Prosiding Skripsi Semester Genap 2009/2010 SK
SK-091304
PENGARUH KATION ORGANIK PADA KOMPLEKS BINUKLIR [A][MnIIFeIII(ox)3], A=[N(n-C4H9)4]+ ATAU [N(n-C5H11)4]+ Sekarayu Dianing Putri*, Dr. Fahimah Martak, M.Si Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Abstrak Ligan jembatan yang paling aktif digunakan untuk mendapatkan material magnetik berdasarkan molekular adalah ligan oksalat. Pembentukan kompleks binuklir berjembatan oksalat dengan rumus molekul [kation organik][MIIMIII(ox)3] dengan kation organik [N(n-C5H11)]+, MII adalah ion logam MnII dan MIII adalah ion logam FeIII telah dilaporkan (Nuttal, 1998). Salah satu upaya meningkatkan interaksi magnetik adalah dengan menurunkan jarak antar lapisan. Jarak antar lapisan menjadi lebih kecil dengan mengganti kation organik yang lebih kecil. Ukuran kation organik yang lebih kecil diperoleh dengan mengganti [N(n-C5H11)4]+ dengan [N(n-C4H9)4]+, sehingga terbentuk kompleks binuklir oksalat [N-(nC4H9)4][MnIIFeIII(ox)3]. Nilai momen magnet kompleks binuklir [N-(n-C4H9)4][MnIIFeIII(ox)3] adalah sebesar 7,81 BM. Nilai momen magnetik yang terukur memiliki nilai yang lebih besar dibandingkan nilai momen magnetik kompleks binuklir [N(nC5H11)4][MnIIFeIII(ox)3] sebesar 7,71 BM. Hal ini membuktikan bahwa dengan menurunkan jarak antar lapisan pada jaringan polimerik dengan mengganti kation organik [N(n-C5H11)4]+ dengan [N(n-C4H9)4]+ dapat meningkatkan interaksi magnetik senyawa. Kata Kunci: Binuklir, Polimerik, Paramagnetik
Abstract The most active bridge ligand which is used to acquire magnetic material based on molecular is oxalate ligand. The forming complex of binuclear bridget oxalate having formula molecul (organic cation) [MIIMIII(ox)3] with organic cation N(n-C5H11)4+, MII = MnII and MIII = FeIII was reported (Nuttal, 1998). One of the efford to increase interaction magnetic compound is decreasing range among layers. The range among layers become smaller with subsituting smaller organic cation. The measure of smaller organic cation is acquire by substituting [N(n-C5H11)4]+ with [N(n-C4H9)4]+, hence binuclear complex [N(n-C4H9)4] [MnIIFeIII(ox)3] will be form. In this research binuclear complex compound [N(n-C4H9)4] [MnIIFeIII(ox)3] was synthesized by forming precursor K3[Fe(ox)3] at first. Magnetic moment of binuclear complex [N(nC4H9)4] [MnIIFeIII(ox)3] is 7,81 BM. Magnetic moment value was measured having higher value than binuclear complex [N(n-C5H11)4] [MnIIFeIII(ox)3] which giving value 7,71 BM. This thing proves that decreasing range among layers on polymeric network with substituting organic cation [N(n-C5H11)4]+ with [N(n-C4H9)4]+ can increase compound magnetic interaction. Keyword : Binuclear, Polimeric, Paramagnetic
1. Pendahuluan Senyawa kompleks mononuklir adalah senyawa yang terbentuk dari satu ion logam yang berikatan koordinasi dengan beberapa ligan. Sejauh ini fenomena sifat magnet banyak diamati pada senyawa kompleks berinti tunggal. Upaya meningkatkan sifat magnet senyawa antara lain adalah dengan membentuk cooperativity di antara ion-ion logam. * Corresponding author Phone : +6285645194570 e-mail:
[email protected] 1 Alamat sekarang : Jurusan Kimia, Fakultas MIPA, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya.
Prosiding Kimia FMIPA
Oleh sebab itu, penelitian ini diarahkan pada pembentukan kompleks polinuklir untuk mendapatkan senyawa dengan aplikasi yang lebih luas sebagai material magnet dan material optik. Untuk mendapatkan senyawa magnetik berdasarkan molekular, dapat digunakan ligan jembatan yang dapat mentransmisikan pengaruh elektronnya sehingga terjadi interaksi elektronik diantara ion-ion logam (Real, 2003). Ligan jembatan yang paling aktif digunakan untuk mendapatkan material magnetik berdasarkan molekular adalah ligan oksalat. Pembentukan kompleks binuklir berjembatan oksalat dengan rumus molekul [kation organik][MIIMIII(ox)3] dengan kation organik [N(n-C5H11)]+, MII adalah ion logam MnII dan MIII adalah ion logam FeIII telah dilaporkan (Nuttal, 1998).
Banyak upaya dilakukan untuk meningkatkan sifat magnet senyawa, salah satunya dengan menurunkan jarak antar lapisan. Jarak antar lapisan menjadi lebih kecil dengan mengganti kation organik yang lebih kecil. Ukuran kation organik yang lebih kecil diperoleh dengan mengganti [N(n-C5H11)4]+ dengan [N(n-C4H9)4]+, sehingga terbentuk kompleks binuklir oksalat [N-(n-C4H9)4][MnIIFeIII(ox)3]. 2. Metode Penelitian 2.1 Peralatan dan Bahan 2.1.1 Peralatan Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini meliputi seperangkat alat-alat gelas, hot plate magnetic stirrer, dan neraca analitik. Instrumen karakterisasi yang digunakan meliputi Difraktometer Philip X’Pert PN-1830 X-Ray, Fourier TransformInfrared 8400S Shimadzu, Analisis Mikrounsur C, H, dan N, Spektroskopi Serapan Atom, dan Magnetic Susceptibility Balance Magway MSB Sherwood Scientific LTD. 2.1.2 Bahan Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah MnCl2.6H2O, (NH4)2[Fe(H2O)2(SO4)2].4H2O , H2SO4 6M, methanol, H2C2O4.2H2O, K2C2O4.H2O, H2O2, tetra butil amonium klorida, aquadest 2.2 Prosedur Kerja 2.2.1 Sintesis Kompleks K3[Fe(ox)3].3H2O [(NH4)2[Fe(H2O)2(SO4)2].4H2O sebanyak 10,06 gram dilarutkan dalam 30 ml aquadest yang ke dalamnya telah ditambahkan beberapa tetes H2SO4 6M. Selanjutnya larutan diaduk menggunakan stirer dan ditambahkan larutan 6,36 gram H2C2O4.2H2O dalam 50 ml air dan dipanaskan pada suhu 40oC. Larutan yang terbentuk selanjutnya didekantasi dan dicuci dengan 30 ml air panas dan selanjutnya larutan didekantasi kembali. Selanjutnya, endapan yang terbentuk ditambah larutan 6,62 gram K2C2O4.H2O dalam 18 ml aquadest. Selanjutnya ditambahkan 17 ml H2O2 setetes demi setetes. Larutan yang terbentuk ditambahkan larutan 1,62 gram H2C2O4.2H2O dalam 13 ml aquadest. Penambahan larutan H2C2O4.2H2O dilakukan dengan menambahkan 9 ml larutan sekaligus dan menambahkan 4 ml selanjutnya setetes demi setetes serta ditambahkan 20 ml methanol setetes demi setetes. Larutan disaring dengan Buchner. Kristal yang terbentuk dicuci dengan larutan methanol dan aquadest (1:1) serta aseton. Kristal dikeringkan di udara terbuka dan disimpan di tempat yang tidak terkena cahaya. 2.2.2 Sintesis Kompleks Binuklir [N(nC4H9)4][MnFe(ox)3] Sebanyak 0,99 gram prekursor K3[Fe(C2O4)3].3H2O dilarutkan dalam 10 ml aquadest dan ditambahkan ke dalamnya larutan 0,34 gram MnCl2.6H2O dilarukan dalam 10 ml aquadest. Larutan didiamkan selama 1 jam dalam suhu ruang. Selanjutnya, ke dalam larutan ditambahkan larutan Prosiding Kimia FMIPA
0,71 gram tetra butyl amonium klorida dalam 5 ml air yang telah ditambahkan 5 ml larutan metanol dan aquadest (1:1). Setelah 12 jam, larutan disaring menggunakan buchner. Kristal yang terbentuk dicuci dengan larutan metanol dan aquadest (1:1) serta aseton dan dikeringkan. 2.2.3 Karakterisasi 2.2.3.1 Penentuan kandungan logam dengan Spektrofotometri Serapan Atom Larutan sampel disiapkan dengan metoda sebagai berikut: sebanyak 0,0162 gram kompleks [N(n-C4H9)4][MnIIFeIII(ox)3] dilarutkan dalam 5 mL aquades dan 2,5 mL HCl 5 M dalam labu takar 100 mL, kemudian ditambahkan aquades lagi hingga tanda batas. Larutan dengan konsentrasi 100 ppm tersebut diambil 4 mL dengan menggunakan buret dan dimasukkan dalam labu takar 100 mL, selanjutnya ditambahkan aquadest hingga tanda batas. Selanjutnya larutan sampel senyawa kompleks diukur absorbansinya. 2.2.3.2 Penentuan Kandungan C, H dan N dalam Senyawa Alat untuk analisis mikrounsur C, H, N, S distandarisasi dengan L-Cistina Standard (C6H12N2O4S2, C = 29,99 %, H = 5,03 %, N = 11,66 % S= 26,69 % dan O = 26,63 %) sebelum digunakan. Sebanyak 2,83 mg sampel ditempatkan dalam alumunium foil, kemudian ditambahkan vanadium(V) oksida untuk menyempurnakan reaksi oksidasi. Sampel tersebut dimasukkan dalam pelat berlubang untuk dilakukan pembakaran dengan gas oksigen. Selanjutnya alat mikrounsur dijalankan dan komposisi C, H, N dan S yang terkandung pada senyawa terbaca pada layar monitor komputer. 2.2.3.3 Penentuan Gugus Fungsi dengan Spektroskopi Inframerah Pengukuran dilakukan dengan pembuatan pelet, 1 mg sampel dicampur dengan 20 mg KBr, kemudian dimasukkan dalam press holder, ditekan beberapa saat hingga ketebalan 0,01 mm – 0,05 mm. Selanjutnya pelet tersebut diukur spektranya pada bilangan gelombang 400 - 4000 cm-1. 2.2.3.4 Penentuan Strukur dengan Difraksi Sinar-X Powder Produk hasil sintesis dikarakterisasi dengan menggunakan difraksi sinar-X serbuk yang terdapat di ITS, dengan sumber radiasi Cu – Kα. Difraksi dilakukan pada sudut 2θ antara 10o sampai 70o dengan interval kenaikan sudut sebesar 1o. 2.2.3.5 Pengukuran Suseptibilitas Magnetik Pada Sintesis SuhuKompleks Ruang Binuklir [N(n-C4H9)4][MnFe(ox)3] Mula-mula ditimbang berat tabung kosong Magnetic Susceptibility Balance (m0), lalu diukur kerentanan magnetiknya (R0). Pada penelitian ini, massa tabung yang akan digunakan adalah 0,862 gram dengan nilai R0 = -30. Selanjutnya tabung kosong diisi sampel dan diukur tinggi sampel dalam
Tabel 4.3 Hasil analisis unsur kompleks binuklir oksalat Kandungan
Mn
Fe
C
H
N
% Eksperimen
8,77
8,61
42,97
5,66
2,35
% Teoritis
8,91
9,08
42,79
5,83
2,69
Unsur
tabung tersebut. Tabung yang berisi sampel ditimbang. Selanjutnya tiap tabung yang telah berisi sampel tersebut dimasukkan dalam alat Magnetic Susceptibility Balance untuk ditentukan nilai kerentanan magnetik (R). Dari data ini kemudian dilakukan perhitungan momen magnetik senyawa kompleks pada temperatur ruang. 3 Hasil dan Diskusi 3.1 Kompleks K3[Fe(ox)3].3H2O Senyawa kompleks ini disintesis melalui dua tahap. Tahap pertama merupakan sintesis kompleks Fe(II)oksalat. Tahap kedua merupakan oksidasi kompleks Fe(II) oksalat membentuk prekursor kompleks K3[Fe(ox)3].3H2O. Senyawa kompleks K3[Fe(ox)3].3H2O digunakan sebagai senyawa awal (prekusor) untuk memperoleh kompleks binuklir [N(n-C4H9)4][MnIIFeIII(ox)3]. Untuk menguji bahwa senyawa kompleks yang disintesis telah terbentuk, dapat dianalisis dengan difraksi sinar-X powder, seperti terlihat pada gambar 3.1.1 :
Gambar 3.1.1 Difraksi Sinar-X K3[Fe(ox)3].3H2O Berdasarkan perbandingan hasil sintesis kompleks K3[Fe(ox)3].3H2O terhadap referensi standar [Fe(C2O4)3]3- terlihat bahwa difraktogram kompleks K3[Fe(ox)3].3H2O hasil sintetis telah menunjukkan puncak-puncak difraksi khas yang sesuai terhadap referensi standar [Fe(C2O4)3]3-. Untuk menguji lebih lanjut senyawa kompleks yang terbentuk, dilakukan analisa puncak-puncak serapan yang tampak pada spektra infra merah sesuai dengan struktur kompleks tersebut. Serapan νO-H pada daerah 3560 cm-1 (Edward, 1998), νC=O oksalat bebas pada daerah 1688 cm-1, dan Fe-O pada daerah 472 cm-1 (Nakamoto, 1996). Analisa spektrum inframerah menunjukkan kesesuaian terhadap laporan Edward dan Nakamoto. Prosiding Kimia FMIPA
Hasil analisa spektrum inframerah kompleks K3[Fe(ox)3].3H2O ditunjukkan pada gambar 3.1.2.
Gambar 3.1.2 Spektrum infrared K3[Fe(ox)3].3H2O 3.2 Kompleks binuklir oksalat [N(nC4H9)4][MnIIFeIII(ox)3] Sintesis kompleks binuklir oksalat [N(nC4H9)4][MnIIFeIII(ox)3] dilakukan dengan mereaksikan larutan K3[Fe(ox)3].3H2O, larutan MnCl2.6H2O, dan larutan tetrabutil amin [N(nC4H9)4]. Untuk mengetahui rumus molekul senyawa ini, dilakukan analisis kandungan C, H, N, ion logam Mn dan Fe. Hasil penentuan kadar ion logam Mn dan Fe serta analisis kadar C, H, N pada senyawa kompleks hasil sintesis disajikan pada tabel 3.2.1. Kandungan unsur C, H, N, ion logam Mn dan Fe secara eksperimen memiliki nilai yang mendekati nilai secara teoritis. Untuk menguji bahwa senyawa kompleks yang disintesis telah terbentuk, dapat dianalisis dengan difraksi sinar-X, seperti terlihat pada gambar 3.2.1:
Gambar 3.2.1 Difraksi sinar-X [N(n-C4H9)4][MnFe(ox)3]
Hasil analisa difraksi sinar-X kompleks [N(nC4H9)4][MnFe(ox)3] terdapat kesesuaian dengan pola difraksi sinar-X kompleks binuklir oksalat [N(nC5H11)4][MnIIFeIII(ox)3] yang telah dilaporkan (Nuttal,1999) yang ditunjukkan pada gambar 3.2.3 :
Gambar 3.2.3 Difraksi sinar-X kompleks [N(n-C5H11)4][MnFe(ox)3] Untuk menguji lebih lanjut bahwa senyawa kompleks yang disintesis telah terbentuk, dilakukan analisis spektroskopi inframerah. Hasil spektrum inframerah kompleks [N(n-C4H9)4][MnIIFeIII(ox)3] ditunjukkan pada gambar 3.2.4 :
3.3 Sifat Magnetik Kompleks Binukir [N(nC4H9)4][MnIIFeIII(ox)3] Sifat kemagnetan kompleks binuklir [N(nC4H9)4][MnIIFeIII(ox)3] dapat diamati dengan menganalisis nilai momen magnet yang terukur serta melihat banyaknya elektron bebas yang tidak berpasangan. Pengukuran nilai momen magnet dapat dilakukan dengan menggunakan Magnetic Susceptibility Balances. Nilai momen magnetik senyawa kompleks binuklir oksalat [N(n-C4H9)4][MnIIFeIII(ox)3] sebesar 7,81 BM. Nilai momen magnetik pada kompleks binuklir [N(n-C4H9)4][MnIIFeIII(ox)3] lebih besar dibandingkan kompleks binuklir [N(nC5H11)4][MnIIFeIII(ox)3] sebesar 7,71 BM yang telah dilaporkan (Mathoniere, 1996). Hal ini membuktikan bahwa dengan menurunkan jarak antar lapisan jaringan polimerik kompleks dapat meningkatkan interaksi magnetik senyawa. Jarak antar lapisan menjadi lebih kecil dengan mengganti kation organik yang lebih kecil. Ukuran kation organik yang lebih kecil digunakan dengan mengganti kation organik [N(n-C5H11)4]+ dengan [N(n-C4H9)4]+. Nilai momen magnetik senyawa secara teoritik berkaitan dengan keadaan spin ion-ion logamnya. Momen efektif kompleks binuklir [N(nC4H9)4][MnFe(ox)3] adalah sebesar 8,94 BM. Senyawa kompleks binuklir [N(nC4H9)4][MnIIFeIII(ox)3] yang dihasilkan bersifat spin tinggi. Hal ini mengindikasi bahwa kompleks binuklir oksalat [N(n-C4H9)4][MnIIFeIII(ox)3]bersifat paramagnetik. 4
Gambar 3.2.4 Spektrum kompleks binuklir [N(n-C4H9)4][MnIIFeIII(ox)3] Serapan spektrum infra merah pada kompleks [N(nC4H9)4][MnIIFeIII(ox)3] menunjukkan kesesuaian terhadap spektrum infra merah yang telah dilaporkan (Nakamoto, 1997) dan (Martak,2008). Serapan νC=O oksalat bebas pada panjang gelombang 1688 cm-1, sedangkan νC-H butil bebas pada daerah panjang gelombang 3065 cm-1 (Nakamoto, 1997). Serapan νC=O oksalat sebagai ligan jembatan pada panjang gelombang 1633, 1339 dan 808 cm-1, sedangkan FeO dan Mn-O masing-masing pada panjang gelombang 472,7 dan 410,9 cm-1 (Martak,2008)
Prosiding Kimia FMIPA
Kesimpulan Nilai momen magnet kompleks binuklir [N(nC4H9)4][MnIIFeIII(ox)3] adalah sebesar 7,81 BM. Nilai momen magnetik yang terukur memiliki nilai momen magnetik yang lebih besar dibandingkan nilai momen magnetik kompleks binuklir [N(nC5H11)4][MnIIFeIII(ox)3] sebesar 7,71 BM. Hal ini membuktikan bahwa dengan menurunkan jarak antar lapisan pada jaringan polimerik dengan mengganti kation organik [N(n-C5H11)4]+ dengan [N(n-C4H9)4]+ dapat meningkatkan interaksi magnetik senyawa. Kompleks binuklir [N(n-C4H9)4][MnIIFeIII(ox)3] yang dihasilkan bersifat spin tinggi. Hal ini mengindikasi bahwa kompleks binuklir [N(nC4H9)4][MnIIFeIII(ox)3]bersifat paramagnetik. Ucapan Terima Kasih 1. Kepada Dr. Fahimah Martak sebagai dosen pembimbing 2. Kepada teman-teman dan seluruh pihak yang mendukung Daftar Pustaka Christopher J. Nuttall and Peter Day. (1999), Modeling Stacking Faults in the Layered Molecular-Based Magnets AMIIFeIII(C2O4)3 {MII = Mn, Fe; A = Organic Cation]}, Journal of Solid State Chemistry 147, 3-10
Corinen Mathoniere, Christopher J Nuttal, Simon G, Carling, Peter Day., (1996), Ferrimagnetic mixed-valency and mixed-metal tris(oxalato) iron(III) compound: synthesis, structure, and magnetism., Inorganic Chemistry 1996, 35, 1201-1206 Coronado, E. Galán Mascarós, J.R., Gimenez-Saiz C., Gómez Garzia, C. J., Magnetic Properties of Hybrid Molecular Materials Based on Oxalato Complexes, Polyhedron, 2003, 22, 2381-2386 Cotton dan Wilkinson, (1989). Dasar. UI-Press, Jakarta
Kimia Anorganik
Daintith, John. (1994), “Kamus Lengkap Kimia”, Erlangga, Jakarta Decurtins S., Pellaux R., Antorrena G. dan Palacio F. (1999), Multifunctional Coordination Compounds: Design and Properties, Coordination Chemistry Reviews, 190-192, 841-854. H.G.M. Edwards, N.C. Russell., (1998), Vibrational spectroscopic study of iron(II) and iron(III) oxalates, Journal of Molecular Structure 443 (1998) 223-231 Figgis, B.N., Lewis, J., The Magnetochemistry of Complex Compounds, In ModernCoordination Chemistry, J. Lewis and R.G. Wilkins, Eds., (1960), Interscience Publishers, Inc., New York, 400-454 Nakamoto, K. (1997), Infrared and Raman Spectra of Inorganic and Coordination Compounds, 5th Ed., John Willey and Sons., Inc., New York
Prosiding Kimia FMIPA
Martak, F., (1997), Tesis, Bandung, Bandung
Institut Teknologi
Martak, F., (2008), Desertasi, Institut Teknologi Bandung, Bandung Onggo, D., Sugiyarto, K. H., (2001), Transisi Spin pada Senyawa Kompleks Besi (II) dengan Ligan Bidentat Beratom Donor Nitrogen, Jurnal Pendidikan Matematika dan Sains, Edisi 1 Tahun VI Rayner-Canham, G., (2000), Descriptive Inorganic Chemistry, 2nd edition, W. H.Freeman and Company, New York Real, J. A., Gaspar A. B., Niel V. dan Munoz M. C. (2003), Communication Between Iron(II) Building Blocs in Cooperative Spin Transition Phenomena, Coordination Chemistry Reviews, 236, 121-141. Rivai, H., (1995). Asas Pemeriksaan Kimia. UIPress, Jakarta Sibilia, P. (1996), Guide to Material Characterization and Chemical Analysis, 2th Edition, John Wiley-VCH, New York Skoog, Douglas A., et al, (1998). Principles of Analysis, 5th ed. Saunders College Publishing Sugiyarso, Handoyo, K., (2001). Dasar-Dasar Kimia Anorganik Non Logam. UNY, Yogyakarta Susnandar, Djaka .,(2008), Skripsi, Teknologi Bandung, Bandung
Institut
Vogel, 1985, “ Kimia Anorganik Kualitatif Mikro dan Semimikro”, PT. Kalman Media Pusaka, Jakarta
Prosiding Kimia FMIPA