PENGARUH KESADARAN DAN CITRA MEREK TERHADAP PERSEPSI MUTU DAN MINAT BELI KONSUMEN (Studi Kasus: Coca Cola, Pepsi, dan Big Cola di Kota Bogor)
NAUFAL IZA ABERDEEN
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pengaruh Kesadaran Dan Citra Merek terhadap Persepsi Mutu Dan Minat Beli Konsumen (Studi Kasus: Coca Cola, Pepsi, dan Big Cola di Kota Bogor) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, November 2016
Naufal Iza Aberdeen NIM H251120454
RINGKASAN NAUFAL IZA ABERDEEN. Pengaruh Kesadaran dan Citra Merek terhadap Persepsi Mutu dan Minat Beli Konsumen (Studi Kasus: Coca Cola, Pepsi, dan Big Cola di Kota Bogor). Dibimbing oleh MUHAMMAD SYAMSUN dan MUKHAMAD NAJIB. Saat ini, terjadi perubahan persaingan pemasaran, yang lebih bersifat persaingan persepsi konsumen daripada persepsi produk. Hal ini dapat dibangun dengan cara memahami sudut pandang konsumen terhadap merek. Penelitian ini berupaya mengkaji kinerja kesadaran dan citra merek terhadap persepsi mutu dan minat beli konsumen Bogor. Pada penelitian ini, merek minuman bersoda Coca Cola, Pepsi, dan Big Cola menjadi bahan kajian, karena produk ini mampu menggambarkan salah satu persaingan merek yang ketat di pasar. Tujuan penelitian ini adalah (1) mengidentifikasi karakteristik responden penelitian yang merupakan konsumen minuman bersoda; (2) menganalisis tingkat kesadaran dan asosiasi masing-masing merek di dalam benak konsumen minuman bersoda di kota Bogor; dan (3) menguji pengaruh antara aspek kesadaran merek, citra merek, persepsi mutu, dan minat beli konsumen Coca Cola, Pepsi, dan Big Cola. Penelitian ini dilakukan dari bulan Juni hingga Agustus 2014 yang meliputi pengumpulan, pengolahan, dan analisis data. Teknik pengambilan sampel menggunakan metode convenience sampling. Jumlah responden sebanyak 109 responden yang merupakan pengunjung Giant – Taman Yasmin, Giant – Botani Square, Superindo – Plaza Jembatan Merah, Yogya – Plaza Bogor Indah, dan Hypermart – Eka Lokasari. Sebanyak data 109 responden tersebut dipergunakan untuk mengetahui tingkat kesadaran konsumen dan penempatan asosiasi merek dalam benak konsumen. Kemudian, khusus 100 persepsi responden yang pernah mengkonsumsi objek merek ditelaah dengan bantuan Smart PLS 3 mengenai variabel kesadaran merek, citra merek, persepsi mutu, dan minat beli konsumen. Coca Cola, Fanta, dan Sprite, menjadi merek pemuncak pikiran bagi responden. Merek Sprite, Fanta, dan Pepsi berturut-turut menjadi tahap ingatan merek bagi responden. Mayoritas responden mengingat merek Big Cola di tahap pengenalan merek. Pengujian menghasilkan asosiasi berbeda-beda bagi masingmasing merek yang diujikan. Asosiasi dari merek Coca Cola adalah minuman menyegarkan, mudah diperoleh, dan produk dengan iklan menarik. Asosiasi dari merek Pepsi hanya ada dua saja, yaitu minuman yang menyegarkan dan halal. Big Cola memiliki asosiasi sebagai minuman menyegarkan, halal, memiliki harga terjangkau, mudah diperoleh, dan mempunyai volume yang memuaskan. Kesadaran merek mempengaruhi citra merek, citra merek mempengaruhi persepsi mutu, dan persepsi mutu mempengaruhi minat beli konsumen secara signifikan pada Coca Cola dan Pepsi. Hasil berbeda terjadi pada model merek Big Cola, dimana kesadaran merek dapat berpengaruh langsung terhadap persepsi mutu dan citra merek bisa berpengaruh langsung terhadap minat beli konsumen. Kata kunci: citra merek, kesadaran merek, minat beli, persepsi mutu.
SUMMARY NAUFAL IZA ABERDEEN. The Effect of Brand Awareness and Image on Consumer Perceived Quality and Purchase Intension (Case Studies of Coca Cola, Pepsi, and Big Cola at Bogor City). Supervised by MUHAMMAD SYAMSUN and MUKHAMAD NAJIB. Marketing competition has changed from product perception into consumer perception. Consumer percecption can be built by understanding consumer’s point of view about a product. This research is intended to study the performance of brand awareness and image towards consumer perceived quality and purchase intention in Bogor. Three carbonated drink brands were investigated in this research; Coca cola, Pepsi, and Big Cola. Those brands represented high marketing competition. This research goal are (1) to identify the carbonated drink consumer’s characteristic in Indonesia; (2) to analyze customer’s brand awareness level and brand association from each brand in Bogor City; and (3) to test the affect between brand awareness, brand image, perceived quality, and purchase intention based on Coca Cola, Pepsi, and Big Cola customer. The research began from June to August 2014, including data collection, data processing, and data analyzing. Convenience sampling was used as the research sampling method of 109 respondents, which was conducted at Giant – Taman Yasmin, Giant – Botani Square, Superindo – Plaza Jembatan Merah, Yogya – Plaza Bogor Indah, dan Hypermart – Eka Lokasari. As much as 109 respondents’ perception data was used to identify consumer’s awareness level and brand association’s positioning. Specifically, 100 respondents’ perception that have been consuming Coca Cola, Pepsi, and Big Cola, was calculated with Smart PLS 3 to analyze the relationship between brand awareness, brand image, perceived quality, and consumer’s purchase intention. The result shown that Coca Cola, Fanta, and Sprite were the top of mind brand due to respondents. Sprite, Fanta, and Pepsi consecutively have become respondents’ brand recall. Majority of respondents’ recollection considered Big Cola as a brand recognition. Associations of Coca Cola were refreshing drink product, easy to purchase, and interesting advertisement. Associations of Pepsi were refreshing and halal drink product. Associations of Big Cola were refreshing, halal, affordable, easy to purchase, and large product volume. The result for Coca Cola and Pepsi shown that brand awareness affects brand image, brand image affects perceived quality, and perceived quality significantly affects consumer purchase intention. However, there were different results for Big Cola brand in which brand awareness directly affects perceived quality, and brand image directly affects consumer purchase intention. Keywords: brand awareness, brand image, perceived quality, purchase intention.
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
PENGARUH KESADARAN DAN CITRA MEREK TERHADAP PERSEPSI DAN MINAT BELI KONSUMEN (Studi Kasus: Coca Cola, Pepsi, dan Big Cola di Kota Bogor)
NAUFAL IZA ABERDEEN
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Progam Studi Ilmu Manajemen
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Jono M. Munandar, M. Sc
Judul Tesis : Pengaruh Kesadaran dan Citra Merek terhadap Persepsi Mutu dan Minat Beli Konsumen (Studi Kasus: Coca Cola, Pepsi, dan Big Cola di Kota Bogor) Nama : Naufal Iza Aberdeen NIM : H251120454
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Muhammad Syamsun, M.Sc Ketua
Dr. Mukhamad Najib, S.TP, MM Anggota
Diketahui oleh Ketua Program Studi Ilmu Manajemen
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Jono M. Munandar, M. Sc
Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc Agr
Tanggal Ujian: 28 September 2016
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga tesis dengan judul “Pengaruh Kesadaran dan Citra Merek terhadap Persepsi Mutu dan Minat Beli Konsumen (Studi Kasus: Coca Cola, Pepsi, dan Big Cola di Kota Bogor)” dapat diselesaikan dengan sebaikbaiknya. Karya ilmiah ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan tugas akhir pada Program Studi Ilmu Manajemen, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Proses penyusunan tesis ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai Agustus 2014 dengan berbagai hambatan yang dihadapi oleh penulis. Namun atas bantuan dari berbagai pihak akhirnya tesis ini dapat terselesaikan. Oleh karena itu, ungkapan terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Dr. Ir. Muhammad Syamsun, M.Sc dan Bapak Dr. Mukhamad Najib, S.TP, MM selaku komisi pembimbing. Ungkapan terima kasih juga penulis tujukan kepada Dr Ir Jono M. Munandar, M.Sc dan Dr. Heti Mulyati, S.TP, MT selaku penguji yang telah memberikan masukan dan saran untuk perbaikan tesis ini. Tidak lupa penulis juga mengucapkan terima kasih kepada: 1. Kedua orang tua (Bapak Dadang Mulyana dan Ibu Verina Mulyana), adik saya (Buhaira Iza Muhammad), pendamping saya (Misshelly Frestica). 2. Kongkouw Coffee House, dan rekan-rekan kerja atas doa, dukungan dan semangatnya. 3. Teman-teman Magister Ilmu Manajemen khususnya angkatan 2012 atas kebersamaan dan bantuan selama perkuliahan. 4. Bapak/Ibu dosen pengajar dan staf karyawan Pasca Sarjana Ilmu Manajemen, Institut Pertanian Bogor atas bantuan selama perkuliahan. Penulis menyadari bahwa dalam tesis ini masih terdapat banyak kekurangan dan keterbatasan, sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan tesis ini. Penulis berharap semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi berbagai pihak. Akhir kata penulis sampaikan terimakasih.
Bogor, November 2016 Naufal Iza Aberdeen
i
DAFTAR ISI DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN
i ii ii ii
1. PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Ruang Lingkup Manfaat Penelitian
1 1 4 4 4 4
2. TINJAUAN PUSTAKA Merek Sudut Pandang Ekuitas Merek Berbasis Pelanggan Kesadaran dan Citra Merek Persepsi Mutu dan Minat Beli Konsumen Penelitian Terdahulu
5 5 6 6 7 9
3. METODOLOGI Kerangka Pemikiran Penelitian Variabel dan Indikator Penelitian Pengumpulan dan Analisis Data
11 11 13 15
4. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Responden Merek Minuman Bersoda di Benak Konsumen Media Pemasaran Merek Asosiasi Merek Minuman Bersoda menurut Konsumen Analisis Pengaruh Kesadaran dan Citra Merek terhadap Persepsi Mutu dan Minat Beli Konsumen Implikasi Manajerial
17 17 17 19 20 24
5. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran
36 36 36
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
37 40 63
34
ii
DAFTAR TABEL Tabel 1 Perkiraan perkembangan penjualan minuman ringan di Indonesia Tabel 2 Definisi operasional variabel penelitian Tabel 3 Karakteristik responden Tabel 4 Merek pemuncak pikiran konsumen menurut responden Tabel 5 Ingatan merek menurut responden Tabel 6 Rekap iterasi uji Cochran asosiasi merek Coca Cola Tabel 7 Rekap iterasi uji Cochran asosiasi merek Pepsi Tabel 8 Rekap iterasi uji Cochran asosiasi merek Big Cola Tabel 9 Fungsi dan standar setiap aspek analisis outer dan inner model Tabel 10 Penerimaan hipotesis analisis SEM
3 14 17 18 19 21 22 23 24 33
DAFTAR GAMBAR Gambar 1 Pangsa pasar minuman dalam kemasan di Indonesia Gambar 2 Tingkatan kesadaran merek Gambar 3 Kerangka pemikiran Gambar 4 Model analisis keterkaitan variabel laten Gambar 5 Model path akhir merek Coca Cola Gambar 6 Model bootstraping direct effect merek Coca Cola Gambar 7 Model path akhir merek Pepsi Gambar 8 Model bootstraping direct effect merek Pepsi Gambar 9 Model path akhir merek Big Cola Gambar 10 Model bootstraping direct effect merek Big Cola Gambar 11 Pengaruh antar variabel laten model merek Coca Cola dan Pepsi Gambar 12 Pengaruh antar variabel laten model merek Big Cola Gambar 13 Alternatif pertama hasil analisis jalur pengaruh antar variabel Gambar 14 Alternatif kedua hasil analisis jalur pengaruh antar variabel Gambar 15 Alternatif ketiga hasil analisis jalur pengaruh antar variabel
2 7 12 13 25 27 28 30 31 33 34 34 35 35 35
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Lampiran 2 Lampiran 3 Lampiran 4 Lampiran 5 Lampiran 6 Lampiran 7 Lampiran 8
Wawancara Pendahuluan I Wawancara Pendahuluan II Wawancara Pendahuluan III Kuesioner Tingkat Kesetujuan Asosiasi Merek Coca Cola Tingkat Kesetujuan Asosiasi Merek Pepsi Tingkat Kesetujuan Asosiasi Merek Big Cola Grafik AVE Model Path Merek Coca Cola
40 44 47 50 56 56 57 57
iii
Lampiran 9 Grafik CR Model Path Merek Coca Cola Lampiran 10 Cross Loading Model Path Merek Coca Cola Lampiran 11 Grafik AVE Model Path Merek Pepsi Lampiran 12 Grafik CR Model Path Merek Pepsi Lampiran 13 Cross Loading Model Path Merek Pepsi Lampiran 14 Grafik AVE Model Path Merek Big Cola Lampiran 15 Grafik CR Model Path Merek Big Cola Lampiran 16 Cross Loading Model Path Merek Big Cola
58 58 59 59 60 60 61 61
1
1. PENDAHULUAN Latar Belakang Merek merupakan sebuah nama, istilah, tanda, simbol, atau desain atau kombinasi dari seluruhnya, yang bertujuan untuk mengidentifikasi barang-barang maupun jasa dari suatu kelompok penjual dan untuk membedakan produk mereka dari para pesaing (Kotler dan Keller 2009). Fungsi merek sebagai pembeda ini pun menjadikan konsumen lebih percaya terhadap satu merek daripada merek lain. Selain itu, merek akan mempermudah konsumen untuk menentukan pembelian produk, jika memasuki suatu toko yang penuh dengan beragam produk sejenis. Saat ini, pengembangan kekuatan merek telah menjadi fokus utama dalam manajemen pemasaran. Upaya ini dilakukan oleh berbagai perusahaan untuk memenangkan persaingan pasar yang semakin ketat. Merek yang kuat merupakan merek yang tertanam di dalam benak konsumen, sehingga preferensi konsumen diharapkan akan terpengaruhi secara positif. Rastiardi, dosen Sekolah Tinggi Desain Interstudi (STDI) Jakarta, dalam wawancara pendahuluan (Agustus 2014) menyatakan bahwa perkembangan penggunaan merek tidak dapat dikembangkan begitu saja tanpa keterkaitan dengan formula, fitur, dan manfaat produk. Pengembangan dan penggunaan merek akan menjadi dominan, ketika pengembangan formula sudah optimal dan ruang untuk peningkatan ulang produk sudah sempit (Lampiran 1). Salah satu tayangan di saluran televisi BBC Knowledge, Secrets of The Superbrands (2011), memaparkan fakta unik mengenai merek. Secrets of The Superbrands melakukan penelitian sederhana menggunakan produk kacang polong kalengan Heinz. Penelitian dilakukan dengan memberikan sampel produk kacang polong Heinz kepada pejalan kaki di satu kota di Eropa. Pemberian sampel tersebut menggunakan dua kemasan yang berbeda, yaitu kaleng bermerek Heinz dan kaleng bermerek lain. Mayoritas responden menyatakan kacang polong dalam kaleng Heinz memiliki mutu yang lebih baik daripada kacang polong di dalam kaleng lain. Hasil pengujian sederhana tersebut mengejutkan, mengingat semua sampel kacang polong yang digunakan adalah produk kacang polong Heinz yang sama persis. Hasil ini menunjukkan bahwa kekuatan merek dapat mempengaruhi persepsi mutu dan preferensi konsumen terhadap pilihan merek yang ada. Kasus di atas mempertegas kebutuhan kekuatan merek di dalam pemasaran suatu produk. Kemudian, berbagai fakta yang ada juga memunculkan indikasi bahwa terdapat pergeseran fokus utama persaingan terkini. Fokus persaingan telah bergeser dari pengembangan produk kepada pengembangan merek dan persepsi konsumen. Kenyataan ini diperkuat oleh pendapat Aaker (1997). Aaker berpendapat bahwa telah terjadi perubahan persaingan pemasaran, yang lebih bersifat persaingan persepsi konsumen daripada persaingan produk. Persepsi konsumen dapat dibangun dengan cara memahami perilaku konsumen terhadap merek. Semakin suatu merek dianggap bergengsi oleh konsumen, maka semakin tinggi ekuitas merek tersebut. Kekuatan merek akan menarik minat konsumen untuk mengkonsumsi produk tertentu. Hasil wawancara pendahuluan (Juli 2014) kepada Joesoef, dosen STDI Jakarta, menyebutkan bahwa belum ada kesadaran yang baik dari produsen barang atau jasa di Indonesia terhadap pengembangan merek. Hanya sedikit produsen domestik yang
2
mulai peduli kepada pengembangan merek, seperti Sari Wangi dan Sosro. Mayoritas produsen yang betul-betul sudah mengembangkan merek adalah produk luar negeri yang diproduksi di Indonesia, seperti Intel, Coca Cola, dan lain-lain. Jadi, belum ada produsen dalam negeri yang memperhatikan pengembangan merek secara baik (Lampiran 2). Berikutnya, hasil wawancara pendahuluan lain (Agustus 2014) dengan dosen desain grafis dari Universitas Tarumanegara, Sumpena, mengutarakan bahwa merek dalam negeri Indonesia belum mampu bersaing secara baik. Merek dalam negeri sering lebih mampu bersaing secara lokal atau regional saja. Mayoritas produsen Indonesia lebih menyenangi penjualan komoditi atau barang setengah jadi yang lebih mudah dijual dalam jumlah besar. Merek Indonesia tidak direncanakan sesuai dengan keinginan pasar dan bersifat jangka pendek (Lampiran 3). Beberapa gambaran pemerekan di atas menimbulkan kebutuhan referensi penelitian yang mampu meningkatkan perhatian terhadap pengembangan merek di Indonesia. Penelitian tersebut harus bisa menjelaskan pengaruh aspek-aspek pengetahuan merek terhadap respon konsumen. Salah satu jenis produk yang mengalami persaingan ketat di Indonesia adalah produk minuman bersoda. Gambar 1 memperlihatkan minuman bersoda sebagai salah satu produk dengan pangsa pasar besar, yaitu 8%, peringkat ke-5 dari total keseluruhan pasar minuman dalam kemasan di Indonesia (Cekindo.com, 2010). Kopi panas Cokelat panas Susu Yoghurt Air berperisa Air mineral Jus buah Minuman buah Sirup Minuman berenergi Minuman olahraga Minuman bersoda Teh dingin Teh panas
15%
1% 11% 0.30% 1% 1% 6% 3% 7% 7% 6% 8% 12% 22% 0%
5%
10%
15%
20%
25%
Gambar 1 Pangsa pasar minuman dalam kemasan di Indonesia sumber : www.cekindo.com (2010) Jika dibandingkan dengan beragam minuman dalam kemasan lain di atas, minuman bersoda pun menjadi salah satu jenis produk dengan pertumbuhan penjualan positif. Data Asosiasi Industri Minuman Ringan (ASRIM) dalam Foodreview Indonesia (2011) menyebutkan bahwa penjualan minuman bersoda pun akan terus meningkat seiring perkembangan waktu. Pada tahun 2015, total penjualan
3
produk minuman bersoda diperkirakan mencapai 747 000 000 liter. Jumlah ini membuat minuman bersoda menjadi salah satu Minuman Dalam Kemasan (MDK) dengan penjualan nasional tertinggi. Tabel 1 menerangkan perkembangan dan perkiraan penjualan minuman ringan di Indonesia. Tabel 1 Perkiraan perkembangan penjualan minuman ringan di Indonesia Penjualan (juta liter)* Tahun MDK MDK Teh MDK Air Lainnya Total MDK Bersoda 2004 995.2 571.7 9 897 264.8 11 729 2005 1 046 588.6 10 879 322.2 12 836 2006 1 110 546.7 11 462 330.5 13 450 2007 1 218 587.1 12 073 440.9 14 319 2008 1 327 611.3 12 837 506.5 15 282 2009 1 439 625.7 13 717 560 16 342 2010 1 554 634.8 14 735 607 17 531 2011 1 672 642.1 15 901 644.1 18 860 2012 1 792 647.9 17 237 679.4 20 357 2013 1 914 652.5 18 769 712 22 048 2014 2 048 698.2 20 086 758.6 23 591 2015 2 191 747 21 496 808.2 25 243 Pertumbuhan 7.44 2.46 7.31 10.68 7.22 (%/tahun)** Sumber : *) Data perkiraan penjualan minuman ringan dalam Foodreview Indonesia (2011) **) Diolah dengan menggunakan rumus laju pertumbuhan majemuk tahunan (LPMT) dalam TIBCO (2016)
Meskipun mengalami pertumbuhan positif, kenaikan jumlah penjualan minuman bersoda masih belum secepat produk teh dan air dalam kemasan. Berdasarkan data di atas, minuman bersoda mempunyai laju pertumbuhan majemuk tahunan (LPMT) dari penjualan sebesar 2.46% per tahun. Jumlah tersebut lebih kecil dibandingkan dengan pertumbuhan penjualan jenis produk teh dan produk air dalam kemasan, yang masing-masing memiliki kenaikan senilai 7.44% dan 7.31% per tahun. Data di atas mencerminkan bahwa minuman bersoda memiliki permasalahan dalam mengejar persaingan pasar, sehingga diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai kinerja aspek merek minuman bersoda. Salah satu bagian penting dari pemasaran produk adalah pendayagunaan pengetahuan merek (kesadaran dan citra merek) dalam pembentukan persepsi mutu dan minat beli konsumen (Keller 2008). Jumlah penelitian tentang efek pengetahuan merek pada persepsi mutu dan minat beli di Indonesia pun sangat sedikit. Oleh karena itu, penelitian ini dilaksanakan untuk memahami persoalan tersebut. Sebelum menelaah pengaruh kesadaran dan citra merek terhadap persepsi mutu dan minat beli konsumen, tentu diperlukan identifikasi karakteristik konsumen minuman bersoda terlebih dahulu. Pemetaan tingkat kesadaran dan asosiasi suatu merek minuman bersoda di dalam pikiran konsumen pun penting untuk dilakukan dalam penelitian ini. Kemudian, perlu ditelaah pula mengenai sejauh mana kaitan tingkat kesadaran dan asosiasi merek tersebut dengan kajian pengaruh antara pengetahuan merek terhadap persepsi mutu dan minat beli konsumen.
4
Penelitian ini tidak langsung mengkaji merek lokal sebagai objek, tetapi memperhitungkan merek multi nasional terlebih dahulu sebagai contoh kinerja merek dalam pemasaran minuman bersoda di Indonesia. Penelitian ini diawali dengan penelaahan tingkat kesadaran dan asosiasi merek yang ada dan dilanjutkan kepada perbandingan kinerja pengaruh kesadaran dan citra merek lama, menengah dan baru, terhadap persepsi mutu dan minat beli. Merek yang mewakili masing-masing usia pemasaran adalah Coca Cola, Pepsi Cola, dan Big Cola. Secara khusus, penelitian ini menguji keterkaitan antara kesadaran dan citra merek dengan persepsi mutu serta minat beli konsumen minuman bersoda di Kota Bogor. Rumusan Masalah Latar belakang membuat penulis berupaya untuk menjawab beberapa pertanyaan dari rumusan masalah berikut. 1. Bagaimana karakteristik konsumen minuman bersoda di kota Bogor? 2. Bagaimana tingkat kesadaran dan asosiasi di dalam benak konsumen terhadap minuman bersoda di kota Bogor? 3. Apa pengaruh yang terjadi antara aspek kesadaran merek, citra merek, persepsi mutu, dan minat beli konsumen Coca Cola, Pepsi, dan Big Cola? Tujuan Penelitian ini dilakukan dengan beberapa tujuan sebagai berikut. 1. Mengidentifikasi karakteristik responden penelitian yang merupakan konsumen minuman bersoda. 2. Menganalisis tingkat kesadaran dan asosiasi masing-masing merek di dalam benak konsumen minuman bersoda di kota Bogor. 3. Menguji pengaruh antara aspek kesadaran merek, citra merek, persepsi mutu, dan minat beli konsumen Coca Cola, Pepsi, dan Big Cola. Ruang Lingkup Penelitian ini secara khusus dilaksanakan untuk mengkaji hubungan yang ada antara kesadaran dan citra merek dengan persepsi mutu dan minat beli konsumen. Konsumen yang menjadi sampel diambil dari beberapa toko swalayan di kota Bogor (dijelaskan lebih lanjut pada Bab 3). Merek yang dijadikan bahan uji kuisioner mengenai persepsi mutu dan minat beli konsumen adalah jenis produk minuman bersoda. Penelitian ini menggunakan tiga merek produk dengan lama dagang yang berbeda, Coca Cola, Pepsi, dan Big Cola. Tingkat kekuatan merek masing-masing bahan uji tidak secara rinci dengan menggunakan elemen ekuitas merek, melainkan hanya diasumsikan berdasarkan observasi sederhana. Manfaat Penelitian Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah menjadi referensi bagi para mahasiswa dan peneliti mengenai pengaruh pengetahuan merek terhadap persepsi mutu dan minat beli konsumen. Kemudian, penelitian ini bermanfaat bagi pelaku bisnis dalam menentukan strategi pengembangan kekuatan merek yang tepat.
5
2. TINJAUAN PUSTAKA Merek Keller (2008) menerangkan bahwa istilah merek telah ada selama berabad-abad yang digunakan sebagai pembeda barang dari satu produsen dengan produsen yang lain. Merek, dalam bahasa inggris brand, berasal dari kata “brandr” dalam bahasa Old Norse yang berarti “membakar”. Makna kata ini mendasari makna merek yang pada awalnya memang merupakan istilah penandaan kepemilikan hewan oleh peternak. American Marketing Association dalam Kotler dan Keller (2009), menjelaskan bahwa merek adalah nama, tanda, istilah, simbol, rancangan, atau kombinasi dari hal-hal tersebut, yang berfungsi untuk mengidentifikasikan barang atau jasa dari seseorang atau sekelompok penjual dan untuk membedakannya dari produk pesaing. Secara khusus, merek berperan dalam mengidentifikasi sumber atau pembuat produk dan memungkinkan konsumen untuk menuntut tanggung jawab atas kinerja produk kepada produsen atau distributor. Merek pun menyederhanakan kerja perusahaan dalam penanganan dan penelusuran produk, mengatur catatan persediaan dan akuntansi, menawarkan perlindungan hukum untuk fitur atau aspek unik produk, serta menyediakan keamanan investasi dalam merek dan mendapatkan keuntungan dari sebuah aset yang berharga. Kemudian, merek menandakan tingkat mutu tertentu, sehingga pembeli yang puas dapat dengan mudah memilih produk kembali. Merek menciptakan penghalang yang mempersulit perusahaan lain untuk memasuki pasar dan mengamankan keunggulan kompetitif. Merek juga menjaga tingkat harga premium suatu produk (Kotler dan Keller 2009). Fungsi merek sebagai alat pembeda dan pengidentifikasi produk telah berkembang menjadi alat pemasaran utama di tengah persaingan pasar dunia. Saat ini, globalisasi telah mengubah dunia dengan cara yang tidak terbayangkan berabadabad sebelumnya. Beberapa perusahaan telah mengoperasikan bisnis di lebih dari 100 negara, menjual produk di dua kali lipat jumlah negara tempat operasinya, dan menghasilkan pemasukan global yang lebih besar daripada Produk Domestik Bruto (PDB) dari banyak negara. Melalui eksploitasi kemajuan teknologi komunikasi, perusahaan global modern dapat bergerak secara cepat, gesit, dan efektif ketika timbul kebutuhan pasar (Gregory dan Wiechmann 2001). Kotabe dan Helsen (2010) menggambarkan bahwa perkembangan persaingan merek di dunia telah semakin ketat. Hal ini mengakibatkan perusahaan berupaya semaksimal mungkin dalam penyeragaman merek di seluruh dunia. Semakin seragam formulasi produk, manfaat inti dan penawaran nilai, serta penempatan produk, maka akan semakin mudah bagi perusahaan untuk memperoleh skala ekonomis yang tinggi. Akan tetapi, upaya perusahaan tersebut menghadapi halangan berupa perbedaan budaya dan keinginan konsumen di setiap negara, sehingga perusahaan menyediakan beberapa produk dengan merek berdesain lokal untuk menjaga janji merek. Literatur tentang definisi dan persaingan pemasaran merek di atas menimbulkan kebutuhan referensi yang menjelaskan cara penciptaan merek berbasis pelanggan yang kuat. Pada subbab berikutnya, tinjauan pustaka dilakukan terhadap definisi kesadaran dan citra merek yang menjadi sumber kekuatan merek. Lalu
6
tinjauan dilanjutkan kepada definisi persepsi konsumen yang akan menghasilkan kekuatan merek. Sudut Pandang Ekuitas Merek Berbasis Pelanggan Kotler dan Keller (2009) mendefinisikan ekuitas merek sebagai nilai tambah yang diberikan pada produk dan jasa. Ekuitas merek dapat tercermin dalam cara konsumen berpikir, merasa, dan bertindak dalam hubungannya dengan merek, serta harga, pangsa pasar, dan profitabilitas yang diberikan merek bagi perusahaan. Keller (2008) menjelaskan lebih lanjut mengenai salah satu sudut pandang ekuitas merek, yaitu ekuitas merek berbasis pelanggan. Ekuitas merek berbasis pelanggan adalah pengaruh diferensial yang dimiliki pengetahuan merek pada respon konsumen terhadap upaya pemasaran dari suatu merek. Sebuah merek mempunyai ekuitas merek berbasis pelanggan positif, jika konsumen bereaksi lebih baik pada satu produk dan caranya dipasarkan ketika mereknya teridentifikasi daripada tidak. Terdapat tiga inti ekuitas merek berbasis pelanggan, antara lain pengaruh diferensial, pengetahuan merek, dan respon konsumen terhadap pemasaran. Pertama, ekuitas merek timbul dari perbedaan respon konsumen. Nama merek sebuah produk dapat dikatakan sebagai komoditi atau produk versi generik, apabila tidak mempunyai perbedaan respon konsumen. Kedua, perbedaan tersebut dihasilkan oleh pengetahuan konsumen mengenai merek. Proses pembelajaran, perasaan, pengelihatan dan pendengaran konsumen mengenai merek menjadi pengalaman konsumen. Inti ketiga adalah respon konsumen itu sendiri terhadap merek, yang dicerminkan oleh persepsi, preferensi, dan perilaku berkaitan dengan seluruh aspek pemasaran merek. Kesadaran dan Citra Merek Pengaruh merek hanya akan terjadi pada saat merek telah berdiam di dalam benak dan perasaan pelanggan dan pemangku kepentingan lain. Jika tidak ada yang sadar tentang suatu merek, maka merek tersebut dapat dikatakan tidak mempunyai nilai. Hal ini dikarenakan oleh ketidakmampuan merek tersebut dalam memberikan dampak bagi keputusan pembelian pelanggan. Tentu pada umumnya, konsumen akhir tidak terlalu peduli mengenai merek beberapa produk dasar, seperti sapu, susu, atau korek api. Akan tetapi, pihak menengah seperti pengecer akan sangat memperhatikan seluruh merek produk sebelum membeli dan menjual kembali produk tersebut di toko (Duncan 2005). Selanjutnya, bagian lain dalam penciptaan pengetahuan merek adalah pembentukan citra merek positif di pikiran konsumen. Pemasar sering menerapkan strategi penurunan harga agar menarik lebih banyak penjualan. Strategi ini menghasilkan hasil baik di satu titik, tetapi penerapan yang terlalu lama akan merusak kepercayaan konsumen terhadap merek. Konsumen akan berpikir bahwa produk tersebut adalah produk bermasalah, sehingga dijual dengan harga rendah. Oleh karena itu, cara pengenalan atau penjualan yang tidak tepat pun beresiko menurunkan citra merek (Tuckwell 2008). Kesadaran merek adalah kemampuan pengecer dan konsumen untuk mengatur dan mengingat kembali sebuah merek (Aaker 1996, dalam Yaseen et.al. 2011). Citra merek merupakan respon konsumen terhadap nama, tanda, dan kesan merek, serta mutu produk yang direpresentasikan (Magid et.al. 2006, dalam Tu et.al. 2013).
7
Keller (2008) memberikan ilustrasi sederhana mengenai kesadaran dan citra merek dengan model jaringan memori asosiatif. Kesadaran merek dianalogikan sebagai kekuatan node atau jejak merek dalam memori konsumen, yang menandakan kemampuan konsumen untuk mengidentifikasi merek di bawah kondisi berbeda. Citra merek dilambangkan sebagai jalur atau rantai asosiasi merek di memori konsumen. Kesadaran merek terdiri atas dua komponen, yaitu pengenalan dan ingatan merek. Dua komponen tersebut pun menjadi indikator yang menentukan seberapa besar kesadaran konsumen kepada suatu merek. Durianto et.al. (2004) mengilustrasikan beberapa tingkat kesadaran konsumen terhadap suatu merek ke dalam empat tingkatan. Gambar 2 menerangkan keempat tingkatan tersebut.
Puncak pikiran
Ingatan merek
Pengenalan merek
Ketidaksadaran merek
Gambar 2 Tingkatan kesadaran merek Ketidaksadaran merek adalah tingkat kesadaran merek yang paling rendah di dalam benak konsumen. Pengenalan merek menjadi tingkat awal bagi benak konsumen untuk mengenal suatu merek. Kemudian, kemampuan pengenalan merek meningkat setelah konsumen mampu mengingat suatu merek atau berada pada tingkat ingatan merek. Tingkat kesadaran merek paling tinggi berada pada puncak pikiran konsumen. Citra merek tersusun oleh tiga komponen, yaitu tingkat kesukaan, kekuatan, dan keunikan merek bagi konsumen. Kesadaran dan citra merek bersama-sama menjadi sumber pengetahuan merek yang akan menghasilkan ekuitas merek. Tirtasuwanda (2003) menerangkan lima indikator pembentuk suatu citra merek minuman bersoda, yaitu keterkenalan merek, kemenarikan iklan merek, kemudahan memperoleh produk bermerek tertentu, kehalalan produk, dan keterjangkauan harga. Persepsi Mutu dan Minat Beli Konsumen Persepsi merupakan tiga tahap awal dalam proses pengolahan informasi, yaitu pemaparan, perhatian, dan pemahaman. Tahap pemaparan stimulus menyebabkan
8
konsumen menyadari stimulus melalui panca indra. Tahap perhatian adalah saat konsumen mengalokasikan kapasitas pengolahan untuk stimulus yang datang. Tahap pemahaman konsumen menimbulkan interpretasi pribadi konsumen terhadap stimulus (Sumarwan 2011). Pendapat ini diperkuat oleh Mowen (1998) dalam Sumarwan (2011) yang menyatakan bahwa persepsi merupakan proses dimana individu terpapar suatu informasi, memperhatikan informasi tersebut, dan memahaminya. Kemudian, Schiffman dan Kanuk (2010) dalam Sumarwan (2011) pun menerangkan bahwa persepsi dapat didefinisikan sebagai proses dimana individu memilih, mengatur, dan menginterpretasikan stimulus menjadi gambaran yang bermakna, dan koheren tentang dunia. Tuckwell (2008) menjelaskan bahwa persepsi mengacu pada cara seseorang menerima dan menginterpretasikan pesan. Berdasarkan konsep yang berlaku mengenai perilaku manusia, konsumen cenderung akan menerima pesan yang sesuai dengan kebutuhannya, kepribadian, konsep diri, dan sikap, serta mengacuhkan atau menolak pesan yang tidak sesuai. Teori mengatakan bahwa manusia bersifat selektif mengenai pesan yang diterima dan terdapat tiga tingkatan dari selektivitas. 1. Paparan selektif, mata dan pikiran konsumen hanya menyadari informasi menarik. 2. Persepsi selektif, konsumen menyaring pesan yang bertentangan dengan sikapnya. 3. Penyimpanan selektif, konsumen hanya mengingat hal yang diinginkan. Hellier et.al. (2003) dalam Ranjbarian et.al. (2012) menerangkan bahwa persepsi mutu konsumen adalah penilaian keseluruhan pelanggan atas proses standar dari penerimaan layanan pelanggan. Kemudian, Zeithaml (1988) dalam Aghdaie (2012) menjelaskan mutu yang dirasakan konsumen sebagai proses penilaian konsumen terhadap kesempurnaan atau keunggulan keseluruhan produk. Mutu yang dipersepsikan konsumen berbeda dengan mutu aktual. Menurut Keller (2008), persepsi mutu produk sebetulnya didasari oleh atas penilaian beberapa dimensi sebagai berikut. 1. Performa, tingkatan dimana karakteristik primer produk bekerja. 2. Fitur, elemen sekunder dari produk yang melengkapi karakteristik primer. 3. Kesesuaian mutu, derajat spesifikasi produk dan bebas kecacatan. 4. Keandalan, konsistensi performa sepanjang waktu dari pembelian ke pembelian. 5. Ketahanan, Ekspektasi umur ekonomis produk. 6. Kemampuan layanan, kemudahan penggunaan produk. 7. Gaya dan desain, penampilan atau perasaan dari mutu. Tirtasuwanda (2003) memaparkan beberapa hal yang menjadi indikator persepsi mutu merek minuman bersoda. Indikator tersebut adalah kebaikan mutu rasa produk, kemudahan memperoleh produk, tingkat harga, keamanan produk bagi tubuh, dan kemampuan produk untuk melepas rasa haus. Selanjutnya, Schiffman dan Kanuk (2007) dalam Wu et.al. (2011) menyebutkan bahwa minat beli melambangkan kemungkinan konsumen merencanakan atau ingin membeli produk atau jasa tertentu di masa depan. Peneliti pun dapat menggunakan minat beli sebagai indikator penting dalam memperkirakan perilaku konsumen. Minat beli membentuk komitmen merek positif yang membuat konsumen mengambil aksi pembelian aktual.
9
Yoo et.al. (2000) dalam Rizkalla dan Suzanawaty (2012) juga berpendapat hal yang sama. Minat beli merupakan kemungkinan konsumen untuk membeli produk tertentu di masa yang akan datang. Minat beli mengacu pada kelanjutan dari pembelian konsumen terhadap suatu produk secara reguler dan penolakan terhadap pergantian dengan produk lain. Berdasarkan definisi yang ada, minat beli dapat diartikan sebagai kemauan konsumen untuk membeli suatu merek secara rutin dan keengganan pergantian merek. Haubl (1996) menggunakan beberapa indikator reflektif mengenai minat beli konsumen, antara lain tingkat pencarian informasi tentang merek, kemauan untuk memahami produk, keinginan mencoba produk, dan kunjungan ke tempat yang menjual merek tersebut. Penelitian Terdahulu Pelaksanaan penelitian akan berlangsung lebih baik, jika telah dilakukan kajian penelitian terdahulu sebagai acuan tambahan. Wu, Yeh, dan Hsiao (2010) telah melakukan penelitian yang mengkaji enam variabel, antara lain citra toko, mutu layanan, citra private label brand (PLB), persepsi resiko, kesadaran harga, dan minat beli, dengan metode analisis structural equation modeling (SEM). Hasil penelitian ini menyatakan citra toko berdampak langsung terhadap minat beli dan mutu layanan berpengaruh langsung pada citra PLB secara positif. Selain itu, persepsi resiko produk PLB hanya bersifat menengahi di antara citra merek dan minat beli konsumen. Penelitian Hananto dan Taryadi (2011) membahas hubungan antara status merek pionir dan sikap konsumen terhadap sebuah merek. Penelitian ini menggunakan metode analisis model sikap Fishbein dan mengungkapkan hasil bahwa konsumen mempersepsikan Yamaha sebagai merek motor transmisi otomatis pionir serta konsumen dengan persepsi tersebut memiliki sikap positif lebih tinggi terhadap Yamaha daripada Honda. Penelitian Rizkalla dan Suzanawaty (2012) menelaah pengaruh citra toko dan mutu layanan kepada citra PLB serta minat beli. Dengan menggunakan metode SEM, penelitian ini menemukan empat jalur pengaruh signifikan, yaitu mutu layanan terhadap citra PLB, mutu layanan terhadap minat beli, citra PLB terhadap persepsi resiko, dan persepsi resiko terhadap minat beli. Oleh karena itu, mutu layanan merupakan pengaruh utama dalam studi kasus ini. Berikutnya, penelitian terdahulu lain mengkaji kaitan antara variabel citra merek korporat, persepsi mutu dan kepuasan terhadap kesetiaan konsumen menggunakan metode deskriptif dan analisis SEM. Penelitian ini menghasilkan tiga kesimpulan, yang pertama adalah citra merek korporat berpengaruh signifikan kepada persepsi mutu, kepuasan, dan kesetiaan konsumen. Kedua, persepsi mutu berpengaruh kuat kepada kepuasan dan kepuasan konsumen. Terakhir, kepuasan konsumen berpengaruh signifikan terhadap kesetiaan konsumen. Penelitian ini dilakukan oleh Tu, Li, dan Chih pada tahun 2013. Penelitian Sunardi (2009) menelaah variabel nasionalisme dan pemikiran global konsumen, persepsi mutu kepada produk buatan negara tertentu, dan persepsi mutu kepada produk nasional, dengan metode deskriptif dan t-test. Penelitian ini menghasilkan lima kesimpulan mengenai pola persepsi konsumen. Pertama, nasionalisme konsumen Indonesia masih tinggi. Kedua, di sisi lain sikap pragmatis
10
terjadi ketika konsumen Indonesia melakukan pembelian, contohnya adalah konsumen lebih cenderung membeli produk impor jika harga murah atau dipersepsikan bermutu lebih baik daripada produk lokal. Ketiga, konsumen Indonesia adalah konsumen yang terpengaruh country of origin (COO) stereotype. Keempat, konsumen Indonesia mudah terpengaruh untuk membeli produk bermerek luar negeri, meskipun diproduksi di Indonesia daripada produk bermerek Indonesia. Kemudian yang kelima, pemberian nama merek bersifat luar negeri memberikan keberhasilan bagi penjualan produk dalam negeri. Aghdaie, Dolatabadi, dan Aliabadi (2012) meneliti tentang kredibilitas merek A dan B, evaluasi konsumen tentang kredibilitas co-brand, persepsi mutu produk cobranded, persepsi harga produk co-branded, serta minat beli produk co-branded. Penelitian dengan metode analisis regresi berganda ini menemukan tiga hasil. Pertama, kredibilitas merek konstituen berpengaruh positif kepada kredibilitas cobrand, persepsi harga produk co-branded, dan minat beli. Kedua, persepsi mutu merek konstituen mempengaruhi persepsi mutu produk co-branded dan persepsi harga. Ketiga, hanya persepsi mutu merek B yang berpengaruh positif kepada minat beli produk co-branded, sedangkan merek konstituen lain tidak berpengaruh apapun. Pada tahun 2012, Rahayu meneliti tentang variabel citra produk suatu negara, budaya, bauran pemasaran, dan mutu produk. Melalui metode SEM, ditemukan bahwa bauran pemasaran dan mutu produk berpengaruh positif kepada preferensi konsumen. Lalu, pengaruh budaya tidak berpengaruh signifikan terhadap preferensi konsumen. Selain itu, citra produk suatu negara berpengaruh negatif bagi preferensi konsumen. Tahun 2011, Yaseen et.al. mengkaji variabel kesadaran merek, persepsi mutu, dan kesetiaan konsumen terhadap profitabilitas merek dan minat beli. Hasil penelitian ini adalah terdapat pengaruh signifikan pengaruh mutu dan tidak ada pengaruh signifikan kesadaran dan loyalitas merek pada profitabilitas. Kemudian, ada pengaruh signifikan dari kesadaran merek, loyalitas merek, dan persepsi mutu terhadap minat beli. Hasil tes Sobel dalam penelitian ini pun menunjukkan bahwa minat beli hanya menengahi hubungan antara persepsi mutu dengan profitabilitas. Penelitian ini mempergunakan metode analisis korelasi dan regresi. Selanjutnya, penelitian Ogba dan Tan (2009) menganalisis hubungan antara variabel citra merek, persepsi mutu, kepuasan, kesetiaan, dan komitmen konsumen. Kajian ini menggunakan metode ANOVA dan analisis korelasi. Penelitian ini menghasilkan kesimpulan bahwa citra merek dapat berpengaruh positif terhadap kesetiaan pelanggan pada penawaran pasar dan juga kemungkinan memacu komitmen pelanggan. Ranjbarian (2012) mengemukakan bahwa persepsi mutu toko mempengaruhi citra toko, kepuasan konsumen, dan minat pembelian ulang. Lalu, kepuasan konsumen mempengaruhi minat pembelian ulang. Selain itu, citra toko mempengaruhi kepuasan konsumen. Penelitian ini mengkaji tentang variabel citra toko, persepsi mutu, kepuasan konsumen, dan minat pembelian ulang dengan metode analisis SEM. Sepuluh penelaahan penelitian terdahulu di atas menggambarkan bahwa kajian pemasaran sudah semakin beragam. Pada sepuluh penelitian terdahulu tersebut, kesadaran merek, citra merek, persepsi mutu, serta minat beli konsumen sudah dikaitkan secara terpisah dengan aspek mutu layanan, persepsi resiko, status merek pionir, sikap konsumen, kepuasan konsumen, loyalitas, nasionalisme, globalisasi,
11
COO stereotype, nama merek, kredibilitas merek, persepsi harga, preferensi, dan minat pembelian ulang. Akan tetapi, penulis tidak berhasil menemukan penelitian terdahulu yang menguji pengaruh kesadaran merek, citra merek, persepsi mutu, dan minat beli sebagai variabel yang ditelaah dalam kesatuan model, seperti pada penelitian dalam tesis ini. Oleh karena itu, tesis ini dapat dikatakan sebagai penelitian rintisan. Berdasarkan penelitian terdahulu tersebut diketahui juga bahwa tesis ini menggunakan alat analisis utama yang sudah mulai umum di dalam kajian pemasaran, yaitu SEM, meskipun beberapa penelitian terdahulu masih menggunakan alat analisis lain. Lima dari sepuluh penelitian terdahulu menggunakan alat analisis model sikap Fishbein, deskriptif, t-test, regresi berganda, korelasi, dan ANOVA, sedangkan lima penelitian terdahulu lain menggunakan SEM. Beberapa hasil penelitian terdahulu pun ikut menjadi penguat empat pengaruh antar variabel dalam penelitian ini. Hasil penelitian Yaseen et.al. (2011) menyatakan bahwa kesadaran merek dan persepsi mutu berpengaruh positif terhadap minat beli konsumen. Tu, Li, dan Chih (2013) menemukan bahwa citra merek berpengaruh positif terhadap persepsi mutu. Lalu, hasil penelitian Wu, Yeh, dan Hsiao (2010) menerangkan bahwa citra merek berpengaruh positif terhadap minat beli konsumen. Pengaruh antar variabel lain telah diperkuat oleh kajian literatur sebelumnya.
11
3. METODOLOGI Kerangka Pemikiran Penelitian Perusahaan di Indonesia telah mengembangkan berbagai macam produk makanan dan minuman. Setelah satu perusahaan sukses mengembangkan dan menjual produk ke pasar, bermunculan berbagai perusahaan baru yang memproduksi produk yang sama. Hal ini menyebabkan persaingan pasar produk makanan dan minuman menjadi sangat ketat. Salah satu produk minuman yang telah berada dalam persaingan tinggi adalah produk minuman bersoda. Kebutuhan pasar yang tinggi dan kepadatan persaingan telah mengubah cara pandang produsen minuman, baik produsen lama maupun baru. Produsen dituntut untuk lebih memperhatikan pengembangan pembeda produknya. Fungsi pembeda inilah yang dapat dipenuhi melalui pembentukan dan pengembangan kekuatan merek. Fakta lapangan dan studi literatur pun sudah membuktikan kepentingan merek di dalam praktek pemasaran. Merek yang kuat mampu menciptakan kepercayaan konsumen dengan baik, bahkan dalam hal persepsi mutu produk. Keberhasilan merek lama akan memicu upaya penetrasi dari merek baru untuk memperoleh bagian pasar produk sejenis. Fenomena tersebut membuat perusahaan membutuhkan kekuatan merek untuk mempertahankan pangsa pasar secara kontinyu. Kekuatan merek berasal dari taraf keberadaan merek di dalam benak dan keinginan konsumen serta responnya terhadap kemunculan merek tersebut. Informasi mengenai merek, baik merek lama dan baru, di dalam benak konsumen ini patut untuk diuji secara lanjut. Jadi, sebelum menganalisis mengenai sejauh mana kemampuan pengetahuan merek dalam mempengaruhi persepsi mutu dan minat beli konsumen, penelitian ini pun perlu mengkaji mengenai tingkat kesadaran dan asosiasi merek di dalam benak konsumen.
12
Sudut pandang ekuitas merek berbasis pelanggan diperlukan pada pengujian tersebut. Keterkaitan empat komponen pembentuk ekuitas merek berbasis pelanggan dipergunakan dalam pengujian kekuatan merek produk minuman bersoda. Keempat komponen ekuitas merek berbasis pelanggan adalah kesadaran merek, citra merek, dan persepsi mutu konsumen terhadap merek, serta dilengkapi dengan minat beli konsumen. Hanya saja, penelitian ini tidak secara detail menghitung masing-masing aspek penyusun ekuitas merek, tetapi menggunakan dan mengkaji pengaruh antar aspek penyusun ekuitas merek tersebut. Gambar 3 menerangkan kerangka pemikiran di dalam penelitian ini. Produsen
Merek minuman bersoda
Analisis deskriptif
Sudut pandang ekuitas merek berbasis pelanggan
Uji Cochran
Kesadaran merek Citra merek
Tingkat kesadaran dan asosiasi merek
Minat Beli
Persepsi mutu
Analisis SEM
Implikasi manajerial
Gambar 3 Kerangka pemikiran Setelah itu, keterkaitan pengaruh komponen yang ada diperoleh dari pengolahan data kuisioner dengan menggunakan Structural Equation Modeling (SEM). Hasil pengolahan data diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai kinerja merek dalam menciptakan persepsi mutu konsumen. Hal tersebut akan diikuti dengan penjelasan mengenai implikasi dan pembahasan. Kemudian, implikasi manajerial ini akan menghasilkan rekomendasi, bagi produsen merek minuman bersoda secara khusus dan pelaku pemerekan di Indonesia secara umum.
13
Variabel dan Indikator Penelitian Menurut Haryono dan Wardoyo (2012), variabel adalah karakteristik pengamatan terhadap partisipan atau situasi pada suatu penelitian yang memiliki nilai berbeda atau bervariasi pada studi tersebut. Suatu variabel harus memiliki variasi atau perbedaan nilai atau kategori. Selanjutnya, penelitian ini menggunakan asumsi dari literatur untuk membentuk variabel. Model pengujian menyertakan empat variabel laten, yaitu kesadaran merek, citra merek, persepsi mutu, dan minat beli konsumen. Gambar 4 mengilustrasikan model yang digunakan pada penelitian ini. PM1 KM1 KM2
CM3 CM4 CM5
PM3
PM4
PM5
Kesadaran Merek
Minat Beli
Persepsi Mutu
CM1 CM2
PM2
Citra Merek MB1
MB2
MB3
MB4
Keterangan : : Arah sifat indikator : Arah pengaruh variabel
Gambar 4 Model analisis keterkaitan variabel laten Masing-masing variabel mempunyai beberapa indikator yang menjadi ukuran dalam analisis data. Berdasarkan kajian literatur, variabel kesadaran merek memiliki dua indikator reflektif, yaitu pengenalan (KM1) dan ingatan (KM2) terhadap merek. Variabel citra merek terdiri atas lima indikator reflektif, antara lain keterkenalan merek (CM1), kemenarikan iklan merek (CM2), kemudahan memperoleh produk (CM3), kehalalan produk (CM4), dan keterjangkauan harga (CM5). Variabel persepsi mutu tersusun dari lima indikator reflektif, yaitu kebaikan mutu rasa produk (PM1), kemudahan memperoleh produk (PM2), tingkat harga (PM3), keamanan produk bagi tubuh (PM4), dan kemampuan produk untuk melepas haus (PM5). Variabel minat beli direfleksikan oleh empat indikator, antara lain kemauan mencari informasi suatu merek (MB1), kemauan memahami produk (MB2), keinginan mencoba produk (MB3), dan kunjungan ke tempat penjualan merek terkait (MB4). Tabel 2 menerangkan definisi operasional dari masing-masing variabel.
14
Variabel Kesadaran merek (KM)
Tabel 2 Definisi operasional variabel penelitian Definisi Indikator Kemampuan pengecer dan KM1: pengenalan konsumen untuk mengatur KM2: ingatan dan mengingat kembali sebuah merek (Aaker, 1996 dalam Yaseen et.al, 2011).
Sumber Keller (2008)
Citra merek (CM)
Respon konsumen terhadap nama, tanda, dan kesan merek, serta mutu produk yang direpresentasikan (Magid et.al, 2006 dalam Tu et.al, 2013).
CM1: keterkenalan merek CM2: kemenarikan iklan merek CM3: kemudahan memperoleh produk CM4: kehalalan CM5: keterjangkauan harga
Tirtasuwanda (2003)
Persepsi Mutu (PM)
Mutu yang dirasakan konsumen sebagai proses penilaian konsumen terhadap kesempurnaan atau keunggulan keseluruhan produk, dimana mutu yang dipersepsikan konsumen berbeda dengan mutu aktual (Zeitahml, 1988 dalam Aghdaie, 2012).
PM1: kebaikan mutu rasa produk PM2: kemudahan memperoleh produk PM3: tingkat harga PM4: keamanan produk bagi tubuh PM5: kemampuan produk untuk melepas dahaga
Tirtasuwanda (2003)
Minat beli (MB)
Kemungkinan konsumen untuk membeli produk tertentu di masa yang akan datang, mengacu pada kelanjutan dari pembelian konsumen terhadap suatu produk secara reguler dan penolakan terhadap pergantian dengan produk lain (Yoo et.al, 2000 dalam Rizkalla dan Suzanawaty, 2012).
MB1: kemauan pencarian informasi MB2: kemauam memahami produk MB3: keinginan mencari produk MB4: kunjungan ke tempat penjualan merek terkait
Haubl (1996)
Hipotesis Penjabaran variabel di atas telah memunculkan beberapa hipotesis hasil SEM yang berkaitan dengan hubungan antar variabel. H1 : Kesadaran merek berpengaruh positif terhadap citra merek (Keller 2008). H2 : Kesadaran merek berpengaruh positif terhadap persepsi mutu (Keller 2008).
15
H3 : Citra merek berpengaruh positif terhadap persepsi mutu (Tu, Li, dan Chih 2013). H4 : Kesadaran merek berpengaruh positif terhadap minat beli konsumen (Yaseen et.al. 2011). H5 : Citra merek berpengaruh positif terhadap minat beli konsumen (Wu, Yeh, dan Hsiao 2010). H6 : Persepsi mutu berpengaruh positif terhadap minat beli konsumen (Yaseen et.al. 2011). Pengumpulan dan Analisis Data Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di beberapa toko besar yang ada di Kota Bogor, dimulai dari bulan Juni – Agustus 2014. Pada masing-masing lokasi diambil sejumlah responden, yang merupakan pembeli di tempat tersebut, untuk mengisi kuisioner. Toko yang dijadikan lokasi survey adalah Giant – Taman Yasmin, Giant – Botani Square, Superindo – Plaza Jembatan Merah, Yogya – Plaza Bogor Indah, dan Hypermart – Eka Lokasari. Cara pemilihan tempat survey ini mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Saidah (2005), yang menggunakan basis pasar dari toko retail besar. Seluruh lokasi dipilih secara sengaja berdasarkan observasi singkat mengenai keramaian pengunjung, kesediaan merek terkaji di dalam toko, dan jenis toko. Tokotoko di atas merupakan swalayan yang cukup besar di Kota Bogor dengan tingkat keramaian yang tinggi. Merek yang diteliti adalah merek minuman bersoda. Dua jenis merek diambil untuk meyakinkan perbandingan kinerja kekuatan merek antara merek lama dan merek baru. Coca Cola diambil sebagai wakil dari merek lama, Pepsi Cola dijadikan wakil dari merek yang dipasarkan dalam waktu menengah, dan Big Cola ditentukan sebagai perwakilan dari merek baru. Jenis dan Sumber Data Penelitian ini menggunakan dua jenis data, yaitu data primer dan data sekunder. Pengumpulan data primer dilaksanakan dengan pengamatan lapangan dan penyebaran kuisioner kepada responden di masing-masing lokasi. Data sekunder didapatkan melalui kajian literatur, antara lain buku, media massa, internet, jurnal dan tesis penelitian terdahulu. Data lain menyangkut atribut produk diperoleh dengan pengamatan langsung di toko-toko terkait yang menjual produk tersebut. Metode Pengumpulan Data Responden dipilih dengan metode non probability sampling, secara spesifik dengan metode accidental sampling atau convenience sampling, yaitu konsumen yang kebetulan berbelanja di kawasan toko lokasi penelitian. Peneliti mengambil 109 responden sebagai sampel penelitian. Jumlah sampel ini berkaitan dengan syarat besaran 30-100 sampel pendapat responden yang diperlukan dalam analisis SEM di bagian akhir penelitian (Ghozali 2006). Peneliti mengambil batas maksimal dari syarat tersebut, sebesar 100 responden yang pernah mengkonsumsi masing-masing merek objek penelitian sebagai bahan khusus dalam uji SEM. Pendapat responden yang tersisa tetap disertakan pada kajian
16
media sumber informasi, tingkat kesadaran dan asosiasi merek, sehingga pengambilan 109 responden tetap dapat bermanfaat di dalam analisis selain SEM. Kuesioner berisi pertanyaan tertutup dibagikan kepada responden (Lampiran 4). Pengujian tingkat kesadaran dan asosiasi merek di benak konsumen, responden diberikan tabel yang akan diisi dengan jawaban ya atau tidak terhadap taraf pengenalan dan kesukaan suatu merek. Begitu pula dengan pertanyaan deskriptif mengenai penelusuran jenis media yang menjadi sumber info mengenai suatu merek minuman bersoda bagi konsumen. Skala yang digunakan untuk menguji keterkaitan variabel dalam analisis SEM adalah skala semantik. Responden diberikan 4 pilihan penilaian untuk masingmasing pernyataan, yaitu sangat tidak setuju (STS), tidak setuju (TS), setuju (S), dan sangat setuju (SS). Metode Analisis Data mengenai pengenalan konsumen terhadap merek dilakukan secara deskriptif untuk mengetahui merek yang berada di puncak pikiran konsumen di Kota Bogor. Data mengenai penempatan merek di dalam benak konsumen juga dianalisis secara deskriptif. Responden ditanya oleh peneliti mengenai kesukaan konsumen terhadap tiga merek yang ada. Kajian dilakukan dengan bantuan uji perbandingan Cochran untuk mengetahui signifikansi perbedaan tanggapan konsumen tersebut. Uji Cochran mempergunakan rumus sebagai berikut. [ (
)
(
)] [
]
...............1)
dimana Q = nilai Cochran C = jumlah variabel asosiasi Ri = jumlah baris jawaban “ya” Cj = jumlah kolom jawaban “ya” N = total sampel Data variabel laten yang sudah didapatkan pada tahap pengumpulan dianalisis dengan menggunakan analisis SEM. Menurut Haryono dan Wardoyo (2012), metode SEM merupakan pengembangan dari analisis jalur dan regresi berganda yang samasama model analisis multivariat. Analisis ini bersifat asosiatif, multivariatkolerasional, mampu menggantikan dominasi penggunaan analisis jalur dan regresi berganda yang telah digunakan selama beberapa dekade. Variabel yang ada dianalisis dengan metode SEM-PLS untuk didapatkan konfirmasi keterkaitan dan signifikansi pengaruh antar variabel yang ada. Pengolahan data dibantu dengan perangkat lunak SMART PLS, karena sifat indikator yang ada merupakan campuran dari indikator reflektif dan formatif. Keterkaitan variabel dari merek Coca Cola, Big Cola, dan Pepsi diperbandingkan dan diinterpretasi untuk menghasilkan implikasi bagi pemasaran masing-masing produk. Lampiran 1 menampilkan kuesioner dalam penelitian ini. Pendekatan variance based dengan PLS lebih mengacu pada orientasi analisis component based predictive model. Tujuan utama pada perhitungan SEM-PLS adalah untuk memprediksi kaitan antar variabel yang diujikan. Pada SEM-PLS, data tidak harus terdistribusi normal multivariate (indikator dengan segala kategori, ordinal, interval sampai rasio dapat digunakan pada model yang sama) dan sampel penelitian tidak harus besar (Ghozali 2006).
17
4. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Responden Total responden terdiri atas 55 laki-laki dan 54 perempuan. Mayoritas responden berumur 25 – 39 tahun (33.94%), sedangkan minoritas responden berumur lebih dari 40 tahun (13.76%). Responden pun mempunyai jenjang pendidikan terakhir yang berbeda, yaitu Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA), Diploma (D3), Sarjana (S1), dan Pascasarjana. Mayoritas responden mempunyai jenjang pendidikan terakhir S1, sedangkan minoritas responden berpendidikan terakhir D3. Selain itu, responden pun memiliki rentang pendapatan per bulan yang berbeda. Pendapatan per bulan responden terbagi menjadi kurang dari Rp 500,000.00, Rp 500,001.00 –1,500,000.00, Rp 1,500,001.00–2,500,000.00, Rp 2,500,001.00–4,000,000.00, dan lebih dari Rp 4,000,000.00. Tabel 3 menampilkan karakteristik responden penelitian.
Kategori Jenis Kelamin Usia (tahun)
Pendidikan terakhir
Pendapatan Per Bulan (Rp)
Tabel 3 Karakteristik responden Karakteristik Laki-laki Perempuan 14-18 19-24 25-39 Lebih dari 40 SMP SMA D3 S1 Pascasarjana Kurang dari 500.000,00 500.001,00 - 1.500.000,00 1.500.001,00 - 2.500.000,00 2.500.001 - 4.000.000,00 Lebih dari 4.000.000,00
Persentase (%) 50.46 49.54 33.03 19.27 33.94 13.76 22.02 19.27 0.92 48.62 9.17 29.36 17.43 3.67 29.36 20.18
Merek Minuman Bersoda di Benak Konsumen Terdapat beberapa tingkatan kesadaran merek minuman bersoda. Tingkat kesadaran paling tinggi adalah keberadaan merek dalam puncak pemikiran konsumen. Tabel 4 menampilkan persentase merek minuman bersoda yang menjadi puncak pikiran konsumen.
18
Tabel 4 Merek pemuncak pikiran konsumen menurut responden Merek Minuman Jumlah Persentase No. Bersoda (responden) (%) 1 Coca Cola 65 59.63 2 Fanta 22 20.18 3 Sprite 6 5.50 4 Pepsi 6 5.50 5 Big Cola 4 3.67 6 Tebs 3 2.75 7 AW 2 1.83 8 7up 1 0.92 Total 109 100% Coca Cola merupakan merek pemuncak pikiran konsumen dengan persentase sampel paling tinggi, yaitu sebesar 59.63%. Merek pemuncak pikiran terbesar kedua adalah Fanta, yang berada dalam 20.18 % benak responden. Selanjutnya, peringkat merek pemuncak pikiran diikuti oleh Sprite (5.50%), Pepsi (5.50%), Big Cola (3.67%), Tebs (2.75%), AW (1.83%), dan 7up (0.92%). Data di atas memperlihatkan kesadaran merek Coca Cola yang sangat kuat di dalam benak konsumen minuman bersoda di Kota Bogor. Selain itu, anggota grup Coca Cola Company lain, Fanta dan Sprite, menjadi bagian besar kesadaran merek minuman bersoda di Kota Bogor. Data di atas pun menunjukkan bahwa Big Cola mampu menjadi pesaing kuat pada industri minuman bersoda. Big Cola mampu menempati urutan kelima merek pemuncak pikiran, meskipun baru dipasarkan selama dua tahun. Setelah itu, responden diperintahkan untuk mengingat kembali tiga jenis merek minuman bersoda lain dan menuliskannya pada kuesioner. Tingkat kesadaran merek yang timbul setelah responden melalui proses pengingatan kembali merupakan tingkat ingatan merek. Tingkat ingatan merek berada di bawah tingkat puncak pikiran, karena konsumen harus memproses ingatannya terlebih dulu untuk mengenal merek. Masing-masing responden memberikan tiga jenis merek, sehingga terdapat 327 data pendapat dari 109 responden mengenai ingatan merek. Tabel 5 memperlihatkan persentase jenis merek yang tergolong tingkat ingatan merek bagi konsumen di Kota Bogor. Sebesar 22.63% dari total sampel menyatakan Sprite sebagai ingatan merek. Lalu, peringkat pertama tersebut diikuti oleh Fanta (20.49%) dan Pepsi (16.21%). Coca Cola pun menjadi salah satu ingatan merek bagi 43 responden (13.15%). Selanjutnya, Big Cola, Tebs, 7up, AW, Mirinda, Calpico, dan GreenSand pun termasuk golongan tingkat ingatan merek bagi 12.23%, 7.03%, 3.36%, 2.14%, 1.83%, 0.61%, dan 0.31% sampel responden. Tingkat kesadaran merek ketiga adalah tingkat pengenalan merek. Merek tidak langsung disadari secara spontan atau disimpan dalam bagian ingatan tertentu, melainkan hanya sebatas dikenali oleh konsumen. Penelitian ini menggunakan jawaban “Ya, saya mengenal tetapi lupa mencantumkan dalam jawaban sebelumnya” sebagai tanda bahwa konsumen hanya mengenal merek tersebut.
19
No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Tabel 5 Ingatan merek menurut responden Merek Minuman Jumlah (pendapat Persentase Bersoda responden) (%) Sprite 74 22.63 Fanta 67 20.49 Pepsi 53 16.21 Coca Cola 43 13.15 Big Cola 40 12.23 Tebs 23 7.03 7up 11 3.36 AW 7 2.14 Mirinda 6 1.83 Calpico 2 0.61 GreenSand 1 0.31 Total 327 100%
Terdapat tiga pilihan merek bersifat tertutup yang ditanggapi responden pada bagian ini, yaitu Coca Cola, Pepsi, dan Big Cola. Pemberian pilihan merek secara tertutup dilakukan agar sesuai dengan uji penelitian selanjutnya yang hanya menggunakan tiga merek. Coca Cola mewakili merek minuman bersoda yang sudah lama di Indonesia. Pepsi mewakili merek dengan waktu pemasaran menengah dan Big Cola menjadi perwakilan merek baru. Coca Cola termasuk ke dalam golongan pengenalan merek bagi satu responden saja atau sekitar 0.92% dari total responden. Pepsi menjadi pengenalan merek bagi 44.95% dari total pendapat. Mayoritas responden masih berada pada tahap pengenalan terhadap merek Big Cola, yaitu sebesar 58.72% responden. Media Pemasaran Merek Perusahaan memakai berbagai macam media dalam usaha pemasaran merek. Bagian ini membahas mengenai media yang digunakan oleh pihak pemasaran merek minuman bersoda. Bagian ini menghasilkan persentase jenis media yang menjadi saluran pengetahuan merek Coca Cola, Pepsi, dan Big Cola bagi konsumen. Responden diberikan beberapa pilihan jenis media secara tertutup, antara lain iklan televisi, iklan radio, surat kabar, majalah, leaflet, booklet, billboard, brosur, toko, teman, dan keluarga. Pilihan terakhir diberikan secara terbuka dengan bentuk pengisian langsung oleh responden tentang jenis media lain yang mungkin tidak tersedia pada pilihan tertutup. Setiap responden diperbolehkan untuk memilih lebih dari satu media pemasaran. Konsumen mengetahui tentang merek Coca Cola paling banyak melalui media iklan televisi (28.53%) serta paling sedikit melalui media internet (0.28%) dan booklet (0.56%). Jenis media terefektif kedua dan ketiga setelah iklan televisi adalah toko dan info dari teman dengan persentase masing-masing 14.85% dan 10.64%. Selanjutnya, jenis media lain yang informatif bagi konsumen Coca Cola adalah info keluarga, billboard, majalah, surat kabar, brosur, iklan radio, dan leaflet. Masingmasing jenis media tersebut mempunyai persentase sebesar 9.52%, 8.96%, 8.68%, 7.84%, 4.48%, 4.20%, dan 1.12%.
20
Kemudian, terdapat beberapa jenis media informasi yang efektif memberi pengetahuan tentang merek Pepsi.bagi konsumen di Kota Bogor. Iklan televisi, toko, info teman, majalah, dan billboard menjadi lima besar pilihan responden sebagai media informasi pemasaran Pepsi yang efektif. Masing-masing memiliki persentase pendapat sebesar 25.97%, 14.93%, 11.04%, 10.75%, dan 8.96%. Konsumen pun memperoleh informasi mengenai Pepsi dari surat kabar (8.06%), info keluarga (7.16%), brosur (5.67%), iklan radio (2.99%), booklet (1.49%), dan leaflet (1.19%). Selain itu, sebanyak 1.79% konsumen pun memperoleh informasi mengenai Pepsi melalui internet, permainan PlayStation, dan penjualan di restoran siap saji. Penelitian ini pun mengkaji efektivitas media pemasaran merek Big Cola. Iklan televisi, toko, dan info teman menjadi tiga media pemasaran yang menjadi pilihan responden terbanyak, yaitu mewakili 31.72%, 17.24%, dan 12.07% pendapat. Majalah dan info keluarga sama-sama mempunyai 6.90% pendapat responden. Lalu, sejumlah 6.55%, 6.21%, 5.17%, 3.79%, 1.03%, dan 0.69% pilihan responden menunjukkan bahwa surat kabar, billboard, brosur, iklan radio, leaflet, dan booklet sebagai media informasi mengenai merek Big Cola. Sisa 1.72% pendapat responden memilih media pemasaran lain, seperti penjualan di kantin sekolah, penjualan di warung tradisional, dan promo keliling. Asosiasi Merek Minuman Bersoda menurut Konsumen Asosiasi merek merupakan kesan yang timbul setelah seseorang melihat, mendengar, atau mengkonsumsi produk bermerek minuman bersoda tertentu. Kesan tersebut berada di dalam pikiran dan dapat mempengaruhi penilaian konsumen terhadap merek. Asosiasi merek Coca Cola, Pepsi, dan Big Cola dikaji pada bagian ini. Setiap asosiasi yang diajukan di dalam kuesioner berasal dari literatur penelitian terdahulu dan beberapa makna slogan iklan merek minuman bersoda. Slogan dalam suatu iklan sering disusun berdasarkan asosiasi tertentu yang ingin ditanamkan perusahaan kepada konsumen, sehingga diikutsertakan dalam kajian asosiasi merek ini. Ada 13 asosiasi merek minuman bersoda yang diajukan dalam penelitian ini, antara lain kesegaran, kehalalan, efek semangat, keterjangkauan harga, kemudahan perolehan produk, tingkat pemberian promo pembelian, tingkat usia pengonsumsi, kemenarikan iklan, trend merek, kesesuaian rasa dengan harapan konsumen, keamanan bagi kesehatan, kesesuaian dengan event olahraga, dan kepuasan terhadap volume isi produk. Kajian asosiasi merek hanya dilakukan kepada responden yang pernah mengkonsumsi minuman bersoda terkait. Asosiasi Merek Coca Cola Responden yang pernah mengkonsumsi Coca Cola hanya sebanyak 104 responden, sehingga penghitungan ini tidak mengikutsertakan lima responden lain yang belum pernah mengkonsumsi Coca Cola. Setelah melalui perekapan data, jajak pendapat 104 responden menghasilkan persentase jawaban “Ya” untuk masingmasing asosiasi. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa asosiasi kemudahan perolehan produk (89.42%), kesegaran (84.62%), kemenarikan iklan (79.81%), kehalalan produk (77.88%), dan kesesuaian rasa (75.96%) merupakan asosiasi yang banyak disetujui oleh responden. Asosiasi keamanan bagi kesehatan (13.46%), usia konsumen
21
(32.69%), dan kecocokan konsumsi di saat event olahraga berlangsung (32.69%) adalah asosiasi yang sedikit dipilih oleh responden. Lampiran 5 merekap tingkat kesetujuan asosiasi merek Coca Cola. Kemudian, data tersebut diolah kembali dengan rumus uji Cochran, yang telah dipaparkan dalam Bab 3, untuk menghasilkan nilai Cochran (Q). Uji ini bersifat iterasi sampai nilai Q sudah lebih kecil daripada χ2 tabel (α, db), dimana pembacaan χ2 tabel dilakukan dengan mencocokkan posisi galat (α) sebesar 5% dengan derajat bebas (db) sebesar jumlah atribut teruji dikurangi satu. Tabel 6 memaparkan rekap iterasi uji Cochran asosiasi merek Coca Cola. Tabel 6 Rekap iterasi uji Cochran asosiasi merek Coca Cola Iterasi Asosiasi db Q χ2 (α, db) Segar, halal, efek semangat, harga terjangkau, mudah dicari, banyak 1 promo, usia, iklan menarik, trend 12 316.57 21.03 minuman, aman, rasa sesuai, event olahraga, dan volume tepat Segar, halal, efek semangat, harga terjangkau, mudah dicari, banyak 2 promo, usia, iklan menarik, trend 11 223.37 19.68 minuman, rasa sesuai, event olahraga, dan volume tepat Segar, halal, efek semangat, harga terjangkau, mudah dicari, banyak 3 promo, iklan menarik, trend 9 136.42 16.92 minuman, rasa sesuai, dan volume tepat Segar, halal, harga terjangkau, mudah dicari, banyak promo, iklan menarik, 4 8 104.09 15.51 trend minuman, rasa sesuai, dan volume tepat Segar, halal, harga terjangkau, mudah 5 dicari, iklan menarik, trend minuman, 7 58.59 14.07 rasa sesuai, dan volume tepat Segar, halal, harga terjangkau, mudah 6 dicari, iklan menarik, rasa sesuai, dan 6 39.78 12.59 volume tepat Segar, halal, harga terjangkau, mudah 7 5 28.14 11.07 dicari, iklan menarik, dan rasa sesuai Segar, halal, mudah dicari, iklan 8 4 12.04 9.49 menarik, dan rasa sesuai Segar, halal, mudah dicari, dan iklan 9 3 9.21 7.81 menarik Segar, mudah dicari, dan iklan 10 2 5.56 5.99 menarik
Kesimpulan
Tolak H0
Tolak H0
Tolak H0
Tolak H0
Tolak H0
Tolak H0 Tolak H0 Tolak H0 Tolak H0 Terima H0
Setelah perhitungan Cochran, terlihat bahwa pengujian terhadap asosiasi merek Coca Cola dihentikan di iterasi ke-10, karena nilai Q telah lebih rendah daripada χ2
22
tabel (α, db).
Hal ini berarti asosiasi dari merek Coca Cola yang melekat di dalam benak konsumen adalah menyegarkan, produk yang mudah diperoleh, dan iklan yang menarik, dengan α sebesar 5%. Asosiasi Merek Pepsi Uji asosiasi merek Pepsi dilaksanakan dengan 104 pendapat dari 109 responden yang ada. Sisa lima responden lain belum pernah mengkonsumsi merek Pepsi, sehingga tidak valid untuk menjadi data dalam perhitungan asosiasi merek. Setelah proses rekap data kuesioner, diperoleh persentase kesetujuan responden terhadap setiap asosiasi merek (Lampiran 6). Kemudian, data tersebut diiterasi kembali dengan uji Cochran (Tabel 7). Data menunjukkan bahwa asosiasi kesegaran, kehalalan, keterjangkauan harga, kemudahan perolehan produk, dan kesesuaian rasa merupakan lima asosiasi dengan persentase yang banyak dipilih oleh responden. Selain itu, asosiasi pemberian promo pembelian, kecocokan konsumsi pada event olahraga, dan keamanan bagi kesehatan menjadi asosiasi yang sedikit disetujui oleh responden.
Iterasi
1
2
3
4
5
6 7 8 9
Tabel 7 Rekap iterasi uji Cochran asosiasi merek Pepsi Asosiasi db Q χ2 (α, db) Segar, halal, efek semangat, harga terjangkau, mudah dicari, banyak promo, usia, iklan menarik, trend 12 260.23 21.03 minuman, aman, rasa sesuai, event olahraga, dan volume tepat Segar, halal, efek semangat, harga terjangkau, mudah dicari, banyak promo, usia, iklan menarik, trend 11 193.08 19.68 minuman, rasa sesuai, event olahraga, dan volume tepat Segar, halal, efek semangat, harga terjangkau, mudah dicari, usia, iklan 9 129.31 16.92 menarik, trend minuman, rasa sesuai, dan volume tepat Segar, halal, efek semangat, harga terjangkau, mudah dicari, iklan 8 91.09 15.51 menarik, trend minuman, rasa sesuai, dan volume tepat Segar, halal, efek semangat, harga terjangkau, mudah dicari, iklan 7 52.69 14.07 menarik, rasa sesuai, dan volume tepat Segar, halal, harga terjangkau, mudah dicari, iklan menarik, rasa sesuai, dan 6 24.18 12.59 volume tepat Segar, halal, harga terjangkau, mudah 5 18.16 11.07 dicari, rasa sesuai, dan volume tepat Segar, halal, dan harga terjangkau 2 7.69 5.99 Segar dan halal 1 1.13 3.84
Kesimpulan
Tolak H0
Tolak H0
Tolak H0
Tolak H0
Tolak H0
Tolak H0 Tolak H0 Tolak H0 Terima H0
23
Setelah perhitungan uji Cochran yang dihentikan di iterasi ke sembilan, tidak semua anggota lima besar asosiasi di atas terpilih menjadi asosiasi merek Pepsi yang sah. Asosiasi sah dari merek Pepsi adalah dua kesan saja, yaitu kesegaran dan kehalalan. Asosiasi Merek Big Cola Tiga belas asosiasi merek minuman bersoda pun diujikan pada merek Big Cola. Kesetujuan seluruh asosiasi dipilih oleh 100 dari 109 responden, karena responden tersebut telah mengkonsumsi produk Big Cola. Data menunjukkan bahwa responden sangat sedikit menyetujui kesan kecocokan konsumsi saat event olahraga, usia konsumen, efek semangat, dan keamanan bagi kesehatan (Lampiran 7). Selanjutnya pada Tabel 8, uji Cochran untuk asosiasi merek Big Cola dihentikan pada iterasi ke tujuh. Perhitungan telah mengeliminasi asosiasi keamanan bagi kesehatan, usia konsumen, efek semangat, kecocokan saat event olahraga, trend minuman, tingkat pemberian promo pembelian, kemenarikan iklan, dan kesesuaian rasa. Oleh karena itu, kesan menyegarkan, halal, harga terjangkau, mudah diperoleh, dan volume yang memuaskan menjadi asosiasi sah dari merek Big Cola.
Iterasi
1
2
3
4
5 6 7
Tabel 8 Rekap iterasi uji Cochran asosiasi merek Big Cola Asosiasi db Q χ2 (α, db) Kesimpulan Segar, halal, efek semangat, harga terjangkau, mudah dicari, banyak promo, usia, iklan menarik, trend 12 275.31 21.03 Tolak H0 minuman, aman, rasa sesuai, event olahraga, dan volume tepat Segar, halal, efek semangat, harga terjangkau, mudah dicari, banyak promo, usia, iklan menarik, trend 11 211.46 19.68 Tolak H0 minuman, rasa sesuai, event olahraga, dan volume tepat Segar, halal, efek semangat, harga terjangkau, mudah dicari, banyak promo, iklan menarik, trend 10 182.28 18.31 Tolak H0 minuman, rasa sesuai, event olahraga, dan volume tepat Segar, halal, harga terjangkau, mudah dicari, banyak promo, iklan menarik, 8 117.75 15.51 Tolak H0 trend minuman, rasa sesuai, dan volume tepat Segar, halal, harga terjangkau, mudah dicari, banyak promo, iklan menarik, 7 99.15 14.07 Tolak H0 rasa sesuai, dan volume tepat Segar, halal, harga terjangkau, mudah 5 46.90 11.07 Tolak H0 dicari, rasa sesuai, dan volume tepat Segar, halal, harga terjangkau, mudah 4 6.10 9.49 Terima H0 dicari, dan volume tepat
24
Analisis Pengaruh Kesadaran dan Citra Merek terhadap Persepsi Mutu dan Minat Beli Konsumen Minuman Bersoda Bagian ini membahas mengenai keterkaitan antara kesadaran dan citra merek terhadap persepsi mutu dan minat beli konsumen dengan bantuan alat analisis Smart PLS 3. Kesadaran dan citra merek merupakan variabel yang mewakili tingkat pengetahuan merek konsumen. Persepsi mutu dan minat beli adalah bentuk respon konsumen atas pengetahuan merek yang dimilikinya. Analisis ini menyertakan persepsi kesetujuan 100 responden ke dalam perhitungan untuk masing-masing merek. Hal ini disebabkan oleh jumlah maksimal responden yang dapat dihitung oleh Smart PLS 3 adalah 100 responden (Ghozali, 2006). Kemudian, hasil perhitungan yang perlu diperhatikan pada analisis SEM adalah analisis inner dan outer model. Hasil perhitungan tersebut telah disediakan oleh Smart PLS 3, sehingga tidak diperlukan lagi perhitungan manual di luar perangkat lunak. Tabel 9 menampilkan fungsi dan standar penilaian dari setiap aspek analisis outer dan inner model.
No. 1
2
3
Tabel 9 Fungsi dan standar setiap aspek analisis outer dan inner model Analisis Kriteria Penjelasan Standar Kekuatan indikator ≥ 0.50 Loading factor dalam merefleksikan laten Composite Konsistensi Reliability >0.70 Internal Outer model
4
5
Average Variance Extraction
Cross Loading
Validitas Diskriminan
R² dari peubah laten endogen
Variabilitas dari konstruk endogen yang dapat dijelaskan oleh variabilitas konstruk eksogen
Estimasi koefisien jalur
Evaluasi terhadap nilai koefisien, mengikuti pengaruh nyata melalui bootstrap dan besarnya nilai koefisien
Inner model
6
Validitas konstruk
>0.50 Setiap indikator memliki loading lebih tinggi untuk setiap laten yang diukur, dibandingkan dengan indikator untuk laten lainnya Chin (1998) mengelompokan nilai R² sebesar 0.67; 0. 33 dan 0.19. Sebagai “substansial” “moderat” dan “lemah” Pengaruh nyata jika T-statistika > T-tabel. Pada alpha 5 persen nilai T-tabel adalah 1.96
25
Semua indikator dalam analisis SEM ini bersifat reflektif, sehingga mempunyai aspek analisis outer dan inner model tersendiri. Analisis outer model memperhitungkan aspek kelayakan data, seperti loading factor, average variance extraction (AVE), composite reliability (CR), dan cross loading. Selain itu, analisis inner model mengkaji keterkaitan yang terjadi di dalam variabel laten, seperti uji R2 dan estimasi koefisien jalur. Kedua analisis tersebut memiliki fungsi dan standar yang berbeda. Analisis outer dan inner model dilakukan pada tiga merek, yaitu Coca Cola, Pepsi, dan Big Cola. Masing-masing merek menghasilkan satu model dengan struktur teoritis variabel laten dan indikator yang sama. Setelah itu, penelitian juga mengkaji hasil perhitungan antara ketiga model tersebut untuk memperoleh perbandingan aspek kesadaran, citra, persepsi mutu, dan minat beli konsumen terhadap setiap merek. Analisis SEM Merek Coca Cola Analisis outer model dimulai dengan kajian loading factor. Loading factor seluruh indikator pada model merek Coca Cola telah memenuhi standar, sehingga tidak ada proses penghapusan indikator dari model. Dengan kata lain, seluruh indikator dalam model telah mencerminkan setiap variabel laten teruji. Gambar 5 menampilkan model merek Coca Cola. Kesadaran merek Coca Cola dicerminkan oleh pengenalan (KM1) dan ingatan (KM2) merek. Kedua indikator tersebut memiliki nilai loading factor sebesar 0.93 dan 0.92, yang menandakan bahwa kedua indikator sangat mencerminkan variabel laten kesadaran merek. Hasil ini sesuai dengan kondisi konsumen di lapangan yang sangat mengenal dan mengingat merek Coca Cola. Merek Coca Cola menjadi top of mind bagi mayoritas responden penelitian. Kondisi pengenalan dan pengingatan tinggi tidak sulit dicapai oleh merek Coca Cola yang paling lama berada di pasar minuman bersoda Indonesia. PM1
KM1
0.929
KM2
0.918
Kesadaran Merek
0.743
PM2
0.721
PM3
PM4 0.710
0.802
0.739
-0.026
-0.091 Persepsi Mutu
0.396
PM5
Minat Beli
0.509
CM1 0.719 Citra Merek
0.699
CM2
0.524 0.090
0.780 CM3
0.900
0.725
MB1
0.876 MB2
0.642 CM4 CM5
Gambar 5 Model path akhir merek Coca Cola
0.875 MB3
0.706 MB4
26
Variabel citra merek dicerminkan oleh lima indikator, yaitu keterkenalan (CM1), kemenarikan iklan (CM2), kemudahan memperoleh produk (CM3), kehalalan (CM4), dan keterjangkauan harga (CM5). Kemudahan memperoleh produk menjadi indikator dengan loading factor tertinggi (0.78), sedangkan keterjangkauan harga menjadi indikator dengan loading factor terendah (0.64). Hal ini menunjukkan bahwa asumsi konsumen mengenai citra merek Coca Cola dicerminkan secara dominan oleh faktor kemudahan memperoleh produk. Kemudahan perolehan produk Coca Cola sesuai dengan kondisi di lokasi penelitian. Produk Coca Cola ditempatkan dalam jumlah banyak pada posisi depan rak minuman toko. Banner dan logo Coca Cola ditampilkan secara mencolok di bagian muka rak minuman. Selain itu, konsumen paling sedikit mengasumsikan merek Coca Cola sebagai merek minuman bersoda dengan harga terjangkau. Harga Coca Cola merupakan harga minuman bersoda paling mahal di toko. Persepsi mutu mempunyai lima indikator reflektif, antara lain rasa (PM1), kemudahan memperoleh produk (PM2), tingkat harga (PM3), keamanan bagi tubuh (PM4), dan pelepas rasa haus (PM5). Pada model dapat dilihat bahwa indikator tingkat harga menjadi indikator dengan loading factor yang dominan (0.80). Hasil ini sejalan dengan asumsi konsumen mengenai kepercayaan terhadap mutu. Saat kuesioner disebar, kebanyakan konsumen menganggap bahwa harga tinggi mewakili mutu produk tinggi juga. Harga tinggi dari produk Coca Cola mempunyai keuntungan dari sisi ini, yaitu konsumen menjadi percaya dengan mutu produk. Kemudian, persepsi mutu dicerminkan paling rendah oleh indikator keamanan bagi tubuh (0.71). Mayoritas responden meyakini bahwa minuman bersoda Coca Cola bukan minuman yang aman bagi tubuh, jika dikonsumsi terlalu banyak. Setelah itu, variabel minat beli konsumen direfleksikan oleh empat indikator, seperti kemauan mencari informasi (MB1), kemauan memahami produk (MB2), keinginan mencari produk (MB3), dan kunjungan ke lokasi penjualan produk (MB4). Loading factor indikator kemauan mencari informasi tentang merek Coca Cola paling tinggi dibandingkan indikator lain (0.90). Kemudian diikuti oleh nilai loading factor indikator kemauan memahami produk (0.88), keinginan mencari produk (0.875), dan kunjungan ke lokasi penjualan merek Coca Cola (0.71). Analisis outer model dilanjutkan kepada kajian nilai AVE dan CR. Nilai AVE setiap variabel laten dalam model merek Coca Cola telah melebihi standar nilai 0.50. Nilai AVE variabel kesadaran merek merupakan nilai tertinggi (0.85), kemudian diikuti oleh nilai AVE minat beli (0.71), persepsi mutu (0.55) dan citra merek (0.51). Selain itu, nilai CR seluruh variabel laten di dalam model merek Coca Cola pun sudah melewati standar 0.70. Urutan nilai CR dari yang tertinggi hingga terkecil adalah kesadaran merek (0.92), minat beli (0.91), persepsi mutu (0.86), dan citra merek (0.84). Lampiran 8 dan 9 menampilkan grafik perbandingan nilai AVE dan CR setiap variabel laten pada model merek Coca Cola. Kajian outer model terakhir adalah penelaahan perhitungan cross loading. Setelah data diproses oleh Smart PLS 3, nilai loading factor masing-masing indikator telah lebih tinggi saat diujikan pada variabel latennya sendiri daripada saat diujikan pada variabel laten yang lain. Oleh karena itu, hasil uji cross loading pun menunjukkan bahwa bobot loading indikator telah memenuhi standar. Lampiran 10 memperlihatkan hasil perhitungan cross loading. Selanjutnya, analisis inner model diawali dengan perhitungan nilai R2 variabel laten. Terdapat tiga asumsi variabel yang dipengaruhi oleh variabel lain, yaitu citra
27
merek, persepsi mutu, dan minat beli. Kesadaran merek memberi efek kepada citra merek. Gabungan pengaruh kesadaran dan citra merek memberi imbas terhadap persepsi mutu. Kemudian, yang terakhir adalah variabel minat beli dipengaruhi oleh gabungan pengaruh antara kesadaran merek, citra merek, dan persepsi mutu. Pada model merek Coca Cola, terlihat bahwa pengaruh kesadaran merek terhadap citra merek menghasilkan R2 sebesar 0.16. Gabungan pengaruh kesadaran dan citra merek kepada persepsi mutu memberikan nilai R2 sejumlah 0.25. Setelah itu, gabungan kesadaran merek, citra merek, dan persepsi mutu memenuhi bagian pengaruh bagi minat beli sebanyak 0.31. Hasil ini memperlihatkan bahwa variabel citra merek dipengaruhi oleh kesadaran merek sebesar 16% dan sisanya dipengaruhi oleh variabel lain. Lalu, persepsi mutu dipengeruhi oleh gabungan kesadaran dan citra merek sebanyak 25% serta variabel lain sebesar 75%. Terakhir, variabel kesadaran merek, citra merek, dan persepsi mutu memberikan efek kepada variabel minat beli sebanyak 31%, sedangkan variabel lain di luar asumsi memberi efek sebesar 69%. Kajian R2 membantu dalam pemahaman seberapa besar variabel laten mempengaruhi variabel laten lain. Selain itu, persentase pengaruh yang ada menimbulkan perkiraan seberapa banyak variabel lain, yang belum diketahui, berpengaruh kepada variabel tersebut. Langkah terakhir dalam analisis inner model adalah kajian signifikansi pengaruh antar variabel laten. Pengujian signifikansi hubungan diperoleh setelah model melewati proses bootstraping, yaitu proses pemenuhan simulasi data hingga maksimal. Bootstraping pada Smart PLS 3 memaksimalkan jumlah simulasi data dari 100 menjadi 500 responden. Gambar 6 menunjukkan perubahan nilai pada model setelah proses bootstraping. PM1
KM1
35.077
KM
30.998
PM 2
12.513
12.977
PM3 20.513
PM4 9.891
PM5
11.214
Kesadaran Merek 0.274
0.966 Persepsi Mutu
5.047
Minat Beli
4.067
CM1 12.041 CM
Citra Merek
10.888
6.500 0.918 38.065 4
19.464 CM
12.591
MB1 7.980
27.648 MB2
28.730 MB3
7.822 MB4
CM4 CM 5
Gambar 6 Model bootstraping direct effect merek Coca Cola Model pasca bootstraping menampilkan beberapa pengaruh antar variabel yang signifikan. Pengaruh antar variabel yang memenuhi standar minimal 1.96 adalah pengaruh kesadaran merek terhadap citra merek, citra merek terhadap persepsi mutu,
28
dan persepsi mutu terhadap minat beli konsumen. Pengaruh kesadaran merek kepada citra merek berlangsung signifikan di nilai koefisien original sample sebesar 0.52. Pengaruh signifikan citra merek terhadap persepsi mutu berlangsung dengan nilai koefisien original sample sebesar 0.40. Yang terakhir, pengaruh signifikan persepsi mutu pada minat beli dengan nilai koefisien original sample 0.51. Hasil kajian pengaruh antar variabel memperlihatkan kesesuaian teori dengan kondisi konsumen minuman bermerek Coca Cola. Awal mula pengetahuan merek adalah kesadaran konsumen terhadap merek Coca Cola. Kesadaran ini berimbas pada kumpulan asosiasi yang dinamakan citra merek. Citra merek ternyata menghasilkan respon awal konsumen berupa persepsi mutu produk bermerek Coca Cola. Akhirnya, persepsi mutu pun mempengaruhi keputusan dan niat pembelian konsumen. Seluruh rantai pengaruh tersebut berlangsung dalam jalur yang berurutan. Tidak ada kaitan yang signifikan dari kesadaran merek terhadap persepsi mutu atau minat beli dan citra merek terhadap minat beli konsumen. Analisis SEM Merek Pepsi Langkah analisis SEM untuk kajian merek Pepsi sama seperti analisis merek Coca Cola sebelumnya. Gambar 7 mengilustrasikan hasil perhitungan SEM beberapa aspek pemasaran merek Pepsi ke dalam bentuk model. Perhatian awal terhadap model tersebut dilakukan untuk memastikan masing-masing aspek outer model telah memenuhi syarat. PM1
0.781
KM1
0.948
KM2
0.952
PM2
0.583
PM3
0.831
0.702
PM4
PM5
0.766
Kesadaran Merek 0.137
0.035 Persepsi Mutu
0.567
Minat Beli
0.579
CM1 0.793 CM2
Citra Merek
0.747
0.714 -0.109 0.926
0.656 CM3
0.660
MB1
0.898 MB2
0.882 MB3
0.812 MB4
0.742 CM4
CM5
Gambar 7 Model path akhir merek Pepsi Setelah hasil penelaahan loading factor menunjukkan bahwa masing-masing indikator sudah memenuhi standar, penelaahan dilanjutkan kepada kajian nilai loading factor tersebut. Variabel laten kesadaran merek dicerminkan oleh indikator KM1 dan KM2 dengan nilai loading factor yang sama, yaitu 0.95. Hasil ini memperlihatkan bahwa indikator pengenalan dan ingatan merek sangat
29
mencerminkan kesadaran konsumen terhadap merek Pepsi. Selain itu, data ini pun menerangkan konsumen minuman bersoda di Indonesia sadar kepada produk Pepsi. Pada variabel laten citra merek, CM1 menjadi indikator dengan loading factor terbesar (0,79) dibandingkan dengan indikator lain. Setelah CM1, nilai loading factor diikuti secara berturut-turut oleh indikator CM2 (0.75), CM5 (0.74), CM4 (0.66), dan CM3 (0.66). Data tersebut mengilustrasikan bahwa konsumen mendapatkan citra Pepsi sebagai salah satu merek minuman bersoda yang cukup terkenal, memiliki iklan yang menarik, dan dijual dengan harga terjangkau. Akan tetapi, Pepsi tidak memiliki citra sebagai produk halal dan mudah diperoleh di pasaran. Kondisi lapangan menunjukkan produk Pepsi tidak ditempatkan secara strategis di rak penjualan dan tidak ada sama sekali banner penjualan. Selain itu, promosi dan kemasan yang ada tidak jelas menunjukkan kehalalan produk Pepsi. Pada variabel laten persepsi mutu, indikator PM3 mempunyai loading factor tertinggi (0.83), sedangkan indikator PM2 memiliki loading factor terkecil (0.58). Kemudian, di antara dua indikator tersebut terdapat indikator dengan loading factor berbeda, yaitu PM1 (0.78), PM5 (0.77), dan PM4 (0.70). Bagian ini menerangkan bahwa persepsi mutu konsumen dicerminkan secara dominan oleh harga tinggi produk Pepsi. Harga pasar produk Pepsi tidak setinggi harga produk Coca Cola, tetapi cukup tinggi bila dibandingkan dengan produk minuman bersoda lain. Asumsi harga premium ini menjadikan konsumen percaya terhadap kebaikan mutu Pepsi. Variabel laten minat beli secara dominan direfleksikan oleh indikator MB1 yang memiliki loading factor sebesar 0.93. Kemudian peringkat loading factor diikuti oleh MB2 (0.90), MB3 (0.88), dan MB4 (0.81). Data ini memperlihatkan bahwa seluruh indikator yang ada sangat mencerminkan variabel minat beli konsumen dengan indikator dengan pengaruh paling besar adalah kemauan mencari informasi tentang Pepsi. Variabel laten pada model path merek Pepsi pun telah memenuhi standar nilai AVE dan CR, yaitu sebesar 0.50 dan 0.70. Nilai AVE berturut-turut dari yang terbesar hingga terkecil adalah nilai AVE variabel kesadaran merek (0.90), minat beli (0.78), persepsi mutu (0.54), dan citra merek (0.52). Nilai CR variabel laten dari yang terkecil sampai terbesar adalah citra merek (0.84), persepsi mutu (0.86), minat beli (0.93), dan kesadaran merek (0.95). Lampiran 11 dan 12 menggambarkan grafik AVE dan CR model path merek Pepsi. Pada penelaahan cross loading, terlihat dalam Lampiran 13 bahwa nilai loading factor masing-masing indikator telah memenuhi syarat. Hal ini ditunjukkan dengan nilai loading factor yang lebih tinggi saat diujikan pada variabel latennya sendiri dibandingkan dengan saat diujikan pada variabel laten lain. Selanjutnya, kajian dilanjutkan dengan penelaahan inner model. Kajian R2 memperlihatkan bahwa variabel laten kesadaran merek memberikan pengaruh kepada citra merek sebesar 32%, sedangkan 68% pengaruh lain terhadap citra merek diperoleh dari faktor lain. Gabungan kesadaran merek dan citra merek berpengaruh kepada persepsi mutu sebesar 54%, sehingga ada 46% kemungkinan peran faktor lain yang berpengaruh pada persepsi mutu. Pengaruh kesadaran merek, citra merek, dan persepsi mutu berkontribusi sebesar 33% terhadap variabel minat beli, 67% sisanya dipengaruhi oleh variabel lain di luar penelitian. Penelaahan inner model terakhir adalah tahap bootstraping direct effect. Proses bootstraping merek Pepsi serupa dengan proses yang dilakukan pada merek Coca Cola. Bootstraping direct effect merek Pepsi memaksimalkan 100 data asli menjadi
30
500 data simulasi. Simulasi data ini digunakan untuk mengetahui signifikansi keterkaitan antar variabel laten dalam model merek Pepsi. Pada hasil perhitungan di atas terlihat beberapa panah kaitan antar variabel yang memenuhi standar T-tabel 1.96. Panah kaitan tersebut antara lain pengaruh kesadaran merek terhadap citra merek (8.36), citra merek terhadap persepsi mutu (8.89), dan persepsi mutu terhadap minat beli konsumen (4.19). Masing-masing hasil tersebut mempunyai koefisien original sample senilai 0.57, 0.71, dan 0.58. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa hubungan signifikan di dalam model merek Pepsi sesuai dengan teori. Awal mula kesadaran merek berpengaruh kepada citra merek, citra merek kepada persepsi mutu konsumen, dan terakhir persepsi mutu berpengaruh pada minat beli konsumen terhadap produk bermerek Pepsi. Seluruh hubungan tersebut signifikan pada 5%. Gambar 8 menerangkan hasil bootstraping direct effect model merek Pepsi. PM1
KM1
51.268
KM2
60.152
PM2
15.304
6.067
PM3
23.348
PM4
7.648
PM5
15.376
Kesadaran Merek 1.073
0.368 Persepsi Mutu
8.355
4.194
Minat Beli
CM1 24.851 CM2
Citra Merek
14.357
8.886 0.744 48.556
9.001 CM3
8.244
MB1 13.424
35.607
25.276
MB2
MB3
14.984 MB4
CM4
CM5
Gambar 8 Model bootstraping direct effect merek Pepsi Analisis SEM Merek Big Cola Merek Big Cola merupakan jenis merek terakhir yang diujikan dengan analisis SEM dalam penelitian ini. Bentuk model dan jenis variabel laten yang diikutsertakan dalam perhitungan SEM merek Big Cola serupa dengan model dua merek sebelumnya. Variabel laten dalam model path Big Cola telah memenuhi kriteria nilai standar AVE sebesar 0.50 dan nilai standar CR sejumlah 0.70. Nilai AVE tertinggi berasal dari variabel laten kesadaran merek, yaitu 0.93, lalu diikuti oleh nilai AVE variabel minat beli (0.73), persepsi mutu (0.58), dan citra merek (0.51). Nilai CR terbesar merupakan nilai CR variabel kesadaran merek, yaitu 0.96, kemudian berturu-turut diikuti oleh nilai AVE variabel minat beli (0.91), persepsi mutu (0.87), dan citra merek (0.84). Lampiran 14 dan 15 menampilkan grafik AVE dan CR model path merek Big Cola.
31
Loading factor semua indikator telah mencukupi standar minimal 0.50, sehingga tidak perlu lagi melalui proses dropping. Dengan kata lain, penelitian tetap mengikutsertakan seluruh indikator dari setiap variabel laten yang ada. Selain itu, pada pengujian cross loading telah menampakkan bahwa loading factor masingmasing indikator lebih tinggi ketika diujikan terhadap variabel latennya sendiri daripada terhadap variabel lain. Lampiran 16 menampilkan hasil pengujian cross loading setiap indikator dalam model path merek Big Cola. Gambar 9 mengilustrasikan model path merek Big Cola. PM1
KM1
0.962
KM2
0.967
PM2
0.812
0.541
PM3
0.809
0.777
PM4
PM5
0.822
Kesadaran Merek 0.013
0.247 Persepsi Mutu
0.631
Minat Beli
0.534
CM1 0.722 CM2
Citra Merek
0.785
0.402 0.214
0.753 CM3
0.874
0.642
MB1
0.914 MB2
0.854
0.756
MB3
0.671 CM4
CM5
Gambar 9 Model path akhir merek Big Cola Kesadaran merek memiliki dua indikator yang sangat mencerminkan variabelnya. Nilai loading factor KM1 dan KM2 sebesar 0.96 dan 0.97 sangat menandakan hal tersebut. Hasil ini memperlihatkan bahwa konsumen sangat mengenal dan mengingat merek Big Cola dalam benaknya. Berbeda dengan dua merek sebelumnya, yaitu Coca Cola dan Pepsi, Big Cola merupakan merek minuman bersoda yang belum lama berada di pasaran, sehingga hasil ini menguatkan dugaan bahwa cara pengiklanan dan penempatan produk Big Cola sangat berhasil di pasaran. Indikator dengan loading factor terbesar pada variabel laten citra merek adalah CM2 dengan angka 0.79. Setelah itu, loading factor terkecil dipunyai oleh indikator CM4 dengan nilai 0.64. Indikator CM3, CM1, dan CM5 berturut-turut mempunyai nilai loading factor yang berada di antara nilai loading factor CM2 dan CM4, yaitu 0.75, 0.72, dan 0.67. Hasil perhitungan memperlihatkan kontribusi tinggi dari faktor kemenarikan iklan dalam pencitraan merek Big Cola. Kontribusi lain diperoleh dari indikator kemudahan memperoleh produk, keterkenalan, dan keterjangkauan harga. Kontribusi terkecil berasal dari indikator kehalalan produk. Berdasarkan diskusi dengan responden di luar kuesioner, kehalalan produk Big Cola menjadi hal yang diragukan oleh konsumen, karena harga produk Big Cola sangat murah dibandingkan dengan produk minuman bersoda merek lain.
MB4
32
Variabel persepsi mutu didukung oleh lima indikator reflektif dengan PM5 sebagai indikator yang mempunyai loading factor terbesar (0.82). Selain PM5, indikator PM1, PM4, dan PM3 memiliki loading factor yang cukup besar juga, yaitu 0.81, 0.81, dan 0.78. PM2 menjadi indikator dengan loading factor paling kecil sebesar 0.54. Nilai loading factor dari masing-masing indikator memperlihatkan peran besar kemampuan pelepas rasa haus, rasa produk, keamanan bagi tubuh, dan tingkat harga bagi variabel persepsi mutu konsumen Big Cola. Di samping itu, indikator kemudahan memperoleh produk Big Cola tidak memberikan kontribusi sebesar indikator lain bagi variabel persepsi mutu konsumen. Produk Big Cola sudah ditempatkan secara jelas pada rak penjualan masing-masing lokasi pengambilan data, tetapi sering kehabisan stok. Hal ini kadang membuat konsumen menghadapi jeda waktu untuk bisa memperoleh kembali produk Big Cola di lokasi penjualan tertentu. Variabel minat beli konsumen mempunyai empat indikator dengan loading factor tinggi, antara lain MB1 (0.87), MB2 (0.91), MB3 (0.85), dan MB4 (0.75). Loading factor indikator MB4 atau kunjungan konsumen ke lokasi penjualan produk Big Cola tidak setinggi loading factor indikator lain. Hasil tersebut bisa disebabkan oleh faktor kunjungan ke lokasi penjualan tertentu bukan faktor dominan yang berpengaruh terhadap minat beli konsumen. Berikutnya, analisis inner model diawali dengan perhitungan nilai R2 variabel laten. Pada model path Big Cola, variabel citra merek dipengaruhi oleh kesadaran merek, variabel persepsi mutu dipengaruhi oleh kesadaran dan citra merek, serta variabel minat beli konsumen dipengaruhi oleh persepsi mutu, kesadaran, dan citra merek. Perhitungan R2 akan memberikan gambaran seberapa besar porsi pengaruh antar variabel di dalam model. Nilai R2 variabel citra merek menunjukkan angka 0.40, sehingga dapat diasumsikan bahwa kesadaran merek mempengaruhi citra merek sebanyak 40%. Nilai R2 variabel persepsi mutu memunculkan angka 0.35, yang menggambarkan kemungkinan kesadaran dan citra merek mempengaruhi variabel persepsi mutu sebesar 35%. Kemudian, nilai R2 dalam variabel minat beli adalah 0.47, dimana nilai tersebut merupakan gabungan pengaruh kesadaran, citra merek, dan persepsi mutu terhadap minat beli konsumen. Analisis inner model terakhir adalah penelaahan signifikansi jalur pengaruh antar variabel laten melalui proses bootstraping. Terdapat lima hubungan yang berlangsung secara signifikan di dalam model bootstraping direct effect merek Big Cola. Kesadaran merek dapat berpengaruh secara langsung terhadap citra merek dengan koefisien original sample sebesar 0.63. Citra merek berpengaruh langsung terhadap persepsi mutu dengan koefisien original sample 0.40. Persepsi mutu pun berpengaruh langsung pada variabel minat beli konsumen di angka koefisien original sample senilai 0.53. Kemudian, model bootstraping direct effect merek Big Cola juga memperlihatkan bahwa kesadaran merek dapat berpengaruh secara langsung terhadap persepsi mutu produk dengan koefisien original sample sebesar 0.25. Selain itu, citra merek pun mampu mempengaruhi minat beli konsumen secara langsung pada angka koefisien original sample 0.21. Gambar 10 memampang hasil bootstraping model merek Big Cola.
33
PM1
PM2
23.636
KM1
72.631
KM2
116.739
5.099
PM3
16.246 19.489
PM4
PM5
26.147
Kesadaran Merek 0.129
2.111 Persepsi Mutu
9.992
Minat Beli
5.811
CM1 13.337 CM2
Citra Merek
20.503
3.584 2.216 33.558
15.054 CM3
9.450
MB1 9.790
52.695
19.690
MB2
MB3
8.232 MB4
CM4
CM5
Gambar 10 Model bootstraping direct effect merek Big Cola Hasil tersebut menjadikan kaitan antar variabel laten pada model merek Big Cola berbeda dari kedua model merek sebelumnya. Pada model ini, terdapat efek langsung dari kesadaran merek terhadap persepsi mutu dan citra merek terhadap minat beli konsumen. Big Cola merupakan merek minuman bersoda terbaru yang ada di pasaran, sehingga memungkinkan terjadinya hubungan antar variabel yang berbeda dari model merek lain. Big Cola, sebagai merek baru, membuat inovasi ukuran volume isi dan kemasan botol yang belum dipergunakan oleh merek lain sebelumnya. Big Cola pun menawarkan harga yang lebih rendah dibandingkan merek lain bagi konsumen. Rasa produk yang ditawarkan pada konsumen pun lebih variatif. Hal ini semakin meningkatkan rasa ingin tahu dan kesadaran konsumen terhadap Big Cola menjadi sangat tinggi. Rasa ingin tahu yang tinggi mengakibatkan kesadaran dan citra merek dapat berpengaruh langsung pada persepsi mutu dan minat beli konsumen. Perbandingan Penerimaan Hipotesis Antar Model Berdasarkan perhitungan SEM, terdapat satu model merek dengan prediksi kaitan antar variabel laten yang berbeda dari dua model lain. Tabel 10 menampilkan penerimaan hipotesis dari masing-masing model. Tabel 10 Penerimaan hipotesis analisis SEM No. Merek Penerimaan Hipotesis 1 Coca Cola H1, H3, dan H6 2 Pepsi H1, H3, dan H6 3 Big Cola H1, H2, H3, H5, dan H6 Perbedaan penerimaan hipotesis pada masing-masing model menunjukkan ada perbedaan kinerja setiap variabel pemasaran. Pada merek Coca Cola dan Pepsi kaitan
34
pengaruh antar variabel yang terjadi adalah seperti yang diilustrasikan oleh Gambar 11. Kesadaran Merek
Citra Merek
Persepsi Mutu
Minat Beli
Gambar 11 Pengaruh antar variabel laten model merek Coca Cola dan Pepsi Hasil perhitungan pada model Big Cola menunjukkan bahwa terdapat kemungkinan kesadaran merek berpengaruh langsung terhadap persepsi mutu dan citra merek berpengaruh langsung terhadap minat beli konsumen. Oleh karena itu, kaitan pengaruh antar variabel dalam model merek Big Cola berbentuk seperti pada Gambar 12. Kesadaran Merek
Citra Merek
Persepsi Mutu
Minat Beli
Gambar 12 Pengaruh antar variabel laten model merek Big Cola Implikasi Manajerial Banyak aspek pemasaran yang masih mampu mempengaruhi keberhasilan merek, meskipun konsumen telah mengenal lama konsumen tersebut. Coca Cola dan Pepsi sebagai merek minuman bersoda lama di Indonesia, harus meningkatkan kewaspadaan pasar dan memahami lebih dalam perilaku konsumen ritel di Kota Bogor. Berdasarkan analisis tingkat kesadaran merek, Coca Cola dan Pepsi mulai terancam oleh produk Big Cola yang selalu dalam peringkat lima besar tahap merek pemuncak pikiran, ingatan merek, dan pengenalan merek. Hal tersebut menjadi informasi penting, karena Big Cola merupakan merek baru di pasar Indonesia. Selain itu, asosiasi merek Big Cola lebih banyak daripada Coca Cola dan Pepsi. Tiga asosiasi sah dari Coca Cola adalah minuman menyegarkan, mudah diperoleh, dan produk dengan iklan menarik, sedangkan dua asosiasi sah dari Pepsi adalah minuman menyegarkan dan halal. Big Cola mempunyai lima asosiasi yang sah, yaitu minuman menyegarkan, halal, memiliki harga terjangkau, mudah diperoleh, dan volume memuaskan konsumen. Berdasarkan analisis SEM, memberikan pengetahuan merek kepada konsumen turut andil dalam pembentukan persepsi mutu dan berujung pada minat beli konsumen. Jika analisis SEM tersebut dikaitkan uji asosiasi merek, maka keberhasilan kesadaran dan citra merek dalam mempengaruhi persepsi mutu dan minat beli konsumen berkaitan dengan jumlah asosiasi sah suatu merek. Bagi Coca Cola dan Pepsi, yang mempunyai dua dan tiga asosiasi sah, peningkatan minat beli konsumen harus diawali oleh peningkatan kesadaran merek, citra merek, lalu persepsi mutu secara berurutan (Gambar 13). Berbeda dengan Big Cola, yang memiliki lima asosiasi sah, minat beli konsumen dapat ditingkatkan lewat tiga alternatif berbeda. Alternatif pertama dapat dilakukan seperti yang terjadi pada
35
jalur peningkatan minat beli Coca Cola dan Pepsi. Alternatif kedua, usaha peningkatan kesadaran merek Big Cola bisa berimbas pada peningkatan persepsi mutu dan berujung pada peningkatan minat beli konsumen (Gambar 14). Alternatif ketiga, usaha peningkatan kesadaran merek Big Cola pun berdampak terhadap citra merek dan citra merek akan meningkatkan minat beli secara langsung (Gambar 15). Kesadaran Merek
Citra Merek
Persepsi Mutu
Minat Beli
Gambar 13 Alternatif pertama hasil analisis jalur pengaruh antar variabel Kesadaran Merek
Persepsi Mutu
Minat Beli
Gambar 14 Alternatif kedua hasil analisis jalur pengaruh antar variabel Kesadaran Merek
Citra Merek
Minat Beli
Gambar 15 Alternatif ketiga hasil analisis jalur pengaruh antar variabel Tindakan perencanaan merupakan langkah penting dalam meningkatkan minat beli konsumen. Pada Coca Cola dan Pepsi, peningkatan minat beli konsumen lebih baik dimulai dengan perbanyakan teknik pemberian informasi merek, bisa melalui penayangan iklan yang tepat sasaran atau penempatan posisi produk di toko penjualan secara lebih baik. Hal tersebut merupakan bentuk upaya peningkatan kesadaran merek terlebih dulu. Setelah itu, penerangan atribut merek secara lebih baik diharapkan mampu berpengaruh terhadap peningkatan citra merek, seperti penawaran harga yang lebih baik, pengaitan merek dengan event tertentu, ilustrasi produk yang menarik, dan lainnya. Gabungan atribut yang membentuk citra merek tersebut diharapkan bisa membentuk persepsi mutu positif di dalam pikiran konsumen. Kemudian, persepsi mutu positif akan membuat konsumen menjadi lebih tertarik untuk menghampiri tempat penjualan, mencari informasi, dan menelaah produk lebih dalam, sehingga menimbulkan minat beli positif terhadap Coca Cola dan Pepsi. Peningkatan minat beli konsumen terhadap Big Cola mempunyai alternatif perencanaan yang lebih beragam. Pengenalan dan pengulangan informasi merek dapat membentuk langsung persepsi mutu, seperti melalui iklan, informasi brosur brosur, perbanyakan lokasi penjualan, dan promosi. Penerangan atribut merek secara jelas pun bisa langsung mempengaruhi minat beli konsumen, seperti penawaran harga, perancangan volume isi botol, kemudahan produk untuk dijangkau, dan penambahan inovasi rasa produk yang sesuai dengan celah kebutuhan pasar. Pelaku bisnis dalam negeri diharapkan agar memahami betul peran penting aplikasi merek bagi pemasaran yang teranalisis dari penelitian ini. Merek dari perusahaan besar multinasional, seperti Coca Cola, Pepsi, dan Big Cola, pun mengalami
36
tantangan pengembangan masing-masing merek. Selain itu, masing-masing langkah pengembangan merek berpengaruh juga bagi peningkatan minat beli konsumen.
36
5. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Penelitian ini disertai oleh komposisi responden laki-laki dan perempuan yang cukup seimbang dengan mayoritas usia 25-39 tahun. Pendidikan terakhir dan penghasilan per bulan responden mayoritas setingkat sarjana dan sebesar kurang dari Rp 500,000.00 serta antara Rp 2,500,000.00 hingga Rp 4,000,000.00. Tiga merek dari grup Coca Cola Company, yaitu Coca Cola, Fanta, dan Sprite, menjadi merek pemuncak pikiran bagi responden. Merek Sprite, Fanta, dan Pepsi berturu-turut menjadi tahap ingatan merek bagi responden. Mayoritas responden mengingat merek Big Cola di tahap pengenalan merek. Penelitian ini menunjukkan bahwa Big Cola sebagai merek minuman bersoda baru di Indonesia mampu menjadi anggota lima besar dari masing-masing kategori tingkat kesadaran merek. Kebanyakan responden memperoleh informasi mengenai berbagai merek minuman bersoda dari iklan televisi. Pengujian menghasilkan asosiasi berbeda-beda bagi masing-masing merek yang diujikan. Asosiasi dari merek Coca Cola adalah minuman menyegarkan, mudah diperoleh, dan produk dengan iklan menarik. Asosiasi dari merek Pepsi hanya ada dua saja, yaitu minuman yang menyegarkan dan halal. Big Cola memiliki asosiasi sebagai minuman menyegarkan, halal, memiliki harga terjangkau, mudah diperoleh, dan mempunyai volume yang memuaskan. Melalui uji SEM, merek Coca Cola dan Pepsi mempunyai hubungan antar variabel yang sangat sesuai dengan teori. Hubungan tersebut berupa kesadaran merek terlebih dulu mempengaruhi citra merek, citra merek mempengaruhi persepsi mutu produk, dan terakhir persepsi mutu mempengaruhi minat beli konsumen. Uji SEM merek Big Cola membentuk pola pengaruh antar variabel yang berbeda dari Coca Cola dan Pepsi. Big Cola memiliki pola hubungan yang sama dengan pola hubungan pada Coca Cola dan Pepsi, lalu ditambah dengan kesadaran merek yang bisa mempengaruhi langsung terhadap persepsi mutu serta citra merek yang dapat mempengaruhi langsung minat beli konsumen. Hal ini dapat disebabkan rasa penasaran konsumen pada merek baru masih tinggi dan juga keberhasilan teknik promo serta inovasi produk yang tepat sasaran. Saran Secara keseluruhan, sudut pandang konsumen sangat penting bagi keberhasilan pemasaran. Sangat penting bagi perusahaan untuk melakukan pemeliharaan pasar secara kontinu untuk menjaga strategi produk untuk selalu tepat sasaran. Hal ini pada akhirnya akan berimbas pada ketahanan pangsa pasar suatu perusahaan. Secara khusus, produsen minuman bersoda yang masuk ke pasar ritel Kota Bogor harus menyeimbangkan mutu produk dengan kemauan pasar yang pragmatis. Dalam hal ini, konsumen minuman bersoda di Kota Bogor senang dengan variasi rasa produk yang beragam, namun amat sensitif dengan perubahan harga.
37
Kemudian, penelitian lanjutan diperlukan untuk melengkapi penelitian ini. Penelitian lanjutan yang perlu dilakukan bisa berupa kajian perilaku konsumen ritel dan efektivitas kegiatan pemasaran berbagai merek minuman bersoda di Kota Bogor. Penelitian lanjutan potensial lain adalah analisis sensitivitas harga minuman bersoda dari beragam merek di Kota Bogor. Selain itu, kajian ekuitas merek minuman bersoda secara rinci pun menarik untuk dilakukan pada penelitian lanjutan. DAFTAR PUSTAKA Aaker D. 1996. Measuring brand equity across products and markets. California Management Review. 38(3), 102-20. Aaker D. 1997. Manajemen Ekuitas Merek. Spektrum, Jakarta. Aghdaie SFA, Dolatabadi HR, dan Aliabadi VS. 2012. An analysis of impact of brand credibility and perceived quality on consumers’ evaluations of brand alliance. International Journal of Marketing Studies. 4(2): 93-102.doi: 10.5539. BBC Knowledge. 2011. Secrets of The Superbrands. http://www.bbc.co.uk/programmes/b011llvt. 15 Mei 2015. Cekindo. 2010. Makanan dan Minuman. http://www.cekindo.com/id/sektor/makanan-dan-minuman.html. 15 Mei 2015. Chin WW. 1998. The Partial Least Squares Approach for Structural Equation Modeling. Marcoulides GA (Ed). Modern Method for Business Research. Erlbaum, New Jersey. Duncan T. 2005. Principles of Advertising and Integrated Marketing Communication. McGraw-Hill, New York. Durianto D et.al. 2004. Brand Equity Ten: Strategi Memimpin Pasar. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Foodreview Indonesia. 2011. Prospek dan perkembangan industri minuman ringan di Indonesia. http://foodreview.co.id/index1.php?view2&id=56483#.V4kPLxJauXJ. 15 Mei 2015. Ghozali I. 2006. Structural Equation Modeling Metode Alternatif dengan Partial Least Square (PLS). UNDIP, Semarang. Gregory JR dan Wiechmann JG. 2001. Branding Across Borders. McGraw-Hill, New York. Hananto A dan Taryadi. 2011. Analysis of relationship between pioneer brand status and consumer’s attitude toward a brand (case on Yamaha Automatic versus Honda Automatic transmission motorcycle in Indonesia). ASEAN Marketing Journal. 3(1). Haryono S dan Wardoyo P. 2012. Structural Equation Modeling: untuk Penelitian Manajemen Menggunakan AMOS 18.00. Intermedia Personalia Utama, Bekasi Haubl G. 1996. A cross-national investigation of the effects of country of origin and brand name on the evaluation of a new car. International Marketing Review. 13(5). Hellier PK, Ceursen GM, Carr RA, dan Rickard A. 2003. Customer repurchase intention: A general structural equation model. European Journal of Marketing. 37(11/12), 1762-1800. http://dx.doi.org/10.1108/03090560310495456.
38
Keller KL. 2008. Strategic Brand Management: Building, Measuring, and Managing Brand Equity. Pearson Education Inc., New Jersey. Kotabe M dan Helsen K. 2010. Global Marketing Management. John Wiley & Sons Inc., Hoboken. Kotler P dan Keller KL. 2009. Manajemen Pemasaran. Ed. 13. Erlangga, Jakarta. Magid JM, Anthony D, dan Dena S. 2006. Quantifying brand image: empirical evidence of trademark dilution. American Business Law Journal. 43(1), 1-42. Mowen JC dan Minor M. 1998. Consumer Behavior. Prentice Hall, New Jersey. Ogba IE dan Tan Z. 2009. Exploring the impact of brand image on customer loyalty and commitment in China. Journal of Technology Management in China. 4(2): 132-144. Rahayu S. 2012. Customer perceived brand equity in measuring consumption preference towards local and imported products: a serial studies on urban and suburban level of Indonesia society in greater Jakarta. ASEAN Marketing Journal. 4(2). Ranjbarian B, Sanayei A, Kaboli MR, dan Hadadian A. 2012. An analysis of brand image, perceived quality, customer satisfaction and repurchase intention in Iranian department stores. 7(6): 40-45.doi: 10.5539. Rizkalla N dan Suzanawaty L. 2012. The effect of store image and service quality on private label brand image and purchase intention. ASEAN Marketing Journal. 4(2). Saidah Z. 2005. Kajian ekuitas merek ikan kaleng dan implikasinya terhadap bauran pemasaran [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Schiffman LG dan Kanuk LL. 2007. Consumer Behavior, ninth edition. PrenticeHall, Inc., New Jersey. Schiffman LG dan Kanuk LL. 2010. Consumer Behavior, tenth edition. Pearson Education, London. Sumarwan U. 2011. Perilaku Konsumen: Teori dan Penerapannya dalam Pemasaran. Penerbit Ghalia Indonesia, Bogor. Sunardi GB. 2009. Consumer’s perception under the construct of nationalism, worldmindedness, “made in” labels, and brands. Jurnal Ilmu administrasi dan organisasi. 16(2): 68-73. TIBCO. 2016. Compound Annual Growth Rate. http://informatics.sepa.org.uk/SpotfireWeb/Help/GUID-5C40D927-A3E64139-A935-1AFA7DE161F5.html. 26 Oktober 2016. Tirtasuwanda RR. 2003. Analisis ekuitas merek terhadap minuman bersoda merek Coca Cola di kota Bogor: studi kasus terhadap pelajar SMU di kota Bogor [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Tu YT, Li ML, dan Chih HC. 2013. An empirical study of corporate brand image, customer perceived value, and satisfaction on loyalty in shoe industry. Journal of Economics and Behavioural Studies. 5(7): 469-483. Tuckwell KJ. 2008. Integrated Marketing Communications: Strategic Planning Perspectives. Pearson Education Canada, Ontario. Wu PCS, Yeh GYY, dan Hsiao CR. 2011. The effect of storage image and service quality on brand image and purchase intention for private label brands. Australasian Markering Journal. 19(1): 30-39. Yaseen N, Tahira M, Gulzar A, dan Anwar A. 2011. Impact of brand awareness, perceived quality, and customer loyalty on brand profitability and purchase
39
intention: a resellers’ view. Interdisciplinary Journal of Contemporary Research in Business. 3(8). Yoo B et.al., 2000. An examination of selected marketing mix elements and brand equity. Journal of The Academy of Marketing Science. 28 : 195-211. Zeithaml VA. 1988. Consumer perceptions of price, quality, and value: A means-end model and synthesis of evidence. Journal of Marketing, Vol. 52, No. 3, pp. 2-22. http://dx.doi.org/10.2307/1251446.
40
LAMPIRAN Lampiran 1. Wawancara Pendahuluan I Narasumber Pekerjaan
: Ade Rastiardi : Dosen Desain Grafis dan Praktisi Pemerekan
1. Bagaimana peran merek bagi suatu produk dalam pemasaran? Jawaban : Merek adalah identitas produk yang bersangkutan. Unsur utama merek biasanya terdiri atas nama/naming dan citra (identitas) visual, lebih dikenal dengan sebutan logo (brand-identity). Merek menjadi citra pokok untuk acuan aktivitas dalam pemasaran. Dalam kegiatan pemasaran ini, selain nama dan logo, unsur-unsur lain satu merek yang dipakai sebagai acuan, antara lain warna, tagline, dan sebagainya. Yang lengkap biasanya diatur dalam satu graphicmanual. Untuk merek satu produk, diperlukan unsur lain seperti kemasan. Berdasarkan citra pokok (basic image) tersebut, pihak pemasaran menyusun briefing-strategis ataupun program pemasaran untuk diimplementasikan secara menyeluruh oleh internal perusahaan maupun eksternal/rekanan seperti Branding Company/Design Studio, Biro Iklan, Kehumasan/PR Company dan sebagainya, dimana semua kegiatan terkait dengan program pemasaran dilakukan secara terintegrasi. 2. Saat ini, banyak artikel dan buku mengatakan bahwa pengembangan aspek-aspek merek telah menjadi lebih penting daripada pengembangan formula atau komponen produk. Apa pendapat Anda mengenai pernyataan tersebut? Jawaban : Menurut pendapat saya : - Tergantung dari produknya. Kalau aspek formula/komponen produk sudah optimal pengembangannya, maka pengembangan akan menyentuh aspek lainnya, termasuk merek, kemasan, dan lain-lain. - Di lain sisi, aspek merek tidak bisa dikembangkan begitu saja tanpa ada keterkaitan dengan formula/komponen produk atau product features, isi atau manfaat produk. Justru keduanya, yaitu merek dan formula, seiring dalam pengembangannya. Misalnya, mie instan dimana pengembangan aspek formula (baca : rasa) begitu banyak, seiring dengan itu dibuat tampilan kemasannya. 3. Apakah sebuah produk dengan merek berkekuatan lebih tinggi dapat mengalahkan pemasaran produk dengan merek berkekuatan lebih rendah? Jawaban : Harus diperjelas dulu apa maksud “kekuatan” disini. - Kalau yang dimaksud “kekuatan” itu adalah citra produk, maka pernyataan di atas dapat dibenarkan. Tetapi produk tidak bisa hanya semata-mata mengandalkan kekuatan citra. Ia harus diimbangi dengan kekuatan isi, benefit, feature dan sebagainya. - Kalau yang dimaksud “kekuatan” itu hanya aspek merek semata, yaitu nama produk bagus dan menjual, tampilan kemasan menarik dan seterusnya, tetapi
41
Lampiran 1. Wawancara Pendahuluan I (lanjutan) tidak dengan isi atau mutu produk, maka kekuatan pemasaran produk ini tidak akan bertahan lama. 4. Menurut Anda, bagaimana tahapan kinerja yang dilakukan merek dalam mempengaruhi pemasaran suatu produk? Jawaban : - Dari sudut pandang komunikasi (penamaan) merek mempengaruhi kesan pertama bagi masyarakat calon konsumen. Penamaan merek menggunakan kosa kata sama sekali baru, biasanya memerlukan upaya yang lebih keras dalam menanamkan makna di benak konsumen. Contoh, misalkan Rinso (pengembangan dari kosata to rinse = mencuci) untuk telinga sebagian besar konsumen Indonesia kata Rinso tidak mengandung arti apa-apa, kecuali mereka yang paham bahasa Inggris. Upaya keras disini adalah bagaimana Rinso tanpa henti melakukan komunikasi pemasaran, bahkan tetap dilakukan meskipun sudah menjadi market-leader. Maka ditengah persaingan yang ketat sekarang ini, banyak produsen cenderung memilih nama merek yang langsung dipahami masyarakat. Misalnya, Mie Sedap, Buavita, dan lain-lain. - Penulisan nama merek. Penulisan nama merek banyak disesuaikan demi kemudahan baca dan pertimbangan pemasaran, melalui antara lain aspek ejaan, contoh : So-Klin, Taft. Aspek “penulisan bunyi”, misalnya, Jeep (dari GP = General Purpose) dan seterusnya. - Nama merek biasanya juga harus singkat, mudah dibaca, tidak ada konotasi negatif. Ada beberapa pengecualian tergantung jenis produk. Produk-produk eksotis sering justru menggunakan nama yang anomali. Misalnya, Poison, merek minyak wangi. - Tentu unsur-unsur merek lainnya (warna, tipografi, tampilan visual, dan lainnya) juga punya peran dalam komunikasi, terutama komunikasi pemasaran. - Dari sudut pandang pemasaran, kurang-lebih sudah terjawab pada pertanyaan nomor 1. 5. Menurut Anda, bagaimana perkembangan pemerekan berbagai produk yang ada di Indonesia? Jawaban : Perkembangan pemerekan menurut saya meliputi inovasi, varian produk, tampilan dan penyajian visual. - Inovasi mencakup hal-hal yang sama sekali baru. Ini menurut saya tidak banyak dalam kurun waktu 30-40 tahun sejak 1960an, yang perlu dicatat (maaf kalau pencantuman tahunnya kurang tepat) : -Sekitar 1970an : munculnya mie instan, dan sabun detergen -Sekitar 1980an : era penggunaan komputer, faximile -Sekitar 1990an : era penggunaan mobile telephone -Sekitar 2000an : munculnya instant coffee dalam sachet dan era penggunaan gadget/media sosial
42
Lampiran 1. Wawancara Pendahuluan I (lanjutan)
-
Tersebut di atas menurut saya adalah era kemunculan produk-produk inovatif di Indonesia yang mengubah perilaku (dalam aspek kebiasaan penggunaan) masyarakat. Tentu masih banyak yang lainnya. Varian produk, tentu tergantung jenis produknya. Produk makanan (consumer product) paling banyak memunculkan varian produk. Varian produk biasanya diikuti dengan penggunaan tampilan visual, kemasan baru dan sebagainya.
6. Bagaimana perkembangan pemerekan produk dalam negeri jika dibandingkan dengan pemerekan yang dilakukan oleh produk luar negeri? Apakah merek dalam negeri sudah mampu bersaing? Jawaban : Membandingkan perkembangan merek produk dalam negeri dan luar negeri, serta apakah dalam negeri mampu bersaing, memerlukan pembahasan yang cukup panjang. Terlalu banyak parameter dan tolok ukurnya. Pertanyaan ini justru memunculkan reaksi pertanyaan-pertanyaan untuk mengawali jawaban, sebagai berikut : - Perkembangan merek Indonesia dibandingkan luar negeri, luar negeri yang mana? Asean, Asia, dan seterusnya? Produk atau merek yang mana saja? Menurut saya, perkembangan satu merek ditentukan banyak faktor, antara lain perekonomian makro dan mikro di negara tersebut, income dan daya beli masyarakat, kultur masyarakat di negara tertentu, dan banyak lagi. Kemudian jenis produknya, di satu negara produk A sangat berkembang, tapi tidak berkembang di negara lain dan seterusnya. Namun secara umum, perkembangan merek produk, berarti kemajuan perekonomian negara ybs. dengan kata lain, bila negara maju perekonomiannya, maka akan berimbas pada sektor-sektor lain atau sektor turunannya. Pembahasan bisa lebih fokus kalau ditentukan jenis, nama, atau merek produknya, ditentukan negara mana saja (sebaiknya yang apple to apple, jangan negara maju dibandingkan dengan negara berkembang, ini tidak imbang), ditetapkan periodenya, misalnya, lima tahun terakhir dan seterusnya. - Apakah dalam negeri mampu bersaing? Pertanyaannya : -Apakah sudah ada kesetaraan dalam memasuki “panggung persaingan”, artinya kesempatan yang sama. Karena sering justru produk dalam negeri sering tidak diberi kesempatan untuk bersaing. Pangkal dari hal ini adalah kebijakan dan keberpihakan yang berwenang dalam hal ini lembaga eksekutif, legistatif maupun yudikatif. -Indonesia, negeri yang buminya sangat kaya adalah sasaran atau objek untuk dijadikan konsumen oleh negara maju, dijadikan sawah ladang negara maju, masyarakat Indonesia menjadi pekerjanya, sementara mandor dan tuan tanahnya negara-negara maju. -Negara-negara maju sudah terlalu jauh mengintervensi Indonesia, di bidang regulasi, permodalan/keuangan, sumber daya alam, dan lain-lain. -Untuk produk tertentu merek buatan Indonesia sudah mampu menjadi tuan di negeri sendiri. Walaupun perlu ditelaah, siapa pemodalnya. Kalau pemodalnya mayoritas asing artinya yang tidak sepenuhnya tuan di negeri sendiri.
43
Lampiran 1. Wawancara Pendahuluan I (lanjutan) -Jadi intinya, untuk menentukan apakah kita mampu bersaing, banyak parameter yang harus disepakati. Beberapa produk konsumen (consumer product) sudah mampu bersaing di dalam negeri, beberapa sudah diekspor. Untuk produk-produk vital dan strategis, seperti peralatan, transportasi, misalnya industri pesawat terbang, mobil, dan sebagainya. Sementara kesetaraan dalam memasuki panggung persaingan, belum ada. 7. Apa saja faktor penghambat bagi merek dalam negeri untuk bersaing di dalam pasar? Jika ada, berikan pendapat merek dalam negeri apa saja yang sudah mampu mengatasi hambatan tersebut? Jawaban : Faktor penghambat itu justru sering dari pemerintah yang tidak memberikan proteksi untuk produk-produk yang masih perlu proteksi dalam bersaing. Negara maju seperti Jepang, Korea, India, Tiongkok, dan lainnya, sebelumnya memberikan proteksi secara proporsional untuk pproduk nasional tertentu, sebelum menjadi negara maju yang mampu bersaing secara bebas. Merek dalam negeri yang 100% semuanya dalam negeri sepertinya hampir tidak ada. Ambil contoh jamu obat untuk tradisional. Produk asli dalam negeri? Saya percaya tidak 100% swadaya. Produk ini sudah mampu mengatasi hambatan tersebut, mungkin karena faktor kultur dan kebiasaan masyarakat Indonesia minum jamu dan bentuk produk serta kemasan yang disajikan secara modern. Mie instan adalah contoh lain dari produk dalam negeri yang sudah dieksor ke banyak negara. 8. Beberapa artikel menerangkan bahwa perhatian pengusaha dalam negeri terhadap pengembangan kekuatan merek, terutama usaha kecil menengah (UKM), sangat rendah. Setujukah Anda dengan pendapat di dalam artikel tersebut? Jelaskan alasannya. Jawaban : Setuju. Karena UKM tidak menarik bagi pengusaha dalam negeri terutama pemodal besar yang tentu ingin pendapatan yang besar pula. UKM perputaran uangnya kecil. Maka untuk pengembangan kekuatan merek, praktisi UKM lah yang harus aktif, ditunjang proteksi proporsional dari pemerintah, serta uluran tangan para praktisi terkait bidang pemasaran, pemerekan, desain dan sebagainya. Perkembangan merek produk UKM, hanya akan tumbuh pesat apabila ada rasa nasionalisme yang kuat dan merata di kalangan praktisi UKM, pemerintah dan praktisi terkait tersebut di atas. Negara Taiwan menjadi negara maju, salah satu faktor pentingnya adalah kemajuan industri UKM.
44
Lampiran 2. Wawancara Pendahuluan II Narasumber Pekerjaan
: Agoes Joesoef : Dosen Desain Grafis dan Praktisi Pemerekan
1. Bagaimana peran merek bagi suatu produk dalam pemasaran? Jawaban : Sangat erat kaitannya. Dalam kamus kosakata Interbrand-sebagai konsultan brand terkenal di dunia yang berpusat di New York, mendefinisikan brand; Suatu perpaduan dari atribut yang terukur nyata dan tidak terukur, yang disimbolisasikan melalui sebuah nama dagang, yang apabila dikelola dengan tepat dapat menghasilkan nilai dan mempunyai pengaruh (Interbrand Group, 2003). Jelas bahwa yang dimaksud dengan pengaruh di sini adalah pengaruh brand terhadap konsumen, yang penyampaiannya menggunakan strategi komunikasi lewat pemasaran. Yang perlu diingat berdasarkan Interbrand Group tersebut, bahwa membangun brand lewat pemasaran dianjurkan untuk melalui dua jalur utama yaitu jalur intagible dan tangible. 2. Saat ini, banyak artikel dan buku mengatakan bahwa pengembangan aspek-aspek merek telah menjadi lebih penting daripada pengembangan formula atau komponen produk. Apa pendapat Anda mengenai pernyataan tersebut? Jawaban : Branding adalah membangun kepercayaan diri konsumen dalam mengkonsumsi produk yang disuguhkan. Bukan hanya menikmati ingredients atau formula atau komponen atau spesifikasi produk. Konsumen lebih mempercayai brand yang yang melekat pada produk. Contoh, jam tangan yang isinya relatif sama sesuai dengan kelasnya, akan lebih membanggakan pemakai apabila melekat disana brand yang prestisius seperti BMW atau Ferrari. Konsumen lebih bangga dengan brand dari pada formula atau komponen di dalamnya. Bahkan saking cintanya konsumen terhadap produk, ada brand yang telah memasuki tingkat brand religion, berarti bukan hanya brand loyalty. 3. Apakah sebuah produk dengan merek berkekuatan lebih tinggi dapat mengalahkan pemasaran produk dengan merek berkekuatan lebih rendah? Jawaban : Sebelumnya harus disadari terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan merek dengan kekuatan rendah dan merek dengan kekuatan tinggi. Jelas sekali apabila pengertian merek dengan kekuatan lebih tinggi akan mengalahkan produk yang memilki merek berkekuatan lebih rendah. Contoh, ada sejumlah t-shirt, yang satu dengan gambar brand Mercedes Benz. Dan yang satu lagi t-shirt dengan gambar brand KIA. Kita tahu dua-duanya adalah brand dari kendaraaan yang ada di sekitar kita. Memilki reputasi yang tidak diragukan. Kemudian kita berikan kepada sejumlah orang untuk memilih dan memakai secara gratis. Kita dapat bayangkan, saya yakin, orang akan lebih banyak memilih t-shirt dengan brand Mercedes Benz, yang lebih memilki emotional brand. Itulah kekuatan brand, yang mampu secara spontan atau emosional mengungguli brand yang lebih rendah.
45
Lampiran 2. Wawancara Pendahuluan II (lanjutan) 4. Menurut Anda, bagaimana tahapan kinerja yang dilakukan merek dalam mempengaruhi pemasaran suatu produk? Jawaban : Sangat tergantung dari merek tersebut dalam positioning seperti apa saat kinerja itu akan dilakukan. Artinya kita hendaknya mengukur terlebih dahulu brand positioning, target market, psikografi konsumen, pesaing dan budget yang tersedia. Setelah menyadari kekuataan internal ini kita kemudian membuat marketing dan komunikasi strategi yang akan ditujukan konsumen. Secara visual, verbal, audio, direncanakan secara integrated dalam satu tone and manner yang konsisten dan diminati target audience. Untuk mencapai sasaaran dengan telak, dapatkan insight, melalui pendekatan interpersonal, lewat indept interview atau FGD, dengan beberapa konsumen. Insight akan memberikan jawaban yang tepat mengenai ekspektasi konsumen. Jadi tinggal kita suguhkan sesuatu yang memang betul-betul diinginkan oleh konsumen. 5. Menurut Anda, bagaimana perkembangan permerekan berbagai produk yang ada di Indonesia? Jawaban : Produsen di Indonesia belum sepenuhnya menyadari peran dan manfaat membangun brand untuk produk yang dibuatnya. Tapi setidaknya sudah mulai sadar terlihat dari beberapa merek yang ada seperti teh Sari Wangi yang menyadari betul ada momentum mudik saaat lebaran. Kemudian, membuat strategi brand dengan melalui brand activation dengan tema EXCELLENT SERVICES dan AFFECTIVE EXPERIENCES dalam rangka membangun brand. (Nanang Siswanto, Senior Brand Manager Sari Wangi, 2009). Dan masih banyak lagi. 6. Bagaimana perkembangan permerekan produk dalam negeri jika dibandingkan dengan permerekan yang dilakukan oleh produk luar negeri? Apakah merek dalam negeri sudah mampu bersaing? Jawaban : Saya berikan satu contoh produk Indonesia yang sudah mendunia, anda kenal produk chip Cyrix, AMD, Intel, dan lain-lain? Namun di antara tiga merek tadi adalah satu buatan Indonesia, yaitu Intel, lewat kampanye “Intel Inside” yang logonya sangat kita kenal. Produk ini sudah bersaing dengan merek lain buatan negeri asing. Begitu loyalnya pemakai PC kiranya tidak akan memuaskan komputer yang dibeli apabila tidak ada logo “Intel Inside”nya. Hal ini juga di lakukan oleh LG, produk Indonesia yang sudah mampu menembus dunia. 7. Apa saja faktor penghambat bagi merek dalam negeri untuk bersaing di dalam pasar? Jika ada, berikan pendapat merek dalam negeri apa saja yang sudah mampu mengatasi hambatan tersebut? Jawaban :
46
Lampiran 2. Wawancara Pendahuluan II (lanjutan) Tadi sudah dijelaskan beberapa produk yang bisa menembus pasar Internasional. Yang utama adalah peran pemerintah. Menjamin adanya kestabilan politik melalui pemerintahan yang kuat. Membuat regulasi yang menjamin inflasi yang rendah, harga lahan yang murah, pemangkasan birokrasi yang dianggap tidak perlu, dan yang paling penting didukung oleh sumber daya manusia yang cerdas dan memiliki komitmen yang tinggi untuk membangun bangsa. Penghargaan juga sangat penting yang diberikan pemerintah kepada perusahaan yang berprestasi. Dari aspek produsen, karena memiliki sumber daya manusia yang qualified berarti mampu untuk membuat produk yang inovatif dan kompetitif di pasar. 8. Beberapa artikel menerangkan bahwa perhatian pengusaha dalam negeri terhadap pengembangan kekuatan merek, terutama usaha kecil menengah (UKM), sangat rendah. Setujukah Anda dengan pendapat di dalam artikel tersebut? Jelaskan alasannya. Jawaban : Tidak sepenuhnya sependapat. Wilayah UKM adalah area bisnis yang masih berorientasi kepada profit oriented. Artinya karena skala bisnis yang masih relatif kecil, sehingga bisnis bisa berjalan dan memenuhi kebutuhan keseharian pengusaha dan karyawannya, serta masih bergulirnya bisnis ke depan, mereka mengangap itulah target mereka. Inovasi dan visioner bisnis belum terpikirkan oleh kebanyakan mereka. Namun demikian tidak sedikit pengusaha UKM yang karena sadar branding mampu mengembangan dirinya untuk tidak sekedar untung dan eksis dalam pasar tapi mampu juga menciptakan trend setter dalam pasar. Kita tahu dalam hal ini kasus keripik Ma’icih.
47
Lampiran 3. Wawancara Pendahuluan III Narasumber : Muchyar Sumpena Pekerjaan : Desain Desain Grafis, Praktisi, dan Peneliti Pemerekan 1. Bagaimana peran merek bagi suatu produk dalam pemasaran? Jawaban : Dalam persaingan pasar yang ketat saat ini peran merek sangat penting. Produk komoditas atau produk generik tanpa merek tidak akan memiliki identitas yang bisa diingat oleh konsumen. Indonesia memiliki banyak komoditas yang unggul, diantaranya kopi, namun Indonesia tidak menguasai pasar kopi dunia, karena kopi Indonesia dijual tanpa merek. Pihak yang mengambil keuntungan, justru negara-negara Barat yang mengimpor kopi Indonesia, meraciknya lantas memberi merek, dan menjualnya di pasar dunia dengan marjin yang tinggi. Peperangan pemasaran pada hakekatnya adalah peperangan merek. Amerika Serikat adalah pemimpin merek-merek di dunia. Tiongkok memiliki teknologi dan fasilitas produksi yang tangguh, tetapi mereknya tetap penghasil laba yang besar, seperti pada kasus produk-produk Apple. 2. Saat ini, banyak artikel dan buku mengatakan bahwa pengembangan aspek-aspek merek telah menjadi lebih penting daripada pengembangan formula atau komponen produk. Apa pendapat Anda mengenai pernyataan tersebut? Jawaban : Tiongkok telah menguasai pabrikasi teknologi digital tingkat tinggi. Steve Job mengatakan produksi iPhone tidak mungkin dilakukan di AS lagi, karena Tiongkok telah memiliki fasilitas pabrikasi teknologi terintegrasi dan insinyurinsinyur handal. Meskipun demikian, Tiongkok selalu gagal jual produk dengan merek sendiri, Chang Hong, Huawei, dan lain-lain. Mengapa? Karena Tiongkok tidak memiliki keterampilan menciptakan merek global. Mereka bahkan membeli merek Lenovo yang tadinya hasil riset IBM untuk masuk pasar dunia. Artinya, masyarakat saat ini beli merek, bukan beli produk. Tepat seperti orang Indonesia dahulu beli sepatu AS Nike, padahal diproduksi di Tangerang. 3. Apakah sebuah produk dengan merek berkekuatan lebih tinggi dapat mengalahkan pemasaran produk dengan merek berkekuatan lebih rendah? Jawaban : Kekuatan dari merek adalah; Pertama : pada inti manfaat produknya (core-benefits), harus memiliki diferensiasi yang nyata dibanding saingan-saingannya. Kedua : pada produk-aktual (actual product), caranya mengemas, meracik, memproduksi, memberi varian rasa dan aroma, dan seterusnya. Ketiga : pada produk perluasannya (augmented product), layanan, layanan purna jual, delivery, pricing, komunikasi dan seterusnya. Keempat: pada pengalaman produk (experiential product), produk itu harus dikaitkan dalam pengalaman hidup konsumen sesuai ekspektasi mereka. Diberi nama, diberi desain, diberi mascot, diberi kemasan, diberi jingle, diberi slogan, diberi rencana MarComm yang seluruhnya sesuai dengan harapan target audience. Memberikan pengalaman yang menyenangkan bagi konsumen
48
Lampiran 3. Wawancara Pendahuluan III (lanjutan) itu. Dengan berbagai program aktivasi merek, konsumen harus direbut hati dan pikirannya. Itulah modal brand equity sebuah merek. 4. Menurut Anda, bagaimana tahapan kinerja yang dilakukan merek dalam mempengaruhi pemasaran suatu produk? Jawaban : Merek harus dibangun, pada tahap brand development) sesuai dengan hasil riset pasar dan pemasaran. Setelah merek dibangun, merek harus diluncurkan ke pasar dan menjalani usianya (introduction, growth, maturity, dan decline). Pada setiap tahap usia itu harus dilakukan investasi brand activation, MarComm, agar terbangun ekuitas merek dan nilai pasar yang tinggi, serta produk bisa bertahan lama di pasar (CocaCola, Hershey, Levis, Wrigley, usianya sudah lebih dari 100 tahun). Memang menghidupkan merek memerlukan investasi yang mahal dan berjangka lama. Khalayak sasaran harus dibuat aware, liking, comprehend, convicted, kemudian bertindak (action) membeli-mencoba, membeli ulang, dan seterusnya loyal terhadap merek. Semua upaya itu tidak mudah dalam persaingan yang ketat. 5. Menurut Anda, bagaimana perkembangan permerekan berbagai produk yang ada di Indonesia? Jawaban : Merek-merek Indonesia hanya jago kandang. Kita tidak memiliki merek regional yang tangguh, apalagi merek global. Kita pecundang dalam hal merek. Garuda Indonesia Airways konon kini termasuk lima brand penerbangan paling dikagumi di dunia, tetapi selalu merugi triliunan rupiah. Ada merek potensial bisa menjadi pemain regional, seperti mie instan Indomie, ABC Alkaline dan Aqua, namun kita tidak berusaha dengan baik, karena kita mau mudahnya saja, jualan komoditas. 6. Bagaimana perkembangan permerekan produk dalam negeri jika dibandingkan dengan permerekan yang dilakukan oleh produk luar negeri? Apakah merek dalam negeri sudah mampu bersaing? Jawaban : Belum mampu bersaing. Indonesia baru jago kandang. 7. Apa saja faktor penghambat bagi merek dalam negeri untuk bersaing di dalam pasar? Jika ada, berikan pendapat merek dalam negeri apa saja yang sudah mampu mengatasi hambatan tersebut? Jawaban : Merek-merek Indonesia tidak direncanakan sesuai dengan keinginan dan ekspektasi pasar. Tidak direncanakan untuk jangka panjang. Berbau lokalitas. Tidak menumbuhkan citra merek internasional. Tidak mampu berbiak inovatif menjadi brand range dan brand line yang kreatif. Tidak menggunakan keterampilan para ahli dalam mengembangkan merek, dan berpandangan jangka pendek (menderita marketing myopia).
49
Lampiran 3. Wawancara Pendahuluan III (lanjutan) Bila kita mau seperti AS yang memimpin merek dunia tirulah AS. Menurut Jack Trout, pencipta istilah positioning, di AS sedikitnya setiap hari diciptakan sekitar 60-an produk dan merek baru (setahun 352x 60 produk). Mereka sadar bahwa 75% dari merek dan produk baru itu akan berusia pendek, tetapi itulah cara AS menghasilkan produk-produk inovatif kelas dunia. Di Indonesia tidak dketahui data itu. 8. Beberapa artikel menerangkan bahwa perhatian pengusaha dalam negeri terhadap pengembangan kekuatan merek, terutama usaha kecil menengah (UKM), sangat rendah. Setujukah Anda dengan pendapat di dalam artikel tersebut? Jelaskan alasannya. Jawaban : Setuju. Tidak ada pembimbingan kepada UKM tentang pentingnya branding dan komunikasi dalam pemasaran. 9. Bagaimana cara untuk mengetahui positioning sebuah merek di dalam benak konsumen? Jawaban : Cara umum adalah dengan melakukan riset share-of-mind. Dengan metode kualitatif statistika ditetapkan sampelnya. Kemudian diedarkan kuiesioner. Ukurlah awareness mereka, ada yang bersifat top of mind, ada yang bersifat aided-recall), kemudian ukur pengetahuannya tentang merek itu seperti slogan atau tagline-nya (biasanya positioning tercermin pada slogan), jingle, desain, talent atau endorse iklan, headline, janji produknya, dan seterusnya. Kemudian, ukur pula sikap positif mereka (liking, comprehension), kemudian tanya apa mereka pernah mencoba brand tersebut. Kemudian tanya tentang kelebihan brand dibanding para pesaingnya. Itulah bagian dari riset brand equity.
50
Lampiran 4. Kuesioner Penelitian PETUNJUK PENGISIAN Penelitian ini dilakukan sebagai salah satu syarat kelulusan pendidikan pascasarjana Naufal Iza Aberdeen (NRP H251120454) pada jurusan Ilmu Manajemen, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor tahun akademik 2013/2014. Penelitian ini dilakukan di Kota Bogor, Jawa Barat. Responden dimohon untuk memberikan jawaban yang sebenar-benarnya terhadap penyataan yang disajikan pada kuesioner ini dan peneliti berjanji untuk menjaga kerahasiaan identitas responden. Penelitian ini tidak dilakukan untuk kegiatan atau keperluan komersil manapun. Berikan jawaban atas pernyataan dalam kuesioner dengan memberikan tanda √ pada kolom yang sudah tersedia. Jawaban STS menunjukkan “sangat tidak setuju”, TS berarti “tidak setuju”, S merupakan tanda “setuju”, dan SS memperlihatkan responden “sangat setuju” dengan pernyataan yang diberikan. Penilaian terhadap pernyataan tersebut diharapkan sesuai dengan realita yang sesungguhnya. Contoh: X. Pertanyaan Contoh 1. Saya senang sekali mengisi kuesioner ini
STS TS
S
SS √
SCREENING Apakah Anda pernah membeli produk minuman bersoda (ya/tidak)? ......................................................... Berapa kali Anda membeli produk minuman bersoda dalam sebulan? ........................................................ Sebutkan merek minuman bersoda yang paling Anda ingat (sebut satu saja)! ........................................................... Sebutkan tiga merek minuman bersoda lain yang Anda ketahui! 1.................................. 2.................................. 3..................................
Jenis Kelamin
:
IDENTITAS RESPONDEN Laki-Laki Perempuan
Usia (tahun)
:
14-18
Pendidikan terakhir :
SD
19-24 SMP
25-39 SMA
40 keatas Sarjana
Pascasarjana Pendapatan/bulan :
kurang dari Rp 500.000 Rp 1.500.001 – 2.500.000
Rp 500.000 – 1.500.000 Rp 2.500.001 – 4.000.000
lebih dari Rp 4.000.000 Tempat Tinggal : ____________________________________________________________
51
Lampiran 4. Kuesioner Penelitian (lanjutan) DAFTAR PERNYATAAN Kajian Tingkat Kesadaran dan Penempatan Merek 1. Apakah Anda mengenal merek minuman bersoda Coca Cola? a. Ya, saya mengenal dan telah mencantumkan dalam jawaban sebelumnya. b. Ya, saya mengenal tetapi lupa mencantumkan dalam jawaban sebelumnya. c. Tidak mengenal sama sekali (lanjutkan ke pertanyaan no. 5). 2. Darimana Anda mengenal merek Coca Cola? (jawaban boleh lebih dari satu) a. Iklan televisi d. Majalah g. Billboard j. Teman b. Iklan radio e. Leaflet h. Brosur k. Keluarga c. Surat kabar f. Booklet i. Toko l. Lainnya, sebutkan............................ 3. Apakah Anda pernah mengkonsumsi minuman bersoda Coca Cola? a. Ya (lanjutkan ke pertanyaan no. 4) b. Tidak (lanjutkan ke pertanyaan no. 5) 4. Apakah kesan yang terlintas dalam benak Anda setelah melihat atau mengkonsumsi merek Coca Cola? (pilih ya atau tidak) a. Menyegarkan Ya Tidak b. Halal Ya Tidak c. Menjadi bersemangat Ya Tidak d. Harga terjangkau Ya Tidak e. Produk mudah diperoleh di pasaran Ya Tidak f. Banyak memberikan promo pembelian Ya Tidak g. Minuman untuk semua usia Ya Tidak h. Iklan menarik Ya Tidak i. Trend minuman bersoda saat ini Ya Tidak j. Rasa sesuai dengan yang diharapkan Ya Tidak k. Aman bagi kesehatan Ya Tidak Ya Tidak l. Cocok dikonsumsi pada saat event olahraga m. Volume isi produk memuaskan Ya Tidak 5. Apakah Anda mengenal merek minuman bersoda Pepsi? a. Ya, saya mengenal dan telah mencantumkan dalam jawaban sebelumnya. b. Ya, saya mengenal tetapi lupa mencantumkan dalam jawaban sebelumnya. c. Tidak mengenal sama sekali (lanjutkan ke pertanyaan no. 9). 6. Darimana Anda mengenal merek Pepsi? (jawaban boleh lebih dari satu) a. Iklan televisi d. Majalah g. Billboard j. Teman b. Iklan radio e. Leaflet h. Brosur k. Keluarga c. Surat kabar f. Booklet i. Toko l. Lainnya, sebutkan............................ 7. Apakah Anda pernah mengkonsumsi minuman bersoda Pepsi? a. Ya (lanjutkan ke pertanyaan no. 8) b. Tidak (lanjutkan ke pertanyaan no. 9)
52
Lampiran 4. Kuesioner Penelitian (lanjutan) 8. Apakah kesan yang terlintas dalam benak Anda setelah melihat atau mengkonsumsi merek Pepsi? (pilih ya atau tidak) a. Menyegarkan Ya Tidak b. Halal Ya Tidak c. Menjadi bersemangat Ya Tidak d. Harga terjangkau Ya Tidak e. Produk mudah diperoleh di pasaran Ya Tidak f. Banyak memberikan promo pembelian Ya Tidak g. Minuman untuk semua usia Ya Tidak h. Iklan menarik Ya Tidak i. Trend minuman bersoda saat ini Ya Tidak j. Rasa sesuai dengan yang diharapkan Ya Tidak k. Aman bagi kesehatan Ya Tidak l. Cocok dikonsumsi pada saat event olahraga Ya Tidak m. Volume isi produk memuaskan Ya Tidak 9. Apakah Anda mengenal merek minuman bersoda Big Cola? a. Ya, saya mengenal dan telah mencantumkan dalam jawaban sebelumnya. b. Ya, saya mengenal tetapi lupa mencantumkan dalam jawaban sebelumnya. c. Tidak mengenal sama sekali (lanjutkan ke pertanyaan Bagian A.1). 10. Darimana Anda mengenal merek Big Cola? (jawaban boleh lebih dari satu) a. Iklan televisi d. Majalah g. Billboard j. Teman b. Iklan radio e. Leaflet h. Brosur k. Keluarga c. Surat kabar f. Booklet i. Toko l. Lainnya, sebutkan............................ 11. Apakah Anda pernah mengkonsumsi minuman bersoda Big Cola? a. Ya (lanjutkan ke pertanyaan no. 12) b. Tidak (lanjutkan ke pertanyaan no. A.1) 12. Apakah kesan yang terlintas dalam benak Anda setelah melihat atau mengkonsumsi merek Big Cola? (pilih ya atau tidak) a. Menyegarkan Ya Tidak b. Halal Ya Tidak c. Menjadi bersemangat Ya Tidak d. Harga terjangkau Ya Tidak e. Produk mudah diperoleh di pasaran Ya Tidak f. Banyak memberikan promo pembelian Ya Tidak g. Minuman untuk semua usia Ya Tidak h. Iklan menarik Ya Tidak i. Trend minuman bersoda saat ini Ya Tidak j. Rasa sesuai dengan yang diharapkan Ya Tidak k. Aman bagi kesehatan Ya Tidak l. Cocok dikonsumsi pada saat event olahraga Ya Tidak m. Volume isi produk memuaskan Ya Tidak
53
Lampiran 4. Kuesioner Penelitian (lanjutan) Kajian Pengaruh Kesadaran dan Citra Merek terhadap Persepsi Mutu dan Minat Beli Konsumen
A. 1. 2. B. 1. 2. 3. 4. 5. C. 1. 2. 3. 4. 5. D. 1. 2. 3. 4.
Coca Cola Kesadaran Merek Melihat atau mendengar merek Coca Cola membuat Anda langsung mengenal merek Coca Cola. Melihat atau mendengar merek Coca Cola membuat Anda langsung mengingat merek dan produk Coca Cola. Citra Merek Anda mengenal merek Coca Cola. Iklan produk bermerek Coca Cola membuat Anda tertarik. Produk bermerek Coca Cola mudah diperoleh di toko-toko. Anda yakin bahwa produk bermerek Coca Cola adalah produk halal. Harga produk Coca Cola terjangkau bagi Anda. Persepsi Mutu Menurut Anda, rasa produk bermerek Coca Cola enak. Anda mudah menemukan produk bermerek Coca Cola di pasaran, menandakan produk tersebut lolos seleksi izin mutu produk minuman bersoda. Harga produk Coca Cola menandakan mutu yang tinggi. Produk Coca Cola adalah produk yang aman bagi tubuh Anda. Saat meminum produk Coca Cola, rasa haus Anda hilang. Minat Beli Anda mau untuk mencari informasi mengenai produk Coca Cola, setelah melihat mereknya. Anda mau untuk memahami lebih jauh tentang produk bermerek Coca Cola. Anda ingin mencoba setiap produk bermerek Coca Cola. Anda sering mengunjungi toko yang menjual produk bermerek Coca Cola.
STS TS
S
SS
STS TS
S
SS
STS TS
S
SS
STS TS
S
SS
54
Lampiran 4. Kuesioner Penelitian (lanjutan)
A. 1. 2. B. 1. 2. 3. 4. 5. C. 1. 2. 3. 4. 5. D. 1. 2. 3. 4.
Pepsi Kesadaran Merek Melihat atau mendengar merek Pepsi membuat Anda langsung mengenal merek Pepsi. Melihat atau mendengar merek Pepsi membuat Anda langsung mengingat merek dan produk Pepsi. Citra Merek Anda mengenal merek Pepsi. Iklan produk bermerek Pepsi membuat Anda tertarik. Produk bermerek Pepsi mudah diperoleh di toko-toko. Anda yakin bahwa produk bermerek Pepsi adalah produk halal. Harga produk Pepsi terjangkau bagi Anda. Persepsi Mutu Menurut Anda, rasa produk bermerek Pepsi enak. Anda mudah menemukan produk bermerek Pepsi di pasaran, menandakan produk tersebut lolos seleksi izin mutu produk minuman bersoda. Harga produk Pepsi menandakan mutu yang tinggi. Produk Pepsi adalah produk yang aman bagi tubuh Anda. Saat meminum produk Pepsi, rasa haus Anda hilang. Minat Beli Anda mau untuk mencari informasi mengenai produk Pepsi, setelah melihat mereknya. Anda mau untuk memahami lebih jauh tentang produk bermerek Pepsi. Anda ingin mencoba setiap produk bermerek Pepsi. Anda sering mengunjungi toko yang menjual produk bermerek Pepsi.
STS TS
S
SS
STS TS
S
SS
STS TS
S
SS
STS TS
S
SS
55
Lampiran 4. Kuesioner Penelitian (lanjutan)
A. 1. 2. B. 1. 2. 3. 4. 5. C. 1. 2. 3. 4. 5. D. 1. 2. 3. 4.
Big Cola Kesadaran Merek Melihat atau mendengar merek Big Cola membuat Anda langsung mengenal merek Big Cola. Melihat atau mendengar merek Big Cola membuat Anda langsung mengingat merek dan produk Big Cola. Citra Merek Anda mengenal merek Big Cola. Iklan produk bermerek Big Cola membuat Anda tertarik. Produk bermerek Big Cola mudah diperoleh di toko-toko. Anda yakin bahwa produk bermerek Big Cola adalah produk halal. Harga produk Big Cola terjangkau bagi Anda. Persepsi Mutu Menurut Anda, rasa produk bermerek Big Cola enak. Anda mudah menemukan produk bermerek Big Cola di pasaran, menandakan produk tersebut lolos seleksi izin mutu produk minuman bersoda. Harga produk Big Cola menandakan mutu yang tinggi. Produk Big Cola adalah produk yang aman bagi tubuh Anda. Saat meminum produk Big Cola, rasa haus Anda hilang. Minat Beli Anda mau untuk mencari informasi mengenai produk Big Cola, setelah melihat mereknya. Anda mau untuk memahami lebih jauh tentang produk bermerek Big Cola. Anda ingin mencoba setiap produk bermerek Big Cola. Anda sering mengunjungi toko yang menjual produk bermerek Big Cola.
STS TS
S
SS
STS TS
S
SS
STS TS
S
SS
STS TS
S
SS
56
Lampiran 5. Tingkat Kesetujuan Asosiasi Merek Coca Cola
No.
Asosiasi
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Menyegarkan Halal Menjadi bersemangat Harga tejangkau Produk mudah diperoleh Banyak memberi promo pembelian Minuman untuk semua usia Iklan menarik Trend minuman bersoda saat ini Rasa sesuai dengan yang diharapkan Aman bagi kesehatan Cocok dikonsumsi pada saat event olahraga Volume isi produk memuaskan
12 13
Jumlah Jawaban “Ya” 88 81 44 68 93 45 34 83 59 79 14
Persentase (%) 84.62 77.88 42.31 65.38 89.42 43.27 32.69 79.81 56.73 75.96 13.46
34
32.69
67
64.42
Lampiran 6. Tingkat Kesetujuan Asosiasi Merek Pepsi
No.
Asosiasi
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Menyegarkan Halal Menjadi bersemangat Harga tejangkau Produk mudah diperoleh Banyak memberi promo pembelian Minuman untuk semua usia Iklan menarik Trend minuman bersoda saat ini Rasa sesuai dengan yang diharapkan Aman bagi kesehatan Cocok dikonsumsi pada saat event olahraga Volume isi produk memuaskan
12 13
Jumlah Jawaban “Ya” 84 78 43 68 65 29 30 59 35 65 13
Persentase (%) 80.77 75.00 41.35 65.38 62.50 27.88 28.85 56.73 33.65 62.50 12.50
29
27.88
65
62.50
57
Lampiran 7. Tingkat Kesetujuan Asosiasi Merek Big Cola
No.
Asosiasi
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Menyegarkan Halal Menjadi bersemangat Harga tejangkau Produk mudah diperoleh Banyak memberi promo pembelian Minuman untuk semua usia Iklan menarik Trend minuman bersoda saat ini Rasa sesuai dengan yang diharapkan Aman bagi kesehatan Cocok dikonsumsi pada saat event olahraga Volume isi produk memuaskan
12 13
Jumlah Jawaban “Ya” 79 76 35 87 82 48 33 48 47 53 18
Persentase (%) 79.00 76.00 35.00 87.00 82.00 48.00 33.00 48.00 47.00 53.00 18.00
35
35.00
78
78.00
Lampiran 8. Grafik AVE Model Path Merek Coca Cola 0.9 0.8 0.7 0.6
A 0.5 V 0.4 E 0.3 0.2 0.1 0
Kesadaran Merek
Citra Merek Persepsi Mutu Variabel Laten
Minat Beli
59
Lampiran 11. Grafik AVE Model Path Merek Pepsi 1 0.9 0.8 0.7 0.6
A V 0.5 E 0.4 0.3 0.2 0.1 0
Kesadaran Merek
Citra Merek Persepsi Mutu Variabel Laten
Minat Beli
Lampiran 12. Grafik CR Model Path Merek Pepsi
Variabel Laten
Minat Beli
Persepsi Mutu
Citra Merek
Kesadaran Merek 0.78
0.8
0.82
0.84
0.86
0.88
CR
0.9
0.92
0.94
0.96
61
62
63
RIWAYAT HIDUP Penulis lahir pada tanggal 4 Februari 1990 di Bandung. Penulis merupakan anak sulung dari dua bersaudara, dengan seorang adik bernama Buhaira Iza Muhammad, ibu bernama Verina Mulyana, dan bapak bernama Dadang Mulyana. Setelah lulus pada tahun 2004, penulis diterima di SMA Negeri V Bogor. Penulis lulus SMA pada tahun 2007 dan mengajukan pendaftaran USMI ke IPB (Institut Pertanian Bogor), lalu diterima di Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian. Setelah itu, penulis melanjutkan studi S2 di Departemen Ilmu Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Sekolah Pascasarjana IPB. Selama jenjang persekolahan dan perkuliahan, penulis cukup aktif dalam kegiatan dan keorganisasian. Pada tahun 2007, penulis menjadi anggota Music Agriculture Expression (MAX) IPB dan Ketua Agriculture Smanli’s Graduated Organization. Pada tahun 2008, penulis menjadi pengurus Divisi Kewirausahaan, Himpunan Mahasiswa Teknologi Industri Pertanian (HIMALOGIN) IPB. Di tahun 2007 hingga 2011, penulis mengikuti UKM Basket IPB dan anggota Ikatan Alumni ITHRI. Penulis pernah bekerja paruh waktu sebagai surveyor di Lembaga Survei Nasional dan proyek LPPM IPB pada tahun 2009 dan 2011. Pada tahun 2011, penulis diterima menjadi Marketing Staff di PT. Green Global Indonesia. Dalam tahun yang sama, penulis membuka usaha budidaya dan jual beli produk ikan lele konsumsi di kawasan Kampung Manggis, Dramaga, Kabupaten Bogor. Tahun 2013, penulis diterima menjadi Marketing Plan and Inventory Control di PT. Suri Tani Pemuka – JAPFA Comfeed Indonesia. Saat ini, penulis merintis wirausaha kedai kopi dan microroastery, Kongkouw Coffee House, di kawasan Jl. Achmad Adnawijaya no. 108, kota Bogor.