ISSN 1410-1939
PENGARUH INTENSITAS CAHAYA MATAHARI DAN TRIAKONTANOL TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL BIJI BAYAM [THE EFFECT OF SUN LIGHT INTENSITY AND TRIACONTANOL ON THE GROWTH AND SEED YIELD OF SPINACH] Suyanto Zaenal Arifin Fakultas Pertanian UPN “Veteran” Yogyakarta Jl. SWK 104 (Lingkar Utara) Condong Catur, Yogyakarta. 55283 Abstract The aim of this study was to investigate the effect of light intensity and triacontanol on the growth and seed yield of spinach. The study was conducted at the Agricultural Training, Research and Development Experimental station, Gajah Mada University, Yogyakarta, from August to November 2004, at an altitude of 126 m above sea level and the type of soil was Regosol with climate type belong to C3. This experiment used a split plot with and three replicates for each treatment. A Duncan’s Multiple Range Test (DMRT) was used to test the significance of the treatments at 5% protection level. Three levels of light intensity (100, 70 and 40%) was assigned as the main plot. While the second factor was four concentration of triacontanol (0, 100, 200 and 300 ppm) that was assigned as the sub plot. The results showed that light intensity of 100% could increase seed yield, dry weight of plants and the number of leaves. While the light intensities of 40 - 100% gave the same result for 1000-seed weight, plant height and leaf area. The treatment of 200 ppm triacontanol could increase the dry weight, plant height, leaf number and leaf area, but there was no significant effect on seed yield and 1000-seed weight. There was no interaction between light intensity and triacontanol concentration on all parameters observed, except for plant height. Key words: light intensity, triacontanol, Amaranthus tricolor.
PENDAHULUAN Tanaman bayam (Amarathus tricolor L.) dewasa ini dikenal diseluruh daerah tropis dan tumbuhnya mudah Ezedinma dan Onazi (1986). Bahkan menurut Rumphius tanaman bayam dikenal hampir di seluruh dunia. Di Indonesia bayam merupakan tanaman penting di antara tanaman sayuran. Selain untuk sayuran, akarnya dapat digunakan sebagai obat sakit gigi, terlambat haid, melarutkan lendir bronchitis akut (Heyne, 1987) dan bijinya mengandung lisin yang tinggi yang dapat dibuat tepung (Sutarno, 1988). Di dalam setiap 100 g bagian yang dapat dimakan, terkandung protein 4,6% protein (Yamaguchi, 1983), 47,0 cal kalori, 18,0 mg besi, 12,86 IU vitamin A, dan 120 mg vitamin C (Dinas Pertanian Tanaman Pangan DIY, 1984). Pertumbuhan tanaman bayam dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan tindakan kultur teknis. Salah satu faktor lingkungan yang banyak berpengaruh adalah cahaya matahari, sedangkan faktor tindakan kultur teknis adalah cara pemeliharaaan tanaman. Tindakan budidaya yang yang tidak tepat dapat mengakibatkan pertumbuhan tanaman bayam menjadi merana sehingga hasilnya kurang dan kualitasnya jelek.
Intensitas cahaya adalah besarnya tenaga cahaya yang diterima tanaman per satuan luas per satuan waktu. Perbedaan intensitas cahaya bagi tanaman bayam dapat mempengaruhi pertumbuhanya. Akan tetapi intensitas cahaya optimal untuk tanaman bayam belum banyak diketahui. Hasil penelitian yang dilakukan Suharsono (1983) menunjukkan bahwa tanaman bayam yang ditanam tanpa naungan menghasilkan berat segar dan luas daun lebih tinggi dibandingkan tanaman bayam yang tumbuh pada naungan 35, 50 dan 75%. Namun penelitian yang dilakukan oleh Simbolon dan Sutarno (1986) menyebutkan bahwa tanaman bayam yang berada di bawah naungan plastik putih dengan intensitas cahaya 8000 – 9000 lux atau 15% memberikan hasil lebih baik dibandingkan tanaman bayam yang ditanam tanpa naungan atau intensitas cahaya 100% atau 42.000 – 69.000 lux dan tanaman bayam yang ditanam di bawah naungan plastik hitam dengan intansitas cahaya 800 – 1500 lux atau 2%. Untuk menciptakan kondisi lingkungan yang baik bagi pertumbuhan tanaman bayam dapat dilakukan dengan menanam di bawah naungan waring (paranet). Paranet sebagai naungan dimaksudkan untuk mengurangi intensitas cahaya mata-
1
Jurnal Agronomi Vol. 11 No. 1, Januari – Juni 2007
hari menjadi 70 dan 40%. Menurut Branchini dan Pantono (1974) tanaman bayam menghendaki kondisi lingkungan cahaya matahari yang banyak (sunny) tetapi tidak terlalu terbuka (exposed). Sementara itu, faktor kultur teknik yang dapat dilakukan untuk memperbaiki pertumbuhan dan kualitas hasil bayam adalah penggunaan zat pengatur tumbuh. Menurut Moore (1979) zat pengatur tumbuh adalah senyawa organik selain zat hara yang dalam konsentrasi rendah mampu mempengaruhi proses fisiologis tanaman. Salah satu zat pengatur tumbuh yang banyak diperdagangkan adalah Dharmasri 5 EC, yaitu suatu senyawa yang mengandung bahan aktif triakontanol (suatu turunan alkohol alifatik rantai panjang dengan rumus kimia CH3(CH2)28CH2OH). Triakontanol diisolasi dari daun tanaman alfalfa (Medicago sativa L.) (Ries dan Houtz, 1983). Pengaruh triakontanol terhadap tanaman adalah memperbaiki sistem perakaran agar akar lebih banyak dan penyebaran lebih baik, sehingga penyerapan unsur hara dan air dari dalam tanah meningkat. Selain itu triakontanol juga diketahui meningkatkan pertumbuhan vegetatif, meningkatkan aktivitas enzym dan meningkatkan sintesis protein (Ries dan Wert, 1977). Menurut Ries dan Houtz (1983) aplikasi triakontanol yang paling tepat untuk tanaman yang menghasilkan biji adalah pada saat pembentukan bunga, sedangkan pada sayuran daun aplikasinya adalah pada saat perkembangan vegetatif berlangsung cepat. Dalam percobaan ini digunakan berbagai konsentrasi triakontanol. Diharapkan pemberian triakontanol mampu menggiatkan kinerja enzim sehingga dapat memacu pertumbuhan tanaman bayam dan meningkatkan hasil bijinya.
Penelitian ini dilaksanakan dengan bagan faktorial terdiri atas dua faktor yang tersusun dalam rancangan petak terpisah (split plot) yang diulang tiga kali. Untuk mengetahui perlakuan-perlakuan yang berpengaruh nyata dilakukan pengujian dengan uji jarak berganda Duncan (DMRT) pada jenjang nyata 5% (Gomez dan Gomez, 1976). Petak utama adalah intensitas cahaya matahari (I) yang terdiri dari tiga aras, yaitu I1 = intensitas cahaya 100%, I2 = intensitas cahaya 70% dan I3 = intensitas cahaya 40%. Sedangkan anak petak (sub plot) adalah konsentrasi triakontanol (K) yang terdiri dari empat aras, yaitu K0 = konsentrasi 0 ppm (disemprot air sebagai kontrol), K1 = konsentrasi 100 ppm, K2 = konsentrasi 200 ppm dan K3 = konsentrasi 400 ppm. Dengan demikian terdapat 12 kombinasi perlakuan. Pengamatan dilakukan terhadap parameter-parameter sebagai berikut: 1. Tinggi tanaman yang dilakukan pada akhir penelitian (umur tanaman 101 hari) setelah benih disebar. Pengukuran dimulai dari leher akar sampai ujung daun tertinggi. 2. Luas daun dan jumlah daun. Pengukuran luas daun meliputi seluruh daun yang ada pada tanaman yang diamati dengan leaf area meter, sedangkan jumlah daun dilakukan menghitung jumlah daun yang telah membuka penuh. 3. Berat kering tanaman. Tiap anak petak (sub plot) diambil seluas 2,4 x 2,0 m sebagai petak panen. Dari petak panen diambil dua tanaman sampel yang diambil secara acak. 4. Berat 1000 biji yang diambil dari petak panen dan telah dikeringkan dengan sinar matahari. Selanjutnya un-tuk memperoleh berat 1000 biji tersebut digu-nakan rumus: B=
BAHAN DAN METODA Penelitian ini dilakukan di kebun Pendidikan, Penelitian dan Pengembangan Pertanian (KP4), Universitas Gajah Mada di Kalitirto, Berbah, Yogyakarta. Tempat penelitian ini berada pada ketinggian 126 meter di atas permukaan laut dengan jenis tanah Regosol. Bahan penelitian yang digunakan adalah benih bayam merah yang berasal dari Balai Benih Induk Hortikultura Ngipiksari, Yogyakarta, Dharmasari 5 EC, urea, TSP, KCl, Furadan 3G, Dithane M-45 dan Diazinon 60 EC. Sedangkan alat-alat yang digunakan adalah waring (paranet), bambu, kawat, paku, cangkul, cetok, gembor, rol meter, hand sprayer, timbangan, light meter, leaf area meter, oven, kamera, penggaris dan arit.
2
100 − Ka xd 100 − 14
di mana: B = berat 1000 biji dengan kadar air 14%. Ka = kadar air biji kering matahari. d = berat 1000 biji kering matahari. 5. Berat biji per hektar yang dicari menggunakan rumus: H=
100 − Ka b x x 10 100 − 14 L
di mana: B = hasil biji kering dengan kadar air 14 persen (ton ha-1). L = luas petak panen. b = berat biji kering pada petak panen. Ka = kadar air biji kering. 10 = faktor pengubahan dari kg ke ton dan dari meter persegi ke hektar.
Suyanto Zaenal Arifin: Pengaruh Cahaya Matahari dan Triakontanol terhadap Bayam.
HASIL DAN PEMBAHASAN Tinggi tanaman Hasil analisis statistik (Tabel 1) menunjukkan bahwa perlakuan intensitas cahaya tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman. Sedangkan perlakuan konsentrasi triakontanol dan interaksi antara intensitas cahaya dengan konsentrasi triakontanol menunjukkan pengaruh nyata terhadap tinggi tanaman. Tabel 1. Rata-rata tinggi tanaman bayam (cm). Intensitas cahaya (%) 100 70 40 Rata-rata K
Konsentrasi triakontanol (ppm) 0
100
200
400
127,300 127,433 114,467 123,067 q
125,033 134,500 132,867 130,800 p
118,500 131,333 136,210 128,681 pq
134,333 128,933 128,867 130,711 p
Rata-rata 129,292 a 130,550 a 129,103 a 128,315 (+)
Angka-angka pada baris maupun kolom yang diikuti oleh huruf sama, menunjukkan perbedaan yang tidak nyata berdasarkan uji DMRT pada jenjang nyata 5%; (+) = terdapat interaksi antara I dan K.
Tinggi tanaman dipengaruhi oleh triakontanol karena triakontanol dapat meningkatkan aktivitas enzim dan meningkatkan sintetis protein (Ries dan Wert, 1977). Dari hasil analisis diperoleh tinggi tanaman tertinggi pada perlakuan triakontanol 100 ppm. Luas daun Hasil analisis statistik (Tabel 2) menunjukkan bahwa perlakuan intensitas cahaya dan interaksi intensitas cahaya dengan konsentrasi trikontanol tidak menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap luas daun. Sedangkan perlakuan konsentrasi triakontanol menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap luas daun. Tabel 2. Rata-rata luas daun tanaman bayam (cm2). Intensitas Konsentrasi triakontanol (ppm) Ratacahaya rata 0 100 200 400 (%) 100 2662,26 4530,65 6682,52 3375,87 4312,82 a 70 2857,63 2815,22 5316,11 3123,36 3528,08 a 40 2269,32 3087,03 5019,18 3269,35 3411,22 a Rata-rata 2596,41 3477,63 5672,60 3256,19 3411,22 a K q q p q (-) Angka-angka pada baris maupun kolom yang diikuti oleh huruf sama, menunjukkan perbedaan yang tidak nyata berdasarkan uji DMRT pada jenjang nyata 5%; (-) = tidak terdapat interaksi antara I dan K.
Luas daun dipengaruhi oleh triakontanol karena triakontanol dapat meningkatkan aktifitas enzim dan meningkatkan sintesis protein, mempengaruhi primordia interkalar pada daun. Dari hasil analisis diperoleh luas daun terbesar pada perlakuan konsentrasi 200 ppm. Jumlah daun Hasil analisis statistik (Tabel 3) menunjukkan bahwa perlakuan intensitas cahaya dan konsentrasi trikontanol menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap jumlah daun. Akan tetapi tidak ada pengaruh nyata pada interaksi intensitas cahaya dengan konsentrasi triakontanol terhadap jumlah daun. Tabel 3. Rata-rata jumlah daun tanaman bayam. Intensitas Konsentrasi triakontanol (ppm) cahaya Rata-rata 0 100 200 400 (%) 100 167,87 198,57 230,00 153,67 187,53 a 70 130,30 133,80 129,43 118,90 128,11 b 40 105,13 124,90 166,37 113,87 127,57 b Rata-rata 134,43 152,42 175,27 128,81 147,73 K q pq p q (-) Angka-angka pada baris maupun kolom yang diikuti oleh huruf sama, menunjukkan perbedaan yang tidak nyata berdasarkan uji DMRT pada jenjang nyata 5%; (-) = tidak terdapat interaksi antara I dan K.
Triakontanol dapat meningkatkan penyerapan air dari dalam tanah, meningkatkan pertumbuhan vegetatif, meningkatkan aktivitas enzim, dan meningkatkan sintesis protein (Ries dan Wert, 1977). Cahaya merupakan faktor utama yang mengendalikan pertumbuhan dari kuncup lateral (Gardner et al., 1985). Pada intensitas cahaya 100% diperoleh rata-rata jumlah daun paling besar dibandingkan jumlah daun pada intensitas cahaya 70 dan 40%. Hal ini dikarenakan semakin berkurangnya intensitas cahaya akan mengakibatkan berkurangnya hasil fotosintesis dan ketersediaan enzim, sehingga menyebabkan pertumbuhan tunas untuk membentuk daun berkurang pula. Dari analisis diperoleh perlakuan terbaik intensitas cahaya 100% dan perlakuan konsentrasi larutan triakontanol 100 ppm. Berat kering tanaman Hasil analisis statistik berat kering tanaman pada Tabel 4 menunjukkan bahwa perlakuan intensitas cahaya memberikan pengaruh yang nyata terhadap berat kering tanaman. Sedang perlakuan konsentrasi triakontanol dan interaksi antara intensitas cahaya dengan konsentrasi triakontanol tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap berat kering tanaman.
3
Jurnal Agronomi Vol. 11 No. 1, Januari – Juni 2007
Tabel 4. Rata-rata berat kering tanaman bayam. Intensitas Konsentrasi triakontanol (ppm) cahaya Rata-rata 0 100 200 400 (%) 100 124,44 137,78 141,11 116,66 130,00 a 70 78,33 76,67 85,56 73,34 78,47 b 40 52,22 64,45 84,44 62,22 65,83 b Rata-rata 85,00 92,96 103,70 84,07 91,44 K q pq p q (-) Angka-angka pada baris maupun kolom yang diikuti oleh huruf sama, menunjukkan perbedaan yang tidak nyata berdasarkan uji DMRT pada jenjang nyata 5%; (-) = tidak terdapat interaksi antara I dan K.
Tingginya berat kering tanaman pada perlakuan intensitas cahaya 100% dibandingkan intensitas cahaya 70 dan 40% disebabkan oleh lebih besarnya intensitas cahaya yang diterima tanaman sehingga hasil fotosintesis lebih besar pula. Hal ini juga menyebabkan akumulasi hasil bersih fotosintesis menjadi lebih besar, yang pada akhirnya berat kering tanaman meningkat. Pengaruh perlakuan konsentrasi triakontanol terhadap berat kering tanaman disebabkan karena triakontanol dapat meningkatkan aktivitas enzim dan meningkatkan sintesis protein (Ries dan Wert, 1977). Dari hasil analisis diperoleh perlakuan intensitas yang terbaik pada 100% dan konsentrasi triakon-tanol 200 ppm. Berat 1000 biji Hasil analisis statistik terhadap berat 1000 biji yang disajikan pada Tabel 5 menunjukkan bahwa perlakuan intensitas cahaya berpengaruh nyata terhadap berat 1000 biji, sedangkan konsentrasi triakontanol dan interaksi intensitas cahaya dengan konsentrasi triakontanol tidak menunjukkan pengaruh yang nyata. Intensitas cahaya 40% memberikan berat 1000 biji terbesar dibandingkan intensitas cahaya 70% dan 100%. Pengurangan intensitas cahaya sampai 40% meningkatkan berat 1000 biji, dan meningkatkan hasil bijinya per hektar. Tabel 5. Rata-rata berat 1000 biji tanaman bayam. Intensitas Konsentrasi triakontanol (ppm) cahaya Rata-rata 0 100 200 400 (%) 100 0,8199 0,8225 0,8133 0,8189 0,8186 b 70 0,9179 0,8111 0,8238 0,8202 0,8182 b 40 0,8417 0,8705 0,8283 0,8261 0,8417 a Rata-rata 0,8265 0,8347 0,8218 0,8217 0,8262 K p p p p (-) Angka-angka pada baris maupun kolom yang diikuti oleh huruf sama, menunjukkan perbedaan yang tidak nyata berdasarkan uji DMRT pada jenjang nyata 5%; (-) = tidak terdapat interaksi antara I dan K.
4
Hasil biji bayam per hektar Berdasarkan hasil analisis statistik (Tabel 6) terungkap bahwa perlakuan intensitas cahaya memberikan pengaruh nyata terhadap hasil biji bayam per hektar, sedangkan konsentrasi triakontanol tidak memberikan pengaruh yang nyata. Selanjutnya, hasil sidik ragam pada jenjang nyata 5% tidak menunjukkan adanya interaksi yang nyata antara intensitas cahaya dan konsentrasi triakontanol. Tabel 6. Rata-rata hasil biji tanaman bayam (kg). Intensitas cahaya (%) 100 70 40 Rata-rata K
Konsentrasi triakontanol (ppm) 0
100
200
400
555,067 330,447 328,767 404,770 p
559,917 381,837 364,587 435,447 p
572,707 358,710 379,490 436,969 p
614,123 332,447 351,867 432,812 p
Rata-rata 575,453 a 350,868 b 356,178 b 427,449 (-)
Angka-angka pada baris maupun kolom yang diikuti oleh huruf sama, menunjukkan perbedaan yang tidak nyata berdasarkan uji DMRT pada jenjang nyata 5%; (-) = tidak terdapat interaksi antara I dan K.
Pada perlakuan intensitas caya terungkap bahwa pengaruh intensitas 100% berbeda nyata terhadap intensitas cahaya 70 dan 40%. Sedangkan antara intensitas 70% dan 40% tidak memperlihatkan perbedaan pengaruh yang nyata. Perlakuan intensitas cahaya 100% memberikan hasil biji bayam tertinggi, dikarenakan meningkatnya laju fotosintesis yang berakibat pada meningkatnya produk fotosintesis. Dengan demikian jelas bahwa perbedaan intensitas cahaya akan mempengaruhi hasil biji tanaman bayam. Dari hasil analisis diperoleh perlakuan intensitas cahaya terbaik yaitu 100% yang menunjukkan rata-rata hasil biji tertinggi sebesar 575,45 kg ha-1.
KESIMPULAN DAN SARAN Dari hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Perlakuan intensitas cahaya 100% dapat meningkatkan jumlah daun, berat kering tanaman dan hasil biji. Intensitas cahaya penuh sampai dengan intensitas 40% tidak menunujukkan pengaruh yang nyata terhadap berat 1000 biji, tinggi tanaman dan luas daun. 2. Perlakuan kensentrasi triakontanol 100 ppm dapat meningkatkan berat kering tanaman, tinggi tanaman, luas daun, dan jumlah daun. Namun demikian, perlakuan konsentrasi triakontanol hingga 400 ppm tidak menunjukkan
Suyanto Zaenal Arifin: Pengaruh Cahaya Matahari dan Triakontanol terhadap Bayam.
pengaruh yang nyata terhadap hasil biji dan berat 1000 biji. 3. Tidak ada interaksi antara intensitas cahaya dengan konsentrasi triakontanol terhadap semua parameter yang diamati, kecuali tinggi tanaman.
Gomez, K. A. dan A. A. Gomez. 1976. Statistical Procedure for Agricultural Research with Emphasis on Rice. Los Banos, The Phillpines, The International Rice Research Institute.
Berdasarkan hasil penelitian ini, guna menghasilkan biji (sebagai benih maupun bahan dasar industri tepung) disarankan agar tanaman bayam diusahakan ditempat yang memperoleh sinar matahari penuh).
Moore, T. C. 1979. Biochemistry and Physiology of Plant Hormones. New York, Springer-Verlag.
DAFTAR PUSTAKA Dinas Pertanian Tanaman Pangan DIY. 1984. Bayam (Amaranthus sp.): Sumber Protein Nabati dan Vitamin. Yogyakarta., Dinas Pertanian Tanaman Pangan DIY. Ezedinma, F. O. C. dan O. C. Onazi. 1986. Introduction to Tropical Agriculture. Longman Inc, London. Gardner, F. P., R. B. Pearce dan R. L. Mitchell. 1985. Physiology of Crop Plants. Iowa, The Iowa State University Press.
Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Departemen Kehutanan, Jakarta, Jakarta.
Ries, S. K. dan R. Houtz. 1983. Triacontanol as a Plant Growth Regulator. HortScience 18: 622-654. Ries, S. K. dan V. F. Wert. 1977. Growth Responses of Rice Seeding to Triacontanol in Light and Dark. Michigan, USA, Department of Horticulture, Michigan State University. Simbolon, H. dan H. Sutarno. 1986. Pengaruh Intensitas Cahaya terhadap Pertumbuhan Beberapa Jenis Amaranthus spp. Bogor, Lembaga Biologi Nasional LIPI. Sutarno, H. 1988. Budidaya Bayam Biji. Bhatara, Jakarta. Yamaguchi, M. 1983. World Vegetables: Principles, Production and Nutritive Values. Van Nostrand Reinhold Co. Inc, Heidelberg.
5
Jurnal Agronomi Vol. 11 No. 1, Januari – Juni 2007
6