PENGARUH KESEIMBANGAN KEHIDUPAN–KERJA TERHADAP STRES KERJA YANG BERIMPLIKASI PADA KINERJA PEGAWAI (STUDI PADA BPK PERWAKILAN PROVINSI JAWA TENGAH) Cahyo Utomo, Indi Djastuti, dan Mahfudz Program Studi Magister Manajemen,Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro Email:
[email protected]
ABSTRACT Audit Assignment that take a long time requires the Auditor to leave the family for a certain time. The demands of the non-audit assignment and the policy rotation of employees allow them to part with the family. It will bring imbalance of life - work for the auditors of BPK Perwakilan Provinsi Jawa Tengah, which has bad consequences for auditors itself and institutions, such as divorce demands and resignation. This study aims to examine and analyze the effect of work-life balance to employee performance, the effect of work-life balance to work stress and the effect of work stress on employee performance. This study develops a model of empirical research studies using three variables, those are the work-life balance, job stress, and employee performance. Of the three variables formulated three research hypothesis. In this study the primary data obtained directly from respondents by distributing questionnaires to auditors of BPK Perwakilan Provinsi Jawa Tengah. The number of respondents that used in this study are 138 respondents. The analysis technique used is Structural Equation Modelling (SEM) with Partial Least Squares (PLS) approach. The test results showed that work-life balance is not significantly influence on employee performance. The result of the analysis showed that two of the three hypothesis was accepted. The conclusions of this research indicate that employee work-life balance has no effect on their performance, but influence through the intervening variable. This shows that the performance of auditors in BPK Representative of Central Java province have been indirectly affected by how institutions and individuals are able to balance life and work. Work-life balance will reduce job stress and improve performance. It provides a reference for BPK Perwakilan Provinsi Jawa Tengah to be able to make policy and provide the facilities and infrastructure to maintain the work-life balance and job stress.
Key words : work-life balance, job stress, employee performance
1
1. Latar Belakang Perkembangan organisasi/perusahaan tidak terlepas dari tuntutan perkembangan jaman, yang diikuti oleh tuntutan pemangku kepentingan. Pemangku kepentingan menghendaki adanya perbaikan manajemen agar tetap bisa bertahan dan bersaing dengan organisasi/perusahaan lain. Untuk itu organisasi/perusahaan harus berbenah dengan cara meningkatkan kinerja, baik kinerja organisasi maupun kinerja individu. Kinerja organisasi tidak akan bisa tercapai apabila tidak ada kinerja individu yang baik. Organisasi/perusahaan harus membuat standar pencapaian kinerja individu dan cara menilai serta mengevaluasinya. Organisasi/perusahaan harus menciptakan kondisi yang nyaman bagi individu agar bisa memberikan kinerja yang baik. Beberapa yang harus dilakukan organisasi/perusahaan adalah meningkatkan kenyamanan kerja dan kesejahteraan agar tidak stres di tempat kerja. Organisasi/perusahaan harus menempuh strategi yang bisa dilakukan untuk membantu karyawan menangani stres di tempat kerja. Strategi menghilangkan pemicu stres adalah menjauhkan karyawan dari pemicu stres, mengubah persepsi karyawan terhadap pemicu stres, mengendalikan konsekuensi dari stres, dan menyediakan dukungan sosial bagi karyawan yang menghadapi stres. Apabila organisasi/perusahaan berhasil menciptakan lingkungan kerja yang baik dan kesejahteraan karyawan terpenuhi maka karyawan akan mampu meningkatkan kinerjanya. Sebaliknya apabila tidak bisa memenuhi kedua hal tersebut di atas maka karyawan akan sulit meningkatkan kinerjanya. Peranan keluarga dalam budaya Indonesia menggambarkan seperangkat perilaku interpersonal, sifat, kegiatan, yang berhubungan dengan individu dalam posisi dan situasi tertentu. Peranan individu dalam keluarga didasari oleh harapan dan pola perilaku dari keluarga, kelompok dan masyarakat. Pegawai sebagai bagian dari keluarga dan masyarakat berperan sebagai ayah/ibu dan anggota masyarakat harus mendapat perhatian dari organisasi/perusahaan agar dapat memberikan kontribusi yang seimbang kepada keluarga/masyarakat dan organisasi/perusahaan. Keseimbangan kehidupan-kerja (work-life balance) akhir-akhir ini menjadi perhatian yang serius manajemen SDM organisasi/perusahaan. Keseimbangan kehidupan-kerja adalah sejauh mana individu terlibat dan merasa puas dalam hal waktu dan keterlibatan psikologis dan peran mereka di dalam kehidupan kerja dan kehidupan pribadi (misalnya dengan pasangan, orang tua, keluarga, teman, dan anggota masyarakat) serta tidak ada konflik diantara peran tersebut. Individu yang mampu mempertahankan keseimbangan kehidupan kerja dan kehidupan pribadi merupakan individu yang lebih mementingkan kesejahteraan psikilogisnya dari pada mengejar kekayaan semata (Wetsman et al., 2009). Banyak sekali dampak yang ditimbulkan oleh perusahaan apabila tidak mengelola dengan baik keseimbangan kehidupan-kerja, baik bagi karyawan maupun manajemen perusahaan, seperti penelitian yang dilakukan Gulbahar et al. (2014) terhadap manajer puncak, profesional dan staf pendukung di Yayasan SANGI, Pakistan, menunjukkan bahwa keseimbangan kehidupan-kerja berdampak positif terhadap komitmen organisasi. Keseimbangan kehidupan-kerja yang baik akan meningkatkan kepuasan kerja (Dhamayanti, 2006), berpengaruh positif terhadap kepuasan kerja dan kesuksesan karir (Ramadani, 2013) dan berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan (Siddiqui, 2013). Beberapa penelitian sebelumnya juga menunjukkan keseimbangan kehidupan-kerja tidak
2
berpengaruh langsung terhadap kinerja (Sari dkk, 2014) dan berpengaruh terhadap kinerja melalui komitmen (Kim, 2014). Kedudukan Perwakilan BPK Provinsi Jawa Tengah diatur dengan Surat Keputusan Ketua Nomor 39/K/I-VIII.3/7/2007 tanggal 13 Juli 2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja Pelaksanan BPK RI dibentuk Perwakilan BPK-RI di Provinsi Jawa Tengah. Jumlah pegawai BPK RI Perwakilan Provinsi Jawa Tengah sebanyak 217 orang, yang terdiri dari 138 pemeriksa dan 69 pegawai penunjang. Pemeriksa yang menjadi responden penelitian mempunyai tugas utama pemeriksaan, dan tugas kewajiban lainnya (kewajiban diklat, kenaikan pangkat JFP, Perhitungan Kerugian Negara, Pemberian Keterangan Ahli dll). Keadaan dan kondisi nyata pekerjaan (realistic job) yang membebani keseimbangan kehidupan-kerja pemeriksa adalah: a. Pemeriksa melaksanakan tiga jenis pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah daerah, pemeriksaan tematik dengan tujuan tertentu dan/atau pemeriksaan kinerja. Masing-masing pemeriksaan terdiri dari pemeriksaan pendahuluan dan pemeriksaan terinci, masing-masing selama 30 hari di entitas pemeriksaan di wilayah Provinsi Jawa Tengah (meninggalkan keluarga), dan dilanjutkan dengan penyusunan laporan, penyampaian laporan, pembahasan tindak lanjut dan pembuatan ikhtisar hasil pemeriksaan, pemeriksaan bantuan partai politik dan pemantauan kerugian daerah. Selain itu setiap pemeriksa melakukan pemantauan atas kerugian keuangan negara/daerah selama 4 hari dan pemeriksaan terhadap bantuan partai politik di kantor selama 5 hari. b. Pemeriksa diwajibkan memenuhi standar jam pelatihan selama 50 jam pelatihan, mengikuti knowledge transfer forum, expose, penghitungan kerugian keuangan negara/daerah, memberian keterangan ahli dan/atau saksi ahli, kenaikan pangkat dengan model JFP (Jabatan Fungsional Pemeriksa) yang memerlukan angka kredit yang banyak dan sulit untuk memenuhinya, dan pekerjaan lainnya. c. Pemeriksa juga dihadapkan pada kebijakan institusi terkait pola mutasi, dimana ditetapkan pola mutasi domisili-kantor pusat-kebutuhan organisasi (DKO) atau domisili-kebutuhan organisasi-kantor pusat (DOK). Mutasi bagi pemeriksa mengikuti pola tersebut, apabila sudah menempati kantor domisili yang terdekat, maka penempatan berikutnya adalah kantor pusat, kemudian sesuai kebutuhan organisasi (ada kemungkinan di semua kantor perwakilan di setiap provinsi yang ada di Indonesia), dan kembali lagi ke tahap sebelumnya, dimana di setiap penempatan jangka waktunya 3 s.d 5 tahun. Dengan pola mutasi seperti itu pemeriksa harus menentukan strategi apakah memutuskan tempat tinggal tetap (home base) untuk keluarga atau membawa keluarga besarnya setiap kali mutasi. Hal tersebut membawa konsekuensi biaya hidup, kualitas pendidikan anak, kualitas layanan kesehatan, dan permasalahan lain yang akan mengganggu keseimbangan kehidupan-kerja pemeriksa. Fenomena terkini kondisi tersebut adalah meningkatnya pemeriksa wanita yang mengajukan gugatan cerai dan memutuskan untuk keluar dari institusi (resign). 2. Tinjauan Pustaka 2.1. Kinerja Pegawai Kinerja menurut Mas’ud (2004), adalah hasil pencapaian dari usaha yang telah dilakukan yang dapat diukur dengan indikator-indikator tertentu (kinerja individu dan kinerja organisasi). Minner (1988) mendefinisikan kinerja sebagai tingkat kebutuhan seorang individu/karyawan sebagai pengharapan atas pekerjaan 3
yang dilakukannya. Sedangkan menurut Gibson (1996) kinerja adalah buah dari pekerjaan yang berhubungan dengan tujuan organisasi, seperti kualitas, efisien dan kriteria efektifitas kerja lainnya. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja menurutnya ada tiga variabel, yaitu a) variabel individu (kemampuan, ketrampilan, mental dan fisik, latar belakang keluarga, lingkungan sosial, dan pengalaman, demografis, yang terdiri atas umur, asal usul, dan jenis kelamin. b) variabel organisasi (sumber daya, kepemimpinan, imbalan, struktur organisasi, desain pekerjaan. c) variabel psikologis (persepsi, sikap, kepribadian dan motivasi). Kinerja pemeriksaan merupakan perwujudan kerja yang dilakukan dalam rangka mencapai hasil kerja yang lebih baik atau lebih menonjol ke arah tercapainya tujuan organisasi. Menurut Goldwasser (1993) pencapaian kinerja pemeriksa yang baik harus sesuai dengan standar dan kurun waktu, yang terdiri dari: a. Kualitas kerja, yaitu penyelesaian pekerjaan dengan mengerahkan seluruh kemampuan dan ketrampilan, dan pengetahuan yang dimiliki oleh pemeriksa. b. Kuantitas kerja, yaitu kuantitas atau jumlah pekerjaan yang dapat diselesaikan dengan sesuai target yang menjadi tanggung jawab pekerjaan pemeriksa, serta kemampuan untuk memanfaatkan sarana prasarana penunjang pekerjaan. c. Ketepatan waktu, yaitu ketepatan dalam menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan. 2.2. Stres Kerja Stres menurut Robbins (2013) adalah suatu kondisi yang dinamik di mana seseorang dihadapkan dengan kesempatan, permintaan, atau sumber yang berhubungan dengan apa yang diinginkan oleh individu tersebut dan di mana hasilnya adalah merasa sama-sama tidak pasti dan penting. Tiga kategori potensi pemicu stres (stressor) yaitu: a. Ketidakpastian lingkungan mempengaruhi dalam perencanaan struktur organisasi, dan individu. Ketidakpastian mempengaruhi tingkat stres dikalangan para karyawan dalam suatu organisasi. b. Organisasi Struktur organisasi menentukan tingkat diferensiasi dalam organisasi, tingkat aturan dan peraturan, dan dimana keputusan diambil. Aturan yang berlebihan dan kurangnya partisipasi dalam pengambilan keputusan berdampak pada karyawan merupakan potensi sumber stres. c. Individu. Kondisi dan kepribadian individu menentukan rentan atau tidaknya individu mengalami stres. Stres kerja menurut Montgomery et al., 1996 (dalam Rustiarini, 2014) diartikan sebagai kesadaran atau perasaan disfungsional individu yang disebabkan oleh hal-hal yang tidak nyaman, tidak diinginkan, atau dianggap sebagai ancaman di tempat kerja. Sedangkan menurut Beehr et al. (2006) stres kerja adalah kondisi yang muncul dari interaksi antara manusia dan pekerjaan serta dikarakterisasikan oleh perubahan manusia yang memaksa mereka untuk menyimpang dari fungsi normal mereka. 4
Penelitian Gates et al. (2011) terhadap perawat di Amerika Serikat menyimpulkan bahwa kekerasan yang ada di tempat kerja merupakan masalah yang signifikan bagi pegawai karena dapat mempengaruhi tingkat stress kerja yang tinggi dan dapat menurunkan produktivitas kerja perawat tersebut. Shahid et al. (2012) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa stres kerja adalah masalah yang meningkat dalam organisasi dan sering menimbulkan efek negatif bagi kinerja pekerja. Stres kerja seringkali dikaitkan dengan profesi auditor. Penelitian terdahulu mengenai stres kerja auditor telah banyak dilakukan namun hanya membahas pengaruhnya pada kepuasan kerja (Chen dan Silverthorne, 2008), kinerja (Chen et al., 2006) dan (Wai et al., 2013), dan disfungsional audit (Rustiarini, 2014). 2.3. Keseimbangan Kehidupan-Kerja Keseimbangan kehidupan-kerja menurut Greenhaus et al. (2003) adalah sejauh mana suatu individu terikat secara bersama di dalam pekerjaan dan keluarga, dan sama-sama puas dengan peran dalam pekerjaan dan peran dalam keluarganya. Tiga komponen keseimbangan kehidupan-kerja, yaitu keseimbangan waktu, merefleksikan jumlah yang sama/adil dari waktu yang dihabiskan untuk bekerja dan peran keluarga; keseimbangan keterlibatan, tingkat keterlibatan psikologis yang sama dalam pekerjaan dan peran keluarga; dan keseimbangan kepuasan yakni tingkat kepuasan yang sama dalam peran pekerjaan dan keluarga. Pendapat yang sama dikemukan oleh McDonald dan Bradley (2005). Beberapa faktor yang mungkin mempengaruhi keseimbangan kehidupankerja seseorang menurut Schabracq et al. (dalam Novelia, 2013) adalah karateristik kepribadian, karakteristik keluarga, karateristik pekerjaan, dan sikap. Fisher et al. (2009) menyatakan bahwa work-life balance memiliki 4 pembentuk, yaitu : a. WIPL (Work Interference With Personal Life) Dimensi ini mengacu pada sejauh mana pekerjaan dapat mengganggu kehidupan pribadi individu. Misalnya, bekerja dapat membuat seseorang sulit mengatur waktu untuk kehidupan pribadinya. b. PLIW (Personal Life Interference With Work) Dimensi ini mengacu pada sejauh mana kehidupan pribadi individu mengganggu kehidupan pekerjaannya. Misalnya, apabila individu memiliki masalah didalam kehidupan pribadinya, hal ini dapat mengganggu kinerja individu pada saat bekerja. c. PLEW (Personal Life Enhancement Of Work) Dimensi ini mengacu pada sejauh mana kehidupan pribadi seseorang dapat meningkatkan perfoma individu dalam dunia kerja. Misalnya, apabila individu merasa senang dikarenakan kahidupan pribadinya menyenangkan maka hal ini dapat membuat suasana hati individu pada saat bekerja menjadi menyenangkan. d. WEPL (Work Enhancement Of Personal Life) Dimensi ini mengacu pada sejauh mana pekerjaan dapat meningkatkan kualitas kehidupan pribadi individu. Misalnya, keterampilan yang diperoleh individu pada saat bekerja, memungkinkan individu untuk memanfaatkan keterampilan tersebut dalam kehidupan sehari-hari.
5
3. Pengembangan Hipotesis 3.1.Pengaruh keseimbangan kehidupan-kerja (Work-life Balance) terhadap kinerja Penelitian terhadap 25 responden dari industri kecil dan 25 organisasi media dari unit sektor manufaktur di Navi Mumbai menunujukkan bahwa keseimbangan kehidupan-kerja berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan (Kshirsagar, 2015). Obiageli et al. (2015) melakukan penelitian terhadap 262 pegawai bank komersial di negara bagian Lagos Nigeria, untuk menguji keseimbangan kehidupan-kerja dengan kinerja karyawan, dan hasilnya menunjukkan bahwa keseimbangan kehidupan-kerja merupakan faktor penting dalam meningkatkan kinerja karyawan bank komersial.Balkan (2014) melakukan penelitian terhadap 232 mahasiswa dan doktoral pascasarjana di Universitas Ankara Turki, dengan menggunakan analisia korelasi dan analisis regresi, menunjukkan bahwa keseimbangan kehidupan-kerja yang buruk berdampak pada kinerja karyawan yang rendah dan kecenderungan untuk meninggalkan pekerjaan. Asiedu-Appiah et al. (2013) berusaha untuk meneliti kebijakan dan praktek keseimbangan kehidupan kerja di lembaga perbankan di Ghana, dan hasilnya menunjukkan bahwa mayoritas responden sepakat bahwa keseimbangan kehidupan kerja efektif dalam meningkatkan kinerja mereka di tempat kerja. Dissanayaka dan Ali (2013) dalam penelitiannya terhadap 96 karyawan pabrik pakaian di Sri Lanka menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif antara keseimbangan kehidupan-kerja dengan kinerja karyawan. Implikasi penting dari temuan ini adalah bahwa ada kebutuhan secara sistematis untuk meningkatkan keseimbangan kehidupan-kerja karyawan guna mencapai kinerja yang lebih baik. Pendapat lain dikemukakan oleh Kamau et.al (2013), kebijakan keseimbangan kehidupan-kerja (pilihan fleksibilitas waktu kerja, kebijakan mengerjakan pekerjaan di rumah dan asistensi terhadap karyawan) di manajemen ECO Bank di Kenya mempengaruhi kinerja karyawan. H1: Keseimbangan kehidupan-kerja (Work-life Balance) berpengaruh positif terhadap kinerja pegawai 3.2.Pengaruh keseimbangan kehidupan-kerja (Work-life Balance) terhadap stres kerja Balkan (2014) menyatakan bahwa dari hasil penelitian terhadap 232 mahasiswa doktoral dan pascasarjana di Universitas Ankara Turki., dengan menggunakan analisia korelasi dan analisis regresi, terdapat hubungan kuat antara keseimbangan kehidupan-kerja dengan stres kerja. Penelitian terbaru terhadap 200 guru dan bankir di Pakistan menunjukkan hubungan positif antara stres kerja dan keseimbangan kehidupan-kerja. Biasanya ada hubungan negatif antara kedua variabel tersebut, tetapi penelitian ini menunjukkan bahwa stres mempunyai efek positif pada karyawan karena mereka termotivasi terhadap pekerjaan mereka dan juga mereka berusaha menjaga keseimbangan pribadi dan kehidupan kerja (Awais, 2014). Penelitian yang dilakukan terhadap 110 karyawan di salah satu organisasi semi - pemerintah di Malaysia Timur, hasilnya menunjukkan bahwa karyawan yang memiliki tingkat konflik keluarga-kerja lebih rendah cenderung mempunyai stres kerja yang rendah (Jamadin, 2015). Sedangkan Asiedu-Appiah et al. (2013) berusaha untuk meneliti kebijakan dan praktek keseimbangan kehidupan kerja di lembaga perbankan di Ghana dan bagaimana praktek-praktek ini dapat membantu dalam mengelola tingkat stres, 6
dan hasilnya menunjukkan bahwa tingkat keseimbangan kehidupan-kerja yang baik akan mengurangi stres kerja karyawan. Konflik kerja-keluarga sebagai akibat dari keseimbangan kehidupan-kerja yang kurang bagus akan diprediksi menimbulkan stres kerja. Kesimpulan tersebut merupakan hasil dari penelitian terhadap 181 guru di sekolah menengah di Jamaika (Esson, 2004). H2 : Keseimbangan kehidupan-kerja (Work-life Balance) berpengaruh negatif terhadap stres kerja 3.3. Pengaruh stres kerja terhadap kinerja Balkan (2014) menyatakan bahwa dari hasil penelitian terhadap 232 mahasiswa dan doktoral pascasarjana di Universitas Ankara Turki, dengan menggunakan analisia korelasi dan analisis regresi, terdapat hubungan kuat antara stres kerja dengan kinerja. Penelitian untuk mengetahui pengaruh tingkat stres kerja terhadap kinerja terhadap 50 guru wanita di sekolah dan lembaga pendidikan di India menunjukkan bahwa tekanan otoritas, kelompok yang tidak rasional, konflik peran dan tanggungjawab mempengaruhi kinerja mereka (Goyal et al., 2013). Bashir dan Ramay (2010), melakukan penelitian dengan responden karyawan bank dari sektor perbankan di Pakistan, dimana hasilnya menunjukkan terdapat korelasi negatif stres kerja dengan kinerja dan menunjukkan bahwa stres kerja secara signifikan mengurangi kinerja individu. Penelitian yang dilakukan Wai et al. (2013) memfokuskan hubungan antara stres kerja terhadap kinerja 285 auditor di Malaysia, menunjukkan bahwa stres peran, tekanan waktu, dan tekanan pengaruh sosial berpengaruh terhadap kinerja auditor. Sedangkan pekerjaan melebihi kapasitas dan konflik kerjakeluarga tidak mempengaruhi kinerja auditor. Penelitian terhadap 133 karyawan universitas swasta di Karachi dari disiplin ilmu administrasi bisnis, teknik, kedokteran, tekstil dan mode menunjukkan bahwa beban kerja dan konflik peran, dan kompensasi yang tidak memadai adalah alasan utama yang menyebabkanstres pada karyawan, dan stres ini mengurangi efisiensi dan kinerja mereka (Ali et al., 2014) H3 : Stres kerja berpengaruh negatif terhadap kinerja pegawai Kerangka Pemikiran Penelitian Skema kerangka pemikiran penelitian dalam pandangan peneliti sebagai beikut:
Work-life Balance
Kinerja Pegawai
H1
Stres Kerja
H3
H2
Sumber: Balkan (2014), Asiedu-Appiah et al. (2013) dan Fisher (1995) H1 : Work-life Balance bepengaruh positif terhadap kinerja pegawai H2 : Work-life Balance bepengaruh negatif terhadap stres kerja H3 : Stres kerja bepengaruh negatif terhadap kinerja pegawai
7
4. Metode Penelitian Populasi dalam penelitian ini adalah pemeriksa pada BPK Perwakilan Provinsi Jawa Tengah dengan jumlah 138 pemeriksa dan sampel yang dijadikan obyek penelitian adalah semua pemeriksa sebanyak 138 pemeriksa atau menggunakan metode sensus. Analisis data yang digunakan adalah Structural Equation Modelling (SEM) dengan pendekatan Partial Least Squares (PLS). SEM merupakan teknik analisis multivariat yang merupakan gabungan analisis regresi, analisis jalur, analisis faktor dan model struktural. Dalam penelitian ini menggunakan uji validitas, uji reliabilitas, analisis deskriptif dan uji hipotesis. Analisis data dan pemodelan persamaan struktural dengan menggunakan software PLS, adalah sebagai berikut (Ghozali,2009): a. Merancang Model Struktural (Inner Model) Model Struktural atau Inner Model menggambarkan hubungan antar variabel laten berdasarkan pada substantive theory. b. Merancang Model Pengukuran (Outer Model) Model Pengukuran mendefinisikan bagaimana setiap blok indikator berhubungan dengan variabel latennya. c. Konversi Diagram Jalur ke Sistem Persamaan d. Estimasi: Weight, Koefisien Jalur, dan Loading Metode pendugaan parameter (estimasi) di dalam PLS adalah metode kuadrat terkecil (least square methods). Proses perhitungan dilakukan dengan cara iterasi, dimana iterasi akan berhenti jika telah tercapai kondisi kenvergen. Pendugaan parameter di dalam PLS meliputi 3 hal, yaitu: - Weight estimate yang digunakan untuk menghitung data variabel laten. - Path estimate yang menghubungkan antar variabel laten dan estimasi loading antara variabel laten dengan indikatornya. - Means dan parameter lokasi (nilai konstanta regresi, intersep) untuk indikator dan variabel laten. e. Evaluasi Goodness of Fit Goodness of Fit Model diukur menggunakan R2 variabel laten dependen dengan interpretasi yang sama dengan regresi. Q2 predictive relevance untuk model struktural mengukur seberapa baik nilai observasi dihasilkan oleh model dan juga estimasi parameternya. Q2 = 1 – ( 1 - R12 ) ( 1 – R22 ) ….. (1 – Rp2). Besaran memiliki nilai dengan rentang 0 <>2 pada analisis jalur (path analysis). f. Pengujian Hipotesis (Resampling Bootstraping) Pengujian Hipotesis (β, ү, dan λ) dilakukan dengan metode resampling bootstrap yang dikembangkan oleh Geisser & Stone. Statistik uji yang digunakan adalah statistik t atau uji t. 5. Analisis Pembahasan 5.1. Uji Validitas Uji validitas digunakan untuk mengukur sah atau valid tidaknya suatu kuesioner. Suatu kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan pada kuesioner mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut (Ghozali, 2009). Taraf Signifikansi : α = 5%, daerah kritis: H0 akan ditolak jika nilai sign < alpha atau nilai Tau-Kendall Correlation > r tabel (alpha,n-2) Dengan r(0.05;129) = 0,171615, hasil uji validitas sebagai beikut:
8
Variabel
X1 (Keseimbangan KehidupanKerja)
X2 (Stres Kerja)
Y (Kinerja Pegawai)
Indikator 1 2 3 4 5 7 8 9 10 11 12 13 14 15 1 2 3 4 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Correlation Coefficient 0.597 0.618 0.657 0.451 0.469 0.320 0.363 0.389 0.395 0.308 0.337 0.316 0.185 0.263 0.745 0.825 0.734 0.717 0.517 0.630 0.586 0.534 0.507 0.535 0.537 0.551 0.545 0.572 0.297 0.277
Significant
Kriteria
0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.008 0.000
Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid
0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid
5.2. Uji Reliabilitas Uji reliabilitas diukur dengan menggunakan Cronbach’s Alpha (α) dimana hasil yang menunjukkan diatas 0,60 dapat dikatakan reliabel. Hasil uji reliabilitas menunjukkan Keseimbangan Kehidupan-Kerja sebesar 0.812, stres kerja sebesar 0.886 dan Kinerja Pegawai sebesar 0.817 5.3. Analisis Deskriptif Analisis ini bertujuan untuk mengetahui gambaran deskriptif jawaban responden atas variabel-variabel dalam penelitian ini, dengan menggunakan teknik analisis indeks. Hasil analisis indeks menunjukkan: a. Rata-rata indeks variabel keseimbangan kehidupan-kerja sebesar 90,52. Hasil ini menunjukkan bahwa keseimbangan kehidupan-kerja yang ada di BPK Perwakilan Provinsi Jawa Tengah menurut responden sangat baik atau berada dalam kategori tinggi. b. Rata-rata indeks variable stres kerja sebesar 57,4. Hasil ini menunjukkan bahwa tingkat stres kerja menurut responden berada dalam kategori sedang. c. Rata-rata indeks variabel kinerja pegawai sebesar 100,55. 9
Hasil ini melebihi batas indeks yang ditetapkan yaitu sebesar 100, menunjukkan bahwa kinerja pegawai menurut responden berada dalam kategori yang sangat tinggi.
5.4. Evaluasi Outer Model (Model Pengukuran) 5.4.1. Convergent Validity Dalam penelitian ini akan digunakan batas loading factor sebesar 0,50. Jika nilai loading factor > 0,50 maka convergent validity terpenuhi, jika nilai loading factor < 0,50 maka konstruk harus di keluarkan dari analisis. Hasil berikut menunjukkan nilai loading factor dari outer loadings: Model Kedua Work-Life Balance (X1) X1.1 0,651710 X1.2 0,721562 X1.3 0,739186 X1.4 0,506693 X1.8 0,650871 X1.9 0,731163 X1.10 0,753270 X1.11 0,674249 X1.12 0,519902 Stres Kerja (X2) X2.1 0,850573 X2.2 0,796236 X2.3 0,904865 X2.4 0,903215 Kinerja Pegawai (Y) Y1 0,737634 Y2 0,861678 Y3 0,814335 Y4 0,819616 Y5 0,843937 Y6 0,773556 Y7 0,795226 Y8 0,834907 Y9 0,825977 Y10 0,824021 5.4.2. Discriminant Validity Discriminant validity digunakan untuk memastikan bahwa setiap konsep dari masing-masing variabel laten berbeda dengan variabel lainnya. Model mempunyai discriminant validity yang baik jika setiap nilai loading dari setiap indikator dari sebuah variabel laten memiliki nilai loading yang paling besar dengan nilai loading lain terhadap variabel laten lainnya. Hasil pengujian discriminant validity menunjukkan:
10
Indikator X1.1 X1.2 X1.3 X1.4 X1.8 X1.9 X1.10 X1.11 X1.12 X2.1 X2.2 X2.3 X2.4 Y1 Indikator Y2 Y3 Y4 Y5 Y6 Y7 Y8 Y9 Y10
Work Life Balance (X1) 0,651710 0,721562 0,739186 0,506693 0,650871 0,731163 0,753270 0,674249 0,519902 -0,405926 -0,326171 -0,564950 -0,582882 0,168713 Work Life Balance (X1) 0,292289 0,127440 0,233415 0,282564 0,211527 0,211527 0,228630 0,211776 0,085097
Stres Kerja (X2) -0,369218 -0,452210 -0,476893 -0,237898 -0,314350 -0,300634 -0,435044 -0,362073 -0,340521 0,850573 0,796236 0,904865 0,903215 -0,258767 Stres Kerja (X2) -0,357665 -0,332503 -0,374661 -0,409414 -0,246192 -0,347543 -0,369586 -0,270877 -0,292889
Kinerja Pemeriksa (Y) 0,078541 0,093696 0,051941 -0,066560 0,159991 0,236351 0,175754 0,338099 0,347692 -0,343062 -0,278128 -0,366151 -0,406802 0,737634 Kinerja Pemeriksa (Y) 0,861678 0,814335 0,819616 0,843937 0,773556 0,795226 0,834907 0,825977 0,824021
5.4.3. Composite Reliability Composite reliability digunakan untuk menguji reliabilitas variabel. Variabel yang mempunyai reliabilitas yang baik dapat ditunjukan dengan nilai composite reliability > 0,60 (Ghozali, 2011). Hasil analisi menunjukkan nilai composite reliability untuk Work-Life Balance sebesar 0,876174, stres kerja sebesar 0,922125 dan kinerja pegawai sebesar 0,951400. 5.5. Evaluasi Inner Model Pengujian inner model atau model struktural dilakukan untuk melihat hubungan antara variabel, nilai signifikansi dan R-square dari model penelitian. Pengujian menunjukkan:
11
Y.1
X1.1
X1.2
16,286
11,860
Y.2
15,151
32,676
X1.3
Y.3
15,090
24,098
X1.4
Y.4
6,573
24,731
X1.8
8,797 X1.9
Work-life Balance
0,466
Kinerja Pegawai
11,240
Y.6
4,505 16,839
X1.10
Stres Kerja
10,698
Y.7
21,621 29,219
X1.11
Y.5
16,868
7,745 13,836
21,401
9,323
6,800 X2.1
68,375
X2.1
X2.3
58,680
Y.8
20,787 X2.4 Y.9
X1.12
21,278 Y.10
5.4. Uji Hipotesis Pengujian hipotesis dilakukan untuk mengetahui hubungan antara strukturvariabel penelitian. Dasar yang digunakan dalam menguji hipotesis adalah nilai yang terdapat pada output result for inner weight dan hasilnya sebagai berikut: Hubungan antar Variabel Work-Life Balance —> Kinerja Pegawai
Work-Life Balance —> Stres Kerja
Stres Kerja —> Kinerja Pegawai
Original Sample (O)
Sample Mean (M)
Standard Deviation (STDEV)
Standard Error (STERR)
T Statistics (|O/STERR|)
0,043976
0,040112
0,094317
0,094317
0,466255
-0,562668
-0,573600
0,050058
0,050058
11,240288
-0,384775
-0,390783
0,085417
0,085417
4,504678
12
Keterangan
Work-Life Balance berperngaruh positif,tetapi tidak signifikan Work-Life Balance berperngaruh negatif dan signifikan Stres kerja berperngaruh negatif dan signifikan
a. Pengaruh Keseimbangan Kehidupan-Kerja terhadap Kinerja Pegawai Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa pengaruh keseimbangan kehidupan-kerja terhadap kinerja pegawai tidak signifikan. Hal ini ditunjukkan dengan T-statistik sebesar 0,466255, atau di bawah 1,96. Sehingga hipotesis pertama yang menyatakan bahwa keseimbangan kehidupan-kerja berpengaruh positif terhadap kinerja pegawai tidak bisa diterima. Hasil ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sari dkk (2014) terhadap 57 pegawai BPK RI Perwakilan Provinsi Aceh, dimana konflik peran ganda yang merupakan bagian dari Work-Life Balance tidak berpengaruh langsung terhadap kinerja pegawai. Sementara itu Kim (2014), menyatakan bahwa Work-Life Balance berpengaruh tidak langsung terhadap kinerja pegawai melalui variabel komitmen. b. Pengaruh Keseimbangan Kehidupan-Kerja terhadap Stres Kerja Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa keseimbangan kehidupanKerja berpengaruh negatif dan signifikan terhadap stres kerja. Hal ini ditunjukkan dengan T-statistik sebesar 11,240288, atau di atas 1,96. Sehingga hipotesis kedua yang menyatakan bahwa keseimbangan kehidupan-kerja berpengaruh negatif terhadap stres kerja bisa diterima. Stres kerja menurut Montgomery et al. 1996 (dalam Rustiarini, 2014) diartikan sebagai kesadaran atau perasaan disfungsional individu yang disebabkan oleh hal-hal yang tidak nyaman, tidak diinginkan, atau dianggap sebagai ancaman di tempat kerja. Ketidakseimbangan kehidupan-kerja dari pegawai akan berpengaruh negatif terhadap stres kerja. Sebaliknya pegawai yang mampu mengelola kehidupan-kerja dengan baik akan mengurangi stres kerja. Hasil ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Balkan (2014), Awais (2014), Jamadin, 2015), Asiedu-Appiah et.al (2013), dan Esson (2004) yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan negatif antara keseimbangan kehidupan-kerja dengan stres kerja. c.
Pengaruh Stres Kerja terhadap Kinerja Pegawai Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa stres kerja berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kinerja pegawai. Hal ini ditunjukkan dengan T-statistik sebesar 4,504678, atau di atas 1,96. Sehingga hipotesis ketiga yang menyatakan bahwa stres kerja berpengaruh negatif terhadap kinerja pegawai bisa diterima. Stres kerja menurut penelitian Shahid et al. (2012) adalah masalah yang meningkat dalam organisasi dan sering menimbulkan efek negatif bagi kinerja pekerja. Pemeriksa yang mampu mengelola stres dengan baik akan meningkatkan kinerjanya, sebaliknya pemeriksa yang tidak mampu mengelola stres kerja akan menurunkan kinerjanya. Institusi perlu memperhatikan kebijakan yang mendukung keseimbangan kehidupan-kerja, menyediakan fasilitas berupa sarana dan prasarana untuk mengurangi stres kerja, dan meningkatkan kinerja. Hasil ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Balkan (2014), Goyal et.al (2013), Bashir dan Ramay (2010), Wai et.al (2013), dan Ali
13
et.al (2014) yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan negatif antara stres kerja dengan kinerja. Disamping itu, di atas juga telah dilakukan pengujian untuk melihat pengaruh tidak langsung variabel Work-Life Balance terhadap kinerja pegawai melalui stres kerja dengan menggunakan metode Sobel. Hasilnya menunjukkan bahwa Work-Life Balance secara tidak langsung berpengaruh positif terhadap kinerja pegawai melalui variabel stres kerja. 6. Diskusi dan Implikasi 6.1.Sumbangan terhadap Teori/Penelitian Terdahulu Hasil penelitian ini memiliki implikasi teoritis sebagai berikut: a. Keseimbangan kehidupan-kerja berpengaruh tidak signifikan terhadap kinerja pegawai. Hal ini sesuai dengan teori kinerja yang dikemukakan Robbins (2003), bahwa kinerja pegawai itu dipengaruhi oleh kemampuan, motivasi dan kesempatan, baik kemampuan atas dasar kecerdasan maupun ketrampilan. Dimana faktor-faktor tersebut merupakan dari bagian work-life balance yang mampu dikelola dengan baik oleh pemeriksa, sehingga mampu menjaga kinerjanya. Hasil penelitian ini juga sejalan dengan teori dari Bonner dan Sprinkle, 2002 (dalam Nadhiroh, 2010) yang menyatakan bahwa ada tiga variabel yang dapat mempengaruhi kinerja, yaitu: variabel orang, variabel tugas, dan variabel lingkungan. b. Keseimbangan kehidupan-kerja berpengaruh terhadap kinerja pegawai melalui stres kerja. Hasil penelitian ini sesuai dengan kategori potensi pemicu stres (stressor) menurut Griffin dan Moorhead (2011) yaitu tekanan organisasi (tuntutan fisik, tuntutan tugas, tuntutan peran dan tuntutan interpersonal) dan tekanan kehidupan (perubahan hidup dan trauma kehidupan). Griffin dan Moorhead (2011) juga menyebutkan bahwa konsekuensi stres kerja adalah konsekuensi terhadap individu (perilaku, psikologis dan kesehatan), konsekuensi terhadap organisasi (menurunnya kinerja pegawai), dan kelelahan atau kejenuhan. 6.2.Implikasi Manajerial Selain implikasi teoritis, pengaruh keseimbangan kehidupan-kerja terhadap stres kerja dan implikasinya terhadap kinerja pemeriksa di BPK Perwakilan Provinsi Jawa Tengah, memiliki implikasi manajerial sebagai berikut: a. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa keseimbangan kehidupankerja berpengaruh positif terhadap kinerja, tetapi tidak signifikan. Meskipun pengaruhnya tidak signifikan BPK Perwakilan Provinsi Jawa Tengah perlu memperhatikan kebijakan yang sudah ada dan menyusun kebijakan yang lebih mendukung keseimbangan kehidupan-kerja pegawai agar mampu menjaga dan meningkatkan kinerja. Kebijakan yang perlu dievaluasi ulang menurut hasil kuesioner adalah kebijakan mutasi (90%), beban tugas pemeriksaan (58,03%), kebijakan cuti/ijin (22.31%), dan kebijakan kesehatan dan kesejahteraan (12,31%). Sedangkan kebijakan yang diusulkan oleh responden untuk menyeimbangkan kehidupan-kerja adalah kebijakan mutasi (81,54%), kebijakan jadwal dan jangka waktu pemeriksaan (54,62%), penyediaan fasilitas child care (31,54%) dan lainnya seperti penugasan yang terjadwal,penambahan jumlah pegawai,kesehatan/kesejahteraan dll (16,15%).
14
b.
Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa keseimbangan kehidupan-kerja berpengaruh terhadap kinerja pegawai melalui stres kerja. Hal ini menunjukkan bahwa keseimbangan kehidupan-kerja berpengaruh terhadap stres kerja dan stres kerja berpengaruh terhadap kinerja pegawai. Selain kebijakan yang harus diperbaiki sebagaimana disebut di atas, BPK Perwakilan Provinsi Jawa Tengah juga harus menyediakan fasilitas berupa sarana dan prasarana untuk mengurangi stres kerja dan meningkatkan kinerja seperti fasilitas olahraga dan sarana untuk menyalurkan hobi, karena responden dalam mengelola stres kerja dengan cara berolahraga (33,85%) dan menyalurkan hobi (69,23%).
6.3. Keterbatasan Penelitian Penelitian yang dilakukan ini masih memiliki beberapa keterbatasan diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Pemeriksa BPK tersebar di kantor pusat dan 33 kantor perwakilan di seluruh Indonesia. Kondisi pemeriksa di kantor pusat dan setiap perwakilan tentu saja berbeda dalam menyikapi dan mengelola keseimbangan kehidupan-kerja, stres kerja dan kinerjanya. 2. Pengaruh keseimbangan kehidupan-kerja terhadap kinerja pegawai sangat kecil, sehingga dibutuhkan variabel independen lain untuk melihat faktorfaktor yang mempengaruhi kinerja pegawai dan variabel pemediasi lain untuk melihat pengaruh keseimbangan kehidupan-kerja terhadap kinerja pegawai. 6.4. Agenda Penelitian Mendatang Berdasarkan keterbatasan yang dimiliki penelitian ini dan mengingat topik keseimbangan kehidupan-kerja merupakan topik yang menarik dan penting diterapkan dalam organisasi/perusahaan, maka untuk penelitian mendatang dapat dikembangkan hal-hal sebagai berikut: 1. Objek Penelitian dikembangkan meliputi pemeriksa yang berkedudukan di beberapa BPK Perwakilan dan/atau kantor pusat. 2. Variabel pemediasi dalam penelitian selanjutnya dapat diperluas dengan tidak terbatas hanya variabel stres kerja saja.
15
DAFTAR REFERENSI
Ali, W.U., et al. (2014). ―Impact of Stress on Job Performance: An Empirical study of the Employees of Private Sector Universities of Karachi, Pakistan.‖ Research Journal of Management Sciences. Vol. 3(7), 14-17. Asiedu-Appiah, F., Dufie-Marfo, I. and Frempong, E (2013). ―Work-Life Balance As A Tool For Stress Management In Selected Banking Institutions In Ghana‖. Global Advanced Research Journal of Management and Business Studies. Vol. 2(5), 291-311. Awais Aman (2014). ―Impact of Job Stress between Teachers and Bankers‖. Journal of Social Economics. Vol. 1(2), 78-88. Balkan, Onur (2014). ―Work-Life Balance, Job Stress and Individual Performance: An Application‖. International Journal of Management Sciences and Business Research, 2014. Vol-3, Issue 3. Bashir Usman and Ramay, M.I. (2010). ―Impact of Stress on Employees Job Performance A Study on Banking Sector of Pakistan‖. International Journal of Marketing Studies. Vol. 2, No. 1. Beauregard, T. Alexandra, and Lesley C. Henry ―Making the link between worklife balance practices and organizational performance‖. Human Resource Management Review. 19 (2009) 9–22. Beehr, T. A., Walsh, J. T. And Taber, T. D.(1977). ―Relationship of Stress to Individually and Organizationally Valued States: Higher Order Needs as a Moderator‖. Journal of Occupational Medicine. November 1977 - Volume 19 - Issue 11 - ppg 771. Chen, J. C., C. Silverthorne, and J. Y. Hung (2006). ―Organization Communication, Job Stress, Organizational Commitment, and Job Performance of Accounting Professionals in Taiwan and America‖. Leadership and Organization Development Journal, 27 (4), 242-249. Chiang, F.T. Flora, Thomas A. Birtch,and Ho Kwong Kwan (2010). ―The moderating roles of job control and work-life balance practices on employee stress in the hotel and catering industry‖. International Journal of Hospitality Management. 29 (2010) 25–32. Colakoglu, S. N. (2005). ―The Relationship between Career Boundarylessness and Individual WellBeing: A Contingency Approach‖. Journal of Philosophy , 1-293. Dhamayanti, Ratna (2006). ―Pengaruh Konflik Keluarga-Pekerjaan, Keterlibatan Pekerjaan, dan Tekanan Pekerjaan terhadap Kepuasan Kerja Karyawan Wanita Studi pada Nusantara Tour & Travel Kantor Cabang dan Kantor Pusat‖. Jurnal Studi & Organisasi Vol. 3(2), Halaman 93. 16
Dissanayaka, N.M.N.P. and Hussain Ali, M.A.M. (2013). ―Impact of worklife balance on employees performance: An Empirical Study on Seven Apparel Organizations in Sri Lanka‖. Proceedings of the Third International Symposium, SEUSL: 6-7 July 2013, Oluvil, Sri Lanka. Dolai Dolly (2015). ―Measuring Work Life Balance Among The Employees of The Insurance Industry in India‖. International Journal of Advanced Research Management and Social Sciences. 4 (5). Esson Patrice L. (2004). ―Consequences of Work-Family Conflict: Testing a New Model of Work-Related, Non-Work Related and Stress-Related Outcomes‖. Thesis submitted to the Faculty of the Virginia Polytechnic Institute and State University. Fisher, R.T. (1995). ―Role Stress, The type a Behaviour Pattern, and External Auditor Job Satisfaction and Performance‖. A thesis submitted in partial fulfilment of the requirements for the Degree of Master of Commerce and Management at Lincoln University. Fisher, G. G., Bulger, C. A., & Smith, C. S. (2009). ―Beyond Work and Family: A Measure of Work/Nonwork Interference and Enhancement‖. Journal of Occupational Helath Psychology,14(4), 441-456. Fisher, G. G. (2001). ―Work/personal life balance: A construct development study‖. ProQuest Dessertations and Theses Gates, Donna M.,Gordon L. Gillespie, and Paul Succop (2011). ―Violence Against Nurses and its Impact on Stress and Productivity‖. Nursing Economics. March-April 2011/Vol. 29/No. 2. Ghozali, I. 2009. Structural Equation Modeling Metode Alternatif dengan Partial Least Square. Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang. Ghozali I. 2011. Model Persamaan Struktural: Konsep dan Aplikasi Dengan Program AMOS 19.0. Semarang : Penerbit Universitas Diponogoro. Gibson, V. M. (1993). Stress in the workplace: A hidden cost factor. HR Focus, 70. Gibson, J. L., J. M. Ivancevich, and J. H. Donnely Jr. (1996), Organisasi: Perilaku, Struktur, dan Proses. Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga. George Halkos, Dimitrios Bousinakis (2010). "The effect of stress and satisfaction on productivity‖ Greenhaus, J. H., Parasuraman, S., dan Wormley, W. M. (1990). ―Effects of Race on Organizational Experiences, Job Performance Evaluations, and Career Outcomes‖. Academy of Management Journal, 33(1).
17
Greenhaus JH, Collins, KM., dan Shaw, JD. (2003). ―The Relation Between Work- Family Balance and Quality of Life‖. Journal of Vocational Behavior, 63. 510–531. Griffin, R.W., dan Moorhead, G. (2011). Organizational Behavior. 10th Edition. Cengage Learning. Goldwasser (1993). ―The Plaintiffs’ Bar Discusses Auditor Performance‖. Journal of CPA. Goyal Nisha, Jain Sunaina and Jain Ritu (2013). ―A Study on Work Lifa Balance and Performance Management in Female Teachers‖. Indian Journal of Health and Wellbeing. 4 (9), 1815-1817. Gulbahar, Ali Ch, Amjad, Kundi, G.M, Qureshi, Q.A and Akhtar Robina (2014). ―Relationship between Work-Life Balance & Organizational Commitment‖. Research on Humanities and Social Sciences.Vol.4, No.5. Chiang, F.T. Flora, Thomas A. Birtch,and Ho Kwong Kwan (2010). ―The moderating roles of job control and work-life balance practices on employee stress in the hotel and catering industry‖. International Journal of Hospitality Management. 29 (2010) 25–32. Halkos, George (2012). ―The influence of stress and satisfaction on productivity‖. MPRA Paper No. 39654, posted 25. June 2012 18:51 UTC. Handoko T. Hani. (2000), Manajemen Personalia dan Sumberdaya Manusia, Edisi II, Cetakan ke-14, Penerbit BPFE, Yogyakarta. Hayman Jeremy (2005).‖ Psychometric Assessment of an Instrument Designed to Measure Work Life Balance‖. Research and Practice in Human Resource Management. 13 (1), 85-91. Jamadin Nurnazirah, et al. (2015). ―Work - Family Conflict and Stress: Evidence from Malaysia‖. Journal of Economics, Business and Management, Vol. 3, No. 2. Judge, T. A., et al. (1995). ―An Empirical Investigation of The Predictors of Executive Career Success‖. Personnel Psychology, 48(3). Kim Hye Kyoung (2014). ―Work-Life Balance and Employees’ Performance: The Mediating Role of Affective Commitment‖. Global Business and Management Research: An International Journal.Vol. 6, No. 1. Kompas.com. (2013). ―Work-Life Balance‖ Indikator Baru Kesuksesan. http://kompas.com/work-life.balance.indikator.baru.kesuksesan. Kshirsagar, V.S. (2015). ―Impact of work life balance on employee’s performance and gender differences with respect to SME’S in selected manufacturing
18
sector units‖. International Journal of Multidisciplinary Research and Development. Vol. 2, Issue: 6, 210-212 June 2015. Kumau, J.M., et al. (2013). ―Work-Life Balance Practices on Employee Job Performance at Eco Bank Kenya‖. European Journal of Business and Management. Vol.5, No.25, 2013. Masihabadi Abolghasem, et al. (2015). ―Effects of stress on auditors' organizational commitment, job satisfaction, and job performance‖. International Journal of Organizational Leadership 4(2015) 303-314. Mas’ud, Fuad ,2002, 40 Mitos Manajemen Sumber Daya Manusia, Badan Penerbit UNDIP, Semarang. McDonald, P., dan Bradley, L.M. (2005). ―The Case for Work/Life Balance: Closing the Gap Between Policy and Practice‖. 20:20 Series, 15. Miner, John, 1998, Organizational Behavior, Performance and Productivity, 1 th Edition, Random Hause Inc, USA. Novelia, P. (2013). ―Hubungan Antara Work-Life Balance dan Komitmen Berorganisasi Pada Pegawai Perempuan‖. 1-44. Obiageli, O.L., Uzochukwu, O.C & Ngozi, C.D. (2015). ―Work Life Balance and Employee Performance in Selected Commercial Banks in Lagos State‖. European Journal of Research and Reflection in Management Sciences. Vol. 3 No. 4, 2015 ISSN 2056-5992. Ramadani, Malika (2013). ―Analisis Pengaruh Keseimbangan Kehidupan-Kerja terhadap Kesuksesan Karier (Studi pada Karyawan PT. Asuransi Jiwa Generali Indonesia)‖. Skripsi. Robbins, Stephen P, (2003), Perilaku Organisasi, Jilid 1 Edisi 9, PT.INDEKS Kelompok GRAMEDIA,Jakarta. Rustiarini Ni Wayan (2014). ―Sifat Kepribadian sebagai Pemoderasi Hubungan Stres Kerja dan Perilkau Disfungsional Audit‖. Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia, Juni 2014, Vol. 11, No. 1, hal 1 – 19. Sari Ratna Kartika, Azis Nasir, dan Amri (2014). “Pengaruh Konflik Peran Ganda dan Stres Kerja terhadap Kinerja Pemeriksa BPK RI Perwakilan Provinsi Aceh‖. Jurnal Manajemen Pascasarjana Universitas Syiah Kuala, 29- 34 Shahid, Muhammad Naeem, Khalid Latif, Nadeem Sohail, and Muhammad Aleem Ashraf (2012). ―Work Stress and Employee Pperformance in Banking Sector Evidence from District Faisalabad, Pakistan‖. Asian Journal of Business and Management Sciences. Vol. 1 No. 7. 38-47.
19
Siddiqui Muhammad Nabeel (2013). ―Impact of Work Life Conflict on Employee Performance‖. Far East Journal of Psychology and Business. Vol. 12 No. 3. State Service Commission (2005), Work-life Balance: a resources for the state service. ISBN 0-478-24487-8. Sugiyono. (2014). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Alfabeta, Bandung. Suwardi dan Joko Utomo (2011). ―Pengaruh Motivasi Kerja, Kepuasan Kerja, dan Komitmen Organisasional terhadap Kinerja Pegawai (Studi Pada Pegawai Setda Kabupaten Pati)‖. Analisis Manajemen. Vol. 5(1). 75-86. Wai, C.K., et al. (2013). “The Relationship between Work Stress and Auditors’ Job Performance‖. Bachelor of Accounting (HONS). Westman, M., Brough, P., & Kalliath, T. (2009). ―Expert Commentary on WorkLife Balance and Crossover of Emotions and Experiences: Theoritical and Practice Advancements‖. Journal of Organizational Behavior , 588-595.
20