WIDYA CIPTA, VOL III NO. 1 MARET 2012
PENGARUH KOMPETENSI DAN MOTIVASI KERJA TERHADAP KINERJA GURU (STUDI KASUS SMP BINA KUSUMA JAKARTA) Denny Erica Amik BSI Jakarta Jl. RS Fatmawati No. 24, Pondok Labu, Jakarta Selatan
[email protected]
ABSTRACT This study aims to find answers and explain the influence of competence and motivation of teachers' performance, analyze the variables that most influence on teacher performance, and analyze the relationship between the dimensions of competence and motivation variables on the dimensions of teacher performance variables in SMP Bina Kusuma Jakarta. The population of this research a number of teachers at the SMP Bina Kusuma Jakarta as many as 30 people who all serve as a sample saturated. There are two independent variables and one dependent variable. Competence and motivation as independent variables and teacher performance as the dependent variable. To test the influence variables, researchers used multiple linear regression method, the T test and F test with SPSS version 19. According to the results obtained, show that the influence of independent variables entered into the regression model, competence and motivation variables significantly influence the dependent variable (performance). This can be seen from the test results obtained T Test t value for the variable of competence and motivation of 3.830 and 7.546 greater than t table (1.7011). The probability of significance for Competence and Motivation of 0.028 and 0.009 (below 0.05). From this it can be concluded that the dependent variable (performance) are influenced by independent variables (competency and motivation). An important finding of this study is the performance of junior high school teacher Bina Kusuma in Jakarta, is influenced by the competence and motivation is very high that the two variables need to be increased to maintain the continuity of SMP Bina Kusuma Jakarta. Keywords: competency, motivation, performance. I.
PENDAHULUAN
Pendidikan pada hakekatnya adalah usaha membudayakan manusia atau memanusiakan manusia, pendidikan amat strategis untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan diperlukan guna meningkatkan mutu bangsa secara menyeluruh. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Penyelenggaraan pendidikan di Indonesia merupakan suatu sistem pendidikan nasional yang diatur secara sistematis. Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (UU No. 20 Tahun 2003). Pada SMP Bina Kusuma Jakarta, terdapat beberapa hal seperti kondisi menurunnya tingkat kehadiran murid, menurunnya tingkat prestasi murid, dan menurunnya tingkat penerimaan murid pertahunnya. Jika kita bandingkan saja dengan penerimaan murid dari tahun 2009 sebesar 120 murid dengan 2010 yang hanya 114 murid, maka untuk penerimaan tahun 2010 jika dibandingkan dengan tahun 2009 mengalami penurunan sebesar 5% atau mengalami penurunan sebanyak 6 murid. Sedangkan jika dibandingkan dengan penerimaan murid tahun 2008 sebesar 128 murid dengan tahun 2009, maka mengalami penurunan sebesar 6,25%. Hal tersebut membuktikan terjadi penurunan dari tahun 2008 s/d 2010. Sedangkan tingkat kehadiran murid jika dilihat dari absensi perkelas rata-rata 1-4 murid tidak hadir dikelas, dalam kisaran waktu ketidakhadiran 1-3 hari dalam sebulan dengan berbagai alasan, dimana hal tersebut menyebabkan materi yang disampaikan oleh guru bidang studi kepada anak didik menjadi
31
WIDYA CIPTA, VOL III NO. 1 MARET 2012
tidak lengkap. Tentu saja tingginya tingkat ketidakhadiran murid di kelas dapat mempengaruhi tingkat prestasi murid. Peningkatan mutu pendidikan ditentukan oleh kesiapan sumber daya manusia yang terlibat dalam proses pendidikan. Guru merupakan salah satu faktor penentu tinggi rendahnya mutu hasil pendidikan. Guru dituntut memiliki kinerja yang mampu memberikan dan merealisasikan harapan dan keinginan semua pihak terutama masyarakat umum yang telah mempercayai sekolah dan guru dalam membina anak didik. Secara umum mutu pendidikan yang baik menjadi tolak ukur bagi keberhasilan kinerja yang ditunjukkan guru. Guru pada prinsipnya memiliki potensi yang cukup tinggi untuk berkreasi guna meningkatkan kinerjanya. Namun potensi yang dimiliki guru untuk berkreasi sebagai upaya meningkatkan kinerjanya tidak selalu berkembang secara wajar dan lancar, hal ini disebabkan adanya pengaruh dari berbagai faktor baik yang muncul dalam pribadi guru itu sendiri maupun yang terdapat diluar pribadi guru. Tidak dapat dipungkiri bahwa kondisi dilapangan mencerminkan keadaan guru yang tidak sesuai dengan harapan seperti adanya guru yang bekerja sambilan baik yang sesuai dengan profesinya maupun diluar profesi mereka, terkadang ada sebagian guru yang secara totalitas lebih menekuni kegiatan sambilan dari pada kegiatan utamanya sebagai guru di sekolah. Kenyataan ini sangat memprihatinkan dan mengundang berbagai pertanyaan tentang konsistensi guru terhadap profesinya.
b.
c.
d.
e.
secara konsisten sehingga ia bertindak. Motif menggerakkan, mengarahkan dan memilih perilaku terhadap tindakan atau goal dan lainnya. Sifat (trait) Adalah watak yang membuat orang untuk berperilaku atau bagaimana seseorang merespon sesuatu dengan cara tertentu. Konsep diri (self-concept) Adalah sikap dan nilai-nilai yang dimiliki seseorang. Sikap dan nilai diukur melalui tes kepada responen untuk mengetahui nilai (value) yang dimiliki seseorang, apa yang menarik bagi seseorang untuk melakukan sesuatu. Pengetahuan (knowledge) Adalah informasi yang dimiliki seseorang dalam bidang tertentu. Pengetahuan merupakan kompetensi yang kompleks. Nilai tes pengetahuan sering gagal memprediksikan kinerja kerja karena hasil tes tersebut gagal mengukur pengetahuan dan kemampuan bila kedua hal tersebut digunakan secara nyata dalam pekerjaan, sehingga dapat dikatakan bahwa pengetahuan adalah apa yang seseorang dapat lakukan bukan apa yang akan ia lakukan. Keterampilan (skill) Adalah kemampuan untuk melaksanakan tugas fisik atau mental tertentu. Kompetensi keterampilan kognitif atau mental mencakup berpikir secara analitis (mengolah pengetahuan dan data, menentukan sebab dan akibat, mengatur data dan merencanakan sesuatu) dan berpikir secara konseptual (mengenali pola dalam data yang kompleks).
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kompetensi Konsep kompetensi pertama kalinya dipopulerkan oleh Boyatzis (1982) yang mendefinisikan kompetensi sebagai kemampuan yang dimiliki oleh seseorang yang nampak pada sikapnya yang sesuai dengan kebutuhan kerja dalam parameter lingkungan organisasi dan memberi hasil yang diinginkan. Menurut Spencer and Spencer (1993:11), mengemukakan pengertian kompetensi sebagai suatu karakteristik dasar dari seorang individu yang secara sebab akibat berhubungan dengan criterion referenced effective dan atau kinerja yang tinggi sekali dalam suatu pekerjaan atau situasi. 5 (lima) karakteristik kompetensi menurut Spencer and Spencer (1993:12), yaitu: a. Motif (motives) Adalah sesuatu yang secara terus menerus dipikirkan atau diinginkan seseorang
32
Dari pengertian di atas dapat diketahui bahwa kompetensi tidak hanya berkenaan dengan pengetahuan dan keterampilan tetapi ada tingkatan tertentu yang digambarkan dengan pola gunung es (iceberg) Marshall. Tingkat kompetensi mempunyai implikasi praktis terhadap perencanaan sumber daya manusia (human resource planning). Mitrani, et.al and Fitt dalam Spencer and Spencer (1993:11) memberikan gambaran bahwa kompetensi pengetahuan (knowledge competencies) dan keahlian (skill competencies) cenderung lebih nyata atau tampak dipermukaan sebagai salah satu karakteristik yang dimiliki manusia. Sedangkan self-concept, trait, dan motif kompetensi lebih tersembunyi, dalam, dan berada pada titik sentral kepribadian seseorang.
WIDYA CIPTA, VOL III NO. 1 MARET 2012
Gambar 1: Central and Surface Competencies Sumber: Spencer and Spencer, 1993:11 Kompetensi selalu mengandung maksud atau tujuan, yang merupakan dorongan motif atau trait yang menyebabkan suatu tindakan untuk memperoleh suatu hasil. Misalnya kompetensi pengetahuan (knowledge) dan keahlian (skills) tanpa kecuali termasuk juga kompetensi motif dan konsep diri, yang mendorong digunakan pengetahuan dan keahlian. Perilaku tanpa maksud dan tujuan tidak bisa didefinisikan sebagai kompetensi. Pengertian kompetensi dapat dijelaskan secara sederhana sebagai kemampuan manusia yang ditemukan dari praktek dunia nyata digunakan untuk membedakan antara mereka yang sukses dengan biasa-biasa saja di tempat kerja. Kompetensi seseorang dapat ditunjukan dengan hasil kerja atau karya, pengetahuan, keterampilan, perilaku, karakter, sikap, motivasi dan bakatnya. Spencer (1993:9) mendefinisikan kompetensi “an underlying characteristic of individual that is causally related to criterionreferenced effective and/or superior performance in a job or situation”. Sebagai karakteristik individu yang melekat kompetensi merupakan bagian dari kepribadian individu yang relatif dalam dan stabil dan dapat dilihat dan diukur dari perilaku individu yang bersangkutan di tempat kerja atau dalam berbagai situasi yang cukup konsisten untuk periode waktu yang cukup panjang dan bukan hal yang kebetulan semata. Menurut Woodruffe (1991:223) Kemampuan teknis meliputi pengetahuan dan keterampilan yang berkaitan dengan teknologi dan proses. Kemampuan manajerial meliputi pengetahuan tentang sistem manajemen dan teknik maupun keterampilan untuk memanfaatkannya. Kemampuan perilaku meliputi pengetahuan tentang proses perilaku, sikap dan keterampilan yang berhubungan dengan manusia. Sedangkan konseptual meliputi pengetahuan mengenai organisasi dengan lingkungannya serta visi dan misi organisasi. Gibson (1997:52) menyatakan bahwa kemampuan adalah sifat yang dibawa dari lahir dan atau dipelajari yang memungkinkan
seseorang menyelesaikan pekerjaannya yang bersifat mental dan fisik. Kemampuan mental terdiri atas 10 (sepuluh) jenis yang disebut kecerdasan (intelejensi) antara lain: 1. Keluwesan dan perimbangan kecepatan adalah kemampuan mengingat kofigurasi visual. 2. Kefasihan adalah kemampuan untuk mengutarakan kata-kata, ide dan pernyataan lisan. 3. Jalan fikiran secara induktif adalah kemampuan merumuskan dan menguji hipotesis yang ditunjukan untuk menemukan hubungan (perkaitan). 4. Ingatan yang luar biasa adalah kemampuan untuk mengingat kepingankepingan material yang tak bersangkutan dan mengingat kembali. 5. Rentang ingatan adalah untuk mengingat kembali dengan sempurna untuk reproduksi segera dari serangkaian pokok masalah, setelah hanya satu pokok disajikan dari rangkaian itu. 6. Kecakapan dalam angka-angka adalah kemampuan memanipulasi angka-angka dengan cepat dengan cara berhitung. 7. Kecepatan mengambil kesimpulan adalah kemampuan menemukan angka-angka membuat perbandingan dan menangani tugas-tugas sederhana yang menyangkut persepsi visual. 8. Jalan pikiran secara deduktif adalah kemampuan mempertimbangkan dasar pikiran yang ada menjadi kesimpulan yang penting. 9. Orientasi dan visualisasi ruang adalah kemampuan menanggapi pola ruang dan memanipulasi atau mentransformasi gambaran pola ruang. 10. Pemahaman lisan adalah pengetahuan tentang kata-kata dan artinya termasuk penggunaan pengetahuan ini Pernyataan lainnya oleh Rao (1996:30) yang membagi kemampuan manusia dalam empat golongan yaitu: 1. Kemampuan teknis yaitu kemampuan mencakup pengertian mengenai teknis aktifitas khusus dan kecakapan didalamnya terutama yang menyangkut metode, proses, prosedur dan teknik. 2. Kemampuan manajerial yaitu kemampuan yang mencakup perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian, pemantauan, pengendalian, penilaian dan penyelaiaan. 3. Kemampuan perilaku atau hubungan kemanusian yaitu kemampuan berkaitan kepandaian yang berhubungan dengan
33
WIDYA CIPTA, VOL III NO. 1 MARET 2012
4.
orang lain meliputi memotivasi, mempengaruhi orang lain, memimpin, membangkitkan semangat dan menyelesaikan konflik. Kemampuan konseptual yaitu kemampuan untuk melihat organisasi atau perusahaan sebagai keseluruhan mencakup fungsi-fungsi organisasi saling bergantung dan kemampuan memvisualisasikan hari depan dan visi organisasi.
Menurut Robbins (1996:82) kemampuan intelektual yaitu kemampuan yang diperlukan untuk mengerjakan kegiatan mental antara lain: 1. Kecerdasan numeric yaitu kemampuan untuk menghitung dengan cepat dan tepat. 2. Pemahaman verbal yaitu kemampuan memahami apa yang dibaca atau didengar serta hubungan kata satu sama lain. 3. Kecepatan perceptual yaitu kemampuan mengenali kemiripan dan beda visual dengan cepat dan tepat. 4. Penalaran induktif yaitu kemampuan mengenali suatu urutan logis dalam suatu masalah. 5. Penalaran deduktif yaitu kemampuan menggunakan logika dan menilai implikasi dari suatu argumen. 6. Visualisasi ruang yaitu kemampuan membayangkan bagaimana suatu obyek akan nampak seandainya posisinya dalam ruang diubah. 7. Ingatan yaitu kemampuan menahan dan mengenang kembali pengalaman masa lalu. 8. Kesetimbangan yaitu kemampuan mempertahankan kesetimbangan meskipun ada kekuatan yang mengganggu kesetimbangan itu. 9. Stamina yaitu kemampuan melanjutkan upaya maksimum yang menuntut upaya yang diperpanjang sepanjang kurun waktu. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen, Kompetensi pedagogik guru diukur dengan 10 kompetensi pedagogik guru dilihat dari aspek-aspek yaitu (a) menguasai bahan ajar; (b) mengelola program belajar mengajar; (c) mengelola kelas; (d) menggunakan media/sumber; (e) menguasai landasanlandasan kependidikan; (f) mengelola interaksi belajar-mengajar; (g) menilai prestasi siswa untuk pendidikan dan pengajaran; (h) mengenal fungsi dan program layanan bimbingan serta penyuluhan; (i) mengenal dan menyelenggarakan administrasi sekolah; (j)
34
memahami prinsip-prinsip dan menafsirkan hasil-hasil penelitian pendidikan guna keperluan pengajaran. B. Motivasi Secara umum motivasi merupakan dorongan dari dalam diri manusia untuk melakukan suatu tindakan di mana tindakan tersebut dianggap dapat memberikan sesuatu yang dibutuhkan atau diharapkan. Dengan demikian motivasi dapat muncul apabila ada interaksi seseorang tersebut dengan seseorang yang lain atau suatu lingkungan yang dapat menggerakkan dirinya untuk melakukan sesuatu. French (1986) dalam Irawan (2000:235) menyatakan bahwa motivasi didefinisikan sebagai hasrat atau keinginan seseorang meningkatkan upaya untuk mencapai target atau hasil, motivasi juga dapat diartikan rangsangan atau dorongan untuk membangkitkan semangat kerja kepada seseorang atau kelompok. Motivasi menurut T.R. Mitchell dalam Robbins (2006:213), motivasi sebagai proses yang ikut menentukan intensitas arah dan ketekunan individu dalam usaha mencapai sasaran. Motivasi umumnya terkait dengan upaya kearah sasaran, tapi fokus dalam hal ini adalah tujuan organisasi agar mencerminkan minat tunggal terhadap perilaku yang berkaitan dengan pekerjaan. Menurut Gary dalam Winardi (2007:2) motivasi merupakan hasil sejumlah proses yang bersifat internal atau eksternal bagi seseorang individu, yang menyebabkan timbulnya sikap antusiasme dan presistensi dalam hal melaksanakan kegiatankegiatan tertentu. Peterson dan Plowman dalam Hasibuan (2003:142), menyatakan bahwa orang mau bekerja karena: a. The desire to live (keinginan untuk hidup) Keinginan untuk hidup merupakan keinginan utama dari setiap orang, manusia bekerja untuk dapat makan, dan makan melanjutkan hidupnya. b. The desire to position (keinginan untuk suatu posisi) Keinginan untuk suatu posisi dengan memiliki sesuatu merupakan keinginan manusia yang kedua dan ini salah satu sebab mengapa manusia mau bekerja. c. The desire to power (keinginan akan kekuasaan) Keinginan akan kekuasaan merupakan keinginan selangkah di atas keinginan untuk memiliki, yang mendorong orang mau bekerja.
WIDYA CIPTA, VOL III NO. 1 MARET 2012
d.
The desire to recognition (keinginan akan pengakuan) Keinginan akan pengakuan, penghormatan dan status sosial merupakan jenis terakhir dari kebutuhan yang mendorong orang mau bekerja.
Tery dalam Irawan (1997:237) mengemukakan bahwa motivasi adalah keinginan yang terdapat pada diri seseorang yang merangsangnya untuk melakukan tindakan-tindakan. Lebih lanjut dikatakan bahwa motivasi mempunyai dua pandangan yang berbeda yaitu: 1. Aktif atau dinamis motivasi nampak sebagai suatu usaha positif dalam menggerakkan, mengerahkan dan mengarahkan daya serta potensi tenaga agar secara produktif berhasil mencapai dan mewujudkan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. 2. Pasif atau statis motivasi nampak sebagai kebutuhan dan juga sekaligus sebagai perangsang untuk dapat menggerakkan, mengerahkan dan mengarahkan potensi serta daya kerja manusia yang diinginkan. Menurut Maslow dalam Asnawi (2002:98), bahwa perilaku atau tindakan masing-masing perorangan pada saat-saat tertentu ditentukan oleh kebutuhan yang paling dominan. Setiap pimpinan atau manjer yang ingin memotivasi setiap pegawainya dituntut memahami tingkat kebutuhan yang lebih berpengaruh dari pegawainya. Teori Maslow dalam Winardi (2007:12) disebut juga teori pemenuhan kebutuhan yang berjenjang. Maslow seorang pakar psikologi yang telah mempelajari hierarki kebutuhan manusia menyatakan bahwa: a. Manusia merupakan makhluk yang serba berkeinginan. Individu senantiasa menginginkan sesuatu dan individu senantiasa menginginkan lebih banyak. b. Sebuah kebutuhan yang dipenuhi, bukanlah sebuah motivator perilaku. Hanya kebutuhan-kebutuhan yang tidak terpenuhi memotivasi perilaku. c. Kebutuhan manusia diatur dalam suatu seri tingkatan suatu hirarki menurut pentingnya masing-masing kebutuhan. Menurut Maslow dalam Robins (2006: 215) menyatakan bahwa “manusia mempunyai lima kategori kebutuhan sebagai pendorong motivasi manusia, yaitu: kebutuhan fisikologis, kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan sosial, kebutuhan akan penghargaan, dan kebutuhan aktualisasi diri”. Hal tersebut akan mendorong
seseorang untuk memenuhi kebutuhankebutuhan tersebut secara bertahap dan dalam dunia kerja maka keinginan memenuhi kebutuhan tersebut akan mendorong seseorang untuk lebih giat bekerja. Kelima kebutuhan dasar manusia tersebut dapat disusun dalam suatu hirarki kebutuhan sebagai berikut:
Gambar 3: Tingkatan Kebutuhan Abraham Maslow Sumber: Robins (2006: 215) Berdasarkan tingkatan kebutuhan yang dikemukakan oleh Abraham Maslow dalam Robins (2006: 215), dapat dijelaskan lebih rinci: 1. Kebutuhan fisiologis (pshycological needs) merupakan kebutuhan manusia yang paling dasar untuk hidup seperti kebutuhan akan makanan, minuman, udara, dan perumahan. Manusia akan berusaha memenuhi kebutuhan dasarnya sebelumnya beranjak kepada kebutuhan yang lebih tinggi. 2. Kebutuhan terhadap keamanan (security needs) yaitu kebutuhan terhadap keselamatan, stabilitas, jaminan sosial, tidak terancam dan sebagainya. Kebutuhan ini meliputi kebutuhan akan pekerjaan yang permanen, jaminan kesehatan, pensiun dan lain-lain. 3. Kebutuhan terhadap afiliasi (affiliation needs) yaitu kebutuhan terhadap persahabatan, cinta dan keikutsertaan, rasa memiliki, disayangi dan diperhitungkan sebagai pribadi, kemitraan. Kebutuhan ini mencerminkan keinginan untuk diterima orang lain. 4. Kebutuhan penghargaan diri (esteems needs) yaitu kebutuhan terhadap pengakuan dan respek dari atasan maupun teman sekerja. Jika kebutuhan ini tidak terpenuhi akan menyebabkan perasaan mendapat penilaian kurang baik dari orang lain. 5. Kebutuhan pengembangan diri (self actualization needs) yaitu kebutuhan untuk merealisasikan potensi diri masing-
35
WIDYA CIPTA, VOL III NO. 1 MARET 2012
masing untuk pengembangan diri dengan pengembangan kepastian mental dan kerja melalui berbagai kegiatan. Secara rinci teori kehidupan Maslow dalam kehidupan kerja dalam suatu organisasi adalah sebagai berikut: kebutuhan yang paling mendasar adalah upah, berikutnya adalah rasa aman tercermin dalam perencanaan masa kerja dan pensiun, kebutuhan rasa memiliki tercermin keanggotaan kelompok formal dan nonformal, kebutuhan harga diri ditandai adanya gelar, status dan promosi. Kebutuhan aktualisasi diri tampak pada keinginan untuk berprestasi. Kinerja Mathis dan Jackson (2001:78) mendefinisikan bahwa kinerja pada dasarnya adalah apa yang dilakukan dan tidak dilakukan karyawan. Kinerja karyawan adalah yang mempengaruhi seberapa banyak karyawan memberikan kontribusi kepada organisasi antara lain: kuantitas keluaran, kualitas keluaran, jangka waktu keluaran, kehadiran di tempat kerja, sikap kooperatif. Bateman, et. al dalam Timpe (2000:31), menyatakan bahwa, “identifikasi yang akurat tentang penyebab-penyebab kinerja seseorang karyawan adalah sesuatu yang fundamental bagi pengawasan yang baik serta pembuatan keputusan yang lebih efektif dalam strategi perbaikan kinerja”. Bagaimana individu dapat mencapai keberhasilan dalam kinerjanya, tentu perlu mengetahui faktor-faktor individual yang dapat mempengaruhi produktivitas dan keberhasilan kinerjanya. Bacal (2002:149), memberikan contoh faktor-faktor individual tersebut seperti tingkat motivasi, komitmen, keahlian, pengetahuan, keterampilan dan kemampuan berfikirnya. Namun hal tersebut bukanlah menjadi satu-satunya faktor yang dapat mempengatuhi kinerja tetapi juga bagaimana sistem yang berlaku di dalam pengelolaan kinerja, sebagai usaha untuk meningkatkan kinerja individu. Keberhasilan kinerja dipengaruhi oleh faktor-faktor individual, Gomez (1998:152), memberikan arti bahwa kinerja (performance) merupakan hasil perkalian antara kemampuan (ability) dengan motivasi (motivation). Lebih jauh dijelaskan oleh Gomez (1999:154), bahwa ada satu variabel yang juga turut menentukan dalam kinerja yaitu situasi kerja, suasana kerja atau iklim organisasi (work situation), yaitu sejauh mana karyawan menyukai tanggungjawab atas pekerjaannya, seberapa baik hubungan pergaulan dengan atasan, dan
36
seberapa banyak kompetensi yang diberikan atas usaha-usaha yang dilakukan dalam pekerjaannya. Pendapat yang hampir sama dengan pendapat Gomez, yaitu Stoner (1982:460), mengemukakan bahwa kinerja (performance) merupakan hasil perkalian dari fungsi motivasi, kemampuan dan role perception. Pendapat tersebut sama halnya dengan pendapat sebelumnya mengangkat variabel motivasi dan kemampuan dalam kinerja. Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, maka dapat ditarik suatu pemahaman mengenai konsep kinerja, yaitu segala sesuatu yang dihasilkan oleh seseorang, kelompok atau organisasi yang akan dipengaruhi oleh tingkat kemampuan, motivasi dan faktor lingkungan. Kemampuan (ability) dan motivasi (motivation) saling menentukan satu dengan yang lainnya terhadap kinerja. Artinya setinggi apapun tingkat kemampuan seseorang guru tidak akan menghasilkan kinerja yang optimal bila dikerjakan dengan motivasi yang rendah, demikian juga sebaliknya setinggi apapun tingkat motivasi seorang guru dalam melaksanakan tugasnya tidak akan efektif tanpa diimbangi dengan adanya kemampuan. Faktor kemampuan (ability) menggambarkan bakat dan keterampilan dari guru, mencakup karakteristik intelligence, interpersonal skill, and job knowledge. Sedangkan motivasi dapat dipengaruhi oleh sejumlah faktor eksternal seperti reward and punishment yang akhirnya menjadi suatu keputusan internal dimana ditentukan dengan seberapa banyak usaha yang dilakukan oleh guru terhadap tugas-tugas yang diberikan. Sedangkan faktor-faktor lain mencakup seperangkat karakteristik organisasi yang dapat mempengaruhi secara positif maupun negatif terhadap kinerja, seperti kualitas sarana dan prasarana, kualitas supervisor serta faktorfaktor: (1) koordinasi kegiatan kerja antar guru, (2) informasi dan instruksi yang diperlukan untuk unjuk kerja, (3) kualitas bahan-bahan kerja, (4) perlengkapan kerja, (5) pengawasan, (6) pelatihan. Beberapa kriteria yang diungkapkan oleh Amstrong (1994:185), sebagai aspek-aspek dari kinerja yang termasuk attributes (sifat) dan kompetensi (competence), yaitu pengetahuan (knowledge), keterampilan (skills) dan pengalaman-pengalaman yang diperlukan untuk memenuhi kesuksesan kerja dan kemampuan khusus yang dapat ditunjukkan (competence). Bacal (2002:149), mengandalkan faktorfaktor individu yang dapat mempengaruhi kinerja seperti tingkat motivasi, komitmen,
WIDYA CIPTA, VOL III NO. 1 MARET 2012
keahlian, pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan berpikirnya. Selain itu ada aspek lain yang dapat juga mempengaruhi kinerja yaitu sistem yang berlaku dalam pengelolaan kinerja. Pendapat tersebut mengangkat faktor dari luar individu selain faktor dari dalam individu sebagai kompetensi individu. Sehubungan dengan itu faktor-faktor yang berkaitan dengan kinerja perlu dikelola agar dapat mendukung individu dalam kinerja yang tinggi. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan Depdikbud (1999:503), disebutkan bahwa kinerja berarti: (1) sesuatu yang dicapai; (2) prestasi yang diperlihatkan; (3) kemampuan kerja. Pengertian tersebut dapat memberikan maksud bahwa kinerja adalah suatu kemampuan kerja atau pencapaian prestasi yang diperlihatkan. Aspek lain yang cukup signifikan terhadap kinerja yaitu pengelolaan kinerja itu sendiri. Pada dimensi ini kinerja pegawai dinilai dari prosedur yang telah ditempuh dan kompetensi yang dimiliki dalam melaksanakan tugasnya. Bila dalam unjuk kerja mencapai sasaran yang dikehendaki, maka kinerja seseorang dikatakan baik. Namun bila dalam unjuk kerja tidak sesuai dengan sasaran yang diharapkan, maka kinerjanya dinyatakan tidak baik. Dalam hal ini evaluasi kinerja sangat perlu dikelola dengan baik, sehingga dapat memberikan motivasi bagi guru. III. METODE PENELITIAN 1. Studi Literatur Studi literatur dilakukan dengan membaca buku literatur tentang kompetensi, motivasi kerja dan kinerja guru, selain itu juga melakukan rujukan elektronik dari internet tentang kompeten dan kompetensi. 2. Observasi Observasi dilakukan dalam bentuk observasi perilaku dengan cara penyebaran kuesioner secara Non probability Sampling jenuh, maksudnya semua responden dalam populasi dijadikan sampling. Populasi dalam penelitian, yaitu guru-guru SMP Bina Kusuma Jakarta, yang berjumlah populasi 30 orang (berdasarkan data guru SMP Bina Kusuma Tahun Ajaran 2009/2010).
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Statistik Deskriptif Analisis deskriptif dalam penelitian ini merupakan proses transformasi data penelitian dalam bentuk tabulasi sehingga dapat dengan mudah dipahami dan diinterpretasikan. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, jawaban-jawaban responden mengenai pernyataan tentang kompetensi pedagogik, motivasi kerja, dan kinerja guru dapat digambarkan dengan menggunakan table statistik deskriptif yang menunjukkan kisaran sesungguhnya, rata-rata (mean) dan standar deviasi. Tabel 1: Analisis Deskriptif Jawaban Responden
B. Pengujian Validitas Instrumen Pengujian validitas dalam penelitian ini menggunakan korelasi bivariate antara masingmasing skor indikator dengan total skor konstruk. Sedangkan pengujian reliabilitas setiap variable dilakukan dengan teknik cronbach alpha. Pengujian validitas butir kuesioner (uji signifikansi) dilakukan dengan membandingkan koefisien korelasi (r hitung) dengan (r tabel). Jika (r hitung) lebih besar dari (r tabel) dan nilai positif maka butir kuesioner atau indikator tersebut dinyatakan valid (Ghozali Imam, 2006:45). Dengan menggunakan program SPSS versi 19, hasil pengujian validitas kuesioner penelitian disajikan dalam tabel 2.
37
WIDYA CIPTA, VOL III NO. 1 MARET 2012
Tabel 2: Hasil Pengujian Validitas Variabel X1 (Kompetensi)
besar dari r tabel (0,3061). Nilai r tabel diperoleh dari tabel korelasi r dengan tingkat signifikansi sebesar 5% dan derajat kebebasan sebesar 30. C. Pengujian Reliabilitas Instrumen Hasil pengujian reliabilitas instrument dengan menggunakan program SPSS versi 19 ditunjukkan dalam tabel 3. Tabel 3 Hasil Pengujian Reliabilitas
Variabel X2 (Motivasi)
Berdasarkan tabel 3 tersebut, dapat diketahui bahwa nilai Cronbach alpha untuk ke tiga variabel penelitian ini lebih besar dari 0,60. Suatu konstruk atau variabel dikatakan reliabel atau memiliki tingkat konsistensi dan akurasi yang tinggi apabila memberikan nilai Cronbach alpha diatas 0,60 (Nunally, 1967; dalam Ghozali Imam, 2006:42). Hasil pengujian reliabilitas dalam penelitian ini menunjukkan bahwa semua variabel penelitian reliabel dengan nilai Cronbach alpha diatas yang ditetapkan. D.
Uji Asumsi Assumption Test)
Klasik
(Classic
Pengujian Asumsi Regresi Untuk memperoleh hasil regresi yang tidak bias, maka sebelum dilakukan regresi sebaiknya dilakukan uji asumsi. Adapun uji asumsi mencakup: Variabel Y (Kinerja) 1.
Uji Autokorelasi Uji autokorelasi dimaksudkan untuk menguji apakah dalam model regresi linier ada korelasi antara kesalahan pengganggu (residual) pada periode t dengan kesalahan penggangu pada periode t-1. Jika ada korelasi maka dikatakan ada masalah autokorelasi. Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama lainnya. Tabel 4 Pengambilan keputusan ada tidak autokorelasi
Berdasarkan Tabel 2 dapat disimpulkan bahwa seluruh butir pertanyaan pada kuesioner penelitian ini menunjukkan nilai r hitung lebih
38
WIDYA CIPTA, VOL III NO. 1 MARET 2012
Tabel 5 Tabel Model Summary
variabel pengganggu atau nilai residual memiliki distribusi normal. Hal ini diperlukan karena dalam pengujian t dan F mengasumsikan bahwa nilai residual mengikuti distribusi normal. Untuk mendeteksi apakah residual berdistribusi normal atau tidak yaitu dengan analisis grafik yaitu dengan melihat normal probability plot yang membandingkan distribusi kumulatif dari distribusi normal. Distribusi normal akan membentuk satu garis lurus diagonal, dan ploting data residual dibandingkan dengan garis diagonal. Jika distribusi data residual normal, maka garis yang menggambarkan data sesungguhnya akan mengikuti garis diagonalnya.
Untuk menguji ada atau tidaknya autokorelasi dilakukan dengan melihat nilai Durbin-Watson. Dengan menggunakan signifikansi 5% dan banyaknya sampel ada 30, serta variabel independen (Kompetensi dan Motivasi) ada 2 (k=2), maka dapat dilihat pada tabel model summary nilai du adalah 1,567 dan nilai dl adalah 1,284. Oleh karena nilai DW Hitung pada model summary menunjukkan angka 2,211 adalah lebih besar dari tabel du 1,567 dan lebih kecil dari 2,433 atau (4–1,567) maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada autokorelasi, baik positif atau negatif. 2.
Dasar pengambilan keputusan: a.
b.
Uji Multikolinieritas Uji Multikolinieritas dilakukan dengan tujuan untuk menguji apakah dalam model regresi ditemukan adanya korelasi antara variable-variabel independen. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi antar variabel independen.
Jika data menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal atau grafik histogramnya menunjukkan pola distribusi normal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas. Jika data menyebar jauh dari garis diagonal dan/atau tidak mengikuti arah garis diagonal atau grafik histogram tidak menunjukkan pola distribusi normal, maka model regresi tidak memenuhi asumsi normalitas.
Tabel 6 Hasil Uji multikolonieritas
Dari data di atas menunjukkan tidak ada variabel independen yang memiliki nilai Tolerance kurang dari 0,10 yang berarti tidak ada korelasi antar variabel independen yang nilainya lebih dari 95%. Hasil perhitungan nilai Variance Inflation Factor (VIF) juga menunjukkan hal yang sama tidak ada satu variabel independen yang memiliki nilai VIF lebih dari 10. Jadi dapat disimpulkan bahwa tidak ada multikolonieritas antar variabel independen dalam model regresi. 3.
Uji Normalitas Tujuan pengujian normalitas adalah untuk mengetahui apakah dalam model regresi,
Gambar 4: Grafik Normal P-P Plot Regression Standardized Residual Dari gambar di atas dapat diketahui bahwa data menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal. Dengan demikian pada penelitian ini asumsi normalitas terpenuhi. 4.
Uji Heterokedastisitas Uji Heterokedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap, maka disebut
39
WIDYA CIPTA, VOL III NO. 1 MARET 2012
Homoskedastisitas dan jika berbeda disebut Heterokedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang Homoskedastisitas atau tidak terjadi Heterokedastisitas. Dasar analisis: a.
b.
Jika pola tertentu, sepeti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar kemudian menyempit), maka mengindikasikan telah terjadi Heterokedastisitas. Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi Heterokedastisitas.
(Kinerja) dapat dijelaskan oleh variabel independen (Kompetensi dan Motivasi). Sedangkan sisanya 29,6 % dijelaskan oleh sebab-sebab yang lain di luar model. Standar Error of Estimate sebesar 5,77925. Makin kecil nilai SEE (Standar Error of Estimate) akan membuat model regresi semakin tepat dalam memprediksi variable dependen (Kinerja). 2. Uji Signifikansi Simultan (Uji Statistik F) Berdasarkan dari Tabel. 5.15. uji ANOVA atau F Test didapat nilai F hitung sebesar 6,752 lebih besar dari F tabel (3,32) dengan probabilitas dibawah dari 0,05 (0,013 < 0,05), maka model regresi secara keseluruhan dapat digunakan untuk memprediksi variabel dependen (Kinerja) atau dapat dikatakan bahwa variabel independen (Pedagogik dan Motivasi) secara signifikan berpengaruh terhadap Kinerja. Tabel 7 Tabel Anova
Gambar 5: Grafik Scatterplot
Dari grafik scatterplots di atas terlihat bahwa titik-titik menyebar secara acak serta tersebar baik di atas maupun dibawah angka 0 pada sumbu Y. Hal ini dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi Heterokedastisitas pada model regresi, sehingga model regresi layak dipakai untuk memprediksi Kinerja berdasarkan masukan dari variable independent Kompetensi dan Motivasi.
3. Uji Signifikansi Parameter Individual ( Uji Statistik t ) Tabel 8 Uji Statistik t
E. Pengujian Hipotesis Pengujian hipotesis ini sesuai dengan hipotesis yang telah ditetapkan sebelumnya, yaitu menggunakan persamaan regresi berganda dengan alat bantu program SPSS versi 19. Pembahasan Hasil Regresi 1. Koefesien Determinan Berdasarkan pada Tabel Model Summary, besarnya R (korelasi) adalah 0,839 yang berarti menunjukkan hubungan korelasi yang kuat antara variabel independen (Kompetensi dan Motivasi) dengan variabel dependen (Kinerja). Besarnya nilai R square adalah 0,704, hal ini berarti 70,4 % pengaruh variabel dependen
40
Dari variabel independen yang dimasukkan ke dalam model regresi, variabel Kompetensi dan Motivasi berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen (Kinerja). Hal ini dapat dilihat dari uji T Test didapatkan nilai t hitung untuk variabel Pedagogik dan Motivasi sebesar 3,830 dan 7,546 lebih besar dari t tabel (1,7011). Probabilitas signifikansi untuk Pedagogik dan Motivasi sebesar 0,028 dan 0,009 (dibawah 0,05). Dari sini dapat disimpulkan bahwa
WIDYA CIPTA, VOL III NO. 1 MARET 2012
variabel dependen (Kinerja) dipengaruhi oleh variabel Kompetensi dan Motivasi dengan persamaan matematis: Kinerja = 111,654 + 0,277 Kompetensi + 0,075 Motivasi Konstanta sebesar 111,654 menyatakan bahwa jika variabel independen di anggap konstan, maka rata-rata nilai Kinerja sebesar 111,654. 4. Corelations Matrix Tabel 9 Corelations Matrix
Hubungan antar dimensi dikatakan kuat jika correlation significant-nya kurang atau sama dengan 0,05. Berdasarkan hasil dari Correlations Matrix pada lampiran 12, didapatkan salah-satu hubungan kuat negatif dengan correlation significant-nya sebesar 0,048 dan Pearson Correlation-nya sebesar 0,0364, yaitu hubungan diantara dimensi Pedagogik dari varibel Kompetensi dengan dimensi Inisiatif dari variabel Kinerja Guru. Indikasi hubungan negatif ini dikarenakan kondisi ruangan kelas yang kurang layak, seperti masih adanya papan tulis yang menggunakan kapur, kurangnya sirkulasi udara yang cukup, ukuran kelas yang kurang memadai dan kurangnya cahaya di ruangan kelas, serta kurang lengkapnya alat-alat pendukung dalam proses pembelajaran, menyebabkan terhambatnya guru dalam mengembangkan keilmuan dengan mewujudkan kreatifitas yang berkaitan dengan mata pelajaran yang diajarkannya kepada siswa, sebagai salah satu indikator dari inisiatif
guru (prakarsa dalam menyelesaikan pekerjaan). Selain itu ada hubungan yang kuat negatif lainnya antara dimensi Self Actualization dari varibel Motivasi dengan dimensi Ketepatan Waktu dari variabel Kinerja Guru, correlation significant-nya sebesar 0,039 dan Pearson Correlation-nya sebesar -0,379. Indikasi hubungan negatif ini dikarenakan adanya konflik peran ganda guru, seperti: memiliki pekerjaan sampingan dan mengajar lebih dari satu lokasi, menyebabkan terhambatnya guru untuk datang tepat waktu, terhambatnya guru dalam pemanfaatan waktu, dan terhambatnya guru untuk melakukan evaluasi atas materi pelajaran yang telah diajarkan kepada siswa, sebagai salah satu indikator dari ketepatan waktu dalam penyelesaian pekerjaan (Promptness). Pada Tabel 9 Correlations Matrix terdapat hubungan yang lemah positif diantara dimensi Kebutuhan Afiliasi dari variabel Motivasi dengan dimensi Kualitas Kerja dari variabel Kinerja Guru, correlation significant-nya sebesar 0,940 dan Pearson Correlation-nya sebesar 0,014. Indikasi hubungan lemah positif ini dikarenakan adanya budaya kerja yang saling menghargai dan menghormati diantara guru-guru di SMP Bina Kusuma Jakarta, namun hubungan tersebut diatas memiliki hubungan yang lemah terhadap kualitas kerja. Pada Tabel 9 Correlations Matrix terdapat hubungan yang lemah negatif diantara dimensi Profesional dari variabel Pedagogik dan dimensi Kualitas Kerja dari variabel Kinerja Guru, correlation significant-nya sebesar 0,195 dan Pearson Correlation-nya sebesar -0,243. Indikasi hubungan lemah negatif ini dikarenakan adanya kompensasi yang tidak mencukupi bagi sebagian besar guru, sehingga sebagian besar guru tersebut memilih untuk mencari pekerjaan sampingan selain menjadi guru di SMP Bina Kusuma Jakarta. Dampaknya bagi guru menjadi kurang profesional dalam bekerja secara maksimal, sehingga kualitas kerja-pun menjadi menurun. V. KESIMPULAN Penelitian ini membuktikan bahwa secara parsial ada pengaruh antara kompetensi dan motivasi guru terhadap kinerja guru, sebagai salah satu penentu tinggi rendahnya mutu hasil pendidikan, dimana variabel Kompetensi dan Motivasi berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen (kinerja). Hal ini dapat dilihat dari uji t test didapatkan nilai t hitung untuk variabel Pedagogik dan Motivasi sebesar 3,830 dan 7,546 lebih besar dari t tabel (1,7011). Probabilitas signifikansi untuk
41
WIDYA CIPTA, VOL III NO. 1 MARET 2012
Pedagogik dan Motivasi sebesar 0,028 dan 0,009 (dibawah 0,05). Dari hasil tersebut seorang guru hendaklah memiliki kinerja yang mampu memberikan dan merealisasikan harapan dan keinginan semua pihak terutama masyarakat umum yang telah mempercayai sekolah dan guru dalam membina anak didik. Secara umum mutu pendidikan yang baik menjadi tolak ukur bagi keberhasilan kinerja yang dapat ditunjukkan oleh seorang guru. Berdasarkan Tabel 9 Correlations Matrix, hubungan antar dimensi dapat dikatakan kuat jika correlation significant-nya kurang atau sama dengan 0,05. Berdasarkan hasil dari correlations matrix pada lampiran 12, didapatkan salah-satu correlation significantnya yang kuat sebesar 0,048 namun hubungannya negatif sebesar -0,0364, yaitu hubungan diantara dimensi Pedagogik dari varibel Kompetensi dengan dimensi Inisiatif dari variabel Kinerja. Indikasi hubungan negatif ini dikarenakan kondisi ruangan kelas yang kurang layak, seperti masih adanya papan tulis yang menggunakan kapur, kurangnya sirkulasi udara yang cukup, ukuran kelas yang kurang memadai dan kurangnya cahaya di ruangan kelas, serta kurang lengkapnya alatalat pendukung dalam proses pembelajaran, menyebabkan terhambatnya guru dalam mengembangkan keilmuan dengan mewujudkan kreatifitas yang berkaitan dengan mata pelajaran yang diajarkannya kepada siswa, sebagai salah satu indikator dari inisiatif guru (prakarsa dalam menyelesaikan pekerjaan). Selain itu ada hubungan yang kuat lainnya antara dimensi Self Actualization dari varibel Motivasi dengan dimensi Ketepatan Waktu dari variabel Kinerja, correlation significantnya sebesar 0,039 namun hubungannya negatif sebesar -0,379. Indikasi hubungan negatif ini dikarenakan adanya konflik peran ganda guru, seperti: memiliki pekerjaan sampingan dan mengajar lebih dari satu lokasi, menyebabkan terhambatnya guru untuk datang tepat waktu, terhambatnya guru dalam pemanfaatan waktu, dan terhambatnya guru untuk melakukan evaluasi atas materi pelajaran yang telah diajarkan kepada siswa, sebagai salah satu indikator dari ketepatan waktu dalam penyelesaian pekerjaan (Promptness). Penelitian ini juga membuktikan bahwa guru pada prinsipnya memiliki potensi yang cukup tinggi untuk berkreasi guna meningkatkan kinerjanya. Namun potensi yang dimiliki guru untuk berkreasi sebagai upaya meningkatkan kinerjanya tidak selalu berkembang secara wajar dan lancar, hal ini disebabkan adanya pengaruh dari berbagai
42
faktor baik yang muncul dalam pribadi guru itu sendiri maupun yang terdapat diluar pribadi guru. Tidak dapat dipungkiri bahwa kondisi dilapangan mencerminkan keadaan guru yang tidak sesuai dengan harapan seperti adanya guru yang bekerja sambilan baik yang sesuai dengan profesinya maupun diluar profesi mereka, terkadang ada sebagian guru yang secara totalitas lebih menekuni kegiatan sambilan dari pada kegiatan utamanya sebagai guru di sekolah. Kenyataan ini sangat memprihatinkan dan mengundang berbagai pertanyaan tentang konsistensi guru terhadap profesinya, dan hal ini terlepas dari faktor ekonomi guru. DAFTAR PUSTAKA Amstrong, Michael, (1994), Performance Management, London, Kogan Page Limited. Boulter. N, Dalziel. M dan Hill. J.W., (1996), People and Competencies, London, Bidlles, Ltd. French, Stephen, (2000), Quality Of Work Life And Human Resource Outcomes, New York, Industrial Relations. Gomez-Meiza, Luis R., Balkin, David B, & Cardy, Robert L, (1998), Managing Human Resources. New Jersey, Prentice-Hall, Inc. Hasibuan, H. Malayu SP, (2003), Organisasi dan Motivasi, Jakarta, Bumi Aksara. Hersey,
P. & Blanchard, K. (1998), Manajemen Perilaku Organisasi Pendayagunaan Sumber Daya Manusia (Terjemahan), Jakarta, Erlangga.
Imam Ghozali (1999), Analisis Multivariat dengan Program SPSS, Semarang, Badan Penerbit UNDIP. Irawan, Prasetya, (1997), Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta, STIA-LAN. Luthans,
Fred, (1995), Organizational Behavior, New York: Mc Graw Hill Company.
Mathis
R.L dan Jackson J.H, (2002), Manajemen Sumber Daya Manusia, Salemba Empat, Jakarta.
Mc Clelland, D.C. (1977). The achieving society. New York: Mc Millan Publishing Co. Inc. Mitchel, T. R. dan Larson, (1993). People and Organization; An Introduction to
WIDYA CIPTA, VOL III NO. 1 MARET 2012
Organizational Behavior. Singapore: Mc Graw Hill Inc. Mitrani, Alain, Murray Dalziel and Davit Fitt, (1992), Editor, Competency Based Human Resource Management, London, Kogan Page Limited. Rao, (1996), Penilaian Prestasi Kerja, Teori dan Praktek, Jakarta, PT. Pustaka Binaman Pressindo. Robbins,
P.S. (1996), Organizational Behavioral, Concept, Controversies & Applications, New Jersey, Prentice Hall Int.
Spencer, Lyle and Signe Spencer, (1993), Competence at Work: Models For Superior Performance, New York, John Wiley & Sons, Inc. Stoner, J.A.F., et. Al. (1995), Management, New Jersey, Prentice Hall Int. Sugiyono, (2007), Statiska Untuk Penelitian, Bandung, CV. Alfabeta. Timpe,
A Dale, (2000), Kinerja, Seri Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta, PT. Elex Media Komputindo, Gramedia.
Winardi. J. (2007), Motivasi dan Pemotivasian. Jakarta, Penerbit Raja Grafindo Persada.
43