PENGARUH DEW POINT TERHADAP KINERJA DAN TEMPERATUR MINIMUM PENGERINGAN VITAMIN C PADA PENGERING SEMPROT Achmad Lestari, Engkos Ahmad Kosasih Departemen Teknik Mesin, Fakultas Teknik Universitas Indonesia
[email protected]
Abstrak Pengujian dilakukan untuk mengetahui hubungan antara dew point dengan temperature pengeringan minimum dan kinerja pengeringan pada pengering semprot di Lab Perpindahan Kalor dan Massa Departemen Teknik Mesin Universitas Indonesia. Variasi dew point 9,22 [0C], 16,49 [0C], dan 22,62 [0C] diujicobakan bersama laju aliran udara sebesar 17,1; 17,3; 18,1; 24,2; 24,5; 25,6; 29,6; 30 dan 31,3 [m³/jam], tekanan nozzle pneumatik 1 [bar]; 2 [bar];dan 3 [bar], laju aliran bahan 0,15 [l/jam], kelembaban spesifik 0,00722; 0,01171; dan 0,01732 [kg/kg dry air]. Dari percobaan yang sudah dilakukan terhadap vitamin c murni, ternyata dew point mempengaruhi temperatur minimum pengeringan. Pada dew point yang lebih rendah maka temperatur pengeringannya semakin rendah pula, pada dew point yang sama, semakin besar laju aliran udara, maka semakin rendah temperature minimum pengeringan, pada dew point yang sama, maka temperatur pengeringan akan lebih rendah seiring dengan lebih besarnya tekanan udara pada noozle. Selain itu, dew point juga berpengaruh pada kinerja pengeringan.
Influence Of Dew Point On Performance Of Drying And Minimum Drying Temperature Of Drying Vitamin C By Spray Drying Abstract Tests conducted to determine the relationship between the dew point with minimum drying temperature and performance of drying on the spray drying in Laboratory Heat and Mass Transfer Department of Mechanical Engineering, University of Indonesia. Variation of dew point 9,22 [0C], 16,49 [0C], dan 22,62 [0C] tested along with air flow rate of 17,1; 17,3; 18,1; 24,2; 24,5; 25,6; 29,6; 30 and 31,3 [m³/hour] pressure pneumatic nozzle 1 [bar]; 2[bar] and 3 [bar], 0,15 [l/hour] fuel flow rate humidity specific 0,007631; 0,012128; dan 0,017394 [kg/kg dry air]. From the experiments that have been carried out on pure vitamin c, it turns the dew point affects the minimum temperature the lower the dew point, the lower the drying temperature. In the same dew point, the greater air flow rate , the lower the drying temperature . In the same dew point, the greater noozle air pressure, the lower drying temperature. The dew point also influence on performance of drying. Key word : Dew Point; Minimum Temperature; Performance of Drying
1. PENDAHULUAN Metode pengeringan semprot (spray drying) merupakan salah satu teknik yang digunakan secara ekstensif pada industri pangan dan obat, dan digunakan pada kondisi optimal untuk memperoleh produk berupa serbuk (Mahboubeh Fazaeli et al., 2012). Spray Drying banyak digunakan untuk memproduksi serbuk dari buah-buahan (Renata V. Tonon et
Pengaruh dew…, Achmad Lestari, FT UI, 2013
al., 2008). Spray Drying digunakan sangat luas pada proses manufaktur yang menggunakan fase aerosol untuk mengeringkan partikel. Tekhnologi ini telah diaplikasikan pada banyak lingkup antara lain : makanan, farmasi, keramik, polimer, dan industri kimia (Reinhard Vehring et al., 2007) Saat ini proses spray drying memiliki kendala – kendala yaitu rendahnya effisiensi serta tingginya temperatur udara pengering yang dapat merusak kandungan vitamin, protein, dan β-carotene pada material yang akan dikeringkan (Kevin Mis Solval et al., 2011) serta kadar gula yang berakibat pada rendahnya glass transition temperature (Tg) (Goula & Adomopoulos, 2004) yaitu fase yang terjadi setelah tahap pengeringan terlewati dimana partikel yang semula padat berubah menjadi lunak cair menyerupai karet (Peng Zhu et al., 2011). Sehingga material mudah lengket dan menempel pada dinding chamber. Hal ini tidak diinginkan karena material yang menempel dan terakumulasi di dinding chamber dapat menjadi hangus dan nantinya akan mengkontaminasi produk yang lain (Goula & Adomopoulos, 2004) Untuk menurunkan suhu pengeringan, maka spray dryer dikombinasikan dengan freeze drying menggunakan nitrogen (Wang et.al.,2006) atau dikombinasikan dengan fludised bed drying (Ronsse, 2007). Namun, cara pertama terlalu mahal jika untuk mengeringkan sari buah dan cara kedua tidak cocok untuk sari buah karena kadar air yang tinggi dan lengket. Alternatif lain adalah kombinasi dengan vacum drying atau kombinasi dengan dehumidifier. Mengingat kelembaban spesifik udara di Indonesia tinggi, maka pada penelitian ini spray drying akan dikombinasikan dengan dehumidifier sehingga kelembaban spesifik udara pengering menjadi rendah dan mengakibatkan laju penguapan menjadi tinggi, dengan demikian suhu udara pengering bisa diturunkan. Penelitian ini menggunakan metode pengeringan dengan cara mengolah vitamin c murni
menjadi bubuk, pembuatan bubuk vitamin c murni dilakukan menggunakan alat
pengering semprot. Keuntungan bubuk vitamin c adalah lebih mudah dikemas dan didistribusikan karena volumenya lebih kecil, dengan metode pengering semprot diharapkan dapat menghasilkan bubuk buah vitamin c yang berkualitas. Dalam proses pengeringan terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi hasil pengeringan, diantaranya adalah temperatur udara panas, laju aliran bahan, laju aliran udara, kelembaban, dew point dan rasio zat aditif dengan bahan. Teknologi penghidratan vitamin c
Pengaruh dew…, Achmad Lestari, FT UI, 2013
murni pada penelitian ini menggunakan spray drying yang terdapat pada labolatorium heat transfer Universitas Indonesia. 2. METODE PENELITIAN 2.1. Bahan Uji Penelitian ini menggunakan vitamin c murni dicampurkan dengan aqudes dan maltodextrin. 2.1.2 Variasi uji Variasi parameter penelitian yang dipilih berdasarkan analisa penelitian yang akan dilakukan adalah: 1. Kelembaban udara spesifik udara masuk dengan dehumidifier 0,00722 [kg/kg dry air] dan 0,001171 [kg/kg dry air] 2. Kelembaban udara spesifik udara masuk tanpa dehumidifier 0,01732 [kg/kg dry air] 3. Aliran bahan pada yaitu 0,15 [liter/jam] 4. Tekanan udara pnuematik pada nozzle 1 [bar], 2 [bar], dan 3 [bar] 5. Variasi ketinggian manometer, yaitu 0,005 [m], 0,01 [m], 0,015 [m] 6. Dew point menggunakan dehumidifier yang dijadikan parameter, yaitu 9,22 [0C], 16,49 [0C], dan dew point lingkungan tanpa dehumidifier 22,62 [0C] 2.2. Spray Drying 1.
Wadah produk cair Produk yang disiapkan adalah vitamin c murni dengan tambahan bahan pengisi maltodextrin, dan aquades.
Gambar 3.1 Wadah produk
Pengaruh dew…, Achmad Lestari, FT UI, 2013
2.
Pompa booster Adalah alat pengumpan aliran produk ke pompa peristaltic.
Gambar 3.2 Booster pump
3.
Pompa peristaltic Adalah alat pengatur laju aliran produk yang di teruskan ke nozzle pada drying chamber.
Gambar 3.3 Pompa peristaltic
4.
Regulator tekanan udara Sebagai alat pengatur tekanan udara kluar nozzle
Pengaruh dew…, Achmad Lestari, FT UI, 2013
Gambar 3.4 Regulator 5.
Pneumatic nozzle Alat atomizer partikel sari buah tomat
Gambar 3.5 Nozzle 6.
Blower udara Sebagai penyedia udara lingkungan
Gambar 3.6 Blower 7.
Dehumidifier Alat pengkondisian udara
Pengaruh dew…, Achmad Lestari, FT UI, 2013
Gambar 3.7 Dehumidifier 8.
Manometer air dan orifice
Gambar 3.8 Manometer dan Orifice
9.
Pemanas udara dan panel listik
Gambar 3.9 Air heater dan panel listrik
10.
Drying chamber, cyclone dan penampung bubuk produk
Pengaruh dew…, Achmad Lestari, FT UI, 2013
Gambar 3.10 Drying chamber, cyclone dan penampung bubuk
3. HASIL & PEMBAHASAN 3.1 Data Eksperimen Vitamin C Murni Dari hasil percobaan yang dilakukan dengan variasi parameter pengeringan yang telah diungkapkan pada sub bab 3.3 didapatkan data – data eksperimen yang ditampilkan pada grafik – grafik berikut dengan table yang dapat dilihat pada bagian lampiran
80
Temperatur Pengeringan 0C
70 60 50
Ke-nggian manometer 0,005 m
40
Ke-nggian manometer 0,01 m
30
Ke-nggian manometer 0,015 m
20 10 0 0
5
10 15 Dew Point 0C
20
25
Gambar 4.1 Pengaruh Dew point vs Temperatur pengeringan vitamin c murni (0,15 [l/jam], 1 [bar])
Pengaruh dew…, Achmad Lestari, FT UI, 2013
Temperatur Pengeringan 0C
70 60 50 Ke-nggian manometer 0,005 m
40 30
Ke-nggian manometer 0,01 m
20
Ke-nggian manometer 0,015 m
10 0 0
5
10
15
20
25
Dew Point 0C Gambar 4.2 Pengaruh Dew point vs temperatur pengeringan vitamin c murni (0,15 [l/h], 2 [bar])
Temperatur Pengeringan 0C
60 50 40
Ke-nggian manometer 0,005 m
30 20
Ke-nggian manometer 0,01 m
10
Ke-nggian manometer 0,015 m
0 0
5
10
15
20
25
Dew Point 0C
Gambar 4.3 Pengaruh Dew point vs laju pengeringan vitamin c murni (0,15 [l/h], 3 [bar])
Pada ketinggian manometer 0,005 [m], 0,01 [m], dan 0,015 [m] ketika dew point 9,22 [0C] memiliki debit udara 17,1 [m³/jam], 24,2 [m³/jam], dan 29,6 [m³/jam]. Pada ketinggian manometer 0,005 [m], 0,01 [m], dan 0,015 [m] ketika dew point 16,49 [0C] memiliki debit udara 17,3 [m³/jam], 24,5 [m³/jam], 30 [m³/jam]. Pada ketinggian manometer 0,005 [m], 0,01 [m], dan 0,015 [m] ketika dew point 22,62 [0C] memiliki debit udara 18,1 [m³/jam], 25,6 [m³/jam], dan 31,3 [m³/jam]. Pada grafik diatas, pengujian pada vitamin c murni dengan campuran maltodextrin, terlihat bahwa dengan dew point yang lebih rendah maka temperatur pengeringannya semakin
Pengaruh dew…, Achmad Lestari, FT UI, 2013
rendah pula. Pada grafik diatas juga dapat terlihat bahwa dengan dew point yang sama, maka temperatur pengeringan akan lebih rendah seiring dengan ketinggian manometer yang lebih tinggi (debit udara yang lebih besar). Selain itu, pada grafik diatas dapat terlihat pula dengan dew point yang sama, maka temperatur pengeringan akan lebih rendah seiring dengan lebih besarnya tekanan udara pada nozzle. Temperature pengeringan minimum didapatkan sebesar 39 [OC] dengan variable rasio kelembaban sebesar 0,00722 [kg/kg dry air], laju aliran bahan sebesar Qudara = 29,6 [m3/jam] dan tekanan nozzle sebesar 3 [bar]. Pada pengujian ini, temperature pengeringan maksimum sebesar 72 [OC] dengan variable rasio kelembaban sebesar 0,0172 [kg/kg dry air], Qudara sebesar 18,1 [m3/jam] dan tekanan nozzle sebesar 1 [bar]. 1.2
Kinerja Pengeringan
1 0.8
Ke-nggian manometer 0,005 m
0.6 0.4
Ke-nggian manometer 0,01 m
0.2
Ke-nggian manometer 0,015 m
0 0
5
10
15
20
25
Dew Point 0C Gambar 4.4 Pengaruh Dew point vs kinerja pengeringan vitamin c murni (0,15 [l/h], 1 [bar])
Pengaruh dew…, Achmad Lestari, FT UI, 2013
1.2
Kinerja Pengeringan
1 0.8
Ke-nggian manometer 0,005 m
0.6 0.4
Ke-nggian manometer 0,01 m
0.2
Ke-nggian manometer 0,015 m
0 0
5
10
15
20
25
Dew Point 0C
Gambar 4.5 Pengaruh Dew point vs kinerja pengeringan vitamin c murni (0,15 [l/h], 2 [bar])
1.6
Kinerja Pengeringan
1.4 1.2 Ke-nggian manometer 0,005 m
1 0.8
Ke-nggian manometer 0,01 m
0.6 0.4
Ke-nggian manometer 0,015 m
0.2 0 0
5
10
15
20
25
Dew Point 0C
Gambar 4.6 Pengaruh Dew point vs kinerja pengeringan vitamin c murni (0,15 [l/h], 3 [bar])
Pada grafik diatas, pengujian pada vitamin c murni dengan campuran maltodextrin ,terlihat bahwa pada kondisi laju aliran bahan 0,15 [l/jam] dan tekanan udara nozzle 1 [bar], dengan dew point yang lebih rendah maka kinerja pengeringannya semakin besar. Pada kondisi ini juga dapat terlihat bahwa dengan dew point yang sama, maka kinerja pengeringan akan lebih rendah seiring dengan ketinggian manometer yang lebih tinggi (debit udara yang lebih besar).
Pengaruh dew…, Achmad Lestari, FT UI, 2013
Pada kondisi laju aliran bahan 0,15 [l/jam] dan tekanan udara nozzle 2 [bar], dew point 16,49 [0C] memiliki kinerja pengeringan terbesar pada debit udara 30,2 [m3/jam]. Sedangkan pada dew point 9,22 [0C] dan 22,62 [0C], semakin besar debit udara maka semakin rendah kinerja pengeringannya. Adanya perbedaan grafik pada kondisi tekanan udara nozzle 2 [bar] ini dipengaruhi oleh pemakaian daya kompresor. Daya kompresor yang dibutuhkan untuk pengeringan pada saat ketinggian manometer 0,015 [m] dan dew point 16,49 [0C] jauh lebih kecil daripada ketika dew point 9,22 [0C]. Walaupun pemakaian daya heater untuk pengeringan pada dew point 9,22 [0C] lebih kecil daripada ketika dew point 16,49 [0C], perbedaan daya kompresor yang jauh lebih kecil pada dew point 16,49 [0C] akan mengakibatkan daya total untuk pengeringan ketika dew point 16,49 [0C] lebih kecil dari pada dew point 9,22 [0C]. Sehingga, Kinerja pengeringan untuk dew point 16,49 [0C] akan lebih tinggi daripada dew point 9,22 [0C] . Pada kondisi laju aliran bahan 0,15 [l/jam] dan tekanan udara nozzle 3 [bar], pada setiap variasi ketinggian manometer, dew point 16,49 [0C] memiliki kinerja pengeringan paling besar. Hal ini dipengaruhi oleh pemakaian daya kompresor. Daya kompresor yang dibutuhkan untuk pengeringan pada saat ketinggian manometer 0,015 [m] dan dew point 16,49 [0C] jauh lebih kecil daripada ketika dew point 9,22 [0C]. Walaupun pemakaian daya heater untuk pengeringan pada dew point 9,22 [0C] lebih kecil daripada ketika dew point 16,49 [0C], perbedaan daya kompresor yang jauh lebih kecil pada dew point 16,49 [0C] akan mengakibatkan daya total untuk pengeringan ketika dew point 16,49 [0C] lebih kecil dari pada dew point 9,22 [0C]. Sehingga, Kinerja pengeringan untuk dew point 16,49 [0C] akan lebih tinggi daripada dew point 9,22 [0C] .Pada kondisi ini juga terlihat, semakin semakin besar debit udara maka semakin kecil kinerja pengeringannya. Kinerja pengeringan maksimum didapatkan pada variable rasio kelembaban sebesar 0,01171 [kg/kg dry air], laju aliran bahan sebesar Qudara = 17,3 [m3/jam] dan tekanan nozzle sebesar 3 [bar]. Pada pengujian ini, kinerja pengeringan minimum didapatkan variable rasio kelembaban sebesar 0,01732 [kg/kg dry air], laju aliran bahan sebesar Qudara = 31,3 [m3/jam] dan tekanan nozzle sebesar 1 [bar].
4. KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisa maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Pada dew point yang sama, semakin besar laju aliran udara, maka semakin rendah temperature minimum pengeringan.
Pengaruh dew…, Achmad Lestari, FT UI, 2013
2. Pada dew point yang sama, maka temperatur pengeringan akan lebih rendah seiring dengan lebih besarnya tekanan udara pada noozle. 3. pada kondisi laju aliran bahan 0,15 [l/jam] dan tekanan udara nozzle 1 [bar], dengan dew point yang lebih rendah maka kinerja pengeringannya semakin besar. Pada kondisi ini juga dapat terlihat bahwa dengan dew point yang sama, maka kinerja pengeringan akan lebih rendah seiring dengan ketinggian manometer yang lebih tinggi (debit udara yang lebih besar). 4. pada kondisi laju aliran bahan 0,15 [l/jam] dan tekanan udara nozzle 2 [bar], dew point 16,49 [0C] memiliki kinerja pengeringan terbesar pada debit udara 30,2 [m3/jam]. Sedangkan pada dew point 9,22 [0C] dan 22,62 [0C], semakin besar debit udara maka semakin rendah kinerja pengeringannya 5. pada kondisi laju aliran bahan 0,15 [l/jam] dan tekanan udara nozzle 3 [bar], pada setiap variasi debit udara, dew point 16,49 [0C] memiliki kinerja pengeringan paling besar. Pada kondisi ini juga terlihat, semakin besar debit udara maka semakin kecil kinerja pengeringannya. DAFTAR REFERENSI Anthanasia M. Goula, Konstantinos G. Adamopoulos. (2009). A new technique for spray drying orange juice. Innovative food science and engineering technologies 11 342-351
Arun S Mujumdar, Sachin V Jangam, (2011). INDUSTRIAL DRYING: Principles and Practice Lecture notes. M3TC, NUS, Singapore ASHRAE (2009).American Society of Heating Refrigerating and Air-Conditioning Engineers, Inc. Brennan, James G..2006. Food Processing Handbook. Weinheim : WILEY-VCH Verlag GmbH & Co. KGaA. Cai,
Y.Z.and
Corke,
H.
(2000),
Production
and
properties
amaranthusbetacyanin pigments. Journal of Food Science, 65, 1248-1252
Pengaruh dew…, Achmad Lestari, FT UI, 2013
of
spray-dried
Cano-Chauca. M, P.C. Stringheta, A.M. Ramos, J. Cal-Vidal, Effect of the carriers on the microstructure of mango powder obtained by spray drying and its functional characterization, Innovative Food Science and Emerging Technologies 6 (2005) 420 – 428. Desobry, S. A ; Netto, F.M. andLabuza, T.P. (1997),Comparison of spray-drying, drumdrying and freeze-drying for β-carotene encapsulation and preservation. Journal of Food Science, 62, 1158-1162 Fazaeli. M, Emam-Djomeh. Z, Ashtari A.K, Omid .M, Effect of spray drying conditions and feed composition on the physical properties of black mulberry juice powder, Transfer Properties Lab (TPL), Department of Food Science and Technology, Faculty of Agricultural Engineering and Technology,University of Tehran, 31587-11167 Karadj, Iran. Fengxia Liu, Xiamin Cao, Houyin Wang, Xiaojun Liao (2010). Changes of tomato powder qualities
during
storage.
Powder
Technology
204
(2010)
159–166,
www.el
sevier.com/locate/powtec Hidayat, Hall, Carl W. (2006). Handbook of industrial drying, Taylor & Francis Grop, LLC. Hidayat, Maulana. (2012). Perbandingan Kinerja Semprot dengan Pemanfaatan Dehumidifier. Depok: Universitas Indonesia. Jung, H.C. and Wells, W.W. 1997. Spontaneous Conversion of L-Dehydroascorbic Acid to L-Ascorbic Acid and L-Erythroascorbic Acid. Biochemistry & Biophysic Article. 355:9-14. Klaui, H., & Bauernfeind, J. C. (1981).Carotenoids as colorants and vitamin A precursors. UK, London: Academic Press, pp. 47–105. Masters, K. (1991) Spray Drying Handbook, 5th ed. London, Longman Scientific and Technical. Mujumdar, Arun S, 2006. Handbook of Industrial Drying 3rd Edition. CRC Press.
Pengaruh dew…, Achmad Lestari, FT UI, 2013
Nguyen, L. M. and J. S. Schwartz, 1999. Lycopene : Chemical and Biological Properties. J. Food Tech., 53(2): 38-45.
Passos, M.L., Birchal, V.S. Manipulating physical properties of powder -Volume 1, Ed. Woo, M.W., Mujumdar, A.S. and Daud, W.R.W., 2010, ISBN - 978-981-08-6270-1, Published in Singapore, pp. 37-60.Hall, Carl W. (2006). Handbook of industrial drying, Taylor & Francis Grop, LLC.
Sachin V Jangam, Chung Lim Law, Arun S Mujumdar, (2011). Drying of Foods, Vegetables and Fruits (Volume 2). ISBN: 978-981-08-7985-3 Treybal, R.E.,(1981). Mass Transfer Operations: Chapter Humidification and Drying. McGraw-Hill.
Pengaruh dew…, Achmad Lestari, FT UI, 2013