PENGARUH PEMBELAJARAN KOOPERATIF METODE JIGSAW TERHADAP PRESTASI BELAJAR GEOGRAFI DITINJAU DARI MOTIVASI BELAJAR SISWA ( Studi Eksperimen pada Siswa Kelas XI IPS SMA Negeri 1 Cepogo Boyolali Tahun Pelajaran 2009/2010)
TESIS Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup Minat Utama Pendidikan Geografi
Oleh : DJOKO HERIYANTO NIM S 880908016
Oleh : Djoko Heriyanto NIM S 880908016
PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Salah satu faktor penting dalam pendidikan adalah proses belajar
mengajar,
dimana
kualitas
proses
belajar
sangat
mempengaruhi mutu pendidikan itu sendiri. Kendala yang sering dihadapi adalah guru belum mengembangkan metode pembelajaran secara
maksimal.
Dalam
proses
belajar
mengajar
ada
kecenderungan guru sangat dominan peranannya, sehingga guru berfungsi sebagai sumber belajar dan pemegang otoritas tertinggi keilmuan ketika berada di depan kelas. Guru sebagai pengajar diharapkan
tidak
mendominasi
kegiatan
pembelajaran,
tetapi
membantu menciptakan kondisi yang kondusif serta memberikan motivasi dan bimbingan agar siswa dapat mengembangkan potensi dan kreativitas melalui kegiatan belajar. Menentukan metode atau kegiatan belajar merupakan salah satu langkah penting yang dapat menunjang keberhasilan pencapaian tujuan pembelajaran. Maka dari itu dalam pembelajaran hendaknya guru menerapkan variasi metode pembelajaran dan guru menekankan agar peserta didik aktif dalam kegiatan belajar, sehingga guru berperan sebagai fasilitator dan motivator. Dalam proses pembelajaran selama ini masih banyak ditemui kecenderungan guru memperlakukan peserta didik sebagai obyek
atau klien yang menerima pengetahuan, sikap dan ketrampilan. Guru banyak menempatkan siswa sebagai obyek, bukan sebagai subyek didik, sehingga dalam proses pembelajaran kegiatan peserta didik
lebih
banyak
duduk,
diam, mencatat,
dan
menghafal,
sementara gurunya aktif mengajar. Lemahnya proses pembelajaran juga merupakan salah satu masalah yang dihadapi oleh dunia pendidikan. Guru kurang mendorong peserta didik untuk mengembangkan kemampuan berpikirnya. Dalam proses pembelajaran guru menuntut peserta didik untuk menghafal informasi tanpa memahaminya, sehingga tidak mampu menghubungkan materi yang diterima dengan realitas kehidupan sehari-hari. Toeti Soekamto (1993 : 1) menyatakan : “Dewasa ini pendapat umum di Indonesia menyatakan bahwa pendidikan tidak memberikan hasil seperti apa yang diharapkan. Selain itu program-program instruksional yang ada dianggap masih belum memadai dalam kualitas, sehingga siswa tidak bisa belajar dengan baik karena tidak dapat menangkap apa yang diajarkan guru di sekolah”. Belajar dan mengajar adalah dua kegiatan tunggal tetapi memang memiliki makna yang berbeda. Belajar diartikan sebagai perubahan
tingkah-laku
karena
hasil
dari
pengalaman
yang
diperoleh. Sedangkan mengajar adalah kegiatan penyediaan kondisi yang merangsang serta mengarahkan kegiatan belajar siswa atau subjek belajar untuk memperoleh pengetahuan, ketrampilan, nilai,
dan sikap yang dapat membawa perubahan tingkah laku maupun perubahan
ketrampilan
serta
kesadaran
diri
sebagai
pribadi
(Sardiman, 2007 : 2-3). Belajar berarti perubahan tingkah laku seseorang terhadap situasi
tertentu
yang
disebabkan
oleh
pengalamannya
yang
berulang-ulang dalam situasi itu. Manusia memiliki derajat potensi, latar belakang historis, serta harapan masa depan yang berbedabeda,
karena
adanya
perbedaan,
manusia
dapat
silih
asah.
Pembelajaran kooperatif secara sadar menciptakan interaksi yang saling asah sehingga sumber belajar bagi siswa bukan hanya guru dan buku ajar, tetapi juga sesama siswa (Nurhadi, 2003 : 60) Pembelajaran bukanlah sesuatu yang terjadi secara kebetulan, tetapi merupakan suatu proses yang direncanakan, dilaksanakan, dievaluasi, sehingga dapat mencapai tujuan yang diharapkan. Adanya perubahan paradigma pembelajaran yang semula berpusat kepada guru menjadi pembelajaran yang berpusat pada siswa, menuntut adanya perubahan-perubahan unsur-unsur lain yang menunjang dalam pembelajaran. Kualitas pembelajaran dapat dilihat dari aspek proses dan aspek hasil pembelajaran. Proses pembelajaran dianggap berhasil apabila selama kegiatan belajar mengajar siswa menunjukkan aktivitas belajar yang tinggi dan terlibat secara fisik dan mental. Hal ini ditunjukkan dengan adanya interaksi aktif dalam pembelajaran antara siswa dengan guru, maupun siswa dengan siswa lainnya. Sedangkan aspek hasil
ditunjukkan dengan adanya perubahan perilaku yang positif pada siswa dan prestasi belajar yang tinggi. Dalam mengelola sebuah proses belajar mengajar, seorang guru dituntut untuk memilih materi, model dan strategi pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan para siswa. Guru tidak hanya cukup memberikan ceramah di depan kelas saja, karena siswa akan cepat bosan. Kebosanan inilah yang akhirnya dapat melemahkan minat dan motivasi siswa dalam belajar. Dengan menerapkan model-model pembelajaran diharapkan terjadi variasi sehingga kebosanan dapat dihindari. Kewajiban guru sebagai tenaga pendidik seperti yang ditetapkan dalam Undang-undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 40 ayat 2 adalah sebagai berikut, “ Tenaga pendidik berkewajiban menciptakan sistem pembelajaran bermakna, menyenangkan, dialogis, kreatif, dan dinamis”. Dengan demikian
diharapkan
guru
memiliki
kreativitas
yang
dapat
menciptakan suasana kelas dan pembelajaran yang nyaman, menyenangkan dan bermakna, sehingga bagi para siswa proses pembelajaran menjadi sesuatu yang menarik dan selalu ditunggutunggu.
Untuk
mewujudkannya
hal
tersebut
maka
kegiatan
pembelajaran tidak hanya satu arah dari guru, tetapi multi arah, yaitu hubungan timbal balik antara guru dengan siswa, siswa dengan guru, dan siswa dengan siswa. Dalam komunikasi multi arah guru harus aktif merencanakan, memilih, membimbing, dan
menganalisis kegiatan yang dilakukan siswa, sebaliknya siswa diharapkan aktif terlibat secara fisik maupun emosional. Proses belajar yang dilakukan oleh siswa adalah untuk menggali informasi, mendapatkan ketrampilan, menemukan menggelola, menggunakan, dan mengkomunikasikan hal-hal yang ditemukan merupakan hasil belajar yang diharapkan. Tidak ada satupun strategi dan metode pembelajaran yang dianggap
paling
baik,
karena
setiap
strategi
dan
metode
pembelajaran mempunyai karakteristik tertentu dengan segala kelebihan dan kelemahannya. Strategi dan metode pembelajaran tertentu mungkin lebih baik untuk materi dan kondisi tertentu, tetapi mungkin kurang tepat untuk materi dan kondisi lain. Menurut Nurhadi (2003 : 60), pembelajaran kooperatif secara sadar menciptakan interaksi yang saling asah sehingga sumber belajar bagi siswa bukan hanya guru dan buku ajar tetapi juga sesama siswa. Pembelajaran kooperatif (cooperativ learning) adalah pendekatan pembelajaran yang berfokus pada penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerjasama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar (Sugiyanto, 2008 : 25). Sedangkan menurut Lie dalam Sugiyanto (2008 : 27) pembelajaran kooperatif adalah suatu sistem yang di dalamnya terdapat elemen-elemen yang saling terkait. Elemen-elemen pembelajaran kooperatif tersebut adalah:
saling ketergantungan positif, interaksi tatap muka, akuntabilitas individual, dan ketrampilan untuk menjalin hubungan sosial. Pembelajaran kooperatif metode jigsaw dapat dilaksanakan karena metode ini mempunyai ciri selain pengembangan aktivitas berfikir, juga menumbuhkan perilaku-perilaku sosial yang positif yang dapat dikembangkan melalui diskusi dan kerja kelompok. Langkah-langkah pembelajaran kooperatif metode jigsaw adalah sebagai berikut: kelas dibagi menjadi kelompok-kelompok kecil terdiri dari 4 atau 5 siswa dengan karakteristik yang heterogen, setiap siswa dalam kelompok mendapatkan materi berbeda yang harus dipelajari, siswa yang mendapatkan materi yang sama berkumpul dalam kelompok ahli (expert group) untuk membahas materi, para siswa kembali ke kelompok asal (home teams) untuk mengajarkan kepada anggota lainnya secara bergantian, dan di akhir pembelajaran diadakan evaluasi. Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP 2006) dijelaskan bahwa geografi merupakan ilmu untuk menunjang kehidupan
sepanjang
hayat
dan
mendorong
peningkatan
kehidupan. Lingkup bidang kajiannya memungkinkan manusia memperoleh jawaban atas pertanyaan dunia sekelilingnya yang menekankan pada aspek spasial, dan ekologis dari eksistensi manusia. Bidang kajian geografi meliputi bumi, aspek dan proses yang membentuknya, hubungan kausal dan spasial manusia dengan lingkungan, serta interaksi manusia dengan tempat. Sebagai
suatu disiplin integratif, geografi memadukan dimensi alam fisik dengan
dimensi
manusia
dalam
menelaah
keberadaan
dan
kehidupan manusia di tempat dan lingkungannya (Depdiknas, 2006). Mata pelajaran Geografi membangun dan mengembangkan pemahaman peserta didik tentang variasi dan organisasi spasial masyarakat, tempat dan lingkungan pada muka bumi. Peserta didik didorong untuk memahami aspek dan proses fisik yang membentuk pola muka bumi, karakteristik dan persebaran spasial ekologis di permukaan bumi. Selain itu peserta didik dimotivasi secara aktif dan kreatif untuk menelaah bahwa kebudayaan dan pengalaman mempengaruhi persepsi manusia
tentang tempat dan wilayah.
Pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai yang diperoleh dalam mata pelajaran Geografi diharapkan dapat membangun kemampuan peserta
didik
untuk
bersikap,
bertindak
cerdas,
arif,
dan
bertanggungjawab dalam menghadapi masalah sosial, ekonomi, dan ekologis. Mata pelajaran Geografi bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan
:
1)
memahami
pola
spasial,
lingkungan
dan
kewilayahan serta proses yang berkaitan, 2) Menguasai keterampilan dasar dalam memperoleh data dan informasi, mengkomunikasikan dan menerapkan pengetahuan geografi, dan 3) menampilkan perilaku peduli terhadap lingkungan hidup dan memanfaatkan
sumber daya alam secara arif serta memiliki toleransi terhadap keragaman budaya masyarakat. Dari hasil pengalaman dan pengamatan yang dilakukan penulis di SMA Negeri 1 Cepogo Boyolali menunjukkan bahwa
proses
belajar mengajar yang dilakukan khususnya pada mata pelajaran geografi belum maksimal. Suasana belajar di kelas yang cenderung berpusat pada guru menyebabkan suasana kelas cenderung pasif, siswa kurang berani bertanya dan mengemukanan pendapat. Untuk itulah diperlukan metode pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan. Pembelajaran model kooperatif metode jigsaw merupakan salah satu metode yang dapat pengembangan aktivitas berfikir, juga menumbuhkan perilaku-perilaku sosial yang positif yang dapat dikembangkan melalui diskusi dan kerja kelompok. Sehubungan dengan itu maka penulis akan mengadakan penelitian dengan judul : Pengaruh Pembelajaran Kooperatif Metode Jigsaw Terhadap Prestasi Belajar Geografi Ditinjau Dari Motivasi Belajar Siswa, pada siswa kelas XI
IPS3 SMA Negeri 1 Cepogo
Boyolali Tahun Pelajaran 2009/2010.
B. Identifikasi Masalah Dari latar belakang masalah di atas dan berdasarkan studi pendahuluan
penulis
sebagai
guru
Geografi,
diidentifikasi masalah-masalah sebagai berikut : 1. Kualitas pendidikan di Indonesia relatif rendah
maka
dapat
2. Masih banyak guru geografi yang belum menerapkan strategi dan metode pembelajaran secara tepat dan efektif 3. Pembelajaran komunikasi
Geografi satu
arah,
di
kelas
guru
pada
umumnya
mendominasi
bersifat
proses
belajar
mengajar dan kurang menekankan pada proses keterlibatan siswa secara penuh. 4. Penerapan
model
pembelajaran
yang
kurang
bervariasi
menyebabkan motivasi belajar siswa relatif masih rendah 5. Prestasi belajar siswa pada mapel Geografi masih relatif rendah dibandingkan mata pelajaran lain
C. Pembatasan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah di atas maka akan lebih terfokus apabila penelitian ini dibatasi pada : 1. Model pembelajarannya dibatasi pada model pembelajaran kooperatif metode jigsaw pada mata pelajaran Geogarfi 2. Materi yang digunakan sebagai eksperimen adalah materi Geografi kelas XI IPS semester 1 pada Standar Kompetensi Menganalisis Fenomena Biosfer 3. Motivasi belajar dalam pembelajaran Geografi dibatasi pada motivasi peserta didik
dalam mempelajari dan mengikuti
pembelajaran Geografi di sekolah
4. Hasil pembelajaran geografi berupa prestasi belajar materi Geografi kelas XI IPS semester 1 pada Standar Kompetensi Menganalisis Fenomena Biosfer
D. Perumusan Masalah 1. Adakah pengaruh pembelajaran menggunakan model kooperatif metode jigsaw terhadap prestasi belajar siswa pada pokok bahasan menganalisis fenomena biosfer? 2. Adakah pengaruh motivasi belajar terhadap prestasi belajar Geografi? 3. Adakah
pengaruh
pada
interaksi
pembelajaran
menggunakan model kooperatif metode jigsaw
dan
yang
motivasi
belajar terhadap prestasi belajar Geografi?
E. Tujuan Penelitian Adapun tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui pengaruh pembelajaran menggunakan model kooperatif metode jigsaw terhadap prestasi belajar siswa pada pokok bahasan menganalisis fenomena biosfer. 2. Untuk mengetahui pengaruh motivasi belajar terhadap prestasi belajar Geografi. 3. Untuk mengetahui pengaruh pada interaksi pembelajaran yang menggunakan model kooperatif metode jigsaw belajar terhadap prestasi belajar Geografi.
dan
motivasi
F. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah : 1. Bagi Guru a. Dapat mengetahui strategi pembelajaran yang lebih tepat dan sesuai dengan materi yang disampaikan sehingga dapat memperbaiki dan meningkatkan pembelajaran di kelas. b. Memberi bahan masukan kepada rekan guru lain dalam memilih
serta
menggunakan
strategi
dan
metode
pembelajaran geografi yang relevan c. Memberi masukan yang penting dalam peningkatan mutu pendidikan terutama proses belajar mengajar geografi di sekolah 2. Bagi Siswa a. Memberikan suasana belajar yang menyenangkan b. Memberikan kesempatan siswa untuk ikut berpartisipasi aktif dalam kegiatan belajar mengajar c. Memberi
latihan
kepada
siswa
untuk
dapat
mengembangkan perilaku yang positif dalam hubungan sosial d. Dapat meningkatkan prestasi belajar 3. Bagi Sekolah a. Memberikan sumbangan pemikiran tentang pentingnya memilih
dan
menerapkan
strategi
dan
metode
pembelajaran dalam proses belajar mengajar geografi khusunya di SMA Negeri 1 Cepogo b. Dapat digunakan untuk membantu memecahkan masalah pendidikan, khususnya di SMA sehingga dapat ikut serta membantu tercapainya tujuan pendidikan nasional
BAB II LANDASAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS
A. Landasan Teori 1. Belajar dan Pembelajaran Proses pembelajaran merupakan inti dari proses pendidikan formal
di
komponen
sekolah,
dimana
pembelajaran.
terjadi
interaksi
antara
Komponen-komponen
itu
berbagai dapat
dikelompokkan ke dalam tiga kategori utama yaitu guru, isi atau materi pembelajaran, dan siswa. Interaksi antara tiga komponen tersebut
melibatkan
sarana
dan
prasarana
seperti
metode
pembelajaran, media pembelajaran, penataan lingkungan tempat belajar, sehingga tercipta situasi pembelajaran yang memungkinkan tercapainya tujuan yang telah direncanakan sebelumnya. a. Pengertian Belajar Manusia adalah makhluk yang berakal yang senantiasa ingin belajar dari lingkungannya. Seseorang yang telah mengalami proses
belajar akan mengalami perubahan tingkah laku, baik dalam aspek pengetahuannya, ketrampilannya, maupun dalam sikapnya. Menurut Slameto (1995 : 2), belajar adalah suatu proses usaha
yang
dilakukan
seseorang
untuk
memperoleh
suatu
perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil
dari
pengalamannya
sendiri
dalam
interaksi
dengan
lingkungannya. Jadi belajar lebih menekankan pada perubahan tingkah laku seseorang dari belajar sebagai hasil pengalaman dan latihan. Sedangkan Winkel, W.S. (1996 : 53) berpendapat bahwa belajar adalah suatu aktivitas mental atau psikis, yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan perubahan-perubahan
dalam
pengetahuan,
pemahaman,
ketrampilan dan nilai sikap. Pendapat lain dikemukakan oleh Cronbach dalam Sardiman (2007 : 20) yang menyatakan bahwa “Learning is shown by a chage in behavior as a result of experience”, artinya
pembelajaran
ditunjukkan oleh perubahan perilaku sebagai hasil pengalaman. Harold Spears memberikan batasan “Learning is to be observer, to read, to imitate, to try something themselves, to listen, to follow direction”, artinya
pembelajaran adalah mengamati, membaca,
meniru, mencoba sesuatu sendiri, mendengarkan dan mengikuti petunjuk. Sedangkan Geoch mengatakan “Learning is change in performance as a result of practice, artinya adalah perubahan dalam penampilan sebagai hasil dari latihan. Jadi belajar senantiasa
merupakan perubahan- perubahan tingkah laku atau penampilan dengan
serangkaian
kegiatan
misalnya
dengan
membaca,
mengamati, mendengarkan, meniru dan lain sebagainya. Belajar akan
lebih
baik
kalau
subjek
belajar
itu
mengalami
atau
melakukannya, jadi tidak bersifat verbalistik. Belajar dapat diartikan sebagai perubahan tingkah laku pada diri
individu
dengan
individu
dan
antara
individu
dengan
lingkungannya. “Learning is change in the individual due to instruction of that individual and this environment”.Dalam pengertian tersebut terdapat kata change atau perubahan yang berarti bahwa seseorang
telah
mengalami
proses
belajar
akan
mengalami
perubahan tingkah laku, baik dalam aspek pengetahuannya, ketrampilannya, maupun dalam sikapnya (Burton, 2000 : 35). Gagne (2003 : 40) berpendapat bahwa ada tiga komponen penting dalam belajar yaitu pertama kondisi eksternal berupa stimulus dari lingkungan dalam proses belajar, kedua kondisi internal yang menggambarkan keadaan internal dan proses kognitif siswa, dan hasil belajar yang menggambarkan informasi verbal, ketrampilan intelektual, ketrampilan motorik, sikap, dan aspek kognitif. Kondisi internal belajar inilah yang berinteraksi dengan kondisi eksternal belajar, dan dari interaksi ini tampaklah hasil belajar siswa. Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan manusia untuk
memperoleh perubahan tingkah laku yang baru sebagai hasil pengalaman
manusia
itu
sendiri
dalam
interaksinya
dengan
lingkungan. b. Pengertian Pembelajaran Kegiatan belajar dan pembelajaran merupakan satu kesatuan dari dua kegiatan yang searah. Kegiatan belajar adalah kegiatan primer dalam kegiatan belajar pembelajaran tersebut, sedangkan pembelajaran merupakan kegiatan sekunder yang diupayakan untuk dapat tercapainya kegiatan belajar yang optimal. Ada beberapa pendapat mengenai pembelajaran. Menurut Alvin W. Howard, pembelajaran adalah suatu aktivitas untuk mencoba menolong, membimbing seseorang untuk mendapatkan, mengubah atau mengembangkan keterampilan, sikap, cita-cita, penghargaan dan pengetahuan (Slameto, 1995 : 32). Sedangkan menurut Gino (1997 : 32 ) pembelajaran adalah usaha sadar dan disengaja oleh guru untuk membuat siswa belajar dengan jalan mengaktifkan faktor eksternal dan internal dalam kegiatan belajar mengajar. Susilana (2008 : 1-2) berpendapat bahwa pembelajaran merupakan suatu kegiatan yang melibatkan seseorang dalam upaya memperoleh dengan
pengetahuan,
memanfaatkan
ketrampilan, berbagai
dan
sumber
nilai-nilai untuk
positif belajar.
Pembelajaran dapat melibatkan dua pihak yaitu siswa sebagai pembelajar dan guru sebagai fasilitator. Yang penting dalam
kegiatan pembelajaran adalah terjadi proses belajar (learning process). Sebab sesuatu dikatakan hasil belajar kalau memenuhi beberapa cirri berikut: 1) belajar sifatnya disadari, dalam hal ini siswa merasa bahwa dirinya sedang belajar, timbul dalam dirinya motivasi-motivasi untuk memiliki pengetahuan yang diharapkan sehingga tahapan-tahapan dalam belajar sampai pengetahuan itu dimiliki secara permanen (retensi) betul-betul disadari sepenuhnya, 2) hasil belajar diperolah dengan adanya proses, dalam hal ini pengetahuan diperoleh tidak secara spontanitas, instan, namun bertahap (sequensial). Seorang anak dapat membaca tentu tidak diperoleh hanya dalam waktu sesaat namun berproses cukup lama, kemampuan
membaca
diawali
dengan
kemampuan
mengeja,
mengenal huruf, kata, dan kalimat, 3) belajar membutuhkan interaksi, khususnya interaksi yang sifatnya manusiawi. Seorang siswa akan lebih cepat memiliki pengetahuan karena bantuan dari guru, pelatih, atau instruktur. Dalam hal ini terjadi komunikasi dua arah antara siswa dengan guru. Menurut Sumiati (2008 : 3), proses pembelajaran merupakan inti dari proses pendidikan formal di sekolah, di dalamnya terjadi interaksi antara berbagai komponen pembelajaran. Komponenkomponen itu dapat dikelompokkan ke dalam tiga kategori utama yaitu guru, isi atau materi pembelajaran, dan siswa. Interaksi antara ketiga komponen utama melibatkan sarana dan prasarana seperti metode
pembelajaran,
media
pembelajaran,
dan
penataan
lingkungan tempat belajar, sehingga tercipta situasi pembelajaran yang memungkinkan tercapainya tujuan yang telah direncanakan sebelumnya. Dengan demikian, guru memegang peranan sentral dalam proses pembelajaran. Pembelajaran merupakan suatu sistem karena di dalamnya mengandung komponen-komponen yang saling berkaitan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Komponen-komponen tersebut meliputi : tujuan, materi, metode, media, dan evaluasi (Susilana, 2008 : 4). Selain itu, dua komponen utama yang lainnya adalah peserta didik dan guru. Berikut ini akan diuraikan komponen-komponen dalam pembelajaran, meliputi : 1) Tujuan pembelajaran adalah pernyataan tentang perubahan perilaku yang diinginkan terjadi pada peserta didik setelah proses pembelajaran yang mencakup perubahan kognitif, afektif, dan psikomotor. 2) Materi pelajaran yaitu segala informasi yang berupa fakta, prinsip dan konsep untuk mencapai tujuan. 3) Metode
pembelajaran
memberikan
adalah
kesempatan
pada
cara
yang
peserta
tersedia
didik
untuk
mendapatkan
informasi yang dibutuhkan dalam mencapai tujuan. 4) Media pembelajaran yaitu bahan pelajaran dengan atau tanpa peralatan yang digunakan untuk menyajikan informasi kepada peserta didik agar dapat mencapai tujuan.
5) Evaluasi, adalah cara tertentu untuk menilai suatu proses dan hasilnya. 6) Peserta didik, adalah yang bertindak sebagai pencari, penerima dan penyimpan isi pelajaran yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan. 7) Guru,
adalah seseorang yang bertindak sebagai pengelola
kegiatan pembelajaran dan peranan lainya yang memungkinkan berlangsungnya kegiatan tersebut lebih efektif. Guru dapat menggunakan berbagai metode pembelajaran, teknik, dan pendekatan pembelajaran untuk mendapatkan hasil belajar yang optimal. Teknik dan metode pembelajaran yang dipilih harus pembelajaran dalam bentuk pemberian tugas demonstrasi dan pemecahan masalah yang melibatkan partisipasi aktif siswa. Guru perlu mempertimbangkan model pembelajaran yang sesuai dengan kompetensi yang dikembangkan. Guru juga harus membuat perencanaan
pembelajaran,
penilaian,
alokasi
waktu,
jenis
penugasan, dan batas akhir suatu tugas. Untuk melaksanakan proses pembelajaran suatu materi pelajaran perlu dipikirkan metode pembelajaran yang tepat. Metode pembelajaran ini disamping disesuaikan dengan materi dan tujuan pembelajaran, juga dengan ditetapkan dengan melihat kegiatan yang akan dilakukan. Metode pembelajaran sangat beragam, sehingga perlu dipertimbangkan apakah metode pembelajaran yang lebih
cocok untuk mengajarkan materi pelajaran tertentu utuk mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan.
2. Pengajaran Geografi Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan 2006 (KTSP 2006) dijelaskan bahwa geografi merupakan ilmu untuk menunjang kehidupan
sepanjang
hayat
dan
mendorong
peningkatan
kehidupan. Lingkup bidang kajiannya memungkinkan manusia memperoleh jawaban atas pertanyaan dunia sekelilingnya yang menekankan pada aspek spasial, dan ekologis dari eksistensi manusia. Bidang kajian geografi meliputi bumi, aspek dan proses yang membentuknya, hubungan kausal dan spasial manusia dengan lingkungan, serta interaksi manusia dengan tempat. Sebagai suatu disiplin integratif, geografi memadukan dimensi alam fisik dengan
dimensi
manusia
dalam
menelaah
keberadaan
dan
kehidupan manusia di tempat dan lingkungannya. Mata pelajaran Geografi membangun dan mengembangkan pemahaman peserta didik tentang variasi dan organisasi spasial masyarakat, tempat dan lingkungan pada muka bumi. Peserta didik didorong untuk memahami aspek dan proses fisik yang membentuk pola muka bumi, karakteristik dan persebaran spasial ekologis di permukaan bumi. Selain itu peserta didik dimotivasi secara aktif dan kreatif untuk menelaah bahwa kebudayaan dan pengalaman mempengaruhi persepsi manusia tentang tempat dan wilayah.
Pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai yang diperoleh dalam mata pelajaran Geografi diharapkan dapat membangun kemampuan peserta didik untuk bersikap, bertindak cerdas, arif, dan bertanggungjawab dalam menghadapi masalah sosial, ekonomi, dan ekologis. a. Prinsip-prinsip Pengajaran Geografi Kartawijaya
(1988:
2)
merumuskan
prinsip-prinsip
pengajaran geografi di sekolah yaitu : 1. Adanya unsur lingkungan yang saling berhubungan yaitu lingkungan alam dan budaya. 2. Siswa mengerti tentang sifat dinamis pada geografi yang selalu berubah. 3. Adanya respon manusia terhadap alam yang berbeda-beda, tergantung tingkat penguasaan teknologi. 4. Siswa mengenal pola region dunia yang dilandasi unsur-unsur geografi. 5. Pentingnya peserta didik meyakini bahwa jika lingkungan geografi telah dipelajari secara keseluruhan, interaksi dari unsur-unsur lingkungan sangat komplek lalu menjadi komplek area yang tiada bandingnya di muka bumi sebagai sifat unik dari setiap region geografi haruslah merupakan prinsip penting yang harus dipelajari. b. Ruang Lingkup Mata Pelajaran Geografi
Ruang lingkup mata pelajaran Geografi meliputi aspekaspek sebagai berikut : 1. Konsep dasar, pendekatan, dan prinsip dasar Geografi 2. Konsep dan karakteristik dasar serta dinamika unsur-unsur geosfer mencakup litosfer, pedosfer, atmosfer, hidrosfer, biosfer dan antroposfer serta pola persebaran spasialnya 3. Jenis, karakteristik, potensi, persebaran spasial Sumber Daya Alam (SDA) dan pemanfaatannya 4. Karakteristik, unsur-unsur, kondisi (kualitas) dan variasi spasial lingkungan hidup, pemanfaatan dan pelestariannya 5. Kajian wilayah negara-negara maju dan sedang berkembang 6. Konsep wilayah dan pewilayahan, kriteria dan pemetaannya serta fungsi dan manfaatnya dalam analisis geografi 7. Pengetahuan dan keterampilan dasar tentang seluk beluk dan pemanfaatan peta, Sistem Informasi Geografis (SIG) dan citra penginderaan jauh c. Fungsi dan Tujuan 1. Fungsi mata pelajaran geografi adalah : a)
Mengembangkan pengetahuan tentang pola-pola keruangan dan proses yang berkaitan.
b) Mengembangkan ketrampilan dasar serta memperoleh data dan
informasi,
mengkomunikasikan
pengetahuan geografi.
dan
menerapkan
c)
Menumbuhkan sikap, kesadaran dan kepedulian terhadap lingkungan
hidup dan sumberdaya serta toleransi
terhadap keragaman sosial budaya masyarakat. 2. Tujuan pembelajaran di sekolah meliputi : a) Pengetahuan: 1) Mengembangkan konsep dasar geografi yang berkaitan dengan pola keruangan dan proses-prosesnya. 2) Mengembangkan
pengetahuan
sumberdaya
alam,
peluang dan keterbatasannya untuk dimanfaatkan. 3) Mengembangkan berhubungan
konsep
dengan
dasar
wilayah
geografi
sekitar
dan
yang wilayah
negara dunia. b) Keterampilan 1) Mengembangkan keterampilan mengamati lingkungan fisik, lingkungan sosial dan lingkungan budaya. 2) Mengembangkan
keterampilan,
mengumpulkan,
mencatat data dan informasi yang berkaitan dengan aspek keruangan. 3) Mengembangkan keterampilan analisa sintesis dan hasilhasil dari interaksi berbagai gejala geografi. c) Sikap 1) Menumbuhkan
kesadaran
terhadap
perubahan-
perubahan geografi yang terjadi di lingkungan sekitar.
2) Mengembangkan sikap melindungi dan tanggungjawab terhadap kualitas lingkungan hidup. 3) Mengembangkan
kepekaan
terhadap
permasalahan
dalam pemanfaatan sumberdaya. Mengembangkan sikap toleransi terhadap perbedaan sosial dan budaya. 4) Mewujudkan rasa cinta tanah air, persatuan dan kesatuan bangsa.
3. Pendekatan dan Model Pembelajaran Pendekatan pembelajaran memiliki peranan yang sangat penting dalam proses belajar mengajar dan merupakan salah satu penunjang
berhasil atau tidaknya seorang guru dalam mengajar.
Disamping ketrampilan mengajar, seorang guru harus memiliki dan menguasai metode-metode mengajar, serta dapat menggunakannya secara tepat sesuai dengan pokok bahasan yang diajarkan. Daya tarik suatu mata pelajaran (pembelajaran) ditentukan oleh dua hal, pertama oleh mata pelajaran itu sendiri, dan kedua oleh cara mengajar guru. Oleh karena itu tugas profesional seorang guru adalah menjadikan pelajaran yang sebelumnya tidak menarik menjadi menarik, yang dirasakan sulit menjadi mudah, yang tadinya tidak berarti menjadi bermakna (Sugiyanto, 2008 : 1). Menurut Slameto (1995 : 65), pendekatan mengajar adalah suatu cara atau jalan yang harus dilakukan dalam mengajar. Pendekatan pembelajaran merupakan cara-cara yang ditempuh guru
untuk
menciptakan
situasi
pengajaran
yang
benar-benar
menyenangkan dan mendukung bagi kelancaran proses belajar dan tercapainya prestasi belajar anak yang memuaskan. Sedangkan menurut Winataputra dalam Sugiyanto (2008 : 2), model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan aktivitas pembelajaran. Dalam tingkatan operasional model pembelajaran dan strategi pembelajaran sering dipertukarkan. Ada
banyak
model
atau
strategi
pembelajaran
yang
dikembangkan oleh para ahli dalam usaha mengoptimalkan hasil belajar siswa. Diantaranya adalam Model Pembelajaran Kontekstual, Model Pembelajaran Kooperative, Model Pembelajaran Quantum, Model Pembelajaran Terpadu, Pembelajaran Berbasis Masalah (PBL). Banyaknya
model
atau
strategi
pembelajaran
yang
dikembangkan para pakar tersebut tidak berarti semua pengajar menerapkan semuanya untuk setiap mata pelajaran karena tidak semua model cocok untuk setiap topik atau mata pelajaran. Ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam memilih model/ strategi pembelajaran, yaitu: 1) tujuan pembelajaran yang inging dicapai, 2) sifat bahan/ materi ajar, 3) kondisi siswa, 4) ketersediaan sarana-prasarana belajar. Lebih khusus, Killen dan Depdiknas
sebagaimana dikutip oleh Sanjaya menjelaskan ada delapan prinsip dalam memilih strategi pembelajaran, yaitu: 1) berorientasi pada tujuan, 2) mendorong aktivitas siswa, 3) memperhatikan aspek individual siswa, 4) mendorong proses interaksi, 5) menantang siswa untuk berpikir, 6) menimbulkan inspirasi siswa untuk berbuat dan menguji, 7) menimbulkan proses belajar yang menyenangkan, serta 8) mampu memotivasi siswa untuk belajar lebih lanjut (Sugiyanto, 2008 : 3) Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa pendekatan pembelajaran adalah cara-cara yang ditempuh oleh guru dalam menyampaikan materi pelajaran sehingga proses belajar dapat berjalan secara efisien dan bermakna bagi peserta didik. Kaitannya dengan model pembelajaran, tidak setiap model atau strategi pembelajaran mampu mengembangkan 8 prinsip penggunaan model pembelajaran. Setiap model pembelajaran memberikan tekanan pada aspek tertentu dibandingkan model pembelajaran lainnya. Oleh karena itu, setiap pengajar dapat memilih model pembelajaran tersebut secara bergantian atau simultan sesuai dengan tujuan pembelajaran yang diinginkan.
4. Model Pembelajaran Kooperatif Metode Jigsaw a. Metode Pembelajaran Kooperatif Pembelajaran belajar
dan
kooperatif
bekerjasama
(Cooperativ
yang
dilakukan
learning) oleh
merupakan
siswa
dalam
kelompok-kelompok kecil dimana setiap siswa bisa berpartisipasi dalam tugas-tugas kolektif yang telah ditentukan dengan jelas (Cohen, 1994 : 3). Pembelajaran kooperatif menurut Richard Arends (1990 : 102), merupakan metode pembelajaran yang melibatkan siswa bekerja sama dalam tim atau kelompok. Pembelajaran kooperatif secara umum menyangkut teknik pengelompokan yang di dalamnya siswa bekerja terarah pada tujuan belajar yang sama dalam kelompok kecil yang umumnya terdiri dari empat atau lima siswa. Pembetukan kelompok didasarkan pada pemerataan karakteristik psikologis individu, yang meliputi kecerdasan, kecepatan belajar,
motivasi
belajar, perhatian, cara berpikir, dan daya ingat. Pembelajaran kooperatif dapat dikelompokkan menurut bentuknya sebagai berikut : 1) siswa bekerjasama dalam kelompok untuk menguasai materi pelajaran tertentu, 2) kelompok siswa terdiri dari siswa yang berprestsi tinggi, sedang dan rendah, 3) bila memungkinkan kelompok tersebut merupakan campuran jenis kelamin, 4) penilaian atau
sistem
penghargaannya
berorientasi
kelompok,
bukan
berorientasi individu. Pembelajaran kooperatif mengupayakan siswa untuk mampu mengajarkan kepada siswa lain. Mengajar teman sebaya dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mempelajari sesuatu dengan baik pada waktu yang bersamaan, ia menjadi nara sumber bagi teman yang lain. Pengorganisasian pembelajaran dicirikan pada
siswa yang bekerja sama dalam situasi pembelajaran kooperatif, didorong untuk bekerjasama pada suatu tugas bersama, dan mereka harus mengkoordinasikan usahanya untuk menyelesaikan tugasnya. Pembelajaran kooperatif berbeda dengan metode diskusi, karena metode pembelajaran kooperatif menekankan pembelajaran dalam kelompok kecil dimana siswa belajar dan bekerjasama untuk mencapai tujuan yang optimal. Pembelajaran kooperatif meletakkan tanggung
jawab
individu
sekaligus
tanggungjawab
kelompok,
sehingga dalam diri siswa tumbuh dan berkembang sikap dan perilaku yang saling ketergantungan. Kondisi ini dapat mendorong siswa untuk belajar, bekerjasama dan bertanggungjawab secara sunggguh-sungguh untuk mencapai tujuan yang ditetapkan. Dalam kelompok kecil tersebut, siswa dapat saling berbagi mengenai kelebihan
masing-masing,
sehingga
saling
mengembangkan
kemampuan dan hubungan interpersonalnya. Selain itu siswa juga dapat belajar bagaimana mengelola konflik yang biasa timbul dalam kelompok. Rasa saling ketergantungan ini muncul karena adanya perbedaan yang dimiliki oleh manusia.
Gambar 1. Model Faktor-faktor yang mempengaruhi perolehan pembelajaran dalam pembelajaran kooperatif. Sumber : Slavin (2009 : 93) Manusia memiliki derajad potensi, latar belakang historis, serta harapan masa depan yang berbeda-beda. Karena adanya beberapa perbedaan tersebut, manusia dapat saling asah, asih, dan asuh (saling mencerdaskan). Pembelajaran kooperatif secara sadar menciptakan interaksi yang saling asah, asih, dan asuh sehingga tercipta masyarakat belajar (learning community). Siswa tidak hanya belajar dari guru, tetapi juga dari sesama siswa. Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang secara sadar dan sengaja mengembangkan interaksi yang saling asuh untuk menghindari ketersinggungan dan kesalahpahaman yang dapat menimbulkan permusuhan, sebagai latihan hidup di masyarakat (Sugiyanto, 2008 : 27) b. Ciri-ciri Pembelajaran Kooperatif Roger dan Johnson yang dikutip Anata Lie (2005: 31) mengatakan bahwa tidak semua kerja kelompok bisa dianggap
pembelajaran kooperatif. Untuk mencapai hasil yang maksimal dari kegiatan pembelajaran kooperatif ada lima unsur yang harus diterapkan, yakni: 1) saling ketergantungan positif, 2) interaksi tatap muka, 3) akuntabilitas individu, 4) ketrampilan menjalin hubungan antar pribadi, dan 5) evaluasi proses kelompok. Untuk lebih jelasnya akan diuraikan sebagai berikut : 1. Saling ketergantungan positif Saling ketergantungan positif mengandung makna bahwa setiap siswa anggota kelompok merasa saling membutuhkan. Dalam hal ini guru harus dapat menciptakan suasana yang mendorong agar siswa merasa saling membutuhkan, melalui saling membutuhkan untuk
mencapai
tujuan
dan
saling
membutuhkan
untuk
menyelesaikan tugas. Hubungan saling ketergantungan inilah yang dimaksud dengan saling ketergantungan positif. Saling ketergantungan dapat dicapai melalui : a) Saling ketergantungan mencapai tujuan b) Saling ketergantungan menyelesaikan tugas c) Saling ketergantungan bahan atau sumber d) Saling ketergantungan peran e) Saling ketergantungan hadiah 2. Interaksi tatap muka Interaksi tatap muka pada pembelajaran kooperatif menuntut para siswa dalam kelompok dapat saling bertatap muka sehingga mereka dapat melakukan dialog tidak hanya dengan guru tetapi
juga dengan sesama siswa. Interaksi seperti ini memungkinkan para siswa untuk dapat saling berbagi informasi sehingga mereka saling menjadi sumber belajar. Kondisi ini juga mencerminkan konsep pengajaran teman sebaya. 3. Akuntabilitas individu Akuntabilitas individu mengandung makna penilaian kelompok yang didasarkan pada rata-rata penguasaan materi oleh semua anggota kelompok secara individu. Maksudnya adalah bahwa setiap anggota kelompok harus memberikan sumbangan terhadap pelaksanaan kerja kelompok. Selanjutnya guru memberikan penilaian kelompok dan juga penilaian individu. Hal ini perlu dilakukan agar guru dan siswa mengetahui siapa saja anggota kelompok yang memerlukan lebih banyak bantuan dan siapa saja yang dapat memberikan bantuan. Nilai kelompok didasarkan atas rata-rata hasil belajar semua anggotanya, karena setiap kelompok harus memberikan sumbangan demi kemajuan kelompoknya. Penilaian kelompok yang didasarkan atas rata-rata penguasaan semua anggota kelompok secara individual ini yang dimaksud dengan akuntabilitas individual. 4. Ketrampilan menjalin hubungan antar pribadi Ketrampilan menjalin hubungan antar pribadi meliputi beberapa sikap antara lain seperti tenggang rasa, sikap sopan terhadap sesama teman, mengkritik ide, berani memepertahankan pikiran yang logis, tidak mendominasi orang lain, dan berbagai sifat lain
yang
bermanfaat
dalam
menjalin
hubungan
antar
pribadi
(interpersonal relationship) tidak hanya diasumsikan tetapi secara sengaja diajarkan. Siswa yang tidak dapat menjalin hubungan antar pribadi akan mendapat teguran dari guru dan sesama siswa. 5. Evaluasi proses kelompok Evaluasi proses kelompok dilakukan melalui umpan balik dari masing-masing siswa, umpan balik sesama teman, dan umpan balik dari kelompok. Evaluasi ini penting dilakukan agar kerja kelompok menjadi lebih efektif dan mencapai tujuan yang diinginkan. Menurut Suparno (1997 : 66), agar peran dan tugas guru lebih optimal diperlukan beberapa kegiatan yang perlu dikerjakan dan beberapa pemikiran yang perlu disadari oleh pengajar dalam pendekatan kooperatif, diantaranya adalah : 1. Guru perlu banyak berinteraksi dengan siswa untuk lebih mengerti apa yang sudah mereka ketahui dan pikirkan 2. Tujuan dan apa yang akan dibuat di kelas sebaiknya dibicarakan bersama sehingga siswa sungguh terlibat 3. Guru perlu mengerti pengalaman belajar mana yang lebih sesuai dengan
kebutuhan
siswa.
Ini
dapat
dilakukan
dengan
berpartisipasi sebagai pelajar di tengah pelajar 4. Diperlukan keterlibatan dengan siswa yang sedang berjuang dan kepercayaan terhadap siswa bahwa mereka dapat belajar
5. Guru perlu mempunyai pikiran yang fleksibel untuk mengerti dan menghargai pemikiran siswa, karena kadang siswa berpikir berdasarkan pengandaian yang tidak diterima oleh guru. Supaya tujuan pembelajarn kooperatif dapat dicapai, guru harus
pandai
memainkan
beberapa
peranan
seperti
yang
disampaikan oleh Nurhadi (2003: 67-71), antara lain sebagai berikut: 1. Menentukan tujuan pembelajaran 2. Menentukan jumlah anggota kelompok dan menentukan anggota kelompok 3. Menentukan tempat duduk siswa 4. Merancang bahan untuk merangsang saling ketergantungan positif 5. Menjelaskan tugas beserta langkah-langkah pengerjaan tugasnya 6. Membentuk akuntabilitas individu 7. Memberikan bantuan kepada siswa untuk menyelesaikan tugas.
c. Perbedaan
Metode
Pembelajaran
Kooperatif
dengan
Pembelajaran Ceramah Bervariasi Dalam proses kegiatan pembelajaran di kelas pada umumnya menggunakan metode ceramah bervariasi, selain itu juga diselingi metode diskusi atau belajar kelompok. Sedangkan dalam metode pembelajaran kooperatif ada saling ketergantungan positif, saling membantu,
dan
saling
memberikan
motivasi.
Ada
sejumlah
perbedaan antara kelompok belajar kooperatif dengan kelompok belajar tradisional. Tabel
No
1. Perbedaan pembelajaran Pembelajaran Tradisional
Kooperatif
dengan
Kelompok Belajar Kooperatif
Kelompok Belajar Tradisional
1
Adanya saling ketergantungan positif, saling membantu, dan saling memberikan motivasi sehingga ada interaksi promotif.
Guru sering membiarkan adanya siswa yang mendominasi kelompok atau menggantungkan diri pada kelompok
2
Adanya akuntabilitas individual yang mengukur penguasaan materi pelajaran tiap anggota kelompok. Kelompok diberi umpan balik tentang hasil belajar para anggotanya sehingga dapat saling mengetahui siapa yang memerlukan bantuan dan siapa yang dapat memberikan bantuan.
Akuntabilitas individual sering diabaikan sehingga tugas-tugas sering diborong oleh salah seorang anggota kelompok, sedangkan anggota kelompok lainnya hanya “enak-enak saja” di atas keberhasilan temannya yang dianggap pemborong
3
Kelompok belajar heterogen, Kelompok baik dalam kemampuan homogen. akademik, jenis kelamin, ras, etnik, dan sebagainya sehingga dapat saling mengetahui siapa yang memerlukan bantuan dan siapa yang dapat memberikan bantuan.
4
Pimpinan kelompok dipilih secara demokratis atau bergilir untuk memberikan pengalaman memimpin bagi para anggota kelompok.
5
Ketrampilan diperlukan
sosial dalam
belajar
biasanya
Pemimpin kelompok sering ditentukan oleh guru, atau kelompok dibiarkan untuk memilih pemimpinnya dengan cara masing-masing.
yang Ketrampilan sosial sering tidak kerja diajarkan secara langsung.
gotong royong seperti kepemimpinan, kemampuan berkomunikasi, mempercayai orang lain, dan mengelola konflik secara langsung diajarkan. 6
Pada saat belajar kooperatif sedang berlangsung, guru terus melakukan pemantauan melalui observasi dan melakukan intervensi jika terjadi masalah dalam kerjasama antar anggota kelompok.
Pemantauan melalui observasi dan intervensi sering dilakukan oleh guru pada saat belajar kelompok sedang berlangsung.
7
Guru memperlihatkan secara langsung proses kelompok yang terjadi dalam kelompokkelompok belajar.
Guru sering tidak memperhatikan proses kelompok yang terjadi dalam kelompok-kelompok belajar.
8
Penekanan tidak hanya pada Penekanan sering hanya pada penyelesaian tugas, tetapi penyelesaian tugas. juga hubungan interpersonal (hubungan antar pribadi yang saling menghargai). Sumber : Sugiyanto (2008 : 29-31)
d. Keuntungan Penggunaan Pembelajaran Kooperatif Ada banyak nilai pembelajaran kooperatif diantaranya adalah. 1. Meningkatkan kepekaan dan kesetiakawanan sosial. 2. Memungkinkan para siswa saling belajar mengenai sikap, ketrampilan,
informasi,
perlaku
sosial,
dan
pandangan-
pandangan. 3. Memudahkan siswa melakukan penyesuaian sosial. 4. Memungkinkan terbentuk dan berkembangnya nilai-nilai sosial
dan komitmen 5. Menghilangkan sifat mementingkan diri sendiri atau egois 6. Membangun persahabatan yang dapat berlanjut hinggga masa dewasa 7. Berbagai ketrampilan sosial yang diperlukan untuk memelihara hubungan
saling
membutuhkan
dapat
diajarkan
dan
dipraktekkan 8. Meningkatkan rasa saling percaya kepada sesama manusia 9. Meningkatkan kemampuan masalah dan situasi dari berbagai perspektif. 10. Meningkatkan kesediaan menggunakan ide orang lain yang dirasakan lebih baik 11. Meningkatkan
kegemaran
berteman
tanpa
memandang
perbedaan kemampuan, jenis kelamin, normal atau cacat, etnis, kelas sosial, agama, dan orientasi tugas.
e. Model Pembelajaran Kooparatif Metode Jigsaw Jigsaw
merupakan
salah
satu
bentuk
pembelajaran
kooperatif. Metode ini dikembangkan oleh Elliot Aronson dan kawankawannya dari Universitas Texas pada tahun 1971 dan kemudian diadaptasi oleh Slavin dan kawan-kawan di Universitas John Hopkins. Teknik ini digunakan untuk mengembangkan kemampuan membaca, memahami, mendengarkan, memecahkan masalah, dan mempresentasikan, sekaligus mengembangkan kerjasama.
Dalam
pembelajaran yang menerapkan metode jigsaw, kelas dibagi menjadi beberapa kelompok yang anggotanya terdiri dari 5 atau 6 siswa dengan
karakteristik
yang
heterogen
(Anita
Lie,
2005:
69).
Selanjutnya, guru membagi materi pelajaran (bahan akademik) ke dalam
beberapa
bagian,
menyajikannya
dalam
bentuk
teks,
kemudian memberikannya kepada siswa per bagian. Selanjutnya, siswa-siswa
yang
mendapat
materi
yang
sama
berkumpul,
membentuk suatu kelompok tersendiri yang dinamakan kelompok pakar (expert group), dan membahas materi tersebut. Kemudian, anggota kelompok pakar kembali kepada kelompok semula (home teams) untuk menyampaikan kepada anggota lain tentang materi yang sudah mereka bahas dalam kelompok pakar tersebut. Pengertian jigsaw dalam pembelajaran kooperatif adalah satu tipe pembelajaran kooperatif yang terdiri dari beberapa anggota dalam satu kelompok yang bertanggung jawab atas penguasaan bahan materi belajar dan mampu mengajarkan bagian tersebut kepada anggota lain dalam kelompoknya (Arends, 1997: 73). Dalam
jigsaw,
siswa
belajar
dalam
kelompok
yang
beranggotakan 4 sampai 6 orang yang disebut kelompok asal. Setiap anggota kelompok bertanggungjawab atas penguasaan bagian dari materi belajar yang ditugaskan kepadanya, kemudian mengajarkan bagian tersebut kepada anggota kelompoknya. Masing-masing anggota kelompok yang mendapat tugas penguasaan bagian materi itu disebut kelompok “ahli”. Anggota dari kelompok yang berbeda
bertemu
untuk
berdiskusi”antar
ahli”.
Mereka
dapat
saling
membantu satu sama lain tentang topik yang ditugaskan, serta mendiskusikannya. Setelah siswa pada
“kelompok ahli” kembali
pada kelompok masing-masing (kelompok asal) untuk menjelaskan materi tersebut kepada anggota yang lain tentang apa yang dibahas atau dipelajari dalam “kelompok ahli” (Arends, 1977 : 72).
Kelompok Asal
Kelompok Ahli Gambar 2. Ilustrasi Kelompok Jigsaw Yang membedakan metode jigsaw dengan kegiatan kerja kelompok
lainnya
adalah
bahwa
dalam
pembelajaran
yang
menerapkan metode ini, setiap siswa mendapatkan tugas yang sama, setiap siswa menjadi anggota kelompok asal dan sekaligus menjadi anggota kelompok pakar untuk materi-materi tertentu. Setiap siswa bertanggung jawab terhadap penguasaan materi yang dipelajari dan berkewajiban menyampaikan kepada siswa lain dalam kelompok asalnya (Arends, 1997: 73). Setelah diadakan pertemuan
dan diskusi dalam home teams, para siswa dievaluasi oleh guru secara individual mengenai bahan yang telah dipelajari. Langkah-langkah dalam penerapan metode jigsaw dapat dilihat di www.jigsaw.org/steps.htm, antara lain sebagai berikut: 1. Bagilah siswa menjadi beberapa kelompok beranggotakan dari 5 atau 6 orang dengan karakteristik anggota kelompok yang heterogen. 2. Tunjuklah satu siswa dari setiap kelompok untuk menjadi ketua kelompok. 3. Bagilah materi pelajaran menjadi 5 atau 6 bagian. 4. Berilah tugas pada masing-masing siswa untuk mempelajari satu bagian materi, dan yakinkan bahwa setiap siswa hanya mempelajari materi yang menjadi bagiannya. 5. Berilah kesempatan kepada siswa untuk memahami bagian mereka, tetapi tidah harus hafal. 6. Buatlah kelompok sementara yang anggotanya terdiri dari siswasiswa yang mendapat bagian materi yang sama. Kelompok sementara ini disebut kelompok pakar (expert group). Kelompok ini membahas materi yang menjadi tanggung jawab mereka, sekaligus untuk menyamakan persepsi tentang materi tersebut. 7. Bawalah kembali siswa-siswa anggota kelompok pakar ini kepada kelompok asal mereka (home teams), dan suruh mereka menjelaskan kepada anggota kelompoknya tentang materi yang sudah
dibahas
pada
kelompok
pakar
tadi
dan
berikan
kesempatan kepada siswa lain untuk bertanya dan meminta penjelasan. 8. Suruh
masing-masing
siswa
untuk
menjelaskan
pada
kelompoknya dari apa yang mereka peroleh dalam kelompok ahli dan berikan kesempatan pada siswa lain untuk bertanya dan minta penjelasan. 9. Amati proses kerja kelompok ini. Berikan bantuan penjelasan atau intervensi secara tidak langsung bila diperlukan. 10. Pada akhir sesi berilah pertanyaan atau kuis untuk materi tersebut agar siswa menyadari bahwa bagian itu penting. Berdasarkan penjelasan mengenai langkah-langkah penerapan metode jigsaw tadi dapat dilihat bahwa metode ini dapat mengatasi beberapa masalah yang sering muncul dalam kegiatan pembelajaran kelompok
seperti
yang
dikemukakan
oleh
www.jigsaw.org), antara lain sebagai berikut.
Aronson
(2000:
Pertama, bagi siswa
yang biasa mendominasi diskusi di dalam kelompok maupun di kelas,
metode
jigsaw
bisa
membatasi
dominasi
mereka.
Ini
dikarenakan setiap siswa diberi tanggungjawab akan suatu materi, dan semuanya mendapat giliran menjadi pemimpin diskusi di dalam kelompok masing-masing. Kedua, bagi siswa yang lambat berpikir, metode jigsaw membantu mereka untuk mengejar ketertinggalan mereka dari teman-teman mereka, karena dalam setiap kelompok ada siswa yang lebih pandai dan bisa membimbing teman-teman yang kurang berprestasi. Ketiga, bagi siswa pandai yang cepat
bosan, metode jigsaw menawarkan solusi yang menyenangkan, karena mereka mendapat giliran untuk diposisikan sebagai tutor, sebagai pengajar anggota kelompok yang lain. Dalam pelaksanaan pembelajaran di sekolah tidaklah selalu berjalan dengan baik meskipun rencana telah dirancang sedemikian rupa.
Hal-hal
yang
dapat
menghambat
proses
pembelajaran
terutama dalam penerapan model pembelajaran pembelajaran kooperatif diantaranya adalah sebagai berikut : 1. Kurangnya pemahaman guru mengenai penerapan pembelajaran kooperatif. 2. Jumlah siswa yang terlalu banyak yang mengakibatkan perhatian guru terhadap proses pembelajaran relatif kecil sehingga yang hanya sebagian orang yang menguasai arena kelas, yang lain hanya sebagai penonton. 3. Kurangnya
sosialisasi
dari
pihak
terkait
tentang
teknik
pembelajaran kooperatif. 4. Kurangnya buku sumber sebagai media pembelajaran. Agar pelaksanaan pembelajaran kooperatif dapat berjalan dengan baik, maka upaya yang harus dilakukan adalah sebagai berikut : 1. Guru senantiasa mempelajari teknik-teknik penerapan model pembelajaran kooperatif di kelas dan menyesuaikan dengan materi yang akan diajarkan.
2. Pembagian jumlah siswa yang merata, dalam artian tiap kelas merupakan kelas heterogen. 3. Diadakan
sosialisasi
dari
pihak
terkait
tentang
teknik
pembelajaran kooperatif. 4. Meningkatkan sarana pendukung pembelajaran terutama buku sumber.
5. Pembelajaran Ceramah Bervariasi Metode
ceramah
dapat
dipandang
sebagai
suatu
cara
penyampaian pelajaran dengan melalui penuturan. Metode ceramah ini termasuk klasik, namun penggunaannya sangat populer. Banyak guru memanfaatkan metode ceramah dalam mengajar karena pelaksanaannya
sangat
sederhana
tidak
memerlukan
pengorganisasian yang rumit. Komunikasi guru dengan siswa pada umunya searah. Sebagai suatu sistem penyampainnya metode ceramah sering dilakukan tidak berdiri sendiri, namun divariasikan dengan metodemetode pembelajaran lain. Sehingga pada pembelajaran ceramah bervariasi, bisa jadi ceramah hanya sebagai pengantar saja, selanjutnya
menggunakan
metode
pembelajaran
lain.
Untuk
membangkitkan perhatian digunakan alat bantu mengajar (audio visual aids) yang relevan secara memadai (Sumiati, 2008 : 98). Keunggulan ceramah sebagai metode pengajaran antara lain: hemat dalam penggunaan waktu dan alat, mampu membangkitkan
minat dan intusias siswa, membantu siswa untuk mengembangkan kemampuan mendengarnya, merangsang kemampuan siswa untuk mencari
informasi
dari
berbagai
sumber,
serta
mampu
menyampaikan pengetahuan yang belum pernah diketahui siswa. Sedangkan
kelemahan-kelemahan
metode
ceramah
adalah:
cenderung pada pola strategis ekspesitorik yang berpusat pada guru, cenderung menempatkan posisi siswa sebagai pendengar dan pencatat,
keterbatasan
kemampuan
pada
tingkat
rendah
(www.tiaturahma.student.fkip.uns.ac.id). Disebut ceramah bervariasi karena dalam strategi ini terdapat beberapa komponen yaitu: a. Variasi Metode Ceramah murni hanya efektif 15 menit setelah itu diganti dengan metode tanya jawab atau metode diskusi kelompok, agar tidak membosankan. b. Variasi Media Alat indera siswa dilibatkan sebanyak mungkin dalam proses belajar mengajar. Untuk itu media pengajaran divariasikan sehingga fungsi melihat (visual), fungsi mendengar (audio) dan fungsi meraba dan mencium diaktifkan pada hal-hal tertentu. Media yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahan ajar power point, bahan ajar cetak, peta, dan gambar. c. Variasi Penampilan
1)
Variasi gerak. Dalam menyampaikan ceramah guru tidak terpaku
pada
tempat
tertentu,
gerakannya
disesuaikan
dengan bahan ceramah dan situasi kelas 2) Variasi isyarat/mimik. Isi ceramah tidak hanya disampaikan
melalui kata-kata tetapi juga melalui mimik guru 3) Variasi
suara.
lambatnya
Variasi
diucapkan
tinggi setiap
rendahnya kata
dan
suara,
keras
cepat
lemahnya
memberikan nilai tersendiri dalam berkomunikasi melalui ceramah. 4) Selingan diam. Dalam menyampaikan ceramah perlu diberi
kesempatan kepada siswa untuk meresapkan makna ceramah 5) Kontak pandang 6) Pemusatan perhatian
d. Variasi bahan sajian seperti contoh-contoh verbal dan anekdot (www.tiaturahma.student.fkip.uns.ac.id).
6. Motivasi Belajar a. Pengertian Motivasi Belajar Dalam kegiatan belajar, motivasi sangat penting karena motivasi belajar tidak hanya mendorong atau membangkitkan individu untuk giat dalam belajar tetapi dapat juga menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar itu. Hal ini sesuai dengan pendapat
John Dewey dalam Oemar Hamalik (2004: 157) yang
terkenal dengan pengajaran proyeknya “bahwa tingkah laku
manusia didorong oleh motif-motif tertentu dan perbuatan belajar akan berhasil apabila didasarkan pada motivasi yang ada pada peseta didik itu sendiri”. Motivasi merupakan suatu unsur paling penting dari pengajaran efektif atau pengajaran yang berhasil. Seseorang akan berhasil dalam belajar kalau pada dirinya ada keinginan untuk belajar. Keinginan atau dorongan untuk belajar ini disebut motivasi. Menurut Gagne (1976: 187) motivasi merupakan kekuatan dari dalam termasuk sifat ingin tahu dan usaha penyelidikan,
yang
tenaga
itu
mampu
mengarahkan
dan
mengorganisasikan tingkah laku dalam meraih tujuan tertentu. Seseorang
akan
terdorong
melakukan
sesuatu
bila
merasakan adanya suatu kebutuhan. Hal ini seperti yang dikemukakan oleh McClelland dalam Martinis Yamin (2005 : 84) bahwa manakala kebutuhan seseorang terasa sangat mendesak, maka
kebutuhan
akan
memotivasi
orang
tersebut
untuk
memenuhi kebutuhannya. Kebutuhan-kebutuhan tersebut di antaranya kebutuhan untuk berbuat sesuatu demi kegiatan itu sendiri,
kebutuhan
untuk
menyenangkan
hati
orang
lain,
kebutuhan untuk mencapai hasil, kegiatan untuk mengatasi kesulitan. Menurut Sardiman (2007 : 75) motivasi adalah serangkaian usaha untuk menyediakan kondisi-kondisi tertentu, sehingga seseorang mau dan ingin melakukan sesuatu. Jadi motivasi itu
dapat dirangsang oleh faktor dari luar tetapi motivasi itu adalah tumbuh di dalam diri seseorang. Dalam kegiatan belajar, motivasi dapat dikatakan sebagai keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar dan dapat memberikan arah pada kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki dapat tercapai. Motivasi belajar adalah merupakan faktor psikis yang bersifat non intelektual. Peranannya yang khas adalah dalam menumbuhkan gairan, merasa senang dan semangat untuk belajar. Siswa yang memiliki motivasi kuat akan mempunyai banyak energi untuk melakukan kegiatan belajar. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa motivasi belajar adalah keseluruhan daya penggerak di dalam diri peserta didik yang menimbulkan kegiatan belajar yang diwujudkan dalam bentuk kebutuhan, dorongan dan usaha
dalam melakukan
aktivitas atau kegiatan belajar sehingga tujuan belajar dapat tercapai. Jadi motivasi belajar geografi adalah keseluruhan daya penggerak di dalam diri peserta didik yang menimbulkan kegiatan belajar geografi sehingga tujuan belajar geografi dapat tercapai. b. Ciri-ciri Motivasi Belajar Menurut Sardiman (2007 : 83) ciri-ciri peserta didik yang memiliki motivasi belajar adalah sebagai berikut :
1. Tekun menghadapi tugas (dapat bekerja terus menerus untuk waktu lama, tidak berhenti sebelum selesai). 2. Ulet menghadapi kesulitan (tidak cepat putus asa). 3. Tidak memerlukan dorongan dari luar untuk berprestasi. a.
Ingin
mendalami
bahan/bidang
pengetahuan
yang
diberikan di kelas. b. Selalu berusaha berprestasi sebaik mungkin (tidak cepat puas dengan prestasinya). c. Menunjukkan minat bermacam-macam masalah . d. Senang dan rajin belajar, penuh semangat. e. Dapat mempertahankan pendapatnya (kalau sudah yakin akan sesuatu, tidak mudah melepaskan pendapat tesebut). f. Cepat bosan dengan tugas rutin. g.
Mengejar
tujuan
jangka
panjang
(dapat
menunda
pemuasan kebutuhan sesaat untuk sesuatu yang ingin dicapai kemudian). c. Jenis-jenis Motivasi Jenis motivasi ditinjau dari sumbernya dapat digolongkan menjadi dua yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Sebagaimana yang dikatakan Martinis Yamin (2004 : 86) bahwa motivasi intrinsik adalah dorongan belajar yang tumbuh dari dalam diri subyek belajar. Motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang aktif dan berfungsi karena adanya rangsangan dari luar. Sebagai contoh seorang siswa belajar untuk mencari penghargaan berupa angka,
hadiah dan sebagainya. Jadi tujuan itu terletak di luar perbuatan, yaitu tidak terkandung didalam perbuatan itu sendiri. Motivasi intrinsik adalah motivasi yang timbul dari dalam dirinya sendiri. Motivasi intrinsik adalah tindakan yang digerakkan oleh sesuatu sebab yang datang dari dalam diri individu tersebut, misalnya intelegensi, minat, sifat pribadi, dan kebutuhan belajar. Motivasi intrinsik dapat diketahui dari keaktifan mengerjakan tugas, karena merasa butuh dan menginginkan tujuannya tercapai. Dengan motivasi intrinsik pebelajar akan aktif belajar dan bekerja menekuni berbagai materi tanpa disuruh atau paksaan orang lain. Dalam kegiatan belajar mengajar motivasi intrinsik maupun motivasi ekstrinsik, keduanya mempunyai peranan penting. Dalam kegiatan belajar mengajar motivasi
ekstrinsik tetap penting
(Sardiman, 2007 : 96). Bahkan sering terjadi pada awalnya dibangun
motivasi
ekstrinsik dengan penguatan-penguatan
hadiah, pengaturan situasi dan kondisi yang kondosif yang dapat berkembang menjadi motivasi intrinsik. Dengan demikian dapat dikatakan
bahwa
motivasi
intrinsik
dan
ekstrinsik
saling
melengkapi dan memperkuat. Di sekolah sering digunakan motivasi ekstrinsik, seperti nilai yang berupa angka, pujian, ijazah, kenaikan kelas dan sebagainya. Motivasi ekstrinsik dipakai karena pelajaran-pelajaran sering tidak dengan sendirinya menarik, dan guru sering untuk membangkitkan minat anak.
kurang mampu
Membangkitkan motivasi tidak mudah, untuk itu guru perlu mengenal peserta didik dan mempunyai kesanggupan kreatif untuk menghubungkan pelajaran dengan kebutuhan dan minat anak. Guru dapat menggunakan bermacam-macam cara, di antaranya : 1. Memberi Angka Banyak peserta didik belajar untuk mendapatkan angka baik, untuk itu mereka berusaha sekuat tenaga. Angka bagi mereka merupakan motivasi yang kuat. Angka itu harus benar-benar menggambarkan hasil belajar. 2. Memberi Ulangan Peserta didik akan lebih giat belajar, apabila tahu akan apabila akan diadakan ulangan atau tes. Akan tetapi jika ulangan terlampau sering, maka pengaruhnya tidak berarti lagi. 3. Memberi Teguran dan Penghargaan Guru sebaiknya memberi teguran untuk memperbaiki peserta didik yang membuat kesalahan, malas atau berkelakuan tidak baik, namun harus dengan hati-hati dan bijaksana agar tidak merusak harga diri anak. Sedangkan bagi peserta didik yang berhasil atau berprestasi atau melakukan perubahan ke arah yang lebih baik guru perlu memberikan penghargaan atau pujian.
7. Prestasi Belajar Prestasi belajar peserta didik merupakan hasil usaha dalam proses belajar. Sedangkan maksud prestasi dalam penelitian ini adalah
keberhasilan
peserta
didik
yang
ditunjukkan
dengan
penilaian hasil belajar oleh guru yang berwujud angka. Prestasi belajar adalah hasil yang dicapai oleh seorang peserta didik setelah melakukan suatu usaha untuk memenuhi kebutuhannya. Usaha tersebut dipegaruhi oleh kondisi dan situasi tertentu, yaitu pendidikan dan latihan dalam suatu jenjang tertentu. Menurut Masidjo (1995 : 25 ), prestasi belajar merupakan hasil akhir yang dicapai oleh anak didik dalam mengikuti seluruh program studi yang telah direncanakan dalam rangkaian kegiatan belajar, biasa dinyatakan dengan nilai-nilai yang diperoleh melalui tes formatif. Sedangkan menurut pendapat Sudjana (2005 : 22), prestasi belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki peserta didik setelah ia memproleh pengalaman belajarnya. Sedangkan hasil belajar geografi sendiri dapat
diartikan sebagai kemampuan-
kemampuan dalam bidang geografi yang dimiliki peserta didik setelah mempelajari geografi. Winkel (1996 :161) berpendapat bahwa, “Prestasi adalah merupakan bukti usaha yang dicapai”. Prestasi belajar adalah hasil dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan, didapatkan baik secara individu maupun elompok (Djamarah, 1994 : 20). Sedangkan Zaenal Arifin (1990 : 3)
mengemukanan prestasi belajar sebagai kemampuan, ketrampilan, sikap seseorang dalam menyelesaikan suatu hal. Dari beberapa pendapat tersebut dapat dikatakan bahwa hasil belajar identik dengan prestasi belajar, yaitu merupakan hasil pengukuran terhadap peserta didik yang meliputi aspek kognitif, afektif dan psikomotorik setelah mengikuti proses belajar mengajar. Prestasi
belajar
ini
selalu
berkaitan
dengan
pengukuran
(measurment) dan penilaian (evaluation). Dengan pengukuran dan penilaian akan diperoleh suatu hasil yang dapay digunakan untuk usha-usaha lebih lanjut.
8. Biosfer Materi yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah Menganalsis Fenomena Biosfer yang diajarkan pada kelas XI IPS semester 1 pada tahun pelajaran 2009/2010. Cakupan materi yang di ajarkan pada penelitian ini meliputi pengertian biosfer, faktorfaktor yang mempengaruhi kehidupan, sebaran
hewan dan
tumbuhan di permukaan bumi, sebaran hewan dan tumbuhan di Indonesia, macam-macam hutan di Indonesia, kerusakan flora dan fauna
serta
dampaknya
mengidentifikasikan
terhadap
persebaran
suaka
kehidupan, alam
dan
serta suaka
margasatwa di Indonesia. Secara etimologinya, istilah biosfer berasal dari kata bios yang artinya hidup dan sphaira atau sphere yang artinya lapisan.
Dengan demikian biosfer adalah lapisan tempat kehidupan makhluk hidup dan organisme. Namun demikian dalam biosfer tidak hanya dipengaruhi
oleh
unsur-unsur
kehidupan
saja
tetapi
juga
dipengaruhi unsur benda mati. Kumpulan benda hidup (biotik) meliputi
manusia,
hewan,
tumbuhan,
dan
organisme
lain,
sedangkan unsur benda mati (abiotik) meliputi tanah, air, udara, cahaya, unsur-unsur iklim, dan sebagainya. Biosfer adalah bagian terluar planet bumi yang merupakan tempat hidup dan proses kehidupan. Di biosferlah kita hidup, belajar bersosialisasi, bermain dan melakukan semua aktivitas lainnya. Kehidupan kita sangat dekat dengan biosfer. Apapun yang kita lakukan akan berpengaruh terhadap biosfer. Kehidupan kita sangat dekat dengan bisfer. Oleh karena itu, kita harus senantiasa menjaga alam demi terciptanya keseimbangan dalam biosfer (Pipit Pitriana, 2008 : 6). Sedangkan Suroso (2003 : 31), berpendapat bahwa biosfer adalah suatu lapisan di bola bumi yang mengandung kehidupan organism, mencakup sebagian di atmosfer (lapisan udara), di litosfer (lapisan batuan bagian permukaan), dan sebagian di hidrosfer (lapisan bumi yang mengandung air seperti laut, danau, sungai, dan lain-lain).
B. Hasil Penelitian Yang Relevan Berikut ini beberapa penelitian yang relevan :
1. Penelitian yang berjudul : An Application of 'Jigsaw Learning' to Teaching
Infrastructure
Model
Development,
Penerapan
“Pembelajaran Jigsaw” untuk Pengajaran Pembangunan Model Infrastruktur, ditulis oleh William Young, Roger Hadgraft, dan Marianne
Young.
Hasil
penelitian
tentang
sebuah
teknik
pengajaran yang akan mendorong pengembangan ketrampilan berkomunikasi di antara para mahasiswa, yaitu pembelajaran ’jigsaw’. Pendekatan ini meliputi beberapa langkah seperti: membagi
mahasiswa
ke
dalam
beberapa
group
untuk
memecahkan sebuah masalah. Pertama-tama seorang mahasiswa diposisikan dalam pengembangan model secara keseluruhan supaya mempersempit masalah yang haraus dipecahkan. Kedua, dia bergabung dengan kelompok komponen untuk menciptakan komponen model tertentu. Terakhir, ketika model komponen sudah
terbentuk,
mahasiswa
ini
kembali
ke
kelompok
pengembangan model dan menggabungkan komponen-komponen khusus ke dalam model pengembangan secara keseluruhan. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa pendekatan ini berhasil dengan baik, namun perbaikan tetap perlu dilakukan. 2. Penelitian yang berjudul: The Effects of The Cooperative Jigsaw II Method and Traditional Teacher-centred Teaching Method on Improving Vocabulary Knowledge and Active-Passive Voice in English as a Foreign Language, Pengaruh Metode Kooperatif Jigsaw II dengan Metode Pengajaran yang Terpusat pada Guru
dalam Meningkatkan Pengetahuan Vocabulary (Kosa Kata) dan Kalimat Aktif – Kalimat Pasif dalam Bahasa Inggris sebagai Bahasa Asing, ditulis oleh
M. N. Gomleksiz. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada kelompok eksperimen dalam hal peningkatan pengetahuan kosa kata dan pembelajaran kalimat aktif- kalimat pasif dalam bahasa Inggris. Hasil skala sikap juga menunjukkan bahwa pengalaman belajar secara kooperatif memberikan pengaruh yang sangat positif bagi mahasiswa teknik dalam belajar Bahasa Inggris dan sekaligus mendorong interaksi antara para mahasiswa tersebut. 3. Penelitian yang berjudul : Learning Through Teaching And Sharing In The Jigsaw Classroom, Belajar Melalui Mengajari dan Berbagi Pengetahuan dalam Kelas Jigsaw,
ditulis oleh
Murat N. Ab.
Hasilnya sebagian besar mahasiswa mengungkapkan bahwa belajar melalui mengajari orang lain dan diskusi sebagaimana yang dituntut dalam pembelajaran dengan jigsaw mendorong pemahaman mereka tentang topik yang sedang dibahas dan mereka mengaku bahwa mereka dapat mengingat topik itu dengan
lebih
baik.
Dalam
penelitian
ini,
metode
jigsaw
membuktikan bahwa belajar di ruang kuliah bisa menjadi sangat menyenangkan, edukatif, dan sangat kaya akan pengetahuan dan pengalaman. 4. Penelitian
yang
berjudul
:
Hubungan
antara
Pembelajaran
kooperatif teknik jigsaw dan motivasi berprestasi dengan hasil
belajar geografi siswa SMA N 2 Selong Lombok Timur, ditulis oleh M. Hadi Zuhri. Hasil penelitian menunjukkan bahwa; 1) terdapat perbedaan yang signifikan dalam hal hasil belajar siswa yang diajar dengan menggunakan metode kooperatif, terutama teknik jigsaw, dengan siswa yang diajar dengan menggunakan teknik diskusi kelompok; 2) terdapat perbedaan yang signifikan dalam hasil belajar siswa yang memiliki motivasi berprestasi tinggi dengan mereka yang memiliki motivasi rendah. 5. Penelitian
berjudul
:
Peningkatan
kemampuan
membaca
interpretatif dengan teknik jigsaw pada siswa kelas 3 SMP, ditulis oleh
Wiwik Agustin. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
kemampuan
membaca
interpretif
siswa
meningkat
setelah
dilakukan tindakan. Peningkatan ini ditemukan pada tahap prereading (sebelum mulai membaca), whilst reading (saat membaca), dan post reading (setelah membaca). Skor rata-rata dari siklus pertama adalah 5.90, pada siklus kedua adalah 6.40, dan pada siklus ke tiga adalah 7.35. Pembelajaran siswa meningkat ketika guru menekankan proses sekaligus produk, menggunakan teknik dan strategi yang sesuai, dan melibatkan siswa. Salah satu teknik yang digunakan adalah jigsaw. 6. Penelitian yang berjudul: Penerapan Pembelajaran Kooperatif Model Jigsaw untuk Meningkatkan Prestsi Belajar di SMP KPS Balikpapan
ditulis
oleh
menunjukkan bahwa: 1)
Umi
Chabibah.
Hasil
penelitian
ada peningkatan proses belajar dari
siklus pertama, kedua, dan ketiga, 2) keterlibatan dan aktivitas siswa semakin baik, 3) ada peningkatan prestasi belajar.
C. Kerangka Berfikir Kerangka berpikir merupakan alur pikiran yang menyangkut arah dari perkiraan dari jawaban masalah yang ada. Uraian kerangka berpikir bertujuan untuk menggambarkan teori-teori sebagai dasar penyusunan hipotesis. 4. Pengaruh
pendekatan
pembelajaran
menggunakan
model
kooperatif metode jigsaw berpengaruh positif terhadap prestasi belajar Geografi Proses
pembelajaran
merupakan
inti
dari
proses
pendidikan formal di sekolah, di dalamnya terjadi interaksi antara berbagai komponen pembelajaran. Komponen-komponen itu dapat dikelompokkan ke dalam tiga kategori utama yaitu guru, isi atau materi pembelajaran, dan siswa. Interaksi antara ketiga komponen utama melibatkan sarana dan prasarana seperti metode pembelajaran, media pembelajaran, dan penataan lingkungan
tempat
belajar,
sehingga
tercipta
situasi
pembelajaran yang memungkinkan tercapainya tujuan yang telah direncanakan sebelumnya. Dalam kegiatan pembelajaran kooperatif ada lima unsur yang harus diterapkan, yakni: 1) saling ketergantungan positif; 2) interaksi tatap muka; 3) akuntabilitas individu; 4) ketrampilan
menjalin hubungan antar pribadi; dan 5) evaluasi proses kelompok. Pembelajaran dengan metode kooperatif Jigsaw secara teoritis akan memberikan hasil belajar yang lebih baik dari pada siswa yang melakukan proses belajar mengajar dengan metode ceramah bervariasi. 5. Pengaruh motivasi belajar terhadap prestasi belajar Geografi Motivasi merupakan suatu unsur paling penting dari pengajaran efektif atau pengajaran yang berhasil. Seseorang akan berhasil dalam belajar kalau pada dirinya ada keinginan untuk belajar. Keinginan atau dorongan untuk belajar ini disebut motivasi. Sehingga motivasi memiliki peran yang sangat penting
untuk
meraih
keberhasilan
dalam
proses
belajar
mengajar. Siswa yang memiliki motivasi memiliki kecenderungan memiliki prestasi belajar yang lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang memiliki motivasi rendah. Rendahnya motivasi belajar yang penyebabnya sangat beragam, sehingga akan membuat siswa malas, gairah belajar menurun, tidak aktif, sulit bisa mengingat, sehingga hasil belajar turun Sebaliknya siswa yang mempunyai motivasi belajar tinggi siswa akan rajin, gairah belajar tinggi, aktif dan mudah mengingat, sehingga prestasi belajar naik.
6. Pengaruh interaksi antara pembelajaran yang menggunaan model kooperatif jigsaw dan motivasi belajar terhadap prestasi belajar Geografi Pembelajaran
kooperatif
secara
sadar
menciptakan
interaksi yang saling asah, asih, dan asuh sehingga tercipta masyarakat belajar (learning community). Siswa tidak hanya belajar dari guru, tetapi juga dari sesama siswa. Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang secara sadar dan sengaja mengembangkan interaksi yang silih asuh untuk menghindari ketersinggungan dan kesalahpahaman yang dapat menimbulkan permusuhan, sebagai latihan hidup di masyarakat. Penerapan metode pembelajaran kooperatif
jigsaw diharapkan dapat
meningkatkan motivasi belajar para siswa, sehingga secara bersama-sama akan meningkatkan prestasi belajar.
Kelas eksperimen
Pendekatan Pembelajaran Kooperatif Metode Jigsaw
Motivasi belajar siswa : 1. Tinggi Prestasi Belajar
Siswa
Kelas kontrol
Pendekatan PembelajaranMod el Ceramah Bervariasi Motivasi belajar siswa : 1. Tinggi
Gambar 3. Skema Kerangka Berpikir
D. Perumusan Hipotesis Berdasarkan perumusan masalah, tujuan penelitian dan kerangka berpikir, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut : 1. Ada pengaruh positif pendekatan pembelajaran menggunakan model
kooperatif
metode
jigsaw
terhadap
prestasi
belajar
Geografi 2. Ada pengaruh positif motivasi belajar terhadap prestasi belajar Geografi 3. ada
pengaruh positif
pada interaksi pembelajaran yang
menggunakan model kooperatif metode jigsaw
dan
motivasi
belajar terhadap prestasi belajar Geografi
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat dan Subyek Penelitian Penelitian ini dilakukan di SMA Negeri 1 Cepogo Boyolali, dengan mengambil sampel siswa kelas XI IPS SMA Negeri 1 Cepogo. Kelas XI IPS3 sebagai kelas eksperimen dengan pembelajaran menggunakan pendekatan kooperatif jigsaw dan kelas XI IPS2
sebagai
kelas
kontrol
dengan
pembelajaran
menggunakan
pendekatan ceramah bervariasi. 2. Waktu Penelitian Penelitian
dilaksanakan
pada
semester
pertama
tahun
pelajaran 2009/2010, mulai bulan Juni 2009 sampai Februari 2010. Tabel 2. Jadwal Pelaksanaan Penelitian No 1
Kegiatan Persiapan a. Penyusunan proposal penelitian b. Konsultasi kepada pembimbing c. Seminar proposal d. Revisi proposal
Waktu
Minggu I Juni 2009 Minggu I Juni 2009 Minggu II Juni 2009 Juni – September 2009
2
Pelaksanaan Penelitian a. Pengumpulan data sekunder September 2009 b. Pengumpulan data melalui Oktober - Nopember 2009 eksperimen, observasi
3
Analisis Data
4
Penyusunan Laporan Penelitian a. Penyusunan Bab I – V b. Konsultasi dengan pembimbung c. Revisi d. Finalisasi Laporan e. Pengujian di hadapan Dewan Penguji f. Revisi g. Penjilidan
Minggu I – II Desember 2009
Agustus 2009 - Januari 2010 Agustus 2009 - Februari 2010 Agustus 2009 - Februari 2010 Minggu I Februari 2010 Minggu III Februari 2010 Februari – April 2010 Minggu IV April 2010
B. Metode Penelitian Rancangan penelitian yang dilakukan adalah eksperimen semu (Quasi-Experimental Research). Tujuan rancangan eksperimen-
semu
adalah
untuk
memperoleh
informasi
yang
merupakan
perkiraan bagi informasi yang dapat diperoleh dengan eksperimen yang sebenarnya dalam keadaan yang tidak memungkinkan untuk mengontrol
dan/atau
memanipulasikan
semua
variabel
yang
relevan. Peneliti harus dengan jelas mengerti kompromi apa yang ada pada validitas internal dan validitas eksternal rancangannya dan berbuat sesuai dengan keterbatasan-keterbatasan tersebut. Dalam rancangan penelitian ini menggunakan pre test-post tes control
group
design
dimana
dua
kelompok
subjek
yang
dibandingkan berdasarkan pengamatan atau pengukuran atas variabel terikat. Kedua kelompok diamati atau diukur dua kali, yaitu sebelum perlakuan atau sebelum diberikannya variabel bebas dan sesudah diberikannya perlakuan (Soehartono, 2004 : 44). Penelitian ini dilaksanakan dengan metode eksperimen yang melibatkan dua kelompok. Kedua kelas diasumsikan sama dalam semua segi dan hanya berbeda dalam pemberian pendekatan dan media pembelajaran. Sebelum dilakukan eksperimen, kedua kelas dilakukan pre-test untuk mengetahui kemapuan awal terhadap materi yang akan disampaikan yaitu Menganalasis Fenomena Biosfer. Selanjutnya, pada kelompok eksperimen diajarkan dengan pendekatan pembelajaran kooperatif model jigsaw, untuk kelompok kontrol
pendekatan
pembelajaran
konvensional yaitu ceramah bervariasi.
yang
digunakan
adalah
Pada akhir penelitian, baik kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol diukur dengan alat ukur yang sama. Hasil pengukuran tersebut digunakan sebagai data eksperimen, kemudian data yang diperoleh diolah dan hasilnya dibandingkan dengan tabel uji statistik. Pelaksanaan penelitian dilakukan secara bertahap dan berkesinambungan. Urut-urutan kegiatan yang dilakukan adalah : a. Observasi
tempat
penelitian
meliputi
obyek
penelitian,
pengajaran dan fasilitas yang dimiliki. b. Memilih kelas yang akan digunakan sebagai kelas eksperimen dan kelas yang akan digunakan sebagai kelas kontrol. b. Melakukan ujicoba instrumen penelitian berupa angket soal untuk mengukur prestasi belajar dan motivasi belajar pada kelas dilaur
kelas
ekperimen
dan
kelas
kontrol
yang
memiliki
karakteristik yang seimbang. c. Melakukan
uji
validitas
dan
reliebilitas
instrumen,
dan
melakukan perbaikan instrumen d. Memberikan angket motivasi belajar kepada kelas eksperimen maupun kelas kontrol. e. Memberikan pre test untuk mengetahui kemampuan awal f. Memberikan perlakuan berupa pengajaran dengan menggunakan pendekatan pembelajaran kooperatif jigsaw dan pendekatan pembelajaran ceramah bervariasi
g. Memberikan post test untuk mengukur hasil belajar peserta didik di kelas eksperimen dan kelas kontrol. h. Mengolah dan menganalisis hasil penelitian. i. Menganalisis dan menarik kesimpulan
C. Variabel Penelitian Variabel
adalah
sesuatu
yang
menjadi
dasar
obyek
pengamatan sebagai faktor yang berperan dalam peristiwa yang diteliti. Variabel yang terdapat pada penelitian ini terdiri dari 2 variabel bebas dan 1 variabel terikat yang dapat diuraikan sebagai berikut: (1) Variabel bebas (X1) yaitu pendekatan pembelajaran kooperatif metode jigsaw, (2) Variabel bebas kedua ( X2) adalah motivasi belajar siswa, (3) variabel terikat (Y) yaitu prestasi belajar geografi.
D. Definisi Operasional 1. Pembelajaran model kooperatif model jigsaw adalah satu tipe pembelajaran kooperatif yang terdiri dari beberapa anggota dalam satu kelompok yang bertanggung jawab atas penguasaan bahan materi belajar dan mampu mengajarkan bagian tersebut kepada anggota lain dalam 2. Motivasi belajar geogtafi adalah keseluruhan daya penggerak di dalam diri peserta didik yang menimbulkan kegiatan belajar geografi sehingga tujuan belajar geografi dapat tercapai.
3. Hasil belajar geografi adalah nilai yang diperoleh siswa dari tes yang telah dirancang sesuai dengan materi yang dipelajari siswa pada akhir penelitaian.
E. Desain Penelitian Penelitian ini adalah penelitian eksperimen dengan menggunakan rancangan faktorial 2 x 2 dengan rancangan sebagai berikut : Tabel 3. Rancangan Faktorial 2x2
MOTIVASI TINGGI (b1)
PENDEKATAN PEMBELAJARAN
(b2)
KOOPERATIF JIGSAW (a1) CERAMAH BERVARIASI
RENDAH
a1b1
a1b2
a2b1
a2b2
(a2)
Keterangan: a1b1:
Sel
kelompok
pendekatan
siswa
yang
pembelajarannya
melalui
pembelajaran kooperatif jigsaw dan memiliki
motivasi belajar tinggi. a1b2:
Sel
kelompok
siswa
yang
pendekatan ceramah bervariasi belajar tinggi.
pembelajarannya
melalui
dan memiliki motivasi
a2b1 :
Sel kelompok siswa yang pembelajarannya melalui
pendekatan pembelajaran kooperatif jigsaw dan memiliki motivasi belajar rendah. a2b2:
Sel
kelompok
pendekatan
siswa
yang
pembelajarannya
melalui
ceramah bervariasi dan memiliki motivasi
belajar rendah
F. Penetapan Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel 1. Penetapan Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah peserta didik kelas XI IPS SMA Negeri 1 Cepogo Boyolali tahun pelajaran 2009/2010 yang terdiri dari 3 kelas. Kemampuan siswa relatif sama, hal ini dilihat dari rata-rata nilai rapor pada kelas X semester 2 tahun pelajaran 2008/2009. Kelas XI IPS 1 nilai rata-rata rapor sebesar 67,09, kelas XI IPS 2 rata-rata 66,82, dan kelas XI IPS3 rata-rata 66,81. 2. Teknik Pengambilan Sampel Sampel adalah sebagian atau wakil populasi. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI IPS SMA Negeri 1 Cepogo Boyolali yang terdiri dari 104 siswa yang terbagi dalam tiga kelas paralel, yaitu kelas XI IPS1, XI IPS2, XI IPS3. Dari populasi yang bejumlah tiga kelas, kelas XI IPS1 dijadikan sebagai kelas uji coba validitas dan reliabilitas butir soal, dan motivasi belajar geografi. Sedangkan kelas XI IPS2 dan XI IPS3 digunakan sebagai kelas eksperimen dan kelas kontrol. Untuk mengetahui ada atau
tidaknya perbedaan kelas eksprimen dan kelas kontrol ditentukan dari nilai mata pelajaran geografi pada akhir semester genap tahun pelajaran 2008/2009 dengan melakukan uji-t. Sebelum melakukan uji-t, perlu terlebih dahulu dilakukan uji prasarat yaitu normalitas data. Dari uji normalitas nilai raport kelas XI IPS2 diketahui harga LObs = 0,1204 dan Ltab = 0,1519. Karena LObs < Ltab, maka sampel berasal dari populasi berdistribusi normal, artinya sebagian besar nilai berada di sekitar nilai rataan.
Demikian pula uji normalitas
nilai raport kelas XI IPS3 diketahui harga LObs = 0,0872 dan Ltab = 0,1477. Karena LObs <
Ltab, maka sampel berasal dari populasi
berdistribusi normal. Hasil uji-t siswa kelas XI IPS2 dan XI IPS3 menunjukkan bahwa dengan taraf signifikansi 5%, thitung berada pada daerah kritik atau harga t0 = -0,0264 dengan ttabel = 1,98 yang berarti t0 < ttabel, maka H0 diterima. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan antara nilai rapor mata pelajaran geografi kelas XI IPS2 dan XI IPS3. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik purposive sampling, yaitu pengambilan sampel berdasarkan tujuan tertentu. Karena antara kelas XI IPS2 jumlah siswanya 34 dan XI IPS3 jumlah siswanya 36 tidak terdapat perbedaan
nilai
rapornya
berdasarkan
uji-t,
maka
penulis
menetapkan kelas XI IPS3 sebagai kelas eksperimen, kelas XI IPS 2 sebagai kelas kontrol, dan kelas XI IPS1 sebagai kelas ujicoba instrumen. Tujuan pemilihan kelas XI IPS3 dijadikan sebagai kelas
eksperimen, karena dengan jumlah siswa 36 maka akan terbentuk menjadi 9 kelompok, setiap kelompok beranggotakan 4 siswa.
G. Prosedur Penelitian Pelaksanaan penelitian eskperimen ini dilakukan pada mata pelajaran Geografi materi kelas XI IPS semester 2, pada Kompetensi
Dasar
Menganalisis
Fenomena
Biosfer,
dengan
pertemuan yang dirancang sebanyak lima (5) kali Berdasarkan desain
penelitian,
maka
tahapan
penelitian
eksperimen
dilaksanakan dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Tahap Eksperimen. Pelaksanaan pembelajaran geografi pada materi Menganalisis Fenomena Biosfer di kelas XI IPS semester gasal dengan pembelajaran menggunakan pendekatan
kooperatif metode
jigsaw pada kelas eksperimen dan pembelajaran menggunakan pendekatan konvensional berupa ceramah bervariasi untuk kelas kontrol. a. Tahap Persiapan Pembelajaran Pada tahap persiapan, peneliti membuat Rencana Persiapan Pembelajaran (RPP) baik dengan model kooperatif metode jigsaw maupun yang model ceramah bervariasi. b. Tahap Pelaksanaan Pembelajaran. Dalam tahap plaksanaan pembelajaran, diuraikan proses pembelajaran yang dilakukan dengan model kooperatif metode
jigsaw pada kelas ksperimen dan model ceramah brvariasi pada kelas kontrol. Tabel 4. Tahapan Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Eksperimen Pertemuan I
No
Kegiatan
1
Kegiatan Pendahuluan menit Apersepsi: Mengapa astronot harus memakai tabung oksigen? Motivasi: Pentingnya menjaga keseimbangan hubungan manusia dengan lingkungannya. Kegiatan Inti: 60 1. Guru menyampaikan standar kompetensi: menit menganalisis fenomena biosfer. 2. Siswa Guru membagi siswa ke dalam kelompok jigsaw yang beranggotakan 4 siswa per kelompok, jumlah siswa 36 sehingga ada 9 kelompok 3. Guru membagikan materi menjadi 4 dan membagikan materi kepada siswa 4. Siswa yang mendapatkan materi yang sama bergabung dalam kelompok ahli dan menunjuk salah satu siswa menjadi ketua diskusi 5. Siswa melakukan diskusi materi di kelompok ahli 6. Materi yang kurang jelas ditanyakan kepada guru Kegiatan Akhir (Penutup) Siswa menyimpulkan hasil diskusinya di 20 kelompok ahli. menit Bersama-sama melakukan refleksi materi yang sudah didiskusikan. Pada pertemuan berikutnya, siswa diberi tugas menyiapkan materi yang akan disampaikan di kelompok asalnya.
2
3
Waktu
Pada akhir kegiatan pembelajaran dibuat kesimpulan, penutup dan salam. Pertemuan II No
Kegiatan
Waktu
1
Kegiatan Pendahuluan Apersepsi: Mengapa manusia tidak bisa lepas dari makhluk tidak hidup (abiotik)? Motivasi: Pentingnya menjaga keseimbangan hubungan manusia dengan lingkungan kehidupannya. Kegiatan Inti: 1. Guru menyampaikan standar kompetensi: menganalisis fenomena biosfer. 2. Siswa dengan materi 1 meyampaikan dan mendiskusikan pengertian biosfer, faktor yang mempengaruhi kehidupan, persebaran flora dan fauna 3. Guru melakukan pengamatan Kegiatan Akhir (Penutup) Siswa bertanya mengenai materi yang kurang dimengerti. Bersama-sama melakukan refleksi materi yang sudah dibahas dan diberikan pertanyaan sebagai berikut: 1. Sebutkan contoh-contoh unsur biotik dan abiotik! 2. Sebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi kehidupan! Tugas mandiri: Buatlah ringkasan dari materi yang dibahas
10 menit
2
3
Pada akir kegiatan pembelajaran kesimpulan, penutup dan salam.
60 menit
20 menit
dibuat
Pertemuan III No 1
Kegiatan Kegiatan Pendahuluan Apersepsi: Mengapa jenis hewan di Indonesia bagian barat berbeda dengan hewan di Indonesia bagian timur?
Waktu
2
3
Motivasi: Pentingnya melestarikan flora dan fauna. Kegiatan Inti: 60 1. Guru menjelaskan materi persebaran flora dan fauna menit di Indonesia. . 2. Melalui peta, guru menjelaskan persebaran fauna dunia Kegiatan Akhir (Penutup) Siswa bertanya mengenai materi yang kurang 20 dimengerti. menit Bersama-sama melakukan refleksi pertanyaan yang sudah dibahas Tugas Kelompok: Buatlah gambar wilayah pembagian fauna di Indonesia, dan menyebutkan persebaran jenis-jenis fauna di Indonesia! Pada akhir kegiatan pembelajaran dibuat kesimpulan, penutup dan salam.
Pertemuan IV No
Kegiatan 1 Kegiatan Pendahuluan Apersepsi: Mengapa di sepanjang pantai di Indonesia pohon kelapa bisa tumbuh subur? Mengapa di daerah gurun banyak tanaman kaktus? Motivasi: Pentingnya menjaga keberadaan hutan di Indonesia. 2 Kegiatan Inti: 1. Guru memerintahkan siswa bergabung dengan kelompoknya 2. Siswa melakukan diskusi materi persebaran jenis hutan di Indonesia 3. Membahas tentang hasil diskusi. 4. Menyimpulkan hasil diskusi. Kegiatan Akhir (Penutup) 3 Bersama-sama melakukan refleksi materi yang sudah dibahas dan diberikan pertanyaan sebagai berikut:. 1. Mengapa di Nusa Tenggara terdapat padang rumput? 2. Di manakah persebaran hutan bakau di Indonesia? 3. Apakah fungsi hutan bakau?
Waktu 10 menit
60 menit
20 me nit
Tugas mandiri: 1. Jelaskan perbedaan antara hutan hujan tropis dengan hutan musim? 2. Sebutkan ciri-ciri hutan gurun! Pada akhir kegiatan pembelajaran dibuat kesimpulan, penutup dan salam.
Pertemuan V No
Kegiatan Waktu 1 Kegiatan Pendahuluan Apersepsi: Apakah dampaknya jika luas hutan di 10 dunia ini makin semakin berkurang? meni Motivasi : t Pentingnya menjaga kelestarian hutan 2 Kegiatan Inti: 60 1. Guru memerintahkan siswa bergabung dengan meni kelompoknya t 2. Siswa melakukan diskusi materi kerusakan flora dan fauna, dan pesebaran suaka alam dan suaka margasatwa 3. Membahas tentang hasil diskusi. 4. Menyimpulkan hasil diskusi. Kegiatan Akhir (Penutup) 3 Bersama-sama melakukan refleksi materi 20 yang sudah dibahas dan diberikan meni pertanyaan sebagai berikut: t 1. Sebutkan bentuk-bentuk kerusakan lingkungan alam! 2. Sebutkan suaka alam dan suaka marga satwa di Indonesia! Tugas kelompok: 1. Buatlah kliping tentang kerusakan lingkungan hidup! Pada akir kegiatan pembelajaran dibuat kesimpulan, penutup dan salam.
Tabel 5. Tahapan Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Kontrol Pertemuan I No
Kegiatan
Waktu
1
2
3
Kegiatan Pendahuluan 10 Apersepsi: menit Mengapa astronot harus memakai tabung oksigen? Motivasi: Pentingnya menjaga keseimbangan hubungan manusia dengan lingkungannya. Kegiatan Inti, dengan metode ceramah 60 bervariasi menit 1. Guru menyampaikan standar kompetensi: menganalisis fenomena biosfer. 2. Guru menjelaskan pengertian biosfer 3. Guru memberikan contoh benda biotik dan abiotik 4. Guru menjelaskan pengertian ekosistem, habitat, populasi, dan komunitas Kegiatan Akhir (Penutup) Tugas mandiri: 20 Siswa membedakan istilah-istilah ekosistem, menit habitat, populasi, dan komunitas Pada akhir kegiatan pembelajaran dibuat kesimpulan, penutup dan salam.
Pertemuan II No
2
Kegiatan Kegiatan Pendahuluan Apersepsi: Mengapa manusia tidak bisa lepas dari makhluk tidak hidup (abiotik)? Mengapa ? Motivasi: Pentingnya menjaga keseimbangan hubungan manusia dengan lingkungan kehidupannya. Kegiatan Inti: 1. Guru menyampaikan standar kompetensi: menganalisis fenomena biosfer. 2. Guru menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi kehidupan 3. Guru menjelaskan persebaran flora dan fauna
Waktu 10 menit
60 menit
3
4. Kegiatan tanya jawab Kegiatan Akhir (Penutup) Siswa bertanya mengenai materi yang kurang 20 dimengerti. menit Bersama-sama melakukan refleksi materi yang sudah dibahas dan diberikan refleksi, maka diberikan pertanyaan sebagai berikut: 1. Sebutkan contoh-contoh unsur biotik dan abiotik! 2. Sebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi kehidupan! Tugas mandiri: Buatlah ringkasan dari materi yang dibahas Pada akir kegiatan pembelajaran kesimpulan, penutup dan salam.
dibuat
Pertemuan III No 1
2
3
Kegiatan Kegiatan Pendahuluan Apersepsi: Mengapa jenis hewan di Indonesia bagian barat berbeda dengan hewan di Indonesia bagian timur? Motivasi: Pentingnya melestarikan flora dan fauna. Kegiatan Inti: 1. Guru menyampaikan standar kompetensi: menganalisis fenomena biosfer 2. Melalui ceramah dan tanya jawab guru menjelaskan persebaran flora dan fauna di Indonesia dan dunia. 3. Guru menjelaskan dengan contoh hewan-hewan endemis di Indonesia Kegiatan Akhir (Penutup) Siswa bertanya mengenai materi yang kurang dimengerti. Bersama-sama melakukan refleksi materi yang sudah dibahas Tugas Kelompok:
Waktu
10 menit
60 menit
20 menit
Buatlah gambar wilayah pembagian fauna di Indonesia, dan menyebutkan persebaran jenis-jenis fauna di Indonesia! Pada akhir kegiatan pembelajaran dibuat kesimpulan, penutup dan salam.
Pertemuan IV No
Kegiatan Waktu 1 Kegiatan Pendahuluan Apersepsi: Mengapa pohon kelapa bisa tumbuh subur di 10 Indonesia? menit Mengapa di daerah gurun banyak tanaman kaktus? Motivasi: Pentingnya menjaga keberadaan hutan di Indonesia. 2 Kegiatan Inti: 60 1. Guru menyampaikan standar kompetensi: menit menganalisis fenomena biosfer 2. Melalui ceramah dan tanya jawab, guru menjelaskan materi persebaran jenis hutan di Indonesia 3. Guru menjelaskan ciri-ciri hutan yang ada di dunia! Kegiatan Akhir (Penutup) 3 Bersama-sama melakukan refleksi materi yang 20 sudah dibahas dan diberikan pertanyaan menit sebagai berikut: 1. Mengapa di Nusa Tenggara terdapat padang rumput? 2. Di manakah persebaran hutan bakau di Indonesia? 3. Apakah fungsi hutan bakau? Tugas mandiri: 1. Jelaskan perbedaan antara hutan hujan tropis dengan hutan musim? 2. Sebutkan ciri-ciri hutan gurun! Pada akir kegiatan pembelajaran dibuat kesimpulan, penutup dan salam.
Pertemuan V
No
Kegiatan 1 Kegiatan Pendahuluan Apersepsi: Apakah dampaknya jika luas hutan di dunia ini makin semakin berkurang? Motivasi : Pentingnya menjaga kelestarian hutan 2 Kegiatan Inti: 1. Guru menyampaikan standar kompetensi: menganalisis fenomena biosfer 2. Guru menjelaskan bentuk kerusakan flora dan fauna 3. Guru mengidentifikasi pesebaran suaka alam dan suaka margasatwa Kegiatan Akhir (Penutup) 3 Siswa bertanya mengenai materi yang kurang dimengerti. 1. Sebutkan bentuk-bentuk kerusakan lingkungan alam! 2. Sebutkan suaka alam dan suaka marga satwa di Indonesia!
Waktu
10 menit
60 menit
20 menit
Tugas kelompok: Buatlah kliping tentang kerusakan lingkungan hidup! Pada akir kegiatan pembelajaran dibuat kesimpulan, penutup dan salam.
2. Tahap Pasca Eksperimen Setelah kelas eksperimen maupun kelas kontrol diberi perlakuan kemudian diberi post tes yang bertujuan untuk mengetahui prestasi belajar siswa. Langkah-langkah yang dilakukan adalah: a. Mengadakan uji statistik yang sesuai terhadap data yang diperoleh dari b.
Mengadakan
eksperimen tersebut. wawancara
terhadap
beberapa
memiliki motivasi tinggi dan hasil belajar tinggi.
siswa
yang
H. Teknik Pengumpulan Data 1. Metode Dokumentasi Fungsi dari metode dokumentasi pada penelitian ini adalah untuk mendapatkan data nilai mata pelajaran geografi di kelas X semester 2 tahun pelajaran 2008/2009 yang digunakan untuk menguji keseimbangan. Hasilnya digunakan untuk menetapkan kelas eksperimen dan kelas kontrol. 2. Instrumen Penelitian Kualitas data ditentukan oleh alat pengukurnya, kalau alat pengukurnya cukup reliable maka data yang dihasilkan pun akan valid dan reliabel. Data merupakan faktor penting dalam penelitian. Oleh karena itu data yang dikumpulkan harus benar
dan dapat
dipercaya. Instrumen dalam penelitian ini berupa tes hasil belajar, angket dan panduan wawancara. Tes yang digunakan: a. Tes Prestasi Belajar Geografi Tes adalah alat yang digunakan dalam pengumpulan data, berupa suatu daftar pertanyaan atau butir-butir soal. Tes yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah tes obyektif yang disusun oleh peneliti yang berdasarkan rancangan pembelajaran dan kisi-kisi tes. Tes hasil belajar mengukur penguasaan atau abilitas tertentu sebagai hasil dari proses belajar (Sudjana dan Ibrahim, 2001 : 100). Dalam hal ini tes digunakan untuk mengetahui
skor
kemampuan
siswa
setelah
mengikuti
pembelajaran dengan pendekatan kooperatif jigsaw dengan pendekatan pembelajaran ceramah bervariasi. Tes yang berisi perolehan skor
tersebut digunakan untuk mengambil data
prestasi belajar geografi Dalam pembuatan instrumen tes, langkah-langkah yang dilakukan peneliti adalah : 1. Menentukan
instrumen
tes
sesuai
dengan
standar
kompetensi. 2. Melakukan spesifikasi indikator dengan cara menyesuaikan ruang lingkup masalah yang diteliti dan tujuan penelitian yang akan dicapai pada kurikulum Geografi SMA kelas XI IPS. 3. Membuat kisi-kisi instrumen tes yang memuat indikator. 4. Berdasarkan kisi-kisi instrumen tes, selanjutnya disusun instrumen tes. Bentuk instrumen tes prestasi belajar beripa soal-soal
obyektif.
Instrumen
tes
yang
disusun
adalah
instrumen tes prestasi belajar Geografi, yang terdiri dari 50 butir soal pilihan ganda dengan alternatif 5 jawaban. Sistem pemberian skor untuk instrumen tes adalah diberi skor 1 jika menjawab benar, dan diberi skor 0 jika menjawab salah. Skor maksimal seorang responden adalah 50 dan skor minimal 0. Dari hasil skor kemudian dikalikan dua menjadi nilai prestasi belajar. 5. Melakukan uji coba instrumen penelitian. Sebelum digunakan untuk mengumpulkan data terlebih dahulu instrumen tes
diujicobakan pada siswa kelas XI IPS1 SMA Negeri 1 Cepogo. Dari hasil uji coba tersebut diuji validitas, indeks reliabilitas, derajad kesukaran dan daya pembedanya. b. Angket Motivasi Belajar Geografi Untuk
memperoleh
data
motivasi
belajar
Geografi
digunakan teknik angket. Instrumen angket dibuat dengan mengunakan skala karena skala merupakan seperangkat nilai yang ditetapkan pada tingkah laku untuk mengukur aktivitas belajar geografi yang disusun dalam bentuk pernyataan dan hasilnya berupa rentangan nilai angka sesuai dengan kriteria yang dibuat peneliti. Salah satu skala sikap yang digunakan dalam penelitian pendidikan adalah skala Likert. Skala yang digunakan untuk mengukur aktivitas belajar Geografi adalah skala pilihan dengan rentang angka 1 sampai 4. Motivasi tinggi jika skor lebih besar atau sama dengan rata-rata, motivasi rendah jika skor lebih kecil dari rata-rata. c. Wawancara Untuk mengetahui kualitas proses pembelajaran, maka dilakukan
wawancara kepada beberapa orang siswa
sehingga dapat diketahui apakah ada perbedaan antara kelompok siswa
yang
kooperatif
diberi jigsaw,
pembelajaran dengan
dengan
kelompok
pendekatan siswa
yang
pembelajaran dengan pendekatan ceramah bervariasi. d. Pengamatan
model diberi
Untuk mengetahui keaktifan siswa, maka dilakukan pengamatan
selama
proses
pembelajaran
melalui
kelompok
tempat duduk siswa sehingga dapat diketahui apakah siswa yang aktif mendapatkan hasil belajar tinggi. Pengamatan ini dilakukan mulai dari pertemuan pertama sampai pertemuan tearkhir untuk mengetahui proses pembelajaran yang terjadi. 3. Uji Coba Tes Prestasi Belajar Geografi Sebelum eksperimen yang sebenarnya dilaksanakan perlu terlebih dahulu dilakukan uji coba terhadap instrumen yaitu tes yang akan digunakan dalam penelitian. Hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan tes yang sahih dan dapat diandalkan. Adapun instrumen yang diujicobakan ada dua jenis yaitu instrumen hasil belajar Geografi dan instrumen motivasi belajar Geografi. Soal instrumen tes hasil belajar Geografi yang diujicobakan ada 50 soal test dan 50 soal angket motivasi. Suatu tes dapat dikatakan baik sebagai alat pengukur harus memenuhi syarat-syarat validitas, reliabilitas dan obyektivitas. Untuk itu tes yang akan digunakan perlu diujicobakan. Hal ini dilakukan untuk mengetahui tingkat validitas dan reliabilitas instrumen. a. Validitas Instrumen Validitas
adalah
suatu
ukuran
yang
menunjukkan
kevalidan dan kesahihan suatu instrumen. Dalam penelitian ini yang diuji validitasnya adalah:
1. Validitas isi Validitas
isi
untuk
mengetahui
apakah
instrumen
penelitian yang dibuat dapat mewakili atau mencakup aspekaspek yang ingin diteliti. Validitas isi berhubungan dengan kesahihan instrumen dengan materi yang akan ditanyakan pada butir soal untuk mengukur tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan dan disesuaikan dengan isi materi yang diberikan kepada
peserta
didik.
Uji
validitas
ini
dilakukan
dengan
mencocokkan sebaran butir-butir valid ke dalam kisi-kisi soal yang telah disusun berdasarkan materi pembelajaran. 2. Validitas butir soal Untuk menguji validitas butir soal maka skor-skor yang ada pada butir yang dimaksud dikorelasikan dengan skor total. Skor butir dipandang sebagai nilai X dan skor total dipandang sebagai
nilai
Y.
Suatu
instrumen
mempunyai validitas tinggi sebaliknya
yang
valid
atau
sahih
instrumen yang invalid
berarti memiliki validitas rendah. Validitas ini untuk menguji setiap butir soal yang telah dibuat. Untuk menguji korelasi antara skor butir dengan skor total digunakan korelasi product moment dari Pearson dengan rumus : rxy .
N XY ( X )( Y ) 2
( N X 2 ( X ) 2 )( N .Y 2 ( Y ) )
Dengan: rxy
= koefisien korelasi suatu butir (item)
N
= cacah subyek
X
= skor butir item tertentu
Y
= skor total
Keputusan uji: rxy ≥ rtabel
item pertanyaan tersebut valid
rxy < rtabel : item pertanyaan tersebut tidak valid (Suharsimi Arikunto, 2006:170) Instrumen penelitian
yang akan digunakan untuk
pengambilan data, diujikan terlebih dahulu pada siswa kelas XI IPS1 SMA Negeri 1 Cepogo, yang mempunyai kemampuan awal relatif sama dengan kelas yang akan digunakan untuk penelitian. Uji validitas dengan menggunakan rumus Product Moment Person. Menghitung validitas dengan mengkorelasikan
butir
item soal (x) dengan jumlah skor item. Hasil pemeriksaan butir instrumen (R hitung) selanjutnya dikonsultasikan dengan tabel harga kritis dari r hitung Product Moment pada N= 34
adalah
0,339 pada taraf signifikansi 5%. Bila rhitung lebih besar dari r tabel
maka butir instrumen valid atau sebaliknya bila rhitung lebih
kecil dari rtabel maka butir instrumen tidak valid. Dari hasil perhitungan diketahui bahwa 50 butir soal instrumen tes prestasi belajar geografi yang diujikan memiliki r
hitung
lebih besar
dari rtabel, sehingga seluruh butir soal yang diujikan dinyatakan valid. Hasil uji validitas butir soal prestasi belajar dapat dilihat pada lampiran 10.
b.
Reliabilitas Instrumen Reliabilitas adalah ketepatan atau ketelitian suatu alat ukur. Alat ukur dikatakan reliabel apabila dapat dipercaya, konsisten atau stabil. Reliabilitas instrumen dinyatakan sebagai suatu derajad keajegan alat tersebut dalam mengukur apa saja yang diukurnya. Perhitungan reliabilitas instrumen dilakukan dengan menggunakan rumus Alpha Cronbach, yaitu : 2 k . b r11 1 t2 k 1
Dengan: .r11
= reliabilitas instrumen
k
= banyaknya butir pertanyaan
. t2
2 b
= jumlah variansi butir = variansi total (Suharsimi Arikunto, 2006:198)
Disebutkan
dalam
Saifuddin
Azwar
(2003)
bahwa
interpretasi terhadap koefisien reliabilitas bersifat relatif, tidak ada batasan mutlak yang menunjukkan angka koefisien terendah yang harus dicapai agar pengukuran dapat disebut reliabel. Kesepakatan informal menghendaki bahwa koefisien reliabilitas haruslah setinggi mungkin. Uji reliabilitas intrumen tes prestasi
belajar geografi,
diperoleh angka sebesar 0,928 . Hasil tersebut dikonsultasikan dengan rtabel untuk n = 34 pada taraf signifikan 5%
diperoleh
hasil 0,339. Karena r hitung > rtabel atau
0,928 > 0,339 maka
instrumen butir soal prestasi belajar dinyatakan reliabel. Hasil uji reliabilitas butir soal prestasi belajar dapat dilihat pada lampiran 10.
4. Uji Coba Angket Motivasi Belajar Metode angket adalah cara pengumpulan data melalui pengajuan item pertanyaan-pertanyaan tertulis kepada subyek penelitian, responden atau sumber data lain dan jawabannya diberikan secara tertulis. Dalam penelitian ini, metode angket digunakan untuk mengumpulkan data mengenai motivasi belajar siswa. Adapun dalam pembuatan instrumen angket tersebut, langkah-langkah yang dilakukan peneliti adalah : a. Menyusun komponen-komponen motivasi belajar. Adapun komponen-komponen indikator motivasi belajar geografi tersebut adalah : 1. Adanya Needs Achievement. 2. Kemampuan (Ability) 3. Usaha (effort) 4. Respek dan sikap terhadap prestasi tugas. 5. Pandangan tentang nasib. 6. Kebutuhan berkekurangan (defisiensi needs) 7. Kebutuhan Pengembangan(growth needs) 8. Perhatian (attent)
9. Relevance (relevansi) 10.
Rasa percaya diri (convidence)
11.
Kepuasan (satiffaction)
Penjabaran komponen motivasi belajar dapat dilihat pada lampiran 3. b. Menyusun tabel kisi-kisi pembuatan instrumen motivasi belajar Geografi. c. Menjabarkan indikator ke dalam butir angket. d. Memberikan skor pada setiap angket seperti pada tabel di bawah ini:
Tabel 6. Skor Motivasi Belajar Geografi Jawaban
Keterangan
Skor
Skor
Pertanyaan
Pertanyaan
positif
negatif
SS
Sangat setuju
4
1
S
Setuju
3
2
TS
Tidak setuju
2
3
STS
Sangat tidak
1
4
setuju
e. Uji instrumen angket : (1). Uji Validitas a. Validitas isi. Validitas isi berhubungan langsung dengan kesahihan instrumen dan materi yang akan ditanyakan pada butir angket motivasi untuk mengukur tujuan pembelajaran yang sudah dirumuskan dan disesuaikan dengan ciri-ciri
motivasi pada kajian teori. Uji validitas isi dilakukan dengan mencocokan sebaran butir-butir valid ke dalam kisi-kisi angket motivasi. Setelah dilakukan analisis, semua butir angket motivasi telah merupakan penjabaran dari kisi-kisi soal yang telah disusun berdasarkan ciri-ciri motivasi. b. Validitas butir soal. Untuk menguji validitas butir angket motivasi maka skorskor yang ada pada butir yang dimaksud dikorelasikan dengan skor total. Skor butir angket motivasi dipandang sebagai nilai X dan skor total dipandang sebagai nilai Y. Suatu instrumen yang valid atau sahih mempunyai validitas tinggi, sebaliknya instrumen yang invalid berarti memiliki validitas rendah. Validitas ini untuk menguji setiap
butir
angket motivasi yang telah dibuat. Untuk menguji korelasi antar skor baris butir angket motivasi dengan skor total digunakan korelasi product moment dari Pearson dengan rumus sebagai berikut:
N XY ( X )( Y )
rxy =
2
( N X ( X ) 2 )( N Y 2 ( Y ) 2 ) Dengan: rxy = koefisien korelasi antara variabel X dan Y N = cacah subyek X = skor butir item tertentu Y = skor total Dengan keputusan uji:
rxy ≥ rtabel
:
item pertanyaan tersebut valid.
rxy < rtabel
:
item pertanyaan tersebut tidak valid. (Suharsimi
Arikunto,
2006:170) Uji validitas dengan menggunakan rumus product moment
Person.
mengkorelasikan item.
Hasil
Menghitung
validitas
dengan
butir item soal (x) dengan jumlah skor
pemeriksaan
butir
instrumen
(R
hitung)
selanjutnya dikonsultasikan dengan tabel harga kritis dari rhitung Product Moment pada N= 34
adalah 0,339 pada taraf
signifikansi 5%. Bila rhitung lebih besar dari rtabel maka butir instrumen valid atau sebaliknya bila rhitung lebih kecil dari rtabel
maka
butir
instrumen
tidak
valid.
Dari
hasil
perhitungan diketahui bahwa 50 soal instrumen motivasi belajar geogarfi yang diujikan memiliki rhitung lebih besar dari rtabel, sehingga seluruh butir soal yang diujikan dinyatakan valid. Hasil uji validitas butir soal motivasi belajar dapat dilihat pada lampiran 11. (2). Uji Reliabilitas Reliabilitas di sini termasuk reliabel internal karena setiap bagian instrumen mendukung misi instrumen secara keseluruhan. Karena skor dalam angket tidak 0 dan 1 tetapi antara 1 sampai 4 maka uji reliabilitas digunakan rumus alpha. Adapun rumus alpha yang dimaksud adalah sebagai berikut:
s b2 k r11 = 1 2 s1 k 1
Dengan: r11
= reliabilitas instrumen
k
= banyaknya butir pertanyaan
s
2 b
= jumlah variansi butir
s
2 t
= variansi total (Saifuddin
Anwar,
2007:78) Interpretasi terhadap koefisien reliabilitas bersifat relatif, tidak ada batasan mutlak yang menunjukkan angka koefisien terendah yang harus dicapai agar pengukuran dapat disebut reliabel. Kesepakatan informal menghendaki bahwa koefisien reliabilitas haruslah setinggi mungkin. (Saifudin Anwar, 2003: 188). Uji reliabilitas intrumen motivasi belajar Geografi, diperoleh
angka
sebesar
dikonsultasikan dengan r signifikan 5% atau
tabel
0,926.
Hasil
untuk n = 34 pada taraf
diperoleh hasil 0,339. Karena r
0,926 > 0,339 maka
tersebut
hitung
> r
tabel
instrumen soal motivasi belajar
geografi dinyatakan reliabel. Hasil uji reliabilitas butir soal motivasi belajar dapat dilihat pada lampiran 11.
I. Teknik Analisa Data
1. Asumsi-asumsi Dasar Teknik analisa data yang digunakan adalah analisis variansi dua jalan, sebagai berikut: a. Variabel bebas berskala nominal atau ordinal. b. Variabel terikat berskala interval. c. Setiap sample diambil secara random dari populasinya. d. Populasi berdistribusi normal (sifat normalitas populasi). e. Populasi mempunyai variansi yang sama (sifat homogenitas variansi)
2. Uji Keseimbangan Rata-rata. Sebelum diadakan penelitian antara kelas eksperimen dan kelas kontrol diuji keseimbangannya dengan Uji-t. Uji ini bertujuan untuk mengetahui apakah
kedua kelas berada dalam keadaan
seimbang. Dengan kata lain secara statistik, apakah terdapat perbedaan rerata (mean) yang berarti (signifikan) dari dua sample yang independent. Prosedurnya adalah sebagai berikut: a. Hipotesis HO : µ 1 = µ 2
(kedua kelompok mempunyai kemampuan awal
seimbang) b. H1 : µ1 ≠ µ2 (kedua kelompok mempunyai kemampuan awal tidak seimbang) c. Statistik uji:
(X 1 X 2 )
t=
1 1 n1 n2
sp
Dengan: (n1 1) s12 (n 2 1)s 22 . s n1 n2 2 p
.
t=t
hitung
X 1 rata-rata nilai geografi kelompok eksperimen .X 2 = rata-rata nilai geografi kelompok kontrol
.s12 =Variansi kelompok eksperimen s 22
= variansi kelompok kontrol
n1
= jumlah peserta didik kelompok eksperimen
n2 = jumlah peserta didik kelompok kontrol d. Daerah kritik DK= [t t > t/2 ] atau DK = [ t t > t/2
atau t < t/2 ]
e. Keputusan uji: H0 jika t DK (Budiyono, 2004: 151)
3. Uji persyaratan Analisis Uji persyaratan yang dipakai dalam penelitian ini adalah uji normalitas, uji homogenitas dan uji independensi. a.
Uji Normalitas.
Uji ini digunakan untuk mengetahui apakah sample penelitian diambil dari populasi yang normal atau tidak. Untuk menguji normalitas ini digunakan metode Liliefors pada taraf signifikasi = 0,05 yang prosedurnya sebagai berikut: 1. Hipotesis. H0 : Sampel berasal dari populasi normal. H1
:
Sampel tidak berasal dari populasi normal
2. Statistik uji L = Max F(Zi)-S(Zi) Dengan: F(Z.i)
= P(Z≤Zi); Z N(0,1)
Zi
= skor standar untuk Zi =(Xi- ..X )/s
S
= deviasi standar.
S(Zi)
= populasi banyaknya Z
3. Daerah kritik DK
= { LL>L:n}; adalah ukuran sampel.
4. Keputusan uji: H0 ditolak jika L DK (Budiyono, 2004 : 171172) b. Uji Homogenitas Varians Uji Homogenitas varians digunakan untuk menguji apakah populasi-populasi merupakan variansi yang sama atau tidak. Untuk menguji homogenitas ini digunakan metode Barlett
pada taraf signifikasi = 0,05 yang prosedurnya adalah sebagai berikut: 1. Hiptoesis Ho : 12 = 22 = 32 = …. = k2 H1 : tidak semua variansi sama 2. Statistik Uji 2 = 2,303 [B-fj log Sj2] Dengan : B = log S2 (ni-1) S2 =
(n 1) S (n 1)
2
i
i
3. Daerah Kritik DK = {22 > 2a;k-l } 4. Keputusan Uji Ho ditolak jika 2 DK (Budiyono, 2004 : 176-177) 4. Uji Hipotesis Untuk pengujian hipotesis digunakan analisis variansi dua jalan dengan sel tak
sama dengan
taraf signifikan
=0,05.
(Budiyono, 2004 : 228) Teknik Anava 2 jalan dipergunakan dalam analisis data ini karena dapat dipakai untuk menguji perbedaan dua mean atau lebih. Model datanya sebagai berikut : Xijk = µ + I + j + ()ij + ijk
Dengan : Xijk = data amatan ke-k pada baris i dan kolom ke-j µ
= rerata dari seluruh data amatan (rerata besar, grand mean)
I = efek faktor A baris ke-i terhadap Xijk (variabel terikat) j = efek faktor B baris ke-j terhadap Xijk (variabel terikat) ()ij = efek faktor baris ke-i dan kolom ke-j terhadap Xijk ijk = deviasi data amatan terhadap rataan populasinya (µijk) yang berdistribusi normal. i = 1,2 (1= Pendekatan pembelajaran model kooperatif metode jigsaw , 2= Pendekatan pembelajaran ceramah bervariasi) j = 1,2 (1= motivasi belajar tinggi, 2= motivasi belajar rendah) Prosedur dalam pengujian dengan menggunakan analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama, yaitu : a. Hipotesis 1) (Ho)1 : i=0 untuk semua i (tidak ada perbedaan efek faktor A), i=1,2 (H1)1 : 1≠0 untuk paling sedikit satu harga i (ada perbedaan efek faktor A) 2) (Ho)2 : j = 0 untuk semua j (tidak ada perbedaan efek faktor B), j = 1,2,3 (H1)2 : j ≠ 0 untuk paling sedikit satu harga j (ada perbedaan efek faktor B)
3) (Ho)3 : ()ij = untuk semua pasang ij (tidak ada perbedaan efek faktor A
dan faktor B)
(H1)3 : ()ij = untuk paling sedikit satu pasang ij (ada interkasi antara faktor A dan faktor B) Ketiga pasang hipotesis itu ekuivalen dengan tiga pasang hipotesis berikut ini : 1) (Ho)1 : .Tidak ada perbedaan efek antar baris terhadap variabel terikat; (H1)1 : Ada perbedaan efek antar kolom terhadap variabel terikat 2) (Ho)2 : Tidak ada perbedaan efek antar baris terhadap variabel terikat; (H1)2 : Ada perbedaan efek antar kolom terhadap variabel terikat 3) (Ho)3 : Tidak ada perbedaan efek antar baris terhadap variabel terikat; (H1)3 : Ada perbedaan efek antar kolom terhadap variabel terikat b. Statistik Uji 1) Fa = RkA/RKG 2) Fb = RkB/RKG 3) Fab = RkAB/RKG
(Budiyono, 2004 : 227230) c. Komputasi Bentuk tabel analisis variansi berupa bentuk baris dan kolom. Adapun bentuk tabelnya sebagai berikut : Tabel 7. Tabel Komputasi
Proses
Motivasi Belajar (b)
Pembelajaran Geografi (a)
Motivasi Tinggi (b1)
Motivasi Rendah (b2)
a1b1
a1b2
a2b1
a2b2
Pendekatan Kooperatif Jigsaw (a1) Pendekatan Ceramah Bervariasi (a2)
Keterangan: a1b1:
Sel
kelompok
siswa
yang
pembelajarannya
melalui
pendekatan kooperatif metode jigsaw dan memiliki motivasi belajar tinggi a1b2
:
Sel
kelompok
siswa
yang
pembelajarannya
melalui
pendekatan kooperatif metode jigsaw dan memiliki motivasi belajar rendah.
a2b1
:
Sel
kelompok
siswa
yang
pembelajarannya
melalui
pendekatan ceramah bervariasi dan memiliki motivasi belajar tinggi. a2b2 : Sel
kelompok
siswa
yang
pembelajarannya
melalui
pendekatan ceramah bervariasi dan memiliki motivasi belajar rendah
1) Menghitung Komponen Jumlah Kuadrat Ada lima komponen dalam penelitian ini yang dipakai yang dirumuskan sebagai berikut : (1)
G2 pq
(2)
SS
ij
i, j
A (3) 1 q i
(4)
j
(5)
2
Bj
2
p
AB
2
ij
i, j
Dengan : N = pq = jumlah cacah pengamatan semua sel G2 = kuadrat jumlah rerata pengamatan semua sel. Ai2 =jumlah kedua rerata pengamatan baris ke-i
Bj2 = jumlah kuadrat rerata pengamatan pada kolom ke-j. AB.ij2 = jumlah kuadrat rerata pengamatan pada sel abij
2) Jumlah Kuadrat JKA
= nh
[(3)-(1)]
JKB
= nh
[(4)-(1)]
JKAB
= n h [(1)+(5)-(3)-(4) ]
JKG
= (2)
JKT
= JkA + JkB + JkAB + JKG
Dengan: JKA
= jumlah kuadrat pada faktor A
JKB
= jumlah kuadrat pada faktor B
JKAB = jumlah kuadrat pada faktor A dan B JKG
= jumlah kuadrat galat
JKT
= jumlah kuadrat total
3) Derajat Kebebasan dkA
= p-1
dkB
= q-d
dkAB = (p-1) (q-1) = pq-p-q+1 dkG
= N-pq
dkT
= N-1
Dengan: dkA = derajat kebebasan faktor A
dkB = derajat kebebasan faktor B dkAB = derajad kebebasan faktor A dan B dkG = derajat kebebasan galat dkT
= derajad kebebasan total
4) Rataan Kuadrat
RK A
RK G
JK G dk G
JK A dk A
;
;
RK B
RK AB
JK B dk B
JK AB dk AB
Dengan: RKA
= rataan kuadrat faktor A
RKB
= rataan kuadrat faktor B
RKAB = rataan kuadrat faktor A dan B RKG
= rataan kuadrat galat
d. Daerah Kritik Fa = {FbFb>F:p-1,N-pq} Fb = {FbFb.F:p-1,N-pq} Fab = {Fab Fab.F:(p-1)(q-1),N-pq} e. Keputusan Uji H0 ditolak apabila Fhitung DK f. Rangkuman Analisis Tabel 8. Rangkuman Analisis Variansi Dua Jalan
Sumber
JK
Dk
RK
Fobs
F
p
Baris (A)
JKA
p-1
RkA
Fa
F*
< atau
Kolom (B)
JKB
q-1
RKB
Fb
F*
>
Interaksi
JKAB
(p-1)(q-
RKAB
Fab
F*
< atau
(AB)
JKG
1)
RKG
-
-
>
Galat
N - pq
< atau > -
Total
JKT
N-1
-
-
-
-
Keterangan : p adalah probabilitas amatan ; F* adalah nilai F yang diperoleh dari tabel (Budiyono, 2004 : 212 - 213)
BAB IV HASIL PENELITIAN
Dalam bab ini disajikan hasil penelitian yang terdiri atas lima bagian, yaitu deskripsi tempat penelitian, pelaksanaan penelitian, deskripsi data, hasil pengujian persyaratan analisis, hasil pengujian hipotesis dan pembahasan hasil analisis data. A. Deskripsi Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di SMA Negeri 1 Cepogo Boyolali, dengan jarak kurang lebih 10 kilometer ke arah barat dari Kota
Boyolali. Tempat penelitian berada dalam wilayah administratif Desa Mliwis Kecamatan Cepogo, Kabupaten Boyolali Provinsi Jawa Tengah, di lereng gunung Merapi sebelah Timur. Secara astronomis lokasi SMA Negeri 1 Cepogo terletak pada 9168662 mU dan 0448998 mT atau 110 32’ 17” BT dan 7 31’ 15” LS. Desa Mliwis Kecamatan Cepogo Kabupaten Boyolali Provinsi Jawa Tengah memiliki letak administratif sebagai berikut: -
Sebelah utara berbatasan dengan: Desa Cabeankunti dan Cepogo
-
Sebelah timur berbatasan dengan: Desa Bakulan
-
Sebelah barat berbatasan dengan: Desa Cepogo dan Sukabumi
-
Sebelah selatan berbatasan dengan: Desa Paras, Sumbung dan Gedangan Sedangkan wilayah Kecamatan Cepogo secara administratif di sebelah utara
berbatasan dengan Kecamatan Ampel, di sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Boyolali, di sebalah selatan berbatasan dengan Kecamatan Musuk, dan di sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Selo. Untuk lebih jelasnya Peta Lokasi SMA Negeri 1 Cepogo dapat dilihat pada Gambar 4.
Secara geologis wilayah Kecamatan Cepogo merupakan bagian dari Gunungapi Merapi. Gunung Merapi merupakan gunungapi strato, material yang dikeluarkan berselang-seling antara efusiva yang berupa aliran lava dan eflata yang merupakan material lepas seperti bom, lapili, tuff dan abu vulkanis (Simoen, 2000). Menurut Bemmelen dalam Simoen (2000) erupsi Gunungapi Merapi dapat dibedakan menjadi dua yaitu Merapi Tua (Old Merapi) dan Merapi Muda (Young Merapi). Material dari Old Merapi dan Young Merapi erupsinya berselang-seling
antara lava (efusiva), lahar dan eflata yang berupa batu-batu besar (boulder), pasir, tuff dan abu vulkanis. Terdapat selang-seling antara andesit yang masif dengan pair atau tuff dengan pasir. Erupsi Old Merapi terdiri dari batuan Olivine Basalt yang kemudian disusul dengan batuan olivine basalt yang disertai augite-hypersthenehorenblende andesite. Sedangkan erupsi Young Merapi hanya terdiri dari augitehypersthene andesite dengan sedikit hornblende tanpa olivine. Sedangkan secara geomorfologi Kecamatan Cepogo merupakan perbukitan
bergelombang
dengan
relief
halus
hingga
kasar.
Kemiringan lereng bervariasi dari 0% hingga > 70%, dengan ketinggian 550 – 2.911 m dpal. Bentuk bentang lahan yang ada sangat khas, yaitu puncak Merapi dengan lerengnya yang menuju ke segala arah dengan lereng yang sangat curam di wilayah yang dekat dengan puncak dan semakin melandai kearah bawah. Lereng Merapi bagian timur relatif lebih terjal, sementara di bagian barat dan utara relatif lebih landai (Simoen, 2000). SMA Negeri 1 Cepogo merupakan satu-satunya SLTA di Kecamatan Cepogo. Jarak dari Kota Boyolali sekitar 10 kilometer arah barat, dengan sarana dan prasarana transportasi yang memadai, kondisi jalan cukup bagus. Faktor kedekatan dengan Kota Boyolali menyebabkan motivasi siswa di Kecamatan Cepogo untuk masuk ke SMA Negeri 1 Cepogo relatif rendah, karena ada kecenderungan memilih sekolah negeri yang ada di kota.
B. Pelaksanan Penelitian
Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode eksperimen yang dilaksanakan di SMA Negeri 1 Cepogo Boyolali meliputi kegiatan observasi, pembelajaran, post tes dan wawancara. Waktu pelaksanaan pembelajaran dan pengambilan data terdapat pada tabel berikut: Tabel 9. Tahap Pelaksanaan Pembelajaran Waktu Pelaksanaan Kegiatan Pembelajaran
Pertemuan I Pembentukan kelompok jigsaw, diskusi di kelompok ahli. Di kelas kontrol menjelaskan pengertian biosfer Pertemuan II Materi Pelajaran : Pengertian biosfer, faktor yang mempengaruhi kehidupan, persebaran flora dan fauna Pertemuan III Materi Pelajaran: Jenis fauna di dunia dan persebarannya, pesebaran flora dan fauna di Indonesia Pertemuan IV Materi Pelajaran: Macam-macam hutan di Indonesia
Kelas XI IPS 3 Pendekatan Kooperatif Metode Jigsaw
Kelas XI IPS2 Pendekatan KonvensionalCeramah
Sabtu, 31 Sabtu, 31 Oktober Oktober 2009 2009 Jam ke-1 Jam ke-5 dan 6 dan 2
Rabu, 04 Rabu, 04 Nopember 2009 Nopember 2009 Jam ke-3 dan 4 Jam ke-5 dan 6
Sabtu, 07 April Sabtu, 07 2009 Nopember 2009 Jam ke-5 dan 6 Jam ke-1 dan 2
Rabu, 11 Rabu, 11 Nopember 2009 Nopember 2009 Jam ke-3 dan 4 Jam ke-5 dan 6
Pertemuan V Materi Pelajaran : Sabtu, 14 April Sabtu, 14 Kerusakan flora dan 2009 Nopember 2009 fauna serta dampaknya Jam ke-5 dan 6 Jam ke-1 dan 2 terhadap kehidupan, persebaran suaka alam dan suaka margasatwa
di Indonesia
Pada saat proses pembelajaran dilakukan observasi oleh guru lain sebagai kolaborator untuk mengamati keaktifan siswa dalam mengikuti
proses
pembelajaran,
misalnya
keaktifan
bertanya,
menjawab, diskusi dan sebagainya.
C. Deskripsi Data Data dalam penelitian ini terdiri atas data prestasi belajar dengan pendekatan pembelajaran kooperatif metode jigsaw dan data prestasi belajar dengan pendekatan ceramah bervariasi, dimana masing-masing
pendekatan
pembelajaran
tersebut
diukur
motivasinya berdasarkan kriteria tinggi dan rendah. Secara rinci data tersebut adalah : 1. Data Prestasi Belajar Geografi dengan Pendekatan Kooperatif Metode Jigsaw Deskripsi data prestasi belajar dengan pendekatan kooperatif metode jigsaw dan frekuensi masing-masing kelompok disajikan dalam tabel 10. Tabel 10. Deskripsi Prestasi Geografi dengan Pendekatan Kooperatif Metode Jigsaw Interval 57 - 62 63 - 68 69 - 74
Frekuensi 2 5 4
Persentase Persentase Kumulatif 5,6 5,6 13,9 19,4 11,1 30,6
75 - 80 81 - 86 87 - 92 93 - 98 Jumlah
9 9 1 6 36
25,0 25,0 2,8 16,7
55,6 80,6 83,3 100,0
100
10 8 6 4 2 0 57 - 62
63 - 68
69 - 74
75 - 80
81 - 86
87 - 92
93 - 98
Gambar 5. Histogram Hasil Belajar Geografi dengan Pendekatan Kooperatif Model Jigsaw
Dari sebaran hasil belajar pendekatan kooperatif metode jigsaw pada tabel 10 dan gambar 5, nampak bahwa persentase nilai yang tertinggi pada kisaran 93 – 98 diperolah sebanyak 6 siswa atau 16,7 persen, sedangkan yang paling banyak diperoleh siswa adalah pada kisaran 75 – 80 dan 81 – 86 yaitu masing-masing 9 siswa atau sama-sama sebesar 25 persen. Sedangkan nilai terendah berada pada kisaran 57 - 62 sebanyak 5,6 persen didapat oleh 2 siswa. Dari gambaran tersebut berarti kebanyakan siswa memiliki hasil belajar geografi pada taraf cukup. 2. Data Hasil Belajar Geografi Pendekatan Ceramah Bervariasi Dari sebaran data prestasi belajar geografi dengan metode ceramah bervariasi pada tabel 11, nampak bahwa prosentasi siswa memperoleh nilai tertinggi pada kisaran 77,1 - 81,5 hanya diperoleh 1 siswa atau 2,9 persen, persentase nilai yang paling banyak diperoleh siswa adalah pada kisaran 63,6 - 68,0 yaitu sebesar 26,5 persen. Nilai terendah yang diperoleh siswa berada pada kisaran 50,1 - 54,5
didapat oleh 5 siswa atau persentase 14,7 persen. Dari gambaran tersebut berarti kebanyakan siswa memiliki hasil belajar geografi pada taraf relatif cukup. Deskripsi data prestasi belajar dengan pendekatan ceramah bervariasi dan frekuensi masing-masing kelompok disajikan dalam tabel 11. Tabel 11. Deskripsi Hasil Belajar Geografi dengan Pendekatan Ceramah Bervariasi
Interval
Frekuensi
Presentase
Persentase Kumulatif
50,1 - 54,5
5
14,7
14,7
54,6 - 59,0
3
8,8
23,5
59,1 - 63,5
3
8,8
32,4
63,6 - 68,0
9
26,5
58,8
68,1 - 72,5
5
14,7
73,5
72,6 - 77,0
8
23,5
97,1
77,1 - 81,5
1
2,9
100,0
34
100
Jumlah
10 8 6 4 2 0 50,1 - 54,5
54,6 - 59,0
59,1 - 63,5
63,6 - 68,0
68,1 - 72,5
72,6 - 77,0 77,1 - 81,5
Gambar 6. Histogram Hasil Belajar Geografi dengan Pendekatan Ceramah Bervariasi
3. Data Prestasi Belajar Geografi dengan Pendekatan Metode Jigsaw Motivasi Tinggi
Kooperatif
Deskripsi data prestasi belajar dengan pendekatan kooperatif metode jigsaw motivasi tinggi
disajikan dalam tabel 12.
Dari
sebaran pendekatan kooperatif metode jigsaw motivasi tinggi pada tabel 12 dan gambar 7, nampak bahwa persentase nilai yang paling banyak diperoleh siswa adalah pada kisaran 84 – 88 yaitu sebanyak 5 siswa atau sebesar 26.3 persen. Nilai tertinggi pada kisaran 94 – 98 sebanyak 3 siswa atau 16,7 persen, sedangkan nilai terendah berada pada kisaran 64 – 68 sebanyak 3 siswa atau 16,7 persen. Dari gambaran tersebut berarti kebanyakan siswa memiliki hasil belajar geografi pada taraf cukup. Tabel 12. Deskripsi Prestasi Belajar Geografi dengan Pendekatan Kooperatif Metode Jigsaw Motivasi Tinggi
Interval 64 - 68 69 - 73 74 - 78 79 - 83 84 - 88 88 - 93 94 - 98 Jumlah
Frekuensi 3 3 2 1 5 1 3 18
Persentase 16,7 16,7 11,1 5,6 27,8 5,6 16,7 100,0
Persentase Kumulatif 16,7 33,3 44,4 50,0 77,8 83,3 100,0
Gambar 7. Histogram Prestasi Belajar Geografi dengan Pendekatan Kooperatif
Metode Jigsaw Motivasi Tinggi 4. Data Prestasil Belajar Geografi dengan Pendekatan Kooperatif Metode Jigsaw Motivasi Rendah Deskripsi data prestasi belajar dengan pendekatan kooperatif metode jigsaw motivasi rendah disajikan dalam tabel 13. Nilai tertinggi berada pada kisaran 92 – 96 sebanyak 2 siswa atau 11,1 persen, sedangkan nilai terendah pada kisaran 62 – 66 sebanyak 3 siswa atau 16,7 persen. Sedangkan persentase nilai yang paling banyak pada kisaran 77 – 81 sebanyak 6 siswa atau 33,3 persen. Tabel 13. Deskripsi Hasil Belajar Geografi dengan Pendekatan Kooperatif Metode Jigsaw Motivasi Rendah
Interval 62 - 66 67 - 71 72 - 76 77 - 81 82 - 86 87 - 91 92 - 96 Jumlah
Frekuensi 3 1 3 6 3 0 2 18
Persentase 16,7 5,6 16,7 33,3 16,7 0,0 11,1 100,0
Persentase Kumulatif 16,7 22,2 38,9 72,2 88,9 88,9 100,0
Gambar 8. Histogram Hasil Belajar Geografi dengan Pendekatan Kooperatif Metode Jigsaw Motivasi Rendah
5. Data Prestasi Belajar Geografi dengan Pendekatan Ceramah Bervariasi Motivasi Tinggi Deskripsi data prestasi belajar model ceramah bervariasi motivasi tinggi disajikan dalam tabel 14. Dari sebaran nilai prestasi belajar geografi dengan pendekatan ceramah bervariasi, menunjukkan bahwa persentase skor yang paling banyak diperoleh siswa adalah pada kisaran 72,6 - 76,0 yaitu sebanyak 5 siswa atau sebesar 35,7 persen. Nilai tertinggi berada pada kisaran 76,1 - 79,5 sebanyak 1 siswa atau 7,1 persen,
sedangkan skor terendah
berada pada
kisaran 55,6 - 59,0, sebanyak 1 orang atau persentase 7,1 persen. Tabel 14. Deskripsi Prestasi Belajar Geografi dengan Pendekatan Ceramah Bervariasi Motivasi Tinggi
Interval 55,6 59,0 59,1 62,5 62,6 66,0 66,1 69,5 69,6 72,5 72,6 76,0 76,1 79,5 Jumlah
Frekuensi
Persentase
Persentase Kumulatif
1
7,1
7,1
2
14,3
21,4
2
14,3
35,7
1
7,1
42,9
2
14,3
57,1
5
35,7
92,9
1 14
7,1 100,0
100,0
Gambar 9. Histogram Prestasi Belajar Geografi dengan Pendekatan Ceramah Bervariasi Motivasi Tinggi
6. Data Prestasi Belajar Geografi dengan Pendekatan Ceramah Bervariasi
Motivasi Rendah
Deskripsi data prestasi belajar model ceramah bervariasi motivasi rendah disajikan dalam tabel 15.
Dari sebaran data prestasi belajar model ceramah
bervariasi dengan motivasi rendah pada tabel 15 dan gambar 9, nampak bahwa persentase nilai paling tinggi yang diperoleh siswa adalah pada kisaran 72,6 76,0 sebanyak 2 siswa atau sebesar 10 persen, sedangkan skor terendah berada pada kisaran 52,6 - 56,0 sebanyak 6 siswa atau 30 persen. Tabel 15. Deskripsi Prestasi Belajar Geografi dengan Pendekatan Ceramah Bervariasi Motivasi Rendah
Interval 52,6 56,0 56,1 59,5 59,6 63,0 63,1 66,5 66,6 -
Frekuensi
Persentase
Persentase Kumulatif
6
30,0
30,0
1
5,0
35,0
1
5,0
40,0
1 5
5,0 25,0
45,0 70,0
69,0 69,1 72,5 72,6 76,0 Jumlah
4
20,0
90,0
2 20
10,0 100,0
100,0
Gambar 10. Histogram Prestasi Belajar Geografi Pendekatan Ceramah Bervariasi Motivasi Rendah
D. Hasil Pengujian Prasyarat Analisis 1. Uji Normalitas Uji
normalitas
dimaksudkan
untuk
mengetahui
apakah
sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak. a. Uji Normalitas Pre Tes Belajar Geografi dengan Pendekatan Kooperatif Metode Jigsaw Dari hasil perhitungan diperoleh hasil belajar geografi harga statistik uji L Max !F(Zi)-S(Zi)! = 0.1293 sedangkan L tabel 5% = 0.1477, sehingga L Max !F(Zi)-S(Zi)! < L tabel 5%
dengan
demikian H0 diterima, ini berarti sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Hasil uji tersebut dapat dilihat pada lampiran 19.
b. Uji Normalitas Pre Tes Belajar Geografi Pendekatan Ceramah Bervariasi Dari hasil perhitungan diperoleh hasil belajar geografi harga statistik uji L Max !F(Zi)-S(Zi)! = 0.0833 sedangkan L tabel 5% = 0.1519 , sehingga L Max !F(Zi)-S(Zi)! < L tabel 5%
dengan
demikian H0 diterima, ini berarti sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Hasil uji tersebut dapat dilihat pada lampiran 20. c. Uji Normalitas Prestasi Belajar Geografi dengan Pendekatan Kooperatif Metode Jigsaw Dari hasil perhitungan diperoleh hasil belajar geografi harga statistik uji L Max !F(Zi)-S(Zi)! = 0.0854 sedangkan L tabel 5% = 0.1477, sehingga L Max !F(Zi)-S(Zi)! < L tabel 5%
dengan
demikian H0 diterima, ini berarti sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Hasil uji tersebut dapat dilihat pada lampiran 21. d. Uji Normalitas Prestasi Belajar Geografi Pendekatan Ceramah Bervariasi Dari hasil perhitungan diperoleh harga statistik uji L Max !F(Zi)S(Zi)!
= 0,0579 sedangkan L tabel 5% = 0.1519 , sehingga L
Max !F(Zi)-S(Zi)!
< L tabel 5%
dengan demikian H0 diterima, ini
berarti sampel berasal dan populasi yang berdistribusi normal. Hasil uji tersebut dapat dilihat pada lampiran 22.
e. Uji Normalitas Prestasi Belajar Geografi Pendekatan Kooperatif Metode Jigsaw Motivasi Tinggi Dari hasil perhitungan diperoleh harga statistik uji L Max !F(Zi)S(Zi)!
= 0,1466 sedangkan L tabel 5% = 0.2088 , sehingga L
Max !F(Zi)-S(Zi)! < L tabel 5%
dengan demikian H0 diterima, ini
berarti sampel berasal dan populasi yang berdistribusi normal. Hasil uji tersebut dapat dilihat pada lampiran 23. f. Uji Normalitas Prestasi Belajar Geografi Pendekatan Kooperatif Metode Jigsaw Motivasi Rendah Dari hasil perhitungan diperoleh harga statistik uji L Max !F(Zi)S(Zi)!
= 0,1125 sedangkan L tabel pada taraf signifikansi 5% =
0.2088 , sehingga L Max !F(Zi)-S(Zi)! < L tabel 5%
dengan
demikian H0 diterima, ini berarti sampel berasal dan populasi yang berdistribusi normal. Hasil uji tersebut dapat dilihat pada lampiran 24. g. Uji Normalitas Prestasi Belajar Geografi Pendekatan Ceramah Bervariasi Motivasi Tinggi Dari hasil perhitungan diperoleh harga statistik uji L Max !F(Zi)S(Zi)!
= 0,1230 sedangkan L tabel 5% = 0.2368 , sehingga L
Max !F(Zi)-S(Zi)! < L tabel 5%
dengan demikian H0 diterima, ini
berarti sampel berasal dan populasi yang berdistribusi normal. Hasil uji tersebut dapat dilihat pada lampiran 25. h. Uji Normalitas Prestasi Belajar Geografi Pendekatan Kooperatif Metode Jigsaw Motivasi Rendah
Dari hasil perhitungan diperoleh harga statistik uji L Max !F(Zi)S(Zi)!
= 0,1132 sedangkan L tabel pada taraf signifikansi 5% =
0.1981, sehingga L Max !F(Zi)-S(Zi)! < L tabel 5%
dengan
demikian H0 diterima, ini berarti sampel berasal dan populasi yang berdistribusi normal. Hasil uji tersebut dapat dilihat pada lampiran 26. i. Uji Normalitas Skor Motivasi Belajar Geografi dengan Pendekatan Kooperatif Metode Jigsaw Dari hasil perhitungan diperoleh hasil belajar geografi harga statistik uji L Max !F(Zi)-S(Zi)! = 0.1290 sedangkan L tabel 5% = 0.1477, sehingga L Max !F(Zi)-S(Zi)! < L tabel 5%
dengan
demikian H0 diterima, ini berarti sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Hasil uji tersebut dapat dilihat pada lampiran 27. j. Uji
Normalitas
Skor
Motivasi
Belajar
Geografi
Pendekatan
Ceramah Bervariasi Dari hasil perhitungan diperoleh harga statistik uji L Max !F(Zi)S(Zi)! = 0,1272 sedangkan L tabel 5% = 0.1519 , sehingga L Max !F(Zi)-S(Zi)!
< L tabel 5%
dengan demikian H0 diterima, ini
berarti sampel berasal dan populasi yang berdistribusi normal. Hasil uji tersebut dapat dilihat pada lampiran 28. 2. Uji Homogenitas
Uji homogenitas digunakan metode Bartlett. Untuk data prestasi belajar geografi dengan metode kooperatif jigsaw dan metode ceramah bervariasi. a. Uji Homogenitas Prestasi Belajar Geografi Pendekatan Kooperatif Metode Jigsaw dan Pendekatan Ceramah Bervariasi. Dari hasil perhitungan diperoleh hasil belajar geografi pendekatan kooperatif metode jigsaw dan ceramah bervariasi diperoleh harga statistik
uji 2h = 2.0037 sedangkan 2t = 3,8410,
sehingga 2h < 2t dengan demikian H0 diterima, ini berarti sampel berasal dan populasi yang homogen. Untuk perhitungannya dapat dilihat pada lampiran 29. b. Uji Homogenitas Prestasi Belajar Geografi Motivasi Tinggi dan Motivasi Rendah Dari perhitungan prestasi belajar geografi motivasi tinggi dan motivasi rendah harga statistik
uji 2h = 0.0140 sedangkan 2t =
3,8410, sehingga 2h < 2t dengan demikian H0 diterima, ini berarti sampel
berasal
dari
populasi
yang
homogen.
Untuk
perhitungannya dapat dilihat pada lampiran 30.
E. Hasil Pengujian Hipotesis 1. Anava Dua Jalan Dalam penelitian ini melibatkan dua vaniabel bebas. Varibel pertama adalah model kooperatif metode jigsaw yang terdiri dari kategori tinggi dan kategori rendah. Kedua adalah metode ceramah
bervariasi yang terdiri dari motivasi tinggi dan rendah. Untuk variabel terikatnya adalah hasil belajar geografi siswa. Analisis yang digunakan adalah analisis variansi dua jalan dengan frekuensi sel tak sama. Tabel 16 menunjukkan rerata pada masing-masing sel dan tabel 17 menunjukkan rangkuman analisis variansi. Analisis variansi dua jalan dengan frekuensi sel tak sama dapat dilihat pada lampiran 31. Tabel 16. Distribusi Rerata Pada Masing-Masing Sel Sumber
Tinggi (B1)
Rendah
Total
(B2) Eksperimen 36.333
(A1)
30.556 66.889
Kontrol (A2)
19.643
15.050
34.693
Jumlah
55.976
15.050
101.582
Tabel 17. Rangkuman Analisis Variansi Dua Jalan Sumber Varians Metode (Baris) Motivasi
JK
Dk
RK
Fo
Ft
Keputusan
4457.667 2
1 1 1 66
4457.66 72
54.842 1 5.6894 0.0742 -
3.9 8 3.9 8 3.9 8 -
H0A ditolak H0B ditolak H0AB diterima -
-
-
-
(Kolom)
Interaksi AB Dalam Kelompok
462.4463 6.0285 5364.608 0
462.446 3 6.0285 81.2819
Total
10290.75 00
70
-
a. Uji Hipotesis Pertama HOA: Tidak ada pengaruh positif pendekatan pembelajaran menggunakan model kooperatif metode jigsaw terhadap prestasi belajar Geografi H1A
:
Ada
pengaruh
positif
pendekatan
pembelajaran
menggunakan model kooperatif metode jigsaw terhadap prestasi belajar Geografi. Dari hasil perhitungan diperoleh harga statistik uji Fobs= 54,8421 sedangkan F0,05:1;66 = 3,98, sehingga Fobs> F, dengan demikian H0A ditolak dan H1A diterima. Hipotesis berbunyi : Ada pengaruh positif pendekatan pembelajaran menggunakan model kooperatif metode jigsaw terhadap prestasi belajar Geografi terbukti signifikan. Pembelajaran
dengan
menggunakan
metode
kooperatif
jigsaw lebih baik daripada pembelajaran dengan menggunakan metode ceramah bervariasi jika dilihat dari prestasi belajarnya, khususnya Pembelajaran
pada
materi
kooperatif
menganalisis jigsaw
secara
fenomena sadar
biosfer.
menciptakan
interaksi yang saling asah, asih, dan asuh sehingga tercipta masyarakat belajar. Siswa tidak hanya belajar dari guru, tetapi juga dari sesama siswa. Selain itu juga meletakkan tanggung jawab individu sekaligus tanggungjawab kelompok, sehingga dalam diri siswa tumbuh dan berkembang sikap dan perilaku
yang saling ketergantungan. Sedangkan pada pembelajaran ceramah
bervariasi
masih
ada
kecenderungan
sistem
pembelajarannya berpusat pada guru, menempatkan posisi siswa sebagai objek pembelajaran. b. Uji Hipotesisis Kedua HOB :
Tidak ada pengaruh positif motivasi belajar terhadap prestasi belajar Geografi
H1B : Ada pengaruh positif motivasi belajar terhadap prestasi belajar Geografi Dari hasil perhitungan diperoleh harga statistik uji Fobs= 5,6894 sedangkan F0,05:1;66 =3,98, sehingga Fobs>Ftab, dengan demikian HoB ditolak dan H1B diterima. Berarti hipotesis yang berbunyi: Ada pengaruh positif motivasi belajar terhadap prestasi belajar Geografi terbukti signifikan. Ada perbedaan yang signifikan antara siswa yang memiliki motivasi tinggi dengan siswa yang memiliki motivasi rendah jika ditinjau dari prestasi belajarnya. Siswa yang memiliki motivasi rendah memiliki kecenderungan prestasinya rendah, dan siswa yang memiliki motivasi tinggi memiliki kecenderungan prestasinya tinggi. Motivasi merupakan suatu unsur paling penting dari pengajaran efektif atau pengajaran yang berhasil. Seseorang akan berhasil dalam belajar kalau pada dirinya ada keinginan untuk belajar. c. Uji Hipotesis Ketiga
HOAB : Tidak ada pengaruh positif pada interaksi pembelajaran yang menggunakan model kooperatif metode jigsaw dan motivasi belajar terhadap prestasi belajar Geografi H1AB : Ada pengaruh positif pada interaksi pembelajaran yang menggunakan model kooperatif metode jigsaw
dan
motivasi belajar terhadap prestasi belajar Geografi Dari hasil perhitungan diperoleh harga statistik uji FOBS= 0,0742 sedangkan F0,05:1;66 = 3,98, sehingga Fobs< Ftab, dengan demikian H0AB diterima dan H1AB ditolak. Berarti hipotesis yang berbunyi : Ada pengaruh positif pada interaksi pembelajaran yang menggunakan model kooperatif metode jigsaw dan motivasi belajar terhadap prestasi belajar Geografi tidak terbukti. Penggunaan model pembelajaran kooperatif jigsaw terbukti meningkatkan prestasi belajar siswa, demikian juga semakin tinggi motivasi siswa, prestasi belajarnya juga semaki tinggi. Namun ketika kedua variabel tersebut digabungkan secara bersama-sama tidak berpengaruh secara positif terhadap prestasi belajar. Ada kemungkinan siswa yang bermotivasi rendah tidak banyak terpengaruh dengan model pembelajaran yang digunakan meskipun ada kecenderungan semakin tinggi motivasi, prestasi belajat semakin tinggi. Artinya dengan metode pembelajaran apapun,
siswa
dalam
penelitian
ini
tidak
termotivasi
untuk
meningkatkan prestasi belajar. Sedangkan siswa dengan motivasi tinggi dengan sendirinya ada kecenderungan prestasinya lebih tinggi jika dibandingkan siswa dengan motivasi rendah.
2. Uji Lanjut Anava Untuk mengetahui lebih lanjut tentang perbedaan pengaruh antar rerata pada anava, maka dilakukan uji komparasi ganda antar rerata dengan metode Scheffe, yang rangkuman analisisnya sebagai berikut: Tabe1 18. Rangkuman Komparasi Rerata Pasca Anava Komperen si A1 vs A2 B1 vs B2
Xi-Xj 1036.58 24 107.536 9
1/ni +1/nj 0.057 2 0.057 6
RKG
F
81.281 9 81.281 9
222.99 41 22.982 6
Kriti k
Kesimpul an
3.98 Ditolak 3.98 Ditolak
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa: 1) Komparasi antar baris Dari hasil uji lanjut diperoleh FA12 = 222.9941 > F0,05;1;66 = 3,98, berarti terdapat beda rerata metode mengajar yang signifikan antara penggunaan model kooperatif metode jigsaw dan metode ceramah bervariasi. Rerata kemampuan pengajaran dengan
model
kooperatif
metode
jigsaw
A1=
79,611
dan
pengajaran dengan metode ceramah bervariasi A2= 66,324. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pembelajaran model kooperatif metode jigsaw mempunyai pengaruh yang lebih baik terhadap prestasi belajar geografi dibandingkan siswa yang mendapat pengajaran dengan metode ceramah bervariasi. 2) Komparasi rerata antar kolom Dari hasil uji lanjut diperoleh FBI2 = 22.9826 > F0,05;1;66 = 3,98, berarti
terdapat beda rerata hasil belajar geografi siswa
yang signifikan antara siswa yang memiliki motivasi tinggi dan
rendah. Rerata motivasi siswa
tinggi B1= 82,000 dan motivasi
rendah B2 = 77,222. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa motivasi yang tinggi mempunyai pengaruh yang lebih baik terhadap hasil belajar geografi dibandingkan siswa dengan motivasi rendah. Hasil perhitungan uji lanjut pasca analisis variasi dua jalan dapat dilihat pada lampiran 32.
F. Pembahasan Hasil Penelitian Pembelajaran kooperatif mengupayakan siswa untuk mampu mengajarkan kepada siswa lain. Mengajar teman sebaya dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mempelajari sesuatu dengan baik pada waktu yang bersamaan, ia menjadi nara sumber bagi teman yang lain. Pembelajaran kooperatif metode jigsaw dapat mendorong siswa untuk belajar, bekerjasama dan bertanggungjawab secara sungguh-sungguh untuk mencapai tujuan yang ditetapkan. Dalam kelompok kecil tersebut, siswa dapat saling berbagi mengenai kelebihan masing-masing, sehingga saling mengembangkan kemampuan dan hubungan interpersonalnya. Selain itu siswa juga dapat belajar bagaimana mengelola konflik yang biasa timbul dalam kelompok. Rasa saling ketergantungan ini muncul karena adanya perbedaan yang dimiliki oleh manusia. Jika dikomparasikan dengan beberapa penelitian yang relevan menunjukkan ada kesamaan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada kelompok eksperimen dengan perlakuan pembelajaran model kooperatif jigsaw dengan pembelajaran ceramah bervariasi. Selain itu belajar melalui mengajari orang lain dan diskusi sebagaimana yang dituntut dalam pembelajaran dengan jigsaw mendorong pemahaman mereka tentang topik yang sedang dibahas dan mereka mengaku bahwa mereka dapat mengingat topik itu dengan lebih baik. Dalam penelitian ini, metode jigsaw membuktikan bahwa belajar bisa menjadi sangat menyenangkan, edukatif, dan sangat kaya akan pengetahuan dan pengalaman.
Pada awal pelaksanaan penerapan pembelajaran model kooperatif metode jigsaw mengalami beberapa masalah antara lain: 1) prinsip utama pola pembelajaran ini adalah ‘peer teaching’, pembelajaran teman sendiri, ini menjadi kendala karena perbedaan persepsi untuk memahami suatu konsep yang akan didiskusikan dengan teman yang lainnya dalam kelompok. Sehingga dalam hal ini pengawasan guru menjadi sangat diperlukan agar tidak terjadi salah persepsi, 2) siswa kurang percaya diri pada awal diskusi. Rasa kurang percaya diri terjadi pada pelaksanan diskusi pertemuan awal, karena belum terkondisi. Selanjutnya pada pertemuan berikutnya, masalah-masalah sudah mulai dapat diatasi, siswa mulai terkondisi sehingga diskusi kelompok bisa berlangsung dengan baik. Pengamatan pembelajaran model kooperatif jigsaw dilakukan dengan memberikan skor 1 sampai 4 pada lima aspek yang diamati yaitu: kerjasama dalam kelompok, peran dalam kelompok, aktivitas bertanya, sikap dalam mengikuti diskusi, dan menjawab atau membahas permasalahan. Daftar skor pengamatan pembelajaran kooeparti jigsaw dapat dilihat pada lampiran 34. Tabel 19. Rata-rata Skor Pengamatan Pembelajaran Kooperatif Jigsaw
No
1 2
Aspek Pengamatan* Kerjasama kelompok Peran kelompok
dalam dalam
Pertemuan 1
Pertemuan 2
Pertemuan 3
Pertemuan 4
Pertemuan 5
Skor ratarata
%
Skor ratarata
%
Skor ratarata
%
Skor ratarata
%
Skor ratarata
%
2.7
67
2.8
71
3.3
82
3.6
90
3.9
97
2.4
60
2.7
67
2.9
72
3.4
84
3.5
88
3
Aktivitas bertanya
2.2
54
2.5
62
2.8
70
2.9
74
3.1
78
4
Sikap dalam mengikuti diskusi Menjawab/membahas permasalahan
2.9
72
3.1
76
3.1
78
3.3
81
3.6
91
2.4 61 2.6 *Keterangan : Skor maksimal 4
66
2.9
72
3.0
76
3.4
86
5
4,5 4,0
Aktivitas bertanya
Skor Rata-rata
3,5 3,0
Peran dalam kelompok
2,5 2,0
Aktivitas bertanya
1,5 1,0
Sikap dalam mengikuti diskusi
0,5 0,0 I
II
III
IV
Menjawab/membahas permasalahan
V
Pertemuan
Gambar 11. Diagram Garis Peningkatan Proses Pembelajaran Kooperatif Jigsaw Pada
pertemuan
pertama
pelaksanaan
kegiatan
belajar
mengajar dengan metode kooperatif jigsaw belum berjalan seperti yang diharapkan. Kegiatan diskusi masih cenderung terpusat pada tim ahli yang menyampaikan materi yang menjadi bagiannya. Dari hasil pengamatan dijumpai ada siswa yang kurang memperhatikan penyampaian materi, seperti membuka-buka buku, berbisik-bisik pada temannya, rasa kurang percaya diri karena ada pengamat dan petugas dokumentasi, dan sebagainya. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan
oleh
peserta
diskusi
masih
sebatas
materi
yang
disampaikan oleh pembawa materi. Hal ini dapat dilihat dari perolehan skor aktivitas bertanya sebesar 2,2 atau sekitar 54 persen. Secara umum, sikap mengikuti diskusi sudah cukup baik dengan skor 2,9 atau 72 persen. Pada akhir pertemuan peneliti
membahas pelaksanaan diskusi, mengenai hambatan-hambatan belajar dengan menggunakan metode kooperatif jigsaw. Dari sisi aktivitas siswa selama belajar dengan metode kooperatif jigsaw pada pertemuan pertama, tampak masih ada rasa kurang percaya diri dalam menyampaikan materi, peserta masih merasa kesulitan utuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang akan dibahas dalam diskusi.
Peneliti
pembelajaran
menyampaikan
dengan
kembali
metode
tentang
kooperatif
tata
jigsaw,
cara yaitu
mengembangkan perilaku sosial dan motivasi belajar yang pada akhirnya diharapkan dapat meningkatkan prestasi belajar. Siswa diharapkan dapat mempersiapkan diri secara lebih baik pada pertemuan berikutnya. Berdasarkan hasil pertemuan pertama, dilakukan perbaikan pada pertemuan kedua. Siswa diharapkan dapat mempersiapkan materi yang akan disampaikan pada pertemuan kedua. Sikap dalam mengikuti diskusi dan kerjasama dalam kelompok mulai semakin terlihat cukup baik. Sikap dalam mengikuti diskusi memperoleh skor tertinggi 3,1 atau 76 persen dan kerjasama kelompok memperoleh skor 2,8 atau 71 persen. Namun dari kelima aspek yang diamati, aktivitas bertanya masih memiliki skor terendah yaitu 2,5 atau
62
persen.
Pada
akhir
pertemuan
peneliti
membahas
pelaksanaan diskusi, untuk mengurangi hambatan-hambatan dalam pertemuan kedua. Masih ada hambatan terutama aktivitas bertanya dari peserta untuk dibahas dalam diskusi. Peneliti memberikan
motivasi agar dalam diskusi muncul banyak pertanyaan yang akan menjadi materi dalam diskusi. Pada pertemuan ketiga secara umum pelaksanaan diskusi dengan metode kooperatif jigsaw sudah berjalan dengan lancar. Suasana kelas nampak ramai tetapi dalam rangka pembelajaran. Kerjasama dalam kelompok sudah terjadi, peran setiap peserta diskusi, sikap dalam mengikuti diskusi nampak serius, aktivitas bertanya ada peningkatan, serta kegiatan tanya jawab dalam kelompok diskusi terjadi dengan baik. Pada akhir pertemuan disampaikan permasalahan yang muncul yaitu suasana yang gaduh sedikit banyak akan mengganggu kelompok lain dalam melakukan diskusi, sehingga diharapkan pada pertemuan berikutnya suasanya bisa lebih nyaman. Pada pertemuan keempat dan kelima, pelaksanaan diskusi semakin
menunjukkan
perbaikan
dibandingkan
pertemuan
sebelumnya. Meskipun suasana kelas agak gaduh, namun dalam suasana pembelajaran. Kerjasama dalam kelompok dan sikap mengikuti diskusi dengan metode kooperatif jigsaw semakin baik. Setelah kegiatan pada diskusi dengan metode kooperatif jigsaw selesai kemudian dilakukan penilaian dengan menggunakan instrumen yang sudah disusun dan dipersiapkan sebelumnya. Data yang diperoleh kemudian diolah dengan statistik dan dilakukan analisis. Dari hasil pengujian hipotesis diketahui bahwa: ada pengaruh positif pendekatan pembelajaran menggunakan model
kooperatif metode jigsaw terhadap prestasi belajar Geografi, ada pengaruh positif motivasi belajar terhadap prestasi belajar Geografi, dan
tidak ada pengaruh positif pada interaksi pembelajaran
menggunakan model kooperatif metode jigsaw dan motivasi belajar secara bersama-sama terhadap prestasi belajar Geografi. Berdasarkan data prestasi belajar, jumlah siswa yang memiliki hasil belajar tinggi dan motivasi tinggi berjumlah 2 siswa. Untuk mendapatkan data kualitatif dilakukan wawancara dengan 3 siswa yang memiliki nilai tertinggi dengan motivasi yang tinggi yaitu Choirul Fuadi, Nur Tri Rahayu, dan Rizky Rahayu. Siswa yang hasilnya menyimpang, Didik Indrawan memiliki motivasi tinggi namun prestasi belajarnya rendah. Sebaliknya Listyaningsih, motivasinya rendah namun prestasi belajarnya tinggi. Sedangkan Eka Puji Lestari dan Yuliani Sri Mulyani motivasinya rendah, prestasi belajarnya juga rendah. Menurut Choirul Fuadi pembelajaran dengan pendekatan model kooperatif jigsaw sangat menarik, karena menuntut keaktifan siswa. Siswa tidak hanya sekedar berdiskusi, namun memiliki tanggung jawab yang penuh baik secara individu maupun kelompok. Secara individu harus mampu menguasai materi yang menjadi bagiannya kemudian menjelaskan kepada teman anggota kelompoknya, sedangkan secara kelompok harus berusaha saling membantu dan saling melengkapi. Menurutnya pembelajaran kooperatif jigsaw memudahkan dalam memahami materi dan belajar saling berkomunikasi. Kelemahannya menurutnya ada siswa yang kurang menguasai materi yang menjadi bagiannya sehingga kurang bisa menjelaskan kepada teman dalam kelompoknya dan kadang-kadang ramai sendiri.
Harapannya semoga ada model-model pembelajaran yang baru yang dapat diterapkan di kelas untuk mengurangi kejenuhan. Nur Tri Rahayu mengatakan bahwa pembelajaran dengan model kooperatif jigsaw sangat menarik karena mendorong siswa untuk berperan aktif. Siswa diberikan materi dan diharapkan dapat menguasai materi dan mengajarkannya kepada teman dalam kelompoknya. Dengan demikian siswa termotivasi untuk belajar. Salain itu penggunaan variasi model pembelajaran membuat proses belajar mengajar tidak jenuh. Meskipun awalnya mengalami kendala karena siswa belum terbiasa dengan model pembelajaran kooperatif jigsaw, tetapi yakin bahwa penggunaan model pembelajaran kooperatif jigsaw dapat meningkatkan pemahaman materi. Pembelajaran dengan model kooperatif jigsaw berbeda dengan metode diskusi, karena dalam metode diskusi ada kecenderungan siswa yang pandai akan menguasai jalannya diskusi, namun pada model kooperatif jigsaw semua anggota berperan sesuai dengan materi yang harus dikuasainya. Sementara itu Didik Indrawan memiliki motivasi tinggi, tetapi prestasi belajarnya rendah. Responden ini yakin bahwa pembelajaran model kooperatif jigsaw sangat menarik dan mampu meningkatkan prestasi belajar. Namun jika kontrol dari guru kurang maka yang terjadi adalah “ngobrol bersama”. Kesulitan yang dialaminya adalah kurang mampu menguasai materi pelajaran yang dijadikan sebagai eksperimen penelitian ini. Didik Indrawan adalah ketua OSIS di SMA Negeri 1 Cepogo, selain itu dalam beberapa evaluasi memang ada kecenderungan nilainya tidak termasuk kelompok dengan nilai tinggi. Namun motivasi belajarnya cukup tinggi, dan berusaha untuk mengembangkan kemampuannya. Listyaningsih memiliki nilai yang tinggi namun motivasinya rendah. Menurutnya mata pelajaran Geografi bukan merupakan mata pelajaran favorit,
namun dia tidak ingin nilainya rendah. Untuk itu dia belajar agar tidak mendapatkan nilai yang rendah. Penggunaan model-model pembelajaran cukup menarik untuk mengurangi kebosanan dalam proses belajar mengajar. Sedangkan Eko Puji Lestari dan Yuliani Sri Mulyani motivasinya rendah, demikian juga prestasi belajarnya. Menurut pendapatnya sebenarnya pembelajaran dengan model kooperatif jigsaw sangat menarik, tetapi karena pelajaran geografi terlalu luas sehingga mengalami kesullitan dalam belajar. Selain motivasinya rendah, ada kecenderungan siswa ini kurang menguasai teknik-teknik belajar memahami materi geografi. Hal ini menjadi tantangan bagi peneliti untuk dapat membuat suasana pembelajaran yang menarik, serta mengajarkan teknik-teknik penguasaan materi pelajaran. Kendala yang dihadapi dalam pembelajaran menggunakan model kooperatif jigsaw adalah siswa belum terkondisi dengan model pembelajaran ini. Awalnya ada kecanggungan siswa dalam memyampaikan materi yang menjadi tugasnya untuk disampaikan kepada anggota kelompoknya. Namun dengan beberapa masukan dan evaluasi dari peneliti, pada pertemuan berikutnya kendala itu dapat diminimalisir. Selain itu ketersediaan buku pegangan siswa sangat terbatas, sehingga wawasan siswa untuk mengembangkan materi juga berkurang. Penggunaan pendekatan pembelajaran kooperatif jigsaw atau model-model yang lainnya perlu diterapkan oleh guru. Selain itu, motivasi siswa juga harus diupayakan peningkatannya. Motivasi siswa dapat muncul karena faktor dari dalam dan faktor dari luar siswa. Faktor dari dalam karena adanya ketertarikan dan keingintahuan siswa lebih jauh terhadap materi pelajaran akan mendorong siswa untuk belajar sehingga hasil belajar yang dicapai dapat meningkat. Sedangkan faktor dari luar karena adanya rangsangan yang berasal dari luar diri siswa, misalnya
penggunaan pendekatan pembelajaran yang bervariasi yang sesuai dan menarik, hal ini akan dapat memotivasi siswa. Siswa yang mempunyai motivasi belajar tinggi maka hasil belajar yang dicapai akan cenderung tinggi. Demikian pula sebaliknya siswa yang mempunyai motivasi rendah cenderung hasil belajarnya juga rendah. Motivasi merupakan salah satu faktor yang ikut menentukan keberhasilan seseorang. Ada keterkaitan antara pendekatan pembelajaran kooperatif metode jigsaw dan motivasi yang ada pada diri siswa sebagai penunjang tingginya prestasi belajar siswa.
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut : 1.
Ada pengaruh positif pendekatan pembelajaran menggunakan model kooperatif metode jigsaw terhadap prestasi belajar Geografi. Pembelajaran dengan menggunakan metode kooperatif jigsaw lebih baik daripada pembelajaran dengan menggunakan metode ceramah bervariasi jika dilihat dari prestasi belajarnya, khususnya pada materi menganalisis fenomena biosfer.
2.
Ada pengaruh positif motivasi belajar terhadap prestasi belajar Geografi. Ada perbedaan yang signifikan antara siswa yang memiliki motivasi tinggi dengan siswa yang memiliki motivasi rendah. Siswa yang memiliki motivasi rendah memiliki kecenderungan prestasinya rendah, dan siswa yang memiliki motivasi tinggi memiliki kecenderungan prestasinya tinggi.
3.
Tidak ada pengaruh positif pada interaksi pembelajaran yang menggunakan model kooperatif metode jigsaw dan motivasi belajar terhadap prestasi belajar Geografi.
B. Implikasi Hasil Penelitian Berdasarkan
kesimpulan
di
atas,
implikasi
yang
dapat
disampaikan penulis dalam upaya peningkatan hasil belajar geografi antara lain: 1.
Penggunaan pendekatan kooperatif secara umum dan metode jigsaw khususnya perlu dikembangkan secara optimal dalam pembelajaran Geografi. Hal tersebut diperlukan karena dari hasil uji analisis yang telah dilaksanakan siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan pendekatan model kooperatif metode jigsaw cenderung mempunyai prestasi belajar yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan model pembelajaran ceramah bervariasi khusunya pada materi menganalisis fenomena biosfer.
2.
Peningkatan motivasi belajar sangat diperlukan dalam rangka peningkatan hasil belajar Geografi. Siswa yang mempunyai motivasi belajar tinggi cenderung mempunyai hasil belajar yang lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang mempunyai motivasi belajar rendah. Proses pembelajaran Geografi dengan model kooperatif jigsaw dapat meningkatkan motivasi belajar siswa sehingga siswa tidak merasa jenuh, khususnya bagi siswa yang mempunyai motivasi belajar rendah.
3.
Pembelajaran dengan pendekatan kooperatif metode jigsaw dan peningkatan motivasi belajar sangat diperlukan dalam rangka peningkatan hasil belajar Geografi. Meskipun hasil penelitian menunjukkan tidak ada pengaruh yang signifikan dari interaksi antara penggunaan pembelajaran kooperatif metode
jigsaw dengan motivasi belajar secara bersama-sama terhadap, prestasi belajar, namun secara sendiri-sendiri kedua variable tersebut dapat meningkatkan prestasi belajar.
C. Saran Berdasarkan hasil penelitian, analisis data, dan kesimpulan tersebut dapat dikemukakan saran-saran sebagai berikut: 1.
Bagi para guru atau pendidik : a. Mempelajari,
menerapkan,
dan
mengembangkan
berbagai
model
pembelajaran yang tepat dan menarik sesuai dengan materi pelajaran, untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dalam upaya peningkatan prestasi belajar siswa b. Menerapkan model pembelajaran kooperatif jigsaw khusunya pada materi menganalisis fenomena biosfer c. Memperhatikan aspek motivasi siswa dalam pembelajaran khususnya pelajaran geografi 2.
Bagi peneliti atau calon peneliti a.
Diharapkan dapat mengembangkan hasil penelitian ini atau yang sejenisnya, sehingga hasil penelitian dapat dimanfaatkan di dunia pendidikan secara luas
b.
Untuk peneliti berikutnya diharapkan menjadi acuan untuk dapat melengkapi dan menyempurnakan segala kekurangan dalam penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Agustin, Wiwik. 2005. Peningkatan Kemampuan Membaca Interpretatif dengan Teknik Jigsaw pada Siswa Kelas 3 SMP. Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran Vol 12 No. 2 Tahun 2005. www.journal.um.ac.id, diakses tanggal 6 September 2009. Arends, Richard. 1990. Collaborative Learning A Development. London : The Falmer Press. Arifin, Zaenal. 1990. Evaluasi Instruksional, Prinsip-Teknik-Prosedur Bandung : Remaja Rosda Karya. Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta. As’ad, Mohammad. 1991. Psikologi Industri. Yogyakarta: Liberty.
Budiyono. 2003. Metodologi Penelitian. Sukakarta: UNS Press. Budiyono. 2004. Statistika Untuk Penelitian. Surakarta: UNS Press. Burton, Wh. 2000. The Guidance of Learning Activities. Alih Bahasa Alwiyah A. Bandung : Kaifa
Chabibah, Umi. 2006. Penerapan Pembelajaran Kooperatif Model Jigsaw untuk Meningkatkan Prestsi Belajar di SMP KPS Balikpapan. Jurnal Pendidikan Inovatif Volume 1 Nomor 2, Maret 2006. www.jurnaljpi.wordpress.com/, diakses tanggal 6 September 2009. Cohen, Elizabeth. 1994. Designing Groupwork : Strategies for The Heteregeneus Classrom 2nd Ed. New York : Teachers College Press.
Depdiknas, 2003. Undang-undang RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta : Sinar Grafika Djamarah, Syaiful Bahri. 1994. Prestasi Belajar dan Kompetensi Guru. Surabaya : Usaha Nasional
Gagne, Robert M. 1976. The Contitioning of Learning. Florida: Harper Clin Publisser. Gagne, Robert. 2004. Essential of Learning for Instruction. New York. Alih Bahasa Agus Gerrad Senduk, Malang : Universitas Negeri Malang.
Gino, H.J., dkk. 2000. Belajar dan Pembelajaran 1. Surakarta: UNS Press. Gomleksiz, MN. 2007. The Effects of The Cooperative Jigsaw II Method and Traditional Teacher-centred Teaching Method on Improving Vocabulary Knowledge and Active-Passive Voice in English as a Foreign Language. European Journal of Engineering Education, Volume 32. www.informaworld.com/, diakses tanggal 6 September 2009. Hamalik, Oemar. 1989. Psikologi Belajar dan Mengajar.Bandung: Sinar Algesindo. Kartawidjaja, Omi. 1988. Depdikbud.
Metode Mengajar Geografi. Jakarta:
Lie, Anita. 2005. Cooperative Learning. Jakarta : Grasindo Masidjo. 1995. Penilaian Pencapaian Hasil Belajar di Sekolah. Jogjakarta: Kanisius. Nana Sudjana 1995 Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, Bandung: Remaja Rosdakarya. Murat N. Ab. 2008. Learning Through Teaching And Sharing In The Jigsaw Classroom. Annals of Dentistry. http:// www.myais.fsktm.um.edu., diakses tanggal 6 September 2009. Nana Sudjana. 1995 Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, Bandung: Remaja Rosdakarya. Nurhadi, S. 2003. Pembelajaran Kontekstual dan Penerapannya Dalam KBK. Malang : universitas Negeri Malang. Pitriana, Pipit, dan Rahmatia, Diah. 2008. Bio Ekspo : Menjelajah Alam Dengan Biologi. Solo : PT Wangsa Jatra Lestari. Sardiman, A.M, 2007. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta : Raja Grafindo Perkasa. Sharan, Shlomo. 2009. Handbook of Cooperative Learning. Diterjemahkan oleh Sigit Prawoto. Yogyakarta : Imperium Simoen, Soenarso. 2001. Sistem Akuifer di Lereng GunungApi Merapi Bagian Timur dan Tenggara. Artikel. Yogyakarta : MGI Fakultas Geografi UGM Slameto. 1995. Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung : Sinar Baru Algesindo Offset. Slavin E. Robert. 2009. Cooperative Learning Teori Riset dan Praktik. Diterjemahkan oleh Nurulita Yusron. Bandung : Penerbit Nusa Media. Soehartono, Irawan. 2004. Metode Penelitian Sosial. Bandung : PT Remaja Rosdakarya Soekamto, Toeti. 1993. Perancangan dan Pengembangan Sistem Instruksional. Jakarta : Intermedia. Sugiyanto. 2008. Model-model Pembelajaran Inovatif. Surakarta : Panitia Sertifikasi Guru Rayon 13 Sumiati dan Asra. 2008. Metode Pembelajaran. Bandung : CV Wacana Prima. Suparno, Paul. 1994. Filsafat Konstruktivisme Dalam Pendidikan .Yogyakarta : Kanisius.
Suroso, dkk. 2003. Ensiklopedi Sains dan Kehidupan. Jakarta : CV Tarity Samudra Berlian. Susilana, Rudi dan Riyana, Cepi. 2008. Media Pembelajaran. Hakikat, Pengembangan, Pemanfaatan, dan Penilaian. Bandung : CV Wacana Prima. Udin, S. Winataputra. 2001. Model-model Pembelajaran Inovatif. Jakarta : PAU-PPAI Universitas Terbuka. Wardiyatmoko, K. 2006. Geografi untuk SMA Kelas XI. Jakarta : Erlangga Winkel, W.S. 1996. Psikologi Pengajaran. Jakarta: Grasindo. Wuryani, Esti. 1989. Psikologi Pendidikan. Jakarta : Dirjend Dikti P2LPTK.
www.informaworld.com/, diakses tanggal 6 September 2009. www.jigsaw.org , diakses tanggal 8 Juli 2009. www.journal.um.ac.id/, diakses tanggal 6 September 2009. www.jurnaljpi.wordpress.com/, diakses tanggal 6 Septembar 2009. www.myais.fsktm.um.edu, diakses tanggal 6 September 2009. www.tiaturahma.student.fkip.uns.ac.id, diakses tanggal 12 Maret 2010. Yamin, Martinis. 2004. Strategi Pembelajaran Berbasis Kompetensi. Jakarta: Gaung Persada Press. Young, William, dkk. 1997. An Application of 'Jigsaw Learning' to Teaching Infrastructure Model Development. European Journal of Engineering Education, Volume 22. www.informaworld.com/, diakses tanggal 6 September 2009. Zuhri, M Hadi. 2008. Hubungan antara Pembelajaran Kooperatif Teknik Jigsaw dan Motivasi Berprestasi dengan Hasil Belajar Geografi Siswa SMA N 2 Selong Lombok Timur. Jurnal Ilmu Pendidikan Vol. 5 No.1 Tahun 2008. www.journal.um.ac.id/, diakses tanggal 6 September 2009. Zuriah, Nurul. 2006. Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan. Jakarta : PT Bumi Aksara