TESIS
PENGARUH MORALITAS INDIVIDU DAN PENGENDALIAN INTERNAL PADA KECURANGAN AKUNTANSI (Studi Eksperimen pada Pemerintah Daerah Provinsi Bali)
GUSTI AYU KETUT RENCANA SARI DEWI
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2014
1
TESIS
PENGARUH MORALITAS INDIVIDU DAN PENGENDALIAN INTERNAL PADA KECURANGAN AKUNTANSI (Studi Eksperimen pada Pemerintah Daerah Provinsi Bali)
GUSTI AYU KETUT RENCANA SARI DEWI NIM 1191662001
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI AKUNTANSI PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2014
2
TESIS
PENGARUH MORALITAS INDIVIDU DAN PENGENDALIAN INTERNAL PADA KECURANGAN AKUNTANSI (Studi Eksperimen pada Pemerintah Daerah Provinsi Bali)
Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister Pada Program Magister, Program Studi Akuntansi Program Pascasarjana Universitas Udayana
GUSTI AYU KETUT RENCANA SARI DEWI NIM 1191662001
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI AKUNTANSI PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2014
3
Lembar Pengesahan TESIS INI TELAH DISETUJUI TANGGAL 23 MEI 2014
Pembimbing I,
Pembimbing II,
Prof. Dr. I Wayan Ramantha,SE,MM, Ak,CPA,CA NIP 19590510 199003 1 001
Dr. Dewa Gede Wirama, SE.,MSBA., Ak. NIP 19641224 199103 1 002
Mengetahui,
Ketua Program Studi Magister Akuntansi Program Pascasarjana Universitas Udayana,
Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana,
Dr. Dewa Gede Wirama, SE.,MSBA., Ak. NIP 19641224 199103 1 002
Prof. Dr.dr. A.A.A. Raka Sudewi, Sp.S (K) NIP 19590215 198510 2 001
4
PENETAPAN PANITIA PENGUJI
Tesis Ini Telah Diuji pada Tanggal 23 Mei 2014
Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor / Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana No.: 1351/UN14.4/HK/2014 Tanggal 12 Mei 2014
Ketua
: Prof. Dr. I Wayan Ramantha, SE., MM, Ak.,CPA,CA
Anggota
:
1.
Dr. Dewa Gede Wirama, SE., MSBA., Ak.
2.
Dr. Dewa Nyoman Badera, SE., MSi,
3.
Dr. Made Gede Wirakusuma, SE, MSi,
4.
Dr. I.D.G Dharma Suputra, SE., MSi., Ak
5
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT
Saya yang bertandatangan di bawah ini: Nama
: GUSTI AYU KETUT RENCANA SARI DEWI
NIM
: 1191662001
Program Studi
: Magister Akuntansi
Judul Tesis
: Pengaruh Moralitas Individu dan Pengendalian Internal pada Kecurangan Akuntansi
Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah saya merupakan hasil karya sendiri dan bebas dari plagiasi. Apabila kelak dikemudian hari terbukti terdapat plagiasi dalam karya ilmiah ini, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia No. 17 Tahun 2010 dan peraturan undang-undang yang berlaku.
Denpasar,
Juni 2014
Yang membuat pernyataan,
(Gusti Ayu Ketut Rencana Sari Dewi)
6
UCAPAN TERIMAKASIH
Om Suastiastu, Puja dan puji syukur kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa/ Tuhan Yang Maha Esa, atas asung kertha wara nugraha Beliau, penelitian ini dapat diselesaikan dengan baik yang hasilnya tertuang dalam tesis ini. Tesis ini berjudul PENGARUH
MORALITAS
INDIVIDU
DAN
PENGENDALIAN
INTERNAL PADA KECURANGAN AKUNTANSI, yang disusun untuk menganalisa pengaruh dari moralitas individu dan pengendalian internal pada kecurangan akuntansi di Pemerintah Daerah Provinsi Bali. Selain itu tesis ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister pada Program Magister Akuntansi Program Pascasarjana Universitas Udayana. Penulis menyadari bahwa penelitian ini dapat terlaksana berkat dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini ijinkanlah penulis menghaturkan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada : 1. Bapak Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, Sp.PD KEMD selaku Rektor Universitas Udayana atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan Program Magister Akuntansi Universitas Udayana. 2. Ibu Prof. Dr. dr. A.A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan Program Magister Akuntansi Universitas Udayana.
7
3. Bapak Prof. Dr. I Gusti Bagus Wiksuana, S.E., M.S. selaku Dekan di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana. 4. Bapak Prof. Dr. I Wayan Ramantha, SE., MM, Ak.,CPA,CA sebagai Pembimbing I Tesis, sekaligus sebagai dosen yang dengan penuh kesabaran, ketulusan dan penuh dedikasi sebagai seorang akademisi, telah memberikan segala kemampuan dalam membimbing penulis selama dalam menyelesaikan studi dan tesis ini. 5. Bapak Dr. Dewa Gede Wirama, SE., MSBA., Ak. selaku Ketua Program Studi Magister Akuntansi Universitas Udayana dan sebagai pembimbing II yang memberi bimbingan dan dorongan serta senantiasa membuka wawasan berfikir kritis penulis selama dalam menyelesaikan tesis ini. 6. Bapak Dr. Dewa Nyoman Badera, SE., M.Si,
Bapak Dr. Made Gede
Wirakusuma, SE, M.Si, dan Bapak Dr. I.D.G Dharma Suputra, SE., M.Si., Ak selaku Dosen Penguji. 7. Keluarga dan orang tua yang telah memberikan doa, motivasi dan semangat kepada penulis selama pengerjaan tesis ini. 8. Komang Bayu Satria Wibawa, SH atas kasih sayang dan dukungannya kepada penulis. 9. Kepala Sub Bagian (Pejabat Eselon IV) di Tingkat Biro Pemerintah Provinsi Bali yang telah meluangkan waktu untuk menjadi partisipan. 10. Pegawai Tata Usaha Magister Akuntansi serta Rekan-rekan MAKSI.
8
Akhir kata, penulis menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah memberikan kontribusinya kepada penulis baik secara langsung maupun tidak langsung dalam penyelesaian tesis ini. Penulis juga mohon maaf kepada semua pihak jika ada kekurangan yang tidak disengaja dalam tesis ini. Semoga tesis ini bermanfaat dan Ida Sang Hyang Widhi Wasa selalu melimpahkan rahmat-Nya kepada kita semua. Om Santi, Santi, Santi Om
Denpasar,
Juni 2014 Penulis
9
ABSTRAK
PENGARUH MORALITAS INDIVIDU DAN PENGENDALIAN INTERNAL PADA KECURANGAN AKUNTANSI (Studi Eksperimen pada Pemerintah Daerah Provinsi Bali)
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh bukti adanya perbedaan kecenderungan melakukan kecurangan akuntansi antara individu yang memiliki level penalaran moral rendah dan level penalaran moral tinggi, dalam kondisi terdapat elemen pengendalian internal dan tidak terdapat elemen pengendalian internal serta memperoleh bukti adanya interaksi antara moralitas individu dan pengendalian internal. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Kepala Sub Bagian (Pejabat Eselon IV) Pemerintah Provinsi Bali. Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan eksperimen dengan desain faktorial 2X2. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan kecenderungan melakukan kecurangan akuntansi antara individu yang memiliki level penalaran moral rendah dan level penalaran moral tinggi. Individu dengan level moral yang tinggi cenderung tidak melakukan kecurangan akuntansi jika dibandingkan dengan individu dengan level moral yang rendah. Selain itu penelitian ini juga membuktikan bahwa kecenderungan individu melakukan kecurangan akuntansi dalam kondisi tidak terdapat elemen pengendalian internal. Hipotesis ketiga berhasil membuktikan bahwa terdapat interaksi antara moralitas individu dan pengendalian internal. Individu dengan level moral rendah cenderung melakukan kecurangan akuntansi pada kondisi tidak terdapat elemen pengendalian internal. Kata kunci: kecurangan akuntansi, moralitas individu, pengendalian internal
10
ABSTRACT
INFLUENCE OF INDIVIDUAL MORALITY AND INTERNAL CONTROLS ON FRAUD (Experimental Study on the Regional Government of Bali Province)
The purpose of this study is to obtain evidence of whether there are differences in the tendency to commit fraud among individuals who have a low level of moral reasoning and high levels moral reasoning, in both present or absent internal control element condition and obtain evidence as to whether there was an interaction between individual morality and control internally. The population in this study are Head of Section (Echelon IV) Bali Provincial Government. This study uses experiment design with 2x2 factorial design to prove those objectives. The result of this study shows that there are differences in the tendency to commit fraud among individuals who have a low level of moral reasoning and high levels moral reasoning. Individuals with high levels of moral tend not to commit fraud when compared with individuals with low moral level. In addition, this study also indicates that the tendency of individuals to commit fraud in the state there is no internal control element. The third hypothesis proves that there was an interaction between individual morality and internal control. Individuals who has low level of moral reasoning commit fraud in absent internal control condition. Keywords : fraud, morality, internal control
11
DAFTAR ISI Halaman SAMPUL ................................................................................................. PRASYARAT GELAR ........................................................................... LEMBAR PENGESAHAN .................................................................... PENETAPAN PANITIA PENGUJI ...................................................... SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT ....................................... UCAPAN TERIMA KASIH .................................................................. ABSTRAK ............................................................................................... ABSTRACT ............................................................................................ DAFTAR ISI ............................................................................................ DAFTAR TABEL ................................................................................... DAFTAR GAMBAR ............................................................................... DAFTAR LAMPIRAN ...........................................................................
i i ii iii iv v vi ix x xi xiii xiv xv
BAB I 1.1 1.2 1.3 1.4
PENDAHULUAN.................................................................... Latar Belakang........................................................................... Rumusan Masalah...................................................................... Tujuan Penelitian........................................................................ Manfaat Penelitian......................................................................
1 1 7 8 9
BAB II 2.1 2.2 2.3 2.4 2.5 2.6
KAJIAN PUSTAKA................................................................ Teori Keagenan.......................................................................... Kecurangan Akuntansi............................................................... Penalaran Moral......................................................................... Pengendalian Internal................................................................. Pengelolaan Keuangan Daerah Provinsi Bali............................. Penelitian Terdahulu..................................................................
10 10 13 18 21 25 27
KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN............................................................................ 3.1 Kerangka Berpikir...................................................................... 3.2 Konsep Penelitian....................................................................... 3.3 Hipotesis Penelitian....................................................................
30 30 33 34
BAB III
12
BAB IV 4.1 4.2 4.3 4.4
4.5
4.6 4.7 4.8
METODE PENELITIAN........................................................ Rancangan Penelitian................................................................. Lokasi dan Waktu Penelitian...................................................... Penentuan Sumber Data............................................................. Metode Penentuan Sampel......................................................... 4.4.1 Populasi............................................................................. 4.4.2 Sampel............................................................................... Variabel Penelitian..................................................................... 4.5.1 Identifikasi Variabel.......................................................... 4.5.2 Definisi Operasional Variabel........................................... 4.5.3 Pengukuran Variabel......................................................... Prosedur Penelitian..................................................................... Pilot Test.................................................................................... Teknik Analisis Data.................................................................. 4.8.1 Statistik Deskriptif............................................................. 4.8.2 Uji Homogenitas............................................................... 4.8.3 Uji Normalitas................................................................... 4.8.4 Uji Hipotesis......................................................................
HASIL PENELITIAN............................................................... Karakteristik Partisipan............................................................... Statistik Deskriptif Grup............................................................. Uji Instrumen Penelitian.............................................................. 5.3.1 Uji Validitas...................................................................... 5.3.2 Uji Reliabilitas.................................................................. 5.4 Uji Asumsi Klasik ...................................................................... 5.4.1 Uji Normalitas................................................................... 5.4.2 Uji Homogenitas............................................................... 5.5 Pengujian Hipotesis.....................................................................
38 38 41 41 42 42 42 43 43 43 45 48 49 50 50 50 51 52
BAB V 5.1 5.2 5.3
53 53 54 55 56 57 58 58 59 59
BAB VI PEMBAHASAN....................................................................... 6.1 Pembahasan Hasil Penelitian..................................................... 6.2 Penerapan Pengawasan Internal Pemerintah.............................
66 66 70
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN...................................................... 7.1 Simpulan .................................................................................... 7.2 Keterbatasan dan Saran ..............................................................
74 74 75
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................... LAMPIRAN-LAMPIRAN
77
13
DAFTAR GAMBAR
No.
Gambar
Halaman
2.1
Fraud Triangle...........................................................................
17
3.1
Kerangka Berpikir......................................................................
30
3.2
Konsep Penelitian.......................................................................
33
4.1
Rancangan Penelitian.................................................................
40
5.1
Profile Plots Interaksi.................................................................
62
`
14
DAFTAR TABEL
No.
Tabel
Halaman
1.1
Jenis Perkara Korupsi Tahun 2004-2013...................................
5
2.1
Tingkat dan Tahapan Penalaran Moral......................................
20
4.1
Desain Eksperimen Faktorial 2x2..............................................
39
4.2
Lokasi Penelitian........................................................................
41
4.3
Skor Pernyataan Moralitas Individu..........................................
46
5.1
Karakteristik Partisipan..............................................................
54
5.2
Deskriptif Statistik....................................................................
55
5.3
Uji Validitas...............................................................................
56
5.4
Reliability Statistics....................................................................
57
5.5
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test.....................................
58
5.6
Levene's Test..............................................................................
59
5.7
Tests of Between-Subjects Effects..............................................
60
15
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Penelitian-Penelitian Sebelumnya
Lampiran 2
Daftar Satuan Kerja Perangkat Daerah Provinsi Bali
Lampiran 3
Kuesioner Penelitian
Lampiran 4
Tabulasi Data
Lampiran 5
Hasil Pengolahan Data dengan SPSS Versi 19
16
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Perkembangan dunia akuntansi yang semakin pesat saat ini tidak hanya membawa manfaat bagi masyarakat tetapi juga menjadi sumber masalah kecurangan
(fraud)
yang
sangat
kompleks
seperti
misalnya
korupsi,
penyalahgunaan aset dan manipulasi laporan keuangan. Banyak kasus kecurangan dalam akuntansi yang akhirnya terungkap di Indonesia seperti kasus kejahatan perbankan, manipulasi pajak, keterlibatan 10 Kantor Akuntan Publik (KAP) dalam pelaksanaan audit 37 bank sebelum terjadinya krisis keuangan pada tahun 1997, diajukannya manajemen Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan swasta ke pengadilan, serta korupsi di komisi penyelenggara pemilu (Putra, 2012). Shleifer dan Vishny (1993) serta Gaviria (2001) menyatakan bahwa kecurangan akuntansi ditunjukkan oleh tingkat korupsi suatu negara. Indonesian Corruption Watch (ICW) menyatakan tahun 2013 menjadi tahun dengan kemarakan kasus korupsi. Setiap tahun Transparency International (TI) meluncurkan Corruption Perception Index (CPI), sebuah indeks pengukuran tingkat korupsi global. Rentang indeks CPI 2012 adalah 0-100 (0 dipersepsikan sangat korup, 100 sangat bersih). Tahun 2012 skor Indonesia adalah 32, pada urutan 118 dari 176 negara yang diukur. Secara regional Indonesia tidak banyak mengalami perubahan, masih di jajaran bawah apabila dibandingkan skor CPI-nya
17
dengan negara-negara di kawasan Asia Tenggara. Skor 32 menunjukkan bahwa Indonesia masih belum dapat keluar dari situasi korupsi. Praktik kecurangan akuntansi tidak hanya terjadi pada sektor swasta, tetapi juga banyak terjadi pada sektor pemerintahan. Hal ini dapat dibuktikan dengan hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas laporan keuangan pemerintah pusat dan laporan keuangan pemerintah daerah pada Semester I- tahun 2013 potensi kerugian negara mencapai Rp 56,98 triliun. Potensi kerugian negara pada semester I- tahun 2013 lebih banyak disebabkan oleh kasus kelemahan Sistem Pengendalian Intern (SPI) dan ketidakpatuhan terhadap perundangundangan. BPK menemukan sebanyak 13.969 kasus kelemahan SPI selama semester 1- tahun 2013 (Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester 1 Tahun 2013). Kecurangan akuntansi yang terjadi di pemerintahan menyebabkan data dan informasi laporan keuangan yang diterbitkan oleh pemerintah sangat tidak objektif dan dapat menyesatkan pengguna laporan keuangan dalam menilai kinerja atau bahkan dalam membuat keputusan. Hal tersebut akan menghambat tercapainya tujuan dari akuntansi pemerintahan, yaitu (a) menjaga keuangan publik dengan mencegah dan mendeteksi tindakan korupsi dan tindakan untuk mencari keuntungan secara tidak beretika, (b) memfasilitasi pengelolaan keuangan pemerintahan secara sehat, (c) membantu pemerintah dalam memberikan akuntabilitas kepada masyarakat (Wilopo, 2006). Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) menjelaskan kecurangan akuntansi sebagai: (1) Salah saji yang timbul dari kecurangan dalam pelaporan keuangan yaitu salah saji atau penghilangan secara sengaja jumlah atau pengungkapan dalam laporan
18
keuangan untuk mengelabui pemakai laporan keuangan, (2) Salah saji yang timbul dari perlakuan tidak semestinya terhadap aktiva (seringkali disebut dengan penyalahgunaan atau penggelapan) yang berkaitan dengan pencurian aktiva entitas yang berakibat laporan keuangan tidak disajikan sesuai dengan Prinsip Akuntansi yang Berlaku Umum (PABU) di Indonesia. Definisi fraud menurut Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI (2007) adalah suatu jenis tindakan melawan hukum yang dilakukan dengan sengaja untuk memperoleh sesuatu dengan cara menipu. Definisi fraud di atas menunjukkan aspek dari fraud yaitu penipuan (deception), ketidakjujuran (dishonest), dan niat (intent). Teori keagenan sering digunakan untuk menjelaskan kecurangan akuntansi (Jensen dan Meckling, 1976). Adanya asimetri informasi memungkinkan adanya konflik yang terjadi
antara principal dan agent untuk saling mencoba
memanfatkan pihak lain untuk kepentingan sendiri. Menurut Scott (2000) asimetri informasi menimbulkan adanya moral hazard yaitu kegiatan yang dilakukan oleh seorang manajer tidak seluruhnya diketahui oleh pemegang saham, sehingga manajer dapat melakukan tindakan di luar pengetahuan pemegang saham yang melanggar kontrak dan sebenarnya secara etika atau norma mungkin tidak layak dilakukan. Prinsipal harus melakukan pengawasan terhadap kinerja manajemen dengan sistem pengendalian yang efektif untuk mengantisipasi tindakan menyimpang yang dapat dilakukan oleh pihak manajemen. Sistem pengendalian tersebut diharapkan mampu mengurangi adanya perilaku menyimpang dalam sistem pelaporan, termasuk adanya kecurangan akuntansi.
19
Bologna (1993) menjelaskan fraud dengan GONE Theory yang terdiri dari 4 (empat) faktor yang mendorong seseorang berperilaku menyimpang yaitu: Greed, Opportunity, Need dan Exposure. Opportunity (kesempatan) dan Exposure (pengungkapan) berhubungan dengan organisasi disebut juga faktor umum seperti elemen pengendalian internal. Terdapat lima elemen pengendalian internal yang harus dimiliki oleh organisasi (Arens dan Loebecke, 1999). Kelima elemen tersebut antara lain: lingkungan pengendalian, penetapan risiko oleh manajemen, sistem komunikasi dan informasi akuntansi, aktivitas pengendalian, dan pemantauan. Coram et al. (2008) menjelaskan bahwa organisasi yang memiliki fungsi audit internal akan lebih dapat mendeteksi kecurangan akuntansi. Selain faktor di atas, terdapat faktor Greed (keserakahan) dan Need (kebutuhan) yang berhubungan dengan individu sebagai pelaku kecurangan (disebut dengan faktor individual). Faktor individual berhubungan dengan perilaku yang melekat dari individu itu sendiri, dalam kaitannya faktor individu ini berhubungan dengan moralitas. Salah satu teori perkembangan moral yang banyak digunakan dalam penelitian etika adalah model Kohlberg. Kohlberg (1969) menjelaskan bahwa moral berkembang melalui tiga tahapan, yaitu tahapan pre-conventional, tahapan conventional dan tahapan post-conventional. Berbagai bukti empiris yang telah didapatkan menunjukkan bahwa faktorfaktor penyebab kecurangan akuntansi dibedakan menjadi faktor perusahaan (eksternal) dan faktor dalam diri individu (internal) sebagai pelaku kecurangan itu sendiri. Ramamoorti (2008) menyatakan bahwa faktor perilaku merupakan akar dari permasalahan mengenai fraud. Mayangsari dan Wilopo (2002) membuktikan
20
bahwa internal birokrasi memberikan pengaruh terhadap kecurangan akuntansi pemerintahan. Artinya, semakin baik pengendalian internal birokrasi, maka semakin rendah tingkat kecurangan akuntansi pemerintah. Level moral individu (tinggi dan rendah) dan elemen pengendalian internal organisasi (ada dan tidak ada) merupakan faktor yang akan diteliti sebagai penyebab terjadinya kecurangan akuntansi dengan menggunakan topik kasus pengadaan barang dan jasa. Peneliti tertarik menggunakan kasus dengan topik pengadaan barang dan jasa di instansi pemerintah karena berdasarkan data dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) per 30 September 2013, di tahun 2013 korupsi jenis penyuapan dan pengadaan barang/jasa sebagai jumlah jenis perkara tertinggi di Indonesia. Tabel 1.1 Jenis Perkara Korupsi Tahun 2004-2013 (per 30 September 2013) Jenis Perkara
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Jumlah
Pengadaan Barang/Jasa
2
12
8
14
18
16
16
10
8
5
109
Perijinan
0
0
5
1
3
1
0
0
0
3
13
Penyuapan
0
7
2
4
13
12
19
25
34
40
156
Pungutan
0
0
7
2
3
0
0
0
0
0
12
Penyalahgunaan Anggaran
0
0
5
3
10
8
5
4
3
0
38
Pencucian Uang
0
0
0
0
0
0
0
0
2
3
5
Merintangi proses KPK
0
0
0
0
0
0
0
0
2
0
2
Jumlah Keseluruhan
2
19
27
24
47
37
40
39
49
51
335
Sumber : Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), 2013 Eddy (2010) juga mengemukakan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) setiap tahunnya, anggaran yang dialokasikan untuk pengadaan barang/jasa instansi pemerintah diperkirakan mencapai 30% dari total anggaran yang tersedia.
21
Penelitian ini merupakan pengembangan dari penelitian yang telah dilakukan oleh Puspasari (2012) yang menguji pengaruh moralitas individu dan pengendalian internal terhadap kecenderungan kecurangan akuntansi dengan desain penelitian eksperimen pada konteks pemerintahan daerah. Perbedaan penelitian ini terdapat pada beberapa hal. Perbedaan pertama terkait lokasi penelitian yaitu pada Pemerintah Daerah Provinsi Bali. Alasan pemilihan lokasi penelitian adalah berdasarkan data Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) yang menyatakan bahwa Provinsi Bali untuk yang keempat kalinya dan secara berturut-turut sejak tahun 2009-2012 kembali mendapat opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) dari pihak BPK RI Perwakilan Provinsi Bali. Beberapa kelemahan yang menyebabkan BPK memberikan opini WDP antara lain: belum jelasnya batas lokasi dan luasan serta belum adanya bukti kepemilikan yang memadai terhadap asset tetap tanah milik pemerintah provinsi Bali, belum sepenuhnya program sistem pertanian terintegrasi (simantri) tercapai, serta belum sepenuhnya realisasi belanja bantuan sosial pada kegiatan kemitraan Jaminan Kesehatan Bali Mandara (JKBM) sesuai ketentuan dan terdapat kesalahan pencatatan administrasi dalam laporan keuangan. Informasi tersebut menunjukkan bahwa penerapan sistem akuntansi dan pelaporan keuangan pemerintah belum sepenuhnya memberikan pengaruh signifikan untuk mencegah penyimpangan baik kesalahan ataupun kecurangan. Perbedaan Kedua terletak pada pemilihan partisipan. Partisipan dalam penelitian ini adalah Kepala Sub Bagian (Pejabat Eselon IV) pada Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Provinsi Bali. Kebanyakan studi eksperimental
22
mengenai kecurangan akuntansi menggunakan para mahasiswa program S1 dan S2 sebagai pengganti (surrogate) dari manajer yang telah berpengalaman. Penggunaan mahasiswa ini menimbulkan keraguan mengenai ketepatan mereka sebagai pengganti dari manajer yang berpengalaman (Chang et al., 2002).
1.2 Rumusan Masalah Fraud triangle menjelaskan ketika tekanan situasional dan kesempatan untuk melakukan fraud tinggi namun integritas personal rendah maka kemungkinan terjadinya fraud akan sangat tinggi. Kesempatan yang dimaksud disini adalah kondisi pengendalian internal dalam sebuah organisasi. Albrecht (2004) mengungkapkan bahwa salah satu motivasi individu dalam melakukan kecurangan akuntansi adalah keinginan untuk mendapatkan keuntungan pribadi. Individu dengan level penalaran moral rendah cenderung akan memanfaatkan kondisi tidak terdapat elemen pengendalian internal dalam organisasi tersebut untuk kepentingan pribadinya (self-interest), misalnya melakukan tindakan kecurangan akuntansi. Senada dengan penelitian Albrecht (2004), penelitian Puspasari (2012) juga mengungkapkan kondisi elemen pengendalian internal di dalam organisasi (ada dan tidak ada pengendalian internal) dapat mempengaruhi individu dengan level moral rendah untuk cenderung melakukan atau tidak melakukan kecurangan akuntansi. Namun bagi individu dengan level moral tinggi, kondisi ada dan tidak ada elemen pengendalian internal organisasi tidak akan membuatnya melakukan kecurangan akuntansi yang akan merugikan organisasi dan masyarakat.
23
Berdasarkan latar belakang masalah dan hasil penelitian sebelumnya, penelitian
ini
dilakukan
untuk
mengetahui
variasi
yang
terjadi
pada
kecenderungan kecurangan akuntansi yang akan dijelaskan oleh dua variabel, yaitu variabel moralitas individu dan variabel pengendalian internal untuk menjawab permasalahan: a) Apakah terdapat perbedaan kecenderungan kecurangan akuntansi antara individu yang memiliki level moralitas tinggi dan level moralitas rendah? b) Apakah terdapat perbedaan kecenderungan kecurangan akuntansi antara individu dalam kondisi terdapat elemen pengendalian internal dan tidak terdapat elemen pengendalian internal? c) Apakah terdapat interaksi yang signifikan antara moralitas individu dengan pengendalian internal dalam memengaruhi kecurangan akuntansi?
1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah dipaparkan, maka tujuan dilakukannya penelitian ini adalah: a) Memperoleh bukti adanya perbedaan kecenderungan melakukan kecurangan akuntansi antara individu yang memiliki level penalaran moral rendah dan level penalaran moral tinggi. b) Memperoleh bukti adanya perbedaan kecenderungan melakukan kecurangan akuntansi antara individu dalam kondisi terdapat elemen pengendalian internal dan tidak terdapat elemen pengendalian internal.
24
c) Memperoleh bukti adanya interaksi antara
moralitas individu dan
pengendalian internal dalam memengaruhi kecurangan akuntansi.
1.4 Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a) Manfaat Praktis a. Memberikan bukti empiris mengenai ada tidaknya perbedaan kecenderungan melakukan kecurangan akuntansi antara individu yang memiliki level penalaran moral rendah dan level penalaran moral tinggi dalam kondisi terdapat
elemen
pengendalian
internal
dan
tidak
terdapat
elemen
pengendalian internal. b. Memberikan masukan bagi Pemerintah Daerah Provinsi Bali untuk mengevaluasi kebijakan yang dapat dilakukan untuk mencegah tindak kecurangan di instansi pemerintah dan mengatasi kemungkinan terjadinya praktik kecurangan akuntansi oleh pejabat pemerintah. b) Manfaat Teoretis Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan referensi bagi para peneliti yang akan melakukan penelitian lebih lanjut berkaitan dengan masalah kecurangan akuntansi.
25
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Teori Keagenan Jensen dan Meckling (1976) mendefinisikan hubungan keagenan sebagai kontrak antara satu orang atau lebih yang bertindak sebagai prinsipal (yaitu pemegang saham) yang menunjuk orang lain sebagai agen (yaitu manajer) untuk melakukan jasa untuk kepentingan prinsipal termasuk mendelegasikan kekuasaan dalam pembuatan keputusan. Manajer sebagai pengelola perusahaan lebih banyak mengetahui informasi internal dan prospek perusahaan di masa yang akan datang dibandingkan pemilik (pemegang saham). Situasi ini akan memicu munculnya suatu kondisi yang disebut sebagai asimetri informasi (information asymmetry). Asimetri
informasi
merupakan
suatu
kondisi ketidakseimbangan
dalam
memperoleh informasi antara pihak manajemen sebagai penyedia informasi (prepaper) dengan pihak pemegang saham sebagai pengguna informasi (user). Scott (2000) menyatakan bahwa terdapat dua macam asimetri informasi yaitu: a) Adverse selection, yaitu bahwa para manajer serta orang-orang dalam lainnya biasanya mengetahui lebih banyak tentang keadaan dan prospek perusahaan dibandingkan investor pihak luar. Fakta yang mungkin dapat mempengaruhi keputusan yang akan diambil oleh pemegang saham tersebut tidak disampaikan informasinya kepada pemegang saham. b) Moral hazard, yaitu bahwa kegiatan yang dilakukan oleh seorang manajer tidak seluruhnya diketahui oleh pemegang saham maupun pemberi
26
pinjaman sehingga manajer dapat melakukan tindakan di luar pengetahuan pemegang saham yang melanggar kontrak dan sebenarnya secara etika atau norma mungkin tidak layak dilakukan. Adanya asimetri informasi memungkinkan adanya konflik yang terjadi antara principal dan agent untuk saling mencoba memanfaatkan pihak lain untuk kepentingan sendiri dan selalu berusaha untuk memaksimalkan fungsi utilitasnya tersebut. Pemilik perusahaan harus melakukan pengawasan terhadap kinerja manajemen dengan sistem pengendalian yang efektif untuk mengantisipasi tindakan menyimpang yang dapat dilakukan oleh pihak manajemen. Sistem pengendalian
tersebut
diharapkan
mampu
mengurangi
adanya
perilaku
menyimpang dalam sistem pelaporan, termasuk adanya kecurangan akuntansi. Eisenhardt (1989) menjelaskan bahwa teori keagenan dilandasi oleh 3 (tiga) buah asumsi yaitu: a) Asumsi tentang sifat manusia Asumsi tentang sifat manusia menekankan bahwa manusia memiliki sifat untuk mementingkan diri sendiri (self interest), memiliki keterbatasan rasionalitas (bounded rationality), dan tidak menyukai risiko (risk aversion) b) Asumsi tentang keorganisasian Asumsi keorganisasian adalah adanya konflik antar anggota organisasi, efisiensi sebagai kriteria produktivitas, dan adanya Asymmetric Information (AI) antara prinsipal dan agen.
27
c) Asumsi tentang informasi Asumsi tentang informasi adalah bahwa informasi dipandang sebagai barang komoditi yang bisa diperjualbelikan. Berdasarkan asumsi sifat dasar manusia tersebut menyebabkan bahwa informasi yang dihasilkan manusia untuk manusia lain selalu dipertanyakan reliabilitasnya dan dapat dipercaya tidaknya informasi yang disampaikan. Pola pertanggungjawaban pengelolaan keuangan negara sejalan dengan teori keagenan (agency theory) yang menciptakan hubungan keagenan. Pemerintah sebagai agen dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) sebagai wakil dari prinsipal memiliki pola hubungan yang tak terpisahkan, tetapi terdapat ketidakseimbangan pemilikan informasi. DPRD tidak memiliki informasi secara penuh tentang laporan pertanggungjawaban eksekutif atas pengelolaan anggaran, apakah pertanggungjawaban pengelolaan anggaran telah mencerminkan kondisi sesungguhnya, yaitu sesuai dengan peraturan perundang-undangan, menerapkan sistem pengendalian internal yang memadai, dan telah melakukan pengungkapan secara penuh atas pertanggungjawaban pengelolaan anggaran tersebut. Jensen dan Meckling (1976), Brickley dan James (1987), dan Shivdasani (1993) menjelaskan bahwa prinsipal dapat memecahkan permasalahan agensi dengan mengeluarkan biaya monitoring. Hasil monitoring yang baik memerlukan pengendalian
internal
perusahaan
yang
efektif.
Manajemen
perusahaan
seharusnya melaksanakan aturan akuntansi dengan benar agar dapat mengatasi permasalahan keagenan.
28
2.2 Kecurangan Akuntansi (Fraud) Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) menjelaskan kecurangan akuntansi sebagai: (1) Salah saji yang timbul dari kecurangan dalam pelaporan keuangan yaitu salah saji atau penghilangan secara sengaja jumlah atau pengungkapan dalam laporan keuangan untuk mengelabui pemakai laporan keuangan, (2) Salah saji yang timbul dari perlakuan tidak semestinya terhadap aktiva (seringkali disebut dengan penyalahgunaan atau penggelapan) yang berkaitan dengan pencurian aktiva entitas yang berakibat laporan keuangan tidak disajikan sesuai dengan Prinsip Akuntansi yang Berlaku Umum (PABU) di Indonesia. Perlakuan tidak semestinya terhadap aktiva entitas dapat dilakukan dengan berbagai cara, termasuk penggelapan tanda terima barang atau uang, pencurian aktiva, atau tindakan yang menyebabkan entitas membayar barang atau jasa yang tidak diterima oleh entitas. Perlakuan tidak semestinya terhadap aktiva dapat disertai dengan catatan atau dokumen palsu atau yang menyesatkan dan dapat menyangkut satu atau lebih individu di antara pegawai atau pihak ketiga. Perspektif kecurangan menurut Bologna (1993) dari sudut pandang akuntansi dan audit, kecurangan adalah penggambaran yang salah dari fakta material dalam buku besar atau laporan keuangan. Pernyataan yang salah dapat ditujukan pada pihak luar organisasi seperti pemegang saham atau kreditor, atau pada organisasi itu sendiri dengan cara menutupi atau menyamarkan penggelapan uang, ketidakcakapan, penerapan dana yang salah atau pencurian atau penggunaan aktiva organisasi yang tidak tepat oleh petugas, pegawai dan agen. Kecurangan dapat juga ditujukan pada organisasi oleh pihak luar, misalnya, penjual, pemasok,
29
kontraktor, konsultan dan pelanggan, dengan cara penagihan yang berlebihan, dua kali penagihan, substitusi material yang lebih rendah mutunya, pernyataan yang salah mengenai mutu dan nilai barang yang dibeli, atau besarnya kredit pelanggan. Association of Certified Fraud Examiners (ACFE) sebagai salah satu asosiasi di
Amerika
Serikat
yang
melakukan usaha
pencegahan dan
pemberantasan kecurangan akuntansi mengkategorikan kecurangan dalam tiga kelompok yaitu: a) Kecurangan Laporan Keuangan (Financial Statement Fraud) Tindakan yang dilakukan oleh pejabat atau eksekutif suatu perusahaan atau instansi pemerintah untuk menutupi kondisi keuangan yang sebenarnya dengan melakukan rekayasa keuangan dalam penyajian laporan keuangannya untuk memperoleh keuntungan. b) Penyalahgunaan aset (Asset Misappropriation) Penyalahgunaan/pencurian aset atau harta perusahaan atau pihak lain. Ini merupakan bentuk fraud yang paling mudah dideteksi karena sifatnya yang dapat diukur/dihitung (defined value). c) Korupsi (Corruption) Jenis fraud ini yang paling sulit dideteksi karena menyangkut kerja sama dengan pihak lain. Fraud jenis ini yang terbanyak terjadi di negara-negara berkembang yang penegakan hukumnya lemah dan masih kurang kesadaran akan tata kelola yang baik sehingga faktor integritasnya masih dipertanyakan. Bentuk-bentuk korupsi antara lain: penyalahgunaan wewenang/konflik kepentingan (conflict of interest), penyuapan (bribery), penerimaan yang
30
tidak sah/ilegal (ilegal gratuities), dan pemerasan secara ekonomi (economic extortion). Adapun definisi fraud menurut BPK RI (2007) adalah sebagai satu jenis tindakan melawan hukum yang dilakukan dengan sengaja untuk memperoleh sesuatu dengan cara menipu. Di samping itu, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau KUHP menyebutkan beberapa pasal yang mencakup pengertian fraud seperti: a) Pasal 362: Pencurian adalah mengambil sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum b) Pasal 368: Pemerasan dan Pengancaman adalah menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa seseorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk memberikan barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya membuat utang maupun menghapuskan piutang c) Pasal 372: Penggelapan adalah dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan d) Pasal 378: Perbuatan Curang adalah menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi utang maupun menghapuskan piutang
31
e) Pasal 209, 210, 387, 388, 415, 417, 418, 419, 420, 423, 425, dan 435 yang secara khusus diatur dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999). Dari definisi di atas, terkandung aspek dari fraud adalah penipuan (deception), ketidakjujuran (dishonest) dan niat (intent). Cressey (1953) mengemukakan tiga penyebab atau pemicu fraud sebagai berikut. a) Tekanan (Unshareable pressure/ incentive) Tekanan melakukan fraud, antara lain faktor ekonomi, alasan emosional (iri/ cemburu, balas dendam, kekuasaan, gengsi), nilai (values) dan karena dorongan keserakahan. Menurut SAS No. 99, terdapat empat jenis kondisi yang umum terjadi pada pressure yang dapat mengakibatkan kecurangan. Kondisi tersebut adalah financial stability, external pressure, personal financial need, dan financial targets. b) Adanya kesempatan/ peluang (Perceived Opportunity) Kesempatan yaitu kondisi atau situasi yang memungkinkan seseorang melakukan atau menutupi tindakan tidak jujur. Biasanya hal ini dapat terjadi karena adanya
internal
control
perusahaan
yang
lemah,
kurangnya
pengawasan, dan/atau penyalahgunaan wewenang. Di antara elemen fraud triangle, opportunity merupakan elemen yang paling memungkinkan untuk diminimalisasi melalui penerapan proses, prosedur, dan kontrol serta upaya deteksi dini terhadap fraud.
32
c) Rasionalisasi (Rationalization) Rasionalisasi ditunjukkan saat pelaku mencari pembenaran sebelum melakukan kejahatan, bukan sesudah melakukan tindakan tersebut. Rasionalisasi diperlukan agar si pelaku dapat mencerna perilakunya yang ilegal untuk tetap mempertahankan jati dirinya sebagai orang yang dipercaya, tetapi setelah kejahatan dilakukan, rasionalisasi ini ditinggalkan karena sudah tidak dibutuhkan lagi. Rasionalisasi atau sikap (attitude) yang paling banyak digunakan adalah hanya meminjam (borrowing) asset yang dicuri dan alasan bahwa tindakannya untuk membahagiakan orang-orang yang dicintainya. Fraud triangle ditunjukkan oleh Gambar 2.1.
Gambar 2.1 Fraud Triangle Sumber : Cressey (1953)
33
2.3 Penalaran Moral Istilah Moral berasal dari bahasa Latin. Bentuk tunggal kata moral yaitu mos sedangkan bentuk jamaknya yaitu mores yang masing-masing memiliki arti yang sama yaitu kebiasaan, adat. Bila kita membandingkan dengan arti kata etika, maka secara etimologis, kata etika sama dengan kata moral karena kedua kata tersebut sama-sama memiliki arti yaitu kebiasaan, adat. Arti kata moral adalah nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Sedangkan yang membedakan hanya bahasa asalnya saja yaitu ‘etika’ dari bahasa Yunani dan ‘moral’ dari bahasa Latin. Moralitas (dari kata sifat Latin moralis) memiliki arti yang pada dasarnya sama dengan ‘moral’, hanya ada nada lebih abstrak. Moralitas adalah sifat moral atau keseluruhan asas dan nilai yang berkenaan dengan baik dan buruk. Salah satu teori perkembangan moral yang banyak digunakan dalam penelitian etika adalah model Kohlberg. Kohlberg (1969) menyatakan bahwa moral berkembang melalui tiga tahapan, yaitu tahapan pre-conventional, tahapan conventional dan tahapan post-conventional. Welton et al. (1994) menyatakan bahwa kemampuan individu dalam menyelesaikan dilema etika dipengaruhi oleh level penalaran moralnya. Hasil dari beberapa studi yang dipaparkan dalam Liyanarachi (2009) menunjukkan bahwa level penalaran moral individu mereka akan mempengaruhi perilaku etis mereka. Orang dengan level penalaran moral yang rendah berperilaku berbeda dengan orang yang memiliki level penalaran moral yang tinggi ketika menghadapi dilema etika. Semakin tinggi level penalaran
34
moral seseorang, maka individu tersebut semakin mungkin untuk melakukan ‘hal yang benar’. Individu akan melakukan suatu tindakan karena takut terhadap hukum/ peraturan yang ada jika berada pada tahapan yang paling rendah (preconventional). Selain itu individu pada level moral ini juga akan memandang kepentingan pribadinya sebagai hal yang utama dalam melakukan suatu tindakan. Pada tahap kedua (conventional), individu akan mendasarkan tindakannya pada persetujuan teman-teman dan keluarganya dan juga pada norma-norma yang ada di masyarakat. Pada tahap tertinggi (post-conventional), individu mendasari tindakannya dengan memperhatikan kepentingan orang lain dan berdasarkan tindakannya pada hukum-hukum universal. Menurut Welton et al. (1994) dalam setiap stage Kohlberg, individu memiliki pandangan sendiri mengenai versi ‘hal yang benar’ menurutnya. Individu dalam stage 1 merasa bahwa hal yang benar adalah apa yang menjadi kepentingan individu tersebut. Individu dalam stage 2 menganggap bahwa hal yang benar adalah hasil dari pertukaran yang imbang, persetujuan maupun posisi tawar yang imbang. Individu dalam stage 3 merasa bahwa hal yang benar adalah terkait dengan pengharapan akan kepercayaan, loyalitas, dan respek dari teman-teman dan keluarganya. Individu dalam stage 4 menganggap bahwa hal yang benar adalah dengan membuat kontribusi untuk masyarakat, grup atau institusi. Individu dalam stage 5 dan stage 6 menganggap bahwa kebenaran adalah mendasarkan diri pada prisip-prinsip etis, persamaan hak manusia dan harga diri sebagai seorang makhluk hidup. Ringkasan mengenai tahapan moral model Kohlberg dipaparkan pada Tabel 2.1.
35
Tabel 2.1 Tingkat dan Tahapan Penalaran Moral Tingkat Tahap/ Stage 1. Pre-conventional 1. Orientasi kepatuhan dan Hukuman Pada level ini individu Pemahaman individu tentang baik dan mengenal moralitas buruk ditentukan oleh otoritas. berdasarkan dampak yang Kepatuhan terhadap aturan adalah untuk ditimbulkan oleh suatu menghindari hukuman dari otoritas. perbuatan, yaitu 2. Orientasi hedonistik-instrumental menyenangkan (hadiah) atau Suatu perbuatan dinilai baik apabila menyakitkan (hukuman). berfungsi sebagai instrumen untuk Individu tidak melanggar memenuhi kebutuhan atau kepuasan aturan karena takut akan diri. ancaman hukuman dari otoritas. 2. Conventional 3. Orientasi individu yang baik Suatu perbuatan dinilai baik Tindakan berorientasi pada orang lain. oleh individu apabila Suatu perbuatan dinilai baik apabila mematuhi harapan otoritas atau menyenangkan bagi orang lain. kelompok sebayanya. 4. Orientasi keteraturan dan otoritas Perilaku yang dinilai baik adalah menunaikan kewajiban, menghormati otoritas, dan memelihara ketertiban sosial. 3. Post-conventional 5. Orientasi kontrol sosial-legalistik Pada level ini aturan dan Ada semacam perjanjian antara dirinya institusi dari masyarakat tidak dan lingkungan sosial. Perbuatan dinilai dipandang sebagai tujuan baik apabila sesuai dengan perundangakhir, tetapi diperlukan sebagai undangan yang berlaku. subjek. Individu menaati 6. Orientasi kata hati aturan sesuai dengan prinsipKebenaran ditentukan oleh kata hati, prinsip etika universal. sesuai dengan prinsip-prinsip etika universal yang bersifat abstrak dan penghormatan terhadap martabat manusia. Sumber : Desmita (2005)
36
2.4 Pengendalian Internal Definisi sistem pengendalian internal menurut Peraturan Pemerintah No.60 tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Internal Pemerintah (SPIP) adalah proses yang integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan. Boynton et al.(2003) mendefinisikan aktivitas pengendalian sebagai kebijakan dan prosedur yang membantu memastikan bahwa perintah manajemen telah dilakukan. Aktivitas pengendalian membantu memastikan bahwa tindakan yang diperlukan berkenaan dengan risiko yang diambil untuk pencapaian tujuan organisasi. Sistem pengendalian internal pemerintah terdiri dari lima unsur, yaitu : a) Lingkungan pengendalian, merupakan kondisi dalam instansi pemerintah yang dapat membangun kesadaran semua personil akan pentingnya pengendalian suatu organisasi dalam menjalankan aktivitas yang menjadi tanggung jawabnya sehingga meningkatkan efektivitas pengendalian internal. b) Penilaian risiko, merupakan kegiatan penilaian atas kemungkinan terjadinya situasi yang mengancam pencapaian tujuan dan sasaran instansi pemerintah yang meliputi kegiatan identifikasi, analisis, dan mengelola risiko yang relevan bagi proses atau kegiatan organisasi.
37
c) Kegiatan pengendalian, merupakan tindakan yang diperlukan untuk mengatasi risiko serta penerapan dan pelaksanaan kebijakan dan prosedur untuk memastikan bahwa tindakan mengatasi risiko telah dilaksanakan secara efektif. d) Informasi dan komunikasi. Informasi merupakan data yang telah diolah yang dapat digunakan untuk pengambilan keputusan dalam rangka penyelenggaraan tugas dan fungsi instansi pemerintah, sedangkan komunikasi merupakan proses penyampaian pesan atau informasi dengan menggunakan simbol atau lambang tertentu baik secara langsung maupun tidak langsung untuk mendapatkan umpan balik. e) Pemantauan, merupakan proses penilaian atas mutu kinerja sistem pengendalian internal dan proses yang memberikan keyakinan bahwa temuan audit dan evaluasi lainnya segera ditindaklanjuti. Coram et al. (2008) menjelaskan bahwa organisasi yang memiliki fungsi audit internal akan lebih dapat mendeteksi kecurangan akuntansi. Pengendalian akuntansi merupakan bagian dari sistem pengendalian internal, meliputi struktur organisasi, metode, dan ukuran-ukuran yang dikoordinasikan terutama untuk menjaga kekayaan organisasi serta mengecek ketelitian dan keandalan data akuntansi (Bastian, 2006). Mulyadi (2009) menyatakan pihak-pihak yang bertanggung jawab terhadap pengendalian intern menurut SA Seksi 319 diantaranya adalah: a) Manajemen,
bertanggung
jawab
untuk
mengembangkan
menyelenggarakan secara efektif pengendalian internal organisasinya.
38
dan
b) Direktur utama perusahaan bertanggung jawab unutk menciptakan atmosfer pengendalian di tingkat puncak, agar kesadaran terhadap pentingnya pengendalian menjadi tumbuh di seluruh organisasi. c) Direktur bagian keuangan dan akuntansi menjalankan peran penting dalam perancangan, implementasi, dan pemantauan sistem pelaporan keuangan organisasi, penyusunan rencana dan anggaran perusahaan, penilaian dan analisis kinerja, serta pencegahan dan pendeteksian pelaporan keuangan yang menyesatkan. d) Dewan komisaris dan komite audit. Dewan komisaris bertanggung jawab untuk memeriksa apakah manajemen memenuhi tanggung jawab mereka dalam mengembangkan dan menyelenggarakan pengendalan internal, sedangkan fungsi komite audit secara langsung berdampak pada auditor. e) Auditor internal, bertanggung jawab untuk memeriksa dan mengevaluasi memadai atau tidaknya pengendalian internal entitas dan membuat rekomendasi peningkatannya. f) Personel lain entitas. Peran dan tanggung jawa semua personel lain yang menyediakan informasi atau menggunakan informasi yang dihasilkan oleh pengendalian internal harus ditetapkan dan dikomunikasikan dengan baik. g) Auditor independen. Sebagai bagian dari prosedur auditnya terhadap laporan keuangan, auditor dapat menemukan kelemahan pengendalaian internal kliennya, sehingga ia dapat mengkomunikasikan temuan auditnya tersebut kepada manajemen, komite audit, atau dewan komisaris.
39
h) Pihak luar lain. Pihak luar lain yang bertanggung jawab atas pengendalian internal entitas adalah badan pengatur (regulatory body), seperti Bank Indonesia dan Bapepam. Badan pengatur ini mengeluarkan persyaratan minimum pengendalian internal yang harus dipenuhi oleh suatu entitas dan memantau kepatuhan entitas terhadap persyaratan tersebut. Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) merupakan instansi pemerintah daerah yang menerima dan menggunakan anggaran untuk menjalankan tugas pokok dan fungsinya, oleh karena itu memiliki kewajiban untuk membuat akuntabilitas keuangan. Berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 4 Tahun
2011 tentang Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah yang
dinyatakan sebagai Perangkat Daerah adalah unsur pembantu kepala daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah yang terdiri dari sekretariat daerah, sekretariat DPRD, dinas daerah dan lembaga teknis daerah. Akuntabilitas keuangan instansi pemerintahan Daerah kabupaten/kota merupakan suatu perwujudan pertanggungjawaban suatu instansi pemerintah atas pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dalam menjalankan program dan kegiatan untuk melaksanakan misi organisasi guna mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan. Sistem pengendalian internal yang efektif memungkinkan terciptanya akuntabilitas keuangan dan sebagai upaya mencegah organisasi dari kecenderungan kecurangan akuntansi yang dapat dilakukan oleh manajer dan bawahannya.
40
2.5 Pengelolaan Keuangan Daerah Provinsi Bali Pengelolaan Keuangan Daerah adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban, dan pengawasan keuangan daerah. Pengelolaan keuangan daerah meliputi kekuasaan pengelolaan keuangan daerah, azas umum dan struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), penyusunan rancangan APBD, penetapan APBD, penyusunan dan penetapan APBD bagi daerah yang belum memiliki DPRD, pelaksanaan APBD, perubahan APBD, pengelolaan kas, penatausahaan keuangan daerah, akuntansi keuangan daerah, pertanggungjawaban pelaksanaan APBD, pembinaan dan pengawasan pengelolaan keuangan daerah, kerugian daerah, dan pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD). Pengelolaaan keuangan daerah dimulai dengan perencanaan/penyusunan APBD. APBD disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan dan kemampuan pendapatan daerah.
APBD
memiliki fungsi otorisasi,
perencanaan, pengawasan, alokasi, distribusi, dan stabilisasi. APBD, perubahan APBD, dan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD setiap tahun ditetapkan dengan peraturan daerah. APBD yang disusun oleh pemerintah daerah telah mengalami perubahan dari yang bersifat inkramental menjadi anggaran berbasis kinerja sesuai dengan tuntutan reformasi. Mardiasmo (2002) menyatakan bahwa terdapat lima prinsip manajemen keuangan daerah yang diperlukan untuk mengontrol kebijakan keuangan daerah meliputi:
41
a. Akuntabilitas, mensyaratkan bahwa dalam mengambil suatu keputusan hendaknya berperilaku sesuai dengan mandat yang diterimanya. Kebijakan yang dihasilkan harus dapat diakses dan dikomunikasikan secara vertikal maupun horisontal dengan baik. b. Value for money, prinsip ini digunakan dalam pengelolaan keuangan daerah dan anggaran daerah dengan ekonomis, efektif, dan efisien. c. Kejujuran dalam mengelola keuangan publik, dalam pengelolaan keuangan daerah harus dipercayakan kepada pegawai yang memiliki integritas dan kejujuran yang tinggi, sehingga potensi munculnya praktik korupsi dapat diminimalkan. d. Transparansi, merupakan keterbukaan pemerintah dalam membuat kebijakankebijakan keuangan daerah sehingga dapat diketahui dan diawasi oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) maupun masyarakat. e. Pengendalian, dalam pengelolaan keuangan daerah perlu dilakukan monitoring terhadap penerimaan maupun pengeluaran Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), sehingga bila terjadi selisih dapat dengan segera dicari penyebab timbulnya selisih.
42
2.6 Penelitian Terdahulu Banyak penelitian-penelitian sebelumnya yang meneliti mengenai fraud. Ramamoorti (2008) menyatakan bahwa faktor perilaku merupakan akar dari permasalahan mengenai fraud. Ramamoorti menginterpretasikan segitiga fraud dari Association of Certified Fraud Examiners (ACFE), sekaligus menambahkan perilaku-perilaku lain diluar segitiga fraud yang dapat juga menyebabkan fraud. Sebuah study ACFE (1996) menjelaskan bahwa seorang individu dengan tingkat integritas tinggi dan tekanan (kebutuhan) serta kesempatan terbatas untuk melakukan fraud cendrung bersifat jujur, sebaliknya individu yang integritas pribadinya kurang, ketika ditempatkan dalam situasi tekanan kebutuhan meningkat dan diberikan kesempatan cenderung melakukan fraud asalkan kebutuhannya terpenuhi. Pemerintahan dapat mengurangi kemungkinan terjadinya kecurangan akuntansi dengan mengetahui sifat dan karakteristik manusia yang paling mungkin melakukan kecurangan. Booz-Allen dan Hamilton (1999) menunjukkan bahwa Indonesia memiliki indeks paling rendah dalam hal indeks good governance dan indeks korupsi dibandingkan dengan beberapa negara Asia Tenggara lainnya. Semakin rendah angka indeks maka semakin rendah tingkat good governance dan semakin tinggi tingkat korupsi dan hal ini menunjukkan pula bahwa akuntabilitas belum berjalan sepenuhnya. Adanya indikasi kecurangan akuntansi di sebuah organisasi, tentu akan mengurangi kualitas pelaporan organisasi yang nantinya akan berimbas pada pengelolaan sumber daya ekonomi yang tidak tepat.
43
Wilopo
(2006)
meneliti
faktor-faktor
yang
mendorong
terjadinya
kecurangan akuntansi dengan variabel bebas keefektifan pengendalian intern, kesesuaian kompensasi, ketaatan pada aturaan akuntansi, asimetris informasi, moralitas manajemen, serta variabel terikat perilaku tidak etis dan kecendrungan kecurangan akuntansi. Pada penelitian Wilopo yang dijadikan sampel adalah Perusahaan terbuka dan BUMN di seluruh Indonesia dengan metode pengambilan sampel adalah stratified random sampling, yaitu mengelompokkan perusahaan berdasarkan sembilan sektor usaha. Penelitian ini membuktikan serta mendukung hipotesis yang menyatakan bahwa perilaku tidak etis manajemen dan kecenderungan kecurangan akuntansi dapat diturunkan dengan meningkatkan keefektifan
pengendalian
internal,
ketaatan
aturan
akuntansi,
moralitas
manajemen, serta menghilangkan asimetri informasi. Namun penelitian ini menemukan hal yang bertentangan dengan hipotesis serta teori dan hasil penelitian sebelumnya, bahwa kompensasi yang sesuai yang diberikan perusahaan ternyata tidak menurunkan perilaku tidak etis dan kecenderungan kecurangan akuntansi. Hal ini disebabkan kompensasi yang diberikan perusahaan ternyata tidak sesuai dengan keinginan manajemen perusahaan, serta hasil yang diperoleh dari perilaku tidak etis dan kecurangan akuntansi lebih besar dibanding kompensasi yang diterimanya. Betts (2009) menemukan alasan mengapa pegawai suatu organisasi melakukan fraud ditinjau dari sisi psikologis dengan menggolongkan demografis pelaku fraud di Amerika dilihat dari latar belakang pendidikan dan usia. Penelitian ini dilakukan di Amerika dalam kurun waktu tahun dua tahun, yaitu
44
selama tahun 2006-2008. Hasil dari penelitian ini adalah bahwa kecurangan akuntansi di Amerika didominasi oleh lulusan strata 1, uang yang diambil secara nominal lebih banyak jumlahnya oleh lulusan strata 2, dan usia individu yang paling banyak melakukan kecurangan akuntansi 41-50 tahun. Puspasari (2012) menguji pengaruh moralitas individu dan pengendalian internal terhadap kecenderungan individu untuk melakukan kecurangan akuntansi di
sektor
pemerintahan.
dihipotesiskan
saling
Moralitas
berinteraksi
individu dalam
dan
pengendalian
mempengaruhi
internal
kecenderungan
kecurangan akuntansi. Untuk menguji hal tersebut dilakukan eksperimen yang melibatkan
mahasiswa
pascasarjana
Magister
Ekonomika
Pembangunan
Universitas Gadjah Mada. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat interaksi antara moralitas individu dan pengendalian internal. Individu dengan level moral rendah cenderung melakukan kecurangan akuntansi pada kondisi tidak terdapat elemen pengendalian internal. Ringkasan penelitian-penelitian sebelumnya dapat dilihat pada Lampiran 1.
45
BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka Berpikir Kerangka berpikir merupakan hasil dari sintesis teori dan kajian pustaka yang dikaitkan dengan masalah yang dihadapi. Berikut merupakan kerangka berpikir penelitian ini:
Gambar 3.1 Kerangka Berpikir
46
Kerangka berpikir yang mendasari penelitian ini adalah kajian teori dan beberapa
penelitian
mengenai
kecurangan
akuntansi.
Teori
keagenan
mencerminkan pola pertanggungjawaban pengelolaan keuangan negara yang menciptakan hubungan keagenan. Pemerintah sebagai agen dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) sebagai wakil dari prinsipal memiliki pola hubungan yang tak terpisahkan, tetapi terdapat ketidakseimbangan pemilikan informasi. DPRD tidak memiliki informasi secara penuh tentang laporan pertanggungjawaban
eksekutif
pertanggungjawaban
pengelolaan
atas
pengelolaan
anggaran
telah
anggaran,
mencerminkan
apakah kondisi
sesungguhnya, yaitu sesuai dengan peraturan perundang-undangan, menerapkan sistem pengendalian internal yang memadai, dan telah melakukan pengungkapan secara penuh atas pertanggungjawaban pengelolaan anggaran tersebut. Adanya indikasi kecurangan akuntansi di pemerintah, tentu akan mengurangi kualitas pelaporan organisasi yang nantinya akan berimbas pada pengelolaan sumberdaya ekonomi yang tidak tepat. Pengawasan terhadap kinerja manajemen dengan melaksanakan sistem pengendalian yang efektif sangat diperlukan untuk mengantisipasi tindakan menyimpang yang dapat dilakukan oleh pihak manajemen. Sistem pengendalian tersebut diharapkan mampu mengurangi adanya perilaku menyimpang dalam sistem pelaporan, termasuk adanya kecurangan akuntansi. Ramamoorti (2008) menyatakan bahwa rasionalisasi dan tekanan adalah faktor-faktor penyebab kecurangan akuntansi yang didasari oleh kondisi psikologis pelaku. Dorminey et al. (2011) menyatakan bahwa faktor rasionalisasi
47
dan tekanan merupakan karakteristik pelaku kecurangan akuntansi yang tidak dapat diobservasi karena mustahil untuk mengetahui apa yang dipikirkan oleh pelaku ketika akan melakukan kecurangan akuntansi. Kecurangan akuntansi sangat erat hubungannya dengan etika. Kecurangan akuntansi merupakan suatu tindakan ilegal sebagai bagian dari perilaku tidak etis, oleh karena itu ada hukum yang harus ditegakkan sebagai bagian dari usaha penegakan standar moral. Beberapa penelitian di bidang etika menggunakan teori perkembangan moral untuk mengobservasi dasar individu melakukan suatu tindakan. Salah satu yang sering digunakan adalah teori mengenai level penalaran moral Kohlberg. Mengetahui level penalaran moral seseorang akan menjadi dasar untuk mengetahui kecenderungan individu melakukan suatu tindakan tertentu, terutama yang berkaitan dengan dilema etika, berdasarkan level penalaran moralnya. Welton et al. (1994) menyatakan bahwa kemampuan individu dalam menyelesaikan dilema etika dipengaruhi oleh level penalaran moralnya. Wilopo (2006) menemukan bahwa semakin tinggi level penalaran moral individu akan semakin cenderung tidak berbuat kecurangan akuntansi. Bernardi dan Guptill (2008) menemukan bahwa semakin tinggi level moral individu akan semakin sensitif terhadap isu-isu etika. Selain faktor rasionalisasi yang berkaitan erat dengan etika, faktor lain yang menjadi penyebab kecurangan akuntansi adalah faktor kesempatan. Salah satu penyebab adanya kesempatan untuk melakukan kecurangan akuntansi adalah kurangnya pengawasan dan lemahnya pengendalian internal organisasi. Coram et
al. (2008) menjelaskan bahwa organisasi yang
memiliki fungsi internal audit akan lebih dapat mendeteksi kecurangan akuntansi.
48
Penelitian dari Hernandez dan Groot (2007) menemukan bahwa etika dan lingkungan pengendalian merupakan dua hal yang sangat penting terkait kecenderungan seseorang dalam melakukan kecurangan akuntansi. Penelitian ini akan mengkolaborasikan teori mengenai kecurangan akuntansi dan etika dalam konteks pemerintahan daerah Provinsi Bali. Level moral individu (tinggi dan rendah) dan elemen pengendalian internal organisasi (ada dan tidak ada) merupakan faktor yang akan diteliti sebagai penyebab terjadinya kecurangan akuntansi.
3.2 Konsep Penelitian Konsep penelitian merupakan hubungan logis dari landasan teori dan kajian empiris. Konsep disajikan dalam Gambar 3.2 berikut ini.
Variabel independen 1. Moralitas Individu (Level Moral Tinggi dan Rendah) 2. Pengendalian Internal (ada dan tidak ada elemen pengendalian internal)
Variabel Dependen Kecurangan Akuntansi
Gambar 3.2 Konsep Penelitian Berdasarkan kerangka berpikir yang telah dikemukakan sebelumnya, penelitian ini akan menganalisis apakah terdapat perbedaan kecenderungan melakukan kecurangan akuntansi antara individu yang memiliki level penalaran moral tinggi dan level penalaran moral rendah dalam kondisi terdapat elemen pengendalian internal dan tidak terdapat elemen pengendalian internal. Konsep
49
penelitian yang diajukan dalam gambar tersebut merupakan kerangka konseptual dan sebagai alur pemikiran dalam menguji hipotesis.
3.3 Hipotesis Penelitian Liyanarachi (2009) menunjukkan bahwa level penalaran moral individu akan mempengaruhi perilaku etis mereka. Welton et al. (1994) juga menyatakan bahwa kemampuan individu dalam menyelesaikan dilema etika dipengaruhi oleh level penalaran moralnya. Individu dengan level penalaran moral yang rendah berperilaku berbeda dengan individu yang memiliki level penalaran moral yang tinggi ketika menghadapi dilema etika. Individu yang memiliki level penalaran moral rendah cenderung akan melakukan hal-hal yang menguntungkan dirinya sendiri dan menghindari hal-hal yang dapat menimbulkan sanksi hukum. Individu dengan level penalaran moral tinggi di dalam tindakannya akan memperhatikan kepentingan orang-orang di sekitarnya dan mendasarkan tindakannya pada prinsip-prinsip moral. Menurut Moroney dan McDevitt (2008) individu dengan level penalaran moral tinggi dalam perbuatannya akan lebih berorientasi pada prinsip-prinsip moral yang universal. Fraud triangle menjelaskan bahwa ketika tekanan situasional dan kesempatan untuk melakukan fraud tinggi namun integritas personal rendah maka kemungkinan terjadinya fraud akan sangat tinggi. Kesempatan yang dimaksud disini adalah kondisi pengendalian internal dalam sebuah organisasi. Albrecht (2004) menyatakan bahwa salah satu motivasi individu dalam melakukan kecurangan akuntansi adalah keinginan untuk mendapatkan keuntungan pribadi.
50
Puspasari (2012) menemukan adanya interaksi antara moralitas individu dan pengendalian internal dalam mempengaruhi kecenderungan kecurangan akuntansi. Interaksi yang dimaksud adalah perubahan pada satu level faktor level moral atau pada kondisi pengendalian internal, akan menyebabkan perubahan individu dalam melakukan kecurangan akuntansi. Individu dengan level penalaran moral rendah cenderung akan memanfaatkan kondisi tidak terdapat elemen pengendalian internal dalam organisasi tersebut untuk kepentingan pribadinya (self-interest), misalnya tindakan yang berhubungan dengan kecurangan akuntansi. Kondisi tersebut sesuai dengan yang ada dalam tingkatan level pre-conventional Kohlberg yaitu individu yang memiliki level penalaran moral rendah memiliki motivasi utama untuk kepentingan pribadinya. Sementara itu, individu dengan level penalaran tinggi dalam kondisi tidak terdapat elemen pengendalian internal di organisasi tetap tidak akan melakukan kecurangan akuntansi yang tidak etis dan akan merugikan banyak pihak. Level moral Kohlberg menyatakan bahwa taat kepada peraturan yang ada karena menghindari sanksi tertentu termasuk dalam tahap yang rendah yaitu level pre-conventional. Individu dengan penalaran moral rendah dalam kondisi terdapat elemen pengendalian internal cenderung tidak akan melakukan kecurangan akuntansi karena takut perbuatannya akan terdeteksi oleh pengendalian internal organisasi dan ia akan mendapat sanksi hukum. Terdapat bukti empiris dari Moroney dan McDevitt (2008) yang menemukan bahwa individu dengan level penalaran moral rendah lebih berorientasi pada peraturan dan sanksi hukum yang mungkin didapatkan.
51
Kondisi elemen pengendalian internal di dalam organisasi (ada dan tidak ada pengendalian internal) dapat mempengaruhi individu dengan level moral rendah untuk cenderung melakukan atau tidak melakukan kecurangan akuntansi. Namun bagi individu dengan level moral tinggi, kondisi ada dan tidak ada elemen pengendalian internal organisasi tidak akan membuatnya melakukan kecurangan akuntansi yang akan merugikan organisasi dan masyarakat. Berdasarkan hal tersebut, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah: a) Efek Perlakuan Moralitas Individu (Level Tinggi dan Level Rendah) Hipotesis tentang efek perlakuan moralitas individu digunakan untuk menyatakan ada tidaknya perbedaan kecenderungan melakukan kecurangan akuntansi yang diakibatkan oleh perlakuan moralitas individu tanpa memperhatikan perlakuan lainnya. Hipotesis yang dapat dirumuskan adalah sebagai berikut: H0: Tidak terdapat perbedaan kecenderungan kecurangan akuntansi antara individu yang memiliki level moralitas tinggi dan level moralitas rendah H1: Terdapat perbedaan kecenderungan kecurangan akuntansi antara individu yang memiliki level moralitas tinggi dan level moralitas rendah b) Efek Perlakuan Pengendalian Internal (Ada dan Tidak) Hipotesis tentang efek perlakuan pengendalian internal digunakan untuk menyatakan ada tidaknya perbedaan kecenderungan melakukan kecurangan akuntansi yang diakibatkan oleh perlakuan pengendalian internal (ada dan tidak) tanpa memperhatikan perlakuan lainnya. Hipotesis yang dapat dirumuskan adalah sebagai berikut:
52
H0: Tidak terdapat perbedaan kecenderungan kecurangan akuntansi antara individu dalam kondisi terdapat elemen pengendalian internal dan tidak terdapat elemen pengendalian internal H2: Terdapat perbedaan kecenderungan kecurangan akuntansi antara individu dalam kondisi terdapat elemen pengendalian internal dan tidak terdapat elemen pengendalian internal c) Efek Interaksi antara Moralitas Individu dengan Pengendalian Internal Hipotesis tentang interaksi antara moralitas individu dengan pengendalian internal digunakan untuk menyatakan ada tidaknya interaksi yang signifikan antara moralitas individu dengan pengendalian internal. Hipotesis yang dapat dirumuskan adalah sebagai berikut: H0: Tidak terdapat interaksi yang signifikan antara moralitas individu dengan pengendalian internal H3: Terdapat interaksi yang signifikan antara moralitas individu dengan pengendalian internal
53
BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Rancangan Penelitian Rancangan penelitian adalah rencana menyeluruh dari penelitian mencakup hal-hal yang akan dilakukan oleh peneliti mulai dari membuat hipotesis dan implikasinya secara operasional sampai pada analisis akhir data yang selanjutnya disimpulkan dan diberikan saran. Penelitian ini menggunakan rancangan eksperimen faktorial 2x2 untuk menguji pengaruh moralitas individu dan pengendalian internal pada kecurangan akuntansi. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang diperoleh berdasarkan hasil jawaban partisipan dalam kuesioner yang dibagikan. Kuesioner dalam penelitian ini dibagikan kepada Kepala Sub Bagian (Pejabat Eselon IV) di Tingkat Sekretariat Daerah Pemerintah Provinsi Bali. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah kecurangan akuntansi, sedangkan variabel independennya adalah moralitas individu (level moral tinggi dan rendah) dan pengendalian internal (ada dan tidak ada elemen pengendalian internal). Peneliti mengamati kecenderungan individu melakukan kecurangan akuntansi dengan membagi partisipan ke dalam empat grup: (1) Grup 1: kelompok level moral tinggi dalam kondisi ada elemen pengendalian internal, (2) Grup 2: kelompok level moral tinggi dalam kondisi tidak terdapat elemen pengendalian internal, (3) Grup 3: kelompok level moral rendah dalam kondisi terdapat elemen pengendalian internal, dan (4) Grup 4: kelompok level moral rendah dalam
54
kondisi tidak terdapat elemen pengendalian internal. Adapun desain eksperimen faktorial 2x2 ditunjukkan pada Tabel 4.1 sebagai berikut: Tabel 4.1 Desain Eksperimen Faktorial 2x2 Elemen Pengendalian Internal Level Penalaran Moral
Ada
Tidak Ada
Tinggi
Grup 1
Grup 2
Rendah
Grup 3
Grup 4
Analisis varian desain faktorial digunakan untuk mengetahui efek utama (Main Effect) dan efek interaksi (Interaction Effect) pada model penelitian. Efek utama [Main Effect (ME)] merupakan efek yang secara langsung ditimbulkan oleh variabel bebas atau independen tanpa memperhitungkan kehadiran variabel independen lain. Variabel bebas/independen yang dilibatkan dalam model penelitian ada dua maka akan terdapat dua ME. Efek interaksi [Interaction Effect (IE)] yaitu efek yang diakibatkan oleh adanya interaksi antara satu variabel independen dengan variabel independen lainnya dalam suatu model analisis. Kerlinger (2000) menyatakan interaksi merupakan kerja sama dua variabel bebas atau lebih dalam mempengaruhi satu variabel terikat. Interaksi berarti bahwa kerja atau pengaruh dari suatu variabel bebas terhadap suatu variabel terikat, bergantung pada taraf atau tingkat variabel bebas lainnya. Dengan kata lain, interaksi terjadi manakala suatu variabel bebas memiliki efek‐efek berbeda terhadap suatu variabel terikat pada berbagai tingkat dari suatu variabel bebas lain.
55
Uji asumsi klasik yang terdiri dari: uji normalitas dan uji homogenitas dilakukan sebelum uji Two-Way Anova. Hasil analisis kemudian akan diintepretasikan, dan kemudian disimpulkan. Adapun rancangan penelitian dapat disajikan pada Gambar 4.1 sebagai berikut:
Kajian Teoritis Kajian Empiris
Pengaruh Moralitas Individu dan Pengendalian Internal pada Kecurangan Akuntansi
Rumusan Masalah
Hipotesis
Variabel Penelitian: (Independent) Moralitas Individu, Pengendalian Internal (Dependent) Kecurangan Akuntansi
Penentuan partisipan: Kepala Sub Bagian (Pejabat Eselon IV)
Instrumen Penelitian: Kuisioner DIT & Skenario
Pemerintah Prov. Bali di Tingkat Sekretariat Daerah
Pengolahan Data
Pembahasan Hasil Penelitian
Simpulan dan Saran Gambar 4.1 Rancangan Penelitian
56
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan selama lima bulan (Nopember 2013-Maret 2014) pada Pemerintah Daerah Provinsi Bali yaitu Satuan Kerja Perangkat Daerah di Tingkat Sekretariat Daerah yang berjumlah 9 instansi. Daftar lokasi penelitian ditunjukkan pada Tabel 4.2. Tabel 4.2 Lokasi Penelitian No
Tingkat Sekretariat Daerah (Setda)
1 Biro Pemerintahan 2 Biro Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) 3 Biro Organisasi 4 Biro Perekonomian dan Pembangunan 5 Biro Kesejahteraan Rakyat 6 Biro Keuangan 7 Biro Umum dan Protokol 8 Biro Humas 9 Biro Aset Sumber : Pemerintah Daerah Provinsi Bali (2013)
4.3 Penentuan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang dikumpulkan melalui kuesioner dalam bentuk instrumen penelitian berupa kasus. Sedangkan sumber data adalah pendapat dan persepsi dari Kepala Sub Bagian (Pejabat Eselon IV) Pemerintah Provinsi Bali di Tingkat Sekretariat Daerah.
57
4.4 Metode Penentuan Sampel 4.4.1 Populasi Populasi adalah wilayah generalisasi terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan (Sugiyono, 2011:115). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Kepala Sub Bagian (Pejabat Eselon IV) pada Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Provinsi Bali. Berdasarkan data yang diperoleh dari Kantor Kepegawaian Daerah Provinsi Bali jumlah SKPD adalah 7 cluster yang terdiri dari 45 instansi (Lampiran 6).
4.4.2 Sampel Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki populasi tersebut (Sugiyono,2011:116). Pengambilan sampel pada penelitian ini dilakukan secara Cluster Random Sampling, yaitu dengan membagi populasi sebagai cluster-cluster kecil, lalu pengamatan dilakukan pada sampel cluster yang dipilih secara random. Teknik ini digunakan karena ukuran populasinya tidak diketahui dengan pasti, sehingga tidak memungkinkan untuk dibuatkan kerangka samplingnya, dan keberadaannya tersebar secara geografis. Langkah-langkah penentuan sampel adalah sebagai berikut. Pada tahap pertama, dipilih salah satu cluster secara random dari tujuh cluster. Cluster yang terpilih yaitu Cluster Sekretariat Daerah yang terdiri dari sembilan Biro. Pada tahap kedua, dipilih Kepala Sub Bagian (Pejabat Eselon IV) secara random
58
sebagai partisipan pada kesembilan biro tersebut. Jumlah seluruh partisipan adalah 114 orang. Gay dan Diehl (1992) menjelaskan untuk penelitian eksperimen minimal sampel yang digunakan 15 elemen per kelompok. Sekaran (2006:252) juga memberikan pedoman penentuan jumlah sampel yaitu untuk penelitian eksperimen yang sederhana, dengan pengendalian yang ketat, ukuran sampel bisa antara 10-20 elemen.
4.5 Variabel Penelitian 4.5.1 Identifikasi Variabel Variabel-variabel yang akan diteliti dalam penelitian ini antara lain: a) Variabel dependen dalam penelitian ini yaitu kecenderungan kecurangan akuntansi. b) Variabel independen dalam penelitian ini adalah moralitas individu (level moral tinggi dan rendah) dan pengendalian internal (ada dan tidak ada elemen pengendalian internal).
4.5.2 Definisi Operasional Variabel Definisi Operasional Variabel adalah penarikan batasan yang lebih menjelaskan ciri-ciri spesifik atas variabel tersebut. a) Kecurangan Akuntansi IAI (2001) menjelaskan kecurangan akuntansi sebagai salah saji yang timbul dari kecurangan dalam pelaporan keuangan dan salah saji yang timbul dari
59
perlakuan tidak semestinya terhadap aktiva (seringkali disebut dengan penyalahgunaan atau penggelapan) berkaitan dengan pencurian aktiva entitas yang berakibat laporan keuangan tidak disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. Indikator Kecurangan Akuntansi yang digunakan dalam penelitian ini adalah berdasarkan
Association
of
Certified
Fraud
Examiners
(ACFE)
yang
mengkategorikan kecurangan dalam tiga kelompok yaitu: Kecurangan Laporan Keuangan
(Financial
Statement
Fraud),
Penyalahgunaan
aset
(Asset
Misappropriation), dan Korupsi (Corruption). b) Moralitas Individu Moralitas adalah sifat moral atau keseluruhan asas dan nilai yang berkenaan dengan baik dan buruk. Indikator Moralitas Individu yang digunakan dalam penelitian ini adalah berdasarkan teori perkembangan moral Kohlberg (1969) yang menyatakan bahwa moral berkembang melalui tiga tahapan, yaitu tahapan pre-conventional, tahapan conventional dan tahapan post-conventional. c) Pengendalian Internal Pengendalian internal menurut Peraturan Pemerintah No.60 tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Internal Pemerintah (SPIP) adalah proses yang integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan. Variabel pengendalian internal dalam penelitian ini
60
merupakan variabel aktif yang diberikan perlakuan atau manipulasi untuk keperluan penelitian eksperimen.
4.5.3 Pengukuran Variabel a) Variabel Kecurangan Akuntansi Variabel kecurangan akuntansi diukur dengan meminta partisipan untuk memberikan pendapatnya dalam pertanyaan kasus mengenai pengadaan barang/jasa di instansi pemerintah. Partisipan menjawab pertanyaan tersebut setelah membaca skenario eksperimen. Skala Likert 1–10 digunakan untuk mengukur respons dari partisipan. Semakin tinggi partisipan memberikan angka penilaiannya, semakin cenderung partisipan tersebut berbuat curang. Skenario yang digunakan merupakan pengembangan dari skenario yang digunakan oleh Puspasari (2012). b) Variabel Moralitas Individu Pengukuran moralitas
berasal dari model pengukuran moral yang
dikembangkan oleh Kohlberg (1969) dan Rest (2000) dalam bentuk instrumen Defining Issues Test. Instrumen ini berbentuk kasus dilema etika. Moralitas diukur melalui 6 (enam) butir instrumen yang mengukur setiap tahapan moralitas melalui kasus dilema etika akuntansi. Setiap tahapan moralitas ditunjukkan dengan skala satu sampai dengan empat. Selanjutnya dilakukan penjumlahan hasil skala dari keenam instrumen tersebut. Hasil pengukuran atas dilema etika akuntansi ini merupakan cerminan moralitas individu. Semakin rendah hasil penjumlahan skala
61
dari instrumen tersebut, maka tingkat moralitas individu tersebut masih berada pada tahap yang rendah yaitu level pre-conventional. Ringkasan pernyataan yang berkaitan dengan pengukuran tingkat moral individu dapat dilihat pada Tabel 4.3 sebagai berikut: Tabel 4.3 Skor Pernyataan Moralitas Individu No. Pernyataan Skor SS 1 1 2 1 3 1 4 1 5 4 6 4 Sumber: Wilopo, 2006
Skor S 2 2 2 2 3 3
Skor TS 3 3 3 3 2 2
Skor STS 4 4 4 4 1 1
Jika total skor yang diperoleh partisipan ≥ 17 skor, maka dapat dikatakan partisipan memiliki level moral yang tinggi (level Post-conventional). Namun jika total skor yang diperoleh partisipan < 17 skor maka partisipan tersebut dapat dikatakan memiliki level moral yang rendah (level Pre-conventional). Alasan peneliti menggunakan skala likert 1-4 adalah untuk menghilangkan jawaban ragu-ragu, karena jawaban tersebut dapat memberikan makna yang ganda, dan tidak menjelaskan jawaban responden yang sebenarnya secara pasti. Modifikasi skala Likert, menurut Hadi (1991) dapat dilakukan berdasarkan dua alasan. Pertama, kategori jawaban yang ditengah memiliki makna ganda. Bisa diartikan belum dapat menentukan atau memberi jawaban bisa juga diartikan netral, setuju tidak, tidak setuju pun tidak, atau bahkan ragu-ragu. Kategori jawaban yang bermakna ganda ini tidak diharapkan dalam suatu instrumen. Kedua, tersedianya kategori jawaban ditengah menimbulkan kecenderungan 62
menjawab ditengah (central tendency effect), terutama bagi responden yang raguragu atau arah kecenderungan jawabannya kc arah sesuai atau ke arah tidak sesuai. Tersedianya jawaban ditengah akan menghilangkan banyak data penelitian, sehingga mengurangi banyaknya informasi yang dapat dijaring pada responden. Skala ini memiliki empat alternatif jawaban yaitu SS=Sangat Setuju, S=Setuju, TS=Tidak Setuju, STS=Sangat Tidak Setuju. Adapun kriteria pemberian nilai tergantung dari favourable atau unfavourable suatu item yaitu, untuk item favourable, jawaban sangat setuju (SS) mendapat nilai 4, setuju (S) mendapat nilai 3, tidak setuju (TS) mendapat nilai 2 dan sangat tidak setuju (STS) mendapat nilai 1. Sedangkan untuk item unfavourable, jawaban sangat setuju (SS) mendapat nilai 1, setuju (S) mendapat nilai 2, tidak setuju (TS) mendapat nilai 3, dan jawaban sangat tidak setuju (STS) mendapat nilai 4. c) Variabel Pengendalian Internal Pengukuran variabel pengendalian internal menggunakan skenario yang dikembangkan dari penelitian Puspasari (2012) yang terdiri dari dua skema dalam skenario: ada elemen pengendalian internal dan tidak ada elemen pengendalian internal. Kondisi adanya elemen pengendalian internal digambarkan melalui adanya penerapan wewenang dan tanggung jawab di organisasi, pencatatan transaksi berkala, adanya pengendalian fisik, sistem akuntansi yang komprehensif, serta pemantauan dan evaluasi berkala. Kondisi tidak adanya elemen pengendalian internal digambarkan dalam skenario berupa tidak adanya penerapan wewenang dan tanggung jawab yang jelas di organisasi, pencatatan
63
transaksi yang tidak berkala, tidak adanya pengendalian fisik, sistem akuntansi yang tidak dapat mencatat seluruh kegiatan operasional instansi serta tidak adanya pemantauan dan evaluasi secara berkala di dalam instansi.
4.6 Prosedur Penelitian Penelitian ini akan menggunakan metode penelitian eksperimen. Sugiyono (2011:107) metode penelitian ekperimen diartikan sebagai metode penelitian yang digunakan untuk mencari pengaruh perlakuan tertentu terhadap yang lain dalam kondisi yang terkendali. Rangkaian prosedur yang akan dikerjakan oleh partisipan dibuat agar eksperimen dapat berjalan sesuai dengan manipulasi yang direncanakan. Penelitian ini tidak seluruhnya menggunakan eksperimen laboratorium secara murni, tetapi eksperimen lapangan dengan mendatangi setiap partisipan. Hal ini dikarenakan agar dapat menjangkau para subyek yang bekerja di berbagai tempat yang tidak mungkin dikumpulkan dalam satu kelas dan dapat menerima responnya dalam waktu singkat. Selanjutnya diberikan dua buah penugasan kepada subyek yang berpengalaman. Penugasan pertama adalah penugasan mengenai kecenderungan kecurangan akuntansi. Subjek diberikan skenario yang berisi informasi mengenai peran mereka di dalam eksperimen. Pada penelitian ini partisipan diberi skenario mengenai seorang manager di sektor pemerintahan (Kepala SKPD). Di dalam skenario, partisipan diberi pemahaman mengenai latar belakang seorang Kepala SKPD dan kondisi yang ada dalam organisasi yang dipimpinnya. Skenario eksperimen dalam penugasan
64
pertama ini menggunakan konteks orang ketiga (third-person context) seperti yang disarankan oleh Rest (2000) untuk penelitian-penelitian etika. Hal ini diperkuat dengan penelitian-penelitian etika yang dilakukan oleh Arnold dan Ponemon (1991), dan Bernardi dan Guptill (2008) yang menggunakan konteks orang ketiga. Terdapat dua jenis kondisi di dalam skenario kecurangan akuntansi, yaitu kondisi ada dan tidak ada elemen pengendalian internal. Kondisi tersebut secara acak terdapat di dalam skenario yang dibagikan kepada subjek eksperimen. Di bagian akhir skenario, terdapat kasus kecurangan akuntansi. Kasus tersebut mengenai proyek tender yang ada di Dinas X. Setelah membaca skenario, subjek diminta untuk memberi penilaian berkaitan dengan pertanyaan kecurangan akuntansi dalam kasus tender tersebut. Setelah penugasan pertama usai, partisipan kemudian diminta mengerjakan penugasan kedua. Pada penugasan kedua, subjek akan diminta untuk membaca skenario mengenai dilema etika dan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang akan digunakan untuk mengukur level penalaran moral mereka.
4.7 Pilot Test Pilot test (penelitian pendahuluan) dilakukan untuk mengetahui apakah kasus yang diberikan dapat dipahami oleh partisipan atau tidak (Cooper dan Schindler, 2003). Pilot tes juga dilakukan untuk meningkatkan validitas internal. Beberapa perubahan terhadap desain awal kuesioner kemungkinan dilakukan dengan masukan yang sesuai dengan tujuan penelitian. Pilot test dilakukan terhadap 10 orang mahasiswa Magister Akuntansi Universitas Udayana. Saran
65
dari partisipan akan menjadi masukan bagi peneliti untuk melakukan perbaikan terhadap materi eksperimen.
4.8 Teknik Analisis Data Berbagai pengujian data yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu meliputi distribusi frekuensi untuk statistik deskriptif, uji homogenitas, dan uji normalitas data. Setelah itu dilakukan analisis varians (ANOVA) untuk menguji hubungan antara satu variabel dependen (skala metrik) dengan satu atau lebih variabel independen (skala nonmetrik atau kategorikal dengan kategori lebih dari dua).
4.8.1 Statistik Deskriptif Analisis statistik deskriptif ditujukan untuk memberikan gambaran umum mengenai partisipan yang dijelaskan dalam tabel distribusi frekuensi. Tabel tersebut berguna untuk menunjukan demografi partisipan, sedangkan deskripsi mengenai variabel-variabel penelitian menggunakan tabel distribusi frekuensi yang menunjukkan kisaran teoritis, kisaran sesungguhnnya, mean, dan standar deviasi yang diperoleh dari hasil jawaban partisipan yang diterima.
4.8.2 Uji Homogenitas Homogeneity of variance yaitu variabel dependen harus memiliki varian yang sama dalam setiap kategori variabel independen (Ghozali, 2009). Jika terdapat lebih dari satu variable independen, maka harus ada homogeneity of variance di dalam cell yang dibentuk oleh variabel independen kategorikal. SPSS
66
memberikan test ini dengan nama Levene’s Test of Homogeneity of Variance. Jika nilai Levene Test signifikan (probabilitas <0,05) maka grup memiliki varian yang berbeda dan hal ini menyalahi asumsi. Jadi yang dikehendaki adalah Levene Test tidak signifikan (probabilitas ≥0,05).
4.8.3 Uji Normalitas Screening terhadap normalitas data merupakan langkah awal yang harus dilakukan untuk setiap analisis multivariate (Ghozali, 2009). Hasil uji statistik akan lebih baik jika semua variabel berdistribusi normal. Jika variabel tidak terdistribusi secara normal (menceng ke kanan atau menceng ke kiri), maka hasil uji statistik akan terdegradasi. Normalitas suatu variabel umumnya dideteksi dengan grafik atau uji statistik, sedangkan normalitas nilai residual dideteksi dengan metode grafik. Uji Kolmogorov Smirnov adalah pengujian normalitas yang banyak dipakai. Kelebihan dari uji ini adalah sederhana dan tidak menimbulkan perbedaan persepsi di antara satu pengamatan dengan pengamatan yang lain, yang sering terjadi pada uji normalitas dengan menggunakan grafik. Konsep dasar dari uji normalitas Kolmogorov Smirnov adalah dengan membandingkan distribusi data (yang akan diuji normalitasnya) dengan distribusi normal baku. Distribusi normal baku adalah data yang telah ditransformasikan ke dalam bentuk Z-Score dan diasumsikan normal. Jadi sebenarnya uji Kolmogorov Smirnov adalah uji beda antara data yang diuji normalitasnya dengan data normal baku. Seperti pada uji beda biasa, jika signifikansi di bawah 0,05 (<0,05) berarti terdapat perbedaan
67
yang signifikan, dan jika signifikansi di atas 0,05 (≥0,05) maka tidak terjadi perbedaan yang signifikan.
4.8.4 Uji Hipotesis Untuk menguji hipotesis dalam penelitian ini digunakan uji statistik Two Way Analysis of Variance dengan program SPSS versi 19.0. Penelitian ini menggunakan Two-Way Anova dengan alasan penelitian ini menggunakan dua variabel independen berskala data kategorik yaitu variabel pengendalian internal (ada dan tidak) dan variabel moralitas (tinggi dan rendah) serta satu variabel terikat berskala data kuantitatif/numerik (interval atau rasio) yaitu variabel kecurangan akuntansi. Asumsi yang harus dipenuhi untuk dapat menggunakan uji statistik Two-Way Anova yaitu homogeneity of variance, random sampling, dan multivariate normality. Two-Way Anova adalah salah satu metode statistik parametrik yang memiliki kelebihan yaitu ditarik dari populasi yang berdistribusi normal serta memiliki varian yang homogen sehingga pengujian hipotesis memberikan hasil yang lebih tajam dibandingkan menggunakan statistik nonparametrik. Kriteria untuk pembuatan keputusannya adalah sebagai berikut:
a) Jika nilai signifikansi > 0,05 maka Ho diterima b) Jika nilai signifikansi ≤ 0,05 maka maka Hi diterima atau menolak Ho.
68
BAB V HASIL PENELITIAN
5.1 Karakteristik Partisipan Penelitian ini dilakukan pada Kepala Sub Bagian (Pejabat Eselon IV) di Tingkat Sekretariat Daerah Pemerintah Provinsi Bali yang terdiri dari sembilan Biro dengan jumlah partisipan sebanyak 114 orang.
Dari 114 partisipan, 2
partisipan dinyatakan gugur karena pengisian kuesioner yang tidak lengkap. Sebanyak 112 partisipan yang berhasil dilibatkan dalam penelitian ini dibagi ke dalam empat grup manipulasi. Karakterisitik demografi partisipan pada penelitian ini terdiri dari empat bagian utama yaitu usia, jenis kelamin, lama bekerja, dan pendidikan terakhir. Dari Tabel 5.1 dapat diketahui bahwa partisipan termuda berusia 28 tahun, tertua berusia 56 tahun dan didominasi oleh kelompok usia 25-50 tahun. Sebanyak 59 partisipan dalam penelitian ini atau sebesar 52,68% berjenis kelamin laki-laki. Sementara sisanya sebanyak 53 partisipan atau sebesar 47,32% berjenis kelamin perempuan. Partisipan memiliki pengalaman kerja yang cukup lama karena sebagian besar (97%) bekerja di atas 10 tahun dan paling banyak menempuh pendidikan sampai S1 yaitu sebesar 66 partisipan. Hasil pengolahan data mengenai karakteristik demografi partisipan secara keseluruhan ditunjukkan pada Tabel 5.1.
69
Tabel 5.1 Karakteristik Partisipan Keterangan Usia
25-50 Thn >50 Thn Total
Frek Range Min Max Mean 65 47 112 28 28 56 47,9
Std Deviasi
Var
5,923 35,08
Jenis Kelamin
Laki-Laki 59 Perempuan 53 Total 112 Lama Kerja <5 Thn 1 5-10 Thn 2 >10 Thn 109 Total 112 Pendidikan S1 66 Terakhir S2 46 Total 112 Sumber: Data primer 2014, diolah
1
1
2 1,4732
0,5153 0,252
2
1
3 2,9643 0,22971 0,053
1
3
4 3,4107 0,49417 0,244
5.2 Statistik Deskriptif Grup Statistik deskriptif disajikan untuk memberikan informasi mengenai karakteristik variabel penelitian khususnya tentang mean dan deviasi standar. Pengukuran mean merupakan cara yang umum digunakan untuk mengukur nilai sentral dari distribusi data sedangkan deviasi standar merupakan perbedaan antara nilai data yang diteliti dengan nilai rata-ratanya. Tabel 5.2 menunjukkan bahwa partisipan dalam grup 4 berjumlah 26 orang, dengan perlakuan tidak terdapat elemen pengendalian internal dan level moral rendah memiliki mean yang paling tinggi yaitu 8,42. Grup 3 dengan perlakuan terdapat elemen pengendalian internal dan level moral rendah memiliki mean 5,03 dengan jumlah partisipan yaitu 28 orang. Partisipan yang memiliki level moral
70
tinggi yaitu grup 1 dan grup 2 memiliki mean masing-masing yaitu 5,00 dan 4,04 dengan perlakuan berbeda yaitu terdapat elemen pengendalian internal dan tidak terdapat elemen pengendalian internal. Tabel 5.2 menyajikan hasil statistik deskriptif untuk empat grup perlakuan sebagai berikut: Tabel 5.2 Deskriptif Statistik Moral Rendah
SPI Tidak Ada (Grup 4) Ada SPI (Grup 3) Total
Tinggi
Tidak Ada (Grup 2) Ada SPI (Grup 1)
Total Total Tidak Ada Ada SPI Total Sumber: Data primer 2014, diolah
Std. Mean Deviation N 8,4231 2,19405 26 5,0357 3,13265 28 6,6667 3,19197 54 4,0357 2,47180 28 5,0000 2,97113 30 4,5345 2,76072 58 6,1481 3,20617 54 5,0172 3,02325 58 5,5625 3,15024 112
5.3 Uji Instrumen Penelitian Pada tahapan ini dilakukan uji validitas dan reliabilitas dengan tujuan untuk menghasilkan data yang berkualitas. Cara yang dapat ditempuh adalah dua cara : (1) menggunakan alat ukur (instrumen) siap pakai yang validitas dan reliabilitasnya telah dibuktikan oleh para peneliti pada penelitian terdahulu; (2) menggunakan alat ukur baru yang belum diketahui tingkat validitas dan reliabilitasnya (Hair et al., 2006). Peneliti menggunakan cara yang pertama, yaitu menggunakan instrumen yang sudah teruji validitas dan reliabilitasnya. Walaupun demikian mengingat penelitian ini dilakukan di tempat dan sampel yang berbeda
71
maka peneliti melakukan uji validitas dan reliabilitas ulang untuk mempertegas hasil.
5.3.1 Uji Validitas Uji validitas dimaksudkan untuk mengetahui kemampuan suatu alat ukur untuk mengukur apa yang seharusnya diukur, atau dengan kata lain, instrumen tersebut dapat mengukur construct sesuai yang diharapkan. Uji validitas pengukuran menggunakan uji spearman correlation. Bila korelasi faktor tersebut positif dan besarnya di atas 0,3 maka faktor tersebut mempunyai validitas yang kuat (Ghozali, 2009). Tabel 5.3 menyajikan hasil uji validitas sebagai berikut: Tabel 5.3 Uji Validitas Moral SPI Total 1,000 -,001 ,707**
Spearman's rho Moral
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) . ,989 N 112 112 SPI Correlation -,001 1,000 Coefficient Sig. (2-tailed) ,989 . N 112 112 ** Total Correlation ,707 ,707** Coefficient Sig. (2-tailed) ,000 ,000 . N 112 112 **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). Sumber: Data primer 2014, diolah
72
,000 112 ,707** ,000 112 1,000
112
Berdasarkan Tabel 5.3 dapat dilihat bahwa nilai koefisien validitas atau nilai spearman correlation (r) untuk semua instrumen lebih dari 0,3. Hal ini berarti, semua instrumen penelitian dapat dinyatakan valid. Dengan kata lain, instrumen penelitian tersebut memiliki ketepatan dan kecermatan dalam melakukan fungsi ukurnya.
5.3.2 Uji Reliabilitas Tingkat reliabilitas suatu instrumen diukur dengan menghitung besarnya nilai Cronbach alpha. Nilai Cronbach alpha dapat dikatakan reliable apabila nilai Cronbach alpha lebih besar dari 0,6 (Ghozali, 2009). Reliabilitas menunjukkan sejauh mana suatu alat dapat diandalkan atau dapat dipercaya untuk mengukur suatu objek yang akan diukur. Dengan uji reliabilitas dapat dilihat konsistensi alat dalam mengukur gejala yang sama. Tabel 5.4 Reliability Statistics Cronbach's Alpha N of Items ,719 Sumber: Data primer 2014, diolah
6
Berdasarkan Tabel 5.4 diketahui bahwa nilai Cronbach Alpha untuk instrumen pengukuran moralitas individu, nilainya lebih dari 0,6. Hal itu berarti, instrumen penelitian dapat dikatakan reliabel. Dengan kata lain, hasil pengukuran dalam penelitian ini dapat dipercaya.
73
5.4 Uji Asumsi Klasik 5.4.1 Uji Normalitas Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data dalam penelitian ini terdistribusi dengan normal. Hasil pengujian normalitas dengan KolmogorovSmirnov Test menunjukkan nilai Asymp. Sig 0,093 (di atas 0,05), dengan hasil tersebut dapat dikatakan bahwa data terdistribusi dengan normal sehingga memenuhi salah satu asumsi analysis of variance (ANOVA). Tabel 5.5 menyajikan hasil uji normalitas sebagai berikut: Tabel 5.5 One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Fraud N
112
Mean Normal Parametersa,b Std. Deviation Most Extreme Differences
5,5625 3,15024
Absolute
,117
Positive
,112
Negative
-,117
Kolmogorov-Smirnov Z
1,238
Asymp. Sig. (2-tailed)
,093
Sumber: Data primer 2014, diolah
74
5.4.2 Uji Homogenitas Levene's Test dilakukan untuk mengetahui apakah keempat perlakuan (perlakuan 1,2,3, dan 4) mempunyai varian yang sama. Hasil uji statistik menunjukkan nilai levene statistic sebesar 0,117 (diatas 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa setiap kelompok subjek memenuhi varian yang sama sehingga telah memenuhi asumsi ANOVA (Hair et al., 2006). Tabel 5.6 menyajikan hasil uji homogenitas sebagai berikut:
F
Tabel 5.6 Levene's Test of Equality of Error Variances a df1 df2 Sig. 2,009
3
108
,117
Sumber: Data primer 2014, diolah
5.5 Pengujian Hipotesis Tahap terakhir analisis dalam penelitian ini adalah melakukan pengujian data yang mengacu pada hipotesis penelitian yang diajukan. Untuk menguji hipotesis-hipotesis penelitian, digunakan Two-Way Analysis of Variance (ANOVA). Pengujian hipotesis dilakukan pada batas signifikansi sebesar 5%. Untuk mengetahui signifikansi hasil uji, peneliti cukup melihat p-value yang dihasilkan dari pengolahan data tersebut. Output hasil analisis varian desain faktorial yang dapat digunakan untuk membuktikan ketiga macam hipotesis tersebut yaitu disajikan pada Tabel 5.7.
75
Tabel 5.7 Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Fraud Type I Sum Mean Source of Squares Df Square F
Sig.
3760,725a
4
940,181 125,937
,000
3592,569
2
1796,284 240,611
,000
(X2)
35,937
1
35,937
4,814
,030
Moral * SPI
132,219
1
132,219
17,711
,000
Error
806,275
108
7,466
Total
4567,000
112
Model Moral (X1) SPI
a. R Squared = ,823 (Adjusted R Squared = ,817) Kriteria untuk pembuatan keputusannya adalah sebagai berikut:
a) Jika nilai signifikansi > 0,05 maka Ho diterima b) Jika nilai signifikansi ≤ 0,05 maka maka Hi diterima atau menolak Ho. Pada Tabel 5.7 ditampilkan hasil Tests of Between-Subjects Effects untuk membandingkan antar kelompok/perlakuan. Hasil analisis pada Tabel 5.7 menunjukkan bahwa nilai koefisien Sig untuk hipotesis 1, 2, dan 3 (hipotesis efek moralitas individu, efek pengendalian internal, dan interaksi) seluruhnya lebih kecil dari alpha yang ditetapkan (5%). Dengan demikian dapat disimpulkan sebagai berikut: a) Ho yang menyatakan tidak terdapat perbedaan kecenderungan kecurangan akuntansi antara individu yang memiliki level moralitas tinggi dan level moralitas rendah ditolak sehingga dapat dinyatakan bahwa terdapat perbedaan
76
kecenderungan kecurangan akuntansi antara individu yang memiliki level moralitas tinggi dan level moralitas rendah. b) Ho yang menyatakan tidak terdapat perbedaan kecenderungan kecurangan akuntansi antara individu dalam kondisi terdapat elemen pengendalian internal dan tidak terdapat elemen pengendalian internal ditolak sehingga dapat dinyatakan bahwa terdapat perbedaan kecenderungan kecurangan akuntansi antara individu dalam kondisi terdapat elemen pengendalian internal dan tidak terdapat elemen pengendalian internal c) Ho yang menyatakan tidak terdapat interaksi yang signifikan antara moralitas individu dengan pengendalian internal ditolak sehingga dapat dinyatakan bahwa terdapat interaksi yang signifikan antara moralitas individu dengan pengendalian internal Hasil interaksi antara moralitas individu dengan pengendalian internal terhadap kecenderungan kecurangan akuntansi dapat dilihat pada Gambar 5.1. Kerlinger (2000) menyatakan interaksi merupakan kerja sama dua variabel bebas atau lebih dalam mempengaruhi satu variabel terikat. Interaksi berarti bahwa kerja atau pengaruh dari suatu variabel bebas terhadap suatu variabel terikat, bergantung pada taraf atau tingkat variabel bebas lainnya. Dengan kata lain, interaksi terjadi manakala suatu variabel bebas memiliki efek‐efek berbeda terhadap suatu variabel terikat pada berbagai‐bagai tingkat dari suatu variabel bebas lain.
77
Gambar 5.1 menunjukkan adanya interaksi karena ada potongan garis yang ditunjukkan oleh grafik. Individu pada level moral yang rendah kecenderungan melakukan kecurangan akuntansi yang lebih tinggi dalam kondisi tidak terdapat elemen pengendalian internal. Sedangkan individu pada level moral yang tinggi cenderung stabil artinya dalam kondisi ada atau tidak ada elemen pengendalian internal cenderung tidak melakukan kecurangan akuntansi.
Gambar 5.1 Profile Plots Interaksi
78
Berdasarkan output hasil analisis SPSS yang ditampilkan pada Tabel 5.7 dapat dihitung komponen varian untuk masing‐masing sumber variasi (Source of Variations). Penentuan komponen varian dimaksudkan untuk menentukan besarnya efek yang diakibatkan oleh masing‐masing komponen (model gabungan, X1, X2, interaksi X1 dan X2, dan komponen lain). Persentase komponen varian dapat dihitung dengan cara berikut ini. a) Persentase komponen varian antar model diperoleh sebesar 82,346%, dengan perhitungan sebagai berikut: 3760,725 X 100% = 82,346% 4567,000 Angka sebesar 82,346% ini merupakan efek gabungan (bersama‐sama) antara variabel moralitas individu dan variabel pengendalian internal terhadap kecenderungan melakukan kecurangan akuntansi. b) Persentase komponen varian antar kelompok variabel bebas X1 diperoleh sebesar 78,664%, dengan perhitungan sebagai berikut: 3592,569 X 100% = 78,664% 4567,000 Angka sebesar 78,664% ini merupakan efek variabel bebas moralitas individu terhadap kecenderungan melakukan kecurangan akuntansi secara sendiri tanpa memperhitungkan kondisi pengendalian internal.
79
c) Persentase komponen varian antar kelompok variabel bebas X2 diperoleh sebesar 0,787%, dengan perhitungan sebagai berikut: 35,937 X 100% = 0,787% 4567,000 Angka sebesar 0,787% ini merupakan efek variabel bebas pengendalian internal terhadap kecenderungan melakukan kecurangan akuntansi secara sendiri tanpa memperhitungkan moralitas individu. d) Persentase komponen varian interaksi antara variabel bebas X1 dengan variabel bebas X2 (X1*X2) diperoleh sebesar 2,895%, dengan perhitungan sebagai berikut: 132,219 X 100% = 2,895% 4567,000 Angka sebesar 2,895% ini merupakan efek yang diakibatkan oleh interaksi antara variabel moralitas individu dan variabel pengendalian internal terhadap kecenderungan melakukan kecurangan akuntansi. e) Persentase komponen varian yang tidak dapat dijelaskan oleh model (unexplained varian) diperoleh sebesar 17,654%, dengan perhitungan sebagai berikut: 806,275 X 100% = 17,654% 4567,000
80
Hasil analisis varian desain faktorial tersebut berarti bahwa sebesar 82,346% varian pada variabel terikat (kecenderungan kecurangan akuntansi) disebabkan oleh variasi atau perbedaan pada nilai variabel bebas yang berupa moralitas individu (level tinggi dan level rendah) dan kondisi terdapat elemen pengendalian internal (ada dan tidak) secara gabungan. Selebihnya sebesar 17,654% tidak diketahui sebabnya (tidak dapat dijelaskan oleh model).
81
BAB VI PEMBAHASAN
6.1 Pembahasan Hasil Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan kecenderungan melakukan kecurangan akuntansi antara individu yang memiliki level penalaran moral rendah dan level penalaran moral tinggi dalam kondisi terdapat elemen pengendalian internal dan tidak terdapat elemen dan pengendalian internal. Sebanyak 112 partisipan yang berhasil dilibatkan dalam penelitian ini dibagi ke dalam empat grup manipulasi. Partisipan sebagian besar memiliki pengalaman kerja yang lama yaitu di atas 10 tahun. Komposisi Kepala Sub Bagian (Pejabat Eselon IV) dilihat dari jenis kelamin cukup imbang antara laki-laki dan perempuan. Tabel 5.2 menunjukkan bahwa grup 4 dan grup 3 dengan perlakuan level moral rendah memiliki mean yang lebih tinggi dibandingkan grup 1 dan grup 2 dengan perlakuan level moral tinggi. Hal ini berarti individu dengan level moral rendah
kecenderungan
melakukan
kecurangan
akuntansi
lebih
tinggi
dibandingkan individu yang memiliki level moral yang tinggi. Hasil penelitian ini membuktikan apa yang ada dalam hirarki tahap perkembangan moral Kohlberg. Semakin tinggi tahapan moralitas individu (tahapan post-konvensional), semakin individu tersebut memperhatikan kepentingan yang lebih luas dan universal daripada kepentingan organisasinya semata, apalagi kepentingan individunya. Semakin tinggi level moral individu, semakin ia berusaha untuk menghindarkan diri dari kecenderungan melakukan kecurangan akuntansi yang akan merugikan
82
banyak pihak. Hasil penelitian ini sekaligus memperkuat hasil dari penelitianpenelitian etika yang sebelumnya dilakukan oleh Liyanarachi (2009), Arnold dan Ponemon (1991), Welton (1994), Wilopo (2006), dan Puspasari (2012) bahwa individu yang memiliki level penalaran moral tinggi akan lebih senstif terhadap isu-isu etika, sehingga akan cenderung melakukan perbuatan yang etis. Hasil analisis sebagaimana yang disajikan pada Tabel 5.7 menunjukkan bahwa nilai koefisien Sig untuk hipotesis1 (hipotesis efek moralitas individu) yaitu 0,000 lebih kecil dari alpha yang ditetapkan (5%). Ho ditolak sehingga dapat dinyatakan bahwa terdapat perbedaan kecenderungan kecurangan akuntansi antara individu yang memiliki level moralitas tinggi dan level moralitas rendah. Dapat juga disimpulkan bahwa hipotesis pertama didukung karena terdapat perbedaan kecenderungan melakukan kecurangan akuntansi yang diakibatkan oleh perlakuan moralitas individu tanpa memperhatikan perlakuan lainnya. Hipotesis 2 (hipotesis efek pengendalian internal) juga diterima dengan nilai koefisien Sig yaitu 0,030 (<0,05) sehingga dapat dinyatakan bahwa terdapat perbedaan kecenderungan kecurangan akuntansi antara individu dalam kondisi terdapat elemen pengendalian internal dan tidak terdapat elemen pengendalian internal. Dapat juga disimpulkan bahwa hipotesis kedua didukung karena terdapat perbedaan kecenderungan melakukan kecurangan akuntansi yang diakibatkan oleh perlakuan pengendalian internal (ada dan tidak) tanpa memperhatikan perlakuan lainnya. Bukti mengenai kekuatan pengaruh variabel interaksi ditunjukkan dengan nilai koefisien Sig yaitu 0,000 (<0,05) yang menunjukkan bahwa ada saling
83
ketergantungan antara level moral individu dengan kondisi elemen pengendalian internal, dengan demikian hipotesis ketiga didukung. Kondisi ada atau tidak ada pengendalian internal dalam sebuah organisasi akan membuat individu dengan level moral tertentu untuk cenderung melakukan kecurangan akuntansi. Perubahan level kondisi elemen pengendalian internal (ada dan tidak ada elemen pengendalian internal akan mengakibatkan dampak perubahan pada individu dengan level moral tertentu (tinggi atau rendah) untuk melakukan kecurangan akuntansi. Perbandingan mean grup 4 dan grup 2 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara grup 4 dan grup 2. Individu yang memiliki level penalaran moral rendah (Grup 4) lebih cenderung melakukan kecurangan akuntansi dibandingkan individu yang memiliki level penalaran moral tinggi (Grup 2) dalam kondisi tidak terdapat elemen pengendalian internal. Dalam keadaan tidak terdapat elemen pengendalian internal dalam organisasi, individu dengan level penalaran moral rendah akan memanfaatkan kondisi tersebut untuk kepentingan pribadinya (self-interest), misalnya melakukan kecurangan akuntansi. Hal ini sesuai dengan yang ada dalam stage 2 Kohlberg (level pre-conventional) yaitu individu yang memiliki level penalaran moral rendah memiliki motivasi utama untuk kepentingan pribadinya. Perbandingan mean grup 4 dan grup 3 juga menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara grup 4 dan grup 3. Hal ini berarti individu dengan level penalaran moral rendah dalam kondisi tidak terdapat elemen pengendalian internal (Grup 4) cenderung melakukan kecurangan akuntansi jika
84
dibandingkan dengan individu dengan level penalaran moral rendah dalam kondisi terdapat elemen pengendalian internal (Grup 3). Hasil penelitian ini mendukung penelitian dari Maroney (2008) yang menemukan bahwa individu dengan level penalaran rendah lebih berorientasi pada peraturan dan sanksi hukum yang mungkin diterimanya sehingga dalam kondisi ada elemen pengendalian internal ia tidak akan melakukan perbuatan yang akan menyebabkan dirinya diberi hukuman. Peraturan juga dapat menjadi alat pencegah yang efektif agar seseorang tidak melakukan hal-hal yang tidak sesuai dengan peraturan yang ada. Menurut Puspasari (2012), peraturan yang ada dalam organisasi merupakan suatu bentuk pengendalian internal yang berfungsi sebagai alat untuk memastikan tujuan organisasi tercapai. Wilopo (2006) juga mengungkapkan semakin efektif pengendalian internal di perusahaan, semakin rendah kecenderungan kecurangan akuntansi oleh manajemen perusahaan. Hasil analisis varian desain faktorial menunjukkan bahwa sebesar 82,346% varian pada variabel terikat (kecenderungan kecurangan akuntansi) disebabkan oleh variasi atau perbedaan pada nilai variabel bebas yang berupa moralitas individu (level tinggi dan level rendah) dan kondisi terdapat elemen pengendalian internal (ada dan tidak) secara gabungan. Selebihnya sebesar 17,654% tidak diketahui sebabnya (tidak dapat dijelaskan oleh model). Penelitian selanjutnya dapat memasukkan variabel-variabel yang terkait demografis partisipan (gender, posisi di organisasi, pengalaman bekerja, usia, dan pendidikan) untuk melihat pengaruh
variabel-variabel
tersebut
terhadap
akuntansi.
85
kecenderungan
kecurangan
6.2 Penerapan Pengawasan Internal Pemerintah Sistem Pengendalian Internal Pemerintah (SPIP) menurut Peraturan Pemerintah No.60 tahun 2008 adalah proses yang integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan. Kegiatan pengawasan secara internal pada Pemerintahan Daerah Provinsi Bali dilakukan oleh Inspektorat daerah. Inspektorat daerah merupakan Badan Pengawas yang mempunyai tugas menyelenggarakan kegiatan pengawasan umum pemerintah daerah dan tugas lain yang diberikan oleh kepala daerah, sehingga dalam tugasnya inspektorat sama dengan auditor internal. Inspektorat juga bertugas mengawasi setiap kegiatan instansi-instansi, dinas-dinas ataupun SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) dalam menjalankan sistem administrasinya, misalnya pelaksanaan pertanggung jawaban anggaran dalam proses pelaksanaan keuangan, serta prosedur pengelolaan keuangan yang harus dilaporkan sesuai batasan waktu. Pengawasan yang dilakukan oleh Inspektorat ditujukan untuk memonitor mekanisme pelaksanaan kegiatan dalam pencapaian tujuan, sehingga dapat tepat sasaran untuk mencapai hasil yang efektif, efisien dan ekonomis. Inspektorat Daerah memiliki peran dan posisi yang sangat strategis baik ditinjau dari aspek fungsi-fungsi manajemen maupun dari segi pencapaian visi dan misi serta program-program pemerintah.
86
Sistem pengawasan pemerintah terbagi menjadi dua yaitu pengawasan secara eksternal dan pengawasan secara internal. Secara eksternal Indonesia memiliki Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang merupakan lembaga negara yang kedudukannya diatur oleh konstitusi. Secara internal Indonesia pun memiliki Aparat Pengawasan Intern Pemerintah yang terdiri dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Inspektorat Jenderal/Inspektorat Utama, dan Inspektorat/Bawasda Provinsi/Kabupaten/Kota yang kedudukannya berada di dalam pemerintahan. Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) yang berkualitas dan auditor yang profesional sangat diperlukan untuk mewujudkan kepemerintahan yang baik, berdaya guna, berhasil guna, bersih dan bertanggung jawab. Banyaknya lembaga negara yang didirikan tanpa memandang efektifitas dan efisiensi, menjadikan beberapa lembaga negara mempunyai wewenang yang hampir sama bahkan sama sekali tidak ada perbedaan (Asshiddiqie, 2010). Di sisi operasional pengawasan, seringkali terjadi pengaturan tugas pengawasan yang tumpang tindih dan bias, baik antara BPK sebagai pemeriksa eksternal dengan aparat pengawasan internal pemerintah, maupun di antara sesama aparat pengawasan internal pemerintah. Menurut ketentuan UUD Tahun 1945, Badan Pemeriksa
Keuangan
(BPK)
merupakan
satu-satunya
badan
pemeriksa
pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Namun dalam kenyataannya masih terdapat beberapa badan lain yang melaksanakan pekerjaan yang sama dengan BPK seperti Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
87
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) merupakan dua badan yang serupa tapi tak sama (Asshiddiqie, 2010). Maksudnya, dua lembaga negara ini sama-sama mempunyai fungsi pengawasan, tetapi BPK melakukan pengawasan eksternal sedangkan BPKP melakukan pengawasan internal. Berdasarkan PP No. 60 Tahun 2008, BPKP merupakan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden dan berwenang melakukan pengawasan intern terhadap akuntabilitas keuangan negara atas kegiatan tertentu yang meliputi: kegiatan yang bersifat lintas sektoral; kegiatan kebendaharaan umum negara berdasarkan penetapan oleh Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara; kegiatan lain berdasarkan penugasan dari Presiden. Sedangkan berdasarkan Pasal 6 UU No. 15 Tahun 2006, BPK memiliki tugas memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Lembaga Negara lainnya, Bank Indonesia, Badan Usaha Milik Negara, Badan Layanan Umum, Badan Usaha Milik Daerah, dan lembaga atau badan lain yang mengelola keuangan negara. Adanya pengawasan yang tumpang tindih dan bias, baik antara BPK sebagai pemeriksa eksternal dengan aparat pengawasan internal pemerintah, maupun di antara sesama aparat pengawasan internal pemerintah akan menghambat pencapaian tujuan dari SPIP yaitu memberikan keyakinan yang memadai terhadap tercapainya efektivitas dan efisiensi pencapaian tujuan penyelenggaraan pemerintahan Negara, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset Negara, dan
ketaatan
terhadap
peraturan
perundang-undangan.
88
Kesimpangsiuran
pelaksanaan wewenang masing-masing lembaga Negara patutnya diluruskan sehingga pelaksanaan SPIP dapat memberi jaminan kepada seluruh penyelenggara negara, mulai dari pimpinan hingga pegawai di instansi pemerintah, akan melaksanakan tugasnya dengan jujur dan taat pada peraturan. Akibatnya, tidak akan terjadi kecurangan yang dapat menimbulkan kerugian negara.
89
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan Berdasarkan rumusan masalah, tujuan penelitian, landasan teori, hipotesis dan hasil penelitian, maka simpulan dari penelitian ini adalah terdapat perbedaan kecenderungan individu dalam melakukan kecurangan akuntansi antara individu yang memiliki level moral yang tinggi dan individu yang memiliki level moral yang rendah. Selain itu juga terdapat perbedaan kecenderungan individu dalam melakukan kecurangan akuntansi antara individu dalam kondisi terdapat elemen pengendalian internal maupun tidak terdapat elemen pengendalian internal. Hasil dari penelitian ini juga mengindikasikan terdapat interaksi antara level moral individu dengan pengendalian internal. Artinya perubahan pada satu level faktor level moral atau pada kondisi pengendalian internal, akan menyebabkan perubahan individu dalam melakukan kecurangan akuntansi. Hal ini dapat terlihat dari hipotesis ketiga. Individu yang memiliki level penalaran moral tinggi cenderung tidak melakukan kecurangan akuntansi dibandingkan dengan individu yang memiliki level penalaran rendah. Elemen pengendalian internal dapat menjadi alat yang mampu mengurangi kecenderungan melakukan kecurangan akuntansi bagi individu dengan level penalaran moral rendah. Dalam kondisi terdapat elemen pengendalian internal, individu yang memiliki level penalaran moral rendah cenderung tidak melakukan kecurangan akuntansi. Sebaliknya dalam kondisi tidak terdapat elemen
90
pengendalian internal, individu dengan level penalaran moral rendah akan cenderung melakukan kecurangan akuntansi.
7.2 Keterbatasan dan Saran Berdasarkan hasil penelitian dan beberapa kendala yang dihadapi dalam penelitian ini, maka masih diperlukan pengembangan dan perbaikan guna memperoleh hasil penelitian yang lebih baik pada penelitian-penelitian selanjutnya. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat memasukkan variabelvariabel yang terkait demografis partisipan (gender, posisi di organisasi, pengalaman bekerja, usia, dan pendidikan) untuk melihat pengaruh variabelvariabel tersebut terhadap kecenderungan kecurangan akuntansi. Penelitian selanjutnya juga disarankan untuk lebih fokus pada desain eksperimen yang lebih sempurna agar lebih dapat menggambarkan kondisi yang lebih nyata. Temuan studi ini penting bagi pendidikan profesi akuntansi. Hasil studi ini menemukan perlunya mempertajam materi pendidikan etika profesi dengan penekanan pada tanggung jawab moral. Selain itu juga Pemerintah Daerah Provinsi Bali sebaiknya meningkatkan penerapan pengendalian internal untuk mencegah tindak kecurangan di instansi pemerintah. Terdapat beberapa keterbatasan dalam penelitian ini, diantaranya terkait semua informasi yang menggambarkan elemen pengendalian internal organisasi kemungkinan tidak tersedia di dalam skenario yang diberikan karena elemen pengendalian internal di sektor pemerintahan senyatanya lebih kompleks. Partisipan dalam penelitian ini adalah Kepala Sub Bagian (Pejabat Eselon IV) di
91
Tingkat Sekretariat Daerah Pemerintah Provinsi Bali sehingga harus berhati-hati untuk menggeneralisir hasil penelitian ini untuk situasi lainnya karena hasilnya belum tentu sama pada partisipan lain.
92
DAFTAR PUSTAKA
Abbott, L. J., S. Parker, and G. F. Peters, 2002. Audit Committee Characteristics and Financial Statement: A Study of the Efficacy of Certain Blue Ribbon Committee Recommendation. Working paper,. www.ssrn.com Albrecht, S. W. and C. Albrecht. 2004. Fraud Examination and Prevention. Australia: Thomson, South-Western. American Institute of Certified Public Accountant and Association of Certified Fraud Examiners. 2009. Managing The Business Risk of Fraud: A Practical Guide. Association of Certified Fraud Examiners. Arens, A dan Loebbecke, 1999, Auditing : Suatu Pendekatan Terpadu, Edisi Indonesia, Buku Satu, Cetakan ke dua, Salemba Empat Jakarta. Arnold, D. and L. Ponemon. 1991. Internal Auditors’ Perceptions of WhistleBlowing and The Influence of Moral Reasoning: An Experiment. Auditing: A Journal of Practice dan Theory Vol. 10. Asshiddiqie, J. 2010. Konstitusi Ekonomi. Jakarta: Penerbit Buku Kompas. Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI), Peraturan No. 1 Tahun 2007 tentang Standar Pemeriksaan Keuangan. Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). 2010. Pedoman Teknis Fraud Control Plan (FCP), Jakarta: Deputi Bidang Investigasi BPKP. Balipost. 2013. (online) (http://www.balipost.com/mediadetail.php? module=detailberitadankid=33danid=75068) dan (http://www.baliprov.go.id/ Hasil-Audit-BPK--Pemprov-Bali-Raih-OpiniWDP), (diakses pada tgl 9 Agustus 2013) Bastian, I. 2006. Akuntansi Sektor Publik: Suatu Pengantar. Erlangga. Beasley, M. S. 1996. An Empirical Analysis of the Relation between the Board of Director Composition and Financial Statement Fraud. The Accounting Review, vol. 71 no. 4 (Oct.), pp: 443-465 Beasley, M. S., J.V. Carcello, D.R. Hermanson and P.D. Lapides, 2000. Fraudulent financial reporting: consideration of industry traits and corporate governance mechanisms, Accounting Horizons 14 (2000), pp. 441–454
93
Bernardi, R. and S. Guptill. 2008. Social Desirability Response Bias, Gender and Factors Influencing Organizational Commitment: An International Study. Journal of Business Ethics. Betts, D. 2009. The Psychology of Fraud: What Makes Employee Cross The Line?. Joint ACFE/ISACA. Bologna, J. 1993. Handbook of Corporate Fraud. Boston; Butterworth‐ Heinemann. Booz-Allen, and Hamilton. 1999. Earned Value Management Tutorial Module 6: Metrics, Performance Measurements and Forecasting. boozallen.com/about/article_newsideas Boynton, W.C., Johnson, Kell. (2003). Modern Auditing (terjemahan) Buku 1, Penerbit Erlangga, Jakarta, Brickley, J. A. and C. M. James. 1987. The Takeover Market, Corporate Board Composition and Ownership Structure: The Case Banking. The Journal of Law and Economics, vol. 30 (April): 161-180. Cressey, D. 1953. Other People’s Money: a Study in the Social Psychology of Embezzlement. Glencoe, IL: Free Press. Chang, J. C., Yen, Sin-Hui, and D. Rong-Ruey. 2002. An Empirical Examination of Competing Theories to Explain the Framung Effect in AccountingRelated Decisions. Behavioural Research In Accounting 14: 35-64 Cooper, D.R. and P. Schindler. 2003. Business Research Methods, Edisi ke-8. McGraw Hill, New York. Coram, P., C. Ferguson, and Moroney, R. 2008. Internal Audit, Alternative Internal Audit Tructures and The Level of Misapropriation of Assets Fraud. Accounting and Finance vol. 48 Depdikbud. 1999. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka. Desmita. 2005. Psikologi Perkembangan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Dorminey, J., A. S. Fleming., M.J. Kranacher, and R. A. Riley. 2011. Beyond The Fraud Triangle. Enhancing Deterrence of Economic Crimes. CPA Journal. Eddy, M. 2010. Peran BPKP dalam Penanganan Kasus Berindikasi Korupsi Pengadaan Jasa Konsultansi Instansi Pemerintah. www.inkindojateng.web.id/wp-content/uploads/Seminar/ diakses tgl 20 Agustus 2013
94
Eisenhardt, K. M. 1989. “Building Theories from Case Study Research”. Academy of Management Review. Vol. 14, pp 532-550 Fauwzi. 2011. Analisis Pengaruh Keefektifan Pengendalian Internal, Persepsi Kesesuaian Kompensasi, Moralitas Manajemen Terhadap Perilaku Tidak Etis dan Kecenderungan Kecurangan Akuntansi. Jurnal Akuntansi Universitas Diponegoro Semarang. Gaviria, A., 2001. Assessing the Effects of Corruption and Crime on Firm Performance. Working Paper di-download dari Social Science Research Network. Gay, L. R. and P. L. Diehl. (1992). Research Methods for Business and Management. MacMillan Publishing Company. New York. Ghozali, I. 2009. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program IBM SPSS 19. Edisi Keenam, Penerbit Universitas Diponegoro. Green, B.P., and T. G. Calderon, 1999. Exploring Collusion through Consolidation of Positions, Duties, and Controls as a Factor in Financial Statement Fraud. Working Paper. www.ssrn.com Hadi, S. 1991. Analisis Butir untuk Instrumen, Angket, Tes dan Skala Nilai dengan Basica; Yogyakarta, Andi Offset Hair, J.F. JR., Anderson, Tatham, and Black. 2006. Multivariate Data Analysis. Six Edition. New Jersey : Pearson. Hernandez, J. R. and T. Groot. 2007. Corporate Fraud: Preventive Controls Which Lower Corporate Fraud. Amsterdam Research Centre in Accounting. Ikatan Akuntan Indonesia. 2001. Standar Pemeriksaan Akuntan Publik. SA Seksi 316. Pertimbangan atas Kecurangan dalam Audit Laporan Keuangan. ______________. 2001. Standar Pemeriksaan Akuntan Publik. SA Seksi 319. Perimbangan Atas Pengendalian Internal Dalam Audit Laporan Keuangan. Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester 1 Tahun 2013 diakses tgl 12 Oktober 2013 www.bpk.go.id/web/files/2013/10/Buku_I Indonesian Corruption Watch http://nasional.kompas.com/
(ICW)
95
diakses
tgl
12
Oktober
2013
Jensen, M. and W.H. Meckling. 1976. Theory of the Firm: Managerial Behavior, Agency Cost, and ownership Structure, Journal of Financial Economics, 3, 305-360. Kerlinger, F. N. 2000. Azas-azas Penelitian Behavioral. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Kohlberg, L. 1969. Stage and Sequence: The Cognitive-Development Approach Moral Action to Socialization. In D. A. Goslin (Ed). Handbook of socialization theory and research (pp.347-480). Chicago: RandMcNally. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diakses tgl 3 Oktober 2013http://acch.kpk.go.id/statistik-penanganan-tindak-pidana-korupsiberdasarkan-jenis-perkara Liyanarachi, G. 2009. The Impact of Moral Reasoning and Retaliation on WhistleBlowing: New-Zealand Evidence. Journal of Business Ethics 89. Mardiasmo. 2002. Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah. Yogyakarta: Andi Matsumura, E. M., and R. R. Tucker, 1992. Fraud detection: A Theoretical Foundation. The Accounting Review, vol. 67 no. 4. Mayangsari dan Wilopo. 2002. Konservatisme Akuntansi, Value Relevance dan Discretionary Accruals: Implikasi Empiris Model Feltham-Olhson (1996). Jurnal Riset Akuntansi Indonesia, vol. 5, no. 3 (September), Hlmn: 291-310 Moroney, J. J. and R. E. McDevitt. 2008. The Effects of Moral Reasoning on Financial Reporting Decisions in a Post Sarbanes-Oxley Environment. Behavioral Research of Accounting Mulyadi. 2009. Auditing Edisi 6 Buku 1, Penerbit Salemba Empat, Jakarta. Puspasari, N. 2012. Pengaruh Moralitas Individu dan Pengendalian Internal terhadap Kecenderungan Kecurangan Akuntansi: Studi Eksperimen pada Konteks . Pemerintahan Daerah. Tesis. Yogyakarta: Program Pasca Sarjana. Universitas Gajah Mada. Putra, Y. H. S. 2012. Praktik Kecurangan Akuntansi dalam Perusahaan. Jurnal Akuntansi Fakultas Ekonomi UIN Maulana Malik Ibrahim Malang . Peraturan Presiden RI Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (Pasal 5 dan 6). Peraturan Pemerintah No.60 tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Internal Pemerintah (SPIP)
96
Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 4 Tahun 2011 tentang Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah Ramamoorti, S. 2008. The Psychology and Sociology of Fraud: Integrating the Behavioral Sciences Component Into Fraud and Forensic Acounting Curricula. Issues in Accounting Education vol. 23. Reinstein, A. and M. E. Bayou. 1998. A Comprehensive Structure to Help Analyse, Detect and Prevent Fraud. Working paper, mbayou@som. umd.emich.edu Rest, J. R. 2000. A Neo-Kohlbergian Approach To Morality Research. Journal of Moral education vol 29. Scott, W. R. 2000. Financial Accounting Theory. Second edition. Canada: Prentice Hall. Sekaran, U. 2006, Research Methods For Business, Edisi 4, Buku 2, Jakarta: Salemba Empat. Shivdasani, A. 1993. Board composition, ownership structure, and hostile takeovers. Journal of Accounting and Economics, vol.16, pp: 167-198. Sheifer, A. and R. W. Vishny. 1993. Corruption. Quarterly Journal of Economic, vol. 108, pp:599-617. Smith, R., S. Tiras, and S. Vichitlekarn, 1997. The Interaction Between Internal Control Assessment and Substantive Testing in Audits for Fraud. Working Paper www.ssrn.com Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif, kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta Thoyyibatun. 2009. Analysing The Influence of Internal Control Compliance And Compensation System Against Unethical Behavior And Accounting Fraud Tendency (Studies at State University in East Java. Palembang :Simposium Nasional Akuntansi XII. Transparency International (TI) diakses tgl 20 Agustus http://www.ti.or.id/index.php/press-release/2012/12/06/peluncurancorruption-perception-index
2013
Welton, R., R. Davis dan M. LaGroune. 1994. Promoting The Moral Development Of Accounting Graduate Students. Accounting Education. International Journal 3.
97
Wilopo. 2006. Analisis Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap Kecenderungan Kecurangan Akuntansi : Studi pada Perusahaan Publik dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di Indonesia. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia vol.9. Wright, P. M. 2003. Restoring Trust: The Role of HR in Corporate Governance. September, 2003. www.ilr.cornell.edu/cahrs
98
Lampiran 1
Pengarang dan Tahun Publikasi Smith et al., (1997), Beasley (1996), Beasley et al., (2000), Reinstein (1998), Matsumura (1992), dan Abbot et al., (2002)
Penelitian-Penelitian Sebelumnya Variabel yang Tujuan Penelitian Digunakan Meneliti pengaruh Keefektifan keefektifan pengendalian pengendalian internal, internal terhadap kecenderungan kecenderungan kecurangan kecurangan akuntansi akuntansi
Hasil Penelitian Menyatakan bahwa pengendalian internal yang efektif mengurangi kecenderungan kecurangan akuntansi
Green and Calderon (1999), Reinstein (1998) dan COSO (2002)
Meneliti pengaruh Perilaku tidak etis, perilaku tidak etis Kecurangan terhadap akuntansi kecurangan akuntansi yang dilakukan manajemen
Perilaku tidak etis dalam bentuk penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan, kedudukan, dan sumberdaya perusahaan, mendorong manajemen melakukan kecurangan akuntansi
Mayangsari dan Wilopo (2002)
Meneliti pengaruh pengendalian internal dan perilaku tidak etis terhadap kecenderungan kecurangan akuntansi Meneliti pengaruh pengendalian internal terhadap kecenderungan kecurangan akuntansi
Pengendalian internal dan perilaku tidak etis berpengaruh terhadap kecenderungan kecurangan akuntansi Pengendalian internal yang efektif mempengaruhi kecenderungan kecurangan akuntansi.
Wright (2003)
Pengendalian internal, perilaku tidak etis, kecenderungan kecurangan akuntansi
Pengendalian internal, kecenderungan kecurangan akuntansi
99
Pengarang dan Tahun Publikasi Wilopo (2006)
Tujuan Penelitian Meneliti faktorfaktor yang berpengaruh terhadap kecenderungan kecurangan akuntansi
Ramamoorti (2008)
Menguji faktorfaktor yang menjadi akar dari permasalahan mengenai fraud.
Thoyyibatun (2009)
Memberikan bukti empiris pengaruh keefektifan pengendalian internal dan kesesuaian kompensasi terhadap perilaku tidak etis dan kecenderungan kecurangan akuntansi
Variabel yang Digunakan Keefektifan pengendalian internal, kesesuaian kompensasi, asimetri informasi, kecenderungan kecurangan akuntansi
Segitiga fraud dari Association of Certified Fraud Examiners (ACFE), dan perilaku-perilaku lain diluar segitiga Keefektifan pengendalian internal, kesesuaian kompensasi, perilaku tidak etis, kecenderungan kecurangan akuntansi
100
Hasil Penelitian Perilaku tidak etis manajemen dan kecenderungan kecurangan akuntansi dapat diturunkan dengan meningkatkan keefektifan pengendalian internal, ketaatan aturan akuntansi, moralitas manajemen, serta menghilangkan asimetri informasi Menyatakan bahwa faktor perilaku merupakan akar dari permasalahan mengenai fraud.
Keefektifan pengendalian internal berpengaruh negatif terhadap perilaku tidak etis dan kecenderungan kecurangan akuntansi lain halnya dengan sistem kompensasi yang tidak memiliki pengaruh terhadap perilaku tidak etis dan berpengaruh positif terhadap kecenderungan akuntansi.
Pengarang dan Tahun Publikasi Betts (2009)
Variabel yang Digunakan Untuk mengetahui Faktor-faktor mengapa pegawai psikologis, fraud suatu organisasi melakukan fraud ditinjau dari sisi psikologis.
Fauwzi (2011)
Memberikan bukti empiris pengaruh keefektifan pengendalian internal, kesesuaian kompensasi, dan moralitas manajemen terhadap perilaku tidak etis dan kecenderungan kecurangan akuntansi
Tujuan Penelitian
Keefektifan pengendalian internal, kesesuaian kompensasi, moralitas manajemen, perilaku tidak etis, kecenderungan kecurangan akuntansi
101
Hasil Penelitian Kecurangan akuntansi di Amerika didominasi oleh lulusan strata 1, uang yang diambil secara nominal lebih banyak jumlahnya oleh lulusan strata 2, dan usia individu yang paling banyak melakukan kecurangan akuntansi 41-50 tahun.
Pengendalian internal dan moralitas manajemen berpengaruh negatif yang signifikan terhadap perilaku tidak etis dan kecenderungan kecurangan akuntansi, sedangkan kesesuaian kompensasi tidak memiliki pengaruh terhadap perilaku tidak etis dan berpengaruh positif terhadap kecenderungan akuntansi.
Pengarang dan Tahun Publikasi Novita (2012)
Tujuan Penelitian Menguji pengaruh moralitas individu dan pengendalian internal terhadap kecenderungan individu untuk melakukan kecurangan akuntansi di sektor pemerintahan
Variabel yang Digunakan Moralitas individu, pengendalian internal, kecenderungan kecurangan akuntansi
102
Hasil Penelitian Terdapat interaksi antara moralitas individu dan pengendalian internal. Kondisi elemen pengendalian internal tidak mempengaruhi individu dengan level moral tinggal untuk cenderung tidak melakukan kecurangan akuntansi. Sedangkan individu dengan level moral rendah cenderung melakukan kecurangan akuntansi pada kondisi tidak terdapat elemen pengendalian internal
Lampiran 2 Daftar Satuan Kerja Perangkat Daerah Provinsi Bali No I.
Daftar Satuan Kerja Perangkat Daerah Provinsi Bali Cluster Sekretariat Daerah
1 2 3 4 5 6 7 8 9 II. III. IV. V. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 VI. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 VII. 1 2 3 4 5 6 7
Biro Pemerintahan Biro Hukum dan HAM Biro Organisasi Biro Perekonomian dan Pembangunan Biro Kesejahteraan Rakyat Biro Keuangan Biro Umum dan Protokol Biro Humas Biro Aset Cluster Sekretariat DPRD Cluster Inspektorat Cluster Bappeda Cluster Dinas-Dinas Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olah Raga Dinas Kesehatan Dinas Pekerjaan Umum Dinas Koperasi, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Kependudukan Dinas Perhubungan, Informasi dan Komunikasi Dinas Sosial Dinas Kebudayaan Dinas Pendapatan Dinas Kelautan dan Perikanan Dinas Pertanian dan Tananam Pangan Dinas Kehutanan Dinas Perkebunan Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Dinas Pariwisata Dinas Perindustrian dan Perdagangan Cluster Lembaga Teknis Daerah Badan Kesatuan Bangsa, Politik dan Perlindungan Masyarakat Badan Lingkungan Hidup Badan Pendidikan dan Pelatihan Badan Penanaman Modal dan Perizinan Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa Badan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Individu Badan Kepegawaian Daerah Badan Perpustakaan dan Arsip Badan Narkotika Nasional Badan Penanggulangan Bencana Cluster Lembaga Lain Rumah Sakit Jiwa Rumah Sakit Indera Kantor Perwakilan Sekretariat Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Sekretariat Komisi Pemilihan Umum Sekretariat Panitia Pengawas PEMILU Satuan Polisi Pamong Praja
Sumber : Pemerintah Daerah Provinsi Bali (2013)
103
Lampiran 3
KUESIONER PENELITIAN PENGARUH MORALITAS INDIVIDU DAN PENGENDALIAN INTERNAL PADA KECURANGAN AKUNTANSI (Studi Eksperimen pada Pemerintah Daerah Provinsi Bali)
GUSTI AYU KETUT RENCANA SARI DEWI NIM 1191662001
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI AKUNTANSI PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2014
104
Perihal : Permohonan Kesediaan menjadi Partisipan
Kepada Yth. Bapak/Ibu Partisipan diTempat
Dengan hormat,
Sehubungan dengan penyelesaian tugas tesis pada Program Magister Akuntansi (MAKSI) di Universitas Udayana, maka peneliti sangat mengharapkan bantuan Bapak/Ibu/Saudara untuk dapat menjawab seluruh pertanyaan pada kasus terlampir. Adapun judul dari tesis ini adalah “Pengaruh Moralitas Individu dan Pengendalian Internal pada Kecurangan Akuntansi (Studi Eksperimen pada Pemerintah Daerah Provinsi Bali)”. Sesuai etika penelitian, maka data yang diperoleh dari Bapak/ Ibu akan kami jaga kerahasiaannya dan akan dipergunakan hanya untuk kepentingan penelitian saja. Data tersebut akan dianalisis dan disajikan secara agregat bukan secara individu. Peneliti menyadari waktu Bapak/Ibu adalah sangat berharga, tetapi waktu yang Bapak/Ibu luangkan untuk menjawab kasus ini akan sangat bernilai tidak hanya untuk peneliti, tetapi juga untuk perguruan tinggi. Untuk itu, atas segala kearifan, kerjasama, dan bantuan Bapak/Ibu dalam mendukung penelitian ini, peneliti ucapkan terima kasih.
Denpasar,
..........................2014 Hormat saya,
(Gusti Ayu Ketut Rencana Sari Dewi) NIM. 1191662001
105
IDENTITAS PARTISIPAN
Jenis Kelamin
:
Laki-laki
Perempuan
Usia
: ................................................................................
Jabatan
: ................................................................................
Lama Bekerja tahun
:
< 5 tahun
5-10 tahun
>10
Pendidikan Terakhir
:
SMA S2
D3 S3
S1 lainnya
Dengan ini menyatakan bersedia secara sukarela menjadi partisipan Denpasar, .......................2014
(ttd partisipan)
106
Skenario 1 Perlakuan Terdapat Elemen Pengendalian Internal Petunjuk Umum : Bacalah Skenario berikut ini dengan seksama, dan berikan jawaban anda pada pertanyaan di bawah ini dengan memberi tanda ‘X’: Latar Belakang Rudi adalah seorang Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di Kabupaten Y. Rudi mengepalai Dinas X. Sebagai kepala dinas, ia diberi kuasa oleh kepala daerah sebagai pengguna anggaran dan pengguna barang, termasuk mengkoordinir dan bertanggungajwab atas proses pengadaan barang di lingkup dinas. Beberapa tugas Rudi lainnya adalah mengkoreksi tagihan, memerintahkan pembayaran dan menandatangani Surat Perintah Membayar (SPM) serta bertanggungjawab atas penyusunan Laporan Keuangan SKPD. Dinas X menerapkan aturan-aturan mengenai perilaku. Tindakan disiplin sangat dikedepankan atas penyimpangan terhadap kebijakan dan prosedur atau pelanggaran terhadap aturan perilaku tersebut. Di Dinas X, setiap terjadi transaksi akan selalu dicatat tepat waktu. Otorisasi transaksi dan bukti pendukung selalu diperhatikan dengan cermat. Pemeriksaan fisik atas kekayaan instansi, seperti aset instansi, dilakukan secara berkala. Tidak ada pegawai yang merangkap beberapa tugas sekaligus di instansi ini. Sistem akuntansi yang ada di instansi dapat mencatat seluruh informasi kegiatan operasional di dalam instansi sehingga tidak ada satupun kegiatan operasional yang luput dari pencatatan. Pemantauan dan evaluasi atas aktivitas operasional untuk menilai derajat keamanan aset selalu dilakukan secara periodik. Setiap satu tahun sekali, auditor internal pemerintah akan melakukan audit di instansi Rudi untuk memastikan ketaatan terhadap kebijakan, rencana dan prosedur yang telah ditetapkan sebelumnya. Beberapa temuan dari proses audit tersebut kemudian akan menjadi rekomendasi bagi instansi Rudi. Rekomendasi tersebut berisi saran-saran untuk perbaikan operasional dalam rangka mencapai efisiensi dan efektivitas. Program Kerja Salah satu program kerja instansi Rudi tahun ini adalah pengadaan alat-alat kesehatan bagi puskesmas-puskesmas yang ada di Kabupaten Y. Proyek tersebut bernilai Rp750.000.000. Dinas X mengadakan proses tender untuk mendapatkan pemasok alat-alat kesehatan tersebut. Dibentuk sebuah panitia tender untuk menangani tender tersebut. Dalam tender yang berlangsung, terdapat 4 perusahaan peserta tender. Salah satu perusahaan tersebut adalah milik teman lama Rudi, Dani. Sebelum proses tender dimulai, Dani menemui Rudi dan memintanya untuk membantu memenangkan tender untuk perusahaannya. Jika perusahaanya yang menang, maka ia akan memberikan 20% (atau senilai Rp150.000.000) dari nilai nominal proyek tersebut untuk pihakpihak yang membantu kemenangannya, termasuk panitia tender dan Rudi. Rudi dihadapkan pada dua pilihan: memenangkan tender untuk perusahaan Dani atau meneruskan prosedur tender sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Jika Rudi memilih alternatif pertama, maka ada beberapa hal yang harus dilakukan Rudi, diantaranya: memerintahkan panitia tender untuk memenangkan perusahaan Dani, menyepakati nominal tender (Dinas X tetap membayar 100%, 20% dari pembayaran akan diberikan Dani kepada Rudi dan panitia tender) dan melakukan otorisasi pembayaran kerjasama Dinas X dan perusahaan Dani. 107
Jika Rudi memilih alternatif yang kedua, maka proses tender seluruhnya menjadi wewenang panitia tender. Panitia tender bertanggungjawab untuk mengadakan mekanisme tender sesuai dengan ketentuan yang ada dan tanpa intervensi dari Rudi.
Setelah membaca latar belakang dan program kerja di atas, berikan jawaban anda pada pertanyaan di bawah ini dengan memberi tanda ‘X’: Jika Rudi menerima tawaran Dani? Sangat tidak setuju 1 2 3
4
5
6
108
7
Sangat Setuju 8 9 10
Skenario 2 Perlakuan Tidak Terdapat Elemen Pengendalian Internal Petunjuk Umum : Bacalah Skenario berikut ini dengan seksama, dan berikan jawaban anda pada pertanyaan di bawah ini dengan memberi tanda ‘X’: Latar Belakang Rudi adalah seorang Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di Kabupaten Y. Rudi mengepalai Dinas X. Sebagai kepala dinas, ia diberi kuasa oleh kepala daerah sebagai pengguna anggaran dan pengguna barang, termasuk mengkoordinir dan bertanggungajwab atas proses pengadaan barang di lingkup dinas. Beberapa tugas Rudi lainnya adalah mengkoreksi tagihan, memerintahkan pembayaran dan menandatangani Surat Perintah Membayar (SPM) serta bertanggungjawab atas penyusunan Laporan Keuangan SKPD. Di Dinas X, terdapat aturan-aturan mengenai perilaku. Aturan-aturan tersebut belum dapat berjalan sesuai dengan kebijakan dan prosedur yang ditetapkan. Beberapa pegawai ada yang melakukan pelanggaran terhadap aturan perilaku, namun sanksi yang tegas tidak diberlakukan. Di Dinas X, setiap terjadi transaksi tidak selalu dapat dicatat tepat waktu. Tanggal transaksi dan tanggal pencatatan seringkali tidak sesuai. Terkadang otorisasi transaksi dan bukti pendukung tidak sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Pemeriksaan fisik atas kekayaan instansi, seperti aset instansi, hanya dilakukan sesekali. Di instansi ini, beberapa pegawai ada yang merangkap beberapa tugas sekaligus karena keterbatasan sumber daya manusia. Sistem akuntansi yang ada di instansi belum dapat mencatat seluruh informasi kegiatan operasional di dalam instansi sehingga banyak kegiatan operasional yang luput dari pencatatan. Pemantauan dan evaluasi atas aktivitas operasional untuk menilai derajat keamanan aset tidak selalu dilakukan. Program Kerja Salah satu program kerja instansi Rudi tahun ini adalah pengadaan alat-alat kesehatan bagi puskesmas-puskesmas yang ada di Kabupaten Y. Proyek tersebut bernilai Rp.750.000.000. Dinas X mengadakan proses tender untuk mendapatkan pemasok alat-alat kesehatan tersebut. Dibentuk sebuah panitia tender untuk menangani tender tersebut. Dalam tender yang berlangsung, terdapat 4 perusahaan peserta tender. Salah satu perusahaan tersebut adalah milik teman lama Rudi, Dani. Sebelum proses tender dimulai, Dani menemui Rudi dan memintanya untuk membantu memenangkan tender untuk perusahaannya. Jika perusahaanya yang menang, maka ia akan memberikan 20% (atau senilai Rp150.000.000) dari nilai nominal proyek tersebut untuk pihak-pihak yang membantu kemenangannya, termasuk panitia tender dan Rudi. Rudi dihadapkan pada dua keputusan: memenangkan tender untuk perusahaan Dani atau meneruskan prosedur tender sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Jika Rudi memilih alternatif pertama, maka ada beberapa hal yang harus dilakukan Rudi, diantaranya: memerintahkan panitia tender untuk memenangkan perusahaan Dani, menyepakati nominal tender (Dinas X tetap membayar 100%, 20% dari pembayaran akan diberikan Dani kepada Rudi
109
dan panitia tender) dan melakukan otorisasi pembayaran kerjasama Dinas X dan perusahaan Dani. Jika Rudi memilih alternatif yang kedua, maka proses tender seluruhnya menjadi wewenang panitia tender. Panitia tender bertanggungjawab untuk mengadakan mekanisme tender sesuai dengan ketentuan yang ada dan tanpa intervensi dari Rudi. Setelah membaca latar belakang dan program kerja di atas, berikan jawaban anda pada pertanyaan di bawah ini dengan memberi tanda ‘X’: Jika Rudi menerima tawaran Dani? Sangat tidak setuju 1 2 3
4
5
6
110
7
8
Sangat Setuju 9 10
Moralitas Individu Petunjuk: Untuk jawaban nomor 1 sampai dengan 6 di halaman berikut Bapak/Ibu diberikan kasus yang tidak terjadi sebenarnya. Berikan jawaban yang menurut Bapak/Ibu paling benar. Kasus Tiga bulan yang lalu Amir Mandala, Ak, pindah dari dinas Perhubungan ke Dinas Pekerjaan Umum, tetapi tetap sebagai staf akuntansi. Selama tiga tahun Laporan Keuangan di Dinas Pekerjaan Umum diaudit oleh BPK. Hasil audit selalu memberikan opini Wajar Tanpa Pengecuaian (WTP). Selama tiga bulan bekerja di Dinas Pekerjaan Umum, Laporan Realisasi Anggaran (LRA) belum memperlihatkan keadaan yang sebenarnya. Masih terdapat beberapa program yang tidak jalan, sehingga menunjukkan bahwa pemerintah telah memenuhi batas anggaran tapi program pembangunan belum sepenuhnya berjalan. Mengetahui hal ini Amir Mandala, Ak menyampaikan permasalahan tersebut kepada pimpinannya. Namun pimpinannya meminta kepada Amir Mandaa, Ak untuk tidak mengubah proses penyusunan Laporan Realisasi Anggaran yang telah berjalan. Amir Mandala, Ak diminta untuk menyelesaikan Laporan Realisasi Anggaran tersebut dengan tetap menunjukkan bahwa Laporan Realisasi Anggaran telah digunakan dengan sebaiknya dan pembangunanpembanguanan telah dilakukan dengan semestinya. Pimpinan juga menyatakan akan memberikan bonus pada Amir Mandala, Ak serta janji untuk dipromosikan. Amir Mandala, Ak menyarankan agar pimpinannya mempertimbangkan untuk menunjukkan gambaran kegiatan pembangunan yang telah tercapai, dan agar tidak terkena sanksi Undang-Undang, termasuk agar mempertimbangkan prinsip kesejahteraan masyarakat, serta tidak merugikan para pegawai lainnya. Nilailah keputusan pimpinan tempat Bapak/Ibu bekerja bila kondisi yang dihadapi oleh Amir Mandala, Ak terjadi di SKPD tempat Bapak/Ibu bekerja.
111
Mohon Bapak/Ibu memberi tanda check (V) pada salah satu pilihan jawaban sesuai dengan keadaan ditempat Bapak/Ibu bekerja. Pilihan jawaban : SS = Sangat Setuju, S = Setuju, TS = Tidak Setuju, STS = Sangat Tidak Setuju No Pernyataan SS S TS STS 1. Pimpinan SKPD tetap menyelesaikan Laporan Realisasi Anggaran seperti periode yang lalu untuk kepentingannya 2. Pimpinan SKPD memberikan bonus pada staf akuntansinya karena telah patuh 3. Pimpinan SKPD tetap menyusun Laporan Realisasi Anggaran seperti periode yang lalu agar kinerjanya bagus dan terlihat baik 4. Pimpinan SKPD menyusun Laporan Realisasi Anggaran seperti periode yang lalu, karena sudah menjadi kelaziman di SKPD-nya 5. Pimpinan SKPD Menyusun Laporan Realisasi Anggaran seperti yang sebenarnya, karena pimpinan takut terkena sanksi Undang-Undang 6. Pimpinan SKPD menyusun Laporan Realisasi Anggaran seperti kondisi yang sebenarnya demi mempertimbangkan prinsip kesejahteraan masyarakat serta tidak merugikan pemerintahan -Terima Kasih-
112
Lampiran 4 TABULASI DATA NO USIA GENDER LAMA KERJA 1 43 L >10 TAHUN 2 49 L >10 TAHUN 3 53 P >10 TAHUN 4 51 P >10 TAHUN 5 56 P >10 TAHUN 6 43 P >10 TAHUN 7 46 L >10 TAHUN 8 47 L >10 TAHUN 9 41 L >10 TAHUN 10 46 L >10 TAHUN 11 44 P >10 TAHUN 12 28 L <5 TAHUN 13 54 P >10 TAHUN 14 53 P >10 TAHUN 15 56 L >10 TAHUN 16 45 P >10 TAHUN 17 51 L >10 TAHUN 18 40 L >10 TAHUN 19 44 P >10 TAHUN 20 38 P >10 TAHUN 21 46 L >10 TAHUN 22 40 L >10 TAHUN 23 39 P >10 TAHUN 24 40 P >10 TAHUN 25 49 P >10 TAHUN 26 50 L >10 TAHUN 27 40 L >10 TAHUN 28 39 P >10 TAHUN 29 51 L >10 TAHUN 30 41 P >10 TAHUN 31 46 L >10 TAHUN 32 53 L >10 TAHUN 33 37 L 5-10 TAHUN 34 39 P >10 TAHUN 35 43 L >10 TAHUN 36 56 P >10 TAHUN 37 53 P >10 TAHUN
113
STUDY S2 S2 S1 S1 S1 S2 S2 S1 S2 S2 S2 S2 S2 S2 S1 S1 S1 S1 S2 S2 S2 S2 S2 S2 S2 S2 S2 S2 S1 S1 S2 S1 S1 S1 S1 S1 S1
GRUP 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 2 2
KEPUTUSAN 1 8 1 1 4 5 1 5 9 6 1 7 5 5 7 6 7 10 7 8 7 1 2 8 2 8 1 6 9 2 4 1 7 6 6 1 5
38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78
52 50 53 54 48 56 51 41 46 39 50 53 52 49 54 45 42 50 39 51 42 39 42 55 54 54 50 49 54 55 51 39 38 36 54 50 56 54 52 46 53
P L P P P L L L L L P P P P L L L L P P L P P L P L L L P P L L L P P L L P L P L
>10 TAHUN >10 TAHUN >10 TAHUN >10 TAHUN >10 TAHUN >10 TAHUN >10 TAHUN >10 TAHUN >10 TAHUN >10 TAHUN >10 TAHUN >10 TAHUN >10 TAHUN >10 TAHUN >10 TAHUN >10 TAHUN >10 TAHUN >10 TAHUN >10 TAHUN >10 TAHUN >10 TAHUN >10 TAHUN >10 TAHUN >10 TAHUN >10 TAHUN >10 TAHUN >10 TAHUN >10 TAHUN >10 TAHUN >10 TAHUN >10 TAHUN >10 TAHUN >10 TAHUN 5-10 TAHUN >10 TAHUN >10 TAHUN >10 TAHUN >10 TAHUN >10 TAHUN >10 TAHUN >10 TAHUN
114
S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S2 S2 S2 S2 S1 S1 S1 S1 S2 S1 S1 S1 S2 S1 S1 S2 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S2 S2 S2 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1
2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
5 3 2 2 10 6 5 1 2 5 4 6 5 1 1 9 5 3 1 2 5 7 6 10 1 1 2 5 3 3 4 2 5 10 10 3 5 7 2 9 10
79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100 101 102 103 104 105 106 107 108 109 110 111 112
56 56 52 46 44 46 48 51 51 51 50 50 56 53 49 47 46 50 54 53 45 43 49 52 51 56 52 41 53 38 44 55 48 41
L P L L L L L L P P L P L L P L P P L L P P P L P P L P P P P L L L
>10 TAHUN >10 TAHUN >10 TAHUN >10 TAHUN >10 TAHUN >10 TAHUN >10 TAHUN >10 TAHUN >10 TAHUN >10 TAHUN >10 TAHUN >10 TAHUN >10 TAHUN >10 TAHUN >10 TAHUN >10 TAHUN >10 TAHUN >10 TAHUN >10 TAHUN >10 TAHUN >10 TAHUN >10 TAHUN >10 TAHUN >10 TAHUN >10 TAHUN >10 TAHUN >10 TAHUN >10 TAHUN >10 TAHUN >10 TAHUN >10 TAHUN >10 TAHUN >10 TAHUN >10 TAHUN
115
S1 S1 S1 S2 S2 S1 S2 S2 S2 S2 S2 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S2 S1 S2 S1 S1 S2 S2 S1 S1 S1 S2 S2 S1 S2 S2
3 3 3 3 3 3 3 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
5 4 1 3 3 10 8 2 10 10 6 10 3 10 5 10 7 8 10 10 7 10 5 10 10 10 8 8 10 10 8 4 10 10
Lampiran 5 HASIL PENGOLAHAN DATA DENGAN SPSS VERSI 19
1. Uji Validitas Correlations Spearman's rho moral
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
SPI
Moral 1,000
SPI -,001
Total ,707**
112
,989 112
,000 112
.
Correlation -,001 1,000 Coefficient Sig. (2-tailed) ,989 . N 112 112 ** Total Correlation ,707 ,707** Coefficient Sig. (2-tailed) ,000 ,000 . N 112 112 **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
116
,707** ,000 112 1,000
112
2. Uji Reliabilitas dan Validitas (Variabel Moralitas Individu) Reliability Statistics Cronbach's N of Alpha Items ,719 6 Hasil perhitungan menunjukkan nilai Cronbach’s Alpha = 0,719 yang lebih besar dari 0,60 berarti instrumen penelitian dikatakan reliabel
SOAL1 SOAL1 Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N SOAL2 Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N SOAL3 Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N SOAL4 Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N SOAL5 Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N SOAL6 Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N TOTAL Pearson Correlation Sig. (2-tailed)
Correlations SOAL2 SOAL3 **
1
,253 ,007 112 1
112 ,253** ,007 112 ,167 ,079 112 ,331** ,000 112 ,598** ,000 112 ,066 ,488 112 ,610** ,000
112 ,747** ,000 112 ,393** ,000 112 ,400** ,000 112 ,013 ,890 112 ,765** ,000
N 112 112 **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
,167 ,079 112 ,747** ,000 112 1 112 ,282** ,003 112 ,247** ,009 112 ,231* ,014 112 ,731** ,000 112
SOAL4 **
,331 ,000 112 ,393** ,000 112 ,282** ,003 112 1 112 ,591** ,000 112 -,041 ,672 112 ,655** ,000 112
SOAL5 **
,598 ,000 112 ,400** ,000 112 ,247** ,009 112 ,591** ,000 112 1
,066 ,488 112 ,013 ,890 112 ,231* ,014 112 -,041 ,672 112 ,085 ,371 112 1
112 ,085 ,371 112 ,742** ,000
112 ,329** ,000
112
112
Pada tabel di atas tampak bahwa seluruh indikator (SOAL 1-6) dikatakan valid karena memiliki nilai korelasi di atas 0,3 yakni SOAL 1=0,610, SOAL 2=0,765, SOAL 3=0,731, SOAL 4=0,655, SOAL 5=0,742 dan SOAL 6=0,329.
117
SOAL6
TOTAL
,610 ,00 11 ,765 ,00 11 ,731 ,00 11 ,655 ,00 11 ,742 ,00 11 ,329 ,00 11
11
3. Statistik Deskriptif, Uji Normalitas, dan Uji Homogenitas
Descriptive Statistics Dependent Variable:fraud moral rendah
tinggi
Total
SPI tidak ada ada SPI Total tidak ada ada SPI Total tidak ada ada SPI Total
Mean 8,4231 5,0357 6,6667 4,0357 5,0000 4,5345 6,1481 5,0172 5,5625
Std. Deviation 2,19405 3,13265 3,19197 2,47180 2,97113 2,76072 3,20617 3,02325 3,15024
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Fraud N 112 Normal Mean 5,5625 Parametersa,b Std. 3,15024 Deviation Most Absolute ,117 Extreme Positive ,112 Differences Negative -,117 Kolmogorov-Smirnov Z 1,238 Asymp. Sig. (2-tailed) ,093
Levene's Test of Equality of Error Variances a Dependent Variable:fraud F df1 df2 Sig. 2,009 3 108 ,117 Tests the null hypothesis that the error variance of the dependent variable is equal across groups. a. Design: moral + SPI + moral * SPI
118
N 26 28 54 28 30 58 54 58 112
4. Uji Two Way Anova dan Profile Plots Interaksi
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:fraud Type I Sum Mean Source of Squares Df Square
F
Sig.
a
Model 3760,725 4 940,181 125,937 moral 3592,569 2 1796,284 240,611 SPI 35,937 1 35,937 4,814 moral * 132,219 1 132,219 17,711 SPI Error 806,275 108 7,466 Total 4567,000 112 a. R Squared = ,823 (Adjusted R Squared = ,817)
,000 ,000 ,030 ,000
SPI * moral Dependent Variable:fraud
SPI
moral
tidak ada rendah tinggi ada SPI rendah tinggi
Mean 8,423 4,036 5,036 5,000
95% Confidence Interval Lower Upper Bound Bound
Std. Error ,536 ,516 ,516 ,499
119
7,361 3,012 4,012 4,011
9,485 5,059 6,059 5,989
Profile Plots
120