e-Journal MIMBAR PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol. 2 No. 1 Tahun 2014)
PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN WORD SQUARE TERHADAP HASIL BELAJAR IPA DENGAN KOVARIABEL KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS Ni Luh Sudiani1, Nyoman Dantes2, Nyoman Kusmariyatni3 1,3
Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar, 2Jurusan BK, FIP Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia
e-mail:
[email protected],
[email protected],
[email protected] Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengetahui perbedaan hasil belajar IPA antara kelompok siswa yang belajar mengikuti model pembelajaran word square dan kelompok siswa yang belajar dengan mengikuti model pembelajaran konvensional. (2) mengetahui perbedaan hasil belajar IPA antara kelompok siswa yang belajar mengikuti model pembelajaran word square dan kelompok siswa yang belajar dengan mengikuti model pembelajaran konvensional setelah kovariabel kemampuan berpikir kritis siswa dikendalikan. (3) mengetahui seberapa besar kontribusi kovariabel kemampuan berpikir kritis terhadap hasil belajar IPA. Jenis penelitian ini adalah kuasi eksperimen dengan rancangan non-equivalent post test only control group design. Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas V di Gugus III Kecamatan Buleleng tahun pelajaran 2013/2014 yang berjumlah 159 orang. Sampel penelitian yang digunakan yaitu siswa kelas V SD No. 3 Jinengdalem dan siswa kelas V SD No. 2 Jinengdalem. Dua instrumen pokok penelitian yaitu tes uraian kemampuan berpikir kritis dan tes hasil belajar IPA. Data yang dikumpulkan dianalisis menggunakan analisis statistik deskriptif, ANAVA satu jalur, ANAKOVA satu jalur, dan korelasi product moment. Berdasarkan hasil analisis, diperoleh hasil sebagai berikut. Pertama, terdapat perbedaan hasil belajar IPA antara kelompok siswa yang belajar mengikuti model pembelajaran word square dan kelompok siswa yang belajar dengan mengikuti model pembelajaran konvensional. Kedua, terdapat perbedaan hasil belajar IPA antara kelompok siswa yang belajar mengikuti model pembelajaran word square dan kelompok siswa yang belajar dengan mengikuti model pembelajaran konvensional setelah kovariabel kemampuan berpikir kritis siswa dikendalikan. Ketiga, kemampuan berpikir kritis memberikan kontribusi terhadap hasil belajar IPA sebesar 21% pada kelompok eksperimen dan 18% pada kelompok kontrol. Kata-kata kunci: kemampuan berpikir kritis, hasil belajar IPA, dan word square, Abstract This research aimed analyzing three problems : (1) to know the differences of the result of science between group of students that followed learning words square model and group of students that followed learning conventinal model. (2) to know the differences of the result of science between group of students that followed learning words square model and group of students that followed learning conventinal model after covariable critical thinking ability controlled. (3) to know how many contributions of covariable of critical thinking ability toward science result. This research was quasi experiment research with non-equivalent post tes only control group design. The populations of this research were all of five grade students gugus III Buleleng subdistrict in academic year 2013/2014 with the total 159 students. The sample of this research was used five grade students of SD No 3 Jinengdalem and five grade students of SD No 2 Jinengdalem. Two principal research instrumens are
e-Journal MIMBAR PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol. 2 No. 1 Tahun 2014) critical thinking ability test and result of science tes. The data was collected analyzed by using descriptive statistics analysis, Anava one way, Anacova one way, and product moment correlation. Based on the result of the data analysis, the following result were found. First, there was a difference result of science between group of students that followed learning words square model and group of students that followed learning conventinal model. Second, there was a difference of the result of science between group of students that followed learning words square model and group of students that followed learning conventinal model after covariable critical thinking ability controlled. Third, critical thinking ability gave contribution toward science result with total 21% on eksperiment group and 18% on control group. Keywords: critical thinking ability, the result of science and word square,
PENDAHULUAN Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) yang sangat pesat membutuhkan kesiapan suatu bangsa untuk menghasilkan sumber daya manusia (SDM) yang handal dan berkualitas. Upaya yang tepat untuk menyiapkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas dan satusatunya yang dapat dipandang dan seyogianya yang berfungsi sebagai alat untuk membangun SDM yang berkualitas tinggi adalah melalui pendidikan. Namun sampai saat ini mutu pendidikan Indonesia masih tergolong sangat rendah dibandingkan dengan negara-negara lain di dunia. Berdasarkan penelitian dari United Nation Development Program (UNDP) bahwa posisi Indonesia dalam indeks pembangunan sumber daya manusia (Human Development Indeks=HDI) pada tahun 2013 berada pada peringkat 121 dari 187 negara di dunia. Dalam hal ini, Indonesia masih tergolong dalam negara dengan pembangunan SDM menengah (Medium Human Development) (Satyana, 2013). Kualitas pendidikan Indonesia yang rendah akan mengasilkan sumber daya manusia yang kurang berkualitas. Hal ini akan mengakibatkan Indonesia kurang kompetitif dalam menghadapi persaingan di era globalisasi. Oleh sebab itu, pendidikan seharusnya mendapatkan perhatian yang serius dalam meningkatkan mutunya. Upaya-upaya yang telah dilakukan pemerintah diantaranya, melakukan penyempurnaan kurikulum, dari Kurikulum 1994 disempurnakan menjadi Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) atau Kurikulum 2004. Kemudian pada tahun 2006 kembali dilakukan penyempurnaan KBK menjadi
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang masih digunakan sampai sekarang. KTSP merupakan kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan sesuai dengan karakteristik, kondisi, dan potensi daerah, sosial budaya masyarakat setempat dan peserta didik. Dalam KTSP, diharapkan terjadinya perubahan proses pembelajaran dari pembelajaran yang cenderung kurang mengaktifkan siswa dan hanya berpusat pada guru (teacher centered) menjadi pembelajaran yang aktif, kreatif, inovatif, efektif, menyenangkan dan berpusat pada siswa (student centered). Selain itu, pemerintah juga melakukan perbaikan sarana dan prasarana sekolah dengan program dana BOS, peningkatan kesejahteraan guru sebagai penghargaan kepada guru karena telah melaksanakan tugasnya dengan baik, mengadakan sertifikasi guru melalui program pendidikan latihan profesi guru (PLPG) untuk penjaminan mutu pembelajaran, pemberdayaan kelompok kerja guru (KKG) dalam membuat rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), mengadakan seminar-seminar nasional di bidang pendidikan dan berbagai inovasi dalam penerapan strategi, metode, model, maupun media pembelajaran juga telah dilakukan. Sehingga menuntut guru untuk lebih profesional agar dapat mengikuti arus perubahan dan perkembangan pendidikan yang terjadi demi memperbaiki proses pembelajaran di sekolah. Namun upayaupaya tersebut belum sepenuhnya dapat mengatasi permasalahan pendidikan yang terjadi di Indonesia.
e-Journal MIMBAR PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol. 2 No. 1 Tahun 2014)
Kurikulum pendidikan yang ideal dan lengkapnya sarana dan prasarana pendidikan namun jika tidak diimbangi dengan kemampuan guru dalam mengimplementasikannya, maka proses pembelajaran akan menjadi kurang bermakna bagi siswa. Guru adalah salah satu unsur yang berperan penting dalam proses pembelajaran, yang memiliki tanggung jawab untuk mengembangkan tugas dan mengatasi segala permasalahan yang muncul. Tujuan pembelajaran akan tercapai apabila guru mampu mengemas sebuah pembelajaran yang menarik bagi siswa dengan menerapkan berbagai strategi, model atau metode pembelajaran yang bervariasi. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan di sekolah dasar di gugus III Kecamatan Buleleng, Kabupaten Buleleng, pelaksanaan pembelajaran masih kurang variatif. Dilihat dari proses pembelajaran yang diterapkan guru, proses pembelajaran memiliki kecenderungan pada metode tertentu (konvensional) dan tidak memperhatikan tingkat pemahaman siswa terhadap informasi yang disampaikan. Guru hanya terpaku pada buku teks sebagai satu-satunya sumber belajar mengajar. Siswa kurang aktif dalam proses belajar, siswa lebih banyak mendengar dan menulis, menyebabkan isi pelajaran sebagai hafalan sehingga siswa kurang terdorong untuk mengembangkan kemampuan berpikir dan tidak memahami konsep yang sebenarnya. “Akibatnya hal ini akan menjadi lulusan yang kaya akan pemahaman teoretis, tetapi miskin penerapan dan pengalaman langsung” (Wirta, 2012). Pembelajaran dengan menggunakan model konvensional hampir terjadi pada semua mata pelajaran, tidak terkecuali pada mata pelajaran Sains atau IPA. Padahal untuk anak pada jenjang sekolah dasar, menurut Marjono (dalam Susanto, 2013:167) hal yang harus diutamakan adalah bagaimana mengembangkan rasa ingin tahu dan daya berpikir kritis mereka terhadap suatu masalah. Menurut Susanto (2013) mengatakan bahwa IPA adalah usaha manusia dalam memahami alam semesta melalui pengamatan yang tepat pada sasaran serta menggunakan
prosedur, dan dijelaskan dengan penalaran sehingga mendapatkan suatu kesimpulan. Hakikat dari pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) adalah sebagai produk, proses dan pengembangan sikap ilmiah. Pertama, ilmu pengetahuan alam sebagai produk yaitu kumpulan hasil penelitian yang telah ilmuwan lakukan dan sudah membentuk konsep yang telah dikaji sebagai kegiatan empiris dan kegiatan analistis. Kedua, ilmu pengetahuan alam sebagai proses, yaitu untuk menggali dan memahami pengetahuan tentang alam. Ketiga, ilmu pengetahuan alam sebagai pengembangan sikap ilmiah. Sikap ilmiah ini harus dimiliki oleh seorang ilmuwan dalam melakukan penelitian dan mengkomunikasikan hasil penelitiannya. Pembelajaran yang dilakukan hanya dengan menerapkan metode konvensional yang lebih didominasi dengan metode ceramah saja, tidak akan dapat mencapai apa yang menjadi hakikat dari pembelajaran IPA dan siswa tidak akan dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritisnya sehingga berdampak terhadap hasil belajar yang diperoleh siswa. Menurut Joyce (dalam Liliasari, 2012) menyatakan bahwa kemampuan berpikir kritis diperlukan oleh siswa sebagai modal dasar untuk memahami berbagai hal, diantaranya memahami konsep dalam disiplin ilmu. Berpijak dari pendapat joyce, berpikir kritis memiliki peranan yang sangat besar dalam pembelajaran. Semakin tinggi kemampuan berpikir kritis yang dimiliki siswa semakin mudah pula bagi siswa untuk mengikuti pembelajaran dengan baik. Maka dari itu berpikir kritis sangat perlu untuk dikembangkan dalam pembelajaran. Sadia (dalam Kurniawan, 2012:4) menyatakan berpikir kritis tidak dapat diajarkan melalui metode ceramah, karena berpikir kritis merupakan proses aktif. Berpikir kritis dapat diajarkan melalui kegiatan laboraturium, inkuiri, term paper, pekerjaan rumah yang menyediakan berbagai kesempatan untuk menggunggah berpikir kritis. “Berpikir kritis juga dapat ditingkatkan melalui latihan”(Harsanto, 2005). Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa guru, dikatakan bahwa hasil belajar yang diperoleh siswa masih
e-Journal MIMBAR PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol. 2 No. 1 Tahun 2014)
dibawah kriteria ketuntasan minimal (KKM) yang telah ditetapkan sekolah. Berpijak dari permasalahan tersebut sangat perlu diadakan perbaikan untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan hasil belajar siswa yaitu dengan menerapkan model-model pembelajaran yang inovatif. Salah satu bentuk model pembelajaran inovatif adalah model pembelajaran word square. Model pembelajaran word square adalah model pembelajaran yang memadukan kemampuan menjawab pertanyaan dengan kejelian dalam mencocokan jawaban pada kotak-kotak jawaban (Widodo, 2009). Menurut Hornby (dalam Wijana, 2011:12) mengungkapkan bahwa word square adalah sejumlah kata yang disusun sehingga kata-kata tersebut dapat dibaca ke depan dan ke belakang. Berdasarkan pendapat dari beberapa ahli, dapat ditarik simpulan bahwa model pembelajaran word square adalah model pembelajaran yang memadukan kemampuan menjawab pertanyaan pada kotak jawaban yang berisikan kumpulan huruf acak yang akan membentuk kata yang dapat dibaca secara mendatar dan menurun dengan ketelitian dan kejelian. Model pembelajaran word square dapat digunakan pada semua mata pelajaran. Pelaksanaan model pembelajaran word square seperti mengisi teka-teki silang yang tidak asing dikalangan siswa tetapi bedanya jawabannya sudah ada namun disamarkan dengan menambahkan kotak tambahan dengan sembarang huruf penyamar atau pengecoh. Tinggal bagaimana guru dapat membuat sejumlah pertanyaan terpilih yang dapat merangsang siswa untuk berpikir efektif. Tujuan huruf pengecoh bukan untuk mempersulit siswa namun untuk melatih sikap teliti dan kritis. Dengan model word square siswa bisa mencari jawaban sambil bermain sehingga tidak membuat siswa merasa bosan dalam mengikuti pembelajaran. Selain itu, model pembelajaran ini dapat membantu siswa berpikir secara efektif serta merangsang siswa untuk berpikir kritis karena model pembelajaran ini melatih ketelitian dan ketepatan dalam menjawab pertanyaan. Pada prinsipnya model ini merupakan kegiatan belajar sambil bermain, namun
lebih ditekankan pada pembelajarannya. Model ini sangat cocok diterapkan di jenjang sekolah dasar, karena pada usia sekolah dasar anak sangat senang dengan permainan-permainan. Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan, maka dilakukan penelitian mengenai “Pengaruh Model Pembelajaran Word Square terhadap Hasil Belajar IPA dengan Kovariabel Kemampuan Berpikir Kritis pada Siswa Kelas V Sekolah Dasar di Gugus III Kecamatan Buleleng Kabupaten Buleleng Tahun Pelajaran 2013/2014”. METODE Jenis penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini tergolong quasi ekperiment atau penelitian semu. Disebut quasi eksperiment atau penelitian semu karena dalam eksperimen ini tidak semua variabel (gejala) yang muncul dapat diatur dan dikontrol secara ketat. Penelitian ini menggunakan rancangan eksperimen non equivalen post-tes only control group design. Rancangan ini dipilih karena eksperimen tidak mungkin mengubah kelas yang ada. Populasi dalam penelitian ini yaitu seluruh siswa kelas V SD di Gugus III Kecamatan Buleleng, Kabupaten Buleleng yang berjumlah 159 siswa.Sampel dalam penelitian ini adalah SD No. 3 Jinengdalem yang berjumlah 22 orang sebagai kelas eksperimen yang menggunakan model pembelajaran word square dan SD No. 2 Jinengdalem yang berjumlah 23 orang sebagai kelas kontrol yang menggunakan model pembelajaran konvensional. Pemilihan sampel penelitian dilakukan secara undi dengan teknik random sampling. Data hasil belajar IPA dikumpulkan dengan instrumen tes berbentuk pilihan ganda berjumlah 25 butir sedangkan data kemampuan berpikir kritis siswa dikumpulkan dengan instrumen tes berbentuk uraian berjumlah 10 butir. Sebelum digunakan dalam penelitian, instrumen penelitian terlebih dulu perlu dilakukan uji coba. Uji coba atau validitas instrumen dilakukan untuk memperoleh gambaran kelayakan dari instrumen yang akan digunakan dalam penelitian. Terdapat beberapa langkah validasi terhadap instrumen meliputi validitas isi, analisis validitas butir tes, analisis daya pembeda,
e-Journal MIMBAR PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol. 2 No. 1 Tahun 2014)
analisis tingkat kesukaran butir dan analisis reliabilitas. Data yang dikumpulkan selanjutnya dianalisis menggunakan analisis statistik deskriptif yang meliputi mengitung mean, median, dan modus yang akan disajikan dengan kurva poligon. Selain itu data hasil penelitian juga dianalisis dengan Anakova satu jalur, dan Korelasi Product Moment untuk menguji hipotesis penelitian. Sebelum dilakukan pengujian hipotesis, terlebih dahulu dilakukan uji normalitas, homogenitas, dan uji linieritas dan keberartian arah regresi.
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Penelitian ini menganalisis data dengan analisis statistik deskriptif, Anakova satu jalur, dan Korelasi Product Moment. Data dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi dua jenis data yang terdiri dari skor kemampuan berpikir kritis dan hasil belajar IPA baik pada kelompok eksperimen yang menggunakan model pembelajaran Word Square maupun pada kelompok kontrol yang menggunakan model pembelajaran konvensional. Hasil rekapitulasi data kemampuan berpikir kritis dengan analisis deskriptif disajikan pada tabel berikut.
Tabel 1. Rekapitulasi Perhitungan Skor Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Kemampuan Berpikir Kritis
Data Statistik
MPWS 28,18 28,50 28,64
Mean Median Modus Berdasarkan tabel 1, dapat diketahui hasil analisis deskriptif kemampuan berpikir kritis pada kelompok eksperimen menunjukkan Mo>Md>M sedangkan pada kelompok kontrol menunjukkan Mo<Md<M. Distribusi frekuensi data kemampuan berpikir kritis pada kelompok eksperimen disajikan ke dalam bentuk kurva seperti terlihat pada gambar 1 berikut ini.
Frekuensi
8 6 4 2 0 22,5 24,5 26,5 28,5 30,5 32,5 34,5 Titik tengah
Me = 28,18
Mo = 28,64
Md = 28,50 Gambar 1. Kurva Poligon Kemampuan Berpikir Kritis Kelas Eksperimen
MPK 19,91 19,75 15,67
Berdasarkan gambar 1, terlihat bahwa nilai modus pada kelompok yang menggunakan model pembelajaran word square lebih besar dari median dan median lebih besar dari mean (28,64>28,50>28,18). Dengan demikian, kurva di atas termasuk kurva juling negatif yang berarti sebagian skor cenderung tinggi. Pada kurva di atas, diketahui nilai mean kemampuan berpikir kritis adalah 28,18. Jika dikonversikan ke dalam skala lima berada pada kategori tinggi. Distribusi frekuensi data kemampuan berpikir kritis pada kelompok kontrol disajikan ke dalam bentuk kurva seperti terlihat pada gambar 2.
e-Journal MIMBAR PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol. 2 No. 1 Tahun 2014)
Frekuensi
8 6 4 2 0 22,5 24,5 26,5 28,5 30,5 32,5 Titik tengah
Mo = 15,67 Me = 19,91 Md = 19,75 Gambar 2. Kurva Poligon Kemampuan Berpikir Kritis Kelas Kontrol
Berdasarkan gambar 2, terlihat bahwa nilai modus pada kelompok yang menggunakan model pembelajaran konvensional lebih kecil dari median dan median lebih kecil dari mean (15,67<19,75<19,91). Dengan demikian, kurva di atas termasuk kurva juling positif yang berarti sebagian skor cenderung rendah. Pada kurva di atas, diketahui nilai mean kemampuan berpikir kritis adalah 19,91. Jika dikonversikan ke dalam skala lima berada pada kategori sedang. Selanjutnya akan disajikan data hasil belajar IPA. Hasil rekapitulasi data hasil belajar IPA dengan analisis deskriptif disajikan pada tabel berikut.
Tabel 2. Rekapitulasi Perhitungan Hasil Belajar IPA Hasil Belajar IPA
Data Mean Median Modus Varians Standar Deviasi Skor maksimum Skor minimum Rentangan
Berdasarkan tabel 2, dapat diketahui hasil analisis deskriptif hasil belajar IPA pada kelompok eksperimen menunjukkan Mo>Md>M sedangkan pada kelompok kontrol menunjukkan Mo<Md<M. Distribusi frekuensi data hasil belajar IPA pada kelompok eksperimen disajikan ke dalam bentuk kurva seperti terlihat pada gambar 3 berikut ini.
MPWS 16,90 17,30 19,00 7,52 2,74 22 11 11
MPK 11,04 10,75 8,83 10,41 3,23 18 4 14
8 Frekuensi
Statistik
6 4 2 0 11,5 13,5 15,5 17,5 19,5 21,5 Titik tengah
Me = 16,90 Mo = 19,00 Md = 17,30 Gambar 3. Kurva Poligon Hasil Belajar IPA Kelas Eksperimen
e-Journal MIMBAR PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol. 2 No. 1 Tahun 2014)
Berdasarkan gambar 3, terlihat bahwa nilai modus pada kelompok yang menggunakan model pembelajaran word square lebih besar dari median dan median lebih besar dari mean (19,00>17,30>16,90). Dengan demikian, kurva di atas termasuk kurva juling negatif yang berarti sebagian skor cenderung tinggi. Pada kurva di atas, diketahui nilai mean hasil belajar IPA adalah 16,90. Jika dikonversikan ke dalam skala lima berada pada kategori tinggi. Distribusi frekuensi data hasil belajar IPA pada kelompok kontrol disajikan ke dalam bentuk kurva seperti terlihat pada gambar 4 berikut ini. 10
Frekuensi
8 6 4 2 0 5
8
11
14
17
Titik tengah
Mo = 8,83
Me = 11,04
Md = 10,75 Gambar 4. Kurva Poligon Hasil Belajar IPA Kelas Kontrol Berdasarkan gambar 4, terlihat bahwa nilai modus pada kelompok yang menggunakan model pembelajaran konvensional lebih kecil dari median dan median lebih kecil dari mean (8,83<10,75<11,04). Dengan demikian, kurva di atas termasuk kurva juling positif yang berarti sebagian skor cenderung rendah. Pada kurva di atas, diketahui nilai mean hasil belajar IPA adalah 11,04. Jika dikonversikan ke dalam skala lima berada pada kategori sedang. Sebelum dilakukan uji hipotesis dilakukan uji prasyarat. Uji prasyarat yang pertama adalah uji Normalitas. Uji normalitas dilakukan untuk menentukan
apakah data yang diperoleh berdistribusi normal atau tidak. Berdasarkan perhitungan menggunakan uji liliefors, diketahui data kemampuan berpikir kritis pada kelompok eksperimen menunjukkan harga Lo = 0,1553 lebih kecil daripada harga Lt = 0,1840, maka datanya dinyatakan berdistribusi normal. Data kemampuan berpikir kritis pada kelompok kontrol menunjukkan Lo = 0,1751 lebih kecil daripada harga Lt = 0,1798, maka datanya dinyatakan berdistribusi normal. Data hasil belajar IPA pada kelompok eksperimen menunjukkan harga Lo = 0,1651 lebih kecil daripada harga Lt = 0,1840, maka datanya dinyatakan berdistribusi normal. Data hasil belajar IPA pada kelompok kontrol menunjukkan harga Lo = 0,1275 lebih kecil daripada harga Lt = 0,1798, maka datanya dinyatakan berdistribusi normal. Jadi, dapat disimpulkan bahwa keempat kelompok data dinyatakan berdistribusi normal. Selanjutnya uji homogenitas varians dilakukan dua kelompok data yaitu kemampuan berpikir kritis dan hasil belajar antara pasangan kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dengan menggunakan rumus uji-Fisher (F). Berdasarkan hasil analisis diketahui harga Fhitung kemampuan berpikir kritis kelompok eksperimen dan kelompok kontrol adalah 1,21, sedangkan Ftab dengan dbpembilang = 21, dbpenyebut = 22, dan taraf signifikansi 5% adalah 2,10. Hal ini berarti, varians data hasil kemampuan berpikir kritis kelompok eksperimen dan kontrol adalah homogen. Selanjutnya, Fhitung hasil post-test IPA kelompok eksperimen dan kelompok kontrol adalah 1,38, sedangkan Ftab dengan dbpembilang = 22, dbpenyebut = 21, dan taraf signifikansi 5% adalah 2,07. Hal ini berarti, varians data hasil post-test IPA kelompok eksperimen dan kontrol adalah homogen. Sealnjutnya dilakukan uji linieritas data dan keberartian arah regresi untuk mengetahui persamaan garis regresi antara variabel kemampuan berpikir kritis terhadap hasil belajar IPA. Adapun rangkuman hasil analisis uji linieritas data dan keberartian arah regresi kelompok eksperimen menggunakan bantuan SPSS 17 for windows disajikan pada tabel berikut ini
e-Journal MIMBAR PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol. 2 No. 1 Tahun 2014)
Tabel 3. Rangkuman Hasil Analisis Uji Linieritas dan Keberartian Arah Regresi Kelompok Eksperimen
Hasil Belajar IPA * Kemampuan Berpikir Kritis
Between Groups
Sum of Square s (Combined) 66.818
df 7
Linearity
32.771
1
32.771
34.047
6
5.674
91.000 157.818
14 21
6.500
Deviation from Linearity Within Groups Total Berdasarkan Tabel 3 di atas, Linearity untuk uji keberartian regresi memiliki nilai F = 5,042 dengan angka signifikansi kurang dari 0,05 yaitu 0,041, sehingga H0 ditolak dan dapat disimpulkan bahwa data memiliki keberartian arah regresi. Untuk uji linieritas regresi terlihat pada Deviation from Linearity memiliki nilai F sebesar 0,873 .
Mean Square 9.545
F 1.46 9 5.04 2 .873
Sig. .256 .041 .538
dengan angka signifikansi lebih dari 0,05 yaitu 0,538, sehingga H0 diterima dan dapat disimpulkan bahwa data memiliki bentuk regresi yang linier. Sedangkan rangkuman hasil analisis uji linieritas data dan keberartian arah regresi kelompok kontrol disajikan pada tabel berikut ini
Tabel 4. Rangkuman Hasil Analisis Uji Linieritas dan Keberartian Arah Regresi Kelompok Kontrol
Hasil Belajar IPA * Kemampuan Berpikir Kritis
Between Groups
(Combine d) Linearity Deviation from Linearity Within Groups Total Pada Tabel 4, Linearity untuk uji keberartian regresi memiliki nilai F = 6,946 dengan angka signifikansi 0,20 yang menunjukkan angka signifikansi kurang dari 0,05 sehingga H0 ditolak dan dapat disimpulkan bahwa data memiliki keberartian arah regresi. Untuk uji linieritas regresi terlihat pada Deviation from Linearity memiliki nilai F sebesar 2,435 dengan angka signifikansi 0,074, yang menunjukkan angka signifikansi lebih dari 0,05 sehingga H0 diterima dan dapat disimpulkan bahwa data memiliki bentuk regresi yang linier.
Sum of Squares 144.590
df 8
Mean Square 18.074
F 2.999
Sig. .035
41.858 102.732
1 7
41.858 14.676
6.946 2.435
.020 .074
84.367 14 6.026 228.957 22 Berdasarkan hasil analisis uji prasyarat diperoleh bahwa data hasil belajar IPA siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol telah memenuhi kriteria uji prasyarat, sehingga pengujian hipotesis penelitian menggunakan Anakova satu jalur dapat dilakukan. Pengujian hipotesis pertama dilakukan dengan menggunakan rumus analisis varian satu jalur. Rangkuman hasil analisis varians antar kelompok eksperimen dan kontrol disajikan pada tabel di bawah ini.
e-Journal MIMBAR PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol. 2 No. 1 Tahun 2014)
Tabel 5. Ringkasan Analisis Varians untuk Menguji Hipotesis 2 Kelompok Sumber
JK
db
RJK
Fh
Ftab(5%)
Ftab(1%)
Keputusan
7,31
Signifikan
Variasi antar A
386,87 1
386,87
43,03 4,08
dalam
386,77 43
8,99
--
--
--
--
--
--
--
Total
44 773,64
Berdasarkan Tabel 5, diperoleh hasil analisis dengan ANAVA A pada taraf signifikansi 5% menunjukkan nilai Fh sebesar 43,03 sedangkan nilai Ftab pada dbantar = 1 dan dbdal = 43 sebesar 4,08. Dengan demikian, maka terlihat Fh > Ftab
(43,03 > 4,08) sehingga H0 ditolak dan H1 diterima. Selanjutnya pengujian hipotesis kedua dilakukan dengan menggunakan Anokova satu jalur. Rangkuman hasil analisis disajikan pada tabel berikut.
Tabel 6 Rangkuman Hasil ANAKOVA Satu Jalur dengan SPSS Source Type III Sum of Squares Corrected Model 460.839a Intercept 26.623 Kemampuan Berpikir 73.969 Kritis Model Word Square 39.347 Error 312.805 Total 9482.000 Corrected Total 773.644 a. R Squared = 0,534 (Adjusted R Squared = 0,511) Berdasarkan Tabel 6, diperoleh nilai F = 5,283 dengan angka signifikansi sebesar 0,27 yang menunjukkan angka signifikansi lebih kecil dari 0,05, sehingga H0 ditolak dan H1 diterima. Selanjutnya pengujian hipotesis ketiga dilakukan dengan menggunakan korelasi product moment. Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa untuk kelompok siswa yang mengikuti model pembelajaran word square, diperoleh rhitung = 0,4557 dan r2 = 0,21. Pada taraf signifikansi 5% dan df = 22, diketahui bahwa r tabel = 0,423. Oleh karena, hasil rhitung lebih besar daripada r tabel (0,4557 > 0,423) berarti nilai rhitung signifikan dan H0 ditolak. Sedangkan untuk kelompok siswa yang mengikuti model pembelajaran konvensional, diperoleh rhitung = 0,4276 dan r2 = 0,18. Pada taraf signifikansi 5% dan df = 23, diketahui bahwa r tabel = 0,413. Oleh karena, hasil
Df 2 1 1
Mean Square 230.420 26.623 73.969
1 42 45 44
39.347 7.448
F Sig. 30.938 .000 3.575 .066 9.932 .003 5.283
.027
rhitung lebih besar daripada r tabel (0,4276 > 0,413) berarti nilai rhitung signifikan dan H0 ditolak. Pembahasan Perbedaan yang signifikan terlihat dari rerata hasil post-test IPA siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran word square adalah 16,90 termasuk kategori tinggi sedangkan rerata hasil posttest IPA siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran konvensional adalah 11, 04 termasuk kategori sedang. Hal ini berarti, rata-rata skor hasil belajar IPA kelompok eksperimen lebih tinggi daripada rata-rata skor pada kelompok kontrol (16,90>11,04). Hasil uji hipotesis pertama telah berhasil menolak hipotesis nol yang menyatakan tidak terdapat perbedaan hasil belajar IPA siswa kelas V di SD Gugus III Kecamatan Buleleng antara kelompok siswa yang belajar dengan model
e-Journal MIMBAR PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol. 2 No. 1 Tahun 2014)
pembelajaran word square dan kelompok siswa yang belajar dengan model pembelajaran konvensional. Perbedaan yang sigfnifikan antara siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran Word Square dan siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional disebabkan karena adanya perbedaan perlakuan pada langkah-langkah pembelajaran. Pembelajaran dengan model pembelajaran word square dapat mendorong pemahaman siswa terhadap materi pembelajaran karena siswa menemukan sendiri pengetahuan yang dipelajarinya sehingga guru hanya bertindak sebagai fasilitator. Hal ini sejalan dengan pendapat Siddiq, dkk (2008:3) yang menyatakan bahwa belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami sendiri apa yang dipelajari, bukan mengetahui saja. Hal ini sangat berbanding terbalik dengan model pembelajaran konvensional yang lebih didominasi oleh metode ceramah, dimana siswa hanya menerima informasi atau pengetahuan dari guru saja tanpa mendorong siswa untuk menggali serta menemukan sendiri konsep yang ingin dipelajari. Selain itu pada pembelajaran word square juga dilengkapi dengan lembar kerja word square yang di dalamnya berisi soal dan jawaban yang terdapat dalam kotak huruf acak, siswa hanya tinggal mencari kata atau kalimat yang padu pada huruf-huruf acak tersebut. Lembar kerja ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa terhadap materi yang telah disampaikan, sehingga dalam pengerjaanya membutuhkan ketelitian dan kejelian dalam mencari pilihan jawaban. Dengan adanya lembar word square siswa tidak akan merasa jenuh untuk belajar melainkan akan dapat menciptakan suasana yang menyenangkan karena siswa bisa belajar sambil bermain dan melatih siswa untuk berdisiplin. Proses pembelajaran yang menyenangkan dan mendorong siswa untuk mampu berpikir kritis akan dapat meningkatkan minat belajar dan hasil belajar siswa. Hasil uji coba kedua telah berhasil menolak hipotesis nol yang menyatakan Tidak terdapat perbedaan hasil belajar IPA
siswa kelas V di SD Gugus III Kecamatan Buleleng antara kelompok siswa yang belajar dengan model pembelajaran word square dan kelompok siswa yang belajar dengan model pembelajaran konvensional setelah kovariabel kemampuan berpikir kritis siswa dikendalikan. Hal ini dapat dilihat dari hasil analisis data menggunakan anakova satu jalur. Pada analisis ini diperoleh nilai F adalah 5,283, dengan angka signifikansi lebih kecil dari 0,05 sehingga dapat disimpulkan setelah adanya pengendalian kemampuan berpikir kritis terdapat perbedaan hasil belajar IPA siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran word square dan siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran konvensional. Kemampuan berpikir kritis sangat diperlukan oleh siswa sebagai modal dasar untuk memahami berbagai hal, diantaranya memahami konsep dalam disiplin ilmu (Joyce dalam Liliasari, 2012). Oleh karena itu, kemampuan berpikir kritis siswa pada tingkat sekolah dasar sangat perlu untuk diasah agar siswa dapat memahami berbagai konsep ilmu yang ada. Menurut Sadia (dalam Kurniawan, 2012:4) menyatakan kemampuan berpikir kritis tidak dapat diajarkan melalui metode ceramah saja , hal ini dikarenakan metode ceramah kurang memberikan pengembangan pada kemampuan berpikir kritis siswa. Namun kemampuan berpikir kritis dapat ditingkatkan melalui latihan (Harsanto, 2005). Salah satu model yang dapat digunakan untuk mengasah kemampuan berpikir kritis siswa adalah model pembelajaran word square, karena pada model ini menekankan pada aspek berpikir secara efektif. Hasil uji coba ketiga telah berhasil menolak hipotesis nol yang menyatakan tidak terdapat kontribusi positif kemampuan berpikir kritis terhadap hasil belajar IPA siswa kelas V di SD Gugus III Kecamatan Buleleng pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol hal ini dapat dilihat dari perbedaan persentase kontribusi pada kedua kelompok kelas dan skor hasil belajar yang diperoleh. Siswa yang berkemampuan berpikir kritis tinggi terbukti memperoleh hasil belajar yang tinggi.
e-Journal MIMBAR PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol. 2 No. 1 Tahun 2014) PENUTUP Berdasarkan rumusan masalah dan hasil penelitian, dapat diinterpretasikan bahwa keseluruhan hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan hasil belajar IPA siswa antara kelompok siswa yang belajar dengan model pembelajaran Word Square dan kelompok siswa yang belajar dengan model pembelajaran konvensional. Bahkan setelah dikendalikan oleh kemampuan berpikir kritis, tetap terdapat perbedaan hasil belajar IPA antar kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran Word Square dan kelompok siswa yang belajar dengan model pembelajaran konvensional. Dengan demikian, dapat disimpulkan model pembelajaran Word Square terbukti berpengaruh terhadap hasil belajar IPA. Saran yang dapat disampaikan berdasarkan penelitian yang telah dilakukan adalah sebagai berikut. 1.Disarankan kepada guru pengajar IPA agar dapat mempertimbangkan penerapan model pembelajaran word square sebagai salah satu alternatif pilihan model pembelajaran yang inovatif , sehingga pembelajaran menjadi menyenangkan, efektif, tidak monoton, serta dapat meningkatkan hasil belajar siswa. 2. Disarankan kepada guru agar dapat mengasah kemampuan berpikir kritis siswa karena kemampuan berpikir kritis memiliki peranan yang sangat penting bagi siswa dalam memahami berbagai konsep dalam disiplin ilmu. 3. Bagi peneliti lain yang berminat mengadakan penelitian lebih lanjut dan sejenis tentang model pembelajaran word square dalam lingkup yang lebih luas, penelitian ini dapat dijadikan sebagai bandingan dan pertimbangan untuk perbaikan dan penyempurnaan terhadap penelitian yang akan dilakukan. DAFTAR RUJUKAN Harsanto, R. 2005. Melatih Anak Berpikir Analistis, Kritis, dan Kreatif. Jakarta : PT Grasindo. Kurniawan, A. W. 2012. Pengaruh Model Pembelajaran Berbasis Masalah Terhadap Keterampilan Berpikir Kritis dan Pemahaman Konsep IPA Siswa
Kelas VIII SMP Negeri 3 Denpasar Tahun Pelajaran 2011/2012. Tesis (tidak diterbitkan). Singaraja: Program Pasca Sarjana Universitas Pendidikan Ganesha. Liliasari. 2012. Pengembangan Alat Ukur Berpikir Kritis Pada Konsep Termokimia Untuk Siswa SMA Peringkat Atas dan Menengah. Jurnal Pendidikan IPA Indonesia ISSN 20894392, Volume 1 Nomor 1 April 2012. Satyana.A.H. 2013. Angka Semu HDIHuman Development Index. Tersedia pada http://geotrekindonesia.wordpress.co m. (diakses tanggal 16 Desember 2013) Susanto, A. 2013. Teori Belajar dan Pembelajaran di Sekolah Dasar. Jakarta: PT Kharisma Putra Utama. Widodo, R. 2009. Model Pembelajaran Word Square. Tersedia pada http://wyw1d.wordpress.com/2009/11/ 14/model-pembelajaran-word-square. (diakses tanggal 16 Desember 2013) Wijana. 2011. Penerapan Model Belajar Word Square Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Pembelajaran Matematika (Penelitian Tindakan Kelas Siswa Viii-C Smp AlFalah Karangwangi Depok). Tersedia Pada http://skripsiekawijana.blogspot.com/2 011/09/penerapan-model-belajarword-square.html. (diakses tanggal 16 Desember 2013). Wirta, P. 2012. Pengaruh Strategi Pembelajaran Siklus Belajar dan Yang Konvensional Terhadap Hasil Belajar IPA Pada Siswa Kelas V Semester Genap di SD Laboratorium Undiksha Singaraja Tahun Pelajaran 2011/2012. Skripsi (tidak diterbitkan). Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha.