PENGARUH METODE LATIHAN REPETITION TERHADAP PENCAPAIAN KOMPETENSI MEMBATIK DENGAN PEWARNAAN TEKNIK SALT EFFECT Oleh : Suparmi Pendidikan merupakan usaha-usaha dalam rangka perkembangan dan perubahan tingkah laku manusia. Pendidikan dinilai memiliki peranan penting dalam mewujudkan sumber daya manusia yang tangguh untuk menghadapi persaingan yang ketat pada saat ini. Selain itu pendidikan juga mempunyai peranan penting dalam menciptakan kemandirian bagi generasi muda untuk menjadi penerus dan pelaksana pembangunan di segala bidang. Berbagai upaya untuk terus meningkatkan kualitas pendidikan serta memperbarui sistem dan pelaksanaan pendidikan telah dilakukan pemerintah Indonesia antara lain kebijakan otonomi pendidikan, fasilitas pendidikan, peningkatan kesejahteraan guru, termasuk kebijakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang di dalamnya memuat mata pelajaran yang menuntut penguasaan setiap kompetensi oleh siswa. Berdasarkan hasil observasi di SMPN 3 Pleret melaksanakan kurikulum yang baru yaitu Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Di SMPN 3 Pleret merupakan salah satu SMP di Kabupaten Bantul yang menyelenggarakanketerampilan membatik. Kabupaten Bantul terutama daerah Pleret sebagian merupakan sentra kerajinan batik, di daerah tersebut terdapat batik yang di sebut dengan istilah Batik Bantulan. Batik Bantulan ini merupakan ikon wisata di daerah Kabupaten Bantul. Ini merupakan salah satu upaya melestarikan budaya batik serta meningkatkan kepedulian terhadap perkembangan batik. Dalam rangka mempertahankan, melestarikan, serta berorientasi pada kebudayaan daerah sekitar di mana sekolah itu berada telah dilaksanakan oleh SMPN 3 Pleret. Dengan waktu alokasi 2 x 45 menit 1 kali tatap muka, keterampilan membatik diajarkan pada peserta didik kelas VII dan VIII. Bahkan ada satu kelas yang khusus untuk peserta didik yang berminat dalam membatik. Untuk kelas Khusus pihak sekolah menyediakan waktu 2 jam untuk pembelajaran batik. Dalam konteks pendidikan, pembelajaran dilakukan oleh guru kepada peserta didik agar dapat menguasai pelajaran, sehingga
mencapai tujuan yang diinginkan. Berdasarkan Undang-undang No. 20 Tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional, peningkatan hasil belajar akan cepat tercapai jika didukung oleh komponenkomponen pendidikan yang meliputi tujuan pembelajaran, guru, siswa, materi, media dan metode yang digunakan. Oleh karena itu tingginya nilai pencapaian kompetensi siswa pada mata pelajaran membatik di SMPN 3 Pleret dapat disebabkan oleh komponenkomponen dalam proses pembelajaran yang saling berhubungan dan berpengaruh satu dengan yang lainnya. Komponen yang utama dalam suatu proses pembelajaran adalah tujuan pembelajaran. Tujuan pembelajaran sangat penting untuk diketahui terlebih dahulu, karena jika tujuan sudah diketahui maka mental peserta didik akan siap menerima, mengolah, dan mengatur semua mata pelajaran sesuai tujuan. Setelah tujuan, komponen kedua adalah guru. Guru sebagai ujung tombak dalam pencapaian tujuan pendidikan perlu memiliki strategi pembelajaran yang efektif yang merupakan titik awal untuk meningkatkan kompetensi peserta didik. Guru memiliki peran sentral atas berhasil tidaknya suatu proses pembelajaran, sebab guru dalam posisi ini bertindak sebagai perancang sekaligus pengelola proses pembelajaran sehingga hasil yang diinginkan dapat tercapai. Jika dikaitkan dengan materi pelajaran, kemampuan guru dalam menguasai materi sangat berpengaruh dalam penyampaian materi kepada pesrta didik. Kemampuan dan pengetahuan guru tidak akan bisa ditransfer secara maksimal jika materi dan media. Pembelajaran yang digunakan kurang tepat. Peserta didik pun dapat mempengaruhi proses pembelajaran. Misalkan siswa yang memiliki masalah pribadi yang dapat menurunkan konsentrasi, baik dari faktor internal peserta didik maupun faktor eksternal. Komponen pembelajaran selanjutnya yang sangat penting dalam pembelajaran adalah metode pembelajaran. Metode pembelajaran adalah cara sistematis yang digunakan untuk mencapai tujuan. Metode yang dipilih harus sesuai dengan proses pembelajaran yang akan dilaksanakan teori atau praktek keterampilan, semata-mata untuk meningkatkan efektivitas dan efisien proses. Proses pembelajaran dapat dikatakan efektif apabila perubahan perilaku yang terjadi pada siswa setidak-tidaknya mencapai tingkat optimal. Mata pelajaran keterampilan membatik di sekolah menengah
pertama merupakan salah satu media untuk mendorong perkembangan keterampilan motorik peserta didik. Penguasaan keterampilan didik di SMPN 3 Pleret sampai saat ini belum mencapai hasil yang memuaskan, hal ini disebabkan tidak berkembangnya salah satu komponen pembelajaran yang berpengaruh pada proses pembelajaran dikelas. Selain itu metode pembelajaran keterampilan yang telah terbentuk sewaktu-waktu dapat dipergunakan dalam keperluan seharihari, peserta didik menjadi terampil dalam menggunakan alat-alat, atau lebih tepat dan cepat, dan peserta menjadi lebih fokus pada satu komponen yang spesifik sehingga dapat konsentrasi pada suatu kemampuan dalam waktu singkat. Berdasarkan pernyataan di atas, penelitian ini akan mengkaji penerapan metode latihan repetitionpada pembelajaran membatik yang memiliki masalah rendahnya kompetensi membatik terutama dalam pewarnaan batik di SMPN 3 Pleret. Keterampilan pada dasamya pelajaran praktik yang mengacu pada pembelajaran berbasis kompetensi yaitu model pembelajaran di mana perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian mengacu pada penguasaan kompetensi. Pelajaran keterampilan dirancang secara sistematis melalui tahap meniru, memodifikasi,mengubah dan mencipta produk yang lebih bermanfaat. Menurut Hamzah B Uno (2006:130), mata pelajaran keterampilan adalah “kemampuan untuk melakukan tugas-tugas yang berkaitan dengan fisik dan mental”. Pengertian lain menyebutkan bahwa mata pelajaran keterampilan adalah “usaha untuk memperoleh kompetensi cekat cepat dan tepat dalam menghadapi permasalahan belajar. Menurut Depdiknas (2003:6),”Keterampilan adalah mata pelajaran yang berisi kemampuan konsepsual, apresiatif dan kreatif produktif dalam menghasilkan benda produk kerajinan atau produk kerajinan dan ataupun produk teknologi yang memberikan penekanan pada penciptaan benda-benda fungsional dari karya kerajinan, karya teknologi yang bertumpu pada keterampilan tangan”. Dari beberapa pendapat di atas dimaksud mata pelajaran keterampilan adalah mata pelajaran praktik yang berisi kemampuan tentang konsep, apresiasi, daninteraksi terhadap benda-benda produk kerajinan teknologi yang ada di lingkungan siswa, kemudian berkreasi dalam mencipta berbagai produk kerajianan maupun produk
teknologi, sehingga di peroleh pengalaman konseptual, apresiatif, dan kreatif produktif dalam menghasilkan produk kerajinan produk atau produk teknologi yang menekan pada penciptaan benda fungsional dari karya yang di buat, karya sederhana dan bertumpu pada keterampilan tangan. Dalam bahasa jawa krama batik disebut seratan, sedangkan dalam bahasa jawa ngoko disebut tulis. Yang dimaksud tulis adalah menulis dengan lilin (A.N. Suryanto, 2002). Secara terminologi batik adalah gambar yang dihasilkan dengan menggunakan alat canting atau sejenisnya dengan bahan lilin sebagai penahan masuknya warna. Meski begitu di Indonesia definisi batik sendiri juga masih kabur. Tetapi dalam pembuatan batik mengacu pada dua hal. Yang pertama adalah teknik pewarnaan kain dengan menggunakan malam untuk mencegah pewarnaan sebagian dari kain. Dalam literatur internasional, teknik ini dikenal sebagai wax-resist dyeing.Pengertian kedua adalah kain atau busana yang dibuat dengan teknik tersebut, termasuk penggunaan motif-motif tertentu yang memiliki kekhasan. (http://id.wikipedia.org/wiki/batik) Perlengkapan membatik sangat beragam dan mudah diperoleh, bahkan perlengkapan yang digunakan dalam membatik dari dulu sampai sekarang tidak ada yang berubah, seperti dikemukakan oleh Hamzuri (1994:3-9), menyebutkan peralatan dan bahan yang digunakan dalam membatik adalah: a. Gawangan adalah peralatan yang digunakan untuk membentangkan mori sewaktu membatik. Gawangan terbuat dari kayu maupun bambu. b. Bandul, terbuat dari timah, kayu atau batu yang berfungsu untuk menahan mori yang baru dibatik agar tidak mudah tertiup angin atau tarikan pembatik. e. Wajan, digunakan untuk mencairkan malam, wajan terbuat dari logam atau tanah liat. d. Kompor, kompor yang biasa digunakan adalah kompor kecil dengan bahan bakar minyak tanah. e. Taplak atau celemek, berguna untuk menutup paha pembatik supaya tidak terkena tetsan malam sewaktu canting ditiup. f. Canting, digunakan untuk mengambil lilin batik atau malam yang sudah dipanaskan, canting memiliki ukuran yang berbeda sesuai
kegunaan, seperti canting isen digunakan untuk menggambar isenisen pada pola batik. g. Lilin batik atau malam, digunakan untuk membatik. Lilin batik atau malam bersifat cepat menyerap pada kain dan mudah dihilangkan pada saat proses pelorotan. h. Pola atau motif batik, yaitu gambar motif yang akan dibuat atau dibatik. i. Mori, adalah kain yang akan di batik. Mori memiliki kualitas dan jenis yang bermacam-macam. Selain perlengkapan membatik yang disebutkan di atas ada beberapa perlengkapan yang ditambahkan oleh Chandra I.S (1984:21) adapun perlengkapan yang digunakan dalam pembuatan batik yaitu : a. Bahan baku yang diperlukan untuk membatik adalah kain putih dari jenis primisima, prima, berkolin. Dalam taraf belajar membatik dapat dipakai jenis kain berkolin atau poplin.Selain itu kain bahan lain yang diperlukan adalah malam atau lilin batik. b. Peralatan yang digunakan pensil hitam, penghapus, cating,pisau, tongkat kayu, gawangan, bingkai, timbangan, kenceng, wajan, kompor, sarung tangan plastik, celemek, baskom kecil, ember, kompor besar. c. Zat wama ada bermacam-macam yaitu naptol, indigosol, remazol. Kelas kontrol merupakan kelas yang tidak diberi perlakuan penerapan metode latihan repetition. Subjek pada kelas kontrol sebanyak 24 peserta didik pada kelas VIII C. Berdasarkan nilai hasil pencapaian kompetensi yang dilakukan melalui penilaian unjuk kerja, diperoleh nilai terendah 70 dan nilai tertinggi 81. Pencapaian kompetensipeserta didik pada kelas kontrol, 11 peserta didik (45,9%) peserta didik digolongkan pada kategori tuntas dan 13 peserta didik (54,20%) mendapat nilai kurang dari 75%, dan digolongkan pada kategori belum tuntas. Kelas eksperimen merupakan kelas yang dengan pembelajaran menggunakan metode latihan atau kelas yang diberi perlakuan penerapan metode latihan repetition. Subjek pada kelas eksperimen sebanyak 24 peserta didik pada kelas VIII B. Berdasarkan nilai hasil pencapaian kompetensi melalui penilaian unjuk kerja, diperoleh nilai
terendah 76 dan nilai tertinggi 88. Pencapaian kompetensi pada kelas eksperimen atau kelas yang diberi perlakuan pembelajaran dengan metode latihan repetition, yaitu 24 peserta didik (100%) digolongkan pada kategori tuntas menggunakan independent t-test. Dari hasil uj ؛t diperoleh nilai t hitung 6.014 dan nilai ttabel 2.013. sebuah data dikatakan signifikan jika memenuhi syarat yaitu apabila thitunglebih besar dari ttabeldan nilai taraf signifiksi kurang dari 5% (0.05). Berdasarkan hasil pengujian tersebut diketahui bahwa thitung lebih besar dari ttabel (thitung 6.014 > ttabel 2.013 ) dengan nilai taraf signifikasi kurang dari 5% (0.00<0.05). Ada beberapa hal yang mempengaruhi peneapaian kompetensi pada masing-masing peserta didik antara lain kemampuan dan kemauan. Untuk lebih meningkatkan kemampuan peserta didik diperlukan suatu pendekatan berupa metode atau teknik pembelajaran sesuai dengan kondisi siswa serta mata pelajaran yang diberikan. Pembelajaran dengan metode latihan repetition membuatpeserta didik memperoleh kecakapan motorik selain adanya pengawasan serta bimbingan guru membuat siswa lebih cepat memperbaiki kesalahan dan membuat peserta didik terlatih untuk menguasai teknik-teknik pewarnaan. Karena untuk mendapatkan hasil yang baik seorang perlu berlatih kemudian melakukan pengulangan-pengulangan kemudian dilanjutkan percobaan secara terus-menerus untuk memperoleh hasil yang maksimal. Kelas dengan metode latihan yang biasa diterapkan guru (kelas kontrol), hasil yang diperoleh kurang baik, karena guru tidak melakukan repetition, sehingga hasil produk batik dengan pewarnaan teknik salt effect yang dilakukan tidak sebaik hasil peserta didik pada kelas eksperimen. Jika dilihat dari perolehan nilai kompetensi peserta. Pemilihan sampel dalam penelitian dilakukan secara randomdengan menggunakan kertas bertuliskan masing-masing kelas kemudian digulung dan dimasukkan ke dalam kaleng, lalu dikocok dan dikeluarkan. Dari hasil pengocokan, kelas VIII B sebagai kelompok eksperimen dan VIII C sebagai kelompok kontrol dengan masingmasing kelas berjumlah 24 peserta didik. Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah data dalam penelitian mempunyai distribusi normal atau tidak. Uji normalitas ini dihitung dengan menggunakan teknik Kolmogrov Smimov dengan
bantuan SPSS 15 for windows. Adapun ketentuan data dikatakan normal apabila P (Signifikansi) lebih besar dari 0.05 (P>0.05). P (signifikansi) lebih besar dari 0.05 (0.287 > 0.05) dan (0.499 > 0.05), maka dapat disimpulkan bahwa data hasil penelitian pada kelas eksperimen dan kelas kontrol berdistribusi normal hasil perhitungan secara lengkap dapat dilihat pada lampiran 6. Setelah melakukan uji normalitas data, langkah selanjutnya adalah uji homogenitas variansi denganbantuan SPSS 15 for windows.Uji homogenitas digunakan untuk mengetahui apakah sampel yang diambil dari populasi memiliki varian yang sama dan tidak menunjukkan perbedaan atau bermakna satu sama lain. Dalam hal ini berlaku ketentuan untuk menyatakan hasil uji homogenitas yaitu apabila P (probability/signifikansi) lebih besar dari 0.05 (P>0.05) atau Fhitung lebih kecil dari Ftabel (Fhitung
0.05), maka dapat disimpulkan data tersebut homogen dan pengujian hipotesis menggunakan uji t dapat dilakukan. Hasil perhitungan secara lengkap dapat dilihat pada lampiran 8. Hipotesis yang harus diuji kebenarannya yaitu “ada pengaruh metode repetition terhadap pencapaian kompetensi ketrampilan membatik dengan pewarnaan teknik salt effect di SMPN 3 Pleret. Pada penelitian ini ada hipotesis yang harus diuji kebenarannya. Untuk menguji hipotesis digunakan teknik analisis uji t bagi sempel mandiri, yaitu untuk menguji beda pengaruh metode latihan pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. Berdasarkan analisis uji t (t-test), diperoleh data pencapaian
kompetensi keterampilan membatik dengan pewarnaan teknik salt effectpada kelas eksperimen dan kelas kontrol. Tabel. Hasil Analisis Statistik Induk Uji t Sumber N Mean SD Sem Penilaian unjuk kerja kelas 24 79.79 3.575 0.730 eksperimen Penilaian unjuk kerja kelas 24 74.00 3.079 0.628 kontrol (Hasil print out analisis data dengan SPSS for windows 15) Rerata atau mean kelas eksperimen yaitu 79.79, standar deviasinya 3.575 dan standar error mean 0.730. Sedangkan rerata atau mean kelas kontrol 74.00 dengan mean di antara kedua kelas tersebut yaitu5.79. Hasil analisis selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 8. Selanjutnya dihitung dengan menggunakan uji t yaitu diperoleh nilai thitungkemudian dikonsultasikan dengan ttabelpada taraf signifikan 5% yang disajikan disajikan pada tabel berikut : Tabel.Rngkuman Hasil Uji t Sumber Thitung Ttabel Db P Kesimpulan Penilaian unjuk kerja 6.014 2.013 46 0.00 Ha diterima (Hasil print out analisis data dengan SPSS for windows 15) Pencapaian kompetensi peserta didik berupa hasil pembuatan batik dengan pewarnaan teknik salt effect yang dinilai dalam bentuk skor dan penilaian dilakukan berdasarkan unjuk kerja peserta didik. Pencapaian kompetensi yang telah diperoleh kemudian dibandingkan dengan suatu kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya yaitu KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal). Nilai KKM untuk mata pelajaran keterampilan membatik di SMPN 3 Pleret adalah 75. Dari data hasil penelitian diketahui bahwa peserta didik yang berada pada kelas kontrol 13 orang (54.20%) terdapat pada kategori belum tuntas dan 11 orang (48.90%) terdapat pada kategori tuntas dengan nilai terendah 70 dan nilai tertinggi 81. Sedangkan peserta didik yang berada pada kelas eksperimen 24 orang (100%) terdapat kategori tuntas, dengan nilai terendah 76 dan nilai tertinggi 88.
Untuk menguji ada tidaknya pengaruh metode latihan terhadap pencapaian kompetensi peserta didik, maka data yang diperoleh diuji peserta didik yang pembelajarannya menerapkan metode latihan repetition, memiliki nilai rata-rata 79.79, sedangkan nilai kompetensi peserta didik yang pembelajarannya tanpa metode latihan repetition memperoleh nilai rata-rata 74.00. Hal ini berarti kompetensi membatik dengan pewarnaan teknik salt effect menggunakan metode latihan repetition,dan itu berarti “ada pengaruh metode latihan repetitionterhadap pencapaian kompetensi membatik dengan pewarnaan teknik salt effect di SMPN 3 Pleret”.
Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa : 1. Pencapaian kompetensi keterampilan membatik dengan pewarnaan teknik salt effect pada kelas kontrol dan kelas eksperimen di SMPN 3 Pleret yaitu kelas kontrol, dari 24 peserta didik yang termasuk dalam kategori tuntas sebanyak 11 orang (45.90%). Sedangkan pada kelas eksperimen, dari 24 peserta didik yang termasuk dalam kategori tuntas sebanyak 24 orang (100%). Nilai kompetensi yang diperoleh peserta didik kelas kontrol masih ada 54.20% dibawah nilai KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) yaitu nilai pencapaian kompetensi peserta didik 75 atau lebih dari 75, sedangkan kelas eksperimen nilai pencapaian kompetensi sudah diatas nilai KKM. 2. Ada pengaruh metode latihan repetitionterhadap pencapaian kompetensi membatik dengan pewarnaan teknik salt effectdiSMPN 3 Pleret. Berdasarkan hasil pengujian hipotesis yang menggunakan independent t-test diperoleh nilai t hitung lebih besar dari nilai t tabel(thitung6.4014 < t 2.103) dengan nilai taraf signifikansi kurang dari 5% (0.00 < 0.05). Selain itu perolehan nilai kompetensi peserta didik pada kelas eksperimen memiliki nilai rata-rata 79.79 dan peserta didik yang pembelajarannya dengan tanpa metode latihan repetitionmemperoleh nilai rata-rata 74.00. Hal ini berarti kompetensi membatik dengan pewarnaan teknik salt effect menggunakan metode latihan repetition.
Daftar Pustaka Abdul Majid. 2005. Perencanaan Pembelajaran. Mengembangkan Standar Kompetensi Guru.Bandung : PT. Remaja Rosdakarya. A.N Suyanto. 2002. Sejarah Batik Yogyakarta. Yogyakarta: Merapi. Anonim. 1978. Batik Bercorak Khusus (Batik Pikaso) Seri B1PIK No.23. Yogyakarta: Departemen Perindustrian. Anonim. 1991. Proses Pembuatan Batik.Yogyakarta: Balai Penelitian Batik; Departemen Perindustrian. Asep Jihad dan Abdul Haris. 2009. Evaluasi Pembelajaran. Yogyakarta: Multi Press. Arief
Furchan. 2004. Pengantar Penelitian Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
dalam
Pendidikan.
Azhar arsyad. 2003. Media Pembelajaran. Jakarta:PT.Raja Grafindo Persada. Benny A. Pribadi. 2009. Model Desain Pembelajaran. Jakarta: PT. Dian Rakyat. Bermawi Munthe. 2010. Desain Pembelajaran. Yogyakarta: Pusaka Insan Madani. Chandra Irawan Soekamto. 1984. Batik dan Membatik. Jakarta: Akadoma. Daryanto. 2009. Paduan Proses Pembelajaran Kreatif dan Inovatif. Jakarta: AV.Publisher. Depdiknas. 2002. Kurikulum BerbasisKompetensi. Jakarta: Balitbang. Depdiknas. 2003. Kurikulum 2004 Standar Kompetensi Mata Pelajaran Keterampilan SMP dan MI. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Depdiknas. 2006. Model Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan SMP/Mts. Jakarta: BP. Cipta Jaya. Djaali & Pudju Muljono. 2008. Pengukuran dalam Bidang Pendidikan. Jakarta: PT Grasindo. Hamzah B. Uno. (2005). Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran. Jakarta: PT Bumi Aksara. Hamzuri. 1994. Batik Kalsik. Jakarta: Djambatan. Ismail SM.. 2008. Strategi Pembelajaran Agama Islam Berbasis PAIKEM. Bandung: RASAIL. Jazir Hamid. 2010. Belajar Batik Tulis dan Pewarnaan Sintesis Alami. Yogyakarta : KUB Batik Sekar Kedhaton. Made Wena. 2009. Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer Suatu TinjauanKonsepsual Operasional. Jakarta: Bumi Askara. Martinis Yamin. 2006. Strategi Pembelajaran Berbasis Kompetensi. Jakarta: Gaung Persada Perss. __________.2007.Profesionalisasi Guru dan Implementasi KBK.Jakarta: Gaung Persada Perss. __________.2008. Desain Pembelajaran Berbasis SatuanPendidikan.Jakarta: Gaung Persada Press.
Tingkat
Masnur Musclihh. 2007. KTSP Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual. Jakarta: Bumi Aksara. Mimin Haryati. 2007. Model dan Teknik Penilaian Penilaian pada Tingkat Satuan Pendidikan Jakarta: Gaung Persada Press. Nana Sudjana. 2004. Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung : Sinar Baru Algesindo. Nian. S. Juemeno. 1990. Ungkapan Sehelai Batik (Its Mystery and Meaning). Jakarta: Jambatan.
Santosa Doellah. 2000. Batik Pengaruh Zaman dan Lingkungan. Solo:Danar Hadi. Sri Rusdiati Sunoto. 2000. Membatik (Diktat Kuliah). Tidak Diterbitkan. Sugiono. 2007. Statistika untuk Penelitian. Bandung : CV Alfabeta. ________.2008. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D.Jakarta: Rajawali. S.K Sewan Susanto. 1973. Seni Kerajinan Batik Indonesia. Jogjakarta : Bale Penelitian Batik Departemen Perindustrian. Suharsini. Ari Kunto. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : PT. Rineka Cipta. Sukardi. Metodologi Penelitian Pendidikan Kompetensi dan Prakteknya. Jakarta : PT. Bumi Angkasa. Saiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain. 2006. Strategi Belajar Mengajar. Zaenal Arifin. 1991. Evaluasi Industrisional, Prinsip, Teknik, Prosedur. Bandung: PT. RemajaRosdakarya.
