Pengaruh Etika Kerja Islami terhadap Komitmen Organisasi yang Dimediasi oleh Kepuasan Kerja Abstract
Islam is a complete and comprehensive way of life the religion not only gives guidance for the rituals but also related to work ethic. Some research related to Islamic work ethic was conducted for the last two decades but only few of them doings in Indonesia as the largest Moslem community in the world. This research examines the influence of Islamic work ethic to organizational commitment that mediated by job satisfaction among Islamic university workers in four universities in Yogyakarta. The sample is 172 employees who selected using cluster sampling method. The result shows that the Islamic work ethic has positive influence to organizational commitment and job satisfaction meanwhile the organizational commitment also has positive influence to job satisfaction. The study outcome enhances prior research related to Islamic work ethic consequences in other Moslem communities across the world. Keywords: Islamic work ethic, organizational commitment, job satisfaction
1
BAB I PENDAHULUAN 1.1.
Latar belakang Islam merupakan cara pandang yang lengkap dan komprehensif (Manan dan
Kamaluddin, 2010). Islam merupakan agama yang diturukan Allah (pencipta) kepada Muhammad SAW yang mengatur hubungan antara manusia dengan pencipta, manusia dengan dirinya sendiri, dan manusia dengan dengan sesamanya (An Nabhani, 2001). Bagi muslim, sumber bagi prinsip dan ajaran Islam adalah Al Quran dan Hadis. Al Qur’an berisi perkataan Allah yang disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW. Sedangkan hadis adalah perkataan, perilaku, dan diamnya Nabi Muhammad SAW. Islam terdiri dari aqidah dan syariah (An Nabhani, 2001). Aqidah merupakan landasan yang mencakup kepercayaan kepada Allah sebagai pencipta, kepada rasul-‐ rasul, kepada malaikat-‐malaikat, kepada kitab-‐kitab, kepada hari akhir, dan kepada Qadha dan Qadar. Sedangkan syariah merupakan aturan-‐aturan bagi kehidupan manusia. Aqidah islam disebut juga aqidah aqliyah karena didapatkan melalui proses berpikir (Aqliyah). Sedangkan syariah diperoleh dari penggalian terhadap sumber-‐ sumber hukum islam (An Nabhani, 2001). Selain Al Qur’an dan hadist, Islam mengenal ijma’ shahabat dan qiyas sebagai sumber hukum Islam. Penggalian aturan-‐aturan Islam dilakukan melalui proses ijtihat yang dilalui dengan serangkaian prosedur yang ketat dan hati-‐hati untuk menurunkan aturan yang sesuai bagi penyelesaian masalah yang ada (Manan dan Kamaluddin, 2010). Sebagai sebuah sistem, Islam memiliki maqassid syariah (maksud-‐maksud dari hukum Allah) melalui pelaksanaan dan implementasi syariah untuk mendapatkan kebahagiaan di dunia dan di akhirat (Manan dan Kamaluddin, 2010). Maqassid syariah1 antara lain adalah menjaga agama, menjaga jiwa, menjaga akal, menjaga nasab, dan menjaga harta (Chapra, 1992). Maqassid syariah tersebut dapat terwujud karena pelaksanaan aturan-‐aturan Islam. Pelaksanaan aturan-‐aturan Islam ini juga menyediakan filter moral (Chapra, 1992). Dalam konteks pelaksanaan bisnis, manifestasi dari keyakinan Islam dapat melawan berbagai penyelewengan atau moral hazard dalam hubungan bisnis kontraktual (Manan dan Kamaluddin, 2010).
1 Konsep maqassid syariah dikenalkan oleh ahli hukum Islam Al Ghazali melalui ijtihad
2
Bagi muslim, aturan-‐aturan Islam mengikat mereka untuk melaksanakannya dalam perilaku dan perbuatan. Kuat lemahnya dorongan manusia untuk melakukan aktivitas tidak terlepas dari motivasi (al quwwah) yang menjadi landasan manusia dalam melakukan perbuatan (Abdurrahman, 2010). Ismail (1993) menguraikan motivasi yang mendorong manusia untuk melakukan aktivitasnya antara lain: Motivasi materi atau kebendaan (al quwwah al madiyyah), yang meliputi tubuh manusia dan alat yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan jasmaninya. Motivasi emosional atau non materi (al quwwah al ma’nawiyah), yang berupa kondisi kejiwaan yang senantiasa dicari dan ingin dimiliki oleh seseorang. Motivasi spiritual (al quwwah ar-ruhiyyah) yang berupa kesadaran seseorang, bahwa dirinya mempunyai hubungan dengan Allah. Terkait dengan hukum-‐hukum syara’ yang memerintahkan muslim untuk melakukan perbuatan tertentu, akan ditemukan nilai-‐nilai tertentu yang diperintahkan pada manusia agar direlisasikan pada saat melakukan perbuatan atau aktivitas (Abdurrahman, 2010). Nilai-‐nilai itu adalah nilai materi (al qimah al-‐madiyah), kemanusiaan (insaniyah), akhlak (akhlaqiyyah), dan spiritual (ar ruhiyyah). Dengan demikian, perbuatan muslim pada dasarnya terikat dengan aturan-‐ aturan dari Allah sebagai pencipta dan pengatur (An Nabhani, 2001). Perbuatan ini meliputi seluruh aktivitasnya, termasuk ketika dia menjalankan pekerjaannya. Etika kerja Islam merupakan harapan perilaku yang berpengaruh pada hubungan kerja. Hal ini termasuk usaha, dedikasi, kerjasama, tanggung jawab, hubungan sosial, dan kreativitas (Rahman et al., 2006 dalam Mohamed et al., 2010). Sedangkan Ali (2005) dan Ali dan Owaihan (2008) sebagaimana dikutip Manan dan Kamaluddin (2010) menyatakan terdapat empat konsep dalam etika kerja Islami, yaitu: usaha, kerja tim, transparansi-‐kejujuran, dan tanggung jawab-‐kepercayaan. Penelitian tentang etika kerja islami pada lingkungan global dan lintas budaya cukup mendapat perhatian dua dekade terakhir (Mohamed et al.,2010). Ali (1988) telah mengonstruksi skala etika kerja islami dan menemukan bahwa skala tersebut reliabel ketika diuji pada 150 mahasiswa Arab di Amerika Serikat. Yousef (2000) telah meneliti etika kerja Islami dengan sikap pada perubahan organisasional dan komitmen organisasional diantara para karyawan di Uni Emirat Arab. Yousef (2000) menemukan bahwa etika kerja islami secara langsung dan positif memengaruhi sikap pada perubahan dan komitmen oranisasi. Yousef (2001) menginvestigasi efek moderasi etika kerja ismali pada hubungan antara komitmen organisasional dan kepuasan kerja
3
diantara 425 pekerja muslim di beberapa organisasi di Uni Emirat Arab. Yousef (2001) menemukan bahwa etika kerja islami secara langsung memengaruhi komitmen organisasional dan kepuasan kerja. Melalui studi kasus, Rahman et al.,(2006) meneliti dan menemukan hubungan antara etika kerja islami dengan komitmen organisasional pada 227 karyawan bank lokal Malaysia. Ali dan Al Kazemi (2007) telah menginvestigasi hubungan antara etika kerja Islami dan loyalitas dan menemukan hubungan yang kuat dan signifikan. Uygur (2009) meneliti etika kerja Islami pada konteks usaha kecil menengah di Turki. Uygur menemukan bahwa tidak ada faktor yang signifikan bagi sikap respondennya. Muhammad et al., (2008) mendiskusikan etika kerja Islami di usaha kecil menengah di Malaysia, namun tidak menguji skalanya. Khalil dan Abu Saad (2009) telah mengidentifikasi hubungan antara etika kerja Islam dan individualisme diantara mahasiswa Arab di Israel. Dia menemukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara etika kerja Ismali dengan individualisme. Kumar dan Rose (2010) menginvestigasi pengaruh etika kerja Islami pada inovasi dan kapabilitas di sektor publik Malaysia dan menghasilkan hubungan yang terdukung. Mohamed et al., berusaha mengelaborasi penelitian Ali (1988), Yousef (2000; 2001), dan Rahman et al., (2006) dengan melakukan penelitian hubungan antara etika kerja Islami dengan etika penggunaan komputer, kepuasan kerja, dan komitmen organisasi pada karyawan di Universitas Islam Internasional di Malaysia. Penelitian serupa menarik untuk dilakukan di Indonesia mengingat Indonesia merupakan negara dengan jumlah muslim terbesar di dunia. Ditambah lagi, penelitian tentang etika kerja Islami juga belum banyak dilakukan di Indonesia. Dilihat secara umum, Indonesia memiliki ‘prestasi’ yang jauh dari etika Islam seperti korupsi, jual beli hukum, pornografi, dan beberapa masalah moral. Oleh karena itu, peneliti ingin melakukan penelitian hubungan etika kerja Islami dengan kepuasan kerja dan komitmen organisasional pada pekerja di Indonesia. 1.2 Identifikasi masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka rumusan masalahnya adalah belum adanya bukti hubungan antara etika kerja islami dengan kepuasan kerja dan komitmen organisasional di Indoensia. Padahal Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk muslim terbesar di dunia. Penelitaian tentang etika kerja Ialami di Indonesia akan memberikan sumbangan bagi kemantapan terori etika kerja Islami.
4
1.3 Rumusan Masalah 1
Apakah terdapat hubungan yang positif antara etika kerja Islami dengan kepuasan kerja?
2
Apakah terdapat hubungan yang positif antara etika kerja Islami dengan komitmen organisasional?
3
Apakah kepuasan kerja memediasi hubungan antara etika kerja Islami dengan komitmen organisasional?
1.4.
Tujuan penelitian Menguji hubungan antara etika kerja Islami dengan komitmen organisasional
yang dimediasi oleh kepuasan kerja. 1.5.
Manfaat penelitian
1. Bagi teori: memberikan sumbangan empiris studi etika kerja Islami di Indonesia 2. Bagi Praktik: masukan bagi pengelolaan karyawan muslim
5
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Etika Kerja Islami Etika Kerja Islami (Islamic Work Ethic) merupakan orientasi yang membentuk dan memengaruhi keterlibatan dan partisipasi muslim di tempat kerja (Ali dan Owaihan, 2008). Etika kerja islami memandang pekerjaan sebagai cara untuk kepentingan lebih dari kepentingan pribadi secara ekonomi, sosial, dan psikologi, melanjutkan prestis sosial, meningkatkan kemakmuran sosial, dan menguatkan keimanan (Ali dan Owaihan, 2008). Ali dan Owaihan (2008) mengusulkan empat konsep utama yang membangun etika kerja islami. Keempat konsep tersebut adalah: usaha, kompetisi, transparansi, dan tanggung jawab moral. Usaha dilihat sebagai sesuatu yang dibutuhkan untuk melayani diri sendiri dan masyarakat. Keterlibatan produktif meminimalkan permasalahan ekonomi dan sosial, meskipun tetap mengijinkan seseorang meraih standar kehidupan yang layak untuk dirinya dan keluarganya. Lebih lanjut Ali dan Owaihan (2008) mengatakan bahwa individu-‐individu harus berkompetisi dengan adil dan jujur dan melakukan aktivitas bisnis dengan niat yang baik.
Ahmad (1976) berpendapat bahwa etika kerja Islami bukan singkatan untuk penyangkalan hidup tetapi untuk pemenuhan kehidupan dan memiliki motif bisnis dalam hal tertinggi. Etika kerja islami yang bersumber dari syariah memandang bekerja sebagai ibadah. Ali dalam Fitria (2003) menegaskan bahwa nilai kerja dalam etika kerja Islam lebih bersumber dari niat (accompaying intentions) daripada hasil kerja (result of work). Nasr dalam Yousef (2000) menegaskan bahwa etika kerja Islam patut mendapat penyelidikan yang serius karena merupakan hal yang ideal dimana Muslim mencoba untuk mewujudkan.
Triyuwono (2000), mengemukakan tujuan utama organisasi menurut Islam
adalah “menyebarkan rahmat pada semua makhluk”. Tujuan itu secara normatif berasal dari keyakinan Islam dan misi sejati hidup manusia. Walaupun tujuan itu agaknya terlalu abstrak, tujuan itu dapat diterjemahkan pada tujuan-‐tujuan yang lebih praktis (operatif), sejauh penerjemahan itu masih terus terinspirasi dari dan meliputi nilai-‐nilai tujuan utama. Dalam pencapaian tujuan tersebut diperlukan peraturan etik
6
untuk memastikan bahwa upaya yang merealisasikan baik tujuan utama maupun tujuan operatif selalu di jalan yang benar.
Penelitian termutahir yang dilakukan oleh Chanzanagh dan Akbarnejad (2011)
menyebutkan ada enam dimensi etika kerja islami yaitu kepercayaan (trusteeship), niat kerja (work intention), jenis kerja (work type), kerja adalah hasil dari ummah islami (work results for the Islamic Ummah), keadilan (justice), dan kerjasama (cooperation). Hasil temuan mereka menjelaskan bahwa tingkat etika kerja islami di Iran di atas rata-‐ rata, pekerja dari kelas menengah ke bawah memiliki skor yang lebih tinggi daripada pekerja menengah ke atas. 2.1.2. Kepuasan Kerja
Locke dalam Fred Luthans (2006) memberikan definisi komprehensif dari
kepuasan kerja yang meliputi reaksi atau sikap kognitif, afektif, dan evaluatif dan menyatakan bahwa kepuasan kerja adalah keadaan emosi yang senang atau emosi positif yang berasal dari penilaian pekerjaan atau pengalaman kerja seseorang. Kepuasan kerja adalah hasil dari persepsi karyawan mengenai seberapa baik pekerjaan mereka memberikan hal yang dinilai penting. Secara umum dalam bidang perilaku organisasi, kepuasan kerja adalah sikap yang paling penting dan sering di pelajari.
Meskipun analisis teoritis mengkritik kepuasan kerja-‐konsepnya diangggap
terlalu dangkal, terdapat 3 dimensi yang diterima secara umum dalam kepuasan kerja. Kepuasan kerja merupakan respon emosional terhadap situasi kerja. Dengan demikian, kepuasan kerja dapat dilihat dan dapat di duga. Kepuasan kerja sering ditentukan menurut seberapa baik hasil yang di capai memenuhi atau melampaui harapan. Kepuasan kerja mewakili beberapa sikap yang berhubungan.
Fred Luthans (2006) mengungkapkan 5 dimensi pekerjaan diidentifikasikan
untuk mempresentasikan karakteristik pekerjaan yang paling penting dimana karyawan memiliki respon afektif. Kelima dimensi tersebut adalah : a. Pekerjaan itu sendiri: Pekerjaan memberikan tugas yang menarik, kesempatan untuk belajar, dan kesempatan untuk menerima tanggung jawab. b. Gaji: Sejumlah upah yang diterima dan di tingkat dimana hal ini bisa dipandang sebagai hal yang dianggap pantas dinadingkan dengan orang lain dalam organisasi. c.
Kesempatan Promosi: Kesempatan untuk maju dalama organisasi
7
d. Pengawasan: Kemampuan penyelia untuk memberikan teknis dan dukungan perilaku e. Rekan Kerja: Tingkat dimana rekan kerja pandai secara tekhnis dan mendukung secara sosial 2.1.3 Komitmen Organisasi
Fred Luthans (2006) mengungkapkan Komitmen Organisasi didefinisikan
sebagai sikap yang merefleksikan loyalitas karyawan pada organisasi dan proses berkelanjutan dimana anggota organisasi mengekspresikan perhatiannya terhadap organisasi dan keberhasilan serta kemajuan yang berkelanjutan. sebagai sikap, komitmen organisasi paling sering didefinisikan sebagai (1) keinginan kuat untuk tetap sebagai anggota organisasi tertentu, (2) keinginan untuk berusaha keras sesuai keinginan organisasi, dan (3) keyakinan tertentu, dan penerimaan nilai dan tujuan organisasi.
Dikarenakan komitmen oraganisasi bersifat multidimensi, maka mendapat
perkembangan dukungan untuk tiga model komponen yang diajukan oleh Meyer dan Allen (1993). Ketiga dimensi tersebut adalah : 1. Komitmen Afektif: Keterikatan emosional karyawan, identifikasi, dan keterlibatan dalam organisasi 2. Komitmen Kelanjutan: Komitmen berdasarkan kerugian yang berhubungan dengan keluarnya karyawan dari organisasi. Hal ini mungkin karena kehilangan senioritas atas promosi atau benefit. 3. Komitmen Normatif: Perasaan wajib untuk tetap berada dalam organisasi karena memang harus begitu, tindakan tersebut merupakan hal benar yang harus dilakukan. Menurut Allen dan Meyer (1993), ada hubungan psikologis antara seorang karyawan dan organisasinya yang membuat kemungkinan kecil bahwa karyawan sukarela akan meninggalkan organisasi. Akibatnya, karyawan dengan komitmen organisasi yang kuat melanjutkan kerja dengan organisasinya karena mereka ingin melakukanya (Ghani et al., 2004).
Menurut Robinson (1996), komitmen organisasi dikatakan sebagai suatu
keadaan atau derajat sejauh mana seseorang karyawan memihak pada suatu organisasi tertentu dengan tujuan–tujuannya, serta memelihara keanggotaan dalam organisasi itu. Menurut Aranya et.al (1980), komitmen dapat didefinisikan sebagai berikut:
8
Sebuah kepercayaan pada dan penerimaan terhadap tujuan-‐tujuan dan nilai-‐nilai dari organisasi dan atau profesi. Sebuah kemauan untuk menggunakan usaha yang sungguh-‐sungguh guna kepentingan organisasi dan atau profesi. Sebuah keinginan untuk memelihara keanggotaan dalam organisasi dan atau profesi. Mowday, Porter dan Streers (1982) mengemukakan komitmen organisasi terbangun bila masing-‐masing individu mengembangkan tiga sikap yang saling berhubungan terhadap organisasi dan atau profesi antara lain: 1. Identification yaitu pemahaman atau penghayatan dari tujuan organisasi. 2. Involment yaitu perasaan terlibat dalam suatu pekerjaan atau perasaan bahwa pekerjaannya adalah menyenangkan. 3. Loyality yaitu perasaan bahwa organisasi adalah tempat bekerja dan tempat tinggal.
Sedangkan menurut Robbins (1996) mengemukakan komitmen karyawan pada
organisasi merupakan salah satu sikap yang mereflesikan perasaan suka atau tidak suka dari seseorang karyawan terhadap organisasi tempat dia bekerja. 2.2. Pengembangan Hipotesa 2.2.1. Kepuasan Kerja Pierce dan Henry (2000) menyarankan bahwa beberapa tindakan tidak etis adalah hasil dari ketidak pastian atau kesalah pahaman perilaku yang seharusnya. Kreie dan Cronan (2000) menyimpulkan bahwa nilai-‐nilai individu berkontribusi pada penambilan keputusan baik etis maupun tidak etis. Leonard dan Cronan (2005) menunjukkan bahwa penilaian moral individu dapat membantu dalam etika pembuatan keputusan. Karyawan adalah asset dan sumber daya organisasi yang penting dalam mencapai target organisasi. Seorang karyawan yang merasa puas dengan pekerjaannya akan setia pada organisasi. Ketika seorang karyawan merasa tidak puas dan kemudian meninggalkan organisasi, organisasi akan mengeluarkan biaya untuk merekrut, mempekerjakan dan melatih karyawan baru. Ivancevich (1997) mendefinisikan kepuasan kerja sebagai suatu sikap yang dimiliki individu mengenai pekerjaannya. Studi-‐studi mengenai etika kerja dan kepuasan kerja sangat jarang. Di Amerika, Elkins (2007) menemukan bahwa terdapat korelasi yang lemah antara etika kerja dengan kepuasan kerja dalam perusahaan manufaktur Jepang. Tetapi Lambert dan Hogan
9
(2009) menemukan bahwa etika kerja memiliki dampak terbesar pada kepuasan kerja. Berdasarkan argument-‐argumen tersebut, maka dapat dirumuskan hipotesa, yaitu: Hipotesa 1: Etika kerja islami berhubungan positif dan signifikan dengan kepuasan kerja. 2.2.1. Komitmen Organisasional Banyak peneliti sebelumnya yang memfokuskan pada komitmen organisasional karyawankarena merupakan prediktor reliable yang penting untuk perilaku yang pasti (Yusuf dan Shamsuri, 2006). Menurut Awamleh (1996), komitmen organisasional dikenal memainkan peran penting dalam mencapai tujuan, inovasi, dan stabilitas organisasi. Mowday (1979) mendefinisikan komitmen sebagai kekuatan relatif dari identifikasi individual dengan dan keterlibatan dalam organisasi tertentu. Penemuan untuk link antara kepuasan kerja dengan komitmen organisasional juga beragam. Sebagai contoh, Curry (1986) menemukan tidak adanya hubungan antara keduanya. Peterson (2003) juga tidak menemukan bukti untuk hubungan ini. Alpander (1990) dalam penelitiannya menemukan korelasi yang kuat antara kepuasan kerja dengan komitmen organisasional. Dalam organisasi Yunani, hasil penelitian yang dilakukan oleh Markovits (2007) mendukung hubungan antara komitmen organisasional afektif dengan kepuasan kerja intrinsik dan ekstrinsik. Maka dapat dihipotesakan bahwa: Hipotesa 2: Etika kerja islami berhubungan positif dan signifikan dengan komitmen organisasional. Hipotesa 3: Kepuasan kerja berhubungan positif dan signifikan dengan komitmen organisasional. 2.3. Model Penelitian Gambar 1. Model Penelitian
10
BAB III METODE PENELITIAN 3.1.
Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan cara melalui survei dengan menggunakan
instrumen pengumpul data berupa kuesioner yang terdiri dari sejumlah pertanyaan terstruktur. Kuesioner tersebut berisi pernyataan yang menggambarkan variabel yang diteliti, yaitu etika kerja islami, kepuasan kerja, dan komitmen organisasional. Setting penelitian ini adalah organisasi yang telah menggunakan komputer dan merupakan Jenis dari riset ini adalah pengujian hipotesis. Unit analisis dalam penelitian ini adalah individu yaitu karyawan di Universitas Muhammadiyah dan Universitas Islam Indonesia yang ada di Yogyakarta. Penelitian ini diarahkan untuk menguji hipotesis yang menghubungkan etika kerja islami pada kepuasan kerja dan komitmen organisasi. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling yaitu memilih sampel didasarkan dengan kriteria tertentu. Purposive sampling atau secara spesifik disebut judgement sampling merupakan metoda yang sengaja digunakan dalam penelitian ini karena informasi yang akan diambil berasal dari sumber yang sengaja dipilih berdasarkan kriteria atau pertimbangan yang ditetapkan sebagai berikut. 3.2 Metode Pengumpulan Data Sumber data yang akan digunakan dalam penelitian adalah data primer. Dalam penelitian ini, pengumpulan data primer dilakukan dengan menggunakan teknik survey untuk penentuan responden yang akan mengisi kuesioner. Survei (survey) atau lengkapnya self-administered survey adalah metode pengumpulan data primer dengan memberikan pertanyaan-‐pertanyaan kepada responden individu (Hartono, 2007). Responden akan diminta untuk mengisi daftar pertanyaan tersebut kemudian mengembalikannya kepada peneliti. Kuesioner berisi empat bagian. Bagian pertama berisi pertanyaan-‐pertanyaan untuk nilai-‐nilai responden untuk etika kerja islami. Hal ini relevan dan konsisten dengan Al-‐A’ali (2008) bahwa semua partisipan adalah muslim. Kuesioner yang digunakan untuk mengukur etika kerja islami adalah kuesioner yang dirumuskan oleh
11
Chanzanagh dan Akbarnejad (2011). Ada enam dimensi etika kerja islami yaitu kepercayaan (trusteeship), niat kerja (work intention), jenis kerja (work type), kerja adalah hasil dari ummah islami (work results for the Islamic Ummah), keadilan (justice), dan kerjasama (cooperation). Bagian kedua berisi pertanyaan mengenai kepuasan kerja karyawan yang diadaptasi dari Minnesota Satisfaction Quetionaire dan Michigan Organisational Assessment Quetionaire Satisfaction dan diukur dengan menggunakan 7 poin skala Likert. Bagian ketiga terdapat sembilan pertanyaan komitmen organisasional yang diadaptasi dari Organisational Commitment Questionnaire Porter (1974). Bagian terakhir memperlihatkan karakteristik responden termasuk jenis kelamin, usia, etnik, dan lama bekerja. 3.3 Metode Analisis Analisis data dilakukan dengan menggunakan analisis regresi berganda. Yaitu analisis untuk melihat hubungan antara satu variabel terikat dengan lebih dari satu variabel bebas.
12
BAB IV PEMBAHASAN A. Karakteristik Responden
Tim peneliti menyebarkan 200 kuesioner untuk karyawan di universitas islam yang dibagi menjadi 4 kluster yaitu Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (UIN SUKA), Universitas Islam Indonesia (UII) and Universitas Ahmad Dahlan (UAD). Ada 172 kuesioner yang diisi dengan lengkap dan dapat dianalisis. Dari jumlah itu ada 42 responden dari UMY, 49 orang dari UIN SUKA, 43 pekerja UII and 38 karyawan UAD. Jika dilihat berdasarkan jenis kelamin, usia, pendidikan dan lama bekerja informasinya sebagai berikut. Ada 33.72% atau 58 orang adalah perempuan dan 66.28% atau 119 responden laki-‐laki. Berdasarkan usia, pekerja termuda berumur 21 tahun sedangkan karyawan tertua berumur 56 tahun. Sedangkan jika ditilik tingkat pendidikan, 27,9% (48) high school, 18% (31) D3, 31.9% (55 p) undergraduate, and 22% (38) postgraduate. Seluruh responden yang mengisi kuesioner telah bekerja selama lebih dari satu tahun. B. Analisis Data
Sebelum melakukan analisis data, dilakukan uji validitas dan reliabilitas instrumen. Uji validitas menggunakan confirmatory factor analysis dengan berpedoman pada Rule of Thumb yang disebutkan oleh Joseph Hair (2010). Nilai faktor loading digunakan adalah 0.5, jika nilainya kurang dari 0,5 maka dinilai tidak valid. Sementara itu uji reliabilitasnya menggunakan nilai Cronbach alpha, with the minimum score is 0,7 (Sekaran, 2000) Seluruh indikator yang digunakan untuk mengukur etika kerja islami, kepuasan kerja dan komitmen organiasi valid dan reliable. Nilai KMO Bartlett untuk etike kerja islami adalah 0,933 setelah melewati dua kali rotasi. Dari 32 pertanyaan mengenai etika kerja islami, hanya 18 pertanyaan yang dinilai valid. Hasil ini tidak jauh berbeda dengan penelitian mengenai etika kerja islami yang dilakukan di negara lain sebelumnya. Beberapa peneliti perlu memodifikasi instrumen yang ditemukan oleh Al-‐Ali’s (2008). Meski telah diaplikasikan sejak dua dekade lalu namun instrumen ini masih membutuhkan perbaikan agar dapat digunakan untuk
13
mengukur etika kerja islami dengan valid. Sedangkan nilai reliabilitas variabel etika kerja islami adalah 0, 919. Variabel kedua adalah kepuasan kerja dengan nilai KMO Bartlett 0,866 setelah melampaui dua kali rotasi. Sedangkan nilai reliabilitasnya adalah 0,866. Untuk variabel komitment organisasi, nilai KMO Bartlett adalah 0,747 dan nilai Cronbach Alphanya 0,747. Untuk menguji ketiga hipotesis digunakan regresi sederhana. Hipotesis pertama menguji pengaruh Etika kerja islami pada kepuasan kerja. Diketahui bahwa variabel Etika kerja islami memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja, sebagaimana ditunjukan dengan nilai adjusted R2 sebesar 0,079 dengan tingkat signifikansi 0,000. Sedangkan nilai Unstandardized Coefficients (B) Etika kerja islami adalah 25,264. Oleh karena itu persamaan regresi dari hipotesis pertama adalah sebagai berikut. Y = 25,264 + 0,079(X) Besaran efek variabel Etika kerja islami ditunjukan oleh nilai adjusted R2 sebesar 0,079 atay 7,9%. Artinya Etika kerja islami dapat menjelaskan (berpengaruh) pada kepuasan kerja hanya sebesar 7,9% sedangkan 92,1% faktor lainnya dijelaskan oleh faktor lain yang tidak dijelaskan dalam penelitian ini. Oleh karena itu disimpulkan H1 terdukung. Hipotesis kedua menganalisis pengaruh kepuasan kerja terhadap komitmen organisasi. Berdasarkan analisis regresi sederhana diketahui bahwa kepuasan kerja memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap komitmen organisasi, sebagaimana ditunjukan oleh nilai adjusted R2 sebesar 0,339 dengan tingkat signifikansi 0,000. Sedangkan nilai unstandardized coefficients (B) kepuasan kerja adalah 8,818. Oleh karena persamaan regresi hipotesis kedua adalah sebagai berikut. Z = 8,818 + 0,339(Y) Tingkat dampak kepuasan kerja terhadap komitmen organisasi ditunjukan diwakili oleh nilai R2 0,339 atau 33,9%. Hal ini menunjukan bahwa kepuasan kerja dapat menjelaskan 33,9% dari variabel komitmen organisasi, sedangkan sisanya itu 66,1% adalah faktor lain yang dijelaskan oleh variabel yang tidak dilibatkan dalam penelitian ini. Dapat disimpulkan bahwa H2 terkonfirmasi. Hipotesis terakhir adalah menguji pengaruh Etika kerja islami pada Komitmen organisasi. Menurut hasil perhitungan statistik Etika kerja islami memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap Komitmen organisasi, sebagaimana ditunjukan
14
oleh nilai adjusted R2 sebanyak 0,175 dengan tingkat signifikansi 0,000. Sedangkan nilai Unstandardized coefficients (B) dari Etika kerja islami adalah 9,162. Maka dari itu, persamaan regresi hipotesis ketiga adalah sebagai berikut. Z = 9,162 + 0,175(X) Sebagaimana disebutkan sebelumnya nilai adjusted R2 dari variabel Etika kerja islami terhadap komitmen organisasi adalah 0,175 atau 17,5%. Sehingga dapat dikatakan bahwa Etika kerja islami dapat menjelaskan 17,5% faktor yang mempengaruhi komitmen organisasi, sedangkan sisanya yaitu sebesar 82,5% dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak dijelaskan dalam penelitian ini, sehingga H3 terdukung Table 1 Regression Analysis Result Independent Variable Etika kerja islami Kepuasan kerja Etika kerja islami
Dependent Variable Kepuasan kerja Komitmen organisasi Komitmen organisasi
Standardized Beta Coefficient 25,264
Sig.
R Square
Conclusion
0,000
0,079
8,818
0,000
0,339
9,162
0,000
0,175
H1 Terdukung H2 Terdukung H3 Terdukung
C. Pembahasan
Penelitian ini merupakan replikasi parsial dari studi yang pernah dilakukan oleh Mohamed (2010) berkaitan dengan Etika kerja islami, kepuasan kerja dan komitmen organisasi. Meski Ali (1988) telah lama memulai penelitian mengenai Etika kerja islami sejak dua puluh tahun lalu namun perbaikan instrumennya masih perlu dilakukan. Berdasarkan uji validitas instrumen Etika kerja islami diketahui ada 14 pertanyaan yang harus dihapuskan dalam analisis lebih lanjut. Jika dibandingkan dengan instrumen lain yang digunakan dalam studi ini yaitu kepuasan kerja dan komitmen organisasi yang validitasnya cukup stabil, maka disimpulkan bahwa instrumen Etika kerja islami perlu diperiksa ulang. Instrumen kepuasan kerja dan komitmen organisasi sepertinya lebih akurat dan universial untuk mengukur indikator variabel dibandingkan instrumen Etika kerja islami Hasil pertama dalam penelitian ini menunjukan bahwa terdapat pengaruh yang positif dan signifikan dari variabel Etika kerja islami terhadap kepuasan kerja
15
karyawan. Hasil ini memperkuat temuan Mohamed (2010). Etika kerja memberi alasan bagi pekerja untuk menyesuaikan nilai-‐nilai hidup mereka dengan nilai-‐nilai organisasi. Jika terjadi keselarasan antara etika pribadi dengan etika organisasi maka kepuasan kerja karyawan akan meningkat. Menurut Islam, tujuan kerja memiliki dimensi ekonomi, sosial dan psikologi. Kerja tidak saja merupakan kegiatan individual tapi juga sosial (Ali and Owaihan, 2008). Yousef (2001) berpendapat bahwa Etika kerja islami bukan penyangkalan terhadap hidup namun sebaliknya ia memuat norma yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan hidup dan motivasi kerja sebagai salah satu prioritas dalam hidup seseorang. Sebagai hasilnya, jika pekerja beragama Islam dan menunaikan etika Islam maka ia lebih puas dengan pekerjaannya dan lebih berkomitmen terhadap organisasi. Jika karyawan universitas islam merasa bebas menjalani etika kerja yang ia yakini maka kepuasan kerjanya akan meningkat. Sebagaimana dideskripsikan sebelumnya, Etika kerja islami hanya memberikan pengaruh yang kecil terhadao kepuasan kerja yaitu hanya sekitar 7,9%. Ini adalah temuan yang mengejutkan karena responden penelitian ini adalah pemeluk agama islam yang bekerja di universitas islam. Para responden sesungguhnya telah mengetahui Etika kerja islami, hal ini diketahui dari nilai rata-‐rata yang cukup tinggi yaitu 81,53 dari nilai maksimum 90. Berdasarkan hasil wawancara selama penyebaran kuesioner diketahui bahwa pengelola Universitas Islam yang dijadikan tempat penelitian tidak pernah melakukan diskusi atau sosialisasi berkaitan dengan Etika kerja islami. Beberapa universitas seperti Muhammadiyah University dan Ahmad Dahlan University menyelenggarakan pelatihan berkaitan dengan Ideologi Muhammadiyah yang menjadi pijakan keislaman mereka tapi tidak pernah secara khusus membahas Etika kerja islami. Sehingga dapat disimpulkan bahwa Etika kerja islami diketahui para karyawan sebagai pengetahuan tetapi tidak pernah diterjemahkan menjadi sikap formal yang sengaja dikembangkan dalam organisasi. Oleh karena itu kepuasan kerja hanya sedikit dipengaruhi oleh Etika kerja islami. Hipotesis kedua mengungkapkan bahwa Etika kerja islami berpengaruh positif dan signifikan terhadap komitmen organisasi. Berdasarkan regresi sederhana hipotesis tersebut terkonfirmasi. Hasil ini sejalan dengan penelitian Rahman (2006) dan Mohamed (2010) yang dilakukan sebelumnya di Malaysia. Karena para karyawan muslim mengetahui bahwa norma islami mereka berkorespondensi dengan nilai-‐nilai
16
tempatnya bekerja maka komitmen organisasinya terutama komitment afektif dan normative akan meningkat. Komitment afektif berkaitan dengan keterikatan emosional, identifikasi, dan keterlibatan dalam organisasi. Sedangkan komitmen normative berhubungan dengan perasaan untuk wajib berada dalam organisasi karena itu adalah tindakan yang benar. Etika kerja islami memberikan panduan nilai untuk membangun keeratan emosi dan perasaan wajib berada di dalam organisasi karena ada persamaan nilai diri dan norma universitas. Temuan terakhir menunjukan bahwa kepuasan kerja mempengaruhi komitmen organisasi secara positif dan signifikan. Penelitian ini konsisten dengan temuan Markovits (2007). Pekerja yang merasa puas dengan pekerjaannya akan memiliki perasaan positif terhadap organisasi terutama dalam dimensi afektif.
17
BAB V KESIMPULAN
Islam adalah cara lengkap dan komprehensif dari kehidupan agama tidak hanya
memberikan panduan untuk ritual tetapi juga berhubungan dengan etos kerja. Beberapa penelitian yang berkaitan dengan etika kerja Islam dilakukan selama dua dekade terakhir tetapi hanya sedikit dilakukan di Indonesia sebagai komunitas muslim terbesar di dunia. Penelitian ini menguji pengaruh etika kerja Islam terhadap komitmen organisasi yang dimediasi oleh kepuasan kerja di kalangan pekerja universitas Islam di empat universitas di Yogyakarta. Sampel adalah 172 karyawan yang dipilih dengan menggunakan metode cluster sampling. Hasilnya menunjukkan bahwa etos kerja Islam memiliki pengaruh positif terhadap komitmen organisasi dan kepuasan kerja sedangkan komitmen organisasi juga berpengaruh positif terhadap kepuasan kerja. Hasil studi meningkatkan sebelum penelitian yang berkaitan dengan konsekuensi etika kerja Islam di masyarakat Muslim lainnya di seluruh dunia. Temuan dan keterbatasan penelitian ini dapat dijadikan sumber gagasan untuk melakukan penelitian lain di masa yang akan datang. Disarankan melakukan penelitian yang melibatkan variabel anteseden dan konsekuen dari Etika kerja islami sehingga tersusun model yang lebih kompleks untuk memahami fenomen ini lebih baik. Selain itu diusulkan membuat penelitian yang melibatkan sampel lebih banyak dari berbagai latar belakang budaya dan jenis organisasi.
18
Daftar Pustaka Abdurrahman, H. (2010). “Diskursus Islam Politik dan spiritual”. Bogor: Al Azhar Press Ahmad, K. (1976). “Islam: Its meaning and messusia, Islamic Council of Europe”, London. Ali, Abbas, 1998, “Scaling and Islamic Work Ethic”, The Journal of Social Psycchology, Vol. 128 (5): 575-‐583. Ali, A 1988, “Scaling and Islamic Work Ethic”, The Journal of Social Psychology, vol. 128, no. 5, pp. 575-‐83. Ali, A 1992, “Islamic work ethic in Arabia”, Journal of Psychology, vol. 126, no. 5, pp. 575-‐583. Ali, A & Al-‐Kazemi, A 2007, “Islamic work ethic in Kuwait” , Journal of Manusiament Development, vol. 14, no. 2, pp. 366-‐75. Ali, A J & Al-‐Owaihan, A 2008, “Islamic work ethic: a critical review”, Cross Cultural Manusiament Development, vol. 14, no. 6, pp. 5-‐19. An Nabhani, T. (2001). Nidhamul Islam. Min Mansyurat Hizb ut Tahrir. Chapra, M.U. (1992) Islam and the economic Challenge. United Kingdom: The Islamic Foundation and the international Institute of Islamic Thought. Fitria, Astri. (2003). ”Pengaruh Etika Kerja Islam terhadap Sikap Akuntan dalam Perubahan Organisasi dengan Komitmen Organisasi sebagai Variabel Intervening”. Jurnal Maksi Vol. 3 Edisi Agustus 2003: 14 – 35. Ghozali, I. (2006). Aplikasi Analisis Multivariat dengan Program SPSS. Semarang: Universitas Diponegoro Hartono, J. M. 2007. Metodologi Penelitian Sistem Informasi. Andi Offset. Yogyakarta. Ismail, M. (1993). Bunga Rampai Pemikiran Islam. Jakarta: GIP Kamaluddin, N., dan Manan, S.K.A (2010). The Conceptual Framework of Islamic Work Ethic (IWE). Malaysian Accounting Review, Special issue Vol 9 No. 2 pp 57-‐70. Khalil, M., Abu-‐Saad, I. (2009). “Islamic Work Ethic Among Arab College Students in Israel”. Cross Cultural Manusiament: an International Journal 16(4): 333-‐346 Kumar, N & Rose, R C. (2010), “Examining the link between Islamic work ethic and innovation capability”, Journal of Manusiament Development, vol. 29, no. 1, pp. 79-‐93 Luthans, Fred. (2006). Perilaku Organisasi. Edisi Sepuluh Mas’ud, F. (2004). Survai Diagnosis Organisasional Konsep dan Aplikasi. Semarang: Universitas Diponegoro
19
Meyer, Jhon P, Natalie J Allen, and Catherine A Smith. 1993. “Commitment to Organizations and Occupation: Extention and Test of Three-‐Component Conceptuallization”: Journal of Applied Psychology. Vol. 78 No.4, pp: 538-‐551. Mohamed, N., Karim, N.S.A., Hussein, R., (2010). “Linking Islamic Work Ethics to Computer Use Ethics, Job satisfaction, and Organizational Commitment in Malaysia”. Journal of Business System, Governance, and Ethics vol 5 no 1 pp 13-‐23. Muhammad, M Z, Ilias, A, Ghazali, M F, Abdullah, R C & Amin, H. (2008), “An analysis of Islamic ethics in small and medium enterprises (SMEs)”, UNITAR E-journal, vol. 4, no. 1, pp. 46-‐58. Rahman, N.M., Muhamad, N., Othman, A.S. (2006). “The Relationship Between Islamic Work Ethics and Organizational Commitment: A Case Analysis”, Malaysian Manusiament Review, 41(1): 79-‐89 Robbins, S.P. (1996). Organizational behavior: concepts, controversies, applications, 7th Ed., Prentice Hall Englewood Cliffs, NJ. Sekaran U. (2000). Research Methods for Business: a Skill Building Approach. 3rd Edition. John Wiley & Son. Inc. Triyuwono, Iwan. (2000). Organisasi dan Akuntan Syariah. Yogyakarta: LkiS Uygur, S. (2009), “The Islamic work ethic and the emergence of Turkish SME owner-‐ manusiars”, Journal of Business Ethics, vol. 88, no. 1, pp. 211-‐225. Witt, L. A (1993), “Reactions to Work Assignments as Predctors of Organiziational Commitment: The Moderating Effect of Occupational Identification”, Journal of Business Research, 26, 81-‐96. Yousef, D.A. (2000). “Organizational commitment as mediator of the relationship between Islamic Work Ethic and Attitudes toward organizational change”, Human Relations Vol 53, no 4 pp 513-‐537 Yousef D. A. (2001), “Islamic work ethic: a moderator between organisational commitment and jobsatisfaction in a cross-‐cultural context”, Personnel Review, vol. 30, no. 2, pp. 152-‐169
20