Daftar isi Risalah Seminar Ilmiah
Aplikasi Isolop dan Radiasi, 2006
PENGARUH IRADIASI SINAR GAMMA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PEMBUNGAAN STEK PUCUK KRISAN (Chrysanthemum morifolium RamaL) CV. DARK FIJI Ita Dwimahyani, Sasanti Wicliarsih clan Yulidar Pusat Aplikasi Teknologi
Isotop dan Radiasi - BAT AN
ABSTRAK PENGARUH IRADIASI SINAR GAMMA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PEMBUNGAAN (Chrysanthemum mori[olium Ramat.) CV. DARK FIJI. Telah dilakukan STEK PUCUK KRISAN penelitian tentang pengaruh iradiasi sinar gamma terhadap pertumbuhan stek pucuk krisan kultivar Dark Fiji. Stek pucuk yang telah berakar diiradiasi dengan sinar gamma masing-masing dengan dosis 0, 10, 15, 20 dan 25 Gy, kemudian ditanam di rumah plastik di Ciawi. HasH penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan tanaman semakin terhambat seiring dengan semakin tingginya dosis iradiasi yang diberikan, baik dalam tinggi tanaman maupun proses pembungaan. Dosis optimal untuk iradiasi kultivar Dark Fiji adalah 10-15 Gy. Tanaman dengan dosis di atas 15 Gy berbunga lebih lambat dan tanaman menjadi kerdil. Dosis 25 Gy hanya berbunga sebanyak 6.45% dan tak mampu memasuki fase mekar. Diperoleh 15 materi mutan potensial untuk dikembangkan menjadi galur mutan melalui kultur jaringan.
ABSTRACT EFFECTS
OF
GAMMA
RAY
IRRADIATION
ON
GROWTH
AND
FLOWERING
OF
CHRYSANTHEMUM (Chrysanthemum mori[olium Ramat.) SHOOT CUTTINGS CV. DARK FIJI. An experiment was conducted on gamma ray irradiation effects on growth and flowering of rooted shoot cuttings of chrysanthemum cv. Dark Fiji. Rooted shoot cuttings were irradiated by gamma rays with dosages of 0, 10, 15, 20 and 25 Gy, respectively, and then were planted in greenhouse at Ciawi. Result of the experiment showed that plant growth from each dosage varied, both in plant height and in flowering process. The optimal dose for cbry-s~m cv. Dark Fiji irradiation is suggested to be 10-15 Gy. Plants irradiated with dose higher than 15 Gy showed late flowering and dwarfing, and plants irradiated with 25 Gy dose only 6.45% had shown flowering and unable to bloom. 15 potential mutant materials were found and developed to become new mutant lines through tissue culture techniques. Kata kunci: iradiasi gamma, krisan, stek pucuk
PENDAHULUAN Tanaman krisan (Chrysanthemum morifolium Ramat syn. Dendranthema grandiflora Tzvelev.) telah lama dikenal masyarakat Indonesia. Selain sebagai tanaman hias dalam pot, krisan juga populer sebagai bunga potong. Bunga krisan sering digunakan dalam berbagai acara perayaan keagamaan maupun adat, seperti perkawinan, pemakaman, ulang tahun dan lainlain. Produksi bunga krisan di Indonesia pad a tahun 2003 mencapai 20,4 juta tangkai dengan luas area tanam lebih dari 2 juta are (1). Krisan yang banyak ditemui sekarang ini antara lain berbentuk pompon, tunggal, dekoratif, anemon, spider, dan berbunga besar (2). Untuk menjaga agar minat masyarakat terhadap komoditi ini tetap tinggi, diperlukan ketersediaan jenis-jenis baru tanaman krisan secara terus-menerus, baik dalam hal warna maupun bentuk bunga. Salah satu upaya untuk menghasilkan kultivar krisan baru adalah melalui pemuliaan mutasi.
Krisan merupakan tanaman heksaploid yang menyerbuk silang seperti tanaman hias lainnya dan diperbanyak secara vegetatif, sehingga perbaikan tanaman krisan melalui persilangan sulit dilakukan di Indonesia karena keberhasilan persilangan krisan membutuhkan suhu siang dan malam yang konstan yaitu sekitar 17"C dengan kelembaban relatif 70%. Selain itu, bunga krisan memiliki sifat self-incompatibility (3). Pemuliaan dengan teknik mutasi ternyata lebih efektif dilakukan pada pemuliaan tanaman yang diperbanyak secara vegetatif, khususnya pada tanaman hias. Mutan pertama krisan diperoleh pada tahun 1969 dengan sinar X dosis 10 - 25 Gy, sinar gamma 15 - 17,50 Gy dan EMS 2,50% terhadap setek, sedangkan pada plantlet dengan sinar X dosis 8 Gy; menghasilkan warna bunga yang beragam (4,5). Berdasarkan data IAEA, saat ini terdapat sekitar 500 varietas tanaman hias di dunia yang dihasilkan melalui teknik mutasi, 211 di antaranya adalah varietas tanaman krisan.
115
Risalan Seminar llmian
Aplikasi lsotop dan Radiasi, 2006
Tanaman krisan merupakan tanaman hari pendek yang seeara alamiah di daerah asalnya akan mengalami pertumbuhan vegetatif pada hari panjang pada musim panas dan akan mengalami perkembangan generatif pada hari pendek pada musim gugur. Tanaman hari pendek memerlukan panjang hari lebih pendek dari periode kritisnya untuk berbunga, sehingga akan segera berbunga apabila panjang hari at au jumlah jam terang kurang dari suatu batasan tertentu (61. Krisan pada panjang hari kurang dari 14,5 jam akan memasuki fase generatif. Indonesia sebagai daerah tropis memiliki panjang hari dan malam hampir seimbang yaitu masingmasing sekitar 12 jam. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh beberapa dosis iradiasi sinar gamma terhadap pertumbuhan dan pembungaan stek pueuk krisan tipe standar ev. Dark Fiji yang ditanam di Gadog, Ciawi.
tanah. Untuk setiap m2 tanah dipupuk dengan 10 g urea, 15 g ZA, 10 g TSP dan 25 g KN03. Dosis pemupukan yang sarna diberikan sebulan sekali. Penyiraman dan pengendalian hama penyakit dilakukan sesuai kebutuhan. Pengamatan dan pengambilan data dimulai setelah tanaman berumur satu bulan. Parameter yang diamati antara lain persentase hidup, tinggi tanaman, persentase tanaman berbunga, dan persentase tanaman mekar. HASIL DAN PEMBAHASAN Stek pueuk krisan yang digunakan dalam pereobaan ini sebagian besar berhasil tumbuh tanpa adanya serangan hama penyakit yang berarti. Penampilan pertumbuhan pertanaman krisan dalam greenhouse pada umur dua minggu dapat dilihat dalam Gambar 1.
BAHAN DAN METODE Penelitian ini dilakukan pada tahun 2006 dan berlokasi di rumah plastik lahan PT. Saung Mirwan, Gadog, Ciawi. Materi tanaman yang digunakan adalah setek pueuk yang telah berakar dari kultivar Dark Fiji dengan bentuk bunga dekoratif dan warna bunga merah gelap. Kultivar ini merupakan bunga tipe standar, dan dalam praktek budidaya krisan komersial seluruh tunas dan eabang samping dari tipe bunga ini umumnya dirempel sehingga dalam satu batang hanya menghasilkan satu kuntum bunga (2). Dalam penelitian ini, semua tunas dan eabang dibiarkan tumbuh normal untuk menghindari terbuangnya mutan potensial yang muneul pada tunas-tunas samping. Dalam pereobaan ini tanaman krisan ditempatkan dalam kondisi hari pendek tanpa penambahan eahaya lampu sejak pert am a kali tanam. Hal ini dilakukan agar tanaman seger a memasuki fase generatif atau pembungaan. Untuk menghindari bias eahaya dari lahan pertanaman krisan di sekitarnya, lahan pereobaan pada malam hari ditutup sekelilingnya dengan plastik hitam. Iradiasi sinar gamma 6OCOyang digunakan ada lima dosis, yaitu 0, 10, 15, 20, dan 25 Gy dengan jumlah tanaman untuk setiap dosis 75 stek pueuk. Pereobaan diraneang dengan Raneangan Aeak Kelompok dengan 3 ulangan sehingga jumlah tanaman untuk setiap ulangan 25 batang. Jumlah keseluruhan tanaman yang digunakan dalam pereobaan ini adalah 375 tanaman. Jarak tanam yang digunakan adalah 12 x 12 em. Tiga minggu sebelum penanaman, tanah difumigasi, kemudian ditambahkan sekam dan pupuk kandang (1:2) dicampur merata dengan 116
Gambar 1. Pertumbuhan tanaman krisan umur 2 MST IMinggu Setelah Tanam) di lapangan (masing-masing dari kanan ke kiri: tanaman dengan dosis iradiasi 0, 10, 15, 20, dan 25Gy)
Data persentase tanaman yang berhasil hidup setelah tanam ditampilkan dalam Tabel 1. Walaupun dosis 25 Gy menunjukkan angka terendah (94,560/0), tampaknya dari berbagai dosis yang diujikan persentase tanaman yang berhasil hidup antar dosis pada 4 minggu pertama tak ban yak berbeda dan semuanya mendekati seratus persen,. Hampir seluruh stek pueuk, baik kontrol maupun yang diiradiasi mampu bertahan hidup dengan baik. Namun pada pengamatan 6 MST (Minggu Setelah Tanam), tanaman yang diiradiasi dengan dosis 25 Gy hanya 70,51 % yang mampu hidup. Dosis yang digunakan ini sebenarnya masih jauh dari LD50 yang pernah dilakukan YAMAKAWA (7) untuk stek berakar Chrysanthemum morifolium, yaitu sekitar 50-200 Gy. Diduga setiap kultivar memiliki tingkat sensitivitas terhadap iradiasi gamma yang berbeda. Namun AMANO dan YAMAGUCHI (8)
Risalah Se.:~JrJlrIlmiah
menyatakan bahwa dosis kematian 50% at au LD50 mungkin terlalu tinggi untuk penerapan mutasi induksi dalam pemuliaan tanaman, dan seeara umum menyarankan penggunaan survival rate 80% atau LD20. Tabel 1. Pengaruh dosis iradiasi gammaterhadap persentase stek pueuk krisan yang hidup pada umur 4 dan 6 MST(MingguSetelahTanam) 100 6MST 98,57 96,00 4MST 98,65 96,25 98,57 Persentasehidup (0/0) 94,56 93,33 70,51 Dosisiradiasi 97,53 (Gy)
Tabel2. Pengaruh dosis iradiasi gamma terhadap tinggi tanaman krisan pada umur 4 dan 6 MST (Minggu SetelahTanam) 4MST 6MST 9,87 16,64e 31,20a ed Tingj(iTanaman(em) 7,30 6,07d 12,45b 22,93b 11,27d 6,30e Dosisiradiasi 16,43a
hampir seluruh tanaman mengalami stagnasi pertumbuhan dan tak mampu membentuk daun dan eabang baru. Sejumlah tanaman bahkan tampak menguning, layu dan akhirnya mati. Pada umur satu bulan, tanaman krisan telah mulai keluar kuneup atau kenop bunga, terutama pada stek yang diiradiasi dengan dosis 0 dan 15 Gy yang nilainya mendekati 100% berbunga (Tabel 3). Tanaman yang diiradiasi dengan dosis 10 Gy ternyata berbunga sedikit lebih lambat dibanding dengan tanaman yang diiradiasi dengan dosis 0 dan 16 Gy. Jumlah tanaman dosis 10 Gy yang menunjukkan muneulnya kuntum bunga hanya 74,33% pada umur 4 MST dan baru berbunga sepenuhnya (100%) pada umur 6 MST. Tanaman yang diiradiasi dengan dosis tinggi (20 dan 25 Gy) sarna sekali belum menunjukkan tanda-tanda pembungaan pada umur 4 MST dan baru memasuki mas a generatif pada umur 6 MST. Hal ini menunjukkan bahwa radiasi dapat menghambat pembentukan bunga. Tabel3. Persentase jumlah tanaman yang berbunga pada umur 4 dan 6 MST(MingguSetelahTanam) 0100Persentaseberbunga(%) 100 100 6MST 91,61 61,97 6,45 74,33 Dosisiradiasi 91,61 4MST
(Gy) 20 15 10 25 0
Aplikasi Isotop dan Radiasi, 2006
(Gy)
Keterangan : hurufyangsarnapada kolornyangsarnarnenunjukkan tidakberbedanyatapadatarafnyata5% denganuji BNJ.
Pada awal penanaman, tinggi stek berakar krisan relatif seragam, yaitu berkisar antara 8-10 em. Pada 4 dan 6 MST, semakin tinggi dosis yang diberikan, pertumbuhan tanaman krisan semakin terhambat (Tabel 2). Pada pengamatan 4 MST, tanaman yang diiradiasi dengan dosis 15 Gy ke atas tingginya banyak berubah, bahkan ada yang mengalami penurunan dan menjadi kerdil. Seeara visual, pada umur 4 MST tampak sekali berbagai perubahan bentuk pada daun yang tumbuh segera setelah perlakuan iradiasi. Perubahan bentuk daun ini diperkirakan hanya akibat kerusakan fisiologis, karena dua minggu kemudian (umur 6 MST) daun baru yang muneul telah pulih dan kembali ke bentuk yang normal, keeuali pada stek yang diiradiasi dengan dosis 25 Gy hampir tidak menunjukkan adanya pertambahan daun sarna sekali. Setelah 6 minggu, stek yang diiradiasi dengan dosis 10-15 Gy mampu tumbuh dengan relatif normal, tak jauh berbeda dengan tanaman kontrol, namun tan am an dengan dosis tinggi (2025 Gy) ban yak yang terhambat pertumbuhannya. Terutama pada radiasi dengan dosis 25 Gy,
Berdasarkan pengamatan di lapangan, tanaman yang mampu pulih dari kerusakan fisiologis akibat iradiasi akan membentuk eabang atau tunas baru dan selanjutnya membentuk bunga. Namun pada dosis 25 Gy, jumlah tanaman yang mampu membentuk tunas baru dan berbunga sangat sedikit (6,45%) dan tidak ada satupun dari bunga yang dihasilkan dapat mekar dengan sempurna (Tabel 4). Tabel4. Pengaruhdosis iradiasi gammaterhadap persentase jumlah tanaman krisan yang dapat berbungamekar pada umur 8 MST(MingguSetelahTanam) Dosisiradiasi(G o 10 15 20 25
PersentaseMekar (0/0 23,08 38,36 23,19 17,81 o
Pada umur dua bulan at au 8 MST, kuneup bunga mulai mekar dengan sempurna. Dari data pada Tabel 4, tampak bahwa bunga pada dosis 10 Gy mekar sedikit lebih awal dengan persentase 117
Risalah Seminar IImiah
Aplikasi Isotop dan Ri;;jiasi, 2006
mekar 38,36%. Iradiasi pada dosis rendah menstimulir pertumbuhan tanaman (9).
Gambar2.
dapat
Beberapamutasi bentuk dan warna bungayang terjadi akibat iradiasi sinar gammapada krisan cv. Dark Fiji. Gambar pada tepi kanan bawah adalahbunga dari varietaskontrol.
Bunga yang telah mekar dapat diamati warna dan bentuk mahkota bunganya. Dari pengamatan, mutasi warna yang terjadi sebagian besar adalah gradasi yang tidak berbeda jauh dengan warna bunga kontrolnya yaitu merah gelap (Gambar 2). Variasi warna yang diperoleh antara lain merah kecoklatan, merah ungu, merah semburat kekuningan, merah sumba dan merah gelap bergaris putih. Perbedaan penampilan warna bunga kemungkinan disebabkan oleh kandungan flavonoid, karotenoid atau betalain. Selain kandungan flavonoid dan karotenoid, pH dan unsur yang terdapat pada sel epidermis bunga juga berperan dalam menentukan warna bunga yang dihasilkan
tumbuh berdampingan dalam suatu jaringan tanaman. Jika pada saat mutasi terjadi sel berada pada tempat dimana pembelahan sel lebih lanjut relatif kecil, sehingga kemungkinan mutasi yang terdeteksi secara visual akan rendah. Lebih lanjut, jika mutasi ini menghasilkan genotipe yang secara morfologi tak jauh berbeda dari tanaman asalnya, maka kemungkinan tanaman tersebut untuk teridentifikasi sebagai kimera juga rendah (11). Dari beragam mutan yang diperoleh, terpilih sekitar 15 kuntum bunga yng menunjukkan potensi untuk dikembangkan menjadi galur. Materi ini selanjutnya akan diperbanyak melalui kultur jaringan. Perlu diadakan penelitian lebih lanjut untuk menguji kestabilan mutasi pada generasi berikutnya dan pemurnian galur-galur mutan yang diperoleh. KESIMPULAN Dosis optimal iradiasi sinar gamma untuk mendapatkan mutan krisan cv. Dark Fiji adalah 10-15 Gy. Dosis yang lebih tinggi mengalami kerusakan fisiologis yang parah sehingga tanaman menjadi kerdil dan lambat berbunga. Tanaman yang diiradiasi dengan dosis 25 Gy hanya mampu berbunga sebesar 6,45% dan tak satupun tanaman yang mampu mekar. Mutasi pada warna bunga yang diperoleh adalah variasi gradasi warna dari warna bunga aslinya. Dari penelitian ini diperoleh 15 kuntum bunga hasil mutasi yang potensial untuk dikembangkan menjadi galur mutan melalui teknik kultur jaringan. UCAP AN TERIMA KASIH
(9).
Selain perubahan warna bunga, berbagai perubahan pada bentuk bunga akibat mutasi juga ditemukan. Krisan sebagai famili Asteraceae memiliki bunga komposit, dengan bunga di bagian tepi disebut disk flower atau bunga cakram dan bunga di bagian tengah disebut ray flower at au bunga pita (2). Bunga pada tanaman kontrol Icv. Dark Fiji! berbentuk dekoratif dengan ray flower rapat, pendek, dan relatif lurus. Dari pengamatan didapatkan mutan dengan berbagai variasi, antara lain ray flower dan disk flower sarna panjang, berujung terbelah, tidak beraturan, dan bentuk bunga menyerupai bunga teratai dengan ujung mahkota bunga yang melengkung ke atas. Kimera muncul apabila suatu sel mengalami mutasi. Jika sel yang bermutasi terletak dekat permukaan kubah apikal, semua sellain yang berasal dari pembelahan sel tersebut juga merupakan tipe termutasi yang sarna. Hasilnya adalah sel-sel dengan genotipe berbeda 118
Terima kasih disampaikan kepada PT. Saung Mirwan yang berlokasi di Desa Sukamanah, Gadog, Ciawi yang telah menyediakan tempat dan materi penelitian, serta segala bantuan dan masukan yang diberikan selama penelitian berlangsung. DAFTAR PUSTAKA 1. ANONYMOUS. 2005. Pengembangan Tanaman Hias Tropis. Direktorat Budidaya Tanaman Hias, Direktorat Jenderal Hortikultura. Jakarta. 80 hal. 2. KOFRANEK, AM. 1980. Cut Chrysanthemum, 5-43p, In Introduction to Floriculture, LARSON, RA. (Ed.), Academic Press.
Risalah Seminar Ilmid
3. MARWOTO, B. 1999. Perakitan dan pengembangan varietas krisan di Indonesia. Makalah Workshop Florikultura II, 12 Mei 1999. Fakultas Pertanian IPB, p.5. 4. DE JONG, j. dan j.B.M. CUSTERS. 1996. Induced changes in growth and in vitro culture of pedicels and petal epidermis. Euphytica 35 (1): 137 -148. 5. HUlTEMA, j.B.M., W. PREID, dan j. DE JONG. 1991. Methods for selecting of low-temperature tolerant mutants of Chrysanthemum moriflorum Ramat. Using irradiated cell suspension cultures. III. Plant Breeding 107: 135 -140. 6. GARDNER, F.P., R.B. PEARCE dan R.L. MITCHELL, 1992. Fisiologi Tanaman Budidaya, diterjemahkan oleh Herawati Susilo, UI, Jakarta. 7. YAMAKAWA, mutants somatic Technical
K. (1970) Radiation-induced of chrysanthemum and their chromosome number. IRB News No.6 ppl-2
Aplikasi Isofop dan Radiasi, 2006
8. AMANO, E. dan T. YAMAGUCHI. 1989. Radiation sensitivity on plants. Research Note. Fukui Pref. Univ. 18 p.
9. OTAHOLA, V.G., M. ARAY dan Y. ANTOlMA. 2001. Induction of mutants in flower color of chrysanthemum IDendranthema grandiflora (Ram) Tzvelev.) using gamma irradiation. Revista Cientifica UDO Agricola 1(1): 56-63. 10. SOEDjONO, S. 2003. Aplikasi mutasi induksi dan variasi somaklonal dalam pemuliaan tanaman. jurnal Litbang Pertanian, 22121: 70-78. 11. LINEBERGER, R. D. 2005. Origin, development, and propagations of http.:/.Laggie: chimeras. horticulture. tamu .ed u/tisscult/pltissue/ chimera.html. Diakses tanggal 5 September 2006.
119
Risalah Seminar Ilmiah
Aplikasi Itotop dan Radiasi, 2{)()6
DISKUSI
ENDANG SEMIARTI
ITA DWIMAHYANI
1. Sampai berapa generasikah kelompok ibu mengikuti perkembangan fenotip tanaman krisan mutan ? Berapa persen generasi ke 2 yang menunjukkan penurunan perubahan bentuk daun ? dan berapa % dengan perubahan warna bunga ? 2. Apakah menurut ibu perubahan bentuk daun dan bunga krisan pada mutan tersebut disebabkan adanya perubahan di level DNA (genetik) ataukah perubahan fisiologi (modifikasi) ?
Karakter tanaman yang ingin diperbaiki adalah warna dan bentuk bunga. Dalam penelitian ini diperoleh sekitar 15 materi mutan yang potensial, yang selanjutnya akan diperbanyak melalui kultur jaringan. Generasi selanjutnya yang diperoleh (M1Vz! akan diuji kestabilan mutasinya dan kemudian melalui tahap permurnian menjadi galur mutan.
ITA DWIMAHYANI 1. Penelitian ini baru dilakukan pada tahun 2006, pada umumnya pengamatan fenotipe krisan mutan dilakukan minimum 3 generasi dalam kultur jaringan untuk memastikan galur mutan telah homohiston. Untuk generasi kedua dan seterusnya belum dilakukan. 2. Untuk perubahan daun, karena hanya berubah sementara dan tidak muncul lagi pada daun-daun baru, diasumsikan hanya karena kerusakan fisiologi untuk perubahan bunga, perlu diamati lebih lanjut pada generasi selanjutnya. IDAWATI 1. Apakah ragam bentuk bunga dan warna ditemukan pada tanaman dan dosis radiasi yang sarna? 2. Untuk bunga potong diperlukan yang tidak cepat layu, dibandingkan dengan kontrol, apakah bunga dari stek yang diiradiasi lebih tahan lama? ITA DWIMAHYANI 1. Perubahan bentuk dan warna bunga pada krisan yang diiradiasi diperoleh pada hampir semua dosis iradiasi yang digunakan, kecuali pada dosis 25 Gy yang hanya sedikit sekali yang berbunga dan tidak ada yang mekar. Mutasi terbanyak ditemukan pada dosis 15 20 Gy. 2. Bunga hasil iradiasi lebih tahan lama 2 - 3 hari dibandingkan bunga kontrol, namun belurn dilakukan penelitian menyeluruh. WAHIDIN T. SASONGKA Setelah diketahui dosis optimal radiasi untuk krisan tanaman krisan yang bagaimana yang diharapkan oleh penulis? Apa tinggi tanaman, warna bunga atau umur tanaman. 120
INDAH ARASTUTI Dasar pertimbangan apa memilih krisan ? Bukankah sudah banyak varietas krisan yang ditemukan apakah tidak lebih baik memilih tanaman hias yang belum banyak ditemukan sehingga akan mempunyai keunggulan yang lebih ? ITA DWIMAHYANI Krisan merupakan tanmana hias populer yang permintaannya relatif stabil. Kultivar yang digunakan merupakan tipe bunga standar, dimana memiliki harga yang lebih tinggi dan varietas yang beredar di pasaran belum banyak bervariasi, baik dalam warn a maupun bentuk bunga. Pemilihan kultivar Dark Fiji juga berdasarkan saran dari PT. Saung Mirwan sebagai produsen tanaman hias. IMAM Apakah bunga krisan yang ibu presentasikan sudah dipasarkan, kalau pesan bunga terse but bagaimana caranya ? ITA DWIMAHYANI Penelitian ini baru dilakukan pada tahun 2006, dan masih merupakan tahapan awal dalam proses pemuliaan tanaman. Sebelum dilepas menjadi varietas, masih perlu dilakukan pengujian kestabilan mutasi yang terjadi dan pemurnian galur.