PENGARUH MODAL SOSIAL DALAM KELUARGA DAN PENGASUHAN PENERIMAAN-PENOLAKAN TERHADAP KARAKTER KESADARAN DAN KONTROL DIRI ANAK
FADHILAH MUKHLISHOH
DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Modal Sosial dalam Keluarga dan Pengasuhan Penerimaan-Penolakan terhadap Karakter Kesadaran dan Kontrol Diri Anak adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, September 2013
Fadhilah Mukhlishoh NIM I24090053
ABSTRAK FADHILAH MUKHLISHOH. Pengaruh Modal Sosial dalam Keluarga dan Pengasuhan Penerimaan-Penolakan terhadap Karakter Kesadaran dan Kontrol Diri Anak. Dibimbing oleh TIN HERAWATI dan ALFIASARI. Kaburnya nilai-nilai kebaikan pada anak usia sekolah terjadi akibat kesadaran diri yang rendah dan juga ketiadaan kontrol dalam diri anak untuk membentengi diri. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis modal sosial dalam keluarga, pengasuhan penerimaan-penolakan orang tua, dan pengaruhnya terhadap karakter kesadaran dan kontrol diri anak. Kerangka contoh penelitian adalah keluarga lengkap dengan anak pertama usia sekolah (10-12 tahun) yang tinggal di Kelurahan Situ Gede, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor. Contoh diambil secara acak sebanyak 50 keluarga untuk dilakukan wawancara terhadap ibu dan anak dengan kuesioner. Modal sosial dalam keluarga diukur dengan instrumen Coleman dan Hoffer (1987), gaya pengasuhan dengan Parental Acceptance-Rejection Questionnaire (PARQ). Sementara karakter diukur menggunakan instrumen yang dikembangkan dari Borba (2001). Hasil uji hubungan menunjukkan bahwa semakin lama pendidikan formal ayah maka semakin tinggi karakter kesadaran diri dan kontrol diri anak. Sementara itu, semakin lama pendidikan formal ibu maka semakin tinggi kontrol diri anak dan semakin rendah perilaku kekerasan ayah. Semakin jauh selisih usia orang tua maka semakin rendah perilaku pengabaian dari orang tua. Karakter kesadaran dan kontrol diri berhubungan dengan tingkat kedekatan orang tua-anak, perilaku afektif ayah, dan pengasuhan penolakan. Analisis regresi menunjukkan bahwa karakter kesadaran diri dan kontrol diri dipengaruhi oleh lama pendidikan ayah, modal sosial dalam keluarga, dan pengasuhan penolakan orang tua. Kata kunci: anak usia sekolah, modal sosial dalam keluarga, pengasuhan penerimaan, pengasuhan penolakan
ABSTRACT FADHILAH MUKHLISHOH. The Influence of Social Capital within Family and Parental Acceptance-Rejection on Characters of Conscience and Self Control of Children. Supervised by TIN HERAWATI and ALFIASARI. The decreasing values of kindness among school-age children could be caused by their low conscience and self-control. The aims of this study was to analyze social capital within family, parental acceptance-rejection, and its influence on the character of conscience and self control of the school-age children. Samples frames of this research were the family with the first child is in school-age (10-12 years) who lived in the Situ Gede Village. This research involved 50 samples was randomly taken and interviewed by the questionnaire. The level of social capital within family was measured by instrument that was adopted from Coleman and Hoffer (1987), parenting style measured by Parental Accetance-Rejection Questionnaire (PARQ), the characters was measured by adopted questionnaire from Borba (2001). The results showed that longer father’s formal education is significant correlated with higher character of conscience and self control of the child. Meanwhile, longer mother’s formal education is significant correlated with higher child’s self control and lower father’s violent behavior. Longer age differences between paternal age is significant correlated with lower parental’s neglect behaviour. Characters of conscience and self control correlated with the level of parental closeness, father’s affective behavior, and parental rejection. Regression analysis showed that the characters of conscience and self control of the child are influenced by father's formal education, social capital within family, and parental rejection. Keywords: school-age children, social capital within family, parental affective behaviour, parental violent behaviour
PENGARUH MODAL SOSIAL DALAM KELUARGA DAN PENGASUHAN PENERIMAAN-PENOLAKAN TERHADAP KARAKTER KESADARAN DAN KONTROL DIRI ANAK
FADHILAH MUKHLISHOH
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen
DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Judul Skripsi
Nama NIM
: Pengaruh Modal Sosial dalam Keluarga dan Pengasuhan Penerimaan-Penolakan terhadap Karakter Kesadaran dan Kontrol Diri Anak : Fadhilah Mukhlishoh : I24090053
Disetujui oleh
Dr. Tin Herawati, S.P., M.Si Pembimbing I
Alfiasari, S.P., M. Si Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr. Ir. Hartoyo, M.Sc Ketua Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya kepada penulis. Shalawat serta salam juga terjunjung kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan sahabatnya. Sehingga atas Ridho Allah, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Modal Sosial dalam Keluarga dan Pengasuhan Penerimaan-Penolakan terhadap Karakter Kesadaran dan Kontrol Diri Anak”. Penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan beberapa pihak sehingga penulis ingin menyampaikan rasa hormat serta menghaturkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Ibu Dr. Tin Herawati, S.P., M.Si. dan Ibu Alfiasari, S.P., M.Si selaku dosen pembimbing skripsi yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk memberikan motivasi, saran, arahan dan bimbingannya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. 2. Ibu Megawati Simanjuntak, S.P., M.Si. selaku dosen pembimbing akademik atas dukungan dan nasehatnya bagi perkembangan akademik penulis semasa perkuliahan di departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen. 3. Ibu Dr. Ir. Istiqlaliyah Muflikhati, M.Si selaku dosen pemandu seminar hasil penelitian, yang telah memberikan saran dan membantu memperlancar jalannya seminar. 4. Ibu Neti Hernawati, S.P., M.Si dan Ibu Dr. Ir. Lilik Noor Yulianti, MFSA selaku dosen penguji sidang skripsi yang telah memberikan saran bermanfaat demi penyempurnaan skripsi ini. 5. Pihak kelurahan Situ Gede atas kerjasamanya yang telah bersedia memberikan data Kepala Keluarga dan izin melakukan penelitian di Kelurahan Situ Gede. 6. Kementerian Agama RI yang telah memberikan kesempatan kepada penulis sebagai penerima Beasiswa Utusan Daerah (BUD) di Institut Pertanian Bogor. 7. Almarhumah mama’ yang telah melahirkan penulis, Ayahanda Porianto, Ibunda Tina Rosmala, adik-adik tercinta Khoirul Umam, Fahry Naufal, dan Gunawan Ar-ridho serta seluruh keluarga besar atas kasih sayang, doa, semangat, motivasi, nasehat, dan pengorbanan yang telah diberikan kepada penulis selama ini. 8. Keluarga besar CSS Mora IPB khususnya angkatan 46 atas kebersamaan dan motivasinya, keluarga besar Pesantren Darul Arafah Raya, dan temanteman seperjuangan IKK 46 khususnya Asilah, Nanda Fira Pratiwi, dan Susanti Kartikasari atas suka duka yang telah dilalui dalam kebersamaan selama di IPB. 9. Seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu atas doa, bantuan, dan motivasi yang mendukung kelancaran penyusunan skripsi ini. Demikian ucapan terima kasih dipersembahkan dengan penuh ketulusan. Semoga hasil penelitian ini dapat memberikan ilmu yang bermanfaat. Bogor, September 2013
Fadhilah Mukhlishoh
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
3
KERANGKA PEMIKIRAN
3
METODE
6
Desain, Lokasi, dan Waktu
6
Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh
6
Jenis dan Cara Pengumpulan Data
7
Pengolahan dan Analisis Data
8
Definisi Operasional HASIL
10 12
Gambaran Umum Lokasi Penelitian
12
Karakteristik Anak dan Karakteristik Keluarga
12
Modal Sosial dalam Keluarga
14
Pengasuhan Peneriman-Penolakan
16
Karakter anak
18
Hubungan Karakteristik Anak dan Karakteristik Keluarga dengan Modal Sosial dalam Keluarga, Pengasuhan Penerimaan-Penolakan, dan Karakter Kesadaran dan Kontrol Diri 18 Hubungan Modal Sosial dalam Keluarga dengan Pengasuhan PenerimaanPenolakan dan Karakter Anak 20 Hubungan Pengasuhan Penerimaan-Penolakan dengan Karakter Kesadaran Diri dan Kontrol Diri
20
Pengaruh Modal Sosial dalam Keluarga dan Pengasuhan PenerimaanPenolakan terhadap Karakter Kesadaran Diri dan Kontrol Diri
21
PEMBAHASAN
22
SIMPULAN DAN SARAN
24
DAFTAR PUSTAKA
25
LAMPIRAN
28
RIWAYAT HIDUP
36
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
11 12 13
Jenis data, variabel, skala data, contoh dan kategori data Jumlah pertanyaan dan hasil uji reliabilitas instrumen Sebaran contoh berdasarkan karakteristik anak dan karakteristik keluarga Sebaran contoh berdasarkan pendapatan orang tua Sebaran contoh berdasarkan jenis pekerjaan orang tua Sebaran contoh berdasarkan rata-rata skor dimensi modal sosial dalam keluarga Sebaran contoh berdasarkan jenis kelompok/organisasi orang tua Sebaran contoh berdasarkan pengasuhan penerimaan-penolakan orang tua Sebaran contoh berdasarkan karakter kesadaran diri dan kontrol diri Koefisien korelasi antara karakteristik anak dan karakteristik keluarga dengan modal sosial dalam keluarga, pengasuhan penerimaanpenolakan, dan karakter anak Koefisien korelasi antara modal sosial dalam keluarga dengan pengasuhan penerimaan-penolakan dan karakter anak Koefisien korelasi antara pengasuhan penerimaan-penolakan dengan karakter kesadaran diri dan kontrol diri Hasil analisis regresi linier berganda pada kakteristik anak, karakteristik keluarga, modal sosial dalam keluarga, pengasuhan penerimaan-penolakan terhadap karakter kesadaran dan kontrol diri
7 10 13 13 14 14 16 16 18
19 20 21
21
DAFTAR GAMBAR 1
2 3 4
Kerangka pemikiran modal sosial dalam keluarga, pengasuhan penerimaan-penolakan, dan karakter kesadaran diri dan kontrol diri anak usia sekolah Kerangka teknik pengambilan contoh Sebaran tingkat kedekatan ibu dengan anak berdasarkan jumlah saudara kandung contoh Sebaran selisih usia ayah dan ibu berdasarkan pengasuhan penolakan dimensi perilaku pengabaian
5 6 18 19
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin Sebaran contoh berdasarkan usia Sebaran contoh berdasarkan jenjang kelas Sebaran contoh berdasarkan jumlah saudara (sibling) Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin saudara (sibling) Sebaran contoh berdasarkan usia orang tua (Hurlock 1990) Sebaran contoh berdasarkan selisih usia ayah dan ibu Sebaran contoh berdasarkan lama pendidikan orang tua Sebaran contoh berdasarkan jenjang pendidikan orang tua Sebaran contoh berdasarkan status pekerjaan orang tua
29 29 29 29 29 29 29 30 30 30
11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23
Sebaran contoh berdasarkan uang saku Sebaran contoh berdasarkan kategori modal sosial dalam keluarga Sebaran contoh berdasarkan kategori pengasuhan penerimaanpenolakan orang tua Sebaran contoh berdasarkan kategori karakter anak Sebaran contoh berdasarkan jawaban tingkat kedekatan orang tua dengan anak Sebaran contoh berdasarkan jawaban tingkat kedekatan keluarga dengan tetangga Sebaran contoh berdasarkan jawaban tingkat kepercayaan keluarga dengan tetangga Sebaran contoh berdasarkan jawaban perilaku afektif orang tua Sebaran contoh berdasarkan jawaban perilaku kekerasan orang tua Sebaran contoh berdasarkan jawaban perilaku pengabaian orang tua Sebaran contoh berdasarkan perilaku tidak menerima anak yang dilakukan orang tua Sebaran contoh berdasarkan jawaban karakter kesadaran diri Sebaran contoh berdasarkan jawaban karakter kontrol diri
30 30 30 31 31 32 32 32 33 34 34 34 35
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia sedang menghadapi krisis multidimensi yang mengakar pada menurunnya kualitas moral bangsa. Hal ini ditandai dengan semakin kaburnya pedoman moral baik dan buruk berupa rendahnya rasa hormat kepada orang tua dan guru, rendahnya rasa tanggung jawab individu, dan membudayanya ketidakjujuran. Fenomena tersebut mengindikasikan menurunnya kualitas karakter pada anak yang menimbulkan resiko terhadap kehidupan anak di masa mendatang (Lickona 1992). Menurut Hastuti (2009), keluarga merupakan lingkungan yang paling dekat dan langsung dimana kegiatan harian anak dan interaksi anak berlangsung secara intensif. Interaksi sosial yang dibangun anak dengan lingkungan akan menjadi faktor penting dalam pembentukan modal sosial dalam keluarga. Teori ekologi Bronfenbrenner mengidentifikasi empat sistem lingkungan, mulai dari lingkungan yang terdekat dan berinteraksi secara langsung dengan anak sampai lingkungan yang sangat luas, yaitu mikrosistem, mesosistem, eksosistem, dan makrosistem. Perspektif ekologi mengungkapkan seorang anak dipengaruhi oleh lingkungan fisik dan sosial yang langsung (immediate sosial and physical environment), yaitu orang tua, saudara, sekolah, tetangga, kemudian lingkungan luar lain yang lebih luas (Bronfenbrenner 1979). Sementara itu, teori pembelajaran sosial-kognitif dari Bandura menyatakan bahwa individu tidak hanya dipengaruhi oleh proses reinforcement eksternal yang disediakan lingkungan, tetapi juga oleh harapan, reinforcement, pikiran, rencana, dan tujuan oleh proses internal dari self. Dasar (komponen) self adalah material self, social self, spiritual self, dan pure ego. Aspek kognitif yang aktif dari individu sangat penting selama proses pembelajaran, agar anak dapat berfikir dan mengantisipasi pengaruh dari lingkungan. Modal sosial dalam keluarga melalui keterlibatan pengasuhan orang tua menunjukkan bagaimana stimulus yang akan diberikan orang tua kepada anak, sehingga akan memengaruhi pembentukan kepribadian dan karakter anak (Schikendanz 1995). Menurut Rohner (1986), pengasuhan terdiri atas pengasuhan penerimaan (parental acceptance) dan pengasuhan penolakan (parental rejection). Megawangi (2009) menyatakan bahwa kesalahan praktek pengasuhan orang tua seperti kurang menunjukkan ekspresi kasih sayang, baik secara verbal maupun fisik, kurang meluangkan waktu yang cukup buat anaknya selama di rumah, dan bersikap kasar secara verbal maupun fisik akan membuat anak merasa tidak berguna, minder, dan mengadopsi sifat tersebut sehingga berpotensi menjadi anak yang kasar juga di masa dewasanya. Keluarga sebagai lingkungan mikrosistem berperan untuk membekali karakter anak sebagai generasi penerus bangsa. Modal sosial dalam keluarga berhubungan dengan capaian pendidikan anak di sekolah dan perkembangan sosial dan emosinya (Furstenberg & Hughes 1995). Dalam hal ini, aspek karakter mempunyai peran yang sangat penting. Anak yang mempunyai kecerdasan sosial dan emosi yang tinggi dapat mengenal bagaimana mengontrol perasaannya sehingga lebih mudah untuk mengatasi setiap masalah yang dihadapi (Borba 2001). Oleh karena itu, pada usia sekolah, anak memerlukan penyesuaian diri dalam berinteraksi di lingkungan yang lebih luas. Maka penanaman karakter yang
2 baik di usia sekolah merupakan hal yang sangat penting untuk dilakukan, khususnya dari dalam keluarga dan kaitannya dengan pemanfaatan modal sosial di dalam keluarga. Perumusan Masalah Penyalahgunaan narkoba merupakan salah satu dampak krusial yang terjadi akibat kesadaran diri yang rendah akan bahaya narkoba, juga ketiadaan kontrol untuk membentengi diri sehingga terjerat narkoba. Peredaran gelap narkoba di Indonesia semakin meningkat sejak tahun 2003. Penelitian yang dilakukan Badan Narkotika Nasional (BNN) pada tahun 2006 mengungkapkan sebanyak 8500 siswa sekolah dasar di Indonesia mulai mengonsumsi bahkan sudah kecanduan narkoba, dimana sekitar 40 persen anak mengonsumsi narkoba pada umur 11 tahun. Kemampuan ekonomi, pengawasan yang kurang dari orang tua, dan ketidaktaatan ibadah meningkatkan kerentanan penyalahgunaan narkoba. Selain permasalahan narkoba, resiko lain yang dihadapi anak adalah kecanduan game online, tawuran, dan bullying. Partisipasi keluarga pada area tempat tinggal yang buruk akan berimplikasi buruk terhadap kualitas modal sosial dalam keluarga dan rendahnya kualitas anak, sehingga mengakibatkan tingginya level depresi dan tindakan kasar pada anak (Sampson 1997). Sikap setiap anggota keluarga dalam bertutur kata, mengekspresikan harapan, tuntutan, kritikan satu sama lain, menanggapi dan memecahkan masalah, serta mengungkapan perasaan dan emosi, secara langsung maupun tidak langsung akan dipelajari dan ditiru oleh anak (Puspitawati 2009). Agar modal sosial yang ada dalam lingkungan keluarga tidak berkembang menjadi hal yang buruk, maka perlu diperkuat dengan penanaman nilai-nilai kebaikan, yang dinternalisasikan melalui karakter kesadaran diri dan karakter kontrol diri sebagai karakter yang mampu mengontrol anak dalam menjalankan hubungan sosial. Kesadaran diri dan kontrol diri merupakan elemen penting yang mengindikasikan karakter seseorang (Borba 2001). Rendahnya kontrol diri yang dimiliki anak dapat menghambat perkembangan moral anak. Jika dilihat dari kasus permasalahan anak sekolah yang sering muncul, menurunnya nilai karakter merupakan masalah yang sangat krusial, sehingga seluruh pihak yang terlibat langsung dalam perkembangan anak harus dapat menjadikan karakter sebagai salah satu tujuan dari optimalisasi perkembangan anak (Megawangi 2009). Berdasarkan permasalahan di atas, menjadi penting untuk mengidentifikasi dan mengetahui modal sosial yang dimiliki keluarga, pengasuhan penerimaan-penolakan, dan karakter anak yang berada di usia sekolah dasar. Dengan demikian dapat dirumuskan beberapa pertanyaan penelitian antara lain sebagai berikut: (1) bagaimanakah modal sosial dalam keluarga, pengasuhan penerimaan-penolakan dan karakter anak usia sekolah yang berada di wilayah sub urban; (2) apakah terdapat hubungan antara karakteristik anak dan karakteristik keluarga dengan modal sosial dalam keluarga; (3) apakah terdapat hubungan antara karakteristik anak, karakteristik keluarga, dan modal sosial dalam keluarga dengan pengasuhan penerimaan-penolakan; (4) apakah karakteristik anak, karakteristik keluarga, modal sosial dalam keluarga, dan pengasuhan penerimaanpenolakan berpengaruh terhadap karakter kesadaran diri dan kontrol diri anak.
3 Tujuan Penelitian Tujuan Umum Mengetahui pengaruh modal sosial dalam keluarga dan pengasuhan penerimaan-penolakan terhadap karakter kesadaran diri dan kontrol diri anak. Tujuan Khusus 1. Mengidentifikasi modal sosial dalam keluarga, pengasuhan penerimaanpenolakan, karakter kesadaran diri dan kontrol diri anak. 2. Menganalisis hubungan karakteristik anak dan karakteristik keluarga dengan modal sosial dalam keluarga 3. Menganalisis hubungan karakteristik anak, karakteristik keluarga, dan modal sosial dalam keluarga dengan pengasuhan penerimaan-penolakan 4. Menganalisis pengaruh karakteristik anak, karakteristik keluarga, modal sosial dalam keluarga, dan pengasuhan penerimaan-penolakan terhadap karakter kesadaran diri dan kontrol diri anak
KERANGKA PEMIKIRAN Keluarga sebagai suatu sistem unit sosial menggambarkan keterlibatan individu untuk saling berhubungan dan saling memengaruhi satu sama lain (Megawangi1999). Hal ini berkaitan dengan yang diungkapkan oleh Amato (1988) dalam Ferguson (2004) yaitu definisi modal sosial dalam keluarga adalah hubungan antarindividu dalam keluarga yang menjadi fasilitas untuk melakukan tindakan tertentu. Menurut Winter (2000), peraturan yang ada di dalam keluarga khususnya yang diterapkan pada praktek pengasuhan akan menciptakan berbagai norma keluarga. Pengasuhan memberikan pengaruh penting pada perkembangan nilai yang mendefinisikan modal sosial, seperti hubungan timbal balik, yaitu saling mendukung dan melengkapi, saling percaya, dan membangun kerjasama yang baik. Hardinsyah (2007) menyatakan bahwa pengembangan modal sosial bermanfaat bagi optimalisasi tumbuh kembang anak dan anggota keluarga. Menurut Coleman dan Hoffer (1987), modal sosial dalam keluarga ditunjukkan dari lima dimensi modal sosial dalam keluarga yang mencakup dukungan dan perhatian yang diberikan orang tua kepada anak. Selain itu, Shulver (2011) menyatakan bahwa jumlah organisasi atau kelompok yang diikuti orang tua dapat menjadi indikator modal sosial dalam keluarga, yang dapat diakses dari lingkungan tempat bekerja, lingkungan tempat tinggal, keluarga besar, dan pengaruh dari media. Modal sosial dalam keluarga melalui keterlibatan pengasuhan orang tua menunjukkan bagaimana stimulus yang akan diberikan orang tua kepada anak, sehingga akan memengaruhi pembentukan kepribadian dan karakter anak (Schikendanz 1995). Hoghugi (2000) mengartikan pengasuhan sebagai suatu aktivitas yang bertujuan untuk menjamin perkembangan anak. Pengasuhan dimensi kehangatan oleh Rohner (1986) menyebutkan bahwa gaya pengasuhan terdiri atas pengasuhan penerimaan dan pengasuhan penolakan. Rohner mengemukakan gaya pengasuhan yang dilihat dari dimensi kehangatan mencerminkan apakah orangtua menerima atau menolak keberadaan anak, yang dapat dirasakan sendiri oleh anak. Salah satu konsekuensi dari gaya pengasuhan penerimaan-penolakan orang tua adalah pada perilaku anak, perkembangan kognitif, dan perkembangan emosi anak.
4 Menurut Belsky (1984) dalam Lestari (2010), faktor utama yang memengaruhi proses pengasuhan adalah karakteristik dan kepribadian anak, pengalamanan psikologis orang tua, dan dukungan sosial. Karakteristik anak seperti jenis kelamin dan usia memberikan reaksi yang berbeda terhadap pengasuhan yang diberikan orang tua (Guhardja et al 1992 dalam Putri 2012). Selain itu, menurut Permatasari (2011), faktor-faktor yang berhubungan dengan pengasuhan penerimaan-penolakan adalah usia anak, jenis kelamin, besar keluarga, usia orang tua, pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, pendapatan orang tua, dan nilai budaya. Kedua orang tua yang bekerja mengindikasikan dimilikinya modal sosial yang lebih baik, berupa tersedianya akses yang lebih tinggi terhadap institusi dan keluarga lain dibandingkan keluarga dengan satu orang tua saja yang bekerja (Astone et al 1999). Selain itu juga Coleman (1988) menyatakan saudara kandung berperan sebagai kompetitor anak dalam mendapatkan ketersediaan waktu dan perhatian orang tua, dalam membangun hubungan timbal balik dalam keluarga, dan berpengaruh terhadap prestasi akademik anak di sekolah. Fagan (1995) menyatakan faktor sosial ekonomi berhubungan erat dengan tingkat stress yang tinggi dalam keluarga, perilaku kekerasan, dan akhirnya berpengaruh terhadap kualitas karakter anak. Sejalan dengan hal ini, Sunarti (2004) mengatakan anak yang diasuh dengan pengasuhan penolakan berdampak terhadap rendahnya perkembangan sosial anak. Keterampilan sosial dan emosi membutuhkan karakter yang baik, khususnya karakter kesadaran dan kontrol diri agar anak memiliki kecakapan dalam membangun hubungan interpersonal. Snygg dan Combs (1949) dalam Suryabrata (1966) meyakini bahwa semua tingkah laku manusia ditentukan dan berhubungan dengan pengalaman yang dialami oleh seseorang secara sadar. Kesadaran merupakan sebab dari tingkah laku, artinya bahwa apa yang difikir dan dirasa oleh orang itu menentukan apa yang akan dikerjakannya. Menurut Erik Erikson dalam Santrock (2008), sesuai dengan perkembangan kognitif anak yang semakin matang pada masa pertengahan dan akhir usia sekolah, anak lebih banyak mempelajari sikap dan motivasi dari orangtuanya, serta memahami aturan-aturan keluarga, sehingga mereka menjadi lebih mampu untuk mengendalikan tingkah lakunya. Karakter kesadaran diri erat kaitannya dengan karakter kontrol diri. Anak yang memiliki kecakapan dalam membedakan hal yang baik dan buruk dari hati nuraninya, tentunya akan memiliki kontrol diri yang baik, yang akan mengendalikan setiap tindakan maupun perkataannya agar terhindar dari pergaulan yang salah. Gambar 1 menunjukkan keterkaitan antara karakteristik anak, karakteristik keluarga, modal sosial dalam keluarga, pengasuhan penerimaan-penolakan, serta karakter kesadaran diri dan kontrol diri anak usia sekolah.
5 5
Gambar 1
Kerangka pemikiran modal sosial dalam keluarga, pengasuhan penerimaan-penolakan, dan karakter kesadaran diri dan kontrol diri anak usia sekolah
6
METODE Desain, Lokasi, dan Waktu Penelitian ini merupakan bagian dari Penelitian Unggulan Perguruan Tinggi yang berjudul “Metode Sosialisasi Nilai-nilai Karakter pada Keluarga Pedesaan melalui Praktek Pengasuhan Positif”. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross sectional study. Penelitian ini dilakukan di kelurahan Situ Gede yang dipilih secara purposive sebagai representasi wilayah perdesaan dalam kategori sub urban area. Secara geografis, sub urban area merupakan suatu wilayah yang lokasinya berdekatan dengan pusat kota, yang berfungsi sebagai daerah permukiman penduduk. Pada wilayah sub urban, nilai-nilai tradisional yang sebelumnya dianut oleh masyarakat diduga mengalami transisi ke nilai-nilai modern. Selain itu juga mengindikasikan adanya perubahan praktek pengasuhan dan modal sosial dalam keluarga yang ikut dipengaruhi oleh transisi nilai-nilai yang terjadi di wilayah sub urban. Secara keseluruhan penelitian ini dilakukan selama sembilan bulan yang meliputi persiapan, observasi, pengumpulan data, pengolahan dan analisis data serta penulisan laporan hasil penelitian. Waktu pengambilan data primer dilaksanakan pada bulan April 2013 hingga Mei 2013. Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh Populasi penelitian ini adalah keluarga lengkap yang mempunyai anak pertama usia sekolah dasar di Kelurahan Situ Gede, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor. Kerangka contoh penelitian ini adalah keluarga lengkap yang mempunyai anak pertama usia 10-12 tahun dan masih duduk di kelas 4-6 SD. Jumlah contoh yang diambil dalam penelitian ini ditentukan secara purposive karena merupakan bagian dari Penelitian Unggulan Perguruan Tinggi tahun 2013 yang mengambil sample sebanyak 50 keluarga. Pengambilan contoh dilakukan di empat dari sepuluh RW yang juga dipilih secara purposive dengan pertimbangan wilayah yang memiliki keluarga dengan anak pertama usia 10-12 tahun terbanyak di Kelurahan Situ Gede. Pemilihan contoh pada empat RW terpilih diambil secara simple random sampling sehingga didapatkan 50 keluarga contoh. Adapun kerangka teknik pengambilan contoh dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2 Kerangka teknik pengambilan contoh
7 Jenis dan Cara Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan melalui wawancara secara langsung dengan menggunakan kuesioner terstruktur yang terlebih dahulu diuji validitas dan reliabilitasnya. Data primer meliputi karakteristik anak, karakteristik keluarga, modal sosial dalam keluarga, pengasuhan penerimaan-penolakan, karakter kesadaran diri dan kontrol diri anak (Tabel 1). Sementara itu, data sekunder merupakan gambaran umum lokasi penelitian di Kelurahan Situ Gede. Tabel 1 Jenis data, variabel, skala data, contoh dan kategori data Jenis data Primer
Primer
Variabel Karakteristik anak usia jenis kelamin
Skala Data rasio nominal
jumlah saudara kandung Karakteristik keluarga usia ayah dan ibu (Hurlock 1990)
rasio
lama pendidikan ayah dan ibu
rasio
rasio
jenjang pendidikan ayah dan ibu
ordinal
status pekerjaan
nominal
jenis pekerjaan
nominal
pendapatan orang tua
rasio
pendapatan per-kapita
rasio
tipe keluarga besar keluarga (BKKBN 2005)
nominal rasio
Kategori data Berdasarkan sebaran data Dikategorikan menjadi : 1. Laki-laki 2. Perempuan Berdasarkan sebaran data 1. Dewasa awal (18-40) 2. Dewasa Madya (41-60) 3. Dewasa Tua (>60) 1. ≤ 8 tahun 2. ≥ 9 tahun 1. Tidak tamat SD (< 6 tahun) 2. Tamat SD/sederajat (6 tahun) 3. Tamat SMP/sederajat (9 tahun) 4. Tamat SMA/ sederajat (12 tahun) 5. Tamat PT/Akademik (> 12 tahun) 1. Tidak bekerja 2. Bekerja 1. Petani 2. Buruh serabutan 3. Pegawai swasta 4. Wiraswasta/pedagang 5. PNS/ABRI 6. IRT 7. Jasa angkutan (supir/ojek) 8. Lainnya 1.
Rp.5.000.000 1. < Rp278 530 2. ≥Rp278 530 1. Keluarga inti 2. Keluarga luas 1. Kecil: ≤ 4 orang 2. Sedang: 5-7 orang 3. Besar: ≥ 8 orang
8 Pengolahan dan Analisis Data Data yang diperoleh selanjutnya diolah melalui proses editing, coding, scoring, entry, cleaning, analisis, dan interpretasi data. Tahapan editing yaitu pengecekan terhadap data-data yang telah dikumpulkan melalui pengisian kuesioner. Coding yaitu pemberian kode tertentu terhadap jawaban responden untuk memudahkan analisis. Data yang telah di-coding kemudian di-scoring. Setelah itu data di-entry untuk diolah yang sebelumnya telah di-cleaning agar tidak ada kesalahan. Semua data diolah menggunakan Microsoft Excel for Windows dan analisis data dilakukan dengan menggunakan program SPSS. Data terkumpul kemudian diolah dengan analisis deskriptif dan inferensia (uji korelasi Pearson dan uji regresi). Analisis deskriptif digunakan untuk melihat sebaran karakteristik anak (usia, jenis kelamin, dan jumlah saudara kandung), karakteristik keluarga (usia ayah dan ibu, lama dan jenjang pendidikan ayah dan ibu, status dan jenis pekerjaan ayah dan ibu, pendapatan orang tua, pendapatan perkapita keluarga, tipe dan besar keluarga, dan kepemilikan aset keluarga), modal sosial dalam keluarga, pengasuhan penerimaan-penolakan, karakter kesadaran diri, dan kontrol diri anak. Sementara itu, analisis inferensia yang digunakan adalah uji korelasi untuk melihat hubungan antara karakteristik anak, karakteristik keluarga, modal sosial dalam keluarga dengan pengasuhan penerimaan-penolakan. Selain itu juga digunakan uji regresi untuk melihat pengaruh karakteristik anak, karakteristik keluarga, modal sosial dalam keluarga, dan pengasuhan penerimaan-penolakan terhadap karakter kesadaran diri dan karakter kontrol diri anak. Jumlah pertanyaan yang berbeda pada setiap dimensi variabel dikompositkan dengan mentransformasi nilai/skor yang telah didapatkan menjadi skor indeks. Indeks persentase pada variabel modal sosial dalam keluarga, pengasuhan penerimaan-penolakan, dan karakter kesadaran diri dan kontrol diri dihitung dengan rumus : Y=
x 100%
Kemudian, skor indeks yang dicapai tersebut dimasukkan kedalam kategori kelas yang sesuai. Indeks skor modal sosial dalam keluarga, pengasuhan penerimaan-penolakan, karakter kesadaran diri, dan kontrol diri dikategorikan menjadi tiga kategori, yaitu rendah (<33.3%), sedang (33.3%-66.6%), dan tinggi (>66.6%). Instrumen pengukuran modal sosial dalam keluarga diacu dan dimodifikasi dari Coleman & Hoffer (1987) dan Shulver (2011). Data modal sosial dalam keluarga mengukur lima dimensi modal sosial dalam keluarga dengan pertanyaan terbuka dan tertutup serta jumlah pertanyaan perdimensi yang berbeda-beda : a. Dimensi kualitas hubungan orang tua dengan anak dan dimensi minat orang dewasa kepada anak diukur dengan mengetahui tingkat kedekatan orang tua dengan anak. Kedekatan orang tua dengan anak dibedakan berdasarkan dua perlakuan yaitu perlakuan ayah dan perlakuan ibu. Tingkat kedekatan ayah dan ibu dengan anak diukur menggunakan skala Likert yang masing-masing terdiri dari 14 pernyataan tertutup.
9 b. Dimensi pengawasan orang tua terhadap aktifitas anak diukur dengan menghitung jumlah keberagaman orang di sekitar anak yang diketahui dan dikenal orang tua, yang terdiri dari lima pertanyaan terbuka. c. Dimensi kualitas pertetanggaan diukur dengan melihat tingkat kedekatan keluarga dengan tetangga dan tingkat kepercayaan keluarga dengan tetangga, dengan menggunakan skala Likert yang masing-masing terdiri dari 10 dan 4 pernyataan tertutup. d. Dimensi kelompok orang tua (parenting group) diukur dengan mengetahui jumlah keberagaman dan jenis kelompok ataupun organisasi yang diikuti ayah dan ibu, yang masing-masing terdiri dari satu pertanyaan terbuka. Pengasuhan penerimaan-penolakan diukur menggunakan Parental Acceptance Rejection Questionnaire (PARQ) yang dikembangkan Rohner (1986). Data pengasuhan penerimaan-penolakan mengukur empat dimensi pengasuhan yang dilakukan orang tua, yaitu perilaku afeksi, perilaku kekerasan, perilaku pengabaian, dan perilaku tidak menerima anak. Pengasuhan penerimaanpenolakan dalam penelitian ini diukur dengan melihat persepsi anak atas pengasuhan yang diterima dari orang tuanya. Pengukuran pengasuhan dibedakan berdasarkan dua perlakuan yaitu perlakuan ayah dan perlakuan ibu terhadap anak : a. Pengasuhan penerimaan dimensi perilaku afektif ayah dan ibu diukur menggunakan skala Likert yang masing-masing terdiri dari 20 pernyataan tertutup. b. Pengasuhan penolakan dibedakan menjadi tiga dimensi, yaitu perilaku kekerasan, perilaku pengabaian, dan perilaku tidak menerima anak yang diukur menggunakan skala Likert dan pernyataan tertutup. Dimensi perilaku kekerasan (hostility/agression) ayah dan ibu masing-masing terdiri dari 15 pernyataan. Dimensi perilaku pengabaian (indifference/neglect) ayah dan ibu masing-masing terdiri dari 15 pernyataan. Dimensi perilaku tidak menerima anak (undifferentiated rejection) ayah dan ibu masing-masing terdiri dari 10 pernyataan. Karakter kesadaran diri dan kontrol diri diukur menggunakan instrumen yang diacu dan dimodifikasi dari Borba (2001). Aspek karakter yang diteliti dalam penelitian ini adalah suatu tindakan yang menunjukkan perilaku berkarakter. Pengukuran karakter menggunakan skala Likert dan pernyataan tertutup. Baik karakter kesadaran diri (conscience) maupun karakter kontrol diri (self control) masing-masing terdiri dari 20 pernyataan. Tabel 2 menunjukkan jumlah pertanyaan/pernyataan setiap variabel yang diukur dalam penelitian.
10 Tabel 2 Jumlah pertanyaan dan hasil uji reliabilitas instrumen Jenis data Primer
Primer
Primer
Dimensi
Jumlah pertanyaan/ pernyataan
Skala data*
Cronbach’ s alpha
Modal sosial dalam keluarga Tingkat kedekatan ayah dengan anak Tingkat kedekatan ibu dengan anak Tingkat kedekatan keluarga dengan tetangga
14 item 14 item 10 item
Tingkat kepercayaan keluarga dengan tetangga
4 item
Keberagaman orang disekitar anak yang dikenal orang tua Keberagaman kelompok/organisasi yang diikuti orang tua Pengasuhan Penerimaan-Penolakan Perilaku afektif ayah Perilaku afektif ibu Perilaku kekerasan ayah Perilaku kekerasan ibu Perilaku pengabaian ayah Perilaku pengabaian ibu Perilaku tidak menerima anak yang dilakukan ayah Perilaku tidak menerima anak yang dilakukan ibu Karakter anak Kesadaran diri Kontrol diri
5 item
ordinal (1-4) 1= hampir tidak pernah 2= kadangkadang 3= sering 4= selalu ordinal (1-4) 1= sangat tidak setuju 2= tidak setuju 3= setuju 4= sangat setuju rasio
2 item
rasio
20 item 20 item 15 item 15 item 15 item 15 item 10 item 10 item
ordinal (1-4) 1= hampir tidak pernah 2= kadangkadang 3= sering 4= selalu
0.853 0.873 0.872 0.855 0.755 0.784 0.825 0.805
20 item 15 item
ordinal (1-4) 1= hampir tidak pernah 2= kadangkadang 3= sering 4= selalu
0.763 0.831
Keterangan : * skor dibalik untuk pernyataan negatif
Definisi Operasional Karakteristik anak adalah ciri-ciri pada anak sulung yang memiliki keluarga inti yang lengkap, meliputi nama, tempat tanggal lahir, usia, jenis kelamin, kelas, dan jumlah saudara kandung. Usia anak adalah tahapan perkembangan anak kelas 4, 5 dan 6 SD yang berada di usia 10-12 tahun. Jenis kelamin anak adalah penggolongan secara spesifik untuk membedakan antara anak laki-laki dan anak perempuan. Karakteristik keluarga adalah ciri-ciri dan keadaan keluarga yang mencakup usia ayah dan ibu, lama dan jenjang pendidikan ayah dan ibu, status dan jenis pekerjaan ayah dan ibu, pendapatan per kapita orang tua, tipe keluarga, besar keluarga, dan kepemilikan aset keluarga.
0.811 0.694 0.751
0.414
-
11 Lama pendidikan orang tua adalah lamanya pendidikan formal tertinggi yang ditempuh oleh ayah dan ibu dalam satuan tahun Jenjang pendidikan orang tua adalah tingkatan pendidikan formal tertinggi yang ditempuh oleh ayah dan ibu serta ditandai dengan adanya tanda tamat sekolah atau ijazah. Status pekerjaan orang tua adalah kondisi yang menerangkan bahwa ayah dan ibu memiliki pekerjaan atau tidak memiliki pekerjaan baik tetap maupun tidak tetap. Jenis pekerjaan orang tua adalah klasifikasi pekerjaan ayah dan ibu yang dikelompokkan menjadi petani, buruh serabutan, pegawai swasta, wiraswasta, PNS, jasa angkutan, IRT, dan lainnya. Pendapatan per kapita orang tua adalah penjumlahan pendapatan ayah dan ibu, baik dari pekerjaan utama maupun pekerjaan tambahan dibagi dengan jumlah keluarga inti yang dinyatakan dalam rupiah per bulan. Tipe keluarga adalah jenis keluarga yang dibedakan menjadi keluarga inti dan keluarga luas. Besar keluarga adalah banyaknya anggota keluarga inti dan anggota keluarga lainnya yang tinggal dalam satu rumah yang dikelompokkan menjadi keluarga kecil (≤4 orang), sedang (5-7 orang), dan besar (≥8 orang). Kepemilikan aset keluarga adalah sumberdaya fisik keluarga yang mempunyai nilai tukar yang diukur dari status kepemilikan rumah, ternak, alat elektronik, kendaraan, mebel, alat rumah tangga, dan lahan perkebunan. Modal sosial dalam keluarga adalah perhatian dan dukungan langsung yang diberikan orang tua kepada anak baik secara fisik maupun verbal, yang ditunjukkan dari kualitas hubungan orang tua dengan anak, minat orang dewasa kepada anak, pengawasan orang tua terhadap aktifitas anak, kualitas pertetanggaan, dan kelompok orang tua. Kelompok orang tua (parenting groups) adalah partisipasi orang tua terhadap kelompok atau organisasi baik formal maupun informal Gaya pengasuhan adalah pengasuhan yang diberikan orang tua kepada anak dengan membedakan antara pengasuhan penerimaan dan pengasuhan penolakan orang tua terhadap anak. Pengasuhan penerimaan adalah perilaku afektif ayah dan ibu terhadap anak, baik fisik maupun verbal yang ditunjukkan dalam bentuk perhatian, pujian, sikap penuh kehangatan, serta kepedulian orang tua terhadap kebutuhan dan keinginan anak. Pengasuhan penolakan adalah perilaku kekerasan, perilaku pengabaian, dan perilaku tidak menerima anak baik secara fisik maupun verbal yang dilakukan oleh ayah dan ibu terhadap anak. Perilaku kekerasan adalah pengasuhan penolakan yang dicirikan dengan penggunaan perkataan (verbal) dan perbuatan (fisik) yang kasar dan agresif seperti memukul, membentak, menghukum, meremehkan dan mengecilkan keberadaan anak. Perilaku pengabaian adalah pengasuhan penolakan yang dicirikan dengan sikap acuh, membatasi diri, dan ketiadaan perhatian ayah dan ibu terhadap kebutuhan anak. Perilaku tidak menerima anak adalah pengasuhan penolakan yang dicirikan dengan perkataan maupun perilaku yang menyebabkan anak merasa tidak
12 dicintai, tidak dihargai, bahkan kehadiran anak tidak dikehendaki oleh orang tua. Karakter adalah respon anak terhadap situasi tertentu secara bermoral, yang dimanifestasikan dalam tindakan nyata baik perkataan maupun perbuatan, yang meliputi karakter kesadaran diri dan karakter kontrol diri. Karakter kesadaran diri adalah tindakan yang menunjukkan bahwa anak dapat membedakan perkataan maupun perbuatan yang benar dan salah, menyadari dan mengakui kesalahan, menepati janji, tidak memakai barang orang lain tanpa izin, jujur, dan dapat dipercaya. Karakter kontrol diri adalah tindakan yang menunjukkan bahwa anak berani mengatakan tidak terhadap hal yang salah, memilih untuk melakukan tindakan maupun perkataan yang sesuai dengan perilaku moral, serta mengatur dan mengontrol emosi dengan baik.
HASIL Gambaran Umum Lokasi Penelitian Lokasi penelitian terletak di Kelurahan Situ Gede, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor. Secara geografis, kelurahan Situ Gede memiliki wilayah yang berbatasan dengan Kecamatan Kemang dibatasi sungai Cisadane di sebelah utara, Kecamatan Bogor Barat yang dibatasi sungai Sindang Barang di sebelah selatan, Kelurahan Bubulak di sebelah timur, dan Desa Cikarawang kecamatan Dramaga di sebelah barat. Kelurahan Situ Gede terdiri dari 10 RW dan 34 RT dengan luas wilayah pemukiman 11.245 Ha. Jumlah penduduk kelurahan Situ Gede sebanyak 8428 jiwa, terdiri dari 4325 jiwa laki-laki dan 4103 jiwa perempuan dengan jumlah Kepala Keluarga 2297 jiwa. Secara umum keadaan topografi Kelurahan Situ Gede merupakan dataran rendah dan daerah yang dilewati aliran sungai. Ditinjau dari segi agama, mayoritas penduduk kelurahan Situ Gede beragama Islam dan sisanya beragama Kristen dengan jumlah masjid dan mushola masing-masing 10 dan 4 unit. Kelurahan Situ Gede memiliki 5 unit SD dengan jumlah siswa sebanyak 1443 orang. Mayoritas penduduk laki-laki sebanyak 650 orang dan perempuan sebanyak 652 orang menamatkan pendidikannya pada jenjang SMA. Mayoritas penduduk laki-laki bekerja sebagai buruh migran sebanyak 870 orang dan mayoritas penduduk perempuan bekerja sebagai buruh tani sebanyak 139 orang. Penduduk di kelurahan Situ Gede didominasi oleh suku sunda. Keberagaman organisasi di kelurahan Situ Gede mencakup Lembaga Kemasyarakatan Desa dan Kelurahan (LKD dan LK), LKMD, LPM, PKK, Karang Taruna, Rukun tetangga (RT), dan Rukun Warga (RW). Karakteristik Anak dan Karakteristik Keluarga Usia anak paling banyak (46%) berusia 10 tahun dan paling sedikit (18%) berusia 12 tahun, dengan proporsi jumlah laki-laki sebanyak 42 persen dan perempuan sebanyak 58 persen. Sementara itu, proporsi terbesar usia ayah (72%) dan usia ibu (90%) berada dalam kategori dewasa awal menurut Hurlock (1990) yaitu berusia 20-40 tahun. Mayoritas orang tua contoh memiliki perbedaan umur dengan rentang usia 0-6 tahun (72%), dan satu dari sepuluh orang tua dengan perbedaan usia 7-13 tahun (28%) dan hanya 2 persen dengan rentang usia diatas
13 14 tahun. Berdasarkan program wajib belajar, baik ayah maupun ibu sebagian besar sudah menempuh pendidikan diatas 9 tahun. Jenjang pendidikan tertinggi pada ayah paling banyak (50%) adalah tamat SMA, sedangkan jenjang pendidikan tertinggi pada ibu paling banyak (42%) adalah tamat SMP. Berdasarkan BKKBN (2005), lebih dari separuh keluarga (58%) termasuk dalam kategori keluarga kecil (≤4 orang). Tiga dari lima keluarga (64%) merupakan keluarga inti, dengan ratarata berjumlah empat anggota keluarga, sedangkan sisanya (36%) masih tinggal bersama keluarga besar. Tabel 3 menunjukkan sebaran contoh berdasarkan karakteristik anak dan karakteristik keluarga. Tabel 3
Sebaran contoh berdasarkan karakteristik anak dan karakteristik keluarga
Variabel Karakteristik Anak Usia anak (tahun) Jumlah saudara (sibling) Uang saku anak (Rp) Karakteristik Keluarga Usia ayah (tahun) Usia ibu (tahun) Lama pendidikan ayah (tahun) Lama pendidikan ibu (tahun) Pendapatan orang tua (Rp) Pendapatan per-kapita (Rp) Besar keluarga (orang)
Min
Max
Rata-rata ± SD
10 0 2 000
12 3 30 000
10.7 ± 0.8 0.9 ± 0.9 10 740 ± 5267.6
29 29 2 6 400 000 66 667 3
52 46 12 12 30 000 000 10 000 000 9
38.1 ± 4.4 34.3 ± 3.9 9.7± 2. 8 9.5 ± 2.2 2 575 000 ± 4225387. 637583.33 ± 1371093.5 4.90 ± 1.5
Empat dari lima anak (80%) memiliki saudara kandung, sedangkan sisanya (20%) merupakan anak tunggal. Status kepemilikan saudara kandung paling banyak adalah dua bersaudara (64%). Pendapatan orang tua berkisar antara Rp400 000 sampai dengan lebih dari Rp30 000 000 dengan rata-rata Rp2 565 000. Pendapatan orang tua terbesar (66%) berada pada kisaran antara Rp1 000 000 sampai dengan Rp2 499 900 (Tabel 4). Pendapatan per kapita menunjukkan posisi keluarga pada garis kemiskinan Kota Bogor tahun 2010. Berdasarkan garis kemiskinan Kota Bogor tahun 2010, empat dari lima keluarga (78%) dikategorikan menjadi keluarga yang tidak miskin, karena memiliki pendapatan per kapita di atas Rp278 530. Tabel 4 Sebaran contoh berdasarkan pendapatan orang tua Kategori Rp.5.000.000 Total
Persentase (%) 2 12 66 14 6 100
Ditinjau dari segi pekerjaan orang tua, keseluruhan ayah contoh memiliki pekerjaan, dengan klasifikasi jenis pekerjaan adalah sebagai wiraswasta/ pedagang (36%), pegawai swasta (18%), buruh serabutan dan jasa angkutan (supir) sebanyak 16 persen, sedangkan ibu yang bekerja hanya 18 persen, dan sisanya merupakan ibu rumah tangga. Tabel 5 menunjukkan sebaran contoh berdasarkan jenis pekerjaan orang tua.
14 Tabel 5 Sebaran contoh berdasarkan jenis pekerjaan orang tua Persentase (%)
Kategori pekerjaan orang tua
Ayah 0 16 18 36 6 0 16 8 100
Petani Buruh serabutan Pegawai swasta Wiraswasta/ pedagang PNS IRT Jasa angkutan (supir/ojek) Lainnya Total
Ibu 0 0 0 10 0 82 0 8 100
Sementara itu dari segi kepemilikan aset, lebih dari separuh keluarga contoh (52%) masih tinggal di rumah milik orang tua ataupun saudara. Hanya sedikit keluarga contoh yang memiliki hewan ternak, dan sebanyak 16% keluarga contoh beternak ayam. Seluruh keluarga contoh (100%) memiliki televisi, hp dan tempat tidur. Sebanyak 76% keluarga contoh memiliki radio/dvd, 70% memiliki sepeda motor, 64.5% memiliki mebel, dan 59.5% memiliki alat elektronik rumah tangga. Modal Sosial dalam Keluarga Coleman dan Hoffer (1987) membagi dimensi modal sosial dalam keluarga menjadi struktur keluarga; kualitas hubungan orang tua dengan anak, minat atau perhatian orang dewasa yang diberikan kepada anak yang dilihat dari tingkat kedekatan orang tua dengan anak; pengawasan orang tua terhadap aktifitas anak yang dilihat dari jumlah keberagaman orang yang diketahui dan dikenal orang tua; perubahan keluarga luas serta dukungan keluarga; dan kualitas pertetanggan yang dilihat dari tingkat kedekatan keluarga dengan tetangga dan tingkat kepercayaan keluarga dengan tetangga. Berdasarkan dimensi tersebut, penelitian ini tidak mengukur dimensi struktur keluarga dan perubahan serta dukungan terhadap keluarga luas. Dimensi modal sosial dalam keluarga yang memiliki skor paling tinggi menunjukkan pemanfaatan modal sosial dalam keluarga yang paling banyak dilakukan oleh keluarga. Tabel 6 menunjukkan perbandingan rata-rata skor tiga dimensi modal sosial dalam keluarga yang diteliti dalam penelitian. Tabel 6
Sebaran contoh berdasarkan rata-rata skor dimensi modal sosial dalam keluarga Dimensi
Tingkat kedekatan ayah dengan anak Tingkat kedekatan ibu dengan anak Tingkat kedekatan keluarga dengan tetangga Tingkat kepercayaan keluarga dengan tetangga
Min (%)
Max (%)
16.7 40.5 26.7 50.0
92.9 97.6 93.3 91.7
Rata-rata ± SD (%) 62.3±12.1 66.2±13.7 63.6±17.1 63.0±10.1
Kualitas hubungan orang tua dengan anak dan minat orang dewasa terhadap anak dilihat dari tingkat kedekatan ayah dan ibu dengan anak selama berada di rumah. Berdasarkan hasil penelitian, tingkat kedekatan ibu dengan anak (52%) berada pada kategori tinggi, sedangkan kedekatan ayah dengan anak (74%) berada pada kategori sedang. Kedekatan ayah dengan anak ditunjukkan dengan perhatian ayah terhadap siapa saja teman anak (44%), ayah meluangkan waktu ketika anak
15 membutuhkan nasehat (36%), dan ayah melakukan aktifitas bersama anak (30%). Sedangkan kedekatan ibu dengan anak ditunjukkan dengan ibu menghabiskan waktu luang bersama anak di rumah (60%), ibu menghadiri pertemuan yang diselenggarakan oleh pihak sekolah (58%), dan ibu melakukan aktifitas bersama anak (52%). Namun jika dibandingkan, tingkat kedekatan ibu dengan anak lebih tinggi (rata-rata skor 66.2) dibandingkan tingkat kedekatan ayah dengan anak (rata-rata skor 62.3). Hal ini dikarenakan ibu lebih sering berada di rumah karena mayoritas ibu (82%) merupakan ibu rumah tangga. Pengawasan orang tua terhadap aktifitas anak ditunjukkan dengan perhatian dan minat orang tua untuk mengetahui siapa saja yang berinteraksi dengan anak, yang memungkinkan memberikan pengaruh dalam kehidupan anak. Keberagaman orang disekitar anak ditinjau dari banyaknya teman sekolah, teman bermain anak, sahabat anak, nama orang tua dari teman anak yang diketahui orang tua, dan jumlah keluarga luas yang tinggal dalam satu rumah bersama anak. Keberagaman orang di sekitar anak jika diurutkan dari yang paling banyak diketahui dan dikenal orang tua adalah nama orang tua dari teman-teman anak (rata-rata 20 orang), teman sekolah anak (rata-rata 18 orang), teman bermain disekitar rumah (rata-rata 11 orang), sahabat dekat anak (rata-rata 4 orang), dan anggota keluarga luas yang tinggal serumah dengan anak (rata-rata 1 orang). Kualitas hubungan keluarga dengan tetangga berpotensi membangun modal sosial yang baik di lingkungan pertetanggan. Sebanyak 50 persen keluarga memiliki tingkat kedekatan dengan tetangga pada kategori sedang. Hal ini ditunjukkan dengan keluarga terkadang memberikan makanan kepada tetangga di sekitar rumah (70%), keluarga selalu terlibat untuk membantu tetangga yang terkena musibah (52%), dan melibatkan diri di acara ritual kebudayaan (42%). Partisipasi keluarga dalam mengikuti kegiatan di sekitar rumah masih kurang maksimal. Orang tua terutama ibu lebih banyak berada di dalam rumah karena banyak yang masih memiliki anak balita. Namun, dalam partisipasi acara seperti memberikan bantuan pada tetangga yang terkena musibah; gotong royong membersihkan lingkungan tempat tinggal keluarga; dan acara-acara tahunan; keluarga cenderung berpartisipasi dalam hal sumbangan dana saja daripada melibatkan diri secara langsung. Kedekatan keluarga dengan lingkungan pertetanggaan menumbuhkan kepercayaan orang tua terhadap lingkungan sekitar. Hasil penelitian menunjukkan persentase terbanyak keluarga (64%) memiliki tingkat kepercayaan dengan tetangga pada kategori sedang. Hal ini dilihat dari keluarga setuju bahwa lingkungan di sekitarnya menanamkan nilai-nilai kebaikan pada anak (80%), tidak memengaruhi kejahatan sosial yang dilakukan seseorang (84%), aman sebagai tempat bermain anak (68%), dan mendukung tumbuh kembang anak (66%). Selain itu, keluarga menganggap tingkah laku anak yang buruk banyak dipengaruhi oleh lingkungan bermain anak, sehingga kualitas lingkungan pergaulan anak yang dipercayai keluarga hanya sebatas lingkungan rumah terdekat saja. Sementara itu orang tua tidak terlalu mempercayai anak dan tidak memberi keleluasaan pada anak untuk bermain terlalu jauh dari rumah. Shulver (2011) juga mengungkapkan bahwa kelompok/organisasi yang diikuti orang tua dapat menjadi sumber modal sosial. Partisipasi orang tua terhadap suatu kelompok dilihat dari keterlibatan orang tua untuk bersosialisasi dengan lingkungannya. Hasil penelitian menunjukkan tiga dari lima orang tua
16 (59%) mengikuti kelompok/organisasi, sedangkan sisanya (41%) tidak mengikuti kelompok/organisasi apapun. Rata-rata orang tua mengikuti 2 jenis kelompok, dimana ibu (82%) lebih banyak mengikuti kelompok/organisasi dibandingkan ayah (36%). Jumlah kelompok yang diikuti ayah adalah 6 jenis kelompok, dengan mayoritas kelompok terbanyak yang diikuti ayah adalah pengajian (16%), sisanya mengikuti ronda/ kerja bakti, paguyuban, LPM, Partai, dan PNPM, sedangkan jumlah kelompok yang diikuti ibu adalah 10 jenis kelompok, dengan mayoritas kelompok terbanyak yang diikuti ibu adalah pengajian (66%), sisanya mengikuti arisan, paguyuban, PKK, anggota koperasi, Kader, PNPM, kelompok tani, pengurus TPA, dan persatuan istri TNI. Tabel 7 menunjukkan keberagaman kelompok yang diikuti oleh ayah dan ibu contoh. Tabel 7 Sebaran contoh berdasarkan jenis kelompok/organisasi orang tua no 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Ayah Pengajian Ronda/kerja bakti Paguyuban LPM Partai PNPM -
Jenis kelompok/organisasi yang diikuti orang tua Persentase (%) Ibu 16 Pengajian 12 Arisan 12 Paguyuban 6 PKK 6 Kader 4 Koperasi PNPM Kelompok tani Pengurus TPA Persatuan istri TNI
Persentase (%) 66 44 16 14 8 8 4 4 2 2
Pengasuhan Peneriman-penolakan Rohner (1986) dalam bukunya The Warmth Dimension menyebutkan bahwa gaya pengasuhan terdiri atas pengasuhan penerimaan (parental acceptance) dan pengasuhan penolakan (parental rejection). Pengasuhan dengan penerimaan dan penolakan mencerminkan kehangatan dan penolakan yang diberikan orang tua kepada anak, dan dapat dirasakan sendiri oleh anak. Pengasuhan penolakan (parental rejection) dibagi menjadi tiga bentuk, yaitu perilaku kekerasan (hostility/agression), perilaku pengabaian (indifference/ neglect), dan perilaku tidak menerima anak (undifferentiated rejection) yang dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8 Sebaran contoh berdasarkan pengasuhan penerimaan-penolakan orang tua Dimensi Pengasuhan penerimaan Pengasuhan penolakan
Perilaku afektif ayah Perilaku afektif ibu Perilaku kekerasan ayah Perilaku kekerasan ibu Perilaku pengabaian ayah Perilaku pengabaian ibu Perilaku tidak menerima anak yang dilakukan ayah Perilaku tidak menerima anak yang dilakukan ibu
Min (%)
Max (%)
Rata-rata ± SD (%)
33.3
91.7
65.8±14.6
45.0
98.3
73.2±13.8
2.2
57.8
20.9±15.1
0 4.4 0
55.6 51.1 53.3
20.7±13.8 24.1±13.1 20.6±13.6
0
63.3
10.8±12.3
0
63.3
11.3±12.0
17 Pengasuhan penerimaan dimensi perilaku afektif menunjukkan bahwa perilaku afektif ibu (rata-rata skor 73.2) mempunyai skor yang lebih tinggi dibandingkan perilaku afektif ayah (rata-rata skor 65.8). Lebih dari separuh ayah (54%) yang melakukan perilaku afektif berada pada kategori sedang. Hal ini dikarenakan pada usia sekolah, baik ayah maupun ibu masih memberikan perhatian yang besar kepada anaknya, karena anak masih memerlukan pengawasan dan komunikasi yang baik dari orang tuanya. Perilaku afektif ayah ditunjukkan dengan sikap ayah yang selalu berusaha membuat anak bahagia dan senang (60%), menyayangi anak dan membuatnya merasa diinginkan (56%), dan memperlakukan anak dengan baik dan lembut (54%), sedangkan perilaku afektif ibu ditunjukkan oleh ibu menyayangi anak (74%), ibu berusaha membuat anak bahagia dan senang (66%), dan ibu memperlakukan anak dengan baik dan lembut (62%). Perilaku afektif ayah yang lebih rendah dibandingkan perilaku afektif ibu disebabkan ayah jarang berada di rumah, sehingga terbatas untuk melakukan pembicaraan yang terlalu lama dengan anak. Namun, walaupun tidak memiliki keleluasaan waktu yang banyak seperti ibu, ayah tetap memberikan dukungan dan perhatian kepada anak dengan memanfaatkan waktu sebaik mungkin saat berada di rumah. Pengasuhan penolakan dimensi perilaku kekerasan menunjukkan bahwa perilaku kekerasan ayah (rata-rata skor 20.9) mempunyai rata-rata skor yang lebih tinggi dibandingkan perilaku kekerasan ibu (rata-rata skor 20.7). Tujuh dari sepuluh ayah (78%) maupun ibu (76%) yang melakukan perilaku kekerasan berada pada kategori rendah. Perilaku kekerasan ayah maupun ibu berada pada kategori rendah karena orang tua tidak dengan mudah memukul, membuat takut, berteriak, memarahi anak, mempermalukan anak di depan orang lain, dan memberi hukuman atas kesalahan anak. Orang tua lebih memilih untuk menasehati anak daripada memberikan hukuman fisik kepada anak. Sementara itu, pengasuhan penolakan dimensi perilaku pengabaian menunjukkan bahwa perilaku pengabaian ayah mempunyai rata-rata skor yang lebih tinggi dibandingkan perilaku pengabaian ibu. Tujuh dari sepuluh ayah (70%) maupun empat dari lima ibu (82%) yang melakukan perilaku pengabaian berada pada kategori rendah. Hal ini dikarenakan orang tua tidak pernah melupakan hal penting yang seharusnya diingat dan dilakukan untuk anak, tidak membatasi diri untuk bertemu dengan anak, dan tidak pernah meminta orang lain untuk menggantinya mengasuh anak. Pengasuhan penolakan dimensi perilaku tidak menerima anak yang dilakukan ibu mempunyai rata-rata skor yang lebih tinggi dibandingkan perilaku tidak menerima anak yang dilakukan ayah. Sembilan dari sepuluh ayah (92%) maupun ibu (98%) yang melakukan perilaku tidak menerima anak berada pada kategori rendah. Hal ini dikarenakan orang tua tidak pernah memperlihatkan ketidakpedulian kepada anak, orang tua tidak menganggap anak seseorang yang menyusahkan baginya, dan tidak pernah mengatakan bahwa orang tua malu memiliki anak. Secara keseluruhan, hasil penelitian menunjukkan pengasuhan penolakan dimensi perilaku kekerasan (rata-rata skor 20.9) dan perilaku pengabaian (ratarata skor 24.1) lebih besar dilakukan oleh ayah, sedangkan perilaku tidak menerima anak (rata-rata skor 11.3) lebih besar dilakukan oleh ibu. Pengasuhan penolakan dimensi perilaku pengabaian (rata-rata skor 24.1) merupakan pengasuhan penolakan yang paling banyak dilakukan oleh orang tua.
18 Karakter anak Karakter berasal dari bahasa Yunani, dari kata “charassein”, artinya memberi goresan atau mengukir (Bohlin et al 2001). Seseorang bisa disebut “orang yang berkarakter” jika tingkah laku yang ditunjukkannya sesuai dengan kaidah moral (Wynne 1991). Berdasarkan hasil penelitian, baik karakter kesadaran diri (76%) maupun karakter kontrol diri (66%) berada pada kategori tinggi. Dimensi karakter kesadaran diri (rata-rata skor 77.9) mempunyai rata-rata skor yang lebih tinggi dibandingkan dengan karakter kontrol diri anak (rata-rata skor 71.8). Karakter kesadaran diri yang tinggi ditunjukkan dengan kesadaran anak untuk mengetahui dan dapat membedakan barang milik sendiri dengan tidak mengambil barang milik orang lain dengan sengaja, meminta izin jika meminjam barang, mengembalikan barang orang lain tanpa ditegur terlebih dahulu, sadar atas pentingnya sekolah dengan tidak membolos, dan sadar untuk bersikap jujur dengan tidak berbohong kepada orang tua. Sementara itu, karakter kontrol diri yang tinggi ditunjukkan dengan anak dapat mengontrol dirinya untuk tidak bermain curang saat bermain, mengontrol emosinya untuk menyela pembicaraan orang lain, dan mengontrol emosinya untuk tidak melawan saat dinasehati/dimarahi orang tuanya. Tabel 9 menunjukkan perbandingan rata-rata skor karakter kesadaran diri dan kontrol diri anak. Tabel 9
Sebaran contoh berdasarkan karakter kesadaran diri dan kontrol diri Dimensi
Min
Kesadaran diri (conscience) Kontrol diri (self control)
55 26.7
Max
Rata-rata ± SD
98.3 96.7
77.9 ±11.4 71.8± 13.9
Hubungan Karakteristik Anak dan Karakteristik Keluarga dengan Modal Sosial dalam Keluarga, Pengasuhan Penerimaan-Penolakan, dan Karakter Kesadaran dan Kontrol Diri Hasil penelitian pada Tabel 10 menunjukkan terdapat hubungan antara karakteristik anak dan karakteristik keluarga dengan modal sosial dalam keluarga. Jumlah saudara kandung yang dimiliki anak berhubungan positif signifikan dengan tingkat kedekatan ibu dengan anak pertama (p<0.05). Artinya, semakin banyak jumlah saudara yang dimiliki anak, maka semakin besar pula tingkat kedekatan ibu dengan anak. Namun dalam penelitian ini, kedekatan ibu dengan anak mencapai nilai tertinggi pada batasan saat anak memiliki satu saudara kandung (dua bersaudara), dan kedekatan ibu dengan anak akan menurun seiring bertambahnya jumlah saudara kandung setelah adik pertama (Gambar 3). 80 60 40 20 0
Sedang (33.3%-66.6%) Tinggi (>66.6%) Anak tunggal
1 orang
2 orang
3 orang
Total
Gambar 3 Sebaran tingkat kedekatan ibu dengan anak berdasarkan jumlah saudara kandung contoh
19 Pada karakteristik keluarga, lama pendidikan ibu berhubungan negatif signifikan dengan pengasuhan penolakan dimensi perilaku kekerasan ayah (p<0.05). Hal ini berarti semakin lama pendidikan yang ditempuh ibu, maka semakin rendah perilaku kekerasan yang dilakukan ayah terhadap anak. Sementara itu, jarak usia ayah dan ibu berhubungan negatif sangat signifikan dengan pengasuhan penolakan dimensi perilaku pengabaian orang tua (p<0.01). Artinya, semakin tinggi perbedaan usia antara ayah dan ibu maka akan semakin rendah perilaku pengabaian yang dilakukan orang tua kepada anak. Pada penelitian ini, perbedaan usia ayah dan ibu paling dekat adalah seumuran dan paling jauh adalah 19 tahun. Namun pada penelitian ini, proporsi terbanyak perilaku pengabaian berada pada kategori rendah saat selisih usia ayah dan ibu berada di rentang usia antara 10 tahun sampai 19 tahun (Gambar 4). 20 15 10
Rendah (<33.3%)
5
Sedang (33.3%-66.6%)
0
Total
Gambar 4 Sebaran selisih usia ayah dan ibu berdasarkan pengasuhan penolakan dimensi perilaku pengabaian Pada karakteristik keluarga, lama pendidikan ayah berhubungan positif sangat signifikan dengan karakter kesadaran diri dan kontrol diri anak (p<0.01). Hal ini berarti semakin lama pendidikan yang ditempuh ayah, maka semakin baik karakter kesadaran diri dan karakter kontrol diri anak. Sementara itu lama pendidikan ibu berhubungan positif signifikan dengan karakter kontrol diri anak (p<0.01). Hal ini berarti semakin lama pendidikan yang ditempuh ibu, maka semakin baik karakter kontrol diri anak (Tabel 10). Tabel 10
Koefisien korelasi antara karakteristik anak dan karakteristik keluarga dengan modal sosial dalam keluarga, pengasuhan penerimaan-penolakan, dan karakter anak Modal sosial dalam keluarga
Hubungan antar variabel Usia anak (tahun) Jumlah saudara kandung (orang) Uang saku (Rp) Usia ayah (tahun) Usia ibu (tahun) Selisih usia ayah dan ibu (tahun) Lama pendidikan ayah (tahun) Lama pendidikan ibu (tahun) Pendapatan orang tua (Rupiah) Pendapatan per kapita (Rupiah) Besar keluarga (orang)
TKD A
TKD B
-.157
-.110
TKD Ttg
.227
TKP Ttg
-.048
Karakter anak
Pengasuhan Penerimaan-Penolakan ACC A
ACC B
HOS A
HOS B
NEG A
NEG B
UN. UN. ACC ACC A B
Cons
Selfc
.079
.026
.080
.145
.026
.096
.083
.057
-.047
-.157
.123
.281*
.068
.168
.237
.225
.030 -.029
-.160
-.131
-.023
-.031
-.001
-.074
-.087 .081 .041
.204 .080 -.081
-.138 -.236 -.164
-.072 -.098 -.008
-.016 .053 .206 .247 -.001 .003
.253 .182 -.051 -.144 .051 .023
.058 -.165 .096
.051 -.178 .013
.045 -.146 -.003
.099 -.149 -.032
-.264 .065 .124
-.270 .085 .117
.107
.245
-.069
-.151
.239
.258
-.191 -.233 -.369** -.352*
-.158
-.148
.049
.094
.245
.142
.080
.122
.071
.006
-.211 -.081
-.086
-.063
-.168
-.206
.448**
.391**
.149
.223
.034
.008
-.001 .058
-.283* -.154
-.126
-.140
-.193
-.195
.251
.354*
-.059
.145
-.171 -.148
.168
.124
.051 -.129
-.191
-.094
-.110
-.039
-.172
-.108
-.092
.064
-.177
-.163
.109
.062
.096 -.077
-.123
-.016
-.072
.003
-.211
-.168
-.017
.184
-.082
-.057
-.005 .149
-.134 -.151
-.002
-.091
-.086
-.204
.176
.069
20 Keterangan : TKD A = Tingkat kedekatan ayah dengan anak, TKD B = Tingkat kedekatan ibu dengan anak, TKD Ttg = Tingkat kedekatan keluarga dengan tetangga, TKP Ttg = Tingkat kepercayaan keluarga dengan tetangga, ACC A=Perilaku afektif ayah, ACC B= Perilaku afektif ibu, HOS A= Perilaku kekerasan ayah, HOS B= Perilaku kekerasan ibu, NEG A=Perilaku pengabaian ayah, NEG B= Perilaku pengabaian ibu, UN.ACC A= Perilaku tidak menerima anak oleh ayah, UN. ACC B= Perilaku tidak menerima anak oleh ibu, consc= karakter kesadaran diri, selfc=karakter kontrol diri Keterangan : *=signifikan pada p<0.05 **= signifikan pada p<0.01
Hubungan Modal Sosial dalam Keluarga dengan Pengasuhan Penerimaan-Penolakan dan Karakter Anak Berdasarkan hasil penelitian, Tabel 11 menunjukkan modal sosial dalam keluarga dimensi tingkat kedekatan ayah dengan anak dan tingkat kedekatan ibu dengan anak berhubungan positif signifikan dengan pengasuhan penerimaan dimensi perilaku afektif ayah dan ibu (p<0.01), sebaliknya baik tingkat kedekatan ayah dengan anak maupun tingkat kedekatan ibu dengan anak berhubungan negatif signifikan dengan pengasuhan penolakan dimensi pengabaian ayah dan ibu (p<0.01). Hal ini berarti semakin tinggi tingkat kedekatan ayah dan ibu dengan anak maka akan semakin tinggi pula perilaku afektif yang dilakukan orang tua, sedangkan semakin tinggi tingkat kedekatan ayah dan ibu dengan anak maka akan semakin rendah pula perilaku pengabaian yang dilakukan orang tua. Sementara itu, modal sosial dalam keluarga dimensi tingkat kedekatan ibu dengan anak berhubungan positif signifikan dengan karakter kesadaran diri (p<0.05). Hal ini berarti semakin tinggi tingkat kedekatan ibu dengan anak maka akan semakin tinggi karakter kesadaran diri anak. Peran ibu melalui keberadaannya di rumah menyebabkan anak lebih merasa dekat dan nyaman dengan ibu, sehingga sikap yang ditunjukkan ibu dalam kesehariannya akan mudah ditiru oleh anak. Tabel 11 Hubungan antar variabel TKD Ayah TKD Ibu TKD Ttg TKP Ttg
Koefisien korelasi antara modal sosial dalam keluarga dengan pengasuhan penerimaan-penolakan dan karakter anak Pengasuhan Penerimaan-Penolakan ACC A
ACC B
HOS A
HOS B
NEG A
NEG B
.696** .563** .250 -.024
.575** .583** .018 -.082
.067 -.184 .002 .175
.000 -.253 .143 .241
-.474** -.330* -.516** -.462** -.029 .070 .193 .242
Karakter anak UN. ACC A .000 -.249 .151 .219
UN. ACC B .004 -.217 .139 .232
Kesadaran diri
Kontrol diri
.274 .342* .227 -.101
.154 .229 .164 -.057
Keterangan : TKD Ayah = Tingkat kedekatan ayah dengan anak, TKD Ibu = Tingkat kedekatan ibu dengan anak, TKD Ttg = Tingkat kedekatan keluarga dengan tetangga, TKP Ttg = Tingkat kepercayaan keluarga dengan tetangga, ACC A=Perilaku afektif ayah, ACC B= Perilaku afektif ibu, HOS A= Perilaku kekerasan ayah, HOS B= Perilaku kekerasan ibu, NEG A=Perilaku pengabaian ayah, NEG B= Perilaku pengabaian ibu, UN.ACC A= Perilaku tidak menerima anak oleh ayah, UN. ACC B= Perilaku tidak menerima anak oleh ibu Keterangan : *=signifikan pada p<0.05 **= signifikan pada p<0.01
Hubungan Pengasuhan Penerimaan-Penolakan dengan Karakter Kesadaran Diri dan Kontrol Diri Berdasarkan hasil penelitian, Tabel 12 menunjukkan pengasuhan penerimaan dimensi perilaku afektif ayah berhubungan positif signifikan dengan karakter kesadaran diri anak (p<0.05). Hal ini berarti semakin tinggi perilaku afektif ayah dengan anak maka akan semakin tinggi pula karakter kesadaran diri anak. Sementara itu, pengasuhan penolakan dimensi perilaku kekerasan, perilaku pengabaian, dan perilaku tidak menerima anak yang dilakukan ayah dan ibu berhubungan negatif signifikan dengan karakter kesadaran diri dan kontrol diri anak (p<0.01). Hal ini berarti semakin tinggi pengasuhan penolakan (perilaku kekerasan, pengabaian, dan perasaan tidak sayang) orang tua, maka semakin rendah karakter kesadaran diri dan karakter kontrol diri anak.
21 Tabel 12
Koefisien korelasi antara pengasuhan penerimaan-penolakan dengan karakter kesadaran diri dan kontrol diri Hubungan antar variabel
Pengasuhan penerimaan Pengasuhan penolakan
perilaku afektif ayah perilaku afektif ibu perilaku kekerasan ayah perilaku kekerasan ibu perilaku pengabaian ayah perilaku pengabaian ibu perilaku tidak menerima anak yang dilakukan ayah perilaku tidak menerima anak yang dilakukan ibu
Karakter anak Kesadaran Kontrol diri diri .300* .153 .121 -.042 -.562** -.681** ** -.513 -.607** ** -.419 -.403** ** -.442 -.479** ** -.455 -.515** ** -.504 -.560**
Keterangan : *=signifikan pada p<0.05 **= signifikan pada p<0.01
Pengaruh Modal Sosial dalam Keluarga dan Pengasuhan PenerimaanPenolakan terhadap Karakter Kesadaran Diri dan Kontrol Diri Hasil uji regresi pada Tabel 13 menunjukkan sebesar 51.2 persen lama pendidikan ayah ( =0.296, p=0.027) dan tingkat kedekatan keluarga dengan tetangga ( =0.408, p=0.004) berpengaruh positif signifikan terhadap karakter kesadaran diri, sedangkan pengasuhan penolakan orang tua ( =-0.416, p=0.003) berpengaruh negatif signifikan terhadap karakter kesadaran diri. Sementara itu, sebesar 50.8 persen tingkat kedekatan keluarga dengan tetangga ( =0.313,p=0.024) berpengaruh positif signifikan dengan karakter kontrol diri, sebaliknya pengasuhan penolakan orang tua ( =-0.584, p=0.000) berpengaruh negatif signifikan terhadap karakter kontrol diri. Sisanya sebesar 48.8 persen untuk karakter kesadaran diri dan 49.2 persen untuk karakter kontrol diri dipengaruhi oleh variabel lain di luar penelitian. Tabel 13
Hasil analisis regresi linier berganda pada kakteristik anak, karakteristik keluarga, modal sosial dalam keluarga, pengasuhan penerimaan-penolakan terhadap karakter kesadaran dan kontrol diri Variabel bebas
Usia anak (tahun) Jumlah saudara kandung (orang) Uang saku (Rupiah) Usia ayah (tahun) Usia ibu (tahun) Selisih usia ayah dan ibu (tahun) Lama pendidikan ayah (tahun) Lama pendidikan ibu (tahun) Pendapatan per kapita (Rupiah) Besar keluarga (orang) Tingkat kedekatan ayah dengan anak (skor indeks) Tingkat kedekatan ibu dengan anak (skor indeks) Tingkat kedekatan keluarga dengan tetangga (skor indeks) Tingkat kepercayaan keluarga dengan tetangga (skor indeks) Pengasuhan penerimaan orang tua (skor indeks) Pengasuhan penolakan orang tua (skor indeks) R2 Adj R2 F Sig. Keterangan : *=signifikan pada p<0.05 **= signifikan pada p<0.01
Karakter anak Kesadaran diri Kontrol diri (self (conscience) control) Sig. Sig. -.080 .509 -.150 .224 -.197 .132 -.176 .178 -.239 .126 -.157 .312 .280 .283 .170 .514 .004 .982 .060 .737 -.257 .316 -.124 .629 .296* .027 .191 .146 -.078 .517 .084 .489 -.021 .887 -.010 .944 .159 .215 .086 .501 -.121 .521 -.089 .640 .397 .068 .173 .419 .408** .004 .313* .024 -.173 .174 -.037 .771 -.044 .800 -.106 .545 -.416** .003 -.584** .000
.671 .512 4.212 .000a
.668 .508 4.157 .000a
22
PEMBAHASAN Hurlock (1990) mendefinisikan perkembangan sebagai serangkaian perubahan progresif yang terjadi akibat proses pematangan fungsi-fungsi psikis dan fisik, yang ditunjang oleh faktor lingkungan melalui proses belajar dan pengalaman. Menurut teori psikososial Erik Erickson, anak usia 6-11 tahun berada pada tahapan industry vs inferiority. Jika anak berhasil melewati tahap perkembangan ini maka anak akan memiliki kompetensi pada dirinya. Kompetensi yang dilihat dalam hal ini adalah karakter kesadaran diri dan kontrol diri yang baik. Menurut Borba (2001), karakter kesadaran diri akan menjaga anak untuk tetap berperilaku dalam koridor moral dan dapat memutuskan mana yang benar dan salah. Sementara itu, karakter kontrol diri akan membantu anak untuk selalu mempertimbangkan baik dan buruk dari setiap tindakan yang dilakukan. Pada usia sekolah, sesuai dengan tugas perkembangannya, anak cenderung lebih banyak menghabiskan waktu di luar rumah, membangun hubungan persahabatan dengan teman sebaya, dan melakukan aktifitas yang beragam dengan lingkungan sekitar. Hal ini sesuai pula dengan tahapan perkembangan moral menurut Kohlberg (1975) dimana pada anak dengan rentang usia 8.5 hingga 14 tahun, anak harus beradaptasi untuk memenuhi harapan lingkungan. Kecenderungan anak yang lebih banyak menghabiskan waktu di luar rumah memerlukan pengawasan yang lebih baik dari orang dewasa. Hasil penelitian menunjukkan keluarga dengan lama pendidikan ayah dan ibu yang tinggi serta tingginya pengasuhan penerimaan yang dimanifestasikan lewat perilaku afektif ayah dan ibu berpeluang untuk meningkatkan karakter kesadaran diri dan kontrol diri anak. Peran dari ibu yang mendorong pada terbentuknya karakter kesadaran diri anak diinvestasikan melalui tingginya tingkat kedekatan ibu dengan anak. Terbentuknya karakter kesadaran diri pada anak didapatkan dengan menjadikan ibu sebagai role model sehari-hari karena ibu senantiasa lebih sering berada di rumah. Sementara itu, hasil penelitian juga menunjukkan bahwa peran dari ayah yang mendorong pada terbentuknya karakter kesadaran diri anak diinvestasikan melalui tingginya perilaku afektif ayah dan lamanya pendidikan ayah. Putri (2012) menyatakan bahwa tingkat pendidikan ayah berhubungan dengan kelekatan pada dimensi komunikasi. Berkaitan dengan hal ini, Guhardja et al (1992) menyebutkan keefektifan komunikasi dalam keluarga akan dipengaruhi oleh tingkat pendidikan orang tua. Sejalan dengan penelitian Rahayu (2012) yang menjelaskan bahwa ayah yang memiliki pendidikan tinggi cenderung lebih menggunakan komunikasi yang conversation-orientation, dimana komunikasi ayah dengan anak berada pada kelekatan yang tinggi. Oleh karena itu, ayah lebih mudah untuk mengajarkan prinsip-prinsip karakter kesadaran diri dan kontrol diri kepada anak. Berdasarkan hasil penelitian, keluarga melakukan pengasuhan penolakan dimensi perilaku pengabaian yang rendah saat selisih usia ayah dan ibu berada di rentang usia antara 10 tahun sampai 19 tahun. Nurmasari (2011) menyatakan perbedaan usia sepuluh tahun antara suami dan istri akan melahirkan penyesuaian perkawinan karena didukung oleh faktor-faktor berupa jalinan hidup yang supportif (saling mendukung), memiliki kesamaan, mempunyai cita-cita dan tujuan hidup yang sama/sejalan, serta komunikasi yang lancar karena telah saling memahami antar satu dengan yang lainnya. Sementara itu, lama pendidikan ibu
23 dapat menurunkan pengasuhan penolakan dimensi perilaku kekerasan ayah. Ibu dapat memiliki pemahaman yang lebih baik tentang cara mendidik anak lewat pendidikan yang ditempuhnya. Menurut West (2001), istri sangat berpengaruh dalam menentukan seberapa besar keterlibatan suami dalam pengasuhan anak. Hasil penelitian menunjukkan tingkat kedekatan ayah dan ibu dengan anak memberikan hubungan yang negatif pada perilaku pengabaian ayah dan ibu. Semakin baik pengasuhan penerimaan melalui perilaku afektif ayah maupun ibu menunjukkan bahwa orang tua mengetahui pentingnya pengasuhan pada anak usia sekolah. Hal ini menyebabkan perilaku pengabaian cenderung tidak dilakukan orang tua mengingat contoh merupakan anak pertama yang harus menjadi teladan yang baik untuk adik-adiknya. Selain itu, pemberian hukuman saat memarahi anak justru akan semakin menurunkan karakter anak. Oleh karenanya, orang tua perlu mempertimbangkan terlebih dahulu setiap tindakan yang dilakukan kepada anak saat anak melakukan sesuatu yang tidak baik. Sementara itu, hasil penelitian menunjukkan semakin banyak jumlah saudara kandung yang dimiliki anak akan meningkatkan kedekatan ibu dengan anak. Hal ini bertentangan dengan penelitian Asih (2012) yang menyatakan besar keluarga berpengaruh negatif terhadap interaksi orang tua dengan anak. Besar keluarga yang tinggi membuat keluarga membagi sumberdaya yang dimiliki kepada banyak orang, sehingga waktu yang ada untuk melakukan interaksi personal dengan anak akan semakin terbatas. Namun, dalam penelitian ini kedekatan ibu dengan anak mencapai nilai tertinggi saat anak memiliki satu saudara kandung saja, dan akan menurun seiring pertambahan jumlah saudara kandung lebih dari satu orang. Anak pertama ikut berperan untuk menjaga dan mengawasi adik-adiknya, sehingga ibu lebih sering memberikan pengertian kepada anak sulungnya akan tanggung jawab yang dipikul sebagai anak pertama. Selain itu, orang tua menyadari bahwa di usia sekolah dasar, anak masih membutuhkan perhatian dan dukungan yang penuh dalam keluarga. Kualitas hubungan yang dimiliki orang tua dapat menunjukkan kemampuan ayah kepada anak dalam membangun hubungan antara dua orang, bekerjasama dengan ibu dalam mengasuh anak, dan dukungan emosional yang diberikan kepada anak menjadi hubungan yang positif terhadap kesejahteraan anak (Amato 1998). Modal sosial dalam keluarga yang paling tinggi dimiliki keluarga yaitu tingkat kedekatan ibu dengan anak dan kedekatan keluarga dengan tetangga. Hal ini dikarenakan pada usia sekolah, orang tua masih memberikan perhatian yang penuh untuk mendorong dan menguatkan nilai-nilai kebaikan sebagai bekal anak memasuki usia remaja. Intensitas kedekatan keluarga dengan tetangga menjadi teladan bagi anak untuk belajar berinteraksi dengan orang lain dan melatih kemampuan hubungan interpersonal anak. Hasil uji regresi menunjukkan lama pendidikan ayah, tingkat kedekatan keluarga dengan tetangga, dan pengasuhan penolakan orang tua memberikan pengaruh terhadap karakter kesadaran diri dan karakter kontrol diri anak. Hal ini berarti semakin lama pendidikan ayah akan meningkatkan karakter kesadaran diri anak. Sejalan dengan hasil penelitian ini, Shapiro (2003) menyatakan keterlibatan ayah dalam pengasuhan lebih banyak menawarkan kepada anak-anaknya perasaan terlindungi, kestabilan, dan kemandirian ketika mereka sudah mulai terpisah dengan orang tua. Selain itu, semakin tinggi kedekatan orang tua dengan tetangga akan meningkatkan karakter kesadaran diri dan kontrol diri anak, sedangkan
24 semakin tinggi pengasuhan penolakan yang dilakukan oleh orang tua justru akan menurunkan karakter kesadaran diri dan kontrol diri anak. Selain sebagai teladan bagi anak, seorang ayah juga berperan sebagai pendisiplin dan pengontrol anak. Adapun keterbatasan penelitian ini adalah selisih usia antara anak dengan saudara kandungnya tidak disamaratakan. Penelitian juga tidak memperhitungkan selisih lamanya pendidikan ayah dan ibu. Pada penelitian selanjutnya diharapkan dapat melihat bagaimana persepsi orang tua terhadap karakter anak dan mengukur interaksi komunikasi antara anak dengan lingkungan keluarga luas yang tidak diukur dalam penelitian ini.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Indeks kepemilikan modal sosial dalam keluarga pada wilayah sub urban rata-rata sudah diatas 60 persen untuk keempat dimensi modal sosial dalam keluarga, dengan tingkat kedekatan ibu lebih tinggi dibandingkan ayah. Partisipasi orang tua dalam mengikuti kelompok atau organisasi lebih banyak diikuti oleh ibu. Pengasuhan penerimaan dimensi perilaku afektif ibu lebih tinggi dibandingkan ayah. Sementara itu, pengasuhan penolakan dimensi perilaku kekerasan dan perilaku pengabaian lebih besar dilakukan oleh ayah, sedangkan perilaku tidak menerima anak lebih besar dilakukan oleh ibu. Pengasuhan penolakan dimensi perilaku pengabaian merupakan pengasuhan penolakan yang paling banyak dilakukan oleh orang tua. Indeks karakter anak memiliki nilai rata-rata diatas 70 persen, dengan karakter kesadaran diri lebih tinggi dibandingkan karakter kontrol diri. Karakteristik keluarga berupa besarnya selisih usia orang tua berpotensi menurunkan perilaku pengabaian orang tua sebagai bentuk dari pengasuhan penolakan. Selain itu, lamanya pendidikan ibu turut memberikan dampak terhadap menurunnya perilaku kekerasan ayah. Pemanfaatan modal sosial yang baik, khususnya kedekatan ibu dengan anak pertama dan kedekatan keluarga dengan tetangga memiliki hubungan dengan karakter kesadaran diri anak. Tingkat kedekatan ibu dengan anak pertama yang memiliki satu adik, lebih tinggi dibandingkan anak yang memiliki adik lebih dari satu orang. Semakin tinggi tingkat kedekatan orang tua dengan anak akan mendukung terbentuknya praktek pengasuhan yang memberikan kehangatan kepada anak, dan menurunkan perilaku pengabaian terhadap anak. Pengasuhan penerimaan-penolakan memiliki hubungan dengan terbentuknya karakter kesadaran diri dan kontrol diri anak usia sekolah. Hasil uji pengaruh menunjukkan bahwa modal sosial dalam keluarga dan pengasuhan penolakan memiliki pengaruh terhadap karakter kesadaran diri dan kontrol diri anak. Saran Berdasarkan hasil penelitian, menjadi penting untuk mempertimbangkan jarak usia pasangan sebelum menikah. Tingginya pendidikan orang tua memberikan pengaruh terhadap karakter anak. Oleh sebab itu, orang tua perlu meningkatkan kapasitas pengetahuan yang tidak hanya bisa didapatkan lewat pendidikan formal. Salah satunya adalah dengan berpartisipasi dalam kelompok
25 ataupun organisasi yang diadakan di lingkungan tempat tinggal, sehingga dapat memperluas modal sosial dalam keluarga. Perlu diadakan penyuluhan di lingkungan area tempat tinggal mengenai pentingnya membangun hubungan yang baik dengan tetangga sekitar, karena kedekatan keluarga dengan tetangga yang dibangun dengan baik akan menjadi contoh positif bagi terbentuknya karakter kesadaran diri anak.
DAFTAR PUSTAKA Amato, P .1998. “More than money? Men’s contribution to their children’s lives”, in A. Booth & A. Creuter (eds) Men in Families: When Do They Get Involved? What Difference Does it Make?, Lawrence Erlbaum, New Jersey. Asih, RR.D.S.C. 2012. Pengaruh Interaksi Orang tua dan Anak terhadap Kesejahteraan Anak pada Keluarga Nelayan. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Astone, Nan M., Constance A. Nathanson, Robert Schoen, and Young J. Kim. 1999. “Family Demography, Social Theory, and Investment in Social Capital.” Population and Development Review 25(1): 1-31. Berns, R. M. 1997. Child, Family, School, Community. Socialization and Support. USA (US) : Rinehart and Winston. BNN Republik Indonesia. 2011. Survei Nasional Perkembangan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba pada Kelompok Pelajar dan Mahasiswa di 16 Provinsi di Indonesia. Terhubung berkala (www.bnn.go.id) diunduh tanggal 1 April 2013. Bohlin, K., D. Farmer & K. Ryan .2001. Building Character in Schools : Resource Guide. California (US) : Jossey-Bass Borba, M .2001. Building Moral Intelligence. San Fransisco (US): Jossey-Bass A Wiley Imprint. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Perkembangan Beberapa Indikator Utama Sosial-Ekonomi Indonesia. Jakarta (ID); Badan Pusat Statistik. Bronfenbrenner, U. 1979. The Ecology of Human Development. Cambridge MA. Harvard (US) : University Press. Brooks, J.B. 2001. Parenting. Third Edition. California (US) : Mayfield Publishing Company. Coleman, J. S. 1988. Social Capital In The Creation Of Human Capital. American Journal of Sociology, 94 (Suppl. 95), S109-S120. Coleman J. S, Hoffer TB 1987. Public and private schools: The impact of communities. New York (US): Basic Books. Dagun, M.S. 2002. Psikologi Keluarga. Jakarta (ID): Rineka Cipta Erickson, E.H. 1968. Identity: Youth and Crisis (2nd edition). New York (US) : W.W.Norton. Fagan, P.P. 1995. The Real Root Causes Of Violent Crime: The Breakdown Of Marriage, Family And Community. Washington, D.C: Heritage Foundation. Ferguson KM. 2004. Social Capital and Children’s Wellbeing: A Critical Synthesis of The International Social Capital Literature. International Journal of Social Welfare : Blackwell Publishing. Fukuyama, F. 2001. Social Capital, Civil Society, and Development. Third World Quarterly, 22 (pp. 7-20).
26 Furstenberg, F. F., Jr., Hughes, M. E. 1995. Social Capital And Successful Development Among At-Risk Youth. Journal of Marriage and The Family, 57 (pp. 580-592). Guhardja S, Latifah M, Priatni W. 2008. Pengaruh Tipe Pengasuhan, Lingkungan Sekolah, Dan Peran Teman Sebaya Terhadap Kecerdasan Emosional Remaja. Jurnal Ilmu Keluarga dan Konsumen. Volume 1. No. 1 edisi Januari Hardinsyah, H.A.M. 2007. Inovasi Gizi dan Pengembangan Modal Sosial. Bogor (ID): IPB Press. Hasanat, N. 1994. Apakah Perempuan lebih Depresif dari Laki-laki?. Laporan Penelitian (tidak diterbitkan). Yogyakarta (ID) : Universitas Gajah Mada. Hoghugi, M. 2000. Parenting an Introduction. Hoghugi M dan Nicholas L, editor Sage. Hurlock, E.B. 1990. Psikologi Perkembangan anak. Edisi kelima. Jakarta (ID) : PT Erlangga. Khairani, Rahma & Putri,E, Dona. 2009. Perbedaan Kematangan Emosi Pada Pria dan Wanita Yang Menikah Muda.Jurnal ISSN: 1858-2559 vol. 3 edisi Oktober Kohlberg, Lawrence .1975. Moral Stages and Moralization In : Lickona (ed). Moral Development and Behaviour : Theory, Research and Social Issues. New York (US): Holt, Rineheart and Winston. Lestari, R. 2010. Pengaruh fungsi pengasuhan terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak usia pra-sekolah. [Skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor Lickona, T. 1992. Educating for Character, How Our Schools Can Teach Respect and Responsibility. New york (US): Bantam Books. Megawangi, R. 1999. Membiarkan Berbeda?: Sudut Pandang Baru tentang Relasi Gender. Bandung (ID): Mizan Media Utama _________, R. 2009. Pendidikan Karakter, Solusi yang Tepat untuk Membangun Bangsa. Jakarta (ID) : Indonesia Heritage Foundation. Michigan Association for Infant Mental Health. 2002. Guidelines for Infant Mental Health Programs. Southgate (US) : MI-AIMH. Monks, D.J. Knoers A.M.P., Haditono S.R. 1999. Psikologi Perkembangan. Yogyakarta (ID): UGM Press. Nurmasari. 2011. Penyesuaian perkawinan pada pasangan dengan perbedaan usia yang jauh. [Skripsi]. Jakarta (ID): Universitas Gunadarma Nurpratiwi 2010. Pengaruh kematangan emosi dan usia saat menikah terhadap kepuasan pernikahan pada dewasa awal. [Skripsi]. Jakarta (ID) : Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Permatasari, C.L. 2011. Nilai budaya, pengasuhan penerimaan-penolakan, dan perkembangan sosial anak usia 3-5 tahun pada keluarga kampung adat urug, Bogor. [Skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor Puspitawati, H. 2009. Kenakalan Pelajar dipengaruhi oleh Sistem Sekolah dan Keluarga. Bogor (ID) : IPB Press. Putnam RD. 2000 Bowling Alone –the Collapse and Revival of American Community.New York (US) : Simon & Schuster
27 Putri, H.A. Krisnatuti, D. 2012. Gaya Pengasuhan Orang Tua, Interaksi serta Kelekatan Ayah-Remaja, dan Kepuasan Ayah. .Jurnal ISSN: 1907-6037 vol.5 no.2 edisi Agustus. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Rahayu, S.R. 2012. Gaya Pengasuhan, Pola Komunikasi, Kelekatan, dan Hubungannya dengan Kepuasan Remaja. [Skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor Rohner, R.P. 1975. They love me they love me not. Human relation area files, USA. ________,R. 1986. The Warmth Dimension: Foundations of Parental Acceptance-Rejection Theory. Beverly Hills, Newbury Park, London, New Delhi (US): Sage Publication. Santrock. 2003. Adolescent: Perkembangan masa remaja edisi keenam. Alih Bahasa: Achmad Chusairi, S.Psi & Drs. Juda Damanik, M. S. W. Jakarta (ID) : Erlangga. _______,. 2008. Child Development. Twelve edition. New York (US): Mc Graw Hill Companies Inc. Sampson, R., Raudenbush, S. & Earls, F. 1997. Neigbourhoods and vilent crime : a multilevel study of collective efficacy. Science 277, August, pp 918-924. Schikendanz J. 1995. Family Socialization and Academic Achievement. Journal of Education, Volume 177, Number 1. Shapiro, LE.1999. Mengajarkan Emotional Intelligence pada Anak. Terjemahan. Jakarta (ID) : Gramedia. _______, L.J. 2003.The Good Father.Kiat Lengkap Menjadi Ayah Teladan. (Terjemahan). Bandung (ID): Kaifah Shulver, W. 2011. Parenting groups as sources of social capital: their patterns of use and outcomes for Aboriginal and non-Aboriginal mothers of young children. [Tesis]. Australia (US) :Universitas Flinders. Snygg, D. & Combs, A.W. 1949. Individual Behaviour, New York (US): Harper Sunarti, E. 2004. Mengasuh dengan Hati Tantangan yang Menyenangkan. Jakarta (ID) : Elex Media Computindo. Suryabrata, S.1966. Psikologi Kepribadian. Jakarta (ID) : PT.Raja Grafindo Persada West, J. 2001. Measuring Father Involvement In Young Children’s Lives: Recommendation for A Fatherhood Module For The ECLS-B. Working Paper No 2001-02. U.S Departement Of Education Winter, I. (2000) Family Life and Social Capital: towards a theorised understanding, Working Paper No. 21. http://aifs32/institute/pubs/ winter4.html. Melbourne (US) : Australian Institute of Family Studies. Wynne, E.A. 1991. Character and Academics in The Elementary School. In J.S. Benninga (Ed.), Moral, character, and civic education in the elementary school (pp. 139-155). New York (US) : Teachers College Press. Yulita, S. 2005. Peran Ayah dalam Pengasuhan dan Persepsi Masa Depan.[Skripsi] (Tidak dipublikasikan). Yogyakarta (ID) : Universitas Islam Indonesia Zeitlin, M., R. Megawangi & N. Coletta, et al. 1995. Strengthening The Family: Implications For International Development. Tokyo (US): United Nation University Press.
28
29 Lampiran 1 Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin Kategori
Persentase (%)
Laki-laki Perempuan Total
42 58 100
Lampiran 2 Sebaran contoh berdasarkan usia Kategori
Persentase (%)
Usia 10 tahun Usia 11 tahun Usia 12 tahun Total
46 36 18 100
Lampiran 3 Sebaran contoh berdasarkan jenjang kelas Kategori
Persentase (%)
Kelas 4 SD Kelas 5 SD Kelas 6 SD Total
40 38 22 100
Lampiran 4 Sebaran contoh berdasarkan jumlah saudara (sibling) Kategori 0 1 2 3 Total
Persentase (%) 20 64 14 2 100
Lampiran 5 Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin saudara (sibling) status persamaan dan perbedaan jenis kelamin Kategori
Persentase (%) sama (%)
Anak Tunggal Memiliki 1 adik Memiliki 2 adik Memiliki 3 adik Total
berbeda (%)
20 64 14 2 100
60 40 0 20
87 10 3 60
Lampiran 6 Sebaran contoh berdasarkan usia orang tua (Hurlock 1990) Kategori
ayah Persentase (%)
Dewasa awal (20-40) Dewasa Madya (40-60) Dewasa Tua (>60) total
Lampiran 7 Sebaran contoh berdasarkan selisih usia ayah dan Selisih usia (tahun) Seumuran 1 tahun 2 tahun 3 tahun 4 tahun 5 tahun 6 tahun 7 tahun 8 tahun 10 tahun 11 tahun 18 tahun 19 tahun Total
ibu Persentase (%) 72 28 0 100
90 10 0 100
ibu Persentase (%) 16 12 12 14 6 6 6 10 10 2 2 2 2 100
30 Lampiran 8 Sebaran contoh berdasarkan lama pendidikan orang tua ayah Persentase (%)
Kategori ≤8 tahun ≥9 tahun total
ibu Persentase (%) 22 78 100
22 78 100
Lampiran 9 Sebaran contoh berdasarkan jenjang pendidikan orang tua ayah Persentase (%)
Kategori Tidak tamat SD Tamat SD Tamat SMP Tamat SMA Tamat Perguruan Tinggi/ Akademik Total
ibu Persentase (%) 6 16 28 50 0 100
2 20 42 36 0 100
Lampiran 10 Sebaran contoh berdasarkan status pekerjaan orang tua ayah Persentase (%)
Kategori tidak bekerja bekerja total
ibu Persentase (%) 0 100 100
82 18 100
Lampiran 11 Sebaran contoh berdasarkan uang saku Kategori
Persentase (%)
2000-11.349 11.350-20.699 20.700-30000 Total
74 24 2 100
Lampiran 12 Sebaran contoh berdasarkan kategori modal sosial dalam keluarga Kategori Modal sosial dalam keluarga Rendah (<33.3%) Sedang (33.3%-66.6%) Tinggi (>66.6%) Total a. Tingkat kedekatan ayah dengan anak Rendah (<33.3%) Sedang (33.3%-66.6%) Tinggi (>66.6%) Total b. Tingkat kedekatan ibu dengan anak Rendah (<33.3%) Sedang (33.3%-66.6%) Tinggi (>66.6%) Total c. Tingkat kedekatan keluarga dengan tetangga Rendah (<33.3%) Sedang (33.3%-66.6%) Tinggi (>66.6%) Total d. Tingkat kepercayaan keluarga dengan tetangga Rendah (<33.3%) Sedang (33.3%-66.6%) Tinggi (>66.6%) Total
Lampiran 13
Persentase (%) 0 74 26 100 14 74 12 100 0 48 52 100 2 50 48 100 0 64 36 100
Sebaran contoh berdasarkan kategori pengasuhan penerimaan-penolakan orang tua
Kategori Pengasuhan Penerimaan-Penolakan Orang tua Pengasuhan penerimaan orang tua Rendah (<33.3%) Sedang (33.3%-66.6%) Tinggi (>66.6%) Total
Persentase (%) 0 42 58 100
31 a. Perilaku afektif ayah Rendah (<33.3%) Sedang (33.3%-66.6%) Tinggi (>66.6%) Total b. Perilaku afektif ibu Rendah (<33.3%) Sedang (33.3%-66.6%) Tinggi (>66.6%) Total Pengasuhan Penolakan Orang tua Rendah (<33.3%) Sedang (33.3%-66.6%) Tinggi (>66.6%) Total a. Perilaku kekerasan ayah Rendah (<33.3%) Sedang (33.3%-66.6%) Tinggi (>66.6%) Total b. Perilaku kekerasan ibu Rendah (<33.3%) Sedang (33.3%-66.6%) Tinggi (>66.6%) Total c. Perilaku pengabaian ayah Rendah (<33.3%) Sedang (33.3%-66.6%) Tinggi (>66.6%) Total d. Perilaku pengabaian ibu Rendah (<33.3%) Sedang (33.3%-66.6%) Tinggi (>66.6%) Total e. Perilaku tidak menerima anak yang dilakukan ayah Rendah (<33.3%) Sedang (33.3%-66.6%) Tinggi (>66.6%) Total f. Perilaku tidak menerima anak yang dilakukan ibu Rendah (<33.3%) Sedang (33.3%-66.6%) Tinggi (>66.6%) Total
0 50 50 100 0 30 70 100 88 12 0 100 78 22 0 100 76 24 0 100 70 30 0 100 82 18 0 100 92 8 0 100 98 2 0 100
Lampiran 14 Sebaran contoh berdasarkan kategori karakter anak Kategori Karakter anka Karakter kesadaran diri (conscience) Rendah (<33.3%) Sedang (33.3%-66.6%) Tinggi (>66.6%) Total Karakter kontrol diri (self control) Rendah (<33.3%) Sedang (33.3%-66.6%) Tinggi (>66.6%) Total
Lampiran 15 No 1 2 3 4
Persentase (%) 0 20 80 100 2 30 68 100
Sebaran contoh berdasarkan jawaban tingkat kedekatan orang tua dengan anak Pernyataan
Menghabiskan waktu luang bersama keluarga di rumah Menghabiskan waktu luang bersama keluarga di luar rumah Melakukan aktifitas bersama dengan anak Meluangkan waktu ketika anak membutuhkan
SL
Ayah (%) SR KD
TP
SL
Ibu (%) SR KD
20
48
30
2
60
36
4
0
0 30 36
34
64
2
12
34
52
2
32 26
34 34
4 4
52 50
34 34
14 16
0 0
TP
32 perhatian dan nasehat Membantu anak untuk mencari solusi atas 2 permasalahan yang dihadapi anak 6 Meluangkan waktu untuk mendengarkan keluh 18 kesah anak 7 Membantu mengerjakan PR sekolah anak 20 8 Berusaha mendampingi anak setiap kali anak 6 mengikuti perlombaan 9 Meskipun jika tidak dapat hadir saat anak mengikuti perlombaan, ayah tetap memantau kabar 28 anak melalui media komunikasi 10 Meluangkan waktu menemani anak setiap kali 8 anak melakukan hobinya 11 Mendorong anak untuk mengembangkan minat 26 bakatnya di bidang tertentu 12 Mengobrol dengan anak tentang minat, bakat, dan 26 cita-citanya 13 Menghadiri pertemuan yang diselenggarakan oleh 2 pihak sekolah 14 Memperhatikan dengan siapa saja anak berteman 44 Keterangan : SL = Selalu, SR = Sering, KD = Kadang-kadang, TP = Tidak Pernah 5
Lampiran 16
94
4
0
44
36
14
6
20
40
22
34
34
22
10
30
24
26
30
40
26
4
8
32
54
22
30
26
22
22
24
26
36
38
12
14
24
28
40
14
28
30
28
24
22
28
30
28
18
24
40
22
12
28
44
20
8
14
36
48
58
34
6
2
30
16
10
50
36
14
0
Sebaran contoh berdasarkan jawaban tingkat kedekatan keluarga dengan tetangga
No
%
Pernyataan
1
Keluarga memberikan makanan kepada tetangga di sekitar rumah Keluarga memberikan bantuan finansial kepada tetangga di sekitar rumah yang 2 sedang terkena musibah 3 Keluarga melibatkan diri dalam agenda rapat/ perkumpulan yang diadakan warga 4 Keluarga melibatkan diri di acara ritual kebudayaan yang diadakan oleh warga 5 Keluarga melibatkan diri dalam kegiatan gotong royong di lingkungan sekitar Keluarga ikut berkontribusi di acara-acara tahunan yang diadakan bersama warga 6 sekitar 7 Keluarga melibatkan diri dalam pengajian yang diadakan warga 8 Keluarga melibatkan diri di acara yang diadakan oleh keluarga lain 9 Keluarga melibatkan diri untuk membantu keluarga lain yang terkena musibah 10 Keluarga datang ke acara pernikahan keluarga lain di sekitar rumah Keterangan : SL = Selalu, SR = Sering, KD = Kadang-kadang, TP = Tidak Pernah
Lampiran 17
Pernyataan
Saya percaya bahwa lingkungan pertetanggan saya mendukung anak saya tumbuh dan 1 berkembang dengan baik Saya percaya bahwa lingkungan pertetanggaan saya merupakan tempat yang aman bagi 2 anak untuk bermain dan berkumpul Saya percaya bahwa lingkungan pertetanggaan memengaruhi kejahatan sosial yang 3 dilakukan seseorang* Saya percaya bahwa lingkungan pertetanggaan dapat menanamkan nilai-nilai kebaikan 4 kepada anak Keterangan : SS = Sangat Setuju, S = Setuju, TS = Tidak Setuju, STS = Sangat Tidak Setuju
No 1 2
3
SR 18
KD 70
TP 6
26
32
36
6
24 42 28
0 28 36
40 20 28
16 10 8
40
26
18
16
34 38 52 72
24 36 30 10
34 20 18 18
8 6 0 0
Sebaran contoh berdasarkan jawaban tingkat kepercayaan keluarga dengan tetangga
No
Lampiran 18
SL 6
% TS
SS
S
STS
26
66
8
0
22
68
10
0
2
10
84
4
18
80
2
0
TP
Sebaran contoh berdasarkan jawaban perilaku afektif orang tua Pernyataan
mengatakan hal yang menyenangkan tentang saya berbincang dengan saya dan secara bergantian mendengarkan saya ketika saya berbicara menganjurkan dan mendorong saya untuk mengajak teman-teman saya bermain di rumah dan melakukan sesuatu yang menyenangkan mereka
SL
Ayah (%) SR KD
TP
SL
Ibu (%) SR KD
22
56
22
0
32
48
16
4
34
32
32
2
36
44
20
0
20
40
24
16
28
42
24
6
33 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Saya dapat dengan mudah mengatakan hal penting kepada saya membuat saya merasa bangga saat saya melakukan hal yang benar memuji saya di depan orang lain berbicara kepada saya dengan penuh kehangatan dan kasih sayang akan memuji saya bila dinilai saya memang layak menerimanya sangat tertarik dengan apa yang saya lakukan membuat saya merasa bahwa saya diinginkan dan dibutuhkan mengatakan kepada saya bahwa ia bangga saat saya melakukan hal yang baik membuat saya yakin bahwa apa yang saya kerjakan adalah penting berusaha untuk membantu saya ketika saya takut atau kecewa peduli tentang apa yang saya fikirkan dan menginginkan saya untuk memberitahunya mengizinkan saya melakukan sesuatu yang dianggap penting, walaupun kurang menyenangkan hatinya tertarik pada hal yang saya kerjakan membuat saya merasa lebih baik saat saya sedang sakit menunjukkan kepada saya bahwa ia menyayangi saya memperlakukan saya dengan baik dan lembut berusaha untuk membuat saya bahagia dan senang
24
34
30
12
38
46
10
6
44
32
12
20
18
6
48
36
12
4
50
18
14
26
52
8
44
36
14
6
56
36
8
0
36
40
22
2
46
32
33
0
26
38
34
2
38
42
20
0
56
30
12
2
60
24
16
0
34
38
26
2
38
46
14
2
34
44
16
6
52
30
18
0
24
36
30
10
30
42
26
2
20
22
44
14
22
28
36
14
6
40
42
12
18
46
28
8
32
32
30
6
40
36
22
2
52
24
24
0
68
28
4
0
56
30
14
0
74
26
0
0
54
30
16
0
62
30
8
0
60
30
10
0
66
28
6
0
Lampiran 19 Sebaran contoh berdasarkan jawaban perilaku kekerasan orang tua No 1
Pernyataan
SL 20
Ayah (%) SR KD 36 40
TP 4
SL 12
SR 38
Ibu (%) KD 40
TP 10
38
40
0
24
38
38
28
56
0
16
20
64
20
60
2
12
40
46
28
66
2
8
24
66
44
26
0
24
52
24
30
64
0
10
40
50
26
58
2
14
28
56
22
72
0
6
18
76
16
76
0
10
18
72
32
48
4
12
36
48
20
76
0
6
20
74
24
64
2
10
18
70
16
76
0
4
24
72
18
64
0
12
32
56
membentak saya jika saya nakal mengeluhkan kepada orang lain tentang 2 0 22 saya yang tidak mau mendengarkannya 3 mengejek/menertawakan saya 2 14 memperlakukan saya dengan kasar baik 4 2 18 dengan kata-kata maupun perbuatan fisik akan memukul saya bahkan saat saya 5 2 4 tidak pantas menerimanya cepat marah kepada saya ketika saya 6 4 26 nakal 7 sangat mudah memarahi saya 0 6 mengatakan banyak hal yang tidak baik 8 2 14 kepada saya mengatakan bahwa saya membuatnya 9 4 2 takut/ gelisah berteriak kepada saya saat marah hingga 10 2 6 melukai perasaan saya mengancam dan menakut-nakuti saya 11 2 18 ketika saya berbuat kesalahan mempermalukan saya di depan teman12 teman saya saat saya melakukan perbuatan 0 4 yang tidak baik menilai bahwa tingkah laku anak lain 13 lebih baik dari pada saya, walau apapun 2 10 yang terjadi menghukum saya bila sedang marah pada 14 2 6 saya Ketika saya salah, membandingkan saya 15 2 16 dengan anak lain Keterangan : SL = Selalu, SR = Sering, KD = Kadang-kadang, TP = Tidak Pernah
34 Lampiran 20 Sebaran contoh berdasarkan jawaban perilaku pengabaian orang tua No
Pernyataan
1 2
selalu mengabaikan saya memberikan perhatian penuh kepada saya* tidak mau tahu tentang saya selama saya tidak mencari 3 perhatiannya 4 menyukai keberadaan saya jika didekatnya* melupakan hal penting yang seharusnya dilakukan untuk 5 saya memastikan bahwa saya memperoleh makanan yang 6 memadai* terlalu sibuk (tidak ada waktu) untuk menjawab pertanyaan 7 saya 8 memperhatikan siapa saja teman saya* mengacuhkan saya ketika saya meminta pertolongan / 9 bantuan kepadanya 10 memberikan banyak perhatian kepada saya* melupakan hal penting mengenai saya yang seharusnya 11 diingat oleh orang tua saya 12 meluangkan waktu agar selalu bersama dengan saya* membatasi diri untuk bertemu ataupun mengobrol dengan 13 saya meminta orang lain untuk mengasuh saya meskipun 14 mempunyai waktu untuk melakukannya 15 mempertimbangkan tentang apa yang saya sukai* Keterangan : SL = Selalu, SR = Sering, KD = Kadang-kadang, TP = Tidak Pernah
Ayah (%) SR KD 2 18 28 20
TP 76 0
SL 4 64
Ibu (%) SR KD 4 18 24 12
TP 74 0
6
18
24
52
8
12
26
54
44
28
28
0
50
40
10
0
0
20
48
32
4
14
48
34
62
28
8
2
68
26
4
2
2
22
36
40
10
18
24
48
32
20
38
10
40
38
18
4
6
8
22
64
4
14
18
64
54
36
8
2
70
26
2
2
6
12
32
50
6
8
24
62
36
36
26
2
52
28
20
0
6
10
36
48
4
16
22
58
2
2
14
82
4
8
10
78
38
36
24
2
46
28
26
0
SL 4 52
Lampiran 21 Sebaran contoh berdasarkan perilaku tidak menerima anak yang dilakukan orang tua No 1 2
Pernyataan
SL 0 4
Ayah (%) SR KD 4 6 6 24
TP 90 66
SL 2 0
12
82
0
4
12
84
12
86
0
2
16
82
18
64
0
16
18
66
34
58
0
12
30
58
12
86
0
6
12
82
0
98
0
2
0
98
0
96
0
2
2
96
38
38
4
16
38
42
tidak terlalu mencintai saya sering berteriak kepada saya Menurut……,saya adalah anak yang 3 0 6 menyusahkan orang tua 4 Kelihatannya tidak menyukai saya 0 2 Tidak simpatik dengan masalah saya dan 5 menganggap bahwa itu adalah kesalahan 0 18 saya membuat saya merasa tidak akan disayang 6 lagi jika saya bertingkah laku yang tidak 0 8 baik mengeluhkan tentang saya kepada orang 7 0 2 lain memberitahu/ memperlihatkan kepada saya 8 bahwa saya tidak diinginkan dalam 0 2 keluarga mengatakan kepada saya bahwa ia malu 9 0 4 mempunyai anak seperti saya membuat saya merasa bersalah saat saya 10 bertingkah laku yang tidak baik/ melakukan 4 20 hal yang tidak benar Keterangan : SL = Selalu, SR = Sering, KD = Kadang-kadang, TP = Tidak Pernah
Ibu (%) SR KD 2 8 14 34
TP 88 52
Lampiran 22 Sebaran contoh berdasarkan jawaban karakter kesadaran diri No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Pernyataan Saya lebih memilih untuk bolos sekolah jika PR saya belum selesai* Saya mengambil barang milik orang lain asal tidak ketahuan* Saya mencontek PR teman ada soal yang tidak bisa saya jawab* Saya menunggu ditegur orang lain terlebih dahulu agar saya menyadari kesalahan saya* Saya lupa meminta izin kepada pemilik barang jika ingin meminjam sesuatu* Saya terlalu lama maminjam barang orang lain, sampai diminta oleh pemiliknya* Saya lupa menepati janji saya kepada orang tua/teman saya* Saya menonton siaran/tayangan di televisi yang dilarang oleh orang tua saya* Saya bekerjasama dengan teman saat ujian asal tidak ketahuan guru* Saya lupa meminta maaf jika saya melakukan kesalahan kepada orang lain*
SL 0 0 2
SR 2 6 10
KD 6 4 54
TP 92 90 34
10
14
28
48
6
6
30
58
6
8
24
62
4 8 2 4
18 16 10 8
50 44 26 34
28 32 62 54
35 11 12 13 14 15 16 17
Saya bertindak kasar kepada teman saya (memukul/ menendang/ mencubitnya)* Saya berbohong agar tidak dimarahi/dihukum orang tua saya* Saat berkelahi dengan teman, saya akan meminta maaf duluan Setelah pulang sekolah, saya langsung pulang ke rumah Saya menaruh piring ke dapur/tempat cuci piring setelah selesai makan Saya mengambil uang orang lain yang jatuh/ tercecer di jalan* Saya mengembalikan barang teman saya yang saya pinjam Jika saya merusak barang milik orang lain, maka saya akan memperbaikinya 18 terlebih dahulu sebelum dikembalikan 19 Saya lupa mengucapkan terimakasih setelah ditolong orang lain* 20 Saya meminta izin kepada orang tua jika ingin bermain keluar rumah Keterangan : SL = Selalu, SR = Sering, KD = Kadang-kadang, TP = Tidak Pernah
6 0 18 64 46 0 64
6 10 50 24 24 4 26
30 36 22 12 28 28 6
58 54 0 0 2 68 4
38
42
12
8
6 44
4 24
36 26
54 6
SL 2
SR 16
KD 44
TP 38
12
10
36
42
2 8 2 2 6 4 8 4 6 10 32 6 0 6
10 16 12 4 10 10 22 6 10 18 48 12 12 6
44 36 54 32 44 18 46 6 34 42 18 24 30 38
44 40 32 62 40 68 24 84 50 30 2 58 58 50
12
16
28
44
14
28
38
20
8
26
34
32
8
4
36
52
Lampiran 23 Sebaran contoh berdasarkan jawaban karakter kontrol diri No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Pernyataan Saya bertanya/memberi jawaban kepada teman saya saat ujian* Jika ada teman yang mengajak bermain saat saya sedang belajar, maka saya akan ikut bermain* Saya ikut membicarakan keburukan teman saya karena itu mengasyikkan* Saya berkata kasar (mengejek/membentak) hingga melukai perasaan orang lain* Saya mudah terpengaruh oleh kata-kata yang tidak baik* Saya mencontek agar mendapatkan nilai yang tinggi* Jika seseorang memukul saya, maka saya akan membalasnya* Saya akan memotong antrian jika barisannya terlalu panjang* Saya marah dan menangis jika keinginan saya tidak dituruti orang tua saya* Saya bermain curang agar memenangkan perlombaan* Saya akan berkata kasar hingga memuaskan hati saya jika saya sedang marah* Saya akan memarahi teman saya yang memotong antrian* Jika teman saya berkelahi, maka saya akan melerai/memisahnya Ketika marah, saya akan membanting pintu di rumah* Saya akan sesuka hati saya memotong/menyela orang yang sedang berbicara* Jika melihat teman saya disakiti orang lain, maka saya akan membalasnya* Jika ada teman yang mengajak bermain sepulang sekolah, saya akan ikut main dan tidak langsung pulang ke rumah* Saya memilih untuk menghabiskan uang jajan dibandingkan menabung* Saya menahan diri tidak membeli mainan yang sangat saya inginkan, hingga tabungan saya cukup Ketika dimarahi orang tua, saya akan melawan dan membela diri*
36
RIWAYAT HIDUP Fadhilah Mukhlishoh, lahir di Lhokseumawe pada tanggal 02 Juni 1991. Penulis adalah anak pertama dari empat bersaudara dari keluarga Bapak Porianto dan Ibu Tina Rosmala. Penulis memulai pendidikannya di Taman Kanak-Kanak (TK) Pertiwi Lhokseumawe pada tahun 1996 hingga 1997. Pada tahun 1997 penulis menempuh pendidikan di SD Swasta Pupuk Iskandar Muda (PIM) Lhokseumawe sampai dengan tahun 1999. Pada tahun 1999 penulis pindah ke SD Negeri Impres 054923 Besitang sampai dengan tahun 2003. Pada tahun 2003 penulis melanjutkan pendidikan di SMP Galih Agung, dan melanjutkan pendidikan di SMA Swasta Galih Agung, Pesantren Darul Arafah Raya Medan sampai tahun 2009. Penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur beasiswa (BUD) Kementerian Agama di Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen, Fakultas Ekologi Manusia pada tahun 2009. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam berbagai macam kegiatan di kampus baik organisasi maupun kegiatan kepanitiaan, seperti menjadi anggota divisi Consumer Club (2010-2011), anggota divisi Kominfo CSS Mora IPB (2011-2012), dan pimpinan redaksi majalah i.com CSS Mora IPB (2011-2012). Adapun kepanitiaan yang diikuti penulis antara lain divisi acara Up Grading 2010, divisi acara Pekan Santri Berprestasi Nasional 2011, divisi PDD pengabdian pesantren di Cibanteng, Bogor, divisi PJAK Masa Perkenalan Fakultas (MPF FEMA) 2012, dan divisi danus (dana usaha) Family and Consumer day 2012. Selain itu, penulis juga menjadi staff pengajar di bimbingan belajar Mitrasiswa (2013).