PENGARUH INOKULUM Bacillus thuringiensis TERHADAP PERUBAHAN STRUKTUR HISTOLOGI USUS TENGAH ULAT GRAYAK (Spodoptera litura F.)
DINI FITRIYANTI
DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Inokulum Bacillus thuringiensis terhadap Perubahan Struktur Histologi Usus Tengah Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, September 2013 Dini Fitriyanti NIM G34090017
ABSTRAK DINI FITRIYANTI. Pengaruh Inokulum Bacillus thuringiensis terhadap Perubahan Struktur Histologi Usus Tengah Ulat Grayak (Spodoptera litura F.). Dibimbing oleh NISA RACHMANIA MUBARIK dan TARUNI SRI PRAWASTI. Bacillus thuringiensis merupakan agens biokontrol terhadap pertumbuhan ulat grayak. Isolat B. thuringiensis menghasilkan kristal protein berupa protein Cry yang dalam keadaan alkali menyebabkan pembengkakan sel-sel epitel usus tengah ulat grayak. Tujuan penelitian ini ialah untuk mengetahui pengaruh inokulum B. thuringiensis dari berbagai galur terhadap ulat grayak dan perubahan histopatologi di dalam usus tengahnya. Isolat B. thuringiensis subsp. aizawai (Bta), B. thuringiensis subsp. pakistani (Btp), B. thuringiensis 47 (Bt47) dan B. thuringiensis Lot 2 (BtL2) diujikan pada ulat grayak instar 3. Struktur usus tengah ulat grayak diamati pada jam ke-0, 24, 48, 72, 96, dan 120. Sayatan usus tengah dipreparasi dengan metode parafin dan pewarnaan Hematoxilin-Eosin. Umumnya, seluruh perlakuan pada jam ke-0 menunjukkan ciri yang sama dengan kontrol, yaitu membran peritrofik dan sel-sel epitel terlihat normal. Membran peritrofik lepas dan hilang sejak jam ke-24 sedangkan pembengkakan sel dan pembesaran inti sel epitel umumnya terjadi pada jam ke-48 dan 72. Sel-sel epitel lisis dan terdisintegrasi pada jam ke-96 dan 120. Pengujian inokulum BtL2 terhadap ulat grayak memiliki daya merusak paling tinggi dan cepat dibandingkan dengan pengujian inokulum Bta, Bt47, dan Btp. Kata kunci: Bacillus thuringiensis, histopatologi, Spodoptera litura, usus tengah
ABSTRACT DINI FITRIYANTI. Effect of Bacillus thuringiensis Inoculum Against Histological Alterations of Cotton Leafworm (Spodoptera litura F.). Supervised by NISA RACHMANIA MUBARIK and TARUNI SRI PRAWASTI. Bacillus thuringiensis was known as biocontrol agent of cotton leafworm growth. B. thuringiensis isolate produced protein crystal as Cry protein which on alkaline condition caused epitel cell in the midgut of cotton leafworm swelled. The aim of this research was to know the effect of B. thuringiensis inoculum from different subspesies to cotton leafworm and the histopatology change in its midgut. Bacillus thuringiensis subsp. aizawai (Bta), B. thuringiensis subsp. pakistani (Btp), B. thuringiensis 47 (Bt47), and B. thuringiensis Lot 2 (BtL2) were tested to 3rd instar larvae. The structures of its midgut were observed at 0, 24th, 48th, 72nd, 96th and 120th hours. They were preparated by Paraffin method and Hematoxylin-Eosin staining. Generally, all 0 hour treatments showed the similar condition with control which the peritrophic membrane and epithelial cells below were still normal. The peritrophic membrane was dissapear at 24th hours, followed by the swelling of epithelial cells and its cores at 48th till 72nd hours. At 96th and 120th hours, the epithelial cells were lysis and disintegrated. The BtL2 isolate had the highest and fastest damages, followed simultantly by Bta, Bt47, and Btp. Keywords: Bacillus thuringiensis, histopathology, midgut, Spodoptera litura
PENGARUH INOKULUM Bacillus thuringiensis TERHADAP PERUBAHAN STRUKTUR HISTOLOGI USUS TENGAH ULAT GRAYAK (Spodoptera litura F.)
DINI FITRIYANTI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Biologi
DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Judul Skripsi : Pengaruh Inokulum Bacillus thuringiensis terhadap Perubahan Struktur Usus Tengah Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) Nama : Dini Fitriyanti NIM : G34090017
Disetujui oleh
Dr Nisa Rachmania Mubarik, MSi Pembimbing I
Dra Taruni Sri Prawasti, MSi Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr Ir Iman Rusmana, MSi Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Penelitian dengan judul “Pengaruh Inokulum Bacillus thuringiensis terhadap Perubahan Struktur Histologi Usus Tengah Ulat Grayak (Spodoptera litura F.)” ini dilakukan mulai bulan Desember 2012 sampai dengan Juni 2013 di Laboratorium Mikrobiologi dan Laboratorium Mikroteknik, Departemen Biologi, Institut Pertanian Bogor. Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Nisa Rachmania Mubarik dan Ibu Taruni Sri Prawasti atas bimbingan dan pengarahan yang diberikan, serta kepada Ibu Utut Widyastuti sebagai penguji skripsi atas saran dan diskusi yang diberikan. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Jaka dan Ibu Henny dari Laboratorium Mikrobiologi Departemen Biologi, Ibu Tini dan Ibu Ani dari Laboratorium Mikroteknik Departemen Biologi, Bapak Agus dari Laboratorium Fisiologi dan Toksikologi Serangga Departemen Proteksi Tanaman, Bapak Suryo Wiyono dari Klinik Tanaman serta staf laboratorium lainnya yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu. Terima kasih juga penulis ucapkan untuk keluarga dan teman-teman tercinta yang senantiasa memberi cinta, doa dan dukungan. Penulis berharap semoga karya tulis ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan. Bogor, Juli 2013 Dini Fitriyanti
DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan
2
BAHAN DAN METODE Bahan
2 2
HASIL
3
PEMBAHASAN
8
SIMPULAN DAN SARAN
10
Simpulan
10
Saran
10
DAFTAR PUSTAKA
11
LAMPIRAN
13
RIWAYAT HIDUP
14
DAFTAR GAMBAR 1 Morfologi B. thuringiensis subsp. aizawai, B. thuringiensis subsp. pakistani, B thuringiensis Lot 2, dan B. thuringieneis 47 2 Struktur usus tengah ulat grayak sebagai kontrol pada jam ke-0 dan ke-120 3 Struktur histologi usus tengah ulat grayak yang mendapatkan perlakuan Bacillus thuringiensis 4 Struktur tiga dimensi kristal protein Bacillus thuringiensis
4 4 6 8
DAFTAR LAMPIRAN 1 Tempat pengaplikasian isolat B. thuringiensis pada ulat grayak 2 Ulat grayak yang mati pada pengujian isolat B. thuringiensis subsp. aizawai (a), pakistani (b), dan Lot 2 pada hari ke-4 penyemprotan (c), serta 47 pada hari ke-3 penyemprotan (d)
13
13
PENDAHULUAN Latar Belakang Ulat grayak (Spodoptera litura F.) merupakan hama tanaman yang bersifat polifag atau dapat menyerang berbagai jenis tanaman pangan, sayuran, dan buahbuahan. Serangan hama ulat grayak dapat menyebabkan kerusakan yang sangat tinggi (defoliasi) pada tanaman kedelai di negara-negara penghasil kedelai seperti Jepang dan Indonesia hingga 80-100% (Balitkabi 2012). Penanggulangan terhadap masalah tersebut perlu dilakukan untuk meminimalkan kerugian yang ditimbulkan. Usaha pengendalian yang telah dilakukan petani selama ini menggunakan pestisida kimia yang dapat menimbulkan masalah lingkungan (Sembel 2010) atau residunya terakumulasi dalam tanaman (Wahyuningsih 2008). Bioinsektisida dapat menjadi alternatif untuk menghadapi permasalahan tersebut. Salah satu sumber bioinsektisida ialah mikroorganisme tanah seperti Bacillus thuringiensis. Bacillus thuringiensis adalah bakteri Gram positif yang secara alami ditemukan di seluruh dunia. Bakteri ini menghasilkan kristal inklusi pada saat bersporulasi yang terdiri atas satu atau lebih protein insektisida yang dikenal sebagai -endotoksin atau protein Cry (Krattiger 1997). Federici et al. (2010) mengemukakan bahwa protein Cry I dan Cry II toksik terhadap Lepidoptera. Protein tersebut disebut protoksin. Setiap subspesies memiliki satu atau lebih tipe protein Cry yang berbeda-beda. Perbedaan ini yang menyebabkan bentuk kristal untuk tiap subspesies bervariasi (Yilmaz et al. 2012). Tipe protein Cry I memproduksi kristal berbentuk bipiramida dan hanya toksik terhadap Lepidoptera. Tipe protein Cry II memproduksi kristal berbentuk seperti kubus yang toksik terhadap kelompok Lepidoptera dan Diptera (Aronson et al. 1991; Tanada dan Kaya 1993). Protoksin dalam suasana alkali diubah menjadi toksin dan menyebabkan terjadinya pembengkakan sel-sel epitel usus tengah pada ulat grayak. Kerusakan struktur dan fungsi usus tengah ini menyebabkan keseimbangan pH dan ion dalam hemolimfa terganggu sehingga menyebabkan sel usus mengalami paralisis dan ulat berhenti makan yang pada akhirnya menyebabkan kematian (Federici et al. 2010). Toksisitas protoksin bergantung pada jenis serangga yang diinfeksinya dan galur atau subspesies yang digunakan (Hoffman et al. 1988). Kristal protein yang dihasilkan oleh B. thuringiensis juga menyebabkan pembengkakan, pengelupasan, dan kerusakan pada sel-sel epitel usus tengah ulat grayak. Perubahan yang mendasar pada sel-sel usus tengah yang terinfeksi, yaitu adanya pembesaran inti, perubahan retikulum endoplasma hingga konfigurasinya menyerupai vakuola, serta peluruhan atau tidak bersatunya mikrofili (Tanada dan Kaya 1993). Ulat grayak termasuk ke dalam ordo Lepidoptera yang apabila terinfeksi oleh B. thuringiensis akan menyebabkan kerusakan pada usus tengahnya. Studi histopatologi mengenai bagian usus tengah ulat grayak belum banyak dipublikasi.
2 Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh inokulum B. thuringiensis dari berbagai galur terhadap ulat grayak dan mengamati perubahan histologi yang terdapat di dalam usus tengah ulat grayak.
BAHAN DAN METODE Bahan Biakan yang digunakan ialah isolat B. thuringiensis subsp. aizawai (Bta), B. thuringiensis subsp. pakistani (Btp), B. thuringiensis 47 (Bt47), B. thuringiensis Lot 2 (BtL2). Bahan-bahan lain yang digunakan yaitu: ulat grayak, daun talas, dan daun caisim organik untuk makanan ulat. Isolat B. thuringiensis didapatkan dari IPB Culture Collection (IPBCC) dan ulat grayak didapatkan dari Laboratorium Fisiologi dan Toksikologi Serangga, Departemen Hama dan Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Pertumbuhan dan Peremajaan Isolat Satu lup stok isolat bakteri dari berbagai subspesies diinokulasikan ke dalam media NA. Setiap isolat kemudian diinkubasi pada suhu ruang selama 24 jam, dan disimpan pada suhu 4 . Pengamatan Morfologi Isolat B. thuringiensis Biakan bakteri berumur 48 jam dibuat preparat dengan cara mengoleskan satu lup bakteri yang diremajakan di media khusus pertumbuhan B. thuringiensis (Atlas 1996) di atas gelas objek dan diwarnai dengan larutan Coomassie Brilliant Blue (0,25% Coomassie Brilliant Blue G250, 50% etanol, dan 7% asam asetat) selama tiga menit, kemudian dibilas dengan akuades, dan diamati di bawah mikroskop cahaya dengan minyak imersi (Sharif dan Alaeddinoğlu 1987). Penyiapan Inokulum B. thuringiensis untuk Pengujian Setiap isolat hasil peremajaan di media NA diinokulasikan sebanyak 2 lup (±3,5x107 sel/mL) ke dalam 10 mL media khusus pertumbuhan Bt cair yang dimodifikasi (komposisi CaCl2 ditambah menjadi 0,15 gram/L). Selanjutnya diinkubasi sesuai dengan waktu maksimum masing-masing Bt memproduksi protoksin (kristal protein), yaitu Bta ±48 jam (Sukmawaty 2012) serta Btp, Bt47, dan BtL2 masing-masing ±36 jam (Banna 2012) pada suhu ruang dalam penggoyang. Pengujian Inokulum B. thuringiensis pada Ulat Grayak Pengujian dilakukan dengan memberi makan lima larva S. litura instar 3 dengan daun talas atau daun caisim organik yang telah disemprot dengan berbagai subspesies Bt sebanyak 10 semprot (±4 mL). Pemberian makan pada ulat dilakukan selama lima hari, masing-masing perlakuan terdiri atas empat kali ulangan. Sebagai kontrol digunakan potongan-potongan daun yang disemprot
3 dengan akuades steril. Larva-larva uji ditempatkan pada wadah plastik yang ditutup dengan plastik yang dilubangi (Lampiran 1). Pengamatan Usus Tengah Ulat Grayak Struktur histologi usus tengah ulat grayak diamati dan dipreparasi berdasarkan modifikasi metode yang digunakan Leksono et al. (2011). Seekor ulat grayak untuk masing-masing perlakuan dikoleksi pada jam ke-0, 24, 48, 72, 96 dan 120, sedangkan kontrol dikoleksi pada jam ke-0 dan 120. Ulat dibedah, saluran pencernaan diambil dan difiksasi dengan larutan FAAAC (100 mL Formalin 40%, 50 mL asam asetat glasial, 850 mL akuades, 13 gram CaCl2 2H2O) selama 3 hari. Setelah difiksasi, bagian usus tengah ulat dipotong, dicuci dan didehidrasi dengan seri etanol (30, 50, 70, 80, 90, dan 100%) selama 1 jam untuk tiap tahapan. Sampel dijernihkan bertahap dengan xylol:alkohol (1:1) dan xilol murni masing-masing selama 1 jam selanjutnya dengan xilol murni selama 10 menit di dalam oven parafin bersuhu 59 . Infiltrasi parafin dilakukan di dalam oven bersuhu 59 sebanyak tiga kali masing-masing selama 45 menit. Selanjutnya diblok parafin dengan titik lebur parafin 56-58 . Sayatan dibuat dengan menggunakan mikrotom putar, ketebalan sayatan 6 m. Sayatan yang sudah menempel pada gelas objek kemudian diwarnai dengan HaematoxylinEosin. Preparat hasil pewarnaan diamati di bawah mikroskop cahaya.
HASIL Morfologi Isolat B. thuringiensis Isolat B. thuringiensis diwarnai dengan pewarna Commassie Brilliant Blue (CBB) dan diamati bentuk morfologi selnya dengan mikroskop cahaya. Secara mikroskopis B. thuringiensis dari keempat galur memiliki ciri umum yang sama, yaitu bentuknya basil, berukuran panjang 3-5 m dan lebar ±1 m serta menghasilkan endospora beserta kristal protein pada waktu inkubasi ±48 jam untuk isolat Bta dan ±36 jam untuk isolat Btp, Bt47 dan BtL2. Isolat Bta memiliki bentuk sel yang paling panjang di antara isolat lainnya dengan endospora yang terletak subterminal dan kristal protein yang terletak pada ujung lainnya. Terdapat dua kristal protein dalam satu sel (Gambar 1a). Ukuran dan morfologi BtL2 tidak jauh berbeda dengan Bta. Terdapat serangkaian kristal protein dalam satu sel bakteri dengan endospora terletak subterminal (Gambar 1c). Endospora dan kristal protein terlihat pada hasil pewarnaan CBB untuk isolat Btp dan Bt47. Keduanya memiliki bentuk dan ukuran yang hampir sama. Sel-sel bakteri lebih pendek dibandingkan dengan isolat Bta dan BtL2. Endospora dan kristal protein pada isolat Btp dan Bt47 banyak terdapat di luar sel seperti yang terlihat pada hasil pengamatan Bt47 (Gambar 1d). Sel Btp yang utuh menunjukkan bahwa endospora juga terletak subterminal dengan satu kristal protein yang terletak berdampingan dengan endospora (Gambar 1b).
4
a
b cry s
s cry 10 µm
10 µm
d
c
cry
1
s
0 µm
s
cry 10 µm
10 µm
Gambar 1 Morfologi sel B. thuringiensis subsp. aizawai (Bta) (a), B. thuringiensis subsp. pakistani (Btp) (b), B. thuringiensis Lot 2 (BtL2) (c) dan B. thuringiensis 47 (Bt47) (d) umur 48 jam. Masing-masing memperlihatkan adanya endospora (s) dan kristal protein (cry); perbesaran 1000x. Struktur Histologi Usus Tengah Ulat Grayak Struktur histologi usus tengah ulat grayak pada perlakuan kontrol menunjukkan bahwa keadaan usus tengah ulat grayak tidak mengalami kerusakan baik pada jam ke-0 (instar 3) maupun pada jam ke-120 (instar 5). Membran peritrofik dan sel-sel epitel di bawahnya dalam keadaan normal. Sel regeneratif yang tumbuh menandakan bahwa ulat akan terus berkembang (Gambar 2).
a
MP
L
b
L
MP
SR SR
ML 10 µm
OL
50 µm
MB MB ML Gambar 2 Struktur usus tengah ulat grayak sebagai kontrol pada jam ke-0 (a) dan jam ke-120 (b). Keterangan: membran peritrofik (MP), sel regeneratif (SR), otot longitudinal (OL), lapisan berotot (ML) dan membran basal (MB) masih terlihat dengan jelas dengan lumen (L) di bagian tengah; perbesaran 400x. Struktur histologi usus tengah ulat grayak yang terinfeksi inokulum B. thuringiensis subsp. aizawai memberikan efek yang sangat signifikan terhadap perubahan struktur usus tengah ulat grayak selama lima hari perlakuan (Gambar
5 3). Sayatan melintang usus tengah ulat grayak pada jam ke-0 memperlihatkan hasil yang hampir sama dengan kontrol. Membran peritrofik masih dalam keadaan utuh. Sayatan terlihat miring, namun struktur membran basal dan sel-sel di bawah membran peritrofik tidak mengalami kerusakan yang berarti. Perlakuan jam ke-24 menunjukkan bahwa bentuk usus tengah masih terjaga. Namun, terlihat adanya sel epitel yang membengkak tepat di bawah membran peritrofik. Selanjutnya pada jam ke-48, membran peritrofik lepas dan sel epitel berdisintegrasi. Pada jam ke-72 membran peritrofik menghilang. Kerusakan bertambah parah pada jam ke-96. Bagian membran peritrofik dan sel-sel sekretori di bawahnya mengalami lisis. Lisis terjadi lebih parah pada jam ke-120. Inti sel epitel yang lisis terlihat membengkak. Ulat grayak yang terinfeksi Btp menunjukkan perubahan pada struktur usus tengahnya (Gambar 3). Struktur usus tengah masih terlihat sangat baik pada jam ke-0 dan hampir sama dengan kontrol yang telah diamati. Membran peritrofik masih terlihat dan belum ada perubahan pada sel-sel epitel usus tengah. Berbeda dengan jam ke-24, walaupun membran peritrofiknya terlihat masih utuh, namun sel-sel bagian dalam sudah mengalami disintegrasi. Kemudian pada jam ke-48 teramati sel-sel epitel yang mengalami lisis dan membran peritrofik hilang. Hasil pengamatan jam ke-72 menunjukkan bahwa membran peritrofik masih terlihat, namun beberapa bagian hilang. Hal ini menyebabkan terjadinya disintegrasi sel di dalam usus tengah ulat grayak, demikian pula pada pengamatan jam ke-96. Membran peritrofik yang lepas menjadi penyebab utama disintegrasi dan lisisnya sel. Pembengkakan sel-sel epitel terjadi pada jam ke-120 sehingga terdapat beberapa bagian sel epitel yang telah lisis. Kerusakan usus tengah ulat grayak akibat infeksi BtL2 mulai terlihat pada jam ke-24 setelah perlakuan (Gambar 3). Struktur histologis usus tengah ulat grayak pada jam ke-0 sedikit berbeda dengan kontrol. Bagian sel-sel epitel di bawahnya terdisintegrasi, kemungkinan karena sayatan kurang simetris. Bagian membran peritrofik lepas dan sel-sel epitel di bawahnya mulai membengkak pada jam ke-24. Pembengkakan sel epitel diikuti dengan pembengkakan inti selnya pada jam ke-48. Hal ini menyebabkan sel-sel epitel lisis, terlihat pada daerah yang bersebelahan dengan lumen. Pembengkakan sel epitel usus tengah ulat grayak terlihat lebih parah pada jam ke-72 dan mulai terlihat disintegrasi sel. Sel epitel yang lisis dan mengalami disintegrasi terlihat jelas pada jam ke-96 dan 120. Hasil pengujian inokulum Bt47 terhadap ulat grayak tergambar pada struktur histologis usus tengah ulat grayak selama lima hari perlakuan (Gambar 3). Pada jam ke-0 perlakuan, membran peritrofik dan sel regeneratif normal. Gambaran tersebut menunjukkan bahwa ulat grayak masih dapat berkembang ke tahap selanjutnya. Membran peritrofik lepas pada jam ke-24 dan struktur sel-sel epitel di bawahnya rusak dan terdisintegrasi. Membran peritrofik menghilang pada jam ke-48 dengan kondisi sel-sel epitel yang hampir sama dengan jam ke-24. Membran peritrofik yang baru lepas serta beberapa sel epitel yang mengalami lisis dengan inti membengkak teramati pada jam ke-72. Kerusakan terlihat jelas pada jam ke-96. Membran peritrofik hilang dan sel-sel epitel membengkak. Kerusakan paling parah pada bagian internal usus terlihat pada jam ke-120. Membran peritrofik masih terlihat, namun sel-sel epitel di bawahnya rusak dan terdisintegrasi.
6
6
Gambar 3 Struktur histologi usus tengah ulat grayak yang mendapatkan perlakuan Bacillus thuringiensis Jam ke-
Perlakuan B. thuringiensis subsp. aizawai L
B. thuringiensis subsp. pakistani
MP
L
B. thuringiensis Lot 2
B. thuringiensis 47 L
MP
MP
MP
L SR
0
SR
MB MB
50 µm
L
L
MB
50 µm
10 µm
MB
50 µm
L MP
MP L
MP
MP
24
SL
D MB
MB D
10 µm
MP
L
MB
10 µm
50 µm
L SL
10 µm
MB
50 µm
L
SL
50 µm
SL
48
L
D
D
MB
ISB 50 µm
MB
50 µm
MB
MB
7 Jam ke-
Perlakuan B. thuringiensis subsp. aizawai L
B. thuringiensis subsp. pakistani
B. thuringiensis Lot 2 L
MP
10 µm
SL
D
72
B. thuringiensis 47
50 µm
L
MP
SL
SR D 50 µm
MB
MB
MB SL
L
50 µm
L
SL
L
96
SR
L
SL
MP
SL
ISB
MB 10 µm
50 µm
MB
MP
L
L
MB SL
L
L
L
ISB
MB
50 µm
50 µm
MB
L
MP
50 µm
SL
MP
120
SL
SL MB
MB 50 µm
SR
50 µm
D SR
D
50 µm
SR
MB
Keterangan: MP: membran peritrofik, SR: sel regeneratif, MB: membran basal, L: lumen, SL: sel lisis, D: disintegrasi, ISB: inti sel yang mengalami pembengkakan.
8
PEMBAHASAN Ulat grayak (S. litura) merupakan kelompok ordo Lepidoptera yang bermetamorfosis sempurna (holometabola). Setiap perkembangan menjadi dewasa, terjadi perubahan secara morfologi, fisiologi dan tingkah laku (Klowden 2002). Perubahan terjadi bukan hanya karena faktor internal tetapi juga faktor eksternal yang tidak terduga seperti adanya substansi bakteri yang bersifat toksik. Substansi bakteri masuk bersama makanan ulat. Serangga mempunyai sistem ketahanan untuk mengatasi hal tersebut, terletak pada keasaman (pH) usus tengahnya. Namun, kondisi tersebut menguntungkan bakteri patogen B. thuringiensis untuk mengaktifkan protoksin yang diproduksinya menjadi toksin. Protoksin terdiri atas tiga domain. Domain I terdiri atas kumpulan tujuh αheliks yang antiparalel, berperan dalam proses insersi toksin pada sel target. Domain II terdiri atas tiga lipatan-β yang antiparalel, berperan dalam pengenalan dan pengikatan toksin ke situs pengikatan di membran mikrofili. Domain III terdiri atas lipatan β-sandwich yang terpilin, berperan dalam integritas struktur molekul protein, pengikatan reseptor dan pembentukkan pori (Schnepf et al. 1998; Federici et al. 2010). Menurut Aronson et al. (1986) ukuran dari protoksin B. thuringiensis yang aktif sekitar 130-140 kDa dan apabila terlarut dalam larutan alkali akan diubah menjadi toksin yang berukuran 60 kDa (Schnepf et al. 1998)
Gambar 4 Struktur tiga dimensi kristal protein Bacillus thuringiensis (Wu et al. 2011) Setiap subspesies B. thuringiensis memiliki kristal protein dalam bentuk dan jumlah yang berbeda-beda tergantung pada gen cry yang menyandinya (Aronson et al. 1986; Yilmaz et al. 2012). Demikian pula yang teramati pada isolat yang diwarnai dengan CBB (Gambar 1). Isolat B. thuringiensis yang toksik terhadap Lepidoptera memiliki tipe protein Cry I atau Cry II. Perbedaan tipe protein Cry pada setiap subspesies pada B. thuringiensis menyebabkan efek toksisitas yang berbeda terhadap berbagai inang serangga (Federici et al. 2010). Efek toksisitas protein Cry teramati pada hasil sayatan melintang usus tengah ulat grayak yang terinfeksi B. thuringiensis yang diujikan pada penelitian ini. Usus tengah ulat grayak perlu diperhatikan karena menjadi faktor utama penyebab kematian ulat grayak akibat infeksi berbagai patogen. Struktur usus tengah sekurang-kurangnya terdiri atas sel-sel kolumnar, sel-sel regeneratif, sel-
9 sel goblet, dan sel-sel endokrin (Klowden 2002). Perlakuan kontrol memperlihatkan bahwa sel-sel epitel dan sel-sel regeneratif masih dalam keadaan normal (Gambar 2). Usus tengah merupakan pusat pencernaan enzimatis pada hampir semua makhluk hidup termasuk ulat grayak (Federici et al. 2010). Bacillus thuringiensis subsp. aizawai merupakan isolat yang aktif melawan sebagian besar kelompok Lepidoptera. Tanada dan Kaya (1993) menyatakan bahwa subspesies ini memiliki kristal protein berukuran 130 kDa polipetida, yang juga mampu melawan ordo Diptera. Subspesies aizawai memiliki tipe Cry I untuk kristal proteinnya yang umumnya berbentuk bipiramida (Federici et al. 2010). Isolat ini memberikan efek yang signifikan terhadap perubahan struktur usus tengah ulat grayak selama lima hari perlakuan. Kerusakan dan kehilangan membran peritrofik menyebabkan sel-sel epitel mengalami lisis dan terdisintegrasi. Lisis pada usus tengah yang terinfeksi B. thuringiensis menurut Federici et al. (2010) kemungkinan terjadi akibat naiknya pH hemolimfa. Selain itu, pH lumen juga menurun bahkan dapat mendekati pH netral. Kondisi tersebut memungkinkan spora bakteri untuk berkembang secara vegetatif (germinasi) di dalam usus tengah ulat. Keadaan ini meyebabkan kematian pada ulat grayak dengan seluruh badan menghitam dan bagian abdomen lembek (Lampiran 2a). Song et al. (2003) menyatakan bahwa subspesies pakistani memiliki tipe protein Cry 1Ia (81 kDa) yang dapat melawan sebagian besar ordo Lepidoptera seperti halnya Bta. Tipe protein Cry dan inang sangat menentukan besarnya aktivitas proteolitik yang ditimbulkan dalam hemolimfa usus tengah (Federeci et al. 2010). Hal ini mempengaruhi besarnya kerusakan sel-sel epitel usus tengah ulat yang terinfeksi. Struktur usus tengah ulat grayak yang teramati setiap 24 jam tidak menunjukkan tahapan dari kerusakan yang ditimbulkan akibat infeksi Btp (Gambar 3). Hal ini karena perbedaan kadar dan banyaknya daun yang dimakan oleh masing-masing individu ulat grayak. Meskipun demikian, secara keseluruhan kerusakan yang terjadi pada usus tengah ulat grayak diakibatkan oleh lepas, rusak dan hilangnya membran peritrofik. Hal ini menyebabkan toksin dapat masuk dan menginvasi sel-sel epitel usus tengah sehingga menyebabkan pembengkakan, diikuti lisis, dan terdisintegrasinya sel epitel. Ulat yang mati karena terinfeksi Btp terlihat melembek di bagian abdomennya (Lampiran 2b). Isolat BtL2 diisolasi dari tanah yang berasal dari Tabanan-Bali sedangkan Bt47 berasal dari Lempake-Kalimantan Timur. Aplikasi BtL2 terhadap ulat grayak menunjukkan bahwa persen mortalitas selama 4 hari perlakuan mencapai 87,5% sedangkan Bt47 mencapai 95% (Khudra 2011). Pendugaan berdasarkan SDS-PAGE menunjukkan bahwa berat molekul kristal protein BtL2 dan Bt47 ialah 130 kDa (Banna 2012). Menurut Tanada dan Kaya (1993) ukuran tersebut sama dengan ukuran kristal protein Bta yang aktif melawan kelompok serangga dari ordo Lepidoptera dan Diptera. Isolat BtL2 menyebabkan kematian pada ulat grayak dengan tubuh sedikit menghitam dan melembek pada bagian abdomen (Lampiran 2c). Ciri tersebut hampir sama dengan ulat yang mati pada perlakuan Bt47 (Lampiran 2d). Kematian ulat terjadi akibat kerusakan dalam usus tengahnya. Pembengakakan sel-sel epitel terlihat jelas pada hasil sayatan usus tengah yang terinfeksi isolat BtL2 (Gambar 3). Pembengkakan disebabkan oleh banyaknya kation yang memasuki sel epitel melalui pori-pori yang dibentuk toksin. Pori yang dibentuk toksin diduga spesifik terhadap kation seperti K+ dan Na+. Banyaknya kation
10 dalam sel, menyebabkan ketidakseimbangan osmotik sehingga menginduksi lisis (Tanada dan Kaya 1993; Federici et al. 2010). Lisis menyebabkan sel-sel epitel terdisintegrasi. Hal ini teramati pada usus tengah ulat grayak yang terinfeksi Bt47 (Gambar 3). Isolat BtL2 memiliki efek toksisitas tertinggi diikuti dengan Bta, Bt47, dan Btp. Hal ini karena BtL2 memiliki daya merusak paling tinggi dan cepat dibandingkan dengan pengujian inokulum lainnya. Pembengkakan sel epitel dan lepasnya membran peritrofik terlihat sejak jam ke-24 perlakuan BtL2 sedangkan pada isolat lain terlihat mulai dari jam ke-48 perlakuan. Sayatan usus tengah yang tidak simetris kemungkinan karena perendaman dalam xilol terlalu lama sehingga preparat menjadi terlalu keras. Sayatan yang terlalu keras menyebabkan hasil sayatan kurang baik. Ulat grayak yang dibedah memiliki instar yang berbeda-beda bergantung pada saat pengoleksiannya. Hal ini menimbulkan perbedaan pada lebar usus tengahnya. Menurut Sanjaya dan Safaria (2006), respon terhadap patogen yang masuk ke dalam saluran pencernaan ulat juga akan berbeda-beda. Ulat pada instar awal akan lebih rentan terhadap patogen dibandingkan dengan ulat pada instar akhir. Semakin bertambah umur ulat, kemampuan usus tengah dalam mendegradasi protein Cry semakin tinggi (Keller et al. 1996). Kerusakan ulat selalu diawali dengan lepas, rusak, dan hilangnya membran peritrofik. Membran peritrofik yang hilang pada jam ke-48 pada beberapa perlakuan kembali terlihat, hal ini disebabkan oleh kemampuan ulat dalam meregenerasi membran peritrofik. Membran peritrofik kembali ke keadaan normal 2-4 jam setelah patogen (virus dan mikrob) termakan oleh ulat (Tanada dan Kaya 1993).
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Bacillus thuringiensis Lot 2 memiliki efek toksisitas tertinggi terhadap ulat grayak instar 3, diikuti dengan B. thuringiensis subsp. aizawai, 47 dan B. thuringiensis subsp. pakistani. Studi histopatologi menunjukkan bahwa inokulum B. thuringiensis dari berbagai subspesies yang diujikan pada penelitian ini berpengaruh pada usus tengah ulat grayak (S. litura). Infeksi B. thuringiensis secara umum menyebabkan kerusakan struktur usus tengah ulat grayak. Membran peritrofik yang terlepas dan hilang menyebabkan paralisis sel epitel, pembengkakan inti sel epitel, dan disintegrasi sel. Saran Teknik penyiapan preparat dapat diperbaiki dengan mengurangi waktu penjernihan dalam xilol supaya spesimen tidak terlalu keras sehingga diperoleh sayatan yang lebih baik.
11
DAFTAR PUSTAKA Atlas RM. 1996. Handbook of Microbiological Media. New York (US): CRC Press. Aronson AI, Beckman W, Dunn P. 1986. Bacillus thuringiensis and related insect pathogens. Microbiol Rev. 50(1):1-24. Aronson AI, Han ES, McGaughey, Johnson D. 1991. The solubility of inclusion proteins from Bacillus thuringiensis is dependent upon protoxin composition and is a factor in toxicity to insects. Appl Environ Microbiol. 57(4):981-986. Banna MZA. 2012. Karakterisasi protein protoksin dan enzim kitinase yang dihasilkan oleh isolat lokal Bacillus thuringiensis [tesis]. Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. [Balitkabi] 2012. Esensi varietas tahan untuk pengendalian ulat grayak pada tanaman kedelai.[terhubung berkala]. http://balitkabi.litbang.deptan.go.id/ kilas-litbang/885-esensi-varietas-tahan-untuk-pengendalian-ulat-grayakspodoptera-litura-pada-tanaman-kedelai.html [16 Oktober 2012]. Federici BA, Hyun-Woo P, Bideshi DK. 2010. Overview of the basic biology of Bacillus thuringiensis with emphasis on genetic engineering of bacterial larvicides for mosquito control. Open Toxinol J. 3(1):83-100.doi: 10.2174/1875414701003010083. Hoffman C, Vanderbruggen H, Höfe H, Van Rie J, Janses S, Van Mellaert H. 1988. Specificity of Bacillus thuringiensis -endotoxins is correlated with the presence of high affinity binding sites in the brush border membrane of the target of target insect midguts. Proc Natl Acad Sci. (21)85:7844:7848. Keller M, Sneh B, Strizhov N, Prudovsky E, Regev A, Koncz C, Schell J, Zilberstein A. 1996. Digestion of -endotoxin by gut proteases may explain reduced sensivity of advanced instar larvae of Spodoptera littoralis to CryIC. Insect Biochem Mol Biol. 26(4):365-373. Khudra IA. 2011. Isolasi bakteri Bacillus thuringiensis dari tanah dan pengujian toksisitasnya terhadap ulat grayak (Spodoptera litura) [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Klowden J. 2002. Physiological System in Insects. San Diego (US): Academic Pr. Krattiger AF. 1997. Insect resistence in crops: A case study to Bacillus thuringiensis (Bt) and its transfer to developing countries. Itacha (US): ISAAA. Leksono EH, Raffiudin R, Prawasti TS. 2006. Alimentary canal analogy and histology of the worker termite Neotermes bosei. Biotropia 13(2):99-110. Sanjaya Y, Safaria T. 2006. Toksisitas racun laba-laba Nephila sp. Pada larva Aëdes aegypti L. Biodiversitas 7(2):191-194. Schnepf E, Crickmore N, Van Rie J, Lereclus D, baum J, Feitelson J, Zeigler DR, Dean DH. 1998. Bacillus thuringiensis and its pesticidal crystal proteins. Microbiol Mol Biol Rev. 62(3):775-806. Sembel DT. 2010. Pengendalian Hayati Hama-Hama Serangga Tropis dan Gulma. Yogyakarta (ID): CV. Andi Offset. Song et al. 2003. Identification of cry1I-type genes from Bacillus thuringiensis strains and characterization of a novel cry1I-type gene. Am Soc Microbiol. 69(9):5207-5211.doi: 10.1128/AEM.69.9.5207–5211.200.
12 Sharif FA, Alaeddinoğlu NG. 1987. A rapid and simple method for staining of the crystal protein of Bacillus thuringiensis. J Indust Microbiol. 3(2):227-229. Sukmawaty E. 2012. Efektivitas protoksin Bacillus thuringiensis subsp. aizawai, konidia Beauveria bassiana dan campurannya terhadap ulat grayak Spodoptera litura F. [tesis]. Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana, Institut Pertnaian Bogor. Tanada Y, Kaya HK. 1993. Insect Pathology. San Diego (US): Academic Pr. Wahyuningsih S. 2008. Pengaruh pestisida kimia dan nabati terhadap lalat kacang (Ophiomya phaseoli) pada tanaman kedelai (Glycine max (L.) Merril) varietas wilis [skripsi]. Malang (ID): Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Malang. Wu Y, Lei CF, Yi D, Liu PM, Gao MY. 2011. Novel Bacillus thuringiensis endotoxin active against Locusta migratoria manilensis. App Environ Microbiol. 77(10):3227-3233.doi:10.1128/AEM.02462-10. Yilmaz S, Ayvaz A, Akbulut M, Azizoglu U, Karabörklü S. 2012. A novel Bacillus thuringiensis and its pathogenicity against three important pest insects. J Stored Product Res. 51(1):33-40.doi:10.1016/j.jspr.2012.06.004.
13 Lampiran 1 Tempat penyimpanan perlakuan isolat B. thuringiensis pada ulat grayak
Lampiran 2 Ulat grayak yang mati pada pengujian isolat B. thuringiensis subsp. aizawai (a), pakistani (b), dan Lot 2 pada hari ke-4 penyemprotan (c), serta 47 pada hari ke-3 penyemprotan (d)
(a)
(b)
(c)
(d)
14
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Ciamis Provinsi Jawa Barat pada tanggal 17 April 1991 dari pasangan Olih Solihin dan Een Suhanah. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Tahun 2009, penulis lulus dari SMA Negeri 2 Ciamis. Selanjutnya, penulis lulus seleksi masuk IPB melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB). Penulis memilih mayor Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Penulis mempunyai berbagai pengalaman dalam berorganisasi. Penulis menjadi ketua Divisi PSDM Unit Kegiatan Mahasiswa PSM IPB Agria Swara pada periode kepengurusan 2010/2011 dan periode 2011/2012 serta menjadi anggota dari organisasi tersebut hingga sekarang. Penulis juga merupakan anggota Himpunan Mahasiswa Biologi periode 2010/2011. Selama kuliah, penulis juga mengikuti berbagai seminar, pelatihan dan kepanitiaan. Penulis mengikuti Pelatihan Penulisan Karya Ilmiah pada tahun 2009 dan Seminar Kesehatan Nasional Healthy Life Without Cancer pada tahu 2010. Kepanitiaan yang pernah diikuti diantaranya sebagai Divisi Tim Laboratorium dalam Panitia MORFOLOGI 47 Departemen Biologi tahun 2010, bendahara umum The 4th International Mission Art And Culture Agria Swara: The 4th Harald Andersen Chamber Choir Competition, Helsinki-Finland 2012, Divisi Konsumsi pada acara Lomba Cepat Tepat Biologi Pesta Sains Nasional tahun 2010, Divisi Kesejahteraan Anggota Acara Konser Tahunan Harmony and Cachopony tahun 2011 dan Divisi Latihan Acara Konser Tahunan Chantelier Charm II tahun 2012. Penulis juga pernah menjadi asisten praktikum Mikrobiologi Dasar pada tahun 2013. Penulis sempat menorehkan prestasi di bidang akademik dan nonakademik. Sebagai anggota paduan suara, penulis sempat meraih Gold Medal pada kategori Mix dalam ajang The 1st International ITB Choir Competition pada tahun 2010 dan pada tahun 2012, meraih juara 1 Lomba Seni Seriosa Puteri Pekan Seni Mahasiswa Daerah Provinsi DKI Jakarta dan juara 3 di tingkat nasional yang diadakan di Lombok, NTB. Selain itu, penulis bersama timnya pernah lolos seleksi paper ilmiah ADIC di Malaysia pada tahun 2011 dan lolos didanai Dikti dalam Program Kreativitas Mahasiswa Bidang Artikel Ilmiah dengan judul Isolasi dan Identifikasi Bakteri Potensial Tanah dari Sekitar Perakaran Tanaman Legum di Hutan Pendidikan Gunung Walat. Penulis juga pada tahun 2013 terpilih menjadi salah satu penyaji makalah lisan terbaik pada The 2nd Conference of IGNTTRC di Surabaya dengan tema Bacillus thuringiensis Inoculum Testing on Cotton Leafworm.