PENGARUH DEBIT BAHAN TERHADAP KINERJA DAN TEMPERATUR MINIMUM PENGERING SEMPROT Dr. Ir. Engkos A. Kosasih M.T, Wilis Kurniawan Departemen Teknik Mesin, Universitas Indonesia Gedung DTM FTUI, Kampus Baru UI Depok 16424 Telp.: (021) 7270032, 7864089 ext. 231 & 232 Fax.: (021) 7270033 E-mail:
[email protected],
[email protected]
Abstrak Pengujian dilakukan untuk mengetahui hubungan antara temperature pengeringan dengan laju pengeringan pada pengering semprot di lab perpindahan massa departemen teknik mesin Universitas Indonesia. Variasi laju aliran udara sebesar 17.1; 24.2; dan 29.6 [m³/jam] diujicobakan bersama dengan tekanan nozzle 1 [bar], laju aliran bahan 0.15 [l/jam] , 0.3 [l/jam] dan 0.45 [l/jam] , dew point 10 , 17 , dan 23 (ambient) [0C], sebanyak 27 proses untuk vitamin C. Dari percobaan yang sudah dilakukan, ternyata laju aliran udara mempengaruhi temperatur minimum pengeringan semakin besar laju aliran udara, maka semakin rendah temperatur pengeringan. Namun kita akan memafaatkan nilai kalor yang terbuang untuk dapat digunakan sebagai pemanas udara sebelum masuk heater. Guna
Pada percobaan vitamin C pun laju aliran udara, dew point serta laju aliran bahan masuk
mempengaruhi temperatur pengeringan dan kinerja pengeringan. Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui masalah – masalah apa saja yang timbul. Abstract Spray Tests conducted to determine the relationship between the drying temperature with air flow rate on the spray drying in laboratory mass transfer department of mechanical engineering, University of Indonesia. Variation of air flow rate of 17.1; 24.2; dan 29.6; [m³/hour] tested along with pressure pneumatic nozzle 1 [bar] 0.15 fuel flow rate [l/hour] 0.3 [l/jam] dan 0.45 [l/jam], dew point 10 , 17 [0C], dan ambient, 27 process for vitamin C. From the experiments that have been carried out on the water, it turns the air flow rate affects the minimum temperature the greater the drying air flow rate, the lower the drying temperature. Then experiments on vitamin C, intake air flow, dew point of air and flow rate of vit c, also affects the drying temperature. This test aims to determine any issue that arises then most effect to the performance of drying that we can highly increase with modified liked heat pump drying. The heat of condenser that we can use it as possible as we can to heating air before heater apparatus.
Keywords: vitamin c; maltodextrin; minimum temperature, spray drying ,drying performance 1 Universitas Indonesia Pengaruh debit…, Wilis Kurniawan, FT UI, 2013
2
1.
1. Pendahuluan
dewpoint udara pengering serta laju bahan
dengan cara mengurangi kadar air sampai batas
juga
akan
menurunkan
kualitas
bahkan
perubahan
warna
pada
terhadap kinerja pengeringan. 2.
temperatur
yang kering dan tidak lengket 3.
dipengaruhi
oleh
pengkondisian
udara
Batasan masalah 1.
2005b ) bahwa degradasi vitamin meningkat dengan
peningkatan
temperatur
udara
yang
2.
mempengaruhi hasil pengeringan, diantaranya adalah temperatur udara panas, laju aliran bahan, laju aliran udara, kelembaban dan rasio zat aditif dengan bahan.
semprot
yang
heat
adalah terdapat
transfer
mesin pada
Universitas
Kondisi lingkungan dianggap ideal selama melakukan eksperimen.
3.
Eksperimen menggunakan bahan Vitamin C dengan
campuran
maltodextrin
dan
menggunakan air murni sebagai template
mencapai suatu kondisi optimum (segi heat kinerja pengeringan adalah faktor yang dapat
digunakan
Indonesia.
masuk[10]. Tetapi kita juga ingin kinerja dapat balance) dan beberapa factor yang berperan dalam
yang
laboratorium
temperatur, laju aliran udara ), kondisi bahan ( atomisasi [7][8][9]. Menurut Adamapoulos (
Mesin
pengering
(
bahan pengisi, laju aliran bahan ), dan kecepatan
hasil
partikel.
mengalami penurunan kadar kandungan vitamin
tinggi [6]. Selama proses spray drying yang
menganalisa
yang berbeda pada masing–masing serbuk
C merupakan salah satu bahan yang akan
dapat terdegradasi karena suhu
dan
udara, flow bahan dan kelembaban udara
Pada proses pengeringan semprot, vitamin
[5]. Vitamin C
Membandingkan
beberapa produk dengan temperatur, flow
tertentu[1].
akibat pengeringan dengan suhu yang tinggi [3] [4]
Mendapatkan setting variabel parameter yang optimum sehingga didapatkan hasil produk
kandungan
materialnya, misal serat, kandungan vitamin dan
temperatur
pengaruh variasi laju aliran udara dan
digunakan untuk pengawetan makanan yaitu
jangka waktu lama. Efek lainnya dari pengeringan
karakteristik
minimum pengeringan vitamin C yaitu
Pada industri pangan proses pengeringan
tertentu pada bahan tersebut untuk disimpan dalam
Mengetahui
temperatur minimalnya. 4.
Debit aliran bahan, yaitu 0.15 [l/jam] , 0.30 [l/jam] dan 0.45 [l/jam]
5.
Tekanan udara, yaitu 1 [bar]
6.
Debit aliran udara, yaitu 17.1, 24.2,dan 29.6[m³/jam]
7.
Temperatur dijaga 10 °C, 17 °C dan suhu ambient sekitar dengan aliran udara kering
Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di
(Tkering ) tersebut diharapkan temperature
atas, maka penelitian ini dirumuskan melalui
pengeringan akan rendah untuk menjaga hasil
eksperimen untuk mengetahui kondisi optimum
produk tidak lengket
temperatur dan kinerja pengering spray drying dengan pengaruh parameter laju aliran udara pada hasil pengeringan bubuk ( powder ) vitamin C..
8.
Produk kering dianggap memiliki air 10%.
2. Dasar Teori Pengaruh dari beberapa pengeringan seperti inlet temperatur udara, feed flow rate dan fase
Tujuan Penelitian
setelah tahap pengeringan Vitamin C termasuk
Pengaruh debit…, Wilis Kurniawan, FT UI, 2013
Universitas Indonesia
3
material yang mudah rusak, hal ini disebabkan
laju aliran udara, kelembaban dan rasio zat aditif
karena kesensitifitannya terhadap temperature
dengan bahan.
yang mengakibatkan umur simpan menjadi pendek Peralatan Pengering Semprot
dan perubahan fisik cepat.
Tabel Pengaruh suhu terhadap
Gambar 2.1 Skema Rangkaian Pengeringan Semprot
kandungan Vit C ;ISSN: 2278-5736. Volume 2, Issue 4
proses pengeringan semprot dapat memunculkan beberapa masalah seperti kelengketan, higrokopis, dan kelarutan yang rendah [11][12]. Rendahnya Tg ( glass transition temperature ) dalam komponen utama sari buah ( berat molekul gula rendah dan asam organik ) serta higrokopisitas tinggi, titik leleh rendah, dan hasil kelarutan dalam produk tinggi akan menyebabkan produk lengket ketika pengering
disemprotkan
[13],
maka
penambahan bahan pengisi perlu dilakukan untuk menurunkan kecenderungan bubuk melekat pada dinding
pengering
dengan
memberikan
maltrodextrin. Kinerja pengering dapat pula kita capai dalam kondisi optimum (segi heat balance) dan beberapa factor yang berperan dalam kinerja pengeringan
adalah
pengeringan
semprot
sesuai
dengan standar spray dryer model Departemen
Serbuk vitamin C yang diperoleh dalam
alat
Peralatan
faktor
yang
dapat
mempengaruhi hasil pengeringan, diantaranya adalah temperatur udara panas, laju aliran bahan,
Teknik
Mesin (DTM FTUI) Laboratorium
Perpindahan Kalor Lt.3 FTUI Depok, Indonesia. Namun kita akan memafaatkan nilai kalor yang terbuang untuk dapat digunakan sebagai pemanas udara sebelum masuk heater. Secara umum dan sederhana peralatan pengering semprot yang digunakan
dalam
proses
pengambilan
data
meliputi chamber, pemanas listrik dan cyclone terpasang pada rangka besi penopang. Sedangkan sistem pengkondisian udara yang terdiri dari evaporator, kondensor, blower, manometer dan compressor. •
Nozzle Atomizer Atomizer merupakan bagian terpenting pada
spray
drier
dimana
memiliki
fungsi
untuk
menghasilkan droplet dari cairan yang akan dikeringkan. Droplet yang terbentuk tidak boleh terlalu besar yang akan memperbesar energi. •
Blower dan Inverter
Universitas Indonesia Pengaruh debit…, Wilis Kurniawan, FT UI, 2013
4
Sebagai alat untuk mengatur tekanan udara
Digunakan untuk mendorong udara agar dapat masuk ke sistem. Tipe yang dipakai adalah blower
dari kompresor yang masuk ke nozzel..
sentrifugal dorong, mengatur kecepatan aliran
•
tersebut akan digunakan inverter sebagai pengatur
Booster dan Pompa Fluida Peristaltik Booster digunakan untuk menghisap fluida
frekwensi motor.
bahan dari wadah dan mengalirkannya menuju ke
• Orifice dan Manometer
pompa peristaltik. Pompa peristaltik digunakan
Orifice digunakan untuk mengukur kecepatan
untuk mendorong fluida bahan cair yang akan
udara dari blower yang dibaca pada manometer.
dikeringkan menuju nozzel.
Orifice
•
terletak
diantara
sambungan
pipa.
Wadah
Pengukur
Fluida
Bahan
dan
Sedangkan manometer adalah suatu alat untuk
Timbangan Elektrik
mengukur tekanan diferensial pada suatu lokasi
Alat ini berfungsi sebagai tempat penyimpan
yang ditentukan dalam aliran fluida.
bahan yang akan dikeringkan Pengurangan berat fluida bahan uji yang dialirkan diukur setiap waktu
Humidifier
•
Proses
kondensasi
udara
terjadi
bila
temperatur udara keluar evaporator lebih rendah
oleh timbangan elektrik. •
Panel Kontrol
dari titik temperatur embunnya (dew point). Keluar
Panel kontrol digunakan sebagai terminal atau
kondensor refrigeran masuk ke katup ekspansi
pusat kontrol dari pemanas listrik, untuk mengatur
untuk menjalani proses pencekikan (throttling)
seberapa besar temperatur udara pengeringan yang
sehingga mengalami penurunan tekanan dan
keluar dari pemanas.
temperatur yang berubah manjadi campuran jenuh.
•
Sehingga
Termometer
dihasilkan
udara
dengan
tingkat
kelebaban yang rendah. •
ini
digunakan
untuk
mengukur
temperatur udara kering (dry bulb), temperatur
Pemanas listrik, ruang pengering (chamber)
udara basah (wet bulb) dan mengukur dew point.
dan cyclone
Termometer diletakkan diantara pipa sambungan
Pemanas yang digunakan untuk menaikan
orifice dan evaporator
temperatur udara menggunakan pemanas listrik tipe Fin Heating Element yang dikendalikan oleh controller. Udara yang telah dipanaskan akan diteruskan ke ruang pengering (chamber) yang terbuat dari kaca jenis pyrex. Penggunaan chamber kaca
bertujuan
agar
pengamatan
proses
pengeringan dapat terlihat jelas khususnya bila terjadi kelengketan partikel, namun berdampak kepada heat loses yang terjadi.. Cyclone digunakan sebagai separator serbuk dan udara pengering, yaitu pemisah antara udara kering dan produk serbuk. •
Termometer
Diagram Psikrometrik Proses pengeringan semprot berkaitan erat dengan
dengan
diagram
psikometri
yang
memberikan pembahasan mengenai sistem yang melibatkan campuran udara kering dengan uap air. Diagram psikometrik terdapat beberapa parameter seperti temperatur bola kering, temperatur bola basah, tekanan uap air, kelembaban relatif, kelembaban absolut, titik pengembunan (dew point) volume spesifik, dan kelembaban udara. Proses yang terjadi pada mesin pengering semprot dengan diagram psikometrik :
Pengatur Tekanan (FRL Pressure Regulator)
v Proses pemanasan
Universitas Indonesia Pengaruh debit…, Wilis Kurniawan, FT UI, 2013
5
Pada
proses
pemanasan,
terjadi
ü
3 parameter laju aliran massa bahan dengan
peningkatan temperatur bola kering, temperatur
pengaturan pompa peristaltik : 0.15 [l/jam] ,
bola basah, entalphi, dan volume spesifik dari
0.30 [l/jam] dan 0.45 [l/jam]
udara lembab sedangkan pada kelembaban relatif
ü
3
parameter
rasio
kelembaban
udara
terjadi penurunan. Perubahan tidak terjadi pada
(temperatur dew point) : 10 °C, 17 °C dan 23
kelembaban mutlak, temperatur titik embun, dan
°C (suhu ambient) ü
tekanan uap parsial v Proses pengeringan. Pada karakteristik
1 parameter tekanan aliran bahan dari nozzle : 1 (bar)
proses
pengeringan,
sifat-sifat
Untuk
perubahan
termodinamika
udara
mengetahui
metode
karakteristik
temperatur transisi gelas dapat memakai analisa
serupa dengan proses pendinginan evaporatif.
perhitungan
Berbeda dengan suhu bola kering yang mengalami
Kadar Persentase pengujian :
penurunan
Vitamin c (1 gram) dan maltodextrin (149 gram)
yang
berkebalikan
dengan
rasio
serta aquades (850 gram)
kelembaban (ω). v Proses Pendinginan Proses
Teknik Pengolahan Perhitungan Data
pendinginan
adalah
proses
pengambilan kalor sensibel dari udara sehingga
Dengan menghitung kondisi awal udara yang akan
temperatur udara tersebut mengalami penurunan.
masuk ke dalam humidifier dengan persamaan :
Proses ini hanya disebabkan oleh perubahan temperatur bola kering udara tanpa perubahan rasio kelembaban. Garis proses pada psikometrik adalah garis horizontal ke arah kiri.
dewpoint temp minimum orifice w in w1 density1 ma1 mda1 debit mv1 mv1+mda1 23 80 0.017394411 0.01739441 1.176203 21.36881072 21.0034678 18.16762 0.365343 21.36881072 0.005 m 17 74 0.0118 0.01739441 1.176203 20.38027862 20.0318366 17.32718 0.348442 20.38027862 10 65 0.0072 0.01739441 1.176203 20.12815924 19.7840277 17.11283 0.344132 20.12815924
v Proses Pendinginan Dehumidifikasi Proses
ini
dilakukan
dengan
cara
•
w1 = moisture content inlet
•
massa
melewatkan udara pada koil pendingin atau ruangan semburan air dimana temperaturnya lebih
3.
beberapa
parameter
yang
mempengaruhi
tidak
•
ma1 = massa udara inlet
•
mda1 = massa udara kering inlet
•
mv1 = mda1*w1
•
ma1 = mv1+mda1
•
h1 = enthalpy udara awal
Metodologi Penelitian Untuk pengambilan data sampel divariasikan
kering
berubah
(mda1=mda2)
rendah dari temperatur udara sehingga terjadi penurunan kalor laten dan kalor sensibel.
udara
temperature minimum pengeringan dengan kinerja pengeringan. Variasi-variasi parameter nya adalah sebagai berikut : ü
3 parameter debit aliran udara dari pompa blower (dengan pengaturan inverter) : 17.1, 24.2,dan 29.6[m³/jam]
setelah itu udara akan melalui humidifier dan didibaratkan dalam kondisi 2.
Universitas Indonesia Pengaruh debit…, Wilis Kurniawan, FT UI, 2013
6
Tabel 3.4 perhitungan mass balance contd’
• Laju pengeringan kita tetapkan selalu sama yaitu kandungan airnya menjadi 10% dari
mda1=mda2 mv2 ma2 h1 h2 (H1-‐H2) hw mw Hw qevap 21.00346777 0.365343 21.36881 68.334 68.334 0 103 0 0 0 20.03183662 0.236376 20.26821 68.334 47.918 408.9699764 75.638 0.112066 8.476473 400.4935034 19.78402773 0.142445 19.92647 68.334 29.133 775.5536712 46.313 0.201687 9.340707 766.2129637 •
mda1 = mda2
•
w2 = ditentukan oleh wet bulb humidifier
bahan keluar. Tabel 3.6 perhitungan mass balance contd’
mbahan cp bahan Tin bahan Tout bahan mwbhn in hw in mwbhn outhw out ma3*h3 Qloses md KP w4 0.045 140 23 35.006 0.255 96.557 0.00135 146.74 2700.804 463.9468 0.25365 0.478437 0.029471 0.045 140 23 31.481 0.255 96.557 0.00135 132.01 2136.614 292.3951 0.25365 0.450552 0.024462 0.045 140 23 27.181 0.255 96.557 0.00135 114.04 1676.135 87.78473 0.25365 0.428515 0.020021 Lalu kita dapat menyelesaikan perhitungan kita sampai kita dapatkan Kinerja Pengeringan
•
mv2 = mda2*w2
•
ma2 = mda2+mv2
•
h2 = ditentukan oleh w2 dengan wet bulb
•
lalu
q
evaporator
dengan terlebih dulu mengasumsikan kandungan air bahan kering mejadi hanya 10%. Dan kita mendapatkan laju penguapan yang konstan.
(humidifier)
4.
Analisa Data Eksperimen Berdasarkan
dapt
hasil
percobaan
dengan
ditentukan. Bernilai nol jika tidak memakai
variasi parameter seperti yang telah dijelaskan
humidifier (dewpoint 23)
pada
bab
3,
bahwa
untuk
mendapatkan
temperature udara pengeringan yang optimum Tabel 3.5 perhitungan mass balance contd’
maka parameter-parameter seperti: 1.
cop
pc
h3
2.8 0 2.8 143.0333941 2.8 273.6474871
Qheater mda4 ma4 mv4 h4 H4 126.39 1219.377325 21.003468 21.6225 0.618993 109.065 2290.74321 105.417 1151.810574 20.031837 20.5219 0.490026 94.708 1897.17518 84.116 1087.785197 19.784028 20.1801 0.396095 82.247 1627.17693
Kelembaban spesifik diset pada kondisi
terendah. 2.
Debit udara diset pada kondisi tertinggi.
3.
Debit bahan diset pada kondisi terendah.
Dengan referensi cop kompresor 2.8 (Sanyo) maka
Hubungan yang kita dapatkan adalah
kita akan mendapatkan energi yang dibutuhkan
semakin tinggi debit bahan maka semakin tinggi
kompresor.
pula temperatur minimum udara pengeringannya.
• Enthalpy saat kondisi 3 = ketika keluar heater maka didapatkan dry bulb suhu pengeringan dengan moisture content yang tidak berubah ( tidak ada penambahan udara atau air) • Kerja heater pun dapat kita kalkulasikan.
Hal ini dikarenakan debit bahan yang besar menghasilkan droplet yang besar juga, sehingga energy
yang
dibutuhkan
untuk
pengeringan
semakin besar (Renata V. Tonon et al., 2008), selain
itu
waktu
yang
dibutuhkan
untuk
pengeringan menjadi lebih lama.
• Massa udara kering (mda) terus konstan begitupun massa uap di udara (mv) • Tetapi saat kondisi 4 terjadi penambahan uap sehingga mv4=mv3+md (laju pengeringan) Universitas Indonesia Pengaruh debit…, Wilis Kurniawan, FT UI, 2013
7
230C (tanpa humidifikasi). Sedangkan kinerja tertinggi didapat saat dew point terendah dengan flow udara pengering yang rendah pula.
Dari data diatas maka kita dapatkan bahwa seiring tinggi debit udara pengering maka temperature pengering minimum yang dibutuhkan akan semakin rendah. Sedangkan pada dew point yang berbeda didapatkan bahwa semakin rendah dew point maka kelembaban (moisture content) bahan akan semakin rendah yang akan mengakibatkan pengeringan dapat terjadi di temperature yang lebih rendah dibandingkan dewpoint yang lebih besar. Penigkatan temperature minimum pengeringan ternyata berbanding lurus (linier) dengan kondisi flow udara, begitupun peningkatan suhu heater ( selisih suhu heater dengan dry bulb keluar evaporator).
Menarik jika membahas kinerja pengeringan yang didasarkan pada energi laju penguapan bahan yang terjadi per energi yang diperlukan dalam system ini. Terlihat jelas bahwa kinerja pengeringan dari data ialah berbanding terbalik dengan debit udara pengering namun berbanding lurus dengan dew point. Hal ini dapat terjadi karena energi tambahan saat mengatur dew point agar bisa turun lebih rendah dapat digunakan untuk menaikkan suhu sebelum masuk heater, sehingga dapat memaksimalkan sistem humidifier yang mengakibatkan naiknya kinerja pengeringan. Kinerja pengeringan terendah pada grafik diatas didapat pada debit udara tertinggi dan dewpoint
Pada grafik ini masih tetap menunjukkan hal yang sama bila dibandingkan bila dengan flow bahan 0.15 L/jam. Tetapi hanya saja temperature minimum mejadi lebih tinggi karena bahan yang semakin banyak yang akan menyebabkan partikel partikel menjadi lebih besar (Renata V. Tonon et al., 2008) , didukung oleh turunnya luas permukaan perpindahan panas, sehingga memerlukan energi yang lebih besar.
Kinerja pengeringan hampir mencapai maksimal pada kondisi flow bahan 0,3 l/jam, dengan dew point udara pengering 10 celcius berdebit 17.1 m³/jam yaitu 97%. Ada satu hal yang salah dalam pengambilan data, yaitu pada saat dew point terendah dengan flow udara tertinggi. Tetapi kinerja pengeringan sangat terlihat melandai untuk debit udara yang semakin besar hal ini mungkin terjadi karena kinerja akan jenuh disuatu kondisi karena bila kadar air dalam bahan sudah habis, bahan akan memasuki falling rate period, dan akan berdampak pada kenaikan suhu pada bahan yang signifikan serta dapat berpotensi merusak bahan.
Universitas Indonesia Pengaruh debit…, Wilis Kurniawan, FT UI, 2013
8
5 PENUTUP
Terjadi suatu data yang janggal pada flow udara 34.3 m3/jam;dew point 170 Celcius karena suhu pengeringan yang berbeda dengan grafik sebelumnya. Hal ini mungkin terjadi karena kesalahn pengambilan data. Namun titik lainnya menunjukkan keadaan yang sesuai dengan grafik lainnya.
Bila dibandingkan dengan grafik kinerja pengeringan sebelumnya terlihat pengeringan dengan variable dewpoint 10 celcius cenderung sama, bahkan terihat turun. Hal ini dimungkinkan karena kinerja pengerinan optimum sudah dilampaui. Namun untuk dew point 17 dan 23 celcius masih mengalami peningkatan. Dari seluruh grafik pengeringan yang ada maka, flow udara pengering memegang peranan penting dalam kinerja pengeringan. Dimana air dalam partikel dapat ditarik keluar secara lebih baik dalam bentuk uap air karena akan menyebabkan ukuran partikel lebih kecil serta terbawa semua oleh udara pengering, jika tidak maka akan menyebabkan keadaan jenuh pada permukaan partikel hal ini yang nantinya akan memperlambat laju pengeringan (Goula & Adamopoulos, 2009).
Kesimpulan Berdasarkan analisa maka dapat disimpulkan : 1. Kinerja pengering akan naik saat memakai humidifier. 2. Kinerja pengering pada saat udara pengering mumpunyai wet bulb 10 ialah pada flow rate bahan 0,15 l/jam dengan flow udara 17,1 m3/jam. 3. Kinerja pengeringan untuk wet bulb 17 dan 23 belum mencapai kondisi optimal untuk semua variasi yang ada. 4. Temperature minimum udara pengeringan pada larutan vitamin c terendah saat flow udara pengering tinggi, flow bahan dan dew point udara pengering rendah. 5. Temperature udara pengeringan yang paling minimum terjadi pada debit udara 34.3 m3/h, dew point 10 celcius, serta debit bahan 0.15 liter/jam yaitu 500C untuk larutan vitamin c. 6. Semakin tinggi debit bahan maka semakin tinggi pula temperatur minimum udara pengeringannya. 7. Semakin tinggi kelembaban spesifiknya maka semakin tinggi temperature minimum udara pengeringnya. 8. Semakin rendah debit udaranya maka semakin tinggi temperature minimum udara pengeringnya namun kinerja pengering menurun. Saran 1. Untuk memperoleh efisiensi produk yang lebih baik dapat sebaiknya ditambahkan cyclone lagi. 2. Dalam pengembilan data sebaiknya dilakukan ketika temperature didalam ruang pengering merata, shingga didapatkan data yang akurat. 3. Guna mendapatkan data yang akurat akan lebih baik bila dilengkapi dengan alat ukur yang terkalibrasi atau mungkin dengan intrumentasi. 4. Terdapat alat pengukur daya keseluruhan agar kevalidan data lebih terjaga (khususnya kinerja pengeringan). 5. Pastikan posisi nozzle center terhadap ruang pengering agar semburan bahan tidak terfokus pada satu sisi dinding, sehingga bahan nantinya tidak kering/lengket. 6. Pastikan ∆h pada manometer sesuai dengan yang diinginkan, karena untuk ∆h yang sama Universitas Indonesia
Pengaruh debit…, Wilis Kurniawan, FT UI, 2013
9
dapat didapat dari frekuensi inverter yang berbeda. 7. Pastikan produk yang nantinya akan dikeringkan ukuran partikelnya sudah homogen (disaring dengan baik) agar tidak terjadi sumbatan di nozzle, semakin halus partikel semakin mudah diatomisasi dan semakin mudah untuk dikeringkan. 8. Untuk memperoleh kepresisian dalam mengembil data sebaiknya ruang pengering dibersihkan terlebih dahulu untuk setiap pengembilan data. Daftar Pustaka 1. Schuck, P.(1990). Advances in Dairy Ingredients. John Wiley & Sons, Inc. and the Institute of Food Technologists.
2. D. Chiou, T.A.G. Langrish. (2007). The effect of temperature on the crystallinity of lactose powders produced by spray drying. School of Chemical and Biomolecular Engineering, The University of Sydney, Sydney, NSW 2006, Australia 3. Goula Athanasia M, Adamopoulos. Konstantinos G. (2004). Spray drying of tomato pulp in dehumidified air: I. The effect on product recovery. Department of Chemical Engineering, School of Engineering, Laboratory of Food Process Engineering, Aristotle University of Thessaloniki, 541 24 University Campus, Thessaloniki, Greece 4. Vinh Truong, Bhesh R. Bhandari, Tony Howes. (2004). Optimization of co-current spray drying process of sugar-rich foods. Part I—Moisture and glass transition temperature profile during drying. The University of Agriculture and Forestry, HCM city, Vietnam. 5. Lee Woun Tan, Mohd. Nordin Ibrahim. (2011). Empirical modeling for spray drying process of sticky and non-sticky products. Faculty of Engineering, Universiti Putra Malaysia, Selangor, Malaysia. 6. Zhongxiang Fang. (2012). Comparing the efficiency of protein and maltodextrin on spray drying of bayberry juice. Zhejiang University, Hangzhou, 310058, China. 7. N, Shah. Effect of Glass Transition Temperature on Sticky Point and Agglomeration- a review. College Of Food Processing Technology & Bio Energy, Anand Agriculture University. 8. Wilai Sonthipermpoon. (2006). Effect of Maltodextrin on Glass Transition Temperature
and Water Activity of Production Banana Flake. Faculty of Agro-Industry, Kasetsart University, Bangkok 10900, Thailand. 9. Turchiuli, C. (2010). Evolution of particle properties during spray drying in relation with stickiness and agglomeration control. UMR GenIAl 1145, Agroparistech, Massy, F-91744, France. 10. Peng Zhu; Serge Méjean. (2011). Prediction of dry mass glass transition temperature and the spray drying behaviour of a concentrate using a desorption method. Agrocampus Ouest, UMR1253, F-35000 Rennes, France. 11. Malaysia 43400 Serdang, Selangor, Malaysia. 12. ASHRAE, (1997). Ashrae Handbook : Fundamentals. ASHRAE,Inc. 13. Cengel, Yunus A., Michael A. Boles .(2002). Thermodynamics an Engineering Approach Fourth Edition International Edition. McGraw-Hill, ThirdEdition. 14. Holman, J.P.(1976). Heat Transfer, fourth ed., Tokyo : McGraw-Hill. (1984). Metode Pengukuran Teknik, Jakarta: Penerbit Erlangga. 15. Athanasia M. Goula, Konstantinos G. Adamopoulos (2004). Spray drying of tomato pulp in dehumidified air: I. The effect on product recovery, Department of Chemical Engineering, School of Engineering, Laboratory of Food Process Engineering, Aristotle University of Thessaloniki, 54124. University Campus : Thessaloniki, Greece 16. Moran, Michael.J, dan Shapiro, Howard.N. (2004). Termodinamika. Jakarta: Penerbit Erlangga. 17. Mujumdar, Arun S.(2006). Handbook of Industrial Drying. Taylor & Francis Group. 18. Tokyo Meter. Co, Operation manual Water to Air Heat Transfer. Tokyo
Universitas Indonesia Pengaruh debit…, Wilis Kurniawan, FT UI, 2013
10
Pengaruh debit…, Wilis Kurniawan, FT UI, 2013
Universitas Indonesia
