PENGARUH KOLKISIN TERHADAP KERAGAAN FENOTIPE DAN JUMLAH KROMOSOM JAHE EMPRIT (Zingiber officinale Rosc.) ASAL IN VITRO
Oleh : Suci Rahayuningsih A34401046
PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN DAN TEKNOLOGI BENIH FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
PENGARUH KOLKISIN TERHADAP KERAGAAN FENOTIPE DAN JUMLAH KROMOSOM JAHE EMPRIT (Zingiber officinale Rosc.) ASAL IN VITRO
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh Suci Rahayuningsih A34401046
PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN DAN TEKNOLOGI BENIH FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
RINGKASAN Suci Rahayuningsih. Pengaruh Kolkisin terhadap Keragaan Fenotipe dan Jumlah Kromosom Jahe Emprit (Zingiber officinale Rosc.) Asal In Vitro (Dibimbing oleh DINY DINARTI dan YUDIWANTI W.E.K). Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh konsentrasi kolkisin terhadap keragaan fenotipe dan jumlah kromosom jahe emprit asal in vitro. Percobaan ini dilaksanakan dari bulan Desember 2004 sampai September 2005. bertempat di Laboratorium Kultur Jaringan, Departemen Budidaya Pertanian, IPB dan rumah plastik Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih, Leuwikopo, Darmaga. Pengamatan stomata dilaksanakan di Laboratorium Ekofisiologi dan analisis kandungan klorofil di Laboratorium Pusat Studi Pemuliaan Tanaman (Research Group on Crop Improvement), Departemen Budidaya Pertanian IPB. Analisis kromosom dilakukan di Herbarium Bogoriense bagian Anatomi dan Sitologi, LIPI Bogor. Penelitian dilaksanakan menggunakan faktor tunggal, yaitu konsentrasi kolkisin. Rancangan yang digunakan dalam penelitian adalah rancangan acak lengkap. Konsentrasi kolkisin yang digunakan adalah tanpa kolkisin sebagai kontrol, dengan kolkisin 0.25% dan 0.50%. Setiap perlakuan diulang tiga kali sehingga terdapat sembilan satuan percobaan dan setiap satu satuan percobaan terdiri atas lima tanaman. Setiap perlakuan masing-masing ditanam pada polybag secara terpisah Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian kolkisin terhadap jahe emprit asal in vitro secara umum tidak berpengaruh terhadap keragaan fenotipe dan hanya berpengaruh terhadap jumlah kromosom. Penggandaan jumlah kromosom tanaman jahe pada perlakuan kolkisin dengan konsentrasi 0.25% memiliki kisaran jumlah kromosom 2n = 36 - 48, konsentrasi kolkisin 0.50% memiliki kisaran jumlah kromosom 2n = 43 - 84 sedangkan tanaman jahe tanpa kolkisin memiliki kisaran jumlah kromosom 2n = 22 - 27.
LEMBAR PENGESAHAN Judul : PENGARUH KOLKISIN TERHADAP KERAGAAN FENOTIPE DAN JUMLAH KROMOSOM JAHE EMPRIT (Zingiber officinale Rosc.) ASAL IN VITRO Nama : Suci Rahayuningsih NRP : A34401046
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Pembimbing I
Pembimbing II
Ir Diny Dinarti, MSi
Dr Ir Yudiwanti Wahyu E.K., MS
NIP. 131 999 963
NIP. 131 803 645
Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian
Prof Dr Ir Supiandi Sabiham, M. Agr NIP. 130 422 698
Tanggal Lulus :
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kuningan, Propinsi Jawa Barat pada tanggal 16 Agustus 1982. Penulis merupakan anak keempat dari empat bersaudara dari Bapak Ahmad dan Ibu Acih Supiacih. Tahun 1995 penulis lulus dari MI Taufiqurrahman II Beji, Depok, kemudian pada tahun 1998 penulis menyelesaikan studi di SLTP PGRI 3 Jakarta. Penulis lulus dari SMUN 49 Jakarta pada tahun 2001. Tahun 2001 penulis diterima sebagai mahasiswa Program Studi Pemuliaan Tanaman dan Teknologi Benih, Departemen Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri. Selama studi di IPB, Penulis juga aktif pada berbagai organisasi mahasiswa diantaranya HIMAGRON dan Forum Komunikasi Rohis Jurusan Fakultas Pertanian.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji bagi Alloh SWT atas segala rahmat dan hidayahNya yang telah memberi penulis petunjuk, kekuatan dan kesabaran sehingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Penelitian pengaruh kolkisin terhadap keragaan fenotipe dan jumlah kromosom merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Pertanian di Institut Pertanian Bogor. Penulis menyampaikan terimakasih kepada : 1. Bapak dan mamah tercinta atas dorongan, semangat dan do’a yang selalu menyertai setiap langkah dan aktivitas penulis. 2. Ir Diny Dinarti, MSi dan Dr Ir Yudiwanti Wahyu E.K., MS selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan semangat dan pengarahan selama kegiatan penelitian dan penyusunan skripsi ini.. 3. Desta wirnas SP, MSi selaku dosen pembimbing akademik dan dosen penguji yang telah memberikan motivasi dan arahan kepada penulis. 4. Prof Dr Ir Supiandi Sabiham, M. Agr selaku Dekan Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor 5. Seluruh staf Laboratorim Ekofisiologi, terutama Pak Joko, yang telah memberikan saran-saran dan bantuan dalam penelitian ini. 6. Seluruh staf Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih atas bantuan yang telah diberikan kepada penulis. 7. Seluruh staf Laboratorium Pusat Studi Pemuliaan Tanaman, terutama Mas Bambang, atas bantuan dan bimbingan kepada penulis. 8. Kakak-kakakku ; Yayat, Euis, Imam, bang Alik, Lia dan keponakankeponakanku yang lucu dan nakal : Azzam, Dede Kaila dan Dede Sena terimakasih telah mendengar keluh kesah, memberi semangat dan kasih sayang kepada penulis. 9. Teman-teman seperjuangan : Tias, Chotim, Indah, Salha, Dewi, Wawan, Nandang, Usman, Pipit, Venti, Roji dan semua teman-teman PMT’38 atas kebersamaan dan bantuan selama penelitian ini.
10.Anak-anak kost ”Wisma Maya” ; Ambar, Tina, Neng Sri, Mirna, Mba Umi, Cacan, Ade Isti, Mba Uci, Wida dan Diah yang telah menjadi ’keluarga’ penulis selama di Bogor. 11. Anak-anak kost ”Ukhuwah”; Mba Rury, Mba Esti, Mba Ema dan Kasih atas kebersamaannya. 12. Teman-teman FKRJ-A, BNC (A’Kamal, A’Iwang, Teh Lina, Teh Fa, Mute, Tito, Mas Edwin, Mirwan, Aci, Hajar, Apip dan Mba Lia) dan semua temanteman yang tidak mungkin disebutkan satu persatu. Akhirnya, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi masyarakat pada umumnya dan civitas akademik pada khususnya. Semoga Alloh SWT senantiasa memberikan limpahan rahmat dan hidayahNya pada kita semua. Amin
Bogor, Januari 2006
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman PENDAHULUAN.......................................................................................
1
Latar Belakang ...............................................................................
1
Tujuan.............................................................................................
2
Hipotesis.........................................................................................
2
TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................
3
Botani dan Ekologi Jahe .................................................................
3
Karakter Tanaman..........................................................................
5
Keragaman Jumlah Kromosom......................................................
6
Mutagen..........................................................................................
7
BAHAN DAN METODE...........................................................................
10
Waktu dan Tempat .........................................................................
10
Bahan dan Alat...............................................................................
10
Metode ............................................................................................
10
Pelaksanaan percobaan...................................................................
11
Pengamatan....................................................................................
12
HASIL DAN PEMBAHASAN................................................................. .
15
Pengaruh Kolkisin terhadap Keragaan Fenotipe………………... .
17
Pengaruh Kolkisin terhadap Jumlah Kromosom Jahe Emprit…...
23
KESIMPULAN DAN SARAN..................................................................
25
Kesimpulan………………………………………………………
25
Saran…………………………………………………………….. .
25
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................
26
LAMPIRAN ................................................................................................
28
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman Teks
1. Hasil Uji-t Pengaruh Kolkisin terhadap Keragaan Fenotipe Jahe Emprit... 16 2. Nilai Rata -rata dan Ragam Peubah Pengaruh Kolkisin terhadap Keragaan Fenotipe Jahe Emprit................................................................... 17 Lampiran 1. Uji Kenormalan Nilai- F Pengaruh Kolkisin terhadap Keragaan Fenotipe dan Jumlah Kromosom Jahe Emprit ……………………………………… 28
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman Teks
1. Rumus Bangun Kolkisin Murni…………………………………………
8
2. Cara Pengukuran Panjang dan Lebar Stomata serta Lebar Sel Penjaga…
13
3. Daun Jahe Emprit yang Terkena Serangan Patogen Pyliosticta, sp……..
15
4. Keragaan Fenotipe Jahe Emprit …………………………………………
18
5. Bentuk Daun Jahe Emprit pada Berbagai Perlakuan…………………….
19
6. Bentuk Stomata Jahe Emprit pada Berbagai Perlakuan…………………
21
7. Keragaan Fenotipe Jahe Emprit setelah Panen………………………….
22
8. Keragaan Rimpang Jahe Emprit setelah Panen…………………………
22
9. Kromosom Jahe Emprit pada Beberapa Perlakuan………………………
24
PENDAHULUAN Latar Belakang Pengembangan tanaman obat di Indonesia sampai saat ini masih memiliki peluang dan prospek yang sangat baik. Banyak kalangan mulai melirik untuk mengembangkan tanaman obat, baik untuk kebutuhan sendiri maupun untuk bisnis. Apalagi sejak masyarakat mulai sadar tentang manfaat tanaman obat untuk menjaga dan memelihara kesehatan dengan makin menjamurnya industri-industri obat tradisional di dalam maupun luar negeri. Hal ini juga ditunjang dengan meningkatnya pandangan tentang segi positif mengkonsumsi bahan-bahan alam (natural) dibandingkan bahan kimia atau sintesis. Berdasarkan latar belakang tersebut maka beberapa pendapat mengatakan bahwa tanaman obat Indonesia patut dan layak dikembangkan. Pemakaian tanaman obat dalam dekade terakhir ini cenderung meningkat sejalan dengan berkembangnya industri jamu atau obat tradisional, farmasi, kosmetik, makanan dan minuman. Tanaman obat yang dipergunakan biasanya dalam bentuk simplisia (bahan yang telah dikeringkan dan belum mengalami pengolahan apapun). Simplisia tersebut berasal dari akar, daun, bunga, biji, buah, terna, dan kulit batang (Syukur dan Hernani, 2002). Jahe (Zingiber officinale Rosc.) merupakan salah satu tanaman obat yang sangat penting dalam perekonomian masyarakat Indones ia. Selain areal yang makin meluas, penggunaan jahe pun mengalami peningkatan. Saat ini penggunaan jahe untuk kebutuhan sehari-hari dapat mencapai 90% dari total volume jahe yang di ekspor. Jahe paling banyak digunakan sebagai bahan rempah-rempah dan bumbu masak. Meluasnya penggunaan jahe tersebut menyebabkan ada peningkatan serapan pasar dan volume perdagangan (Syukur, 2002). Semakin pesatnya perkembangan sektor perindustrian, termasuk industri yang menggunakan bahan baku jahe, mengharuskan bidang budidaya untuk mendukung pengadaan bahan-bahan bermutu tinggi dan berkelanjutan yang dibutuhkan ikut berkembang. Menurut Hasanah et al. (1992), kualitas dari bahan tanaman yang digunakan merupakan faktor penting yang akan menentukan apakah pertanaman yang dihasilkan akan baik atau tidak.
2 Berdasarkan ukuran, bentuk dan warna rimpangnya ada 3 jenis jahe yang terkenal yaitu 1) Jahe putih atau kuning sering disebut juga jahe badak atau jahe gajah; rimpangnya lebih besar dan ruas rimpangnya lebih menggembung dari jenis lainnya, 2) Jahe putih kecil atau emprit, dan 3) Jahe merah; rimpangnya berwarna merah dan lebih kecil dari jahe emprit (Januwati, 1997). Jahe emprit mempunyai keunggulan antara lain aromanya yang kurang tajam dibanding jahe merah dan mempunyai kandungan minyak atsiri yang lebih besar dibanding jahe gajah sehingga jahe emprit banyak digunakan pada industri jamu. Pada umumnya jahe diperbanyak secara vegetatif dengan potongan atau setek rimpang. Rimpang yang digunakan untuk benih adalah bahan yang sudah terpilih sejak di pertanaman, baik kultivar atau varietas memiliki keunggulan dan kondisi lingkungan tempat tumbuhnya cukup baik. Pada bunga jahe kepala putik berada diatas kepala sari yang menyebabkan peluang terjadinya penyerbukan sendiri sangat kecil sedangkan peluang untuk penyerbukan silang sangat besar namun tanaman jahe sangat jarang membentuk bunga (Ajijah et al., 1997) sehingga diperlukan suatu upaya yang dapat menghasilkan keragaman genetik pada jahe. Salah satu upaya yang dapat dilakukan meningkatkan keragaman pada jahe adalah mutasi. Mutasi adalah perubahan dalam struktur gen baik yang terjadi secara spontan maupun secara buatan dengan menggunakan agensia fisik atau kimia (Nasir, 2001) sedangkan senyawa kimia yang dapat digunakan untuk menginduksi mutasi adalah kolkisin. Menurut Poespodarsono (1988), perlakuan kolkisin termasuk perlakuan mutasi karena merubah kromosom yang berakibat berubahnya sifat tanaman. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari pengaruh konsentrasi kolkisin terhadap keragaan fenotipe dan jumlah kromosom jahe emprit asal in vitro. Hipotesis 1. Pemberian kolkisin berpengaruh terhadap keragaan fenotipe jahe emprit. 2. Pemberian kolkisin berpengaruh terhadap jumlah kromosom jahe emprit.
TINJAUAN PUSTAKA
Botani dan Ekologi Jahe Jahe adalah tanaman herba tahunan yang termasuk kelas tanaman berkeping satu (Monocotyledon). Kata Zingiberaceae berpangkal dari bahasa sansekerta “Zingiber” diterjemahkan secara bebas kedalam bahasa Indonesia artinya “berbentuk seperti ta nduk” (Rismunandar, 1988). Klasifikasi tanaman jahe secara lengkap adalah sebagai berikut : Divisi
: Spermatophyta
Subdivisi
: Angiospermae
Kelas
: Monocotyledoneae
Ordo
: Zingiberales
Famili
: Zingiberacea
Genus
: Zingiber
Spesies
: Zingiber officinale
Tanaman jahe terdiri atas struktur rimpang, batang, daun, bunga dan buah. Tanaman jahe memiliki daun yang terdiri dari upih dan helaian. Upih daun melekat membungkus batang. Helaian daun tersusun berseling (folia disticha). Setiap buku terdapat dua daun. Batang jahe merupakan batang semu (pseudostems) berbentuk bulat (teres), tegak, tidak bercabang, tersusun dari lembaran-lembaran pelepah daun, tinggi mencapai 1 meter (30 - 100 cm). Batang berwarna hijau pucat, seringkali berwarna kemerahan pada bagian pangkal. Setiap batang umumnya terdiri dari 8 12 helai daun (Jansen, 1981; Purseglove et al., 1981 dalam Ajijah et al., 1997) Akar jahe berbentuk bulat, ramping, berserat berwarna putih sampai coklat terang. Akar keluar dari garis lingkaran sisik rimpang. Pada jahe merah, akar keluar hampir disekeliling sisik, nampak lebih kokoh, berserat, besar, panjang dan kuat mencengkeram tanah, berbeda dengan akar pada jahe putih besar dan putih kecil (Ajijah et al., 1997). Bunga jahe majemuk, tersusun berupa mayang, panjang mayang 4 - 7 cm, lebar 1.5 - 2 cm, bunga berbentuk tabung, setiap bunga dilindungi oleh daun pelindung. Buah berbentuk bulat panjang seperti kapsul dengan tiga ruang biji,
4 masing-masing memiliki tujuh bakal biji. Biji jahe kecil, warna hitam selaput rimpang bercabang tidak teratur umumnya kearah vertikal, kulit berbentuk sisik tersusun melingkar dan berbuku-buku, warna kuning coklat sampai merah tergantung jenisnya, daging berwarna kuning cerah, berserat, aromatik, mengandung banyak metabolit sekunder, merupakan perubahan bentuk dari batang yang terdapat didalam tanah. Rimpang jahe mempunyai bau yang spesifik, berkisar antara bau yang tajam, pahit, langu sampai aromatis (Syukur dan Hernani, 2002). Berdasarkan ukuran, bentuk dan warna rimpangnya ada tiga jenis jahe yang dikenal, yaitu jahe putih/kuning besar (disebut juga jahe badak atau jahe gajah), jahe putih kecil atau emprit, dan jahe merah (Syukur dan Hernani, 2002). Jahe badak/jahe gajah mempunyai rimpang lebih besar dan gemuk, ruas rimpangnya lebih menggembung dari kedua varietas lainnya. Jahe putih /kuning kecil atau disebut juga jahe sunti atau jahe emprit mempunyai ruas kecil, agak rata sampai agak menggembung. Jahe ini selalu dipanen setelah berumur tua. Kandungan minyak atsirinya lebih besar daripada jahe gajah, sehingga rasanya lebih pedas, disamping seratnya tinggi. Sedangkan jahe merah selalu dipanen setelah tua dan mempunyai kandungan minyak atsiri paling tinggi berkisar 2.58 - 3.90%, jahe ini sering dibudidayakan dengan tujuan produksi minyak jahe, Jahe putih kecil mempunyai kandungan minyak atsiri 1.5 - 3.5% atas dasar berat kering. Jahe ini banyak digunakan dalam industri jamu, baik dalam bentuk jamu segar maupun yang kering dan Jahe gajah mempunyai kandungan minyak atsiri 0.18 - 1.66% atas dasar berat kering, jahe ini banyak digunakan untuk sayur, masakan, minuman, permen dan rempah-rempah (Januwati, 1997). Menurut Syukur (2002), jahe putih kecil atau lebih dikenal dengan jahe emprit (Z. officinale var. rubrum) memiliki rimpang dengan bobot berkisar 0.5 0.7 kg per rumpun. Struktur rimpang jahe emprit kecil-kecil dan berlapis. Daging rimpang berwarna putih kekuningan. Tinggi rimpangnya dapat mencapai 11 cm dengan panjang antara 6 - 30 cm, dan diameter antara 3.27 - 4.05 cm. Akar ya ng keluar dari rimpangnya berbentuk bulat. Panjang dapat mencapai 26 cm dan diameternya berkisar antara 3.91 - 5.90 cm. Akar yang dikumpulkan dari satu rumpun dapat mencapai 70 g lebih banyak dari akar jahe besar.
5 Menurut Mazza dan Oomah (2000) senyawa kimia yang terdapat pada jahe antara lain gingerol, shogaol, diarylheptonoid dan terpenoid. Menurut Syukur dan Hernani (2002) senyawa yang menyebabkan rasa pedas pada jahe adalah gingerol, zingeron dan shogaol. Dilihat dari lokasi penyebarannya, tanaman jahe tidak memerlukan lokasi yang spesifik. Menurut Rismunandar (1988) tanaman jahe dapat tumbuh dan berkembang dengan baik di daerah-daerah yang berlainan keadaan agro-iklimnya. Sedangkan menurut Syukur dan Hernani (2002) tanaman jahe terutama dibudidayakan di daerah tropika dengan ketinggian tempat antara 0 - 1700 m dpl, dan yang terbanyak berada pada ketinggian menengah yaitu antara 350 - 600 m dpl. Di Indonesia, pertanaman jahe yang baik umumnya berada pada daerah yang memiliki curah hujan antara 2500 - 4000 mm dalam setahun. Secara umum, lokasi yang baik untuk pertanaman jahe terletak pada daerah-daerah yang memiliki curah hujan hampir sepanjang tahun sehingga waktu tanam dapat dilakukan sepanjang tahun. Iklim yang ideal yang dikehendaki tanaman jahe adalah iklim panas sampai sedang. Pada pertumbuhan vegetatif tanaman jahe memerlukan sinar matahari yang sangat banyak sehingga akan membentuk rumpun dan rimpang yang banyak serta
berukuran
besar.
Dalam
kondisi
ternaungi,
tanaman
jahe
akan
memperlihatkan pertumbuhan daun yang besar-besar dan memiliki rimpang yang kecil-kecil. Tanah yang banyak mengandung humus, subur dan gembur dengan drainase yang baik merupakan lahan yang disukai jahe. Tanaman ini ditanam di berbagai tipe tanah, tetapi akan lebih baik pada jenis latosol dan andosol.
Karakter Tanaman Karakter tanaman dikendalikan oleh gen dalam sel tanaman itu sendiri. Karakter tanaman yang tampak secara visual disebut dengan fenotipe. Fenotipe merupakan pengaruh interaksi antara faktor genetik dan lingkungan. Oleh karena itu setiap upaya untuk memperbaiki penampilan fenotipe tanaman haruslah
6 dimulai dari perbaikan susunan genetik (genotipe) dan memanipulasi lingkungan yang sesuai dengan persyaratan tumbuh tanaman tersebut (Nasir, 2001). Menurut Poespodarsono (1988), fenotipe tanaman dapat dikategorikan atas dua bentuk karakter yaitu karakter kualitatif dan karakter kuantitatif. Karakter kualitatif biasanya dapat diamati dan dibedakan dengan jelas secara visual, karena umumnya bersifat diskret. Biasanya karakter ini dikendalikan oleh satu atau beberapa gen. Bila karakter ini dikendalikan oleh satu gen , maka disebut dengan karakter monogenik, dan beberapa gen disebut dengan oligenik. Sifat kualitatif adalah sifat secara kualitatif berbeda sehingga mudah dikelompokkan dan biasanya dinyatakan dalam kategori. Sifat ini yang menjadi obyek penelitian Mendel sehingga tercipta hukum Mendel. Hasil pengamatan sel epidermis jahe yang dilakukan Rugayah (1994) menunjukkan bahwa bentuk sel epidermis jahe bervariasi yaitu persegi empat atau persegi enam dengan ukuran 10 - 50 x 7.50 - 18.75 ìm pada jahe putih dan 7.5 35 x 10 - 18.75 ìm pada jahe merah. Bentuk stomata tergolong dalam tipe tetrasitik dengan ukuran 22.5 - 25 x 8.75 - 12.5 ìm pada jahe putih dan 18.75 22.5 x 10 - 12.5 ìm pada jahe merah (Ajijah et al., 1997). Karakter kuantitatif umumnya dibedakan oleh banyak gen dan merupakan hasil akhir dari suatu proses pertumbuhan dan perkembangan yang berkaitan langsung dengan karakter fisiologi dan morfologis. Diantara kedua ka rakter ini, karakter morfologis lebih mudah diamati, misalnya produksi tanaman sering dijadikan obyek pemuliaan tanaman.
Keragaman Jumlah Kromosom Perubahan jumlah kromosom merupakan salah satu sumber keragaman genetik. Perubahan jumlah ini terjadi dengan penambahan atau pengurangan kromosom-kromosom utuh atau satu set kromosom lengkap (genom).
Euploidi Istilah ini menunjukkan keragaman dalam satu set kromosom lengkap (genom). Kebanyakan eukariot memiliki jumlah kromosom diploid, yaitu = 2n = 2x, tetapi diantara tanaman pangan, hortikultura dan tanaman hias terdapat yang
7 tetraploid (2n = 4x) dan hexaploid (2n = 6x) yang estetik dan berguna bagi manusia. Monoploid Satu set kromosom (genom), yaitu hanya ada satu homolog untuk setiap kromosom dalam suatu individu. Haploid adalah istilah yang lebih umum digunakan daripada monoploid, haploid menunjukkan jumlah kromosom gamet dari diploid. Menurut Ajijah et al., (1997), tanaman jahe mempunyai jumlah kromosom 2n = 2x =22 (diploid). Penulis lain melaporkan 2n = 22+2f. Sementara Rugayah (1994) melaporkan bahwa hasil pengamatan awal terhadap jumlah kromosom jahe putih dan jahe merah menunjukkkan kisaran jumlah yang sama yaitu 2n = 22-24. Suatu organisme yang memiliki lebih dari dua set kromosom atau genom dalam se l-sel somatiknya biasa disebut poliploid (Crowder, 1997; Poespodarsono, 1988). Banyak tanaman budidaya yang termasuk poliploid alami, antara lain kacang tanah, tomat, ubi jalar, kapas, tembakau, tebu, nenas, kopi, dan sebagainya. Berdasarkan kepentingan pemuliaan keadaan ini perlu dipelajari dalam usaha untuk meningkatkan sifat tanaman yang diharapkan. Sejak ditemukan kolkisin yang dapat menggandakan kromosom pada tahun 1937, maka banyak
pemulia
tertarik
untuk
mendapatkan
tetraploid
secara
buatan
(Poespoda rsono, 1988).
Mutagen Salah satu cara untuk meningkatkan keragaman genetik maupun untuk mendapatkan ketahanan dapat dilakukan melalui mutasi. Mutasi adalah perubahan dalam struktur gen baik yang terjadi secara spontan maupun secara buatan dengan menggunakan agensia fisik atau kimia. Program mutasi dilaksanakan apabila sumber gen untuk sifat ketahanan tidak terdapat pada plasma nutfah yang dimiliki (Nasir, 2001). Mutagen kimia terdiri dari agen alkilasi yang merupakan bahan kimia yang sangat kuat dan banyak digunakan dalam pemuliaan mutasi dan bahan kimia lainnya, mencakup analog basa Nitzchia, peroksida dan alkaloid tertentu yang memiliki sifat-sifat mutagenik.
8 Salah satu alkaloid yang sering digunakan antara lain kolkisin. Menurut Eigsti dan Dustin (1995) kolkisin merupakan suatu senyawa yang dapat diekstrak dari umbi dan biji tanaman krokus (C. autumnale ) yang termasuk anggota famili Liliaceae. Kolkisin murni mempunyai rumus kimia C22H25O6 N.
Gambar 1. Rumus Bangun Kolkisin Murni
Penggunaan kolkisin pada titik tumbuh dari tanaman akan mencegah pembentukkan serabut-serabut gelendong dan pemisahan kromosom pada anafase dari mitosis menyebabkan penggandaan kromosom tanpa pembentukkan dinding sel, perlakuan ini dapat menyebabkan peningkatan jumlah kromosom sebelum terjadi penggandaan (Crowder, 1997). Menurut Nasir (2001), penggandaan kromosom dapat terjadi secara spontan atau buatan. Penggandaan buatan terjadi bila pada pembelahan sel kromosom juga mengganda, tetapi nukleusnya gagal mengganda sehingga me mbentuk inti dengan jumlah kromosom ganda. Bila penggandaan kromosom terjadi segera setelah pembuahan maka individu yang dihasilkan akan menjadi poliploid sempurna, sedangkan penggandaan pada tahap perkembangan lanjut hanya membentuk sektor poliploid saja. Bila penggandaan terjadi setelah meiosis, maka pengurangan gamet akan terbentuk dan bila dibuahi dengan gamet normal maka akan terbentuk poliploidi tidak berimbang. Metode yang paling penting dan berguna yaitu menggandakan jumlah kromosom dengan perlakuan kolkisin yang dipekatkan dalam pasta lanolin atau dalam larutan pada bahan vegetatif pasta kolkisin dioleskan pada titik tumbuh bibit, atau bibit dapat dimasukkan kedalam larutan kolkisin dengan jalan membalikkan tanaman muda atau merendamnya kedalam la rutan selama periode
9 waktu tertentu (Crowder, 1997). Menurut Eigsti dan Dustin (1957) lamanya kontak antar sel tanaman dengan larutan kolkisin ini berkisar 24 - 96 jam. Menurut Poespodarsono (1988), kepekaan terhadap perlakuan kolkisin amat berbeda di antara spesies tanaman. Oleh karena itu baik konsentrasi maupun waktu perlakuan akan berbeda pula, bahkan untuk bagian tanaman yang berbeda akan lain pula dosis dan waktunya. Untuk biji yang cepat berkecambah, biji direndam dalam larutan selama 1-5 hari sebelu m tanam. Untuk kecambah dicelup kedalam larutan kolkisin selama 3-4 jam, sedangkan untuk tunas larutan dioleskan atau diteteskan. Tiap spesies mempunyai tanggapan yang berbeda terhadap konsentrasi kolkisin yang diperlukan untuk mengubah posisi kromosom. Biasanya 0.5 - 1.0% pasta atau larutan kolkisin dapat menimbulkan poliploidi. Kolkisin
ternyata
mengganggu pembentukkan serabut gelendong dan sitokenesis berikutnya, sehingga membentuk sel dengan jumlah kromosom yang meningkat. Perlakuan kolkisin biasanya mengakibatkan perbedaan tingkat ploidi dalam jaringan batang, karena itu perlu membuat pemeriksaan sitologis dari mixoploid untuk mengidentifikasi tetraploid (Crowder, 1997). Penggunaan kolkisin hanya untuk tujuan yang mempunyai arti penting, karena harganya cukup mahal. Disamping untuk tujuan pemuliaan biasanya digunakan pula pada penelitian-penelitian. Perlakuan kolkisin termasuk perlakuan mutasi karena merubah kromosom yang berakibat berubahnya sifat tanaman (Poespodarsono, 1988).
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan, Departemen Agronomi dan Hortikultura, IPB dan rumah plastik Laboratorium Ilmu dan Teknologi
Benih,
Leuwikopo,
Darmaga.
Laboratorium
Ekofisiologi,
Laboratorium Pusat Studi Pemuliaan Tanaman dan Teknologi Benih (Research Group on Crop Improvement), Departemen Agronomi dan Hortikultura IPB dan Herbarium Bogoriense bagian Anatomi Dan Sitologi, LIPI Bogor. Penelitian dilakukan dari bulan Desember 2004 sampai September 2005.
Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanaman jahe emprit hasil perbanyakan in vitro, media MS, arang sekam, pupuk N, P, dan K, Dithane, Agrimicyn, kolkisin dan pupuk kandang. Alat yang digunakan terdiri dari gelas plastik, polybag, Hand sprayer dan alat-alat penunjang penelitian lain. Media tanam yang digunakan terdiri dari dua media. Media aklimatisasi menggunakan arang sekam dan cocopit dengan perbandingan 1:1. Sedangkan media lapangan menggunakan tanah, arang sekam dan pupuk kandang yang telah disterilisasi dengan perbandingan 1:1:1.
Metode Penelitian Penelitian dilaksanakan menggunakan faktor tunggal, yaitu konsentrasi kolkisin. Rancangan yang digunakan dalam penelitian adalah rancangan acak lengkap dengan tiga perlakuan yaitu tanpa kolkisin sebagai kontrol, dengan kolkisin 0.25% dan 0.50%. Setiap perlakuan tiga ulangan sehingga terdapat sembilan satuan percobaan dan setiap satuan percobaan terdiri atas lima tanaman. Menurut Mattjik dan Sumertajaya (2000) model rancangan yang digunakan adalah : Yij = µ + α i + åij Dengan i = 1, 2,…,t dan j = 1, 2,…,r
11 Keterangan lambang : Yij
: Pengamatan pada konsentrasi ke-i dan ulangan ke-j
µ
: Rataan umum
αi
: Pengaruh konsentrasi ke -i
åij
: Pengaruh acak pada konsentrasi ke-i ulangan ke-j Uji statistik yang digunakan adalah uji-t dengan menggunakan fasilitas
MINITAB.
Pelaksanaan Pembuatan Larutan Kolkisin Sebelum dibuat larutan perlakuan (0.25 % dan 0.50 %) terlebih dahulu membuat larutan stok dengan konsentrasi 1 % (1 g kolkisin dalam 100 ml air destilata steril). Pembuatan larutan perlakuan menggunakan teknik pengenceran. Pembuatan larutan 0.25 % dilakukan dengan memipet larutan stok kolkisin sebanyak 20ml dan ditambahkan air destilata sebanyak 60ml. Larutan 0.50 % dibuat denga n menambahkan 40 ml larutan stok kedalam 40 ml air destilata steril. Perlakuan kontrol (kolkisin 0 %) adalah air destilata steril 80 ml. larutan dibagi dua dimasukkan kedalam botol sehingga masing-masing berisi 40 ml. Pembuatan larutan kolkisin dilakukan di ruang asam. Pada waktu membuat larutan kolkisin digunakan alat pengaman yaitu sarung tangan karet dan masker khusus. Perendaman Planlet Jahe Emprit Dengan Kolkisin Planlet jahe emprit asal in vitro direndam dengan agrimycin dan dithane selama 10 menit kemudian dibilas dengan aquades lalu direndam dalam larutan kolkisin selama 48 jam sedangkan untuk perlakuan kolkisin 0% direndam dalam air destilata selama 48 jam. Penanaman Media aklimatisasi (arang sekam steril) disiapkan dalam gelas plastik. Pla nlet yang sudah direndam kolkisin ditanam pada media tersebut. Aklimatisasi dilakukan selama 1 bulan.
12 Tanaman jahe yang berumur 1 bulan dipindahkan ke dalam media yang berisi tanah, arang sekam dan pupuk kandang dengan perbandingan 1:1:1 yang telah disterilisasi dan diberi pupuk NPK dalam polibag dan ditanam selama 5 bulan.
Pengamatan Pengamatan dilakukan pada semua tanaman dengan dua tahap pengamatan, yaitu pengamatan ketika di media aklimatisasi dan di lapangan. Variabel-variabel yang diamati ketika tanaman di media aklimatisasi adalah : 1. Jumlah daun 2. Tinggi tanaman. 3. Jumlah anakan. Variabel yang diamati pada tanaman jahe di lapangan sampai panen adalah : 1. Tinggi tanaman diukur dari pangkal batang sampai daun yang paling tinggi. 2. Jumlah daun 3. Diameter batang diukur pada ruas batang yang terbesar dengan menggunakan jangka sorong. 4. Jumlah anakan 5. Bobot rimpang setelah dipanen 6. Bobot brangkasan setelah dipanen 7. Kandungan klorofil. 8. Kerapatan stomata, lebar stomata, panjang stomata dan lebar sel penjaga 9. Jumlah Kromosom Penetapan kadar klorofil dilakukan dengan mengambil daun ke -3 atau ke-4 tanaman jahe, kemudian daun segar tersebut ditimbang sebanyak 50 mg lalu digerus didalam mortar. Gerusan daun tersebut ditambahkan 2 ml aseton 80 % lalu disentrifuge. Ekstraksi diulangi sampai warnanya tidak berubah kemudian ditera
sampai
10
ml.
Contoh
tersebut
dibaca
absorbannya
dengan
spektrofotometer (SHIMADZU : UV – 1201) pada panjang gelombang 663 dan 645 nm. Kadar klorofil dalam mg klorofil/g daun segar ditetapkan dengan persamaan berikut : Klorofil-a (mg/g) :
{(12,7 x A663) - (2,69 x A645)} xfp Bobot Contoh
13 Klorofil-b (mg/g) :
{(12,7 x A663) - (2,69 x A645)} xfp Bobot Contoh
Klorofil Total : Klorofil-a + Klorofil-b fp : Faktor Pengenceran = 10 ml x
1 1000 ml
Pengamatan kerapatan dan ukuran stomata dilakukan dengan mencetak epidermis daun dengan kuteks. Daun yang dipilih adalah daun ke-3 sampai daun ke-5 dan kuteks dioleskan pada permukaan bawah daun. Kuteks yang telah kering dipindahkan ke gelas obyek kemudian ditutup dengan gelas penutup dan direkatkan dengan kuteks. Kerapatan stomata diamati dibawah mikroskop dengan perbesaran 40X dan dihitung jumlah stomata per bidang pandang. Pengamatan lebar somata, panjang stomata dan lebar sel penjaga dilakukan secara digitasi denga n menggunakan software TPS dig . Gambar 2 menunjukkan cara penghitungan ukuran stomata.
Lebar stomata
Panjang stomata
Lebar sel penjaga Gambar 2. Cara Pengukuran Panjang dan Lebar Stomata serta Lebar Sel Penjaga
Penghitungan jumlah kromosom dilakukan dengan menggunakan metode Darnaedi (1991). Bahan yang diambil adalah ujung akar. Pengambilan bahan ini dilakukan pada pagi hari pada pukul 09.00-10.00. Ujung akar dipotong 0.5 - 1 cm, kemudian dibilas dalam air untuk menghilangkan kotorannya. Potongan ujung akar tersebut dimasukkan ke dalam botol yang berisi 8 hidroksikuinolin 0.002 M (0.3 g/l akuades) selama 3 - 5 jam.
14 Potongan ujung akar dimasukkan ke dalam air bersih lalu dibuang tudung akarnya. Selanjutnya akar tersebut dimasukkan ke dalam asam asetat 45% selama 10 menit, kemudian dimasukkan ke dalam larutan yang terdiri atas campuran 1 NHCl : asam asetat 45% (b/v) = 3:1. Selanjutnya akar tersebut direbus ke dalam air pada suhu 800 C selama 3 - 5 menit, setelah itu diangkat dan dimasukkan ke dalam pewarna orsein 2% lalu dipindahkan ke gelas preparat dan ditutup dengan gelas penutup. Selanjutnya akar dipukul-pukul perlahan dengan pangkal pensil berkaret, kemudian gelas penutup ditekan halus dan pinggirnya dilekatkan dengan kuteks tak berwarna. Kromosom diamati di bawah mikroskop. Foto preparat kromosom diolah dengan menggunakan program komputer Adobe Photoshop. Penggunaan progam komputer tersebut untuk memperbesar dan memperjelas foto kemudian hasilnya dicetak lalu dihitung jumlah kromosomnya.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Pertumbuhan tanaman jahe pada saat aklimatisasi sangat baik, presentase pertumbuhan bibit tanama n jahe mencapai 100 %, namun pada saat 2 MST tanaman jahe yang ditanam pada saat aklimatisasi terkena serangan penyakit bercak daun yang disebabkan oleh patogen Pyliosticta sp. dengan gejalanya antara lain muncul bercak pada daun kemudian daun menguning dan akhirnya mengering (Gambar 3).
Gambar 3. Daun Jahe Emprit yang Terkena Serangan Patogen Pyliosticta sp Menurut Ernawati et al. (1993) persentase keberhasilan aklimatisasi bervariasi di antara asal tanaman yang berbeda. Kematian bibit terutama terjadi pada saat aklimatisasi karena belum adaptif terhadap kondisi yang tidak aseptik, suhu maupun cahaya yang berbeda dari kondisi in vitro sebelumnya. Persentase planlet hasil percobaan yang berhasil dipindahkan ke lapangan umumnya rendah. Rendahnya keberhasilan ini karena terlambatnya waktu mengeluarkan planlet dari botol sehingga akarnya melingkar-lingkar dan kemungkinan besar akar ini akan rusak ketika dikeluarkan dari botol. Tingkat kematian tertinggi mencapai 50 % saat bibit jahe dipindahkan ke lapangan. Hal ini disebabkan karena kondisi suhu di rumah plastik yang cukup tinggi berkisar 340 C sehingga tanaman mengalami stress karena kekurangan air. Selain itu, kematian bibit jahe tersebut disebabkan karena penyakit bercak daun yang menyerang tanaman jahe dari awal tanam sampai panen. Secara umum pemberian kolkisin tidak berbeda nyata untuk semua peubah-peubah fenotipe. Pemberian kolkisin
berpengaruh terhadap jumlah
16 kromosom dimana perlakuan 0.25 % dan 0.50 % mengalami penggandaan jumlah kromosom. Tabel 1. Hasil Uji-t Pengaruh Kolkisin terhadap Keragaan Fenotipe Jahe Emprit Peubah Lebar Stomata
Panjang Stomata
Lebar Sel Penjaga
Klorofil a
Klorofil b
Klorofil Total
Bobot Rimpang
Bobot Akar
Bobot Brangkasan
Tinggi Tanaman
Jumlah Daun
Jumlah Anakan
Diameter Batang
Uraian K0 vs K1 K0 vs K2 K1 vs K2 K0 vs K1 K0 vs K2 K1 vs K2 K0 vs K1 K0 vs K2 K1 vs K2 K0 vs K1 K0 vs K2 K1 vs K2 K0 vs K1 K0 vs K2 K1 vs K2 K0 vs K1 K0 vs K2 K1 vs K2 K0 vs K1 K0 vs K2 K1 vs K2 K0 vs K1 K0 vs K2 K1 vs K2 K0 vs K1 K0 vs K2 K1 vs K2 K0 vs K1 K0 vs K2 K1 vs K2 K0 vs K1 K0 vs K2 K1 vs K2 K0 vs K1 K0 vs K2 K1 vs K2 K0 vs K1 K0 vs K2 K1 vs K2
t 0.79 0.47 -0.68 -0.09 -1.11 -1.40 1.08 0.28 -0.74 -1.61 -0.89 0.51 -1.55 -0.69 0.66 -1.60 -0.83 0.55 0.49 0.09 -0.36 0.80 0.17 -0.62 1.09 1.15 0.22 0.07 0.22 0.29 0.53 1.04 0.39 1.13 0.19 -0.73 0.44 0.27 -0.21
P 0.573 0.722 0.509 0.944 0.466 0.189 0.392 0.796 0.482 0.168 0.426 0.624 0.183 0.531 0.525 0.171 0.453 0.596 0.712 0.934 0.73 0.571 0.876 0.55 0.472 0.456 0.832 0.957 0.864 0.777 0.607 0.356 0.702 0.295 0.859 0.487 0.735 0.832 0.836
17 Pengaruh Kolkisin terhadap Keragaan Fenotipe Jahe Emprit Pemberian kolkisin secara umum tidak berpengaruh nyata terhadap peubah-peubah yang digunakan untuk mengamati keragaan fenotipe seperti : tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah anakan, diameter batang, ukuran stomata, bobot panen dan kandungan klorofil. Tabel 2. Nilai Rata-rata dan Ragam Peubah Pengaruh Kolkisin terhadap Keragaan Fenotipe Jahe Emprit Konsentrasi Kolkisin (%)
Peubah 0
0.25
0.5
50.7 ± 15.1
49.9 ± 11.1
48.2 ± 10.7
136.5 ± 12.0
126.4 ± 50.3
117.2 ± 36.8
Jumlah Anakan (tunas)
16.0 ± 1.4
13.8 ± 5.1
15.6 ± 4.2
Diameter Batang (mm)
6.5 ± 0.7
6.3 ± 0.7
6.3 ± 0.7
Bobot Rimpang (gram)
61.61 ± 17.52
54.61 ± 22.02
59.99 ± 28.87
Bobot Akar (gram)
43.85 ± 15.89
34.38 ± 11.25
40.93 ± 28.99
Bobot Brangkasan (gram)
76.79 ± 28.93
53.77 ± 14.97
51.84 ± 16.16
14 ± 0
13 ± 2
14 ± 2
Lebar Stomata (mm)
0.0050 ± 0.0360
0.0029 ± 0.0029
0.0038 ± 0.0020
Panjang Stomata (mm)
0.0360 ± 0.0064
0.0365 ± 0.0087
0.0417 ± 0.0053
Lebar Sel Penjaga (mm)
0.0185 ± 0.0280
0.0157 ± 0.0048
0.0177 ± 0.0047
Klorofil a
0.5692 ± 0.0733
0.7095 ± 0.2096
0.6550 ± 0.1827
Klorofil b
0.2421 ± 0.0284
0.2937 ± 0.0802
0.2670 ± 0.0678
Klorofil Total
0.8113 ± 0.1017
1.0032 ± 0.2891
0.9219 ± 0.2505
Tinggi Tanaman (cm) Jumlah Daun (helai)
Kerapatan Stomata (per bidang pandang)
Tinggi Tanaman Berdasarkan data Tabel 2, tanaman jahe dengan perlakuan kolkisin 0.25 % dan 0.50 % lebih rendah dibandingkan tanaman dengan perlakuan kolkisin kolkisin 0 %. Tanaman yang tidak diberi kolkisin memiliki nilai rata-rata dan ragam yang lebih tinggi yaitu 50.7 cm dan ragam 15.1 lebih tinggi dibandingkan tanaman yang diberi kolkisin.
18
Gambar 4. Keragaan Fenotipe Jahe Emprit (K0 : kolkisin 0 %, K1 : kolkisin 0.25 % dan K2 : kolkisin 0.50 %) Menurut penelitian Ramachandran dan Nair (1992), tanaman jahe tetraploid mempunyai daun lebih rindang, rapat dan berwarna lebih hijau dibandingkan tanaman diploid. Sedangkan berdasarkan penelitian ini, keragaan tanaman jahe terlihat pada Gambar 4. Ketidakstabilan ukuran tinggi tanaman disebabkan karena adanya upaya untuk mencegah penyakit bercak daun dengan memotong daun yang terkena penyakit tersebut. Jumlah Anakan Hasil penelitian Dwiningsih (2004) menunjukkan pemberian kolkisin pada tunas jahe emprit dalam kultur in vitro dapat menyebabkan jumlah tunas lebih rendah dibandingkan perlakuan tanpa kolkisin. Berdasarkan penelitian ini, tanaman tanpa perlakuan kolkisin memiliki jumlah anakan yang lebih banyak dibandingkan tanaman dengan pemberian kolkisin 0.50 % dan kolkisin 0.25 %. Sedangkan tanaman dengan perlakuan kolkisin 0.50 % memiliki jumlah anakan yang lebih banyak dibandingkan dengan kolkisin 0.25 %. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 2, rata-rata jumlah anakan pada tanaman tanpa kolkisin 16 tunas, sedangka n nilai keragaman tertinggi terdapat pada tanaman dengan pemberian kolkisin 0.25% sebesar 5.1 meskipun secara statistik tidak berbeda nyata. Faktor penggunaan bibit jahe dan cara perbanyakan berpengaruh terhadap peningkatan jumlah anakan yang dihasilkan. Menurut Rahardjo (1997) penggunaan bibit tunas dapat meningkatkan jumlah anakan dan kadar karbohidrat rimpang, tetapi tidak berpengaruh terhadap peningkatan tinggi tanaman, bobot segar rimpang dan nisbah bobot kering rimpang/brangkasan.
19 Jumlah Daun Pada peubah jumlah daun, tanaman jahe tanpa perlakuan kolkisin memiliki jumlah daun yang paling banyak dibandingkan perlakuan lain. Berdasarkan Tabel 2, Tanaman tanpa kolkisin memiliki rata -rata jumlah daun 136.5 lebih banyak dibandingkan tanaman jahe pada perlakuan lain. Sedangkan tanaman jahe dengan perlakuan 0.25 % memiliki jumlah daun yang lebih banyak dibandingkan tanaman pada perlakuan lain. Berdasarkan Gambar 5, pada salah satu tanaman contoh, pemberian kolkisin dengan konsentrasi 0.25 % mengakibatkan tanaman memiliki daun yang lebih lebar dan panjang tetapi lebih jarang dibandingkan dengan perlakuan yang lain. Tanaman dengan perlakuan kolkisin 0.50 % memiliki daun yang lebar, panjang dan lebih rapat dibandingkan tanaman dengan perlakuan kolkisin 0.25 % sedangkan tanaman dengan perlakuan tanpa kolkisin memiliki daun yang paling kecil tetapi lebih rapat dibandingkan dengan perlakuan lainnya.
Gambar 5. Bentuk Daun Jahe Emprit pada Berbagai Perlakuan (K0 : kolkisin 0 %, K1 : kolkisin0.25 % dan K2 : kolkisin 0.50 %) Menurut Rahayu (1999) daun tanaman kacang tanah dengan kolkisin secara umum lebih lebar daripada tanaman tanpa kolkisin walaupun secara statistik tidak berbeda nyata. Sesuai dengan ukuran daun yang menjadi lebih pendek dan lebih lebar, bentuk helai daun tanaman dengan kolkisin menjadi lebih bulat (bulat telur terbalik / obovate hingga lanset terbalik / oblanceolet) dibandingkan dengan tanaman tanpa kolkisin yang bentuk daunnya berbentuk lonjong / elliptik.
20 Diameter Batang Batang merupakan bagian tubuh tumbuhan yang amat penting, tumbuhan berkeping dua (Dicotyledoneae) pada umumnya
mempunyai batang yang
dibagian bawahnya lebih besar dan ke ujung semakin mengecil. Jadi batangnya dapat dipandang sebagai suatu kerucut atau limas yang ama t memanjang yang dapat
mempunyai
percabangan
atau
tidak.
Tumbuhan
biji
tunggal
(Monocotyledoneae) sebaliknya mempunyai batang yang dari pangkal sampai ke ujung dikatakan tidak ada perbedaan besarnya. (Tjitrosoepomo, 2001). Berdasarkan Tabel 2, pemberian kolkisin secara statistik tidak berpengaruh nyata, namun tanaman tanpa pemberian kolkisin memiliki rata -rata diameter batang lebih besar dibandingkan tanaman dengan kolkisin tetapi keragaman pada setiap perlakuan tidak berbeda. Menurut Arisumi (1973) tanaman tetraploid mempunyai batang, bunga dan daun yang lebih besar dan tebal dibandingkan tanaman diploid.
Ukuran Stomata Stomata pada permukaan daun tanaman mengatur pertukaran gas antara atmosfer dengan tanaman sehingga berpengaruh terhadap fotosintesis dan transpirasi. Kadang stomata hanya terdapat di permukaan bawah daun, tapi sering ditemui di kedua permukaan meskipun lebih banyak terdapat di bagian permukaan bawah daun (Salisbury dan Ross, 1995). Oleh karena itu pada penelitian ini bagian yang diamati adalah bagian bawah. Hasil penelitian Rahayu (1999) ukuran stomata dan sel penjaga tanaman dengan kolkisin menjadi lebih lebar dibanding tanaman tanpa kolkisin. Berdasarkan Tabel 2, tanaman tanpa pemberian kolkisin memiliki lebar stomata dan lebar sel penja ga lebih besar dibandingkan tanaman dengan pemberian kolkisin. Pemberian kolkisin 0.50 % memiliki panjang stomata lebih besar dibandingkan tanaman pada perlakuan lain meskipun secara statistik tidak berbeda nyata. Perlakuan kolkisin dengan konsentrasi yang lebih tinggi lebih banyak jumlah stomatanya dibandingkan tanaman dengan konsentrasi kolkisin yang lebih rendah dan tanaman tanpa kolkisin. Berdasarkan penelitian Arisumi (1973),
21 tanaman Impatiens tetraploid mempunyai stomata dan polen yang lebih besar dibandingkan tanaman diploid. Menurut Lu dan Bridgen (1997), tanaman Alstroemaria diploid mempunyai 39 stomata per mm 2 dan yang tetraploid mempunyai kerapatan stomata lebih rendah, yaitu 22 stomata per mm2. Sel penjaga stomata tanaman tetraploid lebih besar daripada yang diploid. Rendahnya jumlah stomata pada penelitian ini, diduga dikarenakan pengaruh suhu yang tinggi pada rumah plastik. Hasil penelitian Woodword (1987) menunjukkan bahwa kerapatan stomata sangat bergantung pada konsentrasi CO 2, yaitu bila CO2 tinggi, jumlah stomata persatuan luas lebih sedikit. Stomata tumbuhan pada umumnya membuka saat matahari terbit dan menutup pada saat hari gelap sehingga memungkinkan masuknya CO2 yang diperlukan untuk fotosintesis pada siang hari. Sebagian besar tumbuhan, konsentrasi CO2 yang rendah di daun juga membuat stomata membuka. Jika udara bebas CO2 yang dihembuskan melalui daun sekalipun pada malam hari, maka stomata yang terbuka sedikit akan membuka lebih lebar. Sebaliknya, konsentrasi CO 2 yang tinggi di daun menyebabkan stomata menutup sebagian dan ini terjadi saat terang maupun gelap. Bila stomata tertutup sama sekali (keadaan yang tak lazim terjadi) udara luar yang bebas CO2 tidak berpengaruh lagi. Selain itu, suhu tinggi (30 sampai 35 0C) biasanya menyebabka n stomata menutup.
A
B
C
Gambar 6. Bentuk Stomata Tanaman Jahe Emprit pada perlakuan A.Tanpa kolkisin B.0.25% dan C.0.50%
22 Bobot Rimpang, Akar dan Brangkasan Jahe Emprit Menurut Ramachandran dan Nair (1992) tanaman jahe tetraploid memiliki rimpang yang lebih rapat, internodenya lebih panjang dan kurang bercabang dibandingkan tanaman diploid. Berdasarkan Tabel 2, tanaman tanpa kolkisin memiliki bobot rimpang, akar dan brangkasan yang paling besar dibandingkan tanaman dengan perlakuan kolkisin walaupun secara statistik tidak berbeda nyata. Diduga faktor naungan di lapangan berpengaruh terhadap pembentukkan rimpang. Goldy dan Lyrene (1984) berpendapat bahwa rumah kaca yang digunakan untuk menanam tanaman autopoliplodi dapat menurunkan vigor dan memperlambat pertumbuhan. Bentuk rimpang, akar dan brangkasan setelah panen ditunjukkan pada gambar 7 dan Gambar 8 menunjukkan rimpang jahe setelah panen.
Gambar 7. Keragaan Fenotipe Jahe Emprit Setelah Panen (K0 : kolkisin 0 %, K1 : kolkisin 0.25 % dan K2 : kolkisin 0.50 %)
Gambar 8. Rimpang Jahe Emprit Setelah Panen (K0 : kolkisin 0 %, K1 : kolkisin 0.25 % dan K2 : kolkisin 0.50 %)
23 Kandungan Klorofil Jahe Emprit Klorofil a dan b merupakan sebagian besar pigmen yang berada didalam lamela kloroplas, selain juga karotenoid (Gardner, Pearce, dan Mitchell dalam Rahayu, 1991). Berdasarkan Tabel 2, Tanaman dengan perlakuan kolkisin 0.25 % memiliki kandungan klorofil a dan b lebih besar dibandingkan dengan tanaman pada perlakuan lain. Pengamatan secara visual juga mendukung hal tersebut, yaitu tanaman jahe yang diberi kolkisin 0.25 % lebih hijau dibandingkan dengan yang lainnya. Hal ini disebabkan karena kloroplas muda aktif membelah yang sehingga terpengaruh oleh perlakuan kolkisin (Salisbury dan Ross, 1995). Pengaruh Kolkisin terhadap Jumlah Kromosom Jahe Emprit Penggunaan kolkisin pada titik tumbuh dari tanaman akan mencegah pembentukkan serabut-serabut gelendong dan pemisahan kromosom pada anafase dari mitosis menyebabkan penggandaan kromosom tanpa pembentukkan dinding sel. Perlakuan ini dapat menyebabkan peningkatan jumlah kromosom sebelum terjadi penggandaan kromosom dapat terlihat jelas selama tahap-tahap tertentu dari pembelahan inti. Biasanya kromosom digambarkan pada tahap metafase (Crowder, 1997). Menurut Eigsti dan Dustin (1955) sel tanaman cenderung lebih tahan terhadap konsentrasi kolkisin yang lebih tinggi. Kolkisin dapat berdifusi cepat melalui jaringan tanaman dan dapat diedarkan melalui sistem pembuluh. Konsentrasi yang aktif kontak dengan sel dalam waktu yang lama. Diduga toksisitasnya rendah dan penyimpanan dalam sel yang lama dapat menyebabkan penggandaan jumlah kromosom. Sel akar diploid tanaman jahe mempunyai 22 kromosom, dan pada meiosis terlihat 11 bivalent pada metafase I. Sel akar tanaman tetraploid mempunyai 44 kromosom dan pada saat meiosis bentuk kromosom bervariasi (Ramachandran dan Nair, 1992) Berdasarkan penelitian ini, pemberian kolkisin pada tanaman jahe berpengaruh terhadap jumlah kromosom. Tanaman jahe kontrol (K0) memiliki kisaran jumlah kromosom 2n = 22 - 27, sedangkan tanaman yang diberi kolkisin 0.25 % mengalami penggandaan kromosom dengan kisaran 2n = 36 – 48 dan
24 tanaman
yang diberi perlakuan kolkisin
0.50 % memiliki kisaran jumlah
kromosom 2n = 43 – 84 (Gambar 9). Menurut Sutjajo et al. (1993) hasil analisis sitologi terhadap jumlah kromosom sel ujung akar dari keturunan ke dua varietas semangka yang diberi perlakuan kolkisin menunjukkan bahwa jumlah set kromosom (ploidi) dari tanaman tersebut mengalami perubahan (mutasi) dengan frekuensi total antara 0 % sampai 25 % bergantung tingkat konsentrasi kolkisin yang digunakan.
A
B
C
Gambar 9. Kromosom jahe emprit pada beberapa perlakuan A.Tanpa kolkisin B. Kolkisin 0.25% dan C. Kolkisin 0.50% Menurut Poespodarsono (1988) dengan bertambahnya jumlah kromosom dapat mengakibatkan meningkatnya ukuran sel dan produksi. Namun ternyata dapat terjadi sebaliknya karena menurunnya fertilitas.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Pemberian kolkisin terhadap jahe emprit asal in vitro secara umum tidak berpengaruh terhadap keragaan fenotipe dan hanya berpengaruh terhadap jumlah kromosom. Penggandaan jumlah kromosom tanaman jahe pada perlakuan kolkisin dengan konsentrasi 0.25% memiliki kisaran jumlah kromosom 2n = 36 - 48, konsentrasi kolkisin 0.50% memiliki kisaran jumlah kromosom 2n = 43 - 84 sedangkan tanaman jahe tanpa kolkisin memiliki kisaran jumlah kromosom 2n = 22 - 27.
Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap kandungan minyak atsiri jahe emprit dan penanaman sebaiknya tidak di rumah plastik tetapi di lapangan.
DAFTAR PUSTAKA Ajijah, N., B. Martono, N. Bermawie dan E.A. Haddad. 1997. Botani dan Karakteristik. Monograf No.3 Jahe. Balitro. Bogor. Arisumi, T. 1973. Morphology and breeding behavior of colchicines induced polyploidy Impatiens spp. L. Amer. Soc. Hort. Sci. 98 (6) : 599-601. Biro Pusat Statistik. 2003. Statistik Indonesia 2002. Jakarta. Crowder, L.V. 1997. Genetika Tumbuhan (Diterjemahkan oleh Lilik Kusdiarti). Cet-5. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 499 hal. Dwiningsih, W. 2004. Pengaruh Lama Perendaman dan Konsentrasi Kolkisin terhadap Pertumbuhan Tunas Jahe Emprit. Skripsi. Departemen Budidaya Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 32 hal. Eigsti, O.J. and P. Dustin. 1995. Colchicine in Agriculture, Medicine, Biology, and Chemistry. The Iowa State College Press. Ames, Iowa. 470p. Goldy, R.G., and P.M. Lyrene. 1984. In vitro colchicines treatment of 4x blueberries, Vaccinium sp. J. Amer. Soc. Hort. Sci. 109 (93) : 336-338. Hasanah, M., I. Mariska., dan D. Sitepu. 1992. Persyaratan Bahan Tanaman Bermutu Tanaman Obat. Prosiding Forum Komunikasi Ilmiah Hasil Penelitia n Plasma Nutfah dan Budidaya Tanaman Obat. Balitro. Bogor. Hobir dan I. Mariska. 1997. Perbenihan tanaman rempah dan obat. Prosiding Forum Konsultasi Ilmiah. Balitro. Bogor. Januwati, M dan Rosita S.M.D. 1997. Perbanyakan benih. Balitro. Bogor. Monograf No.3:40-50. Kikuzaki, H. 2000. Ginger for drug and spice purposes. p.77-83. In:G. Mazza and B.D. Oomah (Eds.). Herbs, Botanicals and Teas. Technomic Publishing Co, Inc. Lancaster-Basel. Lu, C. and M.P. Bridgen. 1997. Chromosome doubling and fertility study of Alstroemeria Aurea x A. Caryophyllaea. Euphytica 94 : 75-81. Mattjik, A.A. dan M. Sumertajaya. 2000. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan Minitab. IPB Press. Bogor. 326 hal. Nasir, M. 2001. Pengantar Pemuliaan Tanaman. Direktorat Jenderal Pendid ikan Tinggi. Depdiknas. Jakarta. 325 hal. Poespodarsono, S. 1988. Dasar-dasar Ilmu Pemuliaan Tanaman. PAU - LSI. IPB. Bogor. 169 hal.
27 Rahardjo, M., Hobir dan R. Fathan. 1997. Pertumbuhan Bibit Jahe Asal Kultur Jaringan dengan Pemberian Pupuk Kandang. Prosiding Forum Konsultasi Ilmiah Perbenihan Tanaman Rempah dan Obat. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. Bogor. hal 159. Rahayu, A.A. 1999. Pengaruh Pemberian Kolkhisin terhadap Sitologi, Morfologi, dan Anatomi Hibrid Kacang Tanah Hasil Persilangan antara Arachis hypogaea Var. Gajah dengan Arachis cardenasii. Skripsi. Jurusan Budi Daya Pertanian. IPB. Bogor. 32 hal. Ramachandran, K., dan P.N. Nair. 1992. Induced tetraploid of ginger (Zingiber officinale Rosc. ). Journal of Spices & Aromatic Crops 1:39-42. Rismunandar. 1988. Rempah-rempah Komoditi Ekspor Indonesia. Cet ke-1. Sinar Baru. Bandung. 119 hal. Rosistiana, O., A. Abdullah, Taryono dan E.A. Haddad. 1991. Jenis-jenis tanaman jahe. Edisi khusus Penelitian Tanaman Rempah dan Obat VII (1) : 7-10. Salisbury, F.B dan C.W. Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 1 (Diterjemahkan oleh D.R. Lukman dan Sumaryono). Institut Teknologi Bandung. Bandung. 241 hal. Salisbury, F.B dan C.W. Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 2 (Diterjemahkan oleh D.R. Lukman dan Sumaryono). Institut Teknologi Bandung. Bandung. 173 hal. Sutjahjo, S. H., A. Makmur, N. Tripudayani dan U. Hafid. 1993. Induksi tetraploid pada tanaman semangka (Citrullus lanatus (Thunb.) Manaf.) dengan colchicine. Bul. Agr. Vol XXI No. I. hal 55-60. Syahid, S.F. dan Hobir. 1996. Pertumbuhan dan Produksi Rimpang Jahe Asal Kultur Jaringan. J. LITTRI.II(2). Syukur, C. 2002. Agar Jahe Berproduksi Tinggi. Cet ke-2. Penebar Swadaya. Jakarta. 64 hal. Syukur, C. dan Hernani.2002. Budidaya Penebar Swadaya. Jakarta. 136 hal.
Tanaman Obat Komersial. Cet ke-2.
Tjitrosoepomo, G. 2001. Morfologi Tumbuhan. Cet ke-13. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 266 hal. Marha Tilaar Innovation Center. 2002. Aplikasi Budidaya Secara Organik Tanaman Obat Rimpang. Cet- 1. Penebar Swadaya. 96 hal. Warintek. 2004. Teknologi Tepat Guna. http : /www. Iptek. Id/ind/Warintek/Budidaya_Pertanian_idx_php. Hp? (13 May 2004).
net.
28 Lampiran 1. Uji Kenormalan Nilai- F Pengaruh Kolkisin terhadap Keragaan Fenotipe dan Jumlah Kromosom Jahe Emprit Peubah Lebar stomata
Panjang Stomata
Lebar Sel Penjaga
Klorofil a
Klorofil b
Klorofil Total
Bobot Rimpang
Bobot Akar
Bobot Brangkasan
Tinggi Tanaman
Jumlah Daun
Jumlah Anakan
Diameter Batang
Uraian K0 vs K1 K0 vs K2 K1 vs K2 K0 vs K1 K0 vs K2 K1 vs K2 K0 vs K1 K0 vs K2 K1 vs K2 K0 vs K1 K0 vs K2 K1 vs K2 K0 vs K1
Uji statistik 1.544 3.215 0.000 0.551 1.484 2.692 0.349 0.360 1.032 0.122 0.161 1.316 0.125
P 0.498 0.925 0.996 0.958 0.580 0.354 0.858 0.839 0.950 0.529 0.583 0.841 0.535
F Ragam Homogen Ragam Homogen Ragam Homogen Ragam Homogen Ragam Homogen Ragam Homogen Ragam Homogen Ragam Homogen Ragam Homogen Ragam Homogen Ragam Homogen Ragam Homogen Ragam Homogen
K0 vs K2
0.175
0.606
Ragam Homogen
K1 vs K2 K0 vs K1
1.396 0.124
0.792 0.532
Ragam Homogen Ragam Homogen
K0 vs K2
0.165
0.589
Ragam Homogen
K1 vs K2 K0 vs K1
1.332 0.633
0.831 0.898
Ragam Homogen Ragam Homogen
K0 vs K2
0.368
0.847
Ragam Homogen
K1 vs K2 K0 vs K1
0.582 1.997
0.477 0.391
Ragam Homogen Ragam Homogen
K0 vs K2
0.300
0.775
Ragam Homogen
K1 vs K2 K0 vs K1
0.150 3.738
0.023 0.178
Ragam Heterogen Ragam Homogen
K0 vs K2
3.206
0.296
Ragam Homogen
K1 vs K2 K0 vs K1
0.858 1.869
0.788 0.417
Ragam Homogen Ragam Homogen
K0 vs K2
1.982
0.464
Ragam Homogen
K1 vs K2 K0 vs K1
1.060 0.057
0.973 0.366
Ragam Homogen Ragam Homogen
K0 vs K2
0.107
0.480
Ragam Homogen
K1 vs K2 K0 vs K1
1.871 0.078
0.570 0.425
Ragam Homogen Ragam Homogen
K0 vs K2
0.116
0.498
Ragam Homogen
K1 vs K2 K0 vs K1
1.485 0.985
0.742 0.700
Ragam Homogen Ragam Homogen
K0 vs K2 K1 vs K2
1.004 1.020
0.746 0.939
Ragam Homogen Ragam Homogen