Pengaruh Molases pada Silase Kulit Umbi Singkong……………….………..Fachmi Fathur R
PENGARUH TINGKAT PENAMBAHAN MOLASES PADA PEMBUATAN SILASE KULIT UMBI SINGKONG (Mannihot esculenta) TERHADAP KANDUNGAN BAHAN KERING, BAHAN ORGANIK, DAN HCN THE INFLUENCE OF THE USE MOLASES IN THE MANUFACTURE OF CASSAVA PEEL SILAGE (Mannihot esculenta) AGAINST HCN, DRY MATTER AND ORGANIC MATTER CONTENT Fachmi Fathurrohman*, Ir. Atun Budiman, M.Si**, Ir. Tidi Dhalika, MS**, Universitas Padjadjaran
*Alumni Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran Tahun 2015 **Staf Pengajar Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran e-mail :
[email protected] ABSTRAK Penggunaan kulit umbi singkong sebagai bahan pakan alternatif tidak bisa diberikan dalam bentuk segar karena mengandung HCN, cara untuk menguranginya dengan ensilase. Ensilase akan mengurangi kandungan bahan kering dan bahan organik. Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh tingkat penambahan molases dan mendapatkan persentase penambahan molases pada pembuatan silase kulit umbi singkong yang menghasilkan kandungan bahan kering, bahan organik yang paling tinggi dan HCN yang paling rendah. Metode yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap dengan 4 perlakuan yaitu tanpa penambahan molases, 1%, 3%, dan 5% molases dengan 5 kali ulangan. Peubah yang diamati ialah perubahan kadar kandungan bahan kering, bahan organik dan HCN pada silase kulit umbi singkong. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan molases berpengaruh nyata terhadap kandungan bahan kering dan bahan organik (P>0,05), namun tidak berpengaruh terhadap kandungan HCN. Silase dengan penambahan molases 5% pada pembuatan silase kulit umbi singkong menghasilkan kandungan bahan kering dan bahan organik paling tinggi Kata kunci : bahan kering, bahan organik, hcn, kulit umbi singkong, silase
ABSTRACT The use of cassava peel as an ingredient of alternative feed cannot be given in the form of fresh because it contains HCN, a way to reduce it quickly with ensiling. Ensiling will reduce the content of dry matter and organic matter. The research aims to understand the influence of the level of additional molases and get the percentage on the addition of molases on cassava peel silage that produce dry matter and organic matter content highest and HCN the lowest. Methods used are completely random design with 4 treatment that is without additional molases, 1%, 3%, and 5% molases with 5 replications. The observed variables are changes in the levels of dry matter, organic matter and HCN in the cassava peel silage. The result showed that the addition of molases was influenced to dry matter and organic matter (P>0,05), but not affect the HCN content. Silage with the addition of molases 5% in the manufacture of cassava peel silage produce dry matter and organic matter content in the highest. Keywords : cassava peel, dry matter, hcn, organic matter, silage
Pengaruh Molases pada Silase Kulit Umbi Singkong……………….………..Fachmi Fathur R PENDAHULUAN Singkong merupakan salah satu tanaman yang dapat tumbuh sepanjang tahun di daerah tropis dan memiliki daya adaptasi yang tinggi terhadap berbagai kondisi tanah. Meningkatnya populasi manusia, menyebabkan kebutuhan pangan asal pertanian meningkat termasuk tanaman singkong sehingga memperluas area penanaman di tempat lain yang sebelumnya tidak ditanam. Berkembangnya usaha pertanian tanaman singkong, memberikan peluang terhadap peningkatan limbah pertanian dan hasil ikutan industri yang dihasilkan. Limbah agroindustri tanaman singkong yang dapat dimanfaatkan terdiri atas batang, daun, dan kulit umbi singkong (Chuzaemi, 2002). Semakin tinggi jumlah produksi singkong, semakin tinggi pula kulit yang dihasilkan.
Kecenderungan produksi singkong semakin
meningkat, hal ini terlihat dari jumlah produksi singkong di Indonesia tahun 2008 sebesar 21.756.991 ton dan tahun 2013 sebesar 70.866.571 ton (BPS Indonesia 2013).
Potensi
ketersediaan kulit umbi singkong berdasarkan data terakhir tahun 2013, melalui perhitungan diperkirakan sebesar 14.173.314 ton. Hal ini menunjukkan potensi kulit umbi singkong ketersediaannya melimpah dan potensial untuk dijadikan sebagai bahan pakan ternak. Pemberian kulit umbi singkong sebagai pakan ternak tidak dapat diberikan dalam bentuk segar karena mengandung racun HCN, sehingga perlu dilakukan pengolahan untuk mengurangi atau menghilangkan senyawa tersebut melalui proses seperti pengeringan, perendaman, pengukusan dan fermentasi atau pembuatan silase. Adanya komponen substansi toksik bagi ternak yang berupa HCN atau asam sianida pada kulit singkong menyebabkan penggunaannya menjadi terbatas. Salah satu cara untuk menurunkan kandungan HCN pada kulit singkong dengan metode fermentasi atau pembuatan silase. Keberhasilan pembuatan silase sangat ditentukan ketersediaan karbohidrat mudah larut. Karbohidrat mudah larut yang tersedia didalam bahan dipertahankan dengan cara adanya penambahan bahan tambahan, sehingga kandungan zat makanan yang terdapat didalam bahan akan terhindar dari penurunan selama proses penyimpanan. Salah satu bahan tambahan yang bisa digunakan adalah molases. Molases digunakan karena dapat menstimulasi perkembangan bakteri pada proses fermentasi dan menurunkan pH silase. Penambahan molases pada silase dapat meningkatkan populasi bakteri asam laktat, meningkatkan kualitas silase dan menghindari berkurangnya bahan kering pada silase (McDonald et al. 2002). Penggunaan molases pada silase kulit umbi singkong diharapkan dapat menurunkan kandungan HCN melalui aktivitas kerja mikroba.
Pengaruh Molases pada Silase Kulit Umbi Singkong……………….………..Fachmi Fathur R Bahan dan Metode 1. Bahan Penelitian Kulit singkong yang digunakan diperoleh dari limbah industri keripik singkong di daerah Cileunyi. Tepatnya di Kampung Manjahbeureum Rt 02/04 Desa Cileunyi Kulon Kecamatan Cileunyi Kabupaten Bandung. Molases yang digunakan diperoleh dari KSU Tandangsari, Kecamatan Tanjungsari, Kabupaten Sumedang. 2. Prosedur Penelitian Kulit umbi singkong dan molases ditimbang untuk masing-masing perlakuan. Kulit umbi singkong dicampurkan dengan molases seusai dengan dosis dari setiap perlakuan yaitu tanpa penambahan molases, 1% molases, 3% molases dan 5% molases. Pencampuran dilakukan sampai merata/homogen. Campuran tersebut dimasukkan ke dalam silo dengan ditumpuk dan dipadatkan secara bertahap. Proses penumpukan dilakukan sampai silo terisi penuh sehingga tidak ada ruang udara yang tersisa ketika ditutup. 3. Pengambilan Sampel Silase disimpan di atas lantai yang dialasi plastik kemudian diaduk sampai homogen. Silase dihamparkan dengan tebal 3 cm. Silase yang telah dihamparkan dibagi menjadi empat bagian sama rata, kemudian masing-masing bagian diambil dengan total sebanyak 1 kg. Sampel tersebut dibagi menjadi dua bagian, 500 g untuk digunakan analisis HCN dan sisanya digunakan untuk analisis proksimat, termasuk di dalamnya analisis bahan kering dan bahan organik. 4. Metode Penelitian Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah bahan kering, bahan organik dan HCN. Rancangan acak lengkap (RAL) dengan tujuh perlakuan dan empat ulangan, pada setiap perlakuan sehingga terdapat 20 unit percobaan. Perlakuan terdiri atas: P0: tanpa penambahan molases, P1 : 1% molases, P2 : 3% molases dan P3 : 5% molases. Data diolah menggunakan daftar sidik ragam lalu hasil data berbeda nyata akan diuji lanjut dengan menggunakan Uji Duncan. Hasil dan Pembahasan 1. Kandungan Bahan Kering Penambahan molases mempengaruhi kandungan bahan kering silase. Rataan persentase kandungan bahan kering silase dengan penambahan molases disajikan pada Tabel 1. Menurut Surono (2003) ketersediaan karbohidrat dan protein berperan besar untuk proliferasi bakteri asam laktat dalam ensilase karena karbohidrat dimanfaatkan sebagai sumber energi dan
Pengaruh Molases pada Silase Kulit Umbi Singkong……………….………..Fachmi Fathur R kerangka karbon. Selama proses ensilase akan terjadi kehilangan bahan kering yang dipengaruhi oleh respirasi dan fermentasi. Respirasi menyebabkan kandungan zat makanan banyak yang terurai sehingga menurunkan kandungan bahan kering dan bahan organik silase, sedangkan fermentasi akan menghasilkan asam laktat dan air. Lebih lanjut Surono et al. (2006) menjelaskan bahwa kehilangan bahan kering lebih dominan terkait dengan ketersediaan karbohidrat terlarut yang berasal dari BETN. Kandungan BETN yang tinggi akan memacu terbentuknya bakteri asam laktat sehingga menyebabkan proporsi BETN menurun dan menyebabkan terjadinya kehilangan bahan kering selama proses ensilase. Tabel 1. Rataan Persentase Kandungan Bahan Kering Silase Kulit Umbi Singkong Perlakuan Rataan P0 P1 P2 P3 a a b 26,94 26,51 27,90 28,75b Pada Tabel 1 terjadi kenaikan kandungan bahan kering seiring dengan penambahan molases pada pembuatan silase dari yang terendah (P0) sampai yang tertinggi (P3). Pada kejadian ini dapat dijelaskan bahwa hal tersebut terjadi karena adanya penambahan molases yang memiliki kandungan bahan kering yang tinggi sehingga meningkatkan kandungan bahan kering silase. Penambahan molases pada perlakuan didasarkan kepada berat segarnya yaitu secara berurutan 1%, 3%, 5%, hal ini setara dengan penambahan molases berdasarkan berat keringnya yaitu sebesar 3,8%, 11% dan 19%, sehingga terjadi penambahan kandungan bahan kering yang besar. Berdasarkan perhitungan kandungan bahan kering kulit umbi singkong sebelum difermentasi secara berurutan mulai dari tanpa penambahan molases, 1%, 3% dan 5% molases yaitu 27,16%, 27,62%, 28,83% dan 30%. Jika dibandingkan dengan hasil kandungan bahan kering silase kulit umbi singkong secara berurutan mulai dari tanpa penambahan molases, 1%, 3% dan 5% molases yaitu 26,94%, 26,51%, 27,90% dan 28,75%. Terjadi penurunan kandungan bahan kering bagi setiap perlakuan dibandingkan dengan kandungan bahan kering sebelum disilase, hal ini menujukkan terjadi penurunan kadar bahan kering. Namun penurunan kandungan bahan kering secara kuantitatif tidak nampak karena terjadi penambahan bahan kering yang berasal dari molases. Tingkat kerusakan berupa kehilangan bahan kering yang rendah merupakan salah satu indikator keberhasilan pembuatan silase, menurut Johnson dkk., (1998) tingkat kehilangan kandungan bahan kering di bawah 5% merupakan produk silase yang baik. Persentase kehilangan bahan kering pada penelitian ini berkisar diantara 0,22% sampai dengan 1,25%. Persentase kehilangan dapat diasumsikan sebagai kehilangan berat bahan kering, sehingga
Pengaruh Molases pada Silase Kulit Umbi Singkong……………….………..Fachmi Fathur R secara berat basah atau segar tidak terjadi pengurangan berat, akan tetapi dalam perhitungan bahan kering telah terjadi kehilangan bahan kering (Ridwan et al. 2005).
2. Kandungan Bahan Organik Penambahan molases berpengaruh terhadap kandungan bahan organik. Hal tersebut berkaitan dengan kenaikan kandungan bahan kering karena bahan penyusun bahan kering sebagian besarnya adalah bahan organik. Rataan persentase kandungan bahan organik silase dengan penambahan molases disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Rataan Persentase Kandungan Bahan Organik Silase Kulit Umbi Singkong Perlakuan Rataan P0 P1 P2 P3 ab a bc 16,21 16,05 17,13 18,50c Berdasarkan Tabel 2 kandungan bahan organik mengalami kenaikan, Komponen paling besar dari bahan kering adalah bahan organik yang terdiri dari protein kasar, lemak kasar, serat kasar dan bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN) (Tillman et al. 1998). Penurunan dan perubahan bahan organik dipengaruhi oleh respirasi dan kerusakan oleh mikroorganisme, karena bahan organik seperti protein, karbohidrat, lemak maupun vitamin merupakan komponen utama sel (Buckle et al. 2009). Francis dan Wood, (1982) mengemukakan bahwa untuk pertumbuhan selnya, mikroorganisme membutuhkan karbon, terutama yang berasal dari bahan organik. Kandungan bahan organik sebelum perlakuan memiliki nilai 16,24%. Nilai rataan kandungan bahan organik pada silase kulit umbi singkong (Mannihot esculenta) memperlihatkan pola yang sama dengan rataan kandungan bahan kering. Kandungan bahan organik semakin meningkat seiring dengan perlakuan yaitu tanpa penambahan molases, 1%, 3% dan 5% molases. Seperti halnya pada kandungan bahan kering, kandungan bahan organik juga terkait dengan ketersediaan kandungan karbohidrat terlarut yang merupakan komponen organik yang berasal dari BETN. Ketersediaan jumlah karbohidrat terlarut yang tinggi pada kulit umbi singkong dan molases menyebabkan peningkatan aktivitas bakteri asam laktat namun kehilangan bahan organik dapat ditekan. Kehilangan bahan organik paling rendah ditunjukan P 0. Asam laktat dalam ensilase dihasilkan dari komponen bahan organik terutama karbohidrat, sehingga meningkatnya pembentukan asam laktat merupakan indikasi bahwa banyak bahan organik yang digunakan selama proses ensilase yang berujung penyebab kehilangan bahan organik. Kehilangan bahan organik dalam silase utamanya berasal dari golongan karbohidrat yaitu BETN dengan komponen utama pati dan gula yang digunakan oleh bakteri untuk menghasilkan
Pengaruh Molases pada Silase Kulit Umbi Singkong……………….………..Fachmi Fathur R asam laktat (Surono et al. 2006). Hal ini menunjukkan bahwa karbohidrat terlarut yang dibutuhkan bakteri asam laktat dalam proses ensilase dapat dipenuhi oleh BETN yang terkandung di dalam kulit umbi singkong. 3. HCN Rataan kandungan HCN pada silase kulit umbi singkong yang ditambahkan molases disajikan pada Tabel 3. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa penambahan molases pada silase kulit umbi singkong tidak adanya perbedaan yang nyata. Tabel 3. Rataan Kandungan HCN Silase Kulit Umbi Singkong Perlakuan P0 P1 P2 P3 Rataan -------------------------------------(ppm)------------------------------------107,8 108,0 103,7 110,9 Kandungan HCN kulit umbi singkong sebelum proses ensilase adalah 107,8 ppm. Pada P0 bila dibandingkan dengan kandungan HCN sebelum disilase tidak mengalami perubahan. Hal ini menunjukkan bahwa bakteri asam laktat yang tumbuh saat proses ensilase tidak mendegradasi kandungan HCN.
Seiring dengan penambahan molases terjadi kenaikan
kandungan HCN namun hal ini bukan merupakan peningkatan kandungan HCN, tetapi hal ini terjadi karena ada pergeseran komposisi zat makanan.
Kehilangan bahan kering yang
merupakan representasi dari perubahan zat makanan dalam bentuk padat menjadi cair dan gas, secara proporsi akan meningkatkan kandungan HCN.
Berdasarkan data tersebut pada
perlakuan P0 tidak terjadi degradasi terhadap kandungan HCN, namun pada perlakuan selanjutnya seiring dengan penambahan molases menunjukkan adanya kecenderungan kenaikan kandungan HCN. Proses ensilase yang di dalamnya melibatkan mikroba sebagai pendegradasi zat makanan tidak melakukan proses degradasi terhadap HCN. Pada penelitian yang lain dengan bahan dan proses yang sama dilaporkan dapat menurunkan kandungan HCN. Penelitian lain menggunakan inokulan mikroba yang secara spesifik memiliki kemampuan untuk mendegradasi HCN. Sandi et al. (2013) melaporkan bahwa proses ensilase kulit umbi singkong yang difermentasi menggunakan bakteri Leuconostoc mesenteroides dari minggu ke minggu mengalami penurunan kandungan HCN dan pada minggu ke 4 menjadi tidak terdeteksi. Bakteri Leuconostoc mesenteroides dapat mendegradasi sianida lebih baik dibandingkan bakteri asam
laktat lain, karena mempunyai aktivitas β–glukosidase yang tinggi, yaitu 25,18x 10-4 μM/ml/menit (Kobawila et al. 2005). Namun pada penelitian ini tiap perlakuan penambahan molases tidak berpengaruh nyata terhadap kandungan HCN karena pada penelitian ini bakteri
Pengaruh Molases pada Silase Kulit Umbi Singkong……………….………..Fachmi Fathur R yang berkembang selama proses ensilase diduga bukan merupakan bakteri spesifik yang mampu mendegradasi kandungan HCN. Penurunan kandungan HCN dapat pula dipengaruhi dari lama waktu penyimpanan. Penelitian lain mengenai lama penyimpanan silase daun umbi singkong selama 2 bulan dan 4 bulan menghasilkan penurunan kandungan HCN, semakin lama proses penyimpanan semakin menurun kandungan HCNnya. Ngo Van Man dan Wiktorsson (2002) melaporkan kandungan HCN pada daun umbi singkong mengalami penurunan setelah proses penyimpanan selama 2 bulan dan terus mengalami penurunan sampai 4 bulan. Kandungan awal daun umbi singkong sebelum disilase adalah sebesar 98 mg/100 g. Pada ensilase selama 2 bulan kandungan HCN menurun sebesar 68% menjadi 30,90 mg/100 g, setelah penyimpanan selama 4 bulan kandungan HCN menurun sebesar 76% menjadi 23,58 mg/100 g. Pada penelitian ini menunjukkan bahwa penambahan molases pada pembuatan silase kulit umbi singkong (Mannihot esculenta) tidak berpengaruh terhadap kandungan HCN. Oleh sebab itu direkomendasikan penggunaan bakteri pendegradasi HCN dan waktu penyimpanan silase lebih lama akan menghasilkan penurunan kandungan HCN. KESIMPULAN Pemberian molases berpengaruh terhadap kandungan bahan kering dan bahan organik, tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap kandungan HCN. Penambahan molases pada pembuatan silase kulit umbi singkong yang menghasilkan kandungan bahan kering dan bahan organik paling tinggi adalah 5%. UCAPAN TERIMAKASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada pembimbing utama Bapak Ir. Atun Budiman, M.Si., dan pembimbing anggota Bapak Ir. Tidi Dhalika, MS., atas semua waktu, nasehat dan bimbingan yang telah diberikan serta saran-saran yang diberikan sejak penyusunan proposal penelitian hingga penulisan skripsi dan Staff Laboratorium Nutrisi Ternak Ruminansia dan Kimia Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran yang telah membantu penelitian ini.
Pengaruh Molases pada Silase Kulit Umbi Singkong……………….………..Fachmi Fathur R DAFTAR PUSTAKA Badan Pusat Statistik Indonesia, 2013. Produktivitas Tanaman Ubi Kayu Seluruh Provinsi. http://www. bps. go. id, (diakses 7 nov 2013) Buckle, K. A, R. A. Edwards, G. H. Fleet, dan M. Wotton, 2009. Ilmu Pangan. Editor H. P. Adiono. UI-Press. Jakarta. Chuzaemi. S. 2002. Arah dan Sasaran Penelitian Nutrien Sapi Potong di Indonesia. Workshop Sapi Potong. Lolit Sapi Potong. Francis, B. J., J. F. Wood. 1982. Changes in the Nutritive Content and Value of Feed Concentrates During Storage. In: M. Rechcigl Jr., ed. Handbook of Nutritive Value of Processed Food. Vol II Animal Feedstuff. CRC Press. Inc. Boca Raton, Florida. Kobawila, S. C., D. Louembe, S. Keleke, J. Hounhouigan, and G. Gamba. 2005. Reduction of the Cyanide During Fermentation of Cassava Roots and Leaves to Produce Bikedi and Ntoba, Two Food Products from Kongo. Afr. J. Biotechnol. 4: 689-696 McDonald, P., R. A. Edwards, and J. F. D. Greenhalgh. 2002. Animal Nutrition. 6th ed. Longman, London and New York. 543 Ngo Van Man and H. Wiktorsson. 2002. Effect of Molasses on Nutritional Quality of Cassava and Gliricidia Tops Silage. Asian-Aust. J. Anim. Sci. Vol 15, No. 9 : 1294-1299 Ridwan, R., S. Ratnakomala, G. Kartina dan Y. Widyastuti. 2005. Pengaruh Penambahan Dedak Padi dan Lactobacillus plantarum 1BL-2 dalam Pembuatan Silase Rumput Gajah (Pennisetum purpureum). Media Peternakan. 28(3):117-123 Sandi, Y.O., S. Rahayu, dan W. Suryapratama. 2013. Upaya Peningkatan Kualitas Kulit Singkong Melalui Fermentasi Menggunakan Leuconostoc Mesenteroides Pengaruhnya terhadap Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik Secara in Vitro. Jurnal Ilmiah Peternakan. 1(1):99-108 Surono. 2003. Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik in Vitro Silase Rumput Gajah pada Umur Potong dan Level Aditif yang Berbeda. J. Pengembangan Peternakan Tropis. 28: 204 – 210. ______, M. Soejono, dan S. P. S. Budhi. 2006. The Dry Matter and Organic Matter Loss of Napier Grass Silage at Different Age of Defoliation and Level of Additive. J.Indon.Trop.Anim.Agric. 31 Tillman, A. D, H. Hartadi, S. Reksohadiprodjo, S. Prawirokusumo, dan S. Lebdosoekojo. 1998. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.