Jurnal Ilmiah Educational Management Volume 6 Nomor 1 Desember 2015
PENGARUH KUALITAS KEHIDUPAN KERJA, PENGHARGAAN DAN EFIKASI DIRI TERHADAP EFEKTIVITAS MANAJERIAL KEPALA SMA SWASTA DI JAKARTA TIMUR DESI RAHMAWATI∗ ABSTRACT The objective of this causal research was to obtain information concerning the effect of quality of worklife, reward, and self efficacy on managerial effectiveness of the principals of private high school in east Jakarta. The research was conducted by using a survey method with path analysis in testing hypothesis. In this research, principals of private high school has been choosen as a unit analysis and 66 samples of principals were selected in random. The results of the research are as follows; (1) there is a direct positive effect of quality of worklife on managerial effectiveness, (2) there is a direct positive effect of reward on managerial effectiveness, (3) there is a direct positive effect of self efficacy on managerial effectiveness, (4) there is a direct positive effect of quality of worklife on self efficacy, (5) there is a direct positive effect of reward on self efficacy. Therefore, to improve managerial effectiveness, Private school foundations should gives more attention to the fulfillment of the needs of facilities and infrastructure in schools. Principals should more adaptive in response to the changes. School principals should be able to compensate for changes in education that is so dynamic and managing changes to improve the quality of school. Keywords: Quality of worklife, reward, self efficacy, and managerial effectiveness. PENDAHULUAN 5 Efektivitas manajerial kepala sekolah merupakan ketepatan tindakan seorang manajer dalam menyelesaikan tugas-tugas manajerialnya dengan menggunakan semua sumber daya dalam rangka mendukung pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Untuk menjadi efektif, kepala sekolah harus mampu merencanakan, mengarahkan, mengelola perubahan, mengelola waktu kerja, mencapai hasil kerja, menjalin kerjasama, menjalin komunikasi, dan mampu melakukan pengawasan secara tepat. Pada kenyataannya efektivitas manajerial kepala sekolah belum sepenuhnya tercapai. Berdasarkan data kompas yang diakses pada 7 April 2014 menyatakan bahwa di sekolah-sekolah
swasta, pemilihan kepala sekolah tergantung dari yayasan, tidak dilakukan melalui penilaian akseptabilitas oleh tim pertimbangan pengangkatan kepala sekolah. Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi efektivitas manajerial, diantaranya adalah: kualitas kehidupan kerja, penghargaan dan efikasi diri. Efektivitas manajerial dijelaskan oleh Certo (2012:9) Managerial effectiveness refers to management’s use of organizational resources (People, money, raw materials, and capital resources) in meeting organizational goals. If organizations are using their resources to attain their goals, the managers are said to be effective. In reality, however, managerial effectiveness can be measured by degrees. The closer an organization comes to
Dosen Universitas Negeri Jakarta
© 2015 Manajemen Pendidikan, Program Pascasarjana UNJ
1041 1041
Jurnal Ilmiah Educational Management Volume 6 Nomor 1 Desember 2015
achieving its goals, the more effective its managers are considered to be. Managerial effectiveness, then, exists on a continuum ranging from ineffective to effective. Menurut Certo, manajer dikatakan efektif jika mampu mengelola sumber daya organisasi secara efektif. Sumber daya yang dimaksud bisa terkait dengan manusia (yang dalam hal ini adalah warga sekolah), uang, sarana dan prasarana maupun sumber kapital lainnya dalam mencapai tujuan organisasi. Jika manajer mampu mengelola sumber daya yang ada secara optimal, maka manajer dapat dikatakan efektif. Antara efektivitas manajerial dengan efektivitas organisasi saling terkait, ketika organisasi mampu mencapai tujuan organisasinya, maka dapat dikatakan manajer tersebut efektif. Maka dari itu efektivitas manajerial berada dalam rentang tidak efektif sampai dengan efektif. Menurut Whetten and Cameron (2011:9), berdasarkan hasil penelitian terhadap 402 manajer yang dianggap memiliki efektivitas manajerial yang tinggi, baik di bidang bisnis, kesehatan, pendidikan, dan pemerintahan terdapat 10 karakteristik terkait manajer yang efektif yaitu; (1) verbal communication (including listening), (2) managing time and stress, (3) managing individual decisions, (4) recognizing, defining, and solving problems, (5) motivating and influencing others, (6) delegating, (7) setting goals and articulating a vision, (8) self awareness, (9) team building, (10) managing conflict. Kesepuluh karakteristik manajer yang efektif di atas, yaitu; (1) komunikasi verbal, yaitu komunikasi dengan menggunakan simbol-simbol verbal, dapat berupa komunikasi oral (berbicara, mendengar) dan komunikasi tertulis (menulis dan membaca), (2) mengelola waktu dan mengelola stres, (3) mengelola keputusan individu, (4)
mengenali, mendefinisikan, dan menyelesaikan masalah, (5) memotivasi dan mempengaruhi orang lain, (6) mendelegasikan, (7) menetapkan tujuan dan mengartikulasikan visi, (8) memiliki kesadaran diri, (9) membangun tim, dan (10) mengelola konflik. Kesemua karakteristik di atas sebagai atribut yang melekat dengan efektivitas manajerial. Kualitas kehidupan kerja berperan penting dalam mengubah iklim kerja agar organisasi secara teknis dan manusiawi membawa kepada kualitas kehidupan kerja yang lebih baik Griffin and Moorhead (2014:534) yang menyatakan bahwa “quality of work life as the “degree to which members of a work organization are able to satisfy important personal needs through their experiences in the organization.” Menurut mereka, kualitas kehidupan kerja merupakan tingkat di mana anggota organisasi merasa puas karena kebutuhan personalnya dapat terpenuhi oleh organisasi. Selanjutnya Ivancevich (2007:12) mengatakan bahwa “QWL program assumes that a job and work environment should be structured to meet as many of the worker’s needs as possible.” Menurutnya kualitas kehidupan kerja diasumsikan bahwa pekerjaan pegawai dan lingkungan kerjanya harus ditata sedemikian rupa agar sesuai dengan kebutuhan pekerja. Jika organisasi tidak menyediakan fasilitas pendukung untuk menunjang penyelesaian pekerjaan pegawai, tentunya akan menghambat penyelesaian tugasnya. Setiap organisasi memberikan penghargaan yang berbeda-beda kepada para anggotanya. Penghargaan berkaitan dengan keseluruhan aspek imbalan (intrinsik dan ekstrinsik). Pendapat Boddy (2012:511) mengenai penghargaan intrinsik dan ekstrinsik adalah. “extrinsic rewards are valued outcomes or benefits provided by others, such as promotion, a pay increase or
© 2015 Manajemen Pendidikan, Program Pascasarjana UNJ
1042 1042
Jurnal Ilmiah Educational Management Volume 6 Nomor 1 Desember 2015
a bigger car. Intrinsic rewards are valued outcomes or benefits that come from the individual, such as feelings of satisfaction, achievement and competence.” Menurutnya penghargaan ekstrinsik merupakan keuntungan yang disediakan oleh orang lain, seperti promosi, kenaikan gaji atau penghargaan fisik lainnya. Sedangkan penghargaan intrinsik merupakan keuntungan yang datang dari dalam diri individu yang bersangkutan, seperti perasaan puas, berprestasi dan kompeten. Salah satu faktor internal individu yang potensial mempengaruhi efektivitas manajerial adalah efikasi diri. menurut Robbins dan Judge (2012:215), efikasi diri merujuk “the individual’s belief that he or she is capable of performing a task.” Jadi, efikasi diri adalah keyakinan individu bahwa dirinya mampu menjalankan suatu tugas. Sementara menurut Kreitner dan Kinicki (2007:144) efikasi diri adalah “a person’s belief about his or her chances of successfully accomplishing a specific task.” Dikatakan bahwa efikasi diri merupakan keyakinan seseorang untuk sukses menyelesaikan tugas tertentu. Locke and Latham (2013:431) mengatakan bahwa “people with high self-efficacy set higher goals, are more committed to the goals, are more likely to act on the goals, and are more likely to develop tactics to reach the goals”. Menurutnya orang yang memiliki efikasi diri yang tinggi memiliki target yang lebih tinggi, lebih komitmen pada tujuan, dan lebih suka untuk melaksanakan kegiatan yang mengarah pada tujuan, dan lebih suka mengembangkan taktik untuk mencapai tujuan. METODE Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survey dengan pendekatan kausal. Populasi terjangkaunya adalah Kepala SMA Swasta di Kotamadya
Jakarta timur yang berjumlah 78 orang dengan ukuran sampel 66 orang. Data dianalisis melalui teknik analisis jalur (path analysis). Empat instrumen pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan skala likert yang telah divalidasi sebelumnya. Hasil perhitungan reliabilitas Hasil perhitungan reliabilitas 40 item instrumen efektivitas manajerial sebesar 0,932, 37 item instrument kualitas kehidupan kerja reliabilitasnya 0,935, reliabilitas 38 item instrumen penghargaan 0,944, dan reliabilitas 47 item instrumen efikasi diri sebesar 0,937 yang berarti keempat instrumen layak digunakan untuk mengumpulkan data penelitian. HASIL DAN PEMBAHASAN Pertama, pengaruh langsung kualitas kehidupan kerja terhadap efektivitas manajerial, dari aasil pengujian hipotesis pertama memberikan penegasan secara empiris tentang pentingnya kualitas kehidupan kerja dalam mempengaruhi efektivitas manajerial. Apabila lingkungan kerjanya dapat memenuhi kebutuhankebutuhan kerja kepala sekolah akan memicu kepala sekolah untuk meningkatkan efektivitas manajerialnya. Kualitas kehidupan kerja dalam bentuk terpenuhinya kebutuhan sarana dan prasarana, seperti: fasilitas WIFI, laptop, kendaraan dinas, dukungan meubeler, ruang kerja, AC, printer, mesin foto kopi, dan website yang tersedia di sekolah. Keseluruhan sarana tersebut merupakan kebutuhan kepala sekolah, apabila kebutuhan-kebutuhan tersebut dapat terpenuhi maka akan menjadi pendukung dalam menyusun perencanaan dan menyelesaikan pekerjaan dengan tepat waktu sebagai kepala sekolah. Selain pemenuhan kebutuhan sarana prasarana, koordinasi yang baik antara kepala sekolah dengan berbagai pihak yang
© 2015 Manajemen Pendidikan, Program Pascasarjana UNJ
1043 1043
Jurnal Ilmiah Educational Management Volume 6 Nomor 1 Desember 2015
terlibat dalam pendidikan baik secara langsung maupun tidak langsung juga menjadi salah satu kebutuhan pekerjaan dari kepala sekolah yang harus dipenuhi. Apabila lingkungan kerjanya mendukung yang dalam hal ini adanya rapat rutin yang diagendakan sekolah, adanya kemitraan yang baik yang dibangun yayasan, serta adanya forum komunikasi kepala sekolah dapat memudahkan kepala sekolah dalam bekerja sama, melakukan komunikasi dan mencapai tujuan-tujuan sekolah. Aturan kerja yang jelas juga mempengaruhi efektivitas manajerial, seperti: adanya pedoman kerja yang disusun yayasan, kode etik, fit and proper test, sanksi atas pelanggaran aturan, pembatasan masa kerja hanya 8 tahun, pembagian wewenang, kejelasan jenjang karir, SK sebagai kepala sekolah serta adanya struktur organisasi yang disusun oleh yayasan dapat dijadikan landasan dalam menjalankan tugas-tugas manajerial, baik dalam mengarahkan para guru dan warga sekolah, melakukan perubahan-perubahan ke arah yang lebih baik, serta melakukan pengawasan secara intensif. Bentuk kualitas kehidupan kerja yang juga potensial menimbulkan efektivitas manajerial adalah keamanan lingkungan kerja. Dengan keberadaan satpam di sekolah membantu kepala sekolah dalam menjaga keamanan sekolah, kartu jaminan kesehatan yang disediakan sekolah memberikan kepastian dukungan kesehatan bagi kepala sekolah, serta lokasi sekolah yang strategis menjadi pendukung kepala sekolah dalam mencapai hasil kerja yang optimal. Adanya pengaruh kualitas kehidupan kerja terhadap efektivitas manajerial juga telah membuktikan teori yang dikemukakan oleh Luthans (2008:356) bahwa “QWL may be described as a concern about impact of work on people and organizational effectiveness combined with an emphasis on
participation in problem solving and decision making.” Dikatakan bahwa efektivitas manajerial itu dipengaruhi oleh kualitas kehidupan kerja, partisipasi dalam pemecahan masalah dan pengambilan keputusan seseorang yang dalam hal ini kepala sekolah. Teori lain dikemukakan oleh Cummings and Worley (2005:11) yang mengatakan “QWL defined in terms of people’s reaction to work, particularly individual outcomes related to job satisfaction and mental health.” Dikatakan bahwa kualitas kehidupan kerja terkait dengan hasil kerja individu. Hasil kerja individu yang dimaksud di sini dapat diartikan sebagai efektivitas manajerial, karena berbicara mengenai efektivitas manajerial berarti berbicara mengenai pencapaian tujuan. Dari penjelasan di atas, maka sangat jelas bahwa secara teoretis dan empiris kualitas kehidupan kerja terbukti memiliki pengaruh terhadap efektivitas manajerial, termasuk Kepala SMA Swasta. Kedua, pengaruh langsung penghargaan terhadap efektivitas manajerial, dari hasil pengujian hipotesis kedua menegaskan bahwa penghargaan merupakan salah satu penyebab dari efektivitas manajerial, sehingga penurunan efektivitas manajerial kepala sekolah antara lain disebabkan oleh penghargaan yang kurang baik. Penghargaan sebagai balas jasa atas penyelesaian pekerjaan yang dilakukan menjadi sumber penting bagi terpenuhinya kebutuhan. Dengan kata lain, kepala sekolah berharap agar yayasan memberikan penghargaan yang dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhannya. Pemberian gaji yang disetarakan dengan gaji kepala sekolah di sekolahsekolah negeri yang sebanding dengan beban kerja kepala sekolah, pemberian
© 2015 Manajemen Pendidikan, Program Pascasarjana UNJ
1044 1044
Jurnal Ilmiah Educational Management Volume 6 Nomor 1 Desember 2015
insentif atas pekerjaan yang dilakukan di luar jam kerja, pemberian peluang kepala sekolah untuk dipromosikan menjadi dewan pembina yayasan, dan memberikan apresiasi atas prestasi yang dicapai akan memicu kepala sekolah untuk melakukan tugas-tugas manajerialnya sebaik mungkin, mulai dari melakukan perencanaan berdasarkan need analysis, memberikan arahan secara berkesinambungan kepada para guru dan warga sekolah, menjalin komunikasi secara intensif dengan warga sekolah dan stakeholders sekolah, serta melakukan pengawasan secara kontinyu. Selain itu, penghargaan yang bersifat intrinsik juga penting dimiliki oleh kepala sekolah. Dengan adanya rasa tanggung jawab atas tugas yang diberikan, kepemilikan otonomi untuk melakukan pekerjaan dan kebanggaan atas prestasi selama menjadi kepala sekolah akan mendorong kepala sekolah untuk menyelesaikan tugas tepat waktu, mampu mengelola perubahan sekolah ke arah yang lebih baik, dan mencapai hasil kerja semaksimal mungkin. Teori yang dikemukakan oleh Daft and Marcic (2009:163) mengatakan bahwa The ultimate impact of goals depends on the extent to which salary increases, promotions, and awards are based on goal achievement. Employees pay attention to what is noticed and rewarded in the organization, and people who attain goals should be rewarded for doing so. Rewards give meaning and significance to goals and help commit employees to achieving goals. Pencapaian tujuan pada akhirnya bergantung pada bagaimana gaji dinaikkan, promosi, dan pemberian hadiah berdasarkan pencapaian tujuan. Orang yang mencapai tujuan harus dihargai. Penghargaan memberikan makna yang signifikan pada tujuan dan membantu anggota untuk komit dalam mencapai tujuan.
Di samping itu, Gibson (2012:182) juga mengatakan bahwa “managers need to develop intrinsic reward systems that focus on personal importance or self-esteem to integrate individual and organizational goals and to design challenging jobs” Dikatakan bahwa manajer perlu mengembangkan sistem penghargaan intrinsik yang berfokus pada kepentingan pribadi atau harga diri untuk mengintegrasikan tujuan individu dan organisasi dan merancang pekerjaan menantang. Dari penjelasan di atas maka sangat jelas alasan-alasan empirik terkait pengaruh penghargaan terhadap efektivitas manajerial. Demikian pula dengan dukungan teori yang cukup kuat, sehingga dapat dipahami jika penghargaan memiliki pengaruh terhadap efektivitas manajerial. Ketiga, pengaruh langsung efikasi diri terhadap efektivitas manajerial, dari hasil pengujian hipotesis ketiga membuktikan bahwa efikasi diri merupakan salah satu variabel yang dapat digunakan sebagai prediktor efektivitas manajerial. Kepala sekolah yang memiliki efikasi diri yang tinggi cenderung percaya diri, pantang menyerah, berani menetapkan target yang lebih tinggi, komitmen pada tujuan, dan mampu mengatasi kesulitan kerja. Dengan adanya efikasi diri yang tinggi, akan mendorong kepala sekolah untuk tetap loyal dan menyelesaikan tugas-tugas yang menjadi tanggung jawabnya. Efikasi diri merupakan hal yang harus dimiliki oleh setiap individu dalam bekerja. Hal itu terutama jika merujuk pada aspekaspek efikasi diri, yang meliputi: percaya diri, pantang menyerah, menetapkan target yang lebih tinggi, komitmen pada tujuan, mengembangkan taktik, berpikir positif, dan dapat mengatasi kesulitan kerja. Aspekaspek tersebut memiliki peranan sangat
© 2015 Manajemen Pendidikan, Program Pascasarjana UNJ
1045 1045
Jurnal Ilmiah Educational Management Volume 6 Nomor 1 Desember 2015
penting dalam membentuk kondisi emosional seseorang. Teori yang dikemukakan oleh para ahli membuktikan bahwa efikasi diri berpengaruh terhadap efektivitas manajerial. Ivancevich (2011:79) mengatakan bahwa “feeling of self efficacy have a number of managerial and organizational implications: selection decisions, training programs, and goal setting and performance.” Dikatakan bahwa efikasi diri memiliki implikasi manajerial dan organisasi: keputusan seleksi, program training, dan penetapan tujuan dan kinerja. Selain itu George and Jones (2012:223) mengatakan “when managers set goals for subordinates, it is important that the subordinates accept the goals. It is important that employees are commited to attaining goals. High self efficacy also helps ensure employees will be motivated to try to reach difficult goals.” Ketika manajer menetapkan tujuan untuk para pegawai, penting bahwa para pegawai menerima tujuan tersebut. Penting juga bahwa pegawai komit untuk mencapai tujuan. Efikasi diri yang tinggi juga membantu meyakinkan bahwa pegawai akan termotivasi untuk mencoba meraih tujuan yang sulit. Selain itu Locke and Latham (2013:215) mengatakan bahwa “we consider the evidence that selfefficacy affects performance via goal setting” Jadi efikasi diri berpengaruh terhadap penetapan tujuan dan pada akhirnya berpengaruh pada kinerja seseorang. Dengan demikian temuan ini semakin mempertegas teori para ahli dengan membuktikan bahwa efikasi diri merupakan faktor yang berpengaruh secara signifikan terhadap efektivitas manajerial. Keempat, pengaruh langsung kualitas kehidupan kerja terhadap efikasi diri. Dari hasil pengujian hipotesis memberikan pengertian bahwa kualitas kehidupan kerja
memiliki peranan penting dalam meningkatkan efikasi diri, sehingga semakin kondusif lingkungan kerja kepala sekolah, maka efikasi diri kepala sekolah semakin tinggi. Koordinasi yang baik antara kepala sekolah dengan berbagai pihak yang terlibat dalam pendidikan baik secara langsung maupun tidak langsung juga menjadi salah satu kebutuhan pekerjaan dari kepala sekolah yang harus dipenuhi. Aturan kerja yang jelas juga mempengaruhi efikasi diri kepala sekolah, seperti: adanya pedoman kerja yang disusun yayasan, kode etik, fit and proper test, sanksi atas pelanggaran aturan, pembatasan masa kerja hanya 8 tahun, pembagian wewenang, kejelasan jenjang karir, dan SK sebagai kepala sekolah. Adanya aturan-aturan yang jelas akan menambah kepercayaan diri kepala sekolah untuk menjalankan tugas sebaikbaiknya dan menyusun target yang lebih tinggi untuk kemajuan sekolah. Teori dari para ahli memberikan bukti signifikansi kualitas kehidupan kerja dalam mempengaruhi efikasi diri. Seperti yang dikemukakan oleh Armstrong (2009:976) yang mengatakan bahwa “the quality of working life is related to the basic extrinsic job factors of wages, hours and working conditions and the intrinsic factors of the work itself.” Menurutnya kualitas kehidupan kerja berhubungan dengan gaji, jam kerja, kondisi kerja, dan faktor intrinsik dari pekerjaan itu sendiri. Peneliti berpendapat bahwa pekerjaan itu sendiri bermakna sebagai efikasi diri yang dimiliki oleh kepala sekolah. Hasil penelitian ini berarti memberikan penguatan terhadap teori yang telah dikemukakan Armstrong tentang pentingnya kualitas kehidupan kerja dalam mempengaruhi efikasi diri, termasuk Kepala SMA Swasta. Kelima, pengaruh langsung penghargaan terhadap efikasi diri. Dari hasil
© 2015 Manajemen Pendidikan, Program Pascasarjana UNJ
1046 1046
Jurnal Ilmiah Educational Management Volume 6 Nomor 1 Desember 2015
pengujian hipotesis kelima memperjelas bahwa penghargaan memiliki peran yang penting dalam meningkatkan efikasi diri. Dalam kaitannya dengan penghargaan, maka faktor ini rasional jika memiliki hubungan signifikan dengan efikasi diri. Penghargaan sangat diperlukan oleh setiap anggota organisasi. Penghargaan tidak hanya berguna bagi anggota organisasi untuk memenuhi kebutuhan pokoknya, tetapi juga diperlukan untuk mewujudkan kebutuhankebutuhan pada jenjang yang lebih tinggi. Berdasarkan teori Maslow dalam Luthan (2008:170), secara hirarkis, kebutuhan manusia tersusun atas kebutuhan dasar (basic needs), kebutuhan keamanan (security needs), kebutuhan sosial (social needs), kebutuhan kehormatan (esteem needs) dan kebutuhan aktualisasi diri (self actualization). Hal itu dapat dipahami karena penghargaan memiliki cakupan luas yang tidak hanya terbatas dalam bentuk ekstrinsik, tetapi juga dalam bentuk intrinsik. Ditegaskan oleh Schermerhorn (2010:131) bahwa Intrinsic rewards are positively valued work outcomes that the individual receives directly as a result of task performance; they do not require the participation of another person or source. Extrinsic rewards are positively valued work outcomes that are given to an individual or group by some other person or source in the work setting. Menurutnya penghargaan intrinsik merupakan hasil kerja yang dinilai positif yang diterima individu secara langsung sebagai hasil dari penyelesaian tugas; ini muncul dari dalam diri individu yang bersangkutan sehingga tidak perlu ada stimulus dari orang lain. Penghargaan ekstrinsik merupakan hasil kerja individu atau kelompok yang dinilai positif oleh orang lain di tempat kerja. Penghargaan dalam bentuk ekstrinsik seperti gaji dan insentif berfungsi memenuhi
kebutuhan-kebutuhan fisik, sedangkan imbalan intrinsik berguna untuk memuaskan kebutuhan-kebutuhan yang bersifat psikologis, misalnya kebutuhan rasa hormat, kebutuhan sosial dan kebutuhan aktualisasi diri. Penghargaan ekstrinsik yang dapat meningkatkan efikasi diri kepala sekolah, antara lain pemberian gaji sesuai UMR/ sesuai dengan gaji yang diterima kepala sekolah-kepala sekolah negeri, pemberian insentif yang diberikan jika kepala sekolah bekerja di luar jam kerja, adanya peluang untuk dipromosikan menjadi pengurus yayasan, serta adanya apresiasi dari yayasan memunculkan komitmen kepala sekolah untuk mencapai target yang telah dibuat, pantang menyerah, dan membuat target yang lebih tinggi untuk kemajuan sekolah. Sedangkan penghargaan intrinsik yang dapat meningkatkan efikasi diri kepala sekolah antara lain: adanya rasa tanggung jawab dengan tidak menunda pekerjaan yang harus diselesaikan, adanya otonomi sebagai kepala sekolah, dan adanya kebanggaan atas capaian prestasi kepala sekolah akan meningkatkan kepercayaan diri kepala sekolah, di samping kepala sekolah bersemangat meningkatkan kemampuan diri, dan melaksanakan pekerjaan tanpa banyak mengeluh. Oleh karenanya, penghargaan intrinsik yang merupakan kepuasan pribadi yang diterimanya dalam proses menjalankan pekerjaan sebagai kepala sekolah perlu terus dipupuk karena hal inilah yang dapat membantu memenuhi kebutuhannya hingga level tertinggi. Schunk (2008:261) mempertegas adanya keterkaitan penghargaan dengan efikasi diri. Dikemukakan bahwa Every rewards have the potential to control and to inform. Rewards control behavior when they are given contingent on individuals accomplishing a given task or performing at a certain level. Rewards also convey
© 2015 Manajemen Pendidikan, Program Pascasarjana UNJ
1047 1047
Jurnal Ilmiah Educational Management Volume 6 Nomor 1 Desember 2015
information about one’s skills or competence when they are linked to actual performance or progress. When people derive such performance information from rewards they feel efficacious and experience self-determination. Penjelasan ini memberikan makna bahwa setiap penghargaan memiliki potensipotensi untuk mengontrol dan menyampaikan informasi. Penghargaan mengontrol perilaku ketika ditujukan pada individu yang menyelesaikan tugas tertentu atau bekerja di tingkat tertentu. Penghargaan juga menyampaikan informasi tentang keahlian atau kemampuan seseorang ketika dihubungkan dengan kinerja atau kemajuan. Ketika orang memperoleh informasi kerja dari penghargaan, orang tersebut merasakan efikasi diri. KESIMPULAN Dari pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan: pertama, kualitas kehidupan kerja berpengaruh langsung positif terhadap efektivitas manajerial. Artinya kualitas kehidupan kerja yang baik dapat menyebabkan meningkatnya efektifitas manajerial kepala sekolah. Kedua, penghargaan berpengaruh langsung positif terhadap efektivitas manajerial. Artinya pemberian penghargaan yang tepat dapat menyebankan meningkatnya ketepatan dalam penegelolaan sekolah oleh kepala sekolah. Ketiga, efikasi diri berpengaruh langsung positif terhadap efektivitas manajerial. Artinya keyakinan disi seorang kepala sekolah, menyebabkan meningkatnya efektifitas manajerial kepala sekolah di sekolah. Keempat, kualitas kehidupan kerja berpengaruh langsung positif terhadap efikasi diri. Artinya kualitas kehidupan kerja yang kondusif, menyebabkan tingginya efikasi diri.
Kelima, penghargaan berpengaruh langsung positif terhadap efikasi diri. Artinya penghargaan yang sesuai dengan kebutuhan kepala sekolah, mengakibatkan tingginya efikasi diri. Dari hasil penelitian ini dapat disarankan: pertama, Suku Dinas Pendidikan Menengah Jakarta Timur diharapkan mensosialisasikan kepada para yayasan bahwa dalam pemiihan kepala sekolah sebaiknya mengikuti prosedur-prosedur yang sudah ditetapkan oleh pemerintah. Kedua, untuk ketua yayasan perlu memberikan aturan kerja yang jelas bagi kepala sekolah, seperti: adanya pedoman kerja kepala sekolah, melakukan fit and proper test, pembatasan masa kerja serta adanya kejelasan jenjang karir. Ketiga, kepala sekolah lebih adaptif dalam merespon perubahan yang ada. Kepala sekolah harus mampu mengimbangi perubahan dalam pendidikan yang begitu dinamis dan mengelola perubahan yang ada untuk meningkatkan kualitas sekolah. DAFTAR PUSTAKA Armstrong, Michael. Armstrong’s Handbook of Human Resource Management Practice. USA: Kogan Page, 2009. Boddy,
David. Management: an introduction. England: Pearson Education, 2012.
Certo, Samuel C. and S. Trevis Certo, Modern Management: Concepts and Skills. New Jersey: Prentice Hall, 2012. Cummings, Thomas G. and Christopher G. Worley, Organization Development and Change. Ohio: South-Western, 2005.
© 2015 Manajemen Pendidikan, Program Pascasarjana UNJ
1048 1048
Jurnal Ilmiah Educational Management Volume 6 Nomor 1 Desember 2015
Daft, Richard L. and Dorothy Marcic, Understanding Management. USA: Cengage Learning, 2009. George, Jennifer M. and Gareth R. Jones. Understanding And Managing Organizational Behavior, Sixth Edition. New Jersey: Pearson Prentice Hall, 2012.
Lourie J Mullins. 2005. Management and Organizational Behavior. seventh Edition Edinburgh Pearson Education Limited. Luthans, Fred. Organizational Behavior. Twelfth Edition. New York : McGraw Hill, 2008. Reddin,
W.J. 2001. Managerial Effectiveness, McGraw-Hill, New York.
Richard Ivancevich, John M. Human Resource Management. New York: McGraw Hill, 2007.
Gorton. 1977. School Administration, Challenge and Opportunity for Leadership, Seventh Printing. Iowa: Wm.C. Brown Company Publishers.
Ivancevich, Konopaske, dan Matteson, Organizational Behavior and Management – Ninth Edition. New York : McGraw-Hill, 2011.
Richard L. Daft 2010. New Era of Management, diterjemahkan oleh T.M. Karnita Jakarta: Salemba Empat.
Jerald
Robbins, Stephen P. and Timothy A. Judge. Organizational Behavior. New Jersey: Pearson Prentice Hall, 2012
Gibson, James L. et al, Organizational: Behavior, Structure and Processes. New York : McGraw Hill, 2012.
John
Greenberg. 1988. Equity and Workplace Status: A Field Expreriment, Journal of Applied Psychology. M.
Ivancevich, R Konopaske,M T.Matteson. 2005. Organizational Behavior and Management, Seventh Edition McGraw-Hill Companies.
John W. Newstroom. 2007. Organizational Behavior : Human behavior at work, twelfth edition. New York : McGraw-Hill. Kreitner, Robert and Angelo Kinicki, Organizational Behavior. New York: McGraw-Hill, 2007. Locke, Edwin A. and Gary P. Latham. New Developments In Goal Setting and Task Performance (New York: Routledge, 2013.
Schermerhorn, John R. Organizational Behavior. USA:John Wiley and Sons, Inc, 2010. Stephen P. Robbins, dan Timothy A Judge. 2009. Organizational Behavior, 13th edition, Pearson International Edition. Pearson Prentice Hall. Steven Douglas Brown, Robert William Lent. 2005. Career Development and Counseling Putting Theory and Research to work. New York, Wiley judge TA, Heller D & Mount MK T.A.Beehr and J.E.Newman. 2005. Job Stress Employee Health, and Organizational Effectiveness. Winter.
© 2015 Manajemen Pendidikan, Program Pascasarjana UNJ
1049 1049