PENGARUH TERAPI BERCERITA TERHADAP KECEMASAN ANAK USIA PRASEKOLAH YANG MENGALAMI HOSPITALISASI DI RSUD KABUPATEN SEMARANG Mudrikah*) Rosalina, S.Kp., M.Kes **), Gipta Galih Widodo, S.Kp., M.Kep, Sp.KMB **) *) Mahasiswa Prodi Keperawatan STIKES Ngudi Waluyo Ungaran **) Dosen Prodi Keperawatan STIKES Ngudi Waluyo Ungaran ABSTRAK Hospitalisasi merupakan salah satu penyebab stress baik pada anak maupun keluarganya, terutama disebabkan oleh perpisahan dengan keluarga, kehilangan kendali, perlukaan tubuh dan rasa nyeri. Kecemasan merupakan pengalaman subjektif yang tidak menyenangkan mengenai kekhawatiran, atau ketegangan berupa perasaan cemas, tegang, dan emosi yang dialami oleh seseorang. Terapi bercerita merupakan terapi yang dapat dimanfaatkan untuk menarik kembali keceriaan dan kebahagiaan anak selama hospitalisasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh terapi bercerita terhadap kecemasan anak usia prasekolah yang mengalami hospitalisasi. Desain penelitian ini menggunakan pendekatan non equivalent control group design dengan jumlah sampel 24 responden yang diambil dengan teknik quota sampling. Data penelitian diambil dengan melakukan observasi kepada responden, setelah terkumpul data dianalisa dengan Uji Mann Whitney. Berdasarkan uji statistik terdapat pengaruh terapi bercerita terhadap kecemasan anak usia prasekolah yang mengalami hospitalisasi, dengan tingkat kesignifikansinya 0,000 dimana ρ<0,05. Hal ini menunjukkan bahwa terapi bercerita di rumah sakit tidak hanya akan memberikan rasa senang pada anak, tetapi juga akan membantu anak mengekspresikan perasaan dan pikiran cemas, takut, sedih, tegang, nyeri dan anak akan lebih kooperatif terhadap tindakan keperawatan yang diberikan sehingga diharapkan dapat mempercepat proses penyembuhan. Kata Kunci Daftar pustaka
: Terapi bercerita, Kecemasan, Hospitalisasi : 49 Pustaka (2000-2014)
Mudrikah | STIKES Ngudi Waluyo Ungaran,2016 | 1
ABSTRACT Hospitalization is a cause of stress for children and family, especially parting with the family environment, loss conduct, body hurt and feel pain in bone. Anxiety is subjective experience of inconvenience about afraid, or stress in the form of feeling worry, strained, and natural emotion by someone. Telling story therapy is therapy able to be exploited to take back cheerful and bliss of child during hospitalization. This study aims to determine the effect of telling story therapy against anxiety in preschool age childrens due hospitalization. Research design approach with in non equivalent control group design with a sample of 24 responden who obtained using quota sampling technic. Research data taken by observing to respondents, after the collected data is analyzed with the Mann Whitney test. Based on statistical tests are influences telling story therapy with anxiety in preschool age childrens due hospitalization, with signification 0,000 level where ρ <0.05. This indicates that telling story therapy in the hospital will not only give pleasure to the children, but also will help the child to express feelings and thoughts of anxiety, fear, sadness, tension, pain and the child will be more cooperative given to nursing actions that are expected to accelerate healing process. Keywords References
: Telling story therapy, Anxiety, Hospitalization : 49 References (2000-2014)
PENDAHULUAN Hospitalisasi pada anak merupakan suatu proses terapi dan perawatan yang dapat menyebabkan pengalaman yang sangat trauma dan penuh dengan stres pada anak yang dilakukan secara berencana atau darurat yang mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit sampai pemulangan kembali ke rumah (Supartini, 2004). Hospitalisasi (rawat inap) pada pasien anak dapat menyebabkan kecemasan dan stres pada semua tingkatan usia. Kecemasan merupakan pengalaman subjektif yang tidak menyenangkan mengenai kekhawatiran, atau ketegangan berupa perasaan cemas, tegang, dan emosi yang dialami oleh seseorang (Ghufron dan Rini, 2014). Menurut Hidayat (2005), apabila anak mengalami kecemasan tinggi saat
dirawat di rumah sakit maka besar sekali kemungkinan anak akan mengalami disfungsi perkembangan. Menurut Supartini (2004), anak usia prasekolah memandang hospitalisasi sebagai sebuah pengalaman yang menakutkan dan sering dipersepsikan sebagai sebuah hukuman atas tindakan mereka. Anak memerlukan media untuk dapat mengekspresikan perasaannya sehingga mampu bekerja sama dengan petugas kesehatan selama dalam perawatan salah satunya adalah dengan terapi bercerita. Bercerita adalah salah satu terapi bermain yang merupakan aktivitas yang sesuai dengan perkembangan emosi anak. (Hurlock, 2005). Hasil studi pendahuluan yang dilakukan peneliti pada tanggal 7 Oktober 2015 di ruang perawatan
Mudrikah | STIKES Ngudi Waluyo Ungaran,2016 | 2
anak ( Melati ) RSUD Ungaran pada bulan Juli - September 2015 jumlah anak usia prasekolah yang dirawat berkisar 67 anak dan di RSUD Ambarawa berkisar 80 anak. Anak menunjukkan ketakutannya saat melihat perawat, anak menangis, menendang, dan memukul saat dilakukan tindakan invasif sehingga menyebabkan terhambatnya proses perawatan anak. Berdasarkan hasil observasi peneliti, di ruang perawatan anak RSUD Kabupaten Semarang belum ada tindakan yang optimal untuk mengurangi kecemasan anak saat hospitalisasi sementara kecemasan anak perlu dikurangi agar mempercepat proses penyembuhan, sehingga peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “pengaruh terapi bercerita terhadap kecemasan anak usia pra sekolah yang mengalami hospitalisasi di RSUD Kabupaten Semarang”. METODE PENELITIAN Desain penelitian yang digunakan yaitu quasi exsperiment design dengan rancangan penelitian menggunakan kelomopok pembanding (non equivalent control group design). Populasi dalam penelitian ini adalah anak usia prasekolah yang dirawat di Ruang Anak RSUD Kabupaten Semarang. Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan quota sampling. Besar sampel dalam penelitian ini adalah 24 responden yang terbagi menjadi 12 responden untuk masing-masing kelompok intervensi dan kontrol. Penelitian ini dilaksanakan pada pada tanggal 15-23 Januari 2015 di Ruang Anak RSUD
Kabupaten Semarang. Alat pengumpulan data dengan menggunakan lembar observasi berjumlah 20 item yang sudah dilakukan uji validitas dan reliabilitas. Analisis univariat dilakukan untuk menganalisis dari masingmasing variabel yang diteliti yaitu gambaran tingkat kecemasan pada anak usia prasekolah sebelum dan sesudah terapi bercerita pada kelompok intervensi dan kontrol. Uji statistik yang digunakan pada analisis bivariat adalah mann whitney karena data berdistribusi tidak normal dan data berasal dari kelompok yang tidak berpasangan. HASIL 1. Analisis Univariat Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kecemasan Anak Usia Prasekolah Sebelum Diberikan Terapi Bercerita pada Kelompok Intervensi dan Kontrol di RSUD Kabupaten Semarang, 2016 Kecemasan Sedang Berat Panik Total
Kelompok Intervensi f % 4 33,3 8 66,7 0 0 12
100
Kelompok Kontrol f % 2 16,7 7 58,3 3 25,0 12
100
Berdasarkan tabel 4.3, diketahui bahwa dari 12 responden anak usia prasekolah kelompok intervensi sebelum diberikan terapi bercerita responden mengalami kecemasan sedang, yaitu sejumlah 4 orang (33,3%) dan pada kelompok kontrol 2 orang (16,7%), kecemasan berat pada kelompok intervensi 8 orang (66,7%) sedangkan kelompok kontrol 7 orang (58,3%).
Mudrikah | STIKES Ngudi Waluyo Ungaran,2016 | 3
Kecemasan panik pada kelompok intervensi 0 orang (0%) dan pada kelompok kontrol 3 orang (25%). Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kecemasan Anak Usia Prasekolah Sesudah Diberikan Terapi Bercerita pada Kelompok Intervensi dan Kontrol di RSUD Kabupaten Semarang, 2016 Kecemasan
Kelompok Intervensi
Ringan Sedang Berat Panik
f 7 5 0 0
% 58,3 41,7 0 0
Total
12
100
Kelompo k Kontrol f % 0 0 3 25, 8 0 1 66, 7 8,3 12 100
Berdasarkan tabel 4.4, diketahui bahwa dari 12 responden anak usia prasekolah kelompok intervensi sebelum diberikan terapi bercerita responden mengalami kecemasan ringan, yaitu sejumlah 7 orang (58,3%) dan pada kelompok kontrol 0 orang (0%), kecemasan sedang pada kelompok intervensi 5 orang (41,7%) sedangkan kelompok kontrol 3 orang (25%). Kecemasan berat pada kelompok intervensi 0 orang (0%) dan pada kelompok kontrol 8 orang (66,7%). Kecemasan panik pada kelompok intervensi 0 orang (0%) dan pada kelompok kontrol 1 orang (8,3%). 2. Analisis Bivariat Tabel 4.5 Perbedaan Kecemasan Anak Usia Prasekolah Sebelum dan Sesudah Diberikan Terapi Bercerita pada Kelompok Intervensi di RSUD Kabupaten Semarang, 2016
Kecemasan
n
Pretest
12
Posttest
12
Median (Min-Max) 3,00 (2,00-3,00) 1,00 (1,00-2,00)
p 0,001
Berdasarkan tabel 4.5, didapatkan data bahwa pretest pada kelompok intervensi dengan nilai median 3,00 (kecemasan berat), nilai minimum 2,00 (kecemasan sedang), nilai maximum 3,00 (kecemasan berat). Pada posttest kelompok intervensi didapatkan nilai median 1,00 (kecemasan ringan), nilai minimum 1,00 (kecemasan ringan), nilai maximum 2,00 (kecemasan sedang). Berdasarkan uji wilcoxon, didapatkan nilai dengan p-value (0,001) < (0,05), ini menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan kecemasan anak usia prasekolah sebelum dan sesudah diberikan terapi bercerita pada kelompok intervensi di RSUD Kabupaten Semarang. Tabel 4.6 Perbedaan Kecemasan Anak Usia Prasekolah Sebelum dan Sesudah Diberikan Terapi Bercerita pada Kelompok Kontrol di RSUD Kabupaten Semarang, 2016 Kecemasan
n
Pretest
12
Posttest
12
Median (Min-Max) 3,00 (2,00-4,00) 3,00 (2,00-4,00)
p 0,083
Berdasarkan tabel 4.6, didapatkan data bahwa pretest pada kelompok kontrol dengan nilai median 3,00 (kecemasan berat), nilai minimum 2,00 (kecemasan sedang), nilai maximum 4,00 (kecemasan panik). Pada posttest kelompok kontrol didapatkan nilai median 3,00 (kecemasan berat), nilai minimum 2,00 (kecemasan sedang), nilai maximum 4,00 (kecemasan panik). Mudrikah | STIKES Ngudi Waluyo Ungaran,2016 | 4
Berdasarkan uji wilcoxon, didapatkan nilai p-value (0,083) > (0,05), ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan kecemasan anak usia prasekolah sebelum dan sesudah pada kelompok kontrol di RSUD Kabupaten Semarang. Tabel 4.7 Pengaruh Terapi Bercerita terhadap Kecemasan Anak Usia Prasekolah yang Mengalami Hospitalisasi Di RSUD Kabupaten Semarang, 2016 Kecemasan Posttest Intervensi Kontrol
n
Median
12 12
1,00 3,00
p 0,000
Berdasarkan tabel 4.7, bahwa hasil uji Mann Whitney, terlihat bahwa nilai p-value (0,000) < (0,05), ini menunjukkan bahwa ada pengaruh yang signifikan terapi bercerita terhadap kecemasan anak usia prasekolah yang mengalami hospitalisasi di RSUD Kabupaten Semarang. PEMBAHASAN Gambaran Kecemasan Anak Usia Prasekolah Sebelum dan Sesudah Diberikan Terapi Bercerita pada Kelompok Intervensi dan Kontrol Hasil penelitian menunjukkan bahwa kecemasan anak usia prasekolah yang mengalami hospitalisasi di RSUD Kabupaten Semarang didapatkan pasien sebelum diberikan terapi bercerita pada kelompok intervensi ditemukan 8 orang (66,7%) mengalami kecemasan berat dan 7 orang (58,3%) mengalami kecemasan berat pada kelompok kontrol.
Anak prasekolah menganggap bahwa hospitalisasi merupakan pengalaman baru dan sering membingungkan yang dapat membawa dampak negatif terhadap perkembangan normal. Kecemasan berat berhubungan dengan ketegangan dalam proses perawatan di rumah sakit dimana kecemasan pada tingkat ini menyebabkan seorang anak cenderung lebih berfokus pada sesuatu yang rinci dan tidak berfikir tentang hal lain yaitu anak hanya berfokus pada tindakan keperawatan yang menyakitkan yang menyebabkan nyeri sehingga membuatnya trauma terhadap hospitalisasi dan mengalami kecemasan. Reaksi yang muncul pada anak usia prasekolah yang mengalami hospitalisasi dengan kecemasan berat yaitu menangis saat jauh dari orang tua, meminta selalu ditemani orang tua, nada bicara pelan ketika diajak bicara, selalu meminta pulang ke rumah, tampak mudah berkeringat, dan tidak tertarik dengan lingkungan sekitarnya. Reaksi tersebut bersifat individual dan sangat tergantung pada usia perkembangan anak, pengalaman sebelumnya terhadap sakit, sistem pendukung yang tersedia dan kemampuan koping yang dimilikinya. Pada umumnya reaksi anak terhadap sakit adalah kecemasan karena perpisahan, kehilangan, perlukaan tubuh, dan rasa nyeri. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kecemasan anak usia prasekolah yang mengalami hospitalisasi di RSUD Kabupaten Semarang didapatkan pasien sesudah diberikan terapi bercerita pada
Mudrikah | STIKES Ngudi Waluyo Ungaran,2016 | 5
kelompok intervensi ditemukan 7 orang (58,3%) mengalami kecemasan ringan. Perawatan di rumah sakit sering kali dipersepsikan anak sebagai hukuman sehingga anak akan merasa malu, bersalah, atau takut. Hal ini menimbulkan reaksi agresif dengan marah dan berontak, ekspresi verbal dengan mengucapkan kata-kata marah, tidak mau bekerja sama dengan perawat. Reaksi kecemasan ringan ini dipengaruhi oleh faktor-faktor adanya pendampingan orang tua saat dilakukan tindakan, kondisi lingkungan sekitar yang tenang akan membuat anak yang diberi intervensi tidak mengalami cemas. Hal tersebut akan mempermudah proses perawatan pada anak karena anak yang cenderung kooperatif. Perbedaan Kecemasan Anak Usia Prasekolah Sebelum dan Sesudah Diberikan Terapi Bercerita pada Kelompok Intervensi Hasil penelitian didapatkan data bahwa kecemasan sebelum diberikan terapi bercerita pada kelompok intervensi dengan nilai median 3,00 (kecemasan berat), nilai minimum 2,00 (kecemasan sedang), nilai maximum 3,00 (kecemasan berat). Pada kecemasan sesudah diberikan terapi bercerita pada kelompok intervensi didapatkan nilai median 1,00 (kecemasan ringan), nilai minimum 1,00 (kecemasan ringan), nilai maximum 2,00 (kecemasan sedang) ini menunjukkan ada perbedaan yang signifikan antara kecemasan sebelum dan sesudah diberikan terapi bercerita pada kelompok intervensi di RSUD Kabupaten Semarang dengan p-value (0,001) < (0,05).
Kecemasan pada anak akibat hospitalisasi adalah hal yang normal dialami, tetapi jika tidak diatasi dalam waktu yang panjang akan mempengaruhi proses penyembuhannya. Anak yang mengalami kecemasan mereka akan berontak, menangis, menjerit, tidak kooperatif bila dilakukan tindakan keperawatan. Perlu dilakukan berbagai upaya untuk mengurangi kecemasannya agar anak dapat kooperatif dan mempercepat proses penyembuhan. Hasil penelitian Hale (2014), bahwa berdasarkan uji Wilcoxon diperoleh hasil (p= 0,000) < (0,05) dimana ada perbedaan derajat kecemasan anak sebelum dan sesudah terapi bermain. Hasil penelitian tersebut sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Hidayat (2005), bahwa bermain dapat menjadikan diri anak menjadi lebih senang dan nyaman sehingga adanya stres dan ketegangan dapat dihindari, karena dengan bermain dapat menghibur anak terhadap dirinya sendiri. Perbedaan Kecemasan Sebelum dan Sesudah Diberikan Terapi Bercerita pada Kelompok Kontrol Hasil penelitian didapatkan data bahwa kecemasan sebelum pada kelompok kontrol dengan nilai median 3,00 (kecemasan berat), nilai minimum 2,00 (kecemasan sedang), nilai maximum 4,00 (kecemasan panik). Pada kecemasan sesudah pada kelompok kontrol didapatkan nilai median 3,00 (kecemasan berat), nilai minimum 2,00 (kecemasan sedang), nilai maximum 4,00 (kecemasan panik) ini menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan
Mudrikah | STIKES Ngudi Waluyo Ungaran,2016 | 6
antara kecemasan sebelum dan sesudah pada kelompok kontrol di RSUD Kabupaten Semarang dengan p-value (0,083) > (0,05). Secara statistik tidak terdapat perbedaan kecemasan sebelum dan sesudah pada kelompok kontrol tapi karena adanya faktor lingkungan yang mempengaruhi seperti faktor lama hari rawat anak, anak sudah terbiasa akrab dengan orang lain yang tidak dikenal seperti perawat dan petugas kesehatan lainnya sehingga dapat menurunkan kecemasannya. Semakin lama hari rawat kecemasan mulai menurun sehingga anak sudah terbiasa dengan kondisi rumah sakit. Meskipun itu tidak dialami oleh seluruh anak. Kecemasan yang dialami anak selama dilakukan tindakan keperawatan dipengaruhi oleh kecemasan hospitalisasi, yang terdiri dari tiga fase. Pertama fase protes, ditunjukkan dengan reaksi anak seperti menangis, menjerit, mencari dan memegang erat orang tua, menolak bertemu dan menyerang orang yang tidak dikenal. Kedua adalah fase putus asa yang ditandai dengan anak tidak aktif, menarik diri dari orang lain, sedih, tidak tertarik terhadap lingkungan, tidak komunikatif, dan menolak makan atau minum. Pada fase ketiga yaitu fase penerimaan, anak mulai menunjukkan ketertarikan pada lingkungan dan berinteraiksi dangkal dengan orang lain atau perawat (Wong, 2004). Reaksi anak terhadap sakit dan rawat inap di rumah sakit berbeda-beda pada masing-masing individu. Menurut Supartini (2004), hal tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu perkembangan
usia anak. Semakin muda anak semakin sukar baginya untuk menyesuaikan diri dengan pengalaman dirawat di rumah sakit. Hal ini tidak berlaku sepenuhnya bagi bayi yang masih sangat muda, walaupun tetap dapat merasakan adanya pemisahan. Pengalaman anak terhadap hospitalisasi, apabila anak pernah mengalami pengalaman tidak menyenangkan dirawat di rumah sakit sebelumnya akan menyebabkan anak takut dan trauma. Sebaliknya jika anak mendapatkan perawatan yang baik dan menyenangkan anak akan lebih kooperatif pada perawat dan dokter. Sistem pendukung (support system), anak membutuhkan dukungan yang ada dari orang lain untuk melepaskan tekanan akibat penyakit yang dideritanya. Anak akan minta dukungan kepada orang tua atau saudaranya untuk menunggu selama anak sakit. Pengaruh Terapi Bercerita Terhadap Kecemasan Anak Usia Prasekolah yang Mengalami Hospitalisasi Hasil penelitian menunjukkan ada pengaruh terapi bercerita terhadap kecemasan anak usia prasekolah yang mengalami hospitalisasi di RSUD Kabupaten Semarang dengan p-value 0,000 < (0,05). Hal ini karena dipengaruhi oleh terapi bercerita tersebut yang membuat anak menjadi senang bahwa orang asing peneliti/perawat bukanlah orang yang menyeramkan. Anak yang merasa jenuh akibat hospitalisasi akan menjadi senang ketika dibacakan cerita karena secara tidak langsung efek cerita yang menarik akan mengalihkan
Mudrikah | STIKES Ngudi Waluyo Ungaran,2016 | 7
perhatiannya terhadap proses hospitalisasi yang menurut anak adalah proses yang menyakitkan. Terapi bercerita merupakan terapi pemberian pengalaman bagi anak dengan membawakan cerita kepada anak secara lisan. Cerita yang dibawakan harus menarik, dan mengundang perhatian anak (Moeslichatoen, 2006). Anak-anak akan merasakan senang ketika mendengarkan cerita. Anak-anak juga dapat dilibatkan secara aktif untuk bergerak (misalnya mengikuti gerak tokoh binatang yang sedang diceritakan), berpikir (misalnya menebak jalan cerita), tertawa (misalnya karena cerita yang lucu). Semua aktivitas itu menyenangkan bagi anak-anak, sehingga hal tersebut dapat mengurangi kecemasannya. Kebanyakan anak lebih menyukai cerita tentang orang dan hewan yang dikenalnya. Mereka menyukai karakter ini karena kualitas pribadi atau humornya. Karena mereka mampu mengidentifikasi diri dengan hewan, mereka memperoleh kegembiraan yang besar dari mendengar hal-hal yang dilakukan karakter itu (Hurlock, 2005). Karakter yang lucu dari isi cerita akan menyebabkan anak merasa senang dan bahagia sehingga dapat menyebabkan ekspresi muka terlihat rileks. Terapi bermain (bercerita) dapat menurunkan tingkat kecemasan anak usia prasekolah, dari tingkat kecemasan sedang menjadi tingkat kecemasan ringan. Terapi bercerita dapat memberikan efek bahagia karena dengan pembawaan cerita yang menarik anak akan menikmati jalannya cerita. Pembawaan cerita yang menarik
akan menghasilkan anak merasa senang yang dapat merangsang pengeluaran endorphin dan serotonin. Menurut Saphiro (2001), tertawa dan tersenyum memberi manfaat bagi anak. Ketika tersenyum maka otot-otot wajah berkontraksi dan mengurangi aliran darah ke pembuluh darah terdekat. Hal ini akan membuat darah menjadi dingin, menurunkan temperatur batang otak, dan memicu produksi serotonin. KESIMPULAN 1. Sebelum diberikan terapi bercerita sebagian besar responden mengalami kecemasan berat sebanyak 8 orang (66,7%) pada kelompok intervensi, sedangkan pada kelompok kontrol sebanyak 7 orang (58,3%). 2. Sesudah diberikan terapi bercerita sebagian besar responden mengalami kecemasan ringan sebanyak 7 orang (58,3%) pada kelompok intervensi, sedangkan pada kelompok kontrol sebagian besar responden mengalami kecemasan berat yaitu sebanyak 8 orang (66,7%). 3. Ada perbedaan yang signifikan antara kecemasan sebelum dan sesudah diberikan terapi bercerita pada kelompok intervensi di RSUD Kabupaten Semarang. 4. Tidak ada perbedaan yang signifikan antara kecemasan sebelum dan sesudah pada kelompok kontrol di RSUD Kabupaten Semarang. 5. Ada pengaruh terapi bercerita terhadap kecemasan anak usia prasekolah yang mengalami
Mudrikah | STIKES Ngudi Waluyo Ungaran,2016 | 8
hospitalisasi di Kabupaten Semarang.
RSUD
SARAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dan mengingat keterbatasan peneliti dalam penelitian ini, maka ada beberapa saran yang akan disampaikan adalah sebagai berikut: 1. Bagi Perawat Hasil penelitian dapat diterapkan oleh perawat bahwa kecemasan anak akibat hospitalisasi dapat berkurang dengan diberikan terapi bercerita menggunakan cerita yang menarik disertai dengan gambar yang lucu. Terapi bercerita ini agar bisa dilakukan secara kontinyu dan terprogram agar manfaatnya benar-benar dirasakan oleh pasien. 2. Bagi Institusi Rumah Sakit Pihak rumah sakit dapat memfasilitasi dengan adanya ruang bermain dan berbagai alat dan bahan untuk terapi bercerita agar dapat digunakan perawat ruangan dalam menurunkan kecemasan anak yang mengalami hospitalisasi. 3. Bagi Orang Tua Responden Hendaknya orang tua untuk memilih terapi bercerita dan selalu mendampingi anak saat tindakan keperawatan dan pengobatan untuk mengurangi kecemasan anak. Mengingat manfaat terapi bercerita yang besar maka diharapkan orang tua anak dapat memanfaatkan terapi bercerita ini. 4. Bagi Peneliti Yang Lain Dari hasil penelitian ini diharapkan sebagai data dasar
bagi peneliti lain dan mengembangkan lebih lanjut pada faktor yang mempengaruhi tingkat kecemasan anak selama hospitalisasi dan solusi lain yang dapat menurunkan tingkat kecemasan pada anak selama perawatan di rumah sakit. DAFTAR PUSTAKA Ghufron dan Rini. (2014). Teoriteori Psikologi. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media. Hale. (2014). Pengaruh Terapi Bermain terhadap Kecemasan Anak yang Mengalami Hospitalisasi Di Ruang Mirah Delima Rumah Sakit William Booth Surabaya. http://www.stikeswilliambooth. ac.id// diakses tanggal 28 Januari 2016 Hidayat, A. A. A. (2005). Pengantar Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Salemba Medika. Hurlock, E. B. (2005). Perkembangan Anak. Jakarta: Erlangga. Moeslichatoen. (2006). Metode Pengajaran di Taman Kanakkanak. Jakarta: Rhineka Cipta. Nursalam. (2008). Konsep & Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika. Saphiro, L. E. (2001). Mengajarkan Emotional Intelligence pada Anak. Jakarta: Gramedia. Supartini, Y. ( 2004). Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta: EGC. Wong, D.L, Hockenberry, M, et al. (2004). Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Alih
Mudrikah | STIKES Ngudi Waluyo Ungaran,2016 | 9
bahasa: Monica Ester; (6th.ed). volume 2. Jakarta: EGC.
Mudrikah | STIKES Ngudi Waluyo Ungaran,2016 | 10