PENGARUH BRAND AWARENESS TERHADAP KEPUTUSAN PEMBELIAN (STUDI KASUS PADA MAHASISWA STAIN JURAI SIWO METRO)
Aprina Chintya STAIN Jurai Siwo Metro Lampung
ABSTRACT Competitive conditions of business products industry from time to time getting tight, so the company must create a new marketing strategy to maintain and achieve a higher market share that is by creating and encouraging product innovation based on community needs and current market developments. The purpose of this research is to investigate the influence of brand awareness (one of consumer behavior) to the purchasing decision at State Islamic Collage of Jurai Siwo Metro (STAIN Jurai Siwo Metro). In this study the data collected through questionnaire method to the 611 respondents using propotional random sampling method. The collected data were analyzed using Pearson Corellation to test the validity of question items, Cronbach's Alpha to test the reliability of the instrument, simple regression analysis, to test the magnitude of the effect of independent variables were tested by t test to test and prove the effect of partially independent variable. The results showed that brand awareness (one of consumer behavior) has positive influence on purchase decisions, with the contribution of 52.7% and the remaining 47.3% is determined by other variables. It can be seen from the t count > T Table (1,960 <3,119> 2,576) at 5% and 1% significance level. Keywords : brand, brand awareness, consumer behaviour, purchase decisions.
ABSTRAK Kondisi persaingan produk usaha industri dari waktu ke waktu semakin ketat, sehingga perusahaan harus membuat strategi pemasaran baru untuk mempertahankan dan mencapai pangsa pasar yang lebih tinggi yaitu dengan menciptakan dan mendorong inovasi produk berdasarkan kebutuhan masyarakat dan saat ini perkembangan pasar. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh brand awareness (salah satu perilaku konsumen) terhadap keputusan pembelian di STAIN Jurai Siwo Metro. Dalam penelitian ini data dikumpulkan melalui metode kuesioner kepada 611 responden menggunakan metode propotional random sampling. Data yang terkumpul dianalisis dengan menggunakan Pearson korelasi untuk menguji validitas item pertanyaan, Cronbach Alpha untuk menguji reliabilitas instrumen, analisis regresi sederhana, untuk menguji besarnya pengaruh variabel independen yang diuji dengan uji t untuk menguji dan membuktikan pengaruh variabel independen secara parsial. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa brand awareness (salah satu perilaku konsumen) berpengaruh positif terhadap keputusan pembelian, dengan kontribusi 52,7% dan 47,3% sisanya ditentukan oleh variabel lain. Hal ini dapat dilihat dari t hitung> T tabel (1.960 <3.119> 2.576) pada 5% dan tingkat signifikansi 1%. Kata kunci: merek, kesadaran merek, perilaku konsumen, keputusan pembelian.
A. PENDAHULUAN Modernisasi menghadirkan perubahan sosial, meliputi dibidang ilmu pengetahuan, teknologi, filsafat, kesenian, dan hal lainnya. Modernisasi digunakan untuk menunjukkan pada berbagai tahapan perkembangan sosial yang didasarkan pada industrial, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, bangsa yang modern, urbanisasi, infrastruktur atau tata kota dan lain sebagainya. Adanya era modernisasi ini menjadikan tingkat keragaman kebutuhan manusia semakin meningkat. Hal ini menjadi peluang bagi produsen untuk berlomba-lomba memberikan inovasi baru. Produk yang menarik dengan kualitas yang baik menjadi incaran bagi setiap konsumen, sehingga semakin banyak produk-produk maupun jasa yang ditawarkan oleh produsen kepada konsumen. Tanggapan masyarakat, khususnya mahasiswa dalam modernisasi ini akan melahirkan perilaku konsumtif bila tidak dikelola dengan baik. Padahal, gaya hidup mahasiswa yang diharapkan yakni mahasiswa merupakan sekelompok pemuda yang mengisi waktunya dengan belajar untuk menambah pengetahuan, ketrampilan, keahlian, serta mengisi kegiatan mereka dengan berbagai macam kegiatan yang positif sehingga akan memiliki orientasi ke masa depan sebagai manusia yang bermanfaat bagi masyarakat dan bangsa. Meskipun demikian, pada kenyataannya dengan masuknya globalisasi ini mahasiswa justru cenderung berperilaku konsumtif. Kebutuhan untuk diterima dan menjadi sama dengan orang lain inilah yang menyebabkan mahasiswa berusaha mengikuti segala sesuatu yang sedang menjadi mode dan berperilaku konsumtif.1 Selain itu, kehadiran merek-merek tertentu dan promosinya dapat membuat mahasiswa lebih konsumtif lagi.2 Masuknya perilaku konsumtif tersebut membawa perubahan pada gaya hidup mahasiswa. Perilaku konsumtif mahasiswa yang yang mulai terbiasa lama kelamaan mulai menjadi kebiasaan yang menjadikan sebuah gaya hidup. Hal ini membawa mahasiswa ke dalam tindakan yang mementingkan penampilan luar mereka, harga diri mereka, serta bagaimana mengikuti perkembangan dilingkungan
1
Raymond Tambunan, Remaja Dan Perilaku Konsumtif, (Jakarta : Artikel, 2001), h. 2 Marc Gobe, Emotional Banding, Bayu Mahendra, Dalam Emotional Banding: Paradigma Baru Menghubungkan Merek Dengan Pelanggan, (Jakarta: Erlangga, 2005), h. xxxv 2
sekitar supaya setara, kebiasaan ini menjadikan mereka sulit untuk bersikap rasional yang pada mulanya mahasiswa diharapkan mampu bertindak rasional dalam menyikapi perkembangna ynag ada. Menjadikan mahasiswa tidak lagi berorientasi pad amasa depan, justru berorientasi pada gaya hidup yang mereka jalani pada masa sekarang. Mahasiswa tidak lagi membeli barang karena kebutuhan, melainkan karena hal-hal lain, misalnya karena gengsi, ingin tampil percaya diri, dan sebagainya. Salah satu hal yang mempengaruhi mahasiswa dalam keputusan pembelian, adalah merek. Merek merupakan gambaran produk secara keseluruhan yang membedakannya dengan produk lain. Merek bisa menggambarkan kualitas suatu produk, sehingga tidak heran jika banyak konsumen yang memutuskan pembelian suatu produk berdasarkan merek-merek tertentu. Merek (brand) diyakini mempunyai kekuatan dasyat untuk memikat hati orang untuk membeli produk dan jasa yang diwakilinya. Ekuitas merek (brand equity) adalah asset intangible yang dimiliki oleh sebuah merek karena value yang diberikan kepada sang pelanggan. Kalau kita melakukan program pemasaran muulai dari promosi di koran atau tv, embenahi distribusi atau memperbaiki layanan, sesungguhnya kita sedang berupaya meningkatkan ekuitas merek.3 Semakin tingggi ekuitas merek ini akan semakin tinggi pula value yang diberikan oleh merek tersebut baik kepada si pelanggan. Karena ekuitas merek tergantung pada upaya membangun merek (brand building efforts) yang kita lakukan, maka nilai ekuitas itu pun naik turun dari waktu ke waktu tergantung dari upaya yang kita lakukan. Secara umum, ekuitas merek terbagi kedalam lima unsur utama yaitu brand awareness,4 brand association,5 perceivied quality,6 brand loyalty7 dan asset merek lain seperti trademark dan paten.
3
Hermawan Kartajaya dan Yuswohady, Attracting Traders, Tourists, and Investor: Strategi Memasarkan Daerah di Era Ekonomi, (Jakarta: MarkPlus&Co, 2005), h. 176 4 Brand awareness adalah ukuran kekuatan eksistensi merek kita di TTI-TDO (Trader, Tourist and InvestorTalent, Developer, and Organizer). Brand awareness mencakup brand recognition (merek yang pernah diketahui oleh pelanggan; Brand recall (merek apa yang diingat pelanggan untuk suatu kategori tertentu); Top of Mind (merek pertama apa yang disebut oleh pelanggan untuk suatu kategori produk tertentu); hingga dominant brand (satu-satunya merek yang diingat pelanggan). Ibid, h. 177 5 Perceived quality adalah persepsi pelanggan terhadap kualitas dan superioritas produk suatu daerah relatif terhadap pesaingnya. Sering kali persepsi kualitas sulit ditentukan mengingat ia merupakan hasil persepsi dan judgement dari pelanggan. Bagi pemilik merek, persepsi kualitas mendatangkan manfaat karena menjadi respon-to-buy pelanggan, menjadi basis diferensiasi dan positioning produk. Persepsi kualitas bisa berdasarkan kemampuan layanan daerah (servicabity), kelengkapan destinasi dan tawaran produk, kinerja birokrasi dan layanan publik, kompetensi dan kecepatan aparat layanan dan sebagainya. Ibid. 6 Brand association adalah asosiasi apa pun yang terkait dengan sebuah merek tertentu. Beberapa contoh asosiasi merek adalah, Yogyakarta yang memiliki asosiasi kuat sebagai “Kota Pelajar” dan “Kota Budaya”; Jakarta memiliki beberapa asosiasi baik yang bagus seperti “Pusat Bisnis dan Pemerintahan” atau “Kota Metropolitan” maupun asosiasi yang buruk seperti “macet”, “polusi dan “penggusuran’. Asosiasi ini biasanya dibentuk oleh identitas yang dimiliki merek tersebut. Dalam banyak riset, biasanya asosiasi dipakai sebagai positioning produk. Ibid.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat sejauh mana brand awareness menjadi faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen dalam keputusan pembelian pada mahasiswa Sekolah Tinggi Agama Islam (STAIN) Jurai Siwo Metro tahun ajaran 2014/2015. Penelitian ini dilakukan di STAIN Jurai Siwo Metro. Populasi penelitiannya adalah seluruh mahasiswa STAIN Jurai Siwo Metro semester gasal tahun ajaran 2014/2015, yaitu sejumlah 6109 mahasiswa. Sampel dari penelitian ini adalah 10% dari jumlah populasi, yaitu 611 mahasiswa yang dipilih berdasarkan proporsional random sampling. Penelitian ini menjadi penting, karena penelitian ini diharapkan nantinya dapat melihat sejauh mana perilaku mahasiswa STAIN Metro dalam keputusan penelitian. Mahasiswa sebagai generasi terdidik, hendaknya tidak berprilaku konsumtif dan lebih selektif dalam membeli suatu barang, khususnya barang-barang yang tidak begitu dibutuhkan.
B. KAJIAN TEORI 1. Brand Awareness a. Tentang Istilah Merek adalah nama, istilah, logo, tanda atau lambang dan kombinasi dari dua atau lebih unsur yang dimaksud untuk mengidentifikasikan barang-barang atau jasa dari seorang penjual atau kelompok penjual untuk membedakannya dari produk pesaing. 8 Sedangkan Bill Gates menyatakan bahwa merek adalah salah satu faktor penting bagi keberhasilan penguasaan pasar. Tidak heran jika produsen dan pengusaha rela menghabiskan milyaran rupiah untuk berpromosi. Semua barang pada dasarnya dikaitkan dnegan merek seperti Coca-cola, FedEx, Star Mild, dan lain-lain. Suatu merek adalah label yang mengandung arti dan asosiasi. Merek yang hebat dapat berfungsi lebih dalam memberi warna dan getaran produk atau jasa. 9 Setiap produk yang terjual di pasaran memiliki citra tersendiri di mata konsumennya yang sengaja diciptakan oleh pemasar untuk membedakannya dari para pesaing. Citra adalah cara masyarakat mempersepsi (memikirkan) perusahaan atau produknya yang dibentuk untuk menguatkan posisi merek di benak konsumennya, karena merek yang kuat adalah kemampuannya untuk menciptakan persepsi konsisten berdasarkan hubungannya 7
Brand loyalty adalah loyalitas yang diberikan pelanggan kepada merek. Loyalitas merek menjadi ukuran seberapa besar kemungkinan TTI-TDO. Ia merupakan satu-satunya unsur ekuitas merek yang terkait dengan sustainability suatu daerah dimasa depan, mengingat loyalitas akan selalu terkait dengan pembelian pelanggan di masa depan. Loyalitas merekalah yang menjamin bahwa TTI-TDO tidak berpindah ke merek pesaing walaupun mungkin merek pesaing memiliki kualitas yang lebih baik. Ibid. 8 Jackie Ambadar, Miranty Abidin dan Yanty Isa, Mengelola Merek, (Jakarta: Yayasan Bina Karsa Mandiri, 2007), h. 2 9 Ibid
dengan pelanggan. Sebuah produk yang dapat mempertahankan citranya agar lebih baik dari para pesaingnya akan memberikan perlindungan bagi produk tersebut. Sedangkan Brand Image merupakan interprestasi akumulasi berbagai informasi yang diterima
konsumen.10
Jadi
yang
menginterpretasi
adalah
konsumen
dan
yang
diinterpretasikan adalah informasi. Sebuah informasi citra dapat dilihat dari logo atau symbol yang digunakan oleh perusahaan untuk mewakili produknya. Dimana symbol dan logo ini bukan hanya sebagai pembeda dari para pesaing sejenis namun juga dapat merefleksikan mutu dan visi misi perusahaan tersebut. Contoh sederhana adalah Rokok Djarum Super mencerminkan citra sebuah rokok yang diperuntukkan bagi pria-pria yang gemar berpetualang. Menurut Kotler dalam Bison Simamora dan Johanes Lim, merek (brand) merupakan nama, istilah, tanda, simbol; atau desain atau paduan dari hal-hal tersebut yang dimaksudkan untuk memberikan identitas bagi barang atau jasa yang dibuat atau disediakan suatu penjual atau kelompok penjual serta untuk membedakannya dari barang atau jasa yang disediakan pesaing.11 Atau bisa juga berarti entitas pengidentifikasi yang memberi janji nilai tertentu.12 Brand awareness adalah kesanggupan seorang calon pembeli untuk mengenali atau mengingat kembali bahwa suatu merek sebagai suatu bagian dari suatu produk tertentu.13 Sedangkan menurut Rangkuti, brand awareness merupakan kemampuan seorang pelanggan untuk mengingat suatu merek tertentu atau iklan tertentu secara spontan atau setelah dirangsang dengan kata-kata kunci”.14 Sedangkan menurut Durianto, dkk, brand awareness (kesadaran merek), menunjukan kesanggupan konsumen (atau calon pembeli) dalam mengingat kembali (recognize) atau mengenali (recall) bahwa suatu merek merupakan suatu bagian dari kategori produk tertentu.15 Dari definisi-definisi tersebut, dapat ditarik simpulan bahwa brand awareness merupakan tujuan umum komunikasi pemasaran, adanya brand awareness yang tinggi diharapkan kapanpun kebutuhan kategori muncul, brand tersebut akan dimunculkan kembali dari ingatan yang selanjutnya dijadikan pertimbangan berbagai alternatif dalam 10
Bison Simamora dan Johanes Lim , Aura merek…, h. 117 Ibid, h. 3 12 Ibid 13 AB Susanto dan Himawan Wijanarko, Power Branding: Membangun Merek Ungul dan Organisasi Pendukungnya, (Jakarta: Quantum Bisnis dan Manajemen, 2003), h. 131 14 Freddy Rangkuti, The Power of Brand: Teknik Mengelola Brand Equity dan Strategi Pengembangan Merek, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2004),h. 243 15 Darmadi Durianto, dkk., Strategi Menaklukkan Pasar. (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2004), h. 54 11
pengambilan keputusan. Brand awareness menunjukkan pengetahuan konsumen terhadap eksistensi suatu brand. Bagian dari suatu produk perlu ditekankan karena terdapat suatu hubungan yang kuat antara kategori produk dengan merek yang dilibatkan. Misalnya publikasi tentang Garuda Indonesia tidak akan membantu brand awareness dari kacang garuda. Brand awareness membutuhkan continum ranging (jangkauan continum) dari perasaan yang tidak pasti bahwa merek ttertentu telah dikenal sebelumnya, sehingga konsumen yakin bahwa produk tersebut merupakan satu-satunya merek dalam suatu kelompok produk. Kontinum ini dapat terwakili dalam tingkatan brand awareness yang berbeda yang dapat digambarkan dalam suatu piramida berikut ini:
Puncak Pikiran (Top Mind) Pengingatan Kembali Merek (Brand recall) Pengenalan Merek (Brand Recognize) Tidak Menyadari Merek (Brand Unware)
Peran brand awareness dalam brand equity tergantung pada tingkatan akan pencapaian kesadaran di benak konsumen. Tingkatan brand awareness paling rendah adalah adalah brand recognize (pengenalan merek) atau disebut saja tingkatan pengingatan kembali dengan bantuan (aided recall). Tingkatan berikutnya adalah brand recall (pengingatan kembali) atau tingkatan mengingat sejauh mana keberadaan merek tersebut dapat diingat kembali oleh konsumen. Selanjutnya adalah tingkat puncak pikiran (top mind). Dalam tingkatan ini merek akan selalu diingat dan dicari oleh konsumen, baik ketika ia membutuhkan produk merek tersebut atau hanya sekedar membicarakannya. Brand atau
merek pada dasarnya memiliki fungsi yang sangat penting dalam
keputusan pembelian. Pertama, merek memberikan identifikasi terhadap suatu produk sehingga konsumen mengenali merek dagang yang berbeda dengan produk lain. Kedua, merek membantu untuk menarik calon pembeli. Kebanyakan pengusaha selalu berusaha agar produknya terus bertahan pada tahap kejayaan di pasar. Tidak heran jika
pengusaha melakukan berbagai macam upaya dan kiat-kiat baru agar nama produk tidak hilang dalam ingatan konsumen, memperluas geografis pemasaran untuk memperoleh konsumen-konsumen baru dengan cara memberi potongan harga (discount) atau hadiahhadiah menarik lainnya. Akan tetapi, kalangan pelanggan yang fanatik tidak mau beralih dari suatu merek favorit walaupun ada merek lain yang menawarkan lebih menarik dari merek favoritnya. 16 Sebagian besar pelaku bisnis mengetahui hal-hal yang harus mereka ketahui untuk melakukan branding dan menciptakan sesuatu yang bernilai. Mereka tahu bahwa branding itu penting, namun begitu banyaknya informasi yang terkait dengan branding membuat mereka bingung.17
b. Brand Awareness dan Hubungannya dengan Keputusan pembelian Nilai ekuitas merek bisa berpengaruh kepada konsumen maupun perusahaan. Ekuitas merek dapat menambah atau mengurangi nilai produk bagi konsumen. Konsumen dibantu dalam mentafsirkan, memproses, menyimpan informasi mengenai produk dan merek. Ekuitas merek juga mempengaruhi rasa percaya diri konsumen dalam mengambil keputusan pembelian (baik itu pengalaman masa lalu dalam menggunakannya maupun kedekatan dengan merek dan aneka karakteristiknya. Yang lebih penting adalah kenyataan bahwa persepsi kualitas dan asosiasi merek bisa meningkatkan kepuasan konsumen dalam menggunakan produk.18 Persaingan merek yang tajam belakangan ini memaksa para marketer untuk memberikan daya tarik yang lebih baik daripada pesaingnya. Maklum, adanya berbagai merek membuat konsumen diuntungkan. Konsumen memiliki kebebasan memilih produk. Merek atau brand selain digunakan untuk memberikan diferensiasi produk dari pesaing juga berfungsi mempengaruhi minat konsumen dalam melakukan keputusan pembelian. Kotler dalam Astuti dan Cahyadi juga menyebutkan fungsi merek (brand) adalah untuk mengidentifikasi barang atau jasa dari seseorang atau sekelompok penyaji dan membedakan dengan produk sejenis dan penyaji lainnya. Maksudnya adalah dengan pemberian merek yang khas atau berbeda dan mudah diingat, akan membuat konsumen mudah mengenali produk tersebut sekalipun produk tersebut berada di antara produk-produk sejenis di dalam 16
Jackie Ambadar, Miranty Abidin dan Yanty Isa, Mengelola Merek…, h. 5 Mike Moser, United We Brand: Menciptakan Merk Kohesif Yang Dilihat, Didengar Dan Diingat, Alih Bahasa: Sri Isnaini Husayati, (Jakarta: Esensi, 2008), h. 6 18 Bison Simamora, Aura Merek: Tujuh Langkah Membangun Merek Yang Kuat, (Jakarta: Gramedia, 2003), h. 48 17
suatu pasar.19 Mungkin saja produk tersebut menguatkan mereknya dengan memberikan identitas berupa nama merek atau tanda merek yang telah didaftarkan dan dilindungi hak ciptanya oleh hukum. Lebih jauh lagi citra merek yang positif dapat membantu konsumen untuk menolak aktifitas yang dilakukan oleh pesaing dan sebaliknya menyukai aktifitas yang dilakukan oleh merek yang disukainya serta selalu mencari informasi yang berkaitan dengan merek tersebut. Beberapa perusahaan yang berhasil yakin bahwa reputasi atau citra jauh lebih penting dalam menjual produk daripada sekedar ciri-ciri produk yang spesifik. Hal tersebut bisa terwujud karena citra tersebut dipersepsikan secara homogendi setiap kepala manusia atau sebaliknya yang mana setiap orang mempunyai persepsi yang berbeda-beda, sehingga apabila dari persepsi homogen tersebut menghasilkan sebuah citra positif akan sangat menguntungkan perusahaan. Sebelum membeli produk, konsumen dengan seksama akan mempertimbangkan mengenai kualitas produk yang akan dibeli. Dengan adanya kualitas produk yang bagus menurut konsumen, maka merek dari produk tersebut akan menimbulkan kesan positif dalam benak konsumen yang secara tidak langsung menyebabkan citra merek yang positif dari produk tersebut. Konsumen akan memutuskan untuk membeli produk tersebut jika citra merek dari produk tersebut bagus dan kualitas produk sesuai dengan yang diharapkan. Jika sudah timbul citra yang positif terhadap produk tersebut maka konsumen akan memutuskan untuk membeli. Karena itu, wajar apabila suatu merek mempunyai tingkat kepuasan tinggi, merek tersebut memiliki pangsa pasar yang lebih tinggi lagi. Dengan pangsa pasar yang lebih tinggi, maka perusahaan akan banyak mendapatkan keuntungan. Salah satunya adalah skala ekonomi yang memungkinkan perusahaan lebih mampu menekan biaya produksi dan pemasaran. Pada akhirnya, perusahaan tersebut akan memberikan value yang terbaik untuk para pelanggannya. Ini juga dibuktikan bahwa sekitar 80 % peringkat atas ICSI adalah market leader.20
19
Sri Wahjuni Astuti dan I Gde Cahyadi, “Pengaruh Elemen Ekuitas Merek terhadap Rasa Percaya Diri Pelanggan di Surabaya Atas Keputusan Pembelian Kartu Perdana IM3”. Majalah Ekonomi, Tahun XVII, No. 2 Agustus 2007, h. 145 20 Handi Irawan D., Indonesian Costumer Satisfication: Membedah Strategi Kepuasan Pelanggan Merek Pemenang ICSA, (Jakarta: Elex Media Komputindo , 2003), h. 107
2. Perilaku Konsumen dan Keputusan Pembelian a. Perilaku Konsumen Menurut James F. Engel sebagaimana dikutip Anwar Prabu, perilaku konsumen dapat didefinisikan sebagai tindakan-tindakan individu yang secara langsung terlibat dalam usaha memperoleh menggunakan barang-barang jasa ekonomis termasuk proses pengambilan keputusan yang mendahului dan menentukan tindakan tersebut.21 Perilaku konsumen adalah tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi dan menghabiskan produk atau jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan menyusuli tindakan ini.22 Sementara itu Loudon dan Bitta lebih menekankan perilaku konsumen sebagai suatu proses pengambilan keputusan. Mereka mengatakan bahwa perilaku konsumen adalah proses pengambilan keputusan yang mensyaratkan aktivitas individu untuk mengevaluasi, memperoleh, menggunakan atau mengatur barang dan jasa.23 Kotler dan Amstrong mengartikan prilaku konsumen sebagai perilaku pembelian konsumen akhir, baik individu maupun rumah tangga yang membeli produk untuk konsumen personal.24 Dari berbagai definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa perilaku konsumen adalah suatu keputusan sebelum pembelian serta tindakan dalam memperoleh, memakai, mengkonsumsi, dan menghabiskan produk.
b. Keputusan Pembelian Keputusan pembelian merupakan hal yang lazim dipertimbangkan konsumen dalam proses pemenuhan kebutuhan akan barang maupun jasa. Keputusan pembelian adalah segala sesuatu yang dikerjakan konsumen untuk membeli, membuang, dan menggunakan produk dan jasa.25 Menurut Ristiyani Prasetijo, keputusan pembelian adalah suatu pilihan tindakan dari berbagai alternatif yang muncul untuk mendapatkan barang atau jasa.26 Sedangkan menurut Mahmud Machfoedz keputusan
21
Anwar Prabu Mangkunegara, Perilaku Konsumen, (Bandung: Refika Aditama, 2002), h. 3 Nugroho J. Setiadi, Perilaku Konsumen: Perspektif Kontemporer pada Motif, Tujuan, dan Keinginan Konsumen, (Jakarta: Kencana, 2008), h. 2 23 David L. Loudon & Albert J. Della Bitta, Consumer Behavior, Alih Bahasa: Lina Salim, Perilaku Konsumen, Edisi Ketiga, (Jakarta: Erlangga, 2006), h. 8 24 Philip Kotler & Gery Amstrong, Prinsiple of Marketing, Alih Bahasa: Bob Sabran, (Jakarta: Erlangga, 2006), h. 6 25 Richard L. Oliver, Satisfaction: A. Behavioral Perspective on The Consumer, Alih Bahasa: Agus Maulana, (Jakarta, Erlangga, 2006), h. 59 26 Ristiyani Prasetijo dan John J.O.I Ihalauw, Perilaku Konsumen, (Yogyakarta: Andi, 2005), h. 226 22
pembelian adalah tindakan yang diajukan orang dalam pembelian dan pemanfaatan suatu produk.27 Terdapat lima peran yang terjadi dalam keputusan membeli: 1) Pemrakarsa (initiator) Orang yang pertama kali menyadari adanya keinginan atau kebutuhan yang belum terpenuhi dan mengusulkan ide untuk membeli suatu barang atau jasa tertentu. 2) Pemberi pengaruh (influencer) Orang yang member pandangan, nasihat, atau pendapat sehingga dapat membantu keputusan pembelian. 3) Pengambil keputusan (decider) Orang yang menentukan keputusan pembelian, apakah jadi membeli, apa yang dibeli, bagaimana cara membeli, atau dimana membelinya. 4) Pembeli (Buyer) Orang yang melakukan pembelian secara actual. 5) Pemakai (user) Orang yang mengkonsumsi atau menggunakan barang atau jasa.28
3. Tahap dalam Proses Keputusan Membeli Ada lima tahap yang dilalui konsumen dalam proses pembelian, yaitu pengenalan masalah, pencarian informasi, evaluasi alternatif, keputusan pembelian dan perilaku pembelian. Model ini menekankan bahwa proses pembelian bermula sebelum pembelian dan berakibat jauh setelah pembelian. Setiap konsumen tentu melewati kelima tahap ini untuk setiap pembelian yang mereka buat. Dalam pembelian yang lebih rutin, mereka membalik tahap-tahap tersebut. Sementara itu Engel sebagaimana dikutip Anwar Prabu menyatakan pendapat yang berbeda.
Tahap
awalnya
adalah
kesadaran
kebutuhan
(need
recognize),
lalu
pencarianinformasi (information search), kemudian evaluasi alternatif menjelang pembelian (pre-purchase alternative evaluation), setelah itu dilakukan pembelian
27 28
Mahmud Machfoedz, Pengantar Pasar Modern, (Yogyakarta: YKPN, 2005), h. 37 Bison Simamora, Panduan Riset Perilaku Konsumen, (Jakarta: Gramedia, 2000), h. 15
(purchase), konsumsi (consumption) barulah hasil berupa kepuasan (satisfication) ataupun ketidakpuasan (disatisfication).29
4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Perilaku Konsumen dalam Keputusan
Pembelian Menurut Hendri Ma’ruf, ada dua faktor yang mempengaruhi keputusan pembelian, yaitu demografi dan gaya hidup. Seorang konsumen berusia 30 tahun, bujangan dan bekerja di lingkungan perkantoran di pusat kota Jakarta akan mempunyai pilihan kendaraan berbeda dari konsumen lain berusia sama tapi sudah berkeluarga dengan satu anak berusia satu tahun dan bekerja di wilayah Bekasi.30 Sementara
itu,
Bisson
Simamora
mnyatakan
bahwa
faktor-faktor
yang
mempengaruhi pada perilaku konsumen dalam keputusan pembelian adalah faktor kebudayaan, faktor sosial, faktor personal, dan faktor psikologis. Ini sesuai dengan pendapat Engel et. al. hanya saja, mereka memambahkan faktor situasi. berikut ini faktorfaktor yang mempengaruhi pada perilaku konsumen dalam keputusan pembelian: Kebudayaan Sosial
Personal
Psikologi
Situasi
Kultur
Kultur rujukan
Usia
Motivasi
Kebutuhan
Subkultur
Keluarga
Tahap daur hidup
Persepsi
Keinginan
Kelas sosial
Peran dan status
Jabatan
Learning
Promosi
sosial
Keadaan ekonomi
Kepercayaan
penjualan
Gaya hidup
Sikap
Kepribadian Konsep diri Merek / kualitas barang Faktor-faktor tersebut pada dasarnya berlaku untuk produk yang berbeda-beda. Dengan kata lain, ada faktor dominan pada pembelian suatu produk sementara faktor lain kurang berpengaruh. Contoh pilihan wanita terhadap lipstik kurang dipengaruhi oleh keluarga. Yang mungkin berpengaruh adalah faktor sosial lain, misalnya lingkungan
29 30
Ibid, h. 16 Hendri Ma’ruf, Pemasaran Ritel, (Jakarta: Gramedia, 2005), h. 62
pergaulan. Contoh lain, dalam menentukan tempat kuliah, faktor keluargalah yang paling berpengaruh. Faktor budaya sangat kecil pengaruhnya.31
C. Hasil Penelitian Dan Pembahasan 1. Karakteristik Responden Tabel Distribusi Kecenderungan Karakteristik No.
1
2
Keterangan
Jumlah
Persentase
Mahasiswa
(%)
Laki-Laki
160
26,19
Perempuan
451
73,81
Jumlah
611
100 %
Tarbiyah
325
53,20
Syari’ah dan Ekonomi Islam
277
45,33
9
01,47
611
100 %
Pendidikan Agama Islam (PAI)
123
20,12
Pendidikan Bahasa Inggris
106
17,34
42
06,86
Pendidikan Bahasa Arab (PBA)
54
08,82
Akhwalus Syakhsiyah (AHS)
31
05,07
Ekonomi Syari’ah (Esy)
111
18,16
D3 Perbankan Syari’ah (D3
68
11,12
47
07,69
20
03,26
Berdasarkan Gender
Berdasarkan Jurusan
Dakwah dan Komunikasi Jumlah 3
Berdasarkan Prodi
(PBI) Pendidikan Guru Madrasah Ibditai’yah (PGMI)
PBS) Hukum Ekonomi Syari’ah (HESy) S1 Perbankan Syari’ah (S1 PBS) 31
Bison Simamora, Panduan Riset…, h. 6-7
Komunikasi Penyiaran Islam
9
01,47
611
100 %
2014
190
34,37
2013
155
26,18
2012
148
24,23
2011
76
08,68
≥ 2010
42
06,54
Jumlah
611
100 %
(KPI) Jumlah 3
Berdasarkan Angkatan
Tabel
di atas menunjukkan bahwa jumlah responden perempuan lebih banyak
dibandingkan dengan laki-laki. Ini dikarenakan jumlah mahasiswa STAIN Jurai Siwo Metro tahun ajaran 2014/2015 didominasi oleh perempuan. Berdasarkan program studi yang ditempuh, peneliti mengambil jumlah responden secara proposional sebanyak 10 % dari jumlah keseluruhan mahasiswa setiap prodi. Sementara itu, untuk jumlah responden berdasarkan angkatan, ini diambil berdasarkan pertimbangan perbandingan jumlah mahasiswa yang ada setiap prodi.
2. Uji Validitas dan Reabilitas Dalam penelitian ini, validiatas dari indikator dianalisis menggunakan df (degree of freedom) dengan rumus df = n-k, dimana n = jumlah sampel, k = jumlah variable independen. Jadi df yang digunakan adalah 611 - 1 = 610 dengan alpha sebesar 5% maka menghasilkan nilai r tabel sebesar 0,080. Jika r hitung (untuk tiap butir dapat dilihat pada kolom Corrected Item – Total Correlation) lebih besar dari r tabel dan nilai r positif, maka butir pernyataan dikatakan valid. Dibawah ini dapat dilihat hasil pengujian validitas pada tabel dibawah ini : Tabel 2.1 Hasil uji validitas variabel citra merek Variabel
Indikator
Kode Item
rhitung
rtabel
Keterangan
Citra Merek
Mengenal merek
q1
0,069
0,080
Valid
Populer
q2
0,075
0,080
Valid
Merek
q3
0,066
0,080
Valid
Terpercaya
Tabel 2.2 Hasil uji validitas variabel keputusan pembelian
Variabel
Indikator
Kode Item
rhitung
rtabel
Keterangan
Keputusan Kebutuhan prioritas
q4
0,064
0,080
Valid
pembelian
Keinginan membeli
q5
0,063
0,080
Valid
Pertimbangan manfaat
q6
0,076
0,080
Valid
Berdasarkan hasil uji validitas yang dilakukan terhadap semua item pernyataan variabel independen maupun variabel dependen menunjukkan bahwa semua item adalah valid. Hal ini dibuktikan dari nilai r tabel < dari nilai r hitung. Hasil nilai cronbach’s alpha variabel brand awareness dan keputusan pembelian > 0,60 sehingga instrumen atau indikator dari kelima variabel tersebut reliabel atau layak dipercaya sebagai alat ukur variabel. Adapun hasil uji reliabilitas dalam penelitian ini dapat dilihat dalam Tabel 2.3 berikut ini: Tabel 2.3 Hasil Uji Reabilitas Variabel
Crobanch Alpha
Cut of Value
Keterangan
Brand awareness (X)
0,786
0,60
Reliabel
Keputusan Pembelian (Y)
0,729
0,60
Reliabel
Berdasarkan pengujian pada tabel uji reliabilitas, diketahui bahwa semua variabel mempunyai nilai Cronbach Alpha lebih besar dari 0,60. Maka dapat disimpulkan bahwa keseluruhan variabel dalam penelitian ini adalah reliabel.
3. Analisis dan Pengujian Hipotesis Untuk menguji hipotesis digunakan uji t. Sementara itu, untuk pembuktian hipotesis penelitian digunakan analisis regresi sederhana. Uji t yaitu suatu uji untuk mengetahui signifikansi pengaruh variabel bebas (brand awareness) secara parsial atau individual menerangkan variabel terikat (keputusan pembelian). Nilai t hitung pada variabel Brand adalah sebesar 3,119 dengan tingkat signifikansi 0,05 dan t tabel sebesar 1,960. Untuk taraf signifikasi 0,01, nilai t tabel adalah 2,576 Karena 1,960<3,119>2,576 maka Ho ditolak dan Ha diterima. Maka, dapat disimpulkan bahwa, variabel brand awareness berpengaruh positif dan signifikan terhadap keputusan pembelian mahasiswa STAIN Jurai Siwo Metro. Hasil penelitian menunjukkan bahwa indikator dalam brand awareness memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap keputusan pembelian. nilai r hitung lebih besar dari r tabel dan taraf signifikasi sebesar 1% dan 5%. Pada taraf signifikasi 1% = 0,105 dan 5% = 0,080 Sementara itu, r hitung sebesar 0,125 Karena r hitung lebih besar dari r tabel maka hipotesis nihil (Ho) ditolak sedangkan hipotesis alternatif (Ha)
diterima. Ini berarti bahwa untuk taraf signifikasi 1% dan 5% brand awareness mempengaruhi konsumen cukup kuat dalam keputusan pembelian mahasiswa STAIN Jurai Siwo Metro.
4. Pembahasan Dari hasil pengujian hipotesis, terlihat bahwa brand awareness berpengaruh positif dan signifikan terhadap keputusan pembelian mahasiswa STAIN Jurai Siwo Metro. Kriteria dalam pengukuran brand awareness mahasiswa STAIN Jurai Siwo Metro
dalam penelitian ini
menggunakan beberapa indikator yaitu top mind, brand recall dan brand recognize. Indikatorindikator
tersebut dilakukan berdasarkan telaah pustaka dan dikembangkan sesuai dengan
keadaan. Masing-masing indikator mendapat tanggapan positif dari 611 responden yang diteliti. Variasi keputusan pembelian dijelaskan oleh variabel brand awareness sebesar 52,7 %, sedangkan sisanya 47,3 % dijelaskan oleh sebab-sebab yang lain diluar model. Brand awareness yang dimaksudkan adalah kesadaran konsumen (mahasiswa STAIN Jurai Siwo Metro) yang dirasakan konsumen ketika ia akan membeli suatu produk barang dan atau jasa. Merek tidak hanya menggambarkan deskripsi suatu produk dari sisi kualitas dan kuantitasnya saja, melainkan sebagai suatu pembeda dengan produk-produk lain. Untuk itu, tidak heran jika merek juga berdampak pada pengklasifikasian konsumen ke dalam kelas-kelas tertentu. Mahasiswa STAIN Jurai Siwo Metro memiliki brand awareness yang cukup tinggi. Dari semua responden yang diteliti, 86 % responden yang menyatakan lebih memilih untuk mementingkan kualitas suatu produk berdasarkan merek ketimbang kuantitasnya. Artinya, ketika seorang mahasiswa membeli suatu produk, misalnya jilbab, maka ia akan memilih untuk membeli satu jilbab berkualitas dengan merek tertentu ketimbang membeli dua jilbab yang lebih murah dengan kualitas yang tidak terjamin dari merek yang tidak dikenal. Responden menyatakan bahwa dengan membeli dan memakai produk dari brand ternama, mereka akan mendapatkan produk dengan kualitas baik dan merasa percaya diri ketika memakainya. Mereka tidak perduli dengan masalah harga maupun prioritas kebutuhan lain yang jauh lebih penting. Bahkan, ada juga responden yang fanatik terhadap suatu brand. Ketika brand tersebut mengeluarkan produk baru, maka mereka akan membeli produk-produk tersebut. Sementara itu 14 % responden lainnya menyatakan bahwa baik kualitas maupun merek bukanlah hal penting dalam melalukan keputusan pembelian. Kebutuhan dan harga merupakan faktor yang lebih dominan. Menurut mereka, kebutuhan mahasiswa terbatas pada kebutuhan akan kegiatan perkuliahan, oleh sebab itu, mereka juga membuat prioritas kebutuhan mereka secara
tertulis. Keputusan pembelian mereka terstruktur, sehingga mereka tidak akan membeli barangbarang/kebutuhan yang tidak ada dalam prioritas tersebut. Selain itu, besarnya brand awareness mahasiswa STAIN Jurai Siwo Metro juga bisa dilihat melalui jawaban responden yang menyatakan bahwa mereka semakin tertarik untuk membeli barang-barang dengan merek yang sudah terkenal ketimbang membeli barang-barang dengan merek yang belum pernah dikenal. Tingginya brand awareness ini di satu sisi tentu akan membuat merek-merek tertentu semakin laku di pasaran dan berkompetisi untuk meningkatkan produk dan layanannya. Disisi lain, brand awareness ini akan membuat produk dari merek-merek yang kurang gencar melakukan promosi dan iklan kalah dipasaran. Secara parsial, hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa variabel brand awareness memberikan dampak yang cukup besar terhadap keputusan pembelian. Namun, brand awareness ini kebanyakan disadari oleh mahasiswa dengan perekonomian menengah keatas. Sementara itu, mahasiswa dengan kelas menengah kebawah cenderung lebih mementingkan faktor lain seperti harga dibandingkan dengan brand awareness pada keputusan pembelian. Brand awarenss yang mempengaruhi keputusan pembelian mahasiswa STAIN Jurai Siwo Metro ini diantaranya adalah kualitas (47 %), lebih baik dari merek lain (28 %), fanatik (12 %) faktor demografis seperti gender, lingkungan dan keadaan ekonomi (10%), dan faktor-faktor lain (3%). Tidak dapat dipungkiri, bahwa membeli suatu barang memang tidak ada larangannya. Hanya saja, mahasiswa tentu harus bersikap selektif dan memprioritaskan barang yang akan dibeli. Membeli barang dengan brand tertentu untuk mendapatkan kualitas barang yang bagus tentu sangat baik, dengan catatan tidak berprilaku konsumtif dan tetap membuat skala prioritas kebutuhan.
D. SIMPULAN Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa brand awareness merupakan perilaku konsumen yang berpengaruh terhadap keputusan pembelian terlihat dari nilai t hitung yang lebih besar dari nilai t tabel. Nilai t tabel pada taraf signifikasi 1% = 2,576 dan 5% = 1,960 dan nilai t hitung 3,119. Karena t hitung lebih besar dari r dan t tabel maka hipotesis nihil (Ho) ditolak sedangkan hipotesis alternatif (Ha) diterima. Ini berarti bahwa untuk taraf signifikasi 1% dan 5% brand awareness mempengaruhi keputusan pembelian secara signifikan. Variasi keputusan pembelian dijelaskan oleh variabel brand awareness sebesar 52,7%, sedangkan sisanya 47,3% dijelaskan oleh sebab-sebab yang lain diluar model. Brand awarenss
yang mempengaruhi keputusan pembelian mahasiswa STAIN Jurai Siwo Metro ini diantaranya adalah kualitas (47 %), lebih baik dari merek lain (28 %), fanatik (12 %) faktor demografis seperti gender, lingkungan dan keadaan ekonomi (10%), dan faktor-faktor lain (3%).
DAFTAR PUSTAKA
AB Susanto dan Himawan Wijanarko, Power Branding: Membangun Merek Ungul dan Organisasi Pendukungnya, Jakarta: Quantum Bisnis dan Manajemen, 2003. Anwar Prabu Mangkunegara, Perilaku Konsumen, Bandung: Refika Aditama, 2002 Bison Simamora, Aura Merek: Tujuh Langkah Membangun Merek Yang Kuat, Jakarta: Gramedia, 2003 , Panduan Riset Perilaku Konsumen, Jakarta: Gramedia, 2000. Darmadi Durianto, dkk., Strategi Menaklukkan Pasar. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2004 David L. Loudon & Albert J. Della Bitta, Consumer Behavior, Alih Bahasa: Lina Salim, Perilaku Konsumen, Edisi Ketiga, Jakarta: Erlangga, 2006. Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) ed. 3, Jakarta: Balai Pustaka, 2002. E. Sugiarto, Psikologi Pelayanan Dalam Industri Jasa, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1999 Freddy Rangkuti, The Power of Brand: Teknik Mengelola Brand Equity dan Strategi Pengembangan Merek, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2004. Handi Irawan D., Indonesian Costumer Satisfication: Membedah Strategi Kepuasan Pelanggan Merek Pemenang ICSA, Jakarta: Elex Media Komputindo, 2003. Hendri Ma’ruf, Pemasaran Ritel, Jakarta: Gramedia, 2005. Hermawan Kartajaya dan Yuswohady, Attracting Traders, Tourists, and Investor: Strategi Memasarkan Daerah di Era Ekonomi, Jakarta: MarkPlus&Co, 2005. Jackie Ambadar, Miranty Abidin dan Yanty Isa, Mengelola Merek, Jakarta: Yayasan Bina Karsa Mandiri, 2007. James P. Chaplin, Kamus Lengkap Psikologi, Alih Bahasa: Kartini Kartono, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004. Mahmud Machfoedz, Pengantar Pasar Modern, Yogyakarta: YKPN, 2005. Marc Gobe, Emotional Banding, Bayu Mahendra, Dalam Emotional Banding: Paradigma Baru Menghubungkan Merek Dengan Pelanggan, Jakarta: Erlangga, 2005. Mike Moser, United We Brand: Menciptakan Merk Kohesif Yang Dilihat, Didengar Dan Diingat, Alih Bahasa: Sri Isnaini Husayati, Jakarta: Esensi, 2008. Nugroho J. Setiadi, Perilaku Konsumen: Perspektif Kontemporer pada Motif, Tujuan, dan Keinginan Konsumen, Jakarta: Kencana, 2008. Paul Hersey, et.al, Pendayagunaan Sumber Daya Manusia, Ed. 4, Jakarta: Erlangga, 1996. Philip Kotler & Gery Amstrong, Prinsiple of Marketing, Alih Bahasa: Bob Sabran, Jakarta: Erlangga, 2006. Raymond Tambunan, Remaja Dan Perilaku Konsumtif, Jakarta : Artikel, 2001. Richard L. Oliver, Satisfaction: A. Behavioral Perspective on The Consumer, Alih Bahasa: Agus Maulana, Jakarta, Erlangga, 2006. Ristiyani Prasetijo dan John J.O.I Ihalauw, Perilaku Konsumen, Yogyakarta: Andi, 2005. Sri Wahjuni Astuti dan I Gde Cahyadi, “Pengaruh Elemen Ekuitas Merek terhadap Rasa Percaya Diri Pelanggan di Surabaya Atas Keputusan Pembelian Kartu Perdana IM3”. Majalah Ekonomi, Tahun XVII, No. 2 Agustus 2007.