VOL. 01 NO. 1 Oktober 2015
ISSN : 2477 - 3131
PENGARUH ETIKA KERJA ISLAM, KOMITMEN ORGANISASI TERHADAP KINERJA KARYAWAN DI INSTITUT AGAMA ISLAM TAFAQQUH FIDDIN DUMAI *Oleh: Faizal Nurmatias, S.Si, ME
Abstract : This study aimed to analyze the influence of Islamic work ethics, job satisfaction, organizational commitment to employee performance. In this study involving 60 respondents, all of whom are employees of Islamic Institute TafaqquhFiddinDumai. The data analysis technique used is multiple regression analysis, and simultaneous analysis and partial to see the contribution of each independent variable on the dependent variable. Research results are Islamic work ethics variables, job satisfaction, organizational commitment is seen in this study significantly affect employee performance. Partially, the work ethic of Islam is giving a higher impact on employee performance. The results support the theory that the better work ethics of employees, the increased performance of employees in carrying out their duties. The practical implications of this research are expected to be taken into consideration for the Foundation tafaqquhFiddinDumai in making policies and decisions related to work ethic, job satisfaction, organizational commitment, and employee performance. Keywords: Islam Work Ethics, Job Satisfaction, Organizational Commitment, Employee Performance. Pendahuluan Perkembangan dunia pendidikan yang dinamis dan penuh persaingan pada saat ini, membuat organisasi pendidikan khususnya perguruan tinggi melakukan perubahan orientasi mengenai bagaimana cara mereka dalam melayani konsumennya dan bagaimana mengatasi pesaing. Tingginya tingkat persaingan yang terjadi menyebabkan organisasi pendidikan harus memiliki strategi yang efisien dan tepat dalam mencapai tujuannya dan lebih memacu organisasi pendidikan tersebut untuk semakin inovatif dalam menghadapi perkembangan tersebut. Ditengah-tengah persaingan antar perguruan tinggi, terutama antar perguruan tinggi swasta (PTS) yang semakin meningkat tersebut, perguruan tinggi seharusnya menjadi organisasi yang berorientasi pada pasar (market-oriented) agar dapat menghasilkan nilai atau mutu yang lebih baik bagi konsumen. Tingkat pertumbuhan Perguruan tinggi yang cukup tinggi tanpa diiringi dengan pengawalan kualitas yang institusinya
mengakibatkan banyak perguruan tinggi yang jatuh bangun dalam perjalannnya, terutama yang dialami oleh Perguruan Tinggi Agama Islam Swasta (PTAIS). Kemajuan yang sangat pesat dari segi kuantitas yang tidak diimbangi dengan peningkatan kualitasnya sehingga kondisi PTAIS menjadi tidak sehat. Harian Kompas, 14 Oktober 2006, diberitakan bahwa,” lebih dari 30% PTAIS terancam bangkrut atau ditutup”. Selain akibat pertumbuhan jumlah PTAIS tidak terkendali, penyebab lain karena PTN kini cenderung membuka jalur penerimaan mahasiswa secara khusus dan melebihi kuota. Selain itu jika dilihat jumlah mahasiswa di Indonesia hanya 1.706.800 orang, artinya sekarang ini rata-rata mahasiswa yang kuliah ditiap PTAIS kurang dari 600 orang. Suharyadi (Kompas: 2010) menyatakan, “Melonjaknya perguruan tinggi swasta (PTS) bisa mencapai 200 institusi setiap tahun. Ini akibat mudahnya pemerintah memberi izin. Namun, pada kenyataannya, banyak PTS yang menyelenggarakan pendidikan dengan mengabaikan standar kualitas”. Jurnal Tamaddun Ummah - vol. 1
1
VOL. 01 NO. 1 Oktober 2015
Kualitas dan relevansi lulusan pendidikan tinggi agama Islam, masih menjadi faktor utama lemahnya daya saing bangsa di kancah perdagangan bebas. Terpuruknya ekonomi bangsa ini, disebabkan oleh rendahnya mutu sumber daya manusia (SDM) yang mengelola sumber ekonomi. SDM merupakan salah satu faktor kunci dalam reformasi ekonomi, yakni bagaimana menciptakan SDM yang berkualitas yang memiliki keterampilan serta berdaya saing tinggi dalam persaingan global. Masih rendahnya kemampuan perguruan tinggi Indonesia dalam menghasilkan keluaran sumber daya manusia yang berkualitas berawal pada kondisi perguruan tinggi yang tidak memiliki kemampuan dalam memformulasi kurikulum pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan pasar. Selain itu, peran pemerintah dalam mengeluarkan kebijakan yang terintegrasi untuk terciptanya link and match antara perguruan tinggi dengan dunia usaha belum sepenuhnya dijalankan. Islam merupakan agama dengan cara hidup yang lengkap dan komprehensif sebagai panduan hidup umatnya. Al Qur‟an dan Sunnah berisi panduan-panduan yang dapat menuntun umat muslim menuju kesuksesan. Selain panduan untuk kehidupan beragama, Islam memiliki konsep yang berkaitan dengan etika kerja. Etika kerja Islam dapat didefinisikan sebagai seperangkat nilai atau sistem kepercayaan yang dari Al-Qur’an dan sunnah mengenai kerja. Etika kerja Islam selama ini cukup diabaikan dalam konsep manajemen dan penelitian organisasi. Etika kerja Islam dan etika kerja protestan menempatkan penekanan yang sangat kuat pada kerja keras, komitmen dan dedikasi terhadap pekerjaan, kerja kreatif, menghindari metode yang tidak etis berkaitan dengan penimbunan kekayaan, kerjasama dan persaingan di tempat kerja. Etika kerja Islam memberikan pengaruh yang baik terhadap perilaku seseorang dalam pekerjaan karena dapat memberi stimulus
ISSN : 2477 - 3131
untuk sikap kerja yang positif. Sikap kerja yang positif memungkinkan hasil yang menguntungkan seperti kerja keras, komitmen dan dedikasi terhadap pekerjaan dan sikap kerja lainnya yang tentu saja hal ini dapat memberi keuntungan bagi individu itu sendiri dan organisasi (Yousef, 2001). Pendedikasian diri yang tinggi terhadap pekerjaan akan membawa individu untuk bekerja keras meraih hasil yang maksimal. Komitmen merupakan kondisi psikologis yang mencirikan hubungan antara karyawan dengan organisasi dan memiliki implikasi bagi keputusan individu untuk tetap berada atau meninggalkan organisasi. Namun demikian sifat dari kondisi psikologis untuk tiap bentuk komitmen sangat berbeda. Usaha untuk mengembangkan konsep komitmen telah berhasil dengan populernya model tiga komponen komitmen yang dikembangkan oleh Meyer and Allen (1991). Sebagai tambahan, komitmen afektif mirip dengan apa yang dikembangkan oleh Mooday et al. (1982:189), mempertahankan pendekatan tiga komponen komitmen di mana komitmen normatif dan kontinuan secara keseluruhan merupakan bagian dari komitmen yang berkaitan dengan sikap. Institut Agama Islam Tafaqquh Fiddin adalah salah satu perguruan tinggi agama Islam swasta di Kota Dumai. Institut Agama Islam Tafaqquh Fiddin ini berada di bawah naungan yayasan Tafaqquh Fiddin Dumai, dengan 3 (tiga) Fakultas menjadikan Institut Agama Islam Tafaqquh Fiddin menjadi salah satu perguruan tinggi agama Islam swasta di kota Dumai. Dari hasil wawancara terhadap 30 dosen dan pegawai yayasan di lingkungan Institut Agama Islam Tafaqquh Fiddin didapat informasi mengenai keluhan – keluhan dosen dan pegawai yayasan tersebut. Adapun hal yang paling banyak dikeluhkan tersebut adalah lingkungan kerja dan kompensasi. Data keluhan tersebut dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Tabel 1 Data Keluhan Karyawan Jurnal Tamaddun Ummah - vol. 1
2
VOL. 01 NO. 1 Oktober 2015
ISSN : 2477 - 3131
Institut Agama Islam Tafaqquh Fiddin Dumai Pendapat Jenis Keluhan
Baik
Cukup Baik
Kurang Baik
Total
Lingkungan Kerja
10%
31%
59%
100%
Kompensasi
20%
25%
55%
100%
Sumber: IAITF, 2014
Berdasarkan Tabel, dapat dilihat bahwa sebanyak 59 persen karyawan Institut Agama Islam Tafaqquh Fiddin mengeluhkan lingkungan kerja yang kurang baik, 31 persen dosen yayasan berpendapat cukup baik dan sisanya sebanyak 10 persen pengajar berpendapat baik terhadap lingkungan kerja. Aspek lingkungan kerja yang belum memenuhi harapan dari karyawan Institut Agama Islam Tafaqquh Fiddin ialah dari ketersediaan alat penunjang kegiatan belajar mengajar seperti LCD, dimana tidak semua pengajar mendapatkan fasilitas sarana dan pra sarana yang memadai karena jumlah yang terbatas. Dari data tersebut dapat diketahui bahwa karyawan Institut Agama Islam Tafaqquh Fiddin mempunyai rasa ketidakpuasan dalam hal lingkungan kerja maupun kompensasi. Tranggono dan Kartika (2008) menyatakan bahwa kegembiraan yang dirasakan seseorang akan memberikan dampak positif baginya. Apabila seseorang puas akan pekerjaan yang dijalaninya, maka rasa senang pun akan datang, terlepas dari rasa tertekan, sehingga akan menimbulkan rasa aman dan nyaman untuk selalu bekerja di lingkungan kerjanya. Dari hasil wawancara terhadap 30 karyawan Institut Agama Islam Tafaqquh Fiddin didapat juga informasi bahwa sebanyak 63 persen karyawan Institut Agama Islam Tafaqquh Fiddin tersebut akan menerima tawaran pekerjaan mengajar ditempat lain jika ada tawaran yang datang kepada mereka, dan sisanya sebanyak 37 persen karyawan Institut Agama Islam
Tafaqquh Fiddin menolak tawaran tersebut. Data lain yang didapat oleh penulis ialah sebanyak 57 persen dosen Institut Agama Islam Tafaqquh Fiddin juga mengajar ditempat lain, dan sisanya sebanyak 43 persen dosen Institut Agama Islam Tafaqquh Fiddin hanya mengajar dilingkungan Institut Agama Islam Tafaqquh Fiddin saja. Cotton dan Tutle dalam Wei Amy (2009) menyatakan bahwa karyawan yang tidak puas dengan pekerjaan atau tidak memiliki komitmen dengan organisasi memiliki kemungkinan untuk meninggalkan perusahaan. Untuk itu perguruan tinggi agama Islam swasta harus meningkatkan mutu kinerjanya dengan berbagai cara, diantaranya adalah dengan memberikan pemahaman etika kerja yang baik kepada karyawan secara efektif dan efesien, memperhatikan kepuasan kerja, serta menciptakan komitmen organisasi yang baik maka akan tercipta kinerja karyawan yang memuaskan dan terciptalah mutu kinerja yang tinggi untuk perguruan tinggi yang bersangkutan. Kinerja Konvensional Kinerja atau prestasi kerja adalah Hasil kerja secara kualitas dan kualitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya (Mangkunegara, 2004). Sedangkan menurut Sondang (2002) Kinerja adalah suatu keadaan yang menunjukan kemampuan seorang karyawan dalam menjalankan tugas sesuai dengan standart yang telah ditentukan oleh organisasi kepada karyawan sesuai dengan job deskriptipnya. Menurut Simanjutak (2005) Kinerja adalah tingkatan pencapaian hasil atas pelaksanaan tugas tertentu. Simanjuntak juga mengartikan kinerja individu sebagai tingkat pencapaian atau hasil kerja seseorang dari sasaran yang harus dicapai atau tugas yang harus dilaksanakan dalam kurun waktu tertentu. Kinerja adalah merupakan perilaku yang nyata ditampilkan setiap orang sebagai prestasi kerja yang dihasilkan oleh karyawan Jurnal Tamaddun Ummah - vol. 1
3
VOL. 01 NO. 1 Oktober 2015
sesuai dengan perannya dalam perusahaan (Rivai, 2004). Kinerja pegawai didefinisikan sebagai kemampuan pegawai dalam melakukan sesuatu keahlian tertentu. Kinerja pegawai sangatlah perlu, sebab dengan kinerja ini akandiketahui seberapa jauh kemampuan pegawai dalam melaksanakan tugas yang dibebankan kepadanya. Untuk itu diperlukan penentuan kriteria yang jelas dan terukur serta ditetapkan secara bersamasama yang dijadikan sebagai acuan. (Sinambela et al, 2012) Bagi karyawan yang kurang memiliki kinerja yang baik, biasanya diberikan pelatihan untuk pengembangan karyawan. Karena Islam mendorong untuk melakukan pelatihan terhadap karyawan dengan tujuan mengembangkan kompetensi dan kemampuan teknis karyawan dalam menunaikan tanggung jawab pekerjaanya.4 Selain pelatihan, biasanya perusahaan dapat memberikan reward dan punishment kepada karyawan agar kinerja karyawan lebih terpacu lebih baik lagi dalam bekerja dan mencapai target yang telah ditentukan perusahaan. Kinerja dalam Perspektif Islam Menurut Mursi (1997) dalam Wibisono (2002), kinerja religius Islami adalah suatu pencapaian yang diperoleh seseorang atau organisasi dalam bekerja/berusaha yang mengikuti kaidah-kaidah agama atau prinsipprinsip ekonomi Islam. Terdapat beberapa dimensi kinerja Islami meliputi: 1. Amanah dalam bekerja yang terdiri atas: profesional, jujur, ibadah dan amal perbuatan; dan 2. Mendalami agama dan profesi terdiri atas: memahami tata nilai agama, dan tekun bekerja. Indikator kinerja adalah ukuran kuantitatif dan/atau kualitatif yang menggambarkan tingkat pencapaian suatu sasaran atau tujuan kegiatan/ usaha yang telah ditetapkan. Menurut Zadjuli (2006), Islam mempunyai beberapa unsur dalam melakukan
ISSN : 2477 - 3131
penilaian kinerja suatu kegiatan/usaha yang meliputi: 1. Niat bekerja karena Allah, 2. Dalam bekerja harus memberikan kaidah/norma/syariah secara totalitas, 3. Motivasi bekerja adalah mencari keberuntungan di dunia dan akherat, 4. Dalam bekerja dituntut penerapan azas efisiensi dan manfaat dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan, 5. Mencari keseimbangan antara harta dengan ibadah, dan setelah berhasil dalam bekerja hendaklah bersyukur kepada Allah SWT. Dalam unsur penilaian kinerja tersebut, orang yang berkerja adalah mereka yang menyumbangkan jiwa dan tenaganya untuk kebaikan diri, keluarga, masyarakat dan negara tanpa menyusahkan orang lain. Oleh karena itu, kategori “ahli surga” seperti yang digambarkan dalam Al-Qur’an bukanlah orang yang mempunyai pekerjaan/jabatan yang tinggi dalam suatu perusahaan/instansi sebagai manajer, direktur, teknisi dalam suatu bengkel dan sebagainya. Tetapi sebaliknya alQur’an menggariskan golongan yang baik lagi beruntung (al-falah) itu adalah orang yang banyak taqwa kepada Allah, khusyu sholatnya, baik tutur katanya, memelihara pandangan dan kemaluannya serta menunaikan tanggung jawab sosialnya seperti mengeluarkan zakat dan lainnya. Dalam Islam, kemuliaan seorang manusia itu bergantung kepada apa yang dilakukannya. Oleh karena itu suatu pekerjaan yang mendekatkan seseorang kepada Allah adalah sangat penting serta patut untuk diberi perhatian dan reward yang setimpal. Oleh karena itu dalam hadits Rasulullah disebutkan: “Barang siapa pada malam hari merasakan kelelahan karena bekerja pada siang hari, maka pada malam itu ia diampuni Allah.” (HR. Ahmad & Ibnu Asakir)
Jurnal Tamaddun Ummah - vol. 1
4
VOL. 01 NO. 1 Oktober 2015
Menurut Asyraf A. Rahman (dalam Khayatun, 2008), istilah “kerja” dalam Islam bukanlah semata-mata merujuk kepada mencari rezeki untuk menghidupi diri dan keluarga dengan menghabiskan waktu siang maupun malam, dari pagi hingga sore, terus menerus tak kenal lelah, tetapi kerja mencakup segala bentuk amalan atau pekerjaan yang mempunyai unsur kebaikan dan keberkahan bagi diri, keluarga dan masyarakat sekelilingnya serta negara. Diantara hadits yang menjelaskan tentang kerja dalam Islam, sebagaimana berikut: Dari Abu Abdullah Az-Zubair bin Al‘Awwam r.a., ia berkata: Rasulullah Saw bersabda: Sungguh seandainya salah seorang di antara kalian mengambil beberapa utas tali, kemudian pergi ke gunung dan kembali dengan memikul seikat kayu bakar dan menjualnya, kemudian dengan hasil itu Allah mencukupkan kebutuhan hidupmu, itu lebih baik daripada meminta-minta kepada sesama manusia, baik mereka memberi ataupun tidak.” (HR. Bukhari) Menurut Syamsudin (dalam Heriyanto, 2008), Seorang pekerja dalam melakukan berbagai aktivitas usaha harus selalu bersandar dan berpegang teguh pada dasar dan prinsip berikut ini: 1. Setiap pekerjaan harus dimulai dengan niat yang ikhlas karena Allah SWT. Karena dalam kacamata syariat, bekerja hanyalah untuk menegakkan ibadah kepada Allah SWT agar terhindar dari hal-hal yang diharamkan dan dalam rangka memelihara diri dari sifat-sifat yang tidak baik, seperti meminta-minta atau menjadi beban orang lain. Rasulullah SAW bersabda:“Binasalah orang- orang Islam kecuali mereka yang berilmu. Maka binasalah golongan berilmu, kecuali mereka yang beramal dengan ilmu mereka. Dan binasalah golongan yang beramal dengan ilmu mereka kecuali mereka yang ikhlas. Sesungguhnya golongan
ISSN : 2477 - 3131
2.
3.
4.
5.
yang ikhlas ini juga masih dalam keadaan bahaya yang amat besar …” Seorang muslim dalam usaha harus berhias diri dengan akhlak mulia, seperti: sikap jujur, amanah, menepati janji, menunaikan hutang dan membayar hutang dengan baik, memberi kelonggaran orang yang sedang mengalami kesulitan membayar hutang, menghindari sikap menangguhkan pembayaran hutang, tamak, menipu, kolusi, melakukanpungli (pungutan liar), menyuap dan memanipulasi atau yang sejenisnya. Seorang muslim harus bekerja dalam hal-hal yang baik dan usaha yang halal. Sehingga dalam pandangan seorang pekerja dan pengusaha muslim, tidak akan sama antara proyek dunia dengan proyek akhirat. Seorang muslim dalam bekerja harus menunaikan hak-hak yang harus ditunaikan, baik yang terkait dengan hak-hak Allah SWT (seperti zakat) atau yang terkait dengan hak-hak manusia (seperti memenuhi pembayaran hutang atau memelihara perjanjian usaha dan sejenisnya). Karena menunda pembayaran hutang bagi orang yang mampu merupakan suatu bentuk kedzaliman. Menyia-nyiakan amanah dan melanggar perjanjian bukanlah akhlak seorang muslim, hal itu merupakan kebiasaan orangorang munafik. Seorang muslim harus menghindari transaksi riba atau berbagai bentuk usaha haram lainnya yang menggiring ke arahnya. Karena dosa riba sangat berat dan harta riba tidak berkah, bahkan hanya akan mendatangkan kutukan dari Allah SWT dan Rasul-Nya, baik di dunia maupun akherat. Seorang pekerja muslim tidak memakan harta orang lain dengan cara haram dan bathil, karena kehormatan harta seseorang seperti kehormatan darahnya. Harta seorang muslim haram untuk
Jurnal Tamaddun Ummah - vol. 1
5
VOL. 01 NO. 1 Oktober 2015
diambil kecuali dengan kerelaan hatinya dan adanya sebab syar’i untuk mengambilnya, seperti upah kerja, laba usaha, jual beli, hibbah, warisan, hadiah dan yang semisalnya. 6. Seorang pengusaha atau pekerja muslim harus menghindari segala bentuk sikap maupun tindakan yang bisa merugikan orang lain. Ia juga harus bisa menjadi mitra yang handal sekaligus kompetitor yang bermoral, yang selalu mengedepankan kaidah “Segala bahaya dan yang membahayakan adalah haram hukumnya”. 7. Seorang pengusaha dan pekerja muslim harus berpegang teguh pada aturan syari’at dan bimbingan Islam agar terhindar dari pelanggaran dan penyimpangan yang mendatangkan saksi hukum dan cacat moral. Dan hal ini dapat dilihat dari niat pekerja tersebut, sebagaimana hadits Rasulullah yang diriwayatkan oleh Umar r.a., berbunyi : “Bahwa setiap amal itu bergantung pada niat, dan setiap individu itu dihitung berdasarkan apa yang diniatkannya …” Seorang muslim dalam bekerja dan berusaha harus bersikap loyal kepada kaum mukminin dan menjadikan ukhuwahdi atas kepentingan bisnis, sehingga bisnis tidak menjadi sarana untuk menciptakan ketegangan dan permusuhan sesama kaum muslimin. Dan ketika berbisnis jangan berbicara sosial, sementara ketika bersosial jangan berbicara bisnis, karena berakibat munculnya sikap tidak ikhlas dalam beramal dan berinfak.
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Menurut Nitisemito (2001), terdapat berbagai faktor kinerja karyawan, antara lain: 1. Jumlah dan komposisi dari kompensasi yang diberikan 2. Penempatan kerja yang tepat
ISSN : 2477 - 3131
3. Pelatihan dan promosi 4. Rasa aman di masa depan (dengan adanya pesangon dan sebagainya) 5. Hubungan dengan rekan kerja 6. Hubungan dengan pemimpin Hasibuan (2006) mengungkapkan bahwa kinerja merupakan gabungan tiga faktor penting, yaitu kemampuan dan minat seorang pekerja, kemampuan dan penerimaan atas penjelasan delegasi tugas dan peran serta tingkat motivasi pekerja. Apabila kinerja tiap individu atau karyawan baik, maka diharapkan kinerja perusahaan menjadi lebih baik. Sesuai dengan pendapat Davis (2000) merumuskan bahwa faktor yang mempengaruhi pencapaian kinerja adalah faktor kemampuan (ability) dan faktor motivasi (motivation). Human Performance = Ability + Motivation Motivation = Attitude + Situation Ability = Knowlage + Skill
Penjelasan dari rumusan kinerja di atas menurut Mangkunegara (2010) adalah sebagai berikut: 1. Faktor Kemampuan (Ability) secara psikologis, kemampuan (ability) terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan reality (knowledge + skill). Artinya, pemimpin dan karyawan yang memiliki IQ di atas rata-rata (IQ 110120) apalagi IQ superior, very superior, gifted dan genius dengan pendidikan yang memadai untuk jabatannya dan terampil dalam mengerjakan pekerjaan sehari-hari, maka akan lebih mudah mencapai kinerja maksimal. 2. Faktor Motivasi (Motivation), motivasi diartikan suatu sikap (attitude pimpinan dan karyawan terhadap situasi kerja di lingkungan organisasinya. Mereka yang bersikap positif (pro) terhadap situasi kerjanya akan menunjukkan motivasi kerja tinggi dan sebaliknya jika mereka bersikap negatif (kontra) terhadap situasi kerjanya akan menunjukkan motivasi kerja yang rendah. Situasi kerja Jurnal Tamaddun Ummah - vol. 1
6
VOL. 01 NO. 1 Oktober 2015
yang dimaksud antara lain, hubungan kerja, fasilitas kerja, iklim kerja, kebijakan pimpinan, pola kepemimpinan kerja dan kondisi kerja. Menurut Simanjutak (2005) kinerja dipengaruhi oleh : 1. Kualitas dan kemampuan pegawai, yaitu hal-hal yang berhubungan dengan pendidikan/ pelatihan, etos kerja, motivasi kerja, sikap mental, dan kondisi fisik pegawai. 2. Sarana pendukung, yaitu hal yang berhubungan dengan lingkungan kerja (keselamatan kerja, kesehatan kerja, sarana produksi, teknologi) dan hal-hal yang berhubungan dengan kesejahteraan pegawai (upah/ gaji, jaminan sosial, keamanan kerja). 3. Supra sarana, yaitu hal-hal yang berhubungan dengan kebijaksanaan pemerintah dan hubungan industrial manajemen. Etika Kerja Islam Istilah etika sering dibandingkan dengan moralitas, etika dan moralitas sering dipertukarkan atau diberikan pengertian yang sama, hal tersebut tidak sepenuhnya salah, hanya saja perlu diperhatikan bahwa etika bisa memiliki pengertian yang sangat berbeda dengan moralitas (Sundary, 2010). Dengan demikian, etika merupakan penjabaran rasional yang terkandung dalam aturan praktis untuk menunjukkan sesuatu yang baik dan benar. Etika kerja Islam patut untuk mendapatkan perhatian karena merupakan hal yang ideal dimana seorang muslim berusaha untuk mewujudkannya (Yousef, 2000). Konsep etika Islam memiliki karakter atau ciri khusus yaitu mengatur tentang bagaimana hubungan manusia dengan Tuhan, dengan sesama manusia, dengan lingkungan, dan masyarakat. Etika Islam bersumber pada firman Allah SWT yang autentik, yaitu Alquran dan Hadist
ISSN : 2477 - 3131
yang merupakan contoh-contoh dari kehidupan nabi Muhammad SAW, serta Ijma dan Qiyas. Hukum dan ketetapan etika dapat dijadikan pegangan dan pedoman hidup, yaitu berlandaskan pada dasar-dasar moral yang ditetapkan oleh Allah SWT. Anik dan Arifudin (2003) mengemukakan bahwa etika terekspresikan dalam bentuk syariah terdiri dari Alquran, Sunnah Hadits, Ijma, dan Qiyas. Etika syari’ah mempunyai sifat humanistik dan rasionalsitik. Sifat rasionalistik bahwa semua pesan-pesan yang diajarkan Alquran sejalan dengan prestasi manusia yang tertuang dalam karya-karya para filosof. Ajaran yang terdapat dalam Alquran seperti ajaran kepada kebenaran, keadilan, kejujuran, kebersihan, menghormati orang tua, bekerja keras, dan cinta ilmu semuanya tidak ada yang berlawanan dengan kedua sifat tersebut. Sejalan dengan hal tersebut, Mahiyaddin (2009) merinci bahwa etika kerja Islam mengutamakan nilai-nilai murni, seperti kehormatan manusia, mementingkan ketaatan, dan ketekunan kerja. Dimensi Etika Kerja Islam Banyak penelitian mengenai etika kerja Islam telah dilakukan, mulai dari Ali (2001) yang menghasilkan skala untuk etika kerja Islam, Ali & Al-Owaihan (2008) mendefinisikan dasar-dasar etika kerja Islam terdiri dari 11 konsep yang sebelumnya telah dijelaskan yaitu, pursuing legitimate business, wealth must be earned, quality of work, wages, reliance on self, monopoly, bribery, deeds and intention, transparency, greed, dan generousity. Akan tetapi belum ada penelitian yang dengan jelas mendefinisikan dimensi etika kerja Islam, sehingga Chanzanagh & Akbarnejad (2011) menjelaskan ada tujuh dimensi etika kerja Islam yaitu, Work intention, Trusteeship, Work type, Work for Islamic Ummah,Justice & Fairness, Cooperation & Colaboration dan Work as the only source of ownership. Jurnal Tamaddun Ummah - vol. 1
7
VOL. 01 NO. 1 Oktober 2015
1. Work Intention adalah niat dalam
2.
3.
4.
5.
melakukan suatu pekerjaan. Pekerjaan yang terpuji dalam kegiatan ekonomi merupakan bagian dari perbuatan baik, yang memiliki posisi utama dalam ekonomi Islam dilakukan dengan maksud untuk mendekatkan diri dan meningkatkan iman kepada Allah. Sehingga maksud di atas kegiatan ekonomi dalam Islam yaitu untuk mencapai ridha Allah. Trusteeship. Kepercayaan (amanah) adalah anjuran bagi umat Muslim agar memiliki modal sosial yang besar dalam hubungan sosio-ekonomi. Adalah penting untuk menyebutkan bahwa Islam menganjurkan umat Muslim untuk amanah tidak hanya pada aktifitas ekonomi akan tetapi juga pada seluruh aspek kehidupan Work type. Pengamatan terhadap meningkatnya pemeluk agama Islam pada semenanjung Arab membuat wilayah tersebut sebagai salah satu pusat bisnis pada masa itu dan kegiatan ekonomi yang dilakukan adalah perdagangan, dan dalam Islam, perdagangan (bisnis) merupakan kegiatan yang paling banyak mendatangkan keberkahan. Banyaknya tipe pekerjaan mengharuskan umat Muslim untuk memilih yang sesuai dengan kapasitas dan jangan sampai bertentangan dengan syariat Islam. Work results for Islamic Ummah. Dalam Islam, aktivitas ekonomi yang tidak menghasilkan keuntungan untuk umat Islam secara spesifik atau jika aktivitas ini merugikan saudara yang beragama lain sangat tidak dianjurkan. Sehingga kegiatan ekonomi yang benar adalah yang menguntungkan, memberikan kekuatan dan potensi bagi umat Islam. Justice and Fairness. Kebenaran dan keadilan dalam ekonomi Islam memberi kesejahteraan untuk seluruh umat. Islam sangat melarang pengumpulan kekayaan
ISSN : 2477 - 3131
melalui jalan yang tidak baik atau Haram. Keadilan yang diterapkan akan menjadikan hubungan antar muslim menjadi kuat dan menghilangkan jarak atau perbedaan kelas sosial. 6. Cooperation & Collaboration. Dalam Islam, masyarakatnya dianjurkan untuk saling membantu dan bekerjasama khususnya dalam aktivitas ekonomi dan hal tersebut diakui sebagai salah satu ciri orangorang yang Saleh. Saling membantu dan bekerjasama dalam pekerjaan akan membantu meningkatkan teamwork dan dapat mendukung peningkatan produktivitas pada perusahaan. 7. Work as the only source of ownership. Bekerja adalah satu-satunya cara dalam sistem pemerataan kekayaan dalam Islam, dan setiap Seorang muslim tentunya akan mendapatkan kekayaan dari hasil pekerjaannya sendiri jika itu semua dilakukan dengan sungguh-sungguh. Namun sebaliknya, hal ini akan berbeda hasilnya jika tidak dikerjakan dengan sungguh-sungguh dan penuh motivasi.
Kepuasan Kerja Kepuasan kerja (job satisfaction) adalah keadaan emosional yang menyenangkan atau tidak menyenangkan dengan mana para karyawan memandang pekerjaan mereka (Handoko, 2008). Kepuasan kerja menunjukkan perasaan seseorang terhadap pekerjaannya. Hal tersebut dapat dilihat dari sikap positif dari karyawan terhadap pekerjaan dan segala hal yang dihadapi di dalam lingkungan kerjanya. Robbins & Judge (2008) menyatakan bahwa kepuasan kerja adalah suatu perasaan positif tentang pekerjaan seseorang yang merupakan hasil dari sebuah evaluasi karakteristiknya. Karyawan dengan tingkat kepuasan kerja yang tinggi memiliki perasaanJurnal Tamaddun Ummah - vol. 1
8
VOL. 01 NO. 1 Oktober 2015
perasaan positif tentang pekerjaannya, sementara karyawan yang tidak puas memiliki perasaan-perasaan negatif tentang pekerjaannya. Locke dalam Luthans (2006) memberikan definisi kepuasan kerja adalah keadaan emosi yang senang atau emosi positif yang berasal dari penilaian pekerjaan atau pengalaman kerja seseorang. Kepuasan kerja merupakan hasil dari persepsi karyawan tentang seberapa baik pekerjaan yang mereka lakukan memberikan hal-hal yang dinilai penting. Kreitner & Kinicki (2010) menjelaskan bahwa lima model kepuasan kerja yang tinggi berfokus pada penyebab yang berbeda. Penyebabnya yaitu need fulfillment, discrepancies, value attaintment, equity dan dispositional/genetic components. Di bawah ini adalah penjelasan dari faktor-faktor penyebab kepuasan kerja menurut Kreitner & Kinicki (2010): 1. Need fulfillment. Model-model ini mengemukakan bahwa kepuasan ditentukan oleh tingkat karakteristik pekerjaan memperkenankan seorang karyawan untuk memenuhi kebutuhannya. 2. Discrepancies. Model ini menjelaskan bahwa kepuasan merupakan hasil yang sesuai dengan harapan. Harapan yang terpenuhi menunjukkan perbedaan antara keinginan karyawan dengan apa yang benar-benar diterima dari hasil ia bekerja. 3. Value Attaintment. Gagasan yang mendasari pencapaian nilai adalah kepuasan dihasilkan dari persepsi bahwa suatu pekerjaan memungkinkan karyawan untuk memenuhi nilai kerja penting yang mereka miliki. 4. Equity. Dalam model ini, kepuasan merupakan sebuah fungsi dari bagaimana seorang karyawan diperlakukan dengan adil di tempat kerja. Kepuasan berasal dari persepsi karyawan bahwa hasil kerja, relatif sama dengan inputnya, bila dibandingan
ISSN : 2477 - 3131
dengan hasil ataupun input orang lain secara signifikan. 5. Dispositional/genetic components. Pada model ini dijelaskan bahwa ada kemungkinan beberapa karyawan di tempat kerja yang terlihat puas pada berbagai situasi kerja, namun ada orang lain yang nampak tidak puas. Secara khusus, model watak/genetik adalah berdasarkan keyakinan bahwa kepuasan kerja adalah sebagian fungsi dari sifat pribadi ataupun faktor genetik. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja menurut Luthans (2006) yaitu sebagai berikut : 1. Pekerjaan itu sendiri, umpan balik dari pekerjaan dan otonomi merupaan dua faktor motivasi utama yang berhubungan dengan pekerjaan. Karakteristik pekerjaan dan kompleksitas pekerjaan menghubungkan antara kepribadian dan kepuasan kerja, dan jika persyaratan dari karyawan terpenuhi, maka karyawan cenderung merasa puas. 2. Gaji, karyawan melihat gaji sebagai refleksi dari bagaimana manajemen memandang kontribusi mereka terhadap perusahaan. Uang tidak hanya membantu orang memperoleh kebutuhan dasar, tetapi juga alat untuk memberikan kebutuhan kepuasan pada tingkat yang lebih tinggi. 3. Promosi, kesempatan promosi memiliki pengaruh yang berbeda pada kepuasan kerja. Hal ini dikarenakan promosi memiliki sejumlah bentuk yang berbeda dan memiliki berbagai penghargaan. Lingkungan kerja yang positif dan kesempatan untuk berkembang secara intelektual dan memperluas keahlian dasar menjadi lebih penting daripada kesempatan promosi. 4. Pengawasan, ada dua dimensi gaya pengawasan yang memengaruhi Jurnal Tamaddun Ummah - vol. 1
9
VOL. 01 NO. 1 Oktober 2015
kepuasan kerja. Yang pertama adalah berpusat pada karyawan, diukur menurut tingkat di mana penyelia menggunakan ketertarikan personal dan peduli pada karyawan. Dimensi yang lain adalah partisipasi atau pengaruh, seperti diilustrasikan oleh manajer yang meungkinkan orang untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan memengaruhi pekerjaan mereka. 5. Kelompok kerja, rekan kerja atau anggota tim yang kooperatif merupakan sumber kepuasan kerja yang paling sederhana pada karyawan secara indivitu. Kelompok kerja, terutama tim yang “kuat”, bertindak sebagai sumber dukungan, kenyamanan, nasihat, dan bantuan pada anggota individu. 6. Kondisi Kerja, berpengaruh kecil terhadap kepuasan kerja. Jika kondisi kerja bagus (misalnya bersih, lingkungan menarik), individu akan lebih mudah menyelesaikan pekerjaan mereka. Akan tetapi jika kondisi kerja buruk (misalnya udara panas, lingkungan bising), individu akan lebih sulit menyelesaikan pekerjaan. Komitmen Organisasi Komitmen organisasi pada karyawan dapat menjadi competitive advantage yang penting. Karyawan yang loyal pada organisasinya cenderung mempunyai sedikit keinginan untuk keluar ataupun dalam tingkat absensi. Komitmen organisasi juga akan meningkatkan kepuasan pelanggan, karna karyawan lama memiliki pengalaman dan pengetahuan tentang praktek kerja yang lebih banyak, selain itu pelanggan lebih suka melakukan bisnis dengan karyawan yang sama (McShane & Von Glinow, 2010). Luthans (2006) menyatakan bahwa komitmen organisasi sering didefinisikan sebagai (1) keinginan kuat untuk tetap sebagai anggota organisasi tertentu; (2) keinginan untuk berusaha keras sesuai keinginan organisasi;dan (3) keyakinan tertentu, dan
ISSN : 2477 - 3131
penerimaan nilai dan tujuan organisasi. Komitmen organisasi merupakan sikap yang merefleksikan loyalitas karyawan pada organisasi dan proses berkelanjutan di mana anggota organisasi mengeksperesikan perhatiannya terhadap organisasi dan keberhasilan serta kemajuan yang berkelanjutan. Robbins & Judge (2008) menyatakan bahwa komitmen organisasi merupakan suatu keadaan ketika seorang karyawan memihak organisasi serta tujuan-tujuan dan keinginannya untuk mempertahankan keanggotaan dalam organisasi tersebut. Dimensi Komitmen Organisasi Tiga model komponen komitmen organisasi yang diajukan oleh Allen & Meyer (1993) dalam Robbins & Judge (2008), adalah sebagai berikut: 1. Komitmen afektif (affective commitment) merupakan perasaan emosional untuk organisasi dan keyakinan dalam nilai-nilainya. Karyawan dengan komitmen afektif yang kuat akan melanjutkan pekerjaannya karena mereka memang ingin melakukannya. 2. Komitmen berkelanjutan (continuance commitment) adalah nilai ekonomi yang dirasa dari bertahan dalam suatu organisasi bila dibandingkan dengan meninggalkan organisasi tersebut. Karyawan yang terikat dengan organisasi berlandaskan komitmen berkelanjutan tetap berada dalam organisasi karena mereka membutuhkan organisasi tersebut. 3. Komitmen normatif (normative commitment) adalah kewajiban untuk bertahan dalam organisasi untuk alasanalasan moral atau etis. Untuk karyawan dengan komitmen normatif yang tinggi, mereka akan bertahan dalam organisasi karena mereka merasa harus tetap berada di dalam organisasi. Jurnal Tamaddun Ummah - vol. 1
10
VOL. 01 NO. 1 Oktober 2015
Masing-masing komponen tersebut dipengaruhi oleh beberapa kumpulan anteseden yang berbeda pula. Anteseden merupakan sesuatu yang menyebabkan bagianbagian komitmen tersebut dapat terjadi. Menurut McShane & Von Glinow (2010), komitmen afektif (affective commitment) berhubungan dengan berbagai macam karakter personal dan locus of control, pengalaman kerja terdahulu, dan kesesuaian nilai-nilai. Sementara itu, karena komitmen berkelanjutan (continuance commitment) merefleksikan perbandingan antara biaya dan manfaat yang didapatkan dibandingkan dengan jika meninggalkan organisasi, antesedennya adalah apapun yang mempengaruhi biaya dan manfaatnya. Misalnya saat seseorang tidak cukup mendapatkan info mengenai alternatif pekerjaan dan jumlah investasi riil ataupun psikologis yang mereka berikan dalam organisasi tersebut. Seorang karyawan akan memiliki komitmen berkelanjutan yang tinggi jika mereka tidak memiliki alternatif pilihan pekerjaan lain, secara aktif terlibat pada komunitasnya, memiliki saham pada perusahaan, ataupun membutuhan bantuan kesehatan untuk keluarganya. Ketiga, komitmen normatif (normative commitment) dipengaruhi oleh proses sosialisasi yang disebut kontrak psikologis (physcological contract). Kontrak psikologis merupakan persepsi seseorang mengenai kondisi timbal-balik di antara dirinya dengan pihak lain. Pada lingkungan kerja, kontrak psikologis menggambarkan kepercayaan karyawan terhadap apa yang berhak mereka terima atas apa yang mereka berikan terhadap organisasi. Penelitian menunjukkan seorang karyawan yang melanggar kontrak psikologis cenderung berhubungan dengan komitmen organisasi, kepuasan kerja dan kinerja yang rendah serta keinginan yang tinggi untuk keluar dari perusahaan (McShane & Von Glinow, 2010). Lebih lanjut McShane & Von Glinow (2010) menjelaskan bahwa jenis komitmen
ISSN : 2477 - 3131
yang menghasilkan keuntungan (beneficial) bagi perusahaan adalah komitmen afektif, sedangkan komitmen berkelanjutan cenderung mengganggu. Faktanya, karyawan dengan level komitmen berkelanjutan yang tinggi cenderung memiliki performance rating yang rendah dan kurang terlibat dalam organizational citizenship behavior. Lebih jauh, kelompok karyawan dengan komitmen berkelanjutan yang tinggi lebih sering mengeluh sementara karyawan dengan komitmen afektif lebih terlibat pada penyelesaian masalah yang bersifat konstruktif. Meskipun keterikatan finansial dibutuhkan, perusahaan sebaiknya tidak menyamakan antara komitmen berkelanjutan dengan loyalitas karyawan. Maka dari itu perusahaan dituntut untuk dapat membangun komitmen afektif selain mengikat karyawan secara finansial terhadap perusahaan atau membangun komitmen berkelanjutan karyawan. (McShane & Von Glinow, 2010).
Cara Meningkatkan Komitmen Organisasi Menurut McShane & Von Glinow (2010), beberapa cara untuk membangun loyalitas terhadap organisasi adalah sebagai berikut: 1. Justice & Support. Organisasi yang memenuhi kewajibannya terhadap karyawan dan menerapkan nilai-nilai kemanusiaan seperti keadilan, rasa hormat, keinginan untuk memaafkan, dan integritas moral cenderung mendapatkan komitmen afektif yang tinggi dari para karyawannya. 2. Shared values. Definisi dari komitmen afektif merujuk pada identifikasi seseorang terhadap organisasi dan bahwa identifikasi yang paling tinggi adalah ketika karyawan meyakini bahwa nilai-nilai mereka sepadan dengan nilai dominan dalam organisasi. Selain itu, karyawan akan merasa lebih nyaman dan dapat diprediksi sikapnya jika Jurnal Tamaddun Ummah - vol. 1
11
VOL. 01 NO. 1 Oktober 2015
mereka sepakat dengan nilai-nilai yang mendasari pengambilan keputusan pada perusahaan. Kenyamanan ini akan meningkatkan motivasi mereka untuk tetap berada pada organisasi. 3. Trust. Hal ini berkenaan dengan ekspektasi positif seseorang terhadap orang lain dalam situasi yang melibatkan risiko. Trust yaitu menempatkan rasa yakin kepada orang lain ataupun kelompok. Selain itu kepercayaan merupakan hasil dari timbal balik, misalnya karyawan akan merasa berkewajiban dan bertanggungjawab melaksanakan tugas dari perusahaan ketika mereka mempercayai pemimpinnya. 4. Organizational Comprehension. Hal ini berhubungan dengan bagaimana karyawan memahami dengan baik arahan strategis, dinamika sosial dan rancangan fisik organisasi. Kesadaran akan hal tersebut merupakan prasyarat yang dibutuhkan untuk membangun komitmen afektif karena akan sulit untuk mengidentifikasi sesuatu yang tidak diketahui dengan baik. 5. Employee involvement. Keterlibatan karyawan akan meningkatkan komitmen afektif dengan menguatkan identitas sosial karyawan dengan perusahaan. Karyawan merasa bahwa mereka adalah bagian dari perusahaan ketika mereka berpartisipasi dalam keputusan yang akan mengarahkan masa depan perusahaan. Pengaruh etika kerja Islam terhadap kinerja karyawan Hasil pengujian pada variabel etika kerja Islamterhadap kinerja karyawan di Institut Agama Islam Tafaqquh Fiddin Dumai, berdasarkan analisa yang telah dilakukan dalam penelitian ini, bahwa etika kerja Islam berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan pada Institut Agama Islam Tafaqquh Fiddin Dumai. Dimana, jika etika
ISSN : 2477 - 3131
kerja Islam karyawan meningkat 1persen maka kinerja karyawan akan bertambah sebesar 0,516 %. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sutono dan Budiman (2009), Satoto (2010), Zama’syari (2010), dan Indica (2013) menyatakan bahwa variabel etos kerja Islami berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan. Pengaruh kepuasan kinerja karyawan
kerjaterhadap
Hasil pengujian pada variabel kepuasan kerjaterhadap kinerja karyawan di Institut Agama Islam Tafaqquh Fiddin Dumai. Berdasarkan analisa yang telah dilakukan dalam penelitian ini, bahwa kepuasan kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan di Institut Agama Islam Tafaqquh Fiddin Dumai. Dimana, jika kepuasan kerja karyawan meningkat 1 persen maka kinerja karyawan bertambah sebesar 0,296 %. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Al Ahmadi (2009), kinerja karyawan ditemukan berhubungan positif dengan kepuasan kerja secara keseluruhan (segi kepuasan meliputi kepuasan dengan pekerjaan itu sendiri, supervisi, hubungan dalam kerja, pembayaran, kesempatan promosi, dan kondisi kerja). Beberapa peneliti tidak menemukan hubungan antara kinerja karyawan dan kepuasan kerja. Crossman & Zaki (2003) mengadakan penelitian dan menyatakan tidak ada hubungan yang signifikan antara kepuasan kerja dan kinerja karyawan Pengaruh komitmen organisasi terhadap kinerja karyawan Hasil pengujian pada variabel komitmen organisasiterhadap kinerja karyawan di Institut Agama Islam Tafaqquh Fiddin Dumai. Berdasarkan analisa yang telah dilakukan dalam penelitian ini, bahwa komitmen Jurnal Tamaddun Ummah - vol. 1
12
VOL. 01 NO. 1 Oktober 2015
organisasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan di Institut Agama Islam Tafaqquh Fiddin Dumai. Dimana, jika komitmen organisasi meningkat 1 persen maka kinerja karyawan bertambah sebesar 0,346 %. Komitmen organisasi merupakan faktor penting untuk meningkatkan kinerja organisasi. Suliman & Iles (2000) menemukan bahwa ada hubungan positif di antara komitmen organisasi dan kinerja karyawan. Al-Ahmadi (2009) melakukan studi terhadap 923 perawat pada rumah sakit di Riyadh, Arab Saudi mengenai hubungan antara kinerja karyawan dengan kepuasan kerja dan komitmen organisasi. Kinerja karyawan juga berhubungan positif dengan komitmen organisasi, yang mengkonfirmasikan penemuan oleh peneliti-peneliti terdahulu bahwa komitmen organisasi merupakan determinan yang kuat dari kinerja karyawan (Al-Meer, 1995 dalam Al-Ahmadi, 2009). Dilain pihak, Mowday et al. (1982 dalam Carmeli & Freund, 2004) menyatakan bahwa temuan dari studi komitmen organisasi adalah hubungan yang tidak signifikan antara komitmen organisasi dan kinerja karyawan. Chen et al. (2007) mengadakan penelitian mengenai praktek sumber daya manusia, kekuatan sumberdaya manusia, komitmen afektif, dan kinerja karyawan. Dampak komitmen pada kinerja karyawan tidak signifikan secara relatif (Raja et al., 2004)
ISSN : 2477 - 3131
kerja,komitmen organisasi terhadap kinerja karyawan sebesar 50,4 persen. Halini sesuai dengan penemuan Falah (2007) bahwa untuk meningkatkan kinerja, manajemen perusahaan perlu memperhatikan faktorfaktor seperti etika kerja Islam, kepuasan kerja, dan komitmen organisasi karena faktorfaktor tersebut terbukti mempengaruhi tinggi rendahnya kinerja karyawan. Kesimpulan Pengaruh etika kerja Islam, kepuasan kerja, komitmen organisasi terhadap kinerja karyawan studi kasus pada Institut Agama Islam Tafaqquh Fiddin Dumai. dapat disimpulkan bahwa etika kerja Islam berpengaruh secara signifikan dengan kinerja karyawan Institut Agama Islam Tafaqquh Fiddin Dumai. Kepuasan kerja berpengaruh secara signifikan dengan kinerja karyawan Institut Agama Islam Tafaqquh Fiddin Dumai. Komitmen organisasi berpengaruh secara signifikan dengan kinerja karyawan Institut Agama Islam Tafaqquh Fiddin Dumai. Etika kerja Islam, kepuasan kerja, komitmen organisasi secara bersama-sama berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja karyawan Institut Agama Islam Tafaqquh Fiddin Dumai.
Pengaruh etika kerja Islam, kepuasan kerja, komitmen organisasi terhadap kinerja karyawan Hasil pengujian pada variabel etika kerja Islam, kepuasan kerja,komitmen organisasi di Institut Agama Islam Tafaqquh Fiddin Dumai. Berdasarkan analisa yang telah dilakukan dalam penelitian ini, bahwa secara simultan etika kerja Islam, kepuasan kerja,komitmen organisasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan di Institut Agama Islam Tafaqquh Fiddin Dumai.Kontribusi variabel etika kerja Islam, kepuasan Jurnal Tamaddun Ummah - vol. 1
13
VOL. 01 NO. 1 Oktober 2015
Daftar Pustaka Accounting System,” Journal of Management Accounting Research 10 (Fall): 325346. Ahmad, S & Owoyemi, M. Y. 2012. “The Concept of Islamic Work Ethic: An Analysis of Some Salient Points in the Prophetic Tradition”. International Journal of Business and Social Science, Vol. 3 No. 20, pp. 116-123. Ali, A &Al Owaihan. (2008). Islamc Work Ethic in Kuwait. Journal of Manusiament Development, Vo. 14. Asifudin, Ahmad Janan. (2004). Etika Kerja Islam. Penerbit Universitas Muhammadiyah Surakarta. Azwar. 2001. Penggunaan Uji Validitas dengan Tekhnik Pearson Product Moment. Jakarta: Rineka Cipta. Barbash, Jack. (1983). The Work Ethic A Critical Analysis. Industrial Relatioan Reaseach Association Services. Eddie Gunadi Martokusumo, 2002. Minimnya CIA di Indonesia, Auditor Internal Edisi September 2002, hal. 21-22. Fandy T. & Anastasia D. (1995), Total Quality Management, Andy Offset, Yogyakarta. Ghozali, Imam. 2001. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang. Goetsch dan Davis, 1994 dalam Nasution (2005), Manajemen Mutu Terpadu: Total Quality Management,Edisi Kedua, Ghalia Indonesia, Bogor: 14-18. Gujarati, Damodar N. 1995. Basic Econometrics, 4rd Ed, Newyork: McGraw-Hill Inc. Haroon, Muhammad and Zaman Hafiz Muhammad Fakhar (2012). The Relationship between Islamc Work Ethics and Job Satisfaction in Healthcare Sector of Pakistan. International Journal of Contemporary Bussines Studies Vol.3 Mahoney, T, A., T. H. Jerdee and S. J. Carroll. 1963. Development of Managerial Performance: A Research Approach, Cincinnati: South Western Publ. Co. Milgrom, P. and J. Roberts. 1990. “The Economics of Modern Manufacturing Technology, Strategy, and Organization,” The American Economic Review (June): 511-528.
ISSN : 2477 - 3131
Mulyadi. 1998. Total Quality Management, Edisi I, Aditya Media, Yogyakarta. Johny. 1999, Sistem Perencanaan Pengendalian Manajemen: Sistem Pelipat Ganda Kinerja Perusahaan, Edisi I, Aditya Media, Yogyakarta. Narasimhan. 1995:The Definition of TQM, Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 2. No. 3, Juni 1995: 674-676. Nasution, M. N., 2005. Manajemen Mutu Terpadu: Total Quality Management, Edisi Kedua, Ghalia Indonesia, Bogor. Rand, R.S. 1994. Samurai Audit Manager’s Readiness for TQM, Internal Auditing, Vol. 9 No. 3, pp. 23-31. Rivai, Veithzal dan Ahmad Fawzi Mohd. Basri, 2005. Performance Appraisal: Sistem yang tepat untuk menilai kinerja karyawan dan meningkatkan daya saing perusahaan, PT. Rajagrafindo Persada, Jakarta. Sim, K. L. and L. N. Killough. 1998. “The Performance Effect of Complementarities between Manufacturing Practice and Management. Simamora, Henry (2001), Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta: Bina Rupa Aksara. Singarimbun, M. dan Effendi, S. (2005), Metode Penelitian Survai, Jakarta: LP3ES. Sudarwanto, Barno, Meningkatkan Mutu Perusahaan Melalui ISO 9000:2000, Harian Umum Suara Pembaruan, Kolom Opini, Edisi Minggu, 28 Februari 1999. Sukmadinata, Nana Syaodih, 2007. Landasan Psikologi Proses Pendidikan, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, Cet.III Tohardi, Akhmad, 2002, Manajemen Sumber Daya Manusia Untuk Perusahaan, PT. Raja Gravindo Persada, Jakarta. Wahyudi, 2008, Analisis Hubungan Praktek TQM, Kinerja Bisnis dan Kepuasan Konsumen pada Industri Manufaktur, Jurnal Akuntansi 2008: Universitas Janabadra.
Jurnal Tamaddun Ummah - vol. 1
14