Jurnal Ilmiah Educational Management Volume 7 Nomor 1 Desember 2016
PENGARUH PELATIHAN, INTEGRITAS, DAN EFIKASI DIRI TERHADAP EFEKTIVITAS MANAJERIAL KEPALA SEKOLAH DASAR NEGERI DI PROVINSI DKI JAKARTA HARYANTO* Abstract This research aims to analyze the impact of training, integrity, and self eficacy on the managerial effectiveness of the head of state primary school of Jakarta Provincial Education Office. The survey was conducted in this study with 75 samples of state primary school with random sampling technique. The data were processed with path analysis. The results showed that: (1) training effects positive directly on the managerial effectiveness. (2) Integrity effects positive directly on the managerial effectiveness. (3) Self Eficacy effects positive directly on the managerial effectiveness. (4) Training effects positive directly on Self-efficacy. (5) Integrity effects positive directly on Self-efficacy. (6) Training effects positive directly on Integrity. Based on the findings it can be concluded that in order to improve the managerial effectiveness, it should be increased the teacher’s training, integrity, and Self-efficacy. And to improve the Self-efficacy, it should be increased the teasher’s training and integrity. Keywords: training, integrity, Self-efficacy, the managerial effectiveness. PENDAHULUAN 8 Kualitas pendidikan di Indonesia secara umum dapat dikatakan belum memuaskan. Banyak faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya kualitas pendidikan, diantaranya adalah efektivitas manajerial kepala sekolah. Untuk mewujudkan pendidikan yang berkualitas, maka sekolah memerlukan seorang kepala sekolah sebagai manajer, yang dapat mengelola secara terencana, terarah, dan berkelanjutan. Dalam realitasnya, efektivitas manajerial kepala sekolah ternyata masih rendah, disamping kompetensi supervisi yang juga masih rendah. Hal ini beralasan karena hasil Uji Kompetensi Kepala Sekolah (UKKS) Tahun 2015, yang dilaksanakan Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan (LPMP) Provinsi DKI Jakarta belum menunjukkan hasil yang memuaskan. Data Dinas Pendidikan DKI Jakarta menunjukkan rata-rata nilai UKKS Kepala Sekolah Dasar (SD) 50,58 dengan peserta 2.238 Widyaiswara BADIKLAT DKI Jakarta
orang. Dengan rincian: yang memperoleh nilai 75 – 85 sebanyak 6 orang = 0,26%, nilai 65 – 74 sebanyak 155 orang = 6,93%, nilai 50–64 sebanyak 1076 orang = 48,08%, dan nilai kurang dari 50 sebanyak 1001 orang = 44,73% dan dinyatakan tidk lulus. (Sumber: http://disdik.jakarta. go.id/index.php/ Diakses 7 September 2015). Ada 1001 (44,73%) dari 2238 kepala sekolah SD di Provinsi DKI Jakarta yang tidak lulus Uji Kompetensi Kepala Sekolah (UKKS). Artinya, hampir separuh kepala sekolah SD di Provinsi DKI Jakarta yang tidak kompeten. Berdasarkan data di atas menunjukkan bahwa ada masalah dengan kompetensi kepala sekolah. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa hampir separuh kepala sekolah SD di Provinsi DKI Jakarta ada persoalan mendasar terkait dengan kompetensi manajerialnya. Lemahnya kompetensi manajerial kepala sekolah mengindikasikan bahwa ada masalah dengan efektivitas manajerial kepala sekolah, sehingga dapat mengakibatkan
© 2016 Manajemen Pendidikan, Program Pascasarjana UNJ
1246
Jurnal Ilmiah Educational Management Volume 7 Nomor 1 Desember 2016
manajemen sekolah yang dilakukannya belum optimal, yang berdampak langsung pada sulitnya mewujudkan peningkatan mutu pendidikan di sekolah dasar negeri di Provinsi DKI Jakarta. Hal ini dapat dilihat pada data Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta per tanggal 11 Juni 2015, yakni hasil rata-rata nilai Ujian Nasional Sekolah Dasar Negeri di bawah 6,0 sebanyak 267 SD. Disamping masalah tersebut, hasil wawancara peneliti dengan beberapa pengawas TK/SD di Provinsi DKI Jakarta menyatakan bahwa terdapat beberapa fenomena terkait dengan efektivitas manajerial kepala sekolah antara lain: adanya kepala sekolah yang tidak menguasai teknologi informasi (IT), sehingga mengalami kesulitan menggunakan media berbasis IT, yang berdampak pada ketidakpercayaan diri kepala sekolah dalam melaksanakan tugastugas manajerial sekolah, sehingga menjadi kurang optimal. Peningkatan mutu pendidikan memang tidak terjadi di kantor Dinas Pendidikan, kantor Suku Dinas Pendidikan, atau ruang kepala sekolah, tetapi dalam proses pembelajaran di dalam kelas dengan guru sebagai ujung tombaknya. Dan untuk mewujudkan proses pembelajaran yang berkualitas, mutlak diperlukan efektivitas manajerial sekolah. Namun untuk mencapai efektivitas manajerial sekolah tidaklah mudah. Banyak faktor yang mempengaruhi efektivitas manajerial sekolah, Townsend menyebutkan sebagai berikut: kepemimpinan (kompetensi sebagai hasil pelatihan dan integritas), efikasi diri kepala sekolah, keterlibatan stakeholders, alokasi sumber dana, implementasi kurikulum, lingkungan, iklim, dan budaya sekolah, serta komunikasi. Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa kepemimpinan (sebagai hasil pelatihan dan integritas) memungkinkan menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi kompetensi
manajerial kepala sekolah. Dengan kata lain bahwa pelatihan dan integritas kepala sekolah memungkinkan mempengaruhi efektivitas manajerial kepala sekolah. Terkait dengan pelatihan, Schermerhorn, Hunt, dan Osborn (2005, 184) menyatakan bahwa pelatihan pegawai merupakan serangkaian kegiatan yang memberikan kesempatan diri kepada pegawai untuk memperoleh dan meningkatkan keterampilan kerja terkait. Dengan demikian, setelah kepala sekolah mengikuti pelatihan diharapkan mendapatkan keterampilan kerja sesuai dengan materi pelatihan setelah dirinya mengikuti pelatihan. Melalui pelatihan yang diikutinya, diharapkan kepala sekolah dapat meningkatkan efektivitas manajerialnya. Faktor lain yang juga mempengaruhi efektivitas manajerial kepala sekolah menurut Townsent yaitu integritas. Terkait dengan integritas, Schermerhorn, Hunt, and Osborn (2012, 11) menyatakan bahwa integritas meliputi bertindak jujur, kredibel, dan konsistensi. Hal ini ditampilkan ketika ia bertindak dengan cara yang selalu jujur dan kredibel, dan konsisten dalam menempatkan nilai-nilai dalam praktik dan sejauh mana kepala sekolah selaku pemimpin melakukan apa yang ia katakan akan ia lakukan. Kepala sekolah selaku pemimpin mungkin jujur dan memiliki niat baik, tetapi jika mereka tidak konsisten memenuhi janji mereka, tidak akan dipercaya. Terkait hal tersebut di atas, dalam realitasnya sering ditemukan, guru maupun siswa tidak mematuhi perintah kepala sekolah, karena yang ia lihat dan rasakan, ternyata kepala sekolah kurang atau tidak konsisten dengan apa yang sudah diucapkan atau diputuskannya, sehingga mereka menjadi tidak percaya, bahkan sering membangkang, walau dengan cara-cara yang tidak tampak secara langsung. Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa integritas merupakan salah satu
© 2016 Manajemen Pendidikan, Program Pascasarjana UNJ
1247
Jurnal Ilmiah Educational Management Volume 7 Nomor 1 Desember 2016
faktor yang mempengaruhi efektivitas manajerial kepala sekolah. Disamping kedua faktor tersebut di atas, efikasi diri juga merupakan faktor yang turut mempengaruhi efektivitas manajerial kepala sekolah. George dan Jones (2012: 141) mengemukakan bahwa efikasi diri adalah keyakinan seseorang tentang kemarnpuannya untuk melaksanakan suatu tugas tertentu dengan berhasil. Menurut Bandura tanpa efikasi diri yang baik, orang cenderung gagal menunjukkan kinerjanya secara optimal meskipun mereka memiliki pengetahuan yang baik tentang apa yang perlu dilakukan dan keahlian yang diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut. Dari uraian tersebut di atas, terlihat bahwa pelatihan, integritas dan efikasi diri kepala sekolah merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas manajerial kepala sekolah, di samping faktor lainnya. Istilah efektivitas berasal dari bahasa Inggris “effectiveness”. Efektivitas merupakan tingkat dimana serangkaian kegiatan dapat memenuhi tujuan dan fungsi yang diinginkan. Chuck Williams (2008: 5) menyatakan, ”Effectiveness is accomplishing tasks that help fulfill organizational objectives.” Efektivitas adalah menyelesaikan tugas-tugas yang membantu memenuhi tujuan organisasi. Dengan demikian, efektivitas menunjukkan penyelesaian tugas yang berkaitan dengan pencapaian tujuan organisasi. Sedangkan, Ivancevich, Konopaske, dan Matteson (2011: 24) menyatakan, “Effectivenes refers to the optimal relationship among five components: production, efficiency, satisfaction, adaptiveness, and development.” Efektivitas mengacu pada hubungan yang optimal antara lima komponen: produksi, efisiensi, kepuasan, kemampuan beradaptasi, dan pengembangan. Dengan demikian, organisasi mencapai efektivitas ditunjukkan oleh adanya produk yang bagus, adanya efisiensi, menghasilkan
kepuasan, ditunjang oleh kemampuan beradaptasi, dan ada upaya pengembangan. Pendapat senada disampaikan oleh Gibson et al., (2002: 37-38) terdapat lima kriteria efektivitas, sebagai berikut; “(1) production, (2) efficiency, (3) satisfaction; (4) adaptiveness, and (5) development.” Lebih lanjut diuraikan sebagai berikut. Production menitikberatkan pada kemampuan organisasi untuk menghasilkan kuantitas dan kualitas output sesuai dengan permintaan lingkungan. Efficiency merujuk pada rasio ouput terhadap input, mengukur pemanfaatan secara optimal berbagai sumber daya yang terbatas. Satisfaction berkenaan dengan kepuasan dalam memenuhi beragam program kebutuhan anggota. Adaptiveness merupakan tingkat kemampuan organisasi dalam menyesuaikan diri dengan perubahan internal dan eksternal. Development mengacu kepada pengembangan organisasi dalam menyesuaikan diri dengan perubahan internal dan eksternal. Efektivitas menurut Bovie et.al., (2002:10), merujuk suatu keadaan dimana peralatan, metode, dan sumber daya digunakan dengan cara yang tepat untuk mencapai tujuan. Efektivitas manajerial (managerial effectiveness) lebih menekankan pada pengertian dari segi proses yaitu kegiatan manajerial sumber daya yang tersedia dengan cara-cara yang benar dalam rangka mencapai tujuan organisasi. Laurie J. Mullins (2005: 260) menyatakan: efektivitas manajerial berkaitan dengan ‘ketepatan’, dan berhubungan dengan output dari pekerjaan dan apa yang manajer benar-benar mencapai. Dengan demikian efektivitas manajerial terletak pada ketepatan seorang manajer untuk memanfaatkan semaksimal mungkin berbagai sumber daya yang tersedia untuk mencapai tujuan. Banyak faktor yang mempengaruhi efektivitas manajerial sekolah Tony Townsend (1994: 53) menyebutkan adalah sebagai berikut: kepemimpinan
© 2016 Manajemen Pendidikan, Program Pascasarjana UNJ
1248
Jurnal Ilmiah Educational Management Volume 7 Nomor 1 Desember 2016
(kompetensi sebagai hasil pelatihan dan integritas), efikasi diri kepala sekolah, keterlibatan stakeholders, alokasi sumber dana, implementasi kurikulum, lingkungan, iklim dan budaya sekolah, serta komunikasi. Pelatihan pada dasarnya adalah suatu proses memberikan bantuan kepada para pegawai untuk menguasai keterampilan khusus atau membantu untuk memperbaiki kekurangan dalam melaksanakan tugas pekerjaannya. Sebagaimana dinyatakan oleh Schermerhorn, Hunt, dan Osborn (2005:184) sebagai berikut; pelatihan merupakan serangkaian kegiatan yang memberikan kesempatan kepada para pegawai untuk memperoleh dan meningkatkan keterampilan kerjanya dalam mengelola organisasi. Dengan demikian, pegawai diharapkan mendapatkan keterampilan kerja sesuai dengan materi pelatihan setelah mengikuti pelatihan. Terkait dengan pelatihan John M. Ivancevich (2010: 394), menyatakan bahwa pelatihan pegawai merupakan usaha untuk meningkatkan kinerja pegawai dalam pekerjaannya sekarang atau dalam pekerjaan lain yang akan dijabatnya segera. Pendapat senada disampikan Dessler (2004: 216) bahwa pelatihan pegawai adalah proses mengajarkan pegawai baru atau yang ada sekarang, keterampilan dasar yang mereka butuhkan untuk menjalankan pekerjaan mereka. Dengan demikian, pelatihan merupakan salah satu usaha dalam meningkatkan mutu sumber daya manusia dalam dunia kerja. Pendapat tersebut senada dengan pendapat Greenberg dan Baron (2003: 61) yang menyatakan, bahwa pelatihan pegawai adalah proses dimana orang secara sistematis memperoleh dan meningkatkan keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan untuk memperbaiki kinerja mereka. Pelatihan terkait dengan keterampilan dan kemampuan yang diperlukan untuk
pekerjaan yang sekarang dilakukan. Pelatihan berorientasi ke masa sekarang dan membantu pegawai untuk menguasai keterampilan dan kemampuan (kompetensi) yang spesifik untuk berhasil dalam tugasnya. Hal ini juga sesuai dengan pendapat George dan Jones (2005: 60) yang menyatakan bahwa pelatihan mengacu pada pemeliharaan aspek kemampuan. Pelatihan dengan cara yang efektif dapat meningkatkan kemampuan pegawai. Selanjutnya, Gultom (2013: 2) berpendapat bahwa tujuan pelatihan kepala sekolah yaitu setelah mengikuti pelatihan, kepala sekolah memiliki kompetensi yang meliputi ruang lingkup; (1) pembangunan budaya sekolah, (2) penerapan manajemen perubahan, dan (3) kepemimpinan pembelajaran, dan (4) supervisi pembelajaran. Dengan demikian seoarang pegawai yang dalam hal ini kepala sekolah, yang telah mengikuti pelatihan, ketrampilan dan kemampuannya meningkat, termasuk kemampuan memanajerialnya yang sangat diperlukan dalam mengelola sekolah yang menjadi tanggung-jawabnya. Integritas berasal dari bahasa Inggris “integrity“ yang menurut Henry Cloud, (2006: 31) berarti: kualitas untuk berlaku jujur, dapat dipercaya, tulus, dan bersikap tegas. Integritas juga adalah suatu kondisi yang mengarah kepada keterpaduan, suatu konstruksi yang kuat tidak dapat dipecah atau terbagi-bagi; merupakan satu kesatuan. McShane dan Glinow (2008: 405) menyatakan bahwa integritas mengacu pada kejujuran pemimpin dan kecenderungan untuk menerjemahkan kata-kata dalam perbuatan. Sedangkan, Schermerhorn, Hunt, and Osborn (2005: 38) menyatakan bahwa integritas meliputi bertindak jujur, kredibel, dan konsistensi. Hal ini ditampilkan ketika ia bertindak dengan cara yang selalu jujur dan kredibel, dan konsisten dalam menempatkan nilainilai dalam praktik. Senada dengan pendapat di tersebut, Williams (2008: 349)
© 2016 Manajemen Pendidikan, Program Pascasarjana UNJ
1249
Jurnal Ilmiah Educational Management Volume 7 Nomor 1 Desember 2016
menyatakan bahwa integritas adalah sejauh mana pemimpin melakukan apa yang ia katakan akan ia lakukan. Seorang pemimpin mungkin jujur dan memiliki niat baik, tetapi jika mereka tidak konsisten memenuhi janji mereka, tidak akan dipercaya. Sedangkan Lewicki (2003: 158) berpendapat bahwa integritas merupakan kekuatan personal yang menghasilkan seseorang dapat dipercaya oleh pihak lain sehingga individu tersebut akan dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara efektif. Senada dengan pendapat terebut di atas, George dan Jones (2002: 392) menegaskan integritas ini mutlak dipelihara bagi seorang pegawai, terlebihlebih ia memegang jabatan dalam suatu institusi/lembaga. Dengan demikian integritas mutlak dipelihara bagi seseorang yang menduduki jabatan kepala sekolah yang merupakan amanah atau kepercayaan yang telah mendapat pengesahan yang bersifat legal formal untuk melayani masyarakat sesuai dengan bidang tugas yang telah ditetapkan. Oleh karenanya kepala sekolah sebagai pemimpin/manajer harus memiliki integritas yang baik, agar ia dapat dipercaya dan dipatuhi perintahnya oleh yang dipimpinnya, sehingga tujuan sekolah dapat dicapai dengan optimal. Efikasi diri berkaitan dengan keyakinan seseorang terhadap dirinya sendiri. Kreitner and Kinicki (2010): 128) memberikan definisi bahwa efikasi diri tidak lain dari keyakinan atau kepercayaan diri seseorang mengenai peluangnya untuk berhasil menyelesaikan tugas tertentu yang dipercayakan kepadanya. Di sini terkandung rasa percaya diri untuk dapat menjalankan pekerjaan sampai tuntas. Sependapat dengan Kreitner dan Kinicki, Schemerhorn (2010: 359) menegaskan self-efficacy adalah keyakinan seseorang bahwa dirinya mampu melaksanakan tugas-tugas tertentu. Sesungguhnya konsep efikasi diri (self-efficacy) pertama kali diperkenalkan
oleh seorang psikologi Albert Bandura, sebagai bagian dari teorinya tentang social-cognitif. Seperti dikutip oleh Baron dan Byrne, efikasi diri menurut Bandura adalah evaluasi seseorang terhadap kemampuan atau kompetensinya untuk melakukan sebuah tugas, mencapai tujuan, atau mengatasi hambatan. Selanjutnya Stajkovic dan Luthans (2011: 203) mendefinisikan efikasi diri sebagai keyakinan individu tentang kemampuannya untuk menggerakkan motivasi, sumber daya kognitif, dan berbagai tindakan yang diperlukan untuk berhasil melaksanakan tugas dalam konteks tertentu. Sementara itu Spreitzer dalam Pieter Sahertian (2008:275) mengemukakan bahwa efikasi diri (selfefficacy) adalah keyakinan individu atas kemampuannya untuk melaksanakan aktifitas-aktifitas melalui keahlian yang dimilikinya. Selanjutnya, Ivancevich et.al (2011: 182) menegaskan bahwa self-efficacy berkaitan dengan keyakinan seseorang mengenai kompetensi diri serta kemampuan yang ada dalam diri seseorang dalam menyelesaikan tugas yang diberikan kepadanya. Dengan demikian Tanpa keyakinan dan kemampuan tidak mungkin seseorang dapat menyelesaikan tugas yang diberikan dengan sebaik-baiknya. Oleh karena itu kemauan saja tidak cukup. Pada saat yang sama dibutuhkan kemampuan dan kompetensi untuk mendukung kemauan yang dimiliki individu. Dengan demikian efikasi diri merupakan faktor penting bagi seorang pemimpin/manajer dalam mengelola organisasi yang dipimpinnya. METODE Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pola hubungan pelatihan, integritas, dan efikasi diri terhadap efektivitas manajerial. Penelitian ini dilaksanakan di Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta dari bulan Mei sampai September 2015.
© 2016 Manajemen Pendidikan, Program Pascasarjana UNJ
1250
Jurnal Ilmiah Educational Management Volume 7 Nomor 1 Desember 2016
Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kuantitatif melalui pengujian hipotesis. Metode yang digunakan metode survey, dengan teknik Analisis Jalur (Path Analysis). Studi kausal dilakukan untuk mengkaji atau menganalisis keterkaitan antarvariabel penelitian serta mengukur pengaruh satu variabel terhadap variabel lainnya. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh kepala sekolah dasar negeri di Provinsi DKI Jakarta, sedang polulasi targetnya yakni mereka yang telah mengikuti pelatihan Manajemen Sekolah Dasar yang dilaksanakan oleh Badan Diklat Provinsi DKI Jakarta sejak tahun 2011 sampai dengan tahun 2015, sebanyak 300 orang, dan sampel diambil sebanyak 75 orang. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik Simple Random Sampling. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian sebagai berikut: Pertama, pelatihan berpengaruh langsung positif terhadap efektivitas manajerial. Hal ini ditunjukkan dengan koefisien jalur pelatihan (X1) ke efektivitas manajerial (Y) atau ρy1 sebesar 0,303 signifikan pada α = 0,05 yang berarti koefisien jalur signifikan. Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa Ho ditolak dan H1 diterima sehingga dinyatakan terdapat pengaruh langsung positif pelatihan terhadap efektivitas manajerial. Artinya, setiap kenaikan satu satuan pada variabel eksogen pelatihan akan menyebabkan kenaikan sebesar 0,303 atau 30,3% pada variabel endogen efektivitas manajerial. Kedua, integritas berpengaruh langsung positif terhadap efektivitas manajerial. Hal ini ditunjukkan dengan koefisien jalur integritas (X2) ke efektivitas manajerial (Y) atau ρy2 sebesar 0,381 signifikan pada α = 0,05 yang berarti koefisien jalur signifikan. Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa Ho ditolak dan H1 diterima sehingga dapat dinyatakan terdapat pengaruh langsung positif integritas terhadap efektivitas
manajerial. Artinya, setiap kenaikan satu satuan pada variabel eksogen integritas akan menyebabkan kenaikan sebesar 0,381 atau 38,1% pada variabel endogen efektivitas manajerial. Ketiga, efikasi diri berpengaruh langsung positif terhadap efektivitas manajerial. Hal ini ditunjukkan oleh koefisien jalur efikasi diri (X3) ke efektivitas manajerial (Y) atau ρy3 sebesar 0,333 yang berarti koefisien jalur signifikan. Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa Ho ditolak dan H1 diterima sehingga dapat dinyatakan terdapat pengaruh langsung positif efikasi diri terhadap efektivitas manajerial. Artinya, setiap kenaikan satu satuan pada variabel eksogen efikasi diri akan menyebabkan kenaikan sebesar 0,333 atau 33,3% pada variabel endogen efektivitas manajerial. Keempat, pelatihan berpengaruh langsung positif terhadap efikasi diri. Hal ini ditunjukkan oleh koefisien jalur pelatihan (X1) ke efikasi diri (X3) atau ρ31 sebesar 0,224 signifikan pada α = 0,05 yang berarti koefisien jalur signifikan. Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa Ho ditolak dan H1 diterima sehingga dinyatakan terdapat pengaruh langsung positif pelatihan terhadap efikasi diri. Artinya, setiap kenaikan satu satuan pada variabel eksogen pelatihan (X1) akan menyebabkan kenaikan sebesar 0,224 atau 22,4% pada variabel endogen efikasi diri (X3). Kelima, integritas berpengaruh langsung positif terhadap efikasi diri. Hal ini ditunjukkan oleh koefisien jalur integritas (X2) ke efikasi diri (X3) atau ρ32 sebesar 0,114 signifikan pada α = 0,01 yang berarti koefisien jalur sangat signifikan. Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa Ho ditolak dan H1 diterima sehingga dinyatakan terdapat pengaruh langsung positif integritas terhadap efikasi diri. Artinya, setiap kenaikan satu satuan pada variabel eksogen integritas akan menyebabkan
© 2016 Manajemen Pendidikan, Program Pascasarjana UNJ
1251
Jurnal Ilmiah Educational Management Volume 7 Nomor 1 Desember 2016
kenaikan sebesar 0,114 atau 11,4% pada variabel endogen efikasi diri. Keenam, pelatihan berpengaruh langsung positif terhadap integritas. Hal ini ditunjukkan oleh koefisien jalur pelatihan (X1) ke integritas (X2) atau ρ21 sebesar 0,288 signifikan pada α = 0,01, berarti koefisien jalur sangat signifikan. Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa Ho ditolak dan H1 diterima sehingga dinyatakan terdapat pengaruh langsung positif pelatihan terhadap efikasi diri. Artinya, setiap kenaikan satu satuan pada variabel eksogen pelatihan (X1) akan menyebabkan kenaikan sebesar 0,288 atau 28,8% pada variabel endogen Integritas (X2).
Kepala Sekolah Dasar Negeri di Provinsi DKI Jakarta. Keenam, pelatihan berpengaruh langsung positif terhadap Integritas. Artinya, bertambahnya pelatihan yang diikuti, menyebabkan peningkatan integritas Kepala Sekolah Dasar Negeri di Provinsi DKI Jakarta. Variabel integritas memiliki pengaruh langsung positif paling besar daripada 2 (dua) variabel eksogen lainnya, yaitu pelatihan (X1) dan efikasi diri (X3) terhadap variabel endogen efektivitas manajerial. Begitu pula, variabel Integritas juga memiliki pengaruh langsung positif lebih besar daripada variabel eksogen lainnya, yaitu pelatihan terhadap variabel efikasi diri.
KESIMPULAN Hasil analisis data penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas manajerial Kepala Sekolah Dasar Negeri di Provinsi DKI Jakarta dapat disimpulkan sebagai berikut: Pertama, pelatihan berpengaruh langsung positif terhadap efektivitas manajerial. Artinya, pelatihan menyebabkan meningkatnya efektivitas manajerial Kepala Sekolah Dasar Negeri di Provinsi DKI Jakarta. Kedua, integritas berpengaruh langsung positif terhadap efektivitas manajerial. Artinya, integritas yang tinggi menyebabkan meningkatnya efektivitas menejerial Kepala Sekolah Dasar Negeri di Provinsi DKI Jakarta. Ketiga, efikasi diri berpengaruh langsung positif terhadap efektivitas manajerial. Artinya, efikasi diri tinggi menyebabkan meningkatnya efektivitas manajerial Kepala Sekolah Dasar Negeri di Provinsi DKI Jakarta. Keempat, pelatihan berpengaruh langsung positif terhadap efikasi diri. Artinya, bertambahnya pelatihan, menyebabkan meningkatnya efikasi diri Kepala Sekolah Dasar Negeri di Provinsi DKI Jakarta. Kelima, integritas berpengaruh langsung positif terhadap efikasi diri. Artinya, integritas yang tinggi menyebabkan meningkatnya efikasi diri
DAFTAR PUSTAKA Bovie, et al., Management, New York: McGraw-Hill Inc., 2002. Chuck Williams. Effective Management. United States: Thomson SouthWestern, 2008. Colcuitt,
LePine. dan Wesson. Organizational Behavior, New York: The McGraw-Hill Companies Inc., 2009).
Fred Luthans. Organizational Behavior. Singapore: McGraw-Hill, 2008. ---------- Organizational Behavior. Twelfth Edition, New York: McGraw-Hill Companies, Inc, 2011. Gary Dessler, Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta : PT Index Kelompok Gramedia, 2004. Gibson, James L. et al., Organizations: Behavior, Structure, Process. New York: McGraw-Hill, 2012. Gibson, James L. et al., Organizations: Behavior, Structure, Process. New York: Business Publication Inc., 2012.
© 2016 Manajemen Pendidikan, Program Pascasarjana UNJ
1252
Jurnal Ilmiah Educational Management Volume 7 Nomor 1 Desember 2016
Gultom,
Syawal, Materi Diklat Implementasi Kurikulum 2013 Untuk Kepala Sekolah. Jakarta: Badan PSDMPK-PMP, 2013.
Harvey L. Analytic Quality Glossary: Effectiveness, (http://www. Quality research international.com (Diakses 16 September 2004) Henry Cloud. Integrity;The Courage to Meet the Demand of Rreality, How Six Essential Qualities Determine Your Success in Bussiness. New York: Collins, 2006. Ivancevich, John M., Human Resources Management. New York: McGraw-Hill/Irwin, 2007. Ivancevich, John M., Robert Konopaske dan Michael T Matteson, Organizational Behavior and Management. New York: McGraw Hill, 2011. Jennifer M. George and Gareth R. Jones. Understanding and Managing Organizational Behavior, Sixth Edition. New Jersey: Pearson Education International, 2012. --------- Understanding and Managing Organizational Behavior, Six th Edition. New Jersey: Pearson education International, 2012. --------- Organizational Behavior. New Jersey: Prentice Hall, 2002. Jerald Greenberg and Robert A. Baron. Behavior In Organization, Eighth Edition. New Jersey: Pearson Education International, 2003.
Bien, Organizational Behavior, Twelfth Edition. (New Jersey: John Wiley & Son, Inc., 2012). John R. Schermerhorn, Jr., James Hunt, and Richard N. Osborn. Organizational Behavior, Ninth Edition, New Jersey: John Wiley & Son, Inc., 2005. John R. Schermerhorn. Introduction to Management. Asia: John Wiley and Sons Inc, 2010. John
W Santrock, Educational Psychology, thirth Edition, New York: McGraw Hill, 2008
L. Mathis, Robert dan John H. Jackson. Human Resource Management, South-Western Cengage Learning, 2011. Pieter Sahertian, “Perilaku Kepemimpinan Berorientasi Hubungan Sebagai Anteseden, Self-Efficacy dan Organizational Citizenship Behavior”, Jurnal Keuangan dan Perbankan, Vol.12, No.2 Mei 2008. P. Robbins, Stephen, dan Timothy Judge, Organizational Behavior, Education Prentice Hall, New Yersey, 2013. ---------, Organizational Behavior, Education International; Prentice Hall, New Yersey, 2011. Robert Kreitner and Angelo Kinicki. Organisation Behavior, Ninth Edition, New York: McGraw – Hill, 2010. Tony Townsend. Effective Schooling for the Community. (New York: Routledge, 2002).
John R. Schermerhorn, Jr., James Hunt, Richard N. Osborn, and Uhl. © 2016 Manajemen Pendidikan, Program Pascasarjana UNJ
1253