PENGARUH BIMBINGAN AKHLAK TERHADAP AKHLAK SANTRI DI MADRASAH DINIYAH AWWALIYAH BAITUSSALAM YAYASAN BAITUSSALAM KRAMAT JATI JAKARTA TIMUR
Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial Islam (S.Sos.I)
Oleh Maulana Irmawan Nim. 103052028667
JURUSAN BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1428 H/2007 M
PENGARUH BIMBINGAN AKHLAK TERHADAP AKHLAK SANTRI DI MADRASAH DINIYAH AWWALIYAH (MDA) BAITUSSALAM YAYASAN BAITUSSALAM KRAMAT JATI JAKARTA TIMUR
Skripsi ini diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial Islam (S. Sos. I.)
Oleh MAULANA IRMAWAN NIM. 103052028667 Dengan Dosen Pembimbing
NURUL HIDAYATI S. Ag. S. Pd. NIP. 150 277 649
JURUSAN BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1428 H./2007 M.
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata satu di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Ciputat, 22 Desember 2007
Maulana Irmawan Nim. 103052028667
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi berjudul PENGARUH BIMBINGAN AKHLAK TERHADAP AKHLAK
SANTRI
DI
MADRASAH
DINIYAH
AWWALIYAH
BAITUSSALAM YAYASAN BAITUSSALAM KRAMAT JATI JAKARTA TIMUR telah diujikan dalam sidang munaqasah Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada Januari 2008. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I.) pada Program Studi Bimbingan dan Penyuluhan Islam. Jakarta, 2 Januari 2008
Sidang Munaqasyah Ketua Merangkap Anggota,
Sekretaris Merangkap Anggota,
Dr. Murodi, M.A. NIP. 150 254 102
Nasichah, M.A. NIP. 150 276 298
Penguji I,
Penguji II,
Dra. Hj. Elidar Husein, M.A. NIP. 150 102 402
Drs. M. Luthfi Jamal, M.Ag. NIP. 150 268 782
Pembimbing,
Nurul Hidayati, M.Pd. NIP. 150 277 649
ABSTRAK Maulana Irmawan Pengaruh Bimbingan Akhlak Terhadap Akhlak Santri Di Madrasah Diniyah Awwaliyah Baitussalam Yayasan Baitussalam Kramat Jati Jakarta Timur. akhlak adalah kelakuan yang timbul dari hasil perpaduan antara hati nurani, pikiran, perasaan, bawaan, dan kebiasaan yang menyatu yang mendorong (mengajak) untuk melakukan perbuatan-perbuatan baik maupun buruk tanpa berpikir dan dipertimbangkan terlebih dahulu. Bimbingan akhlak diperlukan untuk membentuk dan membina akhlak seseorang agar menjadi baik. Akhlak merupakan salah satu aspek yang sangat fundamental dalam kehidupan, baik dalam kehidupan pribadi maupun kehidupan bermasyarakat. Karena bagaimanapun pandainya seorang anak dan tingginya tingkat intelegensi anak tanpa dilandasi dengan akhlak yang baik atau budi pekerti yang luhur maka kelak tidak akan mencerminkan kepribadian yang baik. Keutamaan-keutamaan mengenai akhlak pada garis besarnya dan secara terperinci merupakan jalan bagi fitrah manusia yang akan ditempuhnya dalam perjalanan hidupnya dan yang akan menjamin kemajuan manusia secara sempurna generasi demi generasi, terutama kehidupan yang tenteram dan aman. Akhlak sangat perlu dibina agar membawa hasil berupa terbentuknya pribadi-pribadi muslim yang berakhlak mulia, taat terhadap Allah swt dan Rasulnya, berbakti terhadap orang tua dan sebagainya. Karena jika akhlak tidak pernah dibina dalam diri anak atau dibiarkan tanpa adanya suatu bimbingan mengenai akhlak, maka tidak menutup kemungkinan mereka akan menjadi anak yang nakal bahkan dapat melakukan tindakan kriminal sehingga mengganggu masyarakat. Hal ini menunjukkan bahwa akhlak memang sangat perlu dibentuk dan dibina dalam diri anak agar terhindar dari semua perbuatan yang dilarang maupun dibenci oleh Allah swt dan Rasulnya.
KATA PENGANTAR
Dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Shalawat dan salam semoga tercurah atas ke-Haribaan Nabi Besar Muhammad SAW, beserta sekalian keluarga, sahabat dan pengikutnya yang senantiasa akan mendapatkan syafa’atul udzma pada hari kemudian. Al hamdulillah puji syukur ke-hadirat Ilaahi Robbi. Karena atas segala limpahan rahmat dan nikmat-Nya serta bimbingan-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan judul “Pengaruh Bimbingan Akhlak Terhadap Akhlak Santri Di Madrasah Diniyah Awwaliyah Baitussalam Yayasan Baitussalam Kramat Jati Jakarta Timur”. Saya ucapkan banyak terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan penyusunan skripsi ini, baik moril maupun materil, khususnya kepada: 1. Bapak DR. Murodi, M.A., selaku Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Bapak Drs. M. Luthfi, M.A., dan ibu Dra. Nasichah, M.A., selaku ketua dan sekretais Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam, yang telah memberikan perhatiannya demi peningkatan kualitas penulis sebagai mahasiswa BPI. 3. Ibu Nurul Hidayati, S.Ag. M.Pd., Selaku pembimbing yang telah membimbing, mengarahkan dan membantu saya dalam penyusunan skripsi ini.
4. Seluruh dosen fakultas dakwah dan komunikasi yang telah mentransfer segala pengalaman keilmuannya kepada penulis. 5. Pimpinan dan karyawan perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Fakultas Dakwah dan Komunikasi yang telah memberikan fasilitas untuk mendapatkan referensi dalam penulisan skripsi ini. 6. Ayah dan bunda tercinta yang telah melahirkan, merawat, membesarkan, membiayai dan mendidik serta memenuhi kebutuhan saya sejak kecil sampai saat ini. 7. Bapak Ust. Saifullah, S.Ag., selaku pimpinan Kepala Madrasah Diiyah Awwaliyah Baitussalam Yayasan Baitussalam Jakarta Timur beserta seluruh pihak yayasan yang telah membantu dan memberikan izin kepada saya untuk mendapatkan data yang konkrit dan aktual sehingga penelitian ini dapat berjalan dengan baik dan lancar. 8. Rekan-rekan jurusan BPI seperjuangan yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini, baik tenaga, pikiran maupun waktunya. Sehingga penyusunan skripsi ini dapat terselesaikan. Akhirnya, kepada-Nya lah saya serahkan segala urusan ini. Penulis berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan menambah khazanah pengetahuan walaupun belum optimal. Ciputat, 22 Desember 2007 Penulis, Maulana Irmawan Nim: 103052028667
DAFTAR ISI HALAMAN ……………………………………………..
i
KATA PENGANTAR ……………………………………………..
ii
……………………………………………..
iii
ABSTRAK
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah …………………………………
1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ……………………
5
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian …………………………..
6
D. Metode Penelitian ………………………………………..
7
E. Sistematika penulisan …………………………………….
12
BAB II LANDASAN TEORI, KERANGKA PIKIR DAN PENGAJUAN HIPOTESIS A. Akhlak ……………………………………………………
14
B. Bimbingan Akhlak ………………………………………
27
C. Kerangka Pikir …………………………………………..
33
D. Pengajuan Hipotesis ……………………………………..
34
BAB III GAMBARAN UMUM MADRASAH DINIYAH AWWALIYAH BAITUSSALAM YAYASAN BAITUSSALAM JAKARTA TIMUR A. Sejarah Berdirinya MDA Baitussalam …………………… 36 B. Tujuan dan Fungsi ……………………………………….
37
C. Visi dan Misi ……………………………………………..
38
D. Letak Geografis, Sarana, dan Struktur Kepengurusan …...
38
E. Santri MDA Baitussalam …………………………………
40
BAB IV HASIL ANALISA A. Uji Validitas dan Reliabilitas ……………………………. 41 B. Kondisi Akhlak Santri di MDA Baitussalam ……………. 43 C. Analisis dan Interpretasi Data …………………………… 44
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ……………………………………………….
47
B. Saran ……………………………………………………...
48
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………
50
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Kedudukan akhlak dalam kehidupan manusia merupakan suatu hal yang penting, baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat. Sebab jatuh bangunnya, jaya hancurnya, sejahtera rusaknya suatu bangsa, tergantung bagaimana akhlaknya. Artinya, jika suatu masyarakat berakhlak baik, maka mereka akan saling menghormati dan menghargai satu sama lain. Tetapi sebaliknya, jika suatu masyarakat berakhlak buruk, maka yang terjadi mereka satu sama lain akan saling bermusuhan. Seseorang yang berakhlak baik, selalu melaksanakan kewajibankewajibannya, memberikan hak yang harus diberikan kepada yang berhak. Dia melakukan kewajibannya terhadap dirinya sendiri yang menjadi hak dirinya, terhadap Tuhannya yang menjadi hak Tuhannya, terhadap makhluk yang lain, terhadap sesama manusia yang menjadi hak manusia lainnya, terhadap alam dan lingkungannya dan terhadap segala yang ada secara harmonis. Dia akan menempati martabat yang mulia dalam pandangan umum. Dia mengisi dirinya dengan sifat-sifat terpuji dan menjauhkan dirinya dari sifat-sifat yang tercela. Dia menempati kedudukan yang mulia secara objektif walaupun secara materil keadaannya sangat sederhana. Kejayaan dan kemuliaan manusia di muka bumi ini adalah karena akhlak mereka dan kerusakan yang timbul di muka bumi ini adalah disebabkan
oleh perbuatan mereka sendiri. Hal tersebut dinyatakan dalam Al-Qur’an surat Ar-Rum ayat 41 sebagai berikut:
⌧ ☺ ⌧ ⌧ “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)”. Keberadaan manusia dengan predikat paling indah dan derajat paling tinggi itu tidak selamanya membawa manusia menjalani kehidupannya dengan kesenangan dan kebahagiaan. Malapetaka dan kesengsaraan membuntuti perjalanan hidup manusia dan boleh jadi tidak terelakkan apabila manusia itu tidak awas dan waspada mengelola perjalanan hidupnya. Karena manusia sudah dikaruniai kemampuan dengan derajat yang paling tinggi itu, maka kesenangan dan malapetaka berada di tangan manusia itu sendiri.1 Akhlak merupakan salah satu aspek yang sangat fundamental dalam kehidupan, baik dalam kehidupan pribadi maupun kehidupan bermasyarakat. Karena bagaimanapun pandainya seorang anak dan tingginya tingkat intelegensi anak tanpa dilandasi dengan akhlak yang baik atau budi pekerti yang luhur maka kelak tidak akan mencerminkan kepribadian yang baik. Akhlak buruk menjadi musuh Islam yang utama karena misi Islam pertama-tama untuk membimbing manusia berakhlak mulia, untuk itu Islam sangat memerangi akhlak yang buruk terutama terhadap orang tuanya sendiri. 1
Prayitno dan Erman Amti, Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling, (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), cet. ke-2, h. 12.
Hal ini sesuai dengan sabda Nabi saw di mana beliau diutus menjadi rasul adalah untuk menyempurnakan dan memperbaiki akhlak manusia:
اﻧﻤﺎ ﺑﻌﺜﺖ: ﻋﻦ اﺑﻰ هﺮﻳﺮة رﺿﻲ اﷲ ﻋﻨﻪ ان اﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ و ﺳﻠﻢ ﻗﺎل (ﻷﺗﻤﻢ ﻣﻜﺎرم اﻷﺧﻼق )رواﻩ اﻟﺒﺨﺎرى “Dari Abu Hurairah RA, sesungguhnya Nabi SAW. berkata: Sesungguhnya aku diutus (Allah SWT) untuk menyempurnakan keluhuran budi pekerti”. (HR. Al-Bukhari). Hadits Nabi tersebut menggambarkan tentang pentingnya posisi akhlak dalam agama Islam. Sehingga tidak aneh jika Fazlur Rahman, cendikiawan muslim Pakistan mengatakan bahwa : “Islam pada dasarnya adalah agama akhlak (moral) sebelum kemudian menjadi agama fiqih (hukum) dan agama lainnya”.2 Keutamaan-keutamaan mengenai akhlak pada garis besarnya dan secara terperinci merupakan jalan bagi fitrah manusia yang akan ditempuhnya dalam perjalanan hidupnya dan yang akan menjamin kemajuan manusia secara sempurna generasi demi generasi, terutama kehidupan yang tenteram dan aman.3 Untuk memperbaiki masalah akhlak buruk yang selalu berkembang di masyarakat, terlebih terhadap anak-anak, maka dirasa perlu adanya sebuah bimbingan akhlak. Bimbingan akhlak akan mengembangkan seluruh potensi yang dimiliki anak secara optimal dengan berbagai macam media dan teknik
2
Ahmad Mahmud Subhi, Filsafat Etika: Tanggapan Kaum Rasionalis dan Intuisionalis Islam, (Jakarta: Serambi, 2001), h. 30. 3 Anshori Umar Sitanggal, Islam Membina Masyarakat Adil Makmur, (Jakarta: Pustaka Dian dan Antar Kota, 1987), cet. ke-1, h. 243.
bimbingan dalam suasana asuhan yang normatif agar tercapai kemandirian yang dapat bermanfaat, baik bagi dirinya, orang lain, maupun bagi lingkungan sekitarnya. Akhlak sangat perlu dibina agar membawa hasil berupa terbentuknya pribadi-pribadi muslim yang berakhlak mulia, taat terhadap Allah swt dan Rasulnya, berbakti terhadap orang tua dan sebagainya. Karena jika akhlak tidak pernah dibina dalam diri anak atau dibiarkan tanpa adanya suatu bimbingan mengenai akhlak, maka tidak menutup kemungkinan mereka akan menjadi anak yang nakal bahkan dapat melakukan tindakan kriminal sehingga mengganggu masyarakat. Hal ini menunjukkan bahwa akhlak yang baik memang sangat perlu dibentuk dan dibina dalam diri anak agar terhindar dari semua perbuatan yang dilarang maupun dibenci oleh Allah swt dan Rasulnya. Madrasah Diniyah Awwaliyah (MDA) Baitussalam Kramat Jati Jakarta Timur merupakan salah satu instansi pendidikan Islam yang mengadakan program bimbingan akhlak untuk para santrinya. Bimbingan akhlak berarti mengadakan pembentukan dan pembinaan akhlak, hal itu dirasa perlu diberikan sejak dini karena pada usia dini anak akan lebih dapat diberi pengertian tentang mana yang baik dan mana yang buruk daripada jika ia telah dewasa. Akhlak yang baik dibentuk dan dibina melalui suatu bimbingan. Tetapi apakah hanya faktor bimbingan akhlak yang dapat berpengaruh terhadap pembentukan dan pembinaan akhlak yang baik, ataukah ada faktor lain selain bimbingan akhlak. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk meneliti
permasalahan dengan judul “Pengaruh Bimbingan Akhlak Terhadap Akhlak Santri Di Madrasah Diniyah Awwaliyah Baitussalam Yayasan Baitussalam Kramat Jati Jakarta Timur” dalam bentuk sebuah skripsi. B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah Untuk memudahkan penulis dalam melakukan penelitian ini, sehingga penelitian dapat sampai pada tujuannya, maka penulis membatasi penelitian ini pada pengaruh pelaksanaan bimbingan akhlak terhadap akhlak santri di Madarasah Diniyah Awwaliyah Baitussalam Yayasan Baitussalam Kramat Jati Jakarta Timur. Adapun yang dimaksud dengan santri dalam penelitian ini adalah anak-anak yang yang mengikuti pendidikan dan pengajaran di Madrasah Diniyah Awwaliyah Baitussalam Yayasan Baitussalam Kramat Jati Jakarta Timur. 2. Perumusan Masalah Adapun rumusan masalah mengenai pengaruh bimbingan akhlak terhadap akhlak santri di Madrasah Diniyah Awwaliyah Baitussalam Yayasan Baitussalam Kramat Jati Jakarta Timur adalah sebagai berikut: a. Bagaimana kondisi akhlak santri di MDA Baitussalam Yayasan Baitussalam Kramat Jati Jakarta Timur? b. Apakah terdapat pengaruh bimbingan akhlak terhadap akhlak santri di MDA Baitussalam Yayasan Baitussalam Kramat Jati Jakarta Timur?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian a. Untuk memperoleh gambaran mengenai akhlak santri di Madrasah Diniyah Awwaliyah Yayasan Baitussalam Kramat Jati Jakarta Timur. b. Untuk mengetahui ada atau tidak ada pengaruh bimbingan akhlak terhadap akhlak santri di Madrasah Diniyah Awwaliyah Yayasan Baitussalam Kramat Jati Jakarta Timur. 2. Manfaat Penelitian a. Manfaat teoritis, yaitu pengembangan ilmu pengetahuan dan menambah wawasan mengenai pengaruh bimbingan akhlak terhadap akhlak seseorang. b. Manfaat Praktis, yaitu diharapkan hasil penulisan skripsi ini dapat bermanfaat bagi peningkatan akhlak anak, sehingga persoalan kenakalan anak dapat diatasi.
D. Metodologi Penelitian 1. Metode Penelitian Penggunaan metode penelitian ini dimaksudkan untuk menemukan data yang valid, akurat dan signifikan dengan permasalahan sehingga dapat digunakan untuk mengungkapkan masalah yang diteliti. Untuk dapat mengetahui seberapa besar bimbingan akhlak berpengaruh terhadap akhlak santri, maka peneliti menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode deskripsi korelasi. Korelasi merupakan suatu
hubungan antara satu variabel dengan variabel lainnya. Hubungan antara variabel tersebut bisa secara korelasional dan bisa juga secara kausal. Jika hubungan tersebut tidak menunjukkan sifat sebab akibat, maka korelasi tersebutdikatakan korelasional, artinya sifat hubungan variabel satu dengan variabel lainnya tidak jelas mana variabel sebab dan mana variabel akibat. Sebaliknya, jika hubungan tersebut menunjukkan sifat sebab akibat, maka korelasinya dikatakan kausal, artinya jika variabel yang satu merupakan sebab, maka variabel lainnya merupakan akibat.4 2. Tempat dan Waktu Penelitian Adapun tempat yang dijadikan objek penelitian adalah Madrasah Diniyah Awwaliyah Baitussalam Yayasan Baitussalam Kramat Jati Jakarta Timur. Sedangkan waktu pelaksanaan penelitian mulai tanggal 16 April 2007 sampai dengan 16 Mei 2007. 3. Populasi dan Sampel Yang dimaksud “populasi adalah keseluruhan objek penelitian yang terdiri dari manusia, benda, tumbuh-tumbuhan dan peristiwa sebagai sumber data yang memiliki karakteristik tertentu dalam seluruh penelitian”.5 Sesuai dengan judul penelitian di atas, maka yang menjadi populasi adalah seluruh santri di Madrasah Diniyah Awwaliyah Baitussalam Kramat Jati Jakarta Timur dengan populasi sebanyak 80 anak.
4
Agus Irianto, Statistik Konsep Dasar dan Aplikasinya, (Jakarta, Kencana, 2004), cet. ke-1, h. 133. 5 Sutisno Hadi, Metodologi Research, (Yogyakarta: Andi Offset, 1990), cet. ke-22, jilid I, h. 3.
Adapun “sampel adalah sebagian dari seluruh individu yang menjadi objek penelitian”.6 Pada penelitian korelasi, sampel yang diambil adalah sampel secara acak (random sampling). Dari berbagai rumus yang ada, terdapat sebuah rumus yang bisa digunakan untuk menentukan besaran sampel, yaitu rumus slovin:7 n =
N 1 + Ne 2
Keterangan:
n
= Besaran Sampel
N = Besaran Populasi e
= Nilai Kritis (Batas Penelitian) yang diinginkan (persen
kelonggaran
ketidaktelitian
karena
kesalahan penarikan sampel). Jika jumlah populasi di atas dihitung berdasarkan rumus tersebut, maka jumlah sampel yang akan diteliti sebanyak 45 anak.
4. Variabel Penelitian Dalam penelitian ini, peneliti mencari pengaruh bimbingan akhlak terhadap akhlak santri di MDA Baitussalam Yayasan Baitussalam Kramat Jati Jakarta Timur dengan variabel sebagai berikut: 1. Variabel Bebas (independent variabel) adalah bimbingan akhlak di MDA Baitussalam Yayasan Baitussalam Kramat Jati Jakarta Timur.
6
Mardalis, Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal, (Jakarta: Bumi Aksara, 2003), cet. ke-6, h. 55. 7 Bambang Prasetyo dan Lina Miftahul Jannah, Metode Penelitian Kuantitatif: Teori dan Aplikasinya, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2006), h. 137.
2. Variabel Terikat (dependent variabel) adalah akhlak santri di MDA Baitussalam Yayasan Baitussalam Kramat Jati Jakarta Timur. 5. Teknik Pengumpulan Data Mengenai teknik pengumpulan data, penulis menggunakan angket. Angket yang digunakan adalah angket tertutup, yaitu jawaban yang telah disediakan dan responden hanya boleh memilih dari jawaban yang tersedia dengan skala likert. Angket ini diajukan dengan tiga puluh pernyataan mengenai pengaruh bimbingan akhlak dan akhlak santri di Madrasah Diniyah Awwaliyah (MDA) Baitussalam. 6. Teknik Pengolahan Data Setelah data selesai dikumpulkan dengan lengkap, tahap berikutnya adalah pengolahan data secara kuantitatif yaitu dengan perhitungan statistik. Berikut pelaksanaan pada tahap analisa: a. Editing; hal tersebut dilakukan untuk meneliti kembali catatan terhadap kuesioner yang disusun secara berstruktur sebelum diajukan ke responden. b. Coding dan Scoring; yaitu mengolah data dengan memindahkan jawaban-jawaban yang terdapat dalam angket dan telah dikelompokkan ke dalam tabel scoring. Tujuannya agar mudah dibaca dan maknanya agar mudah dipahami.
7. Teknik Analisa Data Sebelum dilakukan analisis data dan interpretasi data mengenai pengaruh antara bimbingan akhlak terhadap akhlak santri di MDA Baitussalam, terlebih dahulu peneliti menguji validitas dan realibilitas terhadap butir-butir pernyataan akhlak dengan menggunakan cronbach α berdasarkan perhitungan statistik. Kemudian dari hasil angket, peneliti dapat membuat diagram prosentase akhlak berdasarkan kelasnya masing-masing. Selanjutnya peneliti mengadakan analisis data dengna menggunakan uji korelasi kruskal wallis, di mana dengan menggunakan uji korelasi tersebut, peneliti dapat mengetahui ada atau tidak adanya perbedaan akhlak santri menurut lamanya dalam mengikuti bimbingan akhlak. Dalam perhitungannya: • Jika statistik hitung < statistik tabel, H0 diterima • Jika statistik hitung > statistik tabel, H0 ditolak Setelah diketahui hasil dari perhitungan uji korelasi kruskal wallis, peneliti dapat memberikan interpretasi sebagai berikut: a.
Merumuskan hipotesa alternatif (Ha) dengan hipotesa Nol (H0) sebagai berikut: 1. Hipotesa Nol (H0)
: Tidak ada korelasi positif yang signifikan antara bimbingan akhlak (variabel X) dengan akhlak santri di MDA Baitussalam Jakarta Timur (variabel Y).
2. Hipotesa alternatif (Ha) : Ada korelasi positif yang signifikan antara bimbingan akhlak (variabel X) dengan akhlak santri di MDA Baitussalam Jakarta Timur (variabel Y). b.
Menguji kebenaran hipotesa yang telah diajukan dengan cara membandingkan besarnya “r” yang diperoleh dari hasil perhitungan korelasi pearson dengan besarnya “r” yang tercantum dalam tabel r, baik pada taraf signifikan 1% maupun 5% dengan terlebih dahulu mencari derajat bebas (db) atau degrees of freedom (df) dengan rumus sebagai berikut: df = N – nr
Keterangan:
df
= degrees of freedom
N
=
Nr =
Number of Cases Banyaknya
variabel
yang Dikorelasikan Apabila mengunakan tabel r, maka hipotesis nol yang mengatakan tidak ada korelasi (r = 0) ditolak jika hasil perhitungan r > daripada r tabel, demikian pula sebaliknya, apabila hasil perhitungan r < daripada tabel r, maka hipotesis nol yang menyatakan bahwa dua variabel yang dicari hitungannya nyata-nyata tidak berkorelasi.8
8
Ibid., h. 147.
E. Sistematika Penulisan Dalam penulisan skripsi ini peneliti mengacu pada Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Cetakan I, Januari 2007. Selanjutnya, untuk mempermudah penulisan dan memahami isi skripsi ini, penulis membagi atas lima bab dengan sistematika penyusunan sebagai berikut: Bab I Pendahuluan; terdiri dari latar belakang masalah dan alasan pemilihan judul, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. Bab II Landasan Teori, Kerangka Pikir, Dan Pengajuan Hipotesis; terdiri dari pengertian bimbingan akhlak, pengertian akhlak santri, pengaruh bimbingan akhlak terhadap akhlak santri, kerangka pikir, dan pengajuan hipotesis. Bab III Gambaran Umum Madrasah Diniyah Awwaliyah Baitussalam Yayasan Baitussalam Jakarta Timur; terdiri atas sejarah berdirinya MDA Baitussalam Jakarta Timur, visi dan misi MDA Baitussalam Jakarta timur, letak geografis, dan susunan kepengurusan MDA Baitussalam Jakarta Timur. Bab IV Hasil Penelitian; terdiri dari uji validitas dan reliabilitas, kondisi akhlak santri di MDA Baitussalam Kramat Jati Jakarta Timur, analisis data dan interpretasi data mengenai pengaruh antara bimbingan akhlak terhadap akhlak santri di MDA Baitussalam Kramat Jati Jakarta Timur. Bab V Penutup; terdiri dari kesimpulan dan saran-saran.
BAB II LANDASAN TEORI, KERANGKA PIKIR DAN PENGAJUAN HIPOTESIS
A. Akhlak 1. Pengertian akhlak Islam menempatkan akhlak dalam posisi penting yang harus dipegang teguh para pemeluknya. Bahkan, tiap aspek dari ajaran Islam selalu berorientasi pada pembentukan dan pembinaan akhlak yang mulia. Ada dua pendekatan yang dapat digunakan untuk mendefinisikan akhlak,
yaitu
pendekatan
linguistik
(kebahasaan)
dan
pendekatan
terminologik (peristilahan). Dari sudut kebahasaan, akhlak berasal dari bahasa Arab, yaitu isim mashdar (bentuk infinitif) dari kata الخأق, ﻳﺨﻠﻖ, اقالخاsesuai dengan timbangan (wazan) tsulasi majid, أﻓﻌﻞ ﻳﻔﻌﻞ اﻓﻌﺎﻻyang berarti ( اﻟﺴﺠﻴﺔperangai), (اﻟﻄﺒﻌﻴﺔkelakuan, tabi’at, watak dasar), ( اﻟﻌﺎدةkebiasaan, kelaziman), اﻟﻤﺮوﻋﺔ (peradaban yang baik), dan ( اﻟﺪﻳﻦagama).9 Menurut Prof. Dr. H. Moh. Ardani secara linguistik (kebahasaan), kata akhlak merupakan isim jamid atau isim ghair mustaq, yaitu keadaan isim yang tidak mempunyai akar kata, melainkan kata tersebut memang begitu adanya. Kata akhlak adalah jamak dari kata ﺧﻠﻖatau ﺧﻠﻖyang artinya sama dengan arti akhlak sebagaimana telah disebutkan di atas.10
9
h.1.
10
Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002), cet.ke-4,
Moh. Ardani, Nilai-nilai Akhlak/Budi Pekerti Dalam Ibadat, (Jakarta: CV. Karya Mulia, 2001), cet. ke-1, h. 25.
Baik kata akhlaq atau khuluq keduanya dijumpai pemakaiannya baik dalam al-Qur’an maupun al-Hadits, sebagai berikut:
). (4 : اﻟﻘﻠﻢ “Dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung”. (QS. al-Qalam, 68:4).
اﻧﻤﺎ ﺑﻌﺜﺖ: ﻋﻦ اﺑﻰ هﺮﻳﺮة رﺿﻲ اﷲ ﻋﻨﻪ ان اﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ و ﺳﻠﻢ ﻗﺎل (ﻷﺗﻤﻢ ﻣﻜﺎرم اﻷﺧﻼق )رواﻩ اﻟﺒﺨﺎرى “Dari Abu Hurairah RA, sesungguhnya Nabi SAW. berkata: Sesungguhnya aku diutus (Allah SWT) untuk menyempurnakan keluhuran budi pekerti”. (HR. Al-Bukhari). Dengan demikian kata akhlaq atau khuluq secara kebahasaan berarti “budi pekerti, adat kebiasaan, perangai, muru’ah atau segala sesuatu yang sudah menjadi tabi’at”.11 Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, kata akhlak diartikan sebagai “budi pekerti atau kelakuan”.12 Sedangkan dari segi istilah, menurut Prof. Dr. Achmad Ameen menerangkan bahwa "sebagian ulama juga menerangkan bahwa khuluq itu adalah kehendak yang dibiasakan, yakni bahwa kehendak itu jika dibiasakan akan sesuatu, maka kebiasaan tersebut dinamakan akhlak”.13 Imam al-Ghazali
dalam
kitabnya
“Al-Ihya ‘Ulum Al-Din”
menerangkan bahwa akhlak ialah suatu bentuk atau sifat yang tertanam 11
Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, h. 3. Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), cet. ke-2, edisi III, h. 20. 13 Achmad Ameen, Kitab al-Akhlaq, (Kairo: An-Nahdlah, 1967), cet.ke-9, h.50. 12
dalam jiwa manusia daripadanya timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah dan gampang tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan terlebih dahulu. Apabila sifat-sifat tersebut menimbulkan perbuatanperbuatan yang baik dan terpuji menurut akal pikiran dan syara’ maka itu dinamakan akhlak yang baik. Dan apabila sifat itu menimbulkan perbuatanperbuatan yang jelek, maka sifat yang menjadi sumbernya dinamakan akhlak yang buruk.14 Menurut Ibn Miskawaih (w. 421 H/1030 M) yang selanjutnya dikenal
sebagai
pakar
bidang
akhlak
terkemuka
dan
terdahulu
mendefinisikan akhlak sebagaimana dikutip oleh Dr. H. Abuddin Nata, M.A. yaitu:15
اﻟﺨﻠﻖ ﺣﺎل ﻟﻠﻨﻔﺲ راﻋﻴﺔ ﻟﻬﺎ اﻟﻰ اﻓﻌﺎﻟﻬﺎ ﻣﻦ ﻏﻴﺮ ﻓﻜﺮ و رؤﻳﺔ “akhlak ialah suatu keadaan jiwa atau sikap yang mendorong (mengajak) untuk melakukan perbuatan-perbuatan tanpa berpikir dan dipertimbangkan terlebih dahulu ”. Menurut Prof. Dr. Zakiah Daradjat dalam bukunya “Pendidikan Islam Dalam Keluarga dan Sekolah” menerangkan bahwa akhlak adalah kelakuan yang timbul dari hasil perpaduan antara hati nurani, pikiran, perasaan, bawaan, dan kebiasaan yang menyatu; membentuk satu kesatuan
14
Imam al-Ghazali, Ihya ‘Ulum al-Din, (Kairo: Maktabah Matba’ah al-Masyhad alHusainy, 1939), Juz III, h.56. 15 Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002), cet.ke-3, h.3.
tindakan akhlak yang ditaati dalam kenyataan hidup sehingga dapat membedakan mana yang baik dan mana yang buruk.16 Menurut Anwar Masy’ari bahwa akhlak adalah sumber dari segala perbuatan yang sewajarnya, yakni tidak dibuat-buat dan perbuatan yang dapat kita lihat sebenarnya adalah: “merupakan gambaran dari sifat-sifat yang tertanam dalam jiwa”.17 Keseluruhan definisi akhlak di atas tampak tidak ada yang bertentangan, melainkan memiliki kemiripan antara yang satu dengan yang lainnya. Definisi-definisi akhlak tersebut secara substansial tampak saling melengkapi. Berdasarkan keterangan-keterangan di atas, maka penulis mengambil kesimpulan, bahwa yang dimaksud dengan akhlak adalah kelakuan yang timbul dari hasil perpaduan antara hati nurani, pikiran, perasaan, bawaan, dan kebiasaan yang menyatu yang mendorong (mengajak) untuk melakukan perbuatan-perbuatan
baik
maupun
buruk
tanpa
berpikir
dan
dipertimbangkan terlebih dahulu. perbuatan yang menjadi kebiasaan dan hal itu merupakan gambaran dari keadaan atau sifat dalam jiwa manusia yang dilakukan tanpa pemikiran dan pertimbangan terlebih dahulu. 2. Macam-macam Akhlak Dalam berbagai literatur tentang Ilmu Akhlak islami, dijumpai uraian tentang akhlak yang secara garis besar dapat dibagi dua bagian, yaitu 16
Zakiah Daradjat, Pendidikan Islam Dalam Keluarga dan Sekolah, (Jakarta: CV. Ruhama, 1995), cet. ke-2, h. 10. 17 Anwar Masy’ari, Akhlak al-Quran, (Surabaya: PT Bina Ilmu, 1990), cet. ke-1, h. 3.
“akhlak yang baik (al-akhlaq al-mahmudah) dan akhlak yang buruk (alakhlaq al-mazmumah)”.18 a. Akhlak Mahmudah Bahwasanya “akhlak mahmudah meliputi sifat-sifat: amanah, birrul waalidaini, haya’, ‘iffah, iqtishad, qana’ah dan zuhud, rahman dan shidqu.”19 Berikut uraiannya: Amanah (berlaku jujur), menurut bahasa Arab amanah berarti: kejujuran, kesetiaan dan ketulusan hati. Menurut Dr. H. Hamzah Ya’qub pengertian amanat ialah: “... suatu sifat dan sikap di dalam melaksanakan suatu yang dipercayakan kepadanya, berupa harta benda, rahasia maupun tugas kewajiban”. Pelaksanaan amanat dengan baik disebut al amin yang berarti: yang dapat dipercaya, yang jujur, yang setia dan yang aman. Birrul Waalidaini (berbuat baik kepada kedua orang tua), perwujudan dari sifat terpuji berbuat baik kepada ayah dan ibu meliputi segala aspek kegiatan manusia, baik perbuatan maupun ucapan. Dapat dinilai sebagai berbuat baik kepada orang tua, jika anak mendoakan kepada Allah agar keduanya mendapat rahmatNya, bertingkah laku sopan, lemah lembut dan hormat di hadapan keduanya. Berbuat baik dalam ucapan berarti anak merendahkan suara dan bertutur kata sopan terhadap keduanya. Perintah berbuat baik kepada orang tua telah tercantum dalam Al-Qur’an surat Al-Isra’ ayat 23 sebagai berikut:
h. 43. 209.
18
Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002), cet. ke-4,
19
Sudarsono, Sepuluh Aspek Agama Islam, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1994), cet. ke-1, h.
⌧ ☺
⌧
☺ ☺
☺
⌧ ☺ ☺
“Dan Tuhanmu Telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia”.
Haya’ (perasaan malu), menurut bahasa alhaya berarti: malu. Sedangkan menurut pengertian etika Islam, sifat malu termasuk akhlak yang terpuji (akhlak mahmudah).Yang dimaksud dengan malu di sini ialah: Perasaan mundur seseorang sewaktu lahir atau tampak dari dirinya sesuatu yang membawa ia tercela. ‘Iffah (memelihara kesucian diri), sifat al’iffah pada hakikatnya merupakan keadaaan jiwa yang mampu untuk menjaga diri dari perbuatan jahat. Al’iffah termasuk dalam rangkaian fadilah atau akhlaqul karimah yang dituntut dalam ajaran Islam. Menjaga diri dari segala keburukan dn memelihara kehormatan hendaklah dilakukan pada setiap waktu. Menjaga diri dengan secara ketat, maka dapatlah diri dipertahankan untuk selalu berada pada status kesucian.
Iqtishad (berlaku hemat), termasuk salah satu sifat mahmudah menurut etika Islam ialah hemat. Dalam penggunaan harta, hemat merupakan jalan tengah antara boros dan kikir, yang berarti pula perbuatan tersebut merupakan langkah untuk membelanjakan harta kekayaan dengan sebaik-baiknya, dengan cara-cara yang wajar.Yang dimaksud dengan hemat ( )اﻻﻗﺘﺼﺎدialah menggunakan segala sesuatu yang tersedia berupa harta benda, waktu dan sebagainya menurut ukuran keperluan, mengambil jalan tengah, tidak kurang dan tidak berlebihan. Qana’ah atau Zuhud (Berlaku Sederhana), kedua sifat tersebut secara hakiki adalah sifat yang semata-mata muncul dari hati sanubari karena sadar akan nikmat, rahmat dan anugerah Ilahi yang secara metafisik berada segala keadaan. Menurut bahasa qana’ah berarti: Menerima apa adanya atau tidak serakah. Sedangkan zuhud berarti: Sederhana. Kedua istilah tersebut tak mmiliki perbedaan makna yang prinsipil. Dari segi etika Islam sifat qana’ah atau zuhud merupakan keadaan jiwa yang mampu menerima dengan ikhlas apa yang ada pada dirimu, juga merupakan suatu perasaan berkecukupan dengan segala apa yang dimiliki baik yang bersifat materiil maupun non materiil. Rahman dan Barr (rasa kasih sayang), salah satu sifat luhur dan terpuji adalah kasih sayang. Sifat tersebut merupakan pembawaan naluri setiap orang. Perwujudan sifat kasih sayang di dalam etika Islam meliputi: Perlakuan kasih sayang di dalam keluarga, lingkungan dan antar bangsa.
Jika seseorang memiliki rasa kasih sayang, maka ia akan memiliki tingkah laku: suka menyambung tali kekeluargaan, memilki persaudaraan yang erat, mudah damai, suka menolong orang lain yang sedang dalam kesulitan, mudah memaafkan kesalahan yang dilakukan orang lain kepadanya.dan bersifat pemurah. Shidqu (berlaku benar), secara bahasa adalah benar dan jujur. Dalam pengertian etika Islam, sifat ashshidqu adalah sikap mental yang mampu memberi dorongan kuat untuk beramal sesuai dengan kenyataan yang sesungguhnya baik dalam ucapan maupun perbuatan. Berkaitan dengan hal tersebut, Allah berfirman di dalam surah Ath-Taubah ayat 119, yaitu:
“Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar”. b. Akhlak Mazmumah Banyak yang termasuk akhlak mazmumah, di antaranya yaitu: zalim, dengki, menipu, ria, ujub, lemah dan malas. Berikut uraiannya:20 Zalim, orang Islam tidak boleh menganiaya dan jangan mau dianiaya. Maka kezaliman tidak boleh muncul dari orang Islam dan jangan pula dirinya mau dianiaya oleh siapa pun. Sebab, kezaliman itu dengan 20
Minhaj al-Muslim oleh abu Bakr al-Jaza’iri, Hasanuddin dan Didin Hafidhuddin,
Pedoman Hidup Muslim, (Jakarta: PT Pustaka Litera AntarNusa, 2003), cet. ke-2, h. 278-291.
ketiga macamnya diharamkan dalam al-Qur’an dan as-Sunnah. Ketiga macam zalim itu adalah: 1. Zalim terhadap Allah, seperti kufur kepada-Nya. 2. Zalim kepada sesama manusia dan sesama makhluk, seperti berlaku aniaya atas kehormatan, fisik, dan hartanya tanpa hak. 3. Zalim terhadap diri sendiri, seperti mengotori diri sendiri dengan berbagai dosa, kejahatan dan keburukan yang berupa maksiat kepada Allah dan Rasul-Nya. Dengki, sifat dengki atau hasad dibenci oleh Islam karena menentang pembagian yang ditetapkan Allah dari karunia yang diberikan kepada makhluk-Nya. Hasad ada dua macam. Pertama, seseorang mengharapkan hilangnya nikmat berupa harta, ilmu, pangkat atau kekuasaan dari orang lain agar pindah kepada dirinya. Kedua, mengharapkan agar nikmat itu hilang dari orang lain walaupun ia tidak mengharap untuk memperolehnya. Macam hasad yang kedua adalah yang paling buruk. Sedangkan igtibat tidak termasuk hasad. Igtibat adalah berharap memperoleh nikmat seperti yang didapatkan orang lain baik berupa ilmu, kekayaan dan kebaikan tanpa menginginkan agar nikmat itu lenyap dari orang lain. Menipu, bentuk-bentuk perbuatan menipu yang tercela ini tergambar dalam:
a) Pernyataan seseorang kepada sesamanya tentang sesuatu yang buruk atau rusak bahwa itu adalah baik dengan maksud agar orang yang ditipu terjerumus di dalamnya. b) Hanya memperlihatkan sesuatu kepada sesamanya yang baiknya saja, sedang yang buruk disembunyikan. c) Apa yang diperlihatkan lain dengan hakikat yang sebenarnya. Tindakan tersebut dilakukan dengan maksud memperdaya orang lain. d) Perbuatan seseorang yang dengan sengaja ingin merusak harta orang lain, menodai istri, anaknya, pembantu, dan kawannya. Hal ini dilakukan dengan cara memecah belah atau mengadu domba. e) Janji seseorang bahwa ia akan menjaga jiwa, harta atau menyimpan rahasia sesamanya, tetapi kemudian mengkhianati atau menipunya. Orang Islam dalam menjauhi penipuan dan pengkhianatan adalah semata-mata atas dasar taat kepada Allah dan Rasul-Nya, karena ketiga macam bentuk kezaliman itu diharamkan oleh al-Qur’an dan as-Sunnah. Ria, hakikat ria yaitu perbuatan taat yang dilakukan seseorang kepada Allah dengan dilatarbelakangi maksud agar ia mendapat tempat di hati sesama manusia. Firman Allah dalam surat al-Ma’un ayat 4-7 sebagai berikut:
☺
. ⌧
. ☺
. .
☺
“Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orangorang yang lalai dari shalatnya, Orang-orang yang berbuat ria, dan enggan (menolong dengan) barang berguna”. Ria itu tampak dalam hal-hal sebagai berikut: a) Seseorang semakin taat bila dipuji dan akan berkurang bahkan ditinggalkannya bila dicela atau diejek. b) Seseorang mau bersedekah bila dilihat orang lain. Sedangkan bila tidak, ia tidak akan bersedekah. c) Seseorang rajin beribadah bila bersama orang lain dan malas ibadah bila sendirian. d) Seseorang mengatakan yang hak dan kebaikan, atau beramal dan berbuat kebajikan tetapi bukan karena Allah, melainkan karena menginginkan sesuatu dari manusia. Ujub dan Sombong; orang Islam harus waspada dari sikap ujub dan sombong. Dengan sekuat tenaga ia harus melepaskan diri dari kedua sifat tersebut dalam berbagai hal, karena kedua sifat tersebut merupakan penghalang terbesar untuk mencapai kesempurnaan. Seringkali nikmat berubah menjadi azab karena ujub dan sombong. Sungguh banyak orang mulia menjadi hina dan yang kuat menjadi lemah karena dua perangai tersebut. Contoh sikap ujub adalah ketika para sahabat Rasulullah saw merasa bangga dengan banyaknya pasukan di waktu perang Hunain. Mereka berkata: Hati ini kami tidak akan kalah oleh musuh yang sedikit. Lalu mereka ditimpa kekalahan yang pahit, hingga bumi yang luas itu terasa sempit oleh mereka. Kemudian mereka lari tunggang langgang.
Sedangkan contoh daripada bentuk kesombongan dalam harta seperti orang menjadi sombong karena banyak harta dan kekayaan, lalu ia menghamburhamburkan kekayaan dan melecehkan kebenaran hingga ia binasa karenanya. Lemah dan malas; orang Islam tidak boleh tampak lemah dan malas. Karena mungkin dia akan berpangku tangan atau tidak bersungguhsungguh dalam mencari sesuatu yang berguna, padahal dia percaya terhadap hukum sebab akibat dan sunnatullah di alam semesta. Atas dasar apa orang Islam bisa malas, padahal dia percaya terhadap seruan Allah dalam firman-Nya (Surah al-Hadid ayat 21) agar selalu memacu diri:
⌧ ....
☺
“Berlomba-lombalah kamu kepada (mendapatkan) ampunan dari Tuhanmu dan syurga yang luasnya seluas langit dan bumi...” Beberapa bentuk sifat lemah dan malas sebagai berikut: a)
Seseorang yang mendengar seruan adzan untuk shalat dikala ia sedang asyik tidur, ngobrol atau mengerjakan sesuatu yang tidak penting, tetapi ia tidak mau beranjak dari keasyikannya itu sampai akhirnya tidak shalat.
b) Orang yang berjam-jam nongkrong di warung kopi dan di tempattempat hiburan, padahal ia punya pekerjaan yang harus diselesaikan, tetapi ia biarkan terbelangkalai. c)
Seseorang tinggal di rumah gubuk atau kumuh. Ia tidak berusaha mencari tempat tinggal yang lebih baik yang dapat lebih menjamin agama, kemuliaan dan kehormatannya.
3. Sumber Akhlak Dalam tuntunan Islam telah ditetapkan bahwa yang menjadi sumber dalam Islam yang menjelaskan kriteria baik dan buruknya suatu perbuatan adalah al-Qur’an dan al-Hadits. Kedua sumber di atas memberikan bimbingan kepada manusia dalam hubungannya
dengan
Allah
subhanahu
wata’ala
maupun
dalam
hubungannya dengan sesama manusia dan lingkungan. Berdasarkan aturanaturan dalam agama itu sendiri akhlak yang bersumber dari agama mempunyai dua pendorong yaitu iman kepada kekuatan gaib dan sangsisangsi yang dikenakan oleh masyarakat. Batasan-batasan akhlak di dalam agama Islam, baik akhlak terhadap Sang Pencipta, sesama manusia maupun terhadap alam telah ditentukan oleh al-Qur’an dan al-Hadits sehingga manusia dapat menjadikan kedua sumber tersebut sebagai pedoman dalam berakhlak. Lebih ditegaskan, bahwa yang menjadi landasan dan sumber ajaran Islam secara keseluruhan
sebagai pola hidup dan menetapkan mana yang baik dan mana yang buruk ialah al-Qur’an dan al-Hadits.21 a. al-Qur’an sebagai sumber akhlak dalam Islam. Berikut ini salah satu ayat mengenai akhlak:
⌧ ⌧ : ) اﻷﺣﺰب.
⌧
☺ ⌧ ( 21
“Sesungguhnya Telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah”. (QS. AlAhzab 33:21). b. al-Hadits sebagai sumber akhlak dalam Islam. Berikut ini salah satu hadits yang berkenaan dengan akhlak:
)رواﻩ اﺣﻤﺪ( ﻋﻦ اﺑﻰ هﺮﻳﺮة رﺿﻲ اﷲ ﻋﻨﻪ ان.اﻧﻤﺎ ﺑﻌﺜﺖ ﻷﺗﻤﻢ ﻣﻜﺎرم اﻷﺧﻼق ( اﻧﻤﺎ ﺑﻌﺜﺖ ﻷﺗﻤﻢ ﻣﻜﺎرم اﻷﺧﻼق )رواﻩ اﻟﺒﺨﺎرى: اﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ و ﺳﻠﻢ ﻗﺎل “Dari Abu Hurairah RA, sesungguhnya Nabi SAW. berkata: Sesungguhnya aku diutus (Allah SWT) untuk menyempurnakan keluhuran budi pekerti”. (HR. Al-Bukhari). Maka jelaslah bahwa al-Qur’an dan al-Hadits merupakan sumber akhlak dalam Islam.
B. Bimbingan Akhlak 1. Pengertian Bimbingan Akhlak
21
Abdullah Salim, Akhlak Islam: Membina Rumah Tangga dan Masyarakat (Jakarta: Media Dakwah, 1994), cet.ke-4, h.12.
Istilah bimbingan sebagaimana digunakan dalam literatur di Indonesia merupakan terjemahan dari kata guidance dalam bahasa Inggris. Dalam kamus bahasa Inggris guidance dikaitkan dengan kata asal guide, yang diartikan sebagai berikut: menunjukkan jalan (showing the way); memimpin (leading), menuntun (conducting); memberikan petunjuk (giving instruction); mengatur (regulating); mengarahkan (governing); memberikan nasihat (giving advice). Kalau istilah bimbingan dalam bahasa Indonesia diberi arti yang selaras dengan arti-arti yang disebutkan di atas, maka akan muncul dua pengertian yang agak mendasar, yaitu: a. Memberikan informasi, yaitu menyajikan pengetahuan yang dapat digunakan untuk mengambil suatu keputusan, atau memberitahukan sesuatu sambil memberikan nasihat. b. Mengarahkan, menuntun ke suatu tujuan. Tujuan itu mungkin hanya diketahui oleh pihak yang mengarahkan; mungkin perlu diketahui oleh kedua belah pihak.22 Menurut Ngalim Purwanto bahwa kata bimbingan secara etimologi merupakan terjemahan dari kata “guidance” berasal dari kata kerja “to guide” yang mempunyai arti menunjukkan, membimbing, menuntun ataupun membantu. Sesuai dengan istilahnya, maka secara umum bimbingan dapat diartikan sebagai suatu bantuan.23
22
W.S. Winkel dan Sri Hastuti, Bimbingan Dan Konseling Di Institusi Pendidikan, (Yogyakarta: Media Abadi, 2004), cet. ke-3, h. 27. 23 Ngalim Purwanto, Administrasi Pendidikan, (Jakarta: PT. Mutiara, 1981), cet. ke-8, h. 26.
Sejak awal abad ke-20 banyak sekali usaha-usaha yang dilakukan orang membuat rumusan tentang bimbingan. Beberapa rumusan tersebut dikemukakan sebagaimana yang dikutip oleh Prayitno dan Erman Amti sebagai berikut:24 a. Bimbingan membantu setiap individu untuk lebih mengenali berbagai informasi tentang dirirnya sendiri. b. Bimbingan sebagai proses layanan yang diberikan kepada individuindividu guna membantu mereka memperoleh pengetahuan dan keterampilan-keterampilan yang diperlukan dalam membuat pilihanpilihan, rencana-rencana, dan interpretasi-interpretasi yang diperlukan untuk menyesuaikan diri yang baik. c. Bimbingan merupakan segala kegiatan yang bertujuan meningkatkan realisasi pribadi setiap individu. d. Bimbingan adalah bantuan yang diberikan oleh seseorang, baik pria maupun wanita yang memiliki kepribadian yang memadai dan terlatih dengan baik kepada individu-individu setiap usia untuk membantunya mengatur kegiatan hidupnya sendiri, mengembangkan pandangan hidupnya sendiri, membuat keputusan sendiri dan menanggung bebannya sendiri. e. Bimbingan adalah bantuan yang diberikan kepada individu dalam membuat pilihan-pilihan dan penyesuaian-penyesuaian yang bijaksana. Bantuan itu berdasarkan atas prinsip demokrasi yang merupakan tugas 24
Prayitno dan Erman Amti, Dasar-Dasar Bimbingan Dan Konseling, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2004), cet. ke-2, h. 94-95.
dan hak setiap individu untuk memilih jalan hidupnya sendiri sejauh tidak mencampuri hak orang lain. Kemampuan membuat pilihan seperti itu tidak diturunkan (diwarisi), tetapi harus dikembangkan. Berdasarkan rumusan-rumusan di atas, maka yang dimaksud dengan bimbingan adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh orang yang ahli kepada seorang atau beberapa orang individu, baik anak-anak, remaja, maupun dewasa agar orang yang dibimbing dapat mengembangkan kemampuan dirinya sendiri dan mandiri dengan memanfaatkan kekuatan individu dan sarana yang ada dan dapat dikembangkan berdasarkan norma-norma yang berlaku. Dalam rangka mengembangkan diri sendiri ia harus mengenal dirinya sendiri, lingkungan hidupnya, membangun cita-cita yang ingin dicapai, menimbang beraneka dorongan motivasional yang terdapat dalam diirnya sendiri, memperhitungkan kewajibannya terhadap sesama manusia, merencanakan langkah-langkah yang dapat diambilnya untuk mencapai suatu tujuan, mengevaluasi atas dirinya sendiri dan arah kehidupannya sendiri. Ciri khas dari bantuan melalui bimbingan terletak pada tujuan bantuan itu diberikan, yaitu supaya orang-perorangan atau kelompok orang yang dilayani menjadi mampu menghadapi semua tugas perkembangan hidupnya secara sadar dan bebas, mewujudkan kesadaran dan kebebasan itu
dalam membuat pilihan-pilihan secara bijaksana, serta mengambil beraneka tindakan penyesuaian diri sacara memadai.25 Mengenai bimbingan terdapat tiga ragam di dalamnya, yaitu bimbingan karir, bimbingan akademik dan bimbingan pribadi-sosial. Dalam skripsi ini yang akan dipaparkan adalah bimbingan pribadi-sosial, hal itu dimaksudkan
untuk
mempermudah
peneliti
dalam
mendefinisikan
bimbingan akhlak. Bimbingan pribadi-sosial berarti bimbingan dalam menghadapi keadaan batinnya sendiri dan mengatasi berbagai pergumulan dalam batinnya sendiri; dalam mengatur diri sendiri di bidang kerohanian, perawatan jasmani, pengisian waktu luang, penyaluran nafsu seksual dan sebagainya serta dalam membina hubungan kemanusiaan dengan sesama di berbagai lingkungan (pergaulan sosial).26 Tenaga bimbingan yang memberikan ragam bimbingan ini tentunya membutuhkan pengetahuan dan pemahaman psikologis yang cukup mendalam serta harus memiliki fleksibilitas yang tinggi dan kesabaran yang besar. Sedangkan yang dimaksud dengan akhlak telah dibahas pada awal bab ini. Jadi, kiranya tidak perlu lagi peneliti membahas panjang lebar mengenai pengertian akhlak lagi. Dari hasil pemaparan mengenai pengertian akhlak dan bimbingan di atas, maka dapat diketahui bahwa yang dimaksud dengan bimbingan akhlak 25 26
W.S. Winkel dan Sri Hastuti, Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan, h. 32. Ibid., h. 118.
adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh orang yang ahli kepada seorang atau beberapa orang individu dalam menghadapi keadaan jiwanya sendiri yang tampak melalui tingkah lakunya agar dirinya mampu membiasakan berbuat kebaikan dalam kehidupannya sehari-sehari. 2. Program Bimbingan Akhlak Seluruh kegiatan bimbingan terselenggara dalam rangka suatu program bimbingan akhlak, yaitu suatu rangkaian kegiatan bimbingan yang terencana, terorganisasi dan terkoordinasi selama periode waktu tertentu. Tentang program bimbingan itu timbul banyak pertanyaan, salah satunya adalah, apa komponen-komponen dalam program bimbingan. Komponen-komponen dalam progam bimbingan akhlak ialah saluran khusus untuk melayani para siswa, rekan tenaga pendidik yang lain, serta orang tua siswa. Seluruh saluran formal itu mencakup sejumlah kegiatan bimbingan yang dapat diprogramkan sebagai kegiatan rutin sehingga terselenggara secara berkesinambungan atau diprogramkan sebagai kegiatan insidental sehingga terlaksana menurut kebutuhan pada waktu-waktu tertentu saja. Kegiatan-kegiatan bimbingan akhlak dapat ditujukan kepada siswa yang sedang mengikuti program pendidikan di sekolah, kepada para alumni, kepada guru dan orang tua, atau menyangkut program bimbingan sendiri yang dikelola oleh tenaga bimbingan. Untuk lebih mudah memahami komponen-komponen dalam program bimbingan akhlak, maka dapat dilihat skemanya sebagai berikut:27
27
Ibid., h.121.
Tabel 1 Skema Komponen-komponen Dalam Program Bimbingan 1. Pengumpulan Data (appraisal) 2. Pemberian Informasi (information) 3. Penempatan (placement) 4. Konseling (counseling) Termasuk Pengiriman (referral)
Kepada siswa yang terdaftar sebagai siswa institusi pendidikan
2. a. Artikulasi (articulation) 3. a. Tindak Lanjut (follow up)
Kepada calon siswa Kepada mantan siswa
5. Konsultasi (consultation)
Kepada rekan tenaga pendidik dan orang tua
6. Evaluasi Program (evaluation)
Menyangkut efisiensi dan efektivitas progeam bimbingan
Layananlayanan Bimbingan (Guidance Services)
C. Kerangka Pikir Mustafa Zahri mengatakan bahwa “tujuan perbaikan akhlak ialah untuk membersihkan kalbu dari kotoran-kotoran hawa nafsu dan amarah sehingga hati menjadi suci bersih, bagaikan cermin yang dapat menerima Nur cahaya Tuhan”.28 Keterangan tersebut memberi petunjuk bahwa pemberian bimbingan akhlak befungsi memberikan panduan kepada manusia agar mampu menilai dan menentukan suatu perbuatan untuk selanjutnya menetapkan bahwa perbuatan tersebut termasuk perbuatan yang baik atau yang buruk. Jika tujuan dari bimbingan akhlak dapat tercapai, maka manusia akan memiliki kebersihan batin yang pada gilirannya melahirkan perbuatan yang 28
Mustafa Zahri, Kunci Memahami Ilmu Tasawuf, (Surabaya: Bina Ilmu, 1995), h. 67.
terpuji. Dari perbuatan yang terpuji ini akan lahirlah keadaan masyarakat yang damai, harmonis, rukun, sejahtera lahir dan batin yang memungkinkan ia dapat beraktivitas guna mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan kebahagiaan hidup di akhirat. Berdasarkan pemaparan di atas, bahwa bimbingan akhlak diperlukan untuk mengadakan perbaikan akhlak terhadap diri seseorang. Tetapi, kenyataannya yang dapat kita lihat diluar, banyak anak-anak didik yang tidak berakhlak, mereka meakukan perkelahian antar teman, melawan orangtua, mencuri, dan sebagainya. Sehingga bimbingan akhlak tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Jika dipikir lebih luas, sebenarnya faktor bimbingan akhlak bukanlah satu-satunya faktor yang dapat melakukan perubahan akhlak menjadi lebih baik pada diri seseorang, seperti faktor keluarga, faktor pergaulan, pengalaman hidup, dan sebagainya. Dengan demikian, diduga tidak terdapat korelasi yang signifikan antara bimbingan akhlak dengan akhlak seseorang khususnya pada penelitian ini adalah akhlak santri di Madrasah Diniyah Awwaliyah Baitussalam Kramat Jati Jakarta Timur.
D. Pengajuan Hipotesis Hipotesis merupakan jawaban sementara, yang masih perlu diuji kebenarannya melalui fakta-fakta. Pengujian hipotesis dengan menggunakan
dasar fakta diperlukan suatu alat bantu, dan yang sering digunakan adalah analisis statistik.29 Untuk menguji suatu hipotesis diperlukan sejumlah data, baik yang mendukung maupun yang bertentangan dengan hipotesa. Data tersebut akan diolah dengan teknik atau perhitungan statistik guna memperoleh kesimpulankesimpulan dalam menerima dan menolak hipotesa. Dalam penelitian ini terdapat dua variabel, yaitu bimbingan akhlak sebagai variabel X dan akhlak santri di Madrasah Diniyah Awwaliyah (MDA) Baitussalam Jakarta Timur sebagai variabel Y. Berdasarkan kerangka pikir sebagaimana telah dipaparkan, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Hipotesa Nol (H0)
: Tidak
ada
korelasi
positif
yang
signifikan antara bimbingan akhlak (variabel X) dengan akhlak santri di MDA
Baitussalam
Jakarta
Timur
(variabel Y). 2. Hipotesa alternatif (Ha)
: Ada korelasi positif yang signifikan antara bimbingan akhlak (variabel X) dengan
akhlak
santri
di
MDA
Baitussalam Jakarta Timur (variabel Y).
29
ke-1, h. 97.
Agus Irianto, Statistik Konsep Dasar dan Aplikasinya, (Jakarta: Kencana, 2004), cet.
BAB III GAMBARAN UMUM MADRASAH DINIYAH AWWALIYAH BAITUSSALAM YAYASAN BAITUSSALAM JAKARTA TIMUR
A. Sejarah Berdirinya Madrasah Diniyah A wwaliyah Baitussalam Mengenai sejarah berdirinya Madrasah Diniyah Awwaliyah (MDA) Baitussalam, penulis melakukan wawancara terhadap beberapa orang yang terkait mengenai hal tersebut. Berikut hasil wawancara menurut redaksi penulis:30 Masjid Baitussalam didirikan pada tahun 1981 dan diresmikan pada tahun 1982 oleh Wakil Presiden Republik Indonesia, yaitu Adam Malik. Pada saat itu ketua masjid Baitussalam ialah Mayor Abdul Hamid. Selanjutnya pada tahun 1986 diselenggarakan madrasah (pengajian) untuk anak-anak. Perkembangan untuk madrasah selanjutnya. Atas inisiatif para pengurus masjid Baitussalam bersama ketua masjid Baitussalam pada saat itu ialah H. A. Thalib yang juga menjadi ketua yayasan Baitussalam, pada hari selasa, 7 Pebruari 1995 didirikanlah yayasan Baitussalam dengan akta notaris H. Abu Jusuf, S. H. Sejak saat itu bukan hanya mengadakan Madrasah Diniyah Awwaliyah (MDA) Baitussalam tetapi juga Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPA) Baitussalam dan Majlis Taklim.
30
Wawancara peneliti kepada salah satu sesepuh Masjid Baitussalam, yakni H. Amran dan Kepala Sekolah MDA Baitussalam, yakni Ust. Saefullah, S. Ag. Pada tanggal 3 mei 2007 di Masjid Baitussalam Kramat Jati Jakarta Timur.
Mulai tanggal 29 Juli 2004, Madrasah Diniyah Awwaliyah Baitussalam mendapatkan surat izin penyelenggaraan pendidikan Madrasah Diniyah dari kantor Departemen Agama Kotamadya Jakarta Timur dengan No. Kd.0902/5/PP.01.0/1843/2004
dan
Nomor
Statistik
Madrasah
(NSM)
412317220040. Mulai saat itu pula MDA Baitussalam secara resmi tercatat dan berada di bawah naungan Departemen Agama Kotamadya Jakarta Timur. Kepala Madrasah pada saat itu ialah M. Ansori Nasution S. Ag. Pada saat ini kepala Madrasah Diniyah Awwaliyah Baitussalam ialah Saifullah, S. Ag. Sekarang sudah hampir tiga tahun Madrasah Diniyah Awwaliyah Baitussalam berjalan sejak tercatat di Departemen Agama Kotamadya Jakarta Timur.
B. Tujuan dan Fungsi Tujuan pendidikan Madrasah Diniyah adalah untuk: 1. Memberikan bekal kemampuan dasar kepada warga belajar untuk mengembangkan kehidupannya sebagai: a. Pribadi muslim yang beriman dan bertakwa serta berakhlak mulia. b. Warga Negara Indonesia yang berkepribadian, percaya kepada diri sendiri serta sehat jasmani dan rohani. 2. Membina warga belajar agar memiliki pengalaman, pengetahuan, keterampilan
beribadah
pengembangan pribadinya.
dan
sikap
terpuji
yang
berguna
bagi
3. Mempersiapkan warga belajar untuk dapat mengikuti pendidikan lanjutan pada madrasah diniyah. Adapun fungsi pendidikan madrasah diniyah adalah: 1. Menyelenggarakan kemampuan dasar pendidikan agama Islam yang meliputi al-Qur’an Hadits, Aqidah Akhlak, Ibadah, Sejarah Kebudayaan Islam dan Bahasa Arab. 2. Memenuhi kebutuhan masyarakat akan pendidikan agama Islam bagi warga belajar yang memerlukannya. 3. Membina hubungan kerjasama dengan orang tua warga belajar dan masyarakat. 4. Melaksanakan tata usaha dan rumah tangga pendidikan serta perpustakaan.
C. Visi dan Misi Adapun visi dan misi Madrasah Diniyah Awwaliyah Baitussalam Yayasan Baitussalam Jakarta Timur adalah: “Mencetak Generasi Yang Berakhlakul Karimah Serta Cerdas Intelektual, Emosional Dan Spiritual”
D. Letak Geografis, Sarana, dan Struktur Kepengurusan 1. Letak Geografis Madrasah Diniyah Awwaliyah Baitussalam Yayasan Baitussalam berlokasi di Komplek Paspampres Jalan Merpati No. 1A Kelurahan Tengah Kecamatan Kramat Jati Jakarta Timur.
2. Sarana Ruang belajar berlantaikan keramik yang terdiri dari empat ruangan yang berbentuk persegi panjang berukuran 5 X 7 meter. Seluruh kursi sekaligus tatakan buku seperti kursi kuliah ada 100 buah. Sedangkan jumlah santri MDA hanya dua puluh delapan anak, jadi lebih dari memadai untuk menampung santri. Seperangkat alat tulis mengajar di setiap ruang belajar. Masjid dan tempat wudhu lengkap guna praktek ibadah. Sebuah Ruangan kantor untuk para staf madrasah. 3. Struktur Kepengurusan Ketua Yayasan H. A. THALIB Kepala Madrasah SAIFULLAH, S.Ag
Sekretaris
Bendahara
SUMARHARTATI, S.H.I
RINI SUSILOWATI
GURU - GURU Al-Qur’an Hadits
Fiqih
SUMARHARTATI, S.H.I
RINI SUSILOWATI
Sejarah Kebudayaan Islam
Aqidah Islam & Bimb. Akhlak
NURJANAH, S.Sos.I
MASRURI MUGNI, S.Pd.I Kebersihan H. AMRAN
E. Santri MDA Baitussalam Seluruh santri Madrasah Diniyah Awwaliyah Baitussalam berasal dari sekitar lingkungan madrasah itu sendiri, tetapi lebih banyak dari anak-anak yang tinggal di komplek Paspampres, yaitu lingkungan tempat berdirinya madrasah tersebut. Santri yang terdaftar di MDA Baitussalam lebih banyak wanita daripada prianya. Santri wanita berjumlah empat puluh tujuh orang sedangkan santri pria sebanyak tiga puluh tiga orang, jadi keseluruhannya berjumlah delapan puluh santri. Selain berstatus sebagai santri di MDA Baitussalam, mereka juga adalah siswa-siswi Sekolah Dasar yang berkisar dari kelas tiga sampai kelas enam Sekolah Dasar.
BAB IV HASIL ANALISA
A. Uji Validitas dan Reliabilitas Berdasarkan perhitungan statistik dengan menggunakan cronbach α, yang mana dapat diketahui butir pernyataan yang valid/invalid dan reliabil/ireliabil31 terhadap angket yang telah diisi oleh responden bayangan, maka didapat hasil sebagai berikut: Tabel 2 Hasil Uji Validitas dan Realibilitas Terhadap Butir-butir Pernyataan Akhlak No. Pernyataan
Korelasi Item
Cronbach α
Keterangan
1
0.3004
0.7883
Valid dan Reliabil
2
0.1552
0.7928
Valid dan Reliabil
3
0.3091
0.7885
Valid dan Reliabil
4
-0.4898
0.8080
Invalid dan Reiabil
5
0.3046
0.7887
Valid dan Reliabil
6
0.3545
0.7838
Valid dan Reliabil
7
0.2764
0.7875
Valid dan Reliabil
8
0.4913
0.7821
Valid dan Reliabil
9
0.5156
0.7771
Valid dan Reliabil
10
0.4288
0.7830
Valid dan Reliabil
11
0.3340
0.7865
Valid dan Reliabil
12
0.5657
0.7762
Valid dan Reliabil
13
0.0387
0.8047
Valid dan Reliabil
14
0.5657
0.7803
Valid dan Reliabil
31
Singgih Santoso, Buku Latihan Statistik Parametrik, (Jakarta: PT. Elex Media Komputindo, 2000), h. 269-291.
15
0.4554
0.7783
Valid dan Reliabil
16
0.4351
0.7812
Valid dan Reliabil
17
0.4557
0.7835
Valid dan Reliabil
18
0.6423
0.7736
Valid dan Reliabil
19
0.3671
0.7846
Valid dan Reliabil
20
-0.0186
0.7969
Invalid dan Reliabil
21
0.5859
0.7753
Valid dan Reliabil
22
0.4856
0.7781
Valid dan Reliabil
23
-0.4058
0.8217
Invalid dan Reliabi
24
0.2194
0.7906
Valid dan Reliabil
25
0.5952
0.7742
Valid dan Reliabil
26
0.0989
0.7945
Valid dan Reliabil
27
0.4859
0.7822
Valid dan Reliabil
28
0.4286
0.7816
Valid dan Reliabil
29
0.4667
0.7802
Valid dan Reliabil
30
0.4808
0.7793
Valid dan Reliabil
Alpha =
0.7922
Kolom korelasi item adalah untuk mengetahui validitas, sedangkan kolom Cronbach α untuk mengetahui reliabilitas. Jika ada nilai yang minus pada salah satu nomor pernyataan di atas, maka dikatakan nomor pernyataan tersebut invalid atau ireliabil. Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui butir pernyataan yang invalid yaitu butir pernyataan nomor 4, 20 dan 23. Maka peneliti menghilangkan butir-butir pernyataan yang invalid tersebut sehingga jumlah keseluruhan butir pernyataan yang valid dan reliabil yaitu sebanyak 27 butir pernyataan.
B. Kondisi Akhlak Santri Di MDA Baitussalam Dalam
meneliti
akhlak
santri
MDA
Baitussalam,
peneliti
menggunakan angket berskala likert dengan butir pernyataan sebanyak dua puluh tujuh butir pernyataan terhadap sampel sebanyak empat puluh lima santri dengan perincian sebagai berikut: Sampel santri kelas I
: 14 santri
Sampel santri kelas II
: 9 santri
Sampel santri kelas III
: 11 santri
Sampel santri kelas IV
: 11 santri +
Total sampel
: 45 santri
Setelah dilakukan skoring terhadap angket yang telah diisi oleh sejumlah sampel tersebut, maka didapat hasil sebagai berikut berdasarkan kelasnya masing-masing: Diagram Prosentase Akhlak
24.10% 31.26%
IV
I
III II 23.96% 20.67%
Kelas I Kelas II Kelas III Kelas IV
Dapat dilihat bahwa santri kelas I mempunyai skor prosentase akhlak terbesar daripada santri kelas yang lain yaitu 31,25%. Kemudian disusul oleh santri kelas IV yaitu 24,08%, lalu santri kelas III sebesar 23,94% dan yang memiliki prosentase terkecil yaitu santri kelas II sebesar 20,73%. C. Analisis dan Interpretasi Data Salah satu program pengajaran di MDA Baitussalam adalah bimbingan akhlak. Bimbingan akhlak diberikan kepada santri kelas I sampai kelas IV dengan jadwal seminggu sekali untuk setiap kelas. Kelas I dan II memperoleh bimbingan akhlak setiap hari selasa, sedangkan kelas III dan IV memperolehnya setiap hari kamis. Peneliti mengajukan angket akhlak pada waktu akhir tahun ajaran sehingga mereka genap mengikuti bimbingan akhlak selama setahun bagi kelas I, dua tahun bagi kelas II, tiga tahun bagi kelas III, dan terakhir empat tahun bagi kelas IV. Untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh bimbingan akhlak terhadap akhlak santri di MDA Baitussalam, peneliti menggunakan uji data tiga sampel atau lebih tidak berhubungan (independen) yaitu yang lebih tepat uji kruskal wallis, di mana dengan menggunakan uji korelasi tersebut, peneliti juga dapat mengetahui ada atau tidaknya perbedaan akhlak santri menurut lamanya dalam mengikuti bimbingan akhlak. Berikut ini output SPSS dari test kruskal wallis:
Npar Tests Kruskal-Wallis Test Ranks KELAS NILAI Kelas I Kelas II Kelas III Kelas IV
14 9
Mean Rank 23,89 29,39
11
18,55
11 45
21,09
N
Test Statistics(a,b) NILAI 3,698 3
Chi-Square df Asymp. Sig. ,296 a Kruskal Wallis Test b Grouping Variable: KELAS Dengan membandingkan statistik hitung dengan statistik tabel, maka: •
Jika statistik hitung < statistik tabel, H0 diterima
•
Jika statistik hitung > statistik tabel, H0 ditolak Dari tabel output di atas terlihat bahwa statistik hitung kruskal wallis
(sama dengan perhitungan Chi Aquare) adalah 3,698. Sedangkan statistik tabelnya dapat dilihat tabel Chi-Square, untuk df (derajat kebebasan) = 3 dan tingkat signifikansi (α) = 5 %, maka didapat statistik tabel = 7,815.
Oleh karena statistik hitung < statistik tabel (3,698 < 7,815), maka H0 diterima. Berdasarkan probabilitas: •
Jika Probabilitas > 0,05, maka H0 diterima.
•
Jika probabilitas < 0,05, maka H0 ditolak. Terlihat bahwa pada kolom Asymp. Sig/Asymtotic Significance
adalah 0,296, atau probabilitas di atas 0,05 (0,296 > 0,05). Dengan demikian, H0 diterima, atau tidak ada korelasi positif yang signifikan antara bimbingan akhlak dengan akhlak santri di MDA Baitussalam Jakarta Timur karena tidak ada perbedaan yang nyata (signifikan) di antara akhlak santri dari keempat kelas tersebut.
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan 1. Kondisi Akhlak Santri Di MDA Baitussalam Kramat Jati Jakarta Timur Santri kelas satu yang berjumlah dua puluh lima anak telah mengikuti bimbingan akhlak selama satu tahun, lalu santri kelas dua yang berjumlah dua puluh dua anak telah mengikuti bimbingan akhlak selama dua tahun, kemudian santri kelas tiga yang berjumlah sembilan belas anak telah mengikuti bimbingan akhlak selama tiga tahun, dan santri kelas empat yang berjumlah empat belas anak telah mengikuti bimbingan akhlak selama empat tahun. Idealnya untuk santri kelas empat memiliki kondisi akhlak yang paling baik daripada santri kelas yang lainnya, karena kelas empat paling lama dalam mengikuti bimbingan akhlak di Madrasah Diniyah Awwaliyah (MDA) Baitussalam. Tetapi setelah peneliti melakukan penelitian mengenai pengaruh bimbingan akhlak terhadap akhlak santri di MDA Baitussalam, ternyata bukan santri kelas empat yang paling baik kondisi akhlaknya, melainkan santri kelas satu yang paling baik akhlaknya. Jadi, menurut hasil analisa yang peneliti lakukan terhadap kondisi akhak santri di MDA Baitussalam, bahwa kondisi akhlak santri kelas satu paling baik daripada santri kelas lainnya, kemudian disusul santri kelas
empat, santri kelas tiga dan terakhir santri kelas dua yang memiliki kondisi akhlak paling rendah daripada kelas yang lain. 2. Pengaruh antara Bimbingan Akhlak Terhadap akhlak Santri di MDA Baitussalam Jakarta Timur. Program bimbingan akhlak diberikan kepada seluruh santri MDA Baitussalam. Setiap kelas mendapatkan jadwal bimbingan akhlak satu kali (satu jam) dalam seminggu. Secara matematis, maka santri kelas satu telah dibimbing akhlaknya sebanyak empat puluh delapan kali (48 jam). Bisa kita bayangkan untuk santri kelas yang lain. Dikarenakan kondisi akhlak santri kelas satu dan bukan santri kelas empat yang paling baik akhlaknya, maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada pengaruh yang signifikan antara bimbingan akhlak dengan akhlak santri di MDA Baitussalam.
B. Saran Setelah sekian lama peneliti melakukan penelitian hingga dapat disimpulkan mengenai pengaruh bimbingan akhlak terhadap akhlak santri di MDA Baitussalam Kramat Jati Jakarta Timur, maka peneliti mempunyai beberapa saran sebagai berikut: •
Lamanya waktu bimbingan akhlak yang diberikan kepada setiap kelas sebaiknya ditambah, dari satu jam menjadi dua jam dalam seminggu.
•
Sistem bimbingan akhlak santri yang selama ini sebaiknya dipertahankan dan ditambah dengan sistem yang lebih jitu dalam menghadapi kondisi askhlak santri pada jaman sekarang. Hanya itu saran yang dapat peneliti kemukakan, semoga harapan mulia
kita dikemudian hari dapat terlaksana dengan baik dan disertai oleh ridonya Allah subhanahu wata’ala. Amin.
DAFTAR PUSTAKA
1. Prayitno dan Amti, Erman, Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling, (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), cet. ke-2. 2.
Subhi, Mahmud, Ahmad, Filsafat Etika: Tanggapan Kaum Rasionalis dan Intuisionalis Islam, (Jakarta: Serambi, 2001).
3.
Pent. Sitanggal, Umar, Anshori, Islam Membina Masyarakat Adil Makmur, (Jakarta: Pustaka Dian dan Antar Kota, 1987), cet. ke-1.
4.
Irianto, Agus, Statistik Konsep Dasar Dan Aplikasinya, (Jakarta Timur: Kencana, 2004), cet. ke-1.
5.
Hadi, Sutisno, Metodologi Research, (Yogyakarta: Andi Offset, 1990), cet. ke-22, jilid I.
6.
Mardalis, Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal, (Jakarta: Bumi Aksara, 2003), cet. ke-6.
7.
Prasetyo, Bambang dan Jannah, Miftahul, Lina, Metode Penelitian Kuantitatif: Teori dan Aplikasinya, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2006).
8.
Nata, Abuddin, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002), cet. ke-4.
9.
Ardani, Moh., Nilai-nilai Akhlak/Budi Pekerti Dalam Ibadat, (Jakarta: CV. Karya Mulia, 2001), cet. ke-1.
10. Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), cet. ke-2, edisi III. 11. Ameen, Achmad, Kitab al-Akhlaq, (Kairo: An-Nahdlah, 1967), cet.ke-9.
12. Imam al-Ghazali, Ihya ‘Ulum al-Din, (Kairo: Maktabah Matba’ah al-Masyhad al-Husainy, 1939), Juz III. 13. Nata, Abuddin, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002), cet.ke-3. 14. Daradjat, Zakiah, Pendidikan Islam Dalam Keluarga dan Sekolah, (Jakarta: CV. Ruhama, 1995), cet. ke-2. 15. Masy’ari, Anwar, Akhlak al-Quran, (Surabaya: PT Bina Ilmu, 1990), cet. ke1. 16. Nata, Abuddin, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002), cet. ke-4. 17. Sudarsono, Sepuluh Aspek Agama Islam, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1994), cet. ke-1. 18. Minhaj al-Muslim oleh abu Bakr al-Jaza’iri, Hasanuddin dan Didin Hafidhuddin, Pedoman Hidup Muslim, (Jakarta: PT Pustaka Litera AntarNusa, 2003), cet. ke-2. 19. Winkel, W.S. dan Hastuti, Sri, Bimbingan Dan Konseling Di Institusi Pendidikan, (Yogyakarta: Media Abadi, 2004), cet. ke-3. 20. Purwanto, Ngalim, Administrasi Pendidikan, (Jakarta: PT. Mutiara, 1981), cet. ke-8. 21. Zahri, Mustafa, Kunci Memahami Ilmu Tasawuf, (Surabaya: Bina Ilmu, 1995). 24. Santoso, Singgih, Buku Latihan Statistik Parametrik, (Jakarta: PT. Elex Media Komputindo, 2000).
25. Wawancara peneliti kepada salah satu sesepuh Masjid Baitussalam, yakni H. Amran dan Kepala Sekolah MDA Baitussalam, yakni Ust. Saefullah, S. Ag. Pada tanggal 3 mei 2007 di Masjid Baitussalam Kramat Jati Jakarta Timur.