PENGARUH METODE BERCERITA DALAM MENURUNKAN NYERI PADA ANAK PRASEKOLAH YANG TERPASANG INFUS DI RUMAH SAKIT ISLAM SURABAYA AMALIA DEVI ISWARA SETIADI ABSTRAK Judul : Pengaruh metode bercerita dalam menurunkan nyeri pada anak prasekolah yang terpasang infus di Rumah Sakit Islam Surabaya Oleh : Amalia Devi Iswara Anak sakit dan masuk rumah sakit dapat menimbulkan stressor fisik, salah satu sressor fisik yang dapat menimbulkan nyeri pada anak adalah terpasang infus. Efek yang muncul pada anak yaitu rasa takut, menangis, meronta-ronta, berteriak, mengajak pulang, memeluk ibu dan nyeri pada daerah yang terpasang infus. Intervensi yang dapat di berikan adalah metode bercerita. Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh metode bercerita dalam menurunkan nyeri pada anak prasekolah di Rumah Sakit Islam Surabaya. Desain yang digunakan adalah pra eksperimen dengan pendekatan one group prapost test design. Populasi adalah anak usia prasekolah di Rumah Sakit Islam Surabaya. Sample berjumlah 32 anak yang dipilih secara Nonprobability sampling dengan pendekatan purposive sampling. Terdapat 2 variabel yaitu metode bercerita dan nyeri pada anak yang terpasang infus. Instrumen penelitian menggunakan lembar observasi. Data dianalisa dengan menggunakan uji Wicoxon. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 0 anak tidak merasa nyeri dengan persentase 0%, 10 anak sedikit nyeri dengan persentase 31,2%, 8 anak sedikit lebih nyeri dengan persentase 25,0%, 5 anak lebih nyeri lagi dengan persentase 15,6%, 6 anak sangat nyeri dengan persentase 18,8%, 3 anak nyeri paling parah dengan persentase 9,4% sebelum pelaksanaan treatment (metode bercerita). Setelah pelaksanaan metode bercerita 8 anak tidak merasa nyeri dengan persentase 25,0%, 11 anak sedikit nyeri dengan persentase 34,4%, 10 anak sedikit lebih nyeri dengan persentase 31,2%, 3 anak lebih nyeri lagi dengan persentase 9,4%. Melalui uji menunjukkan ada pengaruh metode bercerita dalam menurunkan nyeri pada anak prasekolah dengan p=0,000 (p<0.05). Rekomendasi dari hasil penelitian ini adalah kepada perawat anak agar dapat memberikan metode bercerita dan sebagai intervensi keperawatan dalam menurunkan nyeri pada anak prasekolah Kata kunci : Metode bercerita, Nyeri pada anak yang terpasang infus. ABSTRACT Title: Effects of storytelling in reducing pain in preschool children attached infusion Islamic Hospital Surabaya 1
2 By: Amalia Devi Iswara Sick child in the hospital and can lead to physical stressors, physical sressor one that can cause pain in children is attached infusion. The effect on children is a sense of fear, crying, thrashing, screaming, inviting home, the mother hugged and pain in the area of the attached infusion. Interventions that can be provided is a method of storytelling. This study the objectice of study to determine the effect of storytelling in reducing pain in preschool children at the Islamic Hospital Surabaya. The design used is pre-experimental approach to one group pre-post test design. The population is preschool children in Islamic Hospital Surabaya. Sample numbering 32 children selected nonprobability sampling with purposive sampling approach. There are two variables: the method of storytelling and pain in children attached infusion. The research instrument using the observation sheet. Data were analyzed by using test Wicoxon. The results showed that as many children do not feel pain 0 with the percentage of 0%, 10 kids a little pain with the percentage of 31.2%, 8 kids a little more pain with a percentage of 25.0%, 5 child more pain again with a percentage of 15.6%, 6 children are very painful with a percentage of 18.8%, 3 children with the most severe pain a percentage of 9.4% before the treatment (storytelling). After the implementation of storytelling 8 children do not feel pain with a percentage of 25.0%, 11 kids a little pain with the percentage of 34.4%, 10 kids a little more pain with the percentage of 31.2%, 3 children more pain again with a percentage of 9.4% . Through trials showed no effect in reducing pain storytelling in preschool children with p = 0.000 (P <0.05). Recommendations of this research is to nurse the child in order to provide a method of storytelling and as a nursing intervention in reducing pain in preschool children Keywords: method of storytelling, Pain in children attached infusion. PENDAHULUAN Anak merupakan individu yang berbeda dalam satu rentang perubahan perkembangan yang dimulai dari bayi hingga remaja (Hidayat, 2009: 6). Masa anak merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang dimulai dari bayi (0-1 tahun) usia bermain/oddler (1-2,5 tahun), prasekolah (2,5-5 tahun), dan usia sekolah (5-11 tahun). Rentang ini berbeda antara anak satu dengan yang lain mengingat latar belakang anak berbeda. Pada anak juga terdapat rentang perubahan pertumbuhan dan perkembangan cepat atau lambat.
Anak rentan terhadap penyakit, oleh sebab itu apabila anak sakit maka harus segera dibawa ke rumah sakit. Anak yang dirawat di rumah sakit memiliki rasa takut, menangis, meronta-ronta, berteriak, mengajak pulang, memeluk ibu dan merasa sakit pada daerah yang terpasang infus seperti di Rumah sakit Islam Surabaya saat akan di lakukan tindakan medis salah satunya terpasang infus. Anak yang terpasang infus menimbulkan nyeri. Nyeri merupakan suatu sensori subjektif dan pengalaman emosional yang tidak menyenangkan berkaitan dengan kerusakan jaringan yang bersifat aktual atau potensial atau
2 yang dirasakan dalam kejadiankejadian di mana terjadi kerusakan (Prasetyo, 2010: 2). Pengalaman nyeri yang dirasakan anak merupakan hal yang komplek, mencakup aspek fisik, emosional, dan kogniti yang bersifat subjektif dan personal (Potter Perry, 2010: 214) Berdasarkan Studi pendahuluan tanggal 20 april 2014 di Rumah Sakit Islam Surabaya. Peneliti melakukan observasi kepada anak prasekolah yang merasa nyeri karena terpasang infus. Observasi di lakukan sebelum anak minum obat analgesik yang umum di pakai di Rumah Sakit Islam Surabaya dengan menggunakan skala Wong Baker. Di dapatkan data pada bulan april 20 anak usia prasekolah mengalami nyeri pada daerah yang terpasang infus. Dengan persentas 0 anak (0%) tidak merasa nyeri, 7 anak (35%) merasa sedikit nyeri, 10 anak (50%) merasa sedikit lebih nyeri, 2 anak (10%) merasa lebih nyeri lagi. 1 anak (5%) sangat merasa nyeri, dan 0 anak (0%) terasa nyeri paling parah. Pada anak prasekolah mulai menyukai tuturan cerita atau ia sendiri mulai senang untuk menuturkan sebuah cerita (Gunarti, 2010: 5.3). Oleh karna itu, metode bercerita merupakan media untuk mengurangi nyeri pada anak di rumah sakit karena pemasangan infus. Rasa nyeri pada anak yang terpasang infus di hasilkan dari stimulus penghasil nyeri yang mengirimkan implus melalui serabut saraf perifer. Serabut nyeri memasuki medulla spinalis dan menjalani salah satu dari beberapa rute saraf yang akhirnya sampai di dalam massa berwarna abu-abu di medulla spinalis dan terdapat pesan nyeri dapat berinteraksi dengan sel-
sel saraf inhibitor, kemudian mencegah stimulus nyeri sehingga tidak mencapai otak atau ditransmisi tanpa hambatan ke korteks serebral. Sekali stimulus nyeri mencapai korteks serebral, maka otak menginterpretasi kualitas nyeri dan memproses informasi tentang pengalaman dan pengetahuan yang lalu serta asosiasi kebudayaan dalam upaya mempersepsikan nyeri (Potter Perry, 2010: 1504). Ada beberapa kegiatan yang dapat dilakukan untuk menurunkan nyeri pada anak yang terpasang infus. Salah satu intervensi keperawatan yang bisa dilakukan adalah dapat menggunakan metode bercerita. Metode bercerita sangat efektif karena tidak memerlukan biaya mahal dan dapat di lakukan di tempat tidur sehingga tidak mengganggu intervensi penyembuhan anak. Metode bercerita di harapkan dapat mengalihkan bahkan menguranyi rasa nyeri yang di hasilkan karena pemasangan infus serta perawat dapat menggunakan metode bercerita masuk ke dalam intervensi keperawatan untuk mengurangi rasa nyeri pada anak. METODE: Penelitian ini menggunakan metode pra eksperimen dengan pendekatan one group pra-post test design yaitu melakukan observasi sebelum dilakukan intervensi, dan diobservasi kembali setelah intervensi. Dalam penelitian ini untuk mencari pengaruh metode bercerita dalam menurunkan nyeri pada anak prasekolah yang terpasang infus di Rumah Sakit Islam Surabaya. 1. Usia. Tabel 5.1 Karakteristik sampel menurut usia anak prasekolah yang
3 terpasang infus di Rumah Sakit Islam Surabaya pada bulan 16 juni23 juni 2014. No 1. 2. 3.
Jumla h
Usia anak <3 tahu n 3-5 tahu n >5 tahu n
Frekuen si (f) 14 8 10
Persentas e (%) 43,8 25,0 31,2
32
100,0
Tabel 5.1 diatas didapatkan usia anak prasekolah menunjukan bahwa umur <3 tahun sebanyak 14 anak dengan presentase 43,8%, usia 3-5 tahun sebanyak 8 anak dengan presentase 25,0%, dan usia >5 tahun sebanyak 10 anak dengan presentase 31,2%. Dari jumlah sampel sebanyak 32 anak dengan persentase 100,0%. 2. Saudara kandung. Tabel 5.2 Karakteristik sampel menurut jumlah saudara kandung di Rumah Sakit Islam Surabaya pada bulan 16 juni- 23 juni 2014.
3. Agama. Tabel 5.3 Karakteristik sampel menurut agama di Rumah Sakit Islam Surabaya pada bulan 16 juni23 juni 2014. No
Agam Frekuen a si (f) 1. Kriste 2. n 32 3. Islam 4. Hindu 5. Budh a Katoli k Jumla 32 h
Persenta se (%) 100.0 -
100,0
Tabel 5.3 diatas didapatkan agama anak prasekolah. Agama Kristen sebesar 0 anak dengan presentase 0%, agama Islam sebanyak 32 anak dengan presentase 100,0%, agama Hindu sebanyak 0 anak dengan presentase 0%, agama Budha sebanyak 0 anak dengan persentase 0% dan agama Katolik sebanyak 0 anak dengan persentse 0%. Dari jumlah sampel sebanyak 32 anak dengan persentase 100%. 4. Lama dirawat. Tabel 5.4 Karakteristik sampel lama(f)di rawat di Rumah No Jumlah saudara kandung menurut Frekuensi Persentase (%) Sakit Islam Surabaya pada bulan 16 1. Anak pertama 15 46,9 juni- 23 juni 2. 1 orang 13 2014. 40,6 3. >1 orang 4 12,5 No 32 Lama Frekuen100,0 Presenta Jumlah diraw si (f) se (%) at Tabel 5.2 diatas didapatkan jumlah 1. < 3 19 59,4 saudara kandung anak prasekolah. 2. hari 7 21,9 Anak pertama sebesar 15 anak 3. 3 hari 6 18,8 dengan presentase 46,9%, 1 orang >3 sebanyak 13 anak dengan presentase hari 40,6%, dan >1 orang sebanyak 4 Jumla 32 100,0 anak dengan presentase 12,5%. Dari h jumlah sampel sebanyak 32 anak dengan persentase 100,0%.
4 Tabel 5.4 diatas didapatkan jumlah lama dirawat anak prasekolah. < 3 hari sebesar 19 anak dengan presentase 59,4%, 3 hari sebanyak 7 anak dengan presentase 21,9%, dan >3 hari sebanyak 6 anak dengan presentase 18,8%. Dari jumlah sampel sebanyak 32 anak dengan persentase 100,0%. 5. Pekerjaan orangtua. Tabel 5.5 Karakteristik sampel menurut pekerjaan orangtua di Rumah Sakit Islam Surabaya pada bulan 16 juni- 23 juni 2014. No
1. 2. 3. 4.
Pekerjaa n orangtua Swasta PNS TNI/PO LRI Lain-lain
Juml ah
Frekue nsi (f)
Present ase (%)
24 2 1 5
75,0 6,2 3,1 15,5
32
100,0
Tabel 5.6 diatas didapatkan jenis kelamin anak prasekolah. Jenis kelamin perempuan sebesar 18 anak dengan presentase 56,2%, dan Lakilaki sebanyak 14 anak dengan presentase 43,8%. Dari jumlah sampel sebanyak 32 anak dengan persentase 100,0%. 7. Sakit yang di derita. Tabel 5.7 Karakteristik sampel menurut sakit yang diderita di Rumah Sakit Islam Surabaya pada bulan 16 juni- 23 juni 2014. No
1. 2. 3. 4. Jumla h
Tabel 5.5 diatas menurut pekerjaan orangtua anak prasekolah. Pekerjaan swasta sebesar 24 anak dengan presentase 75,0%, PNS sebanyak 2 anak dengan presentase 6,2%, TNI/POLRI sebanyak 1 anak dengan persentase 3,1% dan Lain-lain sebanyak 5 anak dengan presentase 15,5%. Dari jumlah sampel sebanyak 32 anak dengan persentase 100,0%. 6. Jenis kelamin. Tabel 5.6 Karakteristik sampel menurut jenis kelamin di Rumah Sakit Islam Surabaya pada bulan 16 juni- 23 juni 2014. No 1. 2. Jumlah
Jenis kelamin Perempuan Laki-laki
Sakit yang diderit a Typus Diare DHF Lainlain
Frekuen si (f)
Presenta se (%)
8 10 5 9
25,0 31,2 15,6 28,1
32
100,0
Tabel 5.7 diatas menurut sakit yang diderita anak prasekolah. Sakit typus sebesar 8 anak dengan presentase 25,0%, Diare sebanyak 10 anak dengan presentase 31,2%, DHF sebanyak 5 anak dengan persentase 31,6% dan Lain-lain sebanyak 9 anak dengan presentase 28,1%. Dari jumlah sampel sebanyak 32 anak dengan persentase 100,0%. 5.2.3 Data Khusus. 1. Tingkat nyeri sebelum metode bercerita Tabel 5.8 Tingkat nyeri sebelum metode bercerita pada anak prasekolah yang terpasang infus Frekuensi (f) Presentase (%) di Rumah18Sakit Islam Surabaya 56,2 pada bulan 16 14juni- 23 juni 2014. 43,8 32 100,0
5
No
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Skala nyeri
Skala nyeri sesudah sebelum metode bercerita Frekuensi Presentase (f) (%) Tidak 13 0 40,6 0 nyeri 910 28,1 Sedikit 7 8 31,221,9 nyeri 3 5 9,4 Sedikit 0 6 25,0 0 lebih 0 3 0 nyeri 15,6 Lebih nyeri 18,8 lagi Sangat 9,4 nyeri Nyeri paling parah Jumlah 3232 100,0
Tabel 5.8 diatas didapatkan tingkat nyeri pada anak prasekolah. Nyeri sebelum metode bercerita sebesar 0 anak tidak merasa nyeri dengan persentase 0%, 10 anak sedikit nyeri dengan persentase 31,2%, 8 anak sedikit lebih nyeri dengan persentase 25,0%, 5 anak lebih nyeri lagi dengan persentase 15,6%, 6 anak sangat nyeri dengan persentase 18,8%, 3 anak nyeri paling parah dengan persentase 9,4% dari 32 anak dengan persentase 100,0%. 2. Tingkat nyeri sesudah metode bercerita Tabel 5.9 Tingkat nyeri sesudah metode bercerita pada anak prasekolah yang terpasang infus di Rumah Sakit Islam Surabaya pada bulan 16 juni- 23 juni 2014.
Tabel 5.9 diatas didapatkan tingkat nyeri pada anak prasekolah. Nyeri sesudah metode bercerita sebanyak 13 anak tidak merasa nyeri dengan persentase 40,6%, 9 anak sedikit nyeri dengan persentase 28,1%, 7 anak sedikit lebih nyeri dengan persentase 21,2%, 3 anak lebih nyeri lagi dengan persentase 9,4%. Dari jumlah 32 anak prasekolah dengan persentase 100,0%.
3. Analisa pengaruh metode bercerita dengan tingkat nyeri pada anak prasekolah yang terpasang infus Tabel 5.10 Analisa pengaruh metode bercerita dengan tingkat nyeri pada anak prasekolah yang terpasang infus di Rumah Sakit Islam Surabaya pada bulan 16 juni- 23 juni 2014. Waktu n
Mean SD
Pre test Post test
3,50 2,00
32 32
P value 1,368 0.000 1,016
Tabel 5.10 ada perbedaan nyeri sebelum dan sesudah metode bercerita, dan hasil uji statistik dan uji mean di peroleh nilai value 0,000, < α=0,05. Dari hasil ini di peroleh ada perbedaan tingkat nyeri sebelum dan sesudah metode bercerita. Sehingga ada pengaruh metode bercerita dalam menurunkan nyeri pada anak prasekolah yang terpasang infus. Pembahasan Tingkat nyeri sebelum metode bercerita
6 Hasil penelitian tabel 5.8 di dapatkan tingkat nyeri sebelum metode bercerita pada anak prasekolah yang terpasang infus, menurut data umum berdasarkan usia di dapatkan < 3 tahun sebanyak 14 anak dengan presentase 43,8%, usia 3-5 tahun sebanyak 8 anak dengan presentase 25,0%, dan usia >5 tahun sebanyak 10 anak dengan presentase 31,2% dari jumlah sampel sebanyak 32 anak dengan persentase 100,0%. Menurut Potter Perry (2005: 1511) salah satu faktor yang mempengaruhi nyeri adalah usia. Usia merupakan variabel yang penting dalam mempengaruhi nyeri pada individu. Anak usia < 3 tahun lebih banyak dibandingkan anak usia 3-5 tahun dan > 5 tahun mungkin di karenakan usia < 3, anak yang masih kecil mempunyai kesulitan dalam memahami nyeri dan prosedur pengobatan yang dapat menyebabkan nyeri. Anak-anak kecil yang belum dapat mengucapkan kata-kata juga mengalami kesulitan dalam mengungkapkan secara verbal dan mengekspresikan nyeri kepada kedua orang tuannya ataupun pada perawat. Sebagian anak-anak terkadang segan untuk mengungkapkan keberanian nyeri yang ia alami, mereka takut akan tindakan keperawatan yang harus mereka terima nantinya. Tabel 5.6 menurut jenis kelamin anak prasekolah, untuk jenis kelamin perempuan sebesar 18 anak dengan presentase 56,2%, dan Laki-laki sebanyak 14 anak dengan presentase 43,8% dari jumlah sampel sebanyak 32 anak dengan persentase 100,0%. Nyeri tertinggi yang dialami adalah nyeri paling parah dan nyeri terendah yang dialami adalah sedikit nyeri. Menurut Potter Perry (2005: 1512) secara umum perempuan dan lakilaki tidak berbeda secara signifikan
dalam berespon terhadap nyeri. Berdasarkan hasil jenis kelamin anak perempuan lebih banyak dari pada anak laki-laki, ini di karenakan ada beberapa budaya yang mengganggap bahwa seorang anak laki-laki harus lebih berani dan tidak boleh menangis sedangkan seorang anak perempuan boleh menangis pada situasi yang sama ketika merasa nyeri. Hasil tingkat nyeri sebelum metode bercerita pada anak prasekolah di peroleh sebesar 0 anak tidak merasa nyeri dengan persentase 0%, 10 anak sedikit nyeri dengan persentase 31,2%, 8 anak sedikit lebih nyeri dengan persentase 25,0%, 5 anak lebih nyeri lagi dengan persentase 15,6%, 6 anak sangat nyeri dengan persentase 18,8%, 3 anak nyeri paling parah dengan persentase 9,4% dari jumlah 32 anak dengan persentase 100,0%. Menurut Prasetyo (2010: 35) nyeri yang dirasakan bervariasi dalam intensitas dan tingkat keparahan pada masingmasing individu. Nyeri yang dirasakan mungkin terasa ringan, sedang atau bisa jadi merupakan nyeri yang berat. Dalam kaitannya dengan kualitas nyeri, masingmasing individu juga bervariasi, ada yang melaporkan nyeri seperti tertusuk, nyeri tumpul, berdenyut, terbakar dan lain-lain menurut Prasetyo (2010: 41). Nyeri sebelum di berikan perlakuan (metode bercerita) yang dialami anak prasekolah karena terpasang infus yang paling banyak adalah sedikit nyeri dan paling sedikit adalah nyeri paling parah, hal ini di karenakan anak mungkin sudah ada beberapa hari di rumah sakit dan sudah mendapatkan terapi analgesik yang umum di pakai di Rumah Sakit Islam Surabaya serta anak juga di berikan
7 tontonan film kartun mungkin hal ini membuat nyeri anak berkurang. Tingkat nyeri sesudah metode bercerita Hasil penelitian tabel 5.9 didapatkan tingkat nyeri sesudah metode bercerita pada anak prasekolah yang terpasang infus. Terdapat sebanyak 13 anak tidak merasa nyeri dengan persentase 40,6%, 9 anak sedikit nyeri dengan persentase 28,1%, 7 anak sedikit lebih nyeri dengan persentase 21,2%, 3 anak lebih nyeri lagi dengan persentase 9,4%. Dari jumlah 32 anak prasekolah dengan persentase 100,0%. Dari hasil tersebut dapat dilihat ada perbedaan tingkat nyeri pada anak prasekolah yang terpasang infus. Nyeri yang dialami anak prasekolah sesudah di berikan perlakuan (metode bercerita) yang paling banyak adalah tidak nyeri dan paling sedikit adalah lebih nyeri lagi, meskipun ada responden yang tidak mengalami perubahan nyeri bahkan cenderung tetap yaitu terdapat 1 responden. Hal ini mungkin karena dikelilingi orang yang tidak dikenal seperti perawat, anggota medis yang lain, tempat atau lingkungan baru, berpisah dengan orang yang di sayangi, dan takut pada tindakan medis lain. Hal lain yang melatar belakangi adalah pengalaman terdahulu. Menurut Potter Perry (2005: 1514) pengalaman nyeri sebelumnya tidak selalu berarti bahwa individu tersebut akan menerima nyeri dengan lebih mudah pada masa yang akan datang. Dengan adanya pengalaman nyeri membuat anak takut terhadap tindakan medis yang akan dilakukan sehingga tindakan medis tidak dapat terlaksana dengan baik. Pada usia anak stressor fisik yang di alami saat di rumah sakit adalah
prosedur tindakan salah satunya terpasang infus. Anak usia prasekolah yang dirawat di rumah sakit memiliki rasa takut, menangis, meronta-ronta, berteriak, mengajak pulang, memeluk ibu dan merasa sakit pada daerah yang terpasang infus. Agar hal itu tidak terjadi orangtua juga harus ikut membantu menjelaskan kepada anak bahwa pemasangan infus mempercepat penyebuhan penyakit. Kepandaian orangtua dalam menjelaskan prosedur kepada anak dengan tenang dan tidak panik membuat anak yakin dan percaya dengan apa yang di katakan orangtua. Untuk mengatasi nyeri yang dialami oleh anak karena terpasang infus dapat dilakukan metode bercerita. Metode bercerita dapat diberikan kepada anak. Bercerita adalah kesibukan yang dipilih sendiri oleh anak dan bertujuan menyenangkan menurut Kartono (2007: 116). Efek metode bercerita ini membuat anak menjadi fokus menperhatikan dan mendengarkan sehingga menstimulus daya imajinasi (fantasi) membuat anak melupakan rasa nyeri yang sedang dialami sehingga nyeri berkurang dan bahkan hilang. Keberasilan metode bercerita dalam menurunkan nyeri pada anak yang terpasang infus di pengaruhi oleh jenis cerita yang sesuai dengan tingkat tumbuh kembang anak, sehingga anak tertarik dan senang untuk mendengarkan selama terpasang infus dan rasa senang ini juga untuk mengurangi nyeri atau bahkan menghilangkan nyeri. Analisa pengaruh metode bercerita dengan tingkat nyeri pada anak prasekolah yang terpasang infus
8 Bercerita adalah suatu kegiatan yang dilakukan seseorang untuk menyampaikan suatu pesan, informasi atau sebuah dongeng belaka, yang bisa dilakukan secara lesan atau tertulis. Cara penuturan cerita tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan alat peraga atau tanpa alat peraga (Gunarti, 2010: 5.3). Hasil uji statistik di dapatkan hasil mean sebelum metode bercerita sebesar 3,50 dan mean sesudah metode bercerita sebesar 2,00. Untuk standar deviasi (SD) sebelum diberikan metode bercerita adalah 1,368 dan setelah diberikan metode bercerita adalah 1,016 dengan nilai value 0,000 ,< α=0,05. Dari hasil ini di peroleh ada perbedaan tingkat nyeri sebelum dan sesudah diberikan metode bercerita. Sehingga ada pengaruh metode bercerita dalam menurunkan nyeri. Metode bercerita dapat diberikan pada anak yang terpasang infus dirumah sakit karena bagi anak metode bercerita merupakan suatu aktifitas di mana anak dapat melakukan atau mempraktikkan keterampilan ekspresi terhadap pemikiran, menjadi kreatif, mempersiapkan diri untuk berperan dan berperilaku dewasa (Hidayat, 2009: 55). Dengan cara penuturan cerita efek yang di dapat adalah anak menjadi fokus menperhatikan dan mendengarkan sehingga menstimulus daya imajinasi (fantasi) membuat anak melupakan rasa nyeri yang sedang dialami sehingga nyeri berkurang dan bahkan hilang. Berdasarkan manfaat metode bercerita di atas maka anak yang terpasang infus dapat melakukan aktifitas seperti biasa atau normal. Beberapa hal yang perlu diperhatikan
dalam metode bercerita di rumah sakit adalah fasilitas ruangan, perawat anak, dan media dalam hal ini adalah buku cerita. Rasa nyeri pada anak yang terpasang infus di hasilkan dari stimulus penghasil nyeri yang mengirimkan implus melalui serabut saraf perifer. Serabut nyeri memasuki medulla spinalis dan menjalani salah satu dari beberapa rute saraf yang akhirnya sampai di dalam massa berwarna abu-abu di medulla spinalis dan terdapat pesan nyeri yang dapat berinteraksi dengan sel-sel saraf inhibitor, kemudian mencegah stimulus nyeri sehingga tidak mencapai otak atau ditransmisi tanpa hambatan ke korteks serebral. Sekali stimulus nyeri mencapai korteks serebral, maka otak menginterpretasi kualitas nyeri dan memproses informasi tentang pengalaman dan pengetahuan yang lalu serta asosiasi kebudayaan dalam upaya mempersepsikan nyeri (Potter Perry, 2010: 1504). Tidak mudah untuk memberikan batasan terhadap nyeri, yang jelas nyeri merupakan sesuatu yang tidak menyenangkan yang hanya dapat diungkapkan oleh individu yang mengalaminya (bersifat subjektif) dan persepsinya berbeda antara satu orang dengan orang lain. Anak rentan terhadap penyakit, oleh sebab itu apabila anak sakit maka harus segera dibawa ke rumah sakit. Anak yang dirawat di rumah sakit memiliki rasa takut, menangis, meronta-ronta, berteriak, mengajak pulang, memeluk ibu dan merasa sakit pada daerah yang terpasang infus. Agar hal itu tidak terjadi, orang tua juga harus membantu menjelaskan kepada anak bahwa pemasangan infus akan mempercepat
9 penyembuhan penyakit. Kepandaian orang tua dalam menjelaskan prosedur kepada anak dengan tenang dan tidak panik membuat anak percaya dan yakin dengan apa yang dikatakan orang tua. Keberasilan metode bercerita dalam menurunkan nyeri pada anak yang terpasang infus dipengaruhi oleh jenis cerita yang sesuai dengan tingkat tumbuh kembang anak, metode bercerita memiliki bentukbentuk yang menarik yang dapat di sajikan pada anak usia 3-4 tahun, bentuk-bentuk bercerita berikut dapat digunakan secara bergantian agar anak tidak merasa bosan dengan satu bentuk metode bercerita atau digunakan secara kombinasi agar menambah daya tarik cerita yang disajikan, bentuk-bentuk metode bercerita terbagi dua jenis yaitu bercerita tanpa alat peraga dan bercerita menggunakan alat peraga, sehingga anak tertarik dan senang mendengarkan cerita yang diberikan. Rasa senang anak terhadap metode bercerita dapat menurunkan nyeri bahkan menghilangkan rasa nyeri. Adapun karakteristik yang mempengaruhi nyeri seperti umur, jenis kelamin, tingkat nyeri dan pengalaman terdahulu. Intervensi yang dilakukan di Rumah Sakit Islam Surabaya dalam menurunkan nyeri pada anak prasekolah sebelum ada metode bercerita adalah dengan cara di berikan tontonan film kartun. Metode bercerita juga dapat dilakukan orangtua. Bercerita tidak membutuhkan banyak biaya dan energi sehingga anak tidak capek, tidak mengganggu tindakan medis yang lain yang diberikan pada anak, metode bercerita dapat di lakukan di tempat tidur dan dapat
mengembangkan potensi kreatif anak melalui keragaman ide cerita yang dituturkan.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil temuan penelitian dan hasil pengujian pada pembahasan yang dilaksanakan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Tingkat nyeri anak usia prasekolah yang terpasang infus sebelum di berikan perlakuan (metode bercerita) di Rumah Sakit Islam Surabaya rata-rata mengalami sedikit lebih nyeri. 2. Tingkat nyeri anak usia prasekolah yang terpasang infus sesudah di berikan perlakuan (metode bercerita) di Rumah Sakit Islam Surabaya rata-rata sebagian sudah tidak nyeri. 3. Ada pengaruh pemberian metode bercerita terhadap penurunan nyeri pada anak prasekolah yang terpasang innfus di Rumah sakit Islam Surabaya. Saran Berdasarkan temuan hasil penelitian, beberapa saran yang di sampaikan pada pihak terkait adalah sebagai berikut: 1. Bagi profesi keperswatan Disarankan perawat memberikan terapi bercerita pada anak yang mengalami nyeri akibat terpasang infus dan memasukkan metode bercerita dalam intervensi keperawatan. 2. Bagi institusi pelayanan perawatan Disarankan untuk memberikan fasilitas ruangan yang nyaman untuk anak dalam menurunkan nyeri sehingga pelayanan perawatan dapat
10 memberikan intervensi (metode bercerita) dengan lingkungan yang kondusif di rumah sakit. 3. Bagi orangtua Disarankan untuk mendampingi anak ketika sakit karena orangtua terutama ibu adalah orang terdekat yang dipercayai oleh anak. Memberikan support dengan cara memberikan pengertian supaya anak cepat sembuh. Memberikan perhatian, missal: tempat waktu dalam memberikan obat untuk anak, menyuruh anak istirahat atau tidur, dan tidak telat memberikan makan. 4. Bagi peneliti selanjutnya Disarankan bagi peneliti selanjutnya untuk mengambil judul Pengaruh metode bercerita terhadap kepatuhan anak rasekolah saat minum obat. DAFTAR PUSTAKA Adriana, Dian. (2011). Tumbuh Kembang dan Terapi Bermain Pada Anak. Jakarta: Salemba Medika. Alimul Hidayat, Aziz. (2009). Pengantar Ilmu Keperawatan Anak 1. Jakarta: Salemba Medika. Asmadi. (2008). Teknik Prosedura Keperawatan Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien. Jakarta: Salemba Medika. Carpenito, Lynda Juall. (2012). Buku Saku Diagnosa Keperawatan (edisi 13). Jakarta: EGC. Gunarti, Winda. (2010). Metode Pengembangan Perilaku dan Kemampuan Dasar Anak Usia Dini. Jakarta: Universitas Terbuka. Kartono, Kartini. (2007). Psikologi Anak (Psikologi Perkembangan. Bandung: Mandar Maju. Khairani, Makmum. (2013). Psikologi Perkembangan. Jogjakarta: Aswaja Pressindo.
Kozier, dkk. (2010). Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep, Proses, dan Praktek. Jakarta (edisi 7,vol 1): EGC. Nian Prasetyo, Sigit. (2010). Konsep dan Proses Keperawatan Nyeri. Yogyakarta: Graha Ilmu. Nursalam. (2011). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika. Patricia A.Potter, Anne Griffin Perry. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan Praktek (edisi 4). Jakarta: EGC. Potter Perry. (2009). Fundamental Of Nursing (buku, 1 edisi 7). Jakarta: Salemba Medika. Potter Perry. (2010). Fundamental Keperawatan (buku, 03 edisi 7). Jakarta: Salemba Medika. Setiadi, (2013). Konsep dan Praktik Penulisan Riset Keperawatan (edisi 2). Yogykarta: Graham Ilmu. Stanhope, Marcia. (2007). Buku Saku Keperawatan Komunitas: Pengkajian, Intervensi, dan Penyuluhan. Jakarta: ECG. Susiati, Maria. (2008). Keterampilan Keperawatan Dasar Paket 1. Jakarta: Erlangga. Tim Penulis Poltekkes Kemenkes Maluku. (2011). Penuntun Praktikum Keterampilan Kritis ll Untuk Mahasiswa D3 Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
11