PENGARUH KADAR TEPUNG BUNGKIL KELAPA SAWIT DALAM PAKAN IKAN LELE ( Clarias sp)
ZAENAL ABIDIN
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006
PENGARUH KADAR TEPUNG BUNGKIL KELAPA SAWIT DALAM PAKAN IKAN LELE ( Clarias sp)
ZAENAL ABIDIN
Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Perairan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006
Judul Tesis Nama NIM
: Pengaruh Kadar Tepung Bungkil Kelapa Sawit dalam Pakan Ikan Lele (Clarias sp) : Zaenal Abidin : C 151 040 141
Disetujui Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ing Mokoginta, M.Si. Ketua
Dr. M. Agus Suprayudi, M.Si. Anggota
Diketahui Ketua Program Studi Ilmu Perairan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr. Enang Harris, M.Si.
Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS.
Tanggal Ujian: 4 Oktober 2006
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Pengaruh Kadar Tepung Bungkil Kelapa Sawit dalam Pakan Ikan Lele (Clarias sp) adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan ma upun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, 2 Oktober 2006 Zaenal Abidin NIM C 151 040 141
ABSTRAK ZAENAL ABIDIN. Pengaruh Kadar Tepung Bungkil Kelapa Sa wit dalam Pakan Ikan Lele (Clarias sp). Dibimbing oleh ING MOKOGINTA DAN MUHAMMAD AGUS SUPRAYUDI. Penelitian ini dilakukan untuk menentukan jumlah tepung bungkil kelapa sawit (Palm Kernel Meal/PKM) yang dapat digunakan dalam pakan ikan lele (Clarias sp). Pakan uji dicobakan pada ikan lele yang mempunyai bobot awal 18,4 +0,3 g dengan menggunakan tiga ulangan dan dipelihara selama 60 hari. Semua pakan uji menggunakan 20% tepung ikan. Pakan kontrol menggunakan 31% tepung bungkil kedelai sedangkan pakan lainnya menggunakan PKM berturut-turut sebanyak 8%, 12%, 16% dan 18% dalam pakan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan PKM sebanyak 8% dalam pakan menghasilkan pertumbuhan, efisiensi pakan, retensi protein, kecernaan pakan dan kecernaaan protein yang sama dengan pakan kontrol (p>0,05). Penggunaan PKM diatas 8% menghasilkan efek yang negatif terhadap pertumbuhan dan parameter kualitas pakan. Ketidakseimbangan komposisi asam amino dalam pakan tidak mempengaruhi eskresi total amonia nitrogen. Hasil pene litian ini menyimpulkan bahwa PKM dapat digunakan sebanyak 8% dalam pakan ikan lele (Clarias sp).
© Hak cipta milik Zaenal Abidin, tahun 2006 Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam Bentuk apa pun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya.
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena hanya atas rahmat dan karunia serta ridho-Nyalah tesis yang berjudul “Pengaruh Kadar Tepung Bungkil Kelapa Sawit dalam Pakan Ikan Lele (Clarias sp)” dapat terselesaikan. Pelaksanaan penelitian dan penulisan tesis ini tidak terlepas dari bantuan dan bimbingan berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kas ih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Ibu Prof. Dr. Ing Mokoginta, M.Si. dan Bapak Dr. M. Agus Suprayudi, M.Si. selaku komisi pembimbing atas pengarahan dan bimbingan yang telah diberikan selama
penelitian
dan
penulisan
tesis
ini
sehingga
penulis
dapat
menyelesaikannya dengan baik. 2. Ketua Program Studi Ilmu Perairan, Ketua dan Staf Laboratorium Nutrisi Ikan, Laboratorium Kesehatan Ikan Departemen Budidaya Perairan Institut Pertanian Bogor yang telah membantu dalam penyediaan fasilitas hingga terlaksananya penelitian ini. 3. Ayahanda Syamsuddin Arief dan Ibunda Sitti Amirah Amin yang telah memberikan dukungan, pengorbanan dan doa tiada henti selama penulis menjalani pendidikan. 4. Rekan-rekan mahasiswa Pascasarjana Program Studi Ilmu Perairan atas persahabatan dan kerjasamanya selama ini. Akhirnya semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi semuanya. Amin..
Bogor, 1 Oktober 2006
Penulis
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Makassar pada tanggal 7 Juni 1980 putra pasangan Syamsuddin Arief dan Sitti Amirah Amin. Penulis merupakan anak ke tiga dari lima bersaudara. Penulis lulus SMA pada tahun 1998 dan melanjutkan pendidikan di program diploma (D3) Politekhnik Pertanian Negeri Pangkep dan selesai pada tahun 2001. Penulis mengambil program sarjana (S1) di Universitas Dr. Soetomo Surabaya pada tahun 2002 dan selesai pada tahun 2004. Pada bulan Agustus 2004, penulis melanjutkan kuliah ke Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogo r Program Studi Ilmu Perairan.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL………………………………………………………….
iii
DAFTAR GAMBAR …………………………………………………….
iv
DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………………….
v
PENDAHULUAN Latar Belakang ..………..…………………………………………
1
Perumusan Masalah ………..………………………………………
2
Perumusan Hipotesis ….…..………………………………………..
4
Tujuan dan Manfaat ………..………………………………………
4
TINJAUAN PUSTAKA Kebutuhan Nutrien Ikan lele ………………………………………..
5
Bahan Pakan Sumber Nutrien/Protein ………………………………
7
Tepung Bungkil Kedelai (Soybean Meal/SBM) …………..…. Tepung Bungkil Sawit (Palm Kernel Meal/PKM) ………..….. Tepung Tulang dan Daging (Meat and Bone Meal/MBM) …….
7 9 11
BAHAN DAN METODE Pakan Uji ………………………………………………………….
14
Pemeliharaan Ikan dan Pengumpulan Data …………………………
15
Analisis Kimia
……………………………………………….…..
16
Histolo gi Hati …………………………………………………..…..
16
Uji Kecernaan Pakan ………………………………………….…..
17
Pengukuran Eskresi Total Amonia Nitrogen (TAN) ………………
17
Analisis Data ………………………………………..…………….
17
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil ……………………………………….……………………….
20
Pembahasan ……………………………………………………….
26
KESIMPULAN Kesimpulan
………………………………………………………
31
Saran ………………………………………………………………
31
i
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………..
33
LAMPIRAN ………………………………………………………………..
38
ii
DAFTAR TABEL Halaman 1.
Komposisi proksimat SBM …………………….……………………
7
2.
Komposisi asam amino esensial SBM (% protein) …………………….
7
3.
Komposisi proksimat PKM ……………….…………………………
9
4.
Komposisi asam amino esensial PKM (% protein) …………………….
9
5.
Komposisi proksimat MBM ……………………..…………………..
6.
Komposisi asam amino esensial MBM (% protein) ……………………. 11
7.
Komposisi pakan uji (g/100 g pakan) ……………………………….
14
8.
Komposisi proksimat pakan (% bobot kering) ………………………
15
9.
Rata-rata Konsumsi Pakan (KP), Laju Pertumbuhan Harian (LPH), Efisiensi Pakan (EF), Retensi Protein (RP) dan Retensi Lemak (RL) …………………………………………………
21
Komposisi proksimat tubuh (% bobot kering) dan hati (% bobot basah) ikan lele (Clarias sp) ……..………………………
22
Kecernaan Pakan (KP), Kecernaan Protein Pakan (KPP) dan eskresi Total Amonia Nitrogen (TAN) ………………………..
22
Komposisi asam amino esensial pakan perlakuan dan tubuh ikan (% protein) ………….…………………………………..
27
10. 11. 12.
11
iii
DAFTAR GAMBAR Halaman 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Bobot rata-rata ikan lele (Clarias sp) pada awal dan akhir penelitian ……………………………………………………………..
20
Histologi hati ikan lele (Clarias sp ) yang diberi perlakuan A(0) (pembesaran 1000x) …………………………………..………..
23
Histologi hati ikan lele (Clarias sp ) yang diberi perlakuan B(8) (pembesaran 1000x) …………………………………..………..
24
Histologi hati ikan lele (Clarias sp ) yang diberi perlakuan C(12) (pembesaran 1000x) ………………………………….………..
24
Histologi hati ikan lele (Clarias sp ) yang diberi perlakuan D(16) (pembesaran 1000x) ………………………………….………..
25
Histologi hati ikan lele (Clarias sp ) yang diberi perlakuan E(18) (pembesaran 1000x) ………………………………….………..
25
Perbandingan (%) asam amino esensial pakan dan asam amino esensial tubuh ikan lele (Clarias sp) ……………….
27
iv
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1.
Prosedur analisa proksimat
…………………………………………
2.
Proses pembuatan preparat histologi
3.
Perhitungan rata-rata laju pertumbuhan harian dan efisiensi pakan
4.
Perhitungan retensi protein
………………………………..
38 41
..
43
………………………………………….
44
5.
Perhitungan retensi lemak ……………………………………………
45
6.
Komposisi proksimat tubuh dan hati ikan lele (Clarias sp)
……….
46
7.
Kecernaan protein dan kecernaan pakan …………………………….
47
8.
Eskresi Total Amonia Nitrogen (TAN)
……………………………..
48
9.
Analisa statistik konsumsi pakan ……………………………………..
49
10. Analisa statistik laju pertumbuhan harian ……………………………
49
11. Analisa statistik efisiensi pakan ……………………………………..
49
12. Analisa statistik retensi protein ………………………………………
50
13. Analisa statistik retensi lemak ……………………………………….
50
14. Analisa statistik kandungan protein tubuh (bobot basah) ……………
50
15. Analisa statistik kandungan lemak tubuh (bobot basah) …………….
50
16. Analisa statistik kandungan abu tubuh (bobot basah) ………………..
51
17. Analisa statistik kandungan air tubuh …………………………………
51
18. Analisa statistik kandungan protein hati (bobot basah) ………………
52
19. Analisa statistik kandungan lemak hati (bobot basah) ……………….
52
20. Analisa statistik kandungan air hati …………………………………..
52
21. Analisa statistik kecernaan pakan
…………………………………..
53
22. Analisa statistik kecernaan protein pakan ……………………………
53
23. Analisa statistik eskresi Total Amonia Nitrogen (TAN) …………….
53
v
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang Ikan lele (Clarias sp) adalah ikan yang hidup di perairan umum dan merupakan ikan yang bernilai ekonomis serta disukai oleh masyarakat. Budidaya ikan ini banyak dilakukan dengan sistem tradisional maupun dengan sistem intensif. Semakin meningkatnya kegiatan budidaya ikan pada umumnya dan ikan lele pada khususnya telah meningkatkan permintaan akan penyediaan pakan buatan. Pakan buatan umumnya menggunakan tepung ikan (fish meal/FM) sebagai sumber protein dalam pakan yang berkisar 30 sampai 80% dari total bahan (Utomo et al. 1999). Penggantian tepung ikan dengan bahan lain sebagai sumber protein sudah berhasil dilakukan dengan menggunakan tepung bungkil kedelai (SBM/soybean meal) (Suprayudi et al. 1999; Pebriyadi 2004; Elangovan dan Shim 2000; Cheng et al. 2003; Catacutan dan Pagador 2004). Walaupun SBM mampu mengganti sebagian tepung ikan, namun ketersediaan SBM masih bergantung dari impor. Tingginya komponen impor yakni tepung ikan dan SBM dalam pakan akan berdampak terhadap harga pakan. Indonesia harus mengimpor SBM lebih dari 1 juta ton per tahun sejak tahun 2000 (Siagian dan Danang 2003; Suara Pembaharuan 2004; Ritonga 2002) dan pada tahun 2005 sudah mencapai 1,8 juta ton (Riady 2006), sedangkan volume impor tepung ikan rata-rata 32.000 ton perbulan dan 40% diantaranya diolah menjadi pakan ikan (Kompas 2005). Produksi tepung ikan yang dipergunakan sebagai bahan pakan ikan meningkat sekitar 35% pada tahun 2000 dan diperkirakan akan mencapai 44% pada tahun 2010 (Baruah et al. 2004). Semakin tingginya permintaan akan tepung ikan dan SBM menyebabkan semakin tingginya harga pakan ikan. Salah satu upaya untuk mengurangi ketergantungan terhadap bahan baku impor dalam hal ini SBM, dapat dilakukan dengan penggunaan bahan baku alternatif lokal yang harganya murah serta dapat disediakan dalam jumlah yang besar dan terus menerus.
2
Sumber protein nabati selain tepung bungkil kedelai yang dapat digunakan dalam pakan ikan adalah tepung bungkil sawit (palm kernel meal/PKM) yang merupakan produk sampingan dari pembuatan minyak kelapa sawit. Ketersediaan PKM dalam negeri sangat melimpah bahkan 94% PKM yang diproduksi di ekspor. Indonesia adalah negara penghasil PKM nomor dua setelah Malaysia (Gelder et al. 2005). Penggunaan PKM dalam pakan ikan diharapkan dapat mengurangi penggunaan bahan baku impor sehingga dapat menurunkan harga pakan. Penggunaan PKM dalam pakan dibatasi oleh tiga faktor yaitu: (1) Rendahnya kandungan protein (4 sampai 18%), (2) kekurangan asam amino esensial khususnya asam amino sulphur dan kemungkinan juga lisin, (3) adanya antinutrien (Ng 2003). PKM mengandung 74,3 % non-starch polysaccharides (NSP) yang sulit dicerna (Choct 2001). Walaupun demikian, penggunaan PKM dalam pakan ikan sudah dilakukan oleh beberapa peneliti. Penelitian yang dilakukan oleh Ng et al. (2002) menunjukkan bahwa penggunaan PKM 20% pada pakan ikan tilapia (Oreochromis sp) dapat memberikan pertumbuhan dan efisiensi pakan yang tidak berbeda nyata dengan pakan yang menggunakan FM 21% dan SBM 23,83%. Penelitian lainnya menunjukkan bahwa penggunaan PKM yang optimal dalam pakan ikan nila tilapia (Oreochromis mosambicus) dapat mencapai 30% (Lim et al. 2001), juvenile Labeo senegalensis 10% (Omoregie 2000) dan pada juvenil patin jambal (Pangasius djambal) dapat mencapai 27% (Afifah, 2006). Hertrampf dan Felicitas (2000) merekomendasikan penggunaan PKM dalam pakan sebesar 3 sampai 8% untuk ikan karnivora sedangkan untuk ikan herbivora 5 sampai 10%. Penggunaan PKM dengan komposisi yang tepat dalam pakan diharapkan dapat memberikan pakan yang harganya relatif lebih murah namun tetap menghasilkan efisiensi pakan dan pertumbuhan yang tinggi bagi ikan lele (Clarias sp).
Perumusan Masalah Penggunaan bahan baku alternatif (selain tepung ikan) dalam pakan sering menyebabkan terjadinya pertumbuhan yang rendah. Pertumbuhan sangat bergantung pada tingkat retensi protein. Retensi protein dapat terjadi jika protein
3
dapat dimanfaatkan oleh ikan untuk pertumbuhan dan pemeliharaan. Pemanfaatan protein ini sangat dipengaruhi oleh kualitas protein. Suatu protein dikatakan berkualitas apabila mengandung asam amino esensial yang komposisinya serta jumlahnya sesuai dengan kebutuhan tubuh, serta asam amino tersebut dapat digunakan oleh tubuh (tersedia bagi tubuh). Dengan demikian, kualitas suatu protein ditentukan juga oleh daya cerna atau nilai cernanya yang pada akhirnya menentukan ketersediaan asam aminonya secara biologis. Keseimbangan jumlah asam amino esensial dalam pakan akan mempengaruhi tingkat sintesis protein yang akan diretens i. Selain dari protein itu sendiri, jumlah energi total yang terkandung dalam pakan juga akan mempengaruhi tingkat retensi protein. Keseimbangan antara energi total pakan yang dapat dicerna dan kadar protein pakan sangat penting untuk pertumbuhan ikan, karena apabila energi kurang, maka protein akan dipecah dan digunakan sebagai sumber energi. Pemakaian sebagian protein sebagai sumber energi ini akan menyebabkan pertumbuhan ikan terhambat, karena protein sangat berperan dalam pembentukan sel baru. Ketersediaan energi non protein harus didukung oleh kecernaan total pakan yang tinggi. Kualitas protein pakan yang meliputi keseimbangan komposisi asam amino esensial serta kecernaannya sangat dipengaruhi oleh bahan baku penyumbang protein dalam pakan. Bahan baku pakan yang terbaik saat ini adalah tepung ikan karena memiliki komposisi dan jumlah asam amino yang seimbang, namun hal ini tidak berarti bahwa semua sumber protein selain tepung ikan tidak dapat dipergunakan sebagai bahan baku pakan, paling tidak dapat menggantikan sebagian dari tepung ikan. Penggunaan PKM sebagai bahan baku alternatif harus menjamin bahwa pakan yang dibentuk mempunyai kecernaan total dan kecernaan protein yang yang tinggi dan mempunyai komposisi asam amino yang seimbang agar dapat dimanfaatkan dalam proses metabolisme. Jumlah PKM yang tepat dalam pakan diharapkan dapat membentuk pakan yang dapat dimanfaatkan secara optimal untuk pertumbuhan dan efisiensi pakan pada ikan lele.
4
Perumusan Hipotesis Jumlah PKM yang tepat dalam pakan dapat menghasilkan pakan yang memberikan tingkat pertumbuhan dan efisiensi pakan yang tinggi pada ikan lele (Clarias sp.). Tujuan dan Manfaat Percobaan ini bertujuan untuk menentukan jumlah PKM yang dapat memberikan pertumbuhan serta efisiensi pakan yang optimal pada ikan lele (Clarias sp). Manfaat
penelitian
adalah
untuk
memberikan
informasi
tentang
penggunaan PKM sebagai bahan baku alternatif dalam pakan ikan lele (Clarias sp).
5
TINJAUAN PUSTAKA Kebutuhan Nutrien Ikan Lele Protein adalah merupakan komponen utama jaringan dan organ dari tubuh hewan dan juga senyawa nitrogen lainnya seperti asam nukleat, enzim, hormon dan vitamin, sehingga keberadaannya harus secara terus menerus disuplai dari makanan untuk pertumbuhan dan perbaikan jaringan tubuh (Furuichi 1988). Jumlah protein yang diperlukan dalam pakan secara langsung dipengaruhi oleh komposisi asam amino pakan. Ikan membutuhkan 10 jenis asam amino esensial untuk menghasilkan pertumbuhan yang maksimal yaitu arginin, histidin, metionin, lisin, fenilalanin, isoleusin, treonin, triptofan dan valin. Asam amino esensial adalah asam amino yang tidak dapat disintesis oleh tubuh sehingga harus tersedia dalam pakan (NRC 1983). Kualitas suatu protein sangat ditentukan oleh kualitas dan kuantitas dari asam amino khususnya bioavailabilitas dari asam amino tersebut. Asam amino yang terserap dalam usus akan digunakan untuk: 1) Mengganti dan memelihara jaringan protein dan senyawa nitrogen; 2) pertumbuhan (peningkatan protein tubuh); dan 3) sebagai sumber energi. Peranan paling penting adalah untuk memelihara jaringan tubuh dan untuk pertumbuhan sedangkan sebagai sumber energi dapat diganti oleh karbohidrat dan lemak (Furuichi 1988). Jumlah asam amino yang digunakan untuk pertumbuhan akan semakin menurun seiring dengan penurunan tingkat pertumbuhan. Jumlah asam amino yang dapat digunakan untuk pertumbuhan dan maintenance sangat tergantung dari kualitas protein, tingkat asupan protein dan kandungan energi yang dapat dicerna dari pakan serta keadaan fisiologi ikan itu sendiri. Asam amino yang digunakan sebagai sumber energi akan dideaminasi dan dilepaskan sebagai amonia yang akan dikeluarkan melalui insang. Pakan yang mempunyai kualitas protein yang baik akan menghasilkan eskresi nitrogen yang lebih sedikit dari pada pakan yang mempunyai kualitas protein yang buruk (Furuichi 1988). Protein atau asam amino dibutuhkan secara terus menerus oleh ikan untuk membentuk jaringan baru (pertumbuhan dan reproduksi) atau untuk mengganti protein yang hilang (pemeliharaan). Ketidakcukupan protein dalam makanan akan
6
menurunkan pertumbuhan atau hilangnya bobot badan karena diambilnya protein dari jaringan yang kurang penting untuk memelihara jaringan yang lebih penting. Disisi lain jika protein terlalu banyak disuplai dari makanan, maka hanya sebagian kecil yang akan digunakan untuk membuat protein baru dan sisanya akan dikonversi menjadi energi (Halver dan Hardy 2002). Hal ini berarti bahwa pemanfaatan protein untuk pertumbuhan menjadi tidak efisien. Respon biologi yang penting dari organisme akuatik yang diberi pakan yang mengandung bahan pengganti tepung ikan antara lain adalah feed intake, perolehan bobot tubuh, rasio konversi pakan, komposisi tubuh, karakteristik sensory, tingkat kelulusan hidup dan respon imun (Yu 2005). Ikan, seperti juga dengan hewan lainnya, tidak mempunyai kebutuhan protein yang pasti, tapi membutuhkan komposisi asam amino esensial dan non esensial yang seimbang. Tingkat protein yang optimal dalam pakan untuk ikan dipengaruhi oleh keseimbangan protein dengan energi total pakan, komposisi asam amino dan kecernaan protein. Kebutuhan akan protein dipengaruhi oleh spesies, ukuran dan umur serta suhu air. Kebutuhan akan protein akan menurun seiring dengan peningkatan ukuran dan pertambahan umur dan meningkat seiring dengan peningkatan suhu (Halver dan Hardy 2002). Kebutuhan protein ikan salah satunya dipengaruhi oleh ukuran dan umur ikan. Kebutuhan protein kasar Clarias batrachus adalah 30% sedangkan untuk Clarias gariepinus adalah 40%, dengan energi total 18,6 kJ/g dan rasio energi protein 21,5 (mg/Kj) (Hasan 2000). Nursyam (1991) yang melakukan penelitian dengan menggunakan Clarias batrachus yang berukuran 1 g mengatakan bahwa bahwa secara umum kadar protein yang paling baik untuk Clarias batrachus adalah 40% dengan menggunakan kasein dan gelatin sebagai sumber protein dengan kandungan energi pakan adalah 3000 kkal/kg pakan. Penelitian yang dilakukan oleh Suhenda (1988) mendapatkan bahwa pakan dengan kadar protein 40% dan energi 3000 kkal/kg dapat digunakan untuk budidaya Clarias batrachus dengan bobot 1,5 g. Kebutuhan asam amino esensial ikan dapat diperkirakan berdasarkan komposisi asam amino otot ikan (Cho 1983). Pada beberapa penelitian diperoleh bahwa komposisi asam amino ikan tidak jauh berbeda dengan ik an lainnya, seperti pada ikan flat fish (atlantic halibut, yellowtail flounder dan japanese
7
flounder) (Kim dan Santosh 2000). Lemak berfungsi sebagai sumber energi dan sumber asam lemak esensial yang diperlukan untuk pertumbuhan. Lemak juga dapat membantu penyerapan vitamin yang larut dalam lemak. Ikan lele (Clarias batrachus Linn) memerlukan asam linoleat dan asam linolenat sebesar 1,53 – 1,56 % dan 0,60 – 0,73 % dalam pakannya (bobot kering) (Mokoginta 1986).
Bahan Pakan Sumber Nutrien/Protein Tepung Bungkil Kedelai (Soybean Meal/SBM) Komposisi proksimat SBM dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Komposisi proksimat SBM Komposisi proksimat Air Abu Protein Lemak Serat kasar BETN
Kandungan (%) 10,57 6,95 35,21 3,12 10,57 33,58
Hasil analisa (2006).
SBM mempunyai profil asam amino yang terbaik dibanding semua sumber protein nabati. Asam amino pembatas pada SBM adalah metionin dan lisin sedangkan arginin dan phenilalanin mempunyai jumlah yang cukup (Tabel 2). SBM memiliki makromineral dan mikromineral yang rendah termasuk fosfor jika dibandingkan dengan tepung ikan (NRC 1983). SBM adalah merupakan sumber vitamin B (Hertrampf dan Felicitas 2000; Bureau 2005: Cheng et al. 2003). Tabel 2. Komposisi asam amino esensial SBM (% protein) Asam Amino Esensial Arginin Histidin Isoleusin Leusin Lisin Metionin Phenilalanin Threonin Tryptophan Valin Sumber : SBM (Yamamoto et al. 1994).
SBM 7,15 1,93 4,66 8,22 6,28 1,29 5,33 4,09 0,49 4,42
8
Selain itu SBM memiliki kandungan anti nutrien yaitu protease inhibitors, lektin, phytic acid, saponin, phytoestrogen, antivitamin dan allergens. Anti nutrien ini dapat mempengaruhi penggunaan dan pencernaan protein, penggunaan mineral, antivitamin dan bersifat racun (Francis 2001). Tingkat kecernaan energi SBM oleh ikan pada umumnya berkisar antara 2,572 sampai 3,340 kkal/kg (10,8 sampai 14,0 MJ/kg). Pada ikan channel catfish tingkat kecernaan protein kasar SBM adalah sebesar 81,8%, dan tingkat kecernaan energinya adalah 51,4%. Namun demikian kecernaan protein tidak selalu menunjukkan kecernaan asam amino esensial. Berdasarkan data yang tersedia, kecernaan asam amino dari SBM oleh ikan channel catfish lebih baik dari pada kecernaan proteinnya (Hertrampf dan Felicitas 2000). Tingkat kecernaan nutrien SBM pada ikan- ikan salmon air tawar lebih tinggi dibandingkan ikan salmon yang ada di air laut (Usher et al. 1990). Penggantian tepung ikan sebanyak 50% dengan menggunakan SBM pada pakan rainbow trout menghasilkan pertumbuhan yang tidak berbeda nya ta dengan pakan kontrol (fish meal/FM 32,8%). Penggantian tepung ikan sampai 75% akan menghambat pertumbuhan namun tingkat FCR tidak berbeda secara signifikan dengan pakan yang mengandung FM 32,8%. Penggantian total FM akan menurunkan pertumbuhan dan mempertinggi nilai FCR sedangkan penambahan asam amino metionin hidroxy analog pada pakan ikan rainbow trout yang menggunakan SBM sebagai pengganti FM tidak mempengaruhi pertumbuhan dan FCR (Cheng et al. 2003). Pada ikan red snapper (Lutjanus argentimaculatus) penggunaan SBM untuk mengganti FM juga dapat mencapai 50% (Catacutan dan Pagador 2004). Suprayudi et al. (1999) menyatakan bahwa penggantian tepung ikan dengan defatted soybean meal pada ikan gurami (Osphronemus gouramy) sebesar 50% memberikan palatabilitas yang baik. Peningkatan SBM sebesar 75% akan mereduksi palatabilitas dan acceptabilitas.
9
Tepung Bungkil Sawit (Palm Kernel Meal/PKM) Tepung bungkil sawit adalah merupakan produk sampingan dari minyak sawit. PKM lebih tepat disebut sebagai sumber karbohidrat dibanding sebagai sumber protein karena kandungan proteinnya yang rendah sedangkan kandungan karbohidratnya tinggi. Komposisi proksimat PKM dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Komposisi proksimat PKM Komposisi proksimat Air Abu Protein Lemak Serat kasar BETN
Kandungan (%) 4,92 4,95 14,27 9,51 25,19 41,17
Hasil analisa (2006).
PKM mempunyai kandungan protein yang berkisar antara 15 sampai 18% dan mengalami kekurangan lisine dan metionin (Tabel 4). Kandungan serat kasar dari PKM sangat tinggi dan rasio Ca:P adalah 1:2,4. PKM merupakan sumber mangan yang baik (Hertrampf dan Felicitas 2000). Tabel 4. Komposisi asam amino esensial PKM (% protein) Asam Amino Esensial Arginin Histidin Isoleusin Leusin Lisin Metionin Phenilalanin Threonin Tryptophan Valin Sumber : PKM (Hertrampf dan Felicitas 2000).
PKM 2,32 0,32 0,64 1,19 0,54 0,33 0,79 0,61 0,20 0,82
PKM mengandung sedikitnya 60% NSP (non-starch polysaccharides) yang merupakan faktor pembatas utama dalam penggunaannya pada pakan hewan monogastric karena tidak dapat dicerna (Choct 2001; Choi et al. 2004 ). Pada juvenil turbot (Psetta maxima) keberadaan NSP dan faktor anti nutrien lainnya dalam pakan yang menggunakan tepung Lubinus albus sebagai pengganti tepung ikan diduga memperlambat retensi pakan dalam lambung sehingga mempengaruhi
10
tingkat
pengambilan
pakan
(Fournier
2004).
NSP
dapat
mengganggu
pertumbuhan karena NSP akan terikat dalam air dan membentuk semacam gum di dalam intestine, meningkatkan viskositas baha n-bahan yang ada dalam usus dan menghalangi aktifitas enzim pencernaan sehingga berpotensi menjadi antinutrisi jika berada dalam pakan ikan (Francis et al. 2001) Penggunaan PKM 20% (bobot kering) dalam pakan ikan nila tilapia (Oreocromis sp) tidak menunj ukkan pengaruh negatif terhadap pertumbuhan dan efisiensi pakan bila dibandingkan dengan pakan kontrol yang menggunakan FM 21,19 dan SBM 30,73% sebagai sumber protein, namun jika PKM diberi perlakuan dengan menggunakan enzim maka penggunaan PKM 40 % akan memberikan pertumbuhan yang lebih baik dari penggunaan PKM tanpa ada perlakuan. Semakin tinggi penggunaan PKM dalam pakan ikan nila tilapia (Oreochromis sp) akan semakin menurunkan tingkat kecernaan protein, lemak dan energi (Ng 2002). Penelitian yang dilakukan oleh Lim (2001) pada ikan tilapia (Oreocromis mossambicus) menunjukkan bahwa penggunaan PKM 30% dalam pakan memberikan pertumbuhan yang tidak berbeda nyata dengan ikan yang diberi pakan kontrol yang menggunakan tepung ikan 43% dan SBM 20,75% sebagai sumber protein walaupun tingkat kecernaan proteinnya lebih rendah dari pakan kontrol. Semakin tinggi penggunaan PKM dalam pakan akan menurunkan kecernaan bahan kering pakan dan kecernaan proteinnya. Pada juvenil Labeo senegalensis pemberian pakan yang menga ndung PKM 10% dalam pakan menunjukkan pertumbuhan dan tingkat konversi pakan yang sama dengan pakan kontrol yang hanya menggunakan tepung ikan sebagai sumber protein meskipun tingkat kecernaan pakannya lebih rendah. Penggunaan PKM lebih dari 10% akan menekan pertumbuhan juvenil Labeo senegalensis (Omoregie 2001). Juvenil patin jambal siam (Pangasius djambal) dapat menggunakan PKM sebanyak 27% dalam pakan dengan sumbangan protein dari PKM dapat mencapai 11% (Afifah 2006). Hertrampf dan Felicitas (2000) menyarankan penggunaan PKM dalam pakan sebanyak 5 sampai 10 % untuk ikan herbivora dan 3 sampai 8 % untuk ikan karnivora.
11
Tepung Tulang dan Daging (Meat and Bone Meal/MBM) MBM adalah merupakan suatu sumber protein hewani yang mempunyai komposisi kimia yang sangat bervariasi yang bergantung pada kualitas dari bahan bakunya. Tingginya bagian tulang dan/atau lemak dalam bahan dasar MBM akan menyebabkan tingginya kadar abu dan/atau kandungan lemak yang dapat mereduksi kandungan protein yang dihasilkan (Hertrampf dan Felicitas 2000). Komposisi proksimat MBM dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Komposisi proksimat MBM Komposisi Proksimat Air Abu Protein Lemak Serat kasar BETN
Kandungan (%) 9,36 2,21 58,06 5,36 2,02 22,98
Hasil analisa (2006).
Kisaran komposisi nutrien MBM sangat tinggi, sehingga dalam penggunaannya sebaiknya MBM terlebih dahulu dianalisa pada setiap kali akan menggunakan tepung tersebut. Hal ini disebabkan karena terjadinya perbedaan bahan baku (daging) dan pengolahan yang dilakukan terhadap bahan baku (Hertrampf dan Felicitas 2000; Yu 2005). Pakan dengan sumber protein hewani yang berasal dari produk sampingan hewan seperti, tepung darah, tepung bulu, dan MBM kemungkinan kekurangan beberapa asam amino karena bahan-bahan ini cenderung mempunyai profile asam amino (Tabel 6) yang tidak sempurna dan pola kecernaan asam amino yang bervariasi (Bureau 2005). Tabel 6. Komposisi asam amino esensial MBM (% protein) Asam Amino Esensial Arginin Histidin Isoleusin Leusin Lisin Metionin Phenilalanin Threonin Tryptophan Valin Sumber : Diolah dari data Allan et al. (2000).
MBM 7,93 1,63 2,64 5,49 5,08 1,42 3,05 3,25 2,24 4,07
12
Isoleusin dan metionin+sistein adalah merupakan asam amino pembatas jika dibandingkan dengan komposisi asam amino pada protein telur. Semakin tinggi kandungan abu maka kandungan makromineral juga akan meningkat sedangkan kandungan mikromineral (trace) lebih sedikit karena umumnya mikromineral disimpan dalam daging. Kandungan vitamin MBM sangat rendah (Hertrampf dan Felicitas 2000). Tingkat kecernaan energi MBM secara umum pada ikan lebih rendah 8 sampai 10% dari pada tepung ikan sedangkan kecernaan fosfornya adalah 63 sampai 70%. Kecernaan semu protein MBM pada ikan trout, salmon, Japanese seabass dan striped bass adalah sebesar 83% sedangkan kecernaan energinya sebesar 73% (Yu 2005). Pada ikan silver perch (Bidyanus bidyanus) tingkat kecernaan semu proteinnya adalah 71,5%, energi 75,2% dan bahan kering 50,1% (Allan et al. 2000). Kecernaan protein MBM pada berbagai pene litian relatif tinggi namun demikian kecernaan bahan kering MBM relatif rendah (40 sampai 50%) yang disebabkan karena tingginya kadar abu (25 sampai 30% dan fosfor 4 sampai 5 %) (Bureau 2005). Pada pakan benih ikan nila (Oreochromis niloticus), MBM dapat menggantikan 25% tepung ikan tanpa menimbulkan efek negatif terhadap pertumbuhannya (Tacon et al. 1984). Pada benih tilapia (Oreochromis mossambicus) penggantian sebagian tepung ikan dengan menggunakan MBM memperlihatkan pertumbuhan yang sama dengan ikan yang diberi pakan dengan menggunakan 100% tepung ikan, akan tetapi apabila dilakukan penggantian total tepung ikan dengan menggunakan MBM akan memberikan pertumbuhan yang buruk. Pertumbuhan yang tidak baik akan ditunjukkan oleh juvenil ikan common carp jika dalam pakannya digunakan MBM dengan tingkat substitusi FM lebih dari 70% (Hertrampf dan Felicitas 2000). Tepung ikan pada pakan catfish dapat diganti dengan MBM sebanyak 80%, tilapia 70%, eel 30%, juvenil common carp 20%; dan yearling common carp 70% (Yu 2005). Beberapa literatur menunjukkan bahwa penggunanan MBM dibawah 50% sebagai substitusi protein FM tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap konsumsi pakan, survival rate, komposisi tubuh dan sensor ikan namun efisiensi konversi pakan pada umumnya akan menurun sebanyak 5% yang
13
kemungkinan disebabkan oleh menurunnya kecernaan pakan, profile asam amino, kandungan energi dan kandungan lemak (Yu 2005). Kandungan asam amino ensensial pada MBM lebih rendah daripada FM, namun demikian perbedaan kandungan tersebut dapat diperbaiki dengan penggunaan asam amino kristallin atau dengan mencampurnya dengan bahan protein lainnya. MBM tidak mengandung faktor anti nutrien, phytate fosforus, karbohidrat kompleks, non-palatabel dan tidak berbahaya (Yu 2005). Penggunaan MBM di dalam pakan dibatasi oleh kandungan abunya yang tinggi. Jumlah MBM yang direkomendasikan untuk digunakan dalam pakan budidaya ikan adalah 10,0 sampai 15,0% (Hertrampf dan Felicitas 2000).
14
BAHAN DAN METODE Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Basah Nutrisi Ikan Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai Juli 2006. Pakan Uji Pakan uji berbentuk pelet dan terdiri dari lima jenis pakan dengan komposisi jumlah bahan baku yang berbeda. Kandungan protein pakan berkisar 30% dengan CP ratio yang berkisar 14,28 kkal GE/g protein. Semua pakan menggunakan 20% tepung ikan dalam pakan. Pakan A sebagai kontrol menggunakan 31% SBM dalam pakan tanpa menggunakan PKM. Pakan B, C, D dan E menggunakan PKM sebagai berikut : Perlakuan A :
0% PKM
Perlakuan B
:
8 % PKM
Perlakuan C
:
12% PKM
Perlakuan D
:
16% PKM
Perlakuan E
:
18% PKM
Minyak ikan dan minyak kedelai digunakan sebagai sumber lemak dengan perbandingan 0,8:1,4. Komposisi pakan uji dan hasil analisa proksimat pakan uji disajikan pada Tabel 7 dan 8. Tabel 7. Komposisi pakan uji (g/100 g pakan) Bahan Penyusun Tepung ikan Bungkil kedelai Bungkil kelapa sawit Tepung tulang dan daging Pollard Tapioka Minyak ikan Minyak kedelai Vitamin mix Cholin clorida Mineral mix
A(0) 20,0 31,0 0,0 0,0 36,0 3,0 1,8 3,2 1,5 0,5 3,0
Perlakuan (% PKM) B(8) C(12) D(16) 20,0 20,0 20,0 24,0 16,0 8,0 8,0 12,0 16,0 3,0 7,0 11,0 32,0 32,0 32,0 3,0 3,0 3,0 1,8 1,8 1,8 3,2 3,2 3,2 1,5 1,5 1,5 0,5 0,5 0,5 3,0 3,0 3,0
E(18) 20,0 0,0 18,0 15,0 34,0 3,0 1,8 3,2 1,5 0,5 3,0
15
Tabel 8. Komposisi proksimat pakan (% bobot kering) Komposisi Proksimat Protein Lemak BETN 1 Serat kasar Abu Kadar Air Energi (kkal GE/100g) 2 Energi/protein (kkal DE/g protein) 1 2
A(0) 30,69 9,37 40,86 9,67 9,42 6,38 427,42 13,93
Perlakuan (% PKM) B(8) C(12) D(16) 30,74 30,41 30,43 9,32 9,44 10,65 41,34 43,81 42,08 9,08 7,96 8,56 9,51 8,32 8,28 7,17 9,08 9,20 429,27 438,89 443,05 13,96
14,43
14,56
E(18) 30,65 10,74 42,20 8,54 7,87 8,67 445,61 14,54
Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen Total energi tercerna (GE/ Gross Energy) dihitung berdasarkan nilai ekuivalen untuk protein 5,6 kkal g -1 , lemak 9,4 kkal g -1 , dan BETN 4,1 kkal g -1 .
Pemeliharaan Ikan dan Pengumpulan Data Ikan uji yang digunakan adalah ikan lele (Clarias sp) dengan bobot 18,4+0,3 g dengan kepadatan 10 ekor per akuarium. Wadah pemeliharaan menggunakan 15 akuarium yang berukuran 50×40×35 cm dengan volume 60 liter yang dilengkapi dengan sistem aerasi dan sirkulasi air. Ikan yang akan dijadikan sampel diadaptasikan selama 20 hari sebelum diberi pakan uji. Air yang digunakan untuk pemeliharaan terlebih dahulu diendapkan dan diaerasi minimal selama 24 jam dalam bak penampungan. Pengukuran kualitas air dilakukan tiga kali yaitu pada awal, pertengahan dan akhir penelitian. Hasil pengukuran kualitas air : Suhu 30 sampai 32o C, pH 6,15 sampai 7,2, amonia 0,5 sampai 1,05 mg/l. Kisaran hasil pengukuran kualitas air yang diperoleh masih dalam batas toleransi yang dapat mendukung pertumbuhan ikan lele (Clarias sp). Pemeliharaan ikan dilakukan selama 60 hari. Selama masa pemeliharaan ikan diberi pakan sesuai perlakuan sampai kenyang (at satiation) sebanyak tiga kali sehari yaitu pada jam 06.00, 12.00 dan 18.00 WIB. Pengukuran bobot dilakukan pada awal dan akhir penelitian. Bobot yang diukur adalah bobot biomassa yang kemudian dirata-ratakan untuk setiap ekor ikan. Pada saat penimbangan, ikan terlebih dahulu dibius dengan menggunakan 2-phenoxy ethanol 0,5 mg/liter untuk mengurangi stress pada ikan. Sebelum penimbangan dilakukan, ikan terlebih dahulu dipuasakan selama 24 jam.
16
Pengukuran bobot dilakukan untuk mengetahui tingkat pertumbuhan. Jumlah pakan yang diberikan selama penelitian dihitung untuk mengetahui tingkat konsumsi pakan dan perhitungan efisiensi pakan. Analisis Kimia Analisis kimia dilakukan untuk mengetahui komposisi proksimat bahan baku pakan, pakan, tubuh ikan, hati dan feses. Bahan baku pakan diproksimat sebagai dasar penyusunan pakan sedangkan pakan yang telah dibentuk juga diproksimat untuk mengecek komposisi proksimatnya. Analisa proksimat tubuh dan hati dilakukan pada awal dan akhir penelitian yang bertujuan untuk menghitung tingkat retensi protein dan retensi lemak tubuh sedangkan proksimat hati dilakukan untuk mengetahui terjadinya penumpukan lemak pada hati. Analisa proksimat feses dilakukan untuk menghitung kecernaan total pakan dan kecernaan protein pakan. Analisa proksimat yang dilakukan terdiri atas : protein, lemak, sarat kasar, abu, bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN) dan kadar air. Khusus untuk hati, analisa proksimatnya hanya menghitung kandungan lemak, protein dan air sedangkan analisa proksimat feses hanya mengukur kandungan protein. Analisa proksimat untuk protein kasar dilakukan dengan metode Kjeldhal lemak dengan metode ekstraksi menggunakan alat Soxhlet; abu dengan menggunakan pemanasan dalam tanur pada suhu 400 sampai 600 o C, serat kasar menggunakan metode pelarutan sampel dengan asam dan basa kuat serta pemanasan, dan; kadar air dengan menggunakan metode pemanasan dalam oven pada suhu 105 sampai 110o C. Lemak hati diproksimat dengan menggunakan metode Folch et al. (Takeuchi 1988). Prosedur analisa dapat dilihat pada Lampiran 1. Histologi Hati Histologi hati dilakukan untuk melihat terjadinya penumpukan lemak dan perbedaan keadaan hepatosit pada setiap perlakuan. Pengambilan sampel hati dilakukan pada akhir penelitian. Hati langsung diambil sesaat setelah ikan mati dan dimasukkan dalam larutan Bouin. Pembuatan preparat histologi hati
17
dilakukan dengan metode pewarnaan hematoksilin-eosin. Prosedur histologis hati dapat dilihat pada Lampiran 2. Hasil histologi selanjutnya diamati dengan mikroskop pada pembesaran 1000x. Uji Kecernaan Pakan Uji kecernaan pakan dilakukan setelah masa perlakuan untuk respon pertumbuhan selesai (setelah 60 hari). Pakan yang diberikan adalah pakan perlakuan
yang telah diberi Cr2 O3 0,7%. Sebelum pengambilan feses, ikan
diadaptasikan selama 10 hari dengan pakan uji. Pemberian pakan uji dilakukan sampai kenyang dan pengambilan feses dilakukan 2 jam setelah pemberian pakan. Pengambilan feses dilakukan dengan metode penyiponan. Pengumpulan feses dilakukan selama 10 hari. Pengukuran Eskresi Total Amonia Nitrogen (TAN) Pengukuran total amonia nitrogen (TAN) dilakukan untuk mengetahui besarnya total amonia nitrogen (NH3 -N) yang dieskresikan oleh ikan. Pengukuran TAN dalam air menggunakan metode Phenate. Ikan uji ditimbang kemudian dipuasakan selama 24 jam. Koreksi konsentrasi amonia di air selama pengukuran TAN dilakukan dengan menyediakan akuarium yang diisi air tanpa ikan sebagai kontrol. Pengambilan sampel air dilakukan setelah ikan diberi pakan sampai kenyang (jam ke 0). Pengukuran TAN berikutnya dilakukan setiap jam sampai jam kelima. Selama pengukuran berlangsung, aerasi dan sistem sirkulasi dihentikan. Untuk menghindari terjadinya pengaruh dari luar (difusi oksigen atau lepasnya amonia) maka akuarium ditutup dengan stirofoam. Analisis Data Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap yang terdiri atas 5 perlakuan dan 3 ulangan dengan jumlah satuan percobaan 15 yang berupa akuarium. Uji kecernaan dan total eskresi amonia hanya menggunakan 2 ulangan. Parameter yang akan diuji secara statistik adalah tingkat konsumsi pakan, retensi protein, retensi lemak, laju pertumbuhan harian, efisiensi pakan, tingkat kecernaan pakan, kecernaan protein dan TAN. Untuk mengetahui pengaruh pakan uji
18
terhadap setiap peubah yang diukur digunakan analisis ragam (uji F). Jika terdapat perbedaan antara perlakuan dilanjutkan dengan uji BNT (Duncan test). Histologi hati dianalisa secara deskriptif. Variabel yang diuji secara statistik adalah sebagai berikut : 1. Retensi protein dan lemak (Takeuchi 1988) RP
= bobot protein tubuh akhir (g) – bobot protein tubuh awal (g) x 100 % bobot total konsumsi protein (g)
RL
= bobot lemak tubuh akhir (g) – bobot lemak tubuh awal (g) x 100 % bobot total konsumsi lemak (g) Keterangan : RP
= Retensi protein (%)
RL
= Retensi lemak (%)
2. Laju pertumbuhan (Huisman 1976) Wt = Wo (1 + 0,01 a )t Keterangan : a
= Laju pertumbuhan harian
Wo
= Bobot rata-rata ikan pada awal percobaan (g)
Wt
= Bobot rata-rata ikan pada akhir percobaan (g)
t
= Waktu pemeliharaan (hari)
3. Efisiensi pakan (Takeuchi 1988)
EP =
[(Bt + Bd ) − Bo ] x100% F
Keterangan : Bt
= Bobot ikan pada akhir percobaan (g)
Bo
= Bobot ikan pada awal percobaan (g)
Bd
= Jumlah bobot ikan yang mati selama percobaan (g)
F
= Jumlah pakan yang dikonsumsi selama percobaan (g)
4. Kecernaan pakan (Apparent Digestibility Coeficient/ADC) (Takeuchi 1988) % Nutrient dalam feses % Cromium oksida dalam pakan ADC (%) = 1 × ×100 % Nutrient dalam pakan % Cromium oksida dalam feses
19
5. Eskresi amonia nitrogen/NH3 -N Ekskresi NH3 -N (mg/g tubuh/jam) =
[NH 3 − N ]t − [NH 3 − N ]t i
0
xV
g x t
Keterangan : [NH3 -N]ti [NH3 -N]to V t g
= Konsentrasi amonia pada akhir pengamatan (mg/l) = Konsentrasi amonia pada awal pengamatan (mg/l) = Volume air di dalam wadah (liter) = Lama pengambilan sampel (jam) = Bobot ikan (g)
20
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Hasil percobaan penggunaan tepung bungkil kelapa sawit (PKM) dalam pakan dapat mempengaruhi pertumbuhan ikan lele (Clarias sp). Data perubahan bobot rata-rata ikan per ekor dapat dilihat pada Gambar 1. Data selengkapnya
Bobot rata-rata (g)
dapat dilihat pada Lampiran 3.
140 120 100 80 60 40 20 0
Awal Akhir
A(0)
B(8)
C(12)
D(16)
E(18)
Perlakuan Gambar 1. Bobot rata-rata ikan lele (Clarias sp) pada awal dan akhir percobaan Penggunaan PKM dalam pakan dapat mempengaruhi (p<0,05) tingkat konsumsi pakan, laju pertumbuhan harian, efisiensi pakan dan retensi protein, sedangkan untuk retensi lemak tidak dipengaruhi (p>0,05) oleh perlakuan (Lampiran 9,10,11,12 dan 13). Data mengenai tingkat konsumsi pakan, laju pertumbuhan harian, efisiensi pakan, retensi protein dan retensi lemak untuk setiap perlakuan disajikan pada Tabel 9 dan data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 3,4 dan 5.
21
Tabel 9. Rata-rata Konsumsi Pakan (KP), Laju Pertumbuhan Harian (LPH), Efisiensi Pakan (EP), Retensi Protein (RP) dan Retensi Lemak (RL). Parameter
A(0)
B(8)
Perlakuan (% PKM) C(12) D(16)
E(18)
KP (g) 113,71 + 11,54a 1 LPH (%) 3,11 + 0,22a EP (%) 79,01 + 4,19ab RP (%) 34,22 + 2,26a RL (%) 55,42 + 9,49a
05,40 + 7,09a 85,00 + 6,63b 62,66 + 2,00c 62,39 + 5,38c 3,01 + 0,13a 2,56 + 0,13b 2,09 + 0,06c 2,00 + 0,19c a b bc 82,05 + 2,83 73,38 + 2,47 68,39 + 1,50 63,34 + 6,81c a b b 36,13 + 2,29 30,59 + 2,23 31,23 + 1,51 27,52 + 1,57c a a a 58,72 + 6,50 55,32 + 4,03 53,42 + 1,01 50,77 + 16,22a Keterangan: Huruf superskrip dibelakang nilai standar deviasi yang berbeda pada setiap baris menunjukkan adanya perbedaan nyata antara perlakuan (p<0,05)
Tingkat konsumsi pakan paling tinggi terjadi pada perlakuan A(0) dan B(8) (p>0,05). Kemudian menurun seiring dengan semakin meningkatnya penggunaan PKM yaitu pada perlakuan C(12) kemudian D(16)=E(18) (p>0,05) (Lampiran 9). Laju pertumbuhan harian tertinggi diperoleh pada perlakuan A(0) dan B(8) (p>0,05). Laju pertumbuhan semakin menurun seiring dengan semakin tingginya penggunaan PKM. Laju pertumbuhan ikan yang terendah terjadi pada perlakuan D(16) dan E(18) (p>0,05) (Lampiran 10). Perlakuan A(0) dan B(8) memiliki tingkat efisiensi paling tinggi (p>0,05) dan semakin menurun pada perlakuan C(12), D(16) dan E(18) (p<0,05) (Lampiran 11). Retensi protein tertinggi terjadi pada perlakuan A(0) dan B(8) (p>0,05). Retensi protein selanjutnya akan semakin menurun pada perlakuan C(12) dan D(16) (p>0,05) dan paling rendah pada perlakuan E(18) (Lampiran 12), sedangkan retensi lemak tidak dipengaruhi (p>0,05) oleh penggunaan PKM dalam pakan (Lampiran 13). Hasil analisa proksimat tubuh ikan pada awal dan akhir penelitian menunjukkan bahwa secara umum terjadi peningkatan kandungan protein dan lemak tubuh selama pemberian pakan perlakuan. Pengaruh pakan percobaan terhadap komposisi proksimat tubuh ikan pada setiap perlakuan disajikan pada Tabel 10 dan untuk proksimat selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 6.
22
Tabel 10. Komposisi proksimat tubuh (% bobot kering) dan hati (% bobot basah) ikan lele (Clarias sp). Parameter
Awal
Tubuh : Protein Lemak Abu Air Hati : Protein Lemak Air Keterangan:
51,45 14,93 17,11 74,50
A(0) 55,15+1,94a 25,28+2,44a 15,23+0,22a 76,00+0,50a
Perlakuan (% PKM) B(8) C(12) D(16) 56,16+1,13a 24,87+2,38a 15,05+0,56a 75,01+0,38a
54,01+2,25a 26,94+2,23a 15,41+1,33a 76,15+0,48a
53,96+0,64a 27,52+0,44a 15,59+0,41a 74,78+0,38a
E(18) 52,66+4,46a 27,82+5,25a 16,17+1,06a 74,83+1,01a
13,58 13,38+4,25a 14,81+5,60a 11,99+0,42a 12,18+1,19a 11,65+0,99a a a b b 4,97 17,03+5,50 15,77+6,81 7,69+0,85 8,60+0,59 10,06+0,56b a a a a 67,62 69,10+10,33 67,36+11,94 78,85+1,40 77,17+0,46 73,78+3,07a Huruf superskrip dibelakang nilai standar deviasi yang berbeda pada setiap baris menunjukkan adanya perbedaan nyata antara perlakuan (p<0,05)
Secara umum penggunaan PKM tidak mempengaruhi kandungan protein, lemak, abu dan air tubuh ikan lele (p>0,05) (Lampiran 14, 15, 16 dan 17). Kandungan lemak tubuh mengalami peningkatan yang cukup tinggi dibandingkan dengan peningkatan kandungan protein. Hasil proksimat hati ikan lele menunjukkan adanya pengaruh (p<0,05) perlakuan terhadap kandungan lemak hati namun tidak berpengaruh terhadap kandungan protein dan air hati ikan lele (p<0,05). Kandungan lemak hati tertinggi terjadi pada perlakuan A(0) kemudian diikuti oleh perlakuan B(8) (p>0,05) sedangkan perlakuan C(12), D(16) dan E(18) memiliki kandungan lemak yang lebih rendah (p>0,05) (Lampiran 18, 19 dan 20). Hasil pengukuran eskresi total amonia nitrogen (NH3 -N), kecernaan protein serta kecernaan pakan disajikan pada Tabel 11. Data untuk setiap ulangan dapat dilihat pada Lampiran 7 dan 8. Tabel 11.Kecernaan Pakan (KP), Kecernaan Protein Pakan (KPP) dan eskresi Total Amonia Nitrogen (TAN) Parameter
A(0)
% Protein SBM:% Protein PKM: % Protein MBM B(8) C(12) D(16) E(18)
KP (%) 69,09 + 1,10a KPP (%) 87,64 + 0,48a TAN 0,017 + 0,002a (mg/g tubuh/ jam)
68,93 + 1,80a 86,76 + 1,10a 0,018 + 0,003a
66,55 + 0,67a 83,78 + 0,26b 0,021 + 0,003a
59,01 + 1,81b 80,99 + 0,47c 0,020 + 0,010a
60,37 + 3,39b 80,05 + 2,16c 0,021 + 0,001a
Keterangan: Huruf superskrip dibelakang nilai standar deviasi yang berbeda pada setiap baris menunjukkan adanya perbedaan nyata antara perlakuan (p<0,05).
23
Penggunaan PKM dalam pakan dapat mempengaruhi (p<0,05) tingkat kecernaan total pakan dan protein pakan. Semakin tinggi tingkat penggunaan PKM dalam pakan maka tingkat kecernaan pakan dan kecernaan protein pakan akan semakin menurun. Kecernaan pakan tertinggi terjadi pada perlakuan A(0),B(8) dan C(12) (p>0,05) kemudian menur un pada perlakuan D(16) dan E(18) (p>0,05). Perlakuan A(0) dan B(8) (p>0,05) memiliki kecernaan protein paling tinggi dan kemudian menurun pada perlakuan C(12) dan paling rendah pada perlakuan D(16) dan E(18) (p>0,05) (Lampiran 21 dan 22). Total ekskresi NH3 -N yang diukur selama lima jam menunjukkan tidak adanya pengaruh (p>0,05) perlakuan terhadap total eskresi amonia (Lampiran 23). Pengaruh penggunaan PKM dalam pakan terhadap hati ikan lele dilakukan dengan mengamati preparat histologi hati ikan pada pembesaran 1000 kali seperti yang ditampilkan pada Gambar 2 sampai Gambar 6. Preparat hati ikan lele yang diberi perlakuan menunjukkan bahwa terdapat perbedaan dalam hal jumlah sel persatuan luas dan ukuran vakuola yang berbeda.
Gambar 2. Histologi hati ikan lele (Clarias sp) yang diberi perlakuan A(0) (pembesaran 1000 x).
24
Gambar 3. Histologi hati ikan lele (Clarias sp) yang diberi perlakuan B(8) (pembesaran 1000 x).
Gambar 4. Histologi hati ikan lele (Clarias sp) yang diberi perlakuan C(12) (pembesaran 1000 x).
25
Gambar 5. Histologi hati ikan lele (Clarias sp) yang diberi perlakuan D(16) (pembesaran 1000 x).
Gambar 6. Histologi hati ikan lele (Clarias sp) yang diberi perlakuan E(18) (pembesaran 1000 x). Berdasarkan ga mbar histologi hati di atas dapat diketahui bahwa, hepatosit ikan pada perlakuan A(0) dan B(8) memiliki vakuola dengan ukuran yang lebih besar jika dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Perlakuan C(12), D(16) dan E(18) hampir tidak memiliki vakuola dan memiliki kerapatan yang lebih tinggi dibanding dengan perlakuan A(0) dan B(8).
26
Pembahasan Parameter uji yang digunakan untuk mengevaluasi pengaruh penggunaan tepung bungkil kelapa sawit (PKM) menunjukkan bahwa tingkat penggunaan PKM yang optimal dalam pakan adalah sebesar 8%. Terjadinya pertumbuhan pada semua perlakuan merupakan indikator bahwa energi yang dikonsumsi sudah melebihi energi yang dibutuhkan untuk maintenance dan voluntary (NRC 1983; Steffens 1989). Laju pertumbuhan harian menunjukkan tingkat pertumbuhan ikan setiap harinya. Tingkat pertumbuhan tertinggi terjadi pada pakan A(0) dan B(8). Penggunaan PKM pada pakan B(8) memberikan efisiensi pakan yang setara dengan perlakuan A(0). Yamamoto et
al. (1995) mengatakan bahwa
penggabungan beberapa sumber protein dapat meningkatkan tingkat penggantian tepung ikan. Semakin tinggi penggunaan PKM dalam pakan dapat menekan pertumbuhan ikan. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh komposisi asam amino pakan yang tidak seimbang, penurunan tingkat kecernaan nutrisi pakan dan palatabilitas. Selain itu PKM banyak mengandung non-starch polysaccharida (NSP) yang berpotensi untuk menjadi anti nutrisi jika berada dalam pakan ikan karena NSP akan terikat dalam air dan membentuk semacam gum di dalam intestine, meningkatkan viskositas bahan-bahan yang ada dalam usus dan menghalangi aktifitas enzim pencernaan sehingga akan menekan pertumbuhan (Francis et al. 2001). Di daerah tropis yang mempunyai kelembaban dan suhu yang tinggi serta penyimpanan yang kurang baik dapat menyebabkan tumbuhnya jamur khususnya dari genus Aspergillus yang menghasilkan senyawa kimia yang sangat toksik yakni aflatoksin. Aflatoksin akan menyebabkan pertumbuhan yang lambat, mengurangi tingkat konsumsi pakan, pathologis pada hati serta mempengaruhi pankreas dan ginjal (Lim et al. 2001). Kandungan aflatoksin dalam PKM bisa diminimalisir bahkan tidak teridentifikasi jika PKM ditangani dengan baik selama masa penyimpanan (Sue 2001).
27
Indeks asam amino esensial pakan dan asam amino esensial tubuh dapat digunakan untuk menentukan kebutuhan asam amino esensial ikan. Pola asam amino esensial pakan dapat dihitung berdasarkan kandungan asam amino esensial bahan baku penyumbang protein (Tabel 12). Tabel 12. Komposisi asam amino esensial pakan percobaan dan tubuh ikan (% protein). Asam amino esensial
Perlakuan (% PKM)
Tubuh Ikan*
Arginin 2,54 Histidin 4,24 Isoleusin 2,01 Leusin 3,78 Lisin 3,59 Metionin 1,84 Phenilalanin 2,27 Threonin 2,22 Tryptophan 0,42 Valin 2,42 * Hasil analisa (2006).
A(0) 5,50 2,23 3,67 6,62 5,81 1,79 3,92 3,76 0,63 3,97
B(8) 5,46 2,18 3,45 6,29 5,61 1,78 3,67 3,63 0,73 3,87
C(12). 5,43 2,12 3,19 5,91 5,39 1,77 3,39 3,49 0,88 3,77
D(16) 5,40 2,06 2,94 5,54 5,18 1,76 3,11 3,35 1,02 3,67
E(18) 5,36 2,01 2,69 5,17 4,96 1,75 2,82 3,21 1,16 3,57
Berdasarkan data dari Tabel 12, kebutuhan asam amino esensial ikan lele (Clarias sp) dan ketersediaan asam amino esensial dalam pakan dapat digambarkan dengan menghitung rasio asam amino esensial pakan/tubuh ikan (Gambar 7). A(0) B(8) C(12) D(16) E(18) Tubuh
Rasio AAE pakan/tubuh ikan (%)
300
250
200
150
100
50
Gambar 7.
Va lin
Tr yp top ha n
Th reo nin
Ph en ilal an in
M etio nin
Lis in
Le usi n
Iso leu sin
Hi stid in
Ar gin in
0
Perbandingan (%) asam amino esensial pakan dan asam amino esensial tubuh ikan lele (Clarias sp).
28
Gambar 7 menunjukkan bahwa dari keseluruhan asam amino esensial, hanya asam amino triptopan yang mengalami peningkatan jumlah sedangkan yang lainnya mengalami penurunan seiring dengan semakin meningkatnya tingkat penggunaan PKM dan MBM. Gambar 7 juga menunjukkan bahwa semua pakan uji mengalami kekurangan asam amino histidin dan metionin. Penggunaan PKM 8% memberikan komposisi asam amino pakan yang lebih rendah dari pakan kontrol namun belum mempengaruhi tingkat pertumbuhan pada perlakuan B(8). Penggunaan PKM yang melebihi 8% akan menyebabkan terjadinya penurunan nilai nutrien pakan yang ditandai dengan semakin menurunnya tingkat pertumbuhan seperti pada perlakuan C(12), D(16) dan E(18) yang disebabkan oleh semakin rendahnya ketersediaan asam amino esensial dalam pakan yang menekan potensi pertumbuhan harian ikan. Tingkat penggunaan PKM dalam pakan ikan lele yang dapat memberikan pertumbuhan yang optimal pada penelitian ini menunjukkan hasil yang lebih rendah dibandingkan dengan penggunaan PKM dalam pakan ikan tilapia (Oreocromis sp) yang dapat mencapai 20% (Ng et al. 2002), pada juvenile Labeo senegalensis sebesar 10% (Omoregie 2000), ikan nila tilapia Oreochromis mosambicus dapat mencapai 30% (Lim et al. 2001) dan pada juvenil patin jambal siam (Pangasius djambal) dapat menggunakan PKM sebanyak 27% dalam pakan (Afifah 2006). Faktor lain yang mempengaruhi tingkat pertumbuhan adalah tingkat kecernaan total pakan dan kecernaan protein. Penggunaan PKM dapat mempengaruhi tingkat kecernaan total dan protein pakan. Tingkat kecernaan menunjukkan perbedaan jumlah antara nutrien yang diambil dan nutrien yang diekskresikan dalam feses yang diekspresikan dalam persentase dari jumlah pakan yang dimakan (Steffens 1989). Semakin tinggi penggunaan PKM dalam pakan maka tingkat kecernaan pakan cenderung semakin menurun. Gejala yang sama ditemukan pada Oreochromis mossambicus (Lim et al. 2001 ), Oreochromis sp (Ng WK et al. 2002) dan Labeo senegalensis (Omoregie 2001) yang diberi pakan dengan kandungan PKM yang berbeda. Penggunaan MBM yang semakin tinggi juga menunjukkan tingkat kecernaan pakan yang semakin rendah seperti pada ikan gilthead seabream (Sparus aurata) (Robaina et al. 1997). Secara umum pada
29
beberapa spesies ikan, kecernaan protein PKM dan MBM lebih rendah dari kecernaan SBM (Hertramft dan Felicitas 2000) sehingga semakin tinggi penggunaan PKM dan MBM dalam pakan yang menekan jumlah SBM menyebabkan tingkat kecernaan protein akan semakin menurun. Tingkat kecernaan pakan yang semakin rendah pada perlakuan C(12), D(16) dan E(18) menyebabkan rendahnya asupan energi yang dapat diambil ole h ikan. Perbedaaan asupan energi ini dapat dilihat dari histologis hati yang memiliki ukuran vakuola yang berbeda. Vakuola pada sel hati menggambarkan bekas simpanan lemak yang terlarut oleh alkohol pada saat proses preparasi histologi sehingga menyebabkan terbentuknya vakuola pada hepatosit. Semakin banyak energi yang dapat dicerna maka simpanan energi dalam bentuk lemak di hati semakin tinggi seperti pada perlakuan A(0) dan B(8) yang memilki vakuola yang paling besar. Perlakuan C(12), D(16) dan E(18) memiliki vakuola yang lebih kecil bahkan pada perlakuan tersebut banyak sel yang tidak memiliki vakuola. Data yang diperoleh dari kandungan lemak hati juga menunjukkan bahwa ikan yang memiliki asupan energi yang rendah karena kecernaan pakan yang rendah pada perlakuan C(12), D(16) dan E(18) memiliki kandungan lemak hati yang lebih rendah dari perlakuan A(0) dan B(8) yang memiliki kecernaan pakan yang lebih tinggi. Perbedaan tingkat konsumsi dapat disebabkan oleh perbedaan tingkat pertumbuhan ikan. Ukuran ikan yang lebih besar pada perlakuan A(0) dan B(8) memiliki konsumsi pakan yang tinggi sedangkan untuk ikan yang berukuran lebih kecil memiliki tingkat konsumsi pakan yang rendah seperti pada perlakuan C(12), D(16) dan E(18). Faktor lain yang menyebabkan perbedaan konsumsi pakan adalah palatabilitas pakan. Rendahnya tingkat konsumsi pakan pada perlakuan C(12), D(16) dan E(18) kemungkinan juga disebabkan karena semakin tingginya kandungan MBM dalam pakan sehingga menurunkan palatabilitas pakan. Penelitian yang dilakukan oleh Xue dan Cui (2000) menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat penggunaan MBM dalam pakan akan menurunkan tingkat palatabilitas
pakan
yang
dibuktikan
dengan
rendahnya
tingkat
pemilihan/preferensi pakan oleh ikan gibel carp pada pakan yang mengandung MBM, namun tingkat preferensi ini akan meningkat jika diberi stimulant pada
30
pakan tersebut. Penurunan tingkat konsumsi pakan kemungkinan juga dapat disebabkan oleh keberadaan NSP yang banyak terkandung dalam PKM. NSP pada juvenil turbot (Psetta maxima) bersama dengan faktor anti nutrisi lainnya diduga memperlambat retensi pakan dalam lambung sehingga mempengaruhi tingkat pengambilan pakan (Fournier 2004). Palatabilitas pakan juga berhubungan erat dengan atraktabilitas yang diberikan oleh asam amino yang selanjutnya akan mempengaruhi searching respon, pengambilan serta penelanan pakan dari ikan sehingga asam amino dapat berperan sebagai feeding stimulant dalam pakan. Rangsangan sensor kimia oleh asam amino tertentu akan menyebabkan repleks cephalic untuk meningkatkan sekresi cairan gastrik dan meningkatkan kecernaan protein dan karbohidrat. Adanya feeding stimulant yang berasal dari asam amino glicogenic seperti Lalanin, L-proline dan glycine juga mempengaruhi preferensi penggunaan energi dalam tubuh ikan sehingga akan meningkatkan penggunaan karbohidrat sebagai sumber energi (Hara 1993), yang akhirnya akan meningkatkan efisiensi protein pakan. Kecenderungan semakin rendahnya asam amino esensial pakan (Tabel 12) dengan
semakin
meningkatnya
penggunaan
PKM
kemungkinan
juga
menunjukkan semakin rendahnya asamamino non esensial (L- alanin, L-proline dan glycine) pakan yang dapat menjadi feeding stimulant dalam pakan yang mengakibatkan tingkat konsumsi pakan menjadi lebih rendah. Retensi nutrisi tertentu pada tubuh ikan selama periode tertentu biasanya digunakan untuk mengevaluasi ketersediaan dan keseimbangan asam amino dan ketersediaan beberapa elemen esensial nutrient lainnya. Retensi protein/lemak merupakan persentase protein/lemak yang dimakan oleh ikan selama masa percobaan yang dapat disimpan dalam tubuh ikan (Halver dan Hardy 2002). Tingkat retensi protein yang semakin turun seiring dengan meningkatnya penggunaan PKM dan MBM dalam pakan menunjukkan bahwa nilai nutrisi protein pakan semakin menurun, hal ini dapat dilihat dari semakin rendahnya tingkat kecernaan protein pakan dan komposisi asam amino esensial pakan yang secara umum semakin menurun seiring dengan semakin tingginya tingkat penggantian SBM. Retensi lemak yang berada di bawah 100% menunjukkan bahwa tidak ada biosintesis lemak dari unsur nutrisi lainnya, artinya lemak yang
31
diretensi sebagian besar merupakan lemak yang berasal dari lemak pakan. Semakin tinggi tingkat penggunaan PKM dan MBM dalam pakan tidak mempengaruhi retensi lemak. Hasil ana lisa proksimat tubuh menunjukkan bahwa penggunaan PKM dan MBM tidak menyebabkan perbedaan kandungan lemak dan protein tubuh. Pada penelitian yang dilakukan oleh Lim et al. (2001) dan Ng et al. (2002) penggunaan PKM dalam pakan ikan tilapia yang isoenergi dan isolipid tidak mempengaruhi kandungan protein tubuh tetapi mempengaruhi kandungan lemak tubuh, sedangkan pada penelitian yang dilakukan oleh Omoregie (2001) mendapatkan tidak adanya perbedaan kandungan protein otot daging pada juvenile Labeo senegalensis yang diberi pakan yang mengandung PKM. Total eskresi amoniak (TAN) ikan yang mengkonsumsi pakan perlakuan menunjukkan tidak adanya pengaruh perlakuan terhadap eskresi nitrogen ikan. Eskresi amoniak sangat berhubungan dengan katabolisme asam amino yang digunakan sebagai energi. Ikan akan mengeluarkan nitrogen yang dihasilkan dari katabolisme asam amino dan metabolisme senyawa nitrogen lainnya ke dalam air sebagai amonia dari insang (Halver dan Hardy 2002). Semakin tinggi nilai TAN menunjukkan semakin banyaknya protein yang dideaminasi karena komposisi asam amino yang tidak seimbang sehingga cenderung menurunkan retensi protein. Menurut Lovell (1987) jika protein mempunyai komposisi asam amino yang tidak seimbang maka hanya sebagian kecil asam amino yang akan disintesis dan asam amino yang tidak digunakan akan dideaminasi dan diekskresikan sebagai nitrogen. Pada penelitian ini, nilai TAN yang tidak berbeda menunjukkan bahwa tingkat
deaminasi
asam
amino
esensial
pakan
sebagai
ketidakseimbangan asam amino esensial masih relatif sama.
akibat
dari
KESIMPULAN
Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa tingkat penggunaan PKM sebanyak 8% dalam pakan dapat menghasilkan kinerja pertumbuhan yang optimal pada ikan lele (Clarias sp). Saran PKM sebanyak 8% dapat digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan pakan ikan lele (Clarias sp).
33
DAFTAR PUSTAKA
Affandi R dan Tang UM 2002. Fisiologi Hewan Air. Pekanbaru-Riau: Unri Press. 217 hal. Allan GL, Parkinson S. Booth MA, Stone DAJ, Rowland SJ, Frances J, Smith RW. 2000. Replacement of Fish Meal in Diets for Australian Silver Perch, Bidyanus bidyanus: I. Digestibility of Alternative Ingredients. Aquaculture 186: 293-310. Afifah R. 2006. Pemanfaatan Bungkil Kelapa Sawit dalam Pakan Juvenil Ikan Patin Jambal (Pangasius djambal) [Skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Perikanan Bogor. 29 hal. Baruah K, Sahu NP, Pal AK, Debnath D. 2004. Dietary Phytase: An Ideal Approach for A Cost Effective and Low-Polluting Aquafeed. NAGA : Worldfish Center. Quarterly Vol 27 (3) July-Desember. p15–19. Bureau DP et al.. 2000. Feather Meals and Meat and Bone Meals From Different Origin as Protein Sources in Rainbow Trout (Onchorhyncus mykiss) Diets. Aquaculture : 181. 281-291. Bureau DP. 2005. Formulating More Cost-Effective Aquaculture Feeds. Canada, Ontario: University of Guelph. 12 pp. Catacutan MR dan Gregoria EP. 2004. Partial Replacement of Fishmeal by Defatted Soybean Meal in Formulated Diets for The Mangrove Red Snapper, Lutjanus argentimaculatus (Forsskal 1775). Aquaculture Research 35: 299-306. Cheng ZJ, Hardy RW, Blair M. 2003. Effects of Supplementing Methionine Hydroxy Analogue in Soybean Meal and Distiller’s Dried Grain- Based Diets on The Performance and Nutrient Retention of Rainbow Trout [Oncorhynchus Mykiss (Walbaum)]. Aquaculture Research 34: 1303-1310. Chien YH dan Chiu YH. 2003. Replacement of Soybean (Glycine max (L.) Merrill) Meal by Lupin (Lupinus angustifolius) Seed Meal in Diet for Juvenil Tilapia (Oreochromis niloticus x O. aureus) Reared Indoors. Aquaculture Research: 34. 1261-1268. Cho CY, Cowey CW, Watanabe T. 1983. Finfish Nutrition in Asia. Methodological Approach to Research and Development: Ontario, University of Guelph. 154 pp.
34
Choct M. 2001. Nutritional Constraints to Alternative Ingredients. ASA Technical Bulletin Vol. AN31. p 1-3. Chou SM, Wang X, Park GJ, Lim SR, Kim KW, Bai SC, Shim IS. 2004. Dietary Dehulled Soybean Meal as a Replacement for Fish Meal in Fingerling and Growing Olive Flounder, Paralichthys olivaceus (Temminck et Schlegel). Aquaculture Research 35: 410-418. Elangovan A dan K.F Shim. 2000. The Influence of Replacing Fish Meal Partially in The Diet with Soybean Meal on Growth and Body Composition of Juvenile Tin Foil Barb (Barbodesw altus). Aquaculture 189: 133-144. Fournier V, Huelvan C, Desbruyeres E. 2004. Incorpor ation of A Micture of Plant Feedstuffs as Subtitute for Fish Meal in Diets of Juvenile Turbot (Psetta maxima). Aquaculture: 236. 451-465. Francis G, Makkar HPS, Becker K. 2001. Antinutritional Factors Present in PlantDerived Alternate Fish Feed Ingredients and Their Effects in Fish: Review article. Aquaculture 199: 197-227. Furuichi M. 1988. Dietary Requirements: Carbohydrates. di dalam: Watanabe T. Fish Nutrition and Mariculture. Departement of Aquatic Biosciences Tokyo University of Fishes. Tokyo: p 1-77. Gelder Jan Willer van, Waklw Eriz, Schung Matthjs, H Myrthi 2005. Kutukan Komoditas: Panduan bagi ORNOP Indoneia. 82 Hal. http://www.profunfo.nl/downloads/kutukan.pdf?search=%22.indonesia%2 0palm%20kernel%20produser%27. [07 September 2006]. Halver JE dan Hardy RW, editor. 2002. Fish Nutrition. Third Edition. California USA: Academic Press. 822 pp. Hasan MR. 2000. Nutrition and Feeding for Sustainable Aquaculture Development in the Third Millenium. [Article]. Technical Proceedings of The Conference on Aquaculture in the Third Millenium, Bangkok, Thailand. Bangkok. 36 pp. Hara TJ. 1993. Chemoreception. di dalam : Evans HD. The Physiology of Fishes. CRC Press. London. 192-218 pp. Hertrampf JW dan Felicitas PP. 2000. Handbook on Ingredients for Aquaculture Feeds. London: Kluwer Academic Publishers. 573 pp.
35
Kim JD dan Santosh PL. 2000. Amino Acid Composition of Whole Body Tissue of Atlantic Halibut (Hippoglossus hippoglossus), Yellowtail Flounder (Pleuronectes ferruginea) and Japanese Flounder (Paralichthys olivaceus). Aquaculture187: 367-373. Kompas. 05 Agustus 2005. Limbah Sawit Bernilai Ekonomis. http://www. kompas.com/kompas_cetak/0608/05/ekonomi/2860110.htm.[07 September 2006]. Lim HA, Ng WK, Lim SL, Ibrahim CO. 2001. Contamination of Falm Kernel Meal with Aspergillus Flavus Affects its Nutritive Value in Pelleted Feed for Tilapia Oreochromis mossambicus. Aquaculture Researches 32:895-905. Lovell T. 1987. Nutrition and Feeding of Fish. Department of Fisheries and Allied Aquaculture Auburn University. Auburn, Alabama. 330 pp. Mokoginta I. 1986. Kebutuhan Ikan Lele (Clarias batrachus Linn) akan Asam-asam Lemak Linoleat dan Linolenat [Tesis]. Bogor: Fakultas Pasca Sarjana, Institut Perikanan Bogor. 66 hal. Ng WK, Lim HA, Lim SL, Ibrahim CO. 2002. Nutritive Value of Palm Kernel Meal Pretreated with Enzyme or Fermented with Trichoderma koningii (Oudemans) as a Dietary Ingredient for Red Hybrid Tilapia (Oreochromis sp.). Aquaculture Research 33: 1199-1207. Ng WK. Januari-Maret 2003. The Potential Use of Palm Kernel Meal in Aquaculture Feeds. Aquculture Asia Vol. VIII No.1. J. p 38-39. [NRC] National Research Council. 1983. Nutrient Requirements of Domestic Animal: Nutrient Requirements of Warmwater Fishes and Shellfishes. Washington: National Academy Press. 102 pp. Nursyam H. 1991. Ransum Ikan Lele (Clarias batrachus Linn) dari Limbah Ikan Tuna. [Tesis]. Bogor: Fakultas Pascasarjana, Institut Perikanan Bogor. 74 hal. Omoregie E. (2001). Utilizatio n and Nutrient Digestibility of Mango Seeds and Palm Kernel Meal by Juvenile Labeo senegalensis (Antheriniformes:Cyprinidae). Aquaculture Research 32: 681-687. Pebriyadi B. 2004. Penambahan Metionina dan Triptofan dalam Pakan Benih Ikan Baung Mystus nemurus CV yang Mengandung Tepung Bungkil Kedelai Tinggi. [Tesis ]. Bogor: Fakultas Pascasarjana, Institut Perikanan Bogor. 31 hal.
36
Refstie S, Svihus B, Shearer, KD, Storebakken T. 1999. Nutrient Digestibility in Atlantic Salmon and Broiler Chickens Related to Viscosity and non-Starch Polysaccharide Content in Different Soybean Products. Animal Feed Science Technology : 79. 331-345. Riady M.2006. Kebijakan Pemerintah di Bidang Pakan. Disampaikan pada Seminar Pakan Nasional; Fakultas Peternakan IPB, 9 September 2006. Ritonga U. 18 Februari 2002. Produksi Pakan Ternak Naik 15 Persen pada Tahun 2002. Tempo Interaktif. http://www.tempointeractive.com/hg/ekbis/ 2002/ 02/18/brk,20020218-35,id.html [07 September 2006]. Robaina L et al. 1997. Corn Gluten and Meat and Bone Meals as Protein Sources in Diets for Gilthead Seabream (Sparus aurata) : Nutritional and Histological Implication. Aquaculture: 157. 347-359. Siagian N dan JM Danang. 2003. Derita Peternak Ayam Tak Pernah Berhenti. Sinar Harapan. http://www.sinarharapan.co.id/ekonomi/industri/2004/0505/ind1. html.[07 September 2006]. Steffens W. 1989. Principles of Fish Nutrition. Ellis Horwood Limited. England. 384 pp. Suara Pembaharuan. 28 Agustus 2004. Kebutuhan Pakan Ternak pada 2010. Capai 13 Juta Ton. Suara Pembaharuan Daily. http://www. com/news/ 2004/08/26ekonom/eko04.htm. [07 September 2006]. Sue TT. 2001. Quality and Characteristics of Malaysian Palm Kernel Cakes/Expellers. Palm Oil Developments 34. Malaysia: p. 1-3. Suhenda N. 1988. Pertumbuhan Ikan Lele (Clarias batrachus Linn) ya ng Mendapat Ransum dengan Kadar Protein dan Energi yang Berbeda [Tesis]. Bogor: Fakultas Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. 64 hal. Suprayudi MA, Bintang M, Takeuchi T, Mokoginta I, Toha S. 1999. Defatted Soybean Meal as An Alternative Source to Substitute Fish Meal in The Feed of Giant Gouramy Osphronemus gouramy Lac. Suisanzoshoku 47(4): 551-557. Tacon. 1984. The Use of Meat and Bone Meal Hydrolised Feather Meal and Soybean Meal in Practical Fry and Fingerling Diets for Oreocromis niloticus. Proceeding 1st Intern Sym On Tilapia In Aquaculture, Nazareth/Israel: 356-365.
37
Takeuchi T. 1988. Laboratory Work –Chemical Evaluation of Dietary Nutrients. di dalam: Watanabe T .Fish Nutrition and Mariculture. Departement of Aquatic Biosciences Tokyo University of Fishes. Tokyo: 179-233. Usher. 1990. Effects of Transfer to Seawater on Digestion and Gut Function in Atlantic Salmon Smolts Salmo salar L. Aquaculture: 90. 85–96. Utomo NBP et al.. 1999. Pengkajian Pemanfaatan Bahan Lokal untuk Pengganti Komponen Impor pada Pakan Ikan. Bogor: Lembaga Penelitian Institut Pertanian Bogor. 31 hal. Webster CD, Thompson KR, Morgan AM, Grisby EJ, Gannan AL. 2000. Use of Hempseed Meal, Poultry by-Product Meal and Canola Meal in Practical Diets without Fish Meal for Sunshines Bass (Morone chrysops X M. saxatilis). Aquaculture: 188(299-309). Xue M dan Cui Y. 2000. Effect of Several Feeding Stimulant on Diet Preference by Juvenil Gibel Carp (Carassius auratus gibelio), Fed Diets with or Without Partial Replacement of Fish Meal by Meat and Bone Meal. Aquaculture: 198. 281–292. Yamamoto T, Unuma T, Akiyama T. 1995. The Effect of Combined Use of Several Alternative Protein Sources in Fingerling Rainbow Trout Diets. Fisheries Science 61(6): 915-920. Yu Y. 2005. Use of MBM and PBM in Aqua Feeds. Hongkong: National Renders Association. 23 pp.
38
Lampiran 1. Prosedur analisa proksimat A. Prosedur analisa kadar air 1. Cawan porselen dioven pada suhu 110o C selama satu jam dan kemudian ditimbang (X1 ). 2. Bahan diambil sebanyak 1 g (A) dan dimasukkan pada cawan tadi dan kemudian dipanaskan /dioven pada suhu 110o C selama 2 jam. 3. Setelah dioven, cawan tersebut dipindahkan ke deksikator selama 30 menit. 4. Setelah dingin, cawan tersebut ditimbang dan beratnya dicatat (X2 ). 5. Kadar air dihitung dengan menggunakan rumus berikut ini :
Kadar air =
( X 1 + A) − X 2 × 100% A
B. Prosedur analisa kadar abu 1. Cawan porselen dioven pada suhu 110o C selama 1 jam lalu didinginkan dalam eksikator selama 15 sampai 30 menit dan kemudian ditimbang (X1 ). 2. Bahan diambil 1 g (A) dan dimasukkan dalam cawan porselen tersebut. 3. Cawan yang berisi bahan tadi dipanaskan dalam tanur pada suhu 600o C sampai bahan menjadi putih semua atau menjadi abu, kemudian dimasukkan ke oven (suhu 100o C sampai 110o C) selama 15 menit untuk menurunkan suhunya. 4. Cawan dipindahkan ke eksikator selama 15 sampai 30 menit dan kemudia n ditimbang (X2 ). 5. Kadar abu dihitung dengan menggunaan rumus berikut ini : ( X 2 − X1) Kadar abu = × 100% A C. Prosedur analisa protein (Metode Kjeldahl) Tahap Oksidasi 1. Bahan ditimbang 1 g (A) dengan menggunakan alumunium foil. Bahan yang telah ditimbang dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl. 2. Tiga g katalis dimasukkan dalam labu Kjeldahl bersama dengan 10 ml H2 SO4 pekat untuk mempercepat penguraian. 3. Labu Kjeldahl dipanaskan dalam rak oksidasi/digestion selama 3 hingga 4 jam sampai terjadi perubahan warna menjadi hijau bening. 4. Labu Kjeldahl selanjutnya didinginkan dan kemudian diencerkan dalam erlenmeyer hingga 100 ml. Tahap destilasi 1. Larutan hasil oksidasi diambil sebanyak 5 ml dan dimasukkan ke dalam labu destilasi dan kemudian ditambah dengan beberapa tetes H2 SO4 . 2. Erlenmeyer diisi dengan 10 ml H2 SO4 0,05N dan 2 tetes larutan indikator yang disimpan di bawah pipa pembuangan kondensor dengan cara dimiringkan sehingga ujung pipa tenggelam dalam cairan. 3. Larutan sampel diambil sebanyak 5 ml dan dimasukkan dalam tabung destilasi melalui corong dan kemudian dibilas dengan aquades lalu 10 ml NaOH 30 % dimasukkan melalui corong tersebut dan kemudian ditutup.
39
Lanjutan lampiran 1….. 4. Campuran alkalin dalam labu destilasi disulin menjadi uap air selama 10 menit setelah tejadi pengembungan pada kondensor. Tahap titrasi 1. Hasil destruksi dititrasi dengan larutan NaOH 0,05 N hingga berubah warna. 2. Hasil volume titran dicatat. 3. Prosedur yang sama juga dilakukan pada blanko. 4. Persentase protein dicari dengan menggunakan rumus sebagai berikut : Kadar protein (%) =
0,0007 × 6, ,25 × (ml blanko - ml titran) × 20 × 100% A
D. Prosedur analisa lemak Metode estraksi dengan Soxhlet 1. Labu ekstraksi dipanaskan dalam oven pada suhu110o C selama 1 jam kemudian didinginkan dalam deksikator selama 30 menit dan ditimbang (X1 ). 2. Bahan ditimbang sebanyak 3 g (A) dan dimasukkan dalam selongsong, setelah itu dimasukkan ke soxhlet yang ditekan dengan pemberat pada bagian atasnya. 3. N-hexan sebanyak 100 sampai 150 ml dimasukkan ke dalam soxhlet sampai selongsong terendam dan sisa hexan dimasukkan ke dalam labu. 4. Labu yang sudah dihubungkan dengan soxhlet dipanaskan di atas water bath sampai cairan dalam Soxhlet berwarna bening. 6. Labu dilepaskan dari soxhlet dan tetap dipanaskan hingga N-hexan menguap semua. 7. Labu dan lemak yang tersisa dipanaskan dalam oven selama 15 sampai 60 menit, kemudian didinginkan dalam eksikator selama 15 hingga 30 menit dan ditimbang (X2 ). 8. Persentase lemak dihitung dengan menggunakan rumus : Kadar lemak (%) =
( X1 - X 2 ) ×100% A
Metode Folch et al. (analisis lemak untuk hati) 1. Labu silinder dioven pada suhu 110o C selama 1 jam kemudian didinginkan dalam desikator selama 30 menit kemudian ditimbang (X1 ). 2. Bahan ditimbang 2 g (A) dan kemudian dimasukkan dalam gelas homogenizer, kemudian ditambahkan dengan larutan kloroform/methanol C(20xA) dan disisakan sebagian untuk membilas pada saat penyaringan. 3. Sampel yang telah diberi larutan kemudian dihomogenizer selama 5 menit, setelah itu disaring dengan bantuan vacuum pump.
40
Lanjutan lampiran 1 ….. 4. Sampel yang telah disaring dimasukkan ke dalam labu pemisah ya ng telah diberi larutan MgCl2 0,03 M sebanyak (0,2xC), kemudian dikocok dengan kuat selama 1 menit lalu ditutup dengan alumunium foil dan didiamkan semalam. 5. Lapisan bawah yang terdapat pada labu pemisah disaring ke dalam labu silinder, kemudian di-evaporator sampai kering. Sisa klorofom/methanol yang terdapat pada labu ditiup dengan bantuan pompa kemudian ditimbang (X2 ). 6. Persentase lemak kasar dihitung dengan menggunakan rumus : Kadar lemak (%) =
( X1 - X 2 ) ×100% A
E. prosedur analisa serat kasar (Takeuchi 1988) 1. Kertas saring dipanaskan dalam oven selama 1 jam pada suhu 110 o C kemudian didinginkan dalam eksikator lalu ditimbang (X1 ). Kertas saring tersebut kemudian dipasang pada corong buchner dan dihubungkan pada vacuum pump untuk mempercepat penyaringan. 2. Bahan ditimbang sebanyak 0,5 g dan dimasukkan dalam Erlenmeyer 250 ml, kemudian ditambah dengan 50 ml H2 SO4 0,3 N, lalu dipanaskan di atas pembakar bunsen selama 30 menit. 3. NaOH 1,5 N sebanyak 25 ml ditambahkan ke larutan tadi dan kemudian dipanaskan kembali selama 30 menit. 4. Larutan dan bahan yang sudah dipanaskan disaring dan dituangkan ke dalam corong buchner, kemudian dibilas berturut-turut dengan 50 ml air panas, 50 ml H2 SO4 0,3 N dan 50 ml air panas lagi lalu 25 ml aseton. 5. Cawan porselen disiapkan setelah sebelumnya dipanaskan dalam oven bersuhu 105 sampai 110o C selama 1 jam. 6. Kertas saring dimasukkan ke dalam cawan kemudian dipanaskan dalam oven bersuhu 105 sampai 110 o C selama 1 jam lalu didinginkan dalam eksikator selama 15 sampai 30 menit dan ditimbang X2 . 7. Cawan kemudian dipanaskan dalam tanur yang bersuhu 600o C hingga berwarna putih atau menjadi abu (kurang lebih 4 jam), lalu dimasukkan dalam oven bersuhu 105 sampai 110o C selama 15 menit kemudian didinginkan dalam desikator selama 15 sampai 30 menit dan kemudian ditimbang (X3 ) 8. Kandungan serat kasar dihitung dengan menggunakan rumus : Kadar lemak (%) =
( X1 - X 2 - X 3 ) × 100% A
41
Lampiran 2. Proses pembuatan preparat histologi. Larutan
Waktu
Bouin
24 jam
Alkohol 70 %
24 jam
Alkohol 80 %
24 jam
Alkohol 90 %
24 jam
Alkohol 95 %
24 jam
Alkohol absolut
30 menit
Xilol I, II, III
30 menit
Parafin I dan II
30 menit
Parafin III
60 menit
Penanaman dalam blok parafin
24 jam
Pemotongan denga n Mikrotom (5 mikron)
Xilol III dan II
Masing- masing 3 menit
Xilol I
Masing –masing 3 menit Ditiriskan
Alkohol III,II,I
Masing- masing 2-3 menit
Bersambung …………………
42
Lanjutan lampiran 2 ….
Air kran
5 menit
Akuades
5-10 menit
Pewarnaan hematoksilin
40 detik
Air kran
5 menit
Akuades
5 menit
Pewarnaan eosin
5 menit
Alkohol 70%, 80%,90%,95%
Masing- masing 30 detik
Alkohol absolute I, II, III
Masing- masing 30 detik
Xilol I dan II
Masing- masing 5 menit
Xilol III
Penutup dengan gelas penutup
10 menit
43
Lampiran 3. Perhitungan rata-rata laju pertumbuhan harian dan efisiensi pakan Parameter Bobot Ikan Awal Rata-rata (g) Bobot Ikan Akhir Rata-rata (g) Konsumsi Pakan (g) Rata-rata Efisiensi Pakan
Rata-rata Laju Pertumbuhan Harian (%) Rata-rata
1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3
A(0) 18,23 18,66 18,15 120,38 96,17 108,90 126,47 104,01 110,64 113,71+11,54 80,80 74,22 82,02 79,01+4,20 3,31 2,87 3,14 3,11+0,22
Perlakuan (% PKM) B(8) C(12) D(16) 18,58 18,08 18,31 18,78 18,47 18,52 18,46 18,72 18,78 103,52 80,02 62,73 97,28 85,23 60,85 111,78 74,55 60,66 103,99 85,27 64,09 99,12 91,50 63,51 113,09 78,24 60,37 105,40+7,09 85,00+6,63 62,66+2,00 84,86 72,64 69,31 79,20 76,13 66,65 82,08 71,36 69,20 82,04+2,83 73,38+2,47 68,39+1,51 3,01 2,60 2,15 2,88 2,67 2,07 3,15 2,41 2,04 3,01+0,14 2,56+0,13 2,09+0,06
E(18) 18,35 18,24 18,4 51,08 61,38 61,32 57,65 61,28 68,24 62,39+5,38 56,81 70,40 62,81 63,34+6,81 1,78 2,11 2,10 2,00+0,19
44
Lampiran 4. Perhitungan retensi protein Parameter Bobot Ikan Awal Rata-rata (g) Bobot Ikan Akhir Rata-rata (g) Protein tubuh awal (g) Protein tubuh akhir Konsumsi Pakan (g)
1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3
Protein pakan (%) Jumlah protein 1 yang 2 disimpan dalam 3 tubuh (g) Jumlah konsumsi protein (g) Retensi Protein (%) Rata-rata
1 2 3 1 2 3
A(0) 18,23 18,66 18,15 120,38 96,17 108,90 2,37 2,42 2,36 16,41 12,56 14,16 126,47 104,01 110,64 30,69
Perlakuan (% PKM) B(8) C(12) 18,58 18,08 18,78 18,47 18,46 18,72 103,52 80,02 97,28 85,23 111,78 74,55 2,41 2,35 2,44 2,40 2,40 2,43 14,42 9,62 13,00 11,19 15,38 10,08 103,99 85,27 99,12 91,50 113,09 78,24 30,75 30,41
D(16) 18,31 18,52 18,78 62,73 60,85 60,66 2,38 2,41 2,44 8,55 8,12 8,41 64,09 63,51 60,37 30,43
E(18) 18,35 18,24 18,4 51,08 61,38 61,32 2,38 2,37 2,39 7,13 7,88 7,91 57,65 61,28 68,24 30,65
14,04
12,01
7,27
6,17
4,74
10,14
10,21
8,79
5,71
5,51
11,80 38,81 31,92 33,95 36,17 31,75 34,75 34,22+2,26
12,98 31,97 30,48 34,7762 37,56 33,50 37,35 36,13+2,29
7,65 25,93 27,83 23,79 28,03 31,59 32,14 30,59+2,23
5,97 19,50 19,32 18,37 31,65 29,56 32,49 31,23+1,51
5,52 17,67 18,78 20,92 26,84 29,32 26,40 27,52+1,57
45
Lampiran 5. Perhitungan retensi lemak Parameter Bobot ikan awal rata-rata Bobot ikan akhir rata-rata Lemak tubuh awal Lemak tubuh akhir Konsumsi pakan
1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3
Lemak pakan Jumlah lemak 1 yang disimpan 2 dalam tubuh 3 Jumlah konsumsi lemak
1
Retensi lemak (%)
1
Rata-rata
2 3 2 3
A(0) 18,23 18,66 18,15 120,38 96,17 108,90 0,69 0,70 0,68 7,14 5,23 7,46 126,47 104,01 110,64 9,37 11,85 9,75 10,37
Perlakuan (% PKM) B(8) C(12) 18,58 18,08 18,78 18,47 18,46 18,72 103,52 80,02 97,28 85,23 111,78 74,55 0,70 0,68 0,71 0,70 0,70 0,71 6,65 5,49 5,45 5,17 7,39 4,72 103,99 85,27 99,12 91,50 113,09 78,24 9,32 9,44 9,69 4,81 9,24 4,48 10,54 4,01
D(16) 18,31 18,52 18,78 62,73 60,85 60,66 0,69 0,70 0,71 4,31 4,26 4,22 64,09 63,51 60,37 10,65 3,62 3,56 3,51
E(18) 18,35 18,24 18,4 51,08 61,38 61,32 0,69 0,69 0,69 2,69 4,79 4,93 57,65 61,28 68,24 10,74 1,99 4,10 4,24
11,85 9,75 10,37
9,69 9,24 10,54
8,05 8,63 7,38
6,83 6,76 6,43
6,19 6,58 7,33
54,44 46,46 65,36
61,34 51,31 63,50
59,74 51,85 54,36
53,03 52,66 54,56
32,22 62,29 57,80
55,42+9,49
58,72+6,50
55,32+4,03
53,42+1,01
50,77+16,22
46
Lampiran 6. Komposisi proksimat tubuh dan hati ikan lele (Clarias sp) Komposisi Proksimat
Awal
A(0) Proksimat tubuh (bobot basah) Protein 1 12,99 13,63 2 13,06 3 13 Rata-rata 13,23+0,35 Lemak 1 3,77 5,93 2 5,44 3 6,85 Rata-rata 6,07+0,72 Abu 1 4,32 3,62 2 3,64 3 3,7 Rata-rata 3,65+0,04 Serat kasar 1 0,39 0,2 2 0,23 3 0,29 Rata-rata 0,24+0,05 Kadar Air 1 74,75 76,03 2 76,49 3 75,49 Rata-rata 76,00+0,50 Proksimat Hati (bobot basah) Lemak
Rata-rata Protein
Rata-rata Air
Rata-rata
1 2 3
4,97
1 2 3
13,58
1 2 3
67,62
14,52 7,3 23,34 17+0,33 11,5 10,4 18,24 13,38+4,24 73,2 76,66 57,29 69,10+10,33
Akhir Perlakuan (% PKM) B(8) C(12)
D(16)
E(18)
13,93 13,00 13,76 14,03+0,33 6,42 5,6 6,61 6,21+0,54 3,58 3,77 3,93 3,76+0,18 0,28 0,27 0,12 0,22+0,09 75,44 74,69 74,92 75,01+0,38
12,02 13,13 13,52 12,890,78 6,86 6,07 6,33 6,42+0,40 3,32 4,07 3,65 3,68+0,38 0,16 0,38 0,28 0,27+0,11 76,7 75,86 75,88 76,15+0,48
13,63 13,34 13,86 13,61+0,26 6,87 7,00 6,95 6,94+0,67 3,78 3,93 4,09 3,93+0,16 0,12 0,2 0,27 0,20+0,08 75,02 74,97 74,34 74,78+0,38
13,95 12,83 12,9 13,23+0,63 5,26 7,8 8,04 7,03+1,54 4,2 3,96 4,03 4,06+0,12 0,39 0,36 0,38 0,38+0,02 75,83 74,84 73,82 74,83+1,01
13,4 10,46 32,77 15,770+6,81 14,27 9,5 20,65 14,81+5,60 71,15 76,94 53,98 67,36+11,94
8,05 8,31 6,72 7,693+0,85 11,52 12,33 12,12 11,99+0,42 79,62 77,23 79,69 78,85+1,40
9,18 8,63 3,37 8,60+0,59 11,04 12,07 13,42 12,18+1,20 77,02 77,68 76,8 77,17+0,46
6,65 10,34 9,42 10,06+0,56 12,57 10,6 11,77 11,65+1,00 70,81 76,94 73,6 73,78+3,07
47
Lampiran 7. Kecernaan protein dan kecernaan pakan Parameter A(0) Kandungan protein pakan Kandungan protein feses Kandungan kromium pakan Kandungan kromium feses
1 2
Kecernaan protein pakan Rata-rata Kecernaan total pakan Rata-rata
1 2
1 2
1 2
B(8)
Perlakuan (% PKM) C(12) D(16)
E(18)
30,69 12,08 12,48
30,74 14,46 11,85
30,41 14,79 14,70
30,43 13,44 14,95
30,65 15,19 15,68
0,7 2,17
0,7 2,35
0,7 2,12
0,7 1,66
0,7 1,88
2,37 87,30 87,98 87,64+0,48 67,74 70,44 69,09+1,91
2,17 85,98 87,54 86,76+1,10 70,18 67,67 68,93+1,78
2,06 83,96 83,60 83,78+0,25 67,02 66,08 66,55+0,67
1,76 81,33 80,66 80,99+0,47 57,73 60,29 59,01+1,81
1,67 81,58 78,52 80,05+2,16 62,77 57,98 60,37+3,39
48
Lampiran 8. Eskresi Total Amonia Nitrogen (TAN) Ulangan A(0)1 A(0)2 B(8)1 B(8)2 C(12)1 C(12)2 D(16)1 D(16)2 E(18)1 E(18)2
Jam 0 0,009 0,009 0,009 0,009 0,009 0,009 0,009 0,009 0,009 0,009
Total Amoniak Nitrogen (mg/l) Jam 1 Jam 2 Jam 3 Jam 4 0,718 0,365 0,412 0,389 0,459 0,224 0,553 0,271 0,459 0,271
0,769 0,491 0,602 0,510 0,467 0,473 0,567 0,361 0,547 0,528
0,777 0,888 0,847 0,704 0,520 0,643 0,765 0,888 0,684 0,704
1,243 0,907 1,216 0,783 0,972 0,666 1,297 0,918 1,081 0,789
TAN Jam 5 1,377 0,918 1,639 1,311 1,212 1,212 1,567 0,983 1,311 1,315
(mg/g tubuh/jam)
0,018 0,015 0,020 0,016 0,023 0,019 0,026 0,013 0,022 0,020
49
Lampiran 9. Analisa statistik konsumsi pakan One-way ANOVA: A(0); B(8); C(12); D(16); E(18) Analysis of Variance Source DF SS Factor 4 6741,6 Error 10 520,8 Total 14 7262,5
Level A B C D E
N 3 3 3 3 3
Pooled StDev =
Mean 113,71 105,40 85,00 62,66 62,39
MS 1685,4 52,1
StDev 11,54 7,09 6,63 2,00 5,38
7,22
F 32,36
P 0,000
Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDev ----+---------+---------+---------+-(----*---) (----*---) (----*---) (---*----) (---*----) ----+---------+---------+---------+-60 80 100 120
Lampiran 10. Analisa statistik laju pertumbuhan harian One-way ANOVA: A(0); B(8); C(12); D(16); E(18) Analysis of Variance Source DF SS Factor 4 3,1364 Error 10 0,2481 Total 14 3,3845
Level A B C D E
N 3 3 3 3 3
Pooled StDev =
Mean 3,1067 3,0133 2,5600 2,0867 1,9967
MS 0,7841 0,0248
StDev 0,2219 0,1350 0,1345 0,0569 0,1877
0,1575
F 31,61
P 0,000
Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDev -----+---------+---------+---------+(---*---) (---*---) (---*---) (---*---) (---*---) -----+---------+---------+---------+2,00 2,50 3,00 3,50
Lampiran 11. Analisa statistik efisiensi pakan One-way ANOVA: A(0); B(8); C(12); D(16); E(18) Analysis of Variance Source DF SS Factor 4 697,4 Error 10 160,7 Total 14 858,1
Level A1 B2 C3 D4 E5
N 3 3 3 3 3
Pooled StDev =
Mean 79,013 82,047 73,377 68,387 63,340 4,009
MS 174,4 16,1
StDev 4,196 2,830 2,469 1,505 6,810
F 10,85
P 0,001
Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDev --------+---------+---------+-------(------*-----) (------*-----) (------*-----) (-----*------) (-----*------) --------+---------+---------+-------64,0 72,0 80,0
50
Lampiran 12. Analisa statistik retensi protein One-way ANOVA: A(0); B(8); C(12); D(16); E(18) Analysis of Variance Source DF SS Factor 4 134,08 Error 10 40,10 Total 14 174,18
Level A B C D E
N 3 3 3 3 3
Pooled StDev =
Mean 34,223 36,137 30,587 31,233 27,520
MS 33,52 4,01
StDev 2,257 2,286 2,231 1,509 1,574
2,003
F 8,36
P 0,003
Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDev --------+---------+---------+-------(------*-----) (-----*------) (-----*------) (-----*------) (------*-----) --------+---------+---------+-------28,0 32,0 36,0
Lampiran 13. Analisa statistik retensi lemak One-way ANOVA: A(0); B(8); C(12); D(16); E(18) Analysis of Variance Source DF SS Factor 4 102,4 Error 10 825,4 Total 14 927,8
Level A B C D E
N 3 3 3 3 3
Pooled StDev =
Mean 55,420 58,717 55,317 53,417 50,770
MS 25,6 82,5
StDev 9,488 6,505 4,031 1,007 16,221
9,085
F 0,31
P 0,865
Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDev -+---------+---------+---------+----(----------*-----------) (-----------*----------) (----------*-----------) (----------*-----------) (-----------*----------) -+---------+---------+---------+----40 50 60 70
Lampiran 14. Analisa statistik kandungan protein tubuh (bobot basah) One-way ANOVA: A(0); B(8); C(12); D(16); E(18) Analysis of Variance Source DF SS Factor 4 21,08 Error 10 60,88 Total 14 81,96
Level A B C D E
N 3 3 3 3 3
Pooled StDev =
Mean 55,151 56,159 54,011 53,958 52,661 2,467
MS 5,27 6,09
StDev 1,943 1,125 2,257 0,636 4,461
F 0,87
P 0,517
Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDev ------+---------+---------+---------+ (----------*---------) (---------*----------) (----------*----------) (----------*---------) (----------*---------) ------+---------+---------+---------+ 51,0 54,0 57,0 60,0
51
Lampiran 15. Analisa statistik kandungan lemak tubuh (bobot basah) One-way ANOVA: A(0); B(8); C(12); D(16); E(18) Analysis of Variance Source DF SS Factor 4 21,39 Error 10 88,87 Total 14 110,27
Level A B C D E
N 3 3 3 3 3
Pooled StDev =
Mean 25,275 24,874 26,944 27,518 27,825
MS 5,35 8,89
StDev 2,449 2,382 2,232 0,441 5,252
2,981
F 0,60
P 0,670
Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDev ----------+---------+---------+-----(------------*------------) (------------*------------) (------------*------------) (------------*------------) (------------*------------) ----------+---------+---------+-----24,0 27,0 30,0
Lampiran 16. Analisa statistik kandungan abu tubuh (bobot basah) One-way ANOVA: A(0); B(8); C(12); D(16); E(18) Analysis of Variance Source DF SS Factor 4 2,230 Error 10 6,847 Total 14 9,077
MS 0,558 0,685
Level A1 B2 C3 DD4 E5
Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDev StDev -+---------+---------+---------+----0,222 (---------*----------) 0,562 (---------*----------) 1,328 (----------*----------) 0,415 (----------*----------) 1,060 (----------*---------) -+---------+---------+---------+----14,0 15,0 16,0 17,0
N 3 3 3 3 3
Pooled StDev =
Mean 15,227 15,047 15,414 15,591 16,170 0,827
F 0,81
P 0,544
Lampiran 17. Analisa statistik kandungan air tubuh One-way ANOVA: A(0); B(8); C(12); D(16); E(18) Analysis of Variance Source DF SS Factor 4 5,315 Error 10 3,563 Total 14 8,878
Level A B C D E
N 3 3 3 3 3
Pooled StDev =
Mean 76,003 75,017 76,147 74,777 74,830 0,597
MS 1,329 0,356
StDev 0,501 0,384 0,479 0,379 1,005
F 3,73
P 0,042
Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDev -----+---------+---------+---------+(---------*---------) (---------*--------) (---------*--------) (---------*--------) (--------*---------) -----+---------+---------+---------+74,40 75,20 76,00 76,80
52
Lampiran 18. Analisa statistik kandungan protein hati (bobot basah) One-way ANOVA: A(0); B(8); C(12); D(16); E(18) Analysis of Variance Source DF SS Factor 4 20,2 Error 10 103,8 Total 14 124,0
Level A B C D E
N 3 3 3 3 3
Pooled StDev =
Mean 13,380 14,807 11,990 12,177 11,647
MS 5,1 10,4
StDev 4,245 5,594 0,420 1,194 0,991
3,222
F 0,49
P 0,746
Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDev ---------+---------+---------+------(-----------*-----------) (-----------*-----------) (-----------*-----------) (-----------*-----------) (-----------*-----------) ---------+---------+---------+------10,5 14,0 17,5
Lampiran 19. Analisa statistik kandungan lemak hati (bobot basah) One-way ANOVA: A(0); B(8); C(12); D(16); E(18) Analysis of Variance Source DF SS Factor 4 219,8 Error 10 156,0 Total 14 375,8
Level A B C D E
N 3 3 3 3 3
Pooled StDev =
Mean 17,033 15,770 7,693 8,603 10,060
MS 54,9 15,6
StDev 5,499 6,812 0,853 0,590 0,556
3,950
F 3,52
P 0,048
Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDev ------+---------+---------+---------+ (-------*--------) (-------*--------) (--------*-------) (-------*--------) (--------*-------) ------+---------+---------+---------+ 6,0 12,0 18,0 24,0
Lampiran 20. Analisa statistik kandungan air hati One-way ANOVA: A(0); B(8); C(12); D(16); E(18) Analysis of Variance Source DF SS Factor 4 298,0 Error 10 521,8 Total 14 819,7
Level A1 B2 C3 D4 E5
N 3 3 3 3 3
Pooled StDev =
Mean 69,050 67,357 78,847 77,167 73,783 7,223
MS 74,5 52,2
StDev 10,330 11,941 1,401 0,458 3,069
F 1,43
P 0,294
Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDev --+---------+---------+---------+---(--------*--------) (--------*---------) (--------*--------) (--------*--------) (---------*--------) --+---------+---------+---------+---60 70 80 90
53
Lampiran 21. Analisa statistik kecernaan pakan One-way ANOVA: A(0); B(8); C(12); D(16); E(18) Analysis of Variance Source DF SS Factor 4 183,17 Error 5 21,99 Total 9 205,16
Level A B C D E
N 2 2 2 2 2
Pooled StDev =
Mean 69,090 68,925 66,550 59,010 60,375
MS 45,79 4,40
StDev 1,909 1,775 0,665 1,810 3,387
2,097
F 10,41
P 0,012
Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDev ----------+---------+---------+-----(------*-------) (-------*------) (-------*-------) (-------*-------) (-------*------) ----------+---------+---------+-----60,0 65,0 70,0
Lampiran 22. Analisa statistik kecernaan protein pakan One-way ANOVA: A(0); B(8); C(12); D(16); E(18) Analysis of Variance Source DF SS Factor 4 90,86 Error 5 6,42 Total 9 97,28
Level A B C D E
N 2 2 2 2 2
Pooled StDev =
Mean 87,640 86,760 83,780 80,995 80,050
MS 22,71 1,28
StDev 0,481 1,103 0,255 0,474 2,164
1,133
F 17,69
P 0,004
Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDev --------+---------+---------+-------(----*-----) (-----*-----) (-----*-----) (----*-----) (-----*-----) --------+---------+---------+-------80,5 84,0 87,5
Lampiran 23. Analisa statistik eskresi Total Amonia Nitrogen (TAN) One-way ANOVA: A(0); B(8); C(12); D(16); E(18) Analysis of Variance Source DF SS MS Factor 4 0,0000306 0,0000076 Error 5 0,0001070 0,0000214 Total 9 0,0001376
Level A B C D E
N 2 2 2 2 2
Mean 0,016500 0,018000 0,021000 0,019500 0,021000
Pooled StDev = 0,004626
StDev 0,002121 0,002828 0,002828 0,009192 0,001414
F 0,36
P 0,830
Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDev -------+---------+---------+--------(--------------*-------------) (-------------*-------------) (-------------*-------------) (--------------*-------------) (-------------*-------------) -------+---------+---------+--------0,0120 0,0180 0,0240