perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PENGARUH KARAKTERISTIK AGEN DAN JENIS KAP PADA TINGKAT KEPATUHAN PENGUNGKAPAN WAJIB RISIKO KEUANGAN BANK, DENGAN CORPORATE GOVERNANCE SEBAGAI VARIABEL MODERASI
SKRIPSI Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta
Oleh :
NOVITA AYU HAPSARI F0309105
FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2013
commit to user i
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING
Skripsi dengan judul:
PENGARUH KARAKTERISTIK AGEN DAN JENIS KAP PADA TINGKAT KEPATUHAN PENGUNGKAPAN WAJIB RISIKO KEUANGAN BANK, DENGAN CORPORATE GOVERNANCE SEBAGAI VARIABEL MODERASI
Telah disetujui dan diterima oleh pembimbing untuk diajukan kepada tim penguji skripsi
Surakarta, 22 Februari 2013 Disetujui dan diterima oleh Pembimbing
Drs. Sri Hartoko, MBA., Ak. NIP. 19610711 198703 1 002
commit to user ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
HALAMAN PENGESAHAN
Telah disetujui dan diterima dengan baik oleh tim penguji skripsi Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret guna melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat-syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Akuntansi.
Surakarta, Maret 2013
Tim Penguji Skripsi
1.
Drs. Jaka Winarna, M.Si., Ak.
Ketua
(.....................)
Anggota
(.....................)
NIP. 19660919 199203 1 001 2.
Dra. Setianingtyas Honggowati, MM., Ak. NIP. 19600427 198601 2 001
3.
Drs. Sri Hartoko, MBA., Ak.
Pembimbing (.....................)
NIP. 19610711 198703 1 002
commit to user iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
HALAMAN PERSEMBAHAN
Teruntuk. . . . ALLAH SWT Ayah, Ibu, dan Kakakku tersayang Kekasih, Sahabat, dan Rekan-rekan terbaikku Almamater Kebanggaanku
commit to user iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
MOTTO
“Man jadda Wajada” - Siapa yang bersungguh-sungguh akan berhasil (Ahmad Fuadi, Negeri 5 Menara)
“Manisnya hidup terasa setelah lelah berjuang” (Imam Syafi’i)
“Selama kita berusaha dan bekerja di atas orang kebanyakan, maka otomatis kita akan menjadi juara” (Ahmad Fuadi, Negeri 5 Menara)
“Every accomplishment starts with the decision to try” (Gail Devers)
commit to user v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat, karunia, dan ridho-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Pengaruh Karakteristik Agen dan Jenis KAP pada Tingkat Kepatuhan Pengungkapan Wajib Risiko Keuangan Bank, dengan Corporate Governance sebagai Variabel Moderasi”. Adapun skripsi ini disusun untuk memenuhi persyaratan dalam mencapai Gelar Sarjana Ekonomi pada Program S1 Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret. Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak akan selesai tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak, untuk itu dengan segala kerendahan dan ketulusan hati penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada: 1.
Bapak Dr. Wisnu Untoro, M.S., selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta.
2.
Bapak Drs. Santosa Tri Hananto, M.Si., Ak., selaku Ketua Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret.
3.
Bapak Drs. Sri Hartoko, MBA., Ak., selaku pembimbing skripsi atas semua kritik, saran, dan perhatiannya yang sangat membantu penulis untuk mencapai hasil yang terbaik.
4.
Bapak Halim Dedi Perdana, SE., Ak., selaku pembimbing akademik atas nasihat, saran, dan sharing ceritanya yang sudah diberikan selama ini. commit to user vi
perpustakaan.uns.ac.id
5.
digilib.uns.ac.id
Bapak-bapak dan ibu-ibu dosen serta karyawan FE UNS, terima kasih penulis ucapkan atas semua ilmu yang telah diberikan.
6.
Ayah dan ibu tercinta atas semua doa dan dukungannya, terima kasih untuk selalu setia mendengar keluh kesah putri kecilmu dan perjuangan tak kenal lelah untuk memberiku masa depan yang baik.
7.
Rahayu Fitri Purnamasari, kakak semata wayangku tercinta, terima kasih atas segala ilmu, nasihat, dan teladan yang kakak berikan untuk menjadikanku sosok yang lebih mandiri dan bersyukur. Dan teruntuk keluargaku (nenek, paman, bibi, dan sepupu-sepupuku) terima kasih atas segala doa dan dukungan yang telah kalian berikan, serta dua keponakanku yang lucu-lucu yang menjadi obat pelipur lara, I love you all.
8.
Mohammad Reza Aldy Wijaya, kekasih sekaligus sahabat setiaku dan pendengar terbaik setelah Ayah dan Ibu. Terima kasih untuk segala kesabaranmu dalam menghadapi maupun mendegar keluh kesaku, nasihat agar selalu mensyukuri hidup, dan selalu memberiku motivasi untuk mengupayakan segalanya sebaik mungkin. Beberapa langkah lagi menuju impian kita untuk menyempurnakan agama, you'll be the first and the last, Insha Allah.
9.
Sahabat-sahabat karibku bu bos geng sandra, miss cepoe yeni, miss boyolali sari, si kecil dan selalu semangat tina, dan mbak yang ngapak dari purwokerto retnia, mbak gita teman seperjuangan, tak lupa sahabat sekaligus yang sudah aku anggap seperti kakakku sendiri kak sue ami, commit to user vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
semoga terwujud ya kak mendapat suami bule. Semoga kesuksesan senantiasa untuk kita semua. 10. Adik-adik seperjuangan yang telah aku anggap seperti adik sendiri, dek ticka triwik yang pinter tapi seneng ngeluh, dek farah yang suka bikin status galau di fb, dek aditya purnama putra a.k.a bogel yang sudah banyak membantu tim olimpiade akuntansi FE UNS dan tak lupa Himpunan Mahasiswa Jurusan Akuntansi FE UNS yang telah memberikan kesempatan dan kepercayaan kepada saya untuk membawa nama almamater dalam ajang olimpiade akuntansi, serta bantuan dan dukungan yang telah banyak diberikan. 11. Teman-teman KEI’ers, ngatijo, laely, anisa, deshinta, wulan, adhe’ lely, anita, danik, ira, rozi, dek herni, dek hayu, dek bondan, dek wintari, dek nickma dan teman-teman lain yang tak bisa penulis sebutkan satu per satu, serta Akei mbak retna, mbak riesa, mbak dewilis, mbak rena, mbak tika, mas syukron, mas listyo, terima kasih atas kerja sama dan pengalaman yang telah teman-teman berikan selama ini. Meskipun tak memberikan kontribusi banyak semoga ukhuwah yang selama ini sudah terjalin bisa tetap terjaga sampai kapan pun. 12. Teman-teman akuntansi 2009, lani-adit, jessica, jayco, gepeng, harunferda, bang haji adhiyanto, ulva, vika, julia, ika, andri, ryan, icha, fifi, taufik, tomy, edwin, hendro, novi, laila, mifta, maya, nandhya dan temanteman lain yang tak bisa penulis sebutkan satu per satu, atas kebersamaan yang telah kita jalin dan telah menjadikan kita layaknya sebuah keluarga besar. Semoga ke depan kita dapat kembali dipertemukan untuk berbagi commit to user viii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
kisah sukses kita masing-masing kelak. Senantiasa SEMANGAT untuk masa depan yang lebih baik. 13. Kakak-kakak tingkat mas peka, mas zulfikar, mas miko, mbak anes, mba oca, mbak eva, mbak dista, atas saran dan nasihat yang telah diberikan, dan maaf jika sering merepotkan. 14. Teman-teman LBPP LIA, dika, devi, ratih, fatwa, nirma, rini, shofi, tika, goldha, abi, aulia, ana, dan pengajar tercinta miss ambar, miss umi dan miss yayan, atas tambahan ilmu, pengalaman, dan kebersamaannya selama ini. 15. Dan terakhir orang-orang di sekitarku yang telah memberikan banyak warna dan arti dalam hidupku, yang tak bisa penulis sebutkan satu per satu karena keterbatasan tempat, maaf, dan terima kasih.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan sebagai masukan yang berharga dan demi perbaikan yang berkelanjutan. Akhir kata, penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan semua pihak yang membutuhkan di kemudian hari. Terima kasih.
Surakarta, 18 Februari 2013
commit to user ix
Penulis
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL............................................................................................... i HALAMAN PERSETUJUAN ............................................................................... ii HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................iii HALAMAN PERSEMBAHAN ............................................................................ iv MOTTO ................................................................................................................. v KATA PENGANTAR ........................................................................................... vi DAFTAR ISI .......................................................................................................... .x DAFTAR TABEL ................................................................................................. xii DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xiii DAFTAR LAMPIRAN.........................................................................................xiv ABSTRAKSI ........................................................................................................ xv ABSTRACT..........................................................................................................xvi BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... ..1 A. Latar Belakang .......................................................................................... ..1 B. Rumusan Masalah ..................................................................................... ..7 C. Tujuan Penelitian....................................................................................... ..7 D. Manfaat Penelitian .................................................................................... ..8 E. Sistematika Penulisan ................................................................................ ..9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................... 11 A. Landasan Teori ........................................................................................ 11 1. Teori Agensi ........................................................................................ 11 2. Corporate Governance ........................................................................ 16 3. Laporan Tahunan dan Pengungkapan (Disclosure)............................. 21 commit to user x
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
4. Pengungkapan Risiko Keuangan ......................................................... 26 5. Dewan Direksi ..................................................................................... 36 6. Kepemilikan Manajerial ...................................................................... 41 7. Kantor Akuntan Publik.........................................................................42 B. Kerangka Pemikiran................................................................................. 44 C. Penelitian Terdahulu dan Pengembangan Hipotesis ................................ 46 BAB III METODE PENELITIAN........................................................................ 58 A. Desain Penelitian......................................................................................58 B. Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel .............................. 58 C. Data dan Metode Pengumpulan Data ...................................................... 59 D. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ...................................... 59 E. Metode Analisis Data .............................................................................. 66 BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN ........................................................ 74 A. Deskriptif Data.........................................................................................74 B. Uji Asumsi Klasik ................................................................................... 79 C. Uji Hipotesis ............................................................................................ 82 BAB V PENUTUP ................................................................................................ 91 A. Kesimpulan .............................................................................................. 91 B. Keterbatasan ............................................................................................. 92 C. Saran ......................................................................................................... 93 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 94 LAMPIRAN
commit to user xi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL
Tabel
Halaman
Tabel 2.1 Ketentuan Pengungkapan Risiko di Beberapa Negara ......................... 28 Tabel 2.2 Perbandingan Klasifikasi Risiko ........................................................... 34 Tabel 4.1 Jumlah Populasi dan Sampel Penelitian................................................ 74 Tabel 4.2 Statistik Deskriptif ................................................................................ 75 Tabel 4.4 Statistik Deskriptif Variabel Dummy Kantor Akuntan Publik .............. 79 Tabel 4.4 Hasil Uji Normalitas ............................................................................. 80 Tabel 4.5 Hasil Uji Multikolinearitas ................................................................... 80 Tabel 4.6 Hasil Uji Autokorelasi .......................................................................... 81 Tabel 4.7 Hasil Uji heteroskedastisitas ................................................................. 82 Tabel 4.8 Hasil Analisis Regresi Linier Berganda (Persamaan Regresi 1)........... 83 Tabel 4.9 Hasil Regresi Persamaan 2 Variabel Karakteristik Agen Terhadap Corporate Governance ......................................................................... 88 Tabel 4.10 Hasil Regresi Persamaan 2 Variabel Karakteristik Agen Terhadap Tingkat Kepatuhan Pengungkapan Wajib Risiko Keuangan Terhadap Absolut Residual....................................................................................89
commit to user xii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Halaman
Gambar 2.1 Two Tiers System yang diadopsi oleh Indonesia ............................... 38 Gambar 2.2 Skema Konsep Penelitian...................................................................45
commit to user xiii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Daftar Bank Sampel Penelitian Lampiran 2 Summary Item Pengungkapan Risiko Keuangan Lampiran 3 Summary Item Pengungkapan Corporate Governance Lampiran 4 Data SPSS Analisis Deskriptif Lampiran 5 Data SPSS Uji Asumsi Klasik Lampiran 6 Data SPSS Analisis Regresi Berganda Lampiran 7 Data SPSS Analisis Residual
commit to user xiv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PENGARUH KARAKTERISTIK AGEN DAN JENIS KAP PADA TINGKAT KEPATUHAN PENGUNGKAPAN WAJIB RISIKO KEUANGAN BANK, DENGAN CORPORATE GOVERNANCE SEBAGAI VARIABEL MODERASI
ABSTRAKSI NOVITA AYU HAPSARI NIM. F0309105
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan bukti empiris mengenai pengaruh karakteristik agen dan jenis kantor akuntan publik terhadap tingkat kepatuhan pengungkapan wajib risiko keuangan dengan corporate governance sebagai variabel moderasi. Karakteristik agen direpresentasikan dengan ukuran dewan direksi, latar belakang pendidikan dewan direksi, dan kepemilikan manajerial. Variabel dependen adalah tingkat kepatuhan pengungkapan wajib risiko keuangan yang diukur dengan menggunakan teknik scoring sesuai dengan penelitian Taylor et al. (2008) dan Oorschot (2009), dengan menggunakan item-item yang terdapat pada PSAK 50 (Revisi 2006), Peraturan Bank Indonesia, dan Bapepam-LK. Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan metode purposive sampling, dengan sampel berupa laporan tahunan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2010-2011. Sampel yang diperoleh sebanyak 31 perbankan dengan 62 annual report. Hasil pengujian regresi linier berganda menunjukkan bahwa karakteristik agen dan jenis KAP berpengaruh terhadap tingkat kepatuhan pengungkapan wajib risiko keuangan. Variabel independen yang terbukti berpengaruh positif terhadap tingkat kepatuhan pengungkapan wajib risiko keuangan yaitu latar belakang pendidikan dewan direksi, kepemilikan manajerial, dan jenis KAP. Sementara variabel ukuran dewan direksi ditemukan tidak berpengaruh terhadap tingkat kepatuhan pengungkapan wajib risiko keuangan. Hasil pengujian analisis residual menunjukkan bahwa corporate governance yang digunakan sebagai variabel moderasi dalam penelitian ini terbukti tidak memoderasi hubungan antara karakteristik agen dengan tingkat kepatuhan pengungkapan wajib risiko keuangan. Kata kunci: karakteristik agen, KAP, corporate governance, pengungkapan risiko keuangan, perbankan Indonesia
commit to user xv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
THE INFLUENCE OF AGENT CHARACTERISTICS AND TYPE OF PUBLIC ACCOUNTANT FIRM ON THE LEVEL OF COMPLIANCE MANDATORY DISCLOSURE OF BANK FINANCIAL RISK, WITH CORPORATE GOVERNANCE AS MODERATING VARIABLE ABSTRACT
NOVITA AYU HAPSARI NIM. F0309105
The purpose of this study is to provide empirical evidence about the influence of agent characteristics and the type of public accountant firm to the level of compliance mandatory disclosure of financial risks with corporate governance as moderating variable. Characteristics of agents represented by the size of the board of directors, educational background of directors, and managerial ownership. The dependent variable is the level of compliance mandatory disclosure of financial risks based on identified items of PSAK 50 (Revised 2006), Regulation of Bank Indonesia and Bapepam-LK. Under purposive sampling, secondary data of 62 annual reports year 2010-2011 of banks in Indonesian Stock Exchange are selected. The results of multiple linear regression showed that agent characteristics and the type of public accountant firm affects the level of compliance mandatory disclosure of financial risks through the variable educational background of directors, managerial ownership, and type of public accountant firm. While board size found has no effect on the level of compliance mandatory disclosure of financial risks. Test results of residual analysis shows that corporate governance that is used as moderating variable is proved not to moderate the relation between agent characteristics to the level of compliance mandatory disclosure of financial risks. Keywords: agent characteristics, public accountant firm, corporate governance, financial risk disclosure, Indonesian banks
commit to user xvi
1 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Konflik keagenan dalam teori agensi muncul ketika manajer sebagai pengelola perusahaan tidak menyampaikan informasi terkait kondisi perusahaan yang sebenarnya kepada pihak principal, hal ini menyebabkan timbulnya kondisi yang dikenal sebagai informasi yang tidak simetris atau asimetri informasi (information asymmetric). Konflik kepentingan yang terjadi dapat diminimalkan dengan membentuk suatu mekanisme yang mampu menyeimbangkan kepentingan antara pihak eksternal dan pihak internal. Corporate governance berkaitan dengan bagaimana cara terbaik untuk mengurangi perilaku oportunistik manajerial. Tata kelola perusahaan yang baik dapat memberikan mekanisme pengendalian untuk mengatur dan mengelola bisnis dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan dan akuntabilitas perusahaan yang pada akhirnya dapat mewujudkan shareholder value. Menurut Jensen dan Meckling (1976), transparansi komunikasi keuangan dapat meminimalkan konflik keagenan antara pemegang saham dan manajer yang melekat dalam pemisahan kepemilikan dan kontrol perusahaan. Laporan tahunan perusahaan telah menjadi sarana utama dalam menyampaikan informasi yang berguna bagi keputusan investasi, kredit dan keputusan lainnya selama bertahun-tahun. Namun, sejak terjadinya skandal commit to user perusahaan besar dan praktik penipuan akuntansi seperti kasus Enron dan 1
2 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
WorldCom, telah terjadi peningkatan permintaan untuk pengungkapan dalam laporan keuangan perusahaan (Cole dan Jones, 2005). Pengungkapan informasi tentang risiko dan ketidakpastian kini telah menjadi bagian yang penting dalam pelaporan keuangan (Linsmeier dan Pearson, 1997). Praktik penyimpangan akuntansi oleh perusahaan-perusahaan besar telah meningkatkan diskusi terkait kebutuhan pengungkapan risiko (Linsley dan Shrives, 2005). Perdebatan mengenai pentingnya pengungkapan risiko dimulai sejak tahun 1998 ketika Institute of Chartered Accountants in England and Wales (ICAEW) menerbitkan paper yang berjudul Financial Reporting of Risk-Proposals for a Statement of Business Risk (Linsley, Shrives, dan Crumpton, 2006). ICAEW menyarankan agar perusahaan menyertakan informasi terkait risiko dari kegiatan usaha yang dijalankan karena hal itu lebih berguna dalam hal pengambilan keputusan. Penelitian ini memilih perbankan sebagai objek penelitian karena bank sebagai lembaga pengelola risiko (risk taking) mengandung berbagai risiko dalam usahanya (Oorschot, 2009). Kegiatan usaha bank senantiasa dihadapkan pada risiko-risiko yang berkaitan erat dengan fungsinya sebagai lembaga intermediasi keuangan. Perbankan sebagai lembaga perantara keuangan merupakan salah satu media translasi dan transformasi risiko dari pemilik dana yang umumnya bersifat risk averse (Napitupulu, 2009). Menurut Hirtle (2007) tingkat pengungkapan yang lebih tinggi dapat menurunkan risiko bank. Keterbukaan dan transparansi informasi penting adanya sebagai bentuk pengawasan terhadap kinerja perbankan dimana commit to user 2
3 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
nantinya keterbukaan informasi yang tepat akan menghasilkan transparansi yang memungkinkan pembaca untuk membuat penilaian tentang kinerja keuangan entitas, termasuk profil risiko. Krisis perbankan di Indonesia yang dimulai akhir tahun 1997 bukan semata-mata diakibatkan oleh krisis ekonomi, tetapi juga diakibatkan oleh belum dilaksanakannya good corporate governance. Perkembangan yang pesat dalam lingkungan eksternal dan internal perbankan yang diikuti dengan semakin kompleksnya risiko kegiatan usaha perbankan mengakibatkan meningkatnya kebutuhan praktik tata kelola bank yang sehat (good corporate governance). Sebelum krisis moneter (7 Juli 1997), hampir seluruh bank swasta dikendalikan oleh pemiliknya yang merangkap sebagai pengurus komisaris atau direksi. Bank-bank milik negara pun “dikendalikan” oleh oknum-oknum pejabat (Tampubolon, 2004). Kurangnya transparansi yang dilakukan oleh pihak manajemen bank serta lemahnya pengawasan terhadap praktik pelaksanaan corporate governance pada perbankan, memicu terjadinya penyimpangan yang dilakukan oleh beberapa orang pengusaha dan oknum pejabat maupun karyawan bank. Hal ini menjadi penyebab meningkatnya daftar kasus
bank bermasalah
yang terjadi
di
Indonesia.
Seperti
terbongkarnya kasus pembobolan Bank BNI dengan ditemukannya transaksi ekspor fiktif melalui L/C (Letter of Credit), yang merugikan bank sebesar 1,7 triliun rupiah. Begitu pula dengan kasus pembobolan Bank BRI yang menimbulkan kerugian sebesar 300 miliar rupiah (Fasabeni, 2003). commit to user 3
4 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap sektor perbankan sebagai lembaga pengelola keuangan dan dalam rangka penerapan good corporate governance, maka perlu diterapkan manajemen risiko yang baik dalam dunia perbankan. Untuk menentukan berhasil atau tidaknya penerapan manajemen risiko dalam suatu bank, mutlak diperlukan peranan secara aktif oleh dewan komisaris dan direksi sebagai pengawas dan penyelenggara pelaksanaan pengelolaan bank tersebut. Dalam struktur organisasi perusahaan, dewan direksi memiliki tanggung jawab dalam hal pelaksanaan kepengurusan bank. Penelitian ini berfokus pada karakteristik agen, dimana komposisi dewan direksi dipilih karena dewan direksilah yang bertindak sebagai eksekutif perusahaan dan sekaligus sebagai dewan manajemen yang bertanggung jawab atas pengelolaan perusahaan. Dalam kaitannya dengan pengungkapan informasi, dewan direksi juga bertanggung jawab atas penyusunan laporan tahunan perusahaan sekaligus menentukan luas pengungkapan yang harus dilakukan oleh perusahaan. Ukuran dewan direksi yang besar menimbulkan masalah tersendiri bagi perusahaan. Jumlah anggota dewan direksi yang terlampau banyak akan menimbulkan kesulitan dalam hal koordinasi. Di sisi lain, ukuran dewan yang kecil akan baik bagi perusahaan karena akan mempermudah dalam hal koordinasi (Matoussi dan Chakroun, 2008). Penelitian yang dilakukan oleh Byard, Li, dan Weintrop (2006) yang mempelajari 1.279 perusahaan selama tahun 2000 hingga 2002, menemukan bahwa kualitas pengungkapan commit to user 4
5 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
keuangan cenderung menurun seiring dengan peningkatan jumlah anggota dewan. Sehingga, ukuran dewan direksi yang lebih kecil diharapkan dapat menghasilkan pengungkapan yang lebih baik. Dewan direksi akan dapat melaksanakan tugasnya secara efektif apabila didukung dengan latar belakang pendidikan dan pengalaman yang sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Menurut Ponnu (2008), direksi dengan pengalaman yang memadai dapat memberikan perspektif yang berguna tentang risiko yang signifikan dan keuntungan kompetitif, serta pemahaman tentang tantangan yang dihadapi bisnis. Haniffa dan Cooke (2002) menyebutkan bahwa anggota direksi yang memiliki latar belakang pendidikan akuntansi dan bisnis mungkin melakukan tingkat pengungkapan yang lebih luas untuk menunjukkan akuntabilitas, meningkatkan citra perusahaan, maupun kredibilitas manajemen. Dalam teori keagenan, konflik keagenan dapat diminimalisir apabila manajer juga dianggap menjadi bagian dari perusahaan sehingga manajer akan berupaya meningkatkan kemakmuran perusahaan secara keseluruhan. Hal tersebut dapat dilakukan dengan memberi kesempatan bagi manajer untuk memiliki sebagian dari saham perusahaan. Jensen dan Meckling (1976) mengemukakan bahwa kepemilikan manajerial yang lebih besar dapat menyelaraskan kepentingan manajer dan pemegang saham. Dengan adanya kepemilikan manajerial maka tindakan oportunis manajer yang berusaha memaksimalkan kepentingan pribadi akan berkurang, sehingga tingkat pengungkapan perusahaan pada akhirnya juga semakin luas. commit to user 5
6 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Kantor akuntan publik juga memiliki peranan penting dalam mempengaruhi luas pengungkapan laporan tahunan perusahaan. Guan, Sheu, dan Chu (2007), Matoussi dan Chakroun (2008), dan Gao dan Kling (2012) menemukan hubungan yang positif antara jenis kantor akuntan publik dengan luas pengungkapan informasi. KAP yang termasuk dalam kategori The Big Four dianggap mampu memberikan sinyal positif bagi perusahaan dalam hal pengungkapan informasi, hal ini karena adanya reputasi dan kecakapan profesional yang dimiliki untuk mendeteksi penyimpangan dalam sistem akuntansi klien dibanding KAP non-Big Four. Kelengkapan pengungkapan risiko yang dilakukan oleh perusahaan menjadi salah satu nilai tambah bagi stakeholder. Kinerja dewan direksi yang efektif didukung dengan latar belakang pendidikan yang memadai serta proporsi kepemilikan manajerial yang tinggi dapat mendorong luasnya pengungkapan risiko keuangan. Sehingga, dengan adanya struktur tata kelola perusahaan (corporate governance) yang baik diharapkan dapat memperkuat hubungan antara karakteristik agen dengan tingkat kepatuhan pengungkapan wajib risiko keuangan. Penelitian ini penting untuk dilakukan karena masih sangat jarang penelitian yang dilakukan terutama di Indonesia, yang berusaha menguji pengaruh karakteristik agen dan jenis KAP dengan corporate governance sebagai variabel moderasi terhadap pengungkapan wajib risiko keuangan. Dan seperti yang telah dijelaskan, sejak terjadinya krisis keuangan tahun 2007, perhatian terhadap pengungkapan risiko sebagai bentuk pengawasan dan transparansi informasi dalam industri perbankan telah commit to user 6
7 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
mengalami peningkatan. Sehingga penelitian ini menjadi relevan untuk dilakukan karena dapat memberikan kontribusi untuk penelitian selanjutnya terkait dengan pengungkapan risiko keuangan di Indonesia. Berdasarkan uraian tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Karakteristik Agen dan Jenis KAP pada Tingkat Kepatuhan Pengungkapan Wajib Risiko Keuangan Bank, dengan Corporate Governance sebagai Variable Moderasi.”
B. Rumusan Masalah Sesuai dengan latar belakang dan judul penelitian, maka masalah yang diteliti selanjutnya dapat dirumuskan dalam bentuk beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Apakah ukuran dewan direksi berpengaruh terhadap tingkat kepatuhan pengungkapan wajib risiko keuangan? 2. Apakah latar belakang pendidikan dewan direksi berpengaruh terhadap tingkat kepatuhan pengungkapan wajib risiko keuangan? 3. Apakah kepemilikan manajerial berpengaruh terhadap tingkat kepatuhan pengungkapan wajib risiko keuangan? 4. Apakah corporate governance memoderasi hubungan antara karakteristik agen dan tingkat kepatuhan pengungkapan wajib risiko keuangan?
commit to user 7
8 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
C. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini antara lain: 1.
Untuk memperoleh bukti empiris terkait adanya pengaruh antara ukuran dewan direksi terhadap tingkat kepatuhan pengungkapan wajib risiko keuangan.
2.
Untuk memperoleh bukti empiris terkait adanya pengaruh antara latar belakang pendidikan dewan direksi terhadap tingkat kepatuhan pengungkapan wajib risiko keuangan.
3.
Untuk memperoleh bukti empiris terkait adanya pengaruh antara kepemilikan manajerial terhadap tingkat kepatuhan pengungkapan wajib risiko keuangan.
4.
Untuk memperoleh bukti empiris bahwa hubungan antara karakteristik agen dan tingkat kepatuhan pengungkapan wajib risiko keuangan dimoderasi oleh corporate governance.
D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat terhadap berbagai pihak di bawah ini: 1.
Bagi perbankan, dapat memberikan pengetahuan tentang praktik manajemen risiko, khususnya pengungkapan risiko keuangan yang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan manajemen dalam praktik penerapan pengungkapan risiko keuangan. commit to user 8
9 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2.
Bagi akademisi, penelitian ini dapat menambah wawasan dan referensi bagi kalangan akademisi mengenai manajemen risiko, khususnya pengungkapan risiko keuangan pada perbankan Indonesia. Serta menjadi bahan pertimbangan lain apabila akan diadakan penelitian lebih lanjut.
3.
Bagi stakeholder, dapat dijadikan pertimbangan dalam pengambilan keputusan dan melaksanakan fungsi pengawasan terhadap pengelolaan perusahaan, terutama dalam pengelolaan pengungkapan risiko keuangan.
4.
Bagi regulator, mendorong regulator (Bapepam, BI, dan IAI) untuk menetapkan kebijakan dan regulasi ataupun standar pengungkapan yang lebih baik bagi bank di Indonesia maupun sektor lainnya dalam hal praktik pengungkapan risiko keuangan.
E. Sistematika Penulisan BAB I
: Pendahuluan Bab ini berisi
latar
belakang,
rumusan
masalah,
tujuan
penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan. BAB II
: Tinjauan Pustaka Bab ini berisi teori-teori serta penelitian terdahulu terkait dengan topik penelitian, kaitan variabel independen dengan variabel dependen, serta kerangka pemikiran.
BAB III : Metode Penelitian Bab ini berisi tentang desain penelitian; populasi, sampel, dan teknik pengambilan sampel; data dan metode pengumpulan data; commit to user 9
10 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
variabel penelitian dan pengukurannya; dan metode analisis data yang digunakan dalam penelitian serta pengujian hipotesis. BAB IV : Hasil dan Pembahasan Bab ini menjelaskan tentang analisis deskriptif data, pengujian hipotesis, dan pembahasan hasil analisis. BAB V
: Penutup Bab ini membahas kesimpulan mengenai obyek yang diteliti berdasarkan
hasil
analisis
data,
menjelaskan
mengenai
keterbatasan penelitian dan memberikan saran bagi peneliti berikutnya.
commit to user 10
11 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori 1.
Teori Agensi (Agency Theory) Agency theory mengasumsikan bahwa manajer akan bertindak secara oportunistik dengan mengambil keuntungan pribadi sebelum memenuhi kepentingan pemegang saham. Menurut Jensen dan Meckling (1976), hubungan agensi muncul ketika satu orang atau lebih (principal) mempekerjakan orang lain (agent) untuk memberikan suatu jasa dan kemudian mendelegasikan wewenang pengambilan keputusan kepada agent untuk melakukan segala usaha bagi kepentingan principal. Sedangkan menurut Scott (2003), agency theory merupakan bagian dari game theory yang membahas sebuah desain kontrak untuk memotivasi agen agar bertindak secara rasional atas nama principal. Karakteristik sebuah kontrak dalam teori keagenan dapat bersifat cooperative dan non-cooperative. Sebuah kontrak dikatakan noncooperative, ketika pihak agen dan principal mengambil keputusan untuk mencapai kepentingan pribadinya masing-masing. Namun demikian, masing-masing pihak harus mampu berkomitmen untuk memenuhi kontrak yang telah disepakati, dimana kontrak seharusnya memiliki peran untuk mengikat masing-masing pihak agar bertindak sesuai aturan main (play by the rules).
commit to user 11
12 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Pihak principal atau pemilik merupakan pihak yang menyertakan modalnya ke perusahaan untuk menjalankan kegiatan operasional harian, sedangkan manajer adalah pihak yang diberi amanah dan wewenang oleh pemilik untuk mengelola perusahaan dan memanfaatkan dana yang telah diberikan untuk kepentingan perusahaan semata. Masalah keagenan mulai muncul ketika manajer bertindak untuk kepentingannya sendiri dalam mengelola perusahaan dan mengabaikan kepentingan pemilik maupun
perusahaan
secara
keseluruhan.
Eisenhardt
(1989),
mengemukakan bahwa pada dasarnya masalah keagenan muncul karena dua hal. Pertama, karena ada konflik kepentingan atau perbedaan tujuan antara pihak agen dan principal. Dan yang kedua, karena adanya kesulitan atau masalah terkait biaya yang harus dikeluarkan oleh pihak principal untuk memantau kinerja yang dilakukan oleh manajer. Tindakan manajer yang lebih condong untuk memaksimalkan keuntungan pribadi dikarenakan adanya pandangan manajemen yang cenderung untuk memaksimalkan profit jangka pendek dan mengabaikan keuntungan jangka panjang. Untuk membatasi atau mengurangi kemungkinan tersebut, pemilik dapat menetapkan insentif yang sesuai bagi manajemen, yaitu dengan mengeluarkan biaya monitoring dalam bentuk gaji. Jensen dan Meckling (1976) mengidentifikasi biaya keagenan menjadi tiga kelompok, yaitu: commit to user 12
13 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
a.
The monitoring expenditures by principal adalah biaya pengawasan yang harus dikeluarkan olek pemilik untuk membatasi kegiatan menyimpang dari agen. Dengan adanya monitoring cost tersebut diharapkan
manajemen
akan
senantiasa
bertindak
untuk
memaksimalkan kesejahteraan pemilik b.
The bonding expenditures by the agent merupakan biaya ikatan yang dikeluarkan oleh agen untuk menjamin bahwa dirinya tidak akan mengambil tindakan tertentu yang akan membahayakan atau merugikan pihak principal. Seorang agen mungkin berkomitmen atas suatu kewajiban kontrak dengan pihak principal atau perusahaan, dimana hal tersebut akan membatasi aktivitas agen. Dalam hal ini, manajer harus mengorbankan peluang kerja potensial lainnya. Biaya implisit yang timbul inilah yang akan dianggap sebagai biaya ikatan (bonding cost).
c.
The residual cost adalah biaya yang timbul karena adanya perbedaan kepentingan antara principal (pemilik) dan agen. Dalam praktiknya seringkali terjadi perbedaan antara keputusan yang diambil oleh agen dengan keputusan-keputusan yang akan memaksimalkan
kemakmuran
pihak
principal.
Penurunan
kemakmuran yang dialami oleh pihak principal sebagai akibat dari perbedaan tersebut juga merupakan suatu biaya agensi yang disebut dengan residual cost. commit to user 13
14 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Manajer yang bertindak sebagai pengelola perusahaan memiliki informasi yang lebih memadai terkait informasi internal maupun prospek perusahaan di masa yang akan datang. Ketika manajer tidak menyampaikan informasi terkait kondisi perusahaan yang sebenarnya kepada pihak principal maka hal ini akan menimbulkan masalah yang disebut asimetri informasi (information asymmetric). Scott (2003), menyebutkan dua tipe asimetri informasi, yaitu: a.
Adverse selection, merupakan tipe asimetri informasi dimana satu atau lebih pihak dalam suatu transaksi bisnis, atau transaksi potensial, memiliki keunggulan informasi dibandingkan pihak lain. Asimetri informasi tipe ini terjadi karena manajer serta orang-orang dalam lainnya biasanya mengetahui informasi yang lebih banyak tentang keadaan dan prospek perusahaan dibandingkan investor pihak luar. Penyampaian informasi yang tidak sesuai dengan fakta dapat menyesatkan investor dalam mengambil keputusan atas investasi yang akan dilakukannya.
b.
Moral hazard, merupakan tipe asimetri informasi dimana satu atau lebih pihak dalam suatu transaksi bisnis, atau transaksi potensial lainnya, dapat mengamati atau memantau tindakan mereka dalam pemenuhan transaksi maupun kewajiban namun pihak lain tidak bisa. Hal ini dapat dijelaskan dimana seorang manajer dapat melakukan kegiatan yang tidak sepenuhnya diketahui oleh pemegang saham maupun kreditor. Sehingga kemungkinan commit to user 14
15 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
manajer dapat melakukan tindakan melanggar kontrak di luar pemantauan pemegang saham.
Perbankan sebagai lembaga pengelola risiko dan lembaga intermediasi keuangan memiliki kegiatan yang berbeda dibandingkan dengan sektor lain. Dalam regulasi perbankan, bukan hanya produk dan layanan yang ditawarkan bank yang diregulasi, namun lembaga bank itu sendiri juga diatur dengan ketat. Ciancenelli dan Gonzales (2000), mengungkapkan bahwa dengan adanya regulasi dalam perbankan mengakibatkan masalah keagenan yang dihadapi dalam industri ini berbeda dengan masalah kegaenan perusahaan publik lainnya. Dengan adanya regulasi tersebut maka ada pihak ketiga yakni regulator (pemerintah melalui Bank Indonesia) yang terlibat dalam hubungan keagenan, sehingga mengakibatkan masalah keagenan menjadi semakin kompleks. Ciancenelli dan Gonzales (2000), menyebutkan bahwa selain asimetri informasi antara pihak agen dan pemilik (principal), dalam sektor perbankan paling sedikit ada tiga hubungan keagenan yang menyebabkan terjadinya asimetri informasi, yakni: a.
hubungan antara deposan, bank dan regulator;
b.
hubungan antara pemilik, manajer, dan regulator, serta;
c.
hubungan antara peminjam (borrowers), manajer, dan regulator
commit to user 15
16 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Penyampaian informasi yang menyesatkan dapat sangat merugikan terutama bagi pihak eksternal yang tingkat ketergantungannya akan informasi akuntansi lebih besar dibandingkan pihak internal perusahaan. Oleh karena itu, salah satu cara untuk mengurangi terjadinya asimetri informasi
adalah
pengungkapan
perusahaan
informasi.
perlu
Kualitas
melakukan keputusan
suatu investor
strategi besar
kemungkinannya dipengaruhi oleh kualitas informasi yang diungkapkan perusahaan dalam laporannya. Seperti yang diungkapkan oleh Jensen dan Meckling
(1976),
transparansi
komunikasi
keuangan
dapat
meminimalkan konflik keagenan antara pemegang saham dan manajer yang melekat dalam pemisahan kepemilikan dan kontrol perusahaan. Keterbukaan informasi merupakan prasyarat untuk memantau dan menganalisis kinerja manajer (Gao dan Kling, 2012).
2.
Corporate Governance Corporate Governance merupakan seperangkat mekanisme kontrol yang dirancang khusus untuk mengawasi setiap keputusan manajerial yang diambil, serta untuk menjamin terselenggaranya operasi yang efisien dari suatu perusahaan bagi kepentingan pemegang saham dan pihak pemangku kepentingan lainnya (Donnelly dan Mulcahy, 2008). Bagi pemegang saham corporate governance dapat meningkatkan keyakinan mereka pada return yang adil dari invetasi mereka (Maier, 2005).
Sedangkan
bagi pihak pemangku commit to user 16
kepentingan
lainnya
17 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
(stakeholders),
adanya
corporate
governance
yang
baik
akan
memberikan jaminan bahwa informasi yang memadai, akurat, dan tepat waktu akan disampaikan kepada stakeholders, serta mendorong agar manajemen perusahaan senantiasa memperhatikan nilai-nilai moral dan peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam setiap tindakan dan proses pembuatan keputusan sebagai bentuk tanggung jawab sosial kepada pihak stakeholders maupun lingkungan di sekitar perusahaan. Menurut Forum for Corporate Governance in Indonesia (2001) mendefinisikan corporate governance sebagai: “Seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta para pemegang kepentingan intern dan ekstern lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka, atau dengan kata lain suatu sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan.” Corporate governance merupakan salah satu elemen kunci dalam meningkatkan efisiensi ekonomi dan pertumbuhan serta meningkatkan kepercayaan investor. Corporate governance melibatkan serangkaian hubungan antara manajemen perusahaan, dewan, pemegang saham dan pemangku
kepentingan
lainnya.
Corporate
governance
juga
menyediakan struktur dimana tujuan perusahaan ditetapkan, dan sarana yang
dibutuhkan
untuk
mencapai
tujuan-tujuan
tersebut
serta
menyediakan mekanisme pemantauan terhadap pelaksanaan kinerja (OECD, 2004). Dennis dan McConnell (2003) membedakan mekanisme Good Corporate Governance menjadi dua bagian yakni mekanisme internal dan eksternal. Mekanisme internal dilakukan oleh dewan direksi, commit to user 17
18 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dewan komisaris, komite audit serta struktur kepemilikan. Mekanisme internal lebih berkaitan dengan pengendalian internal perusahaan. Sedangkan mekanisme eksternal lebih kepada pengaruh pasar sebagai mekanisme kontrol (pengendalian) bagi perusahaan dan juga sistem hukum yang berlaku. Salah satu aspek penting dalam corporate governance adalah keberadaan Dewan Pengurus Perseroan atau Board of Directors. Dengan demikian corporate governance dapat merujuk pada kewajiban direksi kepada perusahaan untuk menjamin bahwa dirinya akan memenuhi semua kewajibannya sesuai dengan amanah yang dibebankan kepadanya, serta menjamin bahwa kegiatan bisnis perusahaan tersebut akan dilaksanakan hanya demi kepentingan perusahaan semata. Dalam teori agensi, masalah keagenan muncul ketika terjadi konflik antara pihak principal dan agen, pihak agen dalam hal ini direpresentasikan oleh dewan direksi, dimana agen tidak lagi bertindak untuk kepentingan perusahaan secara keseluruhan. Menurut Carter, Simkins, dan Simpson (2002), agency theory merupakan pengembangan dari teori corporate governance yang sering digunakan dalam penelitian untuk memahami kaitan antara karakteristik dewan direksi dengan nilai perusahaan. Dalam kerangka teori agensi, corporate governance berkaitan dengan bagaimana cara terbaik untuk mengurangi perilaku oportunistik manajerial (Taylor, Tower, Zahn, dan Neilson, 2008).
commit to user 18
19 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Kepercayaan investor tergantung pada kualitas informasi yang disampaikan oleh perusahaan. Kurangnya informasi akan membatasi kemampuan investor untuk memperkirakan nilai dan resiko dari investasi yang dilakukannya. Salah satu prinsip dasar dalam struktur corporate governance yang baik adalah transparansi (OECD, 2004). Dalam bentuk yang paling sederhana, prinsip ini menyatakan bahwa organisasi harus mengungkapkan semua informasi yang dimilikinya sehingga para pemangku kepentingan (stakeholder) dapat memperoleh informasi yang berguna untuk mengevaluasi organisasi dan membuat keputusan ekonomi secara tepat. Dengan demikian, para pemangku kepentingan dapat memperoleh gambaran yang jelas dan lengkap tentang kegiatan perusahaan dan situasi keuangan yang sedang dihadapi oleh perusahaan. Penerapan prinsip-prinsip Good Corporate Governance bagi industri perbankan kini merupakan suatu kebutuhan. Di Indonesia, Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/4/PBI/2006 yang mengatur tentang pelaksanaan good corporate governance bagi bank umum, menyebutkan pentingnya praktik good corporate governance di sektor perbankan mengingat semakin kompleksnya risiko yang dihadapi bank, serta dalam rangka melindungi kepentingan stakeholders. Menurut Htay, Rashid, Adnan, dan Meera (2012), corporate governance pada industri perbankan menduduki posisi yang lebih penting daripada industri lainnya, karena sektor perbankan memainkan peran penting sebagai lembaga intermediasi keuangan dalam perekonomian negara. Selain itu, commit to user 19
20 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
melihat situasi eksternal dan internal perbankan yang mengalami perkembangan yang sangat kompleks mengakibatkan risiko yang dihadapi dari kegiatan perbankan pun menjadi semakin beragam. Kondisi yang demikian tentunya menuntut pengelolaan perusahaan (corporate management) dan pengelolaan risiko (risk management) yang baik. Pengelolaan
perusahaan
dan
pengelolaan
risiko
tersebut
dapat
diintegrasikan dan disinergikan melalui penerapan prinsip-prinsip Good Corporate Governance. Isu mengenai corporate governance mulai mengemuka, khususnya di
Indonesia,
setelah
Indonesia
mengalami
masa
krisis
yang
berkepanjangan sejak tahun 1998. Krisis yang terjadi juga menambah nilai penting praktik corporate governance terutama di sektor perbankan. Bank-bank yang menjadi pilar dari sistem keuangan negara ikut merasakan
dampak
negatif
dari
krisis
multidimensi
sehingga
mengakibatkan terjadinya penurunan kinerja perbankan nasional. Seperti yang dikemukakan oleh Htay et al. (2012), corporate governance yang buruk dalam industri perbankan dapat menghilangkan kepercayaan pasar akan kemampuan bank untuk mengelola aset dan kewajiban secara benar, termasuk deposito, yang pada akhirnya dapat memicu terjadinya krisis likuiditas dan kemungkinan mampu menyebabkan krisis ekonomi di suatu negara serta menimbulkan risiko sistemik kepada masyarakat luas. Oleh sebab itu, dengan penerapan Good Corporate Governance dalam sektor perbankan sangat diperlukan untuk meningkatkan keyakinan commit to user 20
21 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
investor akan keadilan, transparansi, akuntabilitas dan tanggung jawab pengelolaan perusahaan sehingga akan meningkatkan nilai pasar perusahaan (Maier, 2005).
3.
Laporan Tahunan dan Pengungkapan (Disclosure) Setiap perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dan berstatus sebagai perusahaan publik berkewajiban untuk menerbitkan laporan tahunan kepada pihak eksternal. Laporan tahunan yang diterbitkan oleh perusahaan diharapkan dapat memberikan informasi yang relevan bagi pembuat keputusan. Laporan tahunan juga menjadi alat utama para manajer untuk menunjukkan efektivitas pencapaian tujuan dan melaksanakan fungsi pertanggungjawaban dalam suatu organisasi (Suripto dan Baridwan, 1999). Menurut Oorschot (2009), laporan tahunan memiliki fungsi untuk mengkomunikasikan kinerja perusahaan bagi pemegang saham dan pihak-pihak yang berkepentingan lainnya, termasuk di dalamnya memuat pengungkapan wajib maupun sukarela. Laporan tahunan memuat baik informasi keuangan maupun nonkeuangan yang berguna bagi pihak stakeholder untuk menganalisis kondisi perusahaan pada suatu periode. Laporan keuangan yang diungkapkan dalam laporan tahunan meliputi neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan modal, laporan arus kas, dan catatan atas laporan keuangan. Laporan keuangan ini wajib diaudit oleh auditor independen sebagai wujud dari transparansi keuangan perusahaan. Laporan non commit to user 21
22 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
keuangan yang diungkapkan dalam laporan tahunan meliputi laporan manajemen yang berisi informasi penting mengenai perusahaan seperti laporan dewan komisaris, laporan direksi, kinerja perusahaan selama satu periode, profil perusahaan, strategi perusahaan, prospek perusahaan, dan informasi penting lainnya yang berhubungan dengan perusahaan. Informasi yang dimuat dalam laporan tahunan ini lebih dikenal dengan istilah pengungkapan laporan tahunan atau annual report disclosure.
Menurut
Evans
(2003)
dalam
Suwardjono
(2005)
mengartikan pengungkapan sebagai berikut: “Disclosure means supplying information in the financial statement, including the statements themselves, the notes to the statements, and the supplementary disclosures associated with the statements. It does not extend to public or private statement made by management or information provided outside the financial statement”. Pengungkapan dapat berkaitan dengan laporan keuangan utama, contohnya metode akuntansi yang diterapkan dalam laporan keuangan; dan yang tidak berkaitan dengan laporan keuangan contohnya analisis manajemen dan ramalan atas operasi perusahaan di tahun mendatang (Sudarmadji dan Sularto, 2007). Pengungkapan dalam pelaporan keuangan merupakan penyajian informasi yang diperlukan untuk operasi optimal pasar modal yang efisien. Hal tersebut mengandung arti bahwa informasi yang memadai harus disajikan untuk memungkinkan pengambilan keputusan yang tepat bagi pihak pemakai informasi (Hendriksen, 1994). Hendriksen dan Breda (2001) mengemukakan tiga konsep umum dalam pengungkapan yaitu: commit to user 22
23 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
1.
Pengungkapan
yang
cukup
(adequate
disclosure)
adalah
pengungkapan informasi oleh perusahaan dengan tujuan memenuhi kewajiban dalam menyampaikan informasi. Informasi yang diungkapkan sesuai dengan stadar minimum yang diwajibkan. terutama informasi yang menurut lembaga terkait wajib disajikan. Pengungkapan jenis ini banyak dilakukan oleh perusahaan. 2.
Pengungkapan yang wajar (fair disclosure) adalah pengungkapan yang dilakukan oleh perusahaan dengan menyajikan sejumlah informasi yang menurut perusahaan dapat memuaskan pengguna laporan keuangan yang potensial. Informasi minimum yang diwajibkan dan informasi tambahan lainnya untuk menghasilkan penyajian laporan keuangan yang wajar.
3.
Pengungkapan yang lengkap (full disclosure) adalah pengungkapan yang menyajikan semua informasi yang relevan. Informasi yang diungkapkan adalah informasi minimum yang diwajibkan ditambah dengan informasi lain yang diungkapkan secara sukarela. Full disclosure dapat membantu mengurangi terjadinya informasi asimetris, namun seringkali dinilai berlebihan.
Informasi yang diungkapkan dalam laporan tahunan dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu pengungkapan wajib (mandatory disclosure) dan pengungkapan sukarela (voluntary disclosure) (Eng dan Mak, 2003). Pengungkapan wajib merupakan pengungkapan minimum commit to user 23
24 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
yang disyaratkan oleh peraturan yang berlaku, dimana peraturan mengenai pengungkapan informasi dalam laporan keuangan di Indonesia dikeluarkan oleh pemerintah melalui keputusan ketua BAPEPAM (Hananto,
2009).
Sementara,
pengungkapan
sukarela
adalah
pengungkapan yang dilakukan perusahaan di luar apa yang diwajibkan oleh standar akuntansi atau peraturan badan pengawas (Suwardjono, 2005). Pengungkapan sukarela merupakan pilihan bebas manajemen perusahaan untuk memberikan informasi akuntansi dan informasi lainnya yang dipandang relevan untuk pembuatan keputusan oleh para pemakai laporan tahunannya (Meek, Roberts, dan Gray, 1995). Perusahaan akan selalu mempertimbangkan biaya dan manfaat yang akan diperolehnya dari pengungkapan informasi yang dilakukan. Segala informasi yang diungkapkan oleh perusahaan pada dasarnya merupakan barang ekonomi meskipun pengguna laporan seringkali menganggap bahwa informasi merupakan barang bebas (free goods). Makin banyak informasi yang diungkapkan maka makin besar pula biaya untuk menyediakan informasi tersebut. Cost-benefit merupakan batas untuk mempertimbangkan diungkapkannya informasi dalam pelaporan. Lebih lanjut, Sudarmadji dan Sularto (2007) menyatakan bahwa selain masalah terkait biaya, ada beberapa alasan yang melandasi perusahaan enggan memperinci disclosure informasi keuangan yaitu: 1. 2.
Disclosure akan membantu para pesaing dan merugikan pemegang saham. Disclosure yang lengkap akan memberikan keuntungan kepada commit to user serikat pekerja dalam hal tawar-menawar upah. 24
25 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3.
4. 5.
Adanya keraguan terhadap kemampuan investor dalam memahami kebijakan dan prosedur akuntansi sehingga full disclosure akan menyesatkan mereka. Tersedianya sumber-sumber informasi lain selain laporan keuangan yang tersedia dengan biaya yang lebih murah. Kurangnya pengetahuan terhadap kebutuhan investor juga merupakan alasan bagi disclosure yang terbatas.
Namun demikian, pengungkapan tetap diperlukan karena manajer memiliki tanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan bisnis tertentu dan target keuangan yang harus dicapai. Manajer cenderung menyediakan pengungkapan sukarela agar investor sadar akan kemampuan manajerial yang ada dan mencegah hilangnya fungsi pengawasan atas kinerja yang dilakukan oleh manajer (Iatridis, 2008). Guthrie dan Parker (1989), menyatakan bahwa tujuan pengungkapan adalah sebagai ketersediaan informasi
keuangan
dan
non-keuangan
yang
berkaitan
dengan
lingkungan fisik dan lingkungan sosialnya yang dapat dibuat dalam laporan tahunan perusahaan atau laporan pertanggungjawaban terpisah. Peraturan mengenai pengungkapan informasi dalam pelaporan keuangan tahunan di Indonesia dikeluarkan oleh pemerintah melalui Keputusan Ketua Bapepam Nomor Keputusan 38/PM/1996 (Peraturan N0. VIII.G.2 tentang Laporan Tahunan) yang selanjutnya diubah dengan Keputusan Ketua Bapepam dan LK Nomor Keputusan 134/BL/2006 (Peraturan Bapepam Nomor X.K.6). Regulasi tersebut diperlukan untuk mencegah terjadinya asimetri informasi serta melindungi pemilik modal dari penyalahgunaan oleh para pelaku pasar modal terutama terkait pengungkapan.
commit to user 25
26 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
4.
Pengungkapan Risiko Keuangan Sejak
terjadinya
skandal
perusahaan
besar
dan
praktik
penyimpangan akuntansi seperti kasus Enron dan WorldCom, telah meningkatkan diskusi terkait kebutuhan pengungkapan risiko (Linsley dan Shrives, 2005). Risiko dalam hal ini dapat diartikan sebagai bagian yang tidak dapat dihindari dari setiap kegiatan bisnis (Amran, Bin, dan Hassan, 2009). Menurut Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor: 11/25/PBI/2009, risiko adalah potensi kerugian yang timbul karena terjadinya suatu peristiwa (events) tertentu. Sementara Linsley dan Shrives (2006), mendefinisikan risiko dari segi pengungkapan risiko. Dimana suatu perusahaan dikatakan telah melakukan pengungkapan risiko apabila pembaca laporan tahunan mendapatkan informasi mengenai peluang atau prospek, bahaya, ancaman, eksposur, atau potensi kerugian yang dihadapi perusahaan yang akan berdampak bagi perusahaan di masa sekarang atau pada masa yang akan datang. Perdebatan mengenai pentingnya pengungkapan risiko dimulai sejak tahun 1998 ketika Institute of Chartered Accountants in England and Wales
(ICAEW)
menerbitkan
paper yang berjudul Financial
Reporting of Risk-Proposals for a Statement of Business Risk (Linsley, Shrives, dan Crumpton 2006). ICAEW menyarankan agar perusahaan menyediakan informasi terkait risiko dari kegiatan usaha yang dijalankan dalam laporan tahunannya karena hal itu lebih berguna dalam hal pengambilan keputusan.
commit to user 26
27 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Pengungkapan risiko dalam pelaporan keuangan merupakan suatu hal yang penting karena pengungkapan risiko perusahaan adalah dasar dari praktik akuntansi dan investasi (ICAEW, 1999 dalam Abraham dan Cox, 2007). Hassan (2009), mendefinisikan pengungkapan risiko sebagai inklusi informasi dalam laporan tahunan terkait penilaian dan perkiraan manajer, impairment, aktivitas lindung nilai, instrumen keuangan, nilai wajar, dan informasi non-keuangan seperti rencana, strategi, aktivitas operasi, serta informasi tentang kondisi ekonomi, politik, dan risiko keuangan. Manfaat yang dapat diperoleh dari pengungkapan risiko antara lain: 1.
Meningkatkan akuntabilitas dan kegunaan laporan keuangan, serta sebagai bentuk perlindungan terhadap investor (Oorschot, 2009).
2.
Bagi investor, pengungkapan risiko dapat membantu untuk menentukan profil risiko perusahaan, estimasi nilai pasar, dan akurasi ramalan harga sekuritas (Abraham dan Cox, 2007).
3.
Bagi kreditor, pengungkapan risiko dapat membantu untuk menilai kemampuan
perusahaan
dalam
menyelesaikan
kewajiban
keuangannya di masa depan (Korosec dan Horvat, 2005). 4.
Membantu pihak-pihak yang berkepentingan untuk mengakses informasi terkait kemampuan perusahaan dalam mengelola risiko dan membuat penilaian terkait prospek perusahaan (Korosec dan Horvat, 2005). commit to user 27
28 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
5.
Mengurangi asimetri informasi antara manajer dan investor (Oorschot, 2009). Dalam hal ini, investor dan manajer tidak memiliki tingkat informasi yang sama, dimana manajer memiliki informasi yang lebih banyak dan lebih baik tentang risiko yang mungkin
mempengaruhi
kepentingan
shareholder
maupun
stakeholder. Sehingga dengan adanya pengungkapan risiko ini akan mengurangi terjadinya asimetri informasi. 6.
Meningkatkan citra perusahaan dan menginformasikan kepada para stakeholders tentang kemampuan manajerial
yang dimiliki
perusahaan dalam mengelola risiko Hassan (2009).
Perkembangan praktik pengungkapan risiko mendorong badan regulator di beberapa negara untuk membuat sejumlah persyaratan terkait penyediaan informasi tentang risiko dalam laporan tahunannya. Ketentuan terkait pengungkapan risiko di beberapa negara diuraikan pada Tabel 2.1. Tabel 2.1 Ketentuan Pengungkapan Risiko di Beberapa Negara Negara USA
Kanada
Peraturan Keterangan Financial Reporting Release FFR 48 mensyaratkan perusahaan No.48 (FRR 48), 1997 yang terdaftar di bursa (SEC) untuk mengungkapkan informasi kualitatif dan kuantitatif mengenai risiko pasar. Infomasi tersebut dapat diungkapkan pada catatan atas laporan keuangan atau pada bagian MDA (Management, Discussion, and Analysis). The Canadian Institute of Chartered commit to user Accountants (CICA), mensyaratkan 28
29 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
UK
The Operating and Financial Review (OFR), 1993
Jerman
German Accounting Standards No. 5 (GAS5)
Australia
Australia’s ASX Corporate Governance Principles and Recommendations (Principle 7)
Malaysia
Financial Reporting Act, 1997
UAE
-
Sumber: Amran et al. (2009); Hassan
perusahaan publik untuk melakukan pengungkapan risiko. OFR merekomendasikan perusahaan untuk mengungkapkan analisisnya terkait risiko kunci dan penjelasan atau pembahasan yang jelas dari tren yang mempengaruhi masa depan. GAS5 mensyaratkan informasi tentang risiko diungkapkan dan disajikan dalam bagian terpisah dari laporan manajemen yang menyertai laporan keuangan konsolidasi. Berisi tentang pengakuan dan manajemen risiko. Menunjukkan pentingnya manajemen risiko sebagai bagian dari good corporate governance. Bursa Malaysia mensyaratkan perusahaan terdaftar untuk mengungkapkan posisi keuangan, informasi manajemen, dan informasi terkait operasi perusahaan. Selain itu, perusahaan juga disyaratkan untuk menyertakan laporan terkait praktik corporate governance yang dipraktikkan oleh perusahaan, kondisi pengendalian internal dan manajemen risiko perusahaan, serta pembahasan terkait pencapaian dan prospek yang dimiliki perusahaan. Emirates Securities and Commodities Market Authority (ES&CMA), menetapkan persyaratan terkait risiko yang mendorong perusahaan untuk secara penuh mengungkapkan informasi mengenai risiko pada tingkat yang memadai. (2009); dan Lajili dan Zeghal
(2005).
Risiko keuangan (financial risk) merupakan salah satu risiko yang dihadapi oleh perusahaan. Sampai saat ini, penelitian lebih lanjut di commit to user 29
30 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
bidang akuntansi mengenai manajemen risiko dan pengungkapan lebih mengarah serta menekankan pada pengungkapan risiko keuangan (Lajili dan Zeghal, 2005). Amran et al. (2009) juga mengungkapkan bahwa risiko keuangan merupakan jenis risiko yang paling sering diungkapkan oleh perusahaan. Sektor perbankan merupakan sektor yang kegiatan usahanya senantiasa dihadapkan pada risiko, dimana hal ini berkaitan erat dengan fungsinya sebagai lembaga intermediasi keuangan. Perbankan sebagai lembaga perantara keuangan merupakan salah satu media translasi dan transformasi risiko dari pemilik dana yang umumnya bersifat risk averse (Napitupulu, 2009). Pengungkapan risiko pada sektor perbankan diperlukan untuk memastikan mekanisme market dicipline bekerja secara efektif (Oorschot, 2009). Mekanisme pendisiplinan pasar (market dicipline) memungkinkan pasar untuk menerapkan sanksi yang relevan terhadap bank yang kinerja atau profil risikonya dianggap tidak memadai, dan dapat pula memberikan insentif bagi bank-bank yang kinerja atau profil risikonya menunjukkan manajemen yang baik. Peraturan mengenai risk disclosure pada sektor perbankan dikuatkan setelah munculnya Basel II. Dalam Basel II, Basel Committee on Banking Supervision mengeluarkan konsep perhitungan modal yang bersifat lebih sensitif terhadap risiko (risk sensitive) serta memberikan insentif terhadap peningkatan kualitas penerapan manajemen risiko di bank (Linsley, Shrives, dan Crumpton 2006). Basel II bertujuan untuk commit to user 30
31 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
meningkatkan keamanan dan kesehatan sistem keuangan, dengan menitikberatkan pada perhitungan permodalan yang berbasis risiko, supervisory review process, dan market discipline (www.bi.go.id). Di Indonesia, Bapepam dan IAI mengeluarkan peraturan mengenai persyaratan pengungkapan risiko dalam laporan tahunan. Aturan yang dikeluarkan Bapepam adalah Keputusan Ketua Bapepam dan Lembaga Keuangan Nomor: Kep-134/BL/2006 tentang Kewajiban Penyampaian Laporan Tahunan bagi Emiten atau Perusahaan Publik, menyebutkan bahwa emiten diwajibkan untuk menyertakan penjelasan mengenai risiko-risiko yang dihadapi perusahaan serta upaya-upaya yang telah dilakukan untuk mengelola risiko tersebut pada laporan tata kelola perusahaan. Selanjutnya, PSAK No. 50 (Revisi 2006) yang dikeluarkan IAI mengenai Instrumen Keuangan: Penyajian dan Pengungkapan, menyebutkan bahwa pengungkapan yang dipersyaratkan adalah yang menyediakan informasi untuk membantu para pengguna laporan keuangan dalam menilai tingkat risiko yang terkait dengan instrumen keuangan. Risiko-risiko tersebut dikategorikan menjadi risiko kredit, risiko likuiditas, risiko tingkat bunga atas arus kas, serta risiko pasar yang terdiri dari risiko mata uang, risiko tingkat bunga atas nilai wajar, dan risika harga. PSAK 50 (Revisi 2006) dalam perkembangannya telah mengalami revisi menjadi PSAK 50 (Revisi 2010) mengenai Instrumen Keuangan: Penyajian yang merupakan adopsi dari IAS 32 dengan beberapa pengecualian, dan PSAK 60 (Revisi 2010) mengenai Instrumen commit to user 31
perpustakaan.uns.ac.id
32 digilib.uns.ac.id
Keuangan: Pengungkapan yang merupakan adopsi dari IFRS 7 dengan beberapa modifikasi yang diperlukan. Dengan adanya peraturanperaturan tersebut, pengungkapan risiko oleh perbankan di Indonesia bukan merupakan pengungkapan yang sifatnya sukarela (voluntary disclosure), tetapi sudah merupakan pengungkapan wajib (mandatory disclosure). Peraturan mengenai wajibnya pengungkapan risiko oleh perbankan di Indonesia diperkuat oleh Peraturan Bank Indonesia Nomor: 11/25/PBI/2009 tentang Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum, yang mencakup risiko-risiko yang harus diungkapkan dalam laporan keuangan, yakni sebagai berikut: a. b.
c.
Risiko kredit adalah risiko akibat kegagalan debitur dan/atau pihak lain dalam memenuhi kewajiban kepada bank. Risiko pasar adalah risiko pada posisi neraca dan rekening administratif termasuk transaksi derivatif, akibat perubahan secara keseluruhan dari kondisi pasar, termasuk risiko perubahan harga option. Risiko pasar meliputi risiko suku bunga, risiko nilai tukar, risiko komoditas, dan risiko ekuitas. Risiko suku bunga adalah Risiko akibat perubahan harga instrumen keuangan dari posisi trading book atau akibat perubahan nilai ekonomis dari posisi banking book, yang disebabkan oleh perubahan suku bunga. Risiko nilai tukar adalah risiko akibat perubahan nilai posisi trading book dan banking book yang disebabkan oleh perubahan nilai tukar valuta asing atau perubahan harga emas. Risiko komoditas adalah risiko akibat perubahan harga instrumen keuangan dari posisi trading book dan banking book yang disebabkan oleh perubahan harga komoditas. Risiko Ekuitas adalah risiko akibat perubahan harga instrumen keuangan dari posisi trading book yang disebabkan oleh perubahan harga saham. Risiko likuiditas adalah risiko akibat ketidakmampuan bank untuk commit to user memenuhi kewajiban yang jatuh tempo dari sumber pendanaan 32
33 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
d.
e.
f. g.
h.
arus kas dan/atau dari aset likuid berkualitas tinggi yang dapat diagunkan, tanpa mengganggu aktivitas dan kondisi keuangan bank. Risiko operasional adalah risiko akibat ketidakcukupan dan/atau tidak berfungsinya proses internal, kesalahan manusia, kegagalan sistem, dan/atau adanya kejadian-kejadian eksternal yang mempengaruhi operasional bank. Risiko kepatuhan adalah risiko akibat bank tidak mematuhi dan/atau tidak melaksanakan peraturan perundang-undangan dan ketentuan yang berlaku. Risiko hukum adalah risiko akibat tuntutan hukum dan/atau kelemahan aspek yuridis. Risiko reputasi adalah risiko akibat menurunnya tingkat kepercayaan stakeholder yang bersumber dari persepsi negatif terhadap bank. Risiko strategik adalah risiko akibat ketidaktepatan dalam pengambilan dan/atau pelaksanaan suatu keputusan stratejik serta kegagalan dalam mengantisipasi perubahan lingkungan bisnis.
Peraturan lain yang juga mengatur terkait pengungkapan risiko adalah Pedoman Penyajian dan Pengungkapan Laporan Keuangan Emiten atau Perusahaan Publik Industri Perbankan (P3KKEPPBANK, 2008) yang mewajibkan bank untuk mengungkapkan kebijakan terkait masing-masing jenis risiko yang timbul dari kegiatan usahanya, faktorfaktor yang mempengaruhi risiko tersebut, serta strategi manajemen dalam menanggulangi faktor-faktor tersebut. Perbandingan klasifikasi risiko menurut PBI 11/25/PBI/2009, PSAK 50 (Revisi 2006) 1, dan P3KKEPPBANK (2008) adalah sebagai berikut:
1
PSAK 50 (Revisi 2006) telah direvisi menjadi PSAK 60 (Revisi 2010) akan tetapi PSAK 60 (Revisi 2010) baru berlaku efektif setelah tanggal 1 Januari 2012. Penggunaan sampel penelitian adalah periode 2010-2011 oleh karena itu penelitian ini mengacu pada PSAK 50 (Revisi 2006), alasan lain adalah belum diterbitkannya laporan tahunan yang lengkap untuk periode 2012 hingga akhir periode penelitian. commit to user
33
34 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 2.2 Perbandingan Klasifikasi Rasio PBI Nomor: 11/25/PBI/2009 Risiko kredit Risiko likuiditas Risiko pasar: Risiko suku bunga Risiko nilai tukar Risiko komoditas Risiko Ekuitas Risiko operasional Risiko kepatuhan Risiko hukum Risiko reputasi Risiko strategik
PSAK 50 (Revisi 2006)
P3KKEPPBANK (2008)
Risiko kredit Risiko khusus: Risiko suku bunga atas arus kas Risiko kredit Risiko pasar: Risiko pasar: Risiko mata uang Risiko suku bunga Risiko suku bunga atas nilai Risiko nilai tukar rupiah wajar Risiko likuiditas Risiko solvabilitas Risiko harga Risiko obligasi rekapitalisasi pemerintah Risiko likuiditas Risiko bank penggabungan Risiko teknologi sistem informasi Risiko ketergantungan kepada pemerintah Risiko tidak dilanjutkannya program penjaminan pemerintah Risiko ketergantungan pada deposito berjangka Risiko agunan kredit Risiko pemulihan krisis sektor perbankan Risiko fidusia Risiko umum: Risiko kepanikan masyarakat Risiko pemogokan karyawan Risiko kerusuhan dan penjarahan Risiko operasional Risiko investasi Risiko penanganan masalah litigasi Risiko persaingan
Sumber: PBI 11/25/PBI/2009, PSAK 50 (Revisi 2006), dan P3KKEPPBANK (2008) Area penelitian
Berdasarkan tabel perbandingan di atas, maka klasifikasi risiko keuangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: a.
Risiko kredit
b.
Risiko suku bunga
c.
Risiko pasar, yang terdiri dari risiko mata uang dan risiko harga commit to user Risiko likuiditas 34
d.
35 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Peraturan-peraturan di atas dipilih sebagai dasar pengklasifikasian risiko keuangan karena sampel yang dipilih dalam penelitian ini adalah sektor perbankan yang listing di Bursa Efek Indonesia dalam kurun waktu 2010-2011. Kondisi industri perbankan di Indonesia apabila diamati sejak terjadinya krisis perbankan yang dimulai pada akhir tahun 1997 bukan semata-mata diakibatkan oleh krisis ekonomi, tetapi juga diakibatkan oleh belum dilaksanakannya good corporate governance. Belum diterapkannya manajemen risiko secara baik juga dapat memicu terjadinya kasus bank bermasalah. Pihak pemilik dana dapat secara bebas meminjamkan dana ke kelompok usahanya sendiri atau koleganya sehingga hal ini merusak fondasi industri perbankan nasional (Tampubolon, 2004). BLBI (Bantuan Likuiditas Bank Indonesia) lagilagi disalahgunakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Seperti kasus BLBI pada Bank Century yang merugikan uang negara sebesar 6,7 triliun rupiah (Susanto, 2009). Untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap sektor perbankan sebagai lembaga pengelola keuangan dan dalam rangka penerapan good corporate governance, maka perlu diterapkan manajemen risiko yang baik dalam dunia perbankan. Manajemen risiko merupakan serangkaian metodologi dan prosedur yang digunakan untuk mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan mengendalikan risiko yang timbul dari seluruh kegiatan usaha bank (Peraturan Bank Indonesia Nomor: 11/25/2009). commit to user 35
36 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Dengan praktik good corporate governance diharapkan sektor perbankan akan lebih baik lagi dalam hal pelaksanaan manajemen risiko yang pada akhirnya dapat meningkatkan kualitas informasi yang dibutuhkan oleh para stakeholders.
5.
Dewan Direksi Dalam struktur organisasi sebuah perusahaan, dewan direksi memiliki tanggung jawab dalam hal pelaksanaan kepengurusan perusahaan serta mengelola perusahaan sesuai dengan kewenangan dan tanggung jawabnya sebagaimana diatur dalam anggaran dasar yang telah ditetapkan. Direktur perusahaan adalah orang yang mempunyai keahlian dan pengetahuan tentang operasional perusahaan dan mengetahui dengan pasti apa yang terjadi di dalam perusahaan (Bhagat dan Black, 1999), dan berpotensi memberikan suatu informasi kepada pihak luar. Menurut FCGI (2001), berkenaan dengan bentuk dewan dalam sebuah perusahaan, terdapat dua sistem yang berbeda yang berasal dari dua sistem hukum yang berbeda, yaitu: 1.
Sistem Hukum Anglo Saxon (One Tier System) dalam sistem ini perusahaan hanya memiliki satu dewan direksi yang merupakan kombinasi antara manajer atau pengurus senior (direktur eksekutif) dan direktur independen yang bekerja dengan prinsip paruh waktu (non-direktur eksekutif). commit to user 36
37 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2.
Sistem Hukum Kontinental Eropa (Two Tiers System) dalam sistem ini perusahaan memiliki dua badan terpisah, yakni dewan pengawas (dewan komisaris) dan dewan manajemen (dewan direksi). Dewan direksi bertanggung jawab untuk mengelola dan mewakili perusahaan dibawah pengarahan dan pengawasan dewan komisaris.
Di Indonesia menganut sistem two tiers system yang berarti bahwa komposisi dewan pengurus perusahaan terdiri dari fungsi eksekutif (dewan direksi) dan fungsi pengawasan (dewan komisaris). Penelitian ini menyoroti karakteristik agen dalam struktur corporate governance sebuah perusahaan, oleh karena itu fokus penelitian ini adalah pada dewan direksi yang dalam hal ini bertindak sebagai eksekutif perusahaan. Jensen (1993) dan Lipton dan Lorsch (1992) dalam Beiner, Drobetz, Schmid, dan Zimmermann (2003) menyatakan bahwa ukuran dewan direksi
akan
mempengaruhi
mekanisme
corporate
governance.
Mekanisme pertanggungjawaban dan pengawasan dalam sistem two tiers system yang dianut oleh Indonesia dapat digambarkan sebagai berikut:
commit to user 37
38 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Gambar 2.1 Two Tiers System yang diadopsi oleh Indonesia
Sumber: FCGI (2001)
Dalam Pedoman Umum Good Corporate Governance di Indonesia yang dikeluarkan oleh Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG, 2006), fungsi pengelolaan perusahaan oleh dewan direksi mencakup lima tugas utama yakni kepengurusan, manajemen risiko, pengendalian internal, komunikasi, dan tanggung jawab sosial. KNKG (2006) juga menyatakan bahwa agar pelaksanaan tugas dewan direksi dapat berjalan secara efektif, perlu dipenuhi prinsip-prinsip berikut: 1.
2.
3.
4.
Komposisi dewan direksi harus sedemikian rupa sehingga memungkinkan pengambilan keputusan secara efektif, tepat dan cepat, serta dapat bertindak independen. Anggota dewan direksi merupakan orang-orang profesional yakni berintegritas dan memiliki pengalaman serta kecakapan yang diperlukan untuk menjalankan tugasnya. Dewan direksi bertanggung jawab terhadap pengelolaan perusahaan agar dapat menghasilkan keuntungan (profitability) dan memastikan kesinambungan usaha perusahaan. Dewan direksi mempertanggungjawabkan kepengurusannya dalam RUPS sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. commit to user 38
39 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Untuk sektor perbankan, menurut Peraturan Bank Indonesia Nomor: 8/4/PBI/2006 tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance bagi Bank Umum menyatakan bahwa jumlah anggota dewan direksi paling kurang tiga orang dan seluruhnya wajib berdomisili di Indonesia. Menurut Hermalin dan Weisbach (2003) menyatakan bahwa jumlah dewan direksi biasanya berkaitan dengan implikasi dari kebijakan tentang batasan jumlah dewan direksi. Anggota dewan direksi dengan jumlah lebih dari tujuh atau delapan anggota tampaknya tidak akan efektif (Florackis and Ozkan, 2004 dalam Htay, 2012). Ukuran dewan direksi yang besar merupakan masalah bagi perusahaan. Jumlah anggota dewan direksi yang terlampau banyak akan menimbulkan kesulitan dalam hal koordinasi. Di sisi lain, ukuran dewan yang kecil akan baik bagi perusahaan karena akan mempermudah dalam hal koordinasi (Matoussi dan Chakroun, 2008). Jensen dan Ruback (1983) dan Florackis (2008) juga menjelaskan bahwa jumlah anggota dewan yang terlampau banyak akan membuat baik koordinasi, komunikasi,
dan
pengambilan
keputusan
menjadi
lebih
rumit
dibandingkan jumlah anggota dewan yang sedikit. Yoshikawa dan Phan (2003) juga menyoroti bahwa ukuran dewan yang besar akan cenderung kurang kohesif dan koordinasi menjadi lebih sulit karena mungkin dapat memicu munculnya konflik di antara anggota dewan itu sendiri. Penelitian yang dilakukan oleh Byard et al. (2006) yang mempelajari 1.279 perusahaan selama tahun 2000 hingga 2002, menemukan bahwa commit to user 39
40 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kualitas pengungkapan keuangan cenderung menurun seiring dengan peningkatan jumlah anggota dewan. Sehingga, ukuran dewan direksi yang lebih kecil diharapkan dapat menghasilkan pengungkapan yang lebih baik. Serupa dengan penelitian yang dilakukan oleh Eisenberg, Sundgren, dan Wells (1998) yang melaporkan bahwa ukuran dewan direksi yang besar berpengaruh terhadap menurunnya kinerja perusahaan. Dewan direksi akan dapat melaksanakan tugasnya secara efektif apabila didukung dengan latar belakang pendidikan dan pengalaman yang sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Menurut Ponnu (2008), direksi dengan pengalaman yang memadai dapat memberikan perspektif yang berguna tentang risiko yang signifikan dan keuntungan kompetitif, serta pemahaman tentang tantangan yang dihadapi bisnis. Siciliano (1996) menemukan bahwa diversitas latar belakang pendidikan yang berasosiasi dengan latar belakang pekerjaan anggota dewan direksi perusahaan berpengaruh positif pada kinerja organisasi terutama pada kinerja sosial. Haniffa dan Cooke (2002) menyebutkan bahwa anggota direksi yang memiliki latar belakang pendidikan akuntansi dan bisnis mungkin melakukan tingkat pengungkapan yang lebih luas untuk menunjukkan akuntabilitas, meningkatkan citra perusahaan, maupun kredibilitas manajemen.
commit to user 40
41 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
6.
Kepemilikan Manajerial Dalam teori agensi, tingkat kepemilikan manajer dianggap dapat mengurangi biaya agensi karena berfungsi untuk menyelaraskan kepentingan manajemen dengan pemegang saham lainnya (Jensen dan Meckling, 1976). Mgammal (2011), Matoussi dan Chakroun (2008) dan Eng dan Mak (2003) mendefinisikan kepemilikan manajerial sebagai proporsi saham biasa yang dimiliki oleh dewan eksekutif. Sementara menurut Diyah dan Erman (2009), kepemilikan manajerial adalah proporsi pemegang saham dari pihak manajemen yang secara aktif ikut dalam pengambilan keputusan perusahaan (direktur dan komisaris). Kepemilikan manajerial dapat mengurangi masalah agensi karena kinerja manajer akan lebih baik seiring dengan peningkatan kepemilikan saham dalam perusahaan tersebut. Ketika kepemilikan manajer terhadap perusahaan kecil, manajer akan berusaha untuk memaksimalkan kepentingan dirinya dibandingkan kepentingan perusahaan. Sebaliknya semakin besar kepemilikan manajer di dalam perusahaan, maka semakin produktif tindakan manajer dalam memaksimalkan nilai perusahaan. Jensen dan Meckling (1976) mengemukakan bahwa kepemilikan manajerial yang lebih besar dapat menyelaraskan kepentingan manajer dan pemegang saham, menurunkan biaya agensi, dan meningkatkan nilai perusahaan. Mehran (1995), mendukung pandangan Jensen dan Meckling (1976) terkait kepemilikan manajerial. Mehran menemukan hubungan commit to user 41
42 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
positif antara kepemilikan manajerial dan nilai Tobin Q yang digunakan untuk mengukur performa perusahaan. Dengan adanya kepemilikan manajerial maka tindakan oportunis manajer yang berusaha memaksimalkan kepentingan pribadi akan berkurang dan manajer akan mengambil keputusan sesuai dengan kepentingan perusahaan, sehingga tingkat pengungkapan perusahaan pada akhirnya juga semakin luas. Kepemikan manajerial dalam penelitian ini mengacu pada ukuran yang digunakan oleh Matoussi dan Chakroun (2008), Mgammal (2011) dan Eng dan Mak (2003) dimana kepemilikan manajerial dipresentasikan oleh proporsi saham yang dimiliki oleh dewan eksekutif (dalam hal ini dewan direksi). Penelitian yang dilakukan oleh Htay et al. (2012) menemukan hubungan yang positif antara kepemilikan direksi dan luas pengungkapan informasi sosial dan lingkungan. Guan et al. (2007) juga menemukan hubungan yang positif signifikan antara kepemilikan direksi dengan luas pengungkapan informasi di Taiwan.
7.
Kantor Akuntan Publik Salah satu fungsi bank adalah menghimpun, mengelola, dan menyalurkan dana dari masyarakat. Oleh karena itu, sektor perbankan membutuhkan praktik audit yang lebih ketat dibandingkan perusahaan non-keuangan lainnya. Audit mengurangi mengurangi asimetri informasi antara manajer dan pemegang saham dengan memungkinkan pihak luar commit to user 42
43 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
yang independen memverifikasi validitas laporan keuangan (Becker, Defond, Jiambalvo, dan Subramanyam, 1998). Kantor akuntan publik memiliki peran penting dalam hal pelaporan keuangan perusahaan. Peran penting kantor akuntan publik ini dinyatakan dalam peraturan BAPEPAM melalui Keputusan Ketua Bapepam dan LK Nomor Keputusan 134/BL/2006, sebagai berikut: “Laporan tahunan wajib memuat laporan keuangan tahunan yang disusun sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia dan peraturan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan di bidang akuntansi serta wajib diaudit oleh Akuntan yang terdaftar di Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan.”
Perusahaan yang diaudit oleh KAP yang berukuran besar akan menyajikan laporan keuangan yang lebih berkualitas karena memiliki reputasi dan kecakapan profesional untuk mendeteksi penyimpangan dalam sistem akuntansi klien dibanding KAP ukuran kecil. Penggunaan KAP yang bereputasi dianggap dapat memberikan sinyal positif bagi perusahaan, karena publik akan menganggap perusahaan tersebut memiliki informasi yang tidak menyesatkan (Becker et al., 1998). Benardi, Sutrisno, dan Assih (2009) mengatakan bahwa kualitas auditor antara kantor akuntan publik berukuran besar dan kantor akuntan publik berukuran kecil pasti memiliki perbedaan dari segi sumber daya dan teknologi yang dapat memengaruhi hasil kerja (kualitas) auditnya. Ukuran kantor akuntan publik secara umum dapat dibedakan menjadi dua kategori, yang pertama adalah kantor akuntan publik yang commit to user 43
44 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
memiliki lingkup global (Big Four) dan kantor akuntan publik dengan lingkup domestik atau non-Big Four. Kantor akuntan publik Big Four terdiri dari Deloitte Touche Tohmatsu, PWC (PricewaterhouseCoopers), Ernst & Young, dan KPMG (Klynveld Peat Main 25Goerdeler). Pengklasifikasian dari ukuran kantor akuntan publik ini dengan asumsi bahwa kantor akuntan publik yang masuk ke dalam kategori The Big Four dinilai memiliki integritas dan profesionalitas yang dapat menekan perusahaan untuk melakukan pengungkapan yang lebih baik dibanding dengan perusahaan dengan kantor akuntan publik kecil.
B. Kerangka Pemikiran Kerangka mengenai hubungan masing-masing variabel dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
commit to user 44
45 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Gambar 2.3 Skema Konsep Penelitian Variabel Moderasi Corporate Governance (X5)
Variabel Independen
Variabel Dependen H5
Karakteristik Agen 1. Ukuran Dewan Direksi (X1)
H1 -
2. Latar Belakang Pendidikan Direksi (X2)
H2 +
3. Proporsi Kepemilikan Manajerial (X3)
H3 +
4. Jenis KAP (X4)
Tingkat kepatuhan pengungkapan wajib Risiko Keuangan (Y)
H4 +
Berdasarkan kerangka penelitian di atas, dapat diketahui bahwa model penelitian ini hanya terdiri dari satu arah yakni menjelaskan pengaruh karakteristik agen yang dipresentasikan oleh ukuran dewan direksi, latar belakang pendidikan direksi, dan kepemilikan manajerial serta jenis KAP terhadap tingkat kepatuhan pengungkapan wajib risiko keuangan. Selain menguji variabel independen dan dependen, penelitian ini juga menyertakan commit to usermoderasi. Keberadaan corporate corporate governance sebagai variabel 45
46 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
governance diharapkan dapat memperkuat hubungan antara variabel karakteristik agen dan variabel tingkat kepatuhan pengungkapan wajib risiko keuangan.
C. Penelitian Terdahulu dan Pengembangan Hipotesis Ide penelitian ini berasal dari penelitian Taylor et al. (2008) yang menguji tentang karakteristik corporate governance sebagai penentu pengungkapan instrumen keuangan pada perusahaan di Australia. Financial Instrument
Disclosure
(FID)
diukur
dengan
menggunakan
Indeks
Pengungkapan Instrumen Keuangan yang terdiri dari 120 item pengungkapan. Sementara mekanisme corporate governance diukur dengan menggunakan Corporate Governance Score (CGS) yang memuat tiga belas variabel tata kelola perusahaan yang berasal dari prinsip-prinsip corporate governance yang direkomendasikan oleh The ASX Council. Penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan secara statistik antara struktur corporte governance dengan CGS dan tingkat pengungkapan instrumen keuangan. Variabel jenis KAP dan karakteristik agen yang dipresentasikan oleh ukuran dewan direksi, latar belakang pendidikan dewan direksi, dan kepemilikan manajerial dikembangkan dari penelitian-penelitian lain yang juga memiliki kaitan tentang pengungkapan. Penelitian Matoussi dan Chakroun (2008) berusaha menguji pengaruh komposisi
dewan
direksi
dan
konsentrasi
kepemilikan
terhadap
pengungkapan sukarela dari perusahaan yang terdaftar Tunisia tahun 2003commit to user 46
47 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2005. Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya dualitas dalam struktur kepemimpinan dan adanya kepemilikan dari pihak keluarga dalam perusahaan berpengaruh negatif terhadap luas pengungkapan sukarela. Temuan lain adalah ukuran dewan direksi dan kepemilikan institusi tidak berpengaruh pada tingkat pengungkapan sukarela. Selanjutnya kepemilikan manajerial yang dipresentasikan oleh proporsi kepemilikan saham oleh dewan direksi ditemukan berpengaruh positif terhadap pengungkapan sukarela. Htay et al. (2012) melakukan penelitian yang bertujuan untuk menguji pengaruh corporate governance terhadap luas pengungkapan informasi sosial dan lingkungan dari sektor perbankan yang terdaftar di Bursa Malaysia. Proksi corporate governance dipresentasikan oleh struktur kepemimpinan dewan
(independensi
dewan),
komposisi
dewan
(proporsi
direktur
independen non-eksekutif), ukuran dewan, kepemilikan direksi, kepemilikan institusional dan kepemilikan blok. Hasil penelitian menunjukan bahwa ukuran dewan yang kecil, persentase direktur independen yang lebih tinggi dalam dewan, persentase kepemilikan direksi yang lebih tinggi, kepemilikan institusi dan kepemilikan blok yang rendah memperluas pengungkapan informasi sosial dan lingkungan. Penelitian Eng dan Mak (2003) menguji pengaruh struktur kepemilikan dan komposisi dewan dari perusahaan keuangan dan nonkeuangan yang terdaftar di Bursa Singapura terhadap luas pengungkapan sukarela.
Struktur
kepemilikan
dipresentasikan
dengan
kepemilikan
manajerial, kepemilikan blockholder dan kepemilikan pemerintah. Sementara commit to user 47
48 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
komposisi
dewan
diukur
dengan
persentase
direktur
independen.
Pengungkapan sukarela diproksikan dengan skor pengungkapan agregat dari informasi non-mandatory, informasi strategis, informasi keuangan dan nonkeuangan. Hasil menunjukkan bahwa kepemilikan manajerial yang rendah dan kepemilikan pemerintah yang signifikan menyebabkan peningkatan dalam pengungkapan sukarela. Peningkatan jumlah direksi mengurangi luas pengungkapan sukarela dan kepemilikan blockholder tidak memiliki keterkaitan dengan pengungkapan. Ponnu (2008), Siciliano (1996), dan Haniffa dan Cooke (2002) meneliti tentang latar belakang pendidikan dewan direksi. Ponnu (2008) dan Siciliano (1996) menguji tentang pengaruh latar belakang pendidikan dewan direksi terhadap kinerja perusahaan. Menurut Ponnu (2008), direksi dengan pengalaman yang memadai dapat memberikan perspektif yang berguna tentang risiko yang signifikan dan keuntungan kompetitif, serta pemahaman tentang tantangan yang dihadapi bisnis. Selanjutnya, Siciliano (1996) menemukan bahwa diversitas latar belakang pendidikan yang berasosiasi dengan latar belakang pekerjaan anggota dewan direksi perusahaan berpengaruh positif pada kinerja organisasi terutama pada kinerja sosial. Sementara, Haniffa dan Cooke (2002) meneliti tentang pengaruh faktor budaya dan corporate governance pada luas pengungkapan di perusahaan Malaysia. Faktor budaya dipresentasikan dengan ras dan latar belakang pendidikan dewan. Dalam penelitiannya disebutkan bahwa anggota direksi yang memiliki latar belakang pendidikan akuntansi dan bisnis kemungkinan commit to user 48
49 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
besar akan melakukan tingkat pengungkapan yang lebih luas untuk menunjukkan
akuntabilitas,
meningkatkan
citra
perusahaan,
maupun
kredibilitas manajemen. 1.
Pengaruh ukuran dewan direksi terhadap tingkat kepatuhan pengungkapan wajib risiko keuangan Dalam struktur tata kelola perusahaan (corporate governance) yang baik, direksi mampu menjaminkan bahwa dirinya akan memenuhi semua kewajibannya sesuai dengan amanah yang dibebankan kepadanya dan juga menjamin bahwa kegiatan bisnis perusahaan tersebut akan dilaksanakan hanya demi kepentingan perusahaan semata. Dewan direksi bertanggung jawab dalam hal pelaksanaan kepengurusan perusahaan serta mengelola perusahaan sesuai dengan kewenangan dan tanggung jawabnya sebagaimana diatur dalam anggaran dasar yang telah ditetapkan. Untuk sektor perbankan, menurut Peraturan Bank Indonesia Nomor: 8/4/PBI/2006 tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance bagi Bank Umum menyatakan bahwa jumlah anggota dewan direksi paling kurang berjumlah tiga orang. Anggota dewan direksi dengan jumlah lebih dari tujuh atau delapan anggota tampaknya tidak akan efektif (Florackis and Ozkan, 2004 dalam Htay, 2012). Ukuran dewan direksi yang besar merupakan masalah bagi perusahaan. Jumlah anggota dewan direksi yang terlampau banyak akan menimbulkan kesulitan dalam hal koordinasi. Di sisi lain, ukuran dewan yang kecil akan baik bagi perusahaan karena akan mempermudah dalam commit to user 49
50 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
hal koordinasi (Matoussi dan Chakroun, 2008). Jensen dan Ruback (1983), Florackis (2008), dan Hermalin dan Weisbach (2003) juga menjelaskan bahwa jumlah anggota dewan yang terlampau banyak akan membuat baik koordinasi, komunikasi, dan pengambilan keputusan menjadi lebih rumit dibandingkan jumlah anggota dewan yang sedikit. Yoshikawa dan Phan (2003) juga menyoroti bahwa ukuran dewan yang besar akan cenderung kurang kohesif dan koordinasi menjadi lebih sulit karena mungkin dapat memicu munculnya konflik di antara anggota dewan itu sendiri. Yermarck (1996) menganalisis sampel dari 452 perusahaan besar di Amerika Serikat dan secara konsisten menemukan hubungan negatif antara jumlah (ukuran) dewan dan nilai perusahaan. Setelah analisis Yermarck tentang perusahaan besar, Eisenberg et al. (1998) menguji hubungan antara ukuran dewan dan profitabilitas pada perusahaanperusahaan kecil dan menengah Finlandia. Hasil menunjukkan hubungan yang negatif signifikan antara ukuran dewan dan profitabilitas perusahaan. Selanjutnya, penelitian yang dilakukan oleh Byard et al. (2006) yang mempelajari 1.279 perusahaan selama tahun 2000 hingga 2002, menemukan bahwa kualitas pengungkapan keuangan cenderung menurun seiring dengan peningkatan jumlah anggota dewan. Sehingga, ukuran dewan direksi yang lebih kecil diharapkan dapat menghasilkan pengungkapan yang lebih baik. Oleh karena itu, dengan jumlah anggota commit to user 50
51 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dewan direksi yang sedikit perumusan kebijakan dan keputusan akan menjadi lebih efektif, konflik antar anggota dapat diminimalisir, performa
perusahaan
meningkat,
sehingga
pada
akhirnya
akan
meningkatkan kualitas pengungkapan oleh perusahaan yang dalam hal ini juga mencakup pengungkapan risiko keuangan. Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat dikembangkan hipotesis: H1: Ukuran dewan direksi berpengaruh negatif terhadap tingkat kepatuhan pengungkapan wajib risiko keuangan.
2.
Pengaruh latar belakang pendidikan dewan direksi terhadap tingkat kepatuhan pengungkapan wajib risiko keuangan Dewan direksi akan dapat melaksanakan tugasnya secara efektif apabila didukung dengan latar belakang pendidikan dan pengalaman yang sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Meskipun bukan suatu keharusan bahwa seseorang yang akan masuk ke dunia bisnis harus memiliki basic pendidikan bisnis, namun dengan memiliki latar belakang pendidikan bisnis dan ekonomi anggota dewan akan memiliki pengetahuan dan kemampuan yang lebih memadai baik dalam hal perumusan kebijakan, pengelolaan perusahaan, dan pengambilan keputusan bisnis daripada yang tidak memiliki pengetahuan bisnis dan ekonomi (Kusumastuti, Supatmi, dan Sastra, 2007). Menurut Ponnu (2008), direksi dengan pengalaman yang memadai dapat memberikan perspektif yang berguna tentang risiko yang signifikan commit to user 51
52 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dan keuntungan kompetitif, serta pemahaman tentang tantangan yang dihadapi bisnis. Siciliano (1996) menemukan bahwa diversitas latar belakang pendidikan yang berasosiasi dengan latar belakang pekerjaan anggota dewan direksi perusahaan berpengaruh positif pada kinerja organisasi terutama pada kinerja sosial. Haniffa dan Cooke (2002) menyebutkan bahwa anggota direksi yang memiliki latar belakang pendidikan akuntansi dan bisnis kemungkinan besar akan melakukan tingkat pengungkapan yang lebih luas untuk menunjukkan akuntabilitas, meningkatkan citra perusahaan, maupun kredibilitas manajemen. Dewan direksi yang memiliki latar belakang pendidikan ekonomi dan bisnis akan memiliki pemahaman terkait pentingnya transparansi dan pengungkapan informasi
termasuk pengungkapan risiko
keuangan
yang dapat
meningkatkan kredibilitas dan image perusahaan di mata publik. Suhardjanto dan Kharis (2010) yang melakukan penelitian tentang pengaruh corporate governance terhadap tingkat ketaatan pengungkapan wajib pada Badan Usaha Milik Negara non-keuangan di Indonesia, menemukan hubungan yang positif signifikan antara dewan yang berlatar belakang pendidikan ekonomi dan bisnis dengan luas pengungkapan wajib. Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat dikembangkan hipotesis: H2: Latar belakang pendidikan dewan direksi berpengaruh positif terhadap tingkat kepatuhan pengungkapan wajib risiko keuangan. commit to user 52
53 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3.
Pengaruh kepemilikan manajerial terhadap tingkat kepatuhan pengungkapan wajib risiko keuangan Tingkat kepemilikan saham oleh manajer dapat mengurangi biaya agensi karena berfungsi untuk menyelaraskan kepentingan manajemen dengan pemegang saham lainnya (Jensen dan Meckling, 1976). Mgammal (2011), Matoussi dan Chakroun (2008), dan Eng dan Mak (2003) mendefinisikan kepemilikan manajerial sebagai proporsi saham biasa yang dimiliki oleh dewan eksekutif. Mgammal (2011), Htay et al. (2012), Matoussi dan Chakroun (2008), dan Guan et al. (2007) menemukan bahwa kepemilikan manajerial yang dipresentasikan oleh kepemilikan direksi memiliki pengaruh positif signifikan terhadap luas pengungkapan informasi yang dilakukan oleh perusahaan. Baek, Johnson, dan Kim (2009) yang melakukan penelitian tentang hubungan kepemilikan manajerial dan luas pengungkapan sukarela, menemukan bahwa perusahaan-perusahaan dengan tingkat kepemilikan manajerial di bawah 5%, hubungan negatif antara tingkat kepemilikan manajerial dan tingkat pengungkapan sukarela ditemukan. Namun, setelah tingkat kepemilikan meningkat melewati 5%, hubungan hampir menjadi netral. Warfield et al. (1995) juga memberikan bukti empiris yang mendukung dalam temuan mereka yang menyatakan bahwa tingkat kepemilikan saham oleh manajemen secara positif berhubungan dengan jumlah
pengungkapan
informasi terkait commit to user 53
laba.
Dengan
adanya
54 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kepemilikan manajerial maka tindakan oportunis manajer yang berusaha memaksimalkan kepentingan pribadi akan berkurang dan manajer akan mengambil keputusan sesuai dengan kepentingan perusahaan, sehingga tingkat pengungkapan perusahaan pada akhirnya juga semakin luas. Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat dikembangkan hipotesis: H3: Kepemilikan manajerial berpengaruh positif terhadap tingkat kepatuhan pengungkapan wajib risiko keuangan.
4.
Pengaruh jenis KAP terhadap tingkat kepatuhan pengungkapan wajib risiko keuangan Perusahaan akan cenderung menggunakan Kantor Akuntan Publik (KAP) dengan reputasi baik untuk memberikan jasa audit eksternal, yaitu Kantor Akuntan Publik yang masuk dalam kategori The Big Four. KAP yang termasuk dalam kategori The Big Four dianggap memiliki kredibilitas dan kemampuan yang lebih memadai untuk mendeteksi terjadinya penyimpangan akuntansi yang dilakukan oleh perusahaan, sehingga mampu memberikan sinyal positif bagi perusahaan dalam hal pengungkapan informasi. Benardi et al. (2009) melakukan penelitian terkait faktor-faktor yang dapat memengaruhi luas pengungkapan pada perusahaan-perusahaan manufaktur yang go public di Bursa Efek Indonesia. Dalam penelitiannya ditemukan bahwa ukuran KAP berpengaruh positif terhadap luas pengungkapan, dimana perusahaan yang diaudit oleh KAP dalam commit to user 54
55 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kategori The Big Four akan cenderung mengungkapkan infomasi secara lebih transparan dalam laporan tahunannya. Hal tersebut didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Guan et al. (2007), Matoussi dan Chakroun (2008), dan Gao dan Kling (2012) yang juga menemukan hubungan yang positif signifikan antara jenis kantor akuntan publik dengan luas pengungkapan informasi. Profesionalitas dan integritas yang dimiliki oleh kantor akuntan publik yang masuk ke dalam kategori The Big Four diharapkan dapat menekan perusahaan untuk melakukan pengungkapan yang lebih baik, yang dalam hal ini mencakup pengungkapan risiko keuangan. Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat dikembangkan hipotesis: H4: Jenis KAP berpengaruh positif terhadap tingkat kepatuhan pengungkapan wajib risiko keuangan.
5.
Pengaruh
karakteristik
agen
terhadap
tingkat
kepatuhan
pengungkapan wajib risiko keuangan dimoderasi oleh corporate governance Carter et al. (2002) menyatakan bahwa agency theory merupakan pengembangan dari teori corporate governance yang sering digunakan dalam penelitian untuk memahami kaitan antara karakteristik dewan direksi dengan nilai perusahaan. Dalam kerangka teori agensi, corporate governance berkaitan dengan bagaimana cara terbaik untuk mengurangi perilaku oportunistik manajerial (Taylor et al., 2008). commit to user 55
56 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Benardi et al. (2009) menyebutkan bahwa pengungkapan merupakan atribut yang penting dari good corporate governance, terutama yang berhubungan dengan transparansi dan akuntabilitas
yang dapat
memperkecil asimetri informasi sehingga dapat mengurangi terjadinya konflik kepentingan. Sejak krisis perbankan yang dimulai pada akhir tahun 1997, perbaikan mekanisme corporate governance di sektor perbankan terus mengalami peningkatan, salah satunya adalah dengan menerapkan manajemen risiko yang baik. Penelitian Taylor et al (2008) menemukan hubungan yang positif dan signifikan secara statistik antara struktur corporte governance yang diukur dengan CGS (Corporate Governance Score) dan tingkat pengungkapan instrumen keuangan. Matoussi dan Chakroun (2008) mengemukakan bahwa kepemilikan manajerial yang tinggi didukung dengan mekanisme corporate governance yang baik akan memperluas tingkat pengungkapan sukarela yang dilakukan oleh perusahaan. Karakteristik agen dalam penelitian ini dipresentasikan dengan ukuran dewan direksi, latar belakang pendidikan dewan direksi, dan kepemilikan manajerial. Kinerja dewan direksi yang efektif didukung dengan latar belakang pendidikan yang memadai serta proporsi kepemilikan
manajerial
yang
tinggi
dapat
mendorong
luasnya
pengungkapan risiko keuangan. Sehingga, dengan adanya struktur tata kelola perusahaan (corporate governance) yang baik diharapkan dapat memperkuat hubungan antara karakteristik agen dengan tingkat commit to user 56
57 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kepatuhan pengungkapan wajib risiko keuangan. Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat dikembangkan hipotesis: H5:
Corporate
governance
memoderasi
hubungan
antara
karakteristik agen terhadap tingkat kepatuhan pengungkapan wajib risiko keuangan.
commit to user 57
58 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB III METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian pengujian hipotesis yang bertujuan untuk menguji hipotesis yang diajukan oleh peneliti mengenai pengaruh jenis KAP dan karakteristik agen yang direpresentasikan oleh ukuran dewan direksi, latar belakang pendidikan dewan direksi, dan kepemilikan manajerial terhadap tingkat kepatuhan pengungkapan wajib risiko keuangan.
Serta
menguji keberadaan corporate governance yang memoderasi hubungan antara karakteristik agen dan tingkat kepatuhan pengungkapan wajib risiko keuangan bank. Pengujian hipotesis menjelaskan sifat dari hubungan tertentu, memahami perbedaan antara kelompok atau independensi dua variabel atau lebih (Sekaran, 2006).
B. Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonsesia (BEI) pada tahun 20102011. Menurut (Sekaran, 2006), sampel adalah bagian dari populasi yang masih memiliki ciri dan karakteristik yang sama dengan populasi dan mampu mewakili keseluruhan populasi penelitian. Dalam penentuan sampel, penulis menggunakan teknik purposive sampling yaitu teknik pengambilan sampel commit to user dengan cara menetapkan kriteria tertentu yang diperkirakan paling cocok dan 58
59 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
sesuai dengan tujuan penelitian (Efferin, Darmadji, dan Tan, 2008). Kriteria perbankan yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah: 1.
Perbankan yang menerbitkan laporan tahunan (annual report) selama dua tahun berturut-turut untuk tahun 2010-2011.
2.
Perbankan yang menyajikan informasi yang dibutuhkan dalam penelitian secara lengkap. Berdasarkan kriteria tersebut, maka diperoleh sampel untuk tahun
2010-2011 sebanyak 31 bank dengan 62 annual report.
C. Data dan Metode Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder yang diambil dari laporan tahunan bank yang terdaftar di BEI pada tahun 20102011. Laporan tahunan dipilih karena memiliki kredibilitas yang tinggi (Zeghal dan Ahmed, 1990), selain itu laporan tahunan digunakan oleh sejumlah stakeholder sebagai sumber utama untuk memperoleh informasi tentang kondisi perusahaan dan selanjutnya menggunakannya sebagai dasar pengambilan keputusan. Data sekunder yang dikumpulkan diperoleh dari jurnal, literatur-literatur terkait, dan situs www.idx.co.id untuk data annual report perbankan serta dari situs masing-masing perusahaan.
D. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel Penelitian ini menggunakan dua variabel utama, yaitu variabel independen dan variabel dependen, dan ditambah dengan variabel moderasi. commit to user 59
60 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Adapun definisi dan pengukuran masing-masing variabel akan dijelaskan sebagai berikut: 1.
Variabel Independen Variabel independen dalam penelitian ini direpresentasikan dengan ukuran dewan direksi, latar belakang pendidikan direksi, dan kepemilikan manajerial. a.
Ukuran dewan direksi Dewan direksi memiliki tanggung jawab dalam hal pelaksanaan kepengurusan perusahaan serta mengelola perusahaan sesuai dengan kewenangan dan tanggung jawab yang dipercayakan perusahaan kepadanya. Ukuran dewan direksi yang besar merupakan masalah bagi perusahaan. Menurut Matoussi dan Chakroun (2008), jumlah anggota dewan direksi yang terlampau banyak akan menimbulkan kesulitan dalam hal koordinasi. Di sisi lain, ukuran dewan yang kecil akan baik bagi perusahaan karena akan mempermudah dalam hal koordinasi. Indikator yang digunakan sesuai dengan penelitian Beiner et al. (2003), Byard et al. (2006), dan Htay et al. (2012) yaitu jumlah anggota direksi yang ada dalam dewan direksi perusahaan. Ukuran Dewan Direksi = Ʃ Anggota direksi perusahaan
commit to user 60
61 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b.
Latar belakang pendidikan direksi Direksi yang memiliki latar belakang pendidikan bisnis dan ekonomi akan memiliki pengetahuan dan kemampuan yang lebih memadai baik dalam hal perumusan kebijakan, pengelolaan perusahaan, dan pengambilan keputusan bisnis daripada yang tidak memiliki pengetahuan bisnis dan ekonomi (Kusumastuti et al., 2007). Indikator latar belakang dewan direksi mengacu pada penelitian Haniffa dan Cooke (2002) yaitu proporsi jumlah direksi yang memiliki latar belakang akuntansi atau bisnis dibandingkan dengan jumlah total direksi yang ada di perusahaan. Latar Belakang Pendidikan Direksi =
c.
Kepemilikan manajerial Mgammal (2011), Matoussi dan Chakroun (2008), dan Eng dan Mak (2003) mendefinisikan kepemilikan manajerial sebagai proporsi saham biasa yang dimiliki dewan eksekutif. Tingkat kepemilikan saham oleh manajer dapat mengurangi biaya agensi karena berfungsi untuk menyelaraskan kepentingan manajemen dengan pemegang saham lainnya (Jensen dan Meckling, 1976). Indikator kepemilikan manajerial yang digunakan dalam penelitian ini sesuai dengan penelitian Eng dan Mak (2003), Matoussi dan Chakroun (2008), dan Mgammal (2011) yaitu persentase saham commit to user 61
62 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
biasa yang dimiliki oleh dewan eksekutif (dewan direksi) yang termuat dalam laporan tahunan perusahaan. Kepemilikan Manajerial =
d.
Jenis KAP Benardi et al. (2009), Guan et al. (2007), Matoussi dan Chakroun (2008), dan Gao dan Kling (2012) meneliti pengaruh jenis KAP terhadap luas pengungkapan informasi yang dilakukan oleh perusahaan. Guan et al. (2007) meneliti tentang pengaruh struktur kepemilikan, dewan direksi, dan pengungkapan informasi di Taiwan. Hasil penelitiannya juga menunjukkan bahwa perusahaan yang diaudit oleh KAP dalam kategori Big 4 memiliki tingkat pengungkapan informasi yang lebih luas. Untuk itu pengukuran variabel jenis KAP dalam penelitian ini mengacu pada penelitian Benardi et al. (2009), Guan et al. (2007) dan Matoussi dan Chakroun (2008). Jenis KAP merupakan variabel dummy dimana KAP yang masuk kategori Big 4 akan diberi angka 1, dan 0 jika tidak. KAP Big 4 = 1; KAP Non Big 4 = 0
commit to user 62
63 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2.
Variabel Dependen Variabel dependen dalam penelitian ini adalah tingkat kepatuhan pengungkapan wajib risiko keuangan. Variabel dependen dalam penelitian ini dinilai dengan ada atau tidaknya risiko keuangan yang diungkapan dalam setiap instrumen keuangan, yang meliputi 19 item, dalam laporan tahunan perbankan yang menjadi sampel. Penyusunan item-item pengungkapan risiko keuangan dalam penelitian ini mengacu pada Peraturan Bank Indonesia Nomor: 11/25/PBI/2009, PSAK 50 (Revisi 2006), dan P3KKEPPBANK (2008), yang membagi risiko keuangan dengan rincian sebagai berikut: a. Risiko suku bunga, yang terdiri dari 3 item pengungkapan, untuk setiap kelompok aset keuangan dan kewajiban keuangan yang dimiliki oleh perbankan. b. Risiko kredit, yang terdiri dari 4 item pengungkapan, untuk setiap kelompok aset keuangan dan eksposur kredit lainnya yang dimiliki oleh perbankan. c. Risiko likuiditas, yang terdiri dari 3 item pengungkapan. d. Risiko pasar, yang terdiri dari 9 item pengungkapan mencakup item untuk risiko harga dan risiko mata uang. Karakteristik untuk masing-masing item pengungkapan risiko terlampir. Tingkat pengungkapan risiko keuangan diukur dengan menggunakan teknik scoring, jika item-item tersebut diungkapkan dalam laporan tahunan maka diberikan skor 1 dan 0 jika item tidak commit to user 63
64 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
diungkapkan. Indikator pengukuran mengacu pada penelitian Taylor et al. (2008) dan Oorschot (2009), dimana tingkat pengungkapan risiko keuangan dihitung dengan menjumlahkan skor pengungkapan untuk setiap annual report bank tertentu dalam tahun tertentu, kemudian dibagi dengan jumlah maksimum skor yang diperoleh bank pada tahun tertentu. Persamaan yang digunakan untuk menghitung tingkat pengungkapan risiko keuangan dalam penelitian ini dapat adalah sebagai berikut:
Keterangan Persamaan: DSOREBY
= Skor pengungkapan bank B pada tahun Y
MAXBY
= Nilai maksimum yang mungkin dicapai bank B pada tahun Y
3.
i
= Item dalam framework
SCOREiBY
= Skor untuk item i, bank B pada tahun Y
Variabel Moderasi Variabel moderasi adalah variabel yang mempunyai pengaruh ketergantungan yang kuat dengan hubungan variabel independen dan variabel dependen (Sekaran, 2006). Variabel ini yang akan memperkuat atau memperlemah hubungan antara variabel independen terhadap variabel dependen (Ghozali, 2006). commit to user 64
65 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Variabel moderasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengungkapan corporate governance pada laporan tahunan perusahaan. Sebuah indeks pengungkapan dibentuk sebagai standar untuk mengukur tingkat pengungkapan corporate governance pada perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Metode yang digunakan untuk membuat
indeks
pengungkapan
corporate
governance
adalah
mengaplikasikan indeks tidak tertimbang dengan menggunakan nilai dikotomis, yaitu nilai 1 untuk item yang diungkapkan dan nilai 0 untuk item yang tidak diungkapkan (Rini, 2010). Item-item pengungkapan yang digunakan mengacu pada penelitian Rini (2010), yang kemudian ditambahkan item-item lain yang berasal dari Keputusan Ketua BAPEPAM dan Lembaga Keuangan dalam Peraturan X.K.6 Nomor: Kep-134/BL/2006, Pedoman Umum Penerapan Good Corporate Governance Indonesia (KNKG, 2006), Peraturan Bank Indonesia No. 8/4/2006 tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance Bagi Bank Umum, Peraturan Bank Indonesia No 5/8/2003 tentang Manajemen Risiko Bank Umum, Laporan Corporate Governance Perception Index (Suprayitno, Khomsiyah, Darmawati, Yasni, Susandy, dan Ratnawati 2005), dan Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor : Kep117/M-MBU/2002
Tentang
Penerapan
Praktek
Good
Corporate
Governance pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Item-item tersebut diklasifikasikan menjadi 17 poin item yang terdiri dari pemegang saham; dewan komisaris; dewan direksi; komite commit to user 65
66 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
audit; komite nominasi dan remunerasi; komite pemantau risiko; komite manajemen risiko; komite-komite lain yang dimiliki perusahaan; sekretaris perusahaan; pelaksanaan pengawasan dan pengendalian internal; manajemen risiko perusahaan; perkara penting yang dihadapi oleh perusahaan, anggota dewan direksi, dan anggota dewan komisaris; akses informasi dan data perusahaan; etika perusahaan; tanggung jawab sosial; pernyataan penerapan good corporate governance; dan informasi penting lainnya yang berkaitan dengan penerapan good corporate governance. Dari ketujuh belas point item tersebut, dibagi menjadi 125 item pengungkapan yang digunakan untuk mengetahui seberapa jauh perusahaan mengungkapkan informasi mengenai corporate governance. Pengukuran indeks pengungkapan corporate governance dalam laporan tahunan mengacu pada peneitian Bhuiyan dan Biswas (2007):
E. Metode Analisis Data Penelitian ini menggunakan statistik deskriptif, uji asumsi klasik dan pengujian hipotesis untuk menganalisis data. Untuk menganalisis data dengan analisis regresi berganda digunakan SPSS release 17. 1.
Analisis Statistik Deskriptif Statistik deskriptif terdiri dari penghitungan nilai rata-rata (mean), median, nilai maksimum, nilai minimum, dan standar deviasi. Analisis ini commit to user 66
67 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dimaksudkan untuk memberikan gambaran mengenai distribusi dan perilaku data (Ghozali, 2006). Sehingga mudah dipahami secara kontekstual oleh pembaca.
2.
Uji Asumsi Klasik Sebelum dilakukan pengujian hipotesis dengan menggunakan analisis regresi berganda, dilakukan uji asumsi klasik untuk memastikan bahwa data penelitian valid, tidak bias, konsisten, dan penaksiran koefisien regresinya efisien (Gujarati, 2003). a.
Uji Normalitas Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal (Ghozali, 2006). Penelitian ini menggunakan uji statistik dengan Kolmogorov-Smirnov
(1-Sample
K-S).
Dasar
pengambilan
keputusan pada analisis Kolmogorov-Smirnov (1-Sample K-S) menurut Ghozali (2006): -
Apabila nilai Asymp. Sig. (2-tailed) kurang dari 0,05, maka Ho ditolak. Hal ini berarti data residual terdistribusi tidak normal.
-
Apabila nilai Asymp. Sig. (2-tailed) lebih besar dari 0,05, maka Ho diterima. Hai ini berarti data residual terdistribusi normal.
b. Uji Multikolinearitas Uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel independen commit to user 67
68 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
(Ghozali,
2006).
Untuk
mendeteksi
ada
atau
tidaknya
multikolinieritas di dalam model, penulis menggunakan analisis perhitungan nilai tolerance dan variance infaltion factors (VIF) dengan alat bantu program Statistical Product and Service Solution (SPSS). Tolerance mengukur variabilitas variabel independen yang terpilih yang tidak dijelaskan variabel independen lainnya. Jadi, nilai tolerence yang rendah sama dengan nilai VIF yang tinggi (karena VIF = 1/Tolerance). Jika tolerance value > 0,1 dan VIF < 10 maka tidak terjadi multikolonieritas. c.
Uji Autokorelasi Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1. Dalam penelitian ini menggunakan Run Test untuk melakukan uji autokorelasi. Run test digunakan untuk melihat apakah data residual terjadi secara random atau tidak (Ghozali,2006). Kriteria pengujian adalah: -
Jika nilai Asymp. Sig. (2-tailed) pada output runs test lebih besar dari 0,05 maka data residual random atau acak. Hal ini berarti data tidak mengandung autokorelasi.
-
Jika nilai Asymp. Sig. (2-tailed) pada output runs test lebih kecil dari 0,05 maka data residual tidak random. Hal ini berarti data mengandung autokorelasi. commit to user 68
69 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
d. Uji Heteroskedastisitas Heteroskedastisitas adalah varian residual yang tidak konstan pada regresi sehingga akurasi hasil prediksi menjadi meragukan. Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varian dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain (Ghozali, 2006). Uji heteroskedastisitas dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan uji park yaitu dengan membentuk model logaritmik dari nilai kuadrat residual (Lnɛ2), kemudian meregresikannya dengan variabel independen. Variabel independen dikatakan tidak terkena heterokedastisitas, jika nilai signifikansi antara variabel independen dengan logaritma dari kuadrat residual (Lnɛ2) lebih dari 0,05 (Ghozali, 2006).
3. Uji Hipotesis a.
Analisis Regresi Linier Berganda Analisis regresi linier berganda digunakan untuk menguji kekuatan dan signifikansi pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Pengujian menggunakan analisis regresi linier berganda dilakukan untuk menguji hipotesis 1, hipotesis 2, hipotesis 3, dan hipotesis 4, dengan persamaan regresi sebagai berikut:
FINDISC = β0+β1 BSIZE+ β2 BACKDIR+ β3 MOWN + β4 KAP + ɛ.....pers (1)
commit to user 69
70 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Keterangan: FINDISC
= Tingkat pengungkapan wajib risiko keuangan
BSIZE
= Ukuran dewan direksi
BACKDIR
= Background pendidikan dewan direksi
MOWN
= Kepemilikan manajerial
KAP
= Jenis KAP yang mengaudit
β
= Koefisien regresi
ɛ
= Eror
Ketepatan fungsi regresi sampel dalam menaksir nilai aktual dapat diukur dari goodness of fit-nya. Secara statistik, goodness of fit suatu model dapat diukur dari nilai koefisien determinasi (R2), nilai statistik F, dan nilai statistik t. Perhitungan statistik dikatakan signifikan apabila nilai uji statistiknya berada dalam daerah kritis (daerah dimana Ho ditolak). Sebaliknya disebut tidak signifikan apabila nilai uji statistiknya berada dalam daerah dimana Ho diterima (Ghozali, 2006). Pengukuran goodness of fit suatu model adalah sebagai berikut: Uji Ketepatan Perkiraan (Uji R2) Koefisien determinasi (R2) digunakan untuk mengukur seberapa jauh kemampuan model untuk menerangkan variasi variabel independen (Ghozali, 2006). Nilai koefisien yang diperoleh akan berkisar 0 < R2 ≤1 dimana jika nilai R2 semakin mendekati 1, commit to user 70
71 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
maka semakin kuat kemampuan variabel independen dalam menjelaskan variabel dependen. Akan tetapi, dalam Ghozali (2006) dijelaskan mengenai kelemahan mendasar penggunaan koefisien determinasi yaitu bias terhadap jumlah variabel independen yang dimasukkan ke dalam model. Setiap tambahan satu variabel independen, maka R2 pasti meningkat tanpa mempedulikan apakah variabel tersebut berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen. Oleh karena itu, penulis menggunakan nilai Adjusted R2 untuk mengevaluasi model regresi yang terbaik karena dalam model regresi yang digunakan terdapat lebih dari dua variabel independen. Pengujian signifikansi-F Uji signifikansi F pada dasarnya menunjukkan apakah semua variabel independen atau bebas yang dimasukkan dalam model regresi mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen (Ghozali, 2006). Kriteria pengujiannya adalah apabila nilai F lebih besar dari 4 maka Ho ditolak pada tingkat signifikansi 5%, yang berarti bahwa variabel independen secara bersama-sama berpengaruh terhadap variabel dependen atau dapat dikatakan bahwa model regresi signifikan. Pengujian Parameter Individual (Uji signifikansi-t) Uji signifikansi-t digunakan untuk mengetahui apakah variabel independen secara signifikan mempengaruhi variabel dependen. Nilai t digunakan untuk menguji koefisien regresi secara commit to user 71
72 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
parsial dari variabel independennya. Dalam penelitian ini, nilai t menggunakan tingkat signifikansi 5%. Kriteria pengujiannya adalah seperti berikut ini. -
Jika p-value < 0,05 maka Ho ditolak dan Ha diterima, yang berarti variabel independen secara individual berpengaruh terhadap variabel dependen.
-
Jika p-value > 0,05 maka Ho diterima dan Ha ditolak, yang berarti variabel independen secara individual tidak berpengaruh terhadap variabel dependen.
b.
Analisis Residual Uji residual digunakan untuk menguji pengaruh variabel moderasi. Analisis residual ingin menguji pengaruh deviasi (penyimpangan) dari suatu model. Fokusnya adalah ketidakcocokan (lack of fit) yang dihasilkan dari deviasi hubungan liniear antar variabel independen. Lack of fit ditunjukkan oleh nilai residual di dalam regresi. Jika terjadi kecocokan antara variabel independen dan variabel moderasi, maka nilai residual kecil atau nol. Jika terjadi ketidakcocokan (lack of fit) antara variabel independen dan variabel moderasi, maka nilai residual besar (Ghozali, 2006). Menurut analisis residual, sebuah variabel dikatakan mampu menjadi variabel moderating jika koefisien parameternya negatif dan commit to user 72
73 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
signifikan. Analisis residual ini digunakan untuk menguji hipotesis 5, dengan persamaan sebagai berikut: CG = β0 + β1 BSIZE + β2 BACKDIR + β3 MOWN + e....pers (2.1) | e | = β0 + β1FINDISC..........................................................pers (2.2) Keterangan: FINDISC
= Tingkat pengungkapan wajib risiko keuangan
BSIZE
= Ukuran dewan direksi
BACKDIR
= Background pendidikan dewan direksi
MOWN
= Kepemilikan manajerial
CG
= Corporate Governance
β
= Koefisien regresi
|e|
= Nilai absolut residual dari persamaan (2.1)
commit to user 73
74 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Deskriptif Data Analisis deskriptif data terdiri dari seleksi sampel dan statistik deskriptif 1.
Seleksi Sampel Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa annual report tahun 2010-2011. Data ini diperoleh dari www.idx.co.id dan dari situs masing-masing bank sampel. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 20102011 dengan rincian sebagai berikut: Tabel 4.1 Jumlah Populasi dan Sampel Penelitian
Tahun
Populasi
Sampel
2010
31
31
2011
31
31
Total
62
62
Pada tabel 4.1 dijelaskan bahwa pada tahun 2010 terdapat 31 bank yang listing dan pada tahun 2011 terdapat 31 bank. Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik purposive sampling. Bank yang menjadi sampel adalah bank yang memenuhi beberapa kriteria tertentu seperti yang sudah dijelaskan (lihat bab III, hal. 59). Berdasarkan teknik commit to user 74
75 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pengambilan sampel tersebut, semua populasi yang terdapat dalam penelitian telah memenuhi kriteria pengambilan sampel. Sehingga, semua populasi yang ada dijadikan sampel dalam penelitian. Jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 31 bank dengan 62 annual report, dimana nama bank sampel dapat dilihat pada lampiran 1. 2.
Statistik Deskriptif Informasi mengenai statistik dekriptif meliputi: nilai minimum, nilai maksimum, rata-rata (mean), dan standar deviasi yang dihitung dengan menggunakan alat bantu statistik SPSS release 17. Variabel independen dalam penelitian ini adalah jenis KAP (KAP) dan karakteristik agen yang direpresentasikan dengan ukuran dewan direksi (BSIZE), latar belakang pendidikan dewan direksi (BACKDIR), dan kepemilikan manajerial (MOWN). Sedangkan variabel dependennya adalah tingkat kepatuhan pengungkapan wajib risiko keuangan (FINDISC) serta variabel moderasi yakni corporate governance (CG). Ringkasan hasil statistik deskriptif variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini disajikan pada tabel 4.2 berikut: Tabel 4.2 Statistik Deskriptif
N
Minimum
Maksimum
Mean
Std. Deviasi
FINDISC
62
0,5470
0,9195
0,7460
0,0965
BSIZE
62
3,0000
12,0000
6,8065
2,7807
BACKDIR
62
1,0000
0,6845
0,1942
0,2000 commit to user 75
76 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
MOWN (%)
62
0,0000
0,8500
0,0742
0,1784
CG
62
0,3120
0,8880
0,6845
0,1473
Valid N (listwise)
62
Sumber: data sekunder, diolah (lampiran)
Tabel 4.2 menyajikan statistik deskriptif dependen variabel, independen variabel, dan moderating variabel berdasarkan 62 annual report dari 31 bank yang menunjukkan bahwa nilai rata-rata (mean) dari tingkat kepatuhan pengungkapan wajib risiko keuangan (FINDISC) di Indonesia berada pada score 74,60% dengan standar deviasi sebesar 0.0965. Hasil ini mengindikasikan bahwa tingkat pengungkapan wajib risiko keuangan yang dilakukan oleh sektor perbankan di Indonesia sudah baik.
Sebagian
besar
bank
sudah
mematuhi
dan
menerapkan
pengungkapan risiko yang merupakan salah satu pengungkapan wajib yang diharuskan oleh PSAK 50 (Revisi 2006). Membaiknya tingkat pengungkapan wajib risiko keuangan yang dilakukan oleh sektor perbankan
di
Indonesia
disebabkan
oleh
semakin
membaiknya
manajemen risiko, dimana Bank Indonesia selaku regulator telah mewajibkan bank untuk menerapkan manajemen risiko secara efektif (Lampiran SE BI Nomor: 13/23/DPNP/2011). Tingkat kepatuhan pengungkapan terendah yaitu sebesar 54,70% oleh Bank Nusantara Parahiyangan, sedangkan pengungkapan tertinggi yaitu sebesar 91,95% oleh Bank Tabungan Negara. commit to user 76
77 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Ukuran dewan direksi (BSIZE) berdasarkan data deskriptif pada tabel 4.2 rata-rata berjumlah 6 orang. Menurut Florackis and Ozkan, (2004) dalam Htay (2012), anggota dewan direksi dengan jumlah lebih dari tujuh atau delapan anggota tampaknya tidak akan efektif. Sesuai dengan data di atas, terdapat 4 bank yang memiliki jumlah dewan komisaris terendah yaitu 3 orang. Keempat bank tersebut antara lain Bank Agroniaga, Bank Pundi Indonesia, Bank Bumi Artha, dan Bank Himpunan Saudara. Sedangkan jumlah dewan direksi terbanyak adalah 12 orang, yaitu terdapat pada Bank Danamon Indonesia dan Bank CIMB Niaga. Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor: 8/4/PBI/2006 tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance bagi Bank Umum menyatakan bahwa jumlah anggota dewan direksi paling kurang berjumlah tiga orang dan seluruhnya wajib berdomisili di Indonesia. Dengan demikian, dari hasil data yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa tidak ada bank yang melanggar peraturan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia terkait kuantitas dewan direksi. Proporsi latar belakang pendidikan dewan direksi (BACKDIR) memiliki nilai rata-rata sebesar 68,45%. Rerata tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar bank dewan direksinya memiliki latar belakang akuntansi dan bisnis. Dapat disimpulkan bahwa sebagian besar bank memilih dewan direksi yang berlatar belakang pendidikan akuntansi dan bisnis untuk memperluas tingkat pengungkapan guna menunjukkan commit to user 77
78 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
akuntabilitas, meningkatkan citra perusahaan, maupun kredibilitas manajemen seperti yang disebutkan oleh Haniffa dan Cooke (2002). Kepemilikan manajerial yang dimiliki oleh rata-rata bank adalah sebesar 0,074%. Bank Tabungan Pensiunan Nasional 0,85% sahamnya dimiliki oleh manajemen (dewan direksi) yang merupakan angka tertinggi untuk bank yang memiliki kepemilikan manajerial. Variabel
moderasi
dalam
penelitian
ini
adalah
corporate
governance. Nilai rata-rata indeks corporate governance adalah sebesar 68,45%. Hal ini menunjukan membaiknya corporate governance pada sektor perbankan, yang pada akhirnya juga berpengaruh terhadap membaiknya tingkat kepatuhan pengungkapan wajib risiko keuangan bank. Indeks corporate governance tertinggi ada pada Bank Internasional Indonesia yakni sebesar 88,80%, dan terendah ada pada Bank Mayapada yakni sebesar 31,20%. Kantor akuntan publik yang masuk dalam kategori The Big Four dinilai memiliki integritas dan profesionalitas yang dianggap dapat mempengaruhi luas pengungkapan wajib risiko keuangan oleh bank. Pada tahun 2010 terdapat 20 bank (64,52%) yang diaudit oleh KAP Big 4. Dan pada tahun 2011 terdapat 22 bank (70,97%) yang diaudit oleh KAP Big 4.
commit to user 78
79 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 4.3 Statistik Deskriptif Variabel Dummy Kantor Akuntan Publik
2010 Persentase 2011 Persentase
Big 4
Non Big 4
N
20
11
31
64,52
35,48
100
22
9
31
70,97
29,03
100
Sumber: data sekunder, diolah
B. Uji Asumsi Klasik Uji asumsi klasik digunakan untuk melihat apakah data penelitian dapat dianalisis dengan menggunakan persamaan regresi linear berganda. Uji asumsi klasik yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji normalitas, uji heteroskedastisitas, uji multikolinearitas, dan uji autokorelasi. Model regresi yang baik adalah model yang lolos dari uji asumsi klasik tersebut (Ghozali, 2006). 1.
Uji Normalitas Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, data residual memiliki distribusi normal sehingga model regresi dikatakan tidak bias. Normalitas data diuji dengan menggunakan Kolmogorov-Smirnov Test pada program komputer SPSS 17.0 for windows. Jika tingkat signifikansi > 0,05 maka berarti asumsi normalitas terpenuhi. Hasil pengujian dapat dilihat pada halaman lampiran 5. Secara ringkas hasil ditunjukkancommit pada tabel berikut: to user 79
80 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 4.4 Hasil Uji Normalitas Parameter yang Diuji
Z
Sig
Keterangan
Unstandardized Residual
0,616
0,843
Normal
Sumber : data sekunder, diolah (lampiran) Besarnya nilai Kolmogorov-Smirnov adalah 0,616 dan signifikan pada 0,843. Tingkat signifikansi pada uji normalitas tersebut lebih dari 0,05 maka berarti
asumsi
normalitas terpenuhi,
data residual
berdistribusi normal.
2.
Uji Multikolinearitas Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel independen. Model regresi yang baik adalah model yang tidak terdapat korelasi antara variabel
independen
atau
korelasinya
rendah.
Keberadaan
multikolinearitas diketahui dengan Varians Inflating Factor (VIF) dan Tolerance. Ringkasan hasil uji multikolinearitas disajikan pada tabel 4.5 berikut: Tabel 4.5 Hasil Uji Multikolinearitas Variabel bebas
Collinearity Statistics Tolerance VIF 0,691 1,448 BSIZE 0,877 1,141 BACKDIR 0,881 1,135 MOWN 0,698 1,433 KAP Sumber : data sekunder, diolah (lampiran) commit to user 80
Kesimpulan Tidak ada multikolinearitas Tidak ada multikolinearitas Tidak ada multikolinearitas Tidak ada multikolinearitas
81 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Hasil perhitungan nilai tolerance dari model regresi menunjukkan tidak ada variabel bebas yang memiliki nilai tolerance kurang dari 0,1 (10%).
Hasil
perhitungan
nilai
variance
inflation
factor
(VIF)
menunjukkan tidak ada satu variabel bebas yang memiliki nilai VIF lebih dari 10. Jadi, dapat disimpulkan bahwa tidak ada multikolinearitas antar variabel bebas dalam kedua model regresi.
3.
Uji Autokorelasi Uji autokorelasi dalam penelitian ini menggunakan Run Test. Run test digunakan untuk melihat apakah data residual terjadi secara random atau tidak (Ghozali,2006). Jika tingkat signifikansi pada output runs test > 0,05 maka data dikatakan tidak mengandung autokorelasi. Hasil pengujian dapat dilihat pada lampiran 5. Secara ringkas hasil ditunjukkan pada tabel berikut: Tabel 4.6 Hasil Uji Autokorelasi Parameter yang Diuji
Z
Sig
Keterangan
Unstandardized Residual
-1,793
0,073
Tidak ada autokorelasi
Sumber : data sekunder, diolah (lampiran) Tingkat signifikansi pada uji run test lebih dari 0,05 maka data tidak mengandung autokorelasi.
commit to user 81
82 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
4.
Uji Heteroskedastisitas Uji heteroskedastisitas dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan uji park yaitu yaitu dengan membentuk model logaritmik dari nilai kuadrat residual (Lnɛ2), kemudian meregresikannya dengan variabel independen. Variabel independen dikatakan tidak terkena heterokedastisitas, jika nilai signifikansi antara variabel independen dengan logaritma dari kuadrat residual (Lnɛ2) lebih dari 0,05 (Ghozali, 2006). Hasil pengujian dapat dilihat pada lampiran 5. Secara ringkas hasil ditunjukkan pada tabel berikut: Tabel 4.7 Hasil Uji Heteroskedastisitas Variabel t -1,213 BSIZE 1,301 BACKDIR 0,237 MOWN 0,060 KAP Sumber : data sekunder, diolah (lampiran)
Sig 0,230 0,199 0,814 0,953
Keterangan Tidak signifikan Tidak signifikan Tidak signifikan Tidak signifikan
Hasil uji heteroskedastisitas tersebut menunjukkan bahwa semua koefisien regresi untuk variabel independen tidak signifikan (p > 0,05), sehingga tidak terdapat masalah heteroskedastisitas dalam model regresi pada penelitian ini.
C. Uji Hipotesis 1.
Analisis Regresi Linier Berganda Analisis regresi linier berganda digunakan untuk menguji kekuatan commit to user dan signifikansi pengaruh variabel independen terhadap variabel 82
83 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dependen. Pengujian menggunakan analisis regresi linier berganda dilakukan untuk menguji hipotesis 1, hipotesis 2, hipotesis 3, dan hipotesis 4. Hasil pengujian dapat dilihat pada lampiran 6. Ringkasan hasil pengujian regresi berganda diperoleh hasil sebagai berikut: Tabel 4.8 Hasil Analisis Regresi Linier Berganda (Persamaan Regresi 1) Variabel Koefisien Regresi 0,572 Konstanta 0,005 BSIZE 0,135 BACKDIR 0,146 MOWN 0,057 KAP 2 0,273 R 0,222 Adjusted R2 5,342 F Statistic 0,001 Sig *Secara statistik signifikan pada tingkat 5% Sumber: data sekunder, diolah (lampiran)
t 11,884 1,013 2,243 2,249 2,059
p-value 0,000 0,315 0,029* 0,028* 0,044*
Koefisien determinasi (R2) digunakan untuk mengukur seberapa jauh variabel independen mampu menerangkan variabel dependen. Setiap tambahan satu variabel independen, maka R2 pasti meningkat tidak peduli apakah variabel tersebut berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen. Oleh karena itu, untuk jumlah variabel independen lebih dari dua, lebih baik menggunakan koefisien determinasi yang telah disesuaikan yaitu Adjusted R2 (Ghozali, 2006). Pada tabel 4.8 diatas menunjukkan nilai Adjusted R Square (Adjusted R2) sebesar 0,222, hal ini berarti bahwa 22,20% variabel dependen (tingkat kepatuhan pengungkapan wajib risiko keuangan) dapat commit to user 83
84 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dijelaskan oleh variabel independen ukuran dewan direksi, latar belakang pendidikan dewan direksi, kepemilikan manajerial, dan jenis KAP. Sisanya sebesar 77,80% dijelaskan oleh faktor lain diluar model. Dalam tabel 4.8 juga diketahui bahwa nilai statistik F sebesar 5,342 dengan probabilitas sebesar 0,001 (p-value < 0,05). Karena nilai F lebih besar dari 4,000 dan probabilitas jauh lebih kecil dari 0,050 maka model regresi ini menunjukkan tingkatan yang baik (good overall model fit) sehingga model regresi dapat digunakan untuk memprediksi tingkat kepatuhan pengungkapan wajib risiko keuangan atau dapat dikatakan bahwa ukuran dewan direksi, latar belakang pendidikan dewan direksi, kepemilikan
manajerial,
dan
jenis
KAP
secara
bersama-sama
berpengaruh terhadap tingkat kepatuhan pengungkapan wajib risiko keuangan (Ghozali, 2006). Berdasarkan hasil analisis regresi berganda tersebut, dapat diinterpretasikan sebagai berikut: a.
Ukuran Dewan Direksi Hipotesis pertama yang diajukan yaitu: “Ukuran dewan direksi
berpengaruh
negatif
terhadap
tingkat
kepatuhan
pengungkapan wajib risiko keuangan”. Hasil analisis regresi (Tabel 4.8) ukuran dewan direksi (BSIZE) menghasilkan nilai t sebesar 1,013 dengan p-value sebesar 0,315. Nilai p-value > 0,05 (tidak signifikan). Interprestasi dari hasil pengujian ini adalah bahwa ukuran dewan direksi tidak berpengaruh terhadap tingkat kepatuhan pengungkapan wajib risiko keuangan. Dari hasil diatas dapat commit to user 84
85 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
disimpulkan bahwa hipotesis pertama ditolak. Temuan ini sesuai dengan penelitian Matoussi dan Chakroun (2008) yang menemukan bahwa
ukuran
dewan
direksi
tidak
berpengaruh
terhadap
pengungkapan perusahaan di Tunisia. Penelitian Suhardjanto dan Kharis (2010) tentang pengaruh corporate governance terhadap tingkat ketaatan pengungkapan wajib pada Badan Usaha Milik Negara non-keuangan di Indonesia, juga menemukan bahwa ukuran dewan tidak berpengaruh terhadap pengungkapan wajib BUMN. Hal ini bisa disebabkan karena yang menentukan keluasan pengungkapan risiko adalah segi efektivitas keberadaan dewan direksi, bukan dari ukuran dalam hal jumlah. Ukuran dewan direksi yang besar pun dapat menghasilkan pengungkapan yang lebih baik apabila koordinasi dan efektivitas kinerjanya baik. b. Latar Belakang Pendidikan Dewan Direksi Hipotesis kedua yang diajukan: “Latar belakang pendidikan dewan direksi berpengaruh positif terhadap tingkat kepatuhan pengungkapan wajib risiko keuangan”. Uji statistik terhadap koefisien regresi menghasilkan nilai t sebesar 2,243 dengan p-value sebesar 0,029. Nilai p-value < 0,05 menunjukkan bahwa latar belakang pendidikan dewan direksi berpengaruh positif dan signifikan terhadap tingkat kepatuhan pengungkapan wajib risiko keuangan. Dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa hipotesis kedua diterima. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Suhardjanto commit to user 85
86 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dan Kharis (2010) yang menemukan pengaruh yang positif signifikan antara dewan yang berlatar belakang pendidikan ekonomi dan bisnis dengan luas pengungkapan wajib di sektor BUMN. Temuan ini juga mendukung pendapat Haniffa dan Cooke (2002) yang menyatakan bahwa anggota direksi yang memiliki latar belakang pendidikan akuntansi dan bisnis kemungkinan besar akan melakukan
tingkat
pengungkapan
yang
lebih
luas
untuk
menunjukkan akuntabilitas, meningkatkan citra perusahaan, maupun kredibilitas manajemen. c.
Kepemilikan Manajerial Hipotesis manajerial
ketiga
yang
berpengaruh
positif
yaitu:
diajukan terhadap
“Kepemilikan
tingkat
kepatuhan
pengungkapan wajib risiko keuangan”. Uji statistik terhadap koefisien regresi menghasilkan nilai t sebesar 2,249 dengan p-value sebesar 0,028. Nilai p-value < 0,05 menunjukkan bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh positif dan signifikan terhadap tingkat kepatuhan
pengungkapan
wajib
risiko
keuangan.
Hasil
ini
menunjukkan hipotesis ketiga diterima. Temuan ini sesuai dengan penelitian Mgammal (2011), Htay et al. (2012), Matoussi dan Chakroun (2008), dan Guan et al. (2007) yang menemukan bahwa kepemilikan manajerial yang dipresentasikan oleh kepemilikan direksi
memiliki
pengaruh
positif
signifikan
terhadap
luas
pengungkapan informasi yang dilakukan oleh perusahaan. Dari hasil commit to user 86
87 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
temuan ini dapat dikatakan bahwa dengan adanya kepemilikan saham dari pihak manajemen dapat mengurangi perilaku oportunistik manajer yang berusaha memaksimalkan kepentingan pribadi, sehingga berdampak pada tingkat pengungkapan perusahaan yang semakin luas. d. Jenis Kantor Akuntan Publik Hipotesis keempat yang diajukan yaitu: “Jenis KAP berpengaruh
positif
terhadap
terhadap
tingkat
kepatuhan
pengungkapan wajib risiko keuangan”. Uji statistik terhadap koefisien regresi menghasilkan nilai t sebesar 2,059 dengan p-value sebesar 0,044. Nilai p-value < 0,05 menunjukkan bahwa jenis KAP berpengaruh positif dan signifikan terhadap tingkat kepatuhan pengungkapan wajib risiko keuangan. Hasil ini berarti menerima hipotesis keempat. Temuan ini sesuai dengan penelitian Guan et al. (2007), Matoussi dan Chakroun (2008), dan Gao dan Kling (2012) yang juga menemukan hubungan yang positif signifikan antara jenis kantor akuntan publik dengan luas pengungkapan informasi. Profesionalitas dan integritas yang dimiliki oleh kantor akuntan publik yang masuk ke dalam kategori The Big Four dapat menekan perusahaan untuk melakukan pengungkapan yang lebih baik, yang dalam hal ini mencakup pengungkapan risiko keuangan.
commit to user 87
88 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2.
Analisis Residual Analisis residual digunakan untuk menguji hipotesis kelima yaitu corporate governance memoderasi hubungan antara karakteristik agen terhadap tingkat kepatuhan pengungkapan wajib risiko keuangan. Persamaan regresi yang dibentuk untuk menguji variabel moderasi dengan menggunakan analisis residual adalah sebagai berikut: CG = β0 + β1 BSIZE + β2 BACKDIR + β3 MOWN + e....pers (2.1) | e | = β0 + β1FINDISC..........................................................pers (2.2) Dari persamaan di atas variabel corporate governance akan diterima sebagai variabel moderasi apabila koefisien β1 FINDISC (tingkat pengungkapan wajib risiko keuangan) adalah negatif dan signifikan. Hasil pengujian dapat dilihat pada lampiran 7. Ringkasan hasil pengujian residual dapat dilihat pada tabel 4.8 dan 4.9 berikut: Tabel 4.9 Hasil Regresi Persamaan 2 Variabel Karakteristik Agen Terhadap Corporate Governance Variabel Koefisien 0,308 Konstanta 0,028 BSIZE 0,269 BACKDIR 0,049 MOWN Variabel dependen: CG Sumber: data sekunder, diolah (lampiran)
commit to user 88
t 4,837 5,239 3,384 0,569
p-value 0,000 0,000 0,001 0,571
89 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 4.10 Hasil Regresi Persamaan 2 Tingkat Kepatuhan Pengungkapan Wajib Risiko Keuangan Terhadap Absolut Residual Variabel Koefisien 0,067 Konstanta 0,022 FINDISC Variabel dependen: Absolut residual Sumber: data sekunder, diolah (lampiran)
t 0,932 0,230
p-value 0,355 0,819
Berdasarkan tabel 4.9 dan tabel 4.10 maka dapat dibuat persamaan regresi sebagai berikut :
CG = 0,308 + 0,028 BSIZE + 0,269 BACKDIR + 0,049 MOWN + e...(2.1) | e | = 0,067 + 0,022 FINDISC................................................................(2.2)
Tabel 4.10 menunjukan bahwa koefisien parameter yang dihasilkan adalah sebesar 0,022 (positif) dan tidak signifikan, p-value > 0,05. Sehingga dapat disimpulkan bahwa hipotesis kelima ditolak, yakni pengaruh karakteristik agen terhadap tingkat kepatuhan pengungkapan wajib risiko keuangan tidak dimoderasi oleh corporate governance. Hal ini bisa disebabkan karena variabel pengungkapan risiko keuangan yang digunakan pada penelitian ini adalah item yang wajib diungkapan dalam laporan tahunan perbankan berdasarkan PSAK 50 (Revisi 2006). Wajibnya pengungkapan risiko keuangan juga diperkuat oleh adanya Peraturan Bank Indonesia Nomor: 11/25/PBI/2009, Keputusan Ketua Bapepam dan Lembaga Keuangan Nomor: Kep-134/BL/2006, dan Pedoman Penyajian dan commit Pengungkapan to user Laporan Keuangan Emiten atau 89
90 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Perusahaan Publik Industri Perbankan yang dikeluarkan oleh Bapepam. Karena item pengungkapan risiko keuangan yang digunakan merupakan pengungkapan yang sifatnya wajib, maka bank yang menjadi sampel dalam penelitian ini harus dan berusaha mengungkapkan item tersebut guna mematuhi peraturan yang berlaku. Jadi, tinggi rendahnya indeks corporate governance tidak berpengaruh pada pengungkapan risiko keuangan yang dilakukan oleh bank.
commit to user 90
91 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh karakteristik agen (dipresentasikan oleh ukuran dewan direksi, latar belakang pendidikan dewan direksi, dan kepemilikan manajerial) dan jenis KAP terhadap tingkat kepatuhan kepatuhan pengungkapan wajib risiko keuangan pada perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia, dengan corporate governance sebagai variabel moderasi. Dari hasil penelitian yang diperoleh maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1.
Sesuai dengan tujuan penelitian, hasil pengujian menunjukkan bahwa karakteristik agen dan jenis KAP mempengaruhi tingkat kepatuhan pengungkapan wajib risiko keuangan bank. Variabel independen yang terbukti berpengaruh adalah latar belakang pendidikan dewan direksi, kepemilikan manajerial, dan jenis KAP. Semakin besar proporsi dewan direksi yang berlatar belakang pendidikan akuntansi dan bisnis terbukti mendukung keluasan informasi risiko keuangan yang diungkapkan oleh perusahaan karena dewan direksi yang berlatar belakang pendidikan akuntansi dan bisnis setidaknya memiliki pemahaman dan kemampuan yang lebih memadai terkait pentingnya transparansi dan pengungkapan informasi
termasuk pengungkapan risiko
keuangan
yang dapat
commit user perusahaan di mata publik. meningkatkan kredibilitas dantoimage 91
92 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Kepemilikan manajerial yang besar juga terbukti mampu memperluas tingkat pengungkapan risiko keuangan karena kepemilikan manajerial dapat menciptakan goal congruence antara pihak manajer dan pemegang saham. Peranan kantor kuntan publik terbukti memiliki peran penting dalam mempengaruhi luas pengungkapan risiko. Kantor akuntan publik yang masuk dalam kategori Big Four memiliki kredibilitas dan profesionalitas yang dapat menekan perusahaan untuk melakukan pengungkapan yang lebih baik. Variabel ukuran dewan direksi terbukti tidak berpengaruh terhadap luas pengungkapan wajib risiko keuangan. Selain itu, corporate governance juga terbukti tidak memoderasi hubungan antara karakteristik agen terhadap tingkat kepatuhan pengungkapan wajib risiko keuangan. 2.
Rerata tingkat kepatuhan pengungkapan wajib risiko keuangan adalah sebesar 74,60%. Hasil ini mengindikasikan bahwa tingkat pengungkapan wajib risiko keuangan yang dilakukan oleh sektor perbankan di Indonesia sudah baik. Sebagian besar bank sudah mematuhi dan menerapkan pengungkapan risiko yang merupakan salah satu pengungkapan wajib yang diharuskan oleh PSAK 50 (Revisi 2006).
B. Keterbatasan Penelitian ini mengandung beberapa keterbatasan sebagai berikut: 1.
Periode penelitian yang relatif pendek yakni hanya dua tahun dengan jumlah sampel sebanyak 62. commit to user 92
93 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2.
Score indeks pengungkapan risiko keuangan dinilai oleh peneliti berdasarkan intepretasi terhadap informasi laporan tahunan perusahaan sampel, sehingga memungkinkan terjadinya perbedaan pernilaian antar bank karena penafsiran peneliti yang subyektif.
C. Saran Berdasarkan hasil penelitian yang telah diperoleh, maka saran untuk penelitian selanjutnya adalah sebagai berikut : 1.
Peneliti selanjutnya disarankan untuk menambah sampel penelitian dengan periode pengamatan yang lebih panjang.
2.
Item pengungkapan risiko keuangan dapat lebih diperinci dengan menggunakan peraturan yang lebih baru yakni PSAK 60 (Revisi 2010).
3.
Memperluas cakupan variabel karakteristik agen seperti usia anggota dewan direksi, komposisi dewan direksi wanita, dan latar belakang etnik dewan direksi.
commit to user 93