PENGARUH KOMPOSISI PENGELUARAN PEMERINTAH DAN TINGKAT PAJAK TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DALAM MODEL NEOKLASIK
AMELIA
DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Komposisi Pengeluaran Pemerintah dan Tingkat Pajak terhadap Pertumbuhan Ekonomi dalam Model Neoklasik adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Juni 2013 Amelia NIM G54090012
ABSTRAK AMELIA. Pengaruh Komposisi Pengeluaran Pemerintah dan Tingkat Pajak terhadap Pertumbuhan Ekonomi dalam Model Neoklasik. Dibimbing oleh RETNO BUDIARTI dan ENDAR H. NUGRAHANI. Pertumbuhan ekonomi jangka panjang merupakan refleksi kesejahteraan ekonomi dari suatu negara. Pemerintah dapat mengatur kebijakan fiskal untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Tujuan utama karya ilmiah ini adalah mempelajari pengaruh komposisi pengeluaran pemerintah dan tingkat pajak, yang merupakan bagian dari kebijakan fiskal, terhadap pertumbuhan ekonomi yang menuju keseimbangan jangka panjang atau kondisi konstan. Dalam model neoklasik, suatu perekonomian akan mencapai kondisi konstan apabila modal per kapita mencapai tingkat yang stabil, dengan asumsi, pemerintah dapat mempengaruhi akumulasi modal swasta melalui tingkat pajak, dan mempengaruhi akumulasi modal pemerintah melalui komposisi pengeluaran pemerintah. Pada bagian simulasi karya ilmiah ini menunjukkan pengaruh tingkat pajak dan komposisi pengeluaran pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi adalah tidak monoton. Selain itu, tingkat pajak dan komposisi pengeluaran pemerintah dapat mengoptimumkan tingkat pertumbuhan ekonomi. Kata kunci: pertumbuhan ekonomi, model neoklasik, komposisi pengeluaran pemerintah, tingkat pajak
ABSTRACT AMELIA. The Effect of Government Spending Composition and Tax Rate towards Economic Growth in the Neoclassical Model. Supervised by RETNO BUDIARTI and ENDAR H. NUGRAHANI Long-term economic growth is a reflection of economic prosperity of a country. Government manages the fiscal policy to increase economic growth. The main purpose of this scientific work is to study the effect of government spending composition and tax rate, which are parts of fiscal policy, towards economic growth in long-term equilibrium or steady state. In the neoclassical model, the economy of a country will reach the steady state if the capital per capita reaches a stable level, with the assumption, government can influence the private capital accumulation through the tax rate, and influences the public capital accumulation through the government spending composition. The simulation section of this paper shows the effect of tax rate and government spending composition towards economic growth are not monotonic. Moreover, tax rate and government spending composition can optimize the rate of economic growth. Key words: economic growth, neoclassical model, government spending composition, tax rate
PENGARUH KOMPOSISI PENGELUARAN PEMERINTAH DAN TINGKAT PAJAK TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DALAM MODEL NEOKLASIK
AMELIA
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Matematika
DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Judul Skripsi : Pengaruh Komposisi Pengeluaran Pemerintah dan Tingkat Pajak terhadap Pertumbuhan Ekonomi dalam Model Neoklasik Nama : Amelia NIM : G54090012
Disetujui oleh
Ir Retno Budiarti, MS Pembimbing I
Dr Ir Endar H. Nugrahani, MS Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr Berlian Setiawaty, MS Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam karya ilmiah ini ialah pertumbuhan ekonomi, dengan judul Pengaruh Komposisi Pengeluaran Pemerintah dan Tingkat Pajak terhadap Pertumbuhan Ekonomi dalam Model Neoklasik. Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Ir Retno Budiarti, MS dan Ibu Dr Ir Endar H. Nugrahani, MS selaku pembimbing, serta Bapak Dr Ir Hadi Sumarno, MS selaku dosen penguji yang telah banyak memberi saran, motivasi dan bimbingan. Terima kasih papah, mamah, kakak, adik, dan Abgusta Fajri Wiranata atas doa, motivasi, nasihat, dan kebersamaan. Di samping itu penulis sampaikan terima kasih kepada seluruh dosen dan staf Departemen Matematika, teman-teman Matematika angkatan 46, serta teman-teman satu almamater IPB. Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini kurang sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Juni 2013 Amelia
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vii
DAFTAR GAMBAR
vii
DAFTAR LAMPIRAN
viii
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Karya Ilmiah
2
TINJAUAN PUSTAKA
2
Istilah Ekonomi
3
Istilah Matematis
6
PEMBAHASAN Produksi Agregat dan Dinamika Akumulasi Modal
8 9
Kondisi Keseimbangan Jangka Panjang atau Steady State
10
Dinamika Transisional dan Kebijakan Fiskal yang Memaksimalkan Tingkat Pertumbuhan Ekonomi
12
SIMULASI
14
Pengaruh Tingkat Pajak dan Komposisi Pengeluaran Pemerintah Tipe 1 terhadap Output Per Kapita saat Steady State
15
Pengaruh Tingkat Pajak Terhadap Pertumbuhan Ekonomi
16
Pengaruh Komposisi Pengeluaran Pemerintah Tipe 1 terhadap Pertumbuhan Ekonomi
20
Pengaruh Variabel Lain terhadap Pertumbuhan Ekonomi
23
KESIMPULAN
25
DAFTAR PUSTAKA
27
LAMPIRAN
28
RIWAYAT HIDUP
40
DAFTAR TABEL 1 Nilai-nilai parameter pada pengaruh tingkat pajak terhadap pertumbuhan ekonomi dengan α berbeda-beda 2 Nilai-nilai parameter pada pengaruh tingkat pajak terhadap pertumbuhan ekonomi dengan γ1 berbeda-beda 3 Nilai-nilai parameter pada pengaruh tingkat pajak terhadap pertumbuhan ekonomi dengan γ2 berbeda-beda 4 Nilai-nilai parameter pada pengaruh komposisi pengeluaran tipe 1 terhadap pertumbuhan ekonomi dengan γ1 berbeda-beda 5 Nilai-nilai parameter pada pengaruh komposisi pengeluaran tipe 1 terhadap pertumbuhan ekonomi dengan γ2 berbeda-beda
16 18 19 20 22
DAFTAR GAMBAR 1 Ilustrasi fungsi konkaf 2 Ilustrasi fungsi konveks 3 Kurva pengaruh tingkat pajak terhadap output per kapita saat steady state 4 Kurva pengaruh komposisi pengeluaran pemerintah tipe 1 terhadap output per kapita saat steady state 5 Kurva pengaruh tingkat pajak terhadap pertumbuhan ekonomi dengan α berbeda-beda 6 Kurva pengaruh tingkat pajak terhadap pertumbuhan ekonomi dengan γ1 berbeda-beda 7 Kurva pengaruh tingkat pajak terhadap pertumbuhan ekonomi dengan γ2 berbeda-beda 8 Kurva pengaruh komposisi pengeluaran tipe 1 terhadap pertumbuhan ekonomi dengan γ1 berbeda-beda 9 Kurva pengaruh komposisi pengeluaran tipe 1 terhadap pertumbuhan ekonomi dengan γ2 berbeda-beda 10 Kurva pengaruh penjumlahan variabel tingkat pertumbuhan teknologi, tingkat pertumbuhan tenaga kerja, dan tingkat depresiasi modal terhadap pertumbuhan ekonomi 11 Kurva pengaruh tingkat tabungan swasta terhadap pertumbuhan ekonomi 12 Kurva pengaruh nilai periode T terhadap pertumbuhan ekonomi 13 Kurva pengaruh nilai output per kapita pada waktu awal terhadap pertumbuhan ekonomi
7 8 15 16 17 18 19 21 22
23 24 24 25
DAFTAR LAMPIRAN 1 Mendapatkan total pengeluaran pemerintah (persamaan (5)) 2 Mendapatkan dinamika akumulasi modal pemerintah tipe 1 (persamaan (7)) 3 Mendapatkan dinamika akumulasi modal pemerintah tipe 2 (persamaan (8)) 4 Mendapatkan dinamika akumulasi modal swasta (persamaan (9)) 5 Mendapatkan output per kapita saat steady state (persamaan (11)) 6 Mendapatkan modal pemerintah tipe 1 per kapita saat steady state (persamaan (12)) 7 Mendapatkan modal pemerintah tipe 2 per kapita saat steady state (persamaan (13)) 8 Mendapatkan modal swasta per kapita saat steady state (persamaan (14)) 9 Mendapatkan tingkat pertumbuhan output per kapita (persamaan (15)) 10 Mendapatkan tingkat pertumbuhan output per kapita antara periode awal 0 dan periode T (persamaan (16)) 11 Mendapatkan tingkat pajak yang memaksimalkan tingkat pertumbuhan ekonomi pada masa transisi (persamaan (17)) 12 Mendapatkan komposisi pengeluaran pemerintah tipe 1 yang memaksimalkan tingkat pertumbuhan ekonomi pada masa transisi (persamaan (18))
28 28 28 29 29 30 31 31 32 36 37
38
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi adalah pertumbuhan output riil suatu perekonomian sepanjang tahun. Pertumbuhan ekonomi diukur dengan peningkatan pendapatan per kapita sepanjang waktu, dari peningkatan Produk Nasional Bruto (PNB) atau Produk Domestik Bruto (PDB). Secara singkat, pertumbuhan ekonomi dapat diartikan sebagai proses kenaikan output per kapita dalam jangka panjang. Pemerintah harus dapat mendorong proses pertumbuhan dengan meningkatkan pengeluaran dalam perekonomian melalui pengaturan pajak, peningkatan persediaan uang dan penurunan tingkat bunga, yang merupakan bagian kebijakan fiskal (Mankiw 2003b). Pengeluaran pemerintah dalam arti riil dapat dipakai sebagai indikator besarnya kegiatan pemerintah yang dibiayai oleh pengeluaran pemerintah. Pentingnya peran pemerintah dalam suatu sistem perekonomian telah banyak dibahas dalam teori ekonomi publik. Selama ini banyak diperdebatkan mengenai seberapa jauh peranan yang seharusnya dilakukan oleh pemerintah. Hal ini dikarenakan setiap orang berbeda dalam penilaian mengenai biaya keuntungan yang diperoleh dari program yang dibuat oleh pemerintah. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa kehidupan masyarakat selama ini sangat bergantung kepada jasa yang disediakan oleh pemerintah. Banyak pihak yang mendapatkan keuntungan dari aktivitas dan pengeluaran pemerintah. Beberapa hasil penelitian menunjukan peran yang positif dari modal pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi (Aschauer 1989). Pajak dipahami sebagai beralihnya sumber daya dari sektor privat ke sektor publik. Pemahaman ini memberikan gambaran bahwa adanya pajak menyebabkan dua situasi menjadi berubah. Pertama, berkurangnya kemampuan individu atau sektor swasta dalam menguasai sumber daya untuk kepentingan penguasaan barang dan jasa. Kedua, bertambahnya kemampuan keuangan negara dalam penyediaan barang dan jasa publik yang merupakan kebutuhan masyarakat. Namun penerapan pajak yang tinggi akan menghambat investasi yang pada akhirnya akan melemahkan dunia usaha dan berpotensi mematikan usaha yang akan berdampak pula pada meningkatnya jumlah pengangguran, sehingga penerimaan pajak sebagai sumber keuangan untuk pembangunan negara akan turut tergerus dan berpotensi menurunkan pertumbuhan ekonomi karena akan berakibat pada menurunnya jumlah produksi. Hal ini perlu perhatian khusus bagi pemerintah yaitu perlu adanya pengukuran tingkat pajak optimal sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi (Mankiw 2003a) Dalam karya ilmiah ini dikembangkan sebuah perluasan dari model pertumbuhan neoklasik yang diperkenalkan oleh Solow dan Swan (Carboni dan Medda 2011). Perluasan tersebut adalah membagi dua stok modal yaitu stok modal swasta dan stok modal pemerintah, sehingga ada ruang untuk menganalisis dampak kebijakan fiskal pada pertumbuhan ekonomi secara langsung karena adanya sektor pemerintah. Kebijakan fiskal yang dimaksud berupa tingkat pajak dan pengeluaran pemerintah yang dibedakan menjadi 2 tipe pengeluaran dari 2 tipe modal yang memiliki produktivitas berbeda. Modal pemerintah ini memasuki
2 fungsi produksi bersama-sama dengan modal swasta, tenaga kerja, dan kemajuan teknologi Harrod netral yang bersifat labor-augmenting. Adanya modal pemerintah dalam fungsi produksi ini didasarkan pada dasar pemikiran bahwa pelayanan pemerintah tidak bisa disubstitusikan dengan pelayanan dari swasta. Seperti jalan raya yang merupakan barang publik yang disediakan pemerintah, bukan dari swasta. Banyak ekonom meramalkan apa yang akan terjadi dalam jangka panjang terhadap suatu perekonomian, karena pentingnya mengetahui masa depan perekonomian agar tercapainya kesejahteraan ekonomi suatu negara. Dalam model neoklasik dijelaskan bahwa posisi keseimbangan jangka panjang akan tercapai apabila modal per kapita mencapai suatu tingkat yang stabil, artinya tidak lagi berubah nilainya. Apabila modal per kapita konstan, maka keseimbangan jangka panjang akan tercapai. Posisi keseimbangan jangka panjang ini juga disebut posisi steady state. Perekonomian pada posisi keseimbangan akan tetap stabil. Selain itu, yang juga penting, perekonomian yang kebetulan tidak berada pada posisi keseimbangan akan berusaha menuju ke sana, yang disebut pertumbuhan pada masa transisi menuju steady state (Barro dan Martin 2004). Karya ilmiah ini akan menguji pengaruh pajak, pengeluaran pemerintah, dan variabel lainnya yang merupakan variabel eksogen pada karya ilmiah ini terhadap output per kapita saat steady state dan terhadap tingkat pertumbuhan pada masa transisi tersebut.
Tujuan Karya Ilmiah Berdasarkan latar belakang di atas, maka tujuan karya ilmiah ini adalah: 1. 2. 3.
4.
Mempelajari pengaruh tingkat pajak dan komposisi pengeluaran pemerintah terhadap output per kapita saat steady state. Mempelajari pengaruh tingkat pajak dan komposisi pengeluaran pemerintah terhadap tingkat pertumbuhan ekonomi pada masa transisi. Mempelajari pengaruh parameter-parameter tingkat pajak dan komposisi pengeluaran pemerintah yang membuat tingkat pertumbuhan ekonomi optimum. Mempelajari pengaruh variabel lain selain tingkat pajak dan komposisi pengeluaran pemerintah terhadap tingkat pertumbuhan ekonomi pada masa transisi.
TINJAUAN PUSTAKA Dalam Mankiw (2003b), aliran uang dari sudut pandang para pelaku ekonomi dideskripsikan bahwa rumah tangga menerima pendapatan dan menggunakannya untuk membayar pajak kepada pemerintah, mengonsumsi barang dan jasa, dan menabung melalui pasar keuangan. Perusahaan menerima pendapatan dari penjualan barang dan jasa dan menggunakannya untuk membayar faktor-faktor produksi, yaitu umumnya berupa modal dan tenaga kerja, serta
3 membayar pajak kepada pemerintah. Rumah tangga dan perusahaan meminjam di pasar keuangan untuk membeli barang-barang investasi. Pemerintah memperoleh pendapatan dari pajak dan menggunakannya untuk membayar pengeluaran atau belanja pemerintah. Adanya kelebihan dari penerimaan pajak yang melebihi pengeluaran pemerintah disebut tabungan publik. Pada bagian ini akan diuraikan beberapa definisi dan penjelasan istilah-istilah yang digunakan dalam karya ilmiah ini.
Istilah Ekonomi Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi (economic growth) adalah perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksi dalam masyarakat bertambah. Tingkat pertumbuhan ekonomi menujukkan persentase kenaikan pendapatan riil pada suatu tahun tertentu, dibagi pada pendapatan riil pada tahun sebelumnya (Sukirno 2004). Model Pertumbuhan Neoklasik Model pertumbuhan neoklasik disebut juga model pertumbuhan Solow dan model pertumbuhan eksogen yang menjelaskan tentang penyebab terjadinya pertumbuhan ekonomi. Penawaran barang dalam model ini didasarkan pada fungsi produksi yang menyatakan bahwa output bergantung pada persediaan modal dan tenaga kerja: Y = F (K, L) dengan Y adalah output produksi, K adalah input modal, L adalah input tenaga kerja. Karena masing-masing input dianalisis dalam satu fungsi produksi maka diasumsikan bahwa Y memiliki skala hasil konstan (Mankiw 2003b). Fungsi Produksi Cobb-Douglas Fungsi produksi Cobb-Douglas adalah salah satu fungsi produksi yang dapat digunakan dalam analisis produktivitas. Bentuk umum dari fungsi Cobb-Douglas yaitu: Y= A K α L β dengan Y adalah output, K adalah input modal, L adalah input tenaga kerja, A adalah parameter yang lebih besar dari nol yang mengukur produktivitas teknologi yang ada, α adalah elastisitas output dari input K, β adalah elastisitas output dari input L di mana 𝛽 = 1 − 𝛼. Elastisitas output dari fungsi yang digunakan adalah koefisien yang memberikan gambaran elastisitas penggunaan input tertentu dalam menghasilkan output dari suatu proses produksi (Mankiw 2003b).
4 Kemajuan Teknologi Harrod Netral yang Bersifat Labor-Augmenting Kemajuan teknologi Harrod netral (unbiased) bila perubahan teknologi tidak bersifat menghemat modal atau tidak menghemat tenaga kerja. Dalam terminologi kemungkinan produksi, kemajuan teknologi bersifat netral bila kenaikan output sebesar 2 kali lipat terjadi karena adanya kenaikan masing-masing input sebesar 2 kali lipat. Kemajuan teknologi netral yang diajukan oleh Harrod ini apabila pada tingkat keuntungan (atau suku bunga) yang konstan, rasio modal dan output juga tetap konstan (Barro dan Martin 2004). Secara matematis dapat dinyatakan sebagai berikut : Y = F (K, A·L). Di mana A adalah variabel baru (dan abstrak) yang disebut efisiensi tenaga kerja yang mencerminkan pengetahuan masyarakat tentang metode-metode produksi, ketika teknologi mengalami kemajuan maka kualitas atau kemampuan tenaga kerja akan meningkat. Fungsi produksi ini menyatakan bahwa output total Y bergantung pada jumlah unit modal K dan jumlah pekerja efektif, A·L. Kemajuan teknologi tersebut bersifat labor-augmenting karena meningkatkan kualitas atau efisiensi dari tenaga kerja dalam memproduksi. Menurut Solow, kemajuan teknologi menyebabkan berbagai nilai variabel meningkat secara bersamaan pada kondisi konstan atau seimbang atau steady state (Mankiw 2003b). Kondisi Konstan (Steady State) Ekonomi pada kondisi konstan (steady state) adalah suatu keadaan di mana modal per kapita (k) pada periode sekarang sama dengan modal per kapita pada tahun sebelumnya atau ∆k = 0. Kita bisa nyatakan dampak investasi (i) dan depresiasi modal (δ) terhadap perubahan modal per kapita sebagai berikut: ∆k = i – δ·k sehingga kondisi mapan juga dapat dinyatakan saat jumlah investasi sama dengan jumlah depresiasi yang merupakan investasi pulang-pokok atau break-even investment (Mankiw 2003b). Investasi Pulang-Pokok (Break-Even Investment) Break-even investment adalah jumlah investasi yang dibutuhkan untuk mempertahankan persediaan modal per kapita, k tetap konstan (Mankiw 2003b). Return to Scale Return to scale adalah keadaan ketika output meningkat sebagai respon adanya kenaikan yang proporsional dari seluruh input. Jika diketahui fungsi produksi Y = F(K,L) dan semua input dikalikan suatu bilangan positif a, maka Return to scale dapat diklasifikasikan menjadi: 1. Increasing return to scale, jika efek dalam output f(aK, aL) < a f(K,L) 2. Constant return to scale, jika efek dalam output f(aK, aL) = a f(K,L) 3. Decreasing return to scale, jika efek dalam output f(aK, aL) > a f(K,L) (Nicholson 2002).
5 Elastisitas Elastisitas adalah ukuran persentase perubahan suatu variabel yang disebabkan oleh satu persen perubahan variabel lain (Nicholson 2002). Kebijakan Fiskal Kebijakan fiskal adalah langkah-langkah pemerintah untuk membuat perubahan-perubahan dalam sistem pajak atau dalam perbelanjaannya dengan maksud untuk mengatasi masalah-masalah ekonomi yang dihadapi (Sukirno 2004). Variabel Eksogen Variabel eksogen adalah variabel yang dianggap oleh model sudah ditentukan (given). Nilai variabel eksogen ditentukan di luar model atau independen dari solusi model (Mankiw 2003b). Variabel Endogen Variabel endogen adalah variabel yang sifat-sifatnya diterangkan dalam teori, di mana nilai variabel endogen ditentukan oleh simulasi model tersebut (Mankiw 2003b). Pendapatan yang Bisa Dibelanjakan (Disposable Income) Pendapatan yang bisa dibelanjakan (disposable income) didefinisikan sebagai pendapatan setelah pajak, Y – τ, dengan Y adalah pendapatan rumah tangga dari tenaga kerja dan modal yang mereka miliki yang merupakan output perekonomian, dan τ adalah tingkat pajak rata-rata yang ditarik pemerintah dari Y (Mankiw 2003b). Investasi Investasi adalah pembelian alat-alat modal, persediaan barang (inventory), dan struktur usaha (Mankiw 2006). Pengeluran Pemerintah Pengeluaran pemerintah adalah pembelian barang dan jasa oleh seluruh lembaga dan tingkatan pemerintah (pusat, daerah, dan sebagainnya) (Mankiw 2006) Pajak Pajak adalah beralihnya sumber daya dari sektor privat ke sektor pemerintah, wajib dibayar oleh sektor swasta dan berdasarkan ketentuan yang ditetapkan pemerintah, penerimaan pajak digunakan untuk pembiayaan pembangunan negara (Mankiw 2003a).
6 Modal Modal adalah segala barang-barang yang diciptakan manusia dengan tujuan untuk menghasilkan barang-barang lain atau jasa yang akan digunakan masyarakat (Sukirno 2004). Produk Marjinal Misalkan didefinisikan fungsi produksi Y = F(K,L) dengan K menyatakan input capital dan L menyatakan banyaknya tenaga kerja. Produk marjinal dari suatu input adalah output tambahan yang dapat diperoleh dengan menambah input yang bersangkutan 1 unit, sedangkan input-input yang lain dianggap konstan. Secara matematis dinotasikan sebagai berikut : Produk marjinal kapital: 𝑑𝐹
PMK = 𝑑𝐾 . Produk marjinal tenaga kerja: 𝑑𝐹
PML = 𝑑𝐿 . (Nicholson 2002).
Istilah Matematis Turunan Turunan digunakan untuk mengukur tingkat perubahan sesaat variabel tak bebas jika terjadi perubahan yang sangat kecil dalam variabel bebas. Turunan fungsi 𝑓 pada bilangan 𝑐 dinyatakan dengan 𝑓′(𝑐) adalah: 𝑓 ′ (𝑐) = lim
ℎ→0
𝑓 𝑐+ℎ −𝑓(𝑐) ℎ
,
jika limit ada (Stewart 1998). Prinsip Maksimum dan Minimum Fungsi Misalkan 𝑓 ′ 𝑐 turunan kedua dari f. Andaikan 𝑓" kontinu di sekitar c, maka: a) Jika 𝑓 ′ 𝑐 = 0 dan 𝑓"(𝑐) > 0, maka 𝑓 mempunyai nilai minimum lokal pada 𝑐. b) Jika 𝑓 ′ 𝑐 = 0 dan 𝑓"(𝑐) < 0, maka 𝑓 mempunyai nilai maksimum lokal pada 𝑐. (Stewart 1998).
7 Kemonotonan Fungsi Andaikan fungsi 𝑓 terdefinisi pada selang 𝐼(terbuka, tertutup, atau bukan keduanya). Dikatakan bahwa: a) 𝑓 adalah naik pada 𝐼 jika untuk setiap pasang bilangan 𝑥1 dan 𝑥2 dalam I x1 < x2 ⇒ f x1 < f x2 . b) 𝑓 adalah turun pada 𝐼 jika untuk setiap pasang bilangan 𝑥1 dan 𝑥2 dalam I x1 < x2 ⇒ f x1 > f x2 . c) 𝑓 monoton murni pada 𝐼 jika ia naik pada 𝐼 atau turun pada 𝐼. (Stewart 1998). Definisi Himpunan Konveks Himpunan C ⊂ 𝑅 𝑛 dikatakan himpunan konveks jika dan hanya jika untuk setiap x1 dan x2 di C, maka ruas garis yang menghubungkan x1 dan x2 juga terletak di C. Dengan kata lain himpunan C ⊂ 𝑅 𝑛 dikatakan himpunan-himpunan konveks jika dan hanya jika untuk setiap x1 dan x2 di C dan untuk setiap 𝜆 dengan 0 ≤ 𝜆 ≤ 1, maka vektor 𝜆x1 + 1 − 𝜆 x2 juga terletak di C (Peressini et al. 1988). Definisi Fungsi Konkaf dan Fungsi Konveks Misalkan 𝑓 adalah fungsi bernilai real yang terdefinisi pada himpunan konveks C di 𝑅 𝑛 , maka: 1. Fungsi 𝑓 dikatakan konkaf di C jika 𝑓 𝜆x1 + 1 − 𝜆 x2 ≥ 𝜆𝑓 x1 + 1 − 𝜆 𝑓 x2 . Untuk setiap x1 , x2 di C dan untuk setiap 𝜆 dengan 0 ≤ 𝜆 ≤ 1. 2. Fungsi 𝑓 dikatakan konveks di C jika: 𝑓 𝜆x1 + 1 − 𝜆 x2 ≥ 𝜆𝑓 x1 + 1 − 𝜆 𝑓 x2 . Untuk setiap x1 , x2 di C dan untuk setiap 𝜆 dengan 0 ≤ 𝜆 ≤ 1. (Peressini et al. 1988). Ilustrasi kurva fungsi konkaf terdapat pada Gambar 1:
Gambar 1 Ilustrasi fungsi konkaf
8 Ilustrasi kurva fungsi konveks terdapat pada Gambar 2:
Gambar 2 Ilustrasi fungsi konveks Teorema Taylor Misalkan f adalah sebuah fungsi pada himpunan real. Maka fungsi ini dapat mendekati disekitar nilai x* dengan sebuah polinomial berderajat n sebagai berikut : 𝑑2𝑓
𝑑𝑓
f (x) = f (x*) + 𝑑𝑥
x = x*
(x –x*) + 𝑑𝑥 2
(𝑥−𝑥 ∗ )2
x = x*
2!
+⋯+
𝑑𝑛 𝑓
𝑑𝑥 𝑛
(𝑥−𝑥 ∗ )𝑛
x = x*
𝑛!
+ Rn
𝑑𝑛 𝑓
di mana 𝑛 x =x* adalah turunan ke n dari f (x) yang dievaluasi pada titik x* , n! 𝑑𝑥 adalah nilai faktorial dari n, dan Rn adalah nilai kesalahan, kehadiran Rn dalam persamaan mengindikasikan bahwa ekspansi deret Taylor bukan rumus eksak untuk 𝑓 𝑥 (Barro dan Martin 2004).
PEMBAHASAN Ide pada karya ilmiah ini mengikuti pemikiran Carboni dan Medda (2011) bahwa pemerintah yang dapat memengaruhi akumulasi modal swasta melalui tingkat pajak, dan akumulasi modal pemerintah melalui komposisi pengeluaran pemerintah. Pemerintah dapat memutuskan komposisi pengeluarannya sementara itu tidak dapat langsung mengubah jumlah saham modal pemerintah, karena hanya dapat diubah melalui proses akumulasi yang berasal dari keputusan investasi publik. Diasumsikan semua kegiatan pemerintah adalah produksi yaitu menghasilkan dan meningkatkan barang. Modal pemerintah dibagi atas beberapa tipe berbeda yang memiliki dampak berbeda pada kinerja ekonomi. Contohnya adalah modal untuk pendidikan yang membuat output lebih besar dibandingkan modal untuk infrastruktur, sehingga memiliki nilai elastisitas produksi yang berbeda. Dampak berbeda dari setiap pelayanan pemerintah tersebut akan membuat pemisahan modal pemerintah dengan elastisitas produksi masingmasing menjadi lebih mudah untuk dianalisis.
9 Produksi Agregat dan Dinamika Akumulasi Modal Produksi dari output Y ditentukan dalam bentuk fungsi produksi CobbDouglas yang memiliki input stok modal swasta, 2 tipe stok modal pemerintah, banyaknya tenaga kerja dan kemajuan teknologi netral Harrod, dengan elastisitas dari masing-masing input. Selanjutnya Y dinyatakan sebagai berikut : Y = KPα (L A)1-α-γ1 -γ2 KG1γ1 KG2γ2
(1)
dengan KP stok modal swasta, L banyaknya tenaga kerja, A kemajuan teknologi netral Harrod yang bersifat labour-augmenting, KG1 stok modal pemerintah tipe 1, KG2 stok modal pemerintah tipe 2, α elastisitas modal swasta, 0 < α < 1, γ1 elastisitas modal pemerintah tipe 1, 0 < γ1 < 1, γ2 elastisitas modal pemerintah tipe 2, 0 < γ2 < 1. Pada model pertumbuhan neoklasik, masing-masing input memakai asumsi skala hasil yang terus berkurang (decreasing returns to scale) jika masing-masing dianalisis secara terpisah, sedangkan jika masing-masing dianalisis secara bersamaan maka fungsi produksi memakai asumsi skala hasil tetap (constant return to scale ) yaitu total nilai elastisitas dari semua input pada fungsi Y sama dengan satu. Sehingga berlaku, 0 < α + γ1 + γ2 < 1. Elastisitas modal pemerintah dibedakan sesuai dengan tingkat produktivitasnya. Jika γ1 = γ2, dengan mempertimbangkan konsep umum modal pemerintah maka komposisi pengeluaran pemerintah tidak akan memengaruhi laju pertumbuhan ekonomi. Akumulasi modal pemerintah membangun dua aspek yang saling bertentangan dari total pengeluaran pemerintah (G). Salah satunya adalah efek merugikan dari tingkat pajak yang mengurangi modal swasta, dan yang lainnya adalah efek positif dari tingkat investasi dalam modal pemerintah. Pengeluaran pemerintah ini bersifat produktif karena memiliki manfaat yang dirasakan masyarakat secara terus-menerus, sehingga merupakan bentuk investasi negara, contohnya pengeluaran pemerintah untuk infrastruktur dan pendidikan. Diasumsikan model pengeluaran pemerintah tetap seimbang dan mengabaikan pinjaman untuk pembiayaan pengeluaran pemerintah. Pengeluaran pemerintah dibiayai oleh pengadaan pajak rata-rata, dengan τ adalah tingkat ratarata pajak pada pendapatan dengan 0 < τ < 1. Pengeluaran pemerintah dimodelkan sebagai berikut: G = G1 + G2 τ·Y=G
(2)
di mana G1 adalah pengeluaran pemerintah tipe 1, dan G2 adalah pengeluaran pemerintah tipe 2. Komposisi pengeluarannya dimodelkan sebagai berikut :
10 G1 = ϕ · G dan G2 = 1 - ϕ · G
(3)
di mana adalah bagian atau komposisi G1 dari total pengeluaran yaitu G, dengan 0 ≤ ≤ 1. Jika pemerintah menetapkan = 1, maka hanya akumulasi modal pemerintah tipe 1 yang akan dibelanjakan. Untuk = 0, artinya pemerintah menetapkan G1 = 0 sehingga hanya akumulasi modal pemerintah tipe 2 yang akan dibelanjakan. Dinamika akumulasi modal pemerintah bergantung pada investasi pemerintah yaitu berupa pengeluaran pemerintah yang produktif dan bergantung pada jumlah depresiasi modal. Dengan asumsi tingkat depresiasi yaitu δ adalah sama untuk setiap jenis modal pemerintah. Dinamika akumulasi modal pemerintah didefinisikan sebagai turunan stok modal pemerintah terhadap waktu t, yaitu sebagai berikut: KG1 =
dKG1 dKG2 = G1 − δ∙KG1 tipe 1 dan KG2 = = G2 − δ∙KG2 tipe 2 dt dt
(4)
dari persamaan (2) dan (4), kita mendapatkan persamaan total pengeluaran pemerintah sebagai berikut: (dapat dilihat pada Lampiran 1) G = KG1 + KG2 + δ KG1 + KG2 .
(5)
Akumulasi modal swasta bergantung positif pada total pendapatan (Y) dan tingkat tabungan swasta yang disimbolkan sK dengan 0 < sK ≤ 1, serta bergantung negatif pada tingkat rata-rata pajak (τ). Untuk penyederhanaan kita asumsikan tingkat depresiasi (δ) pada akumulasi modal swasta sama dengan δ pada modal pemerintah. Dinamika akumulasi modal swasta didefinisikan sebagai turunan stok modal swasta terhadap waktu t, maka akumulasi modal swasta dimodelkan sebagai berikut : KP =
𝑑𝐾𝑃 = 𝑠𝐾 ∙ 1 − τ ∙ Y - δ · KP 𝑑𝑡
(6)
dengan sK merupakan variabel eksogen.
Kondisi Keseimbangan Jangka Panjang atau Steady State Semua kuantitas dapat dinyatakan dengan besaran per kapita, sehingga 𝑌 K K 𝐾 dapat dinyatakan 𝑦 = 𝐿 𝐴 , kG1 = LG1 , kG2 = 𝐿G2 , k𝑃 = 𝐿 𝑃𝐴 . Maka persamaan A 𝐴 dinamika akumulasi modal (4) sampai (6) dapat dimodelkan menjadi: 𝑘G1 = 𝜏 · ϕ · 𝑦 − 𝛿 + 𝑛 + 𝑥 · 𝑘G1
(7)
𝑘G2 = 𝜏 · (1 − ϕ) · 𝑦 − 𝛿 + 𝑛 + 𝑥 · 𝑘G2
(8)
𝑘𝑃 = 𝑠𝐾 · (1 − 𝜏) · 𝑦 − 𝛿 + 𝑛 + 𝑥 · 𝑘𝑃
(9)
11 dengan, 𝑛= x=
𝑑𝐿 1 𝑑𝑡 𝐿 𝑑𝐴 1 𝑑𝑡 𝐴
𝐿
= 𝐿 tingkat pertumbuhan tenaga kerja, 𝐴
=𝐴
tingkat pertumbuhan teknologi netral Harrod yang bersifat laboraugmenting.
Penjelasan persamaan (7), (8), (9) terdapat pada Lampiran 2, 3, dan 4. Sehingga output per kapita adalah:
y k P kG1 1 kG 2 2 .
(10)
Dapat dilihat pada persamaan (7), (8), (9) bahwa dinamika untuk setiap modal sama dengan jumlah investasi dikurangi break-even investment, k·(δ+n+x). 𝐾 Karena k = 𝐿 𝐴 untuk setiap modal, maka break-even investment meliputi tiga kaidah yaitu untuk menjaga setiap modal tetap konstan, δk dibutuhkan untuk mengganti modal yang terdepresiasi, nk dibutuhkan untuk memberi modal bagi tenaga kerja baru, dan xk dibutuhkan untuk memberi modal bagi “para pekerja efektif” baru yang diciptakan oleh kemajuan teknologi (Mankiw 2003b). Dalam Barro dan Martin (2004) dijelaskan bahwa steady state merupakan situasi dimana bermacam kuantitas tumbuh pada kondisi konstan yaitu pertumbuhan bernilai nol. Selanjutnya dalam model neoklasik dijelaskan bahwa steady state berhubungan dengan pertumbuhan modal per kapita pada kondisi konstan dan keseimbangan jangka panjang akan tercapai. Dalam karya ilmiah ini semua modal per kapita yaitu kG1, kG2, dan kP konstan maka output per kapita yaitu y = f (kG1, kG2, kP) juga berada pada kondisi konstan. Sehingga jumlah investasi harus sama dengan break-even investment, untuk persamaan (7), (8), (9), yang mengakibatkan pertumbuhan semua modal per kapita sama dengan nol. Dalam Mankiw (2003b), kondisi steady state pada besaran per kapita memiliki makna bahwa variabel KP, KG1, KG2, dan Y tumbuh sebesar n + x. Total output perekonomian adalah Y = y (L A), karena pertumbuhan y adalah nol pada kondisi steady state, selanjutnya A tumbuh pada tingkat x, dan L tumbuh pada tingkat n, maka total output Y tumbuh sebesar n + x pada kondisi steady state. Persamaan untuk kG1, kG2, dan kP dibuat dalam steady state, sehingga kG1 = 0, kG2 = 0, dan kP = 0 dengan mengingat fungsi produksi pada persamaan (10), maka output per kapita saat steady state yang disimbolkan dengan y* adalah: (Lampiran 5) 1
s 1 1 2 1 1 2 1 1 2 y* K . ( n x) 1 2
(11)
Substitusikan persamaan (11) ke persamaan (7), (8) dan (9) yang dibuat menjadi steady state, maka modal pemerintah per kapita dan modal swasta per ∗ ∗ kapita saat steady state yang disimbolkan oleh 𝑘𝐺1 , 𝑘𝐺2 , dan 𝑘𝑃∗ adalah:
12 1
kG* 1
s 1 1 1 2 1 2 1 1 2 K n x
s 1 1 kG* 2 K n x
1
1
1 1 1 1 1 2
(12)
(13)
1
s K 1 11 2 1 2 1 1 2 1 1 2 * kP . nx
(14)
Penjelasaan persamaan (12), (13), dan (14) terdapat pada Lampiran 6, 7, dan 8. Output per kapita saat steady state bergantung dengan variabel-variabel eksogen dan endogen, serta bergantung dengan tingkat elastisitas (α, γ1, dan γ2). Variabel eksogen yang berbanding lurus dengan nilai steady state dari output per kapita adalah sK, dan yang berbanding terbalik adalah 𝛿, n serta x. Mengingat bahwa kebijakan publik dimodelkan secara eksplisit dalam karya ilmiah ini, maka variabel endogen dalam output di atas adalah instrumen kebijakan publik, yang pertama yaitu tingkat rata-rata pajak dinyatakan sebagai rasio dari total pengeluaran pemerintah atas total output, diekspresikan dengan τ (lihat persamaan (2)), dan yang kedua yaitu alokasi anggaran publik pada akumulasi modal dari KG1 dan KG2 yang masing-masing diekspresikan oleh dan 1 − . Instrumen kebijakan fiskal memiliki efek yang ambigu pada output dalam persamaan (11). Fraksi (1− τ)α merupakan aspek yang merugikan dari pengeluaran pemerintah, karena fraksi 1− τ merupakan disposable income agen swasta yang memengaruhi total output dengan elastisitas α. Di sisi lain τ pada output tersebut dikhususkan untuk menciptakan pengeluaran pemerintah, yang memengaruhi total output dengan elastisitas γ1 + γ2.
Dinamika Transisional dan Kebijakan Fiskal yang Memaksimalkan Tingkat Pertumbuhan Ekonomi Jika perekonomian berada dalam masa transisi menuju steady state, maka dinamika transisional yang dirancang untuk mencapai keseimbangan akan dirangsang. Transisi ini menunjukkan bagaimana sebuah output per kapita dari suatu perekonomian mengalami konvergensi menuju nilai steady state-nya. Dalam bagian ini akan diuji hubungan antara tingkat pajak (τ) dan komposisi pengeluaran tipe 1 () terhadap tingkat pertumbuhan ekonomi saat masa transisi dalam kerangka kerja yang dinamis. Dengan memperhatikan model keuntungan dari pengaturan pasar, kecepatan konvergensi saat steady state, dan fungsi tingkat pertumbuhan dengan input dinamika modal maka dapat ditulis model untuk tingkat pertumbuhan output per kapita adalah sebagai berikut (Barro dan Martin 2004):
13 𝑦 𝑑𝑦 1 𝑑(ln 𝑦(𝑡)) = ∙ = ≅ 𝛽 (ln 𝑦 ∗ − ln 𝑦(𝑡)) . 𝑦 𝑑𝑡 𝑦 𝑑𝑡
(15) 𝑦
Penyelesaian persamaan (15) terdapat pada Lampiran 9. Dengan 𝑦 dikalikan oleh 100 untuk mendapatkan persentase dari tingkat pertumbuhan. Di mana β = (1 − α − γ1 − γ2 ) (x + n + δ) dan y* adalah output per kapita saat steady state dari yang ditentukan oleh persamaan (11). Persamaan (15) menunjukkan bahwa tingkat pertumbuhan dari output per kapita yang bergantung secara negatif pada tingkat y saat t, dan bergantung secara positif pada nilai y saat steady state, dengan β sebagai koefisien kecepatan konvergensi, yang mengindikasikan kecepatan y mendekati nilai y*, di sekitar steady state tersebut. Sebagai contoh, jika β = 0.05 per tahun, 5% dari gap antara y dan y* akan tertutupi dalam waktu satu tahun. Menggunakan persamaan (11), mencari solusi khusus dan menata ulang dari persamaan (15) akan memberikan ekspresi untuk tingkat pertumbuhan dari output per kapita antara periode awal 0 dan periode T yaitu sebagai berikut:
1 𝑦 = 𝑦 1 1 2 di mana λ =
1- e- β T T
ln sK ln 1 1 2 ln 1 ln ln 1 ( ) ln x n ln y(0) 1 2 2 ( (16)
.
Mendapatkan persamaan (16) terdapat pada Lampiran 10. Persamaan (16) juga dikatakan persamaan dari tingkat pertumbuhan ekonomi pada masa transisi menuju steady state. Dapat dilihat pada persamaan tersebut bahwa pemerintah dapat memengaruhi tingkat pertumbuhan output per kapita dengan menentukan tingkat pajak (τ) dan komposisi dari dua jenis pengeluaran (ϕ dan (1 – ϕ)), yang berkomitmen untuk dinamika akumulasi kedua modal pemerintah (KG1 dan KG2 ). Dengan menyamakan turunan persamaan (16) terhadap τ dan menjadi sama dengan nol maka kita memperoleh tingkat τ dan yang memaksimalkan tingkat pertumbuhan ekonomi pada masa transisi, yaitu sebagai berikut: y ∂ y γ1 + γ2 = 0 → τoptimum = 𝜕τ α + γ1 + γ2
(17)
y ∂ y γ1 = 0 → ϕoptimum = 𝜕ϕ γ1 + γ2
(18)
𝑦
dengan turunan kedua dari 𝑦 terhadap τ maupun ϕ kurang dari nol sehingga nilai τ 𝑦
dan ϕ dapat memaksimumkan nilai 𝑦 , yaitu
y y 𝜕𝜏 2
𝜕2
< 0 dan
y y 𝜕𝜙 2
𝜕2
< 0. Penjelasan
turunan kedua tersebut dan penjelasan persamaan (17) serta (18) terdapat pada Lampiran 11 dan 12. Persamaan (17) menggambarkan bahwa tingkat pajak
14 optimal ditentukan oleh rasio elastisitas modal pemerintah dengan jumlah elastisitas modal swasta dan modal pemerintah. Sedangkan dalam persamaan (18) komposisi pengeluaran pemerintah dapat diatur pada tingkat optimal, yang ditentukan oleh rasio elastisitas modal pemerintah tipe 1 dengan jumlah elastisitas modal pemerintah tipe 1 dan tipe 2. Persamaan (17) dan (18) juga merupakan nilai pengoptimalan untuk output per kapita saat steady state (y*) yang diberikan oleh persamaan (11) dan menunjukkan titik penting bahwa tingkat y* bergantung pada kebijakan fiskal. Model pada persamaan (16) dengan mudah dapat diperluas untuk memungkinkan adanya n jenis modal pemerintah untuk memasuki fungsi produksi yang dalam bentuk intensif menjadi sebagai berikut : y kP
n
k
i
(19)
Gi
i 1
dalam kasus seperti itu, pengeluaran pemerintah tipe i ditentukan oleh
Gi i Y , untuk ∀ 𝑖, di mana
n
i 1
i
1.
Sebagai konsekuensinya, persamaan untuk tingkat pertumbuhan ekonomi pada masa transisi menuju steady state akan menjadi sebagai berikut:
ln sK ln(1 ) ( i ) ln 𝑦 1 ln y ( 0 ) = 𝑦 1 i i ln i ( i ) ln x n 1-e-β T
di mana 𝜆 = T , dan ( x n ) (1 i ). (20) Dengan n jenis modal pemerintah akan didapatkan kondisi optimal untuk tingkat pajak dan komposisi pengeluaran pemerintah tipe i. Sehingga persamaan (17) dan (18) masing-masing menjadi sebagai berikut : y ∂ y γi = 0 → τoptimum = 𝜕τ α + γi
(21)
y ∂ y = 0 → ϕi optimum = 𝜕ϕi
(22)
γi
n . i γi
SIMULASI Pada bab ini akan disimulasikan dari persamaan (11) dan (16) terhadap tingkat pajak, komposisi pengeluaran pemerintah tipe 1, dan beberapa variabel lainnya yang memengaruhi persamaan tersebut.
15 Pengaruh Tingkat Pajak dan Komposisi Pengeluaran Pemerintah Tipe 1 terhadap Output Per Kapita saat Steady State Persamaan (11) menyatakan model output per kapita saat steady state, yaitu sebagai berikut : 1
s K 1 1 2 1 1 2 1 1 2 * y ( n x) 1 2 kemudian dapat disimulasikan tingkat pajak (τ) terhadap persamaan di atas dengan nilai parameter-parameter yaitu x = 0.03, n = 0.02, 𝛿 = 0.02, 𝛾1 = 0.25, 𝛾2 = 0.1, ϕ = 0.5, 𝛼 = 0.35, sK = 0.3 dan 0 < τ ≤ 1. Hasil dari simulasi tersebut dipresentasikan pada Gambar 3.
Gambar 3 Kurva pengaruh tingkat pajak terhadap output per kapita saat steady state Kurva di atas merupakan kurva fungsi konkaf, dan terlihat pengaruh tingkat pajak (τ) terhadap output per kapita saat steady state adalah tidak monoton. Nilai output tersebut akan meningkat sampai titik maksimum yaitu y* = 10.743 unit per kapita dengan τ = 0.5, kemudian akan turun sampai y* = 0 dengan τ = 1. Selanjutnya akan disimulasikan persamaan (11) terhadap komposisi pengeluaran pemerintah tipe 1 (ϕ) dengan menggunakan nilai parameterparameter yaitu x = 0.03, n = 0.02, δ = 0.02, γ1 = 0.25, γ2 = 0.1, τ = 0.5, α = 0.35, sK = 0.3 dan 0 ≤ ϕ ≤ 1. Hasil simulasi tersebut dipresentasikan pada Gambar 4.
16
Gambar 4 Kurva pengaruh komposisi pengeluaran pemerintah tipe 1 terhadap output per kapita saat steady state Pada Gambar 4 memiliki kurva fungsi konkaf dan terlihat pengaruh komposisi pengeluaran pemerintah tipe 1 (ϕ) terhadap output per kapita saat steady state adalah tidak monoton. Nilai output tersebut akan meningkat sampai titik maksimum yaitu y* = 12.001 unit per kapita dengan ϕ = 0.71, kemudian akan turun sampai y* = 0 dengan ϕ = 1. Pengaruh Tingkat Pajak terhadap Pertumbuhan Ekonomi Persamaan (16) merupakan tingkat pertumbuhan ekonomi pada masa transisi menuju steady state, dan dimodelkan sebagai berikut:
1 𝑦 = 𝑦 1 1 2
ln sK ln 1 1 2 ln 1 ln ln 1 ( ) ln x n ln y(0) 1 2 2
. selanjutnya akan disimulasikan pengaruh tingkat pajak (τ) terhadap persamaan
tersebut dengan tiga kasus berbeda dari rasio elastisitas modal swasta (α) dan elastisitas kedua modal pemerintah (γ1 dan γ2), karena mengingat persamaan tingkat pajak optimum yang hanya dipengaruhi oleh elastisitas-elastisitas tersebut. Pada simulasi di bawah ini, setiap kasus memiliki nilai α berbeda-beda, dengan nilai parameter-parameter disajikan dalam Tabel 1. Tabel 1
Nilai-nilai parameter pada pengaruh tingkat pertumbuhan ekonomi dengan α berbeda-beda.
pajak
terhadap
δ
T
sK
ϕ
y(0)
α
γ1
γ2
(1) α < γ1 + γ2 0.03 0.02
0.02
10
0.3
0.5
1
0.3
0.25
0.1
(2) α = γ1 + γ2 0.03 0.02
0.02
10
0.3
0.5
1
0.35 0.25
0.1
(3) α > γ1 + γ2 0.03 0.02
0.02
10
0.3
0.5
1
0.4
0.1
Kasus
x
n
0.25
17 Hasil simulasi dari nilai parameter-parameter pada Tabel 1 akan dipresentasikan pada Gambar 5.
Gambar 5 Kurva pengaruh tingkat pajak terhadap pertumbuhan ekonomi dengan α berbeda-beda Dapat dilihat pada Gambar 5 bahwa ketiga kurva merupakan kurva konkaf dan tidak monoton karena tingkat pertumbuhan akan naik sampai pada nilai τ optimum kemudian tingkat pertumbuhan akan turun. Selanjutnya didapatkan pengaruh nilai α yang semakin besar terhadap 𝑦 tingkat pertumbuhan 𝑦 maksimum dan terhadap tingkat pajak (τ) optimum. 𝑦
Pada kasus pertama (α = 0.3), tingkat pertumbuhan akan naik sampai 𝑦 maksimum sebesar 0.042 yaitu pada τoptimum = 0.54. Pada kasus kedua (α = 0.35), tingkat 𝑦 pertumbuhan akan naik sampai 𝑦 maksimum sebesar 0.045 yaitu pada τoptimum = 0.5. Sedangkan pada kasus ketiga (α = 0.4), tingkat pertumbuhan akan 𝑦 naik sampai 𝑦 maksimum sebesar 0.048 yaitu pada τoptimum = 0.47. Sehingga semakin besar nilai elastisitas modal swasta (α) maka semakin besar tingkat 𝑦 pertumbuhan 𝑦 maksimum yang dicapai dengan tingkat pajak (τ) optimum yang semakin kecil. Kemudian akan disimulasikan dari persamaan (16) dengan tiga kasus yang berbeda seperti Tabel 1, namun memiliki nilai elastisitas modal pemerintah tipe 1 (γ1) yang berbeda. Nilai parameter untuk simulasi ini akan disajikan pada Tabel 2.
18 Tabel 2
Nilai-nilai parameter pada pengaruh tingkat pertumbuhan ekonomi dengan γ1 berbeda-beda.
pajak
terhadap
δ
T
sK
ϕ
y(0)
α
γ1
γ2
(1) α < γ1 + γ2 0.03 0.02
0.02
10
0.3
0.5
1
0.375
0.2
0.2
(2) α = γ1 + γ2 0.03 0.02
0.02
10
0.3
0.5
1
0.375
0.175
0.2
(3) α > γ1 + γ2 0.03 0.02
0.02
10
0.3
0.5
1
0.375
0.15
0.2
Kasus
x
n
Hasil simulasi dari nilai parameter-parameter pada Tabel 2 akan dipresentasikan pada Gambar 6.
Gambar 6 Kurva pengaruh tingkat pajak terhadap pertumbuhan ekonomi dengan γ1 berbeda-beda Dapat dilihat pada Gambar 6 bahwa ketiga kurva merupakan fungsi konkaf dan tidak monoton karena tingkat pertumbuhan akan naik sampai pada nilai τ optimum kemudian tingkat pertumbuhan akan turun. Selanjutnya didapatkan pengaruh nilai γ1 yang semakin besar terhadap 𝑦 tingkat pertumbuhan 𝑦 maksimum dan terhadap tingkat pajak (τ) optimum. 𝑦
Pada kasus ketiga (γ1 = 0.15), tingkat pertumbuhan akan naik sampai 𝑦 maksimum sebesar 0.047 yaitu pada τoptimum = 0.48. Pada kasus kedua (γ1 = 0.175), tingkat 𝑦 pertumbuhan akan naik sampai 𝑦 maksimum sebesar 0.049 yaitu pada τoptimum = 0.5. Sedangkan pada kasus pertama (γ1 = 0.2), tingkat pertumbuhan akan 𝑦 naik sampai 𝑦 maksimum sebesar 0.050 yaitu pada τoptimum = 0.52. Sehingga semakin besar nilai elastisitas modal pemerintah tipe 1 (γ1) maka semakin besar
19 tingkat pertumbuhan
𝑦 𝑦
maksimum yang dicapai dengan tingkat pajak (τ)
optimum yang semakin besar. Kemudian akan disimulasikan dari persamaan (16) dengan tiga kasus yang berbeda yaitu nilai elastisitas modal pemerintah tipe 2 (γ2) yang berbeda-beda. Nilai parameter untuk simulasi ini akan disajikan pada Tabel 3. Tabel 3
Nilai-nilai parameter pada pengaruh tingkat pertumbuhan ekonomi dengan γ2 berbeda-beda.
pajak
terhadap
n
δ
T
sK
ϕ
y(0)
α
γ1
γ2
(1) α < γ1 + γ2 0.03
0.02
0.02
10
0.3
0.5
1
0.3
0.15
0.2
(2) α = γ1 + γ2 0.03
0.02
0.02
10
0.3
0.5
1
0.3
0.15
0.15
(3) α > γ1 + γ2 0.03
0.02
0.02
10
0.3
0.5
1
0.3
0.15
0.1
Kasus
x
Hasil simulasi dari nilai parameter-parameter pada Tabel 3 akan dipresentasikan pada Gambar 7.
Gambar 7 Kurva pengaruh tingkat pajak terhadap pertumbuhan ekonomi dengan γ2 berbeda-beda Dapat dilihat pada Gambar 7 bahwa ketiga kurva merupakan kurva konkaf dan tidak monoton karena tingkat pertumbuhan akan naik sampai pada nilai τ optimum kemudian tingkat pertumbuhan akan turun. Selanjutnya didapatkan pengaruh nilai γ2 yang semakin besar terhadap 𝑦 tingkat pertumbuhan maksimum dan terhadap tingkat pajak (τ) optimum. 𝑦
Pada kasus ketiga (γ2 = 0.1), tingkat pertumbuhan akan naik sampai
𝑦 𝑦
maksimum
20 sebesar 0.033 yaitu pada τoptimum = 0.45. Pada kasus kedua (γ2 = 0.15), tingkat 𝑦 pertumbuhan akan naik sampai 𝑦 maksimum sebesar 0.035 yaitu pada τoptimum = 0.5. Sedangkan pada kasus pertama (γ2 = 0.2), tingkat pertumbuhan akan naik 𝑦 sampai 𝑦 maksimum sebesar 0.039 yaitu pada τoptimum = 0.54. Sehingga semakin besar nilai elastisitas modal pemerintah tipe 2 (γ2) maka semakin besar tingkat 𝑦 pertumbuhan 𝑦 maksimum yang dicapai dengan tingkat pajak (τ) optimum yang semakin besar. Dari hasil simulasi pada Gambar 6 dan Gambar 7 maka dapat dikatakan bahwa semakin besar jumlah nilai elastisitas modal pemerintah tipe 1 dan tipe 2 (γ1 + γ2) maka semakin besar tingkat pertumbuhan
𝑦 𝑦
maksimum yang dicapai
dengan tingkat pajak (τ) optimum yang semakin besar. Selanjutnya dapat dilihat dari ketiga gambar yang sudah disimulasikan dalam subbab ini bahwa pada kasus kedua yaitu α = γ1 + γ2 selalu memiliki nilai τoptimum = 0.5 dan pada kasus pertama yaitu α < γ1 + γ2 memiliki nilai τoptimum paling besar.
Pengaruh Komposisi Pengeluaran Pemerintah Tipe 1 terhadap Pertumbuhan Ekonomi Pada subbab ini akan disimulasikan pengaruh komposisi pengeluaran pemerintah tipe 1 (ϕ) terhadap tingkat pertumbuhan ekonomi pada persamaan (16). Simulasi akan dilakukan dengan membagi kasus menjadi 3 yaitu dengan rasio modal pemerintah tipe 1 dan tipe 2 yang berbeda-beda, karena akan dilihat juga hubungan elastisitas kedua modal pemerintah tersebut pada komposisi pengeluaran tipe 1 optimum. Simulasi pertama dilakukan dengan nilai elastisitas modal pemerintah tipe 1 (γ1) yang berbeda-beda. Nilai parameter-parameter untuk simulasi ini disajikan dalam Tabel 4. Tabel 4
Nilai-nilai parameter pada pengaruh komposisi pengeluaran tipe 1 terhadap pertumbuhan ekonomi dengan γ1 berbeda-beda .
Kasus
x
n
δ
T
sK
τ
y(0)
α
γ1
γ2
0.2
0.25
(1) γ1 < γ2
0.03 0.02
0.02
10
0.3
0.5
1
0.35
(2) γ1 = γ2
0.03 0.02
0.02
10
0.3
0.5
1
0.35 0.25 0.25
(3) γ1 > γ2
0.03 0.02
0.02
10
0.3
0.5
1
0.35
0.3
0.25
Dari nilai-nilai parameter yang sudah ditetapkan pada tabel di atas, maka didapatkan kurva pada Gambar 8.
21
Gambar 8 Kurva pengaruh komposisi pengeluaran tipe 1 terhadap pertumbuhan ekonomi dengan γ1 berbeda-beda Dapat dilihat pada Gambar 8 bahwa ketiga kurva merupakan fungsi konkaf dan tidak monoton karena tingkat pertumbuhan akan naik sampai pada nilai ϕ optimum kemudian tingkat pertumbuhan akan turun. Selanjutnya didapatkan pengaruh nilai γ1 yang semakin besar terhadap 𝑦 tingkat pertumbuhan 𝑦 maksimum dan terhadap komposisi pengeluaran pemerintah tipe 1 (ϕ) optimum. Pada kasus pertama (γ1 = 0.2), tingkat 𝑦 pertumbuhan akan naik sampai 𝑦 maksimum sebesar 0.055 yaitu pada ϕoptimum = 0.44. Pada kasus kedua (γ1 = 0.25), tingkat pertumbuhan akan naik sampai
𝑦 𝑦
maksimum sebesar 0.06 yaitu pada ϕoptimum = 0.5. Sedangkan pada kasus ketiga 𝑦 (γ1 = 0.3), tingkat pertumbuhan akan naik sampai 𝑦 maksimum sebesar 0.065 yaitu pada ϕoptimum = 0.54. Sehingga semakin besar nilai elastisitas modal 𝑦 pemerintah tipe 1 (γ1) maka semakin besar tingkat pertumbuhan 𝑦 maksimum yang dicapai dengan komposisi pengeluaran pemerintah tipe 1 (ϕ) optimum yang semakin besar. Kemudian akan disimulasikan dari persamaan (16) dengan 3 kasus berbeda dari rasio modal pemerintah tipe 1 dan 2 yaitu dibedakan dari nilai elastisitas modal pemerintah tipe 2 (γ2). Nilai parameter-parameter untuk simulasi ini akan disajikan pada Tabel 5.
22 Tabel 5
Kasus
Nilai-nilai parameter pada pengaruh komposisi pengeluaran tipe 1 terhadap pertumbuhan ekonomi dengan γ2 berbeda-beda. x
n
δ
T
sK
τ
y(0)
α
γ1
γ2
(1) γ1 < γ2
0.03 0.02
0.02
10
0.3
0.5
1
0.35
0.2
0.25
(2) γ1 = γ2
0.03 0.02
0.02
10
0.3
0.5
1
0.35
0.2
0.2
(3) γ1 > γ2
0.03 0.02
0.02
10
0.3
0.5
1
0.35
0.2
0.15
Hasil simulasi dari nilai parameter-parameter pada Tabel 5 akan dipresentasikan pada Gambar 9.
Gambar 9 Kurva pengaruh komposisi pengeluaran tipe 1 terhadap pertumbuhan ekonomi dengan γ2 berbeda-beda Dapat dilihat pada Gambar 9 bahwa ketiga kurva merupakan fungsi konkaf dan tidak monoton karena tingkat pertumbuhan akan naik sampai pada nilai ϕ optimum kemudian tingkat pertumbuhan akan turun. Selanjutnya didapatkan pengaruh nilai γ2 yang semakin besar terhadap 𝑦 tingkat pertumbuhan 𝑦 maksimum dan terhadap komposisi pengeluaran pemerintah tipe 1 (ϕ) optimum. Pada kasus ketiga (γ2 = 0.15), tingkat pertumbuhan 𝑦 akan naik sampai 𝑦 maksimum sebesar 0.041 pada ϕoptimum = 0.57. Pada kasus kedua (γ2 = 0.2), tingkat pertumbuhan akan naik sampai
𝑦 𝑦
maksimum sebesar
0.044 yaitu pada ϕoptimum = 0.5. Sedangkan pada kasus pertama (γ2 = 0.25), tingkat 𝑦 pertumbuhan akan naik sampai 𝑦 maksimum sebesar 0.047 yaitu pada ϕoptimum = 0.44. Sehingga semakin besar nilai elastisitas modal pemerintah tipe 2 (γ2) maka
23 semakin besar tingkat pertumbuhan
𝑦 𝑦
maksimum yang dicapai dengan
komposisi pengeluaran pemerintah tipe 1 (ϕ) optimum yang semakin kecil. Dari hasil simulasi pada Gambar 8 dan 9 dapat dilihat pada kasus kedua yaitu γ1 = γ2 selalu memiliki nilai ϕoptimum = 0.5 dan kasus ketiga yaitu γ1 > γ2 memiliki nilai ϕoptimum paling besar.
Pengaruh Variabel Lain terhadap Pertumbuhan Ekonomi Pada subbab ini akan dilihat pengaruh penjumlahan variabel tingkat pertumbuhan teknologi, tingkat pertumbuhan tenaga kerja, dan tingkat depresiasi modal (x + n + δ) , kemudian pengaruh tingkat tabungan swasta (sK), periode T, dan output per kapita pada waktu awal (y(0)) terhadap tingkat pertumbuhan ekonomi pada persamaan (16). Untuk melihat pengaruh variabel x + n + δ terhadap pertumbuhan ekonomi pada persamaan (16), maka ditetapkan nilai parameter-parameter yaitu y(0) = 1, γ1 = γ2 = 0.175, α = 0.35, τ = 0.5, T = 50, sK = 0.3, 0 < x + n + δ < 1 dan ϕ = 0.5. Hasil dari simulasi ini dipresentasikan pada Gambar 10 seperti berikut ini :
Gambar 10 Kurva pengaruh penjumlahan variabel tingkat pertumbuhan teknologi, tingkat pertumbuhan tenaga kerja, dan tingkat depresiasi modal terhadap pertumbuhan ekonomi Pada Gambar 10 memperlihatkan pengaruh penjumlahan parameter tingkat pertumbuhan teknologi, tingkat pertumbuhan tenaga kerja, tingkat depresiasi modal (x + n + δ) terhadap tingkat pertumbuhan ekonomi saat masa 𝑦 transisi 𝑦 adalah tidak monoton. Tingkat pertumbuhan ekonomi akan naik sampai nilai x + n + δ = 0.046 pada tingkat pertumbuhan maksimum sebesar 0.033, dan kemudian pertumbuhan akan turun. Jika x + n + δ = 1 maka tingkat pertumbuhan akan bernilai negatif yaitu -0.077. Selanjutnya untuk melihat pengaruh nilai tabungan swasta, maka ditetapkan nilai paramter-parameter lainnya yaitu x + n + δ = 0.07, y(0) = 1, γ1 = γ2 = 0.175, α = 0.35, τ = 0.5, T = 50, dan ϕ = 0.5, serta nilai 0 < sK ≤ 1. Hasil simulasinya dipresentasikan dalam Gambar 11 berikut ini:
24
Gambar 11 Kurva pengaruh tingkat tabungan swasta terhadap pertumbuhan ekonomi Dari Gambar 11 dapat dilihat bahwa kurva memiliki hubungan yang monoton naik dan bersifat fungsi konkaf. Pada saat nilai sK = 1 maka tingkat pertumbuhan ekonominya adalah 0.071. Sehingga tingkat pertumbuhan ekonomi berbanding lurus dengan tabungan swasta, semakin besar nilai tabungan swasta maka semakin besar tingkat pertumbuhan ekonominya. Simulasi berikutnya akan dilihat pengaruh periode T terhadap tingkat pertumbuhan ekonomi, ditetapkan nilai parameter-parameter dengan x + n + δ = 0.07, y(0) = 1, γ1 = γ2 = 0.175, α = 0.35, τ = 0.5, sK = 0.3, dan ϕ = 0.5, serta 1 ≤ T ≤ 50. Dari hasil parameter tersebut maka didapatkan kurva dalam Gambar 12 berikut ini :
Gambar 12 Kurva pengaruh nilai periode T terhadap pertumbuhan ekonomi Pada Gambar 12 dapat dilihat bahwa kurva berbentuk monoton turun, artinya terdapat hubungan yang berbanding terbalik antara tingkat pertumbuhan terhadap nilai periode T, semakin besar nilai periode T maka semakin kecil tingkat pertumbuhan ekonominya, pada periode T = 1 tingkat pertumbuhan bernilai 0.049 dan pada periode T = 50 tingkat pertumbuhan bernilai 0.031.
25 Simulasi terakhir pada bab ini akan dipresentasikan pengaruh nilai output y pada waktu awal (y(0)) terhadap tingkat pertumbuhan ekonomi pada persamaan (16), dengan nilai parameter-parameternya yaitu x + n + δ = 0.07, γ1 = γ2 = 0.175, α = 0.35, τ = 0.5, sK = 0.3, T = 50 dan ϕ = 0.5, serta 1 ≤ y(0) ≤ 10. Hasil simulasi dipresentasikan pada Gambar 13.
Gambar 13 Kurva pengaruh nilai output per kapita pada waktu awal terhadap pertumbuhan ekonomi Pada Gambar 13 dapat dilihat bahwa kurva berbentuk monoton turun dan merupakan kurva konveks, artinya terdapat hubungan yang berbanding terbalik antara tingkat pertumbuhan terhadap nilai output pada waktu awal y(0). Hal ini berarti, semakin besar nilai y(0) maka semakin kecil tingkat pertumbuhan ekonominya, contohnya yaitu negara maju memiliki nilai output awal yang besar dibandingkan negara berkembang yang memiliki nilai output awal yang sedikit sehingga pertumbuhan ekonomi di negara maju lebih kecil dibandingkan pertumbuhan ekonomi di negara berkembang yang lebih besar. Pada Gambar 13 saat y(0) = 1 tingkat pertumbuhan berada pada nilai 0.03, dan saat y(0) = 10 tingkat pertumbuhan berada pada nilai 0.001.
KESIMPULAN Pada karya ilmiah ini didapatkan persamaan output per kapita saat steady state dan tingkat pertumbuhan ekonomi pada masa transisi menuju steady state, persamaan-persamaan tersebut berasal dari fungsi produksi Cobb-Douglas yang merupakan model pertumbuhan neoklasik. Karya ilmiah ini mempelajari pengaruh tingkat pajak, komposisi pengeluaran pemerintah tipe 1, serta parameter lainnya terhadap persamaan-persamaan tersebut, di mana pengeluaran pemerintah terdiri dari 2 tipe karena memiliki nilai elastisitas produksi yang berbeda. Kemudian dipelajari pengaruh parameter-parameter tingkat pajak dan komposisi pengeluaran pemerintah tipe 1 yang mengoptimumkan tingkat pertumbuhan ekonomi pada masa transisi. Dari hasil pembahasan dan simulasi yang telah dilakukan, maka diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut:
26
1. Pengaruh tingkat pajak dan komposisi pengeluaran pemerintah tipe 1 terhadap output per kapita saat steady state adalah tidak monoton dan berbentuk kurva konkaf, output per kapita saat steady state akan naik sampai tingkat pajak optimum dan komposisi pengeluaran pemerintah tipe 1 optimum, saat itu output per kapita saat steady state adalah paling maksimum, kemudian output per kapita saat steady state akan menurun sampai tingkat pajak dan komposisi pengeluaran pemerintah tipe 1 bernilai sama dengan satu yaitu pada output per kapita saat steady state sama dengan nol. 2. Pengaruh tingkat pajak dan komposisi pengeluaran pemerintah tipe 1 terhadap tingkat pertumbuhan ekonomi pada masa transisi adalah tidak monoton dan berbentuk kurva konkaf, pertumbuhan ekonomi akan naik sampai tingkat pajak optimum dan komposisi pengeluaran pemerintah tipe 1 optimum, saat itu tingkat pertumbuhan ekonomi adalah paling maksimum, kemudian tingkat pertumbuhan ekonomi akan terus menurun. 3. Semakin besar nilai elastisitas modal swasta maka semakin besar tingkat pertumbuhan ekonomi maksimum yang dicapai dengan tingkat pajak optimum yang semakin kecil. Selanjutnya semakin besar jumlah nilai elastisitas modal pemerintah tipe 1 dan tipe 2 maka semakin besar tingkat pertumbuhan ekonomi maksimum yamg dicapai dengan tingkat pajak optimum yang semakin besar. Jika nilai elastisitas modal swasta sama dengan jumlah nilai elastisitas modal pemerintah tipe 1 dan tipe 2 maka tingkat pajak optimum sama dengan 0.5. Pada kasus nilai elastisitas modal swasta lebih kecil dari jumlah nilai elastisitas modal pemerintah tipe 1 dan tipe 2, akan memiliki tingkat pajak optimum paling besar. 4. Semakin besar nilai elastisitas modal pemerintah tipe 1 maka semakin besar tingkat pertumbuhan ekonomi maksimum yang dicapai dengan komposisi pengeluaran pemerintah tipe 1 optimum yang semakin besar. Selanjutnya semakin besar nilai elastisitas modal pemerintah tipe 2 maka semakin besar tingkat pertumbuhan ekonomi maksimum yang dicapai dengan komposisi pengeluaran pemerintah tipe 1 optimum yang semakin kecil. Jika nilai elastisitas modal pemerintah tipe 1 sama dengan nilai elastisitas modal pemerintah tipe 2 maka komposisi pengeluaran pemerintah tipe 1 optimum sama dengan 0.5. Pada kasus nilai elastisitas modal pemerintah tipe 1 yang lebih besar dari nilai elastisitas modal pemerintah tipe 2, akan memiliki komposisi pengeluaran pemerintah tipe 1 optimum paling besar. 5. Fungsi pertumbuhan ekonomi pada masa transisi juga dipengaruhi beberapa variabel lainnya yaitu, periode T, nilai output per kapita pada waktu awal, tingkat tabungan swasta, serta penjumlahan parameter tingkat pertumbuhan teknologi, tingkat pertumbuhan tenaga kerja, dan tingkat depresiasi modal. Periode T dan output per kapita pada waktu awal berbanding terbalik dengan tingkat pertumbuhan ekonomi, kurva berbentuk konveks dan monoton turun. Sedangkan tingkat tabungan swasta berbanding lurus dengan tingkat pertumbuhan ekonomi, kurva bebentuk konkaf dan monoton naik. Selanjutnya pengaruh penjumlahan parameter tingkat pertumbuhan teknologi, tingkat pertumbuhan tenaga
27 kerja, dan tingkat depresiasi modal terhadap tingkat pertumbuhan ekonomi adalah tidak monoton.
DAFTAR PUSTAKA Aschauer DA. 1989. Public Investment and Productivity Growth in the Group of Seven. Journal of Macroeconomic. 13(5):17-25. Barro RJ, Martin XS. 2004. Economic Growth. Ed ke-2. London (GB): The MIT Press. Carboni OA, Medda G. 2011. Government Spending and Growth in a Neoclassical Model. Journal of Mathematic Finance Economic. 4(4):269285.doi:10.1007/s.11579.011.0045.2. Mankiw NG. 2003a. Pengantar Ekonomi Jilid 1. Ed ke-2. Munandar H, penerjemah; Kristiaji WC, editor. Jakarta (ID): Penerbit Erlangga. Terjemahan dari: Principles of Economic. Mankiw NG. 2003b. Teori Makroekonomi. Ed ke-5. Nurmawan I, penerjemah; Kristiaji WC, editor. Jakarta (ID): Penerbit Erlangga. Terjemahan dari: Macroeconomics. Ed ke-5. Mankiw NG. 2006. Pengantar Ekonomi Jilid 2. Munandar H, Salim E, penerjemah; Sumiharti Y, Kristiaji WC, editor. Jakarta (ID): Penerbit Erlangga. Terjemahan dari: Principles of Economics. Nicholson W. 2002. Mikroekonomi Intermediate. Ed ke-8. Mahendra IB, Aziz A, penerjemah. Jakarta (ID): Binurpa Aksara. Peressini Al, Sullivan FE, Uhl JJ. 1988. The Mathematics of Nonlinear Programming. New York (US): Springer-Verlag. Sukirno S. 2004. Teori Pengantar Makroekonomi. Jakarta (ID): PT Raja Grafindo Persada. Stewart RM. 1998. Kalkulus Jilid 1. Ed ke-4. Susila IN, Gunawan H, penerjemah; Mahanani N, Hardani W, editor; Jakarta (ID): Penerbit Erlangga. Terjemahan dari: Calculus. Ed ke-4.
28 Lampiran 1 Mendapatkan total pengeluaran pemerintah (persamaan (5)) Dari persamaan (2), dan (4) didapatkan persamaan (5): G = G1 + G2 = KG1 + δKG1 + KG2 + δKG2 = KG1 + KG2 + δKG1 + δKG2 = KG1 + KG2 + δ (KG1 + KG2 ).
Lampiran 2 Mendapatkan dinamika akumulasi modal pemerintah tipe 1 (persamaan (7)) Y LA KG1 KG1 kG1 = → kG1 = LA LA y=
KG1 LA – LAKG1 – ALKG1
=
(LA)2
KG1 L KG1 A KG1 − − LA L LA A LA G1 − δ ·KG1 = − n · kG1 − x · kG1 LA τ· ϕ · Y = − δ · kG1 − n · kG1 − x · kG1 LA =
= τ ∙ ϕ ∙ y − δ ∙ kG1 − n ∙ kG1 − x ∙ kG1 kG1 = τ ∙ ϕ ∙ y − (δ + n + x) ∙ kG1 .
Lampiran 3 Mendapatkan dinamika akumulasi modal pemerintah tipe 2 (persamaan (8)) kG2 =
KG2 KG2 → kG2 = LA LA KG2 LA – LAKG2 – ALKG2 = (LA)2 =
KG2 L KG2 A KG2 − − LA L LA A LA
G2 KG 2 n kG 2 x kG 2 LA
29
(1 ) Y LA
kG2 n kG2 x kG2
(1 ) y k G 2 n k G 2 x k G 2 kG2 (1 ) y ( n x) kG 2 .
Lampiran 4 Mendapatkan dinamika akumulasi modal swasta (persamaan (9)) kP =
KP KP → kP = LA LA KP LA – LAKP – ALKP = (LA)2 =
K P L KP A KP − − LA L LA A LA
sK (1 ) Y K P n kP x kP LA
s K (1 ) y k P n k P x k P kP s K (1 ) y ( n x) k P .
Lampiran 5 Mendapatkan output per kapita saat steady state (persamaan (11)) kG1 = 0 kG2 = 0 kP = 0
y n x (1 ) y kG 2 = nx sK (1 ) y . kP = n x k G1 =
Ketiga persamaan di atas disubstitusikan ke persamaan (10) maka didapatkan persamaan (11):
y k P k G1 1 k G 2
2
1
s K (1 ) y y (1 ) y y = n x n x n x y s K 1 1 1 1 2 2 = 1 2 y y y ( n x) ( n x) 1 ( n x) 2
2
30 =
y 1 2 y
s K 1 1 2 1 1 ( n x) 1 2
y
1 ( 1 2 )
2
s 1 1 2 1 1 = K ( n x) 1 2
2
1
s K 1 1 2 1 1 2 1 1 2 y . ( n x) 1 2
Output per kapita saat steady state disimbolkan dengan:
s K 1 1 2 1 1 2 * y ( n x) 1 2
1
1 1 2 .
Lampiran 6 Mendapatkan modal pemerintah tipe 1 per kapita saat steady state (persamaan (12)) Substitusikan persamaan y* kepersamaan kG1, kG2, kP untuk mendapatkan persamaan (12), (13), (14).
y nx y * = nx
k G1 =
1
s K 1 1 2 1 1 2 1 1 2 = nx ( n x) 1 2 1
=
1 1 2
1 2 1 1 2
s
K
1 1
2
1 1 1 2
1 1 2
( n x)( n x)
=
1 1 2 1 1 1 2
1 1 2 1 2 1 1 2
s
K
1 1
1 1 2
1
2 1 1 2
1 ( n x)
=
1 2 1 1 2
1 1 2 1 2 1 1 2
1 1 1 2
s
K
1 1
1
2 1 1 2
1 ( n x)
k G1
s K 1 1 1 2 1 2 nx
1 1 1 2
.
1 1 1 2
31 Modal pemerintah tipe 1 per kapita saat steady state disimbolkan dengan: 1
kG* 1
s K 1 1 1 2 1 2 1 1 2 . nx
Lampiran 7 Mendapatkan modal pemerintah tipe 2 per kapita saat steady state (persamaan (13)) (1 ) y nx (1 ) y * = n x
kG 2 =
1
2 1 s K 1 1 2 1 1 1 1 2 = n x ( n x) 1 2
= 1 (1 )
2
1 1 2
1 2 1 1 2
s
K
1
1
1 1 1 2
1 1 2
( n x)( n x)
= (1 )
1 1 2 2 1 1 2
1 1 2
1 1 2 1 2 1 1 2
s
K
1
1
1 1 1 2
1 ( n x)
= (1 )
1 1 2 1 2 1 1 2
1 1 1 1 2
1 1 1 2
s
K
1
1
1 1 1 2
1 ( n x)
kG2
s K 1 1 1 1 1 1 n x
1 1 1 2
1 1 1 2
.
Modal pemerintah tipe 2 per kapita saat steady state disimbolkan dengan: 1
kG* 2
s 1 1 1 1 1 1 1 1 2 K . n x
Lampiran 8 Mendapatkan modal swasta per kapita saat steady state (persamaan (14))
kP =
s K (1 ) y nx
32 =
s K (1 ) y * n x 1
s K (1 ) s K 1 1 2 1 1 2 1 1 2 = nx ( n x) 1 2 = sK s
1 1 2 K
(1 ) (1 )
1 1 2
1 2
1 1
2
1 1 1 2
1 1 2
( n x)( n x)
= sK
1 1 2 1 1 2
1 1 2
(1 )
1 1 2 1 1 2
1 2
1 1
2
1 1 1 2
1 ( n x)
= sK
1 1 2 1 2 1 1 2
1 1 2 1 1 2
(1 )
1 1 2 1 1 2
1 2
1 1
2
1 1 1 2
1 1
( n x) 1 1 2
s 1 1 1 2 1 2 1 1 2 kP K n x
1
1 1 2 .
Modal swasta per kapita saat steady state disimbolkan dengan: 1
s 1 1 1 2 1 2 1 1 2 1 1 2 . k P* K n x
Lampiran 9 Mendapatkan tingkat pertumbuhan output per kapita (persamaan (15)) Dalam Barro dan Martin (2004), pada sebuah pengaturan pasar, keuntungan dimodelkan sebagai berikut : π= KPα (L A)1−α−γ1−γ2 KG1γ1 KG2γ2 − Rkp KP − RkG1 KG1 − RkG2 KG2 − w L dengan Rkp, RkG1, dan RkG2 adalah tingkat sewa (rental rates) untuk modal KP, KG1, dan KG2, serta w adalah tingkat upah untuk tenaga kerja L. Dalam perekonomian yang kompetitif, modal dan tenaga kerja dibayar pada kondisi produk marginal, sehingga produk marginal dari modal akan sama dengan besaran harga sewa, maka: dy y 𝑅𝑘𝑝 = =α dkP kP
33 dy y = γ1 dkG1 kG1 dy y RkG2 = = γ2 . dkG2 kG2
RkG1 =
Modal dan pinjaman merupakan subtitusi sempurna sebagai simpanan nilai dan sebagai hasilnya mereka harus memberikan pengembalian yang sama, sehingga: r = Rkp − = RkG1 − = RkG2 − di mana r adalah tingkat bunga pada dana yang dipinjam. Pengoptimalan akan dilakukan, oleh karena itu, setiap modal sampai pada sebuah titik di mana produk marginal ketiga modal itu sama. Jadi: α
y y y − δ = γ1 − δ = γ2 − δ. kP kG1 kG2
Akibatnya, dapat dimodelkan untuk modal pemerintah sebagai berikut:
k G1 =
1 k p dan kG 2 = 2 k p
Output per kapita (y) dapat menjadi sebuah fungsi dari modal swasta (kp) yaitu: 𝑦 = 𝑓 𝑘𝑝 = 𝑘𝑝 𝛼 𝑘𝐺1 𝛾1 𝑘𝐺2 𝛾2 𝛾1
γ1 𝛼
= 𝑘𝑝 𝛼+𝛾1 +𝛾2
γ2 𝛼
𝛾2
.
Akumulasi modal swasta dan pemerintah dari persamaan (7),(8), dan (9): kP +kG1 + kG2 sK 1 y n x kP y kG1 ( n x)
(1 ) y kG 2 ( n x) = (1 ) s K 1 y (k P k G1 k G 2 ) n x = s K 1 y (k P kG1 k G 2 ) n x = s K 1 k P k G1 1 k G 2 2 (k P k G1 k G 2 ) n x 1
kP +
1 kP + 2 kP = s K 1 k P 1 k p 2 k p (1 1 2 )k p n x
1
2
(1+ 1 + 2 ) kP = sK 1 k P 1 k p 2 k p (1 1 2 )k p n x 2
1
kP = sK 1 C k P
1 2
2
− n x kp
34
1 2 adalah konstanta. 1 2 1 1
dimana, C =
1 2
2
Kecepatan konvergensi, , didekati oleh seberapa besar tingkat pertumbuhan turun sepanjang meningkatnya modal, yaitu : 𝑘𝑃 𝑘𝑃 𝛽 =− 𝜕 ln 𝑘𝑃 𝜕
dimana, kP (1 1 2 ) n x = s K 1 C kP kP
sK 1 C e
(1 1 2 ) ln k p
− n x
maka, 𝑘𝑃 (1 1 2 ) ln k p 𝑘𝑃 𝛽 =− = (1 − α − γ1 − γ2 ) sK 1 C e . 𝜕 ln 𝑘𝑃 𝜕
Saat kondisi steady state yaitu 𝑘𝑃 = 0, didapatkan:
sK 1 C e
(1 1 2 ) ln k p
= n x .
Maka kecepatan konvergensi dalam steady state: β = (1 − α − γ1 − γ2 ) (x + n + δ). Dengan menggunakan deret Taylor orde pertama dari ln(kp) yang mendekati disekitar ln(𝑘𝑝∗ ), yaitu: 𝑓(ln(𝑘𝑝 )) ≅ 𝑓(ln(𝑘𝑝∗ )) +
𝑑𝑓 𝑑 ln (𝑘 𝑝 )
𝑘𝑃 𝑘𝑃
ln 𝑘 𝑝 =ln 𝑘∗𝑝
yang merupakan fungsi
(ln 𝑘𝑝 − ln(𝑘𝑝∗ ))
maka: 𝑘𝑃 ≅ 𝜏 + 𝑠𝑘 1 − 𝜏 𝑘𝑝
C 𝑒 − 1 – 𝛼 – 𝛾1 − 𝛾2
ln 𝑘 𝑝∗
− 𝑥+𝑛+𝛿
− 1 − 𝛼 − 𝛾1 − 𝛾2 𝜏 + 𝑠𝑘 (1 − 𝜏) C 𝑒 −(1 – 𝛼 − 𝛾1 − 𝛾2 ) ln ln 𝑘𝑝 − ln(𝑘𝑝∗ ) . Saat kondisi steady state yaitu 𝑘𝑃 = 0, didapatkan:
s K 1 C e
(1 1 2 ) ln k p *
= n x
maka, kP ≅ 𝛿 + 𝑛 + 𝑥 − 𝛿 + 𝑛 + 𝑥 − 1 − 𝛼 − 𝛾1 − 𝛾2 kP
𝛿+𝑛+𝑥
𝑘 𝑝∗
35 (ln(𝑘𝑝 ) – ln(𝑘𝑝∗ )) ≅ − (1 – 𝛼 − 𝛾1 − 𝛾2 ) 𝛿 + 𝑛 + 𝑥 (ln(kp) – ln(𝑘𝑝∗ )) ≅ − β (ln(kp) – ln(𝑘𝑝∗ )) ≅ β (ln(𝑘𝑝∗ ) – ln(kp)). Tingkat pertumbuhan output per kapita selama masa transisi diberikan oleh : 𝑦 𝑘𝑃 𝑓 ′ 𝑘𝑃 = 𝑓 ′ 𝑘𝑃 = 𝑘𝑃 𝑦 𝑓 𝑘𝑃 𝑓 𝑘𝑃
𝑘𝑃 𝑘𝑃
1 2 ( 1) k p 1 2 ( 1 2 ) k p 1 2 𝑘𝑃 = 1 2 𝑘𝑃 1 2 ( ) kp 1 2
1 2 1 2 ( ) ( 1 2 ) k p 1 2 𝑘𝑃 = 1 2 𝑘𝑃 1 2 ( ) k p 1 2
𝑦 𝑘𝑃 = 𝛼 + 𝛾1 + 𝛾2 𝑦 𝑘𝑃 𝑘𝑃 𝑦 1 = 𝑘𝑃 𝑦 𝛼 + 𝛾1 + 𝛾2
→ ln → ln
𝑘𝑝∗
(∗)
𝑘𝑝∗ 𝑦∗ = 𝛼 + 𝛾1 + 𝛾2 ln 𝑦 𝑘𝑝
– ln 𝑘𝑃
𝑦∗ = ln 𝑦
1 . 𝛼 + 𝛾1 + 𝛾2
Persamaan (*) menunjukan hubungan antara
𝑦 𝑦
dan
𝑘𝑃 𝑘𝑃
(∗∗) yang dipengaruhi oleh 𝑦
perilaku dari capital share yaitu α + γ1 + γ2. Dari sini didapatkan bahwa perilaku 𝑦 meniru
𝑘𝑃 𝑘𝑃
. Substitusikan persamaan (*) dan (**) ke
𝑘𝑃 𝑘𝑃
≅ 𝛽 (ln(𝑘𝑝∗ ) – ln(𝑘𝑝))
maka: 𝑦 ≅ 𝛽(ln 𝑦 ∗ − ln𝑦 𝑡 ) 𝑦 𝑦 𝑑𝑦 1 𝑑(ln𝑦 𝑡 ) ≅ = = 𝛽(ln 𝑦 ∗ − ln𝑦 𝑡 ) 𝑦 𝑑𝑡 𝑦 𝑑𝑡
36 di mana 𝑥 + 𝑛 + 𝛿 (1 − 𝛼 − 𝛾1 − 𝛾2 ), dan ln 𝑦 ∗ persamaan (11).
ditentukan oleh
Lampiran 10 Mendapatkan tingkat pertumbuhan output per kapita antara periode awal 0 dan periode T (persamaan (16)) 𝑦 𝑑𝑦 1 𝑑(ln 𝑦(𝑡)) = = ≅ 𝛽 (ln 𝑦 ∗ − l𝑛 𝑦(𝑡)) 𝑦 𝑑𝑡 𝑦 𝑑𝑡 𝑑(ln 𝑦(𝑡)) ≅ 𝛽(ln(𝑦 ∗ ) – ln 𝑦(𝑡)) 𝑑𝑡 𝑑(ln 𝑦(𝑡)) = (ln(𝑦 ∗ ) – ln 𝑦(𝑡))
𝛽 𝑑𝑡.
Misalkan U = ln(𝑦 ∗ ) – ln 𝑦(𝑡), maka: dU 𝑑(ln 𝑦(𝑡)) = − . dt 𝑑𝑡 Sehingga, dU U t C , C = konstanta -ln U = 𝛽𝑡 + C ∗ -ln ln(𝑦 ) – ln 𝑦(𝑡) = 𝛽𝑡 + C ln 𝑦 ∗ – ln 𝑦 𝑡 = 𝑒 −𝛽𝑡 +C ln 𝑦 ∗ – ln 𝑦 0 = 𝑒 C . Solusi khusus: ln 𝑦 ∗ – ln 𝑦 𝑡 = (ln(𝑦 ∗ ) – ln 𝑦 0 )𝑒 −𝛽𝑡 ln 𝑦 𝑡 = (ln(𝑦 ∗ ) – ln 𝑦 0 )𝑒 −𝛽𝑡 + ln(𝑦 ∗) ln 𝑦 𝑡 = (1 − 𝑒 −𝛽𝑡 ) ln 𝑦 ∗ + ln 𝑦 0 𝑒 −𝛽𝑡 . Konsep model pertumbuhan dalam model waktu kontinu adalah : gy=
y d( ln y(t)) = y dt
gy dt =
d( ln y(t))
gy t = ln y t + c saat t = 0 0 = ln y 0 + c c = − ln y(0) maka, gy t = ln y t − ln y(0)
37 gy =
1 (ln y t − ln y(0)). 𝑡
Sehingga mengakibatkan tingkat pertumbuhan dari output per kapita (y) antara periode awal 0 dan periode T menjadi : 𝑦 1 = (ln y T − ln y(0)) 𝑦 𝑇 1 = (1 − 𝑒 −𝛽𝑇 ) ln 𝑦 ∗ + ln 𝑦 0 𝑒 −𝛽𝑇 − ln y(0) 𝑇 (1 − 𝑒 −𝛽𝑇 ) = ln 𝑦 ∗ − ln y(0) 𝑇 dengan ln 𝑦 ∗ ditentukan dari persamaan (11), sehingga :
𝑦 1 = 𝑦 1 1 2 di mana 𝜆 =
1−𝑒 −𝛽𝑇 𝑇
ln sK ln 1 1 2 ln 1 ln ln y ( 0 ) ln 1 ( ) ln x n 1 2 2
.
Lampiran 11 Mendapatkan tingkat pajak yang memaksimalkan tingkat pertumbuhan ekonomi pada masa transisi (persamaan (17)) y ∂ y =0 ∂τ
1 1
1 1 2 = 0 1 1 1 2 1 2
1 2 1 1 = 1 1 2 1
1 1 2
1 1 2 ( 1 ) ( 1 2 ) = 1 1 2 ( 1 2 ) - τ ( 1 2 ) =
+ ( 1 2 ) = 1 2
( + 1 2 ) = 1 2
38
opt
1 2 . 1 2
Uji turunan kedua yaitu : y 2 ∂2 y 1 2 = ∂τ 1 1 1 2
1
2
1 2 1 1 2
karena nilai semua parameter antara 0 dan 1 serta 0 < α + γ1 + γ2 < 1, maka : y 2 2 ∂2 y 1 1 2 1 0. 2 = ∂τ 1 1 1 2 1 1 2
Lampiran 12 Mendapatkan komposisi pengeluaran pemerintah tipe 1 yang memaksimalkan tingkat pertumbuhan ekonomi pada masa transisi (persamaan (18)) y ∂ y =0 ∂ϕ
1 1 1 2 = 0 1 1 2 (1 ) 1 1 2 1 2 1 1 = 1 1 2 (1 ) 1 1 2
1 1 2 2 = 1 ( 1 ) 1 1 2
2 = 1 1 2 + 1 =1 (1 2 ) = 1 opt
1
1 2
.
39 Uji turunan kedua yaitu : y 2 2 ∂2 y 1 1 1 2 2 = ∂ϕ 1 1 1 2 1 1 2 karena semua parameter bernilai antara 0 dan 1 serta 0 < α + γ1 + γ2 < 1, maka : y 2 2 ∂2 y 1 1 1 2 0. 2 = ∂ϕ 1 1 1 2 1 1 2
40
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta Selatan pada tanggal 11 Juli 1991 sebagai anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Sopianor dan Syarifah, dengan kakak dan adik laki-laki bernama Ferdiansyah dan Muhammad Iqbal Firdaus. Pendidikan formal yang ditempuh penulis yaitu di TK Tunas Mawar Pondok Benda lulus pada tahun 1997, SD Negeri Pondok Benda VI lulus pada tahun 2003, SMP Negeri 1 Pamulang lulus pada tahun 2006, SMA Negeri 46 Jakarta lulus pada tahun 2009 dan pada tahun yang sama penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI di Departmen Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Selama menuntut ilmu di IPB, penulis aktif di UKM Agriaswara pada tahun 2009-2010, organisasi kemahasiswaan Gugus Mahasiswa Matematika (GUMATIKA) sebagai staff divisi SOSINKOM (Sosial, Informasi dan Komunikasi) pada tahun 2010-2011, dan aktif sebagai panitia dalam kegiatankegiatan GUMATIKA sampai tahun 2012. Penulis juga sebagai penerima beasiswa PPA dan BBM pada tahun 2009-2013.