PENGARUH KONSELING TERHADAP KECERDASAN EMOSI DAN DEPRESI LANSIA DI POSYANDU LANSIA KEMUNING KECAMATAN NGARGOYOSO KABUPATEN KARANGANYAR
TESIS
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister
Disusun oleh : RETNO SAWARTUTI NIM: S520908010
PELAYANAN PROFESI KEDOKTERAN PROGRAM STUDI MAGISTER KEDOKTERAN KELUARGA POGRAM PASCASARJANA UNS 2010
PENGARUH KONSELING TERHADAP KECERDASAN EMOSI DAN DEPRESI LANSIA DI POSYANDU LANSIA KEMUNING KECAMATAN NGARGOYOSO KABUPATEN KARANGANYAR
Disusun oleh : Retno Sawartuti NIM : S520908010
Telah disetujui oleh Tim Pembimbing :
Tanda tangan :
Pembimbing I : Prof. DR. Dr. Aris Sudyanto, SpKj(K) NIP. 195001311976031001
Pembimbing II : DR. dr. Muchsin Doewes, MARS NIP. 194805311976031001
Ketua Program Studi KedokteranKeluarga :
Prof. Dr.dr. Didik Tamtomo, MM., M.Kes., PAK NIP. 194803131976101001 iii
PENGARUH KONSELING TERHADAP KECERDASAN EMOSI DAN DEPRESI LANSIA DI POSYANDU LANSIA KEMUNING KECAMATAN NGARGOYOSO KABUPATEN KARANGANYAR Yang dipersiapapkan dan disusun oleh: RETNO SAWARTUTI S520908010 Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji Pada tanggal.....................2010 dan dinyatakan telah memenuhi syarat
Dewan Penguji: Jabatan Ketua
Nama
Tanda tangan
Prof.Dr.Didik Tamtomo,dr.,MM.,M.Kes.,PAK NIP. 194803131976101001
Sekretaris Prof.Dr.Bhisma Murti,MPH.,M.Sc.,Ph.D NIP. 195510211994121001 Anggota
Anggota
tgl
____________ _____
_____________ _____
Prof. DR. Aris Sudyanto,dr., SpKj(K) NIP.19500131197603100
_____________ ____
Dr.Muchsin Doewes,dr.,AIFO NIP. 194805311976031001
___________ ______
Mengetahui
Surakarta,.......................2010
Direktur Program Pasca Sarjana
Ketua Progra Studi
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Magister Kedokteran Keluarga
Prof.Drs.Suranto ,M.Sc, PhD NIP. 195708201985031004
Prof. Dr.dr. Didik Tamtomo, MM., M.Kes., PAK NIP. 194803131976101001 iv
PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama
: RETNO SAWARTUTI
NIM
: S520908010
Menyatakan dengan sesungghnya bahwa thesis saya yang berjudul: PENGARUH KONSELING TERHADAP KECERDASAN EMOSI DAN DEPRESI LANSIA DI POSYANDU LANSIA KEMUNING KECAMATAN NGARGOYOSO KABUPATEN KARANGANYAR. Tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali naskah dalam daftar pustaka.
Surakarta, 10 April 2010
(RETNO SAWARTUTI)
v
MOTTO
“ Kepuasan terletak pada usaha hasil. Berusaha dengan keras adalah
kemenangan yang hakiki” (Mahatma Ghandi)
Sukses berasal dari keputusan yang baik. Keputusan yang baik berasal dari pengalaman (Arthur Jones) “Beri saya seorang pegawai gudang yang punya cita cita dan saya akan memberi Anda seseorang yang mengukir sejarah. Beri saya seseorang tanpa cita cita dan saya akan memberi Anda seorang pegawai gudang” (James Cash Penney)
vi
PERSEMBAHAN
Dengan segenap cinta, kasih, sayang, serta do’a karya sederhana ini penulispersembahkan untuk: Ayah dan Ibu tercinta yang senantiasa memberikan kasih, sayang, dan do’a restunya kepada penulis serta berkorban dalam mengasuh, membimbing dan mengenalkan arti hidup. vii
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur penyusun panjatkan kepada Allah SWT, atas petunjuk dan rahmat yang diberikan, sehingga penulis dapat menyelesaikan
penelitian yang
berjudul :
“PENGARUH KONSELING TERHADAP KECERDASAN EMOSI DAN DEPRESI PADA LANSIA DI POSYANDU LANSIA KEMUNING KECAMATAN NGARGOYOSO KABUPATEN KARANGANYAR ”.
Adapun maksud dari penyusunan penelitian ini magister pada
untuk mencapai derajat
pelayanan profesi kedokteran program studi magister kedokteran
keluarga pasca sarjana universitas sebelas maret surakarta. Terselesaikannya penelitian tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Prof. Dr.dr. M. Syamsulhadi, SpKj(K) selaku rektor Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Prof. Drs. Suranto, M.Sc. PhD, sebagai direktur program pasca sarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta. 3. Prof .Dr.dr. Didik Tamtomo, MM., M.kes.,PAK sebagai Ketua Program Pasca Sarjana vii
4. Prof. DR. Dr. Aris Sudyanto, SpKj(K) sebagai Pembimbing pertam 5. DR. dr. Muchsin Doewes, MARS, sebagai Pembimbing kedua 6. Prof. Bhisma Murti,dr.,M.Sc.,MPH.,Ph.D sebagai penguji 7. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan proposal penelitian ini yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu.
Oleh karena terbatasnya waktu dan kemampuan, penyusun mohon kritik dan saran yang membangun guna tercapainya kesempurnaan laporanp Penelitian ini.
Akhirnya, penyusun berharap semoga laporan penelitian ini bermanfaat bagi kita semua. .
Surakarta, Pebruari 2010
Penyusun
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN HALAMAN SAMPUL................................................................................
i
HALAMAN JUDUL………………………………………………………
ii
HALAMAN PERSETUJUAN......................…………………………......
iii
HALAMAN PENGESAHAN.....................................................................
iv
HALAMAN PERNYATAAN.....................................................................
v
HALAMAN MOTTO..................................................................................
vi
HALAMAN PERSEMBAHAN...................................................................
vii
KATA PENGANTAR…………………………………………………….
viii
DAFTAR ISI………………………………………………………………
x
DAFTAR TABEL…………………………………………………………
xiv
DAFTAR GAMBAR...……………………………………………………
xvi
DAFTAR LAMPIRAN................................................................................
xvii
ABSTRAK..………………………………………………………………
xviii
BAB I. PENDAHULUAN…………………………………………………
1
A. Latar Belakang………………………………………………….
1
B. Rumusan Masalah………………………………………………
4
C. Tujuan Penelitian……………………………………………….
4
D. Manfaat Penelitian………………………………………………
4
x
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA…………………………………………..
6
A. Tinjauan Umum.....……………………………………………...
6
1. Konseling........................................................................................
6
a. Pengertian, Perumusan dan tujuan konseling……………. ........
6
b. Siapa saja yang membutuhkan konseling.................................
10
c. Tahapan Konseling.............................................................
11
d. Pedoman Konseling.................................................................
11
e. Teknik Konseling.....................................................................
12
f. Konseling Pada Lanjut Usia...................................................
15
2. Kecerdasan Emosi…………......……………………………
17
3. Depresi.........……………………………………………..
19
a. Pengertian Depresi.................................................................
19
b. Gejala Depresi..........................................................................
20
c. Diagnosis Depresi.....................................................................
21
d. Pengukuran depresi...................................................................
24
4. Usia Lanjut..................................................................................
26
a. Pengertian ...................…………………………………..
26
b. Epidemiologi........................................................................ c. Depresi Lanjut Usia.................................................................
. 27 28
B. Kerangka Konsep……………….....………………...............
35
C. Hipotesis............................................................…......................
36
xi
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN……………………...................
37
A. Lokasi penelitian……………………..........................…….
37
B. Desain Penelitian……………………....……………
37
C. Populasi dan Sampel Penelitian……………………………
37
D. Identifikasi Variabel Penelitian.………………...................
38
E. Definisi Operasional Variabel…………………………..
39
F. Validitas dan Reliabilitas……………………………….
43
G. Bagan Penelitian………………………………………..
47
H. Desain Analisis Statistik…………………………………
48
I. Jadwal Kegiatan Penelitian……….…………………..
49
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Persiapan Penelitian ...............................................................
50
1. Orentasi kancah penelitian ................................................ .....
50
2. Persiapan alat pengumpul data .................................... ............
53
3. Pelaksanaan uji coba .......................................... ....................
56
4. Perhitungan validitas dan reliabilitas .......................................
57
5. Penyusunan alat ukur untuk penelitian .....................................
60
B. Pelaksanaan Penelitian ..................................................................
61
1. Penentuan subjek penelitian ........................................ ............
61
2. Melakukan pengumpulan data tahap pertama............................
62
3. Melakukan konseling.................................................. .........
62
4. Melakukan pengumpulan data tahap kedua..........................
63
xii
5. Pelaksanaan skoring................................................................. C. Uji Asumsi ................................................................................... 1. Uji homogenitas........................................................................
63 64 64
D.Hasil Penelitian dan Analisa Data .................................................
65
1. Hasil Penelitian..........................................................................
65
2. Analisa data…………..................................………………......
72
E. Pembahasan..............................................................................
74
F. Keterbatasan............................................................................
82
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan .............................................................................. .....
86
B. Implikasi..................................................................................... ..
86
B. Saran ............................................................................................
87
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………….
88
LAMPIRAN-LAMPIRAN…………………………………………...................
89
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Blue print skala kecerdasan emosi sebelum penelitian………………… 55 Tabel 2. Skala Depresi Geriatrik sebelum penelitian…………………………….
56
Tabel.3 Hasil uji validitas dan reliabilitas kuesioner kecerdasan emosi…………. 57 Tabel 4. Skala kecerdasan emosi yang valid dan yang gugur..................................
59
Tabel.5. Hasil Uji validitas dan reliabilitas skala depresi Geriatrik........................ .. 60 Tabel 6. Skala depresi Geriatrik yang valid dan yang gugur.................................... 61 Tabel 7 Susunan Aitem Skala Kecerdasan Emosi Untuk Penelitiandengan nomor urut baru...................................................................................................... 61 Tabel.8. Hasil uji homogenitas dengan independent sample t test untuk kecerdasan emosi....................................................................................... 65 Tabel. 9. Hasil uji homogenitas dengan independent sample t test untuk depresi............................................................................................................. 65 Tabel 10. Distrbusi usia lanjut menurut umur.......................................................... 66 Tabel 11. Distribusi usia lanjut menurut jenis kelamin............................................ 68 Tabel 12. Distribusi usia lanjut menurut status perkawinan..................................... 69 Tabel 13. Distribusi usia lanjut menurut pekerjaan................................................... 70 Tabel 14. Distribusi kecerdasan emosi usia lanjut sebelum konseling...................... 71 Tabel 15. Distribusi Depresi usia lanjut sbelum konseling....................................... ..71 Tabel 16. Distribusi Kecerdasan emosi usia lanjut setelah konseling...................
72
Tabel 17. Distribusi Depresi usia lanjut setelah konseling...................................
72
xiv
Tabel 18. Hasil analisa uji T independentpengaruh konseling terhadap kecerdasan Emosi...................................................................................................... 73 Tabel 19. Hasil analisa uji T independent pengaruh konseling terhadap depresi....................................................................................................... 73 Tabel 20. Hasil Analisis Regresi Kecerdasan Emosi Lansia...................................
74
Tabel 21.. Hasil analisis Regresi Depresi Lansia…………….…………………… 75
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Histogram Usia Lanjut Menurut Umur………………………………
67
Gambar 2. Histogram Usia Lanjut Menurut Jenis Kelamin.................................. 68 Gambar 3. Histogram Usia Lanjut Menurut Status Perkawinan............................
69
Gambar 4. Histogram usia lanjut menurut pekerjaan.............................................. 60 Gambar.5. Boxspot kecerdasan emosi kelompok penelitian dan kelompok kontrol sebelum konseling……………………………………………
78
Gambar 6. Boxspot kecerdasan emosi lansia kelompok kontrol dan kelompok penelitian sesudah konseling.................................................................
79
Gambar 7. Perbandingan perbaikan depresi antara problem solving terapi dengan terapi konvensional ( oxman,et al,2008)...................................
xvi
81
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Kuesioner Kecerdasan Emosi dan skala Depresi Geriatrik Lampiran 2.Status Konseling Klien Lampiran 3.Hasil Uji Validitas Kuesioner Kecerdasan Emosi Lampiran 4.Hasil Analisa Reliabilitas Kuesioner Kecerdasan Emosi Lampiran 5.Hasil uji Validitas Skala Depresi Geriatrik Lampiran 6.Hasil Analisa Reliabilitas Skala Depresi Geriatrik Lampiran 7.Hasil Analisa Independent Sample T Test Lampiran 8.Hasil Analisa Regresi Lampiran 9.Surat Ijin Penelitian
xvii
ABSTRAK
Retno Sawartuti, S520908010. 2010. Pengaruh Konseling Terhadap Kecerdasan Emosi Dan Depresi Lansia Di Posyandu Lansia Kemuning Kecamatan Ngargoyoso Kabupaten Karanganyar. Tesis: Program Studi Magister Kedokteran Keluarga, Program Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta. Konseling adalah salah satu jenis terapi psikologik. Tujuannya untuk meningkatkan pemahaman pasien tentang dirinya sendiri secara lebih lengkap, sehingga ia menjadi lebih mampu mengadakan hubungan interpersonal yang baik dan dapat beradaptasi dan mempersepsi lingkungannya dengan lebih baik. Kecerdasan emosi mencakup pengendalian diri, semangat, ketekunan serta kemampuan untuk memotivasi diri sendiri dan bertahan menghadapi frustasi, kesanggupan untuk mengendalikan dorongan hati dan emosi, tidak melebih-lebihkan kesenangan,, mengatur suasana hati, tidak melumpuhkan kemampuan berpikir, kemampuan membaca perasaan terdalam orang lain ( empati ) dan berdoa, kemampuan memelihara hubungan dengan sebaik-baiknya, kemampuan untuk menyelesaikan konflik, serta kemampuan untuk memimpin Depresi adalah suatu gangguan alam perasaan (mood) yang ditandai dengan kemurungan dan kesedihan yang mendalam dan berkelanjutan sehingga hilangnya kegarahan hidup, tidak mengalami gangguan dalam menilai realitas ( Reality Testing Ability/RTA masih baik), kepribadian tetap utuh ( tidak mengalami keretakan kepribadian/splitting of personality) perilaku dapat terganggu tetapi dalam batas batas normal. Tujuan penelitian ini adalah (1) untuk mengetahui pengaruh konseling terhadap kecerdasan emosi (2) Untuk mengetahui pengaruh konseling terhadap depresi lansia. Hipotesis penelitian ini adalah ada pengaruh konseling terhadap kecerdasan emosi dan depresi lansia. Konseling akan meningkatkan kecerdasan emosi dan menurunkan depresi lansia. Desain penelitian ini adalah penelitian eksperimental. Cara pengambilan sample dengan simple random sampling. Analisa data mengunakan SPSS for windows versi 17, dengan uji T independent, analisa regresi holistik. Hasil penelitian, berdasarkan perhitungan diperoleh Nilai t = 5,704, p value 0,000, unstandardized coefficients β 0,974 berarti ada pengaruh konseling terhadap kecerdasan emosi, Nilai t = 3,750, p value 0,001, unstandardized coefficients β 2,3621 . Lansia yang mengikuti konseling nilai kecerdasan emosinya lebih tinggi 0,974 dibandingkan yang tidak mengikuti konseling, tetapi akan mengalami depresi lebih tinggi 2,361 dibandingkan yang tidak mengikuti konseling. Hal ini disebabkan karena waktu konseling yang terlalu singat, suasana konseling yaitu konseling kelompok bukan konseling pribadi, tidak dilibatkannya keluarga lansia dan tipe lansia itu sendiri.. Kesimpulan dari penelitian ini berdasarkan hasil analisis data penelitian adalah ada pengaruh konseling terhadap kecedasan emosi yaitu konseling akan meningkatkan kecerdasan emosi lansia, tetapi konseling tidak menurunkan depresi lansia.. Kata kunci : konseling, kecerdasan emosi, depresi xviii
ABSTRACT
Retno Sawartuti, S520908010. 2010. TheEffect Of Ccounseling On Emotional Intelligence And Depression In Elderly In Elderly Posyandu Kemuning Sub District Ngargoyoso Karanganyar. Thesis: Family Medicine Master Study Program. Postgraduate courses Sebelas Maret University Surakarta. Counseling is one type of of psychological therapy. The objective is to improve patient understanding of himself more fully, so that he becomes better able to make good interpersonal relationships and can adapt and perceive their environment better. Emotional intelligence includes self-control, spirit, perseverance and ability to motivate yourself and cope with frustration, the ability to control impulses and emotions, do not exaggerate the fun, set the mood, not crippling the ability of thinking, the ability to read the deepest feelings of others (empathy), and pray, the ability to maintain relationships with the best, the ability to resolve conflicts, and the ability to lead. Depression is a feeling of natural disturbance (mood) is characterized by depression and sadness so profound and sustained loss of life of excitement, not susceptible to interference in assessing the reality (Reality Testing Ability / RTA is still good), the personality remains intact (no cracks have personality / Splitting of personality), but behavior can be disrupted in normal. The objective in this study were (1) to determine the effect of counseling on emotional intelligence (2) To determine the effect of counseling for depression elderly. The hypothesis of this research is that there are effects of counseling on emotional intelligence and depressed elderly. Counseling will enhance emotional intelligence and reduce depression elderly. Data analysis using SPSS for windows 17 version, with independent sample T test, holistik analize regression. The result of this study, based on calculations obtained value t = 5.704, p value 0.000, unstandardized coefficients β 0,974, there is the influence of counseling on emotional intelligence. The value t = 3.750, p value 0.001, unstandardized coefficients β 2,3621. Elderly followed counseling the value of emotional intelligence higher 0,974 compared to who did not follow counseling, but depression is higher 2,361 than that do not follow counseling. This was due to a very short period of time counseling, the athmosphere of counseling in the group counseling not privacy counseling, no inclusion of famyly of elderly, the type of elderly itself. Conclusions from this study based on an analiysys of research data there is influence of counseling on emotional intelligence. Counseling will increase an emotional intelligence in elderly but counseling did not reduce depression elderly.
Keywords: counseling, emotional intelligence, depression, elderly.
xix
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Depresi dan Lanjut Usia sebagai tahap akhir siklus perkembangan manusia. Masa dimana semua orang berharap akan menjalani hidup dengan tenang, damai, serta menikmati masa pensiun bersama anak dan cucu tercinta dengan penuh kasih sayang. Pada kenyataanya tidak semua lanjut usia mendapatkan “tiket” yang sama untuk mengecap kondisi hidup idaman ini. Berbagai persoalan hidup yang mendera lanjut usia sepanjang hayatnya, seperti: kemiskinan, kegagalan yang beruntun, stress yang berkepanjangan, ataupun konflik dengan keluarga atau anak, atau kondisi lain seperti tidak memiliki keturunan yang bisa merawatnya dan lain sebagainya. Kondisikondisi hidup seperti ini dapat memicu terjadinya depresi. Tidak adanya media bagi lanjut usia untuk mencurahkan segala perasaan dan kegundahannya merupakan kondisi yang akan mempertahankan depresinya, karena dia akan terus menekan segala bentuk perasaan negatifnya ke alam bawah sadar (Depsos RI, 2006). Dengan demikian orang lanjut usia dalam meniti kehidupannya dapat dikategorikan dalam dua macam sikap. Pertama, masa tua akan diterima dengan wajar melalui kesadaran yang mendalam, sedangkan yang kedua, manusia usia lanjut dalam menyikapi hidupnya cenderung menolak datangnya masa tua, kelompok ini tidak mau menerima realitas yang ada (Gallo, Reichel & Andersen, 1998).Seperti yang telah dikemukakan diatas, menjadi tua merupakan proses yang wajar dan terjadi
pada setiap orang. Permasalahannya adalah bagaimana lansia tersebut bisa menyadari dan mempersiapkan diri untuk menghadapi usia tua. Di sisi lain, ada sebuah anggapan atau pencitraan yang negatif dan positif. Semakin bisa berfikir positif, orang akan semakin bisa menerima kenyataan namun “ menerima ” itu bukan berarti kita menerima apa adanya. Maksudnya adalah bagaimana cara kita menyesuaikan diri dengan usia, melakukan aktivitas secara wajar sesuai dengan kemampuan fisik dan psikis usia tua (Darmojo, 1999). Kecerdasan emosi mencakup pengendalian diri, semangat, ketekunan serta kemampuan untuk memotivasi diri sendiri dan bertahan menghadapi frustasi, kesanggupan untuk mengendalikan dorongan hati dan emosi, tidak melebih-lebihkan kesenangan,, mengatur suasana hati, tidak melumpuhkan kemampuan berpikir, kemampuan membaca perasaan terdalam orang lain ( empati ) dan berdoa, kemampuan memelihara hubungan dengan sebaik-baiknya, kemampuan untuk menyelesaikan konflik, serta kemampuan untuk memimpin ( Goleman, 2008 ). Kecerdasan emosi dapat diukur. Untuk mengadakan pengukuran kecerdasan emosi meliputi beberapa aspek, yang meliputi mengenali emosi diri, mengenali emosi orang lain, mamahami penyebab emosi diri, memahami penyebab emosi orang lain, memahami akibat emosi diri, memahami akibat emosi orang lain, mengendalikan emosi diri, mengendalikan emosi orang lain, Menggunakan emosi diri menggunakan emosi orang lain (Davis, 2008).
Orang-orang yang dikuasai dorongan hati yang kurang memiliki kendali diri, mengalami kekurangmampuan dalam pengendalian moral ( Goleman, 2006). .
Berdasarkan pengalaman, apabila suatu masalah menyangkut pengambilan keputusan dan tindakan, aspek perasaan sama pentingnya dan sering kali lebih
penting daripada nalar. Emosi itu memperkaya ; model pemikiran yang tidak menghiraukan emosi merupakan model yang miskin. Nilai-nilai yang lebih tinggi dalam perasaan manusia, seperti kepercayaan, harapan, pengabdian, cinta, seluruhnya lenyap dalam pandangan kognitif yang dingin. Orang cenderung menekankan pentingnya IQ dalam kehidupan manusia. Padahal kecerdasan tidaklah berarti apa apa bila emosi yang berkuasa. Kecerdasan emosi menambahkan jauh lebih banyak sifatsifat yang membuat manusia menjadi lebih manusiawi. Terdapat pemikiran bahwa IQ menyumbang paling banyak 20% bagi sukses dalam hidup, sedangkan 80% ditentukan oleh faktor lain ( Goleman, 2006) Banyak bukti memperlihatkan bahwa orang yang secara emosional cakap, yang mengetahui dan menangani perasaan mereka sendiri dengan baik, dan yang mampu membaca dan menghadapi perasaan orang lain dengan efektif memiliki keuntungan dalam setiap bidang kehidupan, entah itu dalam hubungan asmara dan persahabatan, hubungan kerja, ataupun pada usia lanjut ketika akan memasuki masa berhenti dari bekerja ( Goleman, 2006 ). Orang dengan ketrampilan emosi yang berkembang baik berarti kemungkinan besar ia akan bahagia dan berhasil dalam kehidupan, menguasai kebiasaan pikiran yang mendorong produktivitas mereka. Orang yang tidak dapat menghimpun kendali tertentu atas kehidupan emosinya akan mengalami pertarungan batin yang merampas kemampuan mereka untuk berkonsentrasi pada karir/pekerjaan ataupun untuk memiliki pikiran yang jernih (Davis, 2008). .
Sistem emosi mempercepat sistem kognitif untuk mengantisipasi hal buruk yang mungkin akan terjadi. Stimuli yang relevan dengan rasa takut menimbulkan
reaksi bahwa hal buruk akan terjadi. Terlihat bahwa rasa takut mempersiapkan individu untuk antisipasi datangnya hal tidak menyenangkan yang mungkin akan terjadi. Secara otomatis individu akan bersiap menghadapi hal-hal buruk yang mungkin terjadi bila muncul rasa takut (Davis, 2008). .
B .Rumusan Masalah Rumusan masalah dari penelitian ini adalah: Adakah pengaruh konseling terhadap kecerdasan emosi dan depresi pada lansia C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum Mengetahui pengaruh konseling terhadap kecerdasan emosi dan depresi usia lanjut. 2. Tujuan khusus a.
Mengetahui agka keberhasilan konseling dalam meningkatkan kecerdasan emosi pada usia lanjut.
b.
Mengetahui angka keberhasilan konseling dalam menurunkan depresi pada usia lanjut.
D. Manfaat Penelitian Melalui penelitian ini diharapkan agar diperoleh bukti-bukti empiris mengenai pengaruh konseling terhadap kecerdasan emosi dan depresi lansia, sehingga penelitian ini dapat diambil manfaatnya bagi: 1. Bagi Kepala Puskesmas Dengan hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan pikiran
untuk menjadi bahan pertimbangan hal-hal yang dapat mempengaruhi kecerdasan emosi dan depresi lansia yaitu melalui konseling yang secara tidak langsung dapat meningkatkan kualitas hidup lansia Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam mengambil keputusan yang berhubungan dengan program kesehatan lansia dengan peningkatan kecerdasan emosi dan penurunan depresi lansia. 2. Bagi Tenaga kesehatan puskesmas lainnya Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi tenaga kesehatan puskesmas dalam menangani kesehatan lansia agar dapat mengetahui caracara yang lebih efektif dalam mempertahankan dan meningkatkan derajat kesehatan lansia. 3. Bagi Lansia Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan masukan tentang pengaruh konseling terhadap kecerdasan emosi dan depresi. 4. Bagi Peneliti Sejenis Diharapkan penelitian ini bisa memberikan informasi dan sumbangan ilmu pengetahuan sebagai kajian teoretis kepada para peneliti lain yang ingin melakukan penelitian sejenis khususnya bidang yang berkaitan dengan psikologi dan psikiatri. .
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. TINJAUAN UMUM 1. Konseling a. Pengertian, perumusan dan tujuan konseling Konseling adalah salah satu jenis terapi psikologik. Tujuannya untuk meningkatkan pemahaman pasien tentang dirinya sendiri secara lebih lengkap, sehingga ia menjadi lebih mampu mengadakan hubungan interpersonal
yang baik dan
dapat beradaptasi
dan mempersepsi
lingkungannya dengan lebih baik .
Konseling tidak sama dengan memberikan nasehat. Konseling
juga tidak membantu menyelesaikan persoalan tetapi membantu mencarikan cara
bagaimana
caranya
menyelesaikan
masalah,
menuntun
klien
menyelesaikan persoalannya dengan lebih baik juga agar hubungan interpersonal, misalnya hubungan dengan anak atau cucunya, menjadi lebih baik. Kegiatan konseling sebagai kegiatan profesional yang mencakup juga kegiatn-kegiatan yang berhubungan dengan kesehatan dan kesejahteraan mental, mulai mempengaruhi gerakan konseling secara keseluruhan dan dimulai ketika pada tahun 1908 terbit buku karangan Clifford Beers yang berisikan pengalaman-pengalaman pribadinya selama tiga tahun dirawat di Rumah Sakit Jiwa,dengan judul : A Mind That Found Itsefl. Buku tersebut sangat berpengaruh terhadap tanggapan-tanggapan masyarakat mengenai
kesehatan mental dan mendorong dibentuknya Connecticut Society of Mental Hygiene pada tahun 1908 ( Gunarsa, 2007; Yuwana, Draha ,2005). Gunarsa (2007),
menyusun secara kronologis berbagai
perumusan mengenai konseling sebagai berikut : 1) Suatu hubungan yang bebas dan berstruktur yang membiarkan klien memperoleh pengertian sendiri yang membimbingnya untuk menentukan langkah-langkah positif ke arah orientasi baru. 2) Interaksi yang: a). Terjadi antara dua orang, yang satu disebut sebagai konselor dan yang lain sebagai klien. b). Berlangsung dalam kerangka profesional, dan c). Diarahkan agar memungkinkan terjadinya perubahan perilaku pada klien 3) Suatu proses yang terjadi dalam hubungan pribadi antara seseorang yang mengalami kesulitan dengan seseorang yang profesional yang latihan dan pengalamannya mungkin dapat dipergunakan untuk membantu orang lain mampu memecahkan persoalan pribadinya 4) Membantu seseorang agar menyadari reaksi reaksi pribadi terhadap pengaruh perilaku dari lingkungan dan membantu seseorang membentuk makna dari perilakunya. Konseling juga membantu klien membentuk dan memperjelas rangkaian dari tujuan dan nilai nilai untuk perilaku selanjutnya.
5) Adalah proses di mana seseorang yang mengalami kesulitan (klien) dibantu untuk merasakan dan selanjutnya bertindak dengan cara yang lebih memuaskan dirinya, melalui interaksi dengan seseorang yang tidak terlibat yakni konselor. Konselor memberikan informasi dan reaksi untuk mendorong klien mengembangkan perilaku untuk berhubungan secara lebih efektif dengan diri sendiri dan lingkungan. 6) Konseling merupakan suatu usaha untuk mengubah pandangan seseorang terhadap diri sendiri, orang lain atau lingkungan fisik. Sebagai akibatnya, seseorang dibantu untuk mencapai identitas sebagai pribadi dan menentukan langkah-langkah untuk memupuk perasaan berharga, perasaan berarti, dan bertanggung jawab. 7) Memberikan alternatif-alternatif, membantu klien dalam melepaskan dan merombak pola-pola lama, memungkinkan melakukan proses pengambilan keputusan dan menemukan pemecahan-pemecahan yang tepat terhadap masalah. 8) Merupakan upaya menambah kekuatan pada klien untuk menghadapi, untuk mengikuti aktivitas yang mengarah ke kemajuan, dan untuk menentukan sesuatu keputusan. Konseling membantu klien agar mampu menguasai masalah yang segera dihadapi dan yang mungkin terjadi pada waktu yang akan datang. Tujuan utama konseling adalah sebagai berikut (Gunarsa, 2007): 1). Menyediakan fasilitas untuk perubahan perilaku
Tujuan suatu konseling adalah membawa klien agar terjadi perubahan yang memungkinkan klien hidup lebih produktif dan menikmati kepuasan hidup sesuai dengan pembatasan-pembatasan yang ada dalam masyarakat.
2). Meningkatkan ketrampilan untuk menghadapi sesuatu. Seseorang seringkali perlu uluran tangan dan ketersediaan orang lain untuk membantu dan mengajarkan bagamana seharusnya dan sebaiknya menghadapi masalah dan menyelesaikannya Hal ini bisa diberikan secara sistematis oleh seorang konselor dan inilah salah satu dari tujuan konseling, yakni meningkatkan ketrampilan untuk menghadapi sesuatu 3). Meningkatkan kemampuan dalam menentukan keputusan Dalam batas tertentu, konseling diarahkan agar seseorang bisa membuat sesuatu keputusan pada saat penting dan benar-benar dibutuhkan. Keputusan yang diambil pada akhirnya harus merupakan keputusan yang ditentukan oleh klien sendiri dengan bantuan dari konselor.Membuat sesuatu keputusan seringkali harus mempertimbangkan berbagai faktor yang berpengaruh dan memperhatikan cara-cara dalam melakukan penilaian. Namun seringkali cara peninjauan terhadap faktor-faktor yang berpengaruh dan sistematika berpikir, masih seringkali perlu dilatih dan ditunjukkan oleh orang lain atau konselor. 4). Meningkatkan dalam hubungan antar perorangan Konseling bertujuan untuk meningkatkan kualitas kehidupan seseorang sehingga pandangan dan penilaian terhadap diri sendiri bisa lebih objektif serta meningkatkan ketrampilan dalam penyesuaian dan agar lebih efektif.
5) . Menyediakan fasilitas untuk pengembangan kemampuan klien Memberfungsikan kemampuan yang benar-benar dimiliki dengan tujuan membantu menyediakan fasilitas, adalah tujuan dari konseling. Kalau seseorang ternyata kemampuannya tidak efektif, mungkin penyebabnya terletak pada gambaran dan ciri-ciri kepribadiannya atau bisa juga karena lingkungan yang menghambat. b. Siapa saja yang membutuhkan konseling. Orang yang membutuhkan konseling adalah orang yang (Yuwana, 2005): ..
1). Sedang menghadapi suatu krisis yang mendesak 2). Apabila ada faktor kerahasiaan harus dijaga. Artinya kalau ia bicara dengan tetangga, bisa jadi gosip. Tetapi kalau dengan konselor ada kode etiknya. 3). Menjelaskan suatu hasil pemeriksaan yang berkaitan dengan konsep diri, misalnya: menjelaskan kepada anak perempuan yang positif hamil setelah dites air seninya, Orang yang akan menjelaskan kepada orang yang terkena positif HIV/AIDS. 4). Takut bicara dengan orang banyak. Ada orang yang mau privasinya dijaga, hanya mau bicara dengan satu orang saja. 5). Merasa tidak diterima oleh kelompok sebayanya. Ia merasa terkucil, lalu kemana dia harus berbagi. 6). Bila tidak paham atau sadar akan permasalahannya. Misalnya, dia bertanya mengapa sih saya akhir-akhir ini maunya marah-marah saja. Konselor bisa menuntun sampai orang itu menyadari letak permasalahannya.
7). Bila mempunyai kelainan yang tidak dapat diterima dalam masyarakat. Misalnya, kaum homoseksual.
c. Tahapan Konseling 1). Fase eksplorasi: untuk mengerti klien secara keseluruhan, merencanakan terapi dan membuat persetujuan yang disepakati dengan klien. 2). Fase penyampaian tujuan: mengimplementasikan rencana terapi 3). Fase terminasi: menyimpulkan proses terapi dan mendiskusikan dengan klien, dan latihan untuk menerapkan di masa yang akan datang. Jadi pada waktu konseling terjalin hubungan antara konselor dan konseli (klien). Hubungan itu diharapkan bisa menjadi pola hubungan dia dengan orang lain, dimana pun, kapan saja. Sehingga bisa menjadi lebih baik, diterima oleh lingkungannya (Yuwana, 2005).
d. Pedoman Konseling Persiapkan ruangan senyaman mungkin untuk dua orang (konselor dan konseli). Gunakan bahasa yang dimengerti oleh pasien sesuai dengan kapasitas dan tingkat pendidikannya. Sikap yang bersahabat, dengan sapaan, lalu menuju ke pembicaraan yang lebih spesifik. Jelaskan bahwa kerahasiaan terjamin. Terangkan lamanya pertemuan. Berikan perhatian penuh terhadap apa yang disampaikan pasien. Jangan langsung membuat kesimpulan atas
masalah yang disampaikan pasien. Jangan menyerang pasien ( Gunarsa, 2007). Gunakan pertanyaan terbuka kecuali membutuhkan data spesifik. Contoh: 1). “Ceritakanlah lebih lanjut masalah tersebut…” atau “Bagaimana perasaan Anda tentang masalah tersebut?” 2). Menjadi pendengar yang baik: 90% dengar, 10% bicara. 3).. Bertindak sebagai cermin, merefleksikan pertanyaan pasien. 4). Reward Listening: mendengarkan secara aktif dan berempati. Hambatan dari pihak terapis: biasanya karena adanya nilai-nilai atau budaya yang tak sepaham dengan pasien. Dari pihak pasien: belum terbentuk trust atau mekanisme defensi mental (Yuwana, 2005) e. Teknik konseling. Dari sejumlah teknik konseling, teknik konseling secara umum adalah yang dikenal dengan : Tiga pendekatan tradisional dalam konseling (the thtree traditional approaches) yaitu (Gunarsa, 2007): 1). Pendekatan langsung (directive Approach) Pendekatan langsung juga disebut sebagai pendekatan terpusat pada konselor ( conselor centered approach ) untuk menunjukkan bahwa dalam interaksi ini, konselor lebih banyak berperan untuk menentukan sesuatu.Pendekatan langsung bisa diberikan secara langsung dalam berbagai cara setelah konselor atau terapis yakin ada dasar teorinya yang mantap untuk memberikan sesuatu seketika, sehingga dalam hal seperti ini menyerupai suatu kegiatan dengan dasar atau pendekatan untuk segera melakukan tindakan
(action approach), sesuatu yang justru menjadi ciri khas pada pendekatan simtomatis atau behaviouristik pada umumnya. 2). Pendekatan tidak langsung (Nondirective approach) Ciri-ciri dari client centered therapy adalah sebagai berikut: a). Perhatian diarahkan kepada pribadi klien dan bukan kepada masalahnya. b). Penekanan lebih banyak terhadap faktor emosi, daripada terhadap faktor intelek. c). Memberi tekanan yang lebih besar terhadap keadaan yang ada sekarang daripada terhadap apa yang sudah lewat. d). Penekanan terhadap hubungan terapetik itu sendiri sebagai tumbuhnya pengalaman. Langkah langkah pada konseling tidak langsung: a). Seseorang datang untuk meminta bantuan b). Perumusan mengenai suasana bantuan. c). Konselor meningkatkan keberanian klien untuk mengungkapkan perasaanperasaannya sehubungan dengan masalahnya. d). Konselor menerima, mengenali dan menjelaskan berbagai perasaan negatif. e). Ketika perasaan-perasaan negatif telah diungkapkan sepenuhnya, pada saat itu akan diikuti oleh ekspresi darin dorongan positif untuk berkembang lebih lanjut. f). Konselor menerima dan mengenali perasaan-perasaan positif yang
diungkapkan, sama dengan ketika menerima dan mengenali perasaanperasaan negatif. g). Pemahaman, pengenalan dan penerimaan tentang diri sendiri, adalah langkah berikutnya yang penting dari keseluruhan proses, yang menjadi dasar pada diri seseorang untuk bisa maju ke tingkatan yang baru dari integrasinya. h). Bersama-sama dengan proses pemahaman ini adalah proses yang memperjelas kemungkinan-kemungkinan keputusan atau tindakan yang akan dilakukan. i).Tindakan positif. Suatu keputusan untuk melakukan sesuatu tindakan yang nyata, yang positif, yang tumbuh sedikit demi sedikit dari dirinya sendiri j).Langkah selanjutnya yang tersisa tidak memakan waktu lama. Sekali seorang mencapai tahap pemahaman dan melakukan tindakan positif, maka aspek yang tersisa dijadikan elemen untuk perkembangan selanjutnya. k).Lambat laun tindakan positif dan terpadu pada klien meningkat. Ketakutan memutuskan sesuatu berkurang dan lebih percaya diri dalam melakukan tindakan. Hubungan konselor dengan klien pada saat ini mencapai puncaknya. l).Muncul pikiran dan kesadaran pada klien untuk mengurangi kebutuhan akan bantuan dan bahwa hubungan dengan konselor akan berakhir. Konselor menghentikan hubungan dengan klien sekalipun mungkin masih tersisa macam-macam perasaan pada klien, yang telah melibatkannya
dengan konselor, juga sebaliknya dari pihak konselor, namun harus diterima sebagai keterlibatan emosi yang wajar dan harus bisa dihentikan secara baik dan sehat. 3).Pendekatan elektrik Elektrik adalah terminologi dalam konseling dan psikoterapi yang memilih teori yang baik atau berguna dari macam-macam teori,metode dan pengalaman-pengalaman praktik, untuk dipergunakan bersama-sama dalam menghadapi klien.
f. Konseling pada lanjut usia Gangguan kesehatan atau penyakit yang sering di jumpai pada lansia: (Yuwana,2007) 1). Penglihatan kurang jelas 2). Pendengaran menurun 3). Gangguan pada jantung dan tekanan darah tinggi 4). Penyakit saluran pernafasan 5). Gangguan pada otot dan sendi 6). Penurunan kemampuan seksual 7). Pelupa 8). Depresi (sedih, murung, cenderung menangis) 9). Pikun 10).Stroke 11).Diabetes melitus
Pendampingan dan konseling pada lansia bergantung pada tipe psikologik lansia seperti yang telah diuraikan di atas .Konseling Lansia Tipe Konstruktif Tipe ini tidak perlu konseling, hanya pendampingan bagi yang membutuhkan, misalnya menemani jalan kaki pada pagi atau sore hari, main catur, nonton piala dunia di TV, berdiskusi tentang berbagai masalah sambil minum teh. Kalau masih punya anak, pasangan hidup masih ada, cukup merasa didampingi, berarti jangan dipaksakan. Konseling Lansia Tipe Ketergantungan Konseling diberikan dengan tujuan agar lansia dapat memahami bahwa kemampuan dan pengalamannya masih dapat bermanfaat bagi orang lain. Dengan demikian konselor membangkitkan keinginannya untuk berbuat sesuatu bagi orang lain. Konselor perlu memberikan penyuluhan tentang makanan yang sehat bagi lansia dan olahraga yang sesuai dengan kondisi lansia. Misalnya diajak main tenis, main catur .Konseling Lansia Tipe Defensif Pendekatan harus hati-hati, sabar dan penuh pengertian sebab pada dasarnya tipe ini menolak bantuan konseling. Bertujuan lebih banyak mendengarkan lansia, sebelum perlahan-lahan mengubah persepsi lansia yang tidak suka menjadi tua dan pensiun sehingga ia berubah dapat menerima masa pensiun dan hari tuanya. Konseling Lansia Tipe Bermusuhan
Tipe ini paling sulit didekati. Mungkin lebih baik dimulai dengan pendampingan saja seperti pada tipe konstruktif. Bila pendamping sudah mendapat kepercayaan oleh lansia dan rasa curiga dan bermusuhan hilang, baru dapat dilakukan konseling. Konseling Lansia Tipe Menyalahkan Diri Sendiri Pada tipe ini konseling bertujuan menghilangkan persepsi yang negatif tentang dirinya – saya ini jelek, hidupnya dulu jelek – serta memberi dukungan psikologik serta mencegah kemungkinan keinginan untuk melakukan bunuh diri. Konseling disini bersifat memberikan support.
2. Kecerdasan emosi Kecerdasan emosi mencakup pengendalian diri, semangat, ketekunan serta kemampuan untuk memotivasi diri sendiri dan bertahan menghadapi frustasi, kesanggupan untuk mengendalikan dorongan hati dan emosi, tidak melebihlebihkan kesenangan, mengatur suasana hati, tidak melumpuhkan kemampuan berpikir, kemampuan membaca perasaan terdalam orang lain ( empati ) dan berdoa, kemampuan memelihara hubungan dengan sebaik-baiknya, kemampuan untuk menyelesaikan konflik, serta kemampuan untuk memimpin ( Goleman, 2008 ). Orang-orang yang dikuasai dorongan hati yang kurang memiliki kendali diri, mengalami kekurangmampuan dalam pengendalian moral . Berdasarkan pengalaman, apabila suatu masalah menyangkut pengambilan keputusan dan tindakan, aspek perasaan sama pentingnya dan sering kali lebih penting daripada nalar. Emosi itu memperkaya ; model pemikiran yang tidak
menghiraukan emosi merupakan model yang miskin. Nilai-nilai yang lebih tinggi dalam perasaan manusia, seperti kepercayaan, harapan, pengabdian, cinta, seluruhnya lenyap dalam pandangan kognitif yang dingin .Orang cenderung menekankan pentingnya IQ dalam kehidupan manusia. Padahal kecerdasan tidaklah berarti apa apa bila emosi yang berkuasa. Kecerdasan emosi menambahkan jauh lebih banyak sifat-sifat yang membuat manusia menjadi lebih manusiawi. Terdapat pemikiran bahwa IQ menyumbang paling banyak 20% bagi sukses dalam hidup, sedangkan 80% ditentukan oleh faktor lain ( Goleman, 2008). Banyak bukti memperlihatkan bahwa orang yang secara emosional cakap, yang mengetahui dan menangani perasaan mereka sendiri dengan baik, dan yang mampu membaca dan menghadapi perasaan orang lain dengan efektif memiliki keuntungan dalam setiap bidang kehidupan, entah itu dalam hubungan asmara dan persahabatan, hubungan kerja, ataupun pada usia lanjut ketika akan memasuki masa berhenti dari bekerja ( Goleman, 2008 ). Orang dengan
ketrampilan emosi
yang berkembang baik berarti
kemungkinan besar ia akan bahagia dan berhasil dalam kehidupan, menguasai kebiasaan pikiran yang mendorong produktivitas mereka. Orang yang tidak dapat menghimpun kendali tertentu atas kehidupan emosinya akan mengalami pertarungan batin yang merampas kemampuan mereka untuk berkonsentrasi pada karir/pekerjaan ataupun untuk memiliki pikiran yang jernih ( Goleman, 2008). Sistem emosi mempercepat sistem kognitif untuk mengantisipasi hal buruk yang mungkin akan terjadi. Stimuli yang relevan dengan rasa takut menimbulkan reaksi bahwa hal buruk akan terjadi. Terlihat bahwa rasa takut mempersiapkan
individu untuk antisipasi datangnya hal tidak menyenangkan yang mungkin akan terjadi. Secara otomatis individu akan bersiap menghadapi hal-hal buruk yang mungkin terjadi bila muncul rasa takut ( Goleman, 2006). 3. Depresi a. Pengertian depresi Depresi adalah suatu gangguan alam perasaan (mood) yang ditandai dengan kemurungan dan kesedihan yang mendalam dan berkelanjutan sehingga hilangnya kegairahan hidup, tidak mengalami gangguan dalam menilai realitas ( Reality Testing Ability/RTA masih baik), kepribadian tetap utuh ( tidak mengalami keretakan kepribadian/splitting of personality) perilaku dapat terganggu tetapi dalam batas batas normal. ( Hawari, 2008 ) Frekuensi depresi tampak bertambah sesuai usia, meski laju relaps, yaitu waktu antara dua episode depresi tampak berkurang. Frekuensi bunuh diri juga naik tajam dengan penuaan. Namun ada bukti bahwa ciri tertentu depresi, yaitu gangguan obsesional dan fobik berkurang dngan penuaan ( Kaplan & Sadock, 1997 ). Gejala yang tampak mungkin berbeda pada pasien lanjut usia yang terdepresi dibandingkan yang ditemukan pada dewasa muda karena peningkatan penekanan pada keluhan somatik pada lanjut usia. Lanjut usia secara khusus adalah rentan terhadap episode depresi berat dengan ciri melankolik, ditandai oleh afek ( mood ) depresif, hipokondriasis, harga diri yang rendah, perasaan tidak
berharga dan kecenderungan menyalahkan diri sendiri (terutama tentang seks dan rasa berdosa), dengan ide paranoid dan bunuh diri ( Kaplan & Sadock, 1997 ). b. Gejala depresi Gangguan mood mayor memiliki gejala dan tanda yang lebih banyak serta keparahan yang lebih berat, sedangkan distimia dan siklotimia lebih sedikit. Tanda tanda dan gejala depresi yang sering terlihat adalah: (Tomb,2004 ) Gambaran emosi Mood depresi, sedih atau murung Iritabilitas, ansietas Anhedonia, kehilangan minat Kehilangan semangat Ikatan emosi berkurang Menarik diri dari hubungan interpersonal Preokupasi dengan kematian Gambaran kognitif Mengkritik diri sendiri, perasaan tidak berharga, rasa bersalah Pesimis, tidak ada harapan dan putus asa Perhatiannya mudah teralih, konsentrasi buruk Tidak pasti dan ragu-ragu Berbagai obsesi Keluhan somatik (terutama pada orang tua)
Gangguan memori Waham dan halusinasi Gambaran vegetatif Lesu, tidak ada tenaga Insomnia atau hipersomnia Anoreksia atau hipereksia Penurunan berat badan atau penambahan berat badan Retardasi psikomotor Agitasi psikomotor Libido terganggu Variasi diurnal yang sering Tanda tanda depresi Berhenti dan lambat bergerak Wajah sedih dan selalu berlinang air mata Kulit dan mulut kering Konstipasi c. Diagnosis depresi Diagnosis episode depresi didasarkan pada pedoman berikut ( Direktorat Jenderal kesehatan jiwa, 1996 ): Gejala utama (Pada derajat ringan, sedang dan berat):
1). Afek depresif 2). Kehilangan minat dan kegembiraan, dan 3).Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah
lelah
( rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja) dan menurunnya aktivitas. Gejala lainnya 1). Konsentrasi dan perhatian berkurang 2). Harga diri dan kepercaayaan diri berkurang 3). Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna 4). Pandangan masa depan yang suram dan pesimistik 5). Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri 6). Tidur terganggu 7). Nafsu makan berkurang Untuk episode depresif dari ketiga tingkat keparahan tersebut diperlukan masa sekurang kurangnya 2 minggu untuk penegakan diagnosis, akan tetapi periode lebih pendek dapat dibenarkan jika gejala luar biasa beratnya dan berlangsung cepat. Kategori diagnosis episode depresif ringan (F32.0), sedang (F32.1), dan berat (F32.2) hanya digunakan untuk episode depresi tunggal (yang
pertama). Episode depresif berikutnya harus diklasifikasi di bawah salah satu diagnosis gangguan depresif berulang (F33) 1). Selama paling sedikit 2 minggu dan hampir setiap hari mengalami (minimal 2): a). Suasana perasaan ( mood ) yang depresif b). Kehilangan minat dan kegembiraan c). Berkurangnya energi yang menuju kepada keadaan mudah lelah dan berkurangnya aktifitas 2). Keadaan di atas akan disertai gejala gejala berikut ( minimal 2 ), selama paling sedikit 2 minggu dan hampir setiap hari dialami : a). Konsentrasi hilang dan perhatian berkurang b). Harga diri dan kepercayaan diri berkurang c). Gagasan tentang perasaan bersalah dan tidak berguna d). Pandangan masa depan yang suram dan pesimistik e). Gangguan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri f). Tidur terganggu g). Nafsu makan berkurang
3). Gejala dari a dan b menyebabkan hendaya / Hambatan dalam fungsi psikososial ( Disabilitas dalam fungsi pekerjaan, hubungan sosial dan kegiatan sehari hari ) c. Pengukuran depresi Derajat depresi dapat dikategorikan menjadi enam yaitu episode depresif ringan, episode depresif sedang, episode depresif berat tanpa gejala psikotik, episode depresif berat dengan gejala psikotik, episode depresif lainnya dan episode depresif ytt dengan pedoman diagnostik sebagai berikut ( Direktorat Jenderal Kesehatan Jiwa , 1996 ). 1). EpisideDepresif ringan a). Sekurang kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama depresi seperti tersebut di atas. b). Ditambah sekurang-kurangnya 2 dari gejala lainnya: ( a) sampai dengan (g) c). Tidak boleh ada gejala yang berat diantaranya d). Lamanya seluruh episode berlangsung sekurang kurangnya sekitar 2 minggu e). Hanya sedikit kesulitan dalam pekerjaan dan kegiatan sosial yang biasa dilakukannya.
2). Episode Depresif sedang a). Sekurang kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama depresi seperti pada episode depresif ringan b). Ditambah sekurang kurangnya 3 ( dan sebaiknya 4 ) dari gejala lainnya c). Lamanya seluruh episode berlangsung minimum sekitar 2 minggu d). Menghadapi kesulitan nyata untuk meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan dan urusan rumah tangga. 3). Episode Depresif berat tanpa gejala psikotik a). Semua 3 gejala utama depresi harus ada b). Ditambah sekurang kurangnya 4 dari gejala lainnya dan beberapa diantaranya harus berintensitas berat. c). Bila ada gejala penting ( misalnya agitasi atau retardasi psikomotor) yang mencolok, maka pasien mungkin tidak mau atau tidak mampu untuk melaporkan banyak gejalanya secara rinci. Dalam hal demikian penilaian secara menyeluruh terhadap episode depresif berat masih dapat dbenarkan. d). Episode depresif biasanya harus berlangsung sekurang kurangnya 2 minggu, akan tetapi jika gejala amat berat dan beronset sangat cepat, maka masih dibenarkan untuk menegakkan diagnosis dalam kurun waktu kurang dari 2 minggu
e). Sangat tidak mungkin pasien akan mampu meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan atau urusan rumah tangga, kecuali pada taraf yang sangat terbatas. 4). Episode Depresif berat dengan gejala psikotik a). Episode depresi berat yang memenuhi kriteria seperti di atas b). Disertai waham, halusinasi atau stupor depresif. Waham biasanya melibatkan ide tentang dosa, kemiskinan atau malapetaka yang mengancam dan pasien bertanggung jawab atas hal ini. Halusinasi auditorik atau olfaktorik biasanya berupa suara yang menghina atau menuduh atau bau kotoran atau daging membusuk. Retardasi psikomotor yang berat dapat menuju pada stupor. Jika diperlukan, waham atau halusinasi dapat ditentukan sebagai serasi atau tidak serasi dengan afek ( mood congruent ) 4. Usia lanjut a. Pengertian usia lanjut Usia lanjut adalah seseorang yang sudah berusia di atas 60 tahun. Pada umumnya memiliki tanda tanda terjadinya penurunan fungsi-funsi biologis, psikologis dan ekonomi ( BKKBN, 2005 ).
b. Epidemiologi
Jumlah absolut usia lanjut dan proporsinya dalam negara industri di dunia semakin bertambah dalam abad ini. Di Amerika Serikat sekitar 4% populasi berumur 65 atau lebih pada tahun 1900 ( sekitar 3 juta orang ), kini lebih dari 10% populasi Amerika Serikat atau sekitar 30 juta berusia itu. ). Sementara sumber data dari World Bank tahun 1994 membeberkan usia harapan hidup rata-rata penduduk Indonesia ditahun 1960 hanyalah 46 tahun, tetapi ditahun 1990 usia harapan hidup melonjak menjadi 59 tahun, sedangkan ditahun 1994 adalah 62 tahun. Lantas ditahun 2000 meningkat lagi menjadi minimal 70 tahun (Gallo, 1998).
Berdasarkan data dari Badan Pusat Staistik pada tahun 2007, jumlah lansia di Indonesia mencapai 18,96 juta orang. Dari jumlah tersebut , 14% di antaranya berada di provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta atau yang merupakan daerah paling tinggi jumlah lansianya, disusul provinsi Jawa Tengah (11,16%), Jawa Timur (11,14%), dan Bali (11,02). Pada 2010 hingga 2020 jumlah lansia diperkirakan naik mencapai 11,34% dari jumlah penduduk di Indonesia. Pada tahun 2005 terjadi ledakan lansia di Indonesia, jumlah lansia akan mencapai 16,2 juta jiwa atau 7,4 % dari total penduduk yang berjumlah sekitar 216,6 juta jiwa.Memang datangnya masa tua tidak dapat ditentukan dengan pasti sesuai dengan kedudukannya sebagai suatu bagian yang tidak terpisah dari proses hidup seluruhnya sesuai pula dengan kenyataan bahwa semua berlaku menurut hukum alam yang berlaku. Hal ini dikuatkan dari hasil studi kasus yang telah dilakukan
oleh peneliti bahwa lansia merasa tidak nyaman saat kondisinya sedang drop (kesehatan menurun), lansia sering mengeluh tidak diperhatikan serta cenderung memperhatikan perilakunya seperti pola makan yang sangat diatur. Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan bahwa dalam kehidupan lansia ternyata sebagian besar orang usia lanjut masih mampu mengisi hari-hari tuanya dengan berbagai kegiatan seperti kegiatan keagamaan, mengasuh cucu, memantau pekerjaan sehari-hari, membuat kerajinan seperti menyulam dan lain-lain (BKKBN,2005 ; BPS, 2010).
c. Depresi pada usa lanjut Lanjut usia sebagai tahap akhir dari siklus kehidupan manusia, sering diwarnai dengan kondisi hidup yang tidak sesuai dengan harapan. Banyak faktor yang menyebabkan seorang lansia megalami gangguan mental seperti depresi. Depresi dan Lanjut Usia sebagai tahap akhir siklus perkembangan manusia. Masa dimana semua orang berharap akan menjalani hidup dengan tenang, damai, serta menikmati masa pensiun bersama anak dan cucu tercinta dengan penuh kasih sayang. Pada kenyataanya tidak semua lanjut usia mendapatkan “tiket” yang sama untuk mengecap kondisi hidup idaman ini. Berbagai persoalan hidup yang mendera lanjut usia sepanjang hayatnya, seperti: kemiskinan, kegagalan yang beruntun, stress yang berkepanjangan, ataupun konflik dengan keluarga atau anak, atau kondisi lain seperti tidak memiliki keturunaama yang bisa merawatnya dan lain sebagainya. Kondisi-kondisi hidup seperti ini dapat memicu terjadinya depresi. Tidak adanya media bagi lanjut usia untuk mencurahkan segala perasaan dan kegundahannya merupakan kondisi yang akan mempertahankan depresinya,
karena dia akan terus menekan segala bentuk perasaan negatifnya kealam bawah sadar (Depsos,2006). Cita-cita seseorang untuk dapat hidup bersama dan mendapatkan perawatan dari keluarga terutama anak/cucu pada saat lanjut usia bukanlah sebuah jaminan, sebab ada beberapa faktor, sehingga lanjut usia tidak mendapatkan perawatan dari keluarga, seperti: tidak memiliki keturunan, punya keturunan tapi telah lebih dahulu meninggal, anak tidak mau direpotkan untuk mengurus orang tua, anak terlalu sibuk dan sebagainya.. Nilai-nilai seperti anak harus berbakti pada kedua orang tua yang masih kuat mengakar pada masyarakat, menjadi beban tersendiri bagi lanjut usia untuk melepaskan ketergantungan (baca: hidup bersama anak) dari anak-anaknya. perasaan-perasaan negatif akan muncul dalam benak lansia, perasaan kecewa, tidak dihargai, sedih, dendam, marah dan sebagainya. sikap bersabar dan mencoba menerima kondisi hidup apa adanya merupakan obat penawar yang cukup efektif untuk jangka pendek, akan tetapi sikap sabar tidak dengan sendirinya atau secara otomatis akan menghilangkan perasaan-perasaan tersebut, sikap sabar tidak lain merupakan mekanisme pertahanan ego yang dinamakan represi. pada saat-saat tertentu perasaan-perasaan tersebut akan muncul dan menimbulkan depresi (Depsos,2006). Secara individu pengaruh proses ketuaan menimbulkan berbagai masalah baik secara fisik, mental, maupun sosial ekonominya. Dengan menurunnya fungsi berbagai organ, maka usia lanjut menjadi rentan penyakit baik yang bersifat kronik maupun akut (Ismayadi, 2004).
Lebih dari 80% penduduk usia lanjut menderita penyakit fisik yang mengganggu fungsi mandirinya. Sejumlah 30% terutama depresi dan kecemasan. Data prevalensi depresi pada lansia di Indonesia diperoleh oleh ruang rawat akut geriatrik dengan kejadian depresi sebanyak 76,3%. Proporsi pasien depresi ringan adalah 44,1%, depresi sedang 18%, depresi berat 3,2%. Studi untuk populasi di Indonesia tengah di kabupaten balikpapan, kalimantan barat pada tahun 2003 dengan subyek sebanyak 401 orang lansia (Ismayadi, 2004). Frank J.Bruno mengemukan bahwa ada beberapa tanda dan gejala depresi, yakni: 1). Secara umum tidak pernah merasa senang dalam hidup ini. Tantangan yang ada, proyek, hobi, atau rekreasi tidak memberikan kesenangan. 2). Distorsi dalam perilaku makan. Orang yang mengalami depresi tingkat sedang cenderung untuk makan secara berlebihan, namun berbeda jika kondisinya telah parah seseorang cenderung akan kehilangan gairah makan. 3). Gngguan tidur. Tergantung pada tiap orang dan berbagai macam faktor penentu, sebagian orang mengalami depresi sulit tidur. Tetapi dilain pihak banyak orang mengalami depresi justru terlalu banyak tidur. 4). Gangguan dalam aktivitas normal seseorang. Seseorang yang mengalami depresi mungkin akan mencoba melakukan lebih dari kemampuannya dalam setiap usaha untuk mengkomunikasikan idenya. “Ya,kan? saya
tidak mengalami depresi?”.dilain pihak, seseorang lainnya yang mengalami depresi mungkin akan gampang letih dan lemah. 5). Kurang energi. Orang yang mengalami depresi cenderung untuk mengatakan atau merasa,”saya selalu merasah lelah” atau ”saya capai”. Ada anggapan bahwa gejala itu disebabkan oleh faktor-faktor emosional, bukan faktor biologis. 6). Keyakinan bahwa seseorang mempunyai hidup yang tidak berguna, tidak efektif. orang itu tidak mempunyai rasa percaya diri. Pemikiran seperti, ”saya menyia-nyiakan hidup saya,” atau ”saya tidak bisa mencapai banyak kemajuan”, seringkali terjadi. 7). Kapasitas menurun untuk bisa berpikir dengan jernih dan untuk memecahkan masalah secara efektif. Orang yang mengalami depresi merasa kesulitan untuk menfokuskan perhatiannya pada sebuah masalah untuk jangka waktu tertentu. Keluhan umum yang sering terjadi adalah, ”saya tidak bisa berkonsentrasi”. 8). Perilaku merusak diri tidak langsung. contohnya: penyalahgunaan alkohol/narkoba, nikotin, dan obat-obat lainnya. makan berlebihan, terutama kalau seseorang mempunyai masalah kesehatan seperti misalnya menjadi gemuk, diabetes, hypoglycemia, atau diabetes, bisa juga diidentifikasi sebagai salah satu jenis perilaku merusak diri sendiri secara tidak langsung.
9). Mempunyai pemikiran ingin bunuh diri. (tentu saja, bunuh diri yang sebenarnya), merupakan perilaku merusak diri sendiri secara langsung. Bruno menambahkan bahwa tidak ada aturan yang pasti untuk setiap orang. tetapi merupakan konvensi untuk menyatakan bahwa kalau lima atau lebih dari tanda-tanda atau gejala itu ada dan selalu terjadi, maka sangat mungkin seseorang mengalami depresi. Lain halnya jika seseorang mengalami gejala pada nomor 9, yakni punya keinginan untuk bunuh diri, maka Bruno menganjurkan seseorang untuk segera mencari bantuan profesional secepat mungkin.
.
Aktivitas Fisik dan Depresi menurut Bruno bahwa seseorang yang
mengalami depresi perlu diberikan aktivitas fisik terutama olah-raga. Setidaknya ada dua alasan penting mengapa olah raga perlu untuk penderita depresi. pertama, olah raga meningkatkan kesadaran sistem syaraf sentral. Denyut nadi meningkat dan anda menjadi sadar. Anda membangkitkan semua sistem anda. hal ini berlawanan dengan penurunan kesadaran syaraf sentral akibat adanya depresi. kedua, olah raga bisa memacu sistem syaraf sentral. endorphin adalah molekul organik yang seperti halnya norepinephrine dan serotonin, berfungsi sebagai kurir kimiawi. Kadang endorphin dianggap sebagai candu (opium) alami yang berfungsi untuk meningkatkan proses biologis untuk mengatasi depresi. Karenanya pekerja sosial diharapkan bisa mengidentifikasi olah-raga yang disenangi oleh klien yang terindikasi depresi dan mendesainnya menjadi sebuah program yang kontinyu dan rutin, pekerja sosial dapat bekerjasama dan
berkonsultasi dengan tenaga medis mengenai berbagai bentuk gerak yang efektif yang bisa menstimulus detak jantung (Bruno, 2009). Depresi Dan Makanan Ringan Bruno mengemukakan bahwa depresi berhubungan dengan tingkat kesadaran yang rendah. kesadaran mengacu pada proses psikologis yang meliputi hal-hal seperti misalnya kemampuan untuk memusatkan perhatian seseorang dan kemampuan untuk bekerja secara efektif. Makanan berat secara otomatis akan memicu tindakan bagian syaraf parasimpatik yakni cabang dari sistem syaraf otonom yang menurunkan kesadaran. Darah dialirkan ke proses pencernaan untuk membantu seseorang mencerna makanan yang dimakan. Sewaktu darah meninggalkan otak dan tangan serta kaki, tubuh akan merasa lemas dan mengantuk, karena itu makan makan berat cenderung memicu depresi. Karena itu dianjurkan untuk makan makanan ringan, ketika lapar diantara jam-jam makan, akan tetapi sebaiknya menghindari makanan yang mengandung kadar gula yang tingi. Sementara kudapan yang rendah kalori dan berprotein tinggi akan membuat seseorang tetap segar, memuaskan rasa lapar, dan tidak mengganggu kesadaran optimal seseorang (Bruno, 2009). .
Sebagaimana diuraikan sebelumnya bahwa depresi timbul akibat
adanya dorongan negatif dari super-ego yang diresepsi dan lambat laun akan tertimbun dialam bawah sadar. Sehingga depresi adalah sebentuk penderitaan emosional. Kekecewaan ataupun ketidakpuasan secara emosional yang direpresi tidak secara otomatis akan hilang, melainkan sewaktu-waktu akan muncul (return of the repressed). oleh karena itu sebagai toksin (racun) penyebab depresi yang ada pada diri lanjut usia perlu digali dan dikeluarkan, salah satu medianya dengan
percakapan. Psikoterapi malah sering didefinisikan dengan penyembuhan melalui percakapan.
Menurut
para
ahli
psikoterapi
percakapan
efektif
untuk
menyembuhkan kepribadian yang terluka, jika dirancang dan didesain secara tepat, kontinyu, dilaksanakan dengan perhatian yang tulus, dimulai dengan hubungan baik, serta mampu menumbuhkan harapan klien (Bruno, 2009).
B. Kerangka Konsep
LANSIA
Tuntutan hidup tetap
-
Mengalami berbagai penurunan fungsi atau ketidakmampuan Pengaruh lingkungan
Kemampuan lansia merespon tuntutan
Kecerdasan emosi menurun
KONSELING
Depresi meningkat
Problem Statement
Mencari sumber potensi
KECERDASAN EMOSI MENINGKAT
Alternatif Sollution
Implementation
Evaluation
Termination
DEPRESI MENURUN
C. Hipotesis - Ada pengaruh konseling terhadap kecerdasan emosi dan depresi lansia - Konseling akan meningkatkan kecerdasan emosi lansia - Konseling akan menurunkan depresi lansia
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A.Lokasi Penelitian Lokasi penelitian adalah di Posyandu lansia kemuning, desa kemuning kecamatan Ngargoyoso Karanganyar B. Desain Penelitian Desain penelitian ini adalah penelitian eksperimental . C. Populasi dan Sampel Penelitian 1. Populasi penelitian Popolasi penelitian yaitu Anggota Posyandu Lansia Desa Kemuning , Kecamatan Ngargoyoso Kabupaten Karanganyar berjumlah 176
lansia (N),
dan 38 anggota posyandu lansia desa Kemuning sebagai subjek penelitian dan anggota posyandu lansia segorogunung berjumlah 36 orang sebagai subjek try out. 2. Tehnik sampling: a. Simple Random Sampling Memberi nomor undian pada masing masing populasi dan mengambil secara acak sampai sejumlah 38 subjek penelitian. b. Besar sampel Dengan cara randomisasi, ditentukan dari 38 subjek penelitian menjadi terdiri 19 orang kelompok perlakuan dan 19 orang kelompok kontrol. Besar sampel ini diperoleh dari rumus berikut ini:
1
2 x (Zα + Zβ)2 x p x (1-p)
n = ___ x ____________________ (po-pi)2
1-f
n=
1 _____ x 0,9
2x ((1,96x0,1)+(1,96x0,05))x0,7x(1-0,7) _________________________________ (0,73-0,7)²
n
= 1,111x34,20 = 38,004
n
= 38
n
= besar sampel
pi = proporsi kesakitan pada kelompok terpajan faktor resiko =0,7 po = proporsi kesakitan pada kelompok tanpa faktor resiko = 0,73 α = level of confidence uji dua ekor = 0,1 β = power of test = 0,05 f = estimasi presentase non respons = 0,1 p= proporsi = 0,7 ( Chandra, 2008 ; Murti, B,2006 ).
D.Identifikasi Variabel Penelitian Variabel independent : Konseling Variabel dependent : Kecerdasan emosi Depresi pada lansia
Variabel Perancu Umur Jenis kelamin Pekerjaan Status perkawinan Tingkat intelektual (I Q) Pendidikan E. Defiisi Operasional Variabel 1. Konseling Konseling adalah salah satu jenis terapi psikologik. Tujuannya untuk meningkatkan pemahaman pasien tentang dirinya sendiri secara lebih lengkap, sehingga ia menjadi lebih mampu mengadakan hubungan interpersonal yang baik dan dapat beradaptasi dan mempersepsi lingkungannya dengan lebih baik. (Yuwana, ,2005). Pelayanan konseling dan edukasi pasien yang efektif mempunyai peranan penting dalam menyelesaikan masalah masalah klien. Selain masalah, penting juga untuk diketahui apa yang menjadi masalah klien. Target dari intervensi adalah memberikan informasi dan menggali informasi yang penting. Bagaimanapun juga, perubahan perilaku lebih rumit daripada hanya memberikan informasi kepada pasien untuk diingat. Konselor perlu untuk menilai dan mengetahui motivasi untuk berubah (South-Paul, et al, 2004)
Tahapan Konseling yang dilakukan pada penelitian ini dengan cara: (Yuwana, 2009 ) a. Fase eksplorasi: untuk mengerti klien secara keseluruhan, merencanakan terapi dan membuat persetujuan yang disepakati dengan klien, meliputi problem statement dan mencari sumber potensi yang dimiliki b. Fase penyampaian tujuan: Alternative sollution dan mengimplementasikan rencana terapi c. Fase terminasi dan evaluasi: menyimpulkan proses terapi dan mendiskusikan dengan klien, dan latihan untuk menerapkan di masa yang akan datang. Jadi pada waktu konseling terjalin hubungan antara konselor dan konseli (klien). Hubungan itu diharapkan bisa menjadi pola hubungan dia dengan orang lain, dimana pun, kapan saja. Sehingga bisa menjadi lebih baik, diterima oleh lingkungannya.
2. Kecerdasan emosi Kecerdasan emosi mencakup pengendalian diri, semangat, ketekunan serta kemampuan untuk memotivasi diri sendiri dan bertahan menghadapi frustasi, kesanggupan untuk mengendalikan dorongan hati dan emosi, tidak melebihlebihkan kesenangan,, mengatur suasana hati, tidak melumpuhkan kemampuan berpikir, kemampuan membaca perasaan terdalam orang lain ( empati ) dan berdoa, kemampuan memelihara hubungan dengan sebaik-baiknya, kemampuan untuk menyelesaikan konflik, serta kemampuan untuk memimpin ( Goleman, 2000 ).
Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala dan tes. Skala tersebut dibuat sesuai dengan definisi operasional yang telah disusun berdasarkan aspek-aspek tiap variabel. a. Skala kecerdasan emosi. Skala kecerdasan emosi adalah alat pengumpul data yang digunakan oleh peneliti untuk mengungkapkan tingkat kecerdasan emosi. Penyusunan skala kecerdasan emosi ini merupakan hasil modifikasi dari skala kecerdasan emosi dari Mark Davis ( 2008). Peneliti melakukan modifikasi dengan cara mengubah beberapa item yang memiliki kekaburan makna akibat memiliki dua kondisi, kondisi disesuaikan dengan subjek penelitian. Serta modifikasi dilakukan pula pada jumlah alternatif pilihan dari 4 pilihan menjadi 2 pilihan. Skala Mark Davis ini
mencakup aspek mengenali emosi diri,
mengenali emosi orang lain, memahami penyebab emosi diri, memahami penyebab emosi orang lain, memahami akibat emosi diri, memahami akibat emosi orang lain mengendalikan emosi diri, mengendalikan emosi orag lain, menggunakan emosi diri dan menggunakan emosi orang lain. Jumlah aitem skala sebanyak 230 butir, terdiri dari 115 aitem favourable dan 115 aitem unfavourable. Skala kecerdasan emosi terdiri 2 pilihan, yaitu ya dan Tidak. Jawaban sesuai kunci bernilai 1. Susunan aitem skala kecerdasan emosi sebelum penelitian dapat dilihat pada tabel 1 ( Davis, 2008 ).
Tabel 1 Blue Print Skala Kecerdasan Emosi Sebelum Penelitian ASPEK Mengenali emosi diri Mengenali emosi orang lain Mamahami penyebab emosi diri Memahami penyebab emosi orang lain Memahami akibat emosi diri Memahami akibat emosi orang lain Mengendalikan emosi diri
Mengendalikan emosi orang lain Menggunakan emosi diri Menggunakan emosi orang lain
NO ITEM FAVOURABLE 1,3,4,5,8,
NO ITEM TOTAL UNFAVOURABLE 2,6,7, 9,10 10
11,12,15,16,19, 171,172,174, 176, 179 21,22,23,26,29, 103, 104, 107, 108, 110
13,14,17,18,20,173, 175, 177, 178, 180 24,25,27,28,30, 101, 102,105, 106, 109
20
32, 34, 35, 38, 40, 183, 184, 185, 187, 189 41,42,43,45,48,111, 44,46,47,49,50, 112, 114,116,117, 119 113, 115, 118, 120 51,52,5456,59,161,162, 53,55.57,58,60, 164,168,170 163,165,166,167,169 181,182186,188,190, 183,184185187,189 61,65,67,69,70, 121, 62,63,64,66,68, 122, 125, 126, 128, 129, 123, 124, 127, 130 191,192, 194, 195, 196 193, 197, 198, 199, 200 71, 72, 74, 76, 80,131, 3,5,7,8,9, 132, 135, 133, 134, 136, 140 137, 138, 139 202, 201,202, 204, 207, 209 205, 206, 208, 210 81, 83, 85, 87, 89,, 144, 82, 84, 86, 88, 90, 145, 146, 147, 150 141, 142, 143, 148, 149 91, 94, 95, 96, 97,152, 92, 93, 98, 99, 100, 153, 154, 156, 159 211, 151, 155, 157, 158, 212, 215, 216, 217 160213, 214, 218, 219, 220
20
31, 33, 36, 37, 39, 181, 182, 186, 188, 190
20
20 30
30
30
20
30
Jawaban yang sesuai kunci, bernilai 1. Untuk masing masing kategori, kecerdasan emosi baik sekali jika bernilai 8,75-10, baik jika 7,5-8,74, rata-rata jika 5,25-7,49, kurang jika 5,24 atau kurang. Skala yang digunakan kategrikal ( Ordinal )
3. Depresi Depresi adalah suatu gangguan perasaan ( mood ) yang disertai komponen psikologik misalnya rasa sedih, susah, tidak ada harapan, putus asa san komponen
somatik misalnya anoreksia, konstipasi, keringat dingin. Komponen psikologik dan komponen somatik tersebut timbul pada depresi disebabkan karena manusia bereaksi secara holistik •
Alat ukur yang digunakan : Geriatric Depression scale ( GDS ) yang diadaptasi dari buku Gerontologi yang ditulis oleh Gallo, et al, (1998)
•
Responden diberi daftar pertanyaan yang terdiri dari 15 butir pertanyaan dengan jawaban hanya ya atau tidak, jawaban yang sesuai kunci bernilai 1, skore lebih dari 5 menunjukkan depresi
•
Dari 15 item tersebut, item yang Favourable adalah item no 2, 3, 4, 6, 9, 10, 12, 14, 15.
•
Sedangkan item yang unfafourable adalah item no. 1, 5, 7, 8,11,13. .
•
Skala pengukuran : Kategorikal ( ordinal )
F. Validitas dan Reliabilitas Validitas dan reliabilitas merupakn dua hal yang saling berkaitan dan sangat berperan dalam menentukan kualitas alat ukur dan keberhasilan hasil penelitian. Suatu alat ukur dikatakan representatif, fungsional dan akurat bila alat ukur memiliki unsur validitas dan reliabilitas yang tinggi, oleh karena itu sebelum alat ukur tersebut dikenakan pada subjek penelitian yang sesungguhnya, dilakukan uji coba untuk memperoleh validitas dan reliabilitas. 1.Validitas Validitas berasal dari kata validity yang berarti sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Lebih lanjut suatu
alat ukur dikatakan mempunyai validitas tinggi apabila instrument atau alat dapat menjelaskan fungsi ukurnya atau memberikan hasil ukur yang ssuai dengan maksud dilakukannya pengukuran tersebut (Chandra,2008 ; Murti, B, 1997). Dengan kata lain suatu alat ukur dapat dikatakan valid apabila alat tersebut mengukur apa yang seharusnya diukur. Pengujian validitas dalam alat ukur ini dimaksudkan untuk mengukur seberapa jauh item-item tersebut dapat mengungkap dengan jitu dan teliti gejala yang diukur. Prinsip validitas adalah mengkolerasikan antara nilai item maupun faktor dengan kriterianya. Untuk menguji validitas skala kecerdasan emosi yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan uji validitas internal validation yaitu dengan jalan mencari kolerasi skor tiap-tiap item dengan skor total item. Teknik kolerasi yang digunakan adalah teknik kolerasi product moment dari Pearson (Priyatno,2008; Trihendradi ,2009). Yang formulasinya ditunjukkan sebagai berikut:
rxy = (∑xy) – (∑X)(∑Y) N____________ √{∑X²-(∑X)² }{∑Y²(∑Y)² } N N keterangan: rxy : koefisien kolerasi antara skor nilai item (X) dan skor nilai total item (Y). ∑XY : jumlah hasil kali skor nilai tiap-tiap item (X) dengan skor nilai total item (Y). ∑X : jumlah nilai tiap-tiap item. ∑Y : jumlah nilai total item. N : jumlah subjek yang diselidiki. ( Chandra, 2008; Murti, B, 1997 )
Lebih jauh Chandra (2008) menambahkan bahwa korelasi (rxy) dihasilkan dari perhitungan kasar dengan teknik Product moment belum dapat menunjukkan validitas yang sebenarnya berhubung ada kelebihan bobot yang diakibatkan oleh terikutnya skor aitem dalam skor total. Adapun untuk menghilangkan kelebihan bobot hasil korelasi dan supaya lebih teliti memperoleh validitas, dikoreksi dengan teknik Part Whole, dengan rumus sebagai berikut : rbt =
(гtp)(SDt – SDp________ √(SDt²) - (SDp²)- 2(rtp)(SDt)(SDp)
keterangan: rbt : koefisien kolerasi part whole antara x dan y rtp : koefisien kolerasi product moment. SDt : standart deviasi skor item. SDp : standart deviasi skor total. (Chandra, 2008 ; Murti, B.1997).
Dalam penelitian ini peneliti tetap melakukan pengujian validitas walaupun skala yang dipakai adalah skala terpakai yang telah diuji validitasnya. Alasan peneliti adalah sebagai berikut: 1. Subjek penelitian yang dipakai dalam pengukuran lama dan subjek yang diukur peneliti berbeda. 2. Norma pengukuran yang dipakai berbeda.
2. Reliabilitas Istilah reliabilitas sering disamakan dengan consistency stability atau dependebility pada prinsipnya menunjukkan sejauh mana pengukuran itu dapat memberikan hasil yang relatif tidak berbada bila dilakukan pengukuran kembali terhadap subjek yang sama. Hal ini senada dengan ungkapan bahwa suatu alat ukur merupakan konsistensi hasil pengukuran oleh alat ukur terhadap subjek yang sama dalam waktu yang berbeda (Priyatno, 2008; Trihendradi 2009). Adapun pengujian alat ukur dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan analysis variant dari Hoyt, dengan formulasi sebagai berikut: rtt = 1- Mke Mks Keterangan: rtt : koefisien reliabilitas 1 : angka mutlak Mke : mean kuadrat interaksi antara subjek dengan item Mks : mean kuadrat antar subjek (Chandra, 2008 ; Murti, B, 1997). Alasan peneliti menggunakan Teknik Analisis Varians dri Hoyt yaitu, dapat dipergunakan untuk pengukuran untuk masing-masing skornya dikotomi maupun non dikotomi. Dalam penelitian ini peneliti tetap melakukan pengujian reliabilitas walaupun skala yang dipakai adalah skala terpakai yang telah diuji reliabilitasnya. Alasan peneliti adalah sebagai berikut: a. Subjek penelitian yang dipakai dalam pengukuran lama dan subjek yang
diukur peneliti berbeda. b. Norma pengukuran yang dipakai berbeda.
G. Bagan Penelitian
Lansia di posyandu Lansia kemuning Simple Random Sampling
Subjek Penelitian
Konseling -
Konseling +
Kecerdasan emosi
Tinggi
Rendah
Depresi
Tinggi
Rendah
Kecerdasan emosi
Tinggi
Rendah
Depresi
Tinggi
ANALISIS DATA DENGAN SPSS FOR WINDOWS VERSI 17,00
Rendah
H. Desain Research Analisis Statistik Desain research yang dipakai adalah penelitian eksperimental, kualitatif. Model analisis yang digunakan untuk
mengetahui Pengaruh konseling
terhadap kecerdasan emosi dan depresi pada lanjut usia dengan analisis parametrik dengan independent-sample T test untuk menguji hipotesis dan analisa regresi untuk menguji pengaruh faktor lain terhadap kecerdasan emosi dan depresi lansia. Analisis data dilakukan dengan program SPSS for windows versi 17
I. JADWAL KEGIATAN PENELITIAN
NO
KEGIATAN
Okt 2009
Nov 2009
Des 2009
Jan 2010
Pebr 2010
Maret April 2010 2010
1.
Penyusunan Proposal
X
2.
Bimbingan penyusunan proposal
X
3.
Seminar Proposal
X
4.
Revisi Proposal
X
5.
Mengurus izin Penelitian
X
6.
Pengumpulan data
X
7.
Pengolahan dan analisa data
9.
Bimbingan penyusunan tesis
10.
Ujian tesis
X
11
Revisi Tesis
X
12.
Pengumpulan tesis yang telah direvisi
X
X
X
X
X
X
X
X
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Persiapan Penelitian 1. Orientasi kancah penelitian Salah satu tahap yang harus dilalui sebelum penelitian dilaksanakan adalah perlunya memahami kancah atau tempat penelitian dan persiapan segala sesuatu yang berkenaan dengan jalannya penelitian. Tempat yang digunakan untuk penelitian ini adalah Posyandu lansia kemuning kelurahan kemuning kecamatan Ngargoyoso, sementara pelaksanaan try out dilaksanakan di Posyandu lansia segorogunung kelurahan segorogunung kecamatan Ngargoyoso Kabupaten Karanganyar, wilayah kerja puskesmas Ngargoyoso Kabupaten karanganyar. a. Puskesmas Ngargoyoso Kabupaten Karanganyar Puskesmas
Ngargoyoso
terletak
di
Wilayah
kecamatan
Ngargoyoso Kabupaten Karanganyar. Luas wilayah kecamatan Ngargoyoso adalah 68,26 km² yang terdiri dari 9 desa yaitu Puntukrejo, Berjo, Girimulyo, Segorogunung, kemuning, Ngargoyoso, Jatirejo, Dukuh, Nglegok. Batas wilayah kecamatan Ngargoyoso, sebelah utara berbatasan dengan kecamatan kerjo dan Jenawi, sebelah barat berbatasan dengan kecamatan Karangpandan dan Mojogedang, sebelah selatan berbatasan dengan kecamatan karangpandan dan sebelah timur berbatasan dengan kecamatan Tawangmangu dan Propinsi Jawa Timur. Puskesmas Ngargoyoso mempunyai 1 puskesmas Induk dengan
3 puskesmas pembantu, 8 pos kesehatan desa, 68 posyandu balita, 9 posyandu lansia. Sesuai dengan fungsi pokok puskesmas, Puskesmas Ngargoyoso melakukan 3 fungsi pokok pelayanan yaitu : (Dirjen Binkesmas, 2009) 1). Melaksanakan dan mengembangkan upaya kesehatan dalam rangka meningkatkan status kesehatan masyarakat. 2). Mengurangi penderita sakit. 3) Membina masyarakat di wilayah kerja untuk berperan serta aktif dan diharapkan mampu menolong diri sendiri dibidang kesehatan. Maka pelayanan kesehatan yang diberikan di Puskesmas Ngargoyoso adalah promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Untuk menunjang keberhasilan program programnya, puskesmas Ngargoyoso mempunyai visi, misi dan strategi sebagai berikut :
1). VISI
TULUS MELAYANI MENUJU SEHAT MANDIRI 2). MISI a). Menggerakkan pembangunan berwawasan kesehatan yaitu mengupayakan agar pelaksanaan pembangunan mengacu, berorientasi dan memperhatikan faktor kesehatan sebagai pertimbangan utama.
b). Memberdayakan serta mendorong kemandirian masyarakat dan keluarga dalam pembangunan kesehatan dengan mengupayakan agar perilaku hidup bersih dan sehat menjadi kebutuhan masyarakat c). Memberikan pelayanan kesehatan tingkat pertama yang bermutu, merata dan terjangkau. 3). STRATEGI
a). Melaksanakan pembangunan selalu mempertimbangkan dampak kesehatan Pendekatan kepada para pelaku pembanguan atas dampak yang dapat timbul. b). Meningkatkan Kerjasama Lintas Program dan Lintas Sektor yang terkait. c). Menyelenggarakan program upaya peningkatan kesehatan masyarakat melalui kegiatan pembinaan dan pemeliharaan kesehatan masyarakat meliputi promosi kesehatan, pemberantasan penyakit, penyehatan lingkungan, perbaikan gizi, peningkatan kesehatan keluarga termasuk KB dan pengobatan dasar serta upaya kesehatan masyarakat lainnya sesuai kebutuhan. d). Meningkatkan pengetahuan, ketrampilan dan kemampuan petugas dalam memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu kepada masyarakat. e). Berupaya menyelenggarakan pelayanan rawat jalan yang bermutu, merata dan terjangkau melalui pelayanan rawat jalan di Puskesmas, Puskesmas Pembantu dan Puskesmas Keliling.
b. Posyandu Lansia Segorogunung Posyandu Lansia segorogunung terletak di dusun mener kelurahan segorogunung
kecamatan
Ngargoyoso
Kabupaten
Karanganyar.Desa
segorogunung mempunyai luas wilayah 17,37 km ², dengan jumlah penduduk 1792 jiwa yang terdiri dari 892 penduduk laki laki dan 900 penduduk perempuan. Posyandu lansia segorogunung mempunyai anggota sekitar 36 lansia, yang berusia 60 tahun ke atas.
c. Posyandu Lansia Kemuning Posyandu Lansia kemuning terletak di desa kemuning kecamatan Ngargoyoso kabupaten karanganyar. Desa kemuning mempunyai luas wilayah 6,66 km², dengan jumlah penduduk sebanyak 6532 jiwa, yang terdiri dari 3250 penduduk laki laki dan 3282 penduduk perempuan. Desa kemuning merupakan desa erpenduduk paling padat di kecamatan ngargoyoso, dengan jumlah KK sebanyak 1561 KK. Posyandu lansia kemuning beranggotakan 176 lansia dari seluruh desa di kelurahan kemuning. Anggota posyandu lansia kemuning sebagian besar berusia lebih dari 60 tahun, dengan mata pencaharian beragam, baik petani, pensiunan, pedagang maupun swasta.
2. Persiapan alat pengumpul data Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala dan tes. Skala tersebut dibuat sesuai dengan definisi operasional yang
telah disusun berdasarkan aspek-aspek tiap variabel. Dalam penelitian ini digunakan skala kecerdasan emosi dan skala depresi geriatrik. a. Skala kecerdasan emosi. Skala kecerdasan emosi adalah alat pengumpul data yang digunakan oleh peneliti untuk mengungkapkan tingkat kecerdasan emosi. Penyusunan skala kecerdasan emosi ini merupakan hasil modifikasi dari skala kecerdasan emosi yang disusun oleh Davis, M, (2008). Peneliti melakukan modifikasi dengan cara pengurangan dan penambahan item dan mengubah beberapa item yang memiliki kekaburan makna akibat memiliki dua kondisi, kondisi disesuaikan dengan subjek penelitian. Serta modifikasi dilakukan pula pada jumlah alternatif pilihan dari 4 pilihan menjadi 2 pilihan. Skala ini disusun menurut pendapat Davis, M, (2008) yang mencakup aspek mengenali emosi diri, mengenali emosi orang lain, memahami penyebab emosi diri, memahami penyebab emosi orang lain, memahami akibat emosi diri, memahami akibat emosi orang lain mengendalikan
emosi
diri,
mengendalikan
emosi
orang
lain,
menggunakan emosi diri dan menggunakan emosi orang lain. Jumlah aitem skala sebanyak 230 butir, terdiri dari 115 aitem favourable dan 115 aitem unfavourable. Skala kecerdasan emosi terdiri 2 pilihan, yaitu ya dan Tidak. Penilaian aitem favourable dan unfavourable bergerak dari skor 1 ( ya) dan 0 ( Tidak ). Susunan aitem skala kecerdasan emosi sebelum penelitian dapat dilihat pada tabel 1 ( Davis, M, 2008 ).
Tabel 1 Blue Print Skala Kecerdasan Emosi Sebelum Penelitian ASPEK
NO ITEM FAVOURABLE 1,3,4,5,8,
NO TEM TOTAL UNFAVOURABLE 2,6,7, 9,10 10
11,12,15,16,19, 171,172,174, 176, 179 21,22,23,26,29, 103, 104, 107, 108, 110
13,14,17,18,20,173, 175, 177, 178, 180 24,25,27,28,30, 101, 102,105, 106, 109
20
32, 34, 35, 38, 40, 183, 184, 185, 187, 189 41,42,43,45,48,111, 44,46,47,49,50, 112, 114,116,117, 119 113, 115, 118, 120 51,52,5456,59,161,162, 53,55.57,58,60, 164,168,170 163,165,166,167,169 181,182186,188,190, 183,184185187,189 61,65,67,69,70, 121, 62,63,64,66,68, 122, 125, 126, 128, 129, 123, 124, 127, 130 191,192, 194, 195, 196 193, 197, 198, 199, 200 Mengendalikan 71, 72, 74, 76, 80,131, 3,5,7,8,9, 132, 135, emosi orang lain 133, 134, 136, 140 137, 138, 139 202, 201,202, 204, 207, 209 205, 206, 208, 210 Menggunakan 81, 83, 85, 87, 89,, 144, 82, 84, 86, 88, 90, emosi diri 145, 146, 147, 150 141, 142, 143, 148, 149 Menggunakan 91, 94, 95, 96, 97,152, 92, 93, 98, 99, 100, emosi orang lain 153, 154, 156, 159 211, 151, 155, 157, 158, 212, 215, 216, 217 160213, 214, 218, 219, 220 Sumber : Mark Davis (2008)
20
Mengenali emosi diri Mengenali emosi orang lain Mamahami penyebab emosi diri Memahami penyebab emosi orang lain Memahami akibat emosi diri Memahami akibat emosi orang lain Mengendalikan emosi diri
31, 33, 36, 37, 39, 181, 182, 186, 188, 190
20
20 30
30
30
20
30
Jawaban yang sesuai kunci, bernilai 1. Untuk masing masing kategori, kecerdasan emosi baik sekali jika bernilai 8,75-10, baik jika 7,5-8,74, ratarata jika 5,25-7,49, kurang jika 5,24 atau kurang. Skala yang digunakan kategrikal ( Ordinal )
b. Skala Depresi Geriatrik Skala depresi geriatrik terdiri dari 15 butir pertanyaan, yang penulis ambil dari buku Gerontologi yang ditulis oleh Gallo, et al (1998). Responden diberi daftar pertanyaan yang terdiri dari 15 butir pertanyaan dengan jawaban hanya ya atau tidak, jawaban yang sesuai kunci bernilai 1, skore lebih dari 5 menunjukkan depresi. Skala pengukuran : Ordinal Susunan aitem skala depresi geriatrik sebelum penelitian dapat dilihat pada tabel 2 Tabel 2. Skala depresi geriatrik sebelum penelitian NO
ITEM FAVOURABLE
1
2,3,4,6,9,10,12,14
ITEM NON FAVOURABLE 1,5,7,8,11,13
TOTAL 15
Sumber: Gallo, et al (1998)
3. Pelaksanaan uji coba Uji coba alat ukur dilakukan setelah alat ukur yang akan dipergunakan telah siap. Uji coba alat ukur dilaksanakan pada tanggal 2 Desember 2009. Subjek untuk uji coba adalah anggota posyandu lansia segorogunung yang berjumlah 36 lansia. Adapun alat ukur yang diuji cobakan adalah skala kecerdasan emosi dan skala depresi geriatrik. Alasan peneliti melaksanakan uji coba adalah untuk mencari validitas dan reliabilitas alat ukur yang baru karena skala yang digunakan adalah terpakai yang telah dimodifikasi oleh peneliti, dimana modifikasi dilakukan peneliti dengan cara pengurangan dan penambahan item dan mengubah beberapa item yang memiliki kekaburan makna akibat memiliki dua kondisi,
kondisi disesuaikan dengan subjek penelitian. Serta modifikasi dilakukan pula pada jumlah alternatif pilihan dari 4 pilihan menjadi 2 pilihan. Dari 36 eksemplar skala yang dibagikan pada subjek, terkumpul 30 eksemplar yang memenuhi syarat untuk diskor dan dianalisis. Selanjutnya peneliti memberi nilai pada setiap butir aitem. Data inilah yang digunakan untuk perhitungan validitas dan reliabilitas dari alat ukur tersebut.
4. Perhitungan validitas dan reliabilitas a. Skala kecerdasan emosi Perhitungan mengenai validitas dan reliabilitas alat ukur yang dipakai dalam penelitian ini menggunakan program spss for windows versi 17 . Menu yang digunakan yaitu: Items analysis-correlate-bivariate-pearson Parameter indeks daya beda atau kesahihan aitem diperoleh melalui korelasi antara skor masing-masing aitem dengan skor total, sehingga dapat ditentukan aitem layak dan yang tidak layak untuk dimasukkan dalam skala penelitian. Seleksi atau dasar pengambilan keputusan aitem yang valid dengan mencocokkan dengan r tabel, uji 2 sisi dengan N 30.Jika korelasi suatu aitem lebih dari r tabel yaitu 0,361 maka aitem dinyatakan valid, dan jika kurang maka dinyatakan gugur.(Priyatno, 2008; Trihendradi 2009) .
Tabel.3 Hasil uji validitas dan reliabilitas kuesioner kecerdasan emosi NO
KOMPONEN
SKOR TOTAL
1. 2.
Item 2 Item 3
0,429 0,373
ALPHA CRONBACH 0,747 0,739
3. Item 13 4. Item 14 5. Item 17 6. Item 20 7 Item 22 8 Item 44 9 Item 49 10 Item 59 11 Item 60 12 Item 64 13 Item 69 14 Item 71 15 Item 75 16 Item 76 17 Item 79 18 Item 81 19 Item 82 20 Item 85 21 Item 87 22 Item 99 23 Item 111 24 Item 118 25 Item 121 26 Item 125 27 Item 129 28 Item 136 29 Item 149 30 Item 152 31 Item 156 32 Item 162 33 Item 164 34 Item 173 35 Item 174 36 Item 176 37 Item 179 38 Item 190 39 Item 191 40 Item 194 41 Item 195 42 Item 196 43 Item 203 44 Item 205 45 Item 230 Sumber : Data Primer 2010
0,368 0,449 0,490 0,408 0,469 0,475 0,370 0,468 0,476 0,453 0,553 0,483 0,362 0,483 0,495 0,479 0,454 0,382 0,419 0,407 0,476 0,397 -0,394 0,488 0,408 0,395 0,618 0,429 0,362 0,464 0,394 0,581 0,500 0,382 0,470 0,496 0,571 0.666 -0,404 0,436 0,385 0,426 0,362
0,727 0,751 0,739 0,733 0,734 0,743 0,747 0,741 0,732 0,744 0,727 0,737 0,738 0,725 0,742 0,740 0,746 0,751 0,745 0,724 0,744 0,761 0,733 0,735 0,742 0,729 0,735 0,737 0,733 0,730 0,730 0,729 0,748 0,733 0,736 0,727 0,722 0,766 0,732 0,730 0,744 0,754 0,735
Tabel 4. Skala kecerdasan emosi yang valid dan gugur ASPEK
Item favourable Item favourable Item yang valid yang gugur Unfavou rable yang valid 3 1,4,5,8 2
Mengena li emosi diri Mengena 174,176,179 li emosi orang lain
Item unfafour able yang gugur 6,7,9,10
11,12,15,16,19,
13,14,17
18
171,172,
,20, 173
177, 178,
To tal
2
175, 8
180 Mamaha 22 mi penyebab emosi diri Memaha 190 mi penyebab emosi orang lain Memaha mi akibat emosi diri Memaha mi akibat emosi orang lain Mengend alikan emosi diri
111
Mengend alikan
71,76, 136
21,23,26,
-
24,25,27
1
29
,28,30
31, 33, 36, 37,39, 49,44 41,42,43,45,48,103, 104,107,108, 110
32, 34, 3 35, 38,40, 46,47,,50 , 101, 102,105, 106, 109 112, 113, 2
114,116,117, 119
118
115, 120 59, 162,164
51,52,54, 56,161,,168,170
60
53,55.57
4
,58,
69,121,125,129,191,
61,65,67,70, 126,128, 129, ,192,
64
194,195,196
72, 74, 131, 133, 75,79 134,
62,63,64, 9 66,68, 122, 123, 124, 127, 130 73,,77,78 5 , 132,
emosi orang lain Menggun akan emosi diri Menggun akan emosi orang lain
135, 137, 138, 139 203,205,81,85, 87
81,83, 89144,
82, 149 145,
146,
147, 150 152,156,230
91, 94, 95, 96, 97, 99 151, 153, 158, 159, 211, 212, 215, 216, 217
84, 86, 6 88, 90, 141, 142, 143, 148, 92, 93, 5 98, 99 155,157, 158, 160, 213, 214, 218, 219, 220
Sumber : Data primer 2010 b. Skala Depresi Geriatrik Dari 1 item yang diujicobakan, seluruhnya mempunyai nilai korelasi lebih dari r tabel , yaiti 0,361,dan nilai alpha cronbach lebih dari 0,514 jadi semua item dari skala depresi geriatrik dinyatakan valid dan reliabel. Tabel. 5. Hasil Uji validitas dan reliabilitas skala depresi Geriatrik NO
KOMPONEN
1 Item 1 2 Item 2 3 Item 3 4 Item 4 5 Item 5 6 Item 6 7 Item 7 8 Item 8 9 Item 9 10 Item 10 11 Item 11 12 Item 12 13 Item 13 14 Item 14 15 Item 15 Sumber : Data primer 2010
SKOR TOTAL 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000
ALPHA CRONBACH 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000
Tabel 6 Susunan Item skala depresi geriatrik yang Valid dan Gugur NO
1
Item favourable yang valid
Item favourable yang gugur 2,3,4,6,9,10,12,14 -
Item Item unfavourable unfavourable yang valid yang gugur 1,5,7,8,11,13 -
Total
15
Sumber : Data Primer 2010
5. Penyusunan alat ukur untuk penelitian Setelah melakukan uji validitas dan reliabilitas, langkah selanjutnya butirbutir aitem yang sahih dipergunakan untuk mengambil data penelitian, sedangkan butir-butir yang gugur tidak diikutsertakan dalam pengambilan data penelitian karena tidak memenuhi syarat validitas dan reliabilitas. Adapun distribusi ulang skala untuk penelitian dapat dilihat pada tabel 5 dan 6.
Tabel 7 Susunan Item Skala Kecerdasan Emosi Untuk Penelitian dengan nomor urut baru ASPEK
Mengenali diri Mamahami penyebab diri Mamahami penyebab diri Memahami penyebab orang lain
NO ITEM FAVOURABLE
emosi 2 35,36,37
TOTAL NOMOR ITEM UNFAVOURABLE 1
2
3 ,4, 5,6, 34
8
emosi 7
1
emosi 38 emosi
8,9
3
Memahami akibat emosi diri Memahami akibat emosi orang lain Mengendalikan emosi diri Mengendalikan emosi orang lain Menggunakan emosi diri Menggunakan emosi orang lain
23
24
2
10, 32, 33
11
4
13, 25, 26, 27, 39, 12 40, 41, 42 14, 16, 28 15, 17
9
18, 20, 21, 43, 44
19, 29
7
30, 31, 45
22
4
5
TOTAL
45
Sumber : Data Primer 2010
B. Pelaksanaan Penelitian 1. Penentuan subjek penelitian Populasi dalam penelitian ini adalah anggota posyandu lansia kemuning kecamatan Ngargoyoso kabupaten karanganyar yang berjumlah 130 orang. Peneliti melakukan teknik random sampling sehingga diperoleh subjek penelitian sejumlah 38 orang. Kemudian dilakukan tekning random sampling lagi untuk membagi menjadi dua kelompok, yaitu 19 orang kelompok penelitian dan 19 orang kelompok kontrol. 2. Melakukan pengumpulan data tahap pertama Pengumpulan data awal dilakukan pada tanggal 9 Desember 2009, dengan cara membagikan kuesioner yang berisi data pribadi responden, skala kecerdasan emosi dan skala depresi geriatrik. Dari 38 eksemplar kuesioner yang dibagikan pada subjek,seluruhnya terkumpul kembali dan memenuhi syarat untuk diskor dan dianalisis.
3. Melakukan konseling Dari 19 orang responden yang terpilih dilakukan konseling melalui beberapa tahap. Tahap pertama dilakukan pada hari kamis tanggal 10 desember 2009, dimana seluruh responden sejumlah 19 0rang dibagikan kertas dan diminta menuliskan problem dan unek unek yang ada di benak masing masing. Hari itu juga dilakukan wawancara untuk mengelompokkan responden ke dalam tipe tipe lansia. Setelah dilakukan identifikasi masalah dan tipe tipe lansia, diapatkan 4 kelompok masalah lansia dan 4 kelompok tipe lansia, yaitu lansia yang berkonflik dengan anak, lansia yang selalu konflik dengan pasangan dan lansia lain, lansia yang merasa tiak dibutuhkan lagi, dan lansia yang merasa selalu kekurangan dari segi ekonomi. Sedagkan empat tipe lansia yaitu lansia tipe konstruktif, ketergantungan, defensif dan bermusuhan. Kemudian subjek dibagi menjadi empat kelompok berdasarkan jenis masalahnya untuk dilakukan konseling. Hari Selasa bulan desember untuk mereka yang mempunyai masalah merasa tidak dibutuhkan lagi,, Kamis bulan desember untuk yang bermasalah dengan anak. Selasa bulan Januari untuk yang mempunyai masalah dengan pasangan dan lansia lain, kamis bulan Januari untuk yang selalu merasa kekurangan dari segi ekonomi., Masing masing kelompok dilakukan konseling 4-6 minggu, dan tahap konseling untuk semua kelompok dinyatakan selesai pada hari kamis 28 Januari 2010. 4. Melakukan pengumpulan data tahap kedua
Pada hari kamis tanggal 4 Pebruari 2010 dilakukan pengumpulan data tahap kedua, dengan cara seluruh responden baik kelompok perlakuan maupun kelompok kontrol dikumpulkan lagi, kemudian masing masing dibagikan kuesioner untuk diisi, yang berisi data pribadi, skala kecerdasan emosi dan skala depresi
geriatik.
Dari
38
eksemplar
kuesioner
yang
dibagikan
pada
subjek,seluruhnya terkumpul kembali dan memenuhi syarat untuk diskor dan dianalisis. 5.Pelaksanaan skoring
Setelah data terkumpul maka langkah selanjutnya melakukan skoring untuk keperluan analisis data. Skor aitem skala kecerdasan emosi bergerak dari 0 sampai 10 sedangkan depresi geriatrik bergerak dari 0 sampai 15 Pemberian skor dilakukan berdasarkan jawaban subjek dan memperhatikan sifat aitem yaitu favourable dan unfavourable. Skor dari masing-masing aitem dijumlahkan dan nilai totalnya digunakan untuk uji asumsi dan analisis data.
C. Uji Asumsi 1.Uji Homogenitas. Uji homogenitas digunakan untuk mengetahui apakah beberapa varian populasi adalah sama atau tidak. Uji ini dilakukan sebagai prasyarat dalam analisis independent t test . Asumsi yang mendasari adalah bahwa varian dari populasi adalah sama. Sebagai kriteria pengujian, jika nilai signifikansi lebih dari 0,05 maka dapat dikatakan bahwa varian dari dua atau lebih kelompok data adalah sama. Dari uji homogenitas ditentukan Ho adalah kedua kelompok baik kelompok
perlakuan maupun kelompok kontrol, sebelum dan sesudah konseling mempunyai varian yang sama, dan Ha adalah kedua kelompok baik kelompok kontrol atau kelompok perlakuan mempunyai varian yang berbeda . Kriteria pengujian berdasaran probabilitas/signifikansi, Ho diterima jika P value >0,05 dan Ho ditolak jika P value <0,05.
Tabel.8. Hasil uji homogenitas dengan independent sample t test untuk kecerdasan emosi
Nilai Kecerdasan emosi
F
Sig
0,56
0,814
Dari data diatas terlihat bahwa nilai sig 0,814 lebih dari nilai ά 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa kedua kelompok yaitu kelompok konseling dan kelompok kontrol mempunyai varian yang sama.
Tabel. 9. Hasil uji homogenitas dengan independent sample t test untuk depresi
Depresi
F
Sig
1,816
0,186
Dari data diatas terlihat bahwa nilai sig 0,186 lebih dari nilai ά 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa kedua kelompok yaitu kelompok konseling dan kelompok kontrol mempunyai varian yang sama.
C. Hasil penelitian danAnalisis Data 1. Hasil Penelitian Berdasarkan data-data yang diperoleh dari penelitian terhadap subjek yang terdiri dari para usia lanjut di posyandu lansia kemuning,yaitu umur, jenis kelamin, pekerjaan, status perkawinan, kecerdasan emosi lansia sebelum konseling, kecerdasan emosi lansia sesudah konseling, depresi lansia sebelum konseling dan depresi lansia sesudah konseling, dapat dikemukakan hasil penelitian sebagai berikut:
Tabel 10. Distribusi usia lanjut menurut umur No
Umur ( tahun )
Jumlah
Prosentase
1. 2 3. 4
60 – 64 65 - 69 70 – 74 > 75
19 10 4 5
50,0 % 26,3 % 10,5 % 13,1 %
Jumlah
38
100 %
Sumber: DataPrimer Januari 2010
Berdasarkan umur usia lanjut, dapat digambarkan dalam histogram seperti di bawah ini :
Histogram
8
Frequency
6
4
2
Mean =66.21 Std. Dev. =5.137 N =38
0 60
65
70
75
80
umur
Gambar.1. Histogram Usia lanjut Menurut Umur Dalam penelitian ini didapatkan prosentase tertinggi pada distribusi umur 60 tahun sampai 64 tahun yaitu sebanyak 19 usia lanjut ( 50,0 % ) dan prosentase terendah pada distribusiumur 70 tahun sampai 74 tahun yaitu sebanyak 4 usia lanjut ( 10,5 % ). Mean 66,21 dan standar deviasi 5,137
Tabel 11. Distribusi usia lanjut menurut jenis kelamin No
Jenis Kelamin
Jumlah
Prosentase
1. 2.
Laki – laki Perempuan Jumlah
15 23 38
39,5 % 60,5 % 100 %
Sumber : Data primer Januari 2010 Usia lanjut menurut Jenis kelamin dapat digambarkan dalam histogram di bawah ini :
Histogram
Frequency
30
20
10
Mean =1.61 Std. Dev. =0.495 N =38
0 0.6
0.9
1.2
1.5
1.8
2.1
2.4
jenkel
Gambar. 2. Histogram Usia lanjut menurut Jenis Kelamin Dalam penelitian ini didapatkan prosentase tertinggi pada distribusi jenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 23 usia lanjut ( 60,5% ) dan prosentase terendah pada distribusi jenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 15 usia lanjut ( 39,5)
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa mean 1,61 dengan standar deviasi sebesar 0,495. Tabel 12. Distribusi usia lanjut menurut stratus perkawinan No
Status Perkawinan
Jumlah
Prosentase
1 2.
Menikah Janda/duda Jumlah
10 28 38
26,3 % 73,7 % 100 %
Sumber Data Primer Januari 2010 Histogram usia lanjut menurut status perkawinan dapat digambarkan sebagai berikut:
Histogram
40
Frequency
30
20
10
Mean =1.74 Std. Dev. =0.446 N =38
0 0.6
0.9
1.2
1.5
1.8
2.1
2.4
status
Gambar 3. Usia lanjut menurut status perkawinan Dari penelitian ini didapatkan prosentase tertinggi pada janda atau duda yaitu sebanyak 28 lansia ( 73,7% ) dan prosentase terendah pada usia lanjut yang masih menikah yaitu sebanyak 10 lansia ( 26,3% ). Mean 1,74, standar deviasi 0,446.
Tabel 13. Distribusi usia lanjut menurut pekerjaan No
Pekerjaan
Jumlah
Prosentase
1 2 3 2
Petani Pedagang Pensiunan Tidak bekerja Jumlah
12 6 10 10 38
31,6 % 15,8 % 26,3 % 26,3 % 100 %
Sumber: Data Primer Januari 2010 Menurut pekerjaan, usia lanjut dapat digambarkan seperti histogram berikut ini:
Histogram
12.5
Frequency
10.0
7.5
5.0
2.5
Mean =2.47 Std. Dev. =1.202 N =38
0.0 0
2
4
pekerjaan
Gambar.4. Histogram Usia lanjut menurut pekerjaan Dari penelitian ini didapatkan prosentase tertinggi petani yaitu sebanyak 12 lansia (31,6%) dan prosentase terendah pada pedagang yaitu 6 lansia (15,8%). Mean 2,47 dan standar deviasi 1,202.
Tabel 14. Distribusi kecerdasan emosi usia lanjut sebelum konseling No
Kecerdasan emosi
Jumlah
Prosentase
1. 2. 3. 4.
Baik sekali (8,75-10) Baik ( 7,5 – 8,74 ) Rata-rata ( 5,25 -7,49) Kurang ( dibawah 5,24) Jumlah
1 15 22 38
0% 2,6% 39,4% 58% 100%
Sumber : Data Primer Januari 2010 Dari Penelitian ini didapatkan Prosentase tertinggi Lansia dengan kecerasan emosi kurang, dengan nilai dibawah 5,24 yaitu sebanyak 22 usia lanjut ( 58 % ) dan prosentase terendah usia lanjut dengan kecerdasan emosi baik engan milai 7,5 sampai 8,74 yaitu sebanyak 1 usia lanjut ( 2,6 % ), Sedangan usia lanjut dengan kecerdasan emosi baik sekali tidak didapatkan ( 0%).
Tabel 15 Distribusi depresi usia lanjut sebelum konseling No
Depresi
Jumlah
Prosentase
1.
Depresi Tidak depresi
28 10
73,6% 26,4%
Jumlah
38
100%
Sumber: Data Primer Januari 2010 Dari penelitian ini didapatkan prosentase tertinggi usia lanjut dengan depresi yaitu sebanyak 28 ( 73,6% ) usia lanjut dan prosentase terendah usia lanjut yang tidak depresi yaitu sebanyak 10 usia lanjut ( 26,4% )
Tabel 16 Distribusi kecerdasan emosi usia lanjut setelah konseling No
Kecerdasan emosi
Jumlah
Prosentase
1. 2. 3. 4.
Baik sekali (8,75-10) Baik ( 7,5 – 8,74 ) Rata-rata ( 5,25 -7,49) Kurang ( dibawah 5,24)
1 25 12
0% 2,6% 65,8% 31,6%
Jumlah
38
100%
Sumber: Data Primer Januari 2010 Dari penelitian ini didapatkan prosentase tertinggi pada usia lanjut dengan kecerdasan emosi rata-rata dengan nilai antara 5,25 sampai 7,49 yaitu sebanyak 25 usia lanjut
( 65,8% ), dan prosentase terendah pada usia lanjut dengan
kecerdasan emosi baik dengan nilai antara 7,5 sampai 8,74 yaitu sebanyak 1 usia lanjut ( 2,6% ).
Tabel 17. Distribusi depresi usia lanjut setelah konseling No
Depresi
Jumlah
Prosentase
1. 2.
Depresi Tidak depresi
17 21
44,7% 55,3%
Jumlah
38
100%
Sumber: Data Primer Januari 2010 Dari penelitian ini didapatkan prosentase tertinggi pada usia lanjut dengan tidak depresi yaitu sebanyak 21 usia lanjut (55,3%), dan prosentase terendah pada usia lanjut dengan depresi yaitu sebanyak 17 usia lanjut ( 444,7%)
2. Analisa Data a. Uji T Independent Dari data yang terkumpul, dianalisa dengan uji T independent untuk mengetahui pengaruh konseling terhadap kecerdasan emosi dan depresi lansia. Hasil analisa data dengan menggunakan uji T independent dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 18. Hasil analisa uji T independent pengaruh konseling terhadap kecerdasan emosi KOMPONEN
N
MEAN
SD
T
P
Kelompok konseling
19
6,1737
0,96427
3,713
0,001
Kelompok kontrol
19
5,0842
0,84015
3,713
0,001
Dari Hasil analisa di atas , dapat dilihat bahwa t untuk kecerdasan emosi yaitu 3,713, lebih dari t tabel yaitu 2,101 dan pvalue kurang dari ½ α yaitu 0,025 maka hipothesis diterima yaitu ada pengaruh konseling terhadap kecerdaan emosi lansia
Tabel 19. Hasil analisa uji T independent pengaruh konseling terhadap depresi KOMPONEN
N
MEAN
SD
T
P
Kelompok konseling
19
3,6842
2,26207
2,393
0,022
Kelompok kontrol
19
1,8421
2,47797
2,393
0,022
Dari Hasil analisa di atas , dapat dilihat bahwa t untuk depresi yaitu 2,393 lebih dari t tabel yaitu 2,101 dan pvalue kurang dari ½ α yaitu 0,025 maka hipothesis diterima yaitu ada pengaruh konseling terhadap kecerdaan emosi lansia
b. Analisis Regresi Holistik Analisis regresi holistik dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kecerdasan emosi dan depresi lansia , yaitu variabel konseling, umur, jenis kelamin, pekerjaan dan status perkawinan. Hasil analisis regresi berdasarkan data yang diperoleh dapat dilihat di bawah ini:
Tabel.20. Hasil Analisis Regresi kecerdasan emosi lansia Mode
1
(Constant) -----------------------Konselin -----------------------Jenkel -----------------------Umur -----------------------Pekerjaan -----------------------Status
Unstrandardized Coefficients B
t
Sig.
3,188 ------------------0,974 -------------------0,561 ------------------0,037 ------------------0,114 ------------------0,065
1,597 -----------------3,213 ------------------1,790 -----------------1,288 -----------------0,918 -----------------0.195
0,120 -----------------0,003 -----------------0,083 -----------------0,207 -----------------0,365 -----------------0,846
Berdasarkan hasil analisis sebagaimana terlihat pada tabel di atas, terlihat bahwa konseling memiliki signifikansi sebesar 0,003 lebih kecil dari taraf signifikansi 0,05 berarti koefisien konseling sigifkan, tetapi secara klinis kurang bermakna karena pada unstandardized coefficients B yang mengikuti konseling nilainya hanya lebih tinggi 0,974 dibandingkan dengan yang tidak mengikuti koneling.Nilai t yaitu 3,213 lebih besar dari t tabel yaitu 2,102 maka ada pengaryh konseling terhadap kecerdasan emosi lansia. Sedangkan empat variabel lain masing-masing jenis kelamin memiliki nilai signifikansi sebesar 0,083, umur sebesar 0,207,pekerjaan sebesar 0,365 dan status perkawinan sebesar 0,846 dan keempatnya memiliki nilai signifikansi lebih besar dari taraf signifikansi 0,05. Karena itulah maka disimpulkan bahwa dari kelima variabel bebas, yang berpengaruh signifikan terhadap kecerdasan emosi lansia adalah konseling. Sedangkan keempat variabel yaitu jenis kelamin, umur, pekerjaan dan status perkawinan tidak berpengaruh terhadap kecerdasan emosi lansia
Tabel. 21. Hasil Analisis Regresi depresi lansia Mode
1
(Constant) -----------------------Konseling -----------------------Jenkel -----------------------Umur -----------------------Pekerjaan -----------------------Status
Unstrandardized Coefficients B -10,517 ------------------2,351 ------------------0,656 ------------------0,192 ------------------0,376 -------------------1,476
T
Sig.
-2,264 -----------------3,333 -----------------0,900 -----------------2,856 -----------------1,306 ------------------1,903
0,031 -----------------0,002 -----------------0,375 -----------------0,007 -----------------0,201 -----------------0,066
Berdasarkan hasil analisis sebagaimana terlihat pada tabel di atas, terlihat bahwa konseling memiliki signifikansi sebesar 0,002 lebih kecil dari taraf signifikansi 0,05, berarti koefisien konseling signifikan. Tetapi pada Unstandardized Coefficients B terlihat bahwa yang mengikuti konseling
depresinya akan lebih tinggi 2,351
dibandingkan yang tidak mengikuti konseling. Berarti konseling tidak menurunkan depresi lansia. Umur memiliki signifikansi sebesar 0,007 juga lebih kecil dari taraf signifikansi 0,05. Sedangkan tiga variabel lain masing-masing jenis kelamin memiliki nilai signifikansi sebesar 0,375 pekerjaan sebesar 0,201 dan status perkawinan sebesar 0,066 dan ketiganya memiliki nilai signifikansi lebih besar dari taraf signifikansi 0,05. Karena itulah maka disimpulkan bahwa dari kelima variabel bebas, yang berpengaruh signifikan terhadap depresi lansia adalah konseling dan umur. Sedangkan ketiga variabel yaitu jenis kelamin, pekerjaan dan status perkawinan tidak berpengaruh terhadap kecerdasan emosi lansia. . D. Pembahasan Pada tabel 1 dengan analisa statistik deskriptif didapatkan dengan N sejumlah 38 didapatkan usia minimun lansia adalah 60, sedangkan usia maksimum 79 rata rata umur lansia di posyandu lansia kemuning adalah 66,21 dan standar deviasi 5,137,. Untuk jumlahnya, terendah pada usia 69, 70 dan 74 tahun dan terbanyak pada usia 60 dan 61. Hal ini hampir sesuai dengan data dari Biro Pusat Statistik bahwa menurut sensus penduduk tahun 2000, usia harapan hidup penduduk Indonesia adalah 65,5 tahun (Biro Pusat Statistik, 2010). Usia rata rata anggota posyandu lansia kemuning lebih tinggi dari usia harapan hidup penduduk Indonesia kemungkinan
disebabkan karena pola makan sebagian besar penduduk yang bergizi seimbang dan aktivitas fisik yang dijalani sejak muda sampai sekarang sebagai petani. Pada tabel 2 dengan analisa statistik deskriptif didapatkan mean untuk jenis kelamin adalah 1,61 dengan standar deviasi sebesar 0,495. Jumlah lansia perempuan lebih banyak daripada lansia laki-laki. Hal ini sesuai dengan situs resmi menko kesra yang menyebutkan bahwa usia harapan hidup perempuan lebih tinggi dari laki laki sehingga banyak lansia perempuan yang menjadi janda (Kemkokesra, 2010). Pada tabel 3 dengan analisa statistik deskriptif didapatkan bahwa variabel status dengan jumlah data (N) 38 mempunyai mean Mean 1,74, standar deviasi 0,446. Jumlah lansia yang memiliki status janda/duda lebih banyak daripada yang masih mempunyai pasangan. Hal ini sesuai dengan situs resmi menko kesra yang menyebutkan bahwa usia harapan hidup perempuan lebih tinggi dari laki laki sehingga banyak lansia perempuan yang menjadi janda (Kemkokesra, 2010). Pada tabel 4 dengan analisa statistik deskriptif didapatkan bahwa variabel pekerjaan dengan jumlah data (N) 38 mempunyai mean Mean 2,47 dan standar deviasi 1,202. Terbanyak lansia yang memiliki mata pencaharian sebagai petani dan paling sedikit dengan mata pencaharian pedagang. Hal ini sesuai dengan data Biro Pusat Statistik tahun 2000 bahwa dari jumlah penduduk Jawa tengah sejumlah 30.775.846 jiwa mata pencaharian paling banyak adalah di sektor pertanian (42,34%) (Biro Pusat Statistik, 2010). Berdasarkan hasil analisis data yang diperoleh didapatkan ada pengaruh antara konseling dengan kecerdasan emosi pada lansia, yang ditunjukkan oleh nilai sig. Sebesar 0,003, t hitung 3,213 lebih besar dari t tabel yaitu 2,101. Tetapi kurang
bermakna secara klinis, yaitu lansia yang mengikuti konseling nilainya hanya lebih tinggi 0, 974 dibandingkan yang tidak mengikuti konseling. Secara grafis, pengaruh konseling terhadap kecerdasan emosi dan depresi lansia dapat dilihat pada boxspot dan diagram balok di bawah ini:
9.00
4 8.00
kesblm
7.00
6.00
5.00
4.00
3.00
0
1
KONS
Gambar.5. Boxspot kecerdasan emosi kelompok penelitian dan Kelompok kontrol sebelum konseling.
Dari boxplot tersebut nampak jelas bahwa nilai rata-rata kelompok kontrol dan kelompok penelitian memiliki garis yang hampir sama tinggi. Garis hitam tebal mendatar tersebut menunjukkan posisi rata-rata dari kelompok penelitian dan
kelompok kontrol. Lebih lanjut lagi, garis vertical tipis menunjukkan rentang data (Murti, B.2007). Berdasarkan garis tersebut dapat dijelaskan bahwa garis pada kelompok penelitian dan kelompok kontrol hampir sama tinggi. Berdasarkan garis tersebut maka dapat diketahui bahwa rentang nilai kelompok penelitian hampir sama dibandingkan dengan rentang nilai kelompok kontrol.
9.00
34
8.00
kessdh
7.00
6.00
5.00
4.00
3.00
0
1
Kons
Gambar 6. Boxspot kecerdasan emosi lansia kelompok kontrol dan kelompokpenelitian sesudah konseling Dari boxplot tersebut nampak jelas bahwa nilai rata-rata kelompok penelitian memiliki garis yang lebih tinggi. Garis hitam tebal mendatar tersebut menunjukkan posisi rata-rata dari kelompok penelitian. Sedangkan pada kelompok
kontrol sangat jelas berada di bawah jauh dari rata-rata kelompok penelitian. Lebih lanjut lagi, garis vertical tipis menunjukkan rentang data. Berdasarkan garis tersebut dapat dijelaskan bahwa garis pada kelompok kontrol lebih panjang dibandingkan dengan garis pada kelompok penelitian. Berdasarkan garis tersebut maka dapat diketahui bahwa rentang nilai kelompok kontrol lebih banyak dibandingkan dengan rentang nilai kelompok penelitian. Sedangkan hasil analisis regresi untuk depresi didapatkan
pada
unstandardized coefficients B, lansia yang mengikuti konseling depresinya justru lebih tinggi 2,351 dibandingkan yang tidak mengikuti depresi. Sesuai dengan penelitian Oxman, et al (2008) yang embandingkan terapi depresi dengan problem solving terapi dibandingkan dengan penelitian konvensional. Maka selama minggu -4 sampai minggu ke dua, yang mengikuti problem solving terapi depresinya justru akan mengalami peningkatan dibandingkan mereka yang mengikuti terapi konvensional. Kemudian pada minggu ke tiga mereka yang mengikuti problem solving terapi akan lebih cepat mengalami penurunan depresi dibandingkan terapi konvensional sampai pada minggu ke 35 (total 39 minggu) dengan problem solving terapi penurunan depresi akan lebih nyata dibandingkan terapi konvensional. Pada terapi konvensional, mulai minggu ke 0 sudah terjadi penurunan depresi, tetapi hanya selama empat minggu. Pada minggu minggu berikutnya depresi justru akan mengalami peningkatan bahkan melebihi kondisi sebelum pengobatan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar di bawah ini
100 90 80 70 60
East West North
50 40 30 20 10 0 1st Qtr
2nd Qtr
3rd Qtr
4th Qtr
Gambar 7. Perbandingan perbaikan depresi antara problem solving terapi dengan terapi konvensional ( oxman,et al,2008)
Pada penelitian ini, konseling hanya dilakukan selama empat sampai enam minggu karena keterbatasan waktu, sehingga depresi masih mengalami kenaikan sesuai dengan penelitian oxman, (2008). Kalau konseling dilanjutkan sampai tigapuluh sembilan minggu, kemungkinan depresi akan mengalami penurunan.
Selain itu, konseling yang dilakukan pada lansia, tidak bisa dilakukan secara terpisah tanpa memperhatikan fungsi keluarga. Keluarga lansia sedapat mungkin dilibatkan dalam proses konseling sehingga mereka juga akan bisa memahami fungsi serta peran masing-masing dalam mengatasi permasalahan dalam keluarga yang melibatkan lansia. Pada penelitian ini, konseling hanya dilakukan terhadap lansia itu sendiri tanpa dilakukan juga konseling terhadap keluarga sehingga tujuan konseling tidak dapat tercapai ( South-Paul, J, et al, 2004) Penyebab lain sehingga pada penelitian ini konseling tidak bisa menurunkan depresi adalah tipe dari lansia itu sendiri. Sebagian besar dari subjek penelitian adalah lansia tipe defensif dan bermusuhan yang menolak konseling. Pada lansia jenis ini seharusnya dilakukan pendekatan dulu beberapa waktu sampai didapatkan kepercayaan dari lansia. Setelah tebina saling percaya, baru dilakukan konseling. Pada penelitian ini pendekatan untuk membina raport hanya dilakukan dalam waktu singkat, sehingga kepercayaan lansia pada konselor belum maksimal, sehingga hasil dari konseling untuk menurunkan depresi lansia juga tidak maksimal (Yuwana, et al,2005) Penyebab yang terakhir adalah konseling pada penelitian ini dilakukan secara kelompok, bukan perseorangan. Pada konseling secara perseorangan hasilnya akan lebih maksimal karena privasi terjaga, klien akan lebih bebas mengungkapkan isi hatinya. Pada konseling secara kelompok, bisa dilakukan jika antar anggota kelompok tersebut sudah saling percaya, sudah tidak ada lagi sekat yang meghalangi mereka (Gunarsa, 2007 ). Hal ini sesuai dengan yang dilansir dari situs www.depsos.co.id (2006), yaitu tidak adanya media bagi lanjut usia untuk mencurahkan segala perasaan
dan kegundahannya merupakan kondisi yang akan mempertahankan depresinya, karena dia akan terus menekan segala bentuk perasaan negatifnya ke alam bawah sadar (Depsos, RI, 2006). Ketika konselor berkomunikasi secara efektif, klien lebih cenderung mengikuti pengobatan dan nasihat.Upaya untuk mengevaluasi perubahan perilaku setelah konseling dilakukan dengan menemukan peningkatan dalam pengetahuan, kepercayaan diri dan pengembangan diri yang merupakan unsur dari kecerdasan emosi, tetapi tidak harus dalam pengembangan keterampilan ( Bell & Cole , 2008, Gunarsa, 2007). Selain itu, Keberhasilan konseling akan sangat dipengaruhi oleh interaksi antara konselor dengan klien. Martino, et al, 2008 mengemukakan bahwa interaksi konselor dengan klien seperti kerjasama, semangat dari klien sendiri, dan kepercayaan klien akan menuju ke arah perubahan perilaku dan memperbaiki kepercayaan diri klien yang merupakan unsur dari kecerdasan emosi. Tetapi dalam hal ini dibutuhkan skill dari konselor, baik yang termasuk mikroskill berupa pertanyaan terbuka, afirmasi dan refleksi dari konseling yang memberi spirit maupun advance skill yaitu mengatasi pembelokan pembicaraan maupun memecahkan kebekuan komunikasi dari klien serta pendekatan untuk mencegah inkonsistensi pembicaraan, misalnya konfrontasi percakapan dan meningkatkan motivasi klien selama sesi berlangsung ( Martino, et al, 2008 ). Bell & Cole (2008) mengemukakan bahwa konseling dalam bentuk motivasional interview merupakan cara yang efektif untuk merubah perilaku pasien
ke arah kehidupan yang lebih berkualitas, sehingga dengan meningkatnya kualitas hidup depresi akan dapat dicegah ( Bell & Cole, . 2008 ). E. Keterbatasan Keterbatasan penelitian pada umumnya disebabkan oleh situasi dan kondisi objek penelitian yang hampir tidak mungkin dikendalikan oleh peneliti. Apalagi objek penelitian yang berupa manusia, sangat beragam karakteristiknya sehingga peneliti hanya dapat mengambil asumsi-asumsi tertentu untuk dapat melakukan penelitian. Dalam penelitian ini, penelitian hanya melibatkan satu variabel bebas dan dua variabel terikat sebagai topic inti permasalahan, yaitu konseling, kecerdasan emosi dan depresi lansia Waktu penelitian yang terlalu singkat juga merupakan keterbatasan penelitian, sehingga konseling yang dilakukan kurang maksimal. Kesempatan untuk membina raport dan mendapatkan kepercayaan klien dalam hal ini lansia untuk keberhasilan proses konseling itu sendiri seharusnya dilakukan dalam waktu yang lama. Pelibatan variabel lain dalam penelitian ini, yaitu variabel umur, jenis kelamin, pekerjaan dan status perkawinan merupakan usaha untuk mengetahui variabel lain yang dapat mempengaruhi prestasi belajar. Pelibatan variabel tersebut dapat dikatakan sebagai suatu kekurangan karena hanya empat variabel saja. Sedangkan masih banyak variabel lain yang mungkin lebih berpengaruh terhadap kecerdasan emosi dan depresi lansia, contohnya pada penelitian ini depresi lansia selain dipengaruhi variabel konseling juga dipengaruhi variabel umur.
Selain itu, pada penelitian ini belum dilaksanakan cross design , sehingga belum diketahui, kelompok penelitian yang menjadi
kelompok kontrol jika
dilaksanakan cross design hasilnya juga akan sama atau berbeda.
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh konseling terhadap kecerdasan emosi
dimana konseling akan meningkatkan kecerdasan emosi lansia .tetapi
konseling tidak menurnkan depresi lansia.
B. Saran-saran Berdasarkan hasil penelitian, pembahasan dan kesimpulan, diketahui bahwa kecerdasan emosi dan depresi merupakan salah satu komponen yang penting bagi kualitas hidup lansia, dan konseling akan membantu meningkatkan kecerdasan emosi dan menurunkan depresi sehingga akan meningkatkan kualitas hidup lansia. Oleh karena itu berdasarkan hal-hal di atas dan hasil penelitian ini, maka penulis dapat memberikan saran kepada: 1. Bagi Kepala Puskesmas, berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa kecerdasan emosi lansia tergolong rendah dan depresi tergolong tinggi, diharapkan dapat mengantisipasi kondisi tersebut. Di sisi lain diharapkan dapat meningkatkan kecerdaan emosi lansia yang masih tergolong rendah, hal ini dapat dilakukan dengan cara: merevitalisasi posyandu lansia dengan kegiatan kegiatan yang lebih bermanfaat dan efektif sehingga lansia akan lebih tertarik dan berusaha mengeksplorasi semua potensi atau kemampuan yang dimiliki.
2. Bagi Petugas pengelola program, diharapkan dapat mencermati tingkah laku lansia yang dibinanya agar dapat mengetahui cara-cara yang lebih efektif dalam mengembangkan kecerdasan emosi dan menurunkan depresi lansia. 3. Bagi Lansia, diharapkan dapat mempertahakan kecerdasan emosi yang tergolong tinggi dan meningkatkan bagi mereka yang masih tergolong rendah, dan mencegah timbulnya depresi dengan cara memperluas wawasan untuk dijadikan inspirasi dalam mengoptimalkan potensi kreativitasnya dan meningkatkan aktivitas yang bermanfaat. 4. Bagi Program Pasca Sarjana, diharapkan menindaklanjuti hasil penelitian untuk mengembangkan ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan pengaruh konseling terhadap kecerdasan emosi dan depresi lansia 5. Bagi Peneliti Sejenis, penelitian ini dapat dijadikan sebagai rujukan penelitian yang lebih komprehensif khususnya yang berhubungan dengan pengaruh konseling terhadap kecerdasan emosi dan depresi lansia sehingga memberi kontribusi yang lebih luas kepada kemajuan kesehatan lansia.
C. Saran Dari hasil penelitian dan pembahasan, diketahui bahwa konseling akan meningkatkan kecerdasan emosi tetapi tidak menurunkan depresi karena waktu konseling yang terlalu singkat. Oleh karena itu disarankan agar jika melakukan konseling terutama terhadap lansia minimal dalam jangka waktu delapan bulan, sehingga hasil nyata akan diperoleh.
2. Bagi Petugas pengelola program, diharapkan dapat mencermati tingkah laku lansia yang dibinanya agar dapat mengetahui cara-cara yang lebih efektif dalam mengembangkan kecerdasan emosi dan menurunkan depresi lansia. Petugas diharapkan selalu mempelajari tenik teknik konseling dan mengaplikasikannya pada lansia sehingga kualitas hidup lansia akan meningkat. 3. Bagi Lansia, diharapkan dapat mempertahakan kecerdasan emosi yang tergolong tinggi dan meningkatkan bagi mereka yang masih tergolong rendah, dan mencegah timbulnya depresi dengan cara memperluas wawasan untuk dijadikan inspirasi dalam mengoptimalkan potensi kreativitasnya dan meningkatkan aktivitas yang bermanfaat. 4. Bagi Program Pasca Sarjana, diharapkan menindaklanjuti hasil penelitian untuk mengembangkan ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan pengaruh konseling terhadap kecerdasan emosi dan depresi lansia 5. Bagi Peneliti Sejenis, penelitian ini dapat dijadikan sebagai rujukan penelitian yang lebih komprehensif khususnya yang berhubungan dengan pengaruh konseling terhadap kecerdasan emosi dan depresi lansia sehingga memberi kontribusi yang lebih luas kepada kemajuan kesehatan lansia.
DAFTAR PUSTAKA
Bell, K., Cole, B. 2008. Improving Medical Students’ Success in Promoting Health BehaviorChange: A Curriculum Evaluation, (www.pubmedcentral.nih.gov). 5 Februari 2010 Biro Pusat Statistik, 2010. Struktur Penduduk, ( www.datastatistik.indonesia.com ) 5 Februari 2010 BKKBN, 2005, Bersinergi Dengan Kesehatan,( www.bkkbn.go.id ). 12 Februari 2010 Bruno, JF, 2009. Depression in Older Adult, University of Michigan Depression Center, University of Michigan Gateway,( www.Pubmedcentral.nih.gov ). 13 Februari 2010 Chandra, B. 2008. Metodologi Penelitian Kesehatan, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta : 1-20, 51-125. Chapman, A. 2009. Emotional Intelligency (IQ), Bussinesballs.com, ww.bussinessballs.com. 12 Oktober 2009 Darmojo,B. 1999. Buku Ajar Geriatri, Balai Penerbit Fakultas kedokteran UI, Jakarta Davis, M. 2008. Tes EQ, Mitra Media, Jakarta Departemen Sosial Republik Indonesia, 2006. Depresi Pada Lansia, www.depsos.co.id. 5 September 2009 Dirjen Binkesmas , 2009. Pedoman Penilaian Kinerja Puskesmas, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta Direktorat Jenderal Kesehatan Jiwa, 1996. Pedoman Penggolongan dan Diagnosa Ganguan Jiwa III, Jakarta : 64-67 Gallo,J.J., Reichel,W., Andersen,L.M. 1998. Gerontologi, 1-95, 166-196, edisi 2, Aspen Publishers, Inc Gaithersburg, Maryland, U.S.A:1-13, 17-95, Goleman, D. 2006. Emotional Intelligence, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta : 43-233. Golleman, D. 2008. Emotional intelligency Question and answer, Hay Group, www.haygroup.com . 10 Oktober 2009 Gunarsa, S.2007. Konseling Dan Psikoterapi, PT. BPK. Gunung Mulia, Jakarta Guze,B., Richeimer.S., Siegel,D.J.. 1997, The Handbook of Psychiatry, first edition, Year Book Medical Publishers, California. Hawari, D. 2006. IQ, EQ, CQ & SQ Kriteria Sumber Daya Manusia ( Pemimpin) Berkualitas, cetakan 2, Balai Penerbit Fakultas Kedokteran UI, Jakarta : 20-28. Hawari, D. 2008. Manajemen Stres Cemas dan Depresi, cetakan 2, Balai Penerbit Fakultas Kedokteran UI, Jakarta : 85-106. Ismayadi, 2004. Proses Menua ( Aging Process ), digital.lib.usu.edu. 12 Nopember 2009 Juliandi, 2007. Teknik Pengujian Validitas dan Reliabilitas, www.azuarjuliandi.com. 23 Januari 2010
Kaplan, H.I., Sadock.B.J. 1997. Sinopsis Psikiatri, Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis Edisi 7 Jilid Satu, Bina Rupa Aksara, Jakarta : 777- 834 Kemkokesra, 2010. Usia harapan Hidup Penduduk Indonesia, Online Data Dan Informasi Bidang Kesejahteraan Rakyat, data.menkokesra.go.id. 12 Februari 2010 Martino, S., Ball, S., Nich, C., Frankforter, T., Caroll, K.2008. Community Program Therapist Adherence and Competence in Motivational Enhancement Therapy, (www.pubmedcentral.nih.gov). 14 Februari 2010 Murti, B. 1997. Prinsip dan Metode Riset Epidemiologi, cetakan I., Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Murti, B. 2006. Desain dan Ukuran Sampel untuk Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif di Bidang Kesehatan , Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Murti, B. 2007. Bahan Ajar Biostastitik dan Epidemiologi, Semester 1 Pasca Sarjana UNS Surakarta Mustofa, B. 2009. Pedoman Penulisan Prorosal Penelitian Skripsi dan Tesis, Panji Pustaka, Yogyakarta. Oxman, T. Hegel, M. Hull, J. Dietrich, A. 2008. Problem-Solving Treatment and Coping Styles in Primary CareMinor Depression, (www.pubmedcentral.nih.gov ), 14 Februari 2010 Pratiknya, A.W.2008. Dasar-Daar Metodologi Penelitian Kedokteran & Kesehatan, edisi 7, Raja Grafindo Persada, Jakarta Priyatno,D. 2008. SPSS (Statistical Product and Service Sollution) untuk Analisis Data & Uji Statistik, Mediakom, Yogyakarta South-Paul, J.E, Matheny,S.C, Lewis, E.L, 2004. Current Diagnosis & Treatment in Family Medicine, International edition, McGraw-Hill Companies, United States of America Trihendradi, C. 2009. 7 Langkah mudah melakukan Analisis statistik menggunakan SPSS 17, ANDI offset, Yogyakarta : 59-96, 115-119, 136-142. Tomb, D.A. 2004. Hos Psychiatry, 6th edition, Lippincott Williams & Wilkins Inc, USA : 47-66, 311-320. University of Michigan Depression Center,2006, Depression and Other Medical Conditions University of Michigan Gateway, www.Pubmedcentral.nih.gov, 12 Oktober 2009 Yuwana,S. Draha, T. 2005. Mendampingi Para Lanjut Usia, NCW I, Lk3, www. Bsba..com, 14 Oktober 2009