perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 1
PENGARUH METODE PEMBELAJARAN SHARED BOOK READING (SBR) DAN THINK ALOUD READING (TAR) TERHADAP KOMPETENSI MEMBACA CERITA DITINJAU DARI MOTIVASI BELAJAR
TESIS Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Magister Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia
Oleh Endang Susilowati S841102018
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012 commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 2
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 3
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 4
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Membaca cerita anak merupakan bagian dari standar kompetensi yang harus dikuasai oleh siswa kelas V Sekolah Dasar, baik pada semester satu maupun dua. Kegiatan ini bertujuan mengasah kemampuan, pemahaman, dan penalaran dari cerita yang disajikan. Lebih rinci lagi, siswa diharapkan mampu mengidentifikasi tokoh, tema, latar, menceritakan kembali dengan kalimat sendiri, mengambil nilai moral yang baik, bahkan sampai memberi kritik mengenai cerita tersebut. Membaca dengan baik dan menyenangkan mampu menciptakan reading interest dan reading society bagi siswa. Dengan demikian, membaca bukan lagi sebagai aktivitas yang membosankan melainkan sebagai suatu kebiasaan yang melekat pada diri pribadi. Ketertarikan membaca inilah yang belum masuk pada mayoritas siswa. Padahal, pembelajaran bahasa, baik bahasa Indonesia, Inggris, Jawa maupun bahasa asing lainnya termuat kompetensi membaca. Kompas memberitakan bahwa terkait budaya baca, masyarakat Indonesia menempati posisi terendah dari 52 negara di kawasan Asia Timur berdasarkan data yang dilansir Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) atau Organisasi Pengembangan Kerjasama Ekonomi (Kompas, 18 Juni 2009). Saat ini, penanaman cinta membaca di kelas rendah masih minim. Membaca seolah-olah sebagai aktivitas tuntutan dan sekadar kewajiban yang harus dilakukan siswa dihadapan gurunya. Di luar kelas, siswa tidak akan tertarik untuk melakukan commit to user
1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 2
aktivitas itu lagi. Kekurangtertarikan untuk membaca ini kemungkinan besar akan dibawa hingga dewasa. Menurut Jacob Oetama, rendahnya budaya baca ini menyebabkan Human Index Indonesia berada pada peringkat 107 dari 177 negara (Kompas, 20 September 2008). Jika kita perhatikan, negara-negara maju adalah negara yang penduduknya memiliki intensitas membaca tinggi. Berlawanan dengan itu, negara berkembang yang sulit mengejar ketertinggalan adalah negara yang masyarakatnya memiliki intensitas membaca yang rendah. Hal ini berkaitan dengan ilmu yang diperoleh dari membaca kemudian diaplikasikan dalam kehidupan. Data Badan Pusat Statistik tentang budaya baca masyarakat Indonesia tahun 2003, 2006, dan 2009 menunjukkan bahwa prosentase penduduk berumur lebih dari 10 tahun 84-90 % menghabiskan waktu untuk menonton televisi, 50-23 % mendengarkan radio, dan 23-18% membaca majalah/koran (Kompas, 28 April 2012). Mengingat begitu pentingnya kebiasaan membaca, maka penanaman kebiasaan membaca pada jenjang Sekolah Dasar menjadi hal penting yang harus diperhatikan praktisi pendidikan. Kompetensi membaca selayaknya dikemas dalam suatu kegiatan fun sehingga menjadi pengalaman yang benar-benar melekat pada pribadi anak sepanjang hayat. Sejatinya pembelajaran sastra di Sekolah Dasar harus memberikan pengalaman pada murid yang berkontribusi pada empat tujuan, (1) pencarian kesenangan pada buku, (2) penginterpretasian bacaan sastra, (3) mengembangkan kesadaran bersastra, dan (4) mengembangkan apresiasi (Huck 1987 cit. Putra 2011). Jika hal ini dapat terwujud, maka pembelajaran kompetensi membaca dapat dikatakan berhasil. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 3
Ada beberapa penyebab kekurangberhasilan pembelajaran membaca di Sekolah Dasar. Salah satunya ialah metode pembelajaran yang monoton. Kebiasaan pembelajaran membaca yang dilakukan yaitu (1) salah satu siswa membaca cerita kemudian siswa lain mendengarkan; (2) siswa membaca cerita secara estafet, dibagi tiap siswa satu atau dua paragraf (3) siswa membaca dalam hati (individu); dan (4) guru yang membaca cerita, sedangkan siswa mendengarkan. Cara keempat ini mendominasi dalam pembelajaran membaca di kelas. Dominasi keaktifan kelas seharusnya dipegang oleh siswa, bukan guru. Wamendiknas mengungkapkan bahwa siswa yang tidak diberikan kesempatan untuk mengekspresikan pendapat yang berbeda akan mematikan kreativitas siswa (Fasli Jalal, Kompas, 4 Desember 2011). Jika pembelajaran berorientasi pada siswa, maka hasil belajar berupa pengalaman akan diperoleh dan melekat pada diri siswa. Guna meningkatkan kualitas kompetensi membaca dalam pembelajaran bahasa Indonesia, maka diperlukan pembenahan dari sistem dan metode pengajaran tersebut. Tercapainya pemahaman cerita sehingga melekat dalam diri siswa diperoleh melalui beberapa prinsip belajar. Prinsip tersebut adalah kebebasan respon dari siswa, kesempatan mengkristalkan rasa pribadi terhadap cerita, dan peran guru sebagai pendorong saat siswa bereksplorasi (Rosenblatt 1938 cit. Gani 1988). Ketiga prinsip tersebut dapat dicapai jika orientasi belajar berpusat pada siswa. Shared Book Reading (SBR) adalah salah satu metode pembelajaran yang berorientasi pada siswa sebagai pusat pebelajar. Membaca nyaring (read aloud) yang dilakukan bersamasama dipercaya mampu memperbaiki proses dan hasil kompetensi membaca cerita siswa. Penelitian Dhaif (1990) membuktikan bahwa read aloud memberikan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 4
kontribusi yang positif bagi siswa dalam memahami bacaan. Pembelajaran dengan SBR menyenangkan sehingga motivasi belajar pun meningkat. Selain metode pengajaran, motivasi belajar juga memengaruhi kompetensi membaca cerita siswa. Pemuasan kebutuhan merupakan motif yang menggerakan seseorang untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Oleh karena itu, faktor motivasi berpengaruh besar terhadap keterlibatan anak dalam pembelajaran membaca. Pendapat bahwa kompetensi membaca cerita dipengaruhi oleh penerapan SBR dan motivasi belajar belum teruji kebenarannya. Di samping itu, penerapan metode SBR dalam pembelajaran bahasa Indonesia belum pernah diteliti. Oleh karena itu, penelitian ini berusaha membuktikan penerapan SBR dalam pembelajaran kompetensi membaca siswa dibandingkan dengan metode pembelajaran Think Aloud Reading (TAR) dengan mempertimbangkan motivasi belajar siswa.
B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, dapat diidentifikasi permasalahannya sebagai berikut. (1) Penanaman kebiasaan membaca kepada siswa merupakan hal penting yang harus ditanamkan oleh guru pada jenjang Sekolah Dasar. Namun, pembelajaran membaca pada jenjang SD belum dapat menimbulkan siswa membiasakan diri untuk membaca buku pada waktu luang. (2) Kompetensi membaca siswa lah yang diharuskan meningkat sehingga pembelajaran harus berpusat pada siswa. (3) Aktivitas membaca memerlukan lingkungan yang kondusif, maka diperlukan learning center agar kebutuhan siswa yang berkaitan dengan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 5
aktivitas membaca terpenuhi. (4) Diperlukan metode yang baik sehingga siswa senang dan tidak bosan mengikuti pembelajaran. Masalah-masalah tersebut diidentifikasi kembali kemudian didapatkan fakta penghambat suksesnya pembelajaran membaca pada jenjang Sekolah Dasar. Misalnya, pemilihan metode pembelajaran yang kurang menarik sehingga siswa kurang antusias untuk mengikuti pembelajaran, buku cerita yang disajikan kurang bagus, motivasi belajar siswa kurang, dan guru kurang menanamkan kegiatan membaca sebagai sebuah pengalaman bagi diri siswa.
C. Batasan Masalah Seluruh permasalahan yang diidentifikasi di atas tidak dapat diteliti secara keseluruhan sehubungan dengan terbatasnya waktu penelitian. Oleh karena itu, penelitian ini dibatasi pada metode pembelajaran membaca cerita yang mempertimbangkan faktor motivasi belajar siswa kelas V semester 2 se-Kabupaten Karanganyar tahun akademik 2011/2012 dalam kompetensi membaca cerita anak.
D. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang, identifikasi, dan pembatasan masalah di atas, maka masalah-masalah penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut. 1. Apakah terdapat perbedaan kompetensi membaca cerita antara siswa yang belajar dengan metode pembelajaran SBR dan yang belajar dengan TAR? 2. Apakah terdapat perbedaan kompetensi membaca cerita antara siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi dan yang memiliki motivasi belajar rendah? commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 6
3. Apakah terdapat interaksi antara metode pembelajaran dan motivasi belajar dalam memengaruhi kompetensi membaca cerita?
E. Tujuan Penelitian Tujuan
penelitian
eksperimen
ini
adalah
untuk
menjelaskan
dan
mendeskripsikan: 1. terdapat tidaknya perbedaan kompetensi membaca cerita antara siswa yang belajar dengan metode pembelajaran SBR dan yang belajar dengan TAR. 2. terdapat tidaknya perbedaan kompetensi membaca cerita antara siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi dan yang memiliki motivasi belajar rendah. 3. terdapat tidaknya interaksi antara metode pembelajaran dan motivasi belajar dalam memengaruhi kompetensi membaca cerita.
F. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoretis Penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk memperkaya khazanah teori/keilmuan
yang terkait
dengan
kompetensi
membaca cerita
dalam
hubungannya dengan metode pembelajaran SBR, TAR dan motivasi belajar. 2. Manfaat Praktis a. Bagi Siswa, sebagai masukan yang dapat menambah pemahaman mereka tentang seberapa baik variabel-variabel yang diteliti sehingga bisa digunakannya sebagai pemacu untuk memperbaiki diri. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 7
b. Bagi Guru, sebagai masukan yang dapat memperluas dan memperdalam pemahaman mereka tentang variabel-variabel yang diteliti sehingga dapat dimanfaatkan sebagai acuan untuk mempersiapkan program pembelajaran secara terarah tentang variabel-variabel tersebut. c. Bagi Peneliti Lain, sebagai masukan yang menambah pemahaman wawasan keilmuan dan penelitian guna merancang penelitian lebih lanjut dengan desain penelitian yang berbeda dan jangkauan populasi yang lebih luas.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Teoretis 1. a.
Hakikat Kompetensi Membaca Cerita
Kompetensi Membaca Reading is about understanding written texts (Pang et al. 2003). Sejalan
dengan pendapat Pang et al. tersebut, Djojosuroto (2006) memberikan definisi membaca yaitu kegiatan memahami makna atau pesan yang disampaikan penulis melalui teks bacaan. Oleh karena itu kepahaman pesan yang diterima oleh pembaca merupakan target yang ingin dan harus dicapai. Makna atau pesan yang dimaksud meliputi makna konseptual, makna proporsional dan makna kontekstual (Nuttal 1982 cit. Djojosuroto 2006). Tahapan membaca yaitu: (1) pengenalan, (2) peleburan, (3) intra-integrasi, (4) ekstra-integrasi, (5) penyimpanan, (6) pengingatan, dan (7) pengkomunikasian (Buzan 1995 cit. Hernowo 2003). Pengenalan meliputi kegiatan mengenali simbolsimbol di dalam buku. Peleburan yaitu proses penyesuaian dan asimilasi diri pembaca berhubungan dengan buku. Intra-integrasi yaitu proses menghubunghubungkan antara materi yang satu dengan materi yang lain. Ekstra-integrasi yaitu taraf mencapai sesuatu yang relevan dengan diri pembaca. Penyimpanan materi yang didapat dari buku oleh otak. Pengingatan terhadap apa-apa yang didapat dari buku dan mengeluarkannya suatu saat kita butuh. Terakhir pengkomunikasian adalah komunikasi interpersonal maupun antarpersonal. commit to user 8
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 9
Parkinson (2002) menyebutkan bahwa keterampilan membaca mencakup: (1) memahami informasi, (2) memilih mana yang relevan dengan tujuan dan dapat menilai koherensi teks, (3) mengapresiasi perbedaan kenyataan, ide dan gagasan, (4) memahami makna implisit teks yang dibaca, (5) mengevaluasi informasi dan mendeteksi jika ada informasi yang bias, dan (6) mengapresiasi penggunaan bahasa penulis. Keterampilan membaca yang diungkap oleh Parkinson ini adalah keterampilan yang didapat tingkat tinggi. Pemerolehan tiap tingkatan ini bergantung dari usia dan tingkat kemahiran pembaca. Kompetensi dijelaskan oleh Palan (2007) sebagai definisi mengenai perilaku. Secara terperinci, definisi ini merujuk pada karakteristik yang mendasari perilaku yang menggambarkan motif, karakteristik pribadi (ciri khas), konsep diri, nilai-nilai atau keahlian. Selanjutnya, kompetensi sebagai kombinasi dari keterampilan (skill), pengetahuan (knowledge), dan perilaku (attitude) (Wyatt 1997 cit. Fuad dan Ahmad 2009). Dengan demikian, kompetensi merupakan bentuk nyata unjuk kerja siswa sebagai hasil dari keterampilan, pengetahuan dan perilaku dalam dirinya. Kompetensi membaca dapat dirumuskan sebagai kemampuan anak dalam membaca dan memahami pesan yang disampaikan oleh penulis melalui tujuh tahapan yaitu pengenalan, peleburan, intra-integrasi, ekstra-integrasi, penyimpanan, pengingatan, dan pengkomunikasian dengan maksud mencapai enam tingkatan keterampilan yaitu (1) memahami informasi, (2) memilih mana yang relevan dengan tujuan dan dapat menilai koherensi teks, (3) mengapresiasi perbedaan kenyataan, ide dan gagasan, (4) memahami makna implisit teks yang dibaca, (5) mengevaluasi commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 10
informasi dan mendeteksi jika ada informasi yang bias, dan (6) mengapresiasi penggunaan bahasa penulis. Adapun yang diukur dalam membaca pemahaman cerita mencakup enam tingkatan yaitu literal, reorganisasi, simpulan, prediksi, evaluasi dan respon individu (Harsiati 2003). Kemampuan literal merupakan kemampuan memahami isi teks berdasarkan aspek kebahasaan yang tersurat. Kemampuan reorganisasi adalah pencarian/penataan kembali ide pokok dan ide penjelas dalam paragraf maupun ideide pokok paragraph yang mendukung tema bacaan. Simpulan yaitu kemampuan memahami isi teks baik yang tersirat maupun tersurat kemudian menyimpulkannya. Prediksi merupakan kemampuan menduga-duga cerita lanjutan berdasarkan simpulan isi sebelumnya. Evaluasi adalah kemampuan menilai keakuratan , kemanfaatan, dan kejelasan isi teks. Terakhir, respon individu merupakan bentuk respon pembaca setelah membaca teks. Berdasarkan standar kompetensi dan kompetensi dasar membaca cerita anak kelas V, tingkatan yang dicapai hanyalah sampai ke tingkatan keempat. Hal ini disebabkan dengan tingkat kematangan anak yang belum mencapai tingkatan kelima dan keenam. b. Cerita Anak Cerita anak adalah cerita yang ditujukan untuk anak-anak, dan bukan cerita tentang anak (Hardjana 2006). Jadi, yang membaca cerita tersebut adalah anak-anak, walaupun yang bukan anak-anak pun boleh membacanya. Hal terpenting yang perlu diperhatikan adalah sasaran pembaca ceritanya. Hardjana (2006) menambahkan bahwa tokoh dalam cerita anak tidaklah harus terdiri dari anak, melainkan apa saja atau siapa saja yang dapat dijadikan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 11
tokoh/pelaku dalam sebuah cerita tersebut. Orang tua, kakek-nenek, binatang, bahkan peri atau makhluk halus pun boleh menjadi tokoh dalam cerita anak asalkan isinya memberikan amanat yang positif bagi anak. Cerita anak merupakan bagian dari cerita fiksi. Cerita anak yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah cerita fiksi anak kelompok fiksi realistik (Nurgiyantoro 2005). Kenney (1966), mengemukakan bahwa cerita fiksi adalah kisah yang menceritakan kejadian yang terpancang oleh waktu tertentu, peristiwa terjadi setelah peristiwa lain. Cerita ini sambung-sinambung membentuk alur cerita yang mudah dicerna oleh anak. Hardjana (2006) menyimpulkan juga bahwa cerita fiksi adalah cerita yang dibentuk, yang dibuat, yang diadakan, atau cerita yang diciptakan berdasarkan rekaan semata. Penamaan cerita fiksi atau prosa fiksi berdasarkan alasan karena adanya prosa yang bukan fiksi atau prosa non fiksi. Dulu cerita yang sekarang dinamakan prosa fiksi itu berupa dongeng-dongeng yang termasuk klasifikasi cerita rakyat (folk literature) yang merupakan bagian dari kebudayaan rakyat (folklore) (Waluyo 2006). Fiksi realistik dapat dipahami sebagai cerita yang berkisah tentang isu-isu pengalaman kehidupan anak secara nyata, berkisah tentang realitas kehidupan (Mitchell 2003). Cerita dalam fiksi realistik ini menampilkan tokoh seorang atau berberapa anak sebagai tokoh utama yang mengalami permasalahan sebagaimana yang mereka hadapi dalam kehidupan sehari-hari. Di dalam cerita tersebut biasanya ditampilkan cerita bagaimana anak menyelesaikan problem yang mereka hadapi commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 12
sesuai dengan kemampuan mereka. Dengan demikian, cerita fiksi realistik memberi relevansi yang besar dalam kehidupan mereka. Dalam cerita fiksi, pengarang mengolah imajinasinya dengan dunia kenyataan yang dihadapi. Teks fiksi selalu bercerita tentang tokoh atau subjek yang disusun dalam bentuk prosa. Nurgiyantoro (2005) mengemukakan bahwa anak adalah subjek yang menjadi fokus perhatian, dan itu harus tercermin secara konkret dalam cerita fiksi anak. Dengan demikian, anak menjadi tokoh sentral dan selalu diceritakan dari awal sampai akhir cerita. Hal ini bukan berarti semua tokoh dalam cerita adalah anak. Orang tua, kakak, guru, tetangga, dan orang-orang yang berinteraksi dengan tokoh anak merupakan gambaran kisah nyata kehidupan seharihari. Penciptaan cerita fiksi realistik melibatkan unsur dari dalam diri pengarang maupun faktor luar (Stanton 1964). Dengan demikian, cerita anak tercipta berdasarkan pengalaman penulis, baik pengalaman langsung dalam dirinya, pengalaman orang lain melalui pengamatan ataupun melalui buku yang dibaca. Faktor luar yang berpengaruh adalah lingkungan tempat tinggal penulis, latar belakang penulis dengan pertimbangan penting yaitu untuk siapa buku tersebut ditulis. Dari uraian pendapat di atas, dapat disimpulakan bahwa cerita anak yang dimaksud dalam penelitian ini adalah cerita fiksi realistik yang berkisah tentang dunia anak-anak dengan tokoh utama anak yang memiliki nilai pendidikan terpuji bagi
anak.
Penciptaan
cerita anak
dipengaruhi
commit to user
oleh
pengarang melalui
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 13
pengalamannya dan
juga dipengaruhi oleh lingkungan. Pada cerita anak juga
berkisah mengenai hal-hal yang imajinatif. Cerita tersusun atas struktur cerita atau unsur pembangun cerita. Unsur-unsur pembangun cerita fiksi meliputi: tema cerita, plot atau kerangka cerita, penokohan dan perwatakan, setting atau tempat kejadian cerita atau juga disebut latar, sudut pandangan pengarang atau point of view, latar belakang, dialog atau percakapan, gaya bahasa/gaya bercerita, waktu penceritaan dan amanat (Waluyo 2006). Pendekatan dalam pangkajian karya sastra pasti melewati tahap ini. Penganalisisan satu persatu hal yang menyangkut karya sastra untuk mengungkap secara menyeluruh isi karya sastra. Sebuah karya sastra yang dianalisis perbagian seperti penjelasan di atas disebut sebagai strukturalisme karya sastra. Winarni (2009) memaparkan bahwa analisis struktural bertujuan untuk membongkar dan memaparkan secermat, seteliti, semendetail, dan mendalam mungkin keterkaitan dan keterjalinan semua unsur dan aspek karya sastra yang bersama-sama menghasilkan makna keseluruhan. Jadi, unsur-unsur dalam karya sastra dianalisis dahulu secara detail, kemudian dicari keterjalinan maknanya secara keseluruhan. Strukturalisme mengandung tiga hal pokok (Piaget 1971 cit. Endraswara, 2003). Pertama, gagasan keseluruhan (wholeness), dalam arti bahwa bagian-bagian atau unsurnya menyesuaikan diri dengan seperangkat kaidah intrinsik yang menentukan baik keseluruhan struktur maupun bagian-bagiannya. Kedua, gagasan transformasi (transformation), struktur itu menyanggupi prosedur transformasi yang terus menerus memungkinkan pembentukan bahan-bahan baru. Ketiga, gagasan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 14
keteraturan yang mandiri (self regulation) yaitu tidak memerlukan hal-hal diluar dirinya untuk mempertahankan prosedur transformasinya, struktur itu otonom terhadap rujukan sistem lain. Kemampuan mengidentifikasi cerita yaitu kemampuan siswa dalam menganalisis sebuah karya sastra meliputi : tema cerita, plot atau kerangka cerita, penokohan dan perwatakan, setting atau tempat kejadian cerita atau juga disebut latar, sudut pandangan pengarang atau point of view, latar belakang, dialog atau percakapan, gaya bahasa/gaya bercerita, waktu penceritaan dan amanat. Pemaparan tiap unsur ini harus detail dan teliti agar didapatkan konsep cerita secara utuh. Melalui identifikasi cerita, diharapkan pada tingkat pembelajaran selanjutnya, siswa dapat mengapresiasi cerita. Berdasarkan pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa kompetensi membaca cerita dalam penelitian ini adalah bentuk nyata unjuk kerja sebagai hasil dari keterampilan, pengetahuan, dan perilaku dalam memahami pesan yang disampaikan penulis melaui tujuh tahapan yaitu pengenalan, peleburan, intraintegrasi, ekstra-integrasi, penyimpaan, pengingatan, dan pengkomunikasian dengan empat tingkatan yaitu literal, reorganisasi, simpulan, dan prediksi cerita fiksi realistik yang berkisah tentang dunia anak-anak dengan tokoh utama anak yang memiliki nilai pendidikan terpuji bagi anak.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 15
2. Metode Pembelajaran yang Diterapkan a. Shared Book Reading (SBR) SBR adalah membaca interaktif yang terjadi ketika siswa bersama-sama membaca atau berbagi dalam pembacaan buku besar dengan bimbingan dari guru (Holdaway 2001). Buku atau teks harus bisa dibaca oleh semua siswa sehingga ukuran buku dan posisi duduk siswa sangat diperhatikan. Holdaway menambahkan bahwa kegiatan membaca yang menguntungkan para siswa adalah membaca dengan cara yang alamiah dan bahan otentik, bukan penggalan atau sinopsis cerita. Empat fokus utama dalam SBR adalah pemahaman, kosakata, struktur teks dan tekstur teks (Taylor cit. Fisher et al. 2008). Konstruksi pemahaman sangat dibantu oleh gambar yang dominan dibandingkan teks pada tiap halaman. Prediksi cerita lanjutan memunculkan kosakata yang berbeda dari masing-masing siswa yang dapat menambah perbendaharaan kosakata teman yang lain. Struktur teks yaitu dialog dalam cerita yang sambung-sinambung membentuk alur. Tekstur teks meliputi gambar yang dapat dianalisis dan diprediksi mengenai cerita yang dimaksud serta cerita lanjutannya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 16
Gambar 1. Penggunaan Buku dalam Membaca Metode SBR (Ministry of Education Northern Ireland, 2010)
Metode ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan berbahasa dan keterampilan membaca juga untuk memperkenalkan sikap membaca yang baik pada usia dasar agar nantinya memiliki kemapanan dalam berbahasa, pembelajar sebagai pusat dan dikembangkan dengan pendekatan pedagogik menggunakan bacaan anak yang sesungguhnya (Ministry of Education Singapore 2011). Pembiasaan membaca dapat melatih anak-anak untuk melakukannya sebagai suatu kebiasaan dan bukan suatu tuntutan dari orang dewasa kepada mereka. Tujuan jangka panjang SBR yaitu siswa menjadi pembaca yang mandiri (Swartz et al. 2000). Modeling is the primary way through which teachers can demonstrate for their students how readers can interact with texts (Taylor cit. Fisher et al. 2008). Model adalah cara mendasar guru dapat menunjukkan kepada siswa bagaimana pembaca berinteraksi dengan teks. Melalui SBR inilah guru dapat membimbing bagaimana membaca judul, membaca percakapan, teks bertanya, teks perintah secara kontekstual sesuai jalannya cerita commit dengan to atraktif. user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 17
Di dalam SBR tertanam nilai moral kepada anak. Tahap berpikir anak-anak usia SD adalah pada tahap operasional konkret (7-11 tahun) menuju pada operasional formal (11-15 tahun). Pada tahap ini, penanaman nilai moral sangat efektif karena perkembangan afektif utama tahap operasional konkret adalah konservasi perasaan (Djaali 2008). Manfaat yang dapat diperoleh dari SBR (Swartz et al. 2000) ialah (1) develop an understanding of phonology and word analysis, mengembangkan pemahaman fonologi
dan
analisis
kata;
(2)
demonstrate
the
process
of
reading,
mendemonstrasikan proses membaca; (3) use with individuals, small groups, or whole class; berguna bagi individu, kelompok kecil maupun kelas secara keseluruhan; (4) model comprehension strategies, strategi model pemahaman dalam membaca. Siswa belajar melalui berbagi membaca dan berbagi pengalaman. Berbagi membaca dan pengalaman mendorong siswa untuk berpikir, berbicara dan menulis semua yang mereka pelajari. Pembelajaran secara eksplisit yaitu pemahaman tentang fonem, lafal, tata bahasa, dan keterampilan bahasa lain juga termasuk pada aktivitas untuk meningkatkan aktivitas siswa. Adapun tahapan persiapan sampai pelaksanaan SBR sebagai berikut. 1) Langkah-langkah sebelum Pelaksanaan SBR a) Identifikasi tujuan instruksional lebih dahulu untuk menentuan jenis buku yang akan dibaca. b) Mengatur tempat duduk siswa sehingga semua siswa dapat melihat teks. Siswa duduk dilantai dengan pola setengah lingkaran dan guru duduk di kursi yang tidak terlalu tinggi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 18
c) Persiapkan alat penjepit buku dan spidol. 2) Proses Pembelajaran dengan SBR Guru yang menerapkan SBR di kelas membutuhkan pelatihan terlebih dahulu. Desain pembelajaran ini tampak pada gambar berikut.
Gambar 2. Proses Pembelajaran dengan Metode SBR (MoE Singapore 2011)
a) Buku cerita bergambar dalam ukuran besar (big books) dipersiapkan oleh guru. Sharing dimulai dari cover depan yaitu mengenai judul, bagaimana penulisan judul, penulis cerita, penerbit, analisis gambar pada cover, dan prediksi cerita dari informasi dalam cover buku. Mengidentifikasi gambar dan narasi dalam lembar pertama berisi cerita perkenalan (introduction), kemudian memprediksi cerita selanjutnya. Demikian seterusnya. Siswa dapat membaca keras maupun pelan berdasarkan intonasi cerita. Guru secara aktif memancing prediksi lanjutan cerita dari siswa. b) Berbagi pengalaman dalam menulis. Siswa terlibat dalam menulis secara bersama-sama maupun mandiri. c) Aktivitas berbahasa siswa. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 19
3) Langkah-langkah Pelaksanaan Metode Pembelajaran SBR a) Guru memperkenalkan shared reading. Perkenalan ini meliputi percakapan tentang isi cerita, kosa kata, dan konsep lain atau keterampilan lain yang mendukung suksesnya metode SBR. b) Guru dan siswa membaca bersama-sama mulai dari cover buku. Identifikasi penulis buku, judul, tahun terbit, penerbit, dan kota terbit. c) Identifikasi gambar cover dan judul pada buku sehingga anak dapat memprediksi kira-kira bagaimana isi cerita dalam buku tersebut. d) Pembacaan cerita secara bersama-sama. Guru memberikan penekanan kata-kata penting yang dibaca. e) Prediksi cerita selanjutnya dari satu halaman ke halaman berikutnya. f) Setelah selesai, guru mengingatkan kembali cerita yang baru saja dibaca melalui pemberian pertanyaan yang dijawab siswa.
Gambar 3. Suasana di Kelas SBR (Ministry of Education Northern Ireland, 2010) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 20
b. Think Aloud Reading (TAR) Oster (2001) menjelaskan bahwa TAR adalah suatu metode pembelajaran, siswa memverbalisasikan pikiran ketika siswa membaca. Dengan demikian, siswa dapat terarahkan menuju suatu strategi sehingga mereka dapat memahami bacaan. Dengan metode ini, pembaca dapat memprediksi dan memvisualisasikan bacaan. Teachers verbalise what is going on in their mind as they read and how they attempt to solve problems in their reading (Department of Education and Training Australia 1999). Jadi, dari awal pembelajaran, guru akan memberitahukan kepada siswa apa yang akan mereka lakukan dan bagaimana siswa berusaha menyelesaikan persoalan dalam kegiatan membacanya. Lebih lanjut ia menyatakan bahwa tujuan metode pembelajaran TAR adalah untuk verbalisasi proses berpikir dalam memahami bacaan. Prediksi dapat diketahui ketika siswa mengekspresikan komentar-komentar mereka. Apa kira-kira cerita lanjutan atau fakta apa yang kemungkinan akan terjadi selajutnya. Baumann seperti yang dikutip Oster (2001) menambahkan bahwa didalam metode TAR tercakup juga verivikasi, pengungkapan kembali, dan membaca untuk klarifikasi makna. Oster dalam penelitiannya tentang metode TAR menemukan bahwa metode TAR dapat meluruskan penangkapan informasi yang keliru dari siswa dan membantu siswa yang kesulitan menginterpretasikan makna. Hal yang tercakup dalam metode pembelajaran TAR adalah menjawab pertanyaan dalam gambar berikut. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 21
Gambar 4. Cakupan dalam TAR (Oster 2011)
Interaksi antara siswa dan guru menjadi bagian penting dalam metode TAR. Metode ini dapat membuat siswa lebih interaktif ketika membaca. Oster (2001) mengatakan bahwa metode TAR dapat menjadikan siswa nyaman melakukan kegiatan membaca. Peer sharing dan diskusi kelas menjadikan suasana kelas lebih hidup. Di samping itu, siswa tidak merasa takut untuk berbicara dan berpartisipasi di dalam kelas TAR. 1) Langkah-langkah Sebelum Pelaksanaan TAR a) Pilih bacaan yang akan dibaca nyaring oleh siswa yang mengandung kosakata yang kurang familiar dan signifikan pada materi. b) Proses berpikir (1) Making predictions. Membuat prediksi. Dari judul buku, saya kira bahwa setelah ini nelayan akan…. commit to user (2) Decoding. Bagaimana mengatakan “kata” dengan benar.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 22
Bagaimana mengucapkan kata ini? (3) Describing. Pengembangan imajinasi melalui mendeskripsian istilah tertentu yang belum diketahui siswa. (4) Making analogies. Menghubungkan pengetahuan awal untuk mendapatkan informasi selanjutnya. (5) Verbalizing. Pengucapan. (6) Monitoring understanding. Dapat mengkoreksi pemahaman cerita. 2) Langkah-langkah Pelaksanaan Metode Pembelajaran TAR a) Baca cerita dengan nyaring, kemudian berhenti pada kalimat tertentu (sesuai ketentuan guru). Proses berpikir seperti pada bagian b di atas harus diutarakan kepada siswa agar mereka mengetahui apa yang harus mereka lakukan nanti. b) Siswa melanjutkan membaca cerita sementara guru membuat contoh untuk konsep yang sama kemudian ulangi lagi langkah pertama. c) Mengundang siswa untuk berpartisipasi dalam poin –poin penting dalam teks. d) Setelah proses ini, siswa dapat bertukar pikiran secara berpasangan untuk mengutarakan isi bacaan di depan kelas.
Kedua metode pembelajaran tersebut memiliki karakteristik yang hampir sama. Metode SBR menekankan pada kegiatan sharing sehingga terjadi diskusi antarsiswa, sedangkan metode TAR menekankan pada berpikir secara individu. Adapun rincian persamaan dan perbedaan tersebut dapat dilihat pada tabel 1 halaman 23 berikut. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 23
Tabel 1. Persamaan dan Perbedaan SBR dan TAR No. 1. 2. 3. 4.
5.
6.
7.
8.
Aspek Pusat pembelajaran Peran guru Cara pembacaan Learning center
SBR Siswa
Sebagai fasilitator Dibaca nyaring (read aloud) Diperlukan learning center sebagai tempat pembelajaran. Media Buku berukuran pembelajaran besar yang didominasi oleh gambar. Gambar merupakan faktor utama. Jumlah Satu buah buku/teks yang diperlukan Inti kegiatan Sharing buku dengan teman dan guru
Ringkasan kegiatan
TAR Siswa
Sama /Berbeda Sama
Sebagai fasilitator Dibaca nyaring (read aloud) Diperlukan learning center sebagai tempat pembelajaran. Dapat berupa buku, maupun teks saja. Gambar bukan merupakan faktor utama.
Sama Sama
Diperlukan sebanyak jumlah siswa
Berbeda
Membaca teks secara individu. Berusaha keras menemukan makna sendiri. Masing-masing siswa membaca teks cerita secara nyaring dan bersama-sama. Dengan panduan guru, siswa berhenti pada bagian tertentu. Kemudian siswa menjawab pertanyaan guru mengenai isi cerita tersebut, makna kosakata baru, dsb.
Berbeda
Siswa membaca buku besar dengan teks yang ditutup lebih dahulu. Siswa menduga-duga kirakira apa maksud gambar tersebut. Mereka sharing dengan teman untuk menjawabnya. Setelah ada siswa yang menjawab benar, barulah teks dibuka. Kemudian, siswa memprediksi cerita pada halaman berikutnya. commit to user
Sama
Berbeda
Berbeda
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 24
3. Hakikat Motivasi Belajar a. Pengertian Motivasi Motivasi berasal dari kata move yang artinya bergerak. Salah satu unsur motivasi adalah motif (=motive, alasan, atau sesuatu untuk memotivasi) (Irianto 2005). Motivasi sebagai suatu keadaan dalam diri seseorang (innerstate) yang mendorong, mengaktifkan, atau menggerakkan, dan yang mengarahkan atau menyalurkan perilaku ke arah tujuan (Knoontz 2001 cit. Pujadi 2007). Senada dengan pendapat tersebut, Harefa (2003) menyatakan bahwa motivasi adalah penggerak manusia, yang memicu, mengarahkan dan mengorganisasi perilakunya. Motivasi dalam diri berangkat dari kebutuhan. Maslow membuat hierarki kebutuhan manusia berjenjang lima tingkatan. (1) kebutuhan fisik dan biologis, (2) kebutuhan akan keselamatan dan keamanan, (3) kebutuhan sosial, (4) kebutuhan akan penghargaan, dan (5) kebutuhan akan aktualisasi diri. Motivasi dapat disimpulkan sebagai keadaan dalam diri manusia yang menggerakkan suatu perilaku berdasarkan tujuan-tujuan yang ingin dicapai. Dasar pencapaian tujuan tersebut adalah adanya keinginan untuk memenuhi kebutuhannya yang berbeda antara satu orang dan orang yang lain. Motivasi dapat datang dari dalam diri manusia yang disebut dengan motivasi internal dan dapat dari luar (lingkungan) yang disebut dengan motivasi eksternal. b. Faktor-faktor yang Memengaruhi Motivasi Belajar Menurut Brophy (2004), terdapat lima faktor yang memengaruhi motivasi belajar siswa, yaitu (1) harapan guru, (2) instruksi langsung, (3) umpan balik yang tepat, (4), penguatan dan hadiah, dan (5) hukuman. Harapan guru mendorong siswa commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 25
untuk mencapai target yang diharapkan oleh guru. Instruksi langsung menjadikan siswa tergerak untuk melakukan seperti apa yang diinstruksikan. Umpan balik yang tepat dari guru menjadikan siswa memantapkan apa yang mereka lakukan benar dan memperbaiki apa yang mereka lakukan salah/keliru. Penguatan dan hadiah menjadikan
siswa
lebih
tergerak
lagi
karena
adanya
dorongan
untuk
mendapatkannya. Adanya hukuman menjadikan siswa berusaha menghindarinya. c. Motivasi Belajar Berdasarkan simpulan definisi motivasi di atas, maka motivasi belajar dapat disimpulkan sebagai penggerak manusia untuk mencapai tujuan melalui kegiatan belajar. Motivasi belajar tidak akan tumbuh dan terbentuk jika orang tidak memiliki keinginan, cita-cita, atau menyadari manfaat belajar bagi dirinya; karenanya dibutuhkan kondisi-kondisi tertentu agar orang menginginkan semangat untuk belajar dapat termotivasi (Manis 2010). Brophy (2004) menjelaskan tentang motivasi siswa dalam konteks di kelas yaitu the degree to which students invest attention and effort in various pursuits. Motivasi siswa adalah derajat sejauh mana siswa memberikan perhatian dan usaha dalam pencarian sesuatu. Motivasi tiap siswa berbeda-beda tergantung dari kebutuhannya. Jika siswa belajar karena bertujuan memenuhi kebutuhan penghargaan saja, maka pujian dan sanjungan dari guru dan teman sudah dapat memenuhi kebutuhan siswa tersebut. Namun, jika kebutuhan siswa adalah aktualisasi diri, maka ia akan berusaha sekeras mungkin untuk belajar dalam rangka menambah ilmu pengetahuan mereka. Dalam tujuan kedua ini belajar akan lebih menyenangkan karena adanya keinginan dan semangat yang kuat dalam dirinya. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 26
Broophy (2004) menjelaskan bahwa siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi berciri: (1) menyukai situasi atau tugas yang menuntut tanggung jawab pribadi atas hasil-hasilnya dan bukan atas dasar untung-untungan, nasib, atau kebetulan; (2) memilih tujuan dan realitas tetapi menantang dari tujuan yang terlalu mudah dicapai atau terlalu besar resikonya; (3) mencari situasi atau pekerjaan di mana ia memperoleh umpan balik dengan segera dan nyata untuk menentukan baik atau tidaknya hasil pekerjaannya; (4) senang bekerja sendiri dan bersaing untuk mengungguli orang lain; (5) mampu menangguhkan pemuasan keinginannya demi masa depan yang lebih baik; dan (6) tidak tergugah untuk sekadar mendapatkan keuntungan, ia akan mencari apabila hal-hal tersebut merupakan lambang prestasi, suatu ukuran keberhasilan. Pendapat Broophy tersebut selanjutnya sebagai dimensi yang diukur dalam motivasi belajar siswa.
B. Penelitian yang Relevan Penelitian Rahmawati (2010) yang berjudul Pengaruh Strategi Know What To Learn (KWL) dan Direct Reading Activity (DRA) terhadap Kemampuan Membaca Intensif Ditinjau dari Kebiasaan Membaca (Eksperimen pada Siswa Kelas XI SMA Negeri Wilayah Sragen Barat). Hasil penelitian membuktikan bahwa siswa yang belajar dengan strategi KWL memiliki kemampuan membaca intensif lebih baik dibandingkan dengan siswa yang belajar dengan strategi DRA. Kebiasaan membaca juga memiliki pengaruh besar, yaitu siswa yang memiliki kebiasaan mambaca baik menunjukkan kemampuan membaca intensif yang lebih baik dibandingkan siswa yang kurang terbiasa membaca. Hal ini relevan dalam variabel commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 27
hal yang akan diteliti yaitu membaca. Namun, penelitian ini akan menerapkan strategi inovatif yang belum pernah diteliti dalam pembelajaran bahasa Indonesia. Penelitian Justice et al. (2002) berjudul Using Storybook Reading to Promote Emergent Literacy. Hasil penelitian membuktikan bahwa guru, professional lain, dan orang tua dapat menerapkan teknik shared reading sebagai kreasi positif interaksi sosial dalam buku cerita. Kemudian, pengalaman shared reading dapat membantu mengembangkan motivasi dan pengetahuan yang tinggi dari pembaca. Dengan demikian, penelitian ini dapat dijadikan bukti bahwa shared reading memberikan kontribusi yang besar dalam pengalaman membaca siswa sehingga penelitian secara eksperimental penerapan pada pembelajaran bahasa Indonesia layak untuk diteliti. Penelitian Trivette et al. (2007) berjudul Relative Effectiveness of Dialogic, Interactive, and Shared Reading Interventions. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian perlakuan dengan shared reading menunjukkan hasil yang positif. Dua hal yang terbukti efektivitasnya yaitu membaca dialog dan shared book reading yang interaktif. Penelitian ini juga membuktikan efektivitas shared book approach dalam membaca. Shared Reading: Modeling Comprehension, Vocabulary, Text Structures, and Text Features for Older Reader yang diteliti oleh Fisher et al. (2008). Hasil penelitian membuktikan bahwa dengan menerapkan shared reading, guru mefokuskan pada empat kategori yaitu pemahaman, kosa kata, struktuk teks dan fitur teks. Dengan demikian, esensi membaca didapatkan melalui shared reading. Penelitian ini membuktikan lagi bahwa shared reading terbukti memberikan makna untuk siswa. Hal ini semakin menguatkan bahwa shared reading harus diteliti dalam commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 28
pembelajaran bahasa Indonesia dan jika hasilnya bagus layak untuk diterapkan oleh guru bahasa Indonesia. Learning-Centered Community College and English as a Second Language Programme oleh Bista (2010). Penelitian ini relevan dalam hal perlunya learning center bagi siswa untuk mendukung pembelajaran bahasa kedua. Learning center terbukti mengubah gaya belajar dari pembelajaran yang berpusat kepada guru menjadi berpusat kepada siswa. Siswa lebih aktif dalam pembelajaran karena berbagai hal yang mendukung pembelajaran tersedia di kelas sebagai learning center. Desain learning center di kelas juga akan diterapkan di kelas SBR. Oleh karena itu, penelitian ini akan membuktikan peran learning center dalam pembelajaran membaca bagi siswa Sekolah Dasar kelas V. Penelitian Pantaleo (2005) berjudul Reading Young Children’s Visual Texts. Hasil penelitian membuktikan bahwa anak di jenjang Elementary dan Primary sangat membutuhkan bahan bacaan dengan gambar dan teks visual. Hal tersebut membatu mereka dalam berimajinasi dan menagkap maksud teks. Penelitian ini relevan dengan penelitian yang akan dilaksanakan yaitu pentingnya gambar visual dan teks untuk membaca cerita. Dunia anak yang penuh imajinasi membuat mereka memiliki pendapat yang berbeda mengenai maksud gambar dan teks tersebut. Namun, dengan penerapan shared reading pemahaman siswa mengenai maksud teks akan diperoleh melalui bimbingan guru.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 29
C. Kerangka Berpikir a. Perbedaan Kompetensi Membaca Cerita antara Siswa yang Belajar dengan Metode Pembelajaran SBR dan yang Belajar dengan TAR Pembelajaran membaca dengan metode pembelajaran SBR pada siswa mengondisikan siswa sebagai pusat pembelajar utama. Keterlibatan siswa secara penuh dalam usaha memahami teks dan tekstur bacaan dipandu oleh guru dalam perannya sebagai fasilitator. Proses membaca dengan nada yang benar, fonologi, memprediksi cerita selanjutnya, menganalisis gambar, serta pemahaman alur cerita dilakukan dengan peran serta siswa secara totalitas. Proses membaca dalam TAR tidak mendetail seperti dalam metode SBR. Dengan demikian, diduga kompetensi membaca yang belajar dengan SBR lebih tinggi daripada yang belajar dengan metode TAR. b. Perbedaan Kompetensi Membaca Cerita antara Siswa yang Memiliki Motivasi Belajar Tinggi dan yang Memiliki Motivasi Belajar Rendah Motivasi belajar yang tinggi mendorong siswa tertarik untuk mengikuti pembelajaran membaca. Dorongan dari dalam diri siswa ini menjadi motor penggerak usaha siswa memahami cerita yang dibaca. Siswa akan menikmati seluruh aktivitas pembelajaran membaca sebagai kegiatan menyenangkan, bukan tugas tuntutan guru. Dorongan rendah menyebabkan siswa kurang antusias dalam mengikuti pembelajaran. Kegiatan membaca dirasa berat dan membosankan. Motivasi yang rendah ini mempengaruhi aktivitas membaca yang pada akhirnya memengaruhi kompetensi membacanya. Oleh karena itu, diduga siswa yang memiliki motivasi commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 30
belajar rendah akan memiliki kompetensi membaca yang rendah pula, sedangkan siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi, kompetensi membacanya tinggi pula. c. Pengaruh Interaksi antara Metode Pembelajaran dan Motivasi Belajar terhadap Kompetensi Membaca Cerita Metode pembelajaran dan motivasi belajar merupakan dua faktor yang diduga memengaruhi kompetensi membaca siswa. Penerapan metode yang sama dalam kondisi dan situasi yang berbeda akan memberikan hasil yang berbeda. Sebagai contoh, perbedaan motivasi belajar yang ada pada diri siswa. Dengan demikian, untuk mendapatkan kompetensi membaca yang maksimal, faktor motivasi siswa perlu diperhatikan dan dirangsang. Pada kelompok eksperimen yang diberi perlakuan berupa penerapan SBR, maka akan ada dua kelompok siswa di dalam kelas. Siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi, akan memiliki kompetensi membaca tinggi. Demikian sebaliknya, siswa yag memiliki motivasi belajar rendah dan diberi perlakuan SBR, tentu akan memiliki kompetensi membaca cerita rendah pula. Selanjutnya pada kelas kontrol, yaitu yang diberi perlakuan dengan metode pembelajaran TAR dan memiliki motivasi belajar tinggi, kompetensi membacanya akan tinggi pula. Namun, masih kalah lebih tinggi dengan kelompok ekperimen. Di kelompok lain, siswa yang memiliki motivasi belajar rendah maka akan memiliki kompetensi membaca rendah pula. Hasilnya, nilai siswa pada kelompok terakhir ini lebih rendah dari siswa yang memiliki motivasi belajar rendah pada kelompok eksperimen. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 31
Berdasarkan uraian di atas, diduga terdapat
pengaruh interaksi antara
metode pembelajaran membaca dan motivasi belajar terhadap kompetensi membaca cerita. Untuk mempermudah pemahaman alur berpikir ini, perhatikan bagan berikut. Siswa Motivasi Belajar
Metode Pembelajaran
SBR
TAR
Tinggi
Rendah
Kompetensi Membaca Cerita
D. Hipotesis Penelitian
Gambar 5. Bagan Kerangka Berpikir
D. Hipotesis Penelitian Berlandaskan dekripsi teori dan kerangka berpikir yang telah dijabarkan di atas, dapat diajukan hipotesis, sebagai berikut: 1. Terdapat perbedaan kompetensi membaca cerita siswa yang belajar dengan metode pembelajaran SBR dengan siswa yang belajar dengan metode pembelajaran TAR. 2. Terdapat perbedaan kompetensi membaca cerita siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi dan yang memiliki motivasi belajar rendah. 3. Terdapat interaksi antara metode pembelajaran dan motivasi belajar dalam memengaruhi kompetensi membaca cerita.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 32
BAB III METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitan Penelitian ini dilaksanakan di dua SD di Kabupaten Karanganyar yang terpilih sebagai sampel penelitian. Penelitian dilaksanakan selama 8 bulan, yaitu mulai bulan Desember 2011 sampai dengan Juli 2012. Adapun rincian waktu dan jenis kegiatan dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 2. Jadwal Penelitian No.
Jenis Kegiatan
Des.
Jan. Feb. Mar.
1.
Mengajukan Usulan Proposal
x---
2.
Revisi Proposal
-xx-
3.
Seminar Proposal
---x
4.
Revisi Proposal II
x---
5.
Pengurusan Surat Izin
-x--
6.
Pelaksanaan
--xx
Apr. Mei
Juni
Juli
Pembuatan Instrumen 7.
Revisi Instrumen
xx--
8.
Uji Coba Instrumen
--xx
9.
Analisis Hasil Uji Coba
xx--
10.
Pelaksanaan Eksperimen dan
--xx
xx
Pengumpulan Data 11.
Analisis Data
xx--
12.
Penyusunan Laporan
--xx
13.
Sidang Tesis dan Revisi
xxxx xxxx
commit to user 32
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 33
B. Jenis dan Metode Penelitian Penelitian ini merupakan jenis penelitian kuasi eksperimen. Kuasi eksperimen atau eksperimen semu merupakan jenis penelitian yang dipergunakan dalam bidang non eksakta, dalam hal ini kompetensi membaca cerita siswa. Eksperimen ini bertujuan menguji metode pembelajaran Shared Book Reading dan Think Aloud Reading, serta pengaruh motivasi belajar dalam penerapannya untuk pembelajaran membaca cerita. Penelitian
ini
bertujuan
untuk
mendeskripsikan
pengaruh
metode
pembelajaran SBR dan TAR terhadap kemampuan membaca cerita secara keseluruhan maupun secara kelompok yang ditinjau dari motivasi belajarnya. Dalam penelitian ini, tingkat motivasi dibedakan atas kelompok siswa yang bermotivasi tinggi dan siswa yang bermotivasi rendah. Metode yang diterapkan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen dengan desain faktorial sederhana 2 x 2. Desain faktorial yang digunakan tampak pada gambar 6 berikut. Metode Pembelajaran A B B1 Motivasi Belajar
Tinggi B2 Rendah
A1
A2
(SBR)
(TAR)
A1B1
A2B1
A1B2
A2B2
Gambar 6. Rancangan Faktorial 2 X 2 Keterangan: Sel A1B1 : Kelompok yang belajar dengan MP SBR dan memiliki motivasi belajar tinggi Sel A1B2 : Kelompok yang belajar dengan MP SBR dan memiliki motivasi belajar rendah commit to user Sel A2B1: Kelompok yang belajar dengan MP TAR dan memiliki motivasi belajar tinggi Sel A2B2: Kelompok yang belajar dengan MP TAR dan memiliki motivasi belajar rendah
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 34
Sampel penelitian ini
ada
dua kelompok. Kelompok tersebut adalah
kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Kelompok eksperimen penelitian ini akan diberi perlakuan dengan metode SBR dan kelompok kontrol dalam penelitian ini adalah metode TAR. Setiap kelompok terdiri
atas dua subkelompok, yaitu
subkelompok siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi dan subkelompok siswa yang memiliki motivasi belajar rendah. Penerapan metode SBR pada penelitian ini disebut variabel bebas A1 dan metode TAR disebut variabel bebas A2. Variabel bebas sekundernya adalah dua kategori motivasi belajar yaitu siswa yang memiliki motivasi tinggi (B1) dan rendah (B2).
C. Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas 5 SD/MI Kabupaten Karanganyar tahun ajaran 2011/2012 yang terdiri dari 448 sekolah. Adapun sampel pada penelitian ini terdiri dari dua kelompok pada sekolah yang berbeda. Satu kelompok penelitian belajar dengan SBR, yaitu kelas V SDN 3 Matesih, Kabupaten Karanganyar. Satu kelompok belajar dengan meetode pembelajaran TAR yaitu kelas V SDN 1 Matesih, Kabupaten Karanganyar. Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik cluster random sampling. Sebelum dilakukan pengambilan sampel, peneliti mencari informasi ke Depdiknas Kabupaten Karanganyar mengenai sekolah yang memiliki tingkat kesetaraan sama. Setelah mendapat informasi tersebut, kemufian dilanjutkan pada langkah berikutnya. Langkah-langkah dalam teknik tersebut sebagai berikut. commit to user (1) Dari 448 sekolah tersebut diacak sekolah mana yang dijadikan sampel sehingga
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 35
didapat dua sekolah sampel. Pengacakan mendapatkan SD N 3 Matesih dan SD N 1 Matesih. Kemudian peneliti mencari informasi kembali tentang kedua sekolah tersebut ke Depdiknas. Didapatkan informasi bahwa kedua sekolah merupakan sekolah yang setara. Kesetaraan ini meliputi: (a) memiliki akreditasi yang sama, (b) merupakan sekolah yang sering maju dalam perlombaan tingkat kabupaten dan selalu bersaing, (c) memiliki nilai rata-rata UN Bahasa Indonesia yang hampir sama (SD N 3: 83,4 dan SD N 1: 83,6), (d) kedua sekolah merupakan sekolah yang terletak di kota kecamatan; (2) Dari sekolah yang didapat, diacak lagi satu sekolah yang diberi perlakuan SBR dan satu sekolah diberi perlakuan TAR . Dari teknik ini terpilih SD N 3 Matesih sebagai kelompok yang belajar dengan metode pembelajaran SBR dan SD N 1 Matesih sebagai kelompok yang belajar dengan TAR.
D. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Penelitian ini menerapkan jenis penelitian eksperimen yang melibatkan dua variabel bebas yaitu (1) penerapan metode membaca yang dibagi menjadi dua yaitu SBR dan TAR, serta (2) motivasi belajar yang dibedakan dalam dua kategori yaitu motivasi rendah dan tinggi. Selain dua variabel bebas tersebut, pada penelitian ini variabel terikatnya adalah kompetensi membaca cerita anak yang diukur sebelum dan setelah diberikan perlakuan. Secara operasional, kompetensi membaca cerita adalah nilai yang diperoleh siswa setelah mengerjakan tes membaca cerita. Adapun komponen-komponen yang terdapat dalam kompetensi membaca cerita yaitu (1) memahami informasi; (2) memilih hal yang relevan dengan tujuan dan dapat menilai teks; (3) mengapresiasi commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 36
perbedaan kenyataan, ide, dan gagasan; dan (4) memahami makna implisit teks yang dibaca. E. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah tes dan nontes. Teknik tes digunakan untuk mengumpulkan data kompetensi membaca cerita anak. Sementara itu, teknik nontes digunakan untuk mengumpulkan data motivasi belajar yaitu dengan memberikan angket yang harus ditanggapi responden. Kelompok siswa yang diberi perlakuan SBR diberi perlakuan selama 12 jam pelajaran. Materi diberikan berdasarkan langkah-langkah yang digunakan dalam pembelajaran membaca dengan SBR. Kelompok siswa yang belajar dengan metode pembelajara TAR diberi perlakuan selama 12 jam pelajaran. Materi diberikan berdasarkan pada langkah-langkah yang digunakan dalam pembelajaran membaca dengan metode TAR. Data yang diambil adalah data pada kegiatan membaca cerita yaitu data pada pretes dan postes. Teknik pengumpulan data melalui beberapa tahap rencana program pembelajaran penelitian. Langkah-langkah kerjanya berupa awal pertemuan untuk pembekalan materi secara umum, yaitu tentang cerita dan membaca cerita dengan kedua metode pada setiap kelasnya. Pada pertemuan berikutnya, siswa sudah mulai praktik membaca cerita, baik kelas kontrol (kelompok kelas yang diberi perlakuan dengan metode TAR maupun kelas eksperimen (kelompok kelas yang diberi dengan metode SBR). Pada saat perlakukan penelitian, peneliti bertindak sebagai pemantau pelaksanaan perlakukan baik pada kelas kontrol maupun kelas eksperimen.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 37
F. Teknik dan Instrumen untuk Mengumpulkan Data Seperti yang telah disampaikan pada subbab variabel penelitian di atas, penelitian ini menggunakan satu variabel terikat yaitu kompetensi membaca cerita. Adapun variabel yang dieksperimenkan atau variabel bebasnya adalah dua metode pembelajaran, yaitu metode SBR dan TAR. Dua variabel atribut, yaitu motivasi belajar tinggi dan rendah. Untuk itulah diperlukan dua instrumen untuk mengukur variabel yang digunakan dan sekaligus digunakan untuk pengambilan data penelitian. Dua instrumen yang dimaksud adalah instrumen untuk mengukur kompetensi membaca cerita dan instrumen untuk mengukur variabel atribut, yaitu motivasi belajar siswa. 1. Kompetensi Membaca Cerita Anak Kompetensi membaca cerita anak dapat diukur dengan menggunakan tes kognitif. Tes kogitif ini berupa alat ukur dalam bentuk soal pilihan ganda dengan empat alternatif jawaban yaitu a, b, c, dan d. Responden diminta memilih salah satu jawaban yang paling tepat dengan memberi tanda silang (X) pada salah satu pilihan. Dimensi yang diukur dalam kompetensi membaca cerita meliputi: (1) pemahaman literal, (2) reorganisasi, (3) simpulan, (4) prediksi, (5) evaluasi, dan (6) respon individu. Berlandaskan kompetensi dasar membaca pemahaman kelas V SD, maka dimensi yang diukur dalam penelitian ini adalah dimensi 1 s.d. 4 dengan instrumen berbentuk pilihan ganda. Adapun indikator kompetensi membaca cerita dapat dirumuskan sebagai berikut. (1) Siswa mampu memahami dan mengerti informasi eksplisit yang disajikan dalam teks; sepeti fakta, definisi, kosakata, tanggal dan waktu; (2) Siswa commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 38
mampu mengolah dan mengombinasikan informasi untuk memperoleh informasi tambahan; (3) Siswa mampu mengidentifikasi makna implisit di dalam teks serta mampu menarik simpulan tentang hal, konsep, masalah, atau pendapat di dalam teks; dan (4) Siswa mampu memprediksi apa yang akan terjadi pada isi cerita. Indikator tersebut dapat diturunkan ke dalam kisi-kisi penyusunan instrumen atau aspek-aspek yang dinilai dalam kegiatan membaca cerita. Untuk lebih mudahnya, berikut tabel kisi-kisi instrumen membaca cerita sebelum diujicobakan. Tabel 3. Kisi-kisi Instrumen Sebelum Diujicobakan Dimensi Pemahaman literal
Reorganisasi
Indikator
Nomor Soal
Jumlah
Memahami dan mengerti informasi
1, 3, 5, 6, 9, 14
eksplisit yang disajikan dalam teks;
14, 15, 26, 29,
seperti fakta, definisi, kosakata,
32, 33, 35, 39,
tanggal dan waktu.
40
Kemampuan mengolah dan
2, 4, 11, 12, 7
mengombinasikan informasi untuk
13, 17, 37
memperoleh informasi tambahan. Simpulan
Kemampuan mengindentifikasi
7, 8, 10, 16, 18
(Inference)
makna implisit di dalam teks serta
18, 19, 20, 24,
kemampuan menarik kesimpulan
28, 30, 31, 34,
tentang hal, konsep, masalah, atau
36, 38, 41, 42,
pendapat di dalam teks.
43
Kemampuan siswa memprediksi
21, 22, 23, 25, 6
apa yang akan terjadi pada isi
44, 45
Prediksi
cerita. Jumlah
45
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 39
Cara penskoran yaitu jumlah jawaban benar dibagi jumlah soal dikalikan 100, atau dirumuskan sebagai berikut. Ђ
Skor: x 100 Keterangan: x = jumlah jawaban benar y= jumlah soal (36 soal) Skor maksimun 100
Uji validitas yang digunakan untuk butir soal kompetensi membaca cerita dengan uji validitas iteman yaitu menggunakan korelasi point biserial dengan rumus sebagai berikut.
r pbi (i) =
r pbi (i)
= koefisien
܊
͟
܊
]Ƽ iƼ
(Arikunto 2003)
korelasi point biserial
= rerata skor subjek yang menjawab betul pada item yang dicari validitasnya. = rerata skor total. St
= standar deviasi skor total.
pi
= proporsi
qi
= proporsi siswa yang menjawab salah point ke-i
siswa yang menjawab benar point ke-i
Uji releabilitas yang digunakan untuk kompetensi membaca adalah dengan commit to user rumus KR-20 yaitu sebagai berikut.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 40
rii=
∑]ƼiƼ
(
͟²
rii
: reliabilitas
tes secara keseluruhan.
pi
: proporsi responden yang menjawab benar
qi
: proporsi
responden yang menjawab salah
∑piqi : jumlah hasil perkalian antara pi dan qi k
: banyaknya item
S2t
: varians
Kriteria : 0,00 < rii< 0,20 : reliabilitas sangat rendah. 0,20 < rii < 0,40 : reliabilitas rendah. 0,40 < rii < 0,60 : reliabilitas cukup. 0,60 < rii < 0,80 : reliabilitas tinggi. 0,80 < rii < 1,00 : reliabilitas sangat tinggi. (Arikunto 2003) 2. Motivasi Belajar Motivasi Belajar diketahui melalui hasil nontes. Instrumen yang digunakan untuk mengukur motivasi adalah angket dalam bentuk pilihan ganda dengan 5 alternatif jawaban, yaitu A, B, C, D, dan E yang terdiri dari 40 butir soal dan skor maksimal yang dapat dicapai adalah 200 dengan keterangan skor jawaban sebagai berikut. Jawaban
A
B
C
D
E
Pertanyaan positif
5
4
3
2
1
Pertanyaan negatif 1 2 3 4 5 commit to user Gambar 7. Penyekoran Motivasi Belajar
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 41
Uji validitas yang digunakan untuk butir soal motivasi belajar adalah dengan menggunakan korelasi product moment dengan rumus sebagai berikut. rXiXt =
∑܊Ƽ܊
(∑ЂƼ)(∑) ܊
{ ∑܊Ƽ – ∑܊Ƽ { ∑܊
܊
}
Uji releabilitas motivasi belajar adalah dengan rumus α Cronbach sebagai
rii =
berikut.
(1 −
∑]i ͟ ²
)
rii
: reliabilitas tes secara keseluruhan
pi
: proporsi subjek yang menjawab benar
qi
:
S pi qi
: jumlah hasil perkalian antara pi dan qi
k
: banyaknya item yang valid
St 2
: varians total
proporsi subjek yang menjawab dengan salah
Kriteria : 0,00 < rii< 0,20 : reliabilitas sangat rendah. 0,20 < rii < 0,40 : reliabilitas rendah. 0,40 < rii < 0,60 : reliabilitas cukup. 0,60 < rii < 0,80 : reliabilitas tinggi. 0,80 < rii < 1,00 : reliabilitas sangat tinggi. (Arikunto 2003)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 42
G. Uji Validitas dan Reliabilitas 1.
Instrumen Tes Membaca Cerita Anak Sebelum penelitian dilakukan, telah disediakan 45 soal untuk mengukur
kompetensi membaca. Setelah itu, dilakukan validasi dengan validasi konseptual, yaitu dengan sintesis teori dan konsultasi dengan konsultan ahli. Konsultan yang dimaksud adalah kedua pembimbing tesis dan kedua guru yaitu dari SD Negeri 1 Matesih, Catur Wahyu Widati, S.Pd serta Sri Sukenti, S.Pd. dari SD Negeri 3 Matesih. Guru tersebut adalah guru yang mengajar pada kelas kontrol dan eksperimen. Tahap selanjutnya adalah uji coba instrumen. Pengujicobaan ini dilakukan untuk mengetahui tingkat keajegan instrumen. Instrumen diujicobakan pada siswa kelas V SD Negeri 1 Gantiwarno, Kabupaten Karanganyar sejumlah 35 siswa. berdasarkan hasil uji coba diperoleh ada 9 soal yang tidak valid. Adapun soal yang tidak valid adalah soal nomor 1, 4, 7, 10, 16, 20, 31, 43, dan 45. Data tersebut dapat dilihat pada lampiran 1 c. 2. Instrumen Motivasi Belajar Siswa Instrumen motivasi belajar berupa angket tes pilihan ganda dengan lima alternatif jawaban. Validasi tes menggunakan korelasi product moment. Adapun pengujian reliabilitasnya menggunakan rumus α Cronbach. Pada awalnya disediakan 40 soal. Namun, setelah diujicobakan pada siswa kelas V SD Negeri 1 Gantiwarno, Karanganyar diperoleh tujuh soal yang tidak valid yaitu soal nomor 9, 10, 16, 26, 28, 34, dan 40 (dapat dilihat pada lampiran 2 c).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 43
H. Pelaksanaan Eksperimen Eksperimen ini dilakukan dalam kelas yang telah terpilih sebagai sampel pada materi membaca cerita anak. Pelaksanaan perlakuan selama 12 kali pertemuan dengan
materi bacaan yang sama antara kelompok siswa yang belajar dengan
metode pembelajaran SBR dan kelompok siswa yang belajar dengan metode TAR. 1. Pengarahan pada Petugas Lapangan Langkah pertama sebelum perlakuan adalah memberikan pengarahan pada petugas lapangan (guru bahasa Indonesia di kelas sampel). Dalam pengarahan tersebut disampaikan hal-hal yang harus dilakukan oleh pengajar pada kelas sampel, serta tugas-tugas yang harus dikerjakan oleh siswa pada saat pelaksanaan perlakuan. Tujuan pengarahan ini ialah agar perlakuan benar-benar sesuai dengan langkahlangkah dan prosedur yang telah ditentukan. 2. Materi Eksperimen a. Pelaksanaan Perlakuan pada Kelompok Siswa yang Belajar dengan Metode Pembelajaran SBR Pelaksanaan perlakuan diawali dengan cara guru memberikan umpan pertanyaan seputar membaca cerita anak, motivasi membaca, dan cerita anak yang pernah dibaca. Kemudian, guru menuliskan tujuan yang hendak dicapai setelah pembelajaran pada papan tulis. Big books dikeluarkan kemudian siswa mulai membaca. Pertama, membaca cover buku. Pembahasan meliputi penulisan judul, siapa penulis cerita, identifikasi gambar pada cover untuk memprediksi kira-kira apa isi cerita yang dibaca dan apakah ada gayung sambut antara judul dengan tokoh commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 44
nantinya. Setelah itu, mulai membaca per halaman buku sampai pada bagian akhir. Kegiatan terakhir adalah guru memberikan tes kepada siswa. b. Pelaksanaan
Perlakuan
pada Siswa yang Belajar dengan Metode
Pembelajara TAR Pelaksanaan pembelajaran diawali dengan cara siswa bertanya jawab dengan guru mengenai cerita anak. Setelah itu, guru menuliskan tujuan yang hendak dicapai pada pembelajan hari itu. Siswa membaca teks secara individu. Setelah kegiatan membaca selesai, guru memberikan tes dengan pertanyaan seputar cerita anak tersebut. I. Validitas Perlakuan Validitas perlakukan yang digunakan di dalam penelitian ini adalah; validitas internal dan validitas eksternal (Sumanto, 1995: 116). Kedua validitas ini digunakan untuk menjaga kesahihan penelitian. Validitas internal dilakukan dengan mengontrol beberapa variabel ekstra, yaitu; (1) mencegah kejadian khusus yang dapat memengaruhi subjek selama perlakuan; (2) menghindarkan kehilangan subjek dalam perlakuan; (3) memperketat administrasi tes; (4) mencegah timbulnya kejadiankejadian tertentu; (5) mencegah instrumen yang tidak reliabel. Validitas eksternal ditempuh dengan melakukan kontrol terhadap sampel sesuai karakteristik populasi dan menetapkan kelas perlakuan secara acak. Selain itu, dilakukan juga kontrol dengan tidak memberitahu siswa bahwa mereka sedang menjadi objek penelitian, serta mempertahankan suasana kelas seperti apa adanya (alamiah) dan tidak mendambakan harapan-harapan khusus. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 45
J. Teknik Analisis Data Analisis data dibagi dua yaitu statistik deskriptif dan statistik inferensial. Statistik deskriptif meliputi tendensi sentral (untuk mengetahui harga mean, median dan modus), tendensi penyebaran (untuk mencari varians, standar deviasi, dan simpangan), membuat daftar frekuensi relatif dan kumulatif serta histogram. Sementara itu, statistik inferensial digunakan untuk menguji hipotesis adalah teknik ANAVA dua jalur dengan prosedur sebagai berikut. 1. Carilah jumlah kuadrat keseluruhan, jumlah kuadrat antarkelompok, dan jumlah kuadrat di dalam kelompok. 2. Pecahkah jumlah kuadrat antarkelompok menjadi tiga macam jumlah kuadrat. 3. Tentukan jumlah derajat bebas yang dikaitkan dengan tiap-tiap sumber variasi. 4. Carilah nilai kuadrat mean dengan membagi setiap jumlah derajat bebas masingmasing. 5. Hitunglah rasio F bagi pengaruh-pengaruh utama dan interaksi dengan membagi kuadrat mean antarkelompok dengan kuadrat mean di dalam kelompok bagi masing-masing tiga kelompok tersebut. 6. Mencari angka rasio F. Sebelum analisis dilaksanakan, semua data perlu diperiksa. Pemeriksanaan ini dimaksudkan untuk mengetahui karakteristik sampel populasi yang akan menantukan
rumus yang digunakan. Pemeriksaaan data atau sering disebut uji
persyaratan dalam Budiyono (2009), meliputi : a. setiap sampel diambil secara random commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 46
b. setiap populasi saling independen dan setiap data saling independen dalam kelompok c. setiap populasi berdistribusi normal (uji normalitas) d. setiap populasi bervariansi sama (uji homogenitas) 1. Uji Normalitas Uji normalitas digunakan untuk mengetahui data yang digunakan berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas digunakan teknik uji Lilliefors. Langkah-langkah yang digunakan: a.
Hasil
pengamatan
X1,
X2,
X2................Xn
Z1,Z2,Z3,..................Zn dengan rumus Z i =
dijadikan
bilangan
baku
Xi - X ( X dan s masing-masing s
merupakan rata-rata dan simpangan baku sampel). b. Data sampel tersebut diurutkan dari skor terendah sampai skor tertinggi. c.
Untuk tiap bilangan baku ini dengan menggunakan daftar distribusi baku, kemudian dihitung peluang F ( Zi ) = P ( Z< Zi)
d. Selanjutnya dihitung Z1, Z2.....................,Zn yang lebih kecil atau sama dengan Zi. Jika proporsi ini dinyatakan oleh S ( Zi), maka : banyaknyaZ1 , Z 2 ,..........Z n yang £ Z i n S (Zi) =
e. Menghitung selisih F (Zi) –S (Zi) kemudian menentukan harga mutlaknya dengan rumus : Lobs = Max F ( Z i ) - S ( Z i ) f. Mengambil harga mutlak selisih Lobs
F (Zi) – S (Zn)
yang paling besar diantara harga-harga
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 47
g. Kemudian dikonsultasikan dengan. Ltabel pada taraf signifikansi
5 %.
Hipotesis : HO
: sampel dari populasi yang berdistribusi normal.
H1
: sampel tidak berasal dari populasi yang berdistribusi
normal.
Kriteria Lobs < Lt, maka hipotesis Ho diterima atau sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal. (Sudjana 2002)
2. Uji Homogenitas Pengujian
homogenitas dilakukan dengan menggunakan teknik Uji
Bartlett. Ketentuan uji Bartlett sebagai berikut : a. Hipotesis Pengujian 1) Ho : s 2 A1 = s 2 A2 2) Ho : s 2 B1 = s 2 B2 3) Ho : s 2 A1 B1 = s 2 A2 B1 = s 2 A1 B2 = s 2 A2 B2 Ho salah satu tanda tidak sama dengan ( F) tidak berlaku. b. Tolak Ho χ2 hitung > χ 2 tabel pada taraf nyata a : 0,05 dan dk ( k-1). c. Prosedur pengujian 1) Menggunakan skor-skor X dari yang terkecil sampai yang terbesar. 2) Menyusun skor Y berdasarkan skor X, dilanjutkan dengan menghitung varians Y-nya. Jika skor X tunggal, maka varians Y sama dengan nol. 3) Menghitung dk tiap kelompok, yakni n kelompok dikurangi satu. 4) Menghitung 1/dk, log Si2, ( dk ) log Si2, ( dk) si2. 5) Menghitung varians gabungan semua skor dengan rumus: commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 48
ì S(ni - 2) Si 2 ü S2 = í ý î S(ni - 1) þ 6) Menghitung harga satuan B dengan rumus : B = (log S2) - S( ni - 1) 7) Menghitung harga χ 2 dengan rumus
{
X 2 = ( In10) B - S(ni - 1) log Si 2
8) Membandingkan harga χ 2
}
hitung
hitung dengan χ 2
tabel
yang terdapat pada
tabel Chi-kuadrat dengan ( 1 -a ) dan dk ( k-1). (Sudjana 2002) K. Hipotesis Statistik Untuk menguji hipotesis nol (H0), hipotesis statistik dirumuskan sebagai berikut. 1. Hipotesis pertama H0 = µA1 < µA2 H1 = µA1 > µA2 2. Hipotesis Kedua H0= µB1 < µB2 H1 = µB1 > µB2 3. Hipotesis Ketiga H0 = AxB =0 H1 = AxB =1 Keterangan: A : Metode Pembelajaran B : Motivasi membaca µA1 : Rerata skor kompetensi membaca cerita untuk kelompok siswa yang diajar dengan metode SBR µA2 : Rerata skor kompetensi membaca cerita untuk kelompok siswa yang diajar dengan TAR. µB1 Rerata skor kompetensi membaca cerita untuk : kelompok siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi. µB2 : Rerata skor kompetensi membaca cerita untuk kelompok siswa yang commit memiliki belajar rendah. tomotivasi user AxB : Interaksi antara metode pembelajaran SBR dan motivasi belajar.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 49
BAB IV HASIL PENELITIAN
A. Deskripsi Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk menjelaskan dan mendeskripsikan: (1) apakah terdapat perbedaan kompetensi membaca cerita siswa yang belajar dengan metode pembelajaran SBR dan TAR; (2) apakah terdapat perbedaan kompetensi membaca cerita siswa yan g memiliki motivasi belajar tinggi dan rendah; (3) apakah terdapat interaksi antara metode pembelajaran (SBR dan TAR) dan motivasi belajar terhadap kompetensi membaca siswa. Dalam mencapai tujuan tersebut, diperlukan sebuah pengujian dengan perlakuan yang telah direncanakan, tahap berikutnya adalah pengujian hipotesis sebagaimana yang telah diungkapkan. Namun, sebelum menguji hipotesis, pada bab ini akan dikemukakan deskripsi data dari setiap variabel yang diteliti, baik baris, kolom, maupun sel dalam desain faktorial. 1. Data Kompetensi Membaca Cerita Kelompok Siswa yang Belajar dengan Metode Pembelajaran SBR a. Tendensi Sentral Kelompok yang diberi perlakuan pada penelitian ini adalah kelas V SD Negeri 3 Matesih. Setelah diberikan perlakuan, responden berjumlah 35 diberi tes kompetensi membaca cerita. Hasil penilaian tes membaca cerita anggota responden tersebut dilaporkan sebagai berikut. commit to user 49
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 50
Ukuran atau tendensi besaran yang akan disajikan pada kelas eksperimen ini adalah besaran nilai rerata hitung (mean), nilai tengah (median), dan nilai yang paling banyak muncul (modus). Dari hasil penghitungan dapat dilaporkan bahwa nilai rerata sama dengan 75,60. Median atau nilai tengah sama dengan 78, modus atau nilai yang banyak muncul sama dengan 78 dengan frekuensi sama dengan 8. Seluruh data tersebut dapat dilihat pada lampiran 3 e. b. Tendensi Penyebaran Tendensi penyebaran data dari nilai kompetensi membaca cerita yang belajar dengan metode SBR ini meliputi ukuran atau nilai maksimum, minimum, varians, dan simpangan baku (standar deviasi). Berdasarkan hasil perhitungan didapatkan nilai maksimum 92, nilai minimum 56, varians 64,84, dan simpangan baku 8,05. Berdasarkan sebaran data tersebut dapat disusun distribusi frekuensinya sebagaimana tampak pada tabel 4, sedangkan histogram frekuensinya dapat dilihat pada gambar 8. Tabel 4. Daftar Distribusi Frekuensi Kompetensi Membaca Cerita Siswa yang Belajar dengan Metode Pembelajaran SBR Frekuensi
Frekuensi
Absolut
Relatif (%)
56-61
2
5,8
2.
62-67
4
11,4
3.
68-73
6
17,2
4.
74-79
11
31,4
5.
80-86
11
31,4
6.
87-92
1
2,8
No.
Inteval
1.
Jumlah
35 commit to user
100
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 51
Histogram distribusi frekuensinya dapat dilihat pada gambar berikut:
12
11
11
Frekuensi
10 8 6
6 4
4 2
2
1
0 55,5-61,5 61,5 61,5-67,5 67,5-73,5 73,5-78,5 78,5-86,5 86,5-92,5 Batas Atas dan Bawah
Gambar 8. Histogram Frekuensi Nilai Kompetensi si Membaca Cerita Siswa yang Belajar dengan Metode Pembelajaran SBR 2. Data Kompetensi Membaca Cerita Siswa yang Belajar dengan Metode TAR Berdasarkan hasil tes kompetensi membaca cerita yang telah diujikan terhadap 35 siswa sebagai anggota sampel, dapat dilaporkan hasil perhitungan tendensi sentral dan tendensi penyebaran sebagai berikut. a. Tendensi Sentral Tendensi sentral dari data kompetensi membaca ccerita erita kelompok siswa yang belajar dengan metode TAR meliputi rerata hitung (mean), nilai tengah (median), dan nilai yang terbanyak muncul (modus). Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh mean 70,7,
median 70,
dan modus 67. Hasil perhitungan dapat dilihat pada
lampiran 3f. b. Tendensi Penyebaran Tendensi penyebaran dari data nilai kompetensi membaca cerita yang commit to user belajar dengan metode TAR ini meliputi nilai maksimum, minimum, varians, dan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 52
simpangan baku. Berdasarkan hasil perhitungan perhitungan, didapat nilai maksimum 94, minimum 42, varians 112,9, dan simpangan baku 10,6. Berdasarkan sebaran data tersebut dapat disusun distribusi frekuensi sebagaimana tampak pada tabel 5,, sedangkan histogram frekuensi dapat dilihat pada gambar 9 berikut. Tabel 5. Daftar Distribusi Frekuensi Kompetensi Membaca Cerita Siswa yang Belajar dengan Metode Pembelajaran TAR Frekuensi Relatif
No.
Inteval
Frekuensi Absolut
1.
42 42-50
1
2,9
2.
51 51-59
4
11,4
3.
59 59-67
15
42,9
4.
68 68-76
10
28,6
5.
77 77-85
5
14,3
6.
86 86-94
4
11,4
Jumlah
35
16
(%)
100
15
Frekuensi
14 12 10
10 8 6 4 2 0
5
4
4
1 41,5 41,5-50,5 50,5-59,5 59,5-67,5 67,5-76,5 76,5-85,5 85,5-94,5 85,5 Batas Atas dan Bawah
Gambar 9. Histogram Frekuensi Nilai Kompetensi Membaca Cerita Siswa yang Bela Belajar dengan Metode Pembelajaran TAR
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 53
3. Data Kompetensi Membaca Cerita Siswa yang Mempunyai Motivasi Belajar Rendah Berdasarkan hasil tes kompetensi membaca yang telah diujikan terhadap 70 siswa sebagai anggota sampel, dapat dilaporkan hasil perhitungan tendensi sentral dan tendensi penyebarannya. Data kompetensi membaca cerita siswa yang mempunyai motivasi belajar tinggi sebagai berikut. a. Tendensi Sentral Ukuran sentral dari data motivasi belajar siswa kelas eksperimen ini meliputi ukuran besaran nilai rerata (mean), nilai tengah (median), dan nilai yang banyak muncul (modus). Berdasarkan hasil penghitungan, diperoleh harga mean atau nilai rerata sama dengan 67,37. Sementara itu, harga median atau nilai tengah sama dengan 67. Selanjutnya modus 67 dengan frekuensi sebanyak 6. Seluruh penghitungan dapat dilihat pada lampiran 3 j. b. Tendensi Penyebaran Tendensi penyebaran dari data nilai kompetensi membaca cerita siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi ini meliputi ukuran atau nilai maksmum, nilai minimum, varians, dan simpangan baku. Berdasarkan hasil perhitungan didapat nilai maksimum 83, nilai minimum 42, varians 72,71 dan simpangan baku 8,53. Berdasarkan sebaran data tersebut dapat disusun distribusi frekuensi sebagaimana tampak pada tabel 6, sedangkan histogram frekuensi dapat dilihat pada gambar 10 berikut.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 54
Tabel 6. Daftar Distribusi Frekuensi Kompetensi Membaca Cerita Siswa yang Mempunyai Motivasi Belajar Rendah Frekuensi
Frekuensi
Absolut
Relatif (%)
No.
Inteval
1.
42 42-48
1
2,9
2.
49 49-55
1
2,9
3.
56 56-62
7
4.
63 63-69
11
34,2
5.
70 70-76
10
28,6
6.
77 77-83
5
14,3
Jumlah
20
35
100
12 11 10
Frekuensi
10 8 7 6
5
4 2
1
1
0 41,5-48,5 48,5 48,5-55,5 55,5-62,5 62,5-69,5 69,5-76,5 76,5-83,5 Batas Atas dan Bawah
Gambar 10. Histogram Frekuensi Nilai Kompetensi Membaca Cerita Siswa yang Memiliki Motivasi Belajar Rendah
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 55
4. Data Kompetensi Membaca Cerita Siswa yang Mempunyai Motivasi Belajar Tinggi Berdasarkan hasil tes kemampuan membaca cerita yang telah diujikan terhadap 70 siswa sebagai anggota sampel, dapat dilaporkan hasil perhitungan tendensi sentral dan tendensi penyebaran data kompetensi membaca cerita siswa yang mempunyai motivasi belajar tinggi sebagai berikut. a. Tendensi Sentral Tendensi sentral dari data nilai kompetensi membaca cerita kelompok siswa yang mempunyai motivasi belajar tinggi ini meliputi ukuran besaran nilai mean, median, dan modus. Berdasarkan hasil perhitungan, diperoleh mean sama dengan 78,91, median 81, dan modus 81 (Lihat lampiran 3 k). b. Tendensi Penyebaran Tendensi penyebaran dari data kompetensi membaca cerita kelompok siswa yang mempunyai motivasi belajar tinggi ini meliputi nilai maksimum, nilai minimum, varians, dan simpangan baku. Berdasarkan hasil perhitungan, didapat nilai maksimum 94, nilai minimum 67, varians 48,85, dan simpangan baku 6,99. Berdasarkan sebaran data tersebut dapat disusun distribusi frekuensi sebagaimana tampak pada tabel 7, sedangkan histogram frekuensi dapat dilihat pada gambar 11 pada halaman 53 berikut.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 56
Tabel 7. Daftar Distribusi Frekuensi Kompetensi Membaca Cerita Siswa yang Mempunyai Motivasi Belajar Tinggi Frekuensi
Frekuensi
Absolut
Relatif (%)
67 67-71
8
22,8
2.
72 72-76
3
8,6
3.
77 77-81
13
37,2
4.
82 82-86
7
20
5.
87 87-91
2
5,7
6.
92 92-96
2
5,7
No.
Inteval
1.
Jumlah
35
14
100
13
12
Frekuensi
10 8
8 7
6 4
3 2
2
2
0 66,5-71,5 71,5 71,5-76,5 76,5-81,5 81,5-86,5 86,5-91,5 91,5-96,5 96,5 Batas Atas dan Bawah
Gambar 11. Histogram Frekuensi Nilai Kompetensi Membaca Cerita Siswa yang Memiliki Motivasi Belajar Tinggi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 57
5. Data Kompetensi Membaca Cerita Siswa yang Belajar dengan Metode Pembelajaran SBR dan Mempunyai Motivasi Belajar Tinggi Berdasarkan hasil tes kompetensi membaca yang telah diujikan terhadap 35 siswa yang
belajar dengan metode pembelajaran SBR, dapat dilaporkan hasil
perhitungan tendensi sentral dan tendensi penyebaran. Data kemampuan membaca cerita siswa yang mempunyai motivasi belajar tinggi sebagai berikut. a. Tendensi Sentral Tendensi sentral dari data nilai kompetensi membaca cerita kelompok siswa yang belajar dengan metode pembelajaran SBR dan mempunyai motivasi belajar tinggi ini meliputi ukuran besaran nilai mean, median, dan modus. Berdasarkan hasil perhitungan, diperoleh mean sama dengan 81,44; median 81, dan modus 78 (Lihat lampiran 3 m). b. Tendensi Penyebaran Tendensi penyebaran dari data kompetensi membaca cerita kelompok siswa yang belajar dengan metode pembelajaran SBR dan mempunyai motivasi belajar tinggi ini meliputi nilai maksimum, nilai minimum, varians, dan simpangan baku. Berdasarkan hasil perhitungan didapat nilai maksimum 92, nilai minimum 78, varians 12,73, dan simpangan baku 3,57. Berdasarkan sebaran data tersebut dapat disusun distribusi frekuensi sebagaimana tampak pada tabel 8, sedangkan histogram frekuensi dapat dilihat pada gambar 12 berikut.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 58
Tabel 8.
Daftar Distribusi Frekuensi Kompetensi Membaca Cerita Siswa yang Belajar dengan Metode Pembelajaran SBR dan Mempunyai Motivasi Belajar Tinggi
Frekuensi
Frekuensi Relatif
Absolut
(%)
78-80 80
6
33,4
2.
81-83 83
9
55,8
3.
84-86 86
1
5,6
4.
87-89 89
1
5,6
5.
90-92 92
1
5,6
No.
Interval
1.
Jumlah
18
100
9
9
Frekuensi
8 7 6
6
5 4 3 2
1
1
1
1
0 77,5-80,5
80,5-83,5
83,5-86,5
86,5-89,5
89,5-90,5
Batas Atas dan Bawah
Gambar 12. Histogram Frekuensi Kompetensi nsi Membaca Cerita Siswa yang Bel Belajar dengan Metode Pembelajaran SBR dan Mempunyai Motivasi Belajar Tinggi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 59
6. Data Kompetensi Membaca cerita Siswa yang Belajar dengan Metode Pembelajaran SBR dan Mempunyai Motivasi Belajar Rendah Berdasarkan hasil tes kompetensi membaca yang telah diujikan terhadap 35 siswa yang belajar dengan metode pembelajaran SBR, dapat dilaporkan hasil perhitungan tendensi sentral dan tendensi penyebaran untuk siswa yang mempunyai motivasi belajar rendah. Data kemampuan membaca cerita siswa yang mempunyai motivasi belajar rendah sebagai berikut. a. Tendensi Sentral Tendensi sentral dari data nilai kompetensi membaca cerita kelompok siswa yang belajar dengan metode pembelajaran SBR dan mempunyai motivasi belajar rendah ini meliputi ukuran besaran nilai mean, median, dan modus. Berdasarkan hasil perhitungan, diperoleh mean sama dengan 69,41, median 72, dan modus 72 (Lihat lampiran 3 n). b. Tendensi Penyebaran Tendensi penyebaran dari data kompetensi membaca cerita kelompok siswa yang belajar dengan metode pembelajaran SBR dan mempunyai motivasi belajar rendah ini meliputi nilai maksimum, nilai minimum, varians, dan simpangan baku. Berdasarkan hasil perhitungan didapat nilai maksimum 78, nilai minimum 56, varians 45,13, dan simpangan baku 6,72. Berdasarkan sebaran data tersebut dapat disusun distribusi frekuensi sebagaimana tampak pada tabel 9, sedangkan histogram frekuensi dapat dilihat pada gambar 13 berikut. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 60
Tabel 9. Daftar Distribusi Frekuensi Kompetensi Membaca Cerita Siswa yang Belajar dengan Metode Pembelajaran SBR dan Mempunyai Motivasi Belajar Rendah
Frekuensi
Frekuensi
Absolut
Relatif (%)
56-60 60
2
11,8
2.
61-64 64
3
17,6
3.
65-68 68
1
5,9
4.
69-72 72
6
35,3
5.
73-78 78
5
29,4
No.
Interval
1.
Jumlah
17
100
6
6
5
Frekuensi
5 4 3
3 2
2 1
1 0 55,5-60,5
60,5-64,5
64,5-68,5
68,5-72,5
72,5-78,5
Batas Atas dan Bawah
Gambar 13. Histogram Frekuensi Kompetensi Membaca Cerita Siswa yang Belajar dengan Metode Pembelajaran SBR dan Mempunyai Motivasi Belajar Rendah
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 61
7. Data Kompetensi Membaca Cerita Siswa yang Belajar dengan Metode Pembelajaran TAR dan Mempunyai Motivasi Belajar Tinggi Berdasarkan hasil tes kompetensi membaca yang telah diujikan terhadap 35 siswa yang belajar dengan metode pembelajaran TAR, dapat dilaporkan hasil perhitungan tendensi sentral dan tendensi penyebaran siswa yang mempunyai motivasi belajar tinggi sebagai berikut. a. Tendensi Sentral Tendensi sentral dari data nilai kompetensi membaca cerita kelompok siswa yang belajar dengan metode pembelajaran TAR dan mempunyai motivasi belajar tinggi ini meliputi ukuran besaran nilai mean, median, dan modus. Berdasarkan hasil perhitungan, diperoleh mean sama dengan 77,39, median 76,56, dan modus 70 (Lihat lampiran 3 p). b. Tendensi Penyebaran Tendensi penyebaran dari data kompetensi membaca cerita kelompok siswa yang belajar dengan metode pembelajaran TAR dan mempunyai motivasi belajar tinggi ini meliputi nilai maksimum, nilai minimum, varians, dan simpangan baku. Berdasarkan hasil perhitungan didapat nilai maksimum 94, nilai minimum 67, varians 71,43, dan simpangan baku 8,45. Berdasarkan sebaran data tersebut dapat disusun distribusi frekuensi sebagaimana tampak pada tabel 10, sedangkan histogram frekuensi dapat dilihat pada gambar 14 halaman 59 berikut.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 62
Tabel 10. Daftar Distribusi Frekuensi Kompetensi Membaca Cerita Siswa yang Belajar dengan Metode Pembelajaran TAR dan Mempunyai Motivasi Belajar Tinggi
Frekuensi
Frekuensi
Absolut
Relatif (%)
67 67-72
8
44,4
2.
73 73-78
2
11,1
3.
79 79-84
4
22,2
4.
85 85-90
3
16,7
5.
91 91-96
1
5,6
No.
Interval
1.
Jumlah
8
18
100
8
7 Frekuensi
6 5 4
4
3
3 2
2
1
1 0 66,5-72,5 72,5
72,5-78,5
78,5-84,5
84,5-90,5
90,5-95,5
Batas Atas dan bawah
Gambar 14. Histogram Frekuensi Kompetensi nsi Membaca Cerita Siswa yang Bel Belajar dengan Metode Pembelajaran TAR dan Mempunyai Motivasi Belajar Tinggi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 63
8. Data Kompetensi Membaca Cerita Siswa yang Belajar dengan Metode Pembelajaran TAR dan Mempunyai Motivasi Belajar Rendah Berdasarkan hasil tes kompetensi membaca yang telah diujikan terhadap 35 siswa yang belajar dengan metode pembelajaran TAR, dapat dilaporkan hasil perhitungan tendensi sentral dan tendensi penyebaran siswa yang mempunyai motivasi belajar rendah sebagai berikut. a. Tendensi Sentral Tendensi sentral dari data nilai kompetensi membaca cerita kelompok siswa yang belajar dengan metode pembelajaran TAR dan mempunyai motivasi belajar tinggi ini meliputi ukuran besaran nilai mean, median, dan modus. Berdasarkan hasil perhitungan, diperoleh mean sama dengan 67,18, median 67, dan modus 67 (Lihat lampiran 3). b. Tendensi Penyebaran Tendensi penyebaran dari data kompetensi membaca cerita kelompok siswa yang belajar dengan metode pembelajaran TAR dan mempunyai motivasi belajar rendah ini meliputi nilai maksimum, nilai minimum, varians, dan simpangan baku. Berdasarkan hasil perhitungan didapat nilai maksimum 86, nilai minimum 42, varians 116,28, dan simpangan baku 10,78. Berdasarkan sebaran data tersebut dapat disusun distribusi frekuensi sebagaimana tampak pada tabel 11, sedangkan histogram frekuensi dapat dilihat pada gambar 15 berikut.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 64
Tabel 11. Daftar Distribusi Frekuensi Kompetensi Membaca Cerita Siswa yang Belajar ajar dengan Metode Pembelajaran TAR dan Mempunyai Motivasi Belajar Rendah
Frekuensi
Frekuensi
Absolut
Relatif (%)
42 42-50
1
5,9
2.
51 51-59
3
17,6
3.
60 60-68
7
41,2
4.
69 69-77
2
11,8
5.
78 78-86
4
23,5
No.
Interval
1.
Jumlah
17
100
7
7 6 Frekuensi
5 4
4 3
3
2
2 1
1
0 41,5-50,5
50,5-59,5
59,5-68,5
68,5-77,5
77,5-86,5
Batas Atas dan Bawah
Gambar 15. Histogram Frekuensi Kompetensi Membaca Cerita Siswa yang Bel Belajar dengan Metode Pembelajaran TAR dan Mempunyai Motivasi Belajar Rendah
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 65
B. Pengujian Persyaratan Analisis Pengujian persyaratan analisis merupakan syarat yang harus ditempuh untuk mendapatkan simpulan yang sahih dan dapat dipertanggungjawabkan. Pengujian persyaratan analisis dilakukan setelah data induk diperoleh. Pengujian ini diperlukan agar data induk yang dikumpulkan dan dideskripsikan benar-benar memenuhi persyaratan teknik analisis yang digunakan, dalam hal ini Anava dua jalan. Oleh sebab itu, sebelum analisis data dengan teknik Anava dua jalan dilakukan, harus diperiksa seluruh data yang ada. Pengujian persyaratan analisis tersebut meliputi pengujian normalitas data dan homogenitas varians. Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data yang diperoleh benar-benar berdistribusi normal. Sementara itu, uji homogenitas dilakukan agar dapat diketahui bahwa varians yang ada benar-benar homogen. Berikut dapat dilihat kedua pengujian persyaratan analisis: 1. Uji Normalitas Data a. Hasil Uji Normalitas Kompetensi Membaca Cerita Siswa yang Belajar dengan Metode Pembelajaran SBR Teknik yang digunakan untuk uji normalitas data kompetensi membaca cerita kelas eksperimen adalah teknik Lilliefors. Adapun hipotesis yang dikemukakan adalah H0 = sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal dan H1= sampel tidak berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Berdasarkan penghitungan terhadap data tersebut, diperoleh harga Lo maksimum sebesar 0,1413 (lihat lampiran 4c). Menilik daftar nilai kritis L untuk uji Lilliefors dengan n = 35 dan taraf signifikansi α = 0,05 diperoleh harga L commit to user
t
= 0,1498. Berdasarkan harga-
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 66
harga tersebut dapat dilihat bahwa 0,1413< 0,1498 sehingga Lo < Lt. L hitung atau empiris lebih kecil daripada L tabel. Simpulan dari pengujiannya adalah data kompetensi membaca cerita kelompok siswa yang belajar dengan metode pembelajaran SBR berasal dari populasi yang berdistribusi normal. b. Hasil Uji Normalitas Kompetensi Membaca Cerita Siswa yang Belajar dengan Metode Pembelajaran TAR Sebagaimana uji normalitas yang dipakai pada data kelas siswa yang belajar dengan metode pembelajaran SBR, pengujian data kelas ini juga menggunakan teknik Lilliefors. Adapun hipotesis yang dikemukakan adalah H0 = sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal dan H1= sampel tidak berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Pengujian data kompetensi membaca cerita kelas kontrol ini menghasilkan Lo maksimum sebesar 0,1323 (lihat lampiran 4 d). Berdasarkan daftar nilai kritis L uji Lilliefors dengan n = 35 dan taraf nyata α = 0,05 diperoleh harga L t = 0,1498. Berdasar itulah maka dapat dikatakan bahwa Lo < L t. L hitung atau empiris lebih kecil daripada L tabel. Simpulannya adalah bahwa data kompetensi membaca cerita siswa pada kelas yang belajar dengan metode TAR berasal dari populasi yang berdistribusi normal. c. Hasil Uji Normalitas Data Membaca Cerita pada Motivasi Belajar Tinggi Dengan teknik statistik yang sama, pengujian normalitas data motivasi belajar tinggi menghasilkan Lo maksimum sebesar 0,1424 (lihat lampiran 4 e). Adapun hipotesis yang dikemukakan adalah H0 = sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal dan H1= sampel tidak berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Berdasarkan daftar nilai kritis L uji Lilliefors dengan n = 35 dan taraf commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 67
signifikansi α = 0,05 diperoleh L t = 0,1498. Berdasar itulah maka dapat dikatakan bahwa Lo < L
t.
L hitung atau empiris lebih kecil daripada L tabel. Simpulannya
adalah bahwa data motivasi belajar tinggi siswa berasal dari populasi yang berdistribusi normal. d. Hasil Uji Normalitas Data Membaca Cerita pada Motivasi Belajar Rendah Selanjutnya, uji Lilliefors juga dipakai untuk menguji data motivasi belajar kategori rendah. Adapun hipotesis yang dikemukakan adalah H0 = sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal dan H1= sampel tidak berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Dari penghitungan (lihat lampiran 4 f ), diperoleh harga Lo maksimum sebesar 0,1283. Dengan menggunakan daftar nilai kritis L uji Lilliefors dengan n = 35 dan taraf signifikansi α = 0,05 diperoleh L Berdasar itulah, dapat dikatakan bahwa Lo < L
t.
t
= 0,1498.
L hitung atau empiris lebih kecil
daripada L tabel. Simpulannya adalah bahwa data motivasi belajar pada pada motivasi belajar rendah berasal dari populasi yang berdistribusi normal. e. Hasil Uji Normalitas Data Kompetensi Membaca Cerita Siswa yang Belajar dengan Metode Pembelajaran SBR dan Mempunyai Motivasi Belajar Tinggi Dengan teknik statistik yang sama, pengujian normalitas data siswa kelas yang belajar dengan metode pembelajaran SBR dan mempunyai motivasi belajar tinggi menghasilkan Lo maksimum sebesar 0,1234 (lihat lampiran 4 g). Adapun hipotesis yang dikemukakan adalah H0 = sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal dan H1= sampel tidak berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Berdasarkan daftar nilai kritis L uji Lilliefors dengan n = 18 dan taraf signifikansi α = 0,05 diperoleh L t = 0,200. Berdasar itulah maka dapat dikatakan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 68
bahwa Lo < L
t.
L hitung atau empiris lebih kecil daripada L tabel. Simpulannya
adalah bahwa data kompetensi belajar siswa yang belajar dengan metode pembelajaran SBR dan mempunyai motivasi belajar tinggi berasal dari populasi yang berdistribusi normal. f. Hasil Uji Normalitas Kompetensi Membaca Cerita Siswa yang Belajar dengan Metode Pembelajaran SBR dan Mempunyai Motivasi Belajar Rendah Sebagaimana uji normalitas yang dipakai pada data kelas siswa yang belajar dengan metode pembelajaran SBR, pengujian dan memiliki motivasi belajar tinggi, data kelas ini juga menggunakan teknik Lilliefors. Adapun hipotesis yang dikemukakan adalah H0 = sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal dan H1= sampel tidak berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Pengujian data kemampuan membaca cerita kelas kontrol ini menghasilkan Lo maksimum sebesar 0,1182 (lihat lampiran 4 h ). Berdasarkan daftar nilai kritis L uji Lilliefors dengan n = 17 dan taraf nyata α = 0,05 diperoleh harga L t = 0.206. Berdasar itulah maka dapat dikatakan bahwa Lo < L t. L hitung atau empiris lebih kecil daripada L tabel. Simpulannya adalah bahwa data kompetensi membaca cerita siswa pada kelas yang belajar dengan metode SBR dan mempunyai motivasi belajar rendah berasal dari populasi yang berdistribusi normal. g. Hasil Uji Normalitas Kompetensi Membaca Cerita Siswa yang Belajar dengan Metode Pembelajaran TAR dan Mempunyai Motivasi Belajar Tinggi Dengan teknik statistik yang sama, pengujian normalitas data kompetensi membaca cerita siswa kelas ini menghasilkan Lo maksimum sebesar 0.1698 (lihat lampiran 4 i). Berdasarkan daftar nilai kritis L uji Lilliefors dengan n = 18 dan taraf commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 69
signifikansi α = 0,05 diperoleh L t = 0,200. Berdasar itulah maka dapat dikatakan bahwa Lo < L
t.
L hitung atau empiris lebih kecil daripada L tabel. Simpulannya
adalah bahwa data kompetensi membaca cerita siswa yang belajar dengan metode pembelajaran TAR dan mempunyai motivasi belajar tinggi berasal dari populasi yang berdistribusi normal. h. Hasil Uji Normalitas Kompetensi Membaca Cerita Siswa yang Belajar dengan Metode Pembelajaran TAR dan Mempunyai Motivasi Belajar Rendah Uji normalitas dilakukan dengan mempergunakan teknik Lilliefors. Dengan teknik ini, pengujian normalitas data kompetensi membaca cerita siswa yang belajar dengan metode pembelajaran TAR dan memilik motivasi rendah menghasilkan Lo maksimum sebesar 0,1591 (lihat lampiran 4 j). Berdasarkan daftar nilai kritis L uji Lilliefors dengan n = 17 dan taraf signifikansi α = 0,05 diperoleh L Berdasar itulah maka dapat dikatakan bahwa Lo < L
t.
t
= 0,206.
L hitung atau empiris lebih
kecil daripada L tabel. Simpulannya adalah bahwa data kompetensi membaca cerita siswa yang belajar dengan metode pembelajaran TAR dan mempunyai motivasi belajar rendah berasal dari populasi yang berdistribusi normal. 2. Pengujian Homogenitas Varians a. Hasil Uji Homogenitas Kompetensi Membaca Cerita antarbaris (Baris A1 dengan Baris A2) Uji Bartlett digunakan untuk menguji homogenitas varians membaca cerita. Hipotesis yang dikemukakan yaitu H0: sampel berasal dari populasi yang homogen, melawan H1: sampel berasal dari populasi yang tidak homogen. Berdasar uji homogenitas varians data kompetensi membaca cerita yang telah dilakukan, commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 70
diperoleh harga χ2 = 0,962 (lihat lampiran 5a). Berdasarkan tabel distribusi ChiKuadrat dengan dk atau derajat kebebasan = 1 dan taraf signifikansi α = 0,05, diperoleh harga χt2 = 3,841. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa χ2 = 0,962 < χt2 = 3,841 atau berada di luar daerah kritik sehingga dapat disimpulkan bahwa kedua sampel berasal dari populasi yang homogen. b. Hasil Uji Homogenitas Motivasi Belajar antarkolom (B1 dengan B2) H0: sampel berasal dari populasi yang homogen, melawan H1: sampel berasal dari populasi yang tidak homogen. Dengan uji statistik yang sama untuk varians data motivasi belajar, diperoleh harga χ2 = 0,649 (lihat lampiran 5 b). Berdasarkan tabel distribusi Chi-Kuadrat dengan dk atau derajat kebebasan = 1 dan taraf signifikansi α = 0,05, diperoleh harga χt2 = 3,841. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa χo2 = 0,649 < χt2 = 3,841 atau berada di luar daerah kritik sehingga dapat disimpulkan bahwa kedua sampel berasal dari populasi yang homogen. c. Hasil Uji Homogenitas Sel A1B1 dengan A2B1 Hipotesis yang dikemukakan yaitu H0: sampel berasal dari populasi yang homogen, melawan H1: sampel berasal dari populasi yang tidak homogen. Uji homogenitas sel A1B1 dengan A2B1 dengan uji Bartlett menghasilkan harga χ2 = 0,06 (lihat lampiran 5 c). Berdasarkan tabel distribusi Chi-Kuadrat dengan dk atau derajat kebebasan = 1 dan taraf signifikansi α = 0,05, diperoleh harga χt2 = 3,841. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa χ2 = 0,06 < χt2 = 3,841 atau berada di luar daerah kritik sehingga dapat disimpulkan bahwa kedua sampel berasal dari populasi yang homogen. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 71
d. Hasil Uji Homogenitas Sel A1B1 dengan A1B2 Sama dengan sel lainnya, hipotesis yang dikemukakan yaitu H0: sampel berasal dari populasi yang homogen, melawan H1: sampel berasal dari populasi yang tidak homogen. Dengan uji statistik yang sama untuk sel Sel A1B1 dengan A1B2 diperoleh harga χ2 = 1,022 (lihat lampiran 5 d). Berdasarkan tabel distribusi ChiKuadrat dengan dk atau derajat kebebasan = 1 dan taraf signifikansi α = 0,05, diperoleh harga χt2 = 3,841. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa χ2 = 1,022 < χt2 = 3,841 atau berada di luar daerah kritik sehingga dapat disimpulkan bahwa kedua sampel berasal dari populasi yang homogen. e. Hasil Uji Homogenitas Sel A1B1 dengan A2B2 Sebelum melalui tahap penghitungan, hipotesis yang dikemukakan adalah H0: sampel berasal dari populasi yang homogen, melawan H1: sampel berasal dari populasi yang tidak homogen. Dengan teknik yang sama, uji homogenitas untuk sel A1B1 dengan A2B2 diperoleh harga χ2 = 0,8289 (lihat lampiran 5 e). Berdasarkan tabel distribusi Chi-Kuadrat dengan dk atau derajat kebebasan = 1 dan taraf signifikansi α = 0,05, diperoleh harga χt2 = 3,841. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa χ2 = 0,8289 < χt2 = 3,841 atau berada di luar daerah kritik sehingga dapat disimpulkan bahwa kedua sampel berasal dari populasi yang homogen. f. Hasil Uji Homogenitas Sel A2B1 dengan A2B2 Hipotesis yang dikemukakan adalah H0: sampel berasal dari populasi yang homogen, melawan H1: sampel berasal dari populasi yang tidak homogen. Uji homogenitas untuk sel Sel A2B1 dengan A2B2 diperoleh harga χ2 = 0,016 (lihat lampiran 5 e). Berdasarkan tabel distribusi Chi-Kuadrat dengan dk atau derajat commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 72
kebebasan = 1 dan taraf signifikansi α = 0,05, diperoleh harga χt2 = 3,841. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa χ2 = 0,016 < χt2 = 3,841 atau berada di luar daerah kritik sehingga dapat disimpulkan bahwa kedua sampel berasal dari populasi yang homogen. g. Hasil Uji Homogenitas Sel A1B2 dengan A2B2 Sebelum melalui tahap penghitungan, hipotesis yang dikemukakan adalah H0: sampel berasal dari populasi yang homogen, melawan H1: sampel berasal dari populasi yang tidak homogen. Hasil perhitungan uji Bartlett untuk sel Sel A1B2 dengan A2B2 diperoleh harga χ2 = 0,147(lihat lampiran 5 g). Berdasarkan tabel distribusi Chi-Kuadrat dengan dk atau derajat kebebasan = 1 dan taraf signifikansi α = 0,05, diperoleh harga χt2 = 3,841. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa χ2 = 0,147 < χt2 = 3,841 atau berada di luar daerah kritik sehingga dapat disimpulkan bahwa kedua sampel berasal dari populasi yang homogen. h. Hasil Uji Homogenitas Sel A1B2 dengan A2B1 Sama dengan sel lainnya, hipotesis yang dikemukakan yaitu H0: sampel berasal dari populasi yang homogen, melawan H1: sampel berasal dari populasi yang tidak homogen. Uji homogenitas untuk sel Sel A1B2 dengan A2B1 diperoleh harga χ2 = 0,0345 (lihat lampiran 5 h). Berdasarkan tabel distribusi Chi-Kuadrat dengan dk atau derajat kebebasan = 1 dan taraf signifikansi α = 0,05, diperoleh harga χt2 = 3,841. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa χ2 = 0,0345 < χt2 = 3,841 atau berada di luar daerah kritik sehingga dapat disimpulkan bahwa kedua sampel berasal dari populasi yang homogen. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 73
Data uji normalitas dan homogenitas tersebut dapat dilihat pada tabel 11 berikut. Tabel 12. Rangkuman Hasil Uji Normalitas dan Homogenitas Normalitas Baris/Kolom/
Lo Maks
L tabel
Homogenitas Keputusan
Sel
Antarbaris/
χ
2
χtabel2
Keputusan
Antarkolom/ Antarsel
A1
0,1413
0,1498
Lo Maks< L tabel
A1- A2
0,962
3,841
χ2 <χt2
A2
0,1323
0,1498
Lo Maks< L tabel
B1 - B2
0,649
3,841
χ2 <χt2
B1
0,1424
0,1498
Lo Maks< L tabel
A1B1 - A2B1
0,06
3,841
χ2 <χt2
B2
0,1283
0,1498
Lo Maks< L tabel
A1B1- A1B2
1,022
3,841
χ2 <χt2
A1B1
0,1234
0,200
Lo Maks< L tabel
A1B1- A2B2
0,8289
3,841
χ2 <χt2
A1B2
0,1182
0,206
Lo Maks< L tabel
A2B1 - A2B2
0,016
3,841
χ2 <χt2
A2B1
0,1698
0,200
Lo Maks< L tabel
A1B2 - A2B2
0,147
3,841
χ2 <χt2
A2B2
0,1591
0,206
Lo Maks< L tabel
A1B2 - A2B1
0,0345
3,841
χ2 <χt2
C. Pengujian Hipotesis Setelah melalui tahapan pemeriksaan data dengan pengujian persyaratan data yang meliputi uji normalitas dan homogenitas varians, maka dapat dilanjutkan dengan tahapan selanjutnya. Data sudah dinyatakan berdistribusi normal dan variansnya berasal dari varians yang homogen. Dengan demikian, dapat dilanjutkan dengan pengujian hipotesis. Berikut ini dijabarkan pengujian setiap hipotesis yang telah dikemukakan. 1. Perbedaan Kompetensi Membaca Cerita antara Metode Pembelajaran SBR dengan Metode Pembelajaran TAR Hipotesis pertama menyatakan bahwa, Ho tidak ada perbedaan antara kompetensi membaca cerita siswa yang belajar dengan metode pembelajaran SBR dan metode pembelajaran TAR . Hipotesis nol ini melawan H1, bahwa terdapat commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 74
perbedaan yang signifikan antara kompetensi membaca cerita siswa yang belajar dengan metode pembelajaran SBR dan metode TAR. Selanjutnya untuk menguji hipotesis tersebut, digunakan teknik analisis varians (Anava) dua jalan. Berdasarkan penghitungan dengan teknik Anava dua jalan sebagaimana yang terlampir (lampiran 6) didapat Fobs = 173,66. Berdasarkan tabel distribusi F dengan dk pembilang sama dengan 1 dan dk penyebut sama dengan 66 pada taraf nyata α = 0,05 diperoleh Ft seharga 3,99. Hal ini berarti bahwa Fobs > Ft sehingga Ho ditolak. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa H1 diterima atau terdapat perbedaan rataan yang signifikan antara metode pembelajaran SBR dan TAR terhadap kompetensi membaca cerita siswa. 2. Perbedaan Kompetensi Membaca Cerita antara Siswa yang Mempunyai Motivasi Belajar Tinggi dan Rendah Hipotesis kedua menyatakan bahwa Ho tidak ada perbedaan pengaruh antara kompetensi membaca siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi dengan siswa yang memiliki motivasi belajar rendah. Hipotesis nol ini melawan H1 yang menyatakan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara kompetensi membaca siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi dan kompetensi membaca siswa yang memiliki motivasi belajar rendah. Berdasarkan analisis data inferensial dengan teknik Anava dua jalan diperoleh harga Fobs= 146,89 (lihat lampiran 6). Berdasarkan tabel distribusi F dengan dk pembilang sama dengan 1 dan dk penyebut sama dengan 66 pada taraf nyata α = 0,05 diperoleh Ft seharga 3,99. Berdasarkan harga-harga tersebut dapat dikatakan bahwa Fobs > Ft. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa Ho ditolak. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 75
Simpulannya adalah H1 diterima atau terdapat perbedaan rataan yang signifikan antara siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi dan siswa yang memiliki motivasi belajar rendah terhadap kompetensi membaca cerita. 3. Pengaruh Interaksi antara Metode Pembelajaran dan Motivasi Belajar terhadap Kompetensi Membaca Cerita Hipotesis ketiga menyatakan bahwa Ho, tidak terdapat interaksi antara metode pembelajaran dan motivasi belajar terhadap kompetensi membaca cerita. Hipotesis nol ini melawan H1 yang menyatakan bahwa terdapat interaksi antara metode pembelajaran dengan motivasi belajar terhadap kompetensi membaca cerita. Sebagaimana pada pengujian hipotesis pertama dan kedua di atas, pengujian hipotesis ketiga ini juga menggunakan teknik Anava dua jalan. Berdasarkan penghitungan pada lampiran 6, diperoleh harga Fobs = 838,57. Berdasarkan tabel distribusi F dengan dk pembilang sama dengan 1 dan dk penyebut sama dengan 66 pada taraf nyata α = 0,05 diperoleh Ft seharga 3,99. Berdasarkan harga-harga ini dapat dikatakan bahwa Fobs > Ft. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa Hob ditolak. Simpulannya adalah H1 diterima atau terdapat interaksi antara metode pembelajaran dan motivasi belajar terhadap kompetens membaca cerita. Berdasarkan ketiga pengujian hipotesis tersebut dapat disimpulkan bahwa bagi populasi, dalam hal ini siswa kelas 5 SD Kabupaten Karanganyar, terdapat perbedaan kompetensi membaca cerita jika ditinjau dari perbedaan metode pembelajaran (metode pembelajaran SBR dan TAR), motivasi belajar yang dikategorikan tinggi dan rendah, dan interaksi keduanya. Pengujian hipotesis ini masih sebatas untuk mengetahui signifikansi antarvariabelnya. Secara lebih lanjut commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 76
belum diketahui dari setiap variabel manakah yang memiliki derajat perbedaan lebih tinggi. Pertama, pengujian variabel metode pembelajaran belum diketahui metode pembelajaran manakah yang memiliki tingkat lebih baik antara metode SBR atau TAR. Kedua, pengujian variabel motivasi belajar
belum diketahui kompetensi
membaca cerita kelas manakah yang lebih tinggi antara siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi dan rendah. Terakhir, pengujian interaksi antara metode dengan motivasi belajar. Berdasarkan pengujian, interaksinya memang dapat diterima bahwa antarvariabel memiliki efek gabung yang signifikan. Namun demikian, belum dapat diketahui kompetensi membaca siswa kelas mana yang lebih baik, kelas yang belajar dengan metode pembelajaran SBR atau TAR. Secara lebih lanjut efek gabung yang bagaimana dari interaksi keduanya. Berdasarkan pemerian di atas, perlu dilakukan pengujian lanjut pascaanava. Untuk melakukan pengujian pascaanava, dalam penelitian ini digunakan metode Scheffe` pada setiap hipotesis. Berikut hasil pengujian pascaanava. Adapun hasil penghitungannya dapat dilihat pada lampiran 6. Pertama, pengujian pada variabel metode pembelajaran. Berdasarkan pengujian signifikansi dengan metode Scheffe`, diperoleh harga Fh = 4,944. Harga ini lebih besar daripada Ft dengan dk pembilang 1 dan dk penyebut 66 pada taraf nyata α = 0,05 yang seharga 3,99. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa kompetensi membaca cerita siswa pada kelas SBR dan TAR menunjukkan perbedaan yang signifikan. Simpulannya adalah metode SBR lebih baik daripada metode TAR. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 77
Kedua, komparasi antarkolom, dalam hal ini pengujian variabel motivasi belajar. Dengan metode pengujian yang sama, dapat diperoleh harga Fh = 11,41. Harga ini lebih besar daripada Ft dengan dk pembilang 1 dan dk penyebut 66 pada taraf nyata α = 0,05 yang seharga 3,99. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa kompetensi membaca cerita siswa memiliki motivasi belajar tinggi dan siswa yang memiliki motivasi belajar rendah menunjukkan perbedaan yang signifikan. Simpulannya adalah siswa yang memiliki motivasi belajartinggi lebih baik daripada siswa yang memiliki motivasi belajar rendah dalam hal kompetensi membaca cerita. Ketiga, komparasi antarsel dalam hal ini adalah interaksi antara metode dan motivasi belajar. Dengan metode pengujian yang sama, yaitu dengan metode Scheffe` (lampiran 7), dapat disimpulkan interaksinya sebagai berikut: 1. Kompetensi membaca cerita siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi pada kelas SBR dan SBR motivasi belajar rendah menunjukkan perbedaan yang signifikan. Hal ini dapat dilihat dalam lampiran bahwa Fh = 4,462 yang lebih besar dari Ft seharga 3,99. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan rerata yang signifikan antara sel A1B1 ( metode pembelajaran SBR pada siswa yang mempunyai motivasi belajar tinggi) dan A1B2 (metode pembelajaran SBR pada siswa yang memiliki motivasi belajar rendah). 2. Kompetensi membaca cerita siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi pada kelas SBR dan TAR motivasi belajar tinggi tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan. Hal ini dapat dilihat dalam lampiran bahwa Fh = 1,946 yang lebih kecil dari Ft seharga 3,99. Hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan rerata yang signifikan antara sel A1B1 ( metode pembelajaran SBR pada siswa commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 78
yang mempunyai motivasi belajar tinggi) dan A2B1 (metode pembelajaran TAR pada siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi). 3. Kompetensi membaca cerita siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi pada kelas SBR dan TAR motivasi belajar rendah menunjukkan perbedaan yang signifikan. Hal ini dapat dilihat dalam lampiran bahwa Fh = 6,09 yang lebih besar dari Ft seharga 3,99. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan rerata yang signifikan antara sel A1B1 ( metode pembelajaran SBR pada siswa yang mempunyai motivasi belajar tinggi) dan A2B2 (metode pembelajaran TAR pada siswa yang memiliki motivasi belajar rendah). 4. Kompetensi membaca cerita siswa yang memiliki motivasi belajar rendah pada kelas SBR dan TAR motivasi belajar rendah tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan. Hal ini dapat dilihat dalam lampiran bahwa Fh = 0,1489 yang lebih kecil dari Ft seharga 3,99. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan rerata yang signifikan antara sel A1B2 ( metode pembelajaran SBR pada siswa yang mempunyai motivasi belajar rendah) dan A2B2 (metode pembelajaran TAR pada siswa yang memiliki motivasi belajar rendah). 5. Kompetensi membaca cerita siswa kelas TAR yang memiliki motivasi belajar tinggi dan SBR motivasi belajar rendah tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan. Hal ini dapat dilihat dalam lampiran bahwa Fh = 0,472 yang lebih kecil dari Ft seharga 3,99. Hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan rerata yang signifikan antara sel A2B1 ( metode pembelajaran TAR pada siswa yang mempunyai motivasi belajar tinggi) dan A1B2 (metode pembelajaran SBR pada siswa yang memiliki motivasi belajar rendah). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 79
6. Kompetensi membaca cerita siswa kelas TAR yang memiliki motivasi belajar tinggi dan TAR motivasi belajar rendah tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan. Hal ini dapat dilihat dalam lampiran bahwa Fh = 1,151 yang lebih kecil dari Ft seharga 3,99. Hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan rerata yang signifikan antara sel A2B1 ( metode pembelajaran TAR pada siswa yang mempunyai motivasi belajar tinggi) dan A2B2 (metode pembelajaran TAR pada siswa yang memiliki motivasi belajar rendah).
D. Pembahasan Hasil Penelitian Bertolak dari paparan analisis data di atas terlihat jelas bahwa ketiga hipotesis yang diajukan diterima. Seluruh hipotesis nol (H0) ditolak. Kompetensi membaca cerita siswa yang belajar dengan metode pembelajaran SBR lebih baik daripada siswa yang belajar dengan metode TAR. Selanjutnya, kompetensi membaca cerita siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi lebih baik daripada siswa yang memiliki motivasi belajar rendah. Sementara itu, terdapat interaksi antara metode pembelajaran dan motivasi belajar terhadap kompetensi membaca cerita. Pada hipotesis ketiga, interaksi digolongkan menjadi enam, yaitu interaksi antarsel. Interaksi antarsel secara lebih rinci dapat dijabarkan sebagai berikut. Tabel 13. Interaksi antara Metode Pembelajaran dan Motivasi Belajar No.
Interaksi
1.
A1B1 ≠ A1B2
2.
A1B1 = A2B1
3.
A1B1≠A2B2
4.
A1B2 = A2B2
5. 6.
A1B2 = A2B1
commit to user
A2B1= A2B2
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 80
1. Kompetensi membaca cerita siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi jauh lebih baik daripada siswa yang memiliki motivasi belajar rendah apabila belajar dengan metode pembelajaran SBR. 2. Kompetensi membaca cerita siswa yang motivasi belajarnya tinggi, apabila belajar dengan SBR mapun TAR hasilnya tidak jauh berbeda. Hal ini berarti tidak terdapat perbedaan kompetensi membaca cerita bagi siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi apabila belajar dengan metode SBR maupun TAR. 3. Kompetensi membaca cerita siswa yang belajar dengan metode pembelajaran SBR dan memiliki motivasi belajar tinggi jauh lebih baik daripada siswa yang belajar dengan metode pembelajaran TAR pada siswa yang memiliki motivasi belajar rendah. 4. Kompetensi membaca cerita siswa yang memiliki motivasi belajar rendah baik pada pembelajaran dengan metode SBR maupun TAR tidaklah berbeda. Hal ini berarti bahwa bagi siswa yang memiliki motivasi rendah, belajar dengan metode pembelajaran SBR maupun TAR hasilnya sama. 5. Kompetensi membaca cerita siswa yang belajar dengan metode TAR pada motivasi tinggi dan SBR motivasi rendah tidaklah berbeda. Artinya, siswa yang belajar denga metode pembelajaran TAR, walaupun memiliki motivasi tinggi, tetapi hasilnya sama dengan siswa yang belajar dengan SBR motivasi rendah. 6. Kompetensi membaca cerita siswa yang belajar dengan metode pembelajaran TAR pada motivasi belajar tinggi dan rendah tidak menunjukkan perbedaan. Artinya, pembelajaran TAR untuk siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi maupun rendah hasilnya sama saja. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 81
Berdasarkan simpulan analisis di atas, ada beberapa interaksi antarsel empiris tersebut yang tidak sejalan jika dikorelasikan secara teoretis. Interaksi antarsel tersebut adalah interaksi sel A1B1 dengan A2B1 (simpulan 2). Secara teoritik, kompetensi membaca cerita pada siswa yang belajar dengan metode SBR dan memiliki motivasi tinggi akan jauh lebih baik saripada siswa yang belajar dengan metode TAR dan memiliki motivasi belajar rendah. Teori konseptual tersebut terbantahkan dengan data empirik bahwa hasil keduanya sama saja. Hal ini akan membantah teori keunggulan metode SBR dibading metode TAR yang sama-sama ditinjau dari motivasi belajar tinggi. Demikian pula pada simpulan nomor 4 dan 5. Secara konseptual kompetensi membaca cerita siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi dan rendah jika belajar dengan metode SBR seharusnya lebih baik dari siswa yang diajar dengan merode TAR, baik untuk motivasi belajar rendah ataupun tinggi. Namun, secara empirik justru tidak memiliki perbedaan yang signifikan.
E. Keterbatasan Penelitian Usaha untuk menjaga kesahihan hasil penelitian telah dilakukan berbagai upaya pengontrolan. Namun, karena keterbatasan dalam penelitian ini, maka mash terdapat beberapa faktor yang sulit dikendalikan. Tidak adanya perbedaan rerata yang signifikan antara siswa yang belajar dengan TAR yang memiliki motivasi tinggi dan rendah kemungkinan disebabkan oleh kelemahan-kelemahan yang terdapat dalam pengelolaan eksperimen. Adapun kelemahan-kelemahan dalam eksperimen ini antara lain:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 82
1. sampel tidak diasramakan dan tidak dibatasi ruang geraknya, sehingga penelitian ini tidak dapat mengendalikan tindak bahasa mereka. 2. latar belakang siswa sangat beragam sehingga mereka memiliki pengalaman yang berbeda dalam kaitannya dengan kompetensi membaca. 3. perlakuan hanya dapat dilaksanakan pada saat proses belajar mengajar berlangsung, sehingga peneliti tidak secara leluasa untuk mengontrol efek dan variabel lainnya. 4. kemampuan guru satu dengan yang lain, walaupun diasumsikan sama, tetapi kenyataannya tidak selamanya dapat sama benar. Hal ini akan memengaruhi dalam kualitas perlakuan yang diberikan. Kelemahan-kelemahan ini dikemukakan sebagai bahan pertimbangan untuk menormalisasikan hasil penelitian dan bukan bertujuan untuk pembelaan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 83
BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN
A. Simpulan 1. Terdapat perbedaan kompetensi membaca cerita siswa yang diajar dengan metode pembelajaran SBR dengan siswa yang belajar dengan metode TAR. Kompetensi membaca siswa kelas V SD Negeri 3 Matesih yang belajar dengan metode SBR lebih baik daripada siswa kelas V SD Negeri 1 Matesih yang belajar dengan metode TAR. Dengan demikian, penerapan metode pembelajaran SBR dalam pembelajaran membaca cerita lebih baik daripada metode TAR. 2. Terdapat perbedaan kompetensi membaca cerita antara siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi dan rendah. Kompetensi membaca cerita siswa yang mempunyai motivasi belajar tinggi apabila diajar dengan metode SBR, hasilnya akan lebih baik daripada siswa yang memiliki motivasi rendah. 3. Terdapat interaksi antara penerapan metode pembelajaran dan motivasi belajar terhadap kompetensi membaca cerita siswa. Adapun interaksi yang terjadi antara metode pembelajaran dan motivasi belajar dapat diuraikan sebagai berikut. a. Kompetensi membaca cerita siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi dan rendah akan menunjukkan perbedaan yang signifikan apabila belajar dengan metode pembelajaran SBR. b. Kompetensi membaca cerita siswa yang motivasi belajarnya tinggi, apabila belajar dengan SBR mapun TAR hasilnya tidak jauh berbeda. Hal ini berarti tidak commit to user 83
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 84
terdapat perbedaan kompetensi membaca cerita bagi siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi apabila belajar dengan metode SBR maupun TAR. c. Kompetensi membaca cerita siswa yang belajar dengan metode pembelajaran SBR dan memiliki motivasi belajar tinggi jauh lebih baik daripada siswa yang belajar dengan metode pembelajaran TAR pada siswa yang memiliki motivasi belajar rendah. d. Kompetensi membaca cerita siswa yang memiliki motivasi belajar rendah baik pada pembelajaran dengan metode SBR maupun TAR tidaklah berbeda. Hal ini berarti bahwa bagi siswa yang memiliki motivasi rendah, belajar dengan metode pembelajaran SBR maupun TAR hasilnya sama. e. Kompetensi membaca cerita siswa yang belajar dengan metode TAR pada motivasi tinggi dan SBR motivasi rendah tidaklah berbeda. Artinya, siswa yang belajar denga metode pembelajaran TAR, walaupun memiliki motivasi tinggi, tetapi hasilnya sama dengan siswa yang belajar dengan SBR motivasi rendah. f. Kompetensi membaca cerita siswa yang belajar dengan metode pembelajaran TAR pada motivasi belajar tinggi dan rendah tidak menunjukkan perbedaan. Artinya, pembelajaran TAR untuk siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi maupun rendah hasilnya sama saja. Berdasarkan uraian di atas, dapat diketahui ketiga hipotesis penelitian yang diajukan dapat diterima. Pertama, penerapan metode pembelajaran SBR lebih baik daripada metode pembelajaran TAR dalam meningkatkan kompetensi membaca cerita siswa. Kedua, semakin tinggi motivasi belajar siswa, maka kompetensi commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 85
membaca ceritanya semakin baik pula. Ketiga, terdapat interaksi antara metode pembelajaran dan motivasi belajar terhadap kompetensi membaca siswa.
B. Implikasi 1. Upaya Meningkatkan Kompetensi Membaca Cerita Siswa dengan Metode Pembelajaran SBR Penelitian tentang pengaruh metode pembelajaran terhadap kompetensi membaca cerita ditinjau dari motivasi belajar menyimpulkan bahwa kompetensi membaca cerita yang belajar dengan metode pembelajaran SBR lebih baik daripada siswa yang belajar dengan metode TAR. Metode pembelajaran SBR adalah metode belajar dengan pokok kegiatan sharing atau bertukar pikiran dan pendapat mengenai cerita antara siswa dengan guru dan antarsiswa. Di lain pihak, metode pembelajaran TAR adalah metode pembelajaran dengan siswa membaca sendiri secara individual dan pada akhirnya hal yang kurang dipahami siswa dapat ditanyakan kepada guru. Kedua metode pembelajaran ini dilaksanakan dengan read aloud atau dibaca keras. SBR dan TAR, keduanya termasuk metode pembelajaran inovatif. Namun, untuk membaca cerita yang ditinjau juga dari motivasi siswa, metode pembelajaran TAR kurang mendorong motivasi siswa karena dilaksanakan secara individu. Berbeda dengan SBR yang dilaksanakan secara klasikal dengan desain pengaturan tempat duduk dan suasana kelas, metode ini lebih unggul. Secara teoritis, penelitian ini berimplikasi pada bertambahnya khasanah keilmuan dan terbukanya pemikiran baru tentang metode pembelajaran membaca commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 86
bagi siswa. Secara praktis, berlandaskan hasil penelitian ini diharapkan guru dan praktisi pendidikan pandai-pandai memilih metode pembelajaran yang tepat untuk setiap kompetensi yang diharapkan. Dengan bertambahnya wawasan tentang alternatif metode pembelajaran membaca diharapkan target pembelajaran dapat tercapai secara maksimal. Secara paedagogis, penelitian ini berimplikasi pada meningkatnya prestasi siswa dalam membaca cerita. Dengan kualitas pembelajaran yang baik, siswa akan dapat meningkatkan hasil belajarnya. Siswa juga dapat mengetahui sejauh mana kemampuannya dalam hal membaca cerita atau seberapa tingkat motivasi belajarnya. Hasil penelitian ini juga berimplikasi dijadikannya refleksi dan koreksi diri bagi siswa. Dengan mengetahui tingkat motivasi belajarnya sekaligus pengaruhnya terhadap kompetensi membaca cerita, iswa akan lebih meningkatkan belajarnya. Secara umum, meningkatnya hasil belajar siswa ini menjadi salah satu indikator keberhasilan pembelajaran. 2. Upaya Meningkatkan Kompetensi Membaca Cerita Siswa dengan Meningkatkan Motivasi Belajar Letak keberhasilan di dalam membaca cerita tidak hanya pada pemilihan metode pembelajaran yang tepat. Selain dari pemilihan metode, motivasi belajar juga memegang peranan yang sangat tinggi. Hal ini dibuktikan dengan diterimanya hipotesis kedua bahwa kompetensi membaca cerita siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi lebih baik daripada siswa yang memiliki motivasi belajar rendah. Selain itu, interaksi keduanya membuktikan bahwa metode pembelajaran dan motivasi belajar berpengaruh terhadap kompetensi membaca cerita. Apalagi metode commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 87
SBR dirancang dalam suasana yang santai, akrab dan menyenangkan. Hal ini tentu membangkitkan motivasi belajar siswa. Berdasarkan hasil temuan di atas, dapat diimplikasikan bahwa pemilihan metode pembelajaran akan berpengaruh pula pada motivasi belajar siswa, selanjutnya motivasi belajar ini akan mempengaruhi hasil pembelajaran. Dengan demikian, motivasi belajar siswa seharusnya dirangsang oleh guru agar kualitas pembelajaran semakin baik. C. Saran Setelah memaparkan hasil penelitian, simpulan dan implikasinya terhadap dunia pendidikan berikut ini akan disampaikan beberapa saran terkait usaha peningkatan kompetensi membaca cerita.
Secara lebih khusus, peningkatan
kompetensi membaca cerita siswa di dua SD, yaitu SD Negeri 1 Matesih dan SD Negeri 3 Matesih. Beberapa saran yang dapat dijadikan bahan refleksi dan koreksi diri sebagai berikut: 1. Siswa hendaknya mengetahui dan memahami bahwa motivasi belajar berpengaruh terhadap kompetensi membaca cerita. Dengan demikian, siswa akan berusaha memacu motivasi belajar mereka agar prestasi belajar semakin berhasil. 2. Guru bidang studi bahasa Indonesia hendaknya menerapkan metode SBR dalam pembelajaran membaca cerita. Metode ini terbukti lebih efektif dibandingkan dengan metode TAR dalam pembelajaran membaca cerita. Dengan menerapkan metode ini, guru akan dapat meningkatkan kompetensi membaca cerita. 3. Para pengambil kebijakan sekolah, terutama Kepala Sekolah maupun para Wakil Kepala Sekolah hendaknya menyediakan fasilitas, sarana dan prasarana yang commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 88
mendukung pembelajaran membaca cerita dengan metode SBR. Selain itu, hendaknya dapat memberikan kontribusi dengan memberikan saran dan teguran bagi guru terhadap kualitas pembelajaran membaca cerita sehingga tercipta harmonisasi antarpelaksana terkait. 4. Pemerintah
maupun
lembaga
terkait
hendaknya
secara
bersama-sama
memberikan motivasi, arahan dan kebijakan dalam hal penerapan metode pembelajaran yang efektif sekaligus menyediakan sarana prasaran yang memadai untuk meningkatkan kualitas pembelajaran.
commit to user