PENGARUH INTEGRASI PASAR TERHADAP KINERJA PASAR BERAS DAN DAMPAKNYA PADA KETAHANAN PANGAN INDONESIA (The Effects of Market Integration on Rice Market Performance and it’s Implication on Staple Food Stability in Indonesia) Oleh: Dr. Mirza Tabrani, SE., MBA Dr. Muhammad Adam, SE.,MBA
ABSTRAK Ketersediaan dan ketahanan pangan merupakan masalah yang sangat krusial bagi setiap bangsa. Karenanya salah satu indikator utama bagi keberhasilan pembangunan dan penyelenggaraan pemerintahan sering diukur dan dikaitkan dengan kemampuan pemerintah dalam menyediakan pangan bagi rakyatnya. Penelitian ini bertujuan untuk menilai kinerja pasar beras dengan mengidentifikasi situasi harga, pasar dan pemasaran beras ditingkat nasional, domistik, provinsi, lokal dan faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja pasar beras dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir dan dampaknya terhadap tingkat ketahanan pangan nasional. Sedangkan tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menggunakan integrasi pasar dalam rangka meningkatkan ketahanan pangan beras di Indonesia. Conclusive research design digunakan dalam penelitian ini dengan memfokuskan kepada penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif digunakan untuk memberi gambaran dan menjelaskan fenomena apa adanya (Kerlinger, 1995; Dermawan, 2006; Sekaran, 2006; Coover, 2008). Selanjutnya single cross sectional design dipilih karena data yang digunakan dikumpulkan hanya sekali dalam periode tertentu seperti bulanan dan tahunan. Selanjutnya, Structural Equation Modelling (SEM) digunakan untuk menguji model yang sebelumnya di bentuk dan sekaligus dapat menguji semua hipotesis. Akhirnya penelitian ini dapat menmukan pertama, integrasi pasar secara signifikan dan positif mempengaruhi kinerja pasar beras ditanah air. Signifikannya integrasi pasar antar jenjang pasar di dalam negeri menyebabkan baiknya kinerja pasar beras domistik, tingginya producer’s share, dan rendahnya margin pemasaran dalam rantai pemasaran beras. Kedua, kinerja pasar beras juga secara signifikan dan positif mempengaruhi ketahanan pangan nasional. Ketiga, integrasi pasar beras juga secara signifikan dan positif mempengaruhi ketahanan pangan nasional. Kata kunci: Integrasi Pasar, Kinerja Pasar dan Ketahanan Pangan
ABSTRACT Staple food stability and avalability is a crucial problem in Indonesia. This fenomena was used as an indicator to measure goverment succes in development of nation and capability of goverment to provile enough food for the people in the the country. The reaserarc objectives are to evaluate market performance and to Indonesia price situation, market and rice marketing in national, domestic and regional level. Spesifically this reasearch is aim to know market integration in order to in crease food staple stability and avalability in Indonesia. This research focus on descreptive research with the purpose to find information and to explained the real situations. Structural Equation Modelling (SEM) was used to test the model and hypotesis. The research find several conclution firstly Market Integration significantly positive influenced between local market with hightly producer share, and low of marketing margin in rice distribution. Secondly, market performance is also significant and positively influence national food stability. Thirdly, market integration in significanly and positively influence national food stability. Key word : Market Integrations, Market Performance, and Food Stability
PENDAHULUAN Ketahanan pangan menjadi isu sentral bagi setiap kebijakan pemerintah, karena menyangkut hajat yang mendasar dan krusial dari setiap warga negaranya. Permintaan akan pangan beras di Indonesia cenderung meningkat mengikuti peningkatan jumlah populasi penduduk. Pemerintah Indonesia tetap fokus dalam menjaga ketahanan pangan dan mengatasi kelangkaan dan kerawanan pangan di tanah air dengan berbagai kebijakan mulai dari peningkatan produksi domistik, sistem pengadaan, dan kebijakan harga dasar gabah dan beras. Namun kebijakan tersebut masih kurang mampu mengimbangi permintaan dan kebutuhan pasar yang penuh dinamika. Kurang dinamis dan efektifnya kebijakan yang ditempuh pemerintah dalam beberapa dekade terakhir telah berdampak pada kerawanan pangan di berbagai daerah, walaupun dalam realitanya produksi pangan beras cenderung semakin meningkat. Demikian juga kebijakan impor yang dilakukan pemerintah untuk menutupi kekurangan pangan beras dalam negeri telah menimbulkan berbagai persoalan baru dalam kinerja perberasan di tanah air, mulai dari ketidakstabilan dan kelangkaan persediaan sampai dengan
meningkat
dan
berfluktuasinya
harga.
Keadaan
kinerja
yang
kurang
menggembirakan tersebut diperparah oleh perilaku pedagang yang sangat dominan dalam
sistem pemasaran dan kurang berfungsinya lembaga pemerintah dalam mengendalikan harga dan pengadaan beras. Penetapan harga dasar dan harga pembelian beras oleh pemerintah ditetapkan secara sentralistik dan dinyatakan berlaku untuk seluruh Indonesia, sementara itu pemerintah daerah dengan otonominya juga dibenarkan untuk menetapkan berbagai kebijakan perberasan dalam rangka menjaga kecukupan kebutuhan pangan dan stabilisasi harga di daerahnya. Potensi pemerintah daerah dalam menjaga gejolak harga dapat saja berbeda, demikian juga kapasitas petani dan perantara pasarnya berbeda antara satu daerah dengan daerah lainnya. Idealnya perbedaan harga antar daerah dan antara pasar domistik dengan pasar lokal (daerah) hanya sebesar biaya transpor dan biaya transaksi. Di beberapa daerah ongkos angkut masih cukup mahal, dan telah menghambat mobilisasi hasil panen ke berbagai pasar sasaran. Kendala ini ikut memperlambat integrasi pasar dan transmisi harga antar dua pasar yang terpisah secara spasial. Dalam percaturan pasar beras di tanah air sering ditemukan bahwa harga pada satu pasar ditentukan oleh pasar lainnya. Harga suatu pasar kadangkala merupakan rujukan harga bagi pasar lainnya. Namun demikian tidak selamanya harga pasar yang lebih rendah ditentukan oleh jenjang pasar yang lebih tinggi, tapi juga bisa sebaliknya. Hal yang perlu dicermati sesungguhnya adalah kemampuan merubah harga, bukan pada persoalan pasar mana yang menentukan harga itu, sehingga perbedaan harga antar pasar itu relatif kecil dan semakin kecil sebagai cerminan pasar yang terintegrasi secara sempurna. Pembentukan harga pasar terutama untuk gabah tidak terlepas dari peranan kebijakan pemerintah, dalam hal ini adalah kebijakan harga pembelian gabah dan beras. Salah satu tujuan penetapan harga dasar atau harga pembelian pemerintah tersebut adalah untuk menjaga kestabilan harga pasar dan mendukung ketersediaan pangan nasional. Beberapa hasil penelitian mendapatkan bahwa harga pembelian pemerintah itu belum efektif dalam menjamin harga yang layak bagi petani dan juga konsumen, terutama karena terbatasnya kemampuan pemerintah untuk menampung hasil panen petani. Demikian juga karena berbagai limitasi dan kurang tersedianya informasi yang berkualitas, maka beberapa kebijakan non harga ternyata juga masih belum berpihak kepada petani produsen dan konsumen. Keuntungan hanya dinikmati oleh segelintir pedagang yang mendapatkan fasilitas dan prioritas dari badan kepercayaan pemerintah. Dengan kemampuan pemerintah yang semakin baik, akan terbuka peluang bagi alokasi dana untuk pengadaan gabah dan
beras masyarakat yang lebih besar dan dengan demikian tuntutan untuk pasar yang berkinerja tinggi akan menjadi semakin penting, terlebih untuk menjamin ketersediaan dan ketahanan pangan dimasa yang akan datang. Banyak sekali faktor yang mempengaruhi kinerja pasar komoditas pangan beras di suatu negara, mulai dari variabel ekonomi sampai dengan variabel politik dan budaya yang masing-masing kemungkinan ikut memberikan kontribusi terhadap kinerja pasar. Faktor penting yang sering dibicarakan dalam melihat kinerja pasar adalah rendahnya selisih harga antara konsumen dan produsen, pusat dan kota dan margin keuntungan. Disamping itu, tidak stabilnya harga akan berdampak kepada petani sebagai produsen dan masayarakat sebagai konsumen, hal ini mencerminkan bahwa pemasaran beras di Indonesia selalu menunjukkan kerugian kepada derajat yang lebih kecil. Selanjutnya ketersediaan dan pemerataan distribusi beras serta keterjangkauan oleh daya beli masyarakat di seluruh wilayah di Indonesia masih merupakan isu sentral yang berpengaruh terhadap kebijakan ekonomi nasioanal (Sulastri S, 2001). Akhirnya, penelitian ini hanya memfokuskan kepada keterkaitan antara integrasi pasar terhadap kinerja pasar beras dan dampaknya terhadap ketahanan pangan nasional.
METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini diselenggarakan dengan mengambil tempat penelitian di seluruh Indonesia dengan fokus penelitiannya di pasar pusat Jakarta (Cipinang) dan kota-kota propinsi
lainnya
yang termasuk dalam kegiatan perdagangan beras
domistik.
Penyelenggaraan penelitian ini membutuhkan waktu selama 6 (enam) bulan terhitung dari bulan Juli sampai dengan Desember 2010.
Teknik Pengumpulan Data Data dikumpulkan dengan menggunakan dua cara yaitu mengedarkan daftar pertanyaan dan wawancara. Daftar pertanyaan di susun secara terbuka termasuk didalamnya tabulasi data yang diperlukan. Selanjutnya wawancara diselenggarakan secara formal dan informal kepada sejumlah orang yang berkaitan langsung dengan penelitian ini seperti Kepala Penelitian dan Pengembangan Badan Ketahanan Pangan, Kementerian Pertanian, dan sejumlah pelaku di Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC).
Model Analisis Model analisis yang digunakan dalam membahas penelitian ini adalah Structural Equation Modelling (SEM) yang diformulasikan dengan gambar berikut.
X1
Py1x1
Px1x2
X2
ε2
Y
Py1x2
ε1
Dalam penelitian ini digunakan dua persamaan struktural atau dua substruktural, dimana X1 dan X2 sebagai variabel eksogen dan Y1 sebagai variabel endogen. Variabel independen adalah penyebab mediasi (mediated cause) terhadap variabel dependen. Model ini menjelaskan variabel independen X1 mempengaruhi langsung dan tidak langsung melalui variabel X2 terhadap variabel dependen Y1. Adapun persamaan sruktural tersebut dapat dispesifikasikan sebagai berikut: X2=PX1X2 X1 + ε1
…………………………. (1.1)
Y1=Py1x1X1+Py1x2X2+ ε2
…………………………. (1.2)
Y1= PX1X2 X2 + Py1x2X2 + ε2
…………………………. (1.3)
dimana: X1
= Integrasi Pasar Beras
X2
= Kinerja Pasar Beras
Y1
= Ketahanan Pangan Beras
Persamaan (1.1) di atas adalah untuk menguji hipotesis 1, sedangkan persamaan (1.2) untuk menguji hipotesis 2 dan 3, manakala persamaan (1.3) adalah untuk menguji hipotesis 4.
HASIL DAN PEMBAHASAN Integrasi Pasar Beras Produsen dan Konsumen Di Indonesia harga beras pada tingkat konsumen kerap terjadi perubahan, namun perubahan pada tingkat konsumen atau eceran tersebut tidak selamanya merubah harga yang diterima petani produsen. Untuk mengawali pemahaman terhadap integrasi antara pasar produsen dan konsumen komoditas beras berikut ditampilkan perkembangan harga rata-rata dalam kurun waktu 2000-2009. Dalam kurun waktu sepuluh tahun terkhir rata-rata harga konsumen telah meningkat antara 1,37 - 31,64 persen, sementara harga pada tingkat produsen mengalami peningkatan dari 0,16 - 35,09 persen. Penurunan harga pada tingkat produsen pernah terjadi terjadi pada tahun 2002-2003 sebesar 0, 57 persen. Rata-rata harga produsen mencapai 10, 8 persen sedangkan harga pada tingkat konsumen hanya meningkat 8,77 persen. Bilamana data yang terhimpun benar adanya, maka pada keadaan adanya kenaikan harga konsumen diikuti oleh kenaikan harga pada tingkat produsen dalam proporsi yang lebih besar.Indikasi kenaikan pada kedua jenjang pasar ini mencerminkan bahwa pada kedua pasar tersebut pasar telah berintegrasi. Idealnya proporsi kenaikan tersebut adalah sama sehingga bilamana kenaikan harga 1 persen dipasar konsumen akan meningkat harga pada tingkat produsen satu persen juga. Perkembangan Harga Rerata Beras di Tingkat Produsen dan Konsumen Beras di Indonesia, 2000-2009 (Rp/Kg) Tahun 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009
Harga Rata-rata Tingkat Konsumen 1.360 1.490 1.567 1.605 1.627 1.833 2.413 2.712 2.875 3.062
% Kenaikan Harga 9,56 5,17 2,43 1,37 12,66 31,64 12,39 6,01 6,50
Harga Rata-rata Tingkat Produsen 1.013 1.119 1.231 1.224 1.226 1.519 2.052 2.357 2.491 2.701
Sumber: BPS Pusat, KEPMINDAG dan Badan Ketahanan Pangan 2010 (diolah)
% Kenaikan Harga 10,46 10,01 -0,57 0,16 23,90 35,09 14,86 5,69 8,43
Integrasi Pasar Luar Negeri dan Domestik Harga beras luar negeri secara signifikan mempengaruhi harga beras dalam negeri. Dengan menggunakan data perkembangan harga rata-rata beras tahun 2000-2009 ternyata korelasi harga antara kedua jenjang pasar cukup tinggi yakni mencapai 0, 873 yang berarti bahwa pada setiap kenaikan harga beras di luar negeri sebesar 1 persen akan mempengaruhi kenaikan harga beras domistik sebesar 0, 873 persen. Perekembangan harga beras domistik dan internasional pada kurun waktu 2000-2009 dapat dilihat pada tabel berikut Perkembangan Harga Rata-rata Beras di Tingkat Pasar Luar Negeri dan Pasar Domestik di Indonesia, 2000-2009 (Rp/Kg)
Tahun 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009
Harga Rata-rata Pasar Luar Negeri (Rp/Kg) 2.178 2.314 2.355 2.286 2.829 3.450 3.687 4.183 6.237 4.980
% Kenaikan Harga 6,24 1,77 -2,93 23,75 21,95 6,87 13,45 49,10 -20,15
Harga Rata-rata Pasar Domestik (Rp/Kg) 2.127 2.260 2.624 2.692 2.569 2.986 4.076 4.782 5.046 5.234
% Kenaikan Harga 6,25 16,11 2,59 -4,57 16,23 36,50 17,32 5,52 3,73
Sumber: BPS Pusat, KEPMINDAG dan Badan Ketahanan Pangan 2010 (diolah)
Producer Share Pangsa harga konsumen yang diterima petani produsen cenderung mengalami dari waktu ke waktu menjadi salah satu indikasi adanya perbaikan pendapatan usahatani yang diharapkan dari tujuan pelaksanaan program pembangunan pertanian di tanah air.
Producer Share 2000-2009 (Rp)
Tahun
Jumlah per Tahun (Rp)
Rata-rata perbulan (Rp)
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Rerata
899,18 901,64 942,67 916,04 933,05 990,52 1.020,10 1.043,45 1.038,89 1.059,02 974.456
74,93 75,14 78,56 76,34 77,75 82,54 85,01 86,95 86,57 88,25 81,20
% Peningkatan 0,28 4,55 -2,83 1,85 6,16 2,99 2,28 -0,44 1,94
Sumber: BPS Pusat, KEPMINDAG dan Badan Ketahanan Pangan 2010 (diolah)
Dari tabel diatas dapat diungkapkan bahwa pangsa harga konsumen yang diterima petani atau producer’s share mengalami peningkatan yang menggembirakan dari 74,93 persen pada tahun 2000 menjadi 88,25 persen pada tahun 2009 atau mengalami kenaikan sebesar 13,32 persen atau 1,33 persen pertahunnya. Kenaikan pangsa petani produsen ini juga menjadi indikasi perbaikan dalam efisiensi pasar dan pemasaran komoditas pangan beras dalam negeri.
Daya Beli (Pendapatam Rumah Tangga) Kondisi surplus pangan atau terjadinya kenaikan ketersediaan pangan beras dalam negeri mempunyai pengaruh yang relatif kecil terhadap ketahanan pangan terutama karena nilai tukar petani yang masih rendah. Rendahnya nilai tukar petani telah menjadi salah satu penyebab rendahnya daya beli petani, sehingga kelompok masyarakat tani atau rumah tangga petani di pedesaan sangat rentan terhadap ketahanan pangan. Jumlah pendapatan yang mereka terima dari usahatani padi yang mereka tekuni belum sepenuhnya mampu memenuhi pembiayaan kebutuhan pangan rumah tangganya.
Daya Beli (Pendapatan Rumah Tangga) 2000-2009
Tahun 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Rerata
Jumlah per Tahun (Rp)
Rata-rata perbulan (Rp)
% Peningkatan
9.989.904 10.619.760 11.249.616 11.879.472 12.509.328 13.139.184 13.769.040 14.398.896 15.028.752 15.658.608
832.492 884.980 937.468 989.956 1.042.444 1.094.932 1.147.420 1.199.908 1.252.396 1.304.884
6,30 5,93 5,60 5,30 5,04 4,79 4,57 4,37 4,19
12.824.256
1.068.688
Sumber: BPS Pusat, KEPMINDAG dan Badan Ketahanan Pangan 2010 (diolah)
Daya beli masyarakat berpengaruh terhadap ketahanan pangan rumah tangga. Dari data yang dikemukakan pada tabel diatas ternyata daya beli masyarakat yang diukur dari pendapatan per kapita mengalami peningkatan yang cukup berarti dari Rp 9.999.904 pada tahun 2000 menjadi Rp 15.658. 608 pada tahun 2009 atau meningkat 56,74 atau 5,67 persen setiap tahunnya. Kenaikan pendapatan masyarakat bertumbuh sangat tinggi pada tahun 2001 dan cenderung menurun pada tahun berikutnya hingga tahun 2009. Kenaikan laju pertumbuhan pendapatan ini mendukung ketahanan pangan masyarakat sebagai akibat dari adanya perbaikan dalam menjangkau peningkatan harga pangan di pasar.
Impor Beras Dampak dari peningkatan produksi dalam negeri Indonesia sejak tahun 2007 telah mampu mengurangi impor beras dengan volume yang kian menurun. Perkembangan impor beras dari tahun 2000-2009 dapat ditunjukkan tabel dibawah ini:
Impor Beras Indonesia 2000-2009
2000
Impor Beras (ton) 1.355.005
2001
642.036
-52,62
1.798.144 1.427.375 234.563 188.911 438.028 1.406.800 289.700 250.500 749.626
180,07 -20,62 -83,57 -19,46 131,87 221,17 -79,41 -13,53 19,24
Tahun
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Rerata
Laju kenaikan /penurunan (%)
Sumber: BPS dan KEMINDAG 2010 (diolah)
Dari tabel di atas dapat diungkapkan bahwa impor beras Indonesia dalam 3 tahun terakhir mengalami penurunan dari 1.406.800 ton pada tahun 2007 menjadi 250.500 ton. Walaupun secara rata-rata dalam kurun waktu 10 tahun terakhir impor beras masih mengalami kenaikan sebesar 19,24 % pertahun. Penurunan impor beras ini mendukung program ketahanan pangan yang bersumber dari produksi domistik dan menghemat devisa negara yang cukup besar. Semakin rendah angka impor akan semakin tinggi kemandirian pangan nasional.
Pengaruh Integrasi Pasar Terhadap Kinerja Pasar Beras Dan Dampaknya Pada Ketahanan Pangan di Indonesia Model persamaan berstruktur (strucrural equation modellling) yang digunakan dalam penelitian ini ternyata layak digunakan untuk membahas dan membuktika hipotesis yang diajukan, baik secara langsung maupun tidak langsung yang diinkasikan oleh terpenuhinya goodness of fit indek yang disyaratkan. Hasil analisis goodness of fit indek ditunjukkan tabel berikut:
Analisis of Goodness of Fit Index Goodness of fit index Nilai yang direkomendasikan Chi-square (CMIN) Kecil Degree of freedom Probability >0.05 2 <2.00 Chi-square/degree of freedom (χ /df), CMIN/df) Goodness of fit index (GFI) >0.90 Adjust goodness of fit index (AGFI) >0.90 Tucker-Lewis index (TLI) >0.90 Incremental fit index (IFI) >0.90 Comparative fit index (CFI) >0.90 Root mean square error approximation <0.08 (RMSEA)
Hasil Kajian 514.077 424 .0001 1.586 .914 .921 .934 .929 .936 .040
Hasil perhitungan dengan bantuan komputer seperti data dalam tabel 5.10 di atas 2
menunjukkan bahwa dengan nilai chi-square (χ ) yang sangat besar atau 514.077 yang signifikan pada derajat kesalahan 1 persen dapat berarti bahwa bahwa model tidak fit karena nilai chi-square adalah besar. Nilai chi-square adalah sangat peka terhadap besarnya besarnya sampel (Sharma 1996). Dengan kondisi yang demikinan diperlukan 2
analisis lanjutan dengan melihat nilai chi-square/degree of freedom ((χ / df) atau nilai CMIN/df. Hair et.al (1998) dan Sharma (1996) menyatakan bahwa nilai CMIN/df yang baik dan direkomendasikan adalah kurang dari 2. Berdarakan hasil olahan data diperoleh nilai CMIN/df untuk penelitian ini sebesar 1.586. Dengan demikian model yang digunakan adalah fit. Dengan indikator goodness of fit index lainnya didapatkan GFI=0.914, AGFI=0.921, TLI=0.934, IFI=929, CFI=0.936 dan RMSEA=0.040. Hal ini dapat menjadi isyarat bahwa nilai ukuran fit yang sangat baik. Steiger (1990) menerangkan bahwa nilai goodness of fit index yang baik akan menghasilkan struktur kovarian dari populasi yang dapat diterima dan perbedaan di antara kovarian matrik yang diamati dengan yang diprediksikan juga dapat diterima. Rekapitulasi dari hasil perhitungan dapat ditunjukkan tabel berikut.
Pengaruh Konstruk IP-KP IP-KT KP-KT P<0.05
Pengaruh Konstruk Eksogen dan Endogen (Maximum Likelihood Estimation) Standardised Regression Weights Signifikan Hipotesis Tidak Langsung Jumlah Langsung 0.021 Terima H1 0.724 0.724 0.009 0.532 0.532 Terima H2 0.012 0.592 0.592 Terima H3
Pengaruh Integrasi Pasar terhadap Kinerja Pasar Beras di Indonesia Kinerja pasar dipengaruhi oleh integrasi pasar. Berdasarkan model analisis yang digunakan ternyata pada tingkat kepercayaan 95 persen integrasi pasar secara langsung mempengaruhi kinerja pasar beras di Indonesia. Dengan koefisien regresi sebesar 0,724 menunjukkan bahwa pada setiap perubahan integrasi 1 persen akan mempengaruhi kinerja pasar beras ditanah air sebesar 0,724 persen. Pengaruh Integrasi Pasar Terhadap Ketahanan Pangan Beras di Indonesia Ketahanan pangan dipengaruhi oleh integrasi pasar. Berdasarkan model analisis yang digunakan ternyata pada tingkat kepercayaan 99 persen integrasi pasar secara langsung mempengaruhi ketahanan pangan di Indonesia, khususnya pangan beras. Dengan koefisien sebesar 0,532 menunjukkan bahwa setiap persen perubahan dalam inegrasi pasar akan mempengaruhi ketahanan pangan sebesar 0,532 persen.
Dampak Kinerja Pasar Beras Pada Ketahanan Pangan di Indonesia Secara gamblang kinerja pasar yang semakin baik memberi dampak positif terhadap peningkatan ketahanan pangan. Berdasarkan model analisis yang digunakan ternyata pada tingkat kepercayaan 95 persen kinerja pasar secara langsung memberi dampak positif terhadap ketahanan pangan di Indonesia, khususnya pangan beras yang menjadi objek penelitian ini. Dengan koefisien regresi sebesar 0,592 menunjukkan bahwa setiap persen perubahan dalam kinerja pasar akan memberikan dampak terhadap ketahanan pangan sebesar 0,592 persen.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Dari pembahasan yang dalam bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Ketahanan pangan nasional terutama bera dipengaruhin oleh banyak faktor. Integrasi pasar dan kinerja pasar beras memberikan kontribusi yang signifikan terhadap situasi ketahanan pangan di tanah air. 2. Kenaikan harga beras di Indonesia sering terjadi, namun hubungan pergerakan harga antara dua pasar relatif berintegrasi sempurna. Dengan demikian setiap kenaikan harga pada suatu jenjang pasar akan segera merubah harga pada pasar lainnya. Bilamana harga dipasar pusat mengalami perubahan, maka perubahan harga pada pasar pusat tersebut akan segera merubah harga pada pasar-pasar lokal. 3. Dengan menggunakan indikator ketersediaan pangan
ternyata kondisi ketahanan
pangan di Indonesia mengalami kenaikan yang cukup berarti, namun karena masih rendahnya daya beli dan rendahnya nilai tukar petani, maka akses petani untuk menjangkau pangan yang dibutuhkan masih tetap lemah, sehingga petani padi terutama yang tinggal dipedesaan mengalami gangguan pangan dalam status rentan pangan. 4. Integrasi pasar secara signifikan mempengaruhi kinerja pasar beras ditanah air. Signifikannya integrasi pasar antar jenjang pasar di dalam negeri menyebabkan baiknya kinerja pasar beras domistik, tingginya producer’s share, dan rendahnya margin pemasaran dalam rantai pemasaran beras. 5. Integrasi pasar secara berarti mempengaruhi kinerja pasar beras ditanah air dan memberi dampak pada ketahanan pangan terutama beras di Indonesia. 6.
Kinerja pasar dipengaruhi oleh integrasi pasar. Pada tingkat kepercayaan 95 persen integrasi pasar secara langsung mempengaruhi kinerja pasar beras di Indonesia. Dengan koefisien regresi sebesar 0,724 menunjukkan bahwa pada setiap perubahan integrasi 1 persen akan mempengaruhi kinerja pasar beras ditanah air sebesar 0,724 persen.
7.
Ketahanan pangan dipengaruhi oleh integrasi pasar. Berdasarkan model analisis yang digunakan ternyata pada tingkat kepercayaan 99 persen integrasi pasar secara langsung mempengaruhi ketahanan pangan di Indonesia, khususnya pangan beras. Dengan koefisien sebesar 0,532 menunjukkan bahwa setiap persen perubahan dalam inegrasi pasar akan mempengaruhi ketahanan pangan sebesar 0,532 persen.
8.
Kinerja pasar yang semakin baik dalam beberapa tahun terakhir telah memberi dampak positif terhadap peningkatan ketahanan pangan.
Dengan menggunakan
ternyata pada tingkat kepercayaan 95 persen kinerja pasar secara langsung memberi dampak positif terhadap ketahanan pangan di Indonesia, khususnya pangan beras yang menjadi objek penelitian ini. Dengan koefisien regresi sebesar 0,592 menunjukkan bahwa setiap persen perubahan dalam kinerja pasar akan memberikan dampak terhadap ketahanan pangan sebesar 0,592 persen.
Saran 1. Untuk mewujudkan ketahanan pangan yang lebih baik pada masa yang akan datang pemerintah tidak cukup dengan hanya memacu peningkatan produksi tetapi juga perlu mempertahan kinerja pasar beras domistik. Untuk maksud tersebut diperlukan upayaupaya memperbaiki integrasi pasar terutama dalam jangka pendek. 2. Upaya mendorong peningkatan integrasi pasar dalam jangka pendek dapat dilakukan dengan melakukan intervensi dalam jangka pendek antara lain dengan menyediakan dan menyebarkan informasi pasar dan pemasaran yang berkualitas, cukup dan tepat waktu sehingga dapat membantu perbaikan pengambilan keputusan pemasaran dari petani produsen. Kebijakan yang dapat menolong harga padi di tingkat petani seperti harga pembelian pemerintah adalah penting untuk tetap dipertahankan terutama untuk menjadi pendorong produksi beras dalam negeri dan mendukung kemandirian pangan terutama di luar Jawa. Hal ini karena harga pembelian pemerintah akan mempengaruhi harga padi dan selanjutnya harga padi akan memacu petani untuk meningkatkan produksinya dalam rangka mendukung ketersediaan dan ketahanan pangan.
UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada Lembaga Penelitian Universitas Syiah Kuala, atas dukungan dana penelitian Insentif Riset Unggulan Strategis Nasional Tahun Anggaran 2010 dengan No. 337/H11/A.01/APBN-P2T/2010 tanggal 7 Juni 2010. Ucapan terimakasih juga kepada Kepala Penelitian dan Pengembangan Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian Republik Indonesia dan sejumlah pelaku di Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC) serta kepada semua pihak yang telah ikut membantu dalam pelaksanaan penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA Ajala dan Adesehinwa (2007), Roles and Efficiency of Participants in Pig Market In The Northern Part of Nigeria, Journal Central European Agriculture, Volume 8(2007) No.3 Alexander and Wyeth, (2006), Seasonal Price Movement and Unit Roots In Indonesian Rice Integration Azzaino, Zulkifli, (1992). Pengantar Tata Niaga Pertanian. Departemen Pertanian IlmuIlmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian. IPB Bogor Arsyad, F.M (1992) An Evaluation of Malaysia Paddy and Rice Market Structure, Conduct and Performance, Pertanika,5(2) Bambang Irawan, 2007, Fluktuasi Harga, Transmisi harga dan Marjin Pemasaran Sayuran dan Buah, Analisis Kebijakan Pertanian. Volume 5 No.4, Desember 200, Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, Bogor Engle R.F. and C.W. Granger (1987): “Cointegration and Error Correction: Representation, Estimation and Testing” Econometrica 55: 251-276 Goodwin B.K. and N. Piggott (2001): “Spatial Market Integration in the Presence of Threshold Effects” American Journal of Agricultural Economics 82: 302-317 Hair, J.F. Anderson, R.E. Tatham, R.L & Black, W.C (1998). Multivariate data Analisys. 5th ed. Prentice Hall International Inc. Harris, B. (1979) There is method in my madness : Or is it vici versa? Food Research Institute Studies Muwanga, G.S and D.L Snyder. (1997), Working with Microfit 4.0: Interactive econometric analysis. Oxford University Press, Great Britain Ravallion. M (1986), Testing Market Integration, American Journal Of Agricultural Economics, 68(1):102-109 Sharma, S (1996). Applied Multivariate Techniques. John Wiley & Sons, Inc. Toronto.