PENGARUH KARAKTERISTIK SITUASIONAL KONSUMEN TERHADAP MOTIF PEMBELIAN DAGING SAPI DI KECAMATAN SERANG, BANTEN
IVO TRITYA RATNA
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
ii
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA1 Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Karakteristik Situasional Konsumen Terhadap Motif Pembelian Daging Sapi di Kecamatan Serang, Banten adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, September 2014
Ivo Tritya Ratna NIM H34114075
1
Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerjasama yang terkait
ABSTRAK IVO TRITYA RATNA. Pengaruh Karakteristik Situasional Konsumen Terhadap Motif Pembelian Daging Sapi di Kecamatan Serang, Banten. Dibimbing oleh AMZUL RIFIN. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh karakteristik situasional responden terhadap motif pembelian meliputi motif rasional dan motif emosional untuk konsumsi daging sapi di kecamatan Serang. Penelitian ini menggunakan 100 responden konsumen daging sapi yang dibagi menjadi dua kelompok kelas sosial yang berbeda. Penentuan responden menggunakan metode purposive sampling. Pengumpulan data dilakukan pada bulan Maret sampai mei 2014 melalui teknik wawancara langsung dengan berpedoman pada kuesioner yang telah diuji validitas dan reliabilitasnya. analisis data yang digunakan adalah regresi logistik untuk mengetahui pengaruh karakteristik konsumen terhadap motif pembelian daging sapi, sedangkan karakteristik konsumen dianalisis dengan deskriptif dan dibantu dengan alat analisis Mann-Whitney dan Chi-square. Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat perbedaan motif rasional dan motif emosional pembelian daging sapi antara dua kelas sosial berbeda. Hasil analisis pengaruh karakteristik terhadap motif pembelian daging didapatkan bahwa umur, kelas sosial, total konsumsi daging, harga pembelian daging, dan pengeluaran pendapatan untuk daging berpengaruh signifikan terhadap motif pembelian rasional atau emosional konsumen di Serang. kata kunci : daging sapi, karakteristik situasional, motif pembelian, kelas sosial ABSTRACT IVO TRITYA RATNA. The Effect of Situational Characteristics of Respondent on Buying motives for beef meat in Serang, Banten. Supervised by AMZUL RIFIN. The objective of this research was to know the effect of situational characteristics of respondent on buying motives which divided into rasional motive and emotional motive for beef meat consumption in Serang. One hundred respondents were used in this research which divided into two social classes. Purposive sampling method were used to decide the respondent in this research. Data collection were conducted from march to may 2014 using depth interview based on questionnaire which had been tested its validity and realibility. Data were analyzed using logistic regression. The result indicated that there was a difference category of rational motive and emotional motive between social high class and social low class. The analysis result showed that a significantly significant effect on rational or emotional motives in buying beef are age, social class, total consumption of meat, meat purchase price and revenue expenditure for meat. Keys word : buying motives, beef meat, situational characteristics, social classes
2
PENGARUH KARAKTERISTIK SITUASIONAL KONSUMEN TERHADAP MOTIF PEMBELIAN DAGING SAPI DI KECAMATAN SERANG, BANTEN
IVO TRITYA RATNA
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
4
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Skripsi yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2014 ini berjudul “Pengaruh Karakteristik Situasional Konsumen Terhadap Motif Pembelian Daging Sapi di Kecamatan Serang, Banten”. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Amzul Rifin, SP MA selaku pembimbing, Ibu Ir Popong Nurhayati, MM selaku dosen evaluator, Ibu Ir Juniar Atmakusuma, MS sebagai dosen penguji utama serta Ibu Anita Primaswari, SP M.Si selaku dosen penguji akademik yang telah banyak memberi saran. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Seluruh Karyawan Kecamatan Serang, yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Bapak H. Latief, Ibu Hj. Riring Ratnawati, Ka Irfan Seiff, Mba Eva Chintya, Ka Difa Juliandi, Mba Evi Nilam Baiduri, Ivy Mutiara, Ivnu Adam Baihaqi, Kisbiantoro serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Terimakasih penulis ucapkan pula kepada seluruh sahabat, alumni Diploma TIB 45 dan rekan-rekan Alih Jenis Agribisnis Angkatan 2. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, September 2014
Ivo Tritya Ratna
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL 6 DAFTAR GAMBAR 6 DAFTAR LAMPIRAN 6 PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 3 Tujuan Penelitian 4 Manfaat Penelitian 4 TINJAUAN PUSTAKA 4 Pola konsumsi daging sapi 4 Motif Pembelian Daging Sapi 5 Faktor-faktor yang mempengaruhi pembelian daging sapi oleh konsumen 6 Pengertian kelas sosial 7 Metode Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pembelian Daging sapi 9 KERANGKA PEMIKIRAN 10 Kerangka pemikiran teoritis 10 Kerangka Pemikiran Operasional 14 METODE PENELITIAN 16 Lokasi dan Waktu Penelitian 16 Jenis dan Sumber Data 16 Metode Penentuan Responden 16 Metode Pengumpulan Data 17 Metode Analisis Data 19 Analisis Mann-Whitney 21 Analisis Chi-Square 21 Model Regresi Logistik 22 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 27 Gambaran Umum Wilayah Penelitian 27 HASIL DAN PEMBAHASAN 29 Gambaran Umum Karakteristik Konsumen Kelas Sosial Tinggi Dan Kelas Sosial Rendah 29 Pengaruh Karakteristik Situasional Konsumen Terhadap Motif Pembelian Daging Sapi 36 SIMPULAN DAN SARAN 45 Simpulan 45 Saran 45 DAFTAR PUSTAKA 45 LAMPIRAN 49
6
DAFTAR TABEL 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17.
Persentase pengeluaran rata-rata konsumsi makanan daging untuk penduduk Indonesia pada tahun 2007-2012 1 Kelas sosial dan penghasilan di kota Metropolitan 8 Atribut dari Motif Pembelian 18 Distribusi hasil uji validitas kuesioner 19 Atribut yang tidak di masukkan 20 Luas wilayah dan sebaran jumlah penduduk di Kecamatan Serang menurut kelurahan 27 Jumlah penduduk menurut jenis kelamin dan rasio jenis kelamin 27 Sebaran Pemukiman Kumuh Di Kecamatan Serang 28 karakteristik berdasarkan frekuensi konsumsi daging sapi responden 30 Jumlah Pembelian Daging Sapi oleh responden 30 Karakteristik Responden Berdasarkan Kelompok Usia 31 Jumlah dan persentase responden berdasarkan jenis kelamin 32 Karakteristik Responden berdasarkan tingkat pendidikan 33 Karakteristik responden berdasarkan jumlah anggota keluarga 34 Jumlah dan persentase responden berdasarkan pekerjaan 35 Jumlah Dan Persentase Responden Berdasarkan Motif Pembelian 36 Hasil pendugaan model regresi logistik pengaruh karakteristik situasional terhadap motif pembelian konsumen 39 DAFTAR GAMBAR
1 Penawaran dan permintaan daging sapi di Kota Serang, Banten (BPS 2013) 2 2. Kerangka Pemikiran Operasional 15 DAFTAR LAMPIRAN 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Hasil analisis validitas motif rasional 50 Hasil analisis validitas motif emosional 51 Hasil analisis reabilitas motif rasional 52 Hasil analisis reabilitas motif emosional 53 Hasil analisis Mann-whitney umur responden 54 Hasil analisis chi-square jenis kelamin responden 54 Hasil analisis Mann-whitney pendapatan total keluarga, total konsumsi dan pengeluaran pendapatan untuk konsumsi daging sapi 55 8. Hasil analisis chi-square pendidikan responden 57 9. Hasil analisis Mann-whitney jumlah anggota keluargaa responden 59 10. Hasil analisis Chi-square pekerjaan responden 60 11. Hasil analisis chi-square motif pembelian responden 61
12. Hasil Analisis regresi logistik 13. Rekapitulasi skor jawaban motif pembelian Responden 14. Data variabel dependen dan independen motif pembelian daging oleh konsumen
62 65 66
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan manusia yang paling azasi, sehingga ketersediaan pangan bagi masyarakat harus selalu terjamin. Manusia dengan segala kemampuannya selalu berusaha mencukupi kebutuhannya dengan berbagai cara. Dalam perkembangan peradaban masyarakat untuk memenuhi kualitas hidup yang maju, mandiri, dalam suasana tenteram, serta sejahtera lahir batin, semakin dituntut penyediaan pangan yang cukup, berkualitas dan merata. Manusia dalam usahanya memenuhi kebutuhan akan pangan tidak hanya dalam hal kebutuhan pangan pokok saja seperti beras, jagung, dan umbi-umbian, tetapi juga memerlukan pemenuhan akan gizi khususnya yang mengandung protein tinggi baik dari nabati maupun hewani, yang salah satunya berasal dari daging sapi. Daging sapi merupakan bahan pangan hewani yang digemari oleh seluruh lapisan masyarakat karena rasanya yang lezat dan bergizi tinggi (Soeparno, 1992), juga mempunyai serat daging yang lebih halus ketimbang daging kerbau, sehingga jika dimasak mudah empuk, dan sangat memungkinkan untuk dimasak dengan berbagai cara. Selain itu, daging juga merupakan sumber mineral kalsium, fosfor, dan zat besi, serta vitamin B kompleks seperti niasin, riboflavin, dan tiamin. Selain itu, daging sapi juga mengandung kolesterol. Kadar kolesterol daging sapi sekitar 60-120 miligram per 100 gram, lebih rendah daripada kolesterol kuning telor yaitu 1260 miligram per 100 gram (Bahar, 2002). Banyak orang antipati terhadap kolesterol dengan alasan kesehatan yang diwujudkan dengan menghindari konsumsi bahan makanan berkolesterol, seperti daging, telur, dan produk-produk peternakan lainnya. Padahal bahan makanan tersebut merupakan sumber zat gizi yang baik karena memiliki kandungan protein, mineral, vitamin yang sangat dibutuhkan tubuh. Pemberian daging dalam batasan normal tidak akan menimbulkan kegemukan (Astawan, 2004). Batasan kalori manusia adalah 1150 miligram yang diproduksi oleh hati, dan 300 miligram yang berasal dari makanan (Khomsan, 2004). Persentase pengeluaran rata-rata per kapita per bulan untuk konsumsi daging sapi berfluktuasi dan cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2007, pengeluaran untuk makanan daging adalah sebesar 1,95 persen per kapita per bulan. Sedangkan pada tahun 2009, pengeluaran untuk makanan daging tersebut mengalami penurunan sehingga menjadi sebesar 1,89 persen per kapita per bulan. Pada tahun 2012, pengeluaran untuk makanan daging meningkat menjadi 2,06 persen per kapita per bulan. Daftar pengeluaran konsumsi makanan daging untuk penduduk perkotaan dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Persentase pengeluaran rata-rata konsumsi makanan daging untuk penduduk Indonesia pada tahun 2007-2012 Persentase pengeluaran Rata-rata per kapita per bulan untuk konsumsi daging di Indonesia 2011 2012 2007 2008 2009 2010 Maret September maret 1,95 1,84 1,89 2,10 1,85 2,19 2,06
2
Sumber : Badan Pusat Statistik (2013) Peningkatan pengeluaran konsumen dalam konsumsi makanan daging akan mempengaruhi kenaikan permintaan daging sapi. Kenaikan permintaan daging sapi terjadi di Kota Serang. Kenaikan tersebut lebih rendah dibandingkan dengan tingkat penawaran daging sapi. Berikut disajikan gambar penawaran dan permintaan daging sapi di kota Serang. penawaran (ton)
permintaan (ton)
40000 20000 0 2009
2010
2011
2012
2013
Gambar 1 Penawaran dan permintaan daging sapi di Kota Serang, Banten (BPS 2013) Permintaan daging sapi tahun 2009 sampai dengan tahun 2013, pada tahun 2009 permintaan daging sebesar 15952 ton dan terus cenderung meningkat dari tahun-ketahun hingga pada tahun 2013 mengalami peningkatan sebesar 31201 ton. Masalah yang terjadi ialah peningkatan tersebut lebih rendah jika dibandingkan dengan peningkatan penawaran daging sapi yang ada. Permintaan daging sapi yang lebih tinggi dibandingkan dengan penawaran terkait dengan perilaku konsumen untuk membeli daging yang dipengaruhi oleh jenis dan motif pembelian konsumen. Motif pembelian konsumen berbeda antara setiap orang, tergantung keinginan dan kebutuhan dan juga akan dipengaruhi dengan status kelas sosial mereka (Setiadi, 2003). Menurut Schiffman dan kanuk (2004) motivasi merupakan salah satu faktor yang dapat memutuskan pembelian konsumen selain faktor keyakinan dan persepsi konsumen. Sejumlah peneliti tingkah laku konsumen membedakan motivasi atau motif konsumen menjadi dua bagian, motivasi pembelian rasional dan motivasi pembelian emosional. mereka menggunakan istilah rasional untuk pengertian tradisional ekonomis yang mengasumsikan bahwa konsumen bertingkah laku secara rasional dengan menyadari semua alternatif pilihan secara seksama dan memilih pilihan yang memberikan kegunaan yang paling besar secara hati-hati. Dalam konteks pemasaran, istilah motivasi pembelian rasional menunjuk kepada konsumen yang membeli berdasarkan kriteria yang objektif seperti misalnya ukuran, berat, harga, atau volume barang, sedangkan motivasi emosional menunjuk kepada konsumen yang membeli berdasarkan kriteria yang subjektif seperti misalnya kebanggaan atau status (Schiffman dan kanuk, 2004). Konsumen yang membeli suatu produk berdasarkan motivasi rasional lebih mengutamakan pertimbangan ekonomis seperti kualitas produk, harga, efisiensi, dan tersedianya barang. konsumen bertindak secara rasional ketika mempertimbangkan semua alternatif dan pilihan yang ada untuk memberikan manfaat terbesar bagi dirinya, dengan kata lain konsumen mendasarkan putusannya pada kriteria objektif. Konsumen yang membeli produk berdasarkan motivasi emosional lebih mendasarkan putusannya pada kriteria subjektif dan
3
faktor-faktor internal yang ada di dalam dirinya seperti harga diri, pengungkapan rasa cinta dan kenyamanan (Violitta dan Hartanti, 1996). Daging sapi dikonsumsi oleh masyarakat baik individu, rumah tangga, maupun usaha jasa. Konsumen daging pun terdiri dari beragam kelas sosial, baik ditinjau dari pekerjaan, pendapatan, kekayaan, dan variabel kelas sosial lainnya. Perbedaan pendapatan yang diperoleh oleh konsumen menyebabkan perbedaan pola konsumsi, sehingga perbedaan pendapatan tersebut merupakan salah satu indikator perbedaan kelas sosial. Hal ini menyebabkan perbedaan perilaku konsumen dalam mengkonsumsi daging sapi pada kelas sosial yang berbeda. Kecamatan Serang merupakan wilayah dengan konsumsi daging yang masih rendah (BPS, 2013). Sehingga penting untuk dipelajari lebih dalam karakteristik konsumen serta sikap konsumen terkait motif pembelian daging sapi. Diharapkan dari hasil studi tentang sikap konsumen terkait motif pembelian daging ini dapat memberikan pengetahuan kepada produsen daging sapi dan pembaca khususnya. Perumusan Masalah Seperti yang telah diungkapkan sebelumnya jumlah penduduk semakin meningkat dari tahun ke tahun, sehingga kebutuhan akan bahan pangan pun meningkat. Selain itu, pengetahuan di bidang kesehatan pun meningkat sehingga setiap orang berusaha untuk menjaga kesehatannya supaya tubuh tetap prima, yaitu dengan makan makanan yang bergizi. Salah satunya yaitu dengan mengkonsumsi daging sapi. Daging sapi merupakan bahan pangan hewani yang sangat digemari oleh masyarakat karena rasanya yang lezat dan bergizi tinggi. Oleh karena itu berbagai macam cara harus dilakukan produsen untuk menyediakan daging sapi yang berkualitas serta meningkatkan strategi pemasarannya (Soeparno, 1992). Provinsi Banten merupakan daerah dengan konsumsi daging sapi yang masih rendah dibandingkan dengan DKI Jakarta, terutama pada daerah kecamatan Serang sendiri. Setiap tahunnya jumlah konsumsi daging per kapita di kecamatan serang pun berfluktuasi. Pada tahun 2012 jumlah konsumsi daging per kapita per tahun pada perkotaan yaitu 1,6 kg, di pedesaan yaitu sebesar 0,6771 kg/kapita/tahun (BPS Kota Serang 2012), Naik turunnya konsumsi daging tersebut sangat mempengaruhi permintaan daging masyarakat terhadap produsen, sehingga penawaran pun lebih tinggi daripada permintaan yang ada. Penawaran daging sapi yang lebih tinggi dibandingkan dengan permintaan terkait dengan perilaku konsumen untuk membeli daging yang dipengaruhi oleh jenis motif pembelian konsumen. Motif pembelian konsumen berbeda antara setiap orang, tergantung suasana, keinginan, dan kebutuhan per masing-masing individunya. Masing-masing individu tersebut akan selalu dihadapkan dengan kondisi dimana mereka harus memilih apa yang benar-benar sedang mereka butuhkan. Kondisi tersebut salah satunya terdorong dengan motif pembelian ataupun motivasi pembelian konsumen itu sendiri yang berguna untuk memuaskan kebutuhan dan keinginannya. Menurut Swasta dan Handoko (1997), motif-motif manusia dalam melakukan pembelian dapat dibedakan atas beberapa, salah satunya adalah motif rasional dan motif emosional, Motif rasional adalah motif yang didasarkan pada kenyataan-kenyataan seperti yang ditunjukkan oleh
4
suatu produk kepada konsumen. Faktor yang dapat dipertimbangkan dapat berupa harga, kualitas, pelayanan, ketersediaan barang, keawetan, ukuran, kebersihan efisiensi dalam penggunaan. Motif emosional adalah motif pembelian yang berkaitan dengan dengan perasaan atau emosi individu, seperti pengungkapan rasa cinta, kebanggaan, kenyamanan, kesehatan, keamanan dan kepraktisan. Berdasarkan pengertian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa setiap individu memiliki perbedaan motif dalam pembelian suatu barang atau produk, khususnya dalam mengkonsumsi daging sapi. Sebagian orang mungkin menganggap daging sapi merupakan suatu produk atau barang mewah namun sebagian orang ada pula yang menganggap daging sebagai produk atau barang pangan pokok yang menjadi kebutuhan dasar dalam melengkapi gizi didalam tubuhnya. Sehingga untuk mengetahui motif pembelian antara dua kelas sosial, perlu kita ketahui terlebih dahulu bagaimana pola konsumsi antara dua kelas sosial berbeda dalam penelitian ini. Dengan melihat pernyataan tersebut maka permasalahan dari penelitian ini, yaitu : 1. Bagaimana motif pembelian daging sapi pada dua kelas sosial yang berbeda ? 2. Bagaimana pengaruh karakteristik situasional konsumen pada dua kelas sosial yang berbeda terhadap motif pembelian daging sapi ? Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah tersebut, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah: 1. Menganalisis perbedaan motif pembelian daging sapi antara dua kelas sosial berbeda, pada status kelas sosial tinggi dan kelas sosial rendah. 2. Menganalisis pengaruh karakteristik situasional konsumen pada dua kelas sosial yang berbeda yang meliputi umur, pekerjaan kepala rumah tangga, pendidikan, jumlah anggota rumah tangga, pendapatan, pengeluaran pendapatan untuk konsumsi daging, total konsumsi daging sapi, dan status sosialterhadap motif pembelian daging sapi. Manfaat Penelitian 1. Akademisi dan peneliti, diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan pustaka dan referensi untuk penelitian yang akan dilakukan. Dan juga bermanfat sebagai bahan pembelajaran dalam memahami konsep perilaku konsumen secara keseluruhan. 2. Bagi produsen dapat memberikan dasar pertimbangan dalam pemasaran dan distribusi produk sapi yang dihasilkan.
TINJAUAN PUSTAKA Pola konsumsi daging sapi Daging adalah salah satu hasil ternak yang hampir tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Selain penganekaragaman sumber pangan, daging dapat
5
menimbulkan kepuasan atau kenikmatan bagi yang memakannya karena kandungan gizinya yang lengkap, sehingga keseimbangan gizi dapat terpenuhi (Maharany 2002). Beberapa penelitian telah dilakukan untuk melihat sikap konsumen terhadap daging sapi yang ada di pasaran (Wijaya 2008, Dano 2004, Maharany 2002, Pandjaitan 2006, dan Anggraini 2006). Beberapa diantara penelitian tersebut menggarisbawahi pola konsumsi daging yang ada di masyarakat. Dilihat dari pola konsumsi masyarakat, konsumen biasanya membeli daging sapi seminggu sekali bahkan kadang mereka membeli hingga sebulan sekali (Dano 2004 dan Maharany 2004). Konsumsi rata-rata daging sapi masyarakat per minggunya pun hanya berkisar antara 0,010 kg/kap/minggu – 0,012 kg/kap/minggu (Anggraini 2006). Alasan utama mereka membeli daging sapi tersebut adalah pemenuhan gizi (Wijaya 2008 dan Anggraini 2006) dan karena cara mendapatkannya mudah (Anggraini 2006). Hal ini menandakan bahwa frekuensi dan kuantitas pembelian daging sapi sangat bervariasi dan biasanya sangat dipengaruhi oleh selera konsumen. Pertimbangan-pertimbangan yang dilakukan konsumen dalam memilih daging sapi biasanya yaitu pada warna daging, kandungan air, kandungan lemak, dan serat daging (Wijaya 2008). Selain itu, potongan daging yang paling banyak diminati adn paling bayak dibeli oleh konsumen yaitu daging has sapi karena daging ini lebih padat dan tidak berlemak, dan juga potongan daging has sapi lebih mudah untuk diolah menjadi berbagai masakan (Maharany 2002).
Motif Pembelian Daging Sapi Motif atau drive adalah dorongan yang menekan seseorang untuk memenuhi kebutuhan. Motif untuk memenuhi kebutuhan tergantung pada keadaan individu, misalnya keadaan sosial, ekonomi, dan budaya masing-masing individu (Handoko, 1992). Motif yang mendorong seseorang untuk melakukan pembelian barang dan jasa dapat ditinjau dari berbagai macam sudut pandang antara lain sudut pandang ekonomi. Sehingga dapat dikatakan bahwa motif pembelian adalah dorongan untuk membeli sesuatu dalam rangka memenuhi kebutuhan seseorang. Motif pembelian konsumen digolongkan menjadi motif pembelian emosional dan motif pembelian rasional. Motif pembelian emosinal yaitu keinginan pembeli agar terlihat berbeda dari yang lain, kebanggaan penampilan pribadi, pencampaian status sosial, usaha menghindari keadaan bahaya. Motif ini menggambarkan bahwa konsumen dalam melakukan pembelian dengan alasan subyektif seperti harga diri, kekhawatiran, kasih sayang dan status. motif pembelian rasional yaitu kemudahan dan efisiensi dalam penggunaan, tahan lama, membantu menambah pendapatan, hemat dalam pemakaian, dan harga. Motif rasional didasarkan bahwa dalam melakukan pembelian dilakukan dengan hatihati mempertimbangkan semua alternatif dan dan memilih barang yang dapat memberikan kegunaan dan atau kepuasan terbesar. Pembelian rasioanal ini secara tidak langsung menggambarkan bahwa konsumen dalam melakukan pembelian dengan alasan objektif seperti harga, cara memperoleh dan efisiensi penggunaan. Lebih lanjut Winardi (1991) menyatakan motif rasional mencakup alasan penghematan dalam pembelian, efisiensi produk, jaminan dalam pemakaian dan
6
kualitas, daya tahan produk, penghematan penggunaan produk dan bertambahnya pendapatan. Menurut Asri (1991), motif emosional jika dipandang dari segi hirarki kebutuhan manusia maka manusa tidak bia disalahkan karena manusia memiliki keinginan untuk membeli produk. Menurut Azwar (2003), manusia melakukan sesuatu dengan dasar emosi yang berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego. Ditinjau dari harga, motif pembelian emosional tidak berdasarkan pertimbangan ekonomis, sedangkan motif rasional didasari dengan berbagai pertimbangan yang ekonomis. Daging sapi memiliki kandungan gizi tinggi yang diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan manusia. Daging sapi mengandung kolesterol sebesar 60-120 miligram per 100 gram, sehingga banyak orang menghindari ataupun tidak memakan daging untuk menghindari kolesterol dengan alasan kegemukan. Hal ini menunjukkan motif emosional lebih menentukan dalam pembelian daging dibandingkan motif rasional (Anggraini 2006). Motif rasional terlihat dari sisi pendapatan. Sebagian orang mengurangi konsumsi daging sapi karena pendapatan yang terbatas. Pendapatan menurut Bernadien (2012), merupakan jumlah seluruh uang yang diterima oleh seseorang atau rumah tangga selama jangka waktu tertentu. Pengeluaran pendapatan adalah bagian pendapatan yang dialokasikan untuk mendapatkan dan memanfaatkan daya guna suatu barang dan jasa. Penduduk yang berpendapatan tinggi biasanya membeli barang kebutuhan dalam jumlah yang besar. Pada penduduk yang berpendapatan menengah atau rendah, pembelian barang yang dilakukan tergantung dari sifat orang serta situasi dan kondisi yang dihadapi, pendapatan yang digunakan untuk memenuhi keperluan barang dan jasa akan berubah setiap tahunnya. Motivasi konsumen dalam mengkonsumsi daging sapi kebanyakan adalah dengan alasan kandungan gizi, kualitas, rasa, dan selera (Bernadien 2012). Faktor-faktor yang mempengaruhi pembelian daging sapi oleh konsumen Daging sapi merupakan produk pangan hasil ternak yang cenderung meningkat permintaannya seiring dengan perkembangan ekonomi masyarakat. Selain perkembangan ekonomi, faktor-faktor lain yang juga mendukung peningkatan permintaan daging sapi adalah pertambahan penduduk, perbaikan tingkat pendidikan, serta perubahan gaya hidup di masyarakat. Menurut Bernadien (2012) dan Dano (2004) faktor yang diduga mempengaruhi konsumen dalam pembelian daging sapi adalah frekuensi pembelian ataupun frekuensi konsumsi, karena semakin sering konsumen mengkonsumsi daging sapi maka jumlah pembelian daging sapi pun meningkat. Faktor lain yang berpengaruh dalam pembelian daging sapi yaitu jumlah anggota keluarga, hal ini disebabkan karena semakin banyak orang dalam dalam suatu rumah tangga maka akan semakin banyak pula kebutuhan mereka akan kebutuhan pangan seperti daging sapi sehingga akan semakin meningkat pula jumlah pembelian mereka terhadap daging sapi tersebut (Bernadien 2012). Faktor-faktor tersebut telah diuji dan dinyatakan berpengaruh sangat nyata dalam mempengaruhi pembelian daging sapi oleh konsumen. Sedangkan, umur, pendapatan, pengeluaran, harga, pendidikan, dan pekerjaan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap jumlah pembelian daging sapi (Bernadien (2012) dan
7
Dano (2004)). Sementara Anggraini (2006) menambahkan bahwa perbedaan status sosial yang terjadi dimasyarakat mengakibatkan perbedaan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pembelian daging sapi, pada status sosial tinggi pembelian daging sapi dipengaruhi oleh pendidikan, jumlah anggota keluarga, dan jenis kelamin. Sedangkan, pada status sosial rendah faktor yang sangat mempengaruhi pembelian daging sapi adalah umur, pendidikan dan pendapatan. Kenyataan yang terjadi pada saat ini adalah pada status sosial tinggi semakin tinggi pendapatan seseorang maka dalam mengkonsumsi daging akan semakin rendah dengan alasan bahwa untuk menghindari kolesterol, namun pada status sosial rendah akan berkebalikan semakin tinggi pendapatan mereka maka akan tinggi pula dalam mengkonsumsi daging karena mereka beralasan untuk memenuhi dan memperbaiki kebutuhan gizi mereka. Setiap konsumen biasanya memperhatikan beberapa atribut yang dijadikan acuan untuk memilih produk pangan yang akan mereka beli (Bernadien 2012) khususnya pada keputusan pembelian daging. Setidaknya ada enam atribut yang paling sering diperhatikan konsumen dalam membeli daging sapi yaitu harga, kesegaran, kualitas, keamanan, bagian daging, dan juga tempat pembelian (Dano 2004). Namun sebagian konsumen juga beranggapan bahwa atribut harga tidak lebih penting dibandingkan atribut fisik daging sapi (Maharany 2002), mendapatkan daging sapi ideal dengan sifat-sifat fisik daging sapi yang baik seperti berwarna merah segar, kenyal dengan lemak yang sedikit, tekstur daging yang halus (Wijaya 2008) merupakan hal yang sangat diharapkan konsumen (Wijaya 2008) sehingga terkadang harga tidak selalu menjadi sorotan penting untuk sebagian konsumen. Dano (2008) menambahkan bahwa tempat pembelian daging juga berpengaruh terhadap keputusan pembelian daging sapi segar yang akan dibeli oleh konsumen, baik di pasar tradisional maupun di pasar modern. Pengertian kelas sosial Kelas sosial dapat dianggap sebagai suatu rangkaian kesatuan yaitu serangkaian posisi sosial dimana setiap anggota masyarakat dapat ditempatkan, para peneliti membagi rangkaian kesatuan itu menjadi sejumlah kecil kelas sosial yang khusus atau strata. Konsep kelas sosial digunakan untuk menempatkan individu atau keluarga dalam suatu kategori sosial. Kelas sosial didefinisikan sebagai pembagian anggota masyarakat ke dalam suatu hierarki status kelas yang berbeda, sehingga para anggota setiap kelas secara relative mempunyai status yang sama dan para anggota kelas lainnya mempunyai status yang lebih tinggi atau lebih rendah. Menurut Sumarwan (2002), kelas sosial adalah bentuk lain dari pengelompokkan masyarakat ke dalam kelas atau kelompok yang berbeda. Perbedaan kelas akan menggambarkan perbedaan pendidikan, pendapatan, pemilikan harta benda, gaya hidup, dan nilai-nilai yang dianut. Perbedaan tersebut akan mempengaruhi perilaku konsumsi seseorang atau keluarga. Kelas sosial merupakan bentuk lain dari pengelompokkan masyarakat ke dalam kelas atau kelompok atau strata yang berbeda. Perbedaan kelas atau strata akan menggambarkan perbedaan pendidikan, pendapatan, pemilikan harta benda, gaya hidup dan nilai-nilai yang dianut. Kelas sosial akan mempengaruhi jenis
8
produk, jenis jasa dan merek yang dikonsumsi konsumen. Kelas sosial juga mempengaruhi pemilihan toko, tempat pendidikan dan tempat berlibur dari seorang konsumen. Konsumen juga sering memiliki persepsi mengenai kaitan antara satu jenis produk atau sebuah merek dengan kelas sosial konsumen. Menurut Kasali (2005), produk yang dibeli konsumen biasanya erat hubungannya dengan penghasilan yang dimiliki oleh rumah tangga orang tersebut, tetapi penghasilan tidak selalu cocok untuk meramalkan konsumsi seseorang. Seorang yang bernama James Duessenberry menemukan hubungan antara penghasilan, kelas sosial, dan konsumsi; yang kemudian dikenal sebagai Relative Income Hypothesis, yang berarti pilihan konsumsi seseorang bersifat relatif terhadap penghasilan dan kelas sosialnya. Selera seseorang atau konsumsi seseorang dipengaruhi oleh kelas yang ditinggali oleh konsumen tersebut, karena itu Lloyd Warner dalam Kasali (2005) membagi pasar ke dalam enam kelas sosial, yaitu : 1. Kelas atas-atas 2. Kelas atas bagian bawah 3. Kelas menengah atas 4. Kelas menangah bawah 5. Kelas bawah bagian atas 6. Kelas bawah bagian bawah Masing-masing kelas tersebut memiliki karakter yang berbeda-beda, yang mempengaruhi cara pandang dan cara membelanjakan uang mereka. Di Indonesia, pembagian kelas sosial ekonomi itu sering dikelompokkan secara abstrak sebagai berikut : 1. Kelas A+ (kelas atas-atas) 2. Kelas A (kelas atas bagian bawah) 3. Kelas B+ (kelas menengah atas) 4. Kelas B (kelas menengah bawah) 5. Kelas C+ (kelas bawah bagian atas) 6. Kelas C (kelas bawah bagian bawah) Pembagian kelas sosial biasanya disertai dengan pengelompokkan berdasarkan daya beli (penghasilan) individu yang disandang masing-masing kelas. Tabel berikut ini menyajikan dua pandangan yang berbeda, yaitu pandangan mewah dan pandangan sederhana di kota besar metropolitan seperti Jakarta, Surabaya, Balikpapan, dan Medan. Tabel 2. Kelas sosial dan penghasilan di kota Metropolitan Penghasilan keluarga / bulan Kelas Pandangan mewah Pandangan sederhana A+ > Rp. 8 juta > Rp. 2 juta A Rp. 6 – 8 juta Rp. 1 – 2 juta B+ Rp. 4 – 6 juta Rp. 0,7 – 1 juta B Rp. 0,7 – 4 juta Rp. 0,3 – 0,7 juta C+ p. 0,3 – 0,7 juta Rp. 0,1 – 0,3 juta C < Rp. 0,3 juta < Rp. 100.000 Sumber : Kasali (2005) Beberapa penelitian mengelompokkan kelas sosial berdasarkan pendapatan, pendapatan yang rendah dari rata-rata biasanya dikelompokkan kedalam kelas sosial rendah dan juga sebaliknya (Anggraini 2006). Penilaian kelas sosial dapat dilakukan dengan beberapa pendekatan, misalnya penilaian dengan kesejahteraan
9
keluarga pada kriteria BKKBN, penilaian keadaan lingkungan sosial dalam masyarakat, serta lokasi tempat mereka tinggal. Metode Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pembelian Daging sapi Penelitian yang telah dilakukan dengan tema faktor-faktor yang mempengaruhi konsumen untuk membeli daging sapi menggunakan analisis statistik regresi linier berganda, regresi logistik, dan chi-square. Uji chi-square adalah uji statistik yang digunakan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan yang signifikan antara banyak yang diamati dari objek atau jawaban yang diharapkan berdasarkan hipotesis nol (Wijaya 2008). Uji regresi linier berganda dan uji regresi logistik adalah uji statistik yang digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel independen (bebas) dengan variabel dependen (terikat). Uji chi-square yang dilakukan Wijaya (2008) bertujuan untuk menguji preferensi konsumen terhadap atribut daging sapi, sehingga diketahui atribut apa saja yang menjadi preferensi konsumen dalam membeli daging sapi, adapun atribut yang digunakan dalam penelitian yaitu warna daging, kandungan lemak, dan bagian daging sapi. Ketiga faktor tersebut kemudian dianalisis satu persatu untuk mengetahui perbedaan preferensi konsumen terhadap atribut daging tersebut. Analisis regresi linier berganda memerlukan pengujian secara serempak dengan menggunakan F hitung. Signifikansi ditentukan dengan membandingkan F hitung dengan F tabel dan atau dengan melihat signifikansi pada output SPSS, dalam beberapa kasus dapat terjadi bahwa secara simultan (serempak) beberapa variabel mempunyai pengaruh yang signifikan, tetapi secara parsial tidak. Penggunaan metode analisis regresi linier berganda memerlukan uji asumsi klasik yang secara statistik harus dipenuhi. Asumsi klasik yang sering digunakan adalah asumsi normalitas, multikolinieritas, autokorelasi, heteroskedastisitas dan asumsi linieritas. Analisis model rgresi linier berganda digunakan oleh Bernadien (2012) untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pembelian daging sapi lokal dan daging sapi impor. Variabel dependen dalam penelitian Bernadien (2012) adalah permintaan daging sapi lokal dan impor dimana responden yang digunakan adalah konsumen yang setidaknya pernah membeli daging sapi lokal atau impor minimal sekali, adapun variabel independen dalam penelitian Bernadien (2012) yaitu umur, pendapatan, pengeluaran, harga, pendidikan, frekuensi konsumsi, dan jumlah anggota keluarga. Regresi logistik (logistic regression) sebenarnya sama dengan analisis regresi linier berganda, hanya variabel terikatnya merupakan variabel dummy (0 dan 1). Regresi logistik tidak memerlukan asumsi normalitas, meskipun Screening data outliers tetap dapat dilakukan. Regresi logistik mempermudah dalam memberikan penjelasan satuan variabel terikat (dependen) karena variabel Y merupakan dummy. Uji regresi logistik dilakukan oleh Dano (2004) untuk mengetahui keputusan lokasi pembelian daging sapi, dengan variabel dependen yaitu lokasi pembelian yang di transformasikan menjadi 1 untuk pasar swalayan dan 0 untuk pasar tradisional.
10
KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka pemikiran teoritis Kerangka pemikiran teoritis yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari penelusuran teori yang relevan dengan permasalahan yang menjadi topik kajian ini, yaitu yang berkaitan dengan teori-teori tentang perilaku konsumen, teori dan konsep motivasi konsumen dalam pembelian produk, dan pengaruh kelas sosial konsumen dalam menentukan pembelian. Adapun kerangka pemikiran teoritis dalam penelitian ini akan dijelaskan pada subbab berikut ini. Perilaku Konsumen Definisi Perilaku konsumen Perilaku Konsumen adalah proses dan aktivitas ketika seseorang berhubungan dengan pencarian, pemilihan, pembelian, penggunaan, serta pengevalusian produk dan jasa demi memenuhi kebutuhan dan keinginan. Namun ada pula yang mengartikan Perilaku Konsumen sebagai hal-hal yang mendasari untuk membuat keputusan pembelian, yang mana Hubungannya yaitu dengan keputusan pembelian suatu produk atau jasa, pemahaman mengenai perilaku konsumen meliputi jawaban atas pertanyaan seperti apa (what) yang dibeli, dimana membeli (where), bagaimana kebiasaan (how often) membeli dan dalam keadaan apa (under what condition) barang-barang dan jasa-jasa dibeli. Keberhasilan perusahaan dalam pemasaran perlu didukung pemahaman yang baik mengenai perilaku konsumen, karena dengan memahami perilaku konsumen perusahaan dapat merancang apa saja yang diinginkan konsumen (Setiadi, 2003). Menurut Schiffman dan Kanuk (2008) Perilaku konsumen adalah proses yang dilalui oleh sesorang dalam mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi dan bertindak pasca konsumsi produk dan jasa, maupun ide yang diharapkan dapat memenuhi kebutuhannya. Sehingga sangat penting sekali bagi perusahaan untuk mengetahui perilaku konsumen guna mencapai kesuksesan yang sesuai dengan tujuan perusahaan. Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Konsumen Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi konsumen ada dua hal yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Menurut Swasta dan Handoko (2000), salah satu faktor internal yang dapat mempengaruhi perilaku konsumen antara lain motivasi. Motivasi merupakan penggerak dalam diri seseorang yang memaksa untuk bertindak. Sedangkan Handoko (2001) mengatakan bahwa motivasi adalah suatu keadaan dalam pribadi yang mendorong keinginan individu untuk melakukan keinginan tertentu guna mencapai tujuan. Dalam bidang pemasaran Sigit (2002) menjelaskan bahwa motivasi pembelian adalah pertimbanganpertimbangan dan pengaruh yang mendorong orang untuk melakukan pembelian. Pengaruh Situasional Menurut Mowen dan Minor (1998), pengaruh situasional adalah kekuatan sesaat yang tidak berasal dari dalam diri seseorang atau berasal dari produk atau merek yang dipasarkan. Pengaruh situasional pada konsumen adalah faktor personal dan lingkungan sementara yang muncul pada aktivitas konsumen
11
sehingga situasi konsumen meliputi faktor-faktor, yaitu melibatkan waktu dan tempat dimana aktivitas konsumen terjadi, mempengaruhi tindakan konsumen seperti perilaku pembelian, dan tidak termasuk karakteristik personal yang berlaku dalam jangka panjang. Situasi merupakan keseluruhan faktor pada suatu waktu dan tempat tertentu dari pengamatan yang tidak berasal dari pengetahuan personal (intra-individu) dan atribut rangsangan (pilihan alternatif), serta mempunyai pengaruh yang terlihat dan sistematis terhadap perilaku saat ini (Belk, 1974). Selain itu, pengaruh situasi sebagai kondisi sementara atau setting yang terjadi dalam lingkungan pada waktu dan tempat tertentu (Assael, 1998). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Stanton dan Bonner yang dikutip oleh Assael (1998) menemukan bahwa variabel situasi membentuk demografi dan persepsi konsumen dalam meramalkan pilihan terhadap produk makanan. Sehingga teori yang digunakan dalam penelitian ini untuk menjadi variabel karakteristik situasional konsumen yaitu sesuai dengan yang disebutkan oleh Assael (1998). Konsep Motivasi Definisi Motivasi Menurut Winardi (2001), istilah motivasi berasal dari perkataan bahasa latin, yakni movere yang berarti “menggerakkan” (to move). Dengan demikian secara etimologi, motivasi berkaitan dengan hal-hal yang mendorong atau menggerakkan seseorang untuk melakukan sesuatu. Sedangkan menurut Robbins (2001, p156) : “motivation is the processes that account for individual’s intensity, direction, and persistence of effort toward a goal”, yang berarti motivasi suatu proses yang menjelaskan kesediaan seseorang untuk berusaha untuk mencapai kearah tujuan, yang dikondisikan oleh kemampuan/intensitas seseorang dalam memenuhi kebutuhannya. Dengan demikian maka istilah motivasi sama artinya dengan kata-kata motive, motif, dorongan, alasan dan lain-lain. Hal ini sejalan dengan pendapat Winardi (2000) yang menyatakan bahwa motivasi berkaitan dengan kebutuhan. Sama halnya dengan yang diungkapkan oleh American Encyclopedia bahwa motivasi adalah kecenderungan (suatu sifat yang merupakan pokok pertentangan) dalam diri seseorang yang membangkitkan topangan dan tindakan, motivasi meliputi faktor kebutuhan biologis dan emosional yang hanya dapat diduga dari pengamatan tingkah laku manusia. Kita sebagai manusia selalu mempunyai kebutuhan yang diupayakan untuk dipenuhi. Untuk mencapai keadaan termotivasi, maka kita harus mempunyai tindakan tertentu yang harus dipenuhi, dan apabila kebutuhan itu terpenuhi, maka muncul lagi kebutuhankebutuhan yang lain hingga semua orang termotivasi. Jadi secara keseluruhan motivasi dapat diartikan sebagai sesuatu yang mendorong seseorang untuk berperilaku tertentu, yang membuat seseorang memulai melaksanakan dan mempertahankan kegiatan tertentu. Perilaku yang termotivasi diprakarsai oleh pengaktifan kebutuhan atau pengenalan kebutuhan. Kebutuhan atau motif diaktifkan ketika ada ketidakcocokan yang memadai antara keadaan actual dan keadaan yang diinginkan atau yang disukai. Karena ketidakcocokan ini meningkat, hasilnya adalah pengaktifan suatu kondisi kegairahan yang diacu sebagai dorongan. Semakin kuat dorongan tersebut, maka semakin besar pula urgensi respons yang dirasakan.
12
Klasifikasi Motif Motivasi yang dimiliki tiap konsumen sangat berpengaruh terhadap keputusan yang akan diambil. Bila dilihat dari hal tersebut maka motivasi yang dimiliki konsumen secara garis besar dapat terbagi dua kelompok besar, antara lain motivasi yang berdasarkan rasional dan motivasi yang berdasarkan emosional. Motivasi yang berdasarkan rasional akan menetukan pilihan terhadap suatu produk dengan memikirkan secara matang serta dipertimbangkan terlebih dahulu untuk membeli produk tersebut. Kecenderungan yang akan dirasakan oleh konsumen terhadap produk tersebut sangat puas. Adapun untuk motivasi yang berdasarkan pada emosional, konsumen terkesan terburu-buru untuk membeli produk, kecenderungan yang akan terlihat konsumen terlihat tidak akan merasa puas terhadap produk yang telah dibeli. Motivasi yang dimiliki konsumen terbagi menjadi dua kelompok besar antara lain yaitu : 1. Rasional Motif Rasional adalah menurut pikiran yang sehat, patut, layak. Motivasi adalah sebab-sebab yang menjadi dorongan. Tindakan seseorang jadi rasional motif adalah suatu dorongan untuk bertindak menurut pikiran yang sehat, patut layak. Contoh: seorang konsumen membeli mobil karena dia memanfaatkan membutuhkan alat transportasi. 2. Emosional motif Emosional motif adalah motif yang dipengaruhi perasaan. Plutchik (dalam Sheth, Gardner, dan Garret, 1988) mengidentifikasikan delapan emosi primer yang masing-masing diantaranya dapat bervariasi intensitasnya: fear, anger, joy, sadness, acceptance, disgust, antricipation, dan surprise. Emosi dan mood states memainkan peranan penting dalam pengambilan proses keputusan konsumen, mulai dari identifikasi masalah sampai perilaku purnabeli. Konsumen membeli dan mengonsumsi produk bukan hanya sekedar nilai fungsionalnya saja, namun juga karena nilai sosial dan emosionalnya. Pembelian dilakukan atas dasar kemampuan produk untuk menstimuli dan memuaskan emosi. Baik emosi positif mauun emosi negatif. Motivasi Pembelian Rasional Motivasi rasional adalah motivasi yang didasarkan pada fakta-fakta yang ditunjukkan oleh suatu produk. Faktor-faktor yang dipertimbangkan dapat berupa faktor ekonomi seperti: faktor penawaran, permintaan, dan harga. Selain itu juga faktor kualitas, layanan, ketersediaan barang, ukuran, kebersihan, efesiensi dalam penggunaan, keawetan, dapat dipercaya dan keterbatasan waktu yang ada pada konsumen (Fisardo dkk, 1998). Solomon (2004) menyebut motivasi pembelian rasional sebagai kebutuhan utilitarian yaitu suatu hasrat untuk memperoleh keuntungan fungsional atau praktikal dari produk yang dikonsumsi. Schiffman & Kanuk (2004) menyatakan bahwa istilah rasional digunakan pada saat konsumen bertindak rasional dengan secara hati-hati mempertimbangkan semua alternative yang ada dan memilih alternative yang memberikan keuntungan terbesar. Motif rasional juga menyangkut masalah seperti harga (price), biaya penggunaan (cost in use), dan daya tahan (durability),
13
lamanya pemakaian yang bermanfaat (length of useful usage), reliabilitas (reliablity), dan layanan (servicing). Konsumen bertindak rasional pada saat menentukan secara hati-hati semua alternatif dan pilihan terhadap suatu produk yang memberikan manfaat terbesar baginya. Dalam konteks pemasaran, motivasi ini terjadi pada saat konsumen memilih tujuan pembelian berdasarkan seluruh kriteria objektif seperti misalnya ukuran, berat, harga, atau ukuran perkemasan (Schiffman & Kanuk 2004). Motivasi Pembelian Emosional Persahabatan, martabat, hak dan simbol status dapat mempengaruhi putusan pembelian konsumen. Seringkali emosional lebih diutamakan daripada pertimbangan rasional. Motivasi emosional adalah motivasi pembelian yang berkaitan dengan perasaan atau emosi individu, seperti pengungkapan rasa cinta, kebanggaan, kenyamanan, kesehatan, keamanan, dan kepraktisan. (Violitta dan Hartanti, 1996; Fisardo dkk,1998). Schiffman & Kanuk (2004) menyatakan bahwa istilah emosional digunakan pada saat pilihan pembelian ditentukan berdasarkan kriteria selektif yang subjektif. Beberapa faktor yang termasuk dalam motivasi emosi adalah keamanan, kenyamanan, ego, kebanggaan, rekreasi, seks, persaingan, kesehatan, kepraktisan, dan lain-lain (Huey, 1991). Menurut Swastha & Handoko (1982), motivasi emosional adalah pembelian yang berkaitan dengan perasaan atau emosi seseorang dan bersifat subjektif seperti pengungkapan rasa cinta, kebanggaan, dan sebagainya. Pembelian yang didasari motivasi emosional terjadi pada saat proses penyeleksian barang atau jasa, didasari oleh alasan yang subjektif dan pribadi, seperti misalnya kebanggaan, ketakutan, afeksi atau status. Asumsi yang menggarisbawahi perbedaan antara motivasi pembelian emosional dan motivasi pembelian rasional, adalah motivasi pembelian emosional seringkali dianggap tidak memperhitungkan kegunaan atau kepuasan secara maksimal, namun demikian cukup beralasan untuk mengatakan bahwa konsumen selalu mencoba untuk menyeleksi alternatif-alternatif yang menurut mereka dapat memberikan kepuasan yang maksimal. Cukup jelas bahwa ukuran kepuasan adalah suatu hal yang sifatnya sangat personal, didasari oleh struktur kebutuhan dari masing-masing individu, pengalaman masa lalu dan tingkah laku (yang dipelajari) dari lingkungan. Apa yang terlihat tidak rasional bagi orang lain, dapat dianggap rasional dalam pemikiran konsumen itu tersebut. Contoh seseorang yang melakukan operasi plastik untuk terlihat lebih muda, terlihat menggunakan sumber daya ekonomi yang signifikan seperti biaya operasi, waktu untuk masa pemulihan, ketidaknyamanan dan resiko yang cukup besar jika terjadi kesalahan dalam pembedahan. Bagi orang tersebut, tujuannya adalah terlihat lebih muda, dan semua biaya dan resiko yang ditanggung adalah hal yang sangat rasional. Namun bagi banyak orang lain dalam budaya yang sama, yang tidak terlalu menaruh perhatian terhadap usia, atau penampilan, tindakan yang dilakukan oleh orang tersebut tidak rasional (Schiffman dan Kanuk 2004).
14
Kerangka Pemikiran Operasional Sebelum melakukan proses pembelian, konsumen biasanya melakukan pengenalan akan kebutuhan daging sapi, timbulnya kebutuhan tersebut biasanya dipicu akibat dorongan rasa lapar atau ransangan lainnya. Setelah konsumen merasakan adanya kebutuhan akan produk daging sapi, maka mereka akan mencari informasi yang lebih banyak terhadap produk tersebut. Sumber-sumber informasi ini biasa diperoleh melalui keluarga, teman, kerabat, atau sumber informasi lainnya seperti iklan, tenaga penjual dan pedagang perantara. Dalam penelitian ini konsumen daging sapi dibagi menjadi konsumen pada kelas sosial tinggi dan konsumen pada kelas sosial rendah. Daging sapi sendiri dipilih karena permintaan daging sapi pada wilayah serang mengalami peningkatan hingga tahun ini. Namun, masalah yang terjadi adalah peningkatan tersebut lebih rendah dibandingkan dengan penawaran daging sapi yang ada. Penawaran daging sapi yang lebih tinggi dibandingkan dengan permintaan terkait dengan perilaku konsumen untuk membeli daging sapi yang dipengaruhi oleh jenis motif pembelian konsumen. Motif pembelian konsumen berbeda antara setiap orang, tergantung keinginan dan kebutuhan. Motif pembelian untuk membeli daging terbagi menjadi motif rasional dan motif emosional. Motif rasional didasarkan pada pembelian yang dilakukan dengan hati-hati, mempertimbangkan semua alternatif dan memilih barang yang dapat memberikan kegunaan terbesar atau kepuasan. Istilah rasional menggambarkan bahwa konsumen melakukan pembelian dengan alasan objektif seperti harga, cara memperoleh, efisiensi produk dan penggunaan. Sedangkan motif emosional menggambarkan bahwa konsumen melakukan pembelian dengan alasan subyektif seperti harga diri, kekhawatiran atau rasa aman, kasih sayang dan status sosial. Motif rasional dan motif emosinal terdapat pada manusia. Motif pembelian yang mendasari perilaku konsumen didasarkan pada upaya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dengan mengkonsumsi atau membeli suatu barang. Motif pembelian daging diduga dipengaruhi oleh karakteristik situasional konsumen yang meliputi faktor umur, pendidikan, jenis kelamin, pendapatan, jumlah tanggungan keluarga, dan kelas sosial. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, motif rasionalnya menjadi lebih tinggi. Wanita lebih mudah untuk melakukan aktivitas pembelian dibanding laki-laki. Bertambahnya pendapatan mengakibatkan bertambahnya pengeluaran dari pendapatan tersebut yang digunakan untuk membeli daging. Semakin tinggi jumlah tanggungan keluarga juga menyebabkan jumlah pendapatan yang dikeluarkan untuk membeli barang kebutuhan pokok yaitu makanan, termasuk didalamnya daging semakin tinggi pula. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu model logit untuk mengetahui pengaruh karakteristik situasional konsumen terhadap motif pembelian daging sapi. Diagram alir pada penelitian ini adalah sebagai berikut :
15
Kemajuan pembangunan mengakibatkan peningkatan pendidikan dan pendapatan Oleh karena itu permintaan daging sapi meningkat Perbedaan motif mengakibatkan penawaran lebih besar dibandingkan permintaan daging sapi meningkat perbedaan kelas sosial yang mengakibatkan adanya perbedaan motif pembelian daging sapi
Karakteristik Konsumen situasional : daging sapi Umur Jenis kelamin Jumlah Motif pembelian anggota daging sapi : keluarga Mann1. Motif rasional harga whitney dan 2. Motif emosional daging chi square tempat pembelian pengeluaran total Analisis regresi konsumsi logistik kelas sosial Pendidikan Pendapatan keluarga pekerjaan Kebutuhan pengetahuan tentang karakteristik situasional konsumen dan pengaruhnya terhadap motivasi pembelian daging oleh konsumen
Kesimpulan
Gambar 2. Kerangka Pemikiran Operasional Gambar 2. Kerangka Pemikiran Operasional
16
METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di wilayah Serang Banten khususnya di Kecamatan Serang. Kegiatan pengumpulan data dilakukan pada bulan Maret – Mei 2014. Penelitian ini dilakukan secara bertahap untuk mencari informasi yang berkaitan dengan penelitian, menentukan lokasi penelitian. Lokasi penelitian yang dipilih yaitu di Kecamatan Serang. Kecamatan Serang dipilih karena dengan pertimbangan bahwa Kecamatan ini merupakan daerah dengan pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan ekonomi yang cukup pesat karena merupakan kawasan bisnis dan penduduk di wilayah ini merupakan orang-orang dengan tingkat ekonomi tinggi hingga menengah ke bawah. Pemilihan kelas sosial pada penelitian ini dipilih secara sengaja dengan kriteria harga rumah mewah dan keadaan sosial dari masing-masing tempat. Harga rumah mewah yang lebih mahal daripada rumah di desa menandakan pendapatan yang lebih besar pada rumah mewah. Kedua kondisi tersebut memiliki perbedaan kelas sosial yang jelas dilihat dari segi ekonomi. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang akan digunakan dalam penelitian ini berupa data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil pengamatan di lapang, dan hasil penyebaran kuesioner kepada responden. Data sekunder diperoleh dari bukubuku, BPS, serta literatur yang relevan dengan kajian ini. Metode Penentuan Responden Penentuan sampling dalam penelitian ini dilakukan dengan metode Penentuan responden secara purposive sampling yaitu penentuan responden yang didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan tertentu yang diambil berdasarkan tujuan penelitian (Singarimbun dan Effendi, 1989). Pemilihan metode ini didasarkan pada tujuan penelitian yang membutuhkan klasifikasi khusus yang dilakukan peneliti sendiri dalam menentukan responden yang tepat dalam analisis. Jumlah responden dalam kajian ini berjumlah 100 orang. 50 orang responden dengan kelas sosial tinggi yang bertempat tinggal di perumahan mewah dan 50 orang dengan kelas sosial rendah yang berkecukupan dan berpendapatan rendah. Diambil 30 responden untuk penelitian guna dilakukan uji validitas dan uji reabilitas minimal 30 responden sehingga distribusi skor atau nilai mendekati kurva normal, selanjutnya diambil 70 responden. Pengumpulan data dilakukan dengan pengisian kuisioner. Peneliti mengunjungi rumah responden satu persatu. Kuesioner diberikan kepada responden yang memiliki dua kelas sosial yang berbeda, yang bertempat tinggal di perumahan kota dan rumah di desa, kemudian peneliti membacakan isi kuesioner dan responden memberikan jawaban. Jawaban responden diberi skor dan dianalisis.
17
Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data primer dilakukan dengan cara wawancara langsung dengan responden dan pihak-pihak yang terkait. Wawancara dengan responden disertai panduan kuesioner yang berisi daftar-daftar pertanyaan yang relevan dengan tujuan penelitian. Data sekunder diperoleh melalui pencarian data dari internet dan pencarian pustaka yang terkait dengan penelitian. Kuesioner yang digunakan terdiri dari dua bagian yaitu bagian pertama dan bagian kedua. Bagian pertama merupakan kuesioner terbuka yang didalamnya terdapat pertanyaan untuk mengetahui identitas responden yaitu nama, alamat, pekerjaan, pendapatan total perbulan, kilogram pembelian daging sapi perbulan, pengeluaran untuk membeli daging sapi perbulan. Bagian kedua merupakan kuisioner tertutup yang digunakan untuk mengetahui motif pembelian responden terhadap daging sapi. Masing-masing pertanyaan pada bagian kedua didasarkan motif pembelian barang yang dikemukanan oleh Copeland (1920) yang disitasi oleh Engel et al., (1994) yaitu didasarkan pada motif pembelian emosional dan motif pembelian rasional. Skala pengukuran yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala Likert. Menurut Sudjana (1996) penskalaan model likert merupakan metode penskalaan pernyataan sikap yang menggunakan distribusi respon sebagai dasar penentuan nilai skalanya. Nilai skala ditentukan oleh distribusi respons setuju atau tidak setuju dari sekelompok responden - responden yang bertindak sebagai kelompok uji-coba. Lebih lanjut Azwar (2003), menyatakan untuk melakukan peskalaan dengan metode ini, sejumlah pernyataan sikap telah ditulis berdasarkan kaidah penulisan pernyataan dan didasarkan pada rancangan skala yang telah ditetapkan. Responden akan diminta untuk menyatakan kesetujuan atau ketidaksetujuannya terhadap isi pernyataan dalam lima macam kategori jawaban, yaitu “sangat tidak setuju” (STS), “tidak setuju” (TS), “setuju” (S), dan “sangat setuju” (SS). Pada metode ini kita menentukan letak masing-masing kelima kategori respons kontinum yang bergerak antara angka satu sampai dengan angka lima. pertanyaan-pertanyaan yang masing-masing item diberi range skor dalam skala likert dengan skor sebagai berikut: Sangat setuju = 5 Setuju = 4 tidak Setuju = 2 Sangat Tidak Setuju = 1. Dapat dilihat bahwa skor 3 yang biasanya menyatakan ‘netral’ atau ‘ragu-ragu’ tidak digunakan. Hal ini dilakukan untuk menghindari responden terlalu banyak menjawab ‘netral’ atau ‘ragu-ragu’ mengingat bahwa dalam Loudon dan Bitta (1993) dijelaskan bahwa dalam beberapa kasus, konsumen tidak secara sadar mengetahui motif mereka sendiri dalam menentukan kriteria pemilihan. Dalam kasus lain, konsumen menyadari motif mereka tetapi tidak yakin akan kriteria khusus untuk evaluasi produk mereka. Berikut ini adalah dimensi motif pembelian konsumen yang digunakan dalam analisis pada Tabel 3.
18
Tabel 3. Atribut dari Motif Pembelian Variabel Pengaruh Atribut Motif 1. saya mengkonsumsi daging sapi karena cara Rasional mendapatkannya mudah Tempat 2. saya lebih suka mengkonsumsi daging sapi yang tersedia di pasar daripada di supermarket karena harganya lebih murah 3. saya mengkonsumsi daging sapi agar tetap dapat menjaga pertumbuhan dan perkembangan tubuh 4. saya mengkonsumsi daging sapi untuk memenuhi kebutuhan gizi 5. saya mengkonsumsi daging sapi agar dapat membangun keluarga yang sehat 6. saya mengkonsumsi daging sapi karena dalam Produk mengolahnya tidak membutuhkan waktu yang lama 7. saya mengkonsumsi daging sapi karena mudah untuk dimasak menjadi berbagai variasi makanan 8. saya mengkonsumsi daging sapi karena daging sapi tidak mudah busuk 9. saya mengkonsumsi daging sapi karena daging sapi merupakan makanan yang bermutu Motif 1. saya tidak mengkonsumsi daging sapi karena Emosional Produk baunya amis 2. saya tidak mengkonsumsi daging sapi karena orang yang saya percaya mengatakan bahwa Keluarga daging sapi dapat membuat gemuk dan ego 3. saya mengkonsumsi daging sapi agar lebih disayangi oleh keluarga karena memasak daging sapi dapat meningkatkan selera makan 4. saya mengkonsumsi daging sapi untuk meningkatkan status sosial saya di masyarakat 5. saya mengkonsumsi daging sapi karena tetangga saya juga mengkonsumsinya 6. saya mengkonsumsi daging sapi karena mendapatkan informasi dari orang yang saya percaya Kebanggaan 7. saya tidak mengkonsumsi daging sapi karena tidak memiliki keahlian khusus tentang pengolahan daging 8. saya mengkonsumsi daging sapi untuk mendapat pengakuan terhadap kelebihan yang saya miliki 9. saya mengkonsumsi daging sapi karena lifestyle Sumber : Schiffman & Kanuk (2004)
19
Metode Analisis Data Kuesioner yang dibuat sebelum disebarkan terlebih dahulu diuji validitas. Uji ini untuk menentukan apakah kuesioner layak digunakan atau tidak. Kuesioner yang terdistribusi kedalam dua macam motif yaitu rasional dan motif emosional diuji validitasnya sehingga diketahui pertanyaan-pertanyaan yang valid untuk alat penelitian. Uji validitas dilakukan untuk mengetahui sejauh mana pengukuran pertanyaan yang dilakukan benar-benar mengukur apa yang diukur (Cooper dan Emory, 1996). Uji validitas dilakukan terhadap kuesioner. Rumus uji validitas adalah :
Keterangan: r = koefisien korelasi antara skor tiap butir dengan skor total x1 = skor total tiap butir x2 = skor total N = jumlah subjek Uji validitas dilakukan dengan bantuan computer program SPSS versi 16.0. diperoleh hasil dari 30 butir pertanyaan, dinyatakan 18 butir valid dengan tingkat P≤0,01 dan P≤0,05. Hal ini berarti dari 30 item pertanyaan yang dibuat, hanya 18 butir atau 60% yang dapat digunakan untuk mengukur motif pembelian daging sapi. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 4 dan Tabel 5 merupakan indikatorindikator yang tidak dimasukkan pada kuesioner. Tabel 4. Distribusi hasil uji validitas kuesioner Motif Pembelian
Nomor Pertanyaan
Motif Rasional Motif Emosional
1-15 1-15
Indikator yang tidak di masukkan 2, 4, 6, 10, 14, 15 3, 4, 9, 10, 13,14
20
Tabel 5. Atribut yang tidak di masukkan Variabel Motif Rasional
Pengaruh
Atribut 2. Menurut saya daging sapi mahal sehingga tidak mengkonsumsinya Harga 4. Saya tidak mengkonsumsi daging sapi karena Manfaat pendapatan yang saya peroleh saya gunakan untuk keperluan lain yang lebih penting 6. Saya mengkonsumsi daging sapi untuk meningkatkan ketahanan tubuh 10. Saya mengkonsumsi daging sapi karena pengolahannya tidak membutuhkan peralatan yang canggih Produk 14. Saya tidak mengkonsumsi daging sapi karena menurut saya kandungan protein daging sapi lebih rendah daripada ikan 15. Saya tidak mengkonsumsi daging sapi karena agama melarangnya Motif 3. Saya mengkonsumsi daging sapi karena Emosional dianjurkan keluarga karena daging sapi adalah kebanggaan makanan kesukaan saya dan keluarga 4. Saya mengkonsumsi daging sapi sebagai penyaluran hobi 9. Saya tidak mengkonsumsi daging sapi karena berita yang berkembang tentang daging sapi Keamanan illegal 10. Saya tidak mengkonsumsi daging sapi karena adanya berita banyak sapi yang terkena antraxs 13. Saya mengknsumsi daging sapi karena tekstur daging sapi yang menarik kenyamanan 14. Saya tidak mengkonsumsi daging sapi karena susah dicerna tubuh Sumber : Schiffman & Kanuk (2004) Uji reliabilitas dilakukan terhadap pertanyaan yang telah diuji validitasnya. Sesuai dengan Singarimbun dan Effendi (1989), yang menyatakan uji reliabilitas merupakan kelanjutan dari uji validitas yaitu untuk mengetahui indeks yang menunjukkan sejauh mana alat ukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Reliabilitas merupakan istilah yang dipakai untuk menunjukkan sejauh mana suatu hasil pengukuran relative konsisten apabila pengukuran diulangi beberapa kali. Suatu alat ukur diketahui cukup terandal apabila koefisien keterandalan positif dan signifikan dengan taraf signifikan yang telah ditentukan. Penentuan keterandalan ini menggunakan metode yang cocok dengan penggunaan skala likert. Pengujian reliabilitas kuesioner dalam penelitian ini menggunakan metode alpha dari cronbach. Pertimbangan menggunakan metode ini karena selain praktis juga berlaku untuk model skala likert. Hasil uji reliabilitas dengan metode cronbach alpha dengan bantuan program SPSS diperoleh item pertanyaan motif rasional dan item pertanyaan motif emosional. Dengan demikian dapat
21
disimpulkan bahwa kuesioner tersebut valid atau sah dan reliable atau andal, sehingga dapat digunakan untuk penelitian. Rumus uji reliabilitas adalah Keterangan : Koefisien realibilitas Vx = Variansi butir-butir pertanyaan tiap bagian Vy = Variansi total M = jumlah butir pertanyaan Cronbach’s alpha adalah koefisien keterandalan yang menerangkan bagaimana hubungan korelasi positif antara masing-masing item. Cronbach’s alpha adalah perhitungan bagian dari dari rata-rata dalam korelasi antara pengukuran item dalam konsep. Cronbach’s alpha yang mendekati nilai satu menunjukkan tingkat keterandalan yang tinggi. Hasil uji reabilitas dengan metode Cronbach’s alpha dengan bantuan computer program SPSS versi 16.0 diperoleh nilai Cronbach’s alpha sebesar 0,792 untuk item pertanyaan motif rasional dan Cronbach’s alpha sebesar 0,873 untuk item pertanyaan motif emosional. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kuesioner tersebut valid atau sah dan reliable atau andal sehingga dapat digunakan untuk penelitian. Perhitungan kuesioner dilakukan satu per satu untuk tiap responden dengan nilai skala likert yang telah ditentukan, kemudian dihitung hasil antara motif rasional dan motif emosional. Responden dikatakan memiliki motif pembelian rasional apabila nilai hasil kuesioner yang diperoleh lebih besar daripada nilai motif emosional, begitu juga sebaliknya. Analisis Mann-Whitney Uji mann witney merupakan salah satu uji statistic beda yang mempunya ciri sample bersifat independent. Sample independent artinya satu pengukuran variable tidak langsung terkait dengan pengukuran variable satunya. Selain sample independent uji mann witney digunakan jika skala data berbentuk ordinal. Bentuk ordinal salah satu disebabkan karena sistem perhitungan pada uji mann witney mengunakan rangking. Karena sistem perhitungannya mengunakan rangking maka skala data yang tepat untuk uji mann witney adalah ordinal. Analisis Mann-Whitney digunakan untuk mengetahui perbedaan rata-rata jumlah anggota keluarga, rata-rata umur responden, rata-rata pendapatan kepala keluarga perbulan, rata-rata persentase pendapatan untuk konsumsi daging, dan konsumsi daging perbulan pada kelas sosial tinggi dan kelas sosial rendah. Sesuai dengan sugiyono (2003), menyatakan analisis ini merupakan analisis yang paling kuat dibandingkan analisis nonparametik lainnya. Analisis Chi-Square Uji Chi-square digunakan untuk memeriksa apakah dua variabel (X dan Y), yang berupa kategorik, berkorelasi signifikan di populasinya, berlandaskan data sampel yang dimiliki. Data sampel dapat disajikan dalam bentuk tabel kontingensi, yang berukuran b baris dan k kolom. Uji Chi-square digunakan untuk mencari apakah ada hubungan antar variabel-variabel kategorik tersebut.
22
Analisis chi-square ini digunakan untuk mengetahui perbedaan rata-rata pendidikan kepala keluarga, rata-rata jenis kelamin responden, dan pekerjaan kepala keluarga pada kelas sosial tinggi dan rendah. Model Regresi Logistik Menurut Firdaus et.al (2011) Regresi logistik merupakan bagian dari analisis regresi yang mengkaji hubungan pengaruh peubah penjelas (X) terhadap peubah respon (Y) melalui persamaan matematis tertentu. dengan kata lain analisis regresi logistik merupakan suatu teknik untuk menerangkan peluang kejadian tertentu dari kategori peubah respon (Y). Peubah Y dalam analisis regresi logistik berupa peubah kategorik sedangkan peubah X adalah numerik atau kategorik. Kelebihan model regresi logistik adalah lebih fleksibel dibanding teknik regresi biasa yaitu regresi logistik tidak memerlukan asumsi normalitas, heteroskedastisitas dan aoutokorelasi dikarenakan variabel yang terikat pada regresi logistik merupakan variabel dummy (1 dan 0) sehingga residualnya tidak memerlukan ketiga pengujian tersebut. Penggunaan model regresi logistik pada penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh karakteristik situasional konsumen terhadap motif pembelian daging sapi. Variabel utuk faktor-faktor ataupun karakteristik situasional konsumen bersumber dari penelitian terdahulu, juga berdasarkan hasil pendugaan dilapangan . Jenis regresi logistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah regeresi logistik biner karena variabel Y (dependen) hanya terdiri dari dua yaitu 1 dan 0. Variabel independen (X) yang digunakan dalam penelitian ini adalah umur, pekerjaan kepala rumah tangga, pendidikan, jumlah anggota rumah tangga, pendapatan, pengeluaran pendapatan untuk konsumsi daging, total konsumsi daging sapi, dan status sosial. Variabel dependen (Y) adalah motif pembelian daging sapi yang ditrasformasikan dalam dua variabel nominal yaitu “1” untuk motif rasional dan “0” untuk motif emosional. Model analisis regresi logistik dapat dirumuskan sebagai berikut :
Dimana :
Keterangan : Pi Xi βo β1 e
= Peluang muncul ke j (Yi=Sukses) observasi ke-i = Nilai variabel predator X observasi ke-i = Intercept = Koefisien model = bilangan natural = 2,71828
Pendekatan model persamaan regresi logistik digunakan karena dapat menjelaskan hubungan antara X dan Y yang bersifat tidak linier, ketidaknormalan sebaran dari Y dan keragaman respons tidak konstan yang tidak dapat dijelaskan oleh model linier biasa. Model persamaan regresi logistik untuk mengetahui
23
pengaruh karakteristik situasional konsumen terhadap motif pembelian daging sapi adalah : Yi = β0+ β1X1 + β2 X2 + β3 X3 + β4X4 + β5X5+ β6X6 + β7D1 + β8D2 + β9D3 + β10D4 +ε Keterangan : Yi = Peluang motif untuk membeli daging (1, untuk motif rasional dan 0, untuk motif emosional) X1 = Umur responden (Tahun) X2 = Tingkat pendidikan formal responden (Tahun) X3 = Jumlah anggota keluarga (Jiwa) X4 = Total konsumsi daging sapi (Kg/bulan) X5 = Pendapatan (Rupiah/Bulan) X6 = Pengeluaran pendapatan untuk konsumsi daging sapi (Rupiah/Bulan) X7 = Harga pembelian daging (Rupiah/kg) D1 = Dummy kelas sosial (1= Tinggi; 0= Rendah) D2 = Dummy Jenis kelamin (1= Laki-laki; 0= perempuan) D3 = Dummy pekerjaan (1= pegawai negeri; 0= karyawan swasta) D4 = Dummy tempat pembelian (1= pasar swalayan; 0= pasar tradisional) β0 =Konstanta β1...β10 = Koefisien dugaan dari variabel independen ε = Eror Dalam pengukuran motif pembelian rasional dan emosional dituangkan dalam satu skala (instrumen penelitian). Indikator-indikator yang sudah disebutkan diatas, baik motif pembelian rasional maupun motif pembelian emosional dituangkan kedalam pernyataan-pernyataan, lalu kemudian dibentuk menjadi suatu instrumen yang mengacu pada pembuatan skala Likert. Skala ini memiliki empat alternatif pilihan. Pemberian skor pada pernyataan adalah sebagai berikut yaitu bernilai 5 untuk pilihan yang sangat setuju (SS), bernilai 4 untuk pilihan setuju (S), bernilai 2 untuk pilihan tidak setuju (TS), dan bernilai 1 untuk pilihan sangat tidak setuju (STS). Jawaban tiap responden kemudian diberi skor dan dianalisis apakah termasuk ke dalam motif rasional ataupun motif emosional yang didasarkan kepada hasil yang diperoleh masing-masing responden dalam mengisi kuesioner yang berkaitan dengan pernyataan motif rasional dan motif emosional. Responden termasuk kedalam motif rasional apabila nilai atau skor yang diperoleh pada motif rasional lebih besar daripada motif emosional, dan begitupun sebaliknya. Dalam pengukuran kelas sosial dilakukan dengan cara memilih secara sengaja pada kriteria rumah mewah dan keadaan sosial dari masing-masing tempat. Harga rumah mewah yang lebih mahal daripada rumah di desa menandakan pendapatan yang lebih besar pada rumah mewah. Kedua kondisi tersebut memiliki perbedaan kelas sosial yang jelas dilihat dari segi ekonomi sehingga dapat ditentukan termasuk kelas ekonomi tinggi ataupun kelas ekonomi rendah. Pendugaan kesesuaian model dilakukan untuk mengetahui apakah model dugaan yang digunakan sudah signifikan atau belum signifikan. Pendugaan model logistik dapat dilakukan dengan menggunakan metode maximum likelihood
24
estimator. Maximum likehood estimator adalah suatu metode yang secara iteratif akan memilih koefisien model yang memaksimumkan fungsi kemungkinan, statistik uji yang digunakan yaitu :
Hipotesis ditolak jika G> X2 atau p-value<α yang artinya model signifikan pada taraf nyata α. Hipotesis yang digunakan dalam melakukan penggujian model menggunakan metode maximum likelihood estimator adalah : Ho: β1= ….= βj= …=βk=0 H1= minimal ada satu βj≠0 Uji signifikansi dari parameter koefisien secara parsial dilakukan dengan menggunakan uji wald untuk mengetahui faktor mana yang berpengaruh nyata terhadap pilihannya. Statistik uji wald sebagai berikut:
Hipotesis pada uji wald ditolak jika G2>X2 (α, p)atau p-value<α, yang berartivariabel bebas Xj secara parsial mempengaruhi variabel tidak bebas Y. Hipotesis pada uji wald sebagai berikut: Ho: βj = 0 (variabel bebas ke j tidak mempunyai pengaruh secara signifikan terhadap variabel tidak bebas). Hi : βj ≠0 (variabel bebas ke j mempunyai pengaruh secara signifikan terhadap variabel tidak bebas). Interpretasi Koefisien Model Regresi Logistik Interpretasi koefisien untuk model regresi logistik dapat dilakukan dengan melihat nilai rasio oddsnya. Jika suatu peubah penjelas mempunyai tanda koefisien positif, maka nilai rasio oddsnya akan lebih besar dari satu. Sebaliknya, jika tanda koefisiennya negatif, maka nilai rasio oddsnya akan lebih kecil dari satu. Koefisien model logit dapat ditulis sebagai βi=g(X+1)-g(X). Koefisien model logit βi mencerminkan perubahan dalam fungsi logit g(X) untuk perubahan satu unit peubah bebas yang disebut log odds. Log odds merupakan beda antara dua penduga logit yang dihitung pada dua nilai (misal X=a dan X=b) dinotasikan sebagai: ln[ψ (a,b)] = g(X = a) − g(X = b) =β a –b. Sedangkan penduga rasio oddsnya adalah: ψ(a,b)= exp[βi(a −b)], sehingga jika a-b=1 maka expψ = (βi), interpretasi dari nilai rasio odds ini adalah kecenderungan Y=1 pada kondisi X=1 sebesar ψ kali dibandingkan dengan X=0. Menurut Gujarati (2006), Jika nilai logit L positif, artinya ketika nilai variabel penjelas naik, peluang bahwa Y sama dengan “1” naik, begitu pula sebaliknya jika logit L negatif maka peluang Y sama dengan “1” menurun sama dengan kenaikan X. Nilai logit bisa menjadi negatif jika rasio peluang kurang dari 1 dan nilai logit menjadi positif jika lebih besar dari 1.
25
Dalam regresi logistik variabel independen dibedakan menjadi dua sifat yaitu variabel independen dengan sifat dikotomi dan variabel independen bersifat kontinu. Cara menginterpretasikan variabel independen pun berbeda menurut sifat variabel dependen tersebut. Interpretasi nilai rasio odds pada peubah dikotomi sebagai kecenderungan peluang individu untuk kategori Y=1 sebesar ψ kali saat X=1 dibandingkan saat X=0. Hipotesis Analisis regresi logistik digunakan untuk mengetahui pengaruh karakteristik situasional terhadap motif pembelian daging oleh konsumen. Adapun variabel-variabel yang digunakan pada analisis ini berasal dari penelitian terdahulu dan dari pemikiran peneliti. Variabel tersebut adalah umur, pendidikan, jumlah anggota keluarga, total konsumsi daging, pendapatan, pengeluaran pendapatan untuk daging, harga pembelian daging, kelas sosial, dan tempat pembelian daging. a. Umur (Tahun) umur merupakan angka yang menunjukkan usia responden sejak lahir hingga tahun dilaksanakannya penelitian ini, satuan yang digunakan adalah tahun. Hipotesis awal dari variabel umur adalah bahwa semakin bertambah umur seseorang, cara berfikirnya menjadi semakin rasional. Sehingga, dalam menentukan pembelian apapun berdasarkan pertimbangan dan motivasi yang rasional sehingga akan menguntungkan bagi dirinya maupun keluarga. b. Pendidikan (Tahun) Pendidikan disini diartikan sebagai berapa tahun responden mendapat pengetahuan di sekolah atau pendidikan formal. Variabel ini diharapkan berkorelasi positif terhadap peluang responden dalam motif pembelian. Hipotesis awal yang dibangun dalam penelitian semakin lama responden mendapatkan pendidikan, maka peluang motif rasional responden akan semakin tinggi. c. Jumlah anggota keluarga (Orang) Jumlah anggota keluarga merupakan jumlah orang/jiwa yang menjadi tanggung jawab responden dalam pemenuhan kebutuhan hidupnya. Anggota keluarga bisa berarti anak, istri, dan kerabat dekat yang tinggal bersama dalam satu rumah dengan responden tersebut. Hipotesis awal dari variabel jumlah anggota keluarga ini adalah bahwa semakin besar atau banyak jumlah anggota dalam keluarga, maka responden lebih rasional dalam menetukan motif pembeliannya. Semakin banyak jumlah anggota keluarga, tentunya menyebabkan jumlah pendapatan yang dikeluarkan untuk membeli barang kebutuhan pokok yaitu makanan, termasuk didalamnya daging semakin tinggi pula. d. Total konsumsi daging (Kg/bln) Total konsumsi Daging diartikan sebagai jumlah rata-rata daging yang biasa dikonsumsi responden dalam sebulan. Hipotesis awal mengenai variabel ini adalah semakin banyak taotal konsumsi daging reponden maka peluang berpengaruh positif terhadap motif pembelian akan semakin tinggi pula.
26
e. Pendapatan (Rupiah/bulan) pendapatan adalah jumlah uang yang diperoleh responden dalam satu bulan dan juga total seluruh pendapatan yang didapat dalam satu keluarga responden. Hipotesis awal variabel pendapatan adalah semakin rendah pendapatan responden maka motif pembelian rasional responden semakin rendah pula peluangnya. Konsumen dengan tingkat pendapatan lebih tinggi akan lebih berpeluang memiliki motif rasional daripada motif emosional. f. Pengeluaran pendapatan untuk daging (Rp) Pengeluaran pendapatan untuk daging adalah suatu variabel yang mengukur distribusi pendapatan yang digunakan dalam membeli daging. Responden yang memiliki pendapatan tinggi diperkirakan lebih banyak dalam mengeluarkan pendapatannya untuk membeli daging ataupun sebaliknya, maka lebih rasional dalam melakukan pembelian daging. Hipotesis awal dari variabel ini adalah semakin besar nilai variabel pengeluaran pendapatan, semakin rendah kecenderungan responden dalam motif pembelian rasionalnya. g. Harga pembelian daging(Rp/kg) Harga pembelian daging disini adalah harga yang berlaku pada saat responden membeli daging dalam masa penelitian berlangsung. Variabel ini diharapkan berkorelasi negatif dengan motif rasional. Hipotesis awal variabel ini adalah berbanding terbalik dengan motif rasional konsumen dalam pembelian daging. Artinya jika harga daging di pasar naik atau lebih mahal dari biasanya, maka keinginan konsumen untuk membeli daging semakin rendah, sehingga peluang motif rasional juga akan semakin kecil. Hal ini juga dikaitkan dengan semakin menurunnya pendapatan dengan semakin bertambah naik harga daging. h. Kelas sosial Kelas sosial merupakan nilai dummy yang menunjukkan kelas sosial responden dalam lingkungannya (1= kelas sosial tinggi, 0=kelas sosial rendah). Responden dengan kelas sosial tinggi akan lebih rasional dalam melakukan pembelian, sebaliknya responden dengan kelas sosial rendah akan lebih emosional dalam melakukan pembelian. Hipotesis awal untuk variabel kelas sosial adalah jika responden termasuk ke dalam kelas sosial tinggi maka peluang responden dalam motif pembelian rasional lebih tinggi daripada responden kelas sosial rendah. i. Tempat pembelian daging Tempat pembelian daging merupakan nilai dummy yang menunjukkan tempat pembelian daging oleh konsumen (1= swalayan, 0=pasar tradisional). Tempat pembelian mempengaruhi harga beli daging tersebut sehingga biasanya harga beli daging dalam swalayan lebih mahal dibandingkan dengan harga beli daging pada pasar tradisional. Hipotesis awal untuk variabel ini adalah bahwa jika responden membeli daging di swalayan lebih tinggi maka peluang motif pembelian rasional akan semakin rendah.
27
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Gambaran Umum Wilayah Penelitian Secara administratif, Kecamatan Serang terdiri dari 11 (sebelas) kelurahan yaitu Serang, Cipare, Sumurpecung, Cimuncang, Kotabaru, Lontarbaru, Kagungan, Lopang, Kaligandu, Terondol, dan Sukawana. Dari sebelas kelurahan tersebut kelurahan yang terluas dan yang paling banyak penduduknya adalah Kelurahan Serang. Hal ini dikarenakan kelurahan tersebut merupakan daerah pemukiman padat penduduk dan merupakan daerah yang strategis untuk menuju pusat kota Serang. Data mengenai sebaran jumlah penduduk di Kecamatan Serang, untuk lebih lengkapnya dapat dilihat di Tabel 6. Tabel 6. Luas wilayah dan sebaran jumlah penduduk di Kecamatan Serang menurut kelurahan Penduduk 2009 Penduduk 2010 Luas No Kelurahan Daerah Jumlah Kepadatan Jumlah Kepadatan (km2) (Jiwa) (Jiwa/km2) (Jiwa) (Jiwa/km2) 1 Serang 4,90 24.531 5006 26440 5396 2 Cipare 1,27 21.087 16604 26121 20568 3 Sumurpecung 3,26 19.219 5895 21749 6671 4 Cimuncang 1,54 17.980 11675 24994 16230 5 Kotabaru 0,64 6.785 10602 6179 9655 6 Lontarbaru 1,00 7.533 7533 8834 8834 7 Kagungan 1,27 12.336 9713 13544 10665 8 Lopang 1,17 14.331 12249 14803 12652 9 Unyur 4,39 32.900 7494 35048 7984 10 Kaligandu 2,87 12.296 4284 17689 6163 11 Terondol 1,80 6.125 3403 7296 4053 12 Sukawana 1,77 4.932 2786 4368 2468 Jumlah 25,88 180.055 6957 207065 8001 Sumber : Kecamatan dalam angka, BPS Kota Serang
Berdasarkan data Tabel diatas dapat dilihat bahwa jumlah penduduk di Kecamatan Serang adalah 180.055 jiwa dengan kepadatan penduduk mencapai 6.957 jiwa/km2 pada tahun 2009 sedangkan pada tahun 2010 jumlah penduduk mencapai 207.065 jiwa dengan kepadatan penduduk 8.001 jiwa/km2. Sementara, dilihat dari komposisi penduduk antara laki-laki dan perempuan, Kecamatan Serang memiliki lebih banyak penduduk laki-laki dibandingkan penduduk perempuan dengan sex ratio 104,70 yang berarti rata-rata setiap 100 perempuan terdapat 104 laki-laki. Lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 7 dibawah ini. Tabel 7. Jumlah penduduk menurut jenis kelamin dan rasio jenis kelamin Jumlah penduduk 2010 Luas Daerah Kecamatan (km2) Laki-laki Perempuan Sex Ratio Serang 25,88 105.912 101.153 104,70 Sumber : BPS Kota Serang (2011)
28
Tabel 7 menunjukkan bahwa banyaknya penduduk pada tahun 2010 menurut jenis kelamin di kecamatan Serang, yaitu sebanyak 105.912 jiwa dari total penduduk di kecamatan Serang merupakan penduduk laki-laki dan sisanya sebanyak 101.153 jiwa merupakan penduduk perempuan. Jumlah penduduk menurut Pendidikan di Kecamatan Serang menurut data yang tercatat selama tahun 2010 terdiri dari lulusan SD/sederajat sebanyak 78.694 orang, lulusan SMP/sederajat sebanyak 24.287 siswa, lulusan SMA/sederajat sebanyak 8.901 orang, sedangkan lulusan SMK sebanyak 12.235 orang. Berdasarkan data tersebut dapat dikatakan bahwa penduduk di kecamatan Serang memiliki pengetahuan yang cukup mengenai pentingnya protein hewani bagi keluarga mereka. Dilihat berdasarkan keadaan sosial di kota Serang, pada umumnya penduduk menempati kawasan-kawasan yang strategis seperti dekat dengan pusat kota, dekat dengan pusat perdagangan dan jasa namun ada juga yang menempati kawasan kumuh dengan bermata pencaharian sebagai pedagang kecil, nelayan, dan buruh tani dengan tingkat pendapatan relatif kecil. Masih cukup banyak rumah penduduk di kota Serang yang kondisinya di bawah standar baik keselamatan, kesehatan, maupun keindahan. Beberapa penyebab masih banyaknya rumah tidak layak huni di kota Serang adalah sebagai berikut : pengetahuan dan kesadaran masyarakat masih rendah, kemampuan ekonomi masyarakat masih rendah, akses pembiayaan perumahan masih cukup rumit, dan penghuni rumah bukan pemilik sendiri. Kondisi perumahan yang tidak layak huni sebagian wilayah kota serang di perparah oleh kondisi prasarana pemukiman yang belum memadai, seperti kurangnya fasilitas air bersih, jalan setapak atau jalan lingkungan yang rusak dan tanah, belum berjalannya mekanisme penanganan sampah serta kurangnya sarana drainase mikro sehingga masih terjadi genangan atau banjir pada lokasi-lokasi tertentu. Sebaran pemukiman kumuh di kecamatan Serang dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Sebaran Pemukiman Kumuh Di Kecamatan Serang Jumlah KK (orang) No Desa/Kelurahan Kaw. Kumuh Bantaran Sungai 1 Sumur Pecung 2 Cipare 215 24 3 Serang 4 Kagungan 36 5 Kota Baru 243 9 6 Cimuncang 585 7 Unyur 114 81 8 Kaligandu 9 Terondol 96 Sumber : Bappeda Kota Serang, 2010 Data sebaran pemukiman diatas menjelaskan bahwa masih banyak masyarakat kota Serang khususnya pada kecamatan Serang yang tinggal di pemukiman kumuh, hal itu dikarenakan oleh pendapatan dan pekerjaan sebagian masyarakat yang masih merupakan buruh harian lepas sehingga digolongkan menjadi masyarakat kelas sosial rendah akibat dari pengukuran objektif yang
29
dilakukan khususnya pada kelurahan atau desa terondol. pengukuran objektif dilakukan dengan melihat berdasarkan pendapatan, pekerjaan, dan juga pendidikan masyarakat atau konsumen daging.
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Karakteristik Konsumen Kelas Sosial Tinggi Dan Kelas Sosial Rendah Karakteristik responden merupakan salah satu aspek penting yang berpengaruh dalam motif pembelian konsumen yang dilakukan. Penjelasan mengenai karakteristik responden digunakan untuk memberikan gambaran tentang kondisi dan keadaan responden di Kecamatan Serang. Karakteristik yang digunakan dalam penelitian ini diambil berdasarkan situasional yang terjadi adalah karakteristik berdasarkan umur, pendidikan, jumlah anggota keluarga, total konsumsi daging, pendapatan, pengeluaran pendapatan untuk daging, harga pembelian daging, kelas sosial, dan tempat pembelian daging. Keragaman karakteristik tersebut diduga dapat mempengaruhi motif ataupun motivasi pembelian konsumen dalam melakukan pembelian daging sapi. Karakteristik Responden Berdasarkan Kelas sosial Kelas sosial tinggi. Penilaian responden dalam menentukan kelas sosial diukur dengan pendekatan ekonomi dari masing-masing responden, yaitu dari segi pendapatan, status pekerjaan, harta benda dan lingkungan sosial tempat mereka tinggal. Responden pada kelas sosial tinggi yaitu sebanyak 50 konsumen daging sapi yang bertempat tinggal di wilayah kelurahan Serang, karena kriteria untuk kelas sosial tinggi dapat dipenuhi pada kelurahan Serang ini. Rata-rata memiliki pendapatan berkisar antara Rp. 5.000.000 – Rp. 10.000.000 dengan status pekerjaan tetap ataupun karyawan baik pegawai negeri maupun pegawai swasta. Jika dilihat dari kondisi tempat tinggal, pada kelas sosial tinggi mayoritas status kepemilikan rumah merupakan hak milik pribadi yang dikisar berharga ratusan juta dengan lokasi yang strategis untuk menuju pusat perkotaan. Kelas sosial rendah. Responden pada kelas sosial rendah bertempat tinggal di kelurahan trondol dengan mayoritas penduduk bekerja sebagai petani, buruh bangunan, dan juga buruh kayu, sehingga rata-rata pendapatan yang didapatkan yaitu sebesar Rp. 50.000 per hari. Jika dilihat dari lokasi tempat tinggal pada kelas sosial rendah masih berada pada tingkat pemukiman kumuh, jarak akses pun masih terlampau jauh untuk menuju ke pusat kota. Rata-rata responden pada kelas sosial rendah masih hidup sekeluarga dalam satu rumah, yang terdiri dari orang tua, anak, hingga cucu. Sehingga berdasarkan hal tersebut makin banyak pendapatan yang harus dicari untuk memenuhi kebutuhan keluarga responden kelas sosial rendah. Karakteristik Responden Berdasarkan pola konsumsi daging sapi Frekuensi konsumsi daging sapi. Definisi konsumsi daging sapi ini adalah jumlah rata-rata daging sapi segar yang biasa dibeli dan di konsumsi responden dalam sebulan. Dari 50 responden pada kelas sosial tinggi, frekuensi
30
konsumsi daging sapi terbanyak adalah mingguan sebesar 70 persen dengan jumlah 35 orang, dan terendah adalah 10 persen dengan jumlah 5 orang dengan frekuensi konsumsi daging sapi adalah bulanan. Sedangkan pada kelas sosial rendah, frekuensi konsumsi daging sapi terbanyak adalah bulanan sebesar 82 persen dengan jumlah 41 orang, dan terendah adalah 4 persen dengan jumlah 2 orang dengan frekuensi konsumsi daging sapi adalah harian. Berdasarkan hal tersebut, dapat dilihat bahwa frekuensi konsumsi daging sapi terendah yaitu pada kelas sosial rendah, hal ini mungkin dikarenakan oleh penghasilan keluarga yang kurang memadai untuk konsumsi daging sapi, karena penghasilan seseorang dapat menggambarkan frekuensi konsumsinya. Oleh karena itu responden pada kelas sosial tinggi yang mayoritas memiliki pekerjaan tetap yang ditunjang dengan penghasilan yang memadai akan lebih tinggi frekuensi konsumsi daging sapinya dibandingkan dengan responden pada kelas sosial rendah. Data mengenai frekuensi konsumsi daging sapi responden dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. karakteristik berdasarkan frekuensi konsumsi daging sapi responden Responden kelas sosial Responden kelas sosial Frekuensi konsumsi tinggi rendah daging sapi Jumlah (orang) % Jumlah (orang) % Harian 10 20 2 4 Mingguan 35 70 7 14 Bulanan 5 10 41 82 Jumlah pembelian daging sapi. Jumlah pembelian daging sapi terbanyak dilakukan oleh konsumen kelas sosial tinggi sebesar 1-2 kg yaitu 56 persen dan 44 persen membeli lebih dari 2 kg. pada kelas sosial rendah konsumen membeli daging sapi terbanyak dilakukan yaitu kurang dari 1 kg dengan persentase sebesar 96%, dan sisanya membeli antara 1-2 kg. Data mengenai jumlah pembelian daging sapi dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Jumlah Pembelian Daging Sapi oleh responden Jumlah Pemelian Daging Sapi <1kg 1-2 kg >2kg Jumlah
kelas sosial tinggi Jumlah (orang) % 0 0 28 56 22 44 50 100
kelas sosial rendah Jumlah (orang) % 48 96 2 4 0 0 50 100
Berdasarkan hal tersebut responden pada kelas sosial tinggi lebih banyak melakukan Jumlah pembelian daging sapi dibandingkan dengan responden pada kelas sosial rendah. Hal ini juga diakibatkan karena tingkat penghasilan keluarga yang kurang memadai untuk membeli daging sapi, sama halnya dalam frekuensi konsumsi daging sapi dan penghasilan yang diperoleh tidak hanya dialokasikan untuk mengkonsumsi daging sapi, akan tetapi digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga dan lainnya. Alasan mengkonsumsi daging sapi. Responden pada kelas sosial tinggi mengkonsumsi daging sapi rata-rata dengan alasan karena suka, enak dan juga
31
variasi lauk sehingga frekuensi konsumsi yang dilakukan oleh responden kelas sosial tinggi pun lebih sering dibandingkan dengan kelas sosial rendah. Selain itu, sebagian besar responden kelas atas juga didukung dengan alasan gaya hidup, pengetahuan, informasi dan pendidikan yang memungkinkan sehingga responden kelas atas mengkonsumsi daging sapi. Sedangkan untuk responden kelas bawah, konsumsi daging sapi pada umumnya telah direncanakan baik sepenuhnya ataupun separuhnya terencana. Karena sebagian besar responden pada kelas sosial bawah yang ditanya mengenai alasan mengkonsumsi daging menjawab untuk pemenuhan kebiasaan atau perayaan adat yang dilakukan seperti perayaan rajaban atau pajang rajab, ‘ngehol’ yang artinya pengiriman doa untuk keluarga yang telah meninggal, dan acaraacara kebudayaan lainnya yang biasa dilakukan 1 bulan sekali ataupun pada bulan-bulan tertentu. Sehingga biasanya responden pada kelas sosial bawah menggunakan seluruh pendapatannya hanya untuk menyediakan dan mengkonsumsi daging, dan sebagian responden terkesan memaksakan kemampuan karena ada juga yang harus meminjam ataupun mengutang untuk membeli daging dikarenakan perayaan adat tersebut. Namun, adapula yang beralasan sebagai pemenuhan gizi untuk keluarganya. Karakteristik Responden Berdasarkan Kelompok Usia Umur sangat mempengaruhi dalam kematangan berpikir khususnya dalam menentukan keputusan pembelian oleh konsumen. Responden dengan usia yang sudah berlanjut akan dengan lebih teliti dan rasional dalam melakukan pembelian khususnya dalam pembelian daging sapi. Hal ini berkaitan dalam hal kesehatan karena orang-orang dalam usia lanjut akan lebih rentan terkena dampak yang berbagai macam apabila terlalu banyak mengkonsumsi daging sapi. Berikut adalah data tabel responden berdasarkan kelompok usia. Data mengenai umur responden dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Karakteristik Responden Berdasarkan Kelompok Usia Responden kelas sosial Responden kelas sosial tinggi rendah Kelompok Usia (Tahun) Jumlah Persentase Jumlah Persentase (Orang) (%) (Orang) (%) 21-30 2 4 21 42 31-35 0 0 11 22 36-40 13 26 9 18 41-45 9 18 3 6 46-50 14 28 1 2 >50 12 24 5 10 Berdasarkan Tabel 11, kelompok usia responden sangat berbeda tiap masing-masing kelompok kelas sosial. Responden pada kelas sosial tinggi sebagian besar berasal dari kelompok umur 46-50 tahun. Responden kelas sosial rendah dengan nilai persentase tertinggi berada pada kelompok umur 21-30 tahun dengan jumlah 21 orang atau 42 persen dan paling kecil berada pada kelompok umur 46-50 tahun sebesar 2 persen. Seluruh responden baik dari kelas sosial
32
tinggi maupun kelas sosial rendah telah berkeluarga. Hal ini menunjukkan bahwa seluruh responden telah memiliki tanggungan dalam hidupnya. Rata-rata umur responden kelas sosial tinggi adalah 46,60 dan kelas sosial rendah adalah 34,60. Hasil uji Mann-Whitney menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan jumlah usia responden antara responden kelas sosial tinggi dan kelas sosial rendah karena nilai Signifikansi 0,000 lebih kecil dari alpha 0,05 (Lampiran 1). Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata umur responden kelas sosial tinggi lebih tua daripada kelas sosial rendah, dan merupakan umur yang matang dalam menentukan keputusan pembelian . Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis kelamin Berdasarkan Jenis kelaminnya, persentase terbesar pada responden kelas sosial tinggi yaitu berjenis kelamin perempuan yaitu sebesar 48% atau 24 orang. Sedangkan, pada kelas sosial rendah persentase terbesar yaitu berjenis kelamin laki-laki sebesar 74% atau 37 orang. Tabel 12. Jumlah dan persentase responden berdasarkan jenis kelamin Kelas Sosial Jenis Kelamin Tinggi Rendah Jumlah (orang) % Jumlah (orang) % Laki-Laki 24 48 37 74 Perempuan 26 52 13 26 Hasil uji chi-square menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara jenis kelamin dan kelas sosial hal ini ditunjukkan dengan nilai signifikansi 0.013 lebih kecil dari alpha 5 Persen (Lampiran 2). Terdapat variasi perbedaan persentase antara laki-laki dan perempuan pada kelas sosial tinggi dan kelas sosial rendah. Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat pendapatan, pengeluaran pendapatan untuk daging sapi, dan konsumsi daging perbulan Besarnya pendapatan pada kelas sosial tinggi dan kelas sosial rendah bervariasi. Rata-rata pendapatan total keluarga responden kelas sosial tinggi adalah Rp. 6.158.000,00 per bulan dan kelas sosial rendah adalah Rp. 1.155.900,00 per bulan. Berdasarkan hasil uji mann-whitney menunjukkan terdapat perbedaan nyata antara rata-rata pendapatan total keluarga responden kelas sosial tinggi dan kelas sosial rendah, hal ini terlihat pada hasil nilai signifikansi 0,000 lebih kecil dari alpha 5 persen. Rata-rata persentase pengeluaran pendapatan untuk membeli daging sapi pada kelas sosial tinggi sebesar 4,1% dan kelas sosial rendah sebesar 4,5% (Lampiran 3). Hasil uji mann- whitney juga terlihat bahwa nilai signifikansi sebesar 0,997 lebih besar dari alpha 5 persen, ini memiliki makna bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan terhadap pengeluaran pendapatan untuk membeli daging, sesuai dengan hasil rata-rata persentase pengeluaran yang dilakukan. Rata-rata total konsumsi pada kelas sosial tinggi dan kelas sosial rendah bervariasi. Rata-rata konsumsi daging sapi perbulan pada kelas sosial tinggi adalah 2,15 kg perbulan dan pada kelas sosial rendah adalah 0,50 kg perbulan. Hasil uji mann-whitney menunjukkan terdapat perbedaan signifikan antara rata-
33
rata konsumsi dengan kelas sosial yang terlihat dari nilai signifikansi 0,000 < alpha 0,05 (Lampiran 3). Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan berpengaruh terhadap keputusan setiap individu terhadap pengambilan keputusan pembelian. Hal ini dikarenakan tingkat pendidikan seseorang akan menentukan pola pikir dari individu tersebut, sehingga menimbulkan berbagai pertimbangan yang berbeda dalam setiap diri individu. Seseorang yang memiliki pendidikan tinggi pada umumnya mampu berpikir dan bertindak dengan cepat dalam menemukan suatu solusi dibandingkan seseorang yang tingkat pendidikannya lebih rendah. Tingkat pendidikan juga menentukan wawasan yang dimiliki setiap individu. Hal ini sesuai dengan pendapat Amelia (2008) yang menyatakan bahwa tingkat pendidikan seseorang dapat mempengaruhi pola pikir dan wawasan mereka serta dapat menentukan tingkat pendapatan dan kelas sosial konsumen tersebut. Secara lengkap sebaran pendidikan yang terjadi dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13. Karakteristik Responden berdasarkan tingkat pendidikan Tingkat Pendidikan Tidak sekolah SD SMP/Sederajat SMA/Sederajat D3 S1 S2 Jumlah
Responden kelas sosial tinggi Jumlah Persentase (Orang) (%) 0 0 0 0 0 0 16 32 16 32 17 34 1 2 50 100
Responden kelas sosial rendah Jumlah Persentase (Orang) (%) 11 22 38 76 1 2 0 0 0 0 0 0 0 0 50 100
Berdasarkan Tabel 13, dapat diketahui bahwa pada responden kelas sosial tinggi persentase tingkat pendidikan terbesar yaitu pada tingkat S1 dengan nilai 34% atau 17 orang sedangkan pada responden kelas sosial rendah persentase tingkat pendidikan tertinggi yaitu pada tingkat SD dengan nilai 76% atau 38 orang. Berdasarkan hasil uji Chi-Square didapatkan bahwa nilai signifikansi =0,000< α(0,05) yang berarti bahwa H0 ditolak (Lampiran 4), sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara pendidikan responden dengan kelas sosial. Hal ini dapat diterima karena sesuai dengan hasil wawancara yang dilakukan bahwa, rendahnya pendidikan pada kelas sosial rendah dikarenakan keterbatasan ekonomi orang tua dan budaya menikah muda. sebagian besar penduduk kelas sosial rendah memiliki pekerjaan sebagai buruh tani dan buruh bangunan sehingga mereka tidak mampu untuk meneruskan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
34
Karakteristik Responden Berdasarkan jumlah anggota keluarga Jumlah anggota kelurga pada suatu keluarga akan sangat berpengaruh dalam mengkonsumsi daging sapi. Pada penelitian ini, jumlah anggota keluarga diartikan sebagai jumlah seluruh anggota keluarga yang masih tinggal bersama dalam satu rumah dengan responden. Tabel 14. Karakteristik responden berdasarkan jumlah anggota keluarga Responden kelas Responden kelas sosial sosial tinggi rendah Jumlah Tanggungan Keluarga Jumlah Persentase Jumlah Persentase (Orang) (%) (Orang) (%) 1 0 0 0 0 2 2 4 2 4 3 9 18 20 40 4 17 34 9 18 >4 22 44 19 38 Jumlah 50 100 50 100 Berdasarkan Tabel 14, dapat disimpulkan bahwa pada kelas sosial tinggi persentase jumlah anggota keluarga terbesar yaitu lebih besar dari 4 orang dengan persentase 44% atau 22 orang begitu pula dengan responden pada kelas sosial rendah dengan persentase jumlah anggota keluarga sebesar 38% atau 19 orang. Rata-rata jumlah anggota keluarga pada responden kelas sosial tinggi dan kelas sosial rendah masing-masing adalah 4,66 dan 4,38 hal ini menunjukkan bahwa pada kelas sosial tinggi memiliki jumlah anggota keluarga yang harus ditanggung lebih besar dibandingkan kelas sosial rendah. Jumlah anggota keluarga sangat berpengaruh terhadap keadaan ekonomi rumah tangga responden, karena semakin banyak jumlah anggota keluarga akan mengakibatkan semakin banyak pendapatan yang harus di cari untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Berdasarkan hasil uji Mann-Whitney didapatkan bahwa nilai signifikansi = 0.376 lebih besar daripada alpha 0,05 (Lampiran 5) hal ini bermakna bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara jumlah anggota keluarga baik pada responden kelas sosial tinggi maupun kelas sosial rendah. Karakteristik Responden Berdasarkan pekerjaan Karakteristik responden berdasarkan jenis pekerjaannya, pada kelas sosial tinggi didominasi oleh karyawan swasta 14 orang (28 persen) diikuti oleh pegawai negeri 11 orang (22 persen), dan wiraswasta 8 orang (16 persen). Sedangkan, pada kelas sosial rendah persentase terbesar didominasi oleh buruh sebanyak 21 orang (42 persen). Untuk lebih jelasnya ini dapat dilihat pada Tabel 15.
35
Tabel 15. Jumlah dan persentase responden berdasarkan pekerjaan Kelas Sosial Tinggi Rendah Pekerjaan Jumlah Jumlah % % (orang) (orang) Pegawai Negeri 11 22 0 0 Karyawan Swasta 14 28 0 0 Wiraswasta 8 16 8 16 Petani 0 0 8 16 Buruh 1 2 21 42 Lainnya 16 32 13 26 Jumlah 50 100 50 100 Responden pada kelas sosial rendah mayoritas bekerja sebagai buruh, buruh disini memiliki arti yaitu sebagai pekerja lepas harian baik sebagai buruh bangunan, buruh kayu, maupun buruh lainnya yang diberi upah biasanya per minggu atau setiap minggu. Selain bekerja sebagai buruh pada kelas sosial rendah juga masih banyak yang berusaha sebagai petani, karena kampung tempat mereka tinggal masih banyak lahan pertanian dan memang dikhususkan untuk dan hanya sebagai lahan pertanian. Sedangkan pada kelas sosial tinggi, mayoritas penduduk merupakan pendatang dari berbagai kota yang menetap di Kota Serang karena bekerja sebagai pegawai swasta maupun pegawai negeri. Hal ini sesuai dengan hasil uji chi-square yang dilakukan bahwa nilai signifikansi =0,000< α(0,05) yang berarti bahwa H0 ditolak (Lampiran 6), sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan atau berbeda nyata antara pekerjaan dengan kelas sosial responden. Karakteristik Responden Berdasarkan Motif Pembelian daging sapi Motif pembelian daging sapi dibagi menjadi motif rasional dan motif emosional. Dimana motif rasional dinyatakan sebagai alasan yang dilakukan dengan tepat dan masuk akal dan motif emosional menggambarkan konsumen dalam melakukan pembelian dengan alasan subyektif. Kotler (2007) menjelaskan bahwa motif merupakan kebutuhan yang cukup mampu untuk mendorong seseorang bertindak. Sehingga motif merupakan suatu keadaan yang menggerakkan energi dan tenaga jasmani dalam diri seseorang dan mengarahkan secara selektif menuju ke suatu tujuan. Menurut Schiffman dan Knuk 2004, motif memiliki peran fungsi untuk menuntun perilaku yang dikategorikan antara lain sebagai menetapkan kebutuhan dasar, mengidentifikasikan objek sasaran, mempengaruhi kriteria pemilihan, dan pengaruh lainnya dalam membentuk persepsi, pembelajaran, kepribadian, dan sikap seseorang, sehingga memberikan kegunaan yang paling besar secara hati-hati. Berdasarkan hasil perhitungan kuesioner yang memberikan pernyataan untuk motif pembelian konsumen didapatkan berdasarkan perhitungan skala likert, responden dinyatakan termasuk kedalam motif rasional apabila nilai hasil lebih besar dari nilai hasil motif emosional, begitu sebaliknya dapat dilihat pada Tabel 16.
36
Tabel 16. Jumlah Dan Persentase Responden Berdasarkan Motif Pembelian Kelas sosial Motif Pembelian Rasional Emosional
Tinggi Jumlah (orang) 43 7
% 86 14
Rendah Jumlah (orang) 14 36
% 28 72
Berdasarkan tabel 16 dapat dilihat bahwa responden pada kelas sosial tinggi lebih banyak menggunakan motif rasional yaitu 86 persen atau 43 orang dibandingkan dengan motif emosional yaitu 14 persen atau 7 orang, sebaliknya pada responden kelas sosial rendah lebih banyak menggunakan motif emosional yaitu 72 persen atau 36 orang dan motif rasional sebesar 28 persen atau 14 orang. Kelas sosial tinggi memiliki kategori motif rasional yang lebih besar dibandingkan dengan kelas sosial rendah. Hal ini terlihat dari dukungan data yang ada yaitu 70% responden kelas sosial tinggi menjawab sangat setuju dengan pernyataan pada kuesioner yaitu “saya mengkonsumsi daging sapi untuk memenuhi kebutuhan gizi”. Sedangkan pada kelas sosial rendah hanya 12% (Lampiran 14). Motif rasional yang terjadi pada kelas sosial tinggi didasarkan pada hasil pemikiran yang rasional dan masuk akal, dan juga dikarenakan sering dalam mengkonsumsi daging sapi sehingga sudah menjadi hal biasa dalam mengkonsumsi daging sapi. Sedangkan pada kelas sosial rendah, motif pembelian yang dominan adalah motif emosional hal ini terlihat dari dukungan data yang didapatkan yaitu 90% responden kelas sosial rendah menjawab sangat setuju dengan pernyataan “saya mengkonsumsi daging sapi karena tetangga saya juga mengkonsumsinya”. Hal ini sesuai dengan teori yang ditulis oleh Setiadi (2003), bahwa motif emosional yaitu motif pembelian yang didasarkan oleh pengaruh perasaan, dan emosi seseorang sehingga biasanya konsumen terkesan terburu-buru dalam pembelian produk. motif pembelian daging oleh konsumen kelas sosial rendah berdasarkan informasi yang didapatkan yaitu pembelian daging sapi yang dilakukan oleh konsumen didasari karena tuntutan yang harus menyediakan daging dikarenakan suatu acara dan juga pembelian daging yang dilakukan dikarenakan untuk menaikkan status sosial mereka dalam lingkungan masyarakatnya. Sehingga biasanya konsumen kelas sosial rendah memaksakan kemampuan yang terbatas hanya untuk membeli sejumlah daging. Berdasarkan hasil uji chi-square yang dilakukan untuk melihat hubungan antara tingkat kelas sosial dengan motif pembelian konsumen didapatkan nilai signifikansi 0,000. Hal ini memberikan informasi bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kelas sosial dan motif pembelian pada taraf alpha 5 persen (Lampiran 7).
37
Pengaruh Karakteristik Situasional Konsumen Terhadap Motif Pembelian Daging Sapi Model Regresi Logistik Pengaruh karakteristik situasional konsumen terhadap motif pembelian daging pada dua kelas sosial ini dianalisis menggunakan model regresi logistik. Pada model ini Penerapan motif pembelian dilihat dari perhitungan kuesioner yang telah diisi oleh responden. Variabel-variabel yang diduga berpengaruh terhadap motif pembelian konsumen dimasukan sebagai variabel independen dalam model regresi logistik. Variabel-variabel tersebut meliputi umur, pendidikan, jumlah anggota keluarga, total konsumsi daging, pendapatan, pengeluaran pendapatan untuk daging, harga pembelian daging, kelas sosial, dan tempat pembelian daging. Variabel independen tersebut dibagi menjadi variabel independen dikotomi dan variabel kontinu. Variabel kontinu terdiri dari umur, pendidikan, jumlah anggota keluarga, total konsumsi daging, pendapatan, pengeluaran pendapatan untuk daging, harga pembelian daging. Variabel dikotomi terdiri dari kelas sosial, tempat pembelian daging sapi, pekerjaan dan jenis kelamin . Variabel dependen (Y) pada model regresi logistik di transformasikan menjadi dua golongan yaitu “Responden dengan motif rasional” yang dinotasikan dengan angka 1 dan golongan “Responden dengan motif emosional” yang dinotasikan dengan angka 0. Seperti yang telah dijelaskan pada “Bab Metode Penelitian”, langkah awal yang harus dilakukan dalam penganalisis hasil output model regresi logistik adalah menganalisis kelayakan model. Hal ini bertujuan untuk mengetahui apakah model mampu menerangkan bagaimana pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Pengujian kelayakan model dapat dilakukan dengan melihat Tabel Omnibus Tests of Model Coefficients atau Tabel Hosmer and Lemeshow Test pada output model regresi logistik yang diolah menggunakan SPSS 16.0. Dari Tabel Omnibus Tests of Model Coefficients, terlihat bahwa nilai signifikansi model sebesar 0,000 < dari 0,05 yang berarti bahwa H0 ditolak pada tingkat signifikansi 5%. sehingga dapat disimpulkan bahwa model layak (Lampiran 12). Pada Tabel Hosmer and Lemeshow Test terlihat bahwa nilai Sig=0,505 > alpha (0,05) yang menunjukkan bahwa H0 ditolak yang berarti bahwa model fit dengan data (Lampiran 12). Kesimpulan yang diperoleh dari informasi tersebut variabel bebas (independen) yang digunakan, secara bersama-sama berpengaruh terhadap motif pembelian konsumen atau minimal ada satu variabel bebas yang berpengaruh pada motif pembelian konsumen. Tabel Model Sumary memberikan informasi jika nilai koefisien Nagelkerke R square adalah 0,566 (Lampiran 12). Hal ini menjelaskan jika variabel independen mampu menjelaskan 56% keragaman total dari model regeresi logistik pada penelitian ini. Informasi ini menunjukkan bahwa model berada pada level yang baik karena nilai Nagelkerke R square di atas 50 persen. Menurut Dano (2004), nilai R square yang semakin mendekati 1 menunjukkan bahwa korelasi sempurna dan variabel Y berhubungan erat dengan variabel X. Namun, nilai Nagelkerke R square hanya pendekatan yang tidak dapat dihitung koefesien determinasinya seperti pada regresi biasa. Hal ini dikarenakan dalam regresi logistik nilai β tidak bisa di interpretasikan karena bentuk kurva data regresi logistik tidak linier sehingga Tabel Classification Table pada output SPSS regresi logistik juga harus dilihat pula.
38
Classification Table pada Lampiran, dapat memberikan penjelasan berapa banyak model mampu mengklasifikasikan observasi secara tepat. Hasil pendugaan parameter pada Classification Table, menunjukkan bahwa model dapat mengklasifikasikan responden yang memiliki motif pembelian emosional sebesar 83,7 persen dan 80,7 persen responden yang memiliki motif rasional dapat diklasifikasikan oleh model. Berdasarkan Classification Table pada Lampiran, diperoleh informasi pula bahwa nilai ketepatan ketepatan model dalam mengklasifikasi observasi adalah sebesar 82,0 persen. Artinya dari 100 observasi, ada 82 observasi yang mampu diklasifikasikan dengan tepat oleh model regresi logistik. Uji parsial terhadap variabel independen dilakukan untuk melihat pengaruh masing-masing variabel independen dalam motivasi pembelian konsumen, dengan melihat nilai p-value uji Wald. Pada output SPSS nilai p-value uji Wald dinotasikan dengan nilai Sig. Apabila nilai Sig lebih kecil dari alpha 5% maka tolak H0, sehingga jika nilai Sig lebih kecil dari alpha akan diartikan bahwa variabel tersebut berpengaruh nyata di dalam model pada taraf nyata alpha. Arah pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen dapat dilihat dari nilai odds ratio. Arah pengaruh positif jika nilai odds ratio lebih besar dari satu. Arah pengaruh negatif jika nilai odds ratio antara nol dan satu sedangkan jika nilai odds ratio satu artinya variabel independen tidak berpengaruh terhadap variabel dependen. Berdasarkan Tabel 17 dibawah, Variabel independen yang berpengaruh nyata pada taraf alpha 5 persen adalah umur dan kelas sosial. Variabel independen yang tidak berpengaruh nyata pada alpha 5 persen terhadap motif pembelian konsumen adalah pendidikan, Jumlah anggota keluarga, Total konsumsi daging, Harga pembelian daging, Pendapatan, Pengeluaran pendapatan untuk daging, Dummy tempat pembelian, pekerjaan, dan jenis kelamin (Tabel 17). Berdasarkan penelitian terdahulu Dano (2004) faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan lokasi pembelian dan preferensi konsumen terhadap daging sapi dengan variabel dependen lokasi pembelian didapatkan hasil bahwa dengan menggunakan model logistik dikathaui bahwa dari standar error 5 persen, faktor-faktor yang secara signifikan berpengaruh nyata terhadap pembelian daging sapi di pasar swalayan atau di pasar tradisional adalah pendidikan, umur responden, dan frekuensi pembelian. sedangkan faktor-faktor yang tidak berpengaruh nyata terhadap lokasi pembelian daging sapi yaitu pendapatan, harga daging sapi, pekerjaan, dan rata-rata jumlah pembelian daging sapi. Sedangkan dalam penelitian ini ditemukan bahwa variabel yang berpengaruh nyata berdasarkan Tabel 17, pada kolom Exp(B) diketahui bahwa terdapat enam variabel yang memiliki pengaruh positif karena nilai odds ratio variabel tersebut lebih besar dari satu (>1). Keenam variabel independen tersebut adalah umur, jumlah anggota keluarga, pendapatan, kelas sosial, pekerjaan dan jenis kelamin. Lima variabel independen yang memiliki pengaruh nyata negatif karena nilai odds ratio variabel tersebut kurang dari satu (<1) lima variabel tersebut adalah pendidikan, total konsumsi daging, harga pembelian daging, pengeluaran pendapatan untuk daging dan tempat pembelian.
39
Tabel 17. Hasil pendugaan model regresi logistik pengaruh karakteristik situasional terhadap motif pembelian konsumen Predictor Exp(B) Umur 1.106*** Pendidikan .939 Jumlah anggota keluarga 1.011 Total konsumsi daging .000* Harga pembelian daging .999* Pendapatan 1.001 Pengeluaran untuk daging 1.000* Dummy kelas sosial 187.719** Dummy tempat pembelian .473 Dummy pekerjaan 1.779E8 Dummy Jenis Kelamin 2.740 Constant 7.042E17 Keterangan : ***= Signifikan berdasarkan uji regresi logistik pada alpha 1 persen ** = Signifikan berdasarkan uji regresi logistik pada alpha 5 persen * = Signifikan berdasarkan uji regresi logistik pada alpha 10 persen
Umur. Hasil pendugaan koefesien dan uji signifikansi variabel menunjukkan bahwa umur merupakan variabel yang memiliki pengaruh positif dan signifikan di dalam model regresi logistik motif pembelian rasional konsumen karena nilai odds ratio lebih besar dari satu. Variabel umur memiliki nilai odds ratio 1,106. Hasil statistik ini memiliki makna bahwa jika umur responden bertambah satu tahun, peluang responden untuk menerapkan motif rasional dalam pembelian 1,106 kali lebih besar dari motif emosional, cateris paribus. Kenyataan ini sesuai dengan hipotesis yang dibangun yaitu semakin lanjut usia konsumen maka cara berfikirnya akan semakin rasional, sehingga dengan bertambahnya umur konsumen, mereka akan semakin selektif dalam memilih makanan guna memberikan kesehatan yang optimal pada keluarga konsumen. Hal ini sesuai dengan pendapat Bernadien (2012) yang menyatakan bahwa variabel umur memiliki nilai negatif terhadap pembelian daging sapi, yang artinya bahwa semakin lanjut atau bertambahnya usia orang maka akan mengurangi pembelian daging sapi karena alasan kesehatan. Secara logika hal tersebut merupakan alasan yang rasional mengingat konsumen yang telah berusia lanjut rentan terkena berbagai penyakit jika dalam pola konsumsi khususnya konsumsi daging tidak diatur secara benar. Berdasarkan relita di lapang rata-rata umur responden keseluruhan adalah berkisar antara 30 – 40 tahun, hal ini menunjukkan bahwa responden berada pada umur matang sehingga benar berpeluang memiliki motif pembelian rasional, karena mereka lebih hati-hati dan aware terhadap alasan untuk mengkonsumsi daging sapi atau tidak. Kelas sosial. Variabel lain yang berpengaruh positif dan signifikan di dalam model regresi logistik pengaruh karakteristik situasional konsumen terhadap motif pembelian daging adalah kelas sosial konsumen karena nilai odds
40
ratio lebih besar dari satu. Variabel kelas sosial memiliki nilai odds ratio sebesar 187.719. Hasil statistik ini memiliki makna bahwa jika konsumen merupakan kelas sosial tinggi maka peluang konsumen menggunakan motif rasional dalam pembelian daging lebih besar 187.719 kali dibandingkan konsumen yang termasuk dalam kelas sosial rendah, cateris paribus. Artinya konsumen pada kelas sosial tinggi memiliki peluang menggunakan motif pembelian rasional lebih besar daripada konsumen pada kelas sosial rendah. Kenyataan ini sesuai dengan hipotesis yang dibangun. Hal ini sesuai dengan fakta di lapang bahwa konsumen pada kelas sosial rendah cenderung lebih mengutamakan motif emosional dalam pembelian daging, kebanyakan alasan mereka membeli daging yaitu untuk dapat pengakuan sehingga dapat meningkatkan status sosial mereka dalam kelompoknya, yang artinya pada konsumen kelas sosial rendah mereka lebih besar mengeluarkan pendapatannya hanya untuk mengkonsumsi daging. Hal ini berbanding terbalik pada konsumen kelas sosial atas, mereka membeli ataupun mengkonsumsi daging lebih karena motif rasional yaitu untuk kesehatan dan merupakan hal yang biasa dalam pemenuhan gizinya. Golongan kelas rendah kurang memperhatikan kualitas, mereka lebih bersifat subyektif atau emosi sedang golongan atas lebih menggunakan responsif terhadap pertimbangan kualitas, lebih menggunakan rasio. Hal ini berdampak pada Jumlah anggota keluarga. Jumlah anggota keluarga merupakan variabel yang tidak berpengaruh nyata terhadap motif pembelian konsumen. Hal ini disebabkan variabel jumlah anggota keluarga memiliki nilai Sig 0.961 yang lebih besar dari alpha 5 persen. Variabel jumlah anggota keluarga memiliki nilai odds ratio 1.011, yang artinya variabel jumlah anggota keluarga memiliki pengaruh positif karena nilai odds ratio lebih besar dari satu. Hasil statistik ini memiliki makna bahwa jika jumlah anggota keluarga bertambah satu orang maka peluang konsumen lebih rasional meningkat atau naik sebesar 1.011 kali lebih besar daripada motif emosional dalam menentukan motif pembeliannya, cateris paribus. Hal ini sesuai dengan hipotesa awal penelitian yang di bangun. Jumlah anggota keluarga konsumen berpengaruh terhadap motif rasional untuk konsumsi daging sapi. Hal ini dikarenakan besarnya pengeluaran yang digunakan untuk konsumsi salah satunya dipengaruhi oleh jumlah anggota keluarga setiap rumah tangga. Jumlah tanggungan responden berkaitan erat dengan proses konsumsi barang yang dibutuhkan terutama barang pokok seperti makanan. Semakin tinggi jumlah tanggungan keluarga dari responden maka pendapatan yang dikeluarkan untuk mengkonsumsi barang-barang kebutuhannya semakin tinggi pula. Hal tersebut juga didukung oleh Bernadien (2012) yang menyatakan bahwa jumlah anggota keluarga bernilai positif terhadap pembelian daging sapi, sehingga dengan bertambahnya jumlah anggota keluarga maka jumlah pembelian daging pun akan naik. hal ini disebabkan karena semakin banyak orang dalam suatu rumah tangga maka akan semakin banyak pula kebutuhan mereka akan kebutuhan bahan pangan, maka akana semakin meningkat pula jumlah pembelian mereka terhadap daging sapi tersebut. Realita hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah anggota keluarga tidak begitu pengaruh terhadap pembelian daging sapi karena disesuaikan dengan kebutuhan anggota rumah tangga. Contohnya, berdasarkan jumlah pembelian daging sapi, responden yang mempunyai jumlah anggota keluarga banyak ada
41
yang melakukan pembelian daging sapi < 1 kg sedangkan responden dengan jumlah anggota keluarga sedikit ada pula yang membeli daging 1-2 kg bahkan lebih. Pendapatan. Pendapatan merupakan variabel independen yang memiliki pengaruh nyata positif karena nilai odds ratio lebih besar dari satu. Variabel luas lahan memiliki nilai odds ratio sebesar 1,001. Hasil statistik ini memiliki makna bahwa jika pendapatan konsumen bertambah satu rupiah, peluang konsumen untuk menggunakan motif rasional dalam pembelian daging 1,001 kali lebih besar dari motif emosional, cateris paribus. Kenyataan ini sesuai dengan hipotesis awal penelitian yang dibangun. Pengaruh variabel pendapatan di dalam model jika dikaitkan dengan pendapatan responden pada “Sub Bab Karakteristik Responden”, maka dapat dipahami lebih jelas mengapa variabel pendapatan berpengaruh positif. Berdasarkan informasi pada lampiran terdapat bahwa rata-rata pendapatan yang dihasilkan oleh responden kelas sosial tinggi lebih besar daripada kelas sosial rendah, sedangkan pada kelas sosial tinggi motif rasional lebih besar daripada motif emosional. Sehingga disimpulkan bahwa pendapatan berpengaruh nyata positif pada penerapan motif rasional pembelian daging oleh konsumen. Hal ini dikarenakan menurut responden pendapatan yang besar akan mempengaruhi motif pembelian konsumen, mereka akan lebih rasional untuk memikirkan barang dan jasa yang diperlukan. Bertambahnya pendapatan total anggota keluarga pada kelas sosial tinggi dan kelas sosial rendah mengakibatkan bertambahnya pengeluaran untuk membeli daging karena mereka sadar akan kebutuhan gizi. Hal ini sesuai dengan Assauri (1990), yang menyatakan penduduk yang berpendapatan tinggi membeli barang kebutuhan dalam jumlah yang besar. Pada penduduk yang berpendapatan menengah, pembelian barang yang dilakukan tergantung dari sifat orang serta situasi dan kondisi yang dihadapi. Pekerjaan. Pekerjaan merupakan variabel independen lain yang tidak berpengaruh nyata terhadap motif rasional pembelian daging. Hal ini disebabkan variable pekerjaan memiliki nilai Sig 0,999 yang lebih besar dari alpha 5 persen. Variabel pekerjaan ini memiliki nilai odds ratio sebesar 1,779E8, yang artinya memiliki pengaruh positif Karena nilai odds ratio lebih besar dari satu. Hasil statistik ini memiliki makna bahwa jika konsumen merupakan pegawai negeri maka peluang untuk memiliki motif rasional dalam pembelian lebih besar 1,779X108 kali dibandingkan dengan konsumen yang merupakan pegawai swasta. Artinya konsumen yang memiliki pekerjaan tetap ataupun pegawai negeri memiliki peluang untuk memiliki motif rasional dalam pembelian lebih besar daripada konsumen yang memiliki pekerjaan lepas ataupun karyawan swasta maupun pekerja kasar, cateris paribus. Menurut Dano (2004), Pekerjaan Seseorang akan mempengaruhi pola konsumsinya, tetapi apabila ingin memenuhi dan memuaskan kebutuhan dalam mengkonsumsi daging sapi, maka mereka akan berusaha memenuhi kebutuhan tersebut. Hal ini sesuai dengan fakta di lapang, dimana pada konsumen kelas sosial rendah yang mayoritas memiliki pekerjaan sebagai buruh kasar lebih berpikir subyektif dalam hal konsumsi daging, kebanyakan dari mereka mengkonsumsi daging dengan alasan mengikuti tetangga dan agar mendapat pengakuan serta peningkatan status sosial mereka dalam lingkungannya, hal itu
42
mungkin disebabkan oleh faktor minimnya pengetahuan dan kurangnya pemahaman mengenai manfaat daging itu sendiri. Hal tersebut di dukung oleh penelitian Dano (2004) yang menyatakan bahwa pekerjaan tidak mempengaruhi pembelian daging sapi baik itu di pasar tradisional maupun di pasar swalayan, sehingga dalam memuaskan kebutuhan dalam mengkonsumsi daging sapi akan selalu diusahakan. Jenis kelamin. Variabel lain yang berpengaruh positif di dalam model regresi logistik pengaruh karakteristik situasional konsumen terhadap motif pembelian daging adalah Jenis kelamin konsumen karena nilai odds ratio lebih besar dari satu. Variabel jenis kelamin memiliki nilai odds ratio sebesar 2,740. Hasil statistik ini memiliki makna bahwa jika jenis kelamin responden adalah pria, maka peluang menggunakan motif rasional dalam pembelian daging 2,740 kali lebih besar dibandingkan dengan konsumen berjenis kelamin wanita, cateris paribus. Kenyataan ini sesuai dengan hipotesis yang dibangun pada “Bab Metode Penelitian”. Pengkajian tentang perbedaan pengambilan keputusan antara laki-laki dan perempuan telah banyak diteliti, salah satu diantaranya mengatakan bahwa lakilaki berpikir lebih rasional dibandingkan dengan perempuan, perempuan lebih mengutamakan perasaan dalam bertindak begitu juga sebaliknya. Hal ini membuktikan bahwa jenis kelamin benar memiliki pengaruh positif pada motif pembelian rasional konsumen. Namun, realita yang didapatkan berdasarkan wawancara responden dikarenakan jenis kelamin pria lebih banyak daripada wanita, mereka lebih berpikir praktis atau emosional tanpa melakukan pertimbangan apapun dalam melakukan pembelian khususnya daging sapi, beda halnya dengan jenis kelamin wanita mereka lebih mempertimbangkan dari segala aspek yang rasional baik harga, berat, biaya maupun manfaat dari daging tersebut. Pendidikan. Variabel independen pendidikan merupakan variabel yang memiliki pengaruh nyata negatif pada motif rasional pembelian di Serang karena nilai odds ratio kurang dari satu. Variabel pendidikan memiliki nilai odds ratio 0,939. Hasil statistik ini memiliki makna jika pendidikan responden bertambah satu tahun maka peluang responden untuk memiliki motif rasional turun 0,939 kali dari motif emosional, cateris paribus. Kenyataan ini bertentangan dengan hipotesis yang dibangun pada “bab metode penelitian”, karena seharusnya semakin lama seseorang mengenyam pendidikan, motif rasionalnya akan lebih tinggi. Pendidikan yang tinggi seharusnya berakibat semakin rasional seseorang berperilaku dalam pembelian serta dapat mempengaruhi pandangan ke depan sehingga kemampuan untuk menabung lebih besar. Konsumen yang berpendidikan tinggi cenderung memilih bahan makanan bernilai gizi lebih tinggi dibandingkan dengan yang berpendidikan rendah, tingkat pendidikan juga menyebabkan semakin peka terhadap informasi dalam proses keputusan pembelian daging. Dano (2004) menambahkan bahwa Pendidikan dapat mempengaruhi keputusan lokasi pembelian, semakin tinggi pendidikan seseorang maka akan semakin mudah dalam mencoba sesuatu yang baru dalam keputusan lokasi pembeliannya. Realita hasil penelitian di lapang menunjukkan bahwa pendidikan seseorang tidak lagi menjadi pengaruh dalam motif pembelian daging, hal ini dikarenakan konsumen dari semua tingkat pendidikan sudah menyadari akan pentingnya mengkonsumsi daging sapi untuk kesehatan. Hal ini dikarenakan
43
responden tidak hanya mendapatkan pendidikan formal saja, namun mendapatkan wawasan dan pengetahuan dari pengalaman hidup. Harga pembelian daging. Variabel independen harga pembelian daging sapi juga merupakan variabel yang memiliki pengaruh nyata negatif pada motif rasional pembelian. Karena nilai odds ratio kurang dari satu. Variabel harga beli daging memiliki nilai odds ratio 0.999. Hasil statistik ini memiliki makna bahwa jika harga beli daging oleh konsumen bertambah satu rupiah maka peluang konsumen untuk memiliki motif rasional turun 0,999 kali dari motif emosional, cateris paribus. Kenyataan ini sesuai dengan hipotesis awal yang menyatakan bahwa semakin tinggi harga pembelian daging maka motif rasional konsumen akan turun. Secara logika pengaruh negatif antara harga beli daging dengan motif rasional pembelian konsumen dapat diterima, karena dengan semakin mahal harga daging maka konsumen akan lebih berpikir lagi dalam membeli dan mungkin akan mengurangi pembelian daging disebabkan oleh harganya yang semakin mahal. Hal ini maka akan berpengaruh terhadap motif rasional. Khususnya untuk responden kelas sosial rendah, harga beli daging sangat berpengaruh terhadap motif pembelian mereka, apabila harga daging naik maka motif emosional mereka lebih tinggi dari motif rasional. Dalam penelitian Dano (2004) menyatakan bahwa variabel harga tidak berpengaruh terhadap keputusan pembelian daging sapi baik di pasar tradisional atau swalayan. Karena mereka menganggap kepuasan pembelian dapat diperoleh dengan melakukan pembelian baik itu di pasar tradisional maupun di pasar swalayan. Variabel harga berpengaruh signifikan terhadap motif pembelian rasional konsumen. Hal ini dikarenakan harga daging sapi dapat dijadikan salah satu indikator yang menunjukkan daging berkualitas. karena beberapa responden yang ditanya mengenai harga mereka menjawab bahwa harga yang relatif tinggi menunjukkan bahwa kualitasnya juga semakin baik. Sehingga mereka akan berpikir lebih memilih dagng sapi yang berkualitas tersebut meskipun harganya relatif tinggi. Tempat pembelian daging sapi. Tempat pembelian daging sapi merupakan variabel independen yang memiliki pengaruh nyata negatif pada motif pembelian daging karena nilai odds ratio kurang dari satu. Variabel tempat pembelian daging sapi memiliki nilai odds ratio 0,473. Hasil statistik ini memiliki makna bahwa kemungkinan konsumen memiliki motif rasional pada konsumen yang melakukan pembelian daging sapi di swalayan sebesar 0,473 kali dibandingkan konsumen yang melakukan pembelian di pasar tradisional, cateris paribus. Hal ini memberikan informasi bahwa jika konsumen membeli daging sapi di swalayan memiliki peluang lebih kecil dalam motif rasional dibandingkan dengan konsumen yang membeli daging di pasar tradisional. Hal ini sesuai dengan hipotesa yang dibangun pada “Bab Metode Penelitian”. Keputusan responden dalam menentukan tempat pembelian daging sapi berbeda-beda antar kelas sosial. Berdasarkan informasi yang didapatkan, Kelas sosial rendah paling sering membeli daging di pasar tradisional terdekat karena keterbatasan sarana transportasi yang ada sehingga memilih tempat pembelian yang mudah dan tidak banyak mengeluarkan ongkos, karena tempat mereka tinggal jauh dari kota dan juga jauh dari swalayan atau supermarket untuk membeli daging. Sedangkan untuk kelas sosial tinggi memilih tempat pembelian
44
terbanyak di swalayan dengan alasan kenyamanan, banyak pilihan, pelayanan yang baik, dan juga kualitas yang terjamin, sehingga mereka merasa puas dengan barang yang mereka beli. konsumen kelas sosial tinggi beranggapan bahwa ketersediaan daging sapi di pasar swalayan lebih pasti daripada di pasar tradisional. Selain itu, konsumen juga merasa lebih diberi kemudahan dalam membeli, karena daging sapi di pasar swalayan sudah disusun rapi sesuai bagiannya masing-masing dan konsumen dapat dengan mudah memilih daging yang diinginkannya. Total konsumsi daging sapi. Total konsumsi daging sapi merupakan jumlah daging sapi yang dikonsumsi keluarga atau suatu rumah tangga dalam sebulan. Variabel independen total konsumsi daging sapi merupakan variabel yang memiliki pengaruh nyata negatif pada motif pembelian rasional karena nilai odds ratio kurang dari satu. Variabel total konsumsi memiliki nilai odds ratio 0,000. Hasil statistik ini memiliki makna bahwa jika total konsumsi konsumen bertambah satu kilogram, peluang konsumen untuk menggunakan motif rasional dalam pembelian daging turun 0,000 kali dari motif emosional, cateris paribus. Total konsumsi daging sapi pada kelas sosial rendah lebih sedikit dibandingkan dengan kelas sosial tinggi, hal ini dikarenakan pendapatan kelas sosial rendah yang kecil dan tidak menentu. Dengan kata lain, berdasarkan hasil survey berapapun jumlah total konsumsi daging sapi yang dibeli, konsumen tetap melakukan pembelian daging sapi baik itu dengan motif rasional ataupun motif emosional. Total konsumsi daging memiliki nilai yang tidak signifikan sehingga tidak dapat dijadikan indikator untuk menilai motif pembelian daging. Namun, berdasarkan realita penelitian dilapang, konsumen lebih memikirkan total konsumsi daging yang harus dikonsumsi untuk keluarganya dari berbagai aspek terutama dari harga, karena jika harga daging sedang turun maka konsumen akan lebih banyak dalam membeli daging sapi, hal ini menunjukkan bahwa perilaku pembelian tersebut dilakukan berdasarkan motif pembelian rasional. Pengeluaran untuk daging. Variabel independen pengeluaran untuk daging pada penelitian ini berpengaruh nyata terhadap motif rasional pembelian daging sapi karena memiliki nilai Signifikan dengan taraf alpha 10 persen . Variabel pengeluaran untuk daging memiliki nilai odds ratio 1,000. Hasil statistik ini memiliki makna jika pengeluaran pendapatan konsumen untuk daging meningkat satu rupiah maka peluang konsumen untuk memiliki motif rasional adalah 1 kali lipat dibandingkan pengeluaran semula, cateris paribus. Artinya motif pembelian daging baik motif rasional maupun motif emosional tidak ada bedanya pada variabel pengeluaran untuk daging, peluang antara motif rasional dan motif emosional dalam variabel pengeluaran untuk daging adalah sama. sehingga besar atau kecilnya pengeluaran pendapatan tidak dapat dijadikan sinyal untuk mengetahui bagaimana motif pembelian daging sapi oleh konsumen. Karena dengan bertambahnya pengeluaran untuk daging sapi belum tentu berpengaruh nyata terhadap motif pembelian daging sapi.
45
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Pola konsumsi daging sapi pada kelas sosial tinggi lebih baik daripada kelas sosial rendah, hal ini ditunjang oleh pendapatan dan pekerjaan yang lebih baik daripada kelas sosial rendah. Frekuensi konsumsi rata-rata responden pada kelas sosial rendah yaitu harian dengan jumlah rata-rata total konsumsi daging sekitar 2,15 kg per bulan. 2. Perbedaan motif pembelian yang terjadi pada dua kelas sosial ini yaitu, Motif rasional pada kelas sosial tinggi lebih tinggi daripada kelas sosial rendah yaitu 86 persen dan 28 persen untuk kelas sosial rendah. Sedangkan untuk motif emosional pada kelas sosial rendah lebih tinggi daripada kelas sosial tinggi yaitu 72 persen dan 14 persen untuk kelas sosial tinggi. 3. Karakteristik situasional responden yang mempengaruhi motif rasional meliputi umur, kelas sosial, jumlah anggota keluarga, pendapatan, pekerjaan, dan jenis kelamin (model regresi logistik). Pendidikan, harga, tempat pembelian, dan total konsumsi memiliki pengaruh negatif terhadap motif rasional responden. Motif pembelian tidak mempengaruhi pengeluaran pendapatan untuk konsumsi daging sapi pada dua kelas sosial. Saran Berdasarkan kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini maka saran yang diberikan adalah: 1. Berdasarkan hasil karakteristik responden, khususnya responden kelas sosial bawah agar lebih mempertimbangkan lagi dalam motif pembelian daging sapi, karena sumber protein bisa didapatkan dari makanan lain selain daging, agar pendapatan yang minim dapat berguna dengan optimal untuk kebutuhan pokok mereka. 2. Penelitian selanjutnya diharapkan mengambil sampel dari beberapa desa atau kecamatan sehingga beberapa faktor lain yang diduga mempengaruhi motif pembelian daging sapi bisa dianalisis. Hal ini dikarenakan berdasarkan hasil analisis statistik ternyata masih ada faktor-faktor yang diduga berpengaruh ternyata tidak signifikan terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi motif pembelian daging di Kecamatan Serang.
DAFTAR PUSTAKA Amelia R. 2008. Pilihan Jenis Telur yang Dikonsumsi Rumah Tangga Pasca Kasus Flu Burung (Kasus di Hero Supermarket Padjajaran Bogor) [skripsi]. Bogor : Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Anggraini, R. 2006. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keputusan Pembelian Daging Sapi pada Dua Kelas Sosial di Kota Palembang [Skripsi]. Yogyakarta: Program Sarjana Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Gadjah Mada.
46
Anwar. 1993. Pemukiman di Tanah Negara. Konstruksi edisi Juli. Tahun ke-4, Jakarta. Asri, M. 1991. Marketing. Penerbit AMP YKPN, Yogyakarta. Astawan, M. 2004. Mengapa Kita Perlu Makan Daging. Diambil kembali dari konten site: http//www. Kompas cybermedia.com. diakses pada tanggal 25 Agustus. Azwar, S. 2003. Sikap Manusia : teori dan pengukurannya. Pustaka pelajar, Yogyakarta. Bahar, B. 2002. Panduan Praktis Memilih Produk Daging Sapi. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Bernadien, Y. M. 2012. Sikap dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembelian Daging Sapi Lokal dengan Daging Sapi Impor (Studi Kasus di Kecamatan Setiabudi, Kotamadya Jakarta Selatan, DKI Jakarta)[Skripsi]. Bogor : Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2013. Persentase Pengeluaran Rata-rata per Kapita Sebulan untuk konsumsi daging, Indonesia 2007-2012. [internet] Jakarta : Badan Pusat Statistik. [diunduh 2013 agustus 23]. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2009. Kota Serang dalam Angka. Banten : Badan Pusat Statistik. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2013. Persentase Pengeluaran Rata-rata per Kapita Sebulan untuk konsumsi daging, Indonesia 2007-2012. Jakarta : Badan Pusat Statistik. [diunduh 2013 agustus 23]. Dano, A. H. 2004. Analisis Keputusan Lokasi Pembelian dan Preferensi Terhadap Atribut Daging Sapi segar (Kasus di Pasar Swalayan Hero Pajajaran dan Pasar Tradisional Citeurep di Bogor)[Skripsi]. Bogor : Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. East, R. 1992. Changing Consumer behaviour. Cassel, London. Engel, J.S.,R.D. Blackwell. 1994. Perilaku konsumen. Jilid I. edisi ke-6. Binarupa Aksara, Jakarta. Firdaus M, Harmini, A dan Farid. 2011. Aplikasi Metode Kuantitatif untuk Manajemen dan Bisnis. Bogor : IPB Press. Fisardo, D. Hartanti & Tjahjoanggoro, A. J. (1998). Hubungan Antara Motif Rasional dan Motif Emosional dengan Loyalitas terhadap Mcdonald’s. Anima Vol. 14. no. 53. Universitas Surabaya. Gujarati DN. 2006. Dasar-dasar Ekonometri. Edisi 3. Jilid 2. Jakarta : Erlangga. Handoko, M. (1992). Motivasi Daya Penggerak Tingkah Laku. Kanisius, Yogyakarta. Kasali, R. 2005. Membidik Pasar Indonesia: Segmentasi, Targetting, Positioning. Gramedia. Jakarta. Khomsan, A. 2004. Minyak sawit dan aterosklerosis. Diambil kembali dari konten site: http//www.gizi.com. diakses pada tanggal 13 Agustus 2013 Kottler, P. Dan G. Armstrong. (1994). Dasar-Dasar Pemasaran. CV Intermedia. Jakarta. Kottler, P. Dan G. Armstrong. (1997). Prinsip-Prinsip Pemasaran. CV Intermedia. Jakarta.
47
Maharany, R. (2002). Pola Konsumsi Daging Sapi Segar pada Konsumen Rumah Tangga di Pasar Tradisional (Studi Kasus di Kelurahan Tugu Utara, Kecamatan Koja, Jakarta Utara) [Skripsi]. Bogor : Jurusan Sosial Ekonomi Industri Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pandjaitan, R. A. (2006). Analisis Gaya Keputusan Pembelian Daging Sapi Segar pada Konsumen Menengah Ke Atas di Kota Bogor (Studi Kasus di Kecamatan Tanah Sareal Bogor)[Skripsi]. Bogor : Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi Dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Schiffman, L. G. & Kanuk, L.L. (2004). Consumer Behavior Eighth edition. New Jersey: Pearson Education Inc. Schiffman, L. G. & Kanuk, L.L. (2008). Consumer Behavior Seventh edition. New Jersey: Pearson Education Inc. Setiadi, N.J. 2003. Perilaku Konsumen. Edisi revisi, PT. Kharisma Putra Utama. Jakarta Singarimbun, M dan effendi. 1989. Metode Penelitian Survei. Edisi Revisi. LP3ES, Jakarta. Sudjana. 1996. Metode Statistika. Edisi ke-VI. Penerbit Tarsito, Bandung. Sugiyono. 2003. Statistika Untuk Penelitian. Alfabeta, Bandung. Soeparno. 1992. Ilmu dan Teknologi daging. Penerbit Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Solomon, M. R. 2004. Consumer Behavior: Buying, Havung dan Being. Sixth Edition. Prentice Hall. Swastha, B & Handoko, T. H. (1997) Manajemen Pemasaran: analisis perilaku konsumen. Yogya: Liberty. Violitta, L & Hartanti (1996) Hubungan Antara Motif Rasional dan Motif Emosional dengan Loyalitas Pemakaian Produk Lipstik dalam Negri dan Luar Negri. Anima Vol. 12. no.45. Universitas Surabaya. Wijaya, M. A. (2008). Analisis Preferensi Konsumen dalam Membeli Daging Sapi di Pasar Tradisional Kabupaten Purworejo [Skripsi]. Surakarta : Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret. Winardi. 1991. Marketing Dan Perilaku Konsumen. Mandar Maju, Bandung.
48
49
LAMPIRAN
50
Lampiran 1. Hasil analisis validitas motif rasional
VAR00001
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
VAR00003
Sig. (2-tailed)
.054
Pearson Correlation
N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N VAR00008
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
VAR00009
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
VAR00011
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
VAR00012
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
VAR00013
30 .356
Sig. (2-tailed)
VAR00007
.032
Pearson Correlation
N VAR00005
.392*
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
30 .394* .031 30 .485** .007 30 .433* .017 30 .565** .001 30 .884** .000 30 .702** .000 30 .790** .000 30
51
Lampiran 2. Hasil analisis validitas motif emosional
Question 1
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
Question 2
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
Question 5
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
Question 6
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
Question 7
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
Question 8
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
Question 11
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
Question 12
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
Question 15
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
.705** .000 30 .896** .000 30 .648** .000 30 .904** .000 30 .934** .000 30 .548** .002 30 .392* .032 30 .371* .043 30 .540** .002 30
52
Lampiran 3. Hasil analisis reabilitas motif rasional Item-Total Statistics Scale Mean if Item Scale Variance if Deleted
Item Deleted
Corrected Item-
Cronbach's Alpha
Total Correlation
if Item Deleted
VAR00001
25.37
43.344
.295
.795
VAR00003
25.20
44.510
.328
.790
VAR00005
25.53
41.292
.378
.786
VAR00007
25.67
38.506
.463
.776
VAR00008
25.60
44.110
.155
.822
VAR00009
26.50
37.500
.651
.748
VAR00011
26.07
35.099
.860
.718
VAR00012
26.30
39.183
.545
.764
VAR00013
26.03
36.447
.788
.731
Reliability Statistics Cronbach's Alpha .792
N of Items 9
53
Lampiran 4. Hasil analisis reabilitas motif emosional Item-Total Statistics Scale Mean if Item Scale Variance if Deleted
Item Deleted
Corrected Item-
Cronbach's Alpha
Total Correlation
if Item Deleted
VAR00001
21.83
53.592
.675
.853
VAR00002
21.80
50.303
.832
.836
VAR00005
22.97
59.895
.695
.856
VAR00006
22.27
50.547
.925
.828
VAR00007
21.83
46.351
.888
.828
VAR00008
22.93
61.995
.563
.865
VAR00011
22.73
67.651
.089
.899
VAR00012
22.73
63.651
.373
.877
VAR00015
22.77
58.530
.522
.867
Reliability Statistics Cronbach's Alpha .873
N of Items 9
54
Lampiran 5. Hasil analisis Mann-whitney umur responden Ranks
Kelas sosial Umur
N
Mean Rank
Tinggi Rendah Total
Sum of Ranks
50
67.27
3363.50
50
33.73
1686.50
100
Test Statisticsa Umur Mann-Whitney U
411.500
Wilcoxon W
1.686E3
Z
-5.787
Asymp. Sig. (2-tailed)
.000
a. Grouping Variable: Kelas sosial
Lampiran 6. Hasil analisis chi-square jenis kelamin responden Jenis Kelamin * Kelas sosial Crosstabulation Kelas sosial Tinggi Jenis Kelamin
laki-laki
Count
37
61
30.5
30.5
61.0
% within Jenis Kelamin
39.3%
60.7%
100.0%
% within Kelas sosial
48.0%
74.0%
61.0%
26
13
39
19.5
19.5
39.0
% within Jenis Kelamin
66.7%
33.3%
100.0%
% within Kelas sosial
52.0%
26.0%
39.0%
50
50
100
50.0
50.0
100.0
% within Jenis Kelamin
50.0%
50.0%
100.0%
% within Kelas social
100.0%
100.0%
100.0%
Count Expected Count
Total
Total
24
Expected Count
perempuan
Rendah
Count Expected Count
55
Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square Continuity Correctionb Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Casesb
Asymp. Sig. (2-sided)
df
7.104a 6.053 7.209
1 1 1
Exact Sig. (2sided)
Exact Sig. (1-sided)
.008 .014 .007 .013
7.033 100
1
.007
.008
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 19.50. b. Computed only for a 2x2 table
Lampiran 7. Hasil analisis Mann-whitney pendapatan total keluarga, total konsumsi dan pengeluaran pendapatan untuk konsumsi daging sapi Ranks Kelas sosial
N
Pendapatan per bulan (Rp) Tinggi Rendah pengeluaran pendapatan untuk daging (%)
Mean Rank 50
75.29
3764.50
50
25.71
1285.50
50.51 50.49
2525.50 2524.50
Total
100
Tinggi Rendah Total
50 50 100
Test Statistics a
Pendapatan per bulan (Rp) Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed)
pengeluaran pendapatan untuk daging (%)
10.500 1285.500 -8.558 .000
1249.500 2524.500 -.003 .997
a. Grouping Variable: Kelas social Report
Kelas sosial Tinggi
Mean N Std. Deviation
Pendapatan per bulan (Rp)
Sum of Ranks
pengeluaran pendapatan untuk daging (%)
6158000.00
4.084
50
50
3190409.097
2.3919
56
Rendah
Total
Mean N
1155900.00 50
4.526 50
Std. Deviation
484276.959
3.1700
Mean
3656950.00
4.305
100
100
3387102.088 Ranks
2.8026
N Std. Deviation Kelas sosial total konsumsi daging
N
Mean Rank
Tinggi
50
75.33
3766.50
Rendah
50
25.67
1283.50
Total Test Statistics a
100
total konsumsi daging Mann-Whitney U 8.500 Wilcoxon W 1283.500 Z -8.652 Asymp. Sig. (2-tailed) .000 a. Grouping Variable: Kelas sosial Report total konsumsi daging Kelas sosial Tinggi Rendah Total
Mean 2.1500 .4980 1.3240
Sum of Ranks
N
Std. Deviation 50 50 100
.52732 .26859 .92871
57
Lampiran 8. Hasil analisis chi-square pendidikan responden Pendidikan * Kelas sosial Crosstabulation Kelas social Tinggi Pendidikan Tidak sekolah Count
SMP
SMA
D3
11
5.5
5.5
11.0
% within Pendidikan
.0%
100.0%
100.0%
% within Kelas sosial
.0%
22.0%
11.0%
0
38
38
Count Expected Count
19.0
19.0
38.0
% within Pendidikan
.0%
100.0%
100.0%
% within Kelas sosial
.0%
76.0%
38.0%
Count
0
1
1
Expected Count
.5
.5
1.0
% within Pendidikan
.0%
100.0%
100.0%
% within Kelas sosial
.0%
2.0%
1.0%
Count
16
0
16
Expected Count
8.0
8.0
16.0
% within Pendidikan
100.0%
.0%
100.0%
% within Kelas sosial
32.0%
.0%
16.0%
16
0
16
Count Expected Count
S1
S2
Total
8.0
8.0
16.0
% within Pendidikan
100.0%
.0%
100.0%
% within Kelas sosial
32.0%
.0%
16.0%
Count
17
0
17
Expected Count
8.5
8.5
17.0
% within Pendidikan
100.0%
.0%
100.0%
% within Kelas sosial
34.0%
.0%
17.0%
Count
1
0
1
Expected Count
.5
.5
1.0
% within Pendidikan
100.0%
.0%
100.0%
% within Kelas sosial
2.0%
.0%
1.0%
Count Expected Count
50
50
100
50.0
50.0
100.0
% within Pendidikan
50.0%
50.0%
100.0%
% within Kelas sosial
100.0%
100.0%
100.0%
Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
Total 11
Expected Count
SD
Rendah 0
Asymp. Sig. (2-sided)
df
1.000E2a 138.629
6 6
.000 .000
84.168
1
.000
100
58
Pendidikan * Kelas sosial Crosstabulation Kelas social Tinggi Pendidikan Tidak sekolah Count
SMP
SMA
D3
11
5.5
5.5
11.0
% within Pendidikan
.0%
100.0%
100.0%
% within Kelas sosial
.0%
22.0%
11.0%
0
38
38
Count Expected Count
19.0
19.0
38.0
% within Pendidikan
.0%
100.0%
100.0%
% within Kelas sosial
.0%
76.0%
38.0%
Count
0
1
1
Expected Count
.5
.5
1.0
% within Pendidikan
.0%
100.0%
100.0%
% within Kelas sosial
.0%
2.0%
1.0%
Count
16
0
16
Expected Count
8.0
8.0
16.0
% within Pendidikan
100.0%
.0%
100.0%
% within Kelas sosial
32.0%
.0%
16.0%
16
0
16
Count Expected Count
S1
S2
Total
Total 11
Expected Count
SD
Rendah 0
8.0
8.0
16.0
% within Pendidikan
100.0%
.0%
100.0%
% within Kelas sosial
32.0%
.0%
16.0%
Count
17
0
17
Expected Count
8.5
8.5
17.0
% within Pendidikan
100.0%
.0%
100.0%
% within Kelas sosial
34.0%
.0%
17.0%
Count
1
0
1
Expected Count
.5
.5
1.0
% within Pendidikan
100.0%
.0%
100.0%
% within Kelas sosial
2.0%
.0%
1.0%
Count Expected Count % within Pendidikan
50
50
100
50.0
50.0
100.0
50.0%
50.0%
100.0%
a. 4 cells (28.6%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .50.
59
Lampiran 9. Hasil analisis Mann-whitney jumlah anggota keluargaa responden Ranks Kelas sosial Jumlah anggota keluarga
N 50
53.01
2650.50
Rendah
50
47.99
2399.50
100
a
Jumlah anggota keluarga Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed)
1124.500 2399.500 -.885 .376
a. Grouping Variable: Kelas sosial Report Jumlah anggota keluarga Kelas sosial Tinggi Rendah Total
Mean 4.66 4.38 4.52
Sum of Ranks
Tinggi Total
Test Statistics
Mean Rank
N
Std. Deviation 50 50 100
1.661 1.338 1.507
60
Lampiran 10. Hasil analisis Chi-square pekerjaan responden Pekerjaan * Kelas sosial Crosstabulation Kelas sosial
Pekerjaan
Tinggi
Rendah
Total
Count
11
0
11
Expected Count
5.5
5.5
11.0
% within Pekerjaan
100.0%
.0%
100.0%
% within Kelas sosial
22.0%
.0%
11.0%
Count
14
0
14
Expected Count
7.0
7.0
14.0
% within Pekerjaan
100.0%
.0%
100.0%
% within Kelas sosial
28.0%
.0%
14.0%
Count
8
8
16
Expected Count
8.0
8.0
16.0
PNS
Karyawan Swasta
Wiraswasta
% within Pekerjaan
50.0%
50.0%
100.0%
% within Kelas sosial
16.0%
16.0%
16.0%
Count
0
8
8
Expected Count
4.0
4.0
8.0
% within Pekerjaan
.0%
100.0%
100.0%
% within Kelas sosial
.0%
16.0%
8.0%
Petani
Buruh
Count
1
21
22
Expected Count
11.0
11.0
22.0
% within Pekerjaan
4.5%
95.5%
100.0%
% within Kelas sosial
2.0%
42.0%
22.0%
Count
16
13
29
Expected Count
14.5
14.5
29.0
Lain-lain
% within Pekerjaan
55.2%
44.8%
100.0%
% within Kelas sosial
32.0%
26.0%
29.0%
Count
50
50
100
Total
Expected Count
50.0
50.0
100.0
% within Pekerjaan
50.0%
50.0%
100.0%
% within Kelas sosial
100.0%
100.0%
100.0%
Chi-Square Tests
Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
Value
df
Asymp. Sig. (2sided)
51.492a 68.421 18.027
5 5 1
.000 .000 .000
100
a. 2 cells (16.7%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4.00.
61
Lampiran 11. Hasil analisis chi-square motif pembelian responden Motif Pembelian * Kelas sosial Crosstabulation Kelas sosial Tinggi Motif Pembelian
Rasional
Count
57
28.5
28.5
57.0
% within Motif Pembelian
75.4%
24.6%
100.0%
% within Kelas sosial
86.0%
28.0%
57.0%
7
36
43
Count Expected Count
Total
Total 14
Expected Count
Emosional
Rendah
43
21.5
21.5
43.0
% within Motif Pembelian
16.3%
83.7%
100.0%
% within Kelas sosial
14.0%
72.0%
43.0%
Count
50
50
100
50.0
50.0
100.0
50.0%
50.0%
100.0%
100.0%
100.0%
100.0%
Expected Count % within Motif Pembelian % within Kelas sosial Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square Continuity Correction
b
Likelihood Ratio
Asymp. Sig. (2-sided)
df
34.313a
1
.000
31.987
1
.000
36.871
1
.000
Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
b
Exact Sig. (2sided)
.000 33.969
1
.000
100
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 21.50. b. Computed only for a 2x2 table
Exact Sig. (1-sided)
.000
62
Lampiran 12. Hasil Analisis regresi logistik Case Processing Summary Unweighted Cases
a
Selected Cases
N Included in Analysis
Percent 100
100.0
0
.0
100 0 100
100.0 .0 100.0
Missing Cases Total Unselected Cases Total
a. If weight is in effect, see classification table for the total number of cases. Dependent Variable Encoding Original Value
Internal Value
Motif Emosional Motif Rasional
0 1
Block 0: Beginning Block Iteration Historya,b,c Coefficie nts Iteration Step 0
-2 Log likelihood
Constant
1
136.663
.280
2
136.663
.282
3
136.663
.282
a. Constant is included in the model. b. Initial -2 Log Likelihood: 136.663 c. Estimation terminated at iteration number 3 because parameter estimates changed by less than .001. Classification Tablea,b Predicted Motif Pembelian Observed Step 0
Motif Emosional
Motif Pembelian
Percentage Correct
Motif Rasional
Motif Emosional
0
43
.0
Motif Rasional
0
57
100.0
Overall Percentage a. b.
57.0
Constant is included in the model. The cut value is .500
Variables in the Equation B Step 0
Constant
Wal d
S.E. .282
.202
1.94 7
df
Sig. 1
Exp(B) .163
1.326
63
Variables not in the Equationa Score Step 0
Variables
df
UMR
26.631
1
.000
Pendidikan
31.545
1
.000
JAK
.982
1
.322
TKD
25.900
1
.000
HPD
11.248
1
.001
Pendapatan
19.849
1
.000
PPD
26.188
1
.000
DKS
34.313
1
.000
DTP
7.992
1
.005
DPK1
9.324
1
.002
.537
1
.464
Jeniskelamin
a. Residual Chi-Squares are not computed because of redundancies.
Block 1: Method = Enter Omnibus Tests of Model Coefficients Chi-square Step 1
df
Sig.
Step
54.712
11
.000
Block
54.712
11
.000
Model
54.712
11
.000
Model Summary
Step 1
Cox & Snell R
Nagelkerke R
Square
Square
-2 Log likelihood 81.951a
.421
.566
Hosmer and Lemeshow Test Step 1
Sig.
Chi-square 7.296
df
Sig. 8
.505
64
Contingency Table for Hosmer and Lemeshow Test Motif Pembelian = Motif Emosional Observed Step 1
Motif Pembelian = Motif Rasional
Expected
Observed
Expected
Total
1
10
9.227
0
.773
10
2
7
8.598
3
1.402
10
3
9
7.702
1
2.298
10
4
6
6.399
4
3.601
10
5
5
5.170
5
4.830
10
6
1
2.514
9
7.486
10
7
3
1.774
7
8.226
10
8
2
1.194
8
8.806
10
9
0
.422
10
9.578
10
10
0
.000
10
10.000
10
Classification Tablea Predicted Motif Pembelian Observed Step 1
Motif Pembelian
Motif Emosional
Percentage Correct
Motif Rasional
Motif Emosional
36
7
83.7
Motif Rasional
11
46
80.7
Overall Percentage
82.0
a. The cut value is .500
Variables in the Equation B Step 1
a
UMR
S.E.
Wald
df
Sig.
Exp(B)
.100
.037
7.225
1
.007
1.106
-.063
.126
.246
1
.620
.939
JAK
.010
.212
.002
1
.961
1.011
TKD
-32.672
19.650
2.764
1
.096
.000
HPD
.000
.000
2.657
1
.100
.999
Pendapatan
.000
.000
.049
1
.824
1.001
PPD
.000
.000
2.641
1
.100
1.000
DKS
5.235
2.296
5.197
1
.023
187.719
DTP
-.749
.981
.583
1
.445
.473
18.997
1.139E4
.000
1
.999
1.779E8
1.008
.693
2.113
1
.146
2.740
Pendidikan
DPK1 Jeniskelamin
Constant 41.096 27.864 2.175 1 .140 7.042E17 a. Variable(s) entered on step 1: UMR, Pendidikan, JAK, TKD, HPD, Pendapatan, PPD, DKS, DTP, DPK1, Jeniskelamin.
65
Lampiran 13.Rekapitulasi skor jawaban motif pembelian Responden Rekapitulasi skor jawaban responden kelas sosial Tinggi (%) pernyataan motif pembelian
STS
TS
S
SS
Motif Rasional 1
2
4
34
60
3
0
58
30
12
5
0
24
52
24
7
0
2
28
70
8
0
8
32
60
9
2
18
30
50
11
10
30
46
14
12
6
14
22
58
13
0
6
72
22
1
28
52
14
6
2
20
70
8
2
5
30
66
2
2
6
46
50
2
2
7
50
42
8
0
8
14
72
14
0
11
12
74
14
0
12
8
48
40
4
15
38
52
10
0
Motif emosional
Rekapitulasi skor jawaban responden kelas sosial rendah (%) pernyataan motif pembelian Motif Rasional
STS
TS
S
SS
1
0
32
54
14
3
0
20
36
44
5
0
38
22
40
7
40
18
30
12
8
42
14
36
8
9
38
40
22
0
11
40
60
0
0
12
12
82
6
0
13
18
62
20
0
1
0
16
40
44
2
0
2
42
56
5
2
78
20
0
6
6
20
34
40
7
0
8
2
90
8
6
72
20
2
11
14
20
56
10
12
22
22
56
0
15
18
30
18
34
Motif emosional
66
Lampiran 14. Data variabel dependen dan independen motif pembelian daging oleh konsumen
No
Y
1
1
2 3
1 0
4 5
1 1
6 7
0 1
8 9
1 1
10
1
11
1
12 13 14
0 1 1
15
1
Jenis Kelamin L P P P P P P P P P P P P L P
Umur
Pendidikan
Jml anggota keluarga
Total konsumsi daging sapi/bln
Pendapatan /bln (Rp)
44
15
4
kg 2.5
Harga/kg 90000
3500000
50 38
12 15
3 3
2.5 2
90000 89000
7350000 4000000
40 46
12 18
5 6
2.5 3
89000 90000
2500000 10000000
45 46
12 12
6 5
3 2
90000 90000
6000000 4000000
49 48
12 12
2 9
2 1.5
90000 90000
4300000 2500000
38
12
4
2
90000
6000000
54
12
4
2
90000
5500000
44 45 40
12 15 12
4 6 6
2.5 2 2
85000 87000 91000
6000000 3500000 4500000
52
16
5
2.5
90000
4800000
Pengeluaran pdpt u/kons Kelas tempat pekerjaan Daging sosial pembelian sapi/bln 225000 1 1 Wiraswasta Ibu Rumah 225000 1 0 Tangga 178000 1 0 Wiraswasta Ibu Rumah 222500 1 0 Tangga 270000 1 0 Guru Ibu Rumah 270000 1 1 Tangga 180000 1 1 Wiraswasta Ibu Rumah 180000 1 1 Tangga 135000 1 0 Wiraswasta Ibu Rumah 180000 1 0 Tangga Ibu Rumah 180000 1 0 Tangga Ibu Rumah 212500 1 0 Tangga 174000 1 0 pegawai Swasta 182000 1 1 Buruh Pabrik Ibu Rumah 225000 1 1 Tangga
67
16
1
17 18 19
0 1 1
20
1
21 22
0 1
23 24 25 26 27 28 29 30 31 32
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
33 34 35 36
1 1 1 1
P P L L P P L P P P L L L L L L L L L L L
64
15
4
3
90000
6000000
270000
1
0
48 46 57
12 16 16
4 2 3
2.5 1.5 3
90000 91500 90000
3000000 10000000 5000000
225000 137250 270000
1 1 1
1 0 0
68
12
4
2.5
90000
5000000
225000
1
1
50 53
12 12
5 4
1.5 2
92000 90000
8000000 2500000
138000 180000
1 1
1 1
47 48 30 55 46 42 39 62 54 38
12 15 12 16 16 15 16 16 16 16
7 5 3 3 3 7 4 5 8 4
2.5 2 2 2.5 2 2.5 1.5 2.5 2 2.5
90000 90000 90000 94000 92000 90000 90000 88000 92000 90000
5000000 2500000 6000000 8500000 4500000 7000000 9750000 6000000 15000000 7500000
225000 180000 180000 235000 184000 225000 135000 220000 184000 225000
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
1 0 1 1 0 0 0 0 0 0
48 53 72 44
15 15 15 15
4 6 2 7
2.5 2.5 2.5 2
85000 88000 90000 90000
1500000 3500000 5500000 2500000
212500 220000 225000 180000
1 1 1 1
0 1 0 0
Ibu Rumah Tangga Ibu Rumah Tangga BUMN PNS Ibu Rumah Tangga Ibu Rumah Tangga pegawai Swasta Ibu Rumah Tangga Wiraswasta pegawai Swasta BUMN Wiraswasta Kontraktor Guru BUMN BUMN pegawai Swasta pensiunan BUMN Supir pegawai Swasta Wiraswasta
68
37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61
1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1
L P L L P P L P L P L L L P L L L P L P L L L L P
40 47 54 38 40 42 36 50 40 45 40 40 30 45 30 45 32 58 59 27 24 28 31 34 30
15 15 16 16 15 16 16 15 16 15 16 16 16 15 0 6 6 6 6 3 6 6 0 9 6
5 4 3 6 3 6 5 6 2 2 6 6 6 7 6 7 4 4 8 3 3 4 4 4 4
2 3.5 2 2.5 2.5 1.5 1.5 1 1 1.5 2 1.5 1.5 2 0.5 0.5 0.25 0.75 0.5 0.5 0.1 0.25 0.75 0.5 0.25
86000 90000 90000 90000 90000 90000 90000 90000 90000 90000 90000 90000 91000 90000 90000 85000 89000 87000 87000 85000 85000 88000 85000 85000 85000
3000000 7000000 8700000 12000000 5000000 11500000 11000000 9000000 9500000 5000000 15000000 3500000 3000000 6000000 1200000 1200000 1200000 1250000 1200000 1200000 1200000 1600000 1440000 1200000 600000
172000 315000 180000 225000 225000 135000 135000 90000 90000 135000 180000 135000 136500 180000 45000 42500 22250 65250 43500 42500 8500 22000 63750 42500 21250
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0 1 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Wiraswasta Kreditor BUMN pegawai Swasta pegawai Swasta pegawai Swasta pegawai Swasta pegawai Swasta Konsellor pegawai Swasta pegawai Swasta pegawai Swasta pegawai Swasta PNS petani petani petani Pedagang kuli kayu petani petani pedagang kuli bangunan kuli bangunan pedagang
69
62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 73 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86
0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 1
L L L L L L P L P L P L L L L L L L L L P P L L L
30 29 25 30 28 37 28 27 40 40 51 29 35 35 37 55 39 33 38 31 39 26 25 40 35
0 0 5 0 6 6 6 6 3 3 0 4 6 3 0 6 0 6 6 6 6 6 6 6 6
4 7 2 4 4 4 3 3 6 6 5 3 6 3 3 4 5 4 5 5 4 3 4 4 2
0.5 0.25 0.5 0.5 0.25 0.75 0.25 0.1 0.5 0.75 0.5 0.5 0.75 0.25 0.25 0.25 0.5 1 0.25 0.75 0.75 0.5 0.25 0.5 0.25
85000 87000 90000 87000 87000 87000 87000 90000 87000 87000 88000 87000 87000 88000 88000 87000 87000 87000 88000 87000 87000 87000 85000 87000 87000
700000 550000 1500000 1920000 1920000 1920000 750000 400000 1900000 650000 700000 500000 1500000 1000000 500000 1440000 1440000 1200000 1200000 900000 650000 350000 1440000 1440000 2500000
42500 21750 45000 43500 21750 65250 21750 9000 43500 65250 44000 43500 65250 22000 22000 21750 43500 87000 22000 65250 65250 43500 21250 43500 21750
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
kolektor buruh Pedagang Kuli kayu Kuli kayu Kuli kayu pedagang buruh wiraswasta Pedagang pembantu RT penjaga toko satpam supir pengumpul kuli bangunan kuli bangunan kuli bangunan petani pedagang SPG buruh cuci kuli bangunan kuli bangunan pedagang
70
87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100
1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
L P L P P P P L L L L L L L
65 45 30 38 50 34 34 27 28 27 42 25 24 31
5 6 6 0 6 0 4 6 5 2 6 2 6 0
3 5 4 5 5 6 4 3 5 7 6 5 3 4
0.5 0.75 0.75 0.75 0.5 0.2 0.5 0.5 0.25 0.75 0.25 1 0.25 1.5
87000 87000 87000 87000 87000 90000 87000 90000 90000 88000 90000 88000 88000 90000
1200000 500000 1200000 600000 500000 500000 900000 1920000 1440000 1465000 1320000 1440000 1350000 1200000
43500 65250 65250 65250 43500 18000 43500 45000 22500 66000 22500 88000 22000 135000
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
kuli bangunan pembantu RT petani pembantu RT penjaga toko pembantu RT SPG kuli bangunan kuli bangunan kuli bangunan kuli bangunan kuli bangunan kuli bangunan petani
71
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta, pada tanggal 28 Juni 1990. Penulis merupakan putri ketiga dari lima bersaudara dari pasangan Bapak H. Muhammad Latief dan Ibu Hj. Riring Ratnawati. Tahun 2002, penulis lulus dari sekolah Dasar Negeri Ciputat dan melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Pertama Swasta Assa’adah dan lulus pada tahun 2005. Selanjutnya penulis menyelesaikan pendidikannya di Sekolah Madrasah Aliyah 2 Serang lulus pada tahun 2008. Tahun 2008 penulis diterima di Program Diploma IPB melalui jalur undangan seleksi masuk IPB (USMI) sebagai mahasiswa Program Keahlian Teknologi Industri Benih Institut Pertanian Bogor, lulus pada tahun 2011. Tahun 2011 penulis melanjutkan pendidikan S1 pada Program Alih Jenis Agribisnis IPB, Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi Manajemen, Institut Pertanian Bogor.