JURNAL
PENGARUH FAKTOR BRAND AWARENESS DAN WORD OF MOUTH DALAM MEMBANGUN PERSEPSI TERHADAP MEREK TERBAIK (Analisis Structural Equation Modeling Pengaruh Faktor Brand Awareness dan Word of Mouth dalam Membangun Persepsi terhadap Merek Terbaik Produk Handphone Global Kota Solo Tahun 2015)
Oleh:
ULFA ARIEZA D0211099
PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2015
1
PENGARUH FAKTOR BRAND AWARENESS DAN WORD OF MOUTH DALAM MEMBANGUN PERSEPSI TERHADAP MEREK TERBAIK (Analisis Structural Equation Modeling Pengaruh Faktor Brand Awareness dan Word of Mouth dalam Membangun Persepsi terhadap Merek Terbaik Produk Handphone Global Kota Solo Tahun 2015)
Ulfa Arieza Diah Kusumawati
Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta
Abstract Brand equity is a concept mostly used by marketers to maintain brand existence and to empower the brand winning the competition in a competitive market. The brand equity is measured by consumer’s perception towards the best brand. Brand owner, then, takes some communication attempt to build perception towards the best brand. This research aims to develop a brand equity model in mobile product that is conceptually built by factors of brand awareness as one of variable in David Aaker’s brand equity model (1991) and word of mouth as the response to communication phenomena development in global mobile product. Respondents of research are the respondents domiciled in Solo City, consisting of 180 people. The sampling technique used is multistage. The model is tested using Structural Equation Method, because the objective of research is to see the contribution of all latent variables and indicator simultaneously in building perception on best brand. The result of research represents that the brand equity model fit with RMSEA value of 0.000 and P-value of 1.000. The finding conclude that both brand awareness and word of mouth are influental variables to brand equity. Higher support was found for the brand awareness. Thus, respondent awareness factor contributed considerably to build brand equity and should be prioritized in developing a brand communication strategy. Keywords: Brand Awareness, Word of Mouth, Brand Equity.
2
Pendahuluan Survei Global Media Consumption oleh InMobi terhadap 14.000 pengguna handphone yang tersebar di 14 negara (salah satunya Indonesia) pada periode Juni 2013 hingga Januari 2014, menunjukkan pola baru penggunaan handphone. Alat komunikasi dua arah tersebut menjadi the leading source of media dengan frekuensi penggunaan yang melampaui televisi (inmobi.com, 2014). Pengguna handphone di Indonesia sendiri, menurut data dari wearesocial.net mencapai angka 281.963.665 orang pada tahun 2014, sedangkan populasi penduduk Indonesia adalah 251.160.124 jiwa. Artinya, pengguna handphone di Indonesia telah melebihi populasi penduduknya, dimana sejumlah 30.803.541 orang memiliki lebih dari satu perangkat telekomunikasi tersebut. Sandro Jordão dalam penelitiannya Developing A Multidimensional, Equalweighted Scale of Brand Equity for The Smartphone Segment menyebutkan bahwa pasar telekomunikasi seluler menyajikan dinamika karena sifatnya yang short life cycle product dan kemunculan teknologi baru yang berimbas pada merek dan model bisnis (Jordão, 2010: 2). Pernyataan tersebut diperjelas dengan fakta bahwa teknologi handphone terus menerus dikembangkan oleh pemilik merek, sehingga hanya dalam kurun waktu satu bulan saja, muncul lebih dari satu tipe produk handphone baru. Imbasnya, konsumen dihadapkan dengan bermacam varian produk yang menawarkan beragam spesifikasi dengan harga yang bersaing yang dapat memicu adanya perilaku variety seeking serta berpotensi menimbulkan perilaku berganti merek atau brand switching. Tantangan pasar handphone yang semakin berat serta persaingan merek yang semakin ketat, mengharuskan pemilik merek untuk melakukan strategi pertahanan untuk menjadi merek terbaik dan tidak tenggelam dengan produk – produk pesaing yang memenuhi pasar handphone. Banyak penelitian oleh para ahli yang melahirkan bermacam konsep untuk membantu pemilik merek agar mereknya menjadi merek terbaik, salah satunya adalah konsep brand equity atau kekuatan merek. Logikanya, semakin kuat sebuah merek, maka semakin baik pula merek tersebut dalam persepsi konsumen, sehingga merek dengan kekuatan merek paling tinggi merupakan merek terbaik dalam persepsi konsumen. Jika sebuah merek
3
mempunyai kekuatan merek, merek tersebut akan memiliki berbagai keuntungan seperti membantu konsumen menafsirkan, memproses, dan menyimpan informasi dalam jumlah besar mengenai produk dan merek, memberikan rasa percaya diri kepada konsumen dalam mengambil keputusan pembelian, baik karena pengalaman masa lalu dalam karakteristiknya, dan bisa menguatkan kepuasan konsumen dengan pengalaman menggunakannya (Aaker, 1996:16 – 17). Pembentukan kesadaran atau awareness konsumen, merupakan langkah awal yang diambil oleh pemilik merek dalam membangun persepsi terhadap merek terbaik. Konsumen cenderung mempertimbangkan merek yang familiar bagi mereka dibandingkan merek yang sama sekali tidak mereka ketahui. Mustahil bagi konsumen yang tidak pernah mengenal merek kemudian memberikan penilaian sebagai merek terbaik. Menyadari pentingnya kesadaran terhadap merek sebagai langkah awal dalam membangun kekuatan merek untuk mendapatkan penilaian sebagai merek terbaik dalam kategorinya, mendorong pemilik merek untuk melakukan berbagai upaya komunikasi. Iklan merupakan upaya komunikasi yang dilakukan oleh hampir seluruh pemilik merek handphone. Asumsinya, semakin banyak terpaan iklan kepada konsumen, maka semakin tinggi tingkat kesadaran konsumen akan sebuah merek. Pertimbangan tersebut menjadikan pemilik merek handphone menggelondorkan budget besar untuk belanja iklan. Salah satu merek yang rela mengeluarkan dana besar untuk beriklan adalah Samsung. Seperti yang dikutip dari The Telegraph, produsen elektronik asal Korea ini menggelontorkan dana sebesar 45 juta Poundsterling atau setara dengan Rp 900 miliar untuk mendongkrak penjualan Samsung Galaxy S6. Samsung menghabiskan dana hampir Rp 1 triliun untuk beriklan baik secara konvensional maupun iklan modern melalui digital advertising, salah satunya melalui billboard digital di London Underground (telegraph.co.uk, 2014). Produsen handphone global lainnya, seperti Apple juga mengeluarkan budget besar untuk belanja iklan, yaitu sebesar 406.539 USD atau setara dengan Rp 500 miliar sedangkan merek besutan Jepang, Sony, menghabiskan dana sebesar 539.951 USD atau setara dengan Rp 700 miliar (sindonews.com, 2015).
4
Fenomena yang kemudian muncul adalah setiap individu konsumen mempunyai kesempatan untuk berperan aktif dalam mengulas keunggulan dan kelemahan merek. Dengan kata lain, pemilik merek bukan lagi satu – satunya sumber pengetahuan tentang merek. Sebagai contoh, seorang konsumen yang akan membeli produk handphone, melakukan seleksi merek dengan meminta pendapat kepada konsumen lain yang mengetahui atau menggunakan merek bersangkutan. Bertolak belakang dengan iklan yang mempunyai nilai komersil, fenomena tersebut timbul secara natural dari pengalaman konsumen. Fenomena ini disebut dengan Word of Mouth (WOM) atau oral komunikasi, komunikasi personal antara komunikator dengan komunikan dimana persepsi komunikator tidak bersifat komersial mengenai sebuah merek, produk atau pelayanan. Erfan Severi, Kwek Choon Ling, dan Amir Nasermoadeli dalam jurnalnya The Impacts of Electronic Word of Mouth on Brand Equity in The Context of Social Media mengatakan bahwa kekuatan merek tidak lagi hanya dipengaruhi oleh banyaknya investasi yang ditanamkan oleh sebuah perusahaan, lebih dari itu konsumen mempunyai peran penting dalam membangun kekuatan merek dari apa yang mereka bicarakan kepada orang lain (Severi, Ling, dan Nasermoadeli, 2014: 84). Laju perkembangan dan penetrasi internet yang yang begitu pesat membuka saluran komunikasi yang lebih luas. Personal WOM (PWOM) juga dapat ditemukan dalam bentuk perbincangan melalui saluran online atau disebut Electronic Word of Mouth (EWOM). EWOM menawarkan banyak kelebihan kepada konsumen. Calon konsumen mampu mencari informasi mengenai merek handphone tertentu dalam waktu yang relatif lebih cepat dibandingkan media lainnya (real time), biaya yang lebih ekonomis, pertukaran informasi yang lebih banyak tanpa batasan geografis, serta komunikan maupun komunikator tidak harus mengenal satu sama lain. EWOM bahkan telah terpola secara sistematis dalam forum online, seperti kaskus.co.id, android-indonesia.com, maupun forum online yang menyediakan forum khusus teknologi, seperti forum.kompas.com. Konsumen dengan leluasa bertukar informasi mengenai handphone dalam forum tersebut. EWOM juga dapat berupa ulasan dari konsumen mengenai spesifikasi handphone dalam bentuk tulisan pribadi melalui blog dan website.
5
Beragam upaya komunikasi merek telah dilakukan untuk meningkatkan awareness terhadap merek, dengan harapan dapat membangun penilaian positif konsumen terhadap merek. Upaya komunikasi tersebut dilakukan baik oleh pemilik merek handphone global sendiri maupun peran aktif konsumen, meliputi peningkatan awareness konsumen melalui iklan, perbincangan positif oleh orang – orang sekitar, perbincangan positif di media online. Pemilik merek harus mengetahui upaya komunikasi yang menyumbang efek paling dominan dalam membangun persepsi terhadap merek terbaik serta upaya komunikasi merek yang kurang berpengaruh.
Rumusan Masalah Peneliti merumuskan masalah penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimana pengaruh faktor brand awareness dan word of mouth (WOM), secara simultan dalam membangun persepsi terhadap merek terbaik produk handphone global Kota Solo Tahun 2015?
Tujuan Berdasarkan rumusan masalah diatas, tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: 1. Pengaruh faktor brand awareness dan word of mouth (WOM) secara simultan dalam membangun persepsi terhadap merek terbaik produk handphone global Kota Solo Tahun 2015.
Telaah Pustaka 1. Kekuatan Merek dan Persepsi Terhadap Merek Terbaik. Kotler dan Keller mendefinisikan merek sebagai dimensi produk atau jasa yang membedakannya melalui beberapa cara dari produk atau jasa lain yang dirancang untuk memenuhi kebutuhan yang sama (Kotler dan Keller, 2009: 256). Tidak jauh berbeda dengan Kotler dan Keller, ahli lain, seperti Patrick De Pelsmacker, Maggie Geuens, dan Joeri Van den Bergh dalam
6
Marketing Communications menjelaskan bahwa merek melengkapi produk dengan makna emosional, ciri fungsional, dan nilai yang membedakannya dari kompetitor (De Pelsmacker, Geuens, dan Van den Bergh, 2001: 35). Makna emosional melahirkan ciri khas yang melekat dengan sebuah merek, sehingga tidak mudah untuk diduplikasikan meskipun kompetitor menciptakan sesuatu yang menyerupai merek tersebut. Kemampuan
dan
kinerja
merek
sebagai
komunikator
dalam
menyampaikan pesan dapat diamati dan diukur melalui konsep kekuatan merek. Aaker dalam bukunya Building Strong Brands menjelaskan bahwa kekuatan merek adalah seperangkat aset dan liabilitas merek, berkaitan dengan nama dan simbolnya, yang menambah atau mengurangi nilai yang diberikan oleh sebuah barang atau jasa kepada perusahaan atau para konsumen perusahaan (Aaker, 1996: 6). Kekuatan merek dipandang dari dua perspektif, pertama kekuatan merek dari segi finansial (financial based brand equity) dan kekuatan merek dari segi konsumen (customer based brand equity). Klasifikasi kekuatan merek tersebut dikemukakan oleh Kevin Lane Keller. Keller menjelaskan lebih lanjut bahwa model Customer Based Brand Equity (CBBE) adalah sebuah model yang dirancang secara komprehensif dan dinamis. Premis utama dalam model CBBE adalah, bahwa kekuatan merek terletak pada segala yang telah dipelajari, dirasa, dilihat, dan didengar oleh konsumen tentang merek dari waktu ke waktu, sehingga kekuatan merek adalah segala yang tinggal di benak konsumen (Keller, 1993: 15). Penjelasan Keller tentang CBBE tersebut menghasilkan kesimpulan bahwa CBBE adalah bentuk persepsi konsumen terhadap merek, karena prinsip dasar CBBE yaitu pengetahuan dalam benak konsumen yang dihasilkan dari pengalaman merasa, melihat, dan mendengar tentang merek dari waktu ke waktu. Definisi persepsi sendiri adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan – hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan (Rakhmat, 2012: 50). Aaker menjelaskan bahwa kekuatan merek terbentuk dari lima komponen, meliputi: brand awareness (kesadaran terhadap merek), brand association (asosiasi merek), brand loyalty (loyalitas terhadap merek),
7
perceived quality (persepsi kualitas), dan other proprietary brand asset (Aaker, 1991: 16 – 17). Komponen pembentuk kekuatan merek tersebut menjadi dasar bagi peneliti untuk membangun model kekutan merek. Asumsinya, merek yang familiar bagi konsumen (atau merek dengan tingkat awareness tinggi) mempunyai potensi untuk dipersepsikan sebagai merek terbaik.
2. Teori Efek Komunikasi Lavidge dan Steiner Efek komunikasi Lavidge dan Steiner merupakan sebuah model hierarki yang terdiri dari enam tingkatan dan terbagi dalam tiga kategori. Hierarki tersebut dijelaskan dalam gambar berikut: Movement toward Action
Related Dimensions CONATIVE The realm of motives. Messages stimulate or direct desires.
Purchase Conviction
AFFECTIVE The realm of emotions. Messages change attitudes and feelings. COGNITIVE The realm of thoughts. Messages provide information and facts.
Preference Liking Knowledge Awareness
Sumber: Lavidge & Steiner, 1961 dalam Severin & Tankard Jr., 2010: 4-5.
Gambar 1: Hierarki model Teori Efek Komunikasi Lavidge & Steiner (1961).
Enam tingakatan Teori Efek Lavidge dan Steiner meliputi kesadaran (awareness),
pengetahuan
(knowledge),
kesukaan
(liking),
preferensi
(preference), keyakinan (conviction), dan pembelian (purchase). Keenam tingkatan tersebut dikelompokkan dalam tiga kategori, yaitu koginitif (cognitive), afektif (affective) dan konatif (conative). Lavidge dan Steiner menegaskan bahwa untuk mencapai sebuah tingkatan, maka harus memenuhi tingkatan sebelumnya, dimana untuk mencapai tingkatan paling rendah lebih
8
mudah daripada mencapai tingkatan efek yang lebih tinggi (Lavidge & Steiner, 1961 dalam Severin & Tankard Jr., 2010: 4 – 5). Efek kognitif berkaitan dengan kesadaran dan pengetahuan yang terbentuk dalam benak komunikan. Variabel dalam penelitian ini mengukur pengaruh faktor dalam tataran efek kognitif dalam membangun persepsi terhadap merek terbaik. Dalam penelitian ini efek kognitif diterjemahkan sebagai tingkat sadar kenal konsumen terhadap sebuah merek yang merupakan efek dari komunikasi merek, meliputi sadar kenal terhadap merek dan iklan (brand awareness) dan sadar kenal terhadap merek yang menjadi perbincangan positif (word of mouth). Efek afektif berkaitan dengan kesukaan dan preferensi yang melibatkan emosi sehingga berpengaruh terhadap perasaan dan sikap komunikan. Sedangkan efek konatif berkaitan dengan motivasi sehingga berpengaruh terhadap perilaku komunikan.
3. Persepsi Terhadap Merek Terbaik (Kekuatan Merek) yang Dibangun Melalui Faktor Awareness. Brand awareness atau kesadaran konsumen mengacu pada kemampuan konsumen untuk mengenali atau mengingat sebuah merek yang termasuk dalam kategori produk tertentu (Aaker, 1996: 10). Aaker meletakkan faktor brand awareness sebagai landasan utama dalam membangun kekuatan merek karena tanpa kesadaran merek dalam sebuah kategori produk, maka merek tersebut dipastikan tidak mempunyai kekutan merek (Aaker, 1991 dalam Hakala, Svensson, dan Vincze, 2012: 441). Dalam konteks penelitian ini awareness merupakan ukuran dari tingkat sadar kenal konsumen terhadap merek. Fakta yang sesuai dengan pernyataan di atas adalah kecenderungan konsumen untuk memberikan respon positif terhadap merek yang mereka kenal atau merek familiar dibandingkan merek yang tidak mereka ketahui. Dengan demikian, peneliti berasumsi bahwa brand awareness berpengaruh dalam membangun persepsi terhadap merek terbaik. Selain kesadaran terhadap merek, kesadaran terhadap iklan juga berpengaruh dalam membangun kesadaran konsumen. Kotler mengartikan
9
iklan sebagai segala bentuk non – personal presentasi dan gagasan promosi berbayar atas sebuah produk atau jasa (Kotler, 2003: 63). Iklan mempunyai pengaruh positif pada kekuatan merek dan masing – masing dimensi kekuatan merek, karena iklan merupakan respon eksternal untuk menunjukkan kualitas produk (Milgrom dan Roberts, 1986 dalam Rahmani, Mojaveri, dan Allahbakhsh, 2012: 69). Asumsinya, semakin tinggi frekuensi dan intensitas mendengar atau menonton iklan, maka semakin familiar konsumen terhadap merek. Dengan demikian, iklan dapat membentuk kesadaran konsumen terhadap merek sehingga peneliti berasumsi bahwa iklan berpengaruh dalam membangun persepsi terhadap merek terbaik. Penelitian ini mengukur kesadaran merek pada tingkat top of mind (TOM). TOM menunjukkan apakah merek dapat diingat oleh konsumen tanpa bantuan memori, atau secara singkat sebagai jawaban spontan atas merek (Hakala, Svensson, dan Vincze, 2012: 441). Sehubungan dengan uraian sadar kenal konsumen terhadap merek baik terhadap merek secara keseluruhan maupun kesadaran konsumen terhadap iklan, maka tingkat sadar kenal dalam penelitian ini diukur menggunakan variabel brand awareness yang terdiri dari top of mind merek dan top of mind iklan.
4. Word of Mouth (WOM) Sebagai Pengembangan Model Persepsi Terhadap Merek Terbaik (Kekuatan Merek). Perkembangan dunia komunikasi menjadikan pemilik merek bukanlah sumber tunggal yang dapat memberikan pengetahuan tentang merek. Konsumen bisa bertindak menjadi sumber pengetahuan tentang merek bagi konsumen lain melalui komunikasi personal. Fenomena tersebut disebut oleh Arndt sebagai word of mouth (WOM). Arndt mendefinikan WOM sebagai komunikasi oral yang berlangsung antara individu komunikator dan individu komunikan, dimana persepsi komunikan bersifat tidak komersil mengenai merek, produk atau jasa (Arndt, 1967 dalam Buttle, 1998: 241). Kemampuan WOM, menurut Day sembilan kali lebih efektif dibandingkan iklan dalam mengubah kecenderungan negatif dan netral kepada
10
sikap positif konsumen terhadap merek (Day, 1971 dalam Buttle, 1998: 241). WOM dalam konteks penelitian ini adalah kesadaran konsumen terhadap merek yang menjadi perbincangan positif secara lisan orang – orang di sekitar konsumen. Seperti penjelasan Erfan Severi, Kwek Choon Ling dan Amir Nasermoadeli di atas, konsumen mampu mempengaruhi nilai kekuatan merek melalui segala yang mereka katakan satu sama lain. Logikanya, konsumen yang mendengar perbincangan positif secara lisan orang di sekitarnya tentang merek cenderung mempunyai persepsi positif pula terhadap merek tersebut, utamanya bagi konsumen yang sebelumnya belum pernah mendengarkan informasi tentang merek, sebaliknya perbincangan negatif tentang merek berpotensi melahirkan persepsi negatif. Perkembangan teknologi komunikasi melahirkan bentuk baru word of mouth melalui sistem online yang disebut dengan electronic word of mouth (EWOM). Duan et al., mendefinisikan electronic word of mouth (EWOM) sebagai bentuk media internet untuk berbagi tanggapan positif dan negatif antara konsumen dan calon konsumen (Duan, et al., 2008 dalam Severi, Ling dan Nasermoadeli, 2014: 86). EWOM dalam konteks penelitian ini adalah kesadaran konsumen terhadap merek yang menjadi perbincangan positif orang – orang dalam media online. Media online yang dimaksud dalam penelitian ini meliputi sosial media, forum online, dan tulisan pribadi (blog dan website). Sama halnya dengan word of mouth, konsumen yang mengetahui perbincangan positif tentang merek dalam media online cenderung mempunyai persepsi positif pula terhadap merek tersebut, utamanya bagi konsumen yang baru pertama kali mengetahui informasi tentang merek, sebaliknya perbincangan negatif tentang merek berpotensi melahirkan persepsi negatif. Berdasarkan fenomena – fenomena tersebut, peneliti berasumsi bahwa kesadaran konsumen terhadap merek yang menjadi perbincangan positif secara lisan oleh orang di sekitar konsumen (WOM) maupun kesadaran terhadap merek yang menjadi perbincangan positif melalui media online (EWOM) berpengaruh dalam membangun persepsi terhadap merek terbaik.
11
Metodologi Metodologi dalam penelitian adalah kuantitatif. Penelitian kuantitatif adalah penelitian yang menggambarkan masalah atau menjelaskan masalah yang hasilnya dapat digeneralisasikan. Peneliti mementingkan aspek keluasan data sehingga data atau hasil penelitian dianggap merupakan representasi dari seluruh populasi (Kriyantoro, 2008: 55). Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif karena tujuan penelitian adalah membangun model persepsi terhadap merek terbaik (kekuatan merek) produk handphone merek global yang dapat dijadikan referensi dan prediksi bagi pelaku pasar maupun perencana komunikasi strategis pada penelitian sejenis dengan populasi berbeda, dengan artian model persepsi terhadap merek terbaik (kekuatan merek) handphone global tersebut nantinya dapat diaplikasikan untuk populasi di luar Kota Solo.
Populasi dan Sample Populasi yang diwakili dalam penelitian ini adalah masyarakat Kota Solo yang tinggal di lokasi penelitian minimal lima hari dalam seminggu, berusia diatas 13 tahun dengan usia maksimal 60 tahun, memiliki Strata Ekonomi Sosial (SES) minimal C yaitu mereka yang memiliki rata – rata pengeluaran per bulan Rp 900.001 - Rp 1.750.000. Penarikan sample menggunakan teknik multistage sampling. Teknik sampling ini merupakan bentuk kompleks dari cluster sampling. Kriyantono dalam “Teknik Praktis Riset Komunikasi” mengatakan bahwa beberapa teknik sampling probabilitas dapat dilakukan jika tersedia kerangka sampling (daftar sampling). Namun, seringkali peneliti tidak mempunyai kerangka sampling ataupun kerangka sampling yang terlalu besar karena populasi yang luas. Salah satu alternatif
untuk
mengatasi
kondisi
tersebut
adalah
menyeleksi
atau
mengelompokkan populasi atau sampel ke dalam beberapa kategori atau kelompok yang disebut sebagai cluster sampling (Kriyantono, 2008: 155). Rumus yang digunakan untuk menentukan jumlah sample adalah Margin of Error (MoE). MoE adalah elemen statistik yang merepresentasikan jumlah kesalahan dalam pengambilan sampel pada suatu survei. MoE mengukur seberapa dekat data yang didapat dari sampel dengan data yang ada pada populasi
12
sesungguhnya. Dengan jumlah sample 180, MoE penelitian ini pada selang kepercayaan 95% adalah 7,57. Rumus MoE yang digunkaan sebagai berikut: 𝑝(1 − 𝑝) 𝑀𝑜𝐸 = 𝑍𝛼/2 √ 𝑛 Peneliti menguji bangunan model persepsi terhadap merek terbaik (kekuatan merek) handphone global menggunakan metode Permodelan Persamaan Struktural (Structural Equation Modeling) atau biasa disebut dengan singkatan SEM. SEM adalah metode analisis multivariat dengan dua karakteristik yang membedakannya dengan analisis multivariat lainnya, yaitu SEM dapat mengestimasi model hubungan antar variabel yang bersifat multiple relationship dan SEM dapat mewakili hubungan antara konstruk laten dan variabel teramati (manifest) dalam membangun model dan memperhitungkan kesalahan pengukuran dalam proses estimasi (Hair, et al., 1998: 584). Ukuran goodness of fit statistic dalam penelitian ini menggunakan Root Mean
Square
Error
of
Approximation
(RMSEA).
RMSEA mengukur
penyimpangan nilai parameter pada suatu model dengan matriks kovarians populasinya (Browne dan Cudeck, 1993 dalam Ghozali dan Fuad, 2008: 31). Nilai RMSEA yang kurang dari 0,05 mengindikasikan adanya model fit, dan nilai RMSEA yang berkisar antara 0,05 - 0,08 menyatakan bahwa model memiliki perkiraan kesalahan yang reasonable (Byrne, 1998 dalam Ghozali dan Fuad, 2008: 32). McCallum et al., menyatakan bahwa RMSEA yang berkisar antara 0,08 sampai 0,1 menyatakan bahwa model memiliki fit yang cukup, sedangkan jika RMSEA memiliki nilai lebih dari 0,1 mengindikasikan model fit yang sangat jelek (McCallum et al., 1996 dalam Ghozali dan Fuad, 2008: 32). Joreskog (1996) juga menganjurkan adanya pengukuran nilai probabilitas mengenai kedekatan terhadap model fit. Nilai P – value untuk model fit (RMSEA < 0.05) haruslah lebih besar daripada 0.5. P – value yang mendekati 1.00 mengindikasikan bahwa model fit dan peluang kecocokan model bila diterapkan di penelitian sejenis dengan populasi yang berbeda semakin besar.
13
Sajian dan Analisis Data Hasil uji model fit telah memenuhi indikator model fit dengan nilai RMSEA 0,000 dan P-value 1,000. Nilai RMSEA 0,000 menunjukan bahwa model yang dibangun mampu menjelaskan dengan tepat persepsi terhadap merek terbaik (kekuatan merek) handphone merek global di Kota Solo yang dipengaruhi faktor – faktor brand awareness dan word of mouth (WOM). Tingkat keeratan hubungan antar variabel dalam model dapat dilihat dalam hasil estimasi berupa standard solution pada gambar berikut: ZTOM
0.15
ZTO MAD
0.00
0.92
aware 1.01 1.00
1.00
bv 0.98
wom
1.02
ZTOMPWOM
-0.03
ZTO MEWO M
0.08
0.96
Chi-Square=0.00, df=0, P-value=1.00000, RMSEA=0.000
Gambar 1: Hasil estimasi model kekuatan merek handphone global Kota Solo tahun 2015.
Hubungan antar Variabel Structural Equation Modeling Semakin besar nilai muatan faktor maka semakin kuat hubungan antar kedua variabel. Nilai muatan tiap variabel dalam model disajikan dalam bentuk tabel sebagai berikut:
14
Tabel 1: Nilai Muatan Faktor Variabel Laten Eksogen, Laten Endogen, dan Indikator Eksogen
Variabel Laten Eksogen
Brand Awareness Word of Mouth (WOM)
Variabel Indikator
Top of Mind Merek Top of Mind Iklan Personal Word Of Mouth Electronic Word Of Mouth
Variabel Laten Endogen
Persepsi terhadap merek terbaik
Nilai muatan variabel laten eksogen ke variabel laten endogen
Nilai muatan variabel indikator eksogen ke variabel laten eksogen
Nilai muatan variabel indikator eksogen ke variabel laten endogen
0,920
0,233
1,000 1,020
0,275 0,261
0,960
0,231
1,010
0,980
Seluruh koefisien muatan variabel laten eksogen ke variabel laten endogen menunjukkan nilai – nilai positif, sehingga dapat disimpulkan bahwa seluruh variabel laten eksogen berpengaruh dalam membangun persepsi terhadap merek terbaik, namun dengan ukuran pengaruh yang berbeda. Brand awareness mempunyai nilai koefisien lebih besar (1,010) dibandingkan dengan Word of Mouth (0,980). Dengan demikian, faktor kesadaran responden mempunyai pengaruh besar dalam membangun persepsi terhadap merek terbaik, utamanya kesadaran terhadap merek dan kesadaran terhadap iklan. Pengaruh tersebut menjadikan faktor kesadaran konsumen sebagai langkah awal yang harus diprioritaskan oleh pemilik merek dalam menyiapkan strategi komunikasi pemasaran dalam membangun persepsi terhadap merek terbaik. Kesadaran konsumen merupakan langkah awal merek untuk berinteraksi dengan konsumen. Kondisi tersebut sesuai dengan Teori Efek Komunikasi Lavidge dan Steiner, dimana awareness berada pada level pertama efek komunikasi merek. Level kesadaran harus dipenuhi sebelum melangkah pada level berikutnya. WOM mempunyai pengaruh dalam membangun persepsi terhadap merek terbaik produk handphone global Kota Solo, meskipun nilai koefisien WOM lebih
15
rendah dibandingkan brand awareness. PWOM dan EWOM berasal dari informasi ataupun pengalaman yang dimiliki oleh konsumen, sehingga infomasi tersebut sangat terbatas pada beberapa merek.
Ukuran Kebaikan Model Pengukuruan Model pengukuran mempunyai ukuran kebaikan yaitu Construct Reliability (CR) dan Variance Extracted (VE). Variabel indikator dikatakan reliable (handal) dalam mencerminkan variabel latennya apabila memenuhi kriteria CR dan VE. Construct Reliability (CR) merupakan suatu ukuran yang mencerminkan tingkat konsistensi atau kestabilan indikator-indikator variabel dalam mencerminkan variabel latennya. Nilai CR dikatakan reliable good jika ≥ 0,7. Sementara itu nilai Variance Extracted (VE) dapat diartikan sebagai kemampuan indikator menjelaskan total keragaman konstruk. Nilai VE dapat dikatakan memiliki ketepatan memadai jika ≥ 0,5. Nilai CR dan VE pada variabel laten dan variabel laten pada model persepsi terhadap merek terbaik (kekuatan merek) handphone merek global dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 2: Uji CR dan VE Model Persepsi Terhadap Merek Terbaik (Kekuatan Merek) Handphone Global Kota Solo Tahun 2015 Construct Reliability
Variance Extracted
(CR)
(VE)
Brand Awareness
1,00
0,9
Word Of Mouth
1,00
0,9
Variabel Laten Eksogen
Melalui uji tersebut dapat dilihat variabel brand awareness dan WOM, memiliki nilai CR dan VE yang sudah melebihi standar minimal nilai yang telah ditetapkan. Artinya indikator-indikator dalam variabel tersebut dapat dikatakan konsisten dalam mencerminkan variabel latennya dan mampu menjelaskan keragaman konstruknya.
16
Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis data dan uji statistik dengan menggunakan metode Structural Equation Modeling (SEM), maka ditarik kesimpulan bahwa model konseptual persepsi terhadap merek terbaik (kekuatan merek) yang dibangun dengan melibatkan faktor – faktor brand awareness dan word of mouth (WOM) sama dengan model populasi. Kesimpulan tersebut mengacu kepada hasil goodness of fit model SEM yang telah memenuhi syarat minimal model fit dengan nilai RMSEA sebesar 0,000 dan P – value sebesar 1,000. Model konseptual persepsi terhadap merek terbaik (kekuatan merek) yang menunjukkan model fit, mengindikasikan adanya pengaruh faktor – faktor pembangun model, meliputi faktor – brand awareness dan word of mouth (WOM) secara simultan dalam membangun persepsi terhadap merek terbaik. Besarnya pengaruh setiap faktor dapat dilihat dari nilai koefisien, sebagai berikut: brand awareness (1,010) dan word of mouth (0,980). Dengan demikian faktor brand awareness mempunyai kontribusi lebih besar dalam membangun persepsi terhadap merek terbaik dibandingkan dengan word of mouth (WOM). Hasil tersebut mengindikasikan bahwa konsumen Solo cenderung mempersepsikan merek yang familiar bagi mereka sebagai merek terbaik, dibandingkan merek yang sama sekali tidak mereka kenal dan merek yang jarang beriklan. Kesadaran konsumen mengenai merek yang diperbincangkan positif oleh orang – orang di sekitar dan di dunia maya juga mempunyai potensi untuk membangun persepsi terhadap merek terbaik, utamanya dengan meningkatnya penggunaan social media, dimana setiap konsumen mempunyai kesempatan untuk mengeluarkan opini tentang merek. Komunikasi personal dalam PWOM dan EWOM juga menjadi peluang promosi low budget. Tantangan bagi pemilik merek adalah mengembangkan peran konsumen pengguna sebagai agen merek yang mampu dan dengan sukarela menyampaikan informasi secara rinci kepada konsumen lain. Potensi WOM dan EWOM yang dimanfaatkan secara maksimal, berpengaruh dalam membangun persepsi terhadap merek terbaik.
17
Saran Saran yang dapat diberikan oleh peneliti setelah menganalisis data adalah sebagai berikut: 1. Penelitian tentang model konseptual persepsi terhadap merek terbaik (kekuatan merek) handphone merek global ini dilakukan pada populasi masyarakat Solo, sehingga hasil penelitian hanya merepresentasikan konsumen Solo. Pengujian terhadap keberlakuan model ini pada penelitian selanjutnya dapat dilakukan dengan menggunakan populasi yang berbeda. 2. Pengujian model pada populasi yang berbeda dapat dilakukan dengan menambahkan variabel yang disesuaikan dengan karakteristik populasi penelitian atau dengan merinci sejumlah variabel. Konteks advertising awareness dapat diperinci source of awareness yang berperan, baik melalui iklan televisi, radio, maupun cetak dan konteks electronic word of mouth (EWOM) dapat diperluas cakupannya dengan memasukkan fenomena review produk handphone. 3. Pemilik merek hendaknya memprioritaskan faktor kesadaran konsumen terhadap merek dalam membangun persepsi terhadap merek terbaik. Selain hasil penelitian yang menunjukkan nilai muatan yang tinggi pada variabel brand awareness, kesadaran konsumen terhadap merek sangatlah penting dalam membantu merek bertahan di tengah laju kemunculan merek handphone global.
Daftar Pustaka Aaker, David.(1991). Managing Brand Equity: Capitalizing on The Value of The Brand Name. New York: The Free Press. ______. (1996). Building Strong Brands. New York: The Free Press. Buttle, Francis A. (1998).” Word of Mouth: Understanding and Managing Referral Marketing”. Journal of Strategic Marketing. Vol., 6, Hal.: 241 – 254. De Pelsmacker, Patrick, Maggie Geuens, dan Joeri Van den Bergh. (2001). Marketing Communications. Prentice Hall: England. DN, Shamala. (2014). Global Mobile Media Consumption : A ‘New Wave’ Takes Shape. Diperoleh pada 4 Juni 2015 dari
18
http://info.inmobi.com/rs/inmobi/images/Global%20Mobile%20Media%2 0Consumption%20Wave%203%20Report.pdf Ghozali, Imam dan Fuad. (2008). Model Persamaan Struktural : Konsep dan Aplikasi dengan program Lisrel 8.80. Semarang: Universitas Diponegoro. Hair, JR., Joseph F., Anderson, Rolph E., Tatham, Ronald L., Black, William C. (1998). Multivariate Data Analysis. New Jersey: Prentice – Hall, Inc. Hakala, Ulla, Johan Svensson, dan Zsuzsanna Vincze. (2012). Consumer-Based Brand Equity and Top-Of-Mind Awareness: A Cross-Country Analysis. “Journal of Product & Brand Management “. Vol. 21, No. 6, Hal.: 439– 451. Jordão, Sandro. (2010). Developing A Multidimensional, Equalweighted Scale of Brand Equity for The Smartphone Segment. ESMT Master’s Thesis. European School of Management and Technology. Keller, Kevin Lane. (1993). “Conceptualizing, Measuring, and Managing Brand Equity”. Journal of Marketing. Vol. 57, Hal.: 1-22. Kotler, Philip dan Keller, Kevin Lane. (2009). Manajemen Pemasaran. Jakarta: Erlangga. Kotler, Philip. (2003). Marketing Management: Analysis, Planning, and Control. New Jersey: Prentice-Hall. Kriyantono, Rachmat. (2008). Teknis Praktis Riset Komunikasi. Jakarta: Kencana Prenada Media Grup. Rahmani, Zeinolabedin, Hamidreza Salmani Mojaveri, dan Amin Allahbakhsh. (2012). “Review the Impact of Advertising and Sale Promotion on Brand Equity”. Journal of Business Studies Quarterly . Vol. 4, No. 1, Hal.: 64 – 73. Severi, Erfan, Kwek Choon Ling, dan Amir Nasermoadeli. (2014). “The Impacts of Electronic Word of Mouth on Brand Equity in the Context of Social Media”. International Journal of Business and Management. Vol. 9, No.8, Hal.: 84 – 96. Severin, Werner J. dan James W. Tankard, Jr. (1992). Communication Theories: Origins, Method, And Uses In The Mass Media. 3rd Edition. Longman Publishing Group: New York. Simon Kemp. (2014). Social, Digital, and Mobile in APAC 2014. Diperoleh pada 1 November 2014 dari http://wearesocial.net/tag/indonesia/ Sindonews. (2015). Produk Elektronik Dominasi Asias Top 1000 Brands 2015 diperoleh pada 15 September 2015 dari http://nasional.sindonews.com/read/1010003/149/produk-elektronikdominasi-asias-top-1000-brands-2015-1433734610. Williams, Christopher. (2014). Samsung Breaks Records With £45m Push Behind GalaxyS6. Diperoleh pada 15 September 2015 dari http://www.telegraph.co.uk/finance/newsbysector/mediatechnologyandtele coms/media/11455879/Samsung-breaks-records-with-45m-push-behindGalaxy-S6.html.