SINTESIS SUPERKONDUKTOR BSCCO DENGAN VARIASI Bi DAN Pb MELALUI METODE SOL GEL DAN ANALISIS POLA DIFRAKSI SINAR X MENGGUNAKAN METODE RIETVELD FULLPROF YUNI SUPRIYATI M 0204066 Jurusan Fisika Fakultas MIPA Universitas Sebelas Maret ABSTRAK Telah dilakukan sintesis superkonduktor dengan metode sol gel dengan variasi Bi dan Pb. Hasil uji Meissner diperoleh bahwa sampel 1a (Bi1,8Pb0,4Sr2Ca2Cu3Ox dengan sintering pada suhu 846°C selama 48 jam), sampel 2b (Bi1,85Pb0,35Sr2Ca2Cu3Ox dengan sintering pada suhu 840°C selama 91 jam, dan sampel 3a sampel (Bi1,75Pb0,45Sr2Ca2Cu3Ox dengan sintering pada suhu 840°C selama 51+51 jam) mengalami efek Meissner lemah. Hasil terbaik analisa pola difraksi sinar X dengan perhitungan untuk parameter kisi 2223 adalah sampel 1a dengan a=b=5,402±0,068 Å dan c=37,189±0,181 Å. Sedangkan parameter kisi 2212 adalah sampel 3b dengan a=5,401±0,000 Å, b=5,412±0,019 Å, dan c=30,820±0,022 Å. Hasil terbaik analisa pola difraksi sinar X dengan metode Rietveld Fullprof untuk parameter kisi 2223 adalah sampel 2a dengan a=b=5,403±0,003 Å dan c=37,328±0,030 Å. Sedangkan parameter kisi 2212 adalah sampel 2b dengan a=5,388±0,003 Å, b=5,425± 0,002 Å, dan c=30,796±0,012 Å. Posisi atom fasa 2223 terbaik adalah sampel 2b dan fasa 2212 adalah sampel 1a. Kata kunci: sol gel, efek meissner, metode Rietveld Fullprof, fasa 2223, fasa 2212 Berdasarkan perkiraan kasar, perdagangan superkonduktor di dunia diproyeksikan untuk berkembang senilai $90 trilyun pada tahun 2010 dan $200 trilyun pada tahun 2020. Apabila superkonduktor baru dengan suhu kritis yang lebih tinggi telah ditemukan, pertumbuhan dibidang superkonduktor akan terjadi secara luar biasa (Ismunandar, 2002). Oleh karena itulah, berbagai penelitian dilakukan untuk mendapatkan kualitas superkoduktor yang aplikatif. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh H. Maeda, dkk pada tahun 1988 menemukan bahwa superkonduktor BSCCO (Bismuth atau Bi-Sr-Ca-Cu-O) memiliki 3 fase yaitu fasa 2201, fasa 2212, dan fasa 2223. Suhu kritis dari fasa 2201, fasa 2212, dan fasa 2223 secara berturut-turut adalah 10 K, 80 K, dan 110 K. BSCCO ini memiliki sifat mekanik yang
I. Pendahuluan Superkonduktor adalah salah satu bahan yang bisa digunakan dalam berbagai bidang. Dalam bidang transportasi dengan memanfaatkan efek Meissner, yaitu pengangkatan magnet oleh superkonduktor yang diterapkan pada kereta api super cepat yang ada di Jepang (Suyati, 2006). Superkonduktor juga dapat dimanfaatkan pada generator dengan efisiensi mencapai 99,6 persen. Untuk transmisi listrik, pemerintah Amerika Serikat dan Jepang berencana menggunakan kabel superkonduktor dengan pendingin nitrogen untuk menggantikan kabel listrik bawah tanah yang terbuat dari tembaga. Dengan menggunakan kabel superkonduktor, arus yang ditransmisikan akan meningkat karena 250 pon kabel superkonduktor dapat menggantikan 18.000 pon kabel tembaga (Ismunandar, 2002). 1
menganalisa pola difraksi yang menggunakan asas kuadrat terkecil dan secara umum dapat memisahkan puncak-puncak difraksi yang overlap sehingga bermanfaat untuk menganalisa struktur kristal yang kompleks. Software Rietveld yang sering dipakai adalah Fullprof, GSAS, dan Rietnan (Young, 1993). Pada penelitian kali ini digunakan metode Rietveld Fullprof karena penggunaannya relatif lebih mudah dan dapat menampilkan struktur kristal.
bagus sehingga mudah dibentuk, tidak mudah patah, tidak beracun dan dapat dikembangkan untuk pembuatan lapisan tipis. Dari penelitian yang telah dilakukan diketahui bahwa fase 2223 paling potensial untuk berbagai aplikasi dibandingkan dengan fasa-fasa lainnya karena suhu kritisnya tinggi. Kendala yang dihadapi dalam mendapatkan fasa 2223 murni adalah ketika mensintesa fasa 2223 masih tercampuri dengan fasa lain yang tidak menguntungkan maupun pengotor seperti Ca2PbO4. Secara umum, sintesis BSCCO dapat dilakukan dengan reaksi padatan yaitu dengan cara menggerus bahan sampai benar-benar halus dan homogen kemudian dilakukan kalsinasi dan sintering. Akan tetapi, untuk mendapatkan homogenitas yang tinggi diperlukan waktu yang lama, sehingga perlu mengadaptasi metode lain yang lebih efisien. Metode sol-gel merupakan salah satu metode yang dapat digunakan untuk mensintesis BSCCO dengan keuntungan bahanbahannya lebih murah dan lebih mudah diperoleh karena dalam bentuk garam nitrat (bukan dalam bentuk oksida). Selain itu, dalam produksi besar, kehomogenan campuran lebih baik sehingga didapatkan mutu superkonduktor yang baik pula (Santosa, 1996). Untuk mendapatkan fasa 2223 yang murni, dapat diatasi dengan beberapa cara salah satunya dengan menambahkan Pb pada BSCCO. Alasan digunakannya Pb sebagai tambahan pada superkonduktor BSCCO, karena titik leleh Pb lebih rendah daripada titik leleh Bi. Sehingga diharapkan substitusi parsial dari Bi oleh Pb dapat dilakukan dan menurut Sukirman (1995) menyatakan bahwa penambahan Pb dimaksudkan agar terjadi difusi antar atom penyusun dan Tc meningkat. Selain itu dengan penambahan dapat menghambat penyerapan uap air di udara oleh superkonduktor. Untuk mengidentifikasi fasa superkonduktor yang ada di dalam sampel dengan cara menganalisa hasil XRD dengan metode Rietveld. Karena dengan metode Rietveld, hasil yang diperoleh lebih akurat dibandingkan dengan pencocokan data XRD dengan teori secara manual. Metode Rietveld pertama kali dikenalkan oleh Hugo Rietveld pada tahun 1967, yaitu suatu metode untuk
II. Metodologi Penelitian
III. Hasil dan Pembahasan 1. Sintesis Superkonduktor BSCCO Tabel 3.1. Variasi Bi, Pb, kalsinasi, sintering dan efek Meissner Sintering Efek N Sampe Variasi Suhu Waktu Meissner o l (jam) (°C) 1 1a 48 846 lemah Bi =1,8 & Pb =0,4 2 1b 96 840 tidak ada Bi =1,85 & 3 2a 96 840 tidak ada 4 2b Pb =0,35 91 840 lemah 5 3a Bi =1,75 & 96 840 lemah 6 3b Pb =0,45 51+51 840 tidak ada
Awalnya, untuk sampel 2b waktu sintering 96 jam, tetapi terjadi pemadaman listrik 2
sehingga dengan terpaksa waktu sintering dihentikan pada waktu 91 jam. Sedangkan pada sampel 3b waktu sintering 51+51 jam, maksudnya adalah setelah 51 jam tejadi pemadaman listrik kemudian waktu sintering ditambah 51 jam lagi. 2. Uji Meissner Uji Meissner dilakukan dengan cara mendinginkan sampel ke dalam nitrogen cair kemudian magnet kuat diletakkan di atas sampel. Jika efek Meissner kuat maka magnet akan terangkat di atas sampel. Efek Meissner dikatakan lemah jika magnet tertolak oleh sampel tetapi magnet tidak sampai terangkat. Sedangkan efek Meissner dikatakan tidak ada jika tolakan magnet oleh sampel sangat lemah. Dari keenam sampel yang dibuat tidak ada sampel yang mengalami efek Meissner kuat. Karena sampel tidak langsung di uji Meissner, maka sampel telah banyak menyerap uap air, sehingga efek Meissner yang dihasilkan tidak terlalu kuat.
(b)
3. Uji XRD 3.1. Perhitungan 3.1.1. Identifikasi Pola XRD Dari data XRD dilakukan pengidentifikasian fasa dan Indeks Miller (h, k, l) dengan menyamakan 2θ puncak-puncak hasil XRD dan h, k, l dengan data JCPDS (Join Committe on Powder Diffraction Standar). Hasilnya sebagai berikut:
(c)
(d)
(a) 3
dengan waktu sintering selama 48 jam pada suhu 846 °C (lihat tabel 3.2). Tabel 3.3. Parameter kisi fasa 2212 No Sampel a (Å) b (Å) 1 1a 5,388±0,000 5,575±0,214 2 1b 5,383±0,000 5,349±0,050 3 2a 5,383±0,000 5,336±0,051 4 2b 5,358±0,000 5,609±0,457 5 3a 5,392±0,000 5,564±0,275 6 3b 5,401±0,000 5,412±0,019
c (Å) 30,675±0,178 30,756±0,367 30,858±0,374 30,480±0,068 30,732±0,005 30,820±0,022
Parameter kisi fasa 2212 menurut JCPDS adalah a= 5,400 Å, b= 5,420 dan c=30,800 Å. Parameter kisi pada masing-masing sampel terlihat pada tabel 3.3. Di antara sampel yang telah dibuat, parameter kisi sampel 3b paling mendekati JCPDS.
(e)
3.2. Metode Rietveld Fullprof 3.2.1. Identifikasi Pola XRD Dengan menggunakan data XRD dari sampel sebagai file dat dan memberikan masukan Space Group, posisi atom dalam sel satuan dan parameter kisi dari fasa 2223 dan 2212 pada masing-masing file pcr dihasilkan gambar penghalusan (Rietveld) seperti pada gambar 3.2. Grafik yang berwarna merah dengan garis putus-putus merupakan hasil pengamatan (Yobs) dari data XRD. Grafik berwarna hitam adalah hasil perhitungan (Ycalc) dari penghalusan menggunakan software Fullprof. Grafik berwarna biru merupakan selisih hasil pengamatan dan hasil perhitungan (Yobs-Ycalc). Garis tegak berwarna hijau merupakan posisi Bragg (Bragg-position), dimana pada garis inilah terjadi difraksi yang dimunculkan dengan munculnya puncak-puncak difraksi.
(f) Gambar 3.1 Identifikasi pola XRD menggunakan JCPDS
Dari gambar 4.1 di atas menunjukkan bahwa pada masing-masing sampel terdapat fasa superkonduktor yaitu 2223, 2212, 2201 dan pengotor yaitu Ca2PbO4. 3.1.2. Parameter Kisi Tabel 3.2. Parameter kisi fasa 2223 No Sampel a=b (Å) c (Å) 1 1a 5,402±0,068 37,189±0,181 2 1b 5,364±0,087 37,310±0,218 3 2a 5,331±0,126 37,757±0,891 4 2b 5,337±0,137 37,278±0,209 5 3a 5,157±0,794 37,739±0,935 6 3b 5,368±0,130 37,624±1,065
Parameter kisi fasa 2223 menurut JCPDS adalah a=b=5,409 Å dan c=37,202 Å. Dari keenam sampel yang memiliki parameter kisi paling mendekati JCPDS adalah sampel 1a 4
Sampel 1a
Sampel 2a
Sampel 1b
Sampel 2b
5
macam fasa yaitu fasa 2223 dan 2212. Selain itu ada puncak yang tidak teridentifikasi oleh fasa 2223 maupun 2212 yang ditunjukkan dengan tanda (x). Berdasarkan gambar 4.2, secara umum intensitas fasa 2212 dari hasil perhitungan (garis hitam) lebih dominan daripada intensitas pada fasa 2223. Hal ini menunjukkan bahwa sampel lebih banyak mengandung fasa 2212 daripada 2223. Dari keenam sampel, gambar 2a paling baik jika dibandingkan dengan gambar lainnya karena garis biru lebih rata daripada gambar lainnya. Secara umum, garis biru yang seharusnya rata menjadi kurang rata karena di dalam sampel superkonduktor bukan hanya terdiri dari satu macam fasa saja, melainkan terdiri dari fasa 2223, 2212, 2201, Ca2PbO4 dan fasa pengotor lain. 3.2.2. Parameter Kisi Dari file pcr akhir hasil penghalusan diperoleh parameter kisi masing-masing fasa. Input awal parameter kisi fasa 2223 dari nilai JCPDS sebesar a=b=5,409 Å dan c=37,202 Å. Hasil parameter kisi menggunakan software Fullprof dapat dilihat pada tabel 3.4. Dari data tersebut yang memiliki ralat paling kecil adalah sampel 2a dengan stokiometri Bi1,85Pb0,35Sr2Ca2Cu3Ox dan waktu sintering 96 jam.
Sampel 3a
Tabel 3.4. Parameter kisi fasa 2223 hasil Rietveld menggunakan software Fullprof No Sampel a=b (Å) c (Å) 1 1a 5,404±0,008 37,246±0,051 2 1b 5,394±0,005 37,004±0,042 3 2a 5,403±0,003 37,328±0,030 4 2b 5,389±0,004 37,160±0,032 5 3a 5,360±0,007 36,926±0,049 6 3b 5,386±0,026 37,017±0,204 Sampel 3b Gambar 3.2 Grafik output hasil Rietveld menggunakan software Fullprof
Fasa yang diidentifikasi pada setiap sampel adalah 2223 dan 2212. Karena jika dibandingkan dengan fasa superkonduktor BSCCO yang lain kedua fase ini memiliki suhu kritis relatif tinggi dibandingkan fasa 2201. Pada puncak-puncak tertentu memiliki dua
Sedangkan untuk fasa 2212 menurut JCPDS adalah a= 5,400 Å, b= 5,420 Å dan c=30,800 Å. Berdasarkan tabel 3.5, parameter kisi hasil dari penghalusan menggunakan software Fullprof tidak berbeda jauh dengan JCPDS, namun yang memiliki ralat kecil pada sampel 2b. 6
No 1 2 3 4 5 6
Tabel 3.5. Parameter kisi fasa 2212 menggunakan software Fullprof Sampel a (Å) b (Å) 1a 5,370±0,007 5,415±0,006 1b 5,389±0,005 5,409±0,004 2a 5,400±0,000 5,408±0,004 2b 5,388±0,003 5,425± 0,002 3a 5,378±0,006 5,407±0,005 3b 5,368±0,019 5,408±0,017
posisi atom pada sumbu x dan y bernilai 0 dan 0,25 maka posisi atom yang dihaluskan pada sumbu z dengan nilai selain 0,5. Hasil penghalusan fasa 2212 terlihat pada tabel 3.9. Berdasarkan data penghalusan menunjukkan bahwa sampel 2a mempunyai nilai ralat lebih kecil jika dibandingkan dengan sampel lain.
hasil Rietveld c (Å) 30,769±0,032 30,774±0,027 30,634±0,012 30,796±0,012 30,734±0,028 30,742±0,097
Tabel 3.8. Input posisi atom fasa 2212 untuk software Fullprof (Kunishige, 1990) Atom x y z Bi 0,000 0,000 0,197 Sr 0,000 0,000 0,392 Ca 0,000 0,000 0,500 Cu1 0,000 0,000 0,056 O1 0,250 0,250 0,250 O2 0,250 0,250 0,047 O3 0,000 0,000 0,140 O4 0,000 0,000 0,320
3.2.3. Posisi Atom Posisi atom dalam unit sel penyusun fasa 2223 seperti terlihat pada tabel 3.6. Data tersebut dijadikan input pada software Fullprof yang selanjutnya dilakukan penghalusan. Nilai posisi atom yang dihaluskan adalah selain 0,0; 0,25; 0,5; 0,125 dan 0,75. Karena posisi atom pada sumbu x dan y bernilai rata-rata bernilai 0 dan 0,5 maka posisi atom yang dihaluskan adalah sumbu z. Tabel 3.6. Input posisi atom fasa 2223 untuk software Fullprof (Wenjie, 1989) Atom x y z Bi 0,000 0,000 0,209 Sr 0,500 0,500 0,139 Ca 0,500 0,500 0,043 Cu1 0,000 0,000 0,000 Cu2 0,000 0,000 0,091 O1 0,500 0,000 0,000 O2 0,500 0,000 0,087 O3 0,000 0,000 0,151 O4 0,500 0,000 0,250
Hasil penghalusan untuk fasa 2223 pada masing-masing sampel dapat dilihat pada tabel 4.7 dengan x, y, dan z yang bernilai 0; 0,25 dan 0,5 tidak dihaluskan. Berdasarkan tabel 4.7 menunjukkan bahwa kebanyakan sampel 2b memiliki ralat paling kecil jika dibandingkan dengan sampel lainnya. Fasa 2212 terdiri dari 8 atom dengan posisi atom terlihat pada tabel 4.8 yang dijadikan input software Fullprof. Karena nilai
7
Tabel 3.7. Posisi atom fasa 2223 hasil Rietveld software Fullprof Ato 1a, 1b, 2a, 2b, 1a 1b 2a m 3a, 3b x y z z z Bi 0,000 0,000 0,176± 0,195± 0,179± 0,002 0,002 0,001 Sr 0,500 0,500 0,197± 0,146± 0,155± 0,002 0,002 0,003 Ca 0,500 0,500 0,025± 0,032± 0,042± 0,004 0,005 0,006 Cu1 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 Cu2 0,000 0,000 0,084± 0,108± 0,112± 0,003 0,004 0,004 O1 0,500 0,000 0,000 0,000 0,000 O2 0,500 0,000 0,090± 0,121± 0,098± 0,010 0,0131 0,012 O3 0,000 0,000 0,230± 0,133± 0,188± 0,013 0,017 0,016 O4 0,500 0,000 0,250 0,250 0,250 Tabel 3.9. Posisi atom fasa 2212 hasil Rietveld software Fullprof 1a, 1b, 2a, 1a 1b 2a Ato 2b, 3a, 3b m x y z z z Bi 0,000 0,000 0,197± 0,198± 0,200± 0,001 0,002 0,001 Sr 0,000 0,000 0,390± 0,391± 0,401± 0,002 0,002 0,002 Ca 0,000 0,000 0,500 0,500 0,500 Cu1 0,000 0,000 0,061± 0,061± 0,055± 0,003 0,003 0,001 O1 0,250 0,250 0,250 0,250 0,250 O2 0,250 0,250 0,051± 0,069± 0,057± 0,010 0,010 0,003 O3 0,000 0,000 0,107± 0,082± 0,138± 0,011 0,016 0,002 O4 0,000 0,000 0,278± 0,251± 0,368± 0,071 0,021 0,003
8
2b
3a
3b
z 0,196± 0,001 0,151± 0,003 0,033± 0,004 0,000 0,010± 0,004 0,000 0,082± 0,011 0,144± 0,015 0,250
z 0,189± 0,002 0,165± 0,004 0,045± 0,009 0,000 0,087± 0,006 0,000 0,107± 0,020 0,141± 0,024 0,250
z 0,194± 0,010 0,164± 0,019 0,057± 0,033 0,000 0,093± 0,027 0,000 0,071± 0,075 0,137± 0,009 0,250
2b
3a
3b
z 0,198± 0,001 0,392± 0,001 0,500 0,059± 0,001 0,250 0,062± 0,005 0,116± 0,005 0,293± 0,007
z 0,198± 0,002 0,391± 0,002 0,500 0,058± 0,003 0,250 0,060± 0,011 0,116± 0,012 0,270± 0,019
z 0,200± 0,006 0,391± 0,008 0,391 0,058± 0,011 0,250 0,046± 0,053 0,128± 0,049 0,289± 0,067
teori adalah sampel 2a dengan nilai sebagai berikut:
IV. Simpulan dan Saran 4.1. Simpulan 1. Hasil uji Meissner diperoleh pada sampel 1a (Bi1,8Pb0,4Sr2Ca2Cu3Ox dengan sintering pada suhu 846°C selama 48 jam), 2b (Bi1,85Pb0,35Sr2Ca2Cu3Ox dengan sintering pada suhu 840°C selama 91 jam), dan 3a (Bi1,75Pb0,45Sr2Ca2Cu3Ox dengan sintering pada suhu 840°C selama 51+51 jam), efek Meisner-nya lemah. 2. Hasil analisa data XRD dengan perhitungan diperoleh bahwa parameter kisi fasa 2223 pada sampel 1a lebih mendekati JCPDS dengan a=b=5,402±0,068 Å dan c=37,189±0,181 Å. Sedangkan parameter kisi fasa 2212 pada sampel 3b lebih mendekati JCPDS dengan a=5,401±0,000 Å, b=5,412±0,019 Å dan c=30,820±0,022 Å. 3. Hasil analisa data XRD menggunakan metode Rietveld Fullprof diperoleh bahwa parameter kisi fasa 2223 pada sampel 2a lebih mendekati JCPDS dengan a=b=5,403±0,003Å dan c=37,328±0,030 Å. Sedangkan parameter kisi fasa 2212 pada sampel 2b lebih mendekati JCPDS dengan a=5,388±0,003 Å, b=5,425±0,002 Å dan c=30,796±0,012 Å. 4. Posisi atom dalam sel satuan menggunakan metode Rietveld Fullprof untuk fasa 2223 yang lebih mendekati teori adalah sampel 2b dengan nilai sebagai berikut: Atom Bi Sr Ca Cu1 Cu2 O1 O2 O3 O4
x 0,000 0,500 0,500 0,000 0,000 0,500 0,500 0,000 0,500
y 0,000 0,500 0,500 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
Atom Bi Sr Ca Cu1 O1 O2 O3 O4
x 0,000 0,000 0,000 0,000 0,250 0,250 0,000 0,000
y 0,000 0,000 0,000 0,000 0,250 0,250 0,000 0,000
z 0,200±0,001 0,401±0,002 0,500 0,055±0,001 0,250 0,057±0,003 0,138±0,002 0,368±0,003
4.2. Saran 1. Dalam pembuatan superkonduktor menggunakan metode sol gel harus dilakukan dengan hati-hati dan menggunakan alat-alat serta ruangan yang bersih agar sampel yang dihasilkan tidak tercampur dengan bahan-bahan lain. 2. Digunakan bahan-bahan dengan kemurnian tinggi sehingga superkonduktor yang dihasilkan tidak banyak mengandung fasa pengotor. 3. Sebaiknya suhu furnace benar-benar dikontrol agar suhu sintering tidak terlalu tinggi. 4. Dilakukan perhitungan untuk mengetahui kandungan fasa-fasa pada tiap sampel. 5. Pada waktu melakukan penghalusan dengan software Fullprof diusahakan agar residu faktor Bragg sekecil mungkin sehingga diperoleh hasil penghalusan dengan garis biru rata.
z 0,196±0,001 0,151±0,003 0,033±0,004 0,000 0,010±0,004 0,000 0,082±0,011 0,144±0,015 0,250
V. Daftar Pustaka Ismunandar, Cun Sen, 2002, Mengenal Superkonduktor, Diakses 12 Mei 2008. http://www.fisikanet.lipi.go.id/utama.c gi?cetakartikel&1100396563 Kunishige, A., dkk, 1990, Crystal Structure of Sr-Ca-Cu-O: A Comparison Between That of Sr-Ca-Cu-O and of Bi-Sr-CaCu-O, Ube Research Laboratory, Ube
Sedangkan posisi atom dalam sel satuan untuk fasa 2212 yang lebih mendekati
9
Industries, Ltd., 1978-5 Kogushi, Ube, 755 Japan. Santosa, Usman, Suhardjo Poertadji, 1996, Pembuatan Superkonduktor dengan Metode Sol-Gel, Seminar Fisika Lingkungan, Yogyakarta. Sukirman, E., 1995, Sintesis Superkonduktor Keramik Sistem YBCO dan BSCCO dengan Metode Reaksi Padatan, Buletin BATAN th XVI no.2. Batan, Yogyakarta. Suyati, W.A., 2006, Fenomena Fisik dan Analisa Pola Difraksi Sinar-X pada Bahan YBa2Cu3O7-x Superkonduktor Menggunakan Metode Rietveld Fullprof, Skripsi S-1 Fisika FMIPA UNS. Wenjie, Z., dkk, 1989, Preparative and structural Studies on Various Substitutions in the Bi-Sr-Ca-Cu-O System, Institute of Physical Chemistry, Peking University, Beijing 100871, China. Young, R.A., 1993, The Rietveld Method, Oxford University Press, New York.
10