menjadi tema utama dalam peristiwa keindonesiaan kita seiring dengan menguatnya upaya-upaya pemerintah dalam menjawab tantangan besar ini. Bahkan di awal terbentuknya Indonesia, Hatta pernah bicara bahwa korupsi sudah membudaya. Hatta bicara dalam konteks korupsi sudah membudaya bukan dalam Pengaruh Nilai-nilai Agama dan Budaya Kerja dalam Pencegahan Tindakan Koruptif di Lingkungan Kementerian Agama
ix
artian warisan budaya ditarik dengan masa kolonial, tapi budaya itu sudah menjadi perilaku dari sebuah rezim baru yang umurnya masih sangat muda. Itu yang dia rasakan mengkhianati cita-cita yang telah dibangun para pendiri bangsa. Selain itu, ada juga cerita tentang Soekarno menegur salah satu pengusaha besar, karena mengambil untung terlalu besar di perusahaan negara (JJ Rizal, 2014). Namun di balik keprihatinan tersebut, meminjam JJ Rizal (2014), Nusantara ini sesungguhnya pernah punya kebanggaan saat kerajaan Sriwijaya bertahan hampir 1000 tahun karena kemampuan mengelola pajak dan mengembalikan uang pajak itu untuk kepentingan rakyatnya. Ini tentu saja merupakan peristiwa penting yang mesti dicatat sebagai pelajaran berharga dari masa lalu selain catatan menarik lainnya dari masa Kerajaan Mataram kuno di Jawa. Ketika Mataram muncul ada beberapa hal menarik di antaranya cara pengelolaan uang kerajaan, pajak, pungutan dan bahkan ada akses pengaduan terhadap kelalaian atau yang kemudian kita sebut sebagai perilaku koruptif. Hal semacam ini sesungguhnya dapat disimpulkan sebagai bagian dari komitmen pemimpin untuk membuka ruang bagi publik untuk melakukan pengaduan terhadap perilaku-perilaku koruptif yang dilakukan oleh aparatur kerajaan sekaligus komitmen kerajaan untuk melakukan pencegahan dan penidakan atas perilaku tersebut. Dari uraian sejarah singkat tersebut, kita dapat mengambil pelajaran berharga tentang pentingnya sebuah komitmen pencegahan dan pemberantasan korupsi yang telah dimaknai sebagai tonggak penting dalam pemerintahan sebuah negara. Di Indonesia, hampir setiap pemilihan kepala negara x
Pengaruh Nilai-nilai Agama dan Budaya Kerja dalam Pencegahan Tindakan Koruptif di Lingkungan Kementerian Agama
tidak luput dari kesungguhan meneropong apa komitmen yang diberikan oleh calon kepala negara untuk memberantas korupsi. Tidak pelak, ini terjadi karena korupsi terus terjadi menggerus hak rakyat atas kekayaan negara. Kekayaan negara yang berlimpah, nyaris tidak tersisa untuk kesejahteraan masyarakat. Tidak semudah diucapkan, komitmen pemberantasan korupsi memang berat untuk dilakukan. Berbagai upaya pemberantasan korupsi dicanangkan di setiap periode pemerintahan negara ini. Beberapa referensi menyatakan bahwa pemberantasan korupsi secara yuridis baru dimulai pada tahun 1957, dengan keluarnya Peraturan Penguasa Militer Nomor PRT/PM/06/1957. Peraturan yang dikenal dengan Peraturan tentang Pemberantasan Korupsi ini dibuat oleh penguasa militer waktu itu, yaitu Penguasa Militer Angkatan Darat dan Angkatan Laut, kemudian dilanjutkan oleh pemerintahan selanjutnya hingga era saat ini di era konsolidasi demokrasi Indonesia. (http://acch.kpk.go.id) Namun demikian, bukan berarti optimisme besar harus luntur dan berubah menjadi pesimisme, mengingat berbagai upaya pencegahan dan pemberantasan Korupsi telah dan sedang dilakukan oleh pemerintah. Begitupun halnya elemenelemen civil society di Indonesia melalui gerakan kampanye anti korupsi. Ini merupakan penanda bahwa konsolidasi demokrasi tengah berjalan, sebab Larry Diamond dalam Lili Romli (2010), mengatakan, bahwa esensi konsolidasi demokrasi adalah terbentuknya suatu perilaku dan sikap, baik di tingkat elit maupun massa, yang mencakup dan bertolak dari metode dan prinsip-prinsip demokrasi. Oleh karena itu, agar demokrasi terkonsolidasi, Diamond mengatakan di mana para elit, Pengaruh Nilai-nilai Agama dan Budaya Kerja dalam Pencegahan Tindakan Koruptif di Lingkungan Kementerian Agama
xi
organisasi dan massa, semuanya harus percaya, bahwa sistem politik (demokrasi) dimiliki, layak dipatuhi dan dipertahankan, baik dalam tataran norma maupun dalam tataran perilaku. Esensi konsolidasi demokrasi ini termasuk dalam hal kinerja rezim demokratis untuk secara konsisten dapat mencegah dan memberantas perilaku koruptif serta senantiasa menegakan integritas moral dan intelektual serta komitmen untuk bekerja bagi rakyat. (Romli, 2010) Demikianlah, semangat yang diangkat dalam buku yang ada di tangan pembaca sekarang ini. Buku yang diterbitkan Puslitbang Kehidupan Keagamaan, Badan Diklat dan Litbang Kementerian Agama RI ini berdasarkan hasil penelitian tahun 2015 tentang Pengaruh Nilai-Nilai Agama dan Budaya Kerja Terhadap Pencegahan Tindakan Koruptif pada Kementerian Agama. Kehadiran buku ini tentu diharapkan dapat bermanfaat besar untuk mewujudkan aparatur Kementerian Agama RI yang kompeten, berintegritas dan mampu menjalankan kewajibannya sesuai dengan nilai, etos dan budaya kerja Kementerian Agama. Kandungan buku ini pada hakikatnya menggenggam tekad besar untuk meretas jalan menuju masa depan yang membanggakan bagi perjalanan demokrasi Indonesia dengan mengiinsert gagasan-gagasan moralitas dan pemikiran reformatif yang terkandung dalam agama. Moralitas itulah yang sejatinya menjadi corak dan watak kuat agama sebab agama mengajarkan moral-moral yang bijak, keadilan, kejujuran, dan nilai-nilai adiluhung lainnya. Dengan redaksi yang tentu berbeda dan detail hukum yang tidak sama pula, semua agama mempunyai segenap aturan yang kurang lebih sama terkait bangunan moralitas xii
Pengaruh Nilai-nilai Agama dan Budaya Kerja dalam Pencegahan Tindakan Koruptif di Lingkungan Kementerian Agama
individual dan moralitas publik yang menjadi salah satu tujuan agama itu ada. Beragama adalah bagaimana menjadikan moral sebagai jantung sekaligus ruh dari aktivitas kita. Terkait hal itulah, Nashrullah (2015) mengutip keresahan Ahmad Syauqi, sastrawan dan budayawan terkemuka Mesir: "Selama moralitas masih bertahan pada suatu kaum, ia akan bertahan. Bila sirna, lenyap sudah eksistensi kaum itu. Solusinya adalah kembali ke moralitas. Perkuat jiwa dengan akhlak, maka akan kokoh. Peradaban tumbang dan runtuh ketika akhlak nihil. Tipu daya, dusta, korupsi, dan kerusakan merajalela." Oleh karena itulah, buku ini menjadi sangat penting untuk memperlihatkan betapa pentingnya nilai-nilai agama dijadikan sebagai moral guidance dalam berperilaku sebagai aparatur negara dan masyarakat. Di samping itu, buku ini juga memperlihatkan betapa besarnya makna keteladanan yang ditunjukan figur-figur yang ada yang sejatinya harus memberikan contoh harus menjadi role model hidup bersih. Ini kebutuhan yang mendesak seraya mengkampanyekan kesadaran di tingkat paling rendah betapa perlunya menjauhi tindak korupsi. Wallahu A'lam Bishawab Selamat membaca. Wassallam!
Jakarta, September 2016
H. Fakhruddin M, S.Sos., M.Si Dr. Abdurrahman
Pengaruh Nilai-nilai Agama dan Budaya Kerja dalam Pencegahan Tindakan Koruptif di Lingkungan Kementerian Agama
xiii
xiv
Pengaruh Nilai-nilai Agama dan Budaya Kerja dalam Pencegahan Tindakan Koruptif di Lingkungan Kementerian Agama
DAFTAR ISI KATA
PENGANTAR
KEPALA
PUSLITBANG
KEHIDUPAN KEAGAMAAN ...............................................
iii
SAMBUTAN KEPALA BADAN LITBANG DAN DIKLAT KEMENTERIAN AGAMA RI ...............................
v
PRAKATA EDITOR................................................................. vii DAFTAR ISI .............................................................................. xiii BAB
BAB
BAB
I.
II.
III.
PENDAHULUAN ..............................................
1
A. Latar Belakang ..............................................
1
B. Batasan dan Rumusan Masalah .................
5
LANDASAN TEORI .........................................
7
A. Tinjauan Teori...............................................
7
1. Intensi Perilaku Korupsi .......................
7
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi ....
11
B. Hipotesis........................................................
16
METODOLOGI .................................................
17
1. Populasi dan Sampel ...................................
17
2. Variabel .........................................................
17
3. Definisi Operasional Variabel ....................
18
4. Instrumen Pengumpulan Data...................
21
5. Uji Validitas dan Reliabilitas ......................
21
Pengaruh Nilai-nilai Agama dan Budaya Kerja dalam Pencegahan Tindakan Koruptif di Lingkungan Kementerian Agama
xv
BAB
PENYAJIAN DATA DAN PENELITIAN DAN ANALISISNYA ....................................... A. Deskripsi Subjek Penelitian dan Uji Beda Data Demografis terhadap Berbagai Variabel Penelitian ....................................... B. Deskripsi Data Penelitian ........................... C. Uji Hipotesis Pengaruh Nilai-nilai Agama dan Budaya Kerja terhadap Perilaku Korupsi ..........................................
60
PENUTUP ...........................................................
83
A. Kesimpulan ...................................................
83
B. Rekomendasi ................................................
85
DAFTAR PUSTAKA ................................................................ EPILOG....................................................................................... INDEKS ...............................................................................
87 89 91
BAB
xvi
IV.
V.
23
23 52
Pengaruh Nilai-nilai Agama dan Budaya Kerja dalam Pencegahan Tindakan Koruptif di Lingkungan Kementerian Agama
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Pemberantasan korupsi menjadi salah satu fokus utama pemerintah Indonesia. Berbagai upaya pencegahan dan pemberantasan telah dilakukan pemerintah. Salah satunya dengan mengeluarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 2012 tentang Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi (Stranas PPK) Jangka Menengah Tahun 2012-2014 dan Jangka Panjang Tahun 2012-2025. Visi dan Misi Stranas PPK tersebut diturunkan ke dalam enam strategi, yakni: (1) melaksanakan upaya-upaya pencegahan, (2) melaksanakan langkah-langkah strategis di bidang penegakan hukum, (3) melaksanakan upaya-upaya harmonisasi penyusunan peraturan perundang-undangan di bidang pemberantasan korupsi dan sektor terkait lain, (4) melaksanakan kerjasama internasional dan penyelamatan aset hasil tipikor, (5) meningkatkan upaya pendidikan dan budaya anti korupsi, dan (6) meningkatkan koordinasi dalam rangka mekanisme pelaporan pelaksanaan upaya pemberantasan korupsi (BPS, 2012). Merujuk pada situasi tersebut dipersyaratkan kondisi yang mesti dipenuhi oleh setiap lembaga negara dalam perwujudan stranas tersebut, yaitu partisipasi, penegakan hukum, transparansi, dan responsif. Namun demikian dalam Pengaruh Nilai-nilai Agama dan Budaya Kerja dalam Pencegahan Tindakan Koruptif di Lingkungan Kementerian Agama
1
penerapannya tentu saja tidaklah sederhana. Jumlah satuan kerja (satker) yang sangat besar, lebih dari 4000-an, dapat dianggap sebagai tantangan dan sekaligus hambatan besar untuk implementasinya. Hal ini tampak dari upaya pemberlakuan Zona Integritas. Kementerian Agama, melalui Inspektorat Jenderal, sejak tahun 1990-an telah melakukan gerakan moral melalui pengawasan dengan pendekatan agama (PPA). Gerakan ini telah bertansformasi menjadi pedoman dan modul serta pelatihan dengan pendampingan kepada peserta pelatihan. Namun, penyimpangan dan penyalahgunaan yang dilakukan aparatur Kementerian Agama masih kerap terjadi yang puncaknya adalah pemberian status tersangka kepada Menteri Agama RI dan sejumlah aparatur di Kementerian Agama. Kondisi tersebut diperparah oleh Indeks Pelayanan Publik dari KPK yang menempatkan Kementerian Agama sebagai instansi yang kurang memuaskan. Akibatnya, masyarakat memberikan stigma negatif kepada Kementerian Agama. Tahun 2007, bahkan Kementerian Agama menempati peringkat 24 dari 30 lembaga yang disurvei dengan skor integritas sebesar 5,15 (di bawah skor rata-rata integritas sektor publik sebesar 5,53). Sementara pada 2008, skor integritas Kementerian Agama meningkat menjadi 6,57 tetapi peringkatnya menurun menjadi 27. Tahun 2009, kembali turun menjadi 6,23 yang juga diikuti oleh penurunan peringkatnya menjadi 32 dari 39 lembaga pusat yang ditilik. Dalam Indeks Integritas Nasional 2010 yang dilaporkan KPK, skor integritas Kementerian Agama kembali melorot menjadi 5,46, dan meluncur jatuh ke angka 5,37 pada tahun 2011. Skor integritas Kementerian Agama tahun 2010 dan tahun 2011 ini mengindikasikan belum ada upaya perbaikan sama sekali di 2
Pengaruh Nilai-nilai Agama dan Budaya Kerja dalam Pencegahan Tindakan Koruptif di Lingkungan Kementerian Agama
bidang layanan publik sektor keagamaan dalam dua tahun terakhir. Jika data dan fakta tersebut diurai lebih lanjut, bukan hanya menunjukkan persoalan ekonomi, investasi, dan kebobrokan sistem, bahkan lebih dari itu, semakin memojokkan aparatur dan lembaga Kementerian Agama yang nota bene diisi oleh orang-orang beragama. Bahkan pada titik tertentu akan menempatkan agama (dan keberagamaan) dalam posisi yang sulit. Oleh karena itu, perlu kiranya sebuah penelitian yang akan menjelaskan faktor-faktor pemicu tindakan penyalahgunaan dimaksud. Terkait hal tersebut, korupsi sesungguhnya bukan lagi istilah asing bagi pemerintahan dan masyarakat. Secara sederhana korupsi dapat dimaknai sebagai "penyalahgunaan kekuasaan untuk keuntungan pribadi”. Dalam arti yang lebih luas, definisi korupsi adalah penyalahgunaan kekuasaan publik untuk kepentingan pribadi atau privat yang merugikan publik dengan cara-cara yang bertentangan dengan ketentuan hukum yang berlaku (Langseth, et.al, 1997). Sedangkan menurut UU No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, korupsi merupakan tindakan memperkaya diri sendiri, penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan, memberi dan menjanjikan sesuatu kepada pejabat atau hakim, berbuat curang, melakukan penggelapan, dan menerima hadiah terkait tanggung jawab yang dijalani. Menurut Jain (2001), korupsi terjadi jika tiga hal terpenuhi, yaitu: (1) seseorang memiliki kekuasaan termasuk untuk menentukan kebijakan publik dan melakukan administrasi kebijakan tersebut, (2) adanya economic rents, yaitu manfaat ekonomi yang ada sebagai sebab akibat kebijakan publik tesebut, dan (3) sistem yang ada membuka Pengaruh Nilai-nilai Agama dan Budaya Kerja dalam Pencegahan Tindakan Koruptif di Lingkungan Kementerian Agama
3
peluang terjadinya pelanggaran oleh pejabat publik yang bersangkutan. Apabila satu dari ketiga parameter ini tidak terpenuhi, tindakan yang terjadi tidak bisa dikategorikan sebagai tindakan korupsi. Berdasarkan itu, korupsi dapat didefinisikan sebagai penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan publik yang dilakukan oleh seseorang untuk kepentingan dan keuntungan diri sendiri maupun orangorang yang dekat dengannya. Dari definisi tersebut tampaknya korupsi merupakan perilaku yang dimunculkan oleh individu secara sadar dan disengaja. Secara psikologis, dapat dijelaskan bahwa perilaku yang dilakukan secara sadar ini berasal dari potensi perilaku (perilaku yang belum terwujud secara nyata), yang diistilahkan dengan intensi (Wade dan Tavris: 2007). Merujuk kepada teori Planned Behaviour yang dikembangkan oleh Fishbein dan Ajzen (1975) setidaknya terdapat tiga faktor yang memengaruhi intensi perilaku, yaitu: 1. Attitude Toward Behavior (ATB) yang dipengaruhi oleh behavioral belief, yaitu evaluasi positif ataupun negatif terhadap suatu perilaku tertentu - tercermin dalam katakata seperti, benar-salah, setuju-tidak setuju, baik-buruk, dll. Evaluasi negatif terhadap perilaku korupsi dan evaluasi positif terhadap anti-korupsi akan meningkatkan intensi (potensi) untuk berperilaku anti-korupsi. 2. Subjective Norms (SN) yang dipengaruhi oleh subjective norms di sekeliling individu yang mengharapkan si individu sebaiknya berperilaku tertentu atau tidak. Misalnya, norma agama (bagi individu beragama), norma sosial, norma keluarga, atau ketika orang-orang yang 4
Pengaruh Nilai-nilai Agama dan Budaya Kerja dalam Pencegahan Tindakan Koruptif di Lingkungan Kementerian Agama
penting bagi individu atau cenderung dipatuhi oleh individu menganggap perilaku anti-korupsi sebagai hal positif, maka akan meningkatkan intensi (potensi) berperilaku anti-korupsi. 3. Control Belief (CB) yang dipengaruhi oleh perceived behavior control, yaitu acuan kesulitan dan kemudahan untuk memunculkan suatu perilaku. Ini berkaitan dengan sumber dan kesempatan untuk mewujudkan perilaku tersebut. Misalnya, lingkungan di sekeliling individu yang korup atau kesempatan korupsi yang besar/mudah akan meningkatkan intensi individu untuk melakukan perilaku korupsi, dan sebaliknya. Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini mencoba merumuskan ketiga prediktor intensi perilaku korupsi tersebut dalam bentuk faktor pendorong/motivasional (dari faktor sikap), keberagamaan (dari faktor norma subjektif), dan faktor situasi/organisasional (dari faktor control belief). B. Batasan dan Rumusan Masalah Dari identifikasi masalah tersebut, penelitian ini hanya dibatasi pada masalah: “intensi perilaku korupsi dan faktorfaktor yang memengaruhi mencakup nilai-nilai agama dan faktor-faktor organisasional (yang mencakup efektifitas sistem pengendalian, kesesuaian kompensasi, kultur organisasi, perilaku tidak etis, relasi anggota, penegakan hukum, totalitas kerja, organizational resources, dan kelelahan mental). Berdasarkan hal tersebut, maka masalah dalam penelitian ini dirumuskan apakah ada pengaruh nilai-nilai agama dan faktor-faktor organisasional (yang mencakup Pengaruh Nilai-nilai Agama dan Budaya Kerja dalam Pencegahan Tindakan Koruptif di Lingkungan Kementerian Agama
5
efektifitas sistem pengendalian, kesesuaian kompensasi, kultur organisasi, perilaku tidak etis, relasi anggota, penegakan hukum, totalitas kerja, organizational resources, dan kelelahan mental) terhadap intensi perilaku korupsi aparatur negara di Kementerian Agama?
6
Pengaruh Nilai-nilai Agama dan Budaya Kerja dalam Pencegahan Tindakan Koruptif di Lingkungan Kementerian Agama
BAB II LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Teori 1. Intensi Perilaku Korupsi Intensi sering dijadikan penentu utama perilaku seseorang sebelum melakukan perilaku tertentu. Fishbein dan Ajzen (1975) menjelaskan bahwa Intensi merupakan indikator penting untuk melihat bagaimana seseorang ingin mencoba, seberapa besar usaha yang digunakan untuk berperilaku. Ajzen (1991) menyebutkan bahwa konsep intensi dimaksudkan untuk mengetahui faktor motivasi yang memengaruhi suatu perilaku. Fishbein dan Ajzen (1975) menambahkan bahwa perilaku intensi merupakan determinan terdekat dengan perilaku yang dimaksud dan merupakan prediktor tunggal terbaik bagi perilaku yang akan dilakukan oleh seseorang. Sementara kata ‘korupsi’ berasal dari bahasa Latin ‘corruptio’ atau ‘corruptus’ (Webster Student Dictionary” 1996). Kata ‘corruptio’ sendiri berasal dari kata ‘corrumpere’, bahasa Latin yang lebih tua yang kemudian dikenal istilah ‘corruption, corrupt’ (Inggris), ‘corruption’ (Perancis) dan ‘corruptie/ korruptie’ (Belanda) yang berarti yang rusak/busuk, dan corruptio berarti membusuk atau pembusukan. Dalam KBBI, arti kata korupsi secara harfiah adalah kebusukan, keburukan, kebejatan, ketidak-jujuran, dapat disuap, tidak bermoral, penyimpangan dari kesucian. Beberapa pendapat, korupsi Pengaruh Nilai-nilai Agama dan Budaya Kerja dalam Pencegahan Tindakan Koruptif di Lingkungan Kementerian Agama
7
diibaratkan sebagai gangren. Tidak terasa, namun menjalar, membusuk dan menggerogoti tubuh. (Sunarimahingsih, t.t.). Menurut Bernardi (1994) istilah korupsi juga dapat diartikan sebagai suatu perbuatan tidak jujur atau penyelewengan yang dilakukan karena adanya suatu pemberian. Senada dengan itu, Syed Husein Alatas (dalam Sunarimahingsih, t.t.) mendefinisikan bahwa korupsi pada intinya adalah penyalahgunaan kepercayaan untuk kepentingan pribadi. Hermien (1994) mendefinisikan korupsi sebagai kekuasaan tanpa aturan hukum. Adapun Bank Dunia mengartikan korupsi sebagai penyelewengan kepentingan umum untuk kepentingan pribadi. (http://www. worldbank.org). Sedangkan Rabl dan Khulman (2008) mengungkapkan korupsi merupakan tindakan menyeleweng yang dimanifestasikan dalam penyimpangan fungsi politik, kemasyarakatan, ekonomi di dalam atau di luar diri pribadi atau organisasi. Penyimpangan ini terjadi untuk meraih keuntungan bagi dirinya atau orang lain yang pada gilirannya merusak atau setidaknya merugikan politik, kemasyarakatan, dan ekonomi. Berdasarkan definisi tersebut, disimpulkan bahwa intensi perilaku korupsi merupakan kecenderungan untuk melakukan perilaku penyalahgunaan kekuasaan publik untuk kepentingan pribadi dengan cara-cara yang bertentangan dengan ketentuan hukum yang berlaku mencakup aspek intensi dan faktor motivasional. Berkenaan dengan hal tersebut, intensi memiliki empat aspek (Fishbein dan Ajzen, 1975), di antaranya perilaku, sasaran, situasi, dan waktu. Perilaku adalah perilaku spesifik yang nantinya akan diwujudkan (dalam hal ini adalah perilaku korupsi. Sasaran adalah objek yang menjadi sasaran 8
Pengaruh Nilai-nilai Agama dan Budaya Kerja dalam Pencegahan Tindakan Koruptif di Lingkungan Kementerian Agama
dari perilaku yang digolongkan menjadi tiga, yaitu orang atau objek tertentu, sekelompok orang atau objek, dan orang atau objek pada umumnya. Situasi adalah situasi yang mendukung untuk dilakukannya suatu perilaku (bagaimana dan di mana perilaku itu akan diwujudkan). Sedangkan waktu adalah ketika terjadinya perilaku yang meliputi waktu tertentu, dalam satu periode atau tidak terbatas misalnya waktu yang spesifik (hari terntentu, tanggal tertentu, jam tertentu), periode tertentu (bulan tertentu), dan waktu yang tidak terbatas (waktu yang akan datang). Dalam konteks perilaku korupsi, keempat aspek intensi tersebut dilekatkan kepada bentuk-bentuk perilaku korupsi. Menurut Fadjar (2002), pola terjadinya korupsi dapat dibedakan ke dalam tiga wilayah besar, yaitu: Pertama, Mercenery Abuse of Power, penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh orang yang mempunyai suatu kewenangan tertentu yang bekerjasama dengan pihak lain dengan cara sogok-menyogok, suap, mengurangi standar spesifikasi atau volume dan penggelembungan dana (mark up). Penyalahgunaan wewenang tipe ini biasanya bersifat nonpolitis dan dilakukan oleh level pejabat yang tidak terlalu tinggi kedudukannya. Kedua, Discretinery Abuse of Power, penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh pejabat yang mempunyai kewenangan istimewa dengan mengeluarkan kebijakan tertentu misalnya Keputusan Walikota/Bupati atau berbentuk Peraturan Daerah/Keputusan Walikota/Bupati yang biasanya menjadikan mereka dapat bekerjasama dengan kawan/kelompok (despotis) maupun dengan keluarganya (nepotis).
Pengaruh Nilai-nilai Agama dan Budaya Kerja dalam Pencegahan Tindakan Koruptif di Lingkungan Kementerian Agama
9
Ketiga, Idiological Abuse of Power, penyalahgunaan yang dilakukan oleh pejabat untuk mengejar tujuan dan kepentingan tertentu dari kelompok atau partainya. Bisa juga terjadi dukungan kelompok pada pihak tertentu untuk menduduki jabatan strategis di birokrasi/lembaga ekskutif, di mana kelak mereka akan mendapatkan kompensasi dari tindakannya tersebut. Hal ini yang sering disebut sebagai politik balas budi yang licik. Korupsi jenis inilah yang sangat berbahaya, karena dengan praktik ini semua elemen yang mendukung telah mendapatkan kompensasi. Dari ketiga kategori tersebut setidaknya terdapat delapan perilaku korupsi, yaitu: (1) menyalahgunakan uang lembaga dan memalsukan laporan keuangan, (2) membebankan biaya yang tidak sesuai kepada pengguna layanan, (3) menggunakan barang milik lembaga untuk kepentingan pribadi, (4) menerima uang dan hadiah dari orang lain terkait dengan jabatan, (5) mengungkapkan rahasia lembaga kepada seseorang yang menawarkan sejumlah uang, (6) melakukan sabotase terhadap lembaga karena merasa tidak diperlakukan secara adil, (7) menjelekkan teman kerja untuk mendapat keuntungan pribadi dalam pekerjaan, dan (8) memberi persyaratan pembiayaan kepada pengguna layanan di luar SOP. Keseluruhan perilaku tersebut sesungguhnya merupakan perilaku yang terkait dengan pekerjaan (work related behavior). Di samping itu, dikarenakan intensi melibatkan motivasi, maka aspek intensi korupsi ditambahkan dengan faktor drive yang dimanifestasikan sebagai kecintaan terhadap uang pada empat sisi, yaitu arti kekayaan, motivasi, arti uang, dan kekuasaan.
10
Pengaruh Nilai-nilai Agama dan Budaya Kerja dalam Pencegahan Tindakan Koruptif di Lingkungan Kementerian Agama
2. Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Untuk menjelaskan intensi perilaku akan lebih mudah dengan menggunakan dua penjelasan teoritis, yaitu Theory of Reasoned Action (TRA) dan Teori Perilaku Terencana (Theory of Planned Behavior. Teori Reasoned Action (TRA) dikemukakan oleh Martin Fishbein dan Icek Ajzen berdasarkan hasil penelitian pada tahun 1975 dan 1980 terkait perilaku orang. Menurut Fishbein dan Ajzen (1981), tujuan utama dari TRA ialah untuk memprediksi dan memahami perilaku individu manusia. Teori ini berasumsi bahwa hampir seluruh perilaku orang yang terkait dengan sosial berada di bawah kontrol kehendak orang tersebut. Sesuai asumsi tersebut, teori ini memandang intensi seseorang untuk melakukan (atau tidak melakukan) suatu perilaku merupakan faktor penentu langsung dari tindakan itu. Dengan demikian, tanpa melihat adanya kejadian tidak terduga, intensi seseorang seharusnya bisa memprediksi secara akurat perilaku orang tersebut. Teori Perilaku Terencana (Theory of Planned Behavior) merupakan perluasan dari Theory of Reasoned Action (TRA) yang dikembangkan oleh Icek Ajsen dan Martin Fishbein (1980). Ajzen dan Fishbein mengembangkan teori TPB dengan menambah konstruk yang belum ada di TRA yaitu persepsi konrol perilaku (perceived behavioral control). TPB bertujuan untuk memprediksi dan memahami dampak niat berperilaku, mengidentifikasi strategi untuk mengubah perilaku serta menjelaskan perilaku nyata manusia. Dalam konteks tersebut, TPB mengasumsikan bahwa manusia yang bersifat rasional akan menggunakan informasi yang ada secara sistematik kemudian memahami dampak perilakunya sebelum memutuskan untuk mewujudkan perilaku tersebut.
Pengaruh Nilai-nilai Agama dan Budaya Kerja dalam Pencegahan Tindakan Koruptif di Lingkungan Kementerian Agama
11
Teori perilaku terencana (TPB) secara eksplisit mengenal kemungkinan bahwa banyak perilaku yang tidak semuanya di bawah kontrol penuh individu. Dalam TPB, perilaku yang ditampilkan individu timbul karena adanya intensi untuk berperilaku. Intensi individu untuk menampilkan suatu perilaku adalah kombinasi dari sikap untuk menampilkan perilaku tersebut dan norma subjektif. Sikap individu terhadap perilaku meliputi kepercayaan mengenai suatu perilaku, evaluasi terhadap hasil perilaku, norma subjektif, kepercayaan-kepercayaan normatif dan motivasi untuk patuh.
Gambar: The Theory of Planned Behavior Source: Ajzen, I. (1991). The Theory of Planned Behavior. Organizational Behavior and Human Decision Processes, 50, p. 179-211. Berdasarkan gambar tersebut, dapat diketahui bahwa niat individu untuk berperilaku dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu:
12
Pengaruh Nilai-nilai Agama dan Budaya Kerja dalam Pencegahan Tindakan Koruptif di Lingkungan Kementerian Agama
a) Sikap Terhadap Perilaku (Attitude Toward Behavior) Sikap merupakan suatu kecenderungan untuk mendekat atau menghindar, merespon positif atau negatif berbagai keadaan sosial. Individu akan bertindak sesuai dengan sikap yang ada dalam dirinya terhadap suatu perilaku. Sikap terhadap perilaku yang dianggap positif, nantinya akan dijadikan pilihan individu untuk membimbingnya dalam berperilaku di kehidupannya.
b) Norma Subyektif (Subjective Norm) Ajzen dan Fishbein (1975) dalam Amaliah (2008) mendefinisikan norma subyektif sebagai persepsi individu mengenai apakah orang-orang yang penting baginya akan mendukung atau tidak untuk melakukan suatu perilaku tertentu dalam kehidupannya. Lebih lanjut, norma subyektif juga diartikan oleh Feldman (1995) sebagai persepsi tentang tekanan sosial dalam melaksanakan perilaku tertentu. Sehingga timbul kesadaran bagi individu untuk dapat mengatasi tekanan sosial yang diterima atas perilakunya
c) Persepsi Kontrol Perilaku (Perceived Behavioral Control) Kontrol perilaku mengacu pada persepsi-persepsi individu akan kemampuannya untuk menampilkan perilaku tertentu. Ajzen (1991) mengemukakan bahwa kontrol perilaku menjadi faktor penentu intensi yang sangat penting ketika seseorang telah memilki pengalaman sebalumnyaakan perilaku yang akan ditampilkan merupakan perilaku yang asing atau baru bagi seseorang, kontrol perilaku akan memberikan kontrol prediktif yang rendah bagi intensi untuk berperilaku dalam model TPB. Pengaruh Nilai-nilai Agama dan Budaya Kerja dalam Pencegahan Tindakan Koruptif di Lingkungan Kementerian Agama
13
Dalam penelitian ini, variabel yang dilibatkan dalam penelitian adalah religiusitas yang terdiri dari aspek normatif ajaran (keyakinan dan ibadah) dan sikap terhadap larangan/perintah dan aspek organisasional. Aspek normatif ajaran (keyakinan dan ibadah) merupakan norma subjektif dalam teori, sikap terhadap larangan/perintah merupakan sikap terhadap perilaku, dan aspek organisasional sebagai kontrol perilaku dalam teori. Berkenaan dengan religiusitas tersebut, dapat dijelaskan bahwa secara etimologis, kata religiusitas sendiri berasal dari bahasa latin “relegare” yang berarti mengikat secara erat atau ikatan kebersamaan (Mansen, dalam Kaye & Raghavan, 2000). Sedangkan secara terminologis, kata religiusitas dimaknai secara beragam, salah satunya dimaknai sebagai aspek yang telah dihayati oleh individu di dalam hati, getaran hati nurani pribadi dan sikap personal (Mangunwijaya, 1986). Religiusitas juga dimaknai sebagai sebuah proses untuk mencari sebuah jalan kebenaran yang berhubungan dengan sesuatu yang sakral (Chatters, 2000). Selain kedua pengertian di atas, religiusitas telah diartikan pula sebagai sebuah ekspresi spiritual seseorang yang berkaitan dengan sistem keyakinan, nilai, hukum yang berlaku dan ritual (Kaye & Raghavan, 2000). Pengertian terakhir yang dikemukakan oleh Kaye & Raghavan inilah yang kemudian digunakan dalam penelitian ini. Selain itu, menarik untuk dikemukakan pengertian religiusitas menurut Fetzer (1999). Menurutnya, religiusitas adalah seberapa kuat individu penganut agama merasakan pengalaman beragama sehari-hari (Daily Spiritual Exprerience), mengalami kebermaknaan hidup dalam beragama (Religion Meaning), mengekspresikan keagamaan sebagai sebuah nilai 14
Pengaruh Nilai-nilai Agama dan Budaya Kerja dalam Pencegahan Tindakan Koruptif di Lingkungan Kementerian Agama
(Value), meyakini ajaran agamanya (Belief), memaafkan (forgiveness), melakukan praktek agama secara menyendiri (private religious practice), menggunakan agama sebagai coping (religious/ spiritual coping), mendapat dukungan penganut sesama agama (religious support), mengalami sejarah keberagamaan (religious/ spiritual history), komitmen beragama (commitment), mengikuti organisasi atau kegiatan keagamaan (organizational religiousness) dan meyakini pilihan agamanya (religious preferences). Dalam penelitian kedua belas dimensi dari Fetzer (1999) tersebut dikelompokkan menjadi tigas aspek yang selaras dengan ajaran Islam, yaitu hubungan vertikal, hubungan horizontal (umum) dan hubungan horizontal dalam pekerjaan. Kaitannya dengan korupsi, semua agama menekankan pentingnya akhlak atau etika. Dalam perspektif Islam misalnya, agama tidak lain dan tidak bukan adalah etika/akhlak yang baik. Karena itu, etika dan religiusitas antikorupsi bersumber dan digali pada nilai-nilai agama itu sendiri seperti kejujuran, kesederhanaan, tanggung jawab, dan keadilan. Setiap agama mengajarkan semua itu. Setiap manusia yang mengaku beriman kepada Tuhan (baca; beragama) tentunya tidak akan pernah mengambil sesuatu yang menjadi haknya sekalipun tidak dilihat oleh manusia lain. Jika dapat diinternalisasikan dengan baik, etika dan religiusitas anti-korupsi akan mampu membentengi sekaligus menjauhkan seseorang dari perilaku koruptif. Etika dan religiusitas anti-korupsi akan senantiasa relevan untuk dihadirkan (kembali) mengingat secara faktual masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang agamis. Hal ini setidaknya dapat dilihat dari penduduk Indonesia yang menganut beragam agama. (Asroni, 2011). Pengaruh Nilai-nilai Agama dan Budaya Kerja dalam Pencegahan Tindakan Koruptif di Lingkungan Kementerian Agama
15
Sementara itu, variabel faktor organisasi juga diduga kuat berhubungan dengan intensi perilaku korupsi. Organisasi dalam hal ini adalah organisasi dalam arti luas, termasuk sistem pengorganisasian lingkungan masyarakat. Organisasi yang menjadi korban korupsi atau di mana korupsi terjadi biasanya memberi andil terjadinya korupsi karena membuka peluang atau kesempatan terjadinya korupsi (Tunggal, 2000). Masih menurut Tunggal (2000), aspek-aspek penyebab korupsi dalam sudut pandang organisasi meliputi: (1) kurang adanya sikap keteladanan pemimpin, (2) tidak adanya kultur/budaya organisasi yang benar, (3) kurang memadainya sistem akuntabilitas, (4) kelemahan sistem pengendalian manajemen, dan (5) kelemahan sistem pengawasan. Adapun dalam penelitian ini, variabel faktor organisasi yang digunakan mencakup keefektifan sistem pengendalian internal, kesesuaian kompensasi, kultur organisasi, perilaku tidak etis, relasi anggota, penegakan hukum, totalitas kerja, organizational resources, dan kelelahan mental. B. Hipotesis Adanya pengaruh nilai-nilai agama dan faktor-faktor organisasional (yang mencakup efektifitas sistem pengendalian, kesesuaian kompensasi, kultur organisasi, perilaku tidak etis, relasi anggota, penegakan hukum, totalitas kerja, organizational resources, dan kelelahan mental) terhadap intensi perilaku korupsi aparatur negara di kementerian agama.
16
Pengaruh Nilai-nilai Agama dan Budaya Kerja dalam Pencegahan Tindakan Koruptif di Lingkungan Kementerian Agama
BAB III METODOLOGI
1. Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah pegawai Kementerian Agama yang menduduki jabatan struktural pada keseluruhan satuan kerja Kementerian Agama. Secara keseluruhan Kementerian Agama berada di semua propinsi, kabupaten/kota, dan kecamatan dengan jenis layanan birokrasi, pendidikan, dan keperluan kegamaan. Oleh karena wilayah populasi yang sangat luas, sampel diambil dengan menggunakan teknik cluster random sampling pada level propinsi dengan mempertimbangkan kuota dan keterwakilan (quota sampling) pada setiap satker yang memiliki jenjang jabatan struktural Eselon II, III, IV. Sampel yang diambil berjumlah 1000 orang di 23 propinsi. 2. Variabel Variabel pada penelitian ini adalah intensi perilaku korupsi sebagai dependent variabel dan nilai-nilai agama dan faktor-faktor organisasional (terdiri dari aspek efektifitas sistem pengendalian, kesesuaian kompensasi, kultur organisasi, perilaku tidak etis, relasi anggota, penegakan hukum, totalitas kerja, organizational resources, dan kelelahan mental) sebagai independen variabel.
Pengaruh Nilai-nilai Agama dan Budaya Kerja dalam Pencegahan Tindakan Koruptif di Lingkungan Kementerian Agama
17
3. Definisi Operasional Variabel a) Intensi perilaku korupsi adalah kecenderungan untuk melakukan perilaku penyalahgunaan kekuasaan publik untuk kepentingan pribadi dengan cara-cara yang bertentangan dengan ketentuan hukum yang berlaku mencakup aspek intensi dan faktor motivasional. b) Nilai-nilai agama ialah nilai-nilai yang berasal dari keyakinan keberagamaan dan implementasinya dalam hubungan vertikal dan horizontal (perilaku yang dilarang dan perilaku yang diperintahkan) c) Faktor-faktor organisasional ialah kondisi dan situasi organisasi yang ada dalam lingkungan kementerian agama yang mencakup aspek efektifitas sistem pengendalian, kesesuaian kompensasi, kultur organisasi, perilaku tidak etis, relasi anggota, penegakan hukum, totalitas kerja, sumber daya organisasi, dan kelelahan mental. 4. Instrumen Pengumpulan Data a) Skala Intensi Dimensi Work Related Behaviour Faktor Pendorong
18
Indikator Sasaran, Tindakan, konteks, dan waktu Kekayaan, Motivasi, Uang, dan Kekuasaan
Item Skala 1-8
9-20
Pengaruh Nilai-nilai Agama dan Budaya Kerja dalam Pencegahan Tindakan Koruptif di Lingkungan Kementerian Agama
b) Skala Nilai-Nilai Agama (Aspek Hubungan Vertikal) Dimensi
Indikator
Keyakinan (X1)
Mengalami beragama dalam kehidupan seharihari Memiliki kebermaknaan dalam hidup Mengekspresikan keagamaan sebagai nilai Menyakini ajaran agamanya Melakukan Pemaafan atau pengampunan Menggunakan coping agama Peribadatan Mempraktek agama (X2) hingga mempribadi Mendapatkan dukungan penganut sesama agama Memiliki sejarah dalam beragama Komitmen beragama Mengikuti organisasi keagamaan
Skala Fav Unf 1, 2, 3
4, 5
6
7, 8
9
10, 11
12
13
14, 15
16, 17
18
19, 20, 21 22, 23
24
25, 26
27
28, 29, 30 31, 32
33
Pengaruh Nilai-nilai Agama dan Budaya Kerja dalam Pencegahan Tindakan Koruptif di Lingkungan Kementerian Agama
19
c) Skala Nilai-Nilai Agama (Aspek Hubungan Horizontal) Skala Dimensi Mengambil hak orang lain
Menggunakan hak bukan untuk peruntukannya Menyalahi Aturan
Indikator
Fa v 1 2
Pencurian (sariqah) Penggelapan (ghulul) Mark up atau penipuan (alghurur) Pungutan liar (al-Ghasbu) Penyuapan (risywah)
Unfav
3 4 5, 6
Pemalsuan dan Pengkhianatan
Bekerjasama dalam kejahatan Melanggar peraturan dan perundang-undangan
7
9
8 10
d) Skala Nilai-Nilai Agama (Aspek Hubungan Horizontal)
Integritas Profesional Tanggung jawab
Skala Fav Unfav 1, 2, 3 4, 5, 6 7, 8, 9
Inovasi Keteladanan
10, 11, 13, 14
Dimensi
20
Indikator
12 15
Pengaruh Nilai-nilai Agama dan Budaya Kerja dalam Pencegahan Tindakan Koruptif di Lingkungan Kementerian Agama
e) Skala Faktor Organisasional No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Dimensi Keefektifan Sistem Pengendalian Internal Kesesuaian Kompensasi Kultur Organisasi Perilaku Tidak Etis Relasi Anggota Penegakan Hukum Totalitas Kerja Organizational Resources Kelelahan Mental
Item 1-3 4-6 7-9 10-12 13-15 16-18 19-21 22-25 26
5. Uji Validitas dan Reliabilitas Uji validitas terhadap instrumen penelitian ini dilakukan dengan mencari nilai korelasi item total dan reliabilitas alpha cronbach pada tahap tryout. 6. Teknik Analisis Data Sesuai dengan tujuan penelitian data yang didapat melalui teknik analisis multiple regresi.
Pengaruh Nilai-nilai Agama dan Budaya Kerja dalam Pencegahan Tindakan Koruptif di Lingkungan Kementerian Agama
21
22
Pengaruh Nilai-nilai Agama dan Budaya Kerja dalam Pencegahan Tindakan Koruptif di Lingkungan Kementerian Agama
BAB IV PENYAJIAN DATA PENELITIAN DAN ANALISISNYA A. Deskripsi Subjek penelitian dan Uji Beda Data Demografis Terhadap Berbagai Variabel Penelitian 1. Asal Propinsi Subjek Jumlah subjek penelitian ini sebanyak 987 pejabat di lingkungan Kementerian Agama RI yang tersebar di 22 propinsi dan 1 pusat. Adapun rinciannya sebagaimana pada tabel sebagai berikut: Propinsi
Valid
Frequency
Percent
Cumulative Percent
Banten
40
4.1
4.1
Lampung
40
4.1
8.1
Bali
40
4.1
12.2
Yogyakarta
40
4.1
16.2
DKI
40
4.1
20.3
Jawa Tengah
40
4.1
24.3
Jawa Timur
40
4.1
28.4
Kepulauan Riau
40
4.1
32.4
NTB
25
2.5
35.0
Selawesi Selatan
40
4.1
39.0
Sulawesi Utara
40
4.1
43.1
Sumatera Selatan
40
4.1
47.1
Bangka Belitung
40
4.1
51.2
Bengkulu
40
4.1
55.2
Pengaruh Nilai-nilai Agama dan Budaya Kerja dalam Pencegahan Tindakan Koruptif di Lingkungan Kementerian Agama
23
Pusat
120
12.2
67.4
Jambi
40
4.1
71.4
Kalimantan Barat
40
4.1
75.5
Kalimantan Selatan
40
4.1
79.5
Kalimantan Tengah
42
4.3
83.8
NTT
40
4.1
87.8
Papua
40
4.1
91.9
Sumatera Utara
40
4.1
95.9
Aceh
40
4.1
100.0
Total
987
100.0
Setelah diketahui distribusi subjek penelitian dilihat dari asal propinsi, lalu dilakukan uji beda untuk mengetahui perbedaan perilaku korupsi dilihat dari asal propinsi. Untuk itu dapat dilihat tabel berikut ini: ANOVA Perilaku Korupsi Sum of Squares Between Groups
Mean Square
Df
8461.197
22
384.600
Within Groups
142151.172
964
147.460
Total
150612.369
986
F 2.608
Sig. .000
Dalam tabel tersebut diketahui bahwa nilai F hitung 2.608 dengan signifikansinya 0.000 (p < 0.05). Hal itu menunjukkan bahwa ada perbedaan signifikan perilaku korupsi pejabat di lingkungan Kementerian Agama RI dilihat dari asal propinsinya.
24
Pengaruh Nilai-nilai Agama dan Budaya Kerja dalam Pencegahan Tindakan Koruptif di Lingkungan Kementerian Agama
Untuk mengetahui perbedaan pelaksanaan Nilai-nilai Agama Pejabat Kementerian Agama RI dilihat dari asal propinsi dapat dilihat pada tabel berikut ini: Variabel
F
Sig.
Kesimpulan
Keyakinan
1.895
.008
Ada Perbedaan
Peribadatan
3.037
.000
Ada Perbedaan
Larangan Mengambil Hak Orang
0.739
.802
Tidak Ada Perbedaan
Larangan Menggunakan Bukan Peruntukan
1.633
.033
Ada Perbedaan
Larangan Menyalahi Aturan
0.917
.572
Tidak Ada Perbedaan
Tabel tersebut menunjukkan bahwa ada perbedaan tingkat keyakinan, peribadatan dan larangan menggunakan bukan peruntukan dalam nilai-nilai agama dilihat dari asal propinsi pejabat Kementerian Agama RI, karena nilai signifikansinya < 0.05. Artinya, dalam pengembangan pejabat di lingkungan Kementerian Agama RI bidang Nilai-nilai Agama perlu diprioritaskan pada aspek keyakinan, peribadatan dan larangan menggunakan bukan peruntukan. Sedangkan larangan menggunakan hak orang dan larangan menyalahi aturan tidak ada perbedaan dilihat dari asal propinsi pejabat Kementerian Agama RI, karena nilai signifikansinya > 0.05. Untuk mengetahui perbedaan pelaksanaan budaya kerja Kementerian Agama RI pada pejabat Kementerian Agama RI dilihat dari asal propinsi dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Pengaruh Nilai-nilai Agama dan Budaya Kerja dalam Pencegahan Tindakan Koruptif di Lingkungan Kementerian Agama
25
Variabel
F
Sig.
Kesimpulan
Integritas
1.514
.061
Tidak Ada Perbedaan
Profesionalisme
1.629
.034
Ada Perbedaan
Inovasi
0.633
.903
Tidak Ada Perbedaan
Tanggungjawab
1.280
.174
Tidak Ada Perbedaan
Keteladanan
1.265
.185
Tidak Ada Perbedaan
Tabel tersebut menunjukkan bahwa ada perbedaan tingkat profesionalisme dari budaya kerja Kementerian Agama RI dilihat dari asal propinsi pejabat Kementerian Agama RI, karena nilai signifikansinya <0.05. Artinya, dalam pengembangan pejabat di lingkungan Kementerian Agama RI bidang budaya kerja Kementerian Agama RI perlu diprioritaskan pada aspek profesionalisme, karena hanya pada aspek ini yang memiliki perbedaan yang signifikan. Sedangkan integritas, inovasi, tanggungjawab dan keteladanan dari budaya kerja Kementerian Agama RI tidak ada perbedaan dilihat dari asal propinsi pejabat Kementerian Agama RI, karena nilai signifikansinya > 0.05. 2. Satuan Kerja Subjek Jumlah subjek penelitian ini sebanyak 987 pejabat di lingkungan Kementerian Agama RI yang tersebar di empat satuan kerja (Satker). Adapun rinciannya sebagaimana pada tabel sebagai berikut:
26
Pengaruh Nilai-nilai Agama dan Budaya Kerja dalam Pencegahan Tindakan Koruptif di Lingkungan Kementerian Agama
Satuan Kerja Frequency Percent Valid
Cumulative Percent
Kanwil
445
45.1
45.1
Kankemenag, Balai Litbang, Balai Diklat
225
22.8
67.9
Perguruan Tinggi dan Madrasah
197
20.0
87.8
Pusat
120
12.2
100.0
Total
987
100.0
Setelah diketahui distribusi subjek penelitian dilihat dari satuan kerja, lalu dilakukan uji beda untuk mengetahui perbedaan perilaku korupsi dilihat dari asal satuan kerja. Untuk itu dapat dilihat tabel berikut ini: ANOVA Perilaku_korupsi Sum of Squares
Df
Mean Square
F
Sig.
Between Groups
646.235
3
215.412
1.412
.238
Within Groups
149966.135
983
152.560
Total
150612.369
986
Dalam tabel tersebut diketahui bahwa nilai F hitung 1.412 dengan signifikansinya 0.238 (p>0.05). Hal itu menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan perilaku korupsi pejabat di lingkungan Kementerian Agama RI dilihat dari asal satuan kerjanya.
Pengaruh Nilai-nilai Agama dan Budaya Kerja dalam Pencegahan Tindakan Koruptif di Lingkungan Kementerian Agama
27
Untuk mengetahui perbedaan pelaksanaan nilai-nilai agama pejabat Kementerian Agama RI dilihat dari asal satuan kerja dapat dilihat pada tabel berikut ini: Variabel
F
Sig.
Kesimpulan
Keyakinan
3.310
.020 Ada Perbedaan
Peribadatan
5.363
.001 Ada Perbedaan
.080
.971 Tidak Ada Perbedaan
Larangan Menggunakan 1.920 Bukan Peruntukan
.125 Tidak Ada Perbedaan
Menyalahi 1.445
.228 Tidak Ada Perbedaan
Larangan Mengambil Hak Orang
Larangan Aturan
Tabel tersebut menunjukkan bahwa ada perbedaan tingkat keyakinan dan peribadatan dalam Nilai-nilai Agama dilihat dari asal satuan kerja pejabat Kementerian Agama RI, karena nilai signifikansinya <0.05. Artinya, dalam pengembangan pejabat di satuan kerja Kementerian Agama RI bidang nilai-nilai agama perlu diprioritaskan pada aspek keyakinan dan peribadatan. Sedangkan larangan mengambil hak orang, larangan menggunakan bukan peruntukan dan larangan menyalahi aturan tidak ada perbedaan dilihat dari asal satuan kerja pejabat Kementerian Agama RI, karena nilai signifikansinya > 0.05. Untuk mengetahui perbedaan pelaksanaan budaya kerja Kementerian Agama RI pada pejabat Kementerian Agama RI dilihat dari asal satuan kerja dapat dilihat pada tabel berikut ini:
28
Pengaruh Nilai-nilai Agama dan Budaya Kerja dalam Pencegahan Tindakan Koruptif di Lingkungan Kementerian Agama
Variabel
F
Sig.
Kesimpulan
Integritas
1.739
.157 Tidak Ada Perbedaan
Profesionalisme
5.379
.001 Ada Perbedaan
Inovasi Tanggungjawab Keteladanan
.735 3.302 .372
.531 Tidak Ada Perbedaan .020 Ada Perbedaan .773 Tidak Ada Perbedaan
Tabel tersebut menunjukkan bahwa ada perbedaan tingkat profesionalisme dan tanggung jawab dari budaya kerja Kementerian Agama RI dilihat dari asal satuan kerja pejabat Kementerian Agama RI, karena nilai signifikansinya < 0.05. Artinya, dalam pengembangan pejabat di satuan kerja Kementerian Agama RI bidang budaya kerja Kementerian Agama RI perlu diprioritaskan pada aspek profesionalisme dan tanggung jwab, karena pada aspek ini yang memiliki perbedaan yang signifikan. Sedangkan integritas, inovasi dan keteladanan dari budaya kerja Kementerian Agama RI tidak ada perbedaan dilihat dari asal satuan kerja pejabat Kementerian Agama RI, karena nilai signifikansinya > 0.05. 3. Agama Subjek Jumlah subjek penelitian ini sebanyak 987 pejabat di lingkungan Kementerian Agama RI yang tersebar pada lima agama. Adapun rinciannya sebagaimana pada tabel sebagai berikut:
Pengaruh Nilai-nilai Agama dan Budaya Kerja dalam Pencegahan Tindakan Koruptif di Lingkungan Kementerian Agama
29
Agama
Valid
Frequency
Percent
Cumulative Percent
Islam
759
76.9
76.9
Katolik
49
5.0
81.9
Kristen
72
7.3
89.2
Hindu
73
7.4
96.6
Budhha
34
3.4
100.0
Total
987
100.0
Untuk mengetahui perbedaan pelaksanaan nilai-nilai agama pejabat Kementerian Agama RI dilihat dari agamanya dapat dilihat pada tabel berikut ini: Variabel Keyakinan Peribadatan Larangan Mengambil Hak Orang Larangan Menggunakan Bukan Peruntukan Larangan Menyalahi Aturan
F Sig. 22.838 .000 15.450 .000 3.720 .005
Kesimpulan Ada Perbedaan Ada Perbedaan Ada Perbedaan
.361
.837
.682
.605
Tidak Ada Perbedaan Tidak Ada Perbedaan
Tabel tersebut menunjukkan bahwa ada perbedaan tingkat keyakinan, peribadatan dan larangan mengambil hak orang dalam nilai-nilai agama dilihat dari agama pejabat Kementerian Agama RI, karena nilai signifikansinya < 0.05. Artinya, dalam pengembangan pejabat di lingkungan Kementerian Agama RI bidang nilai-nilai agama dari sisi agamanya perlu diprioritaskan pada aspek keyakinan, peribadatan dan larangan mengambil hak orang. Sedangkan 30
Pengaruh Nilai-nilai Agama dan Budaya Kerja dalam Pencegahan Tindakan Koruptif di Lingkungan Kementerian Agama
untuk aspek larangan menggunakan bukan peruntukan dan larangan menyalahi aturan tidak ada perbedaan dilihat dari agamanya pejabat Kementerian Agama RI, karena nilai signifikansinya > 0.05. Untuk mengetahui perbedaan pelaksanaan budaya kerja Kementerian Agama RI pada pejabat Kementerian Agama RI dilihat dari agama dapat dilihat pada tabel berikut ini: Variabel Integritas
F .490
Profesionalisme Inovasi
3.364 .975
Tanggungjawab
.976
Keteladanan
.710
Sig. Kesimpulan .743 Tidak Ada Perbedaan .010 Ada Perbedaan .420 Tidak Ada Perbedaan .420 Tidak Ada Perbedaan .585 Tidak Ada Perbedaan
Tabel tersebut menunjukkan bahwa ada perbedaan tingkat profesionalisme dari budaya kerja Kementerian Agama RI dilihat dari agama pejabat Kementerian Agama RI, karena nilai signifikansinya < 0.05. Artinya, dalam pengembangan pejabat di lingkungan Kementerian Agama RI bidang budaya kerja Kementerian Agama RI perlu diprioritaskan pada aspek profesionalisme, karena hanya pada aspek ini yang memiliki perbedaan yang signifikan. Sedangkan integritas, inovasi, tanggung jawab dan keteladanan dari budaya kerja Kementerian Agama RI tidak ada perbedaan dilihat dari asal agama pejabat Kementerian Agama RI, karena nilai signifikansinya > 0.05.
Pengaruh Nilai-nilai Agama dan Budaya Kerja dalam Pencegahan Tindakan Koruptif di Lingkungan Kementerian Agama
31
4. Jenis Kelamin Subjek Jumlah subjek penelitian ini sebanyak 987 pejabat di lingkungan Kementerian Agama RI yang terdiri dari dua jenis kelamin. Adapun rinciannya sebagaimana pada tabel sebagai berikut: Jenis_Kelamin Frequency Valid
Cumulative Percent
Percent
Laki-laki
761
77.1
77.1
Perempuan
226
22.9
100.0
Total
987
100.0
Setelah diketahui distribusi subjek penelitian dilihat dari jenis kelamin, lalu dilakukan uji beda untuk mengetahui perbedaan perilaku korupsi dilihat dari jenis kelamin. Untuk itu dapat dilihat tabel berikut ini: Independent Samples Test t-test for Equality of Means
Levene's Test for Equality of Variances F Perilaku Equal _korupsi variances assumed Equal variances not assumed
Sig.
95% Confidence Interval of the Difference T
.916 .339 -.311
df
Mean Std. Error Sig. Difference Difference
Lower
Upper
985 .756
-.29124
.93671 -2.12941 1.54693
-.299 349.132 .765
-.29124
.97324 -2.20539 1.62291
Dalam tabel tersebut diketahui bahwa nilai t hitung 0.311 dengan signifikansinya 0.756 (p > 0.05). Hal itu menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan perilaku korupsi pejabat di lingkungan Kementerian Agama RI dilihat dari jenis kelamin. 32
Pengaruh Nilai-nilai Agama dan Budaya Kerja dalam Pencegahan Tindakan Koruptif di Lingkungan Kementerian Agama
Untuk mengetahui perbedaan pelaksanaan nilai-nilai agama pejabat Kementerian Agama RI dilihat dari jenis kelamin dapat dilihat pada tabel berikut ini: Variabel Keyakinan Peribadatan Larangan Mengambil Hak Orang Larangan Menggunakan Bukan Peruntukan Larangan Menyalahi Aturan
T 2.704 1.911 .817
Sig. .007
Kesimpulan Ada Perbedaan
.056
2.190
.029
Tidak Ada Perbedaan Tidak Ada Perbedaan Ada Perbedaan
.922
.357
.414
Tidak Ada Perbedaan
Tabel tersebut menunjukkan bahwa ada perbedaan tingkat keyakinan dan larangan menggunakan bukan peruntukan dalam nilai-nilai agama dilihat dari jenis kelamin pejabat Kementerian Agama RI, karena nilai signifikansinya <0.05. Artinya, dilihat dari jenis kelamin, dalam pengembangan pejabat di lingkungan Kementerian Agama RI bidang nilai-nilai Agama perlu diprioritaskan pada aspek keyakinan dan dan larangan menggunakan bukan peruntukan. Sedangkan larangan menggunakan hak orang dan larangan menyalahi aturan tidak ada perbedaan dilihat dari jenis kelamin pejabat Kementerian Agama RI, karena nilai signifikansinya > 0.05. Untuk mengetahui perbedaan pelaksanaan budaya kerja Kementerian Agama RI pada Pejabat Kementerian Agama RI dilihat dari jenis kelamin dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Pengaruh Nilai-nilai Agama dan Budaya Kerja dalam Pencegahan Tindakan Koruptif di Lingkungan Kementerian Agama
33
Variabel t Sig. Kesimpulan Integritas .236 .814 Tidak ada perbedaan Profesionalisme -.622 .534 Tidak ada perbedaan Inovasi .724 .469 Tidak ada perbedaan Tanggungjawab -1.028 .304 Tidak ada perbedaan Keteladanan .268 .789 Tidak ada perbedaan Tabel tersebut menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan tingkat integritas, profesionalisme, inovasi, tanggung jawab dan keteladanan dari budaya kerja Kementerian Agama RI dilihat dari jenis kelamin pejabat Kementerian Agama RI, karena nilai signifikansinya > 0.05. 5. Jenjang Pendidikan Subjek Jumlah subjek penelitian ini sebanyak 987 pejabat di lingkungan Kementerian Agama RI yang tersebar di lima jenjang pendidikan. Adapun rinciannya sebagaimana pada tabel sebagai berikut: Pendidikan
Valid
Frequency
Percent
Cumulative Percent
SMA/MA
15
1.5
1.5
Diploma
9
.9
2.4
Sarjana
398
40.3
42.8
Magister
540
54.7
97.5
Doktor
25
2.5
100.0
Total
987
100.0
Setelah diketahui distribusi subjek penelitian dilihat dari jenjang pendidikan, lalu dilakukan uji beda untuk mengetahui perbedaan perilaku korupsi dilihat dari jenjang pendidikan. Untuk itu dapat dilihat tabel berikut ini: 34
Pengaruh Nilai-nilai Agama dan Budaya Kerja dalam Pencegahan Tindakan Koruptif di Lingkungan Kementerian Agama
ANOVA Perilaku_Korupsi Sum of Squares Between Groups
df
Mean Square
93.159
4
23.290
Within Groups
150519.210
982
153.278
Total
150612.369
986
F
Sig.
.152
.962
Dalam tabel tersebut diketahui bahwa nilai F hitung 0.152 dengan signifikansinya 0.962 (p > 0.05). Hal itu menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan perilaku korupsi pejabat di lingkungan Kementerian Agama RI dilihat dari jenjang pendidikan. Untuk mengetahui perbedaan pelaksanaan nilai-nilai agama pejabat Kementerian Agama RI dilihat dari jenjang pendidikan dapat dilihat pada tabel berikut ini: Keyakinan
Variabel
F .555
Sig. .695
Peribadatan
.384
.820
1.822
.122
.825
.509
1.927
.104
Larangan Mengambil Hak Orang Larangan Menggunakan Bukan Peruntukan Larangan Menyalahi Aturan
Kesimpulan Tidak Ada Perbedaan Tidak Ada Perbedaan Tidak Ada Perbedaan Tidak Ada Perbedaan Tidak Ada Perbedaan
Pengaruh Nilai-nilai Agama dan Budaya Kerja dalam Pencegahan Tindakan Koruptif di Lingkungan Kementerian Agama
35
Tabel tersebut menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan tingkat keyakinan, peribadatan, larangan menggunakan hak orang, larangan menggunakan bukan peruntukan dan larangan menyalahi aturan dalam nilai-nilai agama dilihat dari jenjang pendidikan pejabat Kementerian Agama RI, karena nilai signifikansinya > 0.05. Untuk mengetahui perbedaan pelaksanaan Budaya Kerja Kementerian Agama RI pada Pejabat Kementerian Agama RI dilihat dari jenjang pendidikan dapat dilihat pada tabel berikut ini: Variabel
F
Sig.
Kesimpulan
Integritas
.595
.667
Tidak Ada Perbedaan
Profesionalisme
.538
.708
Tidak Ada Perbedaan
Inovasi
1.817
.123
Tidak Ada Perbedaan
Tanggungjawab
.259
.904
Tidak Ada Perbedaan
Keteladanan
.570
.685
Tidak Ada Perbedaan
Tabel tersebut menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan tingkat integritas, profesionalisme, inovasi, tanggung jawab dan keteladanan dalam budaya kerja Kementerian Agama RI dilihat dari jenjang pendidikan pejabat Kementerian Agama RI, karena nilai signifikansinya > 0.05. 6. Umur Subjek Jumlah subjek penelitian ini sebanyak 987 pejabat di lingkungan Kementerian Agama RI yang tersebar di empat rentang umur. Adapun rinciannya sebagaimana pada tabel sebagai berikut:
36
Pengaruh Nilai-nilai Agama dan Budaya Kerja dalam Pencegahan Tindakan Koruptif di Lingkungan Kementerian Agama
Umur
Valid
Frequency
Percent
Cumulative Percent
< 30 Tahun
8
.8
.8
30 - 39 Tahun
127
12.9
13.7
40 - 49 Tahun
477
48.3
62.0
> 50 Tahun
375
38.0
100.0
Total
987
100.0
Setelah diketahui distribusi subjek penelitian dilihat dari umum, lalu dilakukan uji beda untuk mengetahui perbedaan perilaku korupsi dilihat dari rentang umur. Untuk itu dapat dilihat tabel berikut ini: ANOVA Perilaku_korupsi Sum of Squares
df
Mean Square
889.181
3
296.394
Within Groups
149723.188
983
152.313
Total
150612.369
986
Between Groups
F 1.946
Sig. .121
Dalam tabel tersebut diketahui bahwa nilai F hitung 1.946 dengan signifikansinya 0.121 (p>0.05). Hal itu menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan perilaku korupsi pejabat di lingkungan Kementerian Agama RI dilihat dari rentang umur. Untuk mengetahui perbedaan pelaksanaan nilai-nilai agama Pejabat Kementerian Agama RI dilihat dari jenjang umur dapat dilihat pada tabel berikut ini: Pengaruh Nilai-nilai Agama dan Budaya Kerja dalam Pencegahan Tindakan Koruptif di Lingkungan Kementerian Agama
37
Variabel Keyakinan
F .807
Sig. .490
Peribadatan
2.357
.070
Larangan Mengambil Hak Orang Larangan Menggunakan Bukan Peruntukan Larangan Menyalahi Aturan
.150
.930
5.388
.001
.309
.819
Kesimpulan Tidak Ada Perbedaan Tidak Ada Perbedaan Tidak Ada Perbedaan Ada Perbedaan Tidak Ada Perbedaan
Tabel tersebut menunjukkan bahwa ada perbedaan pada larangan menggunakan bukan peruntukan dalam nilai-nilai agama dilihat dari jenjang umur pejabat Kementerian Agama RI, karena nilai signifikansinya < 0.05. Artinya, Umur dalam rentang 40-49 Tahun, lebih berperilaku korupsi dibanding dengan urutan umur > 50 Tahun, umur < 30 Tahun dan umum 30-39 Tahun pada pejabat di lingkungan Kementerian Agama RI. Sedangkan dalam keyakinan, peribadatan, larangan menggunakan hak orang dan larangan menyalahi aturan tidak ada perbedaan dilihat dari jenjang umur pejabat Kementerian Agama RI, karena nilai signifikansinya > 0.05. Untuk mengetahui perbedaan pelaksanaan budaya kerja Kementerian Agama RI pada pejabat Kementerian Agama RI dilihat dari jenjang umur dapat dilihat pada tabel berikut ini: Variabel Integritas Profesionalisme Inovasi Tanggungjawab Keteladanan 38
F .280 .055 .292 2.339 1.511
Sig. .840 .983 .831 .072 .210
Kesimpulan Tidak Ada Perbedaan Tidak Ada Perbedaan Tidak Ada Perbedaan Tidak Ada Perbedaan Tidak Ada Perbedaan
Pengaruh Nilai-nilai Agama dan Budaya Kerja dalam Pencegahan Tindakan Koruptif di Lingkungan Kementerian Agama
Tabel tersebut menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan tingkat integritas, profesionalisme, inovasi, tanggung jawab dan keteladanan dari budaya kerja Kementerian Agama RI dilihat dari jenjang umur pejabat Kementerian Agama RI, karena nilai signifikansinya > 0.05. 7. Bidang Kerja Subjek Jumlah subjek penelitian ini sebanyak 987 pejabat di lingkungan Kementerian Agama RI yang tersebar di lima bidang kerja. Adapun rinciannya sebagaimana pada tabel sebagai berikut: Bidang_Kerja Percent
Cumulative Percent
353
35.8
35.8
241
24.4
60.2
67
6.8
67.0
272
27.6
94.5
54
5.5
100.0
987
100.0
Frequency Valid Pendidikan Urusan Agama Haji Administrasi Lain-lain Total
Setelah diketahui distribusi subjek penelitian dilihat dari bidang kerja, lalu dilakukan uji beda untuk mengetahui perbedaan perilaku korupsi dilihat dari bidang kerja. Untuk itu dapat dilihat tabel berikut ini:
Pengaruh Nilai-nilai Agama dan Budaya Kerja dalam Pencegahan Tindakan Koruptif di Lingkungan Kementerian Agama
39
ANOVA Perilaku_Korupsi Sum of Squares
Df
Mean Square
1494.125
4
373.531
Within Groups
149118.244
982
151.852
Total
150612.369
986
Between Groups
F 2.460
Sig. .044
Dalam tabel tersebut diketahui bahwa nilai F hitung 2.460 dengan signifikansinya 0.044 (p<0.05). Hal itu menunjukkan bahwa ada perbedaan perilaku korupsi pejabat di lingkungan Kementerian Agama RI dilihat dari bidang kerja. Untuk mengetahui tingkat perilaku korupsi pejabat Kementerian Agama RI dari bidang kerja dapat dilihat pada tabel berikut ini: Perilaku_Korupsi Tukey HSD
a,,b
Bidang_Kerja
N
Subset for alpha = 0.05 1
Pendidikan
353
48.2509
Haji
67
49.1563
Urusan Agama
241
50.4115
Administrasi
272
50.6257
Lain-lain
54
52.3469
Sig.
.091
Tabel tersebut menunjukkan urutan perilaku korupsi pejabat Kementerian Agama RI dilihat dari bidang pekerjaannya. Urutan pertama tertinggi adalah lain-lain, lalu disusul bagian administrasi, urusan agama, haji dan terakhir bidang Pendidikan. 40
Pengaruh Nilai-nilai Agama dan Budaya Kerja dalam Pencegahan Tindakan Koruptif di Lingkungan Kementerian Agama
Untuk mengetahui perbedaan pelaksanaan nilai-nilai agama Pejabat Kementerian Agama RI dilihat dari bidang kerja dapat dilihat pada tabel berikut ini: Variabel
F
Sig.
Kesimpulan
Keyakinan
1.770
.133 Tidak Ada Perbedaan
Peribadatan
1.957
.099 Tidak Ada Perbedaan
Larangan Mengambil Hak Orang
.749
.559 Tidak Ada Perbedaan
Larangan Menggunakan Bukan Peruntukan
.300
.878 Tidak Ada Perbedaan
Larangan Menyalahi Aturan
1.631
.164 Tidak Ada Perbedaan
Tabel tersebut menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan tingkat keyakinan, peribadatan, larangan mengambil hak orang, larangan menggunakan bukan peruntukan dan larangan menyalahi aturan dalam nilai-nilai agama dilihat dari bidang pekerjaan pejabat Kementerian Agama RI, karena nilai signifikansinya > 0.05. Untuk mengetahui perbedaan pelaksanaan budaya kerja Kementerian Agama RI pada Pejabat Kementerian Agama RI dilihat dari bidang pekerjaan dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Pengaruh Nilai-nilai Agama dan Budaya Kerja dalam Pencegahan Tindakan Koruptif di Lingkungan Kementerian Agama
41
Variabel Integritas Profesionalisme Inovasi Tanggungjawab Keteladanan
F 1.729 .915 .641 .841 1.011
Sig. .141 .455 .634 .499 .401
Kesimpulan Tidak Ada Perbedaan Tidak Ada Perbedaan Tidak Ada Perbedaan Tidak Ada Perbedaan Tidak Ada Perbedaan
Tabel tersebut menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan integritas, profesionalisme, inovasi, tanggung jawab dan keteladanan dari budaya kerja Kementerian Agama RI dilihat dari bidang pekerjaan pejabat Kementerian Agama RI, karena nilai signifikansinya > 0.05. 8. Golongan Subjek Jumlah subjek penelitian ini sebanyak 987 pejabat di lingkungan Kementerian Agama RI yang tersebar di sembilan golongan. Adapun rinciannya sebagaimana pada tabel sebagai berikut: Golongan
Valid
42
Frequency
Percent
Cumulative Percent
IIIa
9
.9
.9
IIIb
46
4.7
5.6
IIIc
143
14.5
20.1
IIId
310
31.4
51.5
IVa
367
37.2
88.7
IVb
96
9.7
98.4
IVc
12
1.2
99.6
IVd
2
.2
99.8
IVe
2
.2
100.0
Total
987
100.0
Pengaruh Nilai-nilai Agama dan Budaya Kerja dalam Pencegahan Tindakan Koruptif di Lingkungan Kementerian Agama
Setelah diketahui distribusi subjek penelitian dilihat dari golongan, lalu dilakukan uji beda untuk mengetahui perbedaan perilaku korupsi dilihat dari golongan. Untuk itu dapat dilihat tabel berikut ini: ANOVA Perilaku_Korupsi Sum of Squares
Df
Mean Square
F
Sig.
Between Groups
1710.816
8
213.852
1.405
.190
Within Groups
148901.553
978
152.251
Total
150612.369
986
Dalam tabel tersebut diketahui bahwa nilai F hitung 1.405 dengan signifikansinya 0.190 (p>0.05). Hal itu menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan perilaku korupsi pejabat di lingkungan Kementerian Agama RI dilihat dari bidang kerja. Untuk mengetahui perbedaan pelaksanaan nilai-nilai agama Pejabat Kementerian Agama RI dilihat dari golongan dapat dilihat pada tabel berikut ini: Variabel Keyakinan Peribadatan Larangan Mengambil Hak Orang Larangan Menggunakan Bukan Peruntukan Larangan Menyalahi Aturan
F 2.326 2.112 1.125
Sig. .018 .032 .343
1.646
.108
1.996
.044
Kesimpulan Ada Perbedaan Ada Perbedaan Tidak Ada Perbedaan Tidak Ada Perbedaan Ada Perbedaan
Pengaruh Nilai-nilai Agama dan Budaya Kerja dalam Pencegahan Tindakan Koruptif di Lingkungan Kementerian Agama
43
Tabel tersebut menunjukkan bahwa ada perbedaan tingkat keyakinan, peribadatan dan larangan menyalahi aturan dalam nilai-nilai agama dilihat dari golongan pejabat Kementerian Agama RI, karena nilai signifikansinya < 0.05. Artinya, dalam pengembangan golongan pejabat di lingkungan Kementerian Agama RI bidang nilai-nilai agama perlu diprioritaskan pada aspek keyakinan, peribadatan dan larangan menyalahi aturan. Sedangkan larangan mengambil hak orang dan larangan menggunakan bukan peruntukan tidak ada perbedaan dilihat dari golongan propinsi pejabat Kementerian Agama RI, karena nilai signifikansinya > 0.05. Untuk mengetahui perbedaan pelaksanaan budaya kerja Kementerian Agama RI pada pejabat Kementerian Agama RI dilihat dari golongan dapat dilihat pada tabel berikut ini: Variabel Integritas Profesionalisme Inovasi Tanggungjawab Keteladanan
F 1.479 2.441 1.725 .932 1.176
Sig. .161 .013 .089 .489 .310
Kesimpulan Tidak Ada Perbedaan Ada Perbedaan Tidak Ada Perbedaan Tidak Ada Perbedaan Tidak Ada Perbedaan
Tabel tersebut menunjukkan bahwa ada perbedaan tingkat profesionalisme dari budaya kerja kementerian Agama RI dilihat dari golongan pejabat Kementerian Agama RI, karena nilai signifikansinya <0.05. Artinya, dalam pengembangan golongan pejabat di lingkungan Kementerian Agama RI bidang budaya kerja Kementerian Agama RI perlu diprioritaskan pada aspek profesionalisme, karena hanya pada aspek ini yang memiliki perbedaan yang signifikan. Sedangkan integritas, inovasi, tanggung jawab dan keteladanan dari budaya kerja Kementerian Agama RI tidak 44
Pengaruh Nilai-nilai Agama dan Budaya Kerja dalam Pencegahan Tindakan Koruptif di Lingkungan Kementerian Agama
ada perbedaan dilihat dari asal propinsi pejabat Kementerian Agama RI, karena nilai signifikansinya > 0.05. 9. Jabatan Subjek Jumlah subjek penelitian ini sebanyak 987 pejabat di lingkungan Kementerian Agama RI yang tersebar di lima jenjang jabatan. Adapun rinciannya sebagaimana pada tabel sebagai berikut: Jabatan Frequency Valid
Percent
Cumulative Percent
Eselon II
22
2.2
2.2
Eselon III
217
22.0
24.2
Eselon IV
595
60.3
84.5
Eselon V
28
2.8
87.3
Fungsional
125
12.7
100.0
Total
987
100.0
Setelah diketahui distribusi subjek penelitian dilihat dari jenjang jabatan, lalu dilakukan uji beda untuk mengetahui perbedaan perilaku korupsi dilihat dari jenjang jabatan. Untuk itu dapat dilihat tabel berikut ini: ANOVA Perilaku_Korupsi Sum of Squares Between Groups Within Groups
df
Mean Square
616.778
4
154.195
149995.591
982
152.745
F
Sig.
1.009
.401
Pengaruh Nilai-nilai Agama dan Budaya Kerja dalam Pencegahan Tindakan Koruptif di Lingkungan Kementerian Agama
45
ANOVA Perilaku_Korupsi Sum of Squares Between Groups
df
Mean Square
616.778
4
154.195
Within Groups
149995.591
982
152.745
Total
150612.369
986
F
Sig.
1.009
.401
Dalam tabel tersebut diketahui bahwa nilai F hitung 1.009 dengan signifikansinya 0.401 (p>0.05). Hal itu menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan perilaku korupsi pejabat di lingkungan Kementerian Agama RI dilihat dari jenjang jabatan. Untuk mengetahui perbedaan pelaksanaan nilai-nilai agama pejabat Kementerian Agama RI dilihat dari jenjang jabatan dapat dilihat pada tabel berikut ini: Variabel Keyakinan
F 2.003
Sig. .092
Peribadatan
.934
.443
Larangan Mengambil Hak Orang Larangan Menggunakan Bukan Peruntukan Larangan Menyalahi Aturan
.483
.748
.969
.423
.979
.418
Tabel perbedaan mengambil 46
Kesimpulan Tidak Ada Perbedaan Tidak Ada Perbedaan Tidak Ada Perbedaan Tidak Ada Perbedaan Tidak Ada Perbedaan
tersebut menunjukkan bahwa tidak ada tingkat keyakinan, peribadatan, larangan hak orang, larangan menggunakan bukan
Pengaruh Nilai-nilai Agama dan Budaya Kerja dalam Pencegahan Tindakan Koruptif di Lingkungan Kementerian Agama
peruntukan dan larangan menyalahi aturan dalam nilai-nilai agama dilihat dari jenjang jabatan pejabat Kementerian Agama RI, karena nilai signifikansinya > 0.05. Untuk mengetahui perbedaan pelaksanaan budaya kerja Kementerian Agama RI pada pejabat Kementerian Agama RI dilihat dari jenjang jabatan dapat dilihat pada tabel berikut ini: Variabel Integritas Profesionalisme Inovasi Tanggungjawab Keteladanan
F 1.663 6.095 1.492 .573 .764
Sig. .156 .000 .202 .682 .549
Kesimpulan Tidak Ada Perbedaan Ada Perbedaan Tidak Ada Perbedaan Tidak Ada Perbedaan Tidak Ada Perbedaan
Tabel tersebut menunjukkan bahwa ada perbedaan tingkat profesionalisme dari budaya kerja kementerian Agama RI dilihat dari jenjang jabatan pejabat Kementerian Agama RI, karena nilai signifikansinya <0.05. Artinya, dalam pengembangan jenjang jabatan pejabat di lingkungan Kementerian Agama RI bidang budaya kerja Kementerian Agama RI perlu diprioritaskan pada aspek profesionalisme, karena hanya pada aspek ini yang memiliki perbedaan yang signifikan. Sedangkan integritas, inovasi, tanggung jawab dan keteladanan dari budaya kerja Kementerian Agama RI tidak ada perbedaan dilihat dari jenjang jabatan pejabat Kementerian Agama RI, karena nilai signifikansinya > 0.05. 10. Masa Kerja Subjek Jumlah subjek penelitian ini sebanyak 987 pejabat di lingkungan Kementerian Agama RI yang tersebar di tiga rentang masa kerja sebagai PNS. Adapun rinciannya sebagaimana pada tabel sebagai berikut: Pengaruh Nilai-nilai Agama dan Budaya Kerja dalam Pencegahan Tindakan Koruptif di Lingkungan Kementerian Agama
47
Masa_Kerja_PNS Frequency
Percent
Cumulative Percent
67
6.8
6.8
10 - 20 Tahun
446
45.2
52.0
> 20 Tahun
474
48.0
100.0
Total
987
100.0
Valid < 10 Tahun
Setelah diketahui distribusi subjek penelitian dilihat dari masa kerja sebagai PNS, lalu dilakukan uji beda untuk mengetahui perbedaan perilaku korupsi dilihat dari masa kerja sebagai PNS. Untuk itu dapat dilihat tabel berikut ini: ANOVA Perilaku_Korupsi Sum of Squares Between Groups
df
443.562
2
Within Groups
150168.807
984
Total
150612.369
986
Mean Square
F
221.781 1.453
Sig. .234
152.611
Dalam tabel tersebut diketahui bahwa nilai F hitung 1.453 dengan signifikansinya 0.234 (p>0.05). Hal itu menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan perilaku korupsi pejabat di lingkungan Kementerian Agama RI dilihat dari masa kerja sebagai PNS. Untuk mengetahui perbedaan pelaksanaan nilai-nilai agama Pejabat Kementerian Agama RI dilihat dari masa kerja dapat dilihat pada tabel berikut ini:
48
Pengaruh Nilai-nilai Agama dan Budaya Kerja dalam Pencegahan Tindakan Koruptif di Lingkungan Kementerian Agama
Variabel Keyakinan
F 2.089
Sig. .124
Peribadatan Larangan Mengambil Hak Orang Larangan Menggunakan Bukan Peruntukan Larangan Menyalahi Aturan
4.592 4.450
.010 .012
Kesimpulan Tidak Ada Perbedaan Ada Perbedaan Ada Perbedaan
4.594
.010
Ada Perbedaan
.130
.878
Tidak Ada Perbedaan
Tabel tersebut menunjukkan bahwa ada perbedaan tingkat peribadatan, larangan mengambil hak orang, larangan menggunakan bukan peruntukan dalam nilai-nilai agama dilihat dari masa kerja pejabat Kementerian Agama RI, karena nilai signifikansinya < 0.05. Artinya, dalam melihat masa kerja pejabat di lingkungan Kementerian Agama RI bidang nilainilai Agama perlu diprioritaskan pada aspek keyakinan, peribadatan, larangan mengambil hak orang, larangan menggunakan bukan peruntukan. Sedangkan keyakinan dan larangan menyalahi aturan tidak ada perbedaan dilihat dari masa kerja pejabat Kementerian Agama RI, karena nilai signifikansinya > 0.05. Untuk mengetahui perbedaan pelaksanaan budaya kerja Kementerian Agama RI pada pejabat Kementerian Agama RI dilihat dari masa kerja dapat dilihat pada tabel berikut ini: Variabel Integritas Profesionalisme Inovasi Tanggungjawab Keteladanan
F 1.680 .019 2.303 2.788 .507
Sig. .187 .981 .101 .062 .602
Kesimpulan Tidak Ada Perbedaan Tidak Ada Perbedaan Tidak Ada Perbedaan Tidak Ada Perbedaan Tidak Ada Perbedaan
Pengaruh Nilai-nilai Agama dan Budaya Kerja dalam Pencegahan Tindakan Koruptif di Lingkungan Kementerian Agama
49
Tabel tersebut menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan integritas, profesionalisme, inovasi, tanggung jawab dan keteladanan dari budaya kerja Kementerian Agama RI dilihat dari masa kerja pejabat Kementerian Agama RI, karena nilai signifikansinya > 0.05. 11. Ibadah Haji Subjek Jumlah subjek penelitian ini sebanyak 987 pejabat di lingkungan Kementerian Agama RI yang tersebar di empat alternatif pernah tidaknya melakukan ibadah haji. Adapun rinciannya sebagaimana pada tabel sebagai berikut: Ibadah_Haji
Valid
Frequency
Percent
Cumulative Percent
Belum Haji
530
53.7
53.7
1 Kali
256
25.9
79.6
2 Kali
123
12.5
92.1
> 2 Kali
78
7.9
100.0
Total
987
100.0
Setelah diketahui distribusi subjek penelitian dilihat dari sudah atau belum melaksanakan ibadah haji, lalu dilakukan uji beda untuk mengetahui perbedaan perilaku korupsi dilihat dari sudah atau belum melaksanakan ibadah haji. Untuk itu dapat dilihat tabel berikut ini: ANOVA Perilaku_Korupsi Sum of Squares Between Groups
df
Mean Square
F
Sig.
1.568
.196
717.130
3
239.043
Within Groups
149895.240
983
152.488
Total
150612.369
986
50
Pengaruh Nilai-nilai Agama dan Budaya Kerja dalam Pencegahan Tindakan Koruptif di Lingkungan Kementerian Agama
Dalam tabel tersebut diketahui bahwa nilai F hitung 1.568 dengan signifikansinya 0.196 (p>0.05). Hal itu menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan perilaku korupsi pejabat di lingkungan Kementerian Agama RI dilihat dari sudah atau belum melaksanakan ibadah haji. Untuk mengetahui perbedaan pelaksanaan nilai-nilai agama pejabat Kementerian Agama RI dilihat dari sudah atau belum melaksanakan ibadah haji dapat dilihat pada tabel berikut ini: Variabel Keyakinan Peribadatan Larangan Mengambil Hak Orang Larangan Menggunakan Bukan Peruntukan Larangan Menyalahi Aturan
F 5.643 7.309 1.935
Sig. .001 .000 .122
Kesimpulan Ada Perbedaan Ada Perbedaan Tidak Ada Perbedaan
1.912
.126 Tidak Ada Perbedaan
1.355
.255 Tidak Ada Perbedaan
Tabel tersebut menunjukkan bahwa ada perbedaan tingkat keyakinan dan peribadatan dalam nilai-nilai agama dilihat dari sudah atau belum melaksanakan ibadah haji pejabat Kementerian Agama RI, karena nilai signifikansinya < 0.05. Artinya, dalam pengembangan pejabat di lingkungan Kementerian Agama RI bidang nilai-nilai agama dalam konteks sudah atau belum melaksanakan ibadah haji perlu diprioritaskan pada aspek keyakinan dan peribadatan. Sedangkan larangan mengambil hak orang, larangan menggunakan bukan peruntukan dan larangan menyalahi aturan tidak ada perbedaan dilihat dari sudah atau belum melaksanakan ibadah haji pejabat Kementerian Agama RI, karena nilai signifikansinya > 0.05. Pengaruh Nilai-nilai Agama dan Budaya Kerja dalam Pencegahan Tindakan Koruptif di Lingkungan Kementerian Agama
51
Untuk mengetahui perbedaan pelaksanaan budaya kerja Kementerian Agama RI pada Pejabat Kementerian Agama RI dilihat dari sudah atau belum melaksanakan ibadah haji dapat dilihat pada tabel berikut ini: Variabel Integritas Profesionalisme Inovasi Tanggungjawab Keteladanan
F .717 1.220 .480 3.041 .361
Sig. .542 .301 .696 .028 .781
Kesimpulan Tidak Ada Perbedaan Tidak Ada Perbedaan Tidak Ada Perbedaan Ada Perbedaan Tidak Ada Perbedaan
Tabel tersebut menunjukkan bahwa ada perbedaan tingkat tanggung jawab dari budaya kerja Kementerian Agama RI dilihat dari sudah atau belum melaksanakan ibadah haji pejabat Kementerian Agama RI, karena nilai signifikansinya < 0.05. Artinya, dalam pengembangan pejabat di lingkungan Kementerian Agama RI bidang budaya kerja dalam konteks sudah atau belum melaksanakan ibadah haji Kementerian Agama RI perlu diprioritaskan pada aspek Tanggungjawab, karena hanya pada aspek ini yang memiliki perbedaan yang signifikan. Sedangkan integritas, profesionalisme, inovasi, dan keteladanan dari budaya kerja Kementerian Agama RI tidak ada perbedaan dilihat dari sudah atau belum melaksanakan ibadah haji pejabat Kementerian Agama RI, karena nilai signifikansinya > 0.05. B. Deskripsi Data Penelitian Data penelitian terdiri dari variabel dependent (perilaku korupsi) dan variabel independent: Nilai-nilai Agama (keyakinan, peribadatan, larangan mengambil hak orang, larangan menggunakan bukan peruntukan dan larangan menyalahi aturan) dan budaya kerja Kementerian 52
Pengaruh Nilai-nilai Agama dan Budaya Kerja dalam Pencegahan Tindakan Koruptif di Lingkungan Kementerian Agama
Agama RI (integritas, profesionalisme, inovasi, tanggung jawab dan keteladanan) pada pejabat Kementerian Agama RI. Adapun deskripsi masing-masing data sebagaimana pada tabel berikut ini: Descriptive Statistics N
Sum
Mean
Std. Deviation
Perilaku_korupsi
987
49072.16 49.7185
12.35924
Keyakinan
987
49933.40 50.5911
12.90063
Peribadatan
987
49758.84 50.4142
13.06235
Larangan_Mengambil_Hak_ Orang
987
50262.99 50.9250
8.44740
Larangan_Menggunakan_Bu kan_ Peruntukan
987
49670.08 50.3243
9.64366
Larangan_Menyalahi_Aturan
987
49346.60 49.9966
10.11335
Integritas
987
49587.60 50.2407
9.70623
Profesionalisme
987
49388.80 50.0393
10.54781
Inovasi
987
49495.37 50.1473
10.19220
Tanggungjawab
987
49497.37 50.1493
10.30537
Keteladanan
987
49764.67 50.4201
9.52994
Valid N (listwise)
987
Berdasarkan deskripsi data di atas, kategorisasi skor variabel dapat dikategorikan ke dalam dua kelompok, yaitu tinggi (skor nilai > mean) dan rendah (skor nilai < mean). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada uraian sebagai berikut:
Pengaruh Nilai-nilai Agama dan Budaya Kerja dalam Pencegahan Tindakan Koruptif di Lingkungan Kementerian Agama
53
1. Perilaku Korupsi Data perilaku korupsi skor mean 49.72 dengan standar deviasi 12.36 dengan jumlah 49072. Data tersebut kemudian dikelompokkan dalam dua kategori, tinggi dan rendah. Kategori Tinggi Rendah
Rentang Nilai > 49.71 < 49.71 Total
Frekuensi 496 491 987
Prosentasi 50.2 49.8 100%
Tabel tersebut menunjukkan bahwa perilaku korupsi pejabat Kementerian Agama RI lebih banyak yang tinggi daripada yang rendah dengan selisih 04%. Hal itu menunjukkan potensi korupsi pejabat Kementerian Agama RI cenderung di atas rata-rata. 2. Keyakinan Data keyakinan dalam nilai-nilai agama skor mean 50.59 dengan standar deviasi 12.9 dengan jumlah 49933.4 Data tersebut kemudian dikelompokkan dalam dua kategori, tinggi dan rendah. Kategori Tinggi Rendah
Rentang Nilai > 50.59 < 50.59 Total
Frekuensi 667 320 987
Prosentasi 67.6 32.4 100%
Tabel tersebut menunjukkan bahwa keyakinan pada nilai-nilai agama pejabat Kementerian Agama RI lebih banyak yang tinggi daripada yang rendah dengan selisih 35.2%. Hal itu menunjukkan potensi keyakinan pada nilai-nilai agama pejabat Kementerian Agama RI sangat tinggi di atas rata-rata.
54
Pengaruh Nilai-nilai Agama dan Budaya Kerja dalam Pencegahan Tindakan Koruptif di Lingkungan Kementerian Agama
3. Peribadatan Data peribadatan dalam nilai-nilai agama skor mean 50.41 dengan standar deviasi 13.06 dengan jumlah 49758.8 Data tersebut kemudian dikelompokkan dalam dua kategori, tinggi dan rendah. Kategori Tinggi Rendah
Rentang Nilai > 50.41 < 50.41 Total
Frekuensi 555 432 987
Prosentasi 56.2 43.8 100%
Tabel tersebut menunjukkan bahwa peribadatan pada nilai-nilai agama pejabat Kementerian Agama RI lebih banyak yang tinggi daripada yang rendah dengan selisih 12.4%. Hal itu menunjukkan bahwa pelaksanaan peribadatan pada Nilainilai agama pejabat Kementerian Agama RI cenderung cukup tinggi di atas rata-rata. 4. Larangan Mengambil Hak Orang Data larangan mengambil hak orang dalam nilai-nilai agama skor mean 50.92 dengan standar deviasi 8.45 dengan jumlah 50262.9 Data tersebut kemudian dikelompokkan dalam dua kategori, tinggi dan rendah. Kategori Tinggi Rendah
Rentang Nilai Frekuensi Prosentasi > 50.92 665 67.4 < 50.92 322 32.6 Total 987 100% Tabel tersebut menunjukkan bahwa larangan mengambil hak orang pada nilai-nilai agama pejabat Kementerian Agama RI lebih banyak yang tinggi daripada yang rendah dengan selisih 34.8%. Hal itu menunjukkan bahwa menghindari larangan mengambil hak orang pada Pengaruh Nilai-nilai Agama dan Budaya Kerja dalam Pencegahan Tindakan Koruptif di Lingkungan Kementerian Agama
55
nilai-nilai Agama pejabat Kementerian Agama RI cenderung sangat tinggi di atas rata-rata. 5. Larangan Menggunakan Bukan Peruntukan Data menggunakan bukan peruntukan dalam nilainilai agama skor mean 50.32 dengan standar deviasi 9.64 dengan jumlah 49670.1 Data tersebut kemudian dikelompokkan dalam dua kategori, tinggi dan rendah. Kategori
Rentang Nilai
Frekuensi
Prosentasi
Tinggi
> 50.32
459
46.5
Rendah
< 50.32
528
53.5
Total
987
100%
Tabel tersebut menunjukkan bahwa larangan menggunakan bukan peruntukan pada nilai-nilai agama pejabat Kementerian Agama RI lebih banyak yang rendah daripada yang tinggi dengan selisih 7%. Hal itu menunjukkan bahwa menghindari larangan menggunakan bukan peruntukan pada nilai-nilai agama pejabat Kementerian Agama RI cenderung rendah di bawah rata-rata. 6. Larangan Menyalahi Aturan Data larangan menyalahi aturan dalam nilai-nilai agama skor mean 49.99 dengan standar deviasi 10.11 dengan jumlah 49346.6 Data tersebut kemudian dikelompokkan dalam dua kategori, tinggi dan rendah. Kategori Tinggi Rendah
56
Rentang Nilai > 49.99 < 49.99 Total
Frekuensi 520 467 987
Prosentasi 52.7 47.3 100%
Pengaruh Nilai-nilai Agama dan Budaya Kerja dalam Pencegahan Tindakan Koruptif di Lingkungan Kementerian Agama
Tabel tersebut menunjukkan bahwa larangan menyalahi aturan pada nilai-nilai agama pejabat Kementerian Agama RI lebih banyak yang tinggi daripada yang rendah dengan selisih 5.4%. Hal itu menunjukkan bahwa menghindari larangan menyalahi aturan pada nilai-nilai agama pejabat Kementerian Agama RI cenderung di atas ratarata. 7. Integritas Data integritas dalam budaya kerja kementerian Agama RI skor mean 50.24 dengan standar deviasi 9.7 dengan jumlah 49587.6 Data tersebut kemudian dikelompokkan dalam dua kategori, tinggi dan rendah. Kategori
Rentang Nilai
Frekuensi
Prosentasi
Tinggi
> 50.24
414
41.9
Rendah
< 50.24
573
58.1
Total
987
100%
Tabel tersebut menunjukkan bahwa integritas dalam budaya kerja Kementerian Agama RI pada pejabat Kementerian Agama RI lebih banyak yang rendah daripada yang tinggi dengan selisih 16.2%. Hal itu menunjukkan bahwa integritas dalam budaya kerja Kementerian Agama RI pada pejabat Kementerian Agama RI cukup rendah di bawah rata-rata. 8. Profesionalisme Data profesionalisme dalam budaya kerja Kementerian Agama RI skor mean 50.18 dengan standar deviasi 10.19 dengan jumlah 49495.4. Data tersebut kemudian dikelompokkan dalam dua kategori, tinggi dan rendah. Pengaruh Nilai-nilai Agama dan Budaya Kerja dalam Pencegahan Tindakan Koruptif di Lingkungan Kementerian Agama
57
Kategori
Rentang Nilai
Frekuensi
Prosentasi
Tinggi
> 50.03
465
47.1
Rendah
< 50.03
522
52.9
Total
987
100%
Tabel tersebut menunjukkan bahwa profesionalisme dalam budaya kerja Kementerian Agama RI pada pejabat Kementerian Agama RI lebih banyak yang rendah daripada yang tinggi dengan selisih 5.8%. Hal itu menunjukkan bahwa integritas dalam budaya kerja Kementerian Agama RI pada pejabat Kementerian Agama RI cukup rendah di bawah ratarata. 9. Inovasi Data Inovasi dalam budaya kerja kementerian Agama RI skor mean 50.14 dengan standar deviasi 10.19 dengan jumlah 49495.37 Data tersebut kemudian dikelompokkan dalam dua kategori, tinggi dan rendah. Kategori
Rentang Nilai
Frekuensi
Prosentasi
Tinggi
> 50.14
621
62.9
Rendah
< 50.14
366
37.1
Total
987
100%
Tabel tersebut menunjukkan bahwa inovasi dalam budaya kerja Kementerian Agama RI pada pejabat Kementerian Agama RI lebih banyak yang tinggi daripada yang rendah dengan selisih 25.8%. Hal itu menunjukkan bahwa inovasi dalam budaya kerja Kementerian Agama RI pada pejabat Kementerian Agama RI sangat tinggi di atas rata-rata. 58
Pengaruh Nilai-nilai Agama dan Budaya Kerja dalam Pencegahan Tindakan Koruptif di Lingkungan Kementerian Agama
10. Tanggungjawab Data Tanggungjawab dalam budaya kerja Kementerian Agama RI skor mean 50.15 dengan standar deviasi 10.3 dengan jumlah 49497.37. Data tersebut kemudian dikelompokkan dalam dua kategori, tinggi dan rendah. Kategori
Rentang Nilai
Frekuensi
Prosentasi
Tinggi
> 50.14
466
47.2
Rendah
< 50.14
521
52.8
Total
987
100%
Tabel tersebut menunjukkan bahwa tanggungjawab dalam budaya kerja Kementerian Agama RI pada pejabat Kementerian Agama RI lebih banyak yang rendah daripada yang tinggi dengan selisih 5.6%. Hal itu menunjukkan bahwa tanggungjawab dalam budaya kerja Kementerian Agama RI pada pejabat Kementerian Agama RI cenderung rendah di bawah rata-rata. 11. Keteladanan Data keteladanan dalam budaya kerja Kementerian Agama RI skor mean 50.42 dengan standar deviasi 9.52 dengan jumlah 49764.7 Data tersebut kemudian dikelompokkan dalam dua kategori, tinggi dan rendah. Kategori
Rentang Nilai
Frekuensi
Prosentasi
Tinggi
> 50.42
676
68.5
Rendah
< 50.42
311
31.5
Total
100%
Pengaruh Nilai-nilai Agama dan Budaya Kerja dalam Pencegahan Tindakan Koruptif di Lingkungan Kementerian Agama
59
Tabel tersebut menunjukkan bahwa keteladanan dalam budaya kerja Kementerian Agama RI pada pejabat Kementerian Agama RI lebih banyak yang tinggi daripada yang rendah dengan selisih 37%. Hal itu menunjukkan bahwa keteladanan dalam budaya kerja Kementerian Agama RI pada pejabat Kementerian Agama RI sangat tinggi di atas rata-rata.
C. Uji Hipotesis Pengaruh Nilai-nilai Agama dan Budaya Kerja terhadap Perilaku Korupsi 1.
Pengujian dengan Structural Equation Modeling (SEM)
Structural Equation Modeling (SEM) atau model persamaan struktural merupakan analisis multivariat yang digunakan untuk menganalisis hubungan antar variabel secara kompleks. Analisis data dengan mengunakan SEM berfungsi untuk menjelaskan secara menyeluruh hubungan antar variabel yang ada dalam penelitian. SEM digunakan untuk memeriksa dan membenarkan suatu model. Syarat utama menggunakan SEM adalah membangun suatu model hipotesis bentuk diagram jalur. SEM merupakan sekumpulan teknik–teknik statistik yang memungkinkan pengujian sebuah rangkaian hubungan secara simultan. Model struktural dalam SEM meliputi hubungan antar variabel laten dan hanya dapat dianalisis jika hubungan ini dianggap linear dan sesuai dengan data empiriknya. Sesuai dengan hipotesis dan skema yang dihasilkan dalam susunan kerangka teori, maka model yang akan diuji adalah model sebagaimana pada gambar berikut. 60
Pengaruh Nilai-nilai Agama dan Budaya Kerja dalam Pencegahan Tindakan Koruptif di Lingkungan Kementerian Agama
Berdasarkan model teoretik yang digambarkan dalam diagram jalur dilakukan pula pemeriksaan goodness of fit (GOF) untuk melihat apakah model yang ada fit atau tidak dengan data.
Gambar tersebut memperlihatkan nilai Chisquares 728,623 dengan nilai probability 0,000. Ini berarti bahwa model penelitian yang diajukan dalam hipotesis ini belum sesuai dengan data yang ada.
Pengaruh Nilai-nilai Agama dan Budaya Kerja dalam Pencegahan Tindakan Koruptif di Lingkungan Kementerian Agama
61
Tabel Model Baseline Comparisons Model Default model Saturated model Independence model
NFI Delta1
RFI rho1
IFI Delta2
TLI rho2
CFI
,834
,776
,845
,790
,844
1,000 ,000
1,000 ,000
,000
1,000 ,000
,000
Hal ini didukung oleh kriteria goodness of fit lainnya yaitu nilai NFI (0,834), CFI (0,844), dan TLI (0,790) yang berada jauh dari 0,90 serta nilai RMSEA (0,108) yang lebih besar daripada 0,08 menunjukkan model tidak fit dengan data. Oleh karena itu, yang diperlukan adalah respesifikasi model yang dianjurkan dalam indeks modifikasi untuk menghubungkan error. Menghubungkan error memang merupakan pilihan yang terakhir untuk dilakukan karena jika tidak didukung oleh alasan yang tepat dan memungkinkan secara teoretik, maka hal ini tidak boleh dilakukan. Namun demikian, meskipun menghubungkan error sebaiknya dihindari, korelasi antar variabel error (unique factor covariance) akan selalu ada saat beberapa pertanyaan disampaikan dalam satu waktu. Kesalahan pada satu item pertanyaan akan berpengaruh positif pada kesalahan item yang lain. Penambahan koneksi antar variabel error ini dilakukan hingga akhirnya model dinyatakan fit. Berdasarkan indeks modifikasi nilai yang paling besar dan memungkinkan untuk dilakukan adalah mengkorelasikan beberapa eror. Modifikasi ini menghasilkan gambar berikut.
62
Pengaruh Nilai-nilai Agama dan Budaya Kerja dalam Pencegahan Tindakan Koruptif di Lingkungan Kementerian Agama
Setelah dilakukan modifikasi sebagaimana tampak pada gambar di atas terdapat penurunan nilai Chisquares menjadi 51,800 dengan nilai probability 0,100. Ini berarti bahwa model penelitian yang diajukan dalam hipotesis ini sudah sesuai dengan data yang ada. Begitu jika melihat kriteria goodness of fit lainnya yaitu nilai NFI (0,988), CFI (0,991), dan TLI (0,995) yang berada di atas 0,90 serta nilai RMSEA (0,017) yang lebih kecil daripada 0,08 menunjukkan model sudah fit dengan data. Namun, perlu dicatat bahwa untuk mendapat model yang fit diperlukan korelasi antara error eksogen dan endogen. Hal ini disebabkan kompleksitas masalah intensi perilaku korupsi yang sesungguhnya tidak sederhana, sehingga memerlukan penjelasan dan pemodelan yang kompleks.
Pengaruh Nilai-nilai Agama dan Budaya Kerja dalam Pencegahan Tindakan Koruptif di Lingkungan Kementerian Agama
63
Baseline Comparisons Model Default model Saturated model Independence model
NFI Delta1
RFI rho1
IFI Delta2
TLI rho2
CFI
,988
,977
,997
,995
,997
1,000 ,000
1,000 ,000
1,000
,000
,000
,000
Hasil pengujian goodness of fit memperlihatkan bahwa model hasil modifikasi fit dengan data yang ada. Regression Weights: (Group number 1 - Default model)
<--<---
Nilai Agama Budaya Kerja
,187 5,694
S.E . ,126 ,992
<---
Nilai Agama
-,345
<---
Budaya Kerja
<---
Estimate Organisasi Organisasi PendorongPeri laku PendorongPeri laku PendorongPeri laku Larang Salah Aturan LarangGunaH ak Larang Ambil Hak Peribadatan Keyakinan Keteladanan Inovasi TanggungJawa b Profesionalitas Integrasi
64
C.R.
P
Label
1,484 5,738
,138 par_15 *** par_16
,055
-6,328
*** par_13
-,162
,322
-,503
,615 par_14
Organisasi
,003
,013
,190
,850 par_17
<---
Nilai Agama
,273
,028
9,796
*** par_1
<---
Nilai Agama
,184
,022
8,456
*** par_2
<---
Nilai Agama
,423
,038
11,200
*** par_3
<--<--<--<---
Nilai Agama Nilai Agama Budaya Kerja Budaya Kerja
1,000 1,101 1,000 ,822
,091
12,124
*** par_4
,104
7,915
*** par_5
<---
Budaya Kerja
3,235
,374
8,644
*** par_6
<--<---
Budaya Kerja Budaya Kerja
3,455 2,160
,405 ,263
8,522 8,206
*** par_7 *** par_8
Pengaruh Nilai-nilai Agama dan Budaya Kerja dalam Pencegahan Tindakan Koruptif di Lingkungan Kementerian Agama
Estimate PerilakuKorup si PerilakuKorup si PerilakuKorup si PerilakuKorup si
S.E .
C.R.
P
Label
<---
Nilai Agama
-,374
,118
-3,165
,002 par_9
<---
Budaya Kerja
-,599
,703
-,852
,394 par_10
<---
Organisasi
,067
,029
2,291
,022 par_11
<---
Pendorong Perilaku
-,033
,073
-,448
,654 par_12
Hasil output regresi juga menunjukkan bahwa semua indikator berhubungan dengan konstruk laten, baik nilai agama maupun budaya kerja. Untuk selanjutnya adalah melihat model kausalitas antara variabel. Pengujian hipotesis dilakukan dengan membandingkan nilai C.R. dengan nilai kritis yang identik dengan nilat t hitung, yakni 1,65 pada tingkat signifikansi 5%. Jika nilai C.R. lebih besar daripada nilai kritisnya dengan tingkat signifikansi p < 0,05, maka hipotesis yang diajukan diterima. Tetapi, apabila nilai C.R. belum dapat mencapai nilai kritisnya pada tingkat signifikansi p > 0,05, maka hipotesis yang diajukan ditolak. Seperti tampak pada tabel di atas, maka dapat dipaparkan kesimpulan pengujian hipotesis sebagai berikut: 1.
Nilai C.R. konstruk budaya kerja dan nilai agama, dibentuk oleh dimensi yang memiliki sumbangan positif dan signifikan dikarenakan memiliki nilai kritis di atas 1,65. Estimate
C.R.
P
0,822
7,915
***
Budaya Kerja
3,235
8,644
***
<---
Budaya Kerja
3,455
8,522
***
<---
Budaya Kerja
2,16
8,206
***
Keteladanan
<---
Budaya Kerja
1
Inovasi
<---
Budaya Kerja
TanggungJawab
<---
Profesionalitas Integrasi
Pengaruh Nilai-nilai Agama dan Budaya Kerja dalam Pencegahan Tindakan Koruptif di Lingkungan Kementerian Agama
65
LarangSalahAturan <---
Nilai Agama
0,273
9,796
***
LarangGunaHak
<---
Nilai Agama
0,184
8,456
***
LarangAmbilHak
<---
Nilai Agama
0,423
11,2
***
Peribadatan
<---
Nilai Agama
1
Keyakinan
<---
Nilai Agama
1,101
12,124
***
2.
Nilai C.R. konstruk laten budaya kerja ke variabel endogen secara organisasi, perdorong perilaku dan perilaku korupsi berturut-turut adalah sebesar 5,738, 0,,503, dan -0,852. Nilai ini kemudian dibandingkan dengan nilai kritis sebesar 1,65 dan dapat disimpulkan bahwa hubungan kausalitas yang bisa diterima secara signifikan hanyalah pengaruh budaya kerja terhadap faktor-faktor organisasi. Estimate Organisasi Pendorong Perilaku Perilaku Korupsi
<--<--<---
Budaya Kerja Budaya Kerja Budaya Kerja
S.E.
C.R.
0,992
5,738
***
-0,162
0,322 -0,503
0,615
-0,599
0,703 -0,852
0,394
5,694
P
Sementara pengaruh budaya kerja terhadap perilaku korupsi dan pendorong perilaku tidak signifikan. 3.
Nilai C.R. konstruk laten nilai agama terhadap faktor organisasi, perndrong perilaku, dan perilaku korupsi sebesar 1,484, -6,328, dam -3,165. Nilai ini kemudian dibandingkan dengan nilai kritis sebesar 1,65 dan dapat disimpulkan bahwa pengaruh variabel nilai agama dan faktor pendorong perilaku signifikan pada taraf 0,001, sedangkan pengaruh variabel nilai agama dan faktor perilaku korupsi signifikan pada taraf 0,005. Sementara terhadap faktor organisasi tidak signifikan.
66
Pengaruh Nilai-nilai Agama dan Budaya Kerja dalam Pencegahan Tindakan Koruptif di Lingkungan Kementerian Agama
C.R.
P
Organisasi
<---
Nilai Agama
0,187
1,484
0,138
Pendorong Perilaku
<---
Nilai Agama
-0,345
-6,328
***
<---
Nilai Agama
-0,374
-3,165
0,002
PerilakuKorupsi
4.
Estimate
Nilai C.R. variabel observed organisasi ke konstruk pendorong perilaku dan perilaku korupsi secara berturutturut adalah sebesar 0,19 dan 2,291. Sementara nilai variabel observed pendorong perilaku ke perilaku sebesar -0,448. Nilai ini kemudian dibandingkan dengan nilai kritis sebesar 1,65 dan dapat disimpulkan bahwa tidak hubungan kausal yang dapat diterima secara signifikan pada taraf signifikansi 0,001, tetapi jika dilihat pada taraf signifikan 0,05 maka pengaruh faktor organisasi terhadap perilaku korupsi diterima secara signifikan. Estimate Pendorong Perilaku Perilaku Korupsi Perilaku Korupsi
<---
Organisasi
<---
Organisasi Pendorong Perilaku
<---
Adapun sumbang ditampilkan pada tabel berikut.
0,003
C.R.
P
0,19
0,85
0,067 2,291 0,022 -0,033 0,448 0,654
masing-masing
variabel
Pengaruh Nilai-nilai Agama dan Budaya Kerja dalam Pencegahan Tindakan Koruptif di Lingkungan Kementerian Agama
67
Standardized Regression Weights Estimate Organisasi
<---
Nilai Agama
,066
Organisasi
<---
Budaya Kerja
,290
PendorongPerilaku
<---
Nilai Agama
-,304
PendorongPerilaku
<---
Budaya Kerja
-,021
PendorongPerilaku
<---
Organisasi
PerilakuKorupsi
<---
Nilai Agama
-,152
PerilakuKorupsi
<---
Budaya Kerja
-,035
PerilakuKorupsi
<---
Organisasi
PerilakuKorupsi
<---
PendorongPerilaku
,006
,077 -,015
Untuk selanjutnya adalah melihat pengaruh langsung dan tidak langsung dari setiap variabel independen terhadap variabel dependen. Adapun gambaran sumbangan pengaruh masing-masing variabel diperlihatkan pada tabel berikut. Pengaruh Eksogen terhadap Endogen
Nilai Agama Budaya Kerja Organisasi Pendorong Perilaku
Faktor Organisasi 0,066 0,29
Pendorong Perilaku -0,304 -0,019 0,006
Perilaku Korupsi -0,142 -0,012 0,077 -0,015
Dari tabel tersebut, pengaruh variabel nilai agama terhadap faktor organisasi sebesar 6,6%, faktor pendorong sebesar perilaku -30,4%, dan perilaku korupsi sebesar -14,2%. Pengaruh budaya kerja terhadap faktor organisasi sebesar 29%, pendorong perilaku sebesar 1,9%, dan perilaku korupsi 68
Pengaruh Nilai-nilai Agama dan Budaya Kerja dalam Pencegahan Tindakan Koruptif di Lingkungan Kementerian Agama
sebesar -1,2%. Pengaruh faktor organisasi terhadap pendorong perilaku sebesar 6% dan perilaku korupsi sebesar 7,7%. Sementara pengaruh pendorong perilaku terhadap perilaku korupsi sebesar -1,5%. Namun demikian, yang signifikan hanyalah pengaruh nilai agama terhadap pendorong perilaku (p=0,001) dan perilaku korupsi (p=0,005) serta pengaruh budaya kerja terhadap faktor organisasi (p=0,001). 2. Pengujian dengan Multi Regresi Dalam pengujian hipotesis ini, pertanyaan yang perlu dijawab adalah apakah ada pengaruh nilai-nilai Agama (yang terdiri atas keyakinan, peribadatan, larangan mengambil hak orang, larangan menggunakan bukan peruntukan dan larangan menyalahi aturan) dan budaya kerja Kementerian Agama RI (yang terdiri atas integritas, profesionalisme, inovasi, tanggung jawab, dan keteladanan) terhadap perilaku korupsi? Dari hasil perhitungan SPSS dengan multi regresi diperoleh hasil sebagai berikut: ANOVAb Sum of Squares
Df
Mean Square
F
10381.931
10
1038.193
7.226
Residual
140230.438
976
143.679
Total
150612.369
986
Model 1
a.
Regression
Sig. .000a
Predictors: (constant), keteladanan, larangan_menyalahi_ aturan, profesionalisme, keyakinan, larangan_ menggunakan_bukan_peruntukan, larangan_mengambil_ hak_orang, integritas, peribadatan, inovasi, tanggung jawab
b. Dependent Variable: Perilaku_Korupsi Pengaruh Nilai-nilai Agama dan Budaya Kerja dalam Pencegahan Tindakan Koruptif di Lingkungan Kementerian Agama
69
Berdasarkan tabel Anova tersebut dapat diketahui bahwa nilai F hitung 7.226 dengan signifikansi 0.000 (p < 0.05). Hasil tersebut menunjukkan bahwa hipotesis nihil yang menyatakan tidak ada pengaruh yang signifikan nilai-nilai agama yang terdiri atas keyakinan, peribadatan, larangan mengambil hak orang, larangan menggunakan bukan peruntukan dan larangan menyalahi aturan dalam nilai-nilai agama dan budaya kerja Kementerian Agama RI yang terdiri atas integritas, profesionalisme, inovasi, tanggung jawab, dan keteladanan terhadap perilaku korupsi ditolak. Artinya, ada pengaruh yang signifikan secara bersama-sama nilai-nilai agama yang terdiri atas keyakinan, peribadatan, larangan mengambil hak orang, larangan menggunakan bukan peruntukan dan larangan menyalahi aturan serta budaya kerja yang terdiri atas integritas, profesionalisme, inovasi, tanggung jawab, dan keteladanan terhadap perilaku korupsi. Coefficientsa Standard Unstandardi ized zed Coefficie Coefficients nts Model 1
70
B
Std. Error
Beta
T
Sig.
(Constant)
73.17 5
3.478
21.040
.000
Keyakinan
-.063
.033
-.066 -1.919
.055
Peribadatan
.039
.034
.041 1.135
.257
Larangan_Mengambil_H -.130 ak_Orang
.052
-.089 -2.482
.013
Larangan_Menggunakan -.067 _Bukan_ Peruntukan
.044
-.052 -1.532
.126
Pengaruh Nilai-nilai Agama dan Budaya Kerja dalam Pencegahan Tindakan Koruptif di Lingkungan Kementerian Agama
Larangan_Menyalahi_At uran
.028
.040
.701
.483
-.096
.047
-.075 -2.054
.040
Profesionalisme
.059
.040
.050 1.448
.148
Tanggungjawab
-.101
.047
-.084 -2.154
.031
Inovasi
-.030
.047
-.025
-.636
.525
Keteladanan
-.103
.047
-.079 -2.176
.030
Integritas
.023
a. Dependent Variable: Perilaku_korupsi
Untuk mengetahui pengaruh masing-masing variabel dapat dilihat pada tabel koefesien regresi di atas, dengan hasil sebagai berikut: 1. Keyakinan akan nilai-nilai agama diperoleh nilai t-hitung 1.9.19 dengan signifikasinya 0.055 (p > 0.05). Dari hasil tersebut dapat dipahami bahwa keyakinan akan nilai-nilai agama dengan arah negatif tidak mempengaruhi secara signifikan terhadap perilaku korupsi. 2. Peribadatan yang menjadi bagian dari nilai-nilai agama diperoleh nilai t-hitung 1.135 dengan signifikasinya 0.257 (p > 0.05). Dari hasil tersebut dapat dipahami bahwa peribadatan yang menjadi bagian dari nilai-nilai agama dengan arah positif tidak mempengaruhi secara signifikan terhadap perilaku korupsi. 3. Larangan mengambil hak orang sebagai bagian dari nilainilai agama diperoleh nilai t-hitung -2.482 dengan signifikansi 0.013 (P < 0.05). Dari hasil tersebut dapat dipahami bahwa larangan mengambil hak orang dengan arah negatif mempengaruhi secara signifikan terhadap perilaku korupsi. Artinya, semakin tinggi menghindari
Pengaruh Nilai-nilai Agama dan Budaya Kerja dalam Pencegahan Tindakan Koruptif di Lingkungan Kementerian Agama
71
larangan mengambil hak orang maka semakin rendah perilaku korupsinya. 4. Larangan menggunakan bukan peruntukan sebagai bagian dari nilai-nilai agama diperoleh nilai t hitung 1.532 dengan signifikansi 0.126 (P > 0.05). Dari hasil tersebut dapat dipahami bahwa larangan menggunakan bukan peruntukan dengan arah negatif tidak mempengaruhi secara signifikan terhadap perilaku korupsi. 5. Larangan menyalahi aturan sebagai bagian dari nilai-nilai agama diperoleh nilai t hitung.0.701 dengan signifikansi 0.483 (P > 0.05). Dari hasil tersebut dapat dipahami bahwa larangan menyalahi aturan dengan arah positif tidak mempengaruhi secara signifikan terhadap perilaku korupsi. 6. Integritas sebagai bagian dari budaya kerja Kementerian Agama RI diperoleh nilai t hitung -2.054 dengan signifikansi 0.040 (P < 0.05). Dari hasil tersebut dapat dipahami bahwa Integritas dengan arah negatif mempengaruhi secara signifikan terhadap perilaku korupsi. Artinya, semakin tinggi Integritas pejabat Kementerian Agama RI maka semakin rendah perilaku korupsinya. 7. Profesionalisme sebagai bagian dari budaya kerja Kementerian Agama RI diperoleh nilai t hitung 1.448 dengan signifikansi 0.148 (P > 0.05). Dari hasil tersebut dapat dipahami bahwa profesionalisme dengan arah positif tidak mempengaruhi secara signifikan terhadap perilaku korupsi.
72
Pengaruh Nilai-nilai Agama dan Budaya Kerja dalam Pencegahan Tindakan Koruptif di Lingkungan Kementerian Agama
8. Inovasi sebagai bagian dari budaya kerja Kementerian Agama RI diperoleh nilai t hitung -0.636 dengan signifikansi 0.525 (P > 0.05). Dari hasil tersebut dapat dipahami bahwa inovasi dengan arah negatif tidak mempengaruhi secara signifikan terhadap perilaku korupsi. 9. Tanggung jawab sebagai bagian dari budaya kerja Kementerian Agama RI diperoleh nilai t hitung -2.154 dengan signifikansi 0.031 (P < 0.05). Dari hasil tersebut dapat dipahami bahwa tanggung jawab dengan arah negatif mempengaruhi secara signifikan terhadap perilaku korupsi. Artinya, semakin tinggi tanggung jawab pejabat Kementerian Agama RI maka semakin rendah perilaku korupsinya. 10. Keteladanan sebagai bagian dari budaya kerja Kementerian Agama RI diperoleh nilai t hitung -2.176 dengan signifikansi 0.030 (P < 0.05). Dari hasil tersebut dapat dipahami bahwa keteladanan dengan arah negatif mempengaruhi secara signifikan terhadap perilaku korupsi. Artinya, semakin tinggi keteladanan pejabat Kementerian Agama RI maka semakin rendah perilaku korupsinya. Hasil itu dapat dipahami bahwa pencegahan perilaku korupsi dapat dilakukan dengan cara mempertinggi intensitas: 1. Larangan pada pejabat Kementerian Agama RI agar tidak menggunakan fasilitas, sarana dan apapun yang bukan miliknya. Kebiasaan mencampur-adukkan penggunaan Pengaruh Nilai-nilai Agama dan Budaya Kerja dalam Pencegahan Tindakan Koruptif di Lingkungan Kementerian Agama
73
barang milik pribadi dan milik kantor merupakan bagian dari pemicu perilaku korupsi. Harta milik pribadi tetap utuh dan baik, karena jarang digunakan, sementara harta benda milik kantor dengan segala fasilitasnya digunakan seenaknya. 2. Memberi keteladanan dalam berperilaku, sikap dan tutur kata dalam upaya-upaya menghindari perilaku korupsi, terutama yang diberikan oleh para pimpinan. Perilaku yang bersahaja memberikan contoh tauladan yang baik pada yang lain. Perilaku dan sikap “show off” pimpinan atau kolega menjadi stimulir bagi yang lain untuk menampilkan diri minimal sama dengan yang dicontohkan. 3. Mengambil tanggung jawab yang utuh dalam berbagai tugas yang ada. Tanggung jawab tinggi berimplikasi pada kehati-hatian dalam bekerja 4. Memiliki jiwa integritas yang ditandai dengan sikap jujur dalam setiap kata dan perbuatan. Untuk mengetahui besaran kontribusi semua nilai-nilai agama (yang terdiri atas keyakinan, peribadatan, larangan mengambil hak orang, larangan menggunakan bukan peruntukan dan larangan menyalahi aturan) dan budaya kerja Kementerian Agama RI (yang terdiri atas integritas, profesionalisme, inovasi, tanggung jawab, dan keteladanan) terhadap perilaku korupsi. Hal itu dapat dilihat pada model summary sebagai berikut:
74
Pengaruh Nilai-nilai Agama dan Budaya Kerja dalam Pencegahan Tindakan Koruptif di Lingkungan Kementerian Agama
Model Summary Model 1
R .263a
R Square .069
Adjusted R Square .059
Std. Error of the Estimate 11.98661
Predictors: (constant), keteladanan, larangan_menyalahi_aturan, profesionalisme, keyakinan, larangan_menggunakan_bukan_peruntukan, larangan_ mengambil_hak_orang, integritas, peribadatan, inovasi, tanggung jawab
Tabel tersebut menunjukkan bahwa kontribusi semua nilai-nilai agama (yang terdiri atas keyakinan, peribadatan, larangan mengambil hak orang, larangan menggunakan bukan peruntukan dan larangan menyalahi aturan) dan budaya kerja Kementerian Agama RI (yang terdiri atas integritas, profesionalisme, inovasi, tanggung jawab, dan keteladanan) terhadap perilaku korupsi sebesar 0.069 atau 6.9%, sisanya 92.1% dipengaruhi faktor yang lain selain nilainilai agama dan budaya kerja. Untuk mengetahui besaran kontribusi masing-masing nilai-nilai agama (yang terdiri atas atas keyakinan, peribadatan, larangan mengambil hak orang, larangan menggunakan bukan peruntukan dan larangan menyalahi aturan) dan budaya kerja Kementerian Agama RI (yang terdiri atas integritas, profesionalisme, inovasi, tanggung jawab, dan keteladanan) terhadap perilaku korupsi. Hal itu dapat dilihat pada R square change model summary sebagai berikut:
Pengaruh Nilai-nilai Agama dan Budaya Kerja dalam Pencegahan Tindakan Koruptif di Lingkungan Kementerian Agama
75
Model Summary Adjuste R Square dR Square
Change Statistics Std. Error of the R Square F Sig. F df1 df2 Estimate Change Change Change
Mod el
R
1
.132a
.018
.017
12.25650
.018
17.601
1
985
.000
2
.138b
.019
.017
12.25352
.001
1.478
1
984
.224
3
.199c
.039
.037
12.13139
.020
20.912
1
983
.000
4
.213d
.045
.041
12.10046
.006
6.032
1
982
.014
5
.214e
.046
.041
12.10415
.000
.402
1
981
.526
6
.230f
.053
.047
12.06491
.007
7.391
1
980
.007
7
.231g
.053
.047
12.06839
.000
.435
1
979
.510
8
.242h
.059
.051
12.03981
.005
5.654
1
978
.018
9
.254i
.064
.056
12.00950
.006
5.942
1
977
.015
10
.263b
.069
.059
11.98661
.005
4.736
1
976
.030
Predictors:
(constant), keteladanan, larangan_menyalahi_aturan, profesionalisme, keyakinan, larangan_menggunakan_bukan_peruntukan, larangan_ mengambil_hak_orang, integritas, peribadatan, inovasi, tanggung jawab
1. Keyakinan akan nilai-nilai agama memberikan kontribusi sebesar 1.8% terhadap perilaku korupsi. Sumbangan tersebut signifikan, karena nilai signifikansinya 0.000 (p < 0.05). 2. Peribadatan yang menjadi bagian dari nilai-nilai agama memberikan kontribusi sebesar 0.1% terhadap perilaku korupsi. Sumbangan tersebut tidak signifikan, karena nilai signifikansinya 0.224 (p > 0.05). 76
Pengaruh Nilai-nilai Agama dan Budaya Kerja dalam Pencegahan Tindakan Koruptif di Lingkungan Kementerian Agama
3. Larangan mengambil hak orang sebagai bagian dari nilainilai agama memberikan kontribusi sebesar 2% terhadap perilaku korupsi. Sumbangan tersebut signifikan, karena nilai signifikansinya 0.000 (p < 0.05). 4. Larangan menggunakan bukan peruntukan sebagai bagian dari nilai-nilai agama memberikan kontribusi sebesar 0.6% terhadap perilaku korupsi. Sumbangan tersebut signifikan, karena nilai signifikansinya 0.014 (p < 0.05). 5. Larangan menyalahi aturan sebagai bagian dari nilai-nilai agama memberikan kontribusi sebesar 0% terhadap perilaku korupsi. Sumbangan tersebut tidak signifikan karena nilai signifikansinya 0.526 (p > 0.05). 6. Integritas sebagai bagian dari budaya kerja Kementerian Agama RI memberikan kontribusi sebesar 0.7% terhadap perilaku korupsi. Sumbangan tersebut signifikan, karena nilai signifikansinya 0.007 (p < 0.05). 7. Profesionalisme sebagai bagian dari budaya kerja Kementerian Agama RI memberikan kontribusi sebesar 0% terhadap perilaku korupsi. Sumbangan tersebut tidak signifikan, karena nilai signifikansinya 0.510 (p > 0.05). 8. Inovasi sebagai bagian dari budaya kerja Kementerian Agama RI memberikan kontribusi sebesar 0.5% terhadap perilaku korupsi. Sumbangan tersebut signifikan, karena nilai signifikansinya 0.018 (p < 0.05). 9. Tanggungjawab sebagai bagian dari budaya kerja Kementerian Agama RI memberikan kontribusi sebesar 0.6% terhadap perilaku korupsi. Sumbangan tersebut signifikan, karena nilai signifikansinya 0.015 (p < 0.05). Pengaruh Nilai-nilai Agama dan Budaya Kerja dalam Pencegahan Tindakan Koruptif di Lingkungan Kementerian Agama
77
10. Keteladanan sebagai bagian dari budaya kerja Kementerian Agama RI memberikan kontribusi sebesar 0.5% terhadap perilaku korupsi. Sumbangan tersebut tidak signifikan, karena nilai signifikansinya 0.030 (p > 0.05). Dilihat dari kontribusi nilai-nilai agama dan budaya kerja Kementerian Agama RI masing-masing diperoleh sebagaimana pada tabel sebagai berikut: Model Summary Mod el 1
R
Change Statistics R Adjuste Std. Error R F Sig. F Squa dR of the Square Chang df1 df2 Chang re Square Estimate Change e e
.214 .046
.041
12.10415
.046
9.400
5
981
.000
.059
11.98661
.023
4.867
5
976
.000
a
2
.263 .069 b
a.
Predictors: (constant), larangan_menyalahi_Aturan, keyakinan, larangan_menggunakan_bukan_peruntukan, larangan_mengambil_hak_ orang, peribadatan
b.
Predictors: (constant), larangan_menyalahi_Aturan, keyakinan, larangan_menggunakan_bukan_peruntukan, larangan_mengambil_hak_ orang, peribadatan, profesionalisme, keteladanan, integritas, inovasi, tanggung jawab
1. Nilai-nilai agama memberikan kontribusi sebesar 4.6% terhadap perilaku korupsi. Sumbangan tersebut signifikan, karena nilai signifikansinya 0.000 (p < 0.05). 2. Budaya kerja Kementerian Agama RI memberikan kontribusi sebesar 2.3% terhadap perilaku korupsi. Sumbangan tersebut signifikan, karena nilai signifikansinya 0.000 (p < 0.05).
78
Pengaruh Nilai-nilai Agama dan Budaya Kerja dalam Pencegahan Tindakan Koruptif di Lingkungan Kementerian Agama
Dengan menyertakan faktor pendorong perilaku korupsi dan faktor organisasional pengaruh nilai-nilai agama (yang terdiri atas keyakinan, peribadatan, larangan mengambil hak orang, larangan menggunakan bukan peruntukan dan larangan menyalahi aturan) dan budaya kerja Kementerian Agama RI (yang terdiri atas integritas, profesionalisme, inovasi, tanggung jawab, dan keteladanan) terhadap perilaku korupsi, hasil perhitungannya sebagai berikut: ANOVAb Model 1
Regression
Sum of Squares
Mean Square
Df
10502.687
12
875.224
Residual
140109.682
974
143.850
Total
150612.369
986
F 6.084
Sig. .000a
a.
Predictors: (constant), organisasi, larangan_menyalahi_aturan, pendorong_perilaku_korupsi, keyakinan, profesionalisme, larangan_ menggunakan_bukan_peruntukan, keteladanan, larangan_mengambil_ hak_orang, integritas, peribadatan, inovasi, tanggung jawab
b.
Dependent Variable: Perilaku_korupsi
Tabel tersebut menunjukkan bahwa didapat diperoleh F hitung sebesar 6.084 dengan signifikansinya 0.000 (p < 0.005). Artinya, dengan menyertakan faktor pendorong perilaku korupsi dan faktor organisasional, nilai-nilai agama (yang terdiri atas keyakinan, peribadatan, larangan mengambil hak orang, larangan menggunakan bukan peruntukan, dan larangan menyalahi aturan) dan budaya kerja Kementerian Agama RI (yang terdiri atas integritas, profesionalisme, inovasi, tanggung jawab, dan keteladanan) secara bersamaPengaruh Nilai-nilai Agama dan Budaya Kerja dalam Pencegahan Tindakan Koruptif di Lingkungan Kementerian Agama
79
sama tetap berpengaruh secara signifikan terhadap perilaku korupsi. Untuk mengetahui pengaruh masing-masing variabel dapat dilihat pada tabel koefesien regresi di atas, dengan hasil sebagai berikut: Coefficientsa
Model
1
Standardi Unstandardized zed Coefficients Coefficien ts
T
Sig.
19.381
.000
B
Std. Error
(Constant)
72.569
3.744
Keyakinan
-.061
.033
-.064
-1.841
.066
Peribadatan
.042
.035
.044
1.208
.227
Larangan_Mengambil_ Hak_Orang
-.126
.053
-.086
-2.403
.016
Larangan_Menggunakan _Bukan_Peruntukan
-.067
.044
-.052
-1.536
.125
Larangan_Menyalahi_ Aturan
.026
.040
.021
.657
.511
Integritas
-.094
.047
-.074
-2.021
.044
Profesionalisme
.062
.041
.053
1.535
.125
Tanggungjawab
-.098
.047
-.082
-2.092
.037
Inovasi
-.025
.047
-.021
-.524
.600
Keteladanan
-.103
.048
-.080
-2.178
.030
Pendorong_Perilaku_ Korupsi
.014
.028
.016
.522
.602
Organisasi
-.022
.028
-.027
-.778
.437
Beta
a. Dependent Variable: Perilaku_korupsi
80
Pengaruh Nilai-nilai Agama dan Budaya Kerja dalam Pencegahan Tindakan Koruptif di Lingkungan Kementerian Agama
Tabel menyertakan
tersebut variabel
menunjukkan moderator
bahwa
dengan
(pendorong
perilaku
korupsi dan organisasional), ternyata tidak mengubah tingkat signifikansinya pengaruh nilai-nilai agama dan budaya kerja Kementerian Agama RI terhadap perilaku korupsi. Faktor pendorong perilaku korupsi dan faktor organisasional keduanya tidak mempengaruhi secara signifikan terhadap perilaku korupsi. Uraian selengkapnya adalah: 1. Variabel moderator, yaitu pendorong perilaku korupsi (sig. 0.602) dan organisasional (sig. 0.437) ternyata tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap perilaku korupsi, karena nilai signifikansinya > 0.05. 2. Ada empat variabel nilai-nilai agama dan budaya kerja Kementerian Agama RI yang mempengaruhi secara negatif dan signifikan terhadap perilaku korupsi, yaitu larangan mengambil hak orang, integritas, tanggung jwab dan keteladanan. 3. Ada enam variabel nilai-nilai agama dan budaya kerja Kementerian Agama RI yang tidak mempengaruhi secara signifikan terhadap perilaku korupsi, yaitu keyakinan, peribadatan, larangan menggunakan bukan peruntukan, larangan menyalahi aturan, profesionalisme dan inovasi. Dengan menyertakan faktor pendorong perilaku korupsi dan organisasional, ternyata kontribusi keduanya hanya 0.1%. Hal itu dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:
Pengaruh Nilai-nilai Agama dan Budaya Kerja dalam Pencegahan Tindakan Koruptif di Lingkungan Kementerian Agama
81
Model Summary Model 1 a.
R
R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
.264a
.070
.058
11.99374
Predictors: (constant), organisasi, larangan_menyalahi_aturan, pendorong_perilaku_korupsi, keyakinan, profesionalisme, larangan_menggunakan_bukan_peruntukan, keteladanan, larangan_mengambil_hak_orang, integritas, peribadatan, inovasi, tanggung jawab
Kontribusi yang demikian itu menunjukkan bahwa faktor nilai-nilai agama dan budaya kerja Kementerian Agama RI lebih tinggi kontribusinya terhadap perilaku korupsi daripada faktor pendorong perilaku korupsi dan faktor organisasional.
82
Pengaruh Nilai-nilai Agama dan Budaya Kerja dalam Pencegahan Tindakan Koruptif di Lingkungan Kementerian Agama
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Berdasarkan hasil temuan penelitian dapat disimpulkan, sebagai berikut: 1. Tidak ada perbedaan berdasarkan data demografis (satuan kerja, jenis kelamin, jenjang pendidikan, rentang umur, golongan, jenjang jabatan, masa kerja, Namun ada perbedaan perilaku korupsi pejabat di lingkungan Kementerian Agama RI dilihat dari agamanya, asal propinsinya, bidang kerja, dan asal suku. 2. Model penelitian prediktor nilai agama dalam memengaruhi intensi perilaku korupsi fit dengan data yang empiriknya. 3. Ada pengaruh yang signifikan secara bersama-sama nilainilai Agama yang terdiri atas keyakinan, peribadatan, larangan mengambil hak orang, larangan menggunakan bukan peruntukan dan larangan menyalahi aturan dan budaya kerja Kementerian Agama RI yang terdiri atas integritas, profesionalisme, inovasi, tanggung jawab, dan keteladanan terhadap perilaku korupsi. 4. Nilai-nilai agama dan budaya kerja Kementerian Agama RI lebih tinggi kontribusinya terhadap perilaku korupsi daripada faktor pendorong perilaku korupsi dan faktor organisasional.
Pengaruh Nilai-nilai Agama dan Budaya Kerja dalam Pencegahan Tindakan Koruptif di Lingkungan Kementerian Agama
83
Simpulan hasil tersebut dapat dijelaskan, sebagai berikut: 1. Korupsi yang terjadi di lingkungan birokrasi publik merupakan gejala yang komplek yang didorong oleh berbagai faktor yang saling terkait satu sama lain, karena itu korupsi disebut sebagai ‘multi-faceted social problems’. Dari berbagai faktor penyebab korupsi pada dasarnya dapat dikelompokkan menjadi penyebab kultural, struktural, dan individual. 2. Hasil ini hanya menjelaskan faktor infidividual, meskipun menyertakan faktor organisasi, tetapi terbatas pada persepsi individu mengenai sebagian aspek dari situasi organisasi. Penelitian belum melangkah pada analisis mengenai faktor struktural organisasi yang dampak situasional yang ditimbulkannya, misalnya iklim organisasi, budaya organisasi, sistem tata kelola dan lain-lain yang dalam banyak penelitian justru memberikan sumbangan besar bagi perilaku korupsi pada organisasi biorkratik. 3. Dari hasil penelitian ada empat aspek nilai yang signifikan. Larangan pada pejabat Kementerian Agama agar tidak menggunakan fasilitas, sarana dan apapun yang bukan miliknya. Kebiasaan mencampur-adukkan penggunaan barang milik pribadi dan milik kantor merupakan bagian dari pemicu perilaku korupsi. Harta milik pribadi tetap utuh dan baik, karena jarang digunakan, sementara harta benda milik kantor dengan segala fasilitasnya digunakan seenaknya. Kemudian, memberi keteladanan dalam berperilaku, sikap dan tutur kata dalam upaya-upaya menghindari perilaku korupsi, terutama yang diberikan oleh para pimpinan. Perilaku yang bersahaja memberikan contoh tauladan yang baik 84
Pengaruh Nilai-nilai Agama dan Budaya Kerja dalam Pencegahan Tindakan Koruptif di Lingkungan Kementerian Agama
pada yang lain. Perilaku dan sikap “show off” pimpinan atau kolega menjadi stimuli bagi yang lain untuk menampilkan diri minimal sama dengan yang dicontohkan. Selanjutnya, Mengambil tanggungjawab yang utuh dalam berbagai tugas yang ada. Tanggung jawab tinggi berimplikasi pada kehati-hatian dalam bekerja. Terakhir, memiliki jiwa integritas yang ditandai dengan sikap jujur dalam setiap kata dan perbuatan. B. Rekomendasi Berdasarkan hasil kesimpulan diatas, maka dapat direkomendasikan, sebagai berikut: 1. Kepada aparatur sipil Kementerian Agama RI agar dapat memperkuat pemberlakuan nilai-nilai kegamaan dan budaya kerja yang dapat mencegah/menurunkan intensitas perilaku korupsi dengan memperhatikan sumbangan terbesar dari dimensi yang diukur, misalnya, dengan mengubah slogan-slogan menjadi lebih positif dalam arti dan makna. 2. Kepada Biro Kepegawaian dan Balitbang Diklat agar dapat mengembangkan pelatihan-pelatihan bagi penguatan perilaku yang didasarkan pada nilai agama (larangan mengambil hak orang, harapan menggunakan bukan peruntukan, larangan menyalahi aturan) dan budaya kerja (keteladanan, tanggungjawab, integritas). 3. Kepada Biro Organisasi Tatalaksana, agar mengembangkan SOP yang lebih dinamis mendukung proses kerja dan mengurangi birokratik organisasi yang kaku. Pengaruh Nilai-nilai Agama dan Budaya Kerja dalam Pencegahan Tindakan Koruptif di Lingkungan Kementerian Agama
dapat untuk aspek
85
86
Pengaruh Nilai-nilai Agama dan Budaya Kerja dalam Pencegahan Tindakan Koruptif di Lingkungan Kementerian Agama
DAFTAR PUSTAKA Asroni, A. 2011. Membumikan Etika dan Religiusitas Anti Korupsi. Yogyakarta: Tolerance Institute Bernardi R.A. 1994. Fraud Detection: The Effect of Client Integrity and Competence and Auditor Cognitive Style. Auditing: A Journal of Practice and Theory 13 (Supplement), hal: 68-84 Fadjar, Mukti. 2002. Korupsi dan Penegakan Hukum dalam pengantar Kurniawan, L. 2002. Menyingkap Korupsi di Daerah. Malang: Intrans. Fetzer
Institute. Multidimensional Measurement of Religiousness/Spirituality for Use in Health Research: A Report of the Fetzer Institute. National Institute on Aging Working Group
Gopinath. C. 2008. Recognizing and Justifying Private. Journal of Business Ethics. 82, hal: 747–754. Hermien H.K. 1994. Korupsi di Indonesia: dari delik Jabatan ke Tindak Pidana Korupsi. Bandung: Citra Aditya Bakti Kaye, J. & Raghavan, S. K. 2002. Spirituality in Disability and Illness. Journal of Religion & Health, 41(3). Rabl, T. & Kuhlmann, T.M. 2008. Understanding Corruption in Organizations-Development and Empirical Assessment of an Action Model. Journal of Business Ethics. 82, hal: 477-495. Sunarimahingsih, Y.T. t.t. Pendidikan Anti Korupsi di Sekolah, Perlukah? Semarang: Pusat Studi Urban Unika Soegijapranata. Pengaruh Nilai-nilai Agama dan Budaya Kerja dalam Pencegahan Tindakan Koruptif di Lingkungan Kementerian Agama
87
88
Pengaruh Nilai-nilai Agama dan Budaya Kerja dalam Pencegahan Tindakan Koruptif di Lingkungan Kementerian Agama
EPILOG Bahrul Hayat, Ph.D. Fakultas Psikologi, UIN Jakarta Pencegahan dan pemberantasan korupsi di Indonesia sudah menjadi komitmen dan agenda nasional yang harus dilakukan oleh semua lembaga penyelenggara negara, baik lembaga legislatif, lembaga yudikatif, dan pemerintah dari pusat sampai ke daerah. Tindakan korupsi tidak hanya menjadi faktor penghambat percepatan dan perluasan pembangunan nasional, akan tetapi juga berdampak terhadap gagalnya kehadiran negara dalam melayani dan mensejahterakan warganya. Kondisi semacam ini akan melemahkan kepercayaan publik terhadap penyelenggara negara dan pemerintah dan sekaligus memperburuk citra penyelenggara negara dan pemerintah di mata masyarakat yang pada gilirannya akan sangat membahayakan kesatuan dan persatuan bangsa. Pencegahan dan pemberantasan korupsi sejatinya dimaksudkan agar penyelenggara negara memiliki kapasitas optimal untuk mewujudkan cita-ciita negara yakni mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat sebagaimana tercantum dalam Pembukaan Undang Undang Dasar 1945. Penyelenggara negara akan dapat memerankan fungsinya secara optimal manakala lembaga penyelenggara tersebut menggunakan sumberdaya negara secara efektif dan efisien. Oleh karena itu, upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi tidak hanya bertujuan untuk mengakhiri terjadinya tindakan korupsi
Pengaruh Nilai-nilai Agama dan Budaya Kerja dalam Pencegahan Tindakan Koruptif di Lingkungan Kementerian Agama
89
semata, tetapi lebih diarahkan pada upaya agar pemerintah menjadi lebih efektif, efisien, dan adil (Pope, 1999)1 Adanya perilaku koruptif di lembaga penyelenggara negara seringkali dikatkan dengan lemahnya aturan normatif dan penegakan hukum. Namun demikian, di samping aspek aturan normatif dan penegakan hukum tersebut, aspek sikap dan perilaku aparatur penyelenggara negara dan pemerintahan serta budaya kerja yang dibangun di lingkungan lembaga penyelenggara negara dan pemerintahan memegang peran yang sangat sentral dalam upaya mencegah dan memberantas korupsi. Dalam upaya melakukan pencegahan korupsi, Kementerian Agama sejak tahun 2015 telah mencanangkan dan mengembangkan budaya kerja yang mencakup aspek integritas, profesionalitas, inovasi, tanggung jawab, dan keteladanan. Upaya tersebut sejalan dengan upaya Kementerian Agama sebelumnya yang telah mengembangkan model pencegahan korupsi dengan pendekatan nilai nilai agama. Dalam konteks inilah hasil studi tentang nilai agama serta budaya kerja dalam upaya mencegah perilaku koruptif di lingkungan Kementerian Agama yang dilakukan oleh Puslitbang Kehidupan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama ini sangat bermanfaat. Korupsi tidak hanya hanya disebabkan oleh faktor ekonomi, sosial, budaya, hukum, dan politik, akan tetapi secara substantif lebih terkait dengan faktor nilai dan integritas seseorang. Nilai dan integritas prersonal terkait 1 Pope, Jerome. (1999). Elements of a Successful Anticorruption Strategy dalam Rick Stapenhurst, Sahr John Kpundeh, MOTIF, PSIKOLOGIS KORUPSI 164 JURNAL PSIKOLOGI Curbing Corruption: Toward A Model For Building National Integrity, Washington DC: The World Bank
90
Pengaruh Nilai-nilai Agama dan Budaya Kerja dalam Pencegahan Tindakan Koruptif di Lingkungan Kementerian Agama
dengan sejauhmana seseorang memiliki keteguhan untuk memegang dan menjunjung tinggi nilai dan prinsip yang diyakininya sebagai pegangan dalam hidupnya untuk bertindak dan berperilaku dalam berbagai kondisi dan situasi. Nilai agama dan nilai universal lainnya yang diyakini seseorang merupakan faktor yang melekat dan melandasi seseorang untuk berperilaku koruptif atau tidak . Sebagaimana diungkap oleh hasil jajak pendapat yang dilakukan oleh Litbang Harian Kompas bahwa penyebab perilaku korupsi, di samping didorong oleh motif ekonomi dan lemahnya penegakan hukum, tetapi juga disebabkan oleh rendahnya moral pelaku korupsi (Purwandari, Harian Kompas, 30 Agustus 2010). Tentu saja yang dimaksud moral dalam konteks ini adalah nilai yang melandasi perbuatan dan perilaku (behavior) seseorang, baik yang berupa nilai universal yang bersumber dari suara hati dan nuraninya (conscience) maupun yang berupa ajaran agama dan norma sosial kemasyarakatan lainnya. Hasil penelitian Puslitbang Kehidupan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama ini kembali menegaskan bahwa nilai agama yang dipegang seseorang menjadi prediktor yang mempengaruhi intensi perilaku koruktif. Nilai agama yang dalam penelitian ini berupa keyakinan, ketaatan beribadah, larangan mengambil hak orang lain, larangan menggunakan sesuatu yang bukan peruntukan, dan larangan menyalahi aturan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap budaya kerja. Nilai universal agama sebagai faktor intrinsik seseorang merupakan dasar terwujudnya budaya kerja organisasi yang dalam penelitian ini dijabarkan ke dalam lima hal yaitu: integritas, profesionalisme, inovasi, tanggung jawab, dan keteladanan. Pengaruh Nilai-nilai Agama dan Budaya Kerja dalam Pencegahan Tindakan Koruptif di Lingkungan Kementerian Agama
91
Pada gilirannya budaya kerja tersebut mewujud dalam bentuk perilaku kolektif organisasi yang dapat mencegah sesorang dari perilaku koruptif. Menarik untuk dicermati bahwa dari hasil penelitian ini bahwa tingkat integritas, profesionalitas, inovasi, tanggung jawab, dan keteladanan tidak menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan dilihat dariperbedaan jenis kelamin, jenjang pendidikan, umur, masa kerja, dan bidang pekerjaan. Perbedaan secara signifikan dari aspek budaya kerja hanya terjadi pada aspek profesionalisme dilihat dari jenjang jabatan. Secara umum, hasil ini dapat dilihat dalam dua perspektif. Pertama, dalam perspektif positif, hasil penelitian ini dapat dimaknai bahwa lima (5) aspek budaya kerja yang dikembangkan Kementerian Agama telah dipahami dan diinternalisasi secara baik, merata, dan menyeluruh oleh pimpinan dan pegawai Kementerian Agama. Namun sebaliknya, hasil penelitian ini juga dapat dibaca dalam perspektif negatif bahwa kematangan usia, tingginya pendidikan, dan lamanya masa kerja tidak berkorelasi positif secara signifikan dengan tingginya internalisasi nilai kelima aspek budaya kerja sebagaimana diukur dengan tingkat integritas, profesionalitas, inovasi, tanggung jawab, dan keteladanan. Kedua cara pandang terhadap hasil penelitian ini hendaknya dilihat sebagai catatan penting bahwa keberhasilan pengembangan budaya kerja di lingkungan Kementerian Agama tidak hanya puas sebatas melewati standar bawah (minimum standard) dari standar perilaku yang ditetapkan, akan tetapi harus dipacu agar mencapai standar tertinggi (optimum standard) dari standar perilaku tersebut. Nilai dan integritas personal harus terus didorong agar menjadi kesadaran kolektif pimpinan dan pegawai
92
Pengaruh Nilai-nilai Agama dan Budaya Kerja dalam Pencegahan Tindakan Koruptif di Lingkungan Kementerian Agama
Kementerian Agama yang secara otomatis menyertai setiap tindakan dan perilakunya. Profesionalisme aparatur pada hakekatnya dibangun di atas nilai dan integritas personal. Tidak ada profesional tanpa inegritas. Oleh karena itu, pengembangan profesionalisme aparatur haruslah diarahkan pada internalisasi nilai nilai budaya kerja yang harus mewujud dalam pribadi aparatur yang berintegritas tinggi. Sejatinya, semakin lama seseorang ditempa dalam budya kerja yang kuat dan sehat, yang bersangkutan akan semakin profesional, dan semakin profesional seseorang tentunya akan semakin tinggi integritasnya. Sebagaimana diungkapkan oleh Subroto Bagchi bahwa perilaku profesional akan selalu memenuhi standar integritas tertinggi (professional conduct will always meet the highest standard of integrity (Bagchi, 2009, 24))2. Integritas pribadi merupakan ruh dari profesionalitas seseorang. Secara sederhana, integritas adalah kualitas diri untuk jujur terhadap diri sendiri dan orang lain dengan memegang teguh nilai dan prinsip. Seseorang dengan integritas pribadi yang tinggi akan menjadikan nilai dan prinsip tersebut sebagai pijakan dalam bertindak dan berperilaku, sekaligus mempertahankannya tanpa kompromi dalam kondisi dan situasi apapun. Keterikatan seseorang pada sistem nilai dan prinsip yang dipegangnya di manapun ia bekerja menggambarkan yang bersangkutan memiliki pribadi yang berintegritas. Orang dengan kepribadian berintegritas memiliki kesadaran diri (self-awareness) untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu sejalan dan konsisten dengan sistem nilai dan prinsip yang diyakininya. Jujur, tegas, amanah, setia Bagchi, Subroto (2011) The Professional: Defining the New Standard of Excellence at Work. New York: Penguin Group 2
Pengaruh Nilai-nilai Agama dan Budaya Kerja dalam Pencegahan Tindakan Koruptif di Lingkungan Kementerian Agama
93
pada kebenaran, berkomitmen, bertanggungjawab, dan konsisten merupakan nilai nilai dasar yang membentuk pribadi berintegritas. Ketika kondisi dan lingkungan organisasi dibangun di atas fondasi nilai nilai dasar tersebut, maka bisa dipastikan organisasi tersebut akan mudah mencapai visi dan misinya dan pada saat yang sama akan terbangun budaya kerja organisasi yang produktif dan anti korupsi, Budaya kerja adalah komitmen individual dan kolektif semua orang dalam organisasi dari pimpinan puncak sampai pegawai di lapis bawah. Budaya kerja adalah nilai bersama yang disepakati sebagai landasan bertindak dalam organisasi. Semua orang sepakat tentang apa yang yang boleh dan tidak boleh dilakukan di dalam organisasi. Budaya kerja adalah nilai yang mewujud dalam tindakan. Membangun budaya kerja organisasi bukanlah perkara yang sederhana dan mudah. Budaya kerja hanya dapat dibangun dengan kepemimpinan dan sistem manajemen yang baik dan konsisten. Membangun budaya kerja, apalagi pada organisasi sebesar Kementerian Agama, membutuhkan waktu dan energi yang konstan dari semua pihak, utamanya para pimpinan dari tingkat pusat sampai ke tingkat daerah. Membangun budaya kerja bukanlah proses transpalansi elemen budaya baru ke dalam organisasi yang bisa tuntas dalam waktu singkat, tetapi proses tranformasi organisasi melalui internalisasi nilai serta pembentukan keyakinan, pola pikir, dan perilaku yang dilakukan secara terus menerus sehingga terwujud lingkungan organisasi yang sehat dan kuat. Membangun budaya kerja pada hakekatnya adalah proses untuk membuka pikiran dan hati pegawai agar bersikap dan bertindak sesuai nilai nilai dasar. Dalam kaitan 94
Pengaruh Nilai-nilai Agama dan Budaya Kerja dalam Pencegahan Tindakan Koruptif di Lingkungan Kementerian Agama
itu, membangun budaya kerja organisasi memerlukan tidak hanya pemahaman nilai dan integritas personal, tetapi memerlukan pengembangan sistem yang bersifat eksternal berupa aturan organisasi yang secara eksplisit diwujudkan dalam bentuk peraturan kepegawaian dan kode etik organisasi, baik yang besifat umum bagi semua pegawai maupun yang bersifat khusus untuk jenis jabatan dan pekerjaan tertentu. Atas dasar aturan dan kode etik dimaksud, organisasi memberikan penghargaan (reward) bagi mereka yang menunjukkan kepatuhan dan integritas yang tinggi terhadap aturan dan kode etik dan memberikan hukuman (punishment) bagi mereka yang melanggar aturan dan kode etik. Kesalahan yang sering terjadi dalam membangun budaya kerja dalam suatu organisasi umumnya disebabkan karena organisasi hanya fokus dan berhenti pada tahap sosialisasi dan kampanye tentang nilai dan budaya kerja yang akan dikembangkan. Berbagai program dan kegiatan dilakukan untuk mensosialisasikan budaya kerja tanpa membangun bagaimana budaya kerja akan dikelola secara terarah, sistematis, dan terukur. Tahap sosialisasi seharusnya diikuti dengan tahap internalisasi nilai dan tahap pemantauan serta penilaian kondisi budaya kerja. Terdapat beberapa kondisi dan prasyarat yang harus dilakukan untuk membangun budaya kerja yang sehat dan kuat sesuai dengan nilai nilai dasar yang dianut suatu organisasi: Pertama, komitmen pimpinan. Keberhasian pengembangan dan implementasi budaya kerja organisasi sangat ditentukan oleh komitmen yang sungguh-sungguh dari pimpinan puncak organisasi. Pengaruh Nilai-nilai Agama dan Budaya Kerja dalam Pencegahan Tindakan Koruptif di Lingkungan Kementerian Agama
95
Kedua, manajemen terbuka. Budaya kerja yang sehat dan kuat akan tumbuh subur dalam organisasi yang memberi ruang komunikasi yang terbuka bagi semua pegawai sehingga tumbuh hubungan kesejawatan dan teamwork yang kuat dalam mewujudkan lingkungan dan budya kerja yang kondusif. Ketiga, saling percaya. Budaya kerja yang sehat dan kuat akan terbangun apabila semua pimpinan dan pegawai memiliki rasa saling percaya. Memberi kepercayaan disertai tanggung jawab akan pelaksanaan tugas mendorong tumbuhnya kemampuan pegawai untuk mengatur dan mengawasi diri sendiri (self-supervision). Keempat, keteladanan pimpinan. Budaya dibangun dengan pembiasaan dan pembiasaan yang paling efektif dimulai dengan keteladanan pimpinan. Membangun sistem dan budaya kerja suatu organisasi akan lebih cepat apabila dimulai dari keteladanan yang ditunjukkan oleh pimpinan organisasi. Kelima, berbasis merit. Kebijakan organisasi tentang manajemen sumber daya manusia harus didasarkan pada merit system yakni kebijakan yang secara objektif menggunakan kompetensi dan kinerja sebagai dasar pengambilan keputusan organisasi. Manajemen yang berbasis merit akan menumbuhkan rasa adil dan kepuasan di kalangan pegawai dan sangat kondusif untuk mendorong budaya kerja yang kompetitif dan produktif. Pegawai merasa bahwa mereka telah diberi kesempatan yang adil untuk menunjukkan kinerja terbaiknya sesuai dengan harapan organisasi.
96
Pengaruh Nilai-nilai Agama dan Budaya Kerja dalam Pencegahan Tindakan Koruptif di Lingkungan Kementerian Agama
Kelima kondisi dan prasyarat di atas haruslah dipahami oleh pimpinan Kementerian Agama di berbagai tingkatan sebagai conditio sinae qua non untuk membangun budaya kerja yang sehat dan kuat di Kementerian Agama. Apabila kondisi tersebut dikembangkan, maka internalisasi nilai budaya kerja yang telah dicanangkan oleh Kementerian Agama yang meliputi integritas, profesionalisme, inovasi, tanggung jawab, dan keteladanan akan lebih mudah untuk diwujudkan. Sebaliknya apabila kondisi dan prasyarat tersebut tidak diciptakan, maka pengembangan kelima budaya kerja tersebut akan sulit atau bahkan mungkin akan gagal diwujudkan. Perlu dipahami bahwa kegagalan membangun budaya kerja yang sehat dan kuat akan berakibat pada gagalnya organisasi mencapai visi dan misinya. Kegagalan suatu organisasi pada dasarnya adalah kegagalan dan disfungsionalnya budaya kerja organisasi tersebut. Apabila budaya kerja mengalami proses disfungsional, maka komunikasi dalam organisasi yang terbuka dan sejati akan terganggu, disiplin kerja menurun, kepercayaan dan harga diri pegawai melemah, kepercayaan perlahan sirna, serta kinerja individu pegawai dan kinerja organisasi menurun di bawah standar yang diharapkan, dan pada akhirnya organisasi akan gagal mencapai visi dan misinya. Sebagaimana diungkapkan oleh Soetjipto (2007) bahwa budaya organisasi ibarat jangkar bagi sebuah kapal, semakin kuat jangkar tertanam, semakin kokoh posisi kapal dari dorongan ombak.3
3 Soetjipto, Budi W. (2007) Budaya Organisasi dan Perubahan, dalam Djokosantoso Moeljono dan Steve Sudjatmiko, eds, Corporate Culture: Challange to Excellence. Jakarta: Gramedia
Pengaruh Nilai-nilai Agama dan Budaya Kerja dalam Pencegahan Tindakan Koruptif di Lingkungan Kementerian Agama
97
98
Pengaruh Nilai-nilai Agama dan Budaya Kerja dalam Pencegahan Tindakan Koruptif di Lingkungan Kementerian Agama
INDEKS Attitude Toward Behavior, 4, 13
Mercenery Abuse of Power, 9
Bank Dunia, 8
Nilai-nilai Agama, 25, 26, 28, 53, 60
Bernardi, 8, 89
Norma Subyektif, 13
Control Belief, 5
Planned Behaviour, 4
Discretinery Abuse of Power, 9
Populasi, 17
Fadjar, 9, 89
Rabl dan Khulman, 8
Faktor-faktor organisasi, 18
Religiusitas, 14, 89
Feldman, 13
Sikap, 12, 13
Fetzer, 14, 89
Situasi, 9
Fishbein dan Ajzen, 4, 7, 8, 11
Stranas PPK, 1
Hermien, 8, 89
Subjective Norms, 4
Idiological Abuse of Power, 10
Syed Husein Alatas, 8
Indeks Integritas Nasional, 2 Intensi, 7, 12, 18 Intensi Perilaku Korupsi, 7 Jain, 3
PPA, 2
Teknik Analisis Data, 21 Teori Perilaku Terencana, 11 Tunggal, 16 Uji Validitas, 21
Pengaruh Nilai-nilai Agama dan Budaya Kerja dalam Pencegahan Tindakan Koruptif di Lingkungan Kementerian Agama
99