146
MAKARA, SAINS, VOLUME 12, NO. 2, NOVEMBER 2008: 146-150
PENGARUH JANGKAU SUDUT UKUR PADA HASIL ANALISIS DATA DIFRAKSI SINAR-X MENGGUNAKAN METODE RIETVELD: KASUS CAMPURAN MgO-Y2O3 Suminar Pratapa Jurusan Fisika, FMIPA, Institut Teknologi Sepuluh November (ITS), Surabaya 60111, Indonesia E-mail:
[email protected]
Abstrak Telah dilakukan analisis data difraksi sinar-x pada campuran keramik MgO-Y2O3 (30% berat Y2O3) dengan jangkau sudut ukur yang berbeda-beda untuk mengevaluasi pengaruhnya pada hasil analisis. Studi ini dilakukan karena salah satu kendala dalam pengumpulan data difraksi sinar-x dan analisisnya adalah pemilihan jangkau sudut ukur dengan difraktometer yang banyak dikaitkan dengan optimasi waktu ukur dan umur pemakaian tabung sumber sinar-x yang memiliki dampak ekonomis operasi alat. Analisis dilakukan menggunakan Rietica sebuah perangkat lunak berbasis metode Rietveld. Jangkau sudut yang dipilih adalah (A) 10-100, (B) 10-90, (C) 10-80, (D) 10-70 dan (E) 10-60 °2θ. Hasil analisis menunjukkan bahwa secara umum ketidakpastian (errors) parameter-parameter yang diperhalus (refined) semakin tinggi bila jangkau sudut dipersempit. Perhitungan komposisi fasa berat relatif menghasilkan penyimpangan signifikan bila jangkau sudut dipersempit, dengan sudut 10-80 °2θ masih memberikan hasil yang dapat ditoleransi. Komponen pelebaran puncak Lorentzian juga menyimpang secara signifikan bila jangkau sudut dipersempit, yang mengakibatkan semakin besarnya penyimpangan hasil perhitungan komposisi fasa bila sampel mengandung fasa dengan ukuran kristal > 100 nm. Studi ini juga memberikan rekomendasi bagaimana memilih jangkau sudut ukur difraksi sinar-x.
Abstract Selection of Diffraction Measurement Range and Its Effect on X-ray Diffraction Rietveld Analysis Results: a MgO-Y2O3 Mixture Case. X-ray diffraction data analyses for a MgO-Y2O3 (30% Y2O3 by weight) ceramic composite have been done at various diffraction angle ranges to evaluate the effects to the analyses results. The study was performed as choosing the angle ranges correlates to data collection time and x-ray tube lasting. The analyses utilised Rietveld-based software Rietica. The ranges chosen were (A) 10-100, (B) 10-90, (C) 10-80, (D) 10-70 dan (E) 10-60 °2θ. Results showed that in general the errors of the refined parameters increased with narrower range. Phase composition analyses also showed significant bias when narrower range was used – with range 10-80 °2θ gave tolerable result. Moreover, narrowing diffraction angle in the analysis significantly biases the Lorentzian peak broadening component values particularly for phase with crystallite size estimate more than 100 nm. The study recommends how to choose the range. Keywords: diffraction range, x-ray diffraction, MgO-Y2O3, Rietveld analysis
sudut ukur belum pernah dilakukan. Penulis memandang studi ini diperlukan terutama berkaitan dengan seringnya muncul kendala teknis berkaitan dengan jangkau sudut pengukuran optimal yang dikaitkan dengan biaya operasional alat. Semakin lama pengukuran, semakin pendek umur tabung penghasil sinar-x dan tentu semakin mahal biaya operasional. Permasalahan yang muncul adalah berapa jangkau sudut yang masih diperkenankan untuk dapat memberikan hasil analisis yang masih dalam batas toleransi (misalnya, dalam 10% batas toleransi akurasi).
1. Pendahuluan Pengukuran data difraksi sinar-x dengan difraktometer (goniometer Bragg-Brentano) yang dikaitkan dengan analisis lanjut, misalnya analisis Rietveld, memerlukan perhatian khusus dalam hal (1) langkah (step size) dan (2) jangkau sudut ukur (2θ-range). Penelitian sebelumnya [1] menunjukkan secara implisit bahwa langkah yang memadai untuk analisis lanjut adalah 0,02 °2θ. Namun, studi detil mengenai pengaruh jangkau
146
MAKARA, SAINS, VOLUME 12, NO. 2, NOVEMBER 2008: 146-150
Tulisan ini dimaksudkan untuk melaporkan hasil analisis Rietveld data difraksi sinar-x (target Cu, λKα = 1.5418 Å – terbobot) yang diperoleh dari serbuk keramik MgO-Y2O3 dengan variasi jangkau sudut ukur °2θ. Dengan struktur kubik [grup ruang Fm-3m dan parameter kisi 4,217Å] [2], MgO hanya memiliki 5 puncak Kα1 pada jangkau sudut 10-100°C akibat adanya extinction [3], sedangkan Y2O3 [grup ruang Ia-3 dan parameter kisi 10,604Å] [4] memiliki 107 puncak Kα1 pada jangkau yang sama. Kondisi kontrasnya jumlah puncak tersebut diharapkan dapat mewakili kasus-kasus yang sering dihadapi para pengguna analisis Rietveld. Studi ini memberikan ilustrasi tentang batasan jangkau sudut pengukuran namun hasil analisis masih dalam toleransi akurasi.
2. Metode Penelitian Serbuk MgO dicampur dengan serbuk Y2O3 dengan komposisi 7:3 (berat) menggunakan penggiling konvensional (bola alumina, media akuades, waktu 30 menit) hingga homogen. Kalsinasi pada suhu 700°C selama 30 menit diperlukan untuk menghilangkan gugus hidroksida pada MgO yang bersifat higroskopis pada lingkungan dengan kelembaban tinggi.
147
dalam satu sel satuan, M adalah berat fase dan V adalah volume sel satuan.
3. Hasil dan Pembahasan Gambar 1 menunjukkan pola difraksi sinar-x (radiasi Cu, Kα rata-rata terbobot = 1,5418Å) serbuk campuran MgO-Y2O3 (30% fraksi berat Y2O3). Identifikasi fasa menunjukkan bahwa sampel hanya terdiri dari MgO dan Y2O3. Gambar 2 menunjukkan contoh plot hasil penghalusan Rietveld data difraksi sampel serbuk MgO-Y2O3 tersebut dengan jangkau sudut ukur/analisis 10-100 dan 10-70 °2θ. Tingkat kesesuaian (figures-of-merit) dari penghalusan itu disajikan pada Tabel 1. Dari Gambar 2 nampak bahwa kecocokan antara data terhitung dan terukur cukup baik, terlihat dari tidak adanya selisih puncak ekstra dan plot selisih (difference plot) yang tidak fluktuatif secara signifikan. Lebih lanjut, Tabel 1 menunjukkan bahwa penghalusan Rietveld dapat diterima menurut kriteria yang disyaratkan oleh Kisi [9], yaitu GoF < 4% dan Rwp < 20%. Dengan demikian, parameter-parameter yang diperhalus dapat diekstrak dan dapat dianalisis lebih lanjut.
Data difraksi sinar-x dikumpulkan menggunakan difraktometer dengan target Cu pada 40 kV dan 30 mA pada jangkau 2θ 10-100°, langkah 0.02° dan waktu pengukuran 1 s per langkah. Analisis Rietveld dilakukan menggunakan Rietica [5]. Analisis Rietveld dilakukan pada jangkau sudut ukur dan analisis (A) 10-100, (B) 10-90, (C) 10-80, (D) 10-70 dan (E) 10-60 °2θ. Abjad A hingga E sekaligus menjadi numenklatur yang digunakan untuk melaporkan hasil analisis sebagai fungsi jangkau sudut analisis. Parameter-parameter yang diperhalus meliputi (1) parameter global: sample displacement dan koefisien fungsi polinomial latar (orde 4) dan (2) parameter fase: parameter kisi, faktor skala, komponen pelebaran U dan HL [fungsi puncak Voigt] [6], asimetri puncak, dan preferred orientation. Parameter kisi merupakan salah satu parameter yang dilaporkan nilainya dalam penelitian ini, namun akurasinya tidak dapat dijamin karena koreksi 2θ0 [7] tidak dilakukan. Analisis komposisi dilakukan dengan menggunakan persamaan perhitungan fraksi berat relatif [8]
wi =
si ( ZMV ) i N
∑s k =1
k
(1)
( ZMV ) k
dengan wi adalah fraksi berat relatif fase i (%), s adalah faktor skala Rietveld fase i, Z jumlah rumus kimia fase
Gambar 1. Pola difraksi sinar-x dari serbuk MgO-Y2O3 (30% fraksi berat Y2O3). Radiasi yang digunakan adalah CuKα (λ = 1.5418 Å – terbobot). Tabel 1. Tingkat kesesuaian (figures-of-merit) dari penghalusan Rietveld sampel serbuk MgO-Y2O3 (30% fraksi berat Y2O3) untuk berbagai jangkau sudut ukur/analisis dan jumlah puncak Kα1 yang terlibat pada tiap jangkau untuk masing-masing fase.
A B C D E 15-100 15-90 15-80 15-70 15-60 GoF 1.1 1.1 1.2 1.2 1.2 Rwp 2.9 2.8 2.8 2.8 2.7 Jumlah puncak MgO 5 5 5 3 2 Jumlah puncak Y2O3 107 83 64 45 30
148
MAKARA, SAINS, VOLUME 12, NO. 2, NOVEMBER 2008: 146-150
Gambar 3 menyajikan tren nilai ketidakpastian (errors) parameter-parameter dan perhitungan hasil penghalusan Rietveld menggunakan Rietica dengan variasi sudut ukur/analisi, yang meliputi komponen pelebaran puncak Lorentzian (HL) dan (U), parameter kisi (a) dan fraksi
berat (W). Nampak jelas bahwa penyempitan jangkau sudut ukur/analisis memperbesar ketidakpastian parameter-parameter yang diekstrak dari analisis Rietveld. Misalnya, ketidakpastian U dan HL meningkat secara sistematis seiring dengan penyempitan jangkau
Gambar 2. Plot hasil penghalusan Rietveld menggunakan Rietica [5] untuk serbuk MgO-Y2O3 (30% fraksi berat Y2O3) pada jangkau 15-100 °2θ (kiri) dan 15-70 °2θ (kanan). Pola difraksi terukur digambarkan dengan tanda (+) dan pola difraksi terhitung digambarkan dengan garis lurus. Kurva paling bawah adalah plot selisih antara pola difraksi terukur dengan pola difraksi terhitung. Garis-garis tegak menunjukkan posisi-posisi puncak Bragg untuk kedua fase.
Gambar 3. Ketidakpastian (errors) parameter-parameter dan perhitungan hasil penghalusan Rietveld menggunakan Rietica, yang meliputi komponen pelebaran puncak Lorentzian (HL) dan (U), parameter kisi (a) dan fraksi berat (W).
MAKARA, SAINS, VOLUME 12, NO. 2, NOVEMBER 2008: 146-150
sudut analisis dan meningkat lebih dari 20% ketika jangkau sudut analisis adalah 15-60 °2θ untuk MgO. Bahkan untuk jangkau dan fase yang sama, ketidakpastian fraksi berat meningkat lebih dari 100% (gambar kanan bawah). Perlu dicatat di sini bahwa secara umum perubahan jangkau sudut analisis dari 15100 ke 15-80 °2θ tidak memberikan perbedaan signifikan terhadap ketidakpastian itu. Nilai kenaikan ketidakpastian terbesar adalah 3%. Gambar 4 menyajikan hasil penghalusan komponen pelebaran puncak Lorentzian (HL) dan (U), parameter kisi (a) dan fraksi berat (W) menggunakan Rietica. Nampak bahwa komponen pelebaran puncak sangat dipengaruhi oleh jangkau sudut ukur. Pengaruh terbesar terjadi pada jangkau 15-60 °2θ yang dapat mencapai penurunan nilai hingga lebih dari 50% pada komponen U. Penurunan komponen pelebaran puncak ini perlu dicermati karena kedua komponen itu berkaitan dengan besaran mikrostruktur, yaitu ukuran kristal dan regangan kristal tak-seragam [7]. Lebih lanjut, ukuran
kristal,
D∝
1 H L − H Ls
(dengan
149
HLs)
adalah
komponen pelebaran puncak Lorentzian material standar [10]. Sedangkan, menurut Mugiono [11], fraksi berat absolut fase dengan ukuran kristal besar w ∝ D akibat efek mikroabsorpsi. Dengan demikian penyempitan jangkau sudut analisis berpotensi menurunkan akurasi perhitungan fraksi berat absolut. Namun, penyempitan jangkau analisis hingga 10-70 °2θ tidak secara signifikan menyimpangkan parameter kisi dan fraksi berat relatif (Gambar 4, bawah). Sebagai catatan lanjut, penghalusan Rietveld adalah sebuah metode analisis data difraksi menyeluruh (whole-pattern analysis). Luaran (output) penghalusan parameter yang tergantung bidang kristal, contohnya ukuran kristal, adalah hasil rata-rata untuk seluruh bidang kristal [12]. Bila ukuran kristal suatu fasa bersifat anisotropik, maka perata-rataan akan memberikan deviasi yang lebih besar. Rietica tidak
Gambar 4. Nilai hasil penghalusan parameter-parameter dan perhitungan hasil penghalusan Rietveld menggunakan Rietica [5], yang meliputi komponen pelebaran puncak Lorentzian (HL) dan (U), parameter kisi (a) dan fraksi berat (W).
150
MAKARA, SAINS, VOLUME 12, NO. 2, NOVEMBER 2008: 146-150
mengadopsi aspek anisotropi ini dan deviasi peratarataan tidak diperhitungkan dalam pelaporan. Oleh sebab itu, ketidakpastian dalam perhitungan ukuran kristal bisa jadi lebih besar daripada yang dilaporkan bila anisotropi sifat mikroskopik fasa dilibatkan dalam penghalusan [13].
4. Kesimpulan Studi ini menghasilkan simpulan-simpulan sebagai berikut: a) pemilihan jangkau sudut ukur/analisis berpengaruh cukup signifikan pada nilai maupun ketidakpastian (errors) parameter-parameter hasil penghalusan Rietveld. Semakin sempit jangkau itu semakin besar penyimpangan dan ketidakpastian nilai parameternya. Penyimpangan dan kenaikan ketidakpastian nilai terjadi secara signifikan pada U dan HL terutama bila jangkau sudut analisis terlalu sempit (15-70 atau 15-60 °2θ), sedangkan hingga jangkau sudut 15-80 °2θ penyimpangan dan kenaikan ketidakpastian tidak melebihi 3%. Namun, analisis kuantitatif dipengaruhi nilai U untuk fasa dengan ukuran kristal besar, sehingga penyimpangan pada sudut itu (maupun ketidakpastiannya) dapat meningkat pula; b) Nilai parameter kisi dan fraksi berat relatif dan ketidakpastiannya tidak menyimpang atau naik lebih dari 5% pada jangkau sudut hingga 15-80 °2θ; c) Dari simpulan a dan b, dapat disarankan bahwa jangkau sudut ukur yang memadai untuk analisis Rietveld yang memberikan toleransi yang memadai setidak-tidaknya adalah hingga 80°2θ, dengan mempertimbangkan ukuran kristal fase pada sampel.
Ucapan Terima Kasih Ucapan terima kasih disampaikan kepada Lembaga Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat (LPPM)
ITS yang mendanai penelitian ini melalui dana DIPA tahun 2005.
Referensi [1] S. Pratapa, PhD Thesis, Curtin University of Technology, 2003. [2] S. Sasaki, K. Fujino, Y. Takeuchi, Proc. of the Japan Academy 55 (1979) 43-48. [3] T.M. Sabine, Journal of Applied Crystallography 10 (1977) 277-280. [4] M.G. Paton, E.N. Maslen, Acta Crystallographica A19 (1965) 307-310. [5] B.A. Hunter, in Newsletter of International Union of Crystallography, Commission on Powder Diffraction, Vol. 20, Sydney, 1998, p. 21. [6] J.I. Langford, Journal Applied Crystallography 11 (1978) 10-14. [7] S. Pratapa, B.H. O'Connor, B. Hunter, Journal Applied Crystallography 35 (2002) 155-162. [8] R.J. Hill, C.J. Howard, Journal of Applied Crystallography 20 (1987) 467-474. [9] E.H. Kisi, Materials Forum 18 (1994) 135-153. [10] S. Pratapa, B. H. O'Connor, Advances in X-ray Analysis 45 (2002) 41-47. [11] S. Mugiono, Master Thesis, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Surabaya, 2006. [12] K. Santra, P. Chatterjee, S.P. Sen Gupta, Materials Science Bulletin 25 (2002) 251-257. [13] P. Scardi, in: R. Snyder, J. Fiala, and H. J. Bunge Defect and Microstructure Analysis by Diffraction, edited by (IUCr/Oxford University Press, Oxford, 1999, p. 570-596.