PENGARUH FAKTOR SOSIAL EKONOMI TERHADAP TINGKAT KEUNTUNGAN USAHATANI KUBIS (Brassica oleracea) DI KABUPATEN LUMAJANG [INFLUENCE OF SOCIAL ECONOMIC FACTORS ON LEVEL OF PROFIT OF CABBAGE (Brassica oleracea) FARMING IN LUMAJANG REGENCY] Syamsul Hadi*) dan Achmad Budisusetyo*) *) Fakultas Pertanian, Universitas Muhammadiyah Jember. E-mail:
[email protected]
ABSTRAK Penelitian ini mempunyai tujuan sebagai berikut : 1) Melakukan tinjauan ekonomis usahatani kubis di Kabupaten Lumajang; dan 2) Mengetahui faktor Sosial Ekonomi yang berpengaruh terhadap tingkat keuntungan usahatani di Kabupaten Lumajang. Adapun Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dan metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei. Penelitian berlangsung selama sebulan dimulai pada bulan Juli Tahun 2009. Lokasi penelitian ditentukan secara Purposive Sampling di Kabupaten Lumajang pada 3 kecamatan yaitu Senduro, Candipuro dan Pronojiwo Kabupaten Lumajang dimana ketiga wilayah kecamatan tersebut menjadi sentra produksi usahatani kubis. Adapun desa sampel ditentukan secara purposive sampling yaitu satu desa di setiap kecamatan atas pertimbangan bahwa desa tersebut memiliki jumlah produksi kubis terbanyak di antara desa lainnya. Oleh sebab itu maka desa sampel dalam penelitian ini adalah Desa Argosari Kecamatan Senduro, Desa Sumbermujur Kecamatan Candipuro dan Desa Sumberurip Kecamatan Pronojiwo. Pertimbangan penentuan daerah sampel penelitian ini didasarkan kepada sebaran sentra produksi komoditas kubis di Kabupaten Lumajang tahun 2009 per Bulan Juni. Populasi dalam penelitian ini meliputi petani kubis berjumlah 581 orang dengan berbagai skala usaha yang ada di Desa Sampel sejumlah 30 petani responden dengan uraian sebagai berikut : 22 petani responden di Desa Argosari, 5 petani responden di Desa Sumberurip dan 3 petani responden di Desa Sumbermujur. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa : 1) secara ekonomis diungkapkan bahwa rata-rata keuntungan petani kubis di Kabupaten Lumajang sebanyak Rp 9,135,501,- per hektar, rata-rata total biaya produksi sebanyak Rp 5,374,372,-. per hektar dan rata-rata nilai produksi sebanyak Rp 13,643,819,- per hektar. Nilai produksi dan keuntungan tersebut masih bisa ditingkatkan lagi karena tingkat keuntungan kubis di Jawa Timur pada tahun 2006 telah mencapai Rp 10.992.049,per hektar dengan rata-rata produktivitas 17.95 ton/ha, sedangkan rata-rata produktivitas kubis di Kabupaten Lumajang masih 14.83 ton/ha atau menempati posisi 7 di Jawa Timur; dan 2) hasil analisis Fungsi Cobb-Douglass terhadap variabel-variabel yang diduga secara silmultan menunjukkan bahwa semua variabel bebas yang diduga dalam model berpengaruh secara nyata terhadap tingkat keuntungan usahatani kubis. Hal ini ditunjukkan bahwa nilai F-hitung (23.648) > F-tabel (2.40) pada taraf nyata 1 % dengan nilai R-adjusted sebesar 0.862. Artinya bahwa tingkat keuntungan usahatani kubis sangat dipengaruhi oleh variabel bebas dalam model sebesar 86.20%, sedangkan sisanya dipengaruhi oleh faktor lain di luar model. Sementara itu, secara parsial tidak semua variabel bebas dalam model berpengaruh nyata terhadap tingkat keuntungan kubis, yaitu meliputi veriabel bibit/benih, pupuk, manajemen, tenaga kerja dan teknologi jarak tanam. Adapun yang tidak berpengaruh nyata meliputi variabel umur, harga output dan luas lahan. Kata Kunci : Kubis, faktor sosial ekonomi, tingkat keuntungan ABSTRACT The purpose of this research were as follows : 1) Economic evaluation of cabbage farming in Lumajang Regency. 2) Determining social economic factors influencing level of profit of cabbage farming in Lumajang Regency. Type of research was descriptive method by means of survey. Duration of research was one month beginning on June 2009. Location of research was determined by purposive sampling in three centers of cabbage producing areas i.e. districs of Senduro, Candipuro and Pronojiwo. In each district a sample was determined by purposive sampling by considering that cabbage production in the village was more than that of other villages. Senduro District was represented by Argosari, Candipuro District by Sumbermujur, and Pronojiwo District was represented by Sumber urip Village. Consideration to determine the sample was based on distribution of production
Agritrop Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian
203
center of cabbage in Lumajang Regency on June 2009. Population of cabbage farmer in this research consisted of 580 farmers with different scale of farming business. Number of respondent involved were 30 farmers, consisted of 22 farmers in Argosari, 5 farmers in Sumberurip, and 3 farmers in Sumbermujur. The results showed that : 1) average profit of cabbage farmer in Lumajang Regency was Rp 9,135,501,- per ha, average of total production cost was Rp 5,374,372,- per ha and average production value was Rp 13, 643,819 per ha. The production value and profit could be increased because level of profit of cabbage in East Java in 2006 had reached Rp 10,992,049,- per ha with average yield of 17.95 ton per ha, while average yield of cabbage in Lumajang Regency was still 14.83 ton per ha or at 7th ranking in East Java; 2) Analysis of Cobb-Douglas function on variables presumed simultaneously showed that all independent variables presumed in the model significantly influenced on level of profit of cabbage farming, F calculated was 23.648 > F table i.e. 2.40 at the 1% level with adjusted R = 0.862. It showed that level of profit of cabbage farming was much influenced by independent variables in the model as much as 86.20% while the rest was influenced by other factors out side the model. Partially not all independent variables in the model significantly influenced on level of profit, i.e. variable of seed (seedling), fertilizer, management, labour, and plant spacing technology. The variables which did not significantly influence on level of profit were age, price of output, and size of farm. Keyword : Cabbage, social economics factor, storey profit level.
I.
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Masalah Tanaman kubis (Brassica oleraceae) termasuk salah satu jenis tanaman sayur-sayuran yang mempunyai arti ekonomi yang sangat penting dan menghasilkan sayuran daun, kuncup, bunga, batang, ubi dan minyak dari bijinya. Selain itu juga untuk makanan ternak, ternyata kubis juga mempunyai kegunaan sebagai tanaman obat-obatan, yaitu berkasiat untuk menyembuhkan penyakit hyperaciditas. Sayuran ini mengandung nilai gizi yang cukup tinggi sehingga sayuran ini sesuai dikomsumsi untuk meningkatkan kesehatan masyarakat. Kandungan zat-zat gizi yang terdapat dalam tanaman kubis antara lain karbohidrat, protein, lemak, mineral serta mengandung berbagai jenis vitamin diantaranya vitamin A, B1, B2, dan vitamin C, sehingga sayuran ini banyak di konsumsi oleh masyarakat (Cahyono, 2007). Penerapan teknologi dalam usahatani kubis menjadi sangat penting karena tergolong padat modal dan merupakan salah satu faktor penentu terhadap tingkat keuntungan. Salah satu teknologi dalam usahatani ini adalah cara pengaturan jarak tanam karena hal ini sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman kubis terutama pada masa pembentukan krop, yaitu sangat bervariasi antara bulat telur, gepeng, dan berbentuk kerucut. Adapun penggunaan faktor produksi bibit, pupuk, pestisida dan tenaga kerja juga dapat mempengaruhi terhadap tingkat produksi, produktivitas dan keuntungan termasuk di dalamnya faktor mamajemen atau skill, pendidikan, umur, dan pengalaman berusahatani, serta motivasi petani. Faktor-faktor sosial tersebut di atas pada umumnya justru banyak berpengaruh terhadap pola manajemen usahatani atas faktor-faktor lahan, sarana produksi dan harga input bahkan terhadap kemampuan mengakses permodalan, informasi pasar yang terkait
204 Agritrop Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian
dengan jumlah permintaan barang komoditas dan harga output. Pengetahuan petani terhadap informasi pasar akan berimplikasi positif terhadap motivasi dan tindakan/aksi dalam upaya merespon pasar yang pada akhirnya akan berpengaruh lebih lanjut terhadap tingkat produktivitas dan keuntungan usahatani kubis yang dikelolanya. Kabupaten Lumajang termasuk salah satu kabupaten di Jawa Timur sebagai penghasil kubis terutama di wilayah dataran dengan topografi berbukit. Pusat produsen komoditas kubis di Kabupaten Lumajang terdapat di Kecamatan Senduro, Candipuro dan Pronojiwo. Menurut Dinas Pertanian Kabupaten Lumajang bahwa pada tahun 2009 luas panen mencapai 505 ha dengan jumlah produksi sebanyak 7.487 ton dan produktivitas mencapai 148.26 Kw/ha. Tentunya produktivitas ini tidak terlalu rendah bila dibandingkan dengan di daerah seperti Kabupaten Jember, Probolinggo, Trenggalek, Blitar, Nganjuk, dan Ngawi. Tetapi bila dibandingkan dengan tingkat produktivitas di Kabupaten Bondowoso, Pasuruan, Malang, Magetan dan Tulungagung, produktivitas kubis di Kabupaten Lumajang masih lebih rendah bahkan di bawah ratarata Propinsi Jawa Timur yang mencapai 179.53 Kw/ha. Ditinjau dari sisi luas panen, tanaman kubis di Kabupaten Lumajang menempati posisi kelima terluas, namun dilihat dari produktivitas lahannya ternyata masih menduduki rangking ketujuh. Artinya bahwa terdapat beberapa faktor sosial dan ekonomi yang berpengaruh terhadap kegiatan usahatani kubis sehingga tingkat produksinya kurang maksimal dan hal ini membawa implikasi terhadap kurang optimalnya keuntungan usahatani yang diterima petani. Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, maka ada beberapa tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini, yaitu : 1) Melakukan tinjauan ekonomis usahatani kubis di Kabupaten Lumajang; dan 2) Mengetahui faktor Sosial Ekonomi yang berpengaruh
terhadap keuntungan usahatani di Kabupaten Lumajang. Adapun manfaat kegiatan penelitian ini antara lai meliputi : 1) Sebagai bahan masukan dan bahan pertimbangan bagi petani dalam pengembangan komoditas kubis yang lebih baik; 2) Dapat digunakan sebagai bahan tambahan informasi bagi pemerintah daerah setempat dalam pengambilan kebijakan pembangunan pertanian tanaman pangan khususnya hortikultura jenis sayuran di pedesaan sekaligus sebagai upaya menguatkan ketahanan pangan; dan Sebagai informasi data bagi peneliti lain yang berminat dalam obyek sama dan aspek tinjauan berbeda. II.
METODOLOGI PENELITIAN
2.1.
Metode Penelitian Pendekatan penelitian ini menggunakan pendekatan metode deskriptif, yaitu metode penelitian.penelitian yang bertujuan untuk mencari fakta dengan interpretasi yang tepat (Whitney, 1998). Sementara itu, jenis metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei (Nazir, 2005; dan Singarimbun, 2007). Dipilihnya metode ini atas dasar pertimbangan bahwa obyek penelitian adalah untuk mengetahui sejauhmana tingkat keuntungan usahatani
kubis dan faktor sosial ekonomi apa saja yang mempengaruhi tingkat keuntungan usahatani tersebut. 2.2. Penentuan Daerah dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Juli tahun 2009 dimana daerah penelitian ditentukan secara Purposive Sampling di wilayah Kecamatan Senduro, Candipuro dan Pronojiwo Kabupaten Lumajang dimana ketiga wilayah kecamatan tersebut menjadi sentra produksi usahatani kubis yang secara togografis memiliki ketinggian tempat antara (200 – 2000) dpl (Dinas Pertanian Kabupaten Lumajang, 2009). Adapun desa sampel ditentukan secara purposive sampling yaitu satu desa di setiap kecamatan atas pertimbangan bahwa desa tersebut memiliki jumlah produksi kubis terbanyak di antara desa lainnya. Oleh sebab itu maka desa sampel dalam penelitian ini adalah Desa Argosari Kecamatan Senduro, Desa Sumbermujur Kecamatan Candipuro, dan Desa Sumberurip Kecamatan Pronojiwo. Pertimbangan penentuan daerah sampel penelitian ini didasarkan kepada sebaran sentra produksi komoditas kubis di Kabupaten Lumajang tahun 2009 per Bulan Juni sebagaimana yang disajikan dalam Tabel 1 berikut.
Tabel 1. Sebaran sentra produksi dan petani komoditas kubis di Kabupaten Lumajang tahun 2009 Jumlah Jumlah Petani No. Kecamatan Desa Produksi Populasi (Orang) (Ton) 1 Senduro (11 desa) Kandang Tepus 29 575.00 Kandangan 39 875.00 Argosari 232 2,878.00 Ranupane 48 1,146.00 Jumlah 348 5,474.00 2 Pronojiwo (6 desa) Sumberurip 43 1,257.00 Sidomulyo 43 985.00 Oro-oro ombo 22 546.00 Supiturang 20 497.00 Jumlah 128 3,285.00 3 Candipuro (10 desa) Jugosari 20 430.00 Sumberwuluh 11 241.00 Sumbermujur 51 1,159.00 Penanggal 23 359.00 Jumlah 105 2,189.00 Jumlah per Kabupaten 581 10.948,00 Sumber : Dinas Pertanian Kabupaten Lumajang (2009) 2.3.
Sumber dan Teknik Pengumpulan Data Adapun teknik pengumpulan data yang bersumber dari sample responden dengan cara Depth interview atau Metode Wawancara Standardized (yang direncanakan) dengan menggunakan pedoman daftar pertanyaan terstruktur yang dipersiapkan sebelumnya (Singarimbun, 2007; dan Kontjaraningrat, 2007). Tujuannya adalah untuk mendapatkan keterangan atau pendirian lisan dari seorang responden. Sedangkan data sekunder dikumpulkan dari dinas atau instansi terkait
Agritrop Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian
sebagai penunjang dari hasil pengumpumlan data primer dengan teknik studi kepustakaan ataupun studi literature maupun bersifat konsultatif. 2.4.
Penentuan Sampel Populasi dalam penelitian ini meliputi petani kubis berjumlah 858 orang (Tabel 1) dengan berbagai skala usaha yang ada di Desa Sampel sejumlah 30 petani responden dengan uraian sebagai berikut : 22 petani responden di Desa Argosari, 5 petani responden
205
di Desa Sumberurip dan 3 petani responden di Desa Sumbermujur. Oleh karena itu penentuan sampel dalam penelitian ini menggunakan metode non probability sampling dengan teknik quota sampling minimal 5 % terhadap populasi petani kubis (Parel, et al, 2008). 2.5. Teknis Analisa Data 2.5.1. Analisa Tinjauan Ekonomis Usahatani Kubis Untuk menjawab tujuan pertama tentang tinjauan ekonomis usahatani yang meliputi biaya, produksi dan tingkat keuntungan yang timbul karena dilakukan usahatani kubis, maka digunakan analisis keuntungan dengan formulasi matematis sebagai berikut: π = TR - TC TR = P x.TP TC = TFC + TVC Keterangan: π = Keuntungan TR = Total pendapatan kotor TC = Total biaya Px = Harga rata-rata per kg TP = Total produksi TFC = Total biaya tetap TVC = Total biaya variabel 2.5.2. Analisa Faktor-Faktor Sosial Ekonomi Yang Berpengaruh Terhadap Keuntungan Usahatani Kubis Untuk menganalisa data tentang faktor sosial ekonomi apa saja yang berpengaruh terhadap tingkat keuntungan usahatani kubis di Kabupaten Lumajang, maka dianalisis dengan model fungsi keuntungan Cobb-Douglas dengan bentuk fungsi matematis sebagai berikut (Soekartawi, 2005) : Y = α X1β1 X2 β2 X3β3 X4β4 X5β5 X6β6 X7β7 X8β8D1β10 eu Agar persamaaan non linier di atas dapat dianalisis maka perlu dirubah ke dalam persamaan linier sebagai berikut : Ln Y= lnbo+ b1ln X1+ b2 lnX2+3 lnX3+ b4 lnX4+ b5 lnX5+ b6 lnX6+ b7 lnX7+ b8 lnX8+ b9D1 + E Keterangan: Y = X1 = X2 = X3 = X4 =
Keuntungan (Rp) Benih/Bibit (Rp) Pupuk (Kg) Pestisida dan Herbisida (Rp) Manajemen (Pengalaman berusahatani) (Tahun) X5 = Tenaga kerja (Hok) X6 = Harga Output (Rp) X7 = Umur Petani (Tahun) X8 = Luas Lahan Garapan (Ha) D1 = Teknologi Jarak Tanam (Dummy) D = 1, bila jarak tanamnya 60 x 60 cm D = 0, bila lainnya α = Konstanta atau intersept β1, β2, β3,…, β9 = koefisien persamaan regresi = estimator dari kesalahan eu pengganggu
206 Agritrop Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian
Untuk menguji model yang dipakai lebih dulu dilakukan Uji-F (uji keragaman) secara simultan dengan rumusan hipotesis adalah sebagai berikut : H0 : β i = 0 Hi : Paling sedikit ada salah satu βi ≠ 0 Kemudian rumusan hipotesis tersebut dianalisis dengan alat uji-F sebagai berikut : JK Regresi/(k-1) F-hitung = -------------------JK Galat/(n-k) Keterangan : k = jumlah parameter n = jumlah observasi (sampel) Kreteria keputusan : - Jika F-hitung ≤ F-tabel, H0 diterima (Non Signifikan) - Jika F-hitung > F-tabel, berarti Hi diterima (Signifikan). Untuk menguji model yang dipakai, lebih dulu dilakukan uji-t dengan hipotesis statistik sebagai berikut : H0 : βi = 0, dan Hi : βi ≠ 0 Kemudian untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara veriabel-variabel tersebut dianalisis dengan alat statistik Uji-t sebagai berikut : βi t-hitung = ---------Se (βi) Kriteria Keputusan : - Jika -t tabel ≤ t-hitung ≤ t-tabel, maka H0 diterima berarti Non Signifikan - Jika t-hitung > t-tabel dan atau -t hitung < - ttabel maka H0 ditolak berarti signifikan Setelah dilakukan uji-t maka dilanjutkan pula dengan melihat nilai R² yang bertujuan untuk mengetahui adanya keeratan hubungan variabel bebas terhadap variabel terikat (Rietveld dan Sunaryanto, 2004). Nilai R² dapat dihitung dengan rumus matematis sebagai berikut (Draper dan Smith, 2007) : JK regresi R² = ----------------------JK regresi + JK sisa Kriteria keputusan : Semakin besar nilai R² berarti semakin erat hubungan kedua variabel tersebut yang berarti kecenderuingannya semakin baik model analisis yang digunakan walaupun menurut Rietveld dan Sunaryanto (2004) bahwa R² tidak selalu menunjukkan hubungan model yang baik, terutama jika nilai R² tinggi tidak disertai oleh satupun variabel bebas yang signifikan. Agar memperoleh model yang lebih baik, maka perlu pengujian asumsi klasik terhadap hasil analisis tersebut agar terbebas dari gejala penyakit seperti multicolinierity, autocorelation, dan heteroscasdisity.
III.
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1.
Karakteristik Responden Petani dalam kehidupannya memiliki empat kapasitas yang diperlukan untuk pengembangan usahataninya, yaitu bekerja, belajar, berfikir, kreatif, dan bercita-cita. Kesungguhan untuk bekerja dan berfikir yang menyebabkan petani memiliki keterampilan menjadi penggerak dan manejer bagi usahataninya. Kemampuan belajar dan bercita-cita yang dimilikinya membuat petani berusaha mempelajari teknologi baru. Beberapa aspek yang mempengaruhi keterampilan petani dalam mengelola usahataninya
adalah: (1) umur petani, (2) pengalaman bertani, (3) pendidikan petani dan (4) besarnya jumlah anggota keluarga petani, di bawah ini dapat dilihat profil petani kubis di Kabupatem Lumajang Tahun 2009. Karakteristik atau profil responden ini perlu diketahui secara mendetail agar dapat memberikan sebuah gambaran yang dasar bahwa sejauh mana penggalian data ini dilakukan dengan benar atas obyek penelitian sebagai sumber utama informasi data yang dibutuhkan. Setiap variabel data yang digali memiliki keterkaitan yang erat dengan pencapaian tujuan penelitian ini sekaligus menjadi sebuah indikator valid tidaknya data yang dikumpulkan.
Tabel 2. Profil petani kubis di Kabupatem Lumajang, tahun 2009 Golongan Petani Berdasarkan Skala Usaha No
Keterangan
Sempit (< 1 ha)
Sedang (1 – 2 ha)
Luas ( > 1 ha)
RataRata
1
Umur (Tahun)
42.84
47.50
44.67
43.33
2
Pendidikan (Tahun)
7.20
12.00
8.00
7.60
3
Pengalaman Usahatani (th)
11.64
15.50
11.33
11.87
4
Jml Anggota Keuarga (Org)
3.88
3.00
3.67
3.80
Tabel 2 menunjukkan bahwa rata-rata umur petani kubis di Kabupatem Lumajang adalah 43.33 tahun atau tergolong umur produktif. Umur petani produktif menandakan kematangan rasa berfikir seseorang dalam melaksanakan suatu kegiatan (usahatani) dan mengatasi problema yang dihadapi. Selain itu petani yang berumur produktif secara fisik dapat melakukan kegiatan usahatani dengan baik untuk memperoleh produktivitas dan tingkat keuntungan yang maksimum. Di antara kelompok skala usaha maka umur petani dengan skala sedang memiliki kematangan dan kedewasaan secara psikologis. Berdasarkan pendidikan formal yang pernah dialami oleh petani rata-rata menunjukkan 7.6 tahun atau setingkat dengan kelas 2 sekolah lanjutan tingkat pertama (SLTP). Hal ini menggambarkan bahwa tingkat pendidikan petani di Kabupatem Lumajang cukup mendukung dan mampu menerima hal-hal yang baru berkaitan dengan pertanian. Lama pendidikan yang dialami oleh golongan petani sedang lebih tinggi dibandingkan dengan petani sempit dan luas. Sementara itu tingkat pendidikan petani sedang adalah 12 tahun atau sudah lulusan sekolah lanjutan tingkat atas (SLTA). Pengalaman bertani kubis sangat berpengaruh terhadap kematangan petani dalam mengelola suatu usahatani, sehingga akan lebih meningkatkan kemampuan keterampilannya dalam mengelola dan mengembangkan teknologi pertanian. Tabel 2 di atas juga menggambarkan rata-rata pengalaman petani dalam melaksanakan usahatani kubis selama 11.87 tahun. Berdasarkan golongan petani menunjukkan
Agritrop Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian
bahwa golongan petani sedang memiliki tingkat pengalaman paling tinggi dibandingkan dengan golongan petani lainnya. Ditinjau dari pengalaman bertani yang relatif cukup lama, maka petani Kubis di Kabupatem Lumajang merupakan petani yang cukup berpengalaman. Pada umumnya pengalaman di atas 10 tahun menjadi tolok ukur eksistensi dan daya keberlangsungan seseorang dalam menjalankan sebuah jenis usaha tertentu. Semakin lama pengalaman menjalankan usaha, maka tingkat keberhasilannya cenderung karena semakin terampil dalam mengelola sumberdaya yang ada dengan sentuhan teknologi yang adaptif dan aplikatif. Rata-rata jumlah anggota keluarga petani responden di Kabupatem Lumajang adalah 3,8 jiwa per kepala keluarga yang hal ini tergolong keluarga sedang. Artinya secara sosiologis golongan keluarga ini memiliki sumberdaya tenaga kerja yang cukup tersedia dalam mengalokasikan kegiatan usahanya dengan asumsi bahwa rata-rata berada pada usia kerja. Namun secara psikologis bahwa keluarga cukup banyak mempunyai beban tanggungan yang cukup berat dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari sehingga faktor ini juga dapat sekaligus menjadi dorongan agar usahanya dapat mendatangkan keuntungan yang besar pula. 3.2.
Tinjauan Ekonomis Usahatani Kubis Dalam pembahasan ini tinjauan ekonomis yang akan diungkapkan adalah mengenai biaya produksi baik tetap maupun variabel, harga output dan tingkat keuntungan atas usahatani kubis. Adapun tingkat
207
keuntungan dimaksud adalah ongkos tenaga kerja dalam keluarga menjadi bagian analisis perhitungan biaya variabel dalam usahatani kubis. Adapun jika variabel tersebut tidak disertakan dalam perhitungan model, maka selisih antara total penerimaan dengan total biaya merupakan pendapatan bersih usahatani kubis. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa ratarata keuntungan usahatani kubis di Kabupaten Lumajang sebanyak Rp 9,135,501 per hektar. Adapun lamanya musim tanam Kubis sangat tergantung kepada varitasnya, apabila varietas genjah dapat berlangsung antara 3 bulan atau 4 kali dalam setahun. Sedangkan varietas dalam satu musim tanam dapat berlangsung 4 bulan atau 3 kali dalam setahun. Dalam penelitian ini sebanyak 19 responden (63.33%) mengusahakan kubis
varietas genjah dan sebanyak 11 responden (36.67%) menanam varietas dalam. Berdasarkan skala usaha, bahwa sebagian besar petani dengan skala usahatani sempit lebih banyak menanam varietas genjah dengan sistem multiple cropping dengan tanaman bawang prey sebagai selanya. Keputusan petani seperti itu didasarkan kepada pertimbangan ekonomis untuk memaksimalkan tingkat keuntungan per satuan luas dalam waktu bersamaan, mengingat faktor produksi lahan tergolong sempit. Sedangkan petani dengan skala usaha sedang dan luas lebih banyak menanam varietas dalam di lahan yang bertopografi perbukitan dengan sistem monoculture. Mengenai analisis ekonomi usahatani kubis di Kabupaten Lumajang dapat disajikan dalam Tabel 3 berikut.
Tabel 3. Rata-rata biaya total, nilai poduksi dan keuntungan usahatani kubis per hektar di Kabupaten Lumajang tahun 2009 Harga/ No Uraian Satuan Volume Nilai (Rp) Satuan 1
Total Biaya Produksi : a. Biaya Variabel : - Benih/Bibit - Pupuk Urea - Pupuk KCL - Pupuk NPK
5,374,372
Bungkus/Pohon (Ls) Kg Kg Kg
1 251.39 158.38 79.22
686,928 1,200 2,200 3,000
4,508,319 686,928 301,667 348,426 237,667
Karung
7.78
5,000
38,889
- Kapur
Zak
8.10
6,000
48,583
- Herbisida
LS
1.00
70,389
70,389
- Pestisida
LS
1.00
502,778
502,778
- Tenaga Kerja
Hok
185.55
12,250
2,272,992
- Pupuk kandang
b. Biaya Tetap :
2 3
866,053.26
- Iuran Pengairan
LS
1.00
100,555.56
100,556
- Pajak - Bunga Modal - Sewa Lahan - Penyusutan Alat Nilai Produksi Keuntungan
Ls Ls Ls Ls Rp Rp
1.00 1.00 1.00 1.00 24,291.67
44,691.36 137,500.00 502,777.78 80,528.56 562
44,691 137,500 502,778 80,529 13,643,819 9,135,501
Tabel 3 di atas menggambarkan bahwa rata-rata per hektar petani memiliki tingkat keuntungan cukup tinggi dibandingkan petani kubis di daerah lain sebagaimana hasil penelitian Rahmanto (2004) di Kabupaten Solok Sumatera Barat bahwa tingkat keuntungan petani kubis sebanyak Rp 2.682.000,- /ha. Hal ini sekilas tampak bahwa kondisi tersebut tidak bisa dibandingkan dengan kondisi saat ini karena mungkin faktor harga output dan input berbeda. Namun demikian kondisi obyektif seperti jumlah input yang digunakan, harga input, jumlah produksi dan harga
208 Agritrop Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian
output antara dua masa tersebut secara riil tampak nyata tidak berbeda. Jumlah produksi kubis hasil penelitian ini menunjukkan lebih tinggi (24,292 kg/ha) daripada hasil penelitian sebelumnya (20.800 kg/ha), sedangkan harga outputnya relatif sama yaitu masing-masing seharga Rp 562/kg dan Rp 520/kg). Sementara itu penggunaan volume input hasil penelitian ini secara umum lebih banyak dibandingkan hasil penelitian terdahulu termasuk dengan rekomendasi/anjuran, hanya faktor biaya tetap dan anggaran pestisida lebih rendah serta pada penelitian ini tidak terungkap bahwa petani
menggunakan pupuk SP-36, pupuk mikro dan biaya angkut. Namun demikian tingkat keuntungan usahatani kubis di Kabupaten Lumajang masih berpotensi ditingkatkan lagi, karena rata-rata keuntungan usahatani Kubis di Kabupaten Lumajang tahun 2009 masih lebih rendah dibandingkan rata-rata Propinsi Jawa Timur yang mampu mencapai Rp 10.992.049/ha pada tahun 2007. Artinya bahwa keuntungan usahatani Kubis di Kabupaten Lumajang masih berpeluang ditingkatkan minimal 20.32%. Selain itu, potensi tersebut masih dapat didorong meningkat, karena ratarata produktivitas Kubis di Kabupaten Lumajang (14.83 ton/ha) masih lebih rendah daripada rata-rata di propinsi Jawa Timur yang mencapai 17.95 ton/ha. Dengan asumsi bahwa tingkat kesuburan lahan sama antar kabupaten di Jawa Timur, lebih rendahnya keuntungan usahatani kubis di Kabupaten Lumajang disebabkan rata-rata biaya variabelnya per hektar tinggi, walaupun biaya tetapnya relatif rendah. Tingginya biaya variabel tersebut antara lain diakibatkan penggunaan jumlah input bibit, luas lahan dan tenaga kerja melebihi rekomendasi. Contoh, menurut rekomendasi bahwa penggunaaan bibit sebaiknya 27.780 pohon/ha ternyata petani menggunakan bibit sebanyak lebih dari 30.000 pohon. Sementara itu penggunaan tenaga kerja terlampau banyak yang mana menurut rekomendasi hanyak cukup 160 HOK per hektar, tetapi petani menggunakan 185.55 HOK. Jarak tanam yang dianjurkan sesungguhnya adalah (60 x 60) cm, namun sebanyak 33.33% petani responden menggunakan jarak tanam (60 x 50) cm, sedangkan yang menggunakan jarak tanam (60 x 40) cm sebesar 30% dan selebihnya sesuai dengan rekomendasi. Tingginya biaya produksi pupuk yang dikeluarkan oleh petani berskala usaha sempit disebabkan sebagian besar usahatani Kubis dilakukan dengan sistem multiple cropping (tumpang sari) yaitu sebesar 64% (16 petani responden), sedangkan 36% (9 petani responden) menggunakan sistem monoculture. Sedangkan untuk petani dengan skala usahatani lainnya secara umum menerapkan sistem monoculture atau tanaman tunggal. Dampak sistemik yang akan muncul dengan penggunaan sistem tumpangsari tersebut, maka petani tidak hanya berkonsentrasi pada satu jenis tanaman yang diusahakan, namun terdorong berfikir bagaimana semua jenis tanaman yang diusahakan dalam satu areal lahan yang dikuasi dapat tumbuh dan berkembang baik serta menghasilkan produksi yang melimpah. Tetapi di pihak lain, pengetahuan dan modal usaha cukup terbatas untuk dapat mendukung bagi tujuan-tujuan usahataninya. 3.3.
Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap Keuntungan Usahatani Kubis Pemerintah Kabupaten Lumajang berupaya agar ketersediaan sayuran kubis dapat selalu memenuhi kebutuhan penduduk lokal maupun ekspor ke daerah
Agritrop Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian
lain yang sekaligus dapat meningkatkan kesejahteraan petani. Berbagai cara yang dilakukan untuk dapat mewujudkan tujuan tersebut dengan mengoptimalkan sumberdaya lokal yang dipadukan dengan inovasi teknologi pertanian. Proses pengelolaan usahatani Kubis di Kabupaten Lumajang cukup bervariatif di beberapa daerah sehingga hal ini juga akan berimplikasi pada output yang dihasilkan. Sementara itu, ekspor produksi kubis Kabupaten Lumajang ke daerah lain di Jawa Timur jumlahnya cukup signifikan untuk memenuhi kebutuhan regional di samping Kabupaten Probolinggo, Pasuruan, Malang, Magetan, Bondowoso, dan Jember. Namun rata-rata produktivitas kubis di Kabupaten Lumajang (14.83 ton/ha) lebih rendah daripada rata-rata di propinsi Jawa Timur yang mencapai 17.95 ton/ha, artinya bahwa tingkat keuntungan usahatani kubis masih dapat meningkat dengan syarat sumberdaya yang ada dapat dikelola dengan baik dan senantiasa memperhatikan rekomendasi yang ada dan gejala-gejala ekonomi yang selalu dinamis. Oleh karena itu perlu dilakukan sebuah analisa mengenai faktor-faktor sosial ekonomi apa saja yang sesungguhnya menyebabkan berpengaruh terhadap keuntungan usahatani kubis di Kabupaten Lumajang dengan harapan agar dapat dilakukan perbaikan di masa akan datang. Hasil analisis fungsi Cobb-Douglass terhadap variabel-variabel yang diguga secara silmultan menunjukkan bahwa semua variabel bebas yang diduga dalam model berpengaruh secara nyata terhadap tingkat keuntungan Kubis. Hal ini ditunjukkan bahwa nilai Fhitung (23,648) > F-Tabel (2,40) yang berarti bahwa tingkat keuntungan usahatani kubis di Kabupaten Lumajang dipengaruhi oleh delapan variabel bebas secara signifikan pada taraf nyata 1%, sehingga hipotesis pertama diterima. Guna lebih jelasnya mengenai hasil analisis fungsi Cobb-Douglas dapat disajikan dalam Tabel 4 berikut. Dari Tabel 4 tersebut dapat disusun sebuah model persamaan logaritma sebagai bentuk fungsi persamaan Cobb-Douglas melalui hasil analisis regresi non linier sebagai berikut : Y = -18,493 X1-0.271X22.568 X4-0.352 X5-0.64 X60.757 X70.335 X8-0.719D11.033 Nilai determinasi R2 bagi beberapa faktor tersebut cukup tinggi khusus untuk kajian sosial ekonomi termasuk nilai determinasi yang masih belum dibebaskan dari pengaruh derajad bebas yaitu R2 dimana mencapai 0.90. Namun menurut Rietveld, P., dan Sunaryanto (1994) bahwa ukuran yang lebih baik untuk menentukan nilai determinasi adalah R2 Adjusted yaitu nilai determinasi yang sudah dibebaskan dari pengaruh derajad bebas. Adapun nilai R2 dalam hasil analisis ini sebesar 0.862 artinya bahwa sebesar 86.20% tingkat keuntungan usahatani kubis di Kabupaten Lumajang dipengaruhi oleh delapan variabel bebas, sedangkan selebihnya dipengaruhi faktor lain di luar model.
209
Tabel 4. Hasil analisis beberapa faktor yang mempengaruhi terhadap keuntungan usahatani kubis di Kabupaten Lumajang Unstandardized Standardized Coefficients Coefficients Model Variabel Independent t Sig. B Std. Error Beta B0 (Constant) -18.493 18.857 -.981 .338 X1 Bibit/Benih -.271* .171 -.243 -1.588 .127 X2 Pupuk 2.568** 1.460 2.235 1.758 .093 X4 Manajemen/Pengalaman -.352* .252 -.139 -1.394 .178 X5 Tenaga Kerja -.647** .354 -.730 -1.828 .082 X6 Harga Output .757 .818 .076 .926 .365 X7 Umur .335 .549 .066 .609 .549 X8 Luas Lahan -.719 1.406 -.628 -.511 .615 Teknologi (Jarak Tanam) D1 1.033*** .155 .537 6.651 .000 (Dummy) Keterangan : - Dependent Variable: y_1 - F hitung = 23.648 F Tabel (1%) = 2.40 - R Square = 0.90 dan R2 Adjusted = 0.862 - t- Tabel (1%) = 2.467, (5%) = 1.701, (10%) = 1.313 - ns) Non Signifikan pada taraf nyata 1% - ***) Signifikan pada taraf nyata 1% - **) Signifikan pada taraf nyata 5% - *) Signifikan pada taraf nyata 10% Pada awalnya variabel bebas yang masuk dalam model adalah sembilan, namun setelah diuji asumsi klasik ternyata variabel pestisida dan herbisida harus didrop dari dalam model karena mengandung gejala penyakit autokorelasi. Hal ini dapat apabila nilai Statistik DW tidak dekat dengan angka 2, atau jika nilai statistik DW sama dengan 0.7, berarti ada autokorelasi positif yang kuat dan atau manakal nilai statistik sama dengan 1.9 (atau ada yang berpendapat berkisar antara 1,55 dan 2,46 ) maka dapat dinyatakan tidak ada gejala autokorelasi yang signifikan (Rietveld dan Sunaryanto, 2004). Sementara itu secara parsial menunjukkan tingkat signifikansi yang berbeda pada setiap variabel bebas dari hasil uji t melalui penggunaan analisis fungsi Cobb Douglass pada taraf nyata 1%, 5%, maupun 10% sebagaimana uraian sebagai berikut: 1) Benih/Bibit Hasil hasil analisis Cobb-Douglass secara parsial melalui Uji-t mengungkapkan bahwa faktor produksi benih atau bibit Kubis berpengaruh nyata terhadap tingkat keuntungan usahatani Kubis. Kondisi ini ditunjukkan oleh t-hitung > t-Tabel pada taraf nyata 10% dengan nilai koefisien regresi sebesar -0.271 dan non signifikan pada taraf nyata 1% dan 5%. Artinya apabila faktor produksi benih/ bibit yang digunakan naik sebesar 1%, maka tingkat keuntungan usahatani Kubis akan berkurang sebesar 0.271% dengan asumsi bahwa variabel lain dalam model konstan. Kondisi ini menunjukkan bahwa petani terlampau banyak (melebihi rekomendasi) atas penggunaan bibit/benih sehingga secara teknik sudah tidak efisien lagi.
210 Agritrop Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian
2)
Pupuk Hasil hasil analisis Cobb-Douglass secara parsial melalui Uji-t mengungkapkan bahwa faktor produksi benih atau bibit kubis berpengaruh nyata terhadap tingkat keuntungan usahatani Kubis. Kondisi ini ditunjukkan oleh t-hitung > t-Tabel pada taraf nyata 5% dengan nilai koefisien regresi sebesar 2.568 dan non signifikan pada taraf nyata 1%. Artinya apabila faktor produksi pupuk yang digunakan naik sebesar 1%, maka tingkat keuntungan usahatani kubis akan semakin meningkat sebesar 2.568 % dengan asumsi bahwa variabel lain dalam model konstan (cateris paribus). Kondisi ini menunjukkan bahwa petani masih dapat menambah (kurang dari rekomendasi) penggunaan jumlah pupuk sehingga secara teknik masih belum efisien. Penggunaan pupuk yang masih perlu ditambah lagi adalah jenis pupuk NPK, KCL, dan pupuk kandang. Sedangkan yang perlu dilokasikan selain yang sudah terjadi adalah pemberian jenis pupuk SP-36 dan pupuk mikro. Hal ini dapat terjadi karena disebabkan tingkat ketidaktahuan petani atas manfaat/kegunaan jenis pupuk tersebut dan keterbatasan modal usaha. Bila dibandingkan dengan hasil penelitian lain di masa lampau dan daerah lain bahwa penggunaan pupuk pada usahatani kubis hampir sama menurut rekomendasi, namun kondisi kesuburan lahan yang diusahakan sangat berbeda dengan daerah lain yang diindikasikan relatif kurang subur sehingga perlu memperkaya unsur hara terlebih di Kabupaten Lumajang sebagian besar lahan yang diusahakan berupa lahan miring yang seringkali kehilangan unsur hara akibat hujan.
3)
Manajemen (Pengalaman Berusahatani) Dalam penelitian ini manajemen diukur dari lamanya pengalaman petani dalam berusahatani kubis. Semakin banyak atau lama masa pengalaman berusaha maka kapasitas petani menjadi semakin tinggi yang pada akhirnya tingkat pengelolaan usahanya juga semakin efektif dan pada akhirnya akan meningkatkan keuntungan usahataninya. Hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa terbukti variabel ini tidak signifikan berpengaruh terhadap tingkat keuntungan usahatani kubis pada taraf nyata 1% dan 5%, namun signifikan pada taraf nyata 10%. Bahkan fenomena ini menjadi hubungan yang negatif dan tampak kontradiktif dengan teoritik dengan ditunjukkan oleh nilai koefisien regresinya adalah -0.352. Betapapun lamanya pengalaman petani dalam usahatani ini, namun belum menjamin atas keberhasilan usahanya. Hal ini dapat terjadi pada kasus ini karena pada saat tanaman kubis diserang hama ataupun penyakit, petani tidak melakukan pemberantasan karena modal terbatas dan adanya unsur kesengajaan untuk membiarkannya. Selain itu, pemeliharaan dari gulma juga kurang intensif sehingga tidak melakukan penyiangan semestinnya akibat keterbatasan tenaga kerja dan modal. 4)
Tenaga Kerja Dalam penelitian ini penggunaan tenaga kerja berpengaruh nyata terhadap keuntungan usahatani kubis 5%, namun hubungannya bersifat negatif yang ditunjukkan oleh nilai koefisien regresinya adalah 0.647. Artinya apabila petani akan menambah alokasi curahan waktu kerja pada usahatani kubis, maka mengakibatkan tingkat keuntungan berkurang sebesar 0.647%. Hal ini disebabkan karena penggunaan tenaga kerja ini sudah terlampau banyak dan melebihi rekomendasi yang semestinya hanya 160 HOK per hektar. 5)
Harga Output Harga output kubis menjadi faktor yang juga berpengaruh terhadap tingkat keuntungan usahatani kubis walaupun non signifikan. Koefisien regresi untuk variabel ini menunjukan nilai sebesar 0.757 yang artinya apabila harga output Kubis semakin tinggi, maka tingkat keuntungan Kubis akan mengalami kenaikan sebesar 0.757% dengan asumsi variabel lain dalam model adalah konstan. Kondisi ini dapat dipahami karena dengan semakin tingginya harga output maka petani cenderung terdorong lebih intensif dalam mengusahataninya. Tidak signifikannya variabel ini salah satu penyebabnya adalah jumlah sampel kurang banyak dan atau penetuan lokasi penelitian juga kurang representatif. Selain itu bahwa berapapun harga output baik tetap, lebih rendah atapun lebih tinggi daripada musim lalu, petani tetap mengusahakan lahannya dengan tanaman Kubis. Akan tetapi intensifikasi proses pelaksanaan usahataninya akan cenderung lebih kuat dengan ekspektasi (harapan) harga out put lebih tinggi daripada harga sebelumnya.
Agritrop Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian
6)
Umur Petani Hasil hasil analisis Cobb-Douglass secara parsial melalui Uji-t mengungkapkan bahwa faktor umur petani Kubis tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat keuntungan usahatani Kubis dengan nilai koefisien regresi sebesar 0.335. Artinya semakin tua umur petani maka tingkat keuntungan Kubis juga meningkat sebesar 0.335 % dengan asumsi bahwa variabel lain dalam model konstan. Fenomena tersebut memiliki justifikasi kebenaran yang kuat, karena ratarata petani Kubis berskala usaha sedang berumur 47.50 tahun dengan tingkat keuntungan yang paling tinggi dibandingkan dengan petani berskala usaha sempit dimana rata-rata umur responden 42.84 tahun dan skala usaha luas rata-rata umurnya 44,67 tahun. Walaupun ketiga golongan petenai tersebut rata-rata berumur produktif, tetapi semakin tinggi umurnya maka semakin dewasa dan matang dalam mengelola usahanya kendatipun berbeda secara non signifikan. 7)
Luas Lahan Hasil hasil analisis Cobb-Douglass secara parsial melalui Uji-t mengungkapkan bahwa faktor luas lahan usahtani Kubis tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat keuntungan usahatani Kubis dengan nilai koefisien regresi sebesar - 0.719. Artinya semakin luas lahan yang diusahakan petani untuk usahatani kubis maka tingkat keuntungan Kubis per hektar akan berkurang sebesar 0.719 % dengan asumsi bahwa variabel lain dalam model konstan. Fenomena tersebut memiliki justifikasi kebenaran yang kuat, karena ratarata petani Kubis berskala usaha sempit tingkat keuntungan yang paling tinggi dibandingkan dengan petani berskala usaha sedang dan luas. Namun demikian dalam kasus ini pengaruh variabel luas lahan tidak berbeda nyata terhadap tingkat keuntungan usahatani kubis. Penggunaan lahan yang terlalu luas maka akan menghadapi kendala pada faktor pemeliharaan kurang intensif, modal yang tinggi serta lemahnya pengawasan atas faktor keamanan. 8)
Teknologi Jarak Tanam (Dummy) Penerapan teknologi berupa cara ini (jarak tanam) sangat penting bagi petani dalam usahatani kubis. Jarak tanam pada tanaman kubis sangat besar pengaruhnya terhadap tingkat produktivitas dan keuntungan usahatani tersebut. Jarak tanam (60 x 60) cm memiliki tingkat produksi paling tinggi daripada jarak tanam lainnya. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa ternyata variabel ini sangat berpengaruh nyata terhadap tingkat keuntungan Kubis pada taraf nyata 1%. Adapun nilai koefisien regresi bertanda positif (1.033) yang berarti bahwa semakin semakin jarang jarak tanaman kubis sebesar satu satuan, maka tingkat keuntungan Kubis cenderung mengalami kenaikan sebesar 1.033 satuan dengan asumsi variabel lain dalam model konstan. Fenomena tersebut cukup rasional karena dengan dengan jarak tanam yang lebih sempit maka akan terjadi persaingan penyerapan unsur hara dalam
211
tanah. Selain itu, proses penyiangan akan mengalami kesulitan dan berimplikasi pada tingginya penggunaan faktor produksi tenaga kerja. Apabila terserang gulma, maka biaya untuk pengadaan herbisida akan semakin tinggi dengan kebutuhan tenaga kerja semakin banyak pula. IV.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil dan pembahasan pada bab sebelumnya maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1) Secara ekonomis diungkapkan bahwa rata-rata keuntungan petani kubis. di Kabupaten Lumajang sebanyak Rp Rp 9,135,501,- per hektar, rata-rata total biaya produksi sebanyak Rp 5,374,372,-. per hektar dan rata-rata nilai produksi sebanyak Rp 13,643,819,- per hektar. Nilai produksi dan keuntungan tersebut masih bisa ditingkatkan lagi karena tingkat keuntungan kubis di Jawa Timur pada tahun 2006 telah mencapai Rp 10.992.049,per hektar dengan rata-rata produktivitas 17.95 ton/ha, sedangkan rata-rata produktivitas kubis di Kabupaten Lumajang masih 14.83 ton/ha atau menempati posisi 7 di Jawa Timur. 2) Hasil analisis fungsi Cobb-Douglass terhadap variabel-variabel yang diguga secara silmultan menunjukkan bahwa semua variabel bebas yang diduga dalam model berpengaruh secara nyata terhadap tingkat keuntungan usahatani kubis. Hal ini ditunjukkan bahwa nilai F-hitung (23.648) > F-tabel (2.40) pada taraf nyata 1 % dengan nilai R-adjusted sebesar 0.862. Artinya bahwa tingkat keuntungan usahatani kubis sangat dipengaruhi oleh variabel bebas dalam model sebesar 86.20%, sedangkan sisanya dipengaruhi oleh faktor lain di luar model. Sementara itu, secara parsial tidak semua variabel bebas dalam model berpengaruh nyata terhadap tingkat keuntungan kubis, yaitu meliputi veriabel bibit/benih, pupuk, manajemen, tenaga kerja dan teknologi jarak tanam. Adapun yang tidak berpengaruh nyata meliputi variabel umur, harga output dan luas lahan.
212 Agritrop Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian
DAFTAR PUSTAKA Anonimous. 2009. Laporan Tahunan Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Lumajang. Lumajang. Cahyono. 2008. Tata Cara Membudidayakan Tanaman Kubi. Dalam http://penelitianagronomi. blogspot.com. Draper, N. dan Smith, H. 2007. Analisis Regresi Terapan. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Kontjaraningrat. 2007. Metode-Metode Penelitian Masyarakat. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Nazir, M. 2008. Metode Penelitian, Ghalia Indonesia, Jakarta. Parel. 2003. Sampling Design and Procedures. The agricultural Development Council, New York. Rietveld, P., dan L.A. Sunaryanto. 2004. Delapan Puluh Tujuh Masalah Pokok Dalam Regresi Berganda. Andi Offset, Yogyakarta. Singarimbun, M., dan Effendi, S. 2005. Metode Penelitian Survai. LP3ES, Jakarta. Soekartawi. 2005. Pengantar Ekonomi Pertanian.. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Surakhmad, W. 2007. Pengantar Penelitian Ilmiah, Dasar, Metode dan Teknik. Penerbit Tarsito, Bandung. Whitney, F.L., and J. Milholland. 1998. A Four year Continuation Study of A Teachers College Class. Jour. Educ. Res. 1933. Pp. 193-199. Dalam Nazir, 2005. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia, Jakarta.