PENGARUH BERBAGAI BAHAN PEMBENAH TANAH TERHADAP SIFAT FISIK TANAH LATOSOL UNTUK BUDIDAYA TANAMAN SAYURAN
Oleh: IMA MAFTUHAH A24104022
PROGRAM STUDI ILMU TANAH DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
SUMMARY IMA MAFTUHAH. The Effect of Various Soil Ameliorant on Physical Properties of Latosol soils for Vegetables Cultivation. Supervised by ASTIANA SASTIONO and BASUKI SUMAWINATA. Vegetables need proper physical conditions of soil, for instance fertile, porous, has a good aeration and drainage, and also capable to holding enough water. Those conditions are required by the smooth root of vegetables to support its growth. Vegetables are generally cultivated on Andosol soils which are spread around the mountain areas and eroded easily, in order that, most of Andosol soils are used as conservation areas or protected forest. The best alternative to bear vegetables cultivation areas is Latosol soils since the soils are dominant and widely spread in Indonesia. However, the physical properties of Latosol soils are not good enough for vegetables cultivation compared with Andosol soils. To overcome these, in this research some soil ameliorant were added into Latosol soils to increase the good properties condition to support the growth of vegetables. The research was aimed to study the effect of various soil ameliorant on physical properties of Latosol soils for vegetables cultivation. There were six treatments in this research, i.e. soil and husk charcoal (1/2:1/2), soil and cocopeat (1/2:1/2), soil and compost (1/2:1/2), soil and compost and mixed husk charcoal (1/3:1/3:1/3), soil and compost and mixed with cocopeat (1/3:1/3:1/3), and control (soil tillage without soil ameliorant addition). Soil sampling for each treatment was carried out after the soils were used to cultivate vegetables and after the harvest time, and those soils still in the naturally condition after for one year. The results showed that ameliorant treatments that were husk charcoal, cocopeat, compost, compost and mixed with husk charcoal, compost and mixed with cocopeat reduced the value of bulk density (BD). Husk charcoal treatment showed the lowest bulk density of the two upper layers (0-5) and (5-10) cm is 0.70 and 0.80 g/cm3, whereas the control showed the highest bulk density of the two upper layers (0-5) and (5-10) cm is 0.83 and 0.93 g/cm3. Application of soil ameliorant treatments also changed the distribution of pore size in soils and improved the water holding capacity of soils. The volume of soil field water from the lowest to the highest in sequence were husk charcoal treatment (39.90%), control (45.61%), compost (47.10%), cocopeat (48.42%), compost and mixed with husk charcoal (52.27%), compost and mixed with cocopeat (52.84%). Treatment with aggregate size ≤2 mm and ≥2 mm from the highest to the lowest in sequence were husk charcoal treatment, cocopeat, compost and mixed with husk charcoal, compost, compost and mixed with cocopeat, control. Soils with ≤2 mm and ≥2 mm too high aggregate sized were not ideal for plant root growth. Therefore, the ideal treatment for plant root growth was compost treatment.
RINGKASAN IMA MAFTUHAH. Pengaruh Berbagai Bahan Pembenah Tanah terhadap Sifat Fisik Tanah Latosol untuk Budidaya Tanaman Sayuran. Di bawah bimbingan ASTIANA SASTIONO dan BASUKI SUMAWINATA. Tanaman sayuran membutuhkan kondisi fisik tanah yang gembur, porous, memiliki aerasi dan drainase yang baik, serta mampu menahan air yang cukup banyak. Kondisi tersebut merupakan prasyarat agar akar tanaman sayuran yang relatif halus dapat berkembang dengan baik. Pada umumnya tanaman sayuran dibudidayakan pada tanah Andosol yang tersebar di daerah pegunungan dan memiliki sifat mudah tererosi sehingga sebagian besar tanah Andosol digunakan sebagai lahan konservasi atau hutan lindung. Jenis tanah yang dapat dipakai sebagai alternatif terbaik untuk mendukung pengembangan areal budidaya tanaman sayuran yaitu tanah Latosol karena sebarannya yang dominan dan areanya luas di Indonesia. Namun, tanah Latosol memiliki kondisi fisik yang masih kurang baik untuk budidaya tanaman sayuran dibandingkan dengan tanah Andosol. Untuk mengatasi hal tersebut, dalam penelitian ini diperlukan perlakuan untuk meningkatkan beberapa sifat fisik yang baik dengan pemberian bahan pembenah tanah pada tanah Latosol agar dapat mendukung pertumbuhan tanaman sayuran. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh pemberian berbagai jenis bahan pembenah tanah terhadap sifat fisik tanah Latosol untuk budidaya tanaman sayuran. Penelitian terdiri atas enam perlakuan yaitu, tanah dengan arang sekam (1/2:1/2), tanah dengan cocopeat (1/2:1/2), tanah dengan kompos (1/2:1/2), tanah dengan kompos ditambah arang sekam (1/3:1/3:1/3), tanah dengan kompos ditambah cocopeat (1/3:1/3:1/3), serta kontrol (perlakuan pengolahan tanah tanpa penambahan bahan pembenah tanah). Pengambilan contoh tanah pada masingmasing perlakuan tersebut dilakukan setelah ditanami dengan tanaman sayuran dan setelah pemanenan, dan tanah dibiarkan secara alami selama satu tahun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan bahan pembenah tanah yaitu arang sekam, cocopeat, kompos, kompos dan arang sekam, dan kompos ditambah cocopeat dapat menurunkan nilai bobot isi (BI). Perlakuan arang sekam menunjukkan nilai bobot isi terendah pada dua lapisan kedalaman (0-5) dan (510) cm masing-masing yaitu 0.70 dan 0.80 g/cm3, sedangkan perlakuan kontrol menunjukkan nilai bobot isi tertinggi untuk dua lapisan kedalaman (0-5) dan (510) cm masing-masing yaitu 0.83 dan 0.93 g/cm3. Pemberian perlakuan tersebut menyebabkan perubahan distribusi ukuran pori dalam tanah dan kemampuan tanah dalam menahan air. Volume air lapang tanah berturut turut dari yang terendah yaitu perlakuan arang sekam (39.90%), kontrol (45.61%), kompos (47.10%), cocopeat (48.42%), kompos ditambah arang sekam (52.27%), kompos ditambah cocopeat (52.84%). Perlakuan yang mempunyai ukuran agregat ≤2 mm berturut turut dari yang tertinggi yaitu perlakuan arang sekam, cocopeat, kompos ditambah arang sekam, kompos, kompos ditambah cocopeat, kontrol. Tanah dengan ukuran agregat ≤2 mm dan ≥2 mm yang terlalu tinggi tidak ideal untuk pertumbuhan akar tanaman. Menanggapi hal ini perlakuan yang ideal untuk pertumbuhan akar tanaman adalah perlakuan kompos.
PENGARUH BERBAGAI BAHAN PEMBENAH TANAH TERHADAP SIFAT FISIK TANAH LATOSOL UNTUK BUDIDAYA TANAMAN SAYURAN
Oleh: IMA MAFTUHAH A24104022
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI ILMU TANAH DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
Judul
:
Nama Nomor NRP Program Studi
: : :
Pengaruh Berbagai Bahan Pembenah Tanah terhadap Sifat Fisik Tanah Latosol untuk Budidaya Tanaman Sayuran Ima Maftuhah A24104022 Ilmu Tanah
Menyetujui,
Dosen Pembimbing I
Dosen Pembimbing II
Dr. Ir. Astiana Sastiono, M.Sc NIP. 19501108 197903 2 002
Dr. Ir. Basuki Sumawinata, M.Agr NIP. 19570610 198103 1 003
Mengetahui,
Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr NIP. 19571222 198203 1 002
Tanggal Lulus:
RIWAYAT HIDUP Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara, pasangan Bapak Mursid dan Ibu Suharni. Penulis dilahirkan di Pandeglang, pada tanggal 19 Juli 1986. Penulis menyelesaikan pendidikan di SDN Tegal Wangi II Menes, Pandeglang pada tahun 1998. Selanjutnya pada tahun 2001 penulis menyelesaikan pendidikan di MTS Swasta Mathla’ul Anwar Menes, Pandeglang dan di SMA Swasta Mathla’ul Anwar Menes, Pandeglang pada tahun 2004. Pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa di Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB). Selama menuntut ilmu di Institut Pertanian Bogor, penulis bergabung dalam FKRJ (Forum Komunikasi Rohis Jurusan) BEM-A periode 2004/2005 dan periode 2005/2006 serta Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Komisariat Fakultas Pertanian periode 2006/2007. Penulis berkesempatan menjadi asisten praktikum Sistem Informasi Geografis dan Kartografi pada tahun ajaran 2007/2008.
KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahiim. Puji Syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-NYA sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi. Skripsi ini merupakan hasil penelitian sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pertanian dari Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Skripsi yang berjudul “Pengaruh Berbagai Bahan Pembenah Tanah terhadap Sifat Fisik Tanah Latosol untuk Budidaya Tanaman Sayuran” ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak yang telah memberikan masukan dan dukungan baik dalam penelitian maupun dalam penulisan. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan rasa terima kasih yang tulus kepada: 1.
Dr. Ir. Astiana Sastiono, M.Sc dan Dr. Ir. Basuki Sumawinata, M.Agr selaku dosen pembimbing skripsi yang telah membimbing, memberikan pelajaran hidup yang tidak terlupakan, memotivasi dan membantu selama proses penelitian dan penulisan skripsi.
2.
Dr. Ir. Suwardi, M.Agr dan Dr. Rahayu Widyastuti selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan dalam penulisan skripsi.
3.
Dr. Ir. Dwi Putro Tejo Baskoro, MSc terimakasih atas saran-sarannya.
4.
Kak Oka terima kasih atas bantuannya.
5.
Bapak dan mamah, atas kasih sayang, kepercayaan, kesabaran serta dukungan moril dan materiil yang telah diberikan selama ini yang dicurahkan semata-mata demi keberhasilan anak-anaknya. Serta adik-adikku tersayang Imam Maulana dan Levi St Nurkhafidzoh atas canda tawa dan kebersamaanya.
6. Segenap keluarga yang senantiasa mendukung dalam do’a dan mencurahkan kasih sayangnya serta segala bantuan untuk kelancaran penyelesaian studi dan penulisan skripsi. 7. Seluruh dosen dan staf Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, khususnya bagian Pengembangan Sumberdaya Fisik Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor atas segala ilmu yang diberikan. 8. Dina Alva terima kasih atas bantuannya. 9. Teman-teman di Wisma La-Sapienza atas kebersamaan yang begitu indah. 10. Semua pihak yang telah membantu selama penelitian dan penulisan ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi para pembaca. Amin.
Bogor, November 2009
Penulis
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL .......................................................................................
xi
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................
xii
I. PENDAHULUAN .................................................................................
1
1.1 Latar Belakang ..............................................................................
1
1.2 Tujuan ...........................................................................................
2
1.3 Hipotesis .......................................................................................
2
II. TINJAUAN PUSTAKA .........................................................................
3
2.1 Tanaman Sayuran ..........................................................................
3
2.2 Bahan Pembenah Tanah ................................................................
4
2.2.1 Arang Sekam .....................................................................
5
2.2.2 Cocopeat ............................................................................
6
2.2.3 Kompos .............................................................................
7
2.3 Sifat Umum Tanah Andosol ..........................................................
8
2.4 Sifat Umum Tanah Latosol ............................................................
9
2.5 Sifat Fisik Tanah dan Pertumbuhan Tanaman ................................
9
III. BAHAN DAN METODE ......................................................................
12
3.1 Tempat dan Waktu ........................................................................
12
3.2 Bahan dan Alat ..............................................................................
12
3.3 Metode Penelitian ..........................................................................
13
3.3.1 Perlakuan Penelitian ...........................................................
13
3.3.2 Pengamatan Penelitian ........................................................
13
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ..............................................................
19
4.1 Pengaruh Berbagai Jenis Bahan Pembenah Tanah terhadap Bobot Jenis Partikel, Bobot Isi dan Total Ruang Pori Tanah ..........
19
4.2 Pengaruh Berbagai Jenis Bahan Pembenah Tanah terhadap Volume Air Lapang .......................................................................
23
4.3 Pengaruh Berbagai Jenis Bahan Pembenah Tanah terhadap Distribusi Ukuran Pori Tanah ........................................................
24
4.4 Pengaruh Berbagai Jenis Bahan Pembenah Tanah terhadap C-Organik Tanah ...........................................................................
26
4.5 Pengaruh Berbagai Jenis Bahan Pembenah Tanah terhadap Distribusi Ukuran Agregat Tanah ..................................................
27
V. KESIMPULAN DAN SARAN ...............................................................
29
5.1 Kesimpulan ...................................................................................
29
5.2 Saran .............................................................................................
30
VI. DAFTAR PUSTAKA ............................................................................
31
LAMPIRAN ................................................................................................
33
DAFTAR TABEL No
Halaman Teks
1. Parameter dan Metode yang Dipergunakan ............................................
14
2. Hasil Pengukuran Bobot Jenis Partikel (BJP), Bobot Isi (BI) dan Total Ruang Pori Tanah .........................................................................
19
3. Hubungan Berbagai Jenis Perlakuan terhadap Volume Air Lapang dan Kurva pF (pF 1, pF 2, pF 2.54, pF 4.2) ...................................................
24
4. Hubungan Berbagai Jenis Perlakuan terhadap Volume Air Lapang dan Distribusi Ukuran Pori Tanah .................................................................
25
5. Hubungan Berbagai Jenis Perlakuan terhadap Volume Air Lapang dan C-Organik Tanah ...................................................................................
26
6. Pengaruh Berbagai Jenis Perlakuan terhadap Distribusi Ukuran Agregat Tanah Setelah Pengayakan Selama 5 Menit ..............................
27
Lampiran 1. Hasil Analisis Volume Padatan Tanah dengan Three Phase Meter .........
34
2. Hasil Analisis Volume Air Lapang .........................................................
35
3. Hasil Analisis Bobot Tanah Basah .........................................................
36
4. Hasil Analisis Bobot Tanah Kering ........................................................
37
5. Hasil Analisis Kadar Air Tanah dengan Metode Gravimetrik ..................
38
6. Hasil Analisis C-Organik Tanah .............................................................
39
7. Hasil Analisis Bobot Jenis Partikel dengan Three Phase Meter ..............
39
8. Hasil Analisis Bobot Jenis Partikel dengan Piknometer ..........................
39
9. Hasil Analisis Total Ruang Pori Tanah ...................................................
40
10. Hasil Analisis Bobot Isi Tanah ...............................................................
40
DAFTAR GAMBAR No
Halaman Teks
1. Bagan Kerja Three Phase Meter .............................................................
15
2. Hubungan Hasil Pengukuran Bobot Jenis Partikel-1 dengan Menggunakan Metode Piknometer dan Hasil Pengukuran Bobot Jenis Partikel-2 dengan Menggunakan Metode Three Phase Meter .................
20
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman sayuran membutuhkan kondisi fisik tanah yang gembur, porous, memiliki aerasi dan drainase yang baik, serta mampu menahan air yang cukup banyak. Kondisi tanah yang demikian merupakan prasyarat agar akar tanaman sayuran yang relatif halus dapat berkembang dengan baik. Tanaman sayuran pada umumnya dibudidayakan pada tanah Andosol yang memiliki kondisi fisik yang relatif lebih baik dari pada jenis tanah lainnya. Akan tetapi, budidaya tanaman sayuran pada tanah Andosol sangat terbatas pemanfaatannya. Hal ini dikarenakan sebaran tanah tersebut luasannya sangat terbatas, yaitu menempati dataran tinggi volkan mulai dari 1000 meter dari permukaan laut (Soepardi, 1983). Selain itu, tanah Andosol umumnya ditemukan di daerah pegunungan memiliki sifat yang mudah tererosi sehingga sebagian besar tanah Andosol merupakan lahan konservasi atau hutan lindung, meskipun tanah Andosol berpotensi untuk budidaya tanaman sayuran. Secara umum dapat disimpulkan bahwa tanah Andosol sulit dikembangkan untuk perluasan budidaya tanaman sayuran. Oleh karena itu, untuk pengembangan budidaya tanaman sayuran perlu dipelajari teknik perbaikan sifat tanah pada tanah-tanah selain tanah Andosol agar mampu mendukung budidaya tanaman sayuran. Tanah Latosol merupakan jenis tanah yang sebarannya dominan dan memiliki area yang luas di Indonesia dengan ketinggian dari 10 meter sampai 1000 meter dari permukaan laut (Soepardi, 1983). Oleh karena itu, tanah Latosol dapat menjadi alternatif terbaik untuk mendukung pengembangan area budidaya tanaman sayuran. Namun demikian, tanah Latosol memiliki kondisi fisik yang
masih kurang baik untuk budidaya tanaman sayuran dibandingkan dengan tanah Andosol. Agar kondisi ini dapat mendukung pertumbuhan dan perkembangan tanaman sayuran, maka perlu adanya pemberian bahan pembenah tanah pada tanah Latosol. Beberapa penelitian tentang pemberian bahan organik sebagai bahan pembenah tanah sudah banyak dilakukan (Hakim, 1982; Situmorang, 1999; Wahjudin, 2003) akan tetapi para peneliti tersebut umumnya lebih memfokuskan terhadap perbaikan sifat kimia tanah dari pengaruh pemberian berbagai bahan pembenah tanah tersebut. Sedangkan pengaruh perlakuan bahan pembenah tanah terhadap sifat fisik tanah dalam kondisi di lapangan belum banyak didentifikasi. Oleh karena itu, analisis terhadap sifat fisik tanah sebagai akibat dari pemberian bahan pembenah tanah dalam kondisi di lapangan perlu dipelajari. 1.2
Tujuan Mempelajari pengaruh pemberian berbagai jenis bahan pembenah tanah
terhadap sifat fisik tanah Latosol untuk budidaya tanaman sayuran. 1.3 Hipotesis 1.
Penambahan
bahan
pembenah
tanah/bahan
amelioran
akan
dapat
memperbaiki beberapa sifat fisik tanah untuk mendukung pertumbuhan tanaman sayuran yang lebih baik. 2.
Setiap jenis bahan pembenah tanah mempunyai sifat yang spesifik dan memberikan pengaruh yang berbeda-beda.
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Sayuran Istilah ”sayuran” biasanya digunakan untuk merujuk pada tunas, daun, buah, dan akar tanaman yang lunak dan dapat dimakan secara utuh atau sebagian, segar/mentah atau dimasak. Sayuran biasanya dipanen bila tanaman segar dan kandungan airnya tinggi dan dengan demikian dibedakan dari tanaman pangan yang lain (Williams et al, 1991). Tanaman sayuran dikenal sebagai tanaman hortikultura. Hortikultura berasal dari bahasa latin yaitu hortus (tanaman kebun) dan cultura (budidaya), sehingga dapat diartikan pengusahaan tanaman di kebun atau di seputar tempat tinggal (Janick, 1986 dalam Ashari, 1995). Hortikultura mencakup budidaya tanaman pekarangan, budidaya tanaman buah, budidaya tanaman sayuran, dan budidaya tanaman hias. Menurut Terra (1948 dalam Notohadinegoro, 2006) lahan yang baik untuk pengembangan hortikultura adalah lahan yang bertopografi datar/dataran dengan atau sedikit landai. Lahan yang terlalu miring tidak cocok karena biasanya miskin unsur hara dan memerlukan penterasan untuk pengendalian erosi. Pemilihan tapak penanaman tanaman sayuran yang baik sebetulnya lebih ditentukan oleh iklim seperti suhu, dan curah hujan. Budidaya tanaman sayuran memerlukan pengelolaan dan perhatian yang lebih dari tanaman lain. Agar hasil bertanam sayuran maksimal, perlu diperhatikan dasar usaha teknik budidaya bertanam, diantaranya pengolahan tanah, pemupukan, pengelolaan air, penyemaian benih, penanaman, dan pemeliharaan tanaman.
Komoditas hortikultura yang memiliki prospek di masa depan adalah tanaman sayuran. Pemerintah berusaha memenuhi kebutuhan tanaman sayuran dalam negeri dengan produksi dalam negeri dan sebagian diimpor. Namun demikian, Indonesia masih mengimpor tanaman sayuran dalam jumlah yang besar terutama dari Cina, Taiwan, dan Jepang. 2.2 Bahan Pembenah Tanah Bahan pembenah tanah merupakan bahan-bahan sintetis atau alami bahan organik atau mineral berbentuk padat atau cair yang dapat memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Salah
satu
bahan
pembenah
tanah
yaitu bahan
organik.
Bahan
organik/kompos merupakan hasil penimbunan dari sisa tumbuhan dan binatang yang sebagian telah mengalami pelapukan dan pembentukan kembali. Menurut Soepardi (1983) bahan organik berfungsi sebagai pemantap tanah, pengatur aerasi dan cenderung dapat meningkatkan jumlah air yang tersedia bagi tanaman serta berpengaruh terhadap hampir semua sifat fisik tanah kecuali tekstur. Bahan seperti ini merupakan bentuk aktif dilapuk dan menjadi sasaran serangan organisme tanah, karena itu bahan ini merupakan bahan transisi dan harus terus menerus diperbaharui dengan penambahan sisa-sisa tanaman. Pupuk kandang juga menyediakan kemungkinan pengembalian sejumlah besar bahan organik yang diambil tanaman. Menurut Dalzell et al., (1987) bahan organik tanah terbentuk dari tanaman dan hewan yang telah mati. Bahan organik ini selalu mengandung C, H, dan O serta bermacam-macam unsur anorganik tambahan seperti N, P, dan K. Akibat temperatur yang tinggi di tanah-tanah tropik dan subtropik, maka laju pelapukan
tinggi sehingga sering kali sulit untuk mempertahankan kadar bahan organik tanah tetap tinggi. Kondisi ini memerlukan usaha keras yang harus dilakukan untuk mempertahankan bahan organik pada tingkat yang memuaskan kesuburan tanah dan produksi tanaman. Bahan organik umumnya ditemukan di permukaan tanah dengan jumlah yang tidak besar, hanya sekitar 3-5%, tetapi pengaruhnya terhadap sifat-sifat tanah besar sekali. Bahan organik berfungsi sebagai pemantap tanah, pengatur aerasi dan cenderung meningkatkan jumlah air yang tersedia bagi tanaman serta berpengaruh terhadap hampir semua sifat fisik tanah kecuali tekstur (Soepardi, 1983). 2.2.1 Arang Sekam Arang sekam merupakan sekam/kulit padi yang dibakar secara anaerob. Pembakaran sekam padi dilakukan pada suatu lubang yang berukuran panjang 50 cm, tinggi 30 cm dan diameter 50 cm dengan kapasitas 5 kg. Sekam yang sudah terbakar tersebut ditutup tanah dan diatasnya diberi sampah. Pada salah satu sudut lubang diberi pipa udara. Arang sekam yang dihasilkan dari pembakaran tersebut dapat digunakan sebagai media tanam karena mikroba pathogen telah mati selama proses pembakaran sehingga untuk penggunaanya arang sekam tidak perlu disterilisasi lagi. Sedangkan jika sekam mentah yang digunakan langsung sebagai media tanaman dapat mendorong tumbuhnya bakteri pembusuk akar dan jamur rhizophonia, serta mendorong tumbuhnya tanaman rumput pengganggu. Oleh karenanya pembuatan arang sekam ini bertujuan untuk memperbaiki sifat sekam agar lebih mudah ditangani dan dimafaatkan lebih lanjut sebagai media tumbuh tanaman.
Arang sekam mempunyai sifat yang sangat ringan, bobot isi 0.20 g/cm3, kasar sehingga sirkulasi udara tinggi, kapasitas menahan air tinggi, dan dapat mengurangi pengaruh penyakit khususnya bakteri (Douglas, 1985 dalam Wuryan dan Darliah, 2008). Selanjutnya Djatmiko (1985 dalam Purnamasari, 2008) mengatakan bahwa arang sekam yang ditambahkan ke dalam suatu media tanam dapat menurunkan bobot isi media tanam, meningkatkan ruang pori drainase sangat cepat dan menurunkan pori drainase lambat. 2.2.2 Cocopeat Cocopeat merupakan gabus yang berasal dari serabut buah kelapa. Cocopeat bersifat mampu menyimpan dan menahan air (Anonim, 2009). Sifat ini dibutuhkan untuk menjamin ketersediaan air bagi tanaman yang menyukai kelembaban atau media tanam yang tidak terlalu kering. Cocopeat juga mempunyai porositas 95% dan bobot isi 0.25 g/cm3 serta mengandung unsur hara makro yang dibutuhkan tanaman seperti P 330 ppm, K 9787 ppm, Ca 2521 ppm, Mg 2006 ppm (Heart, 1993 dalam Nurdini, 2008). Untuk memenuhi syarat sebagai media tanam, cocopeat terlebih dahulu mengalami pengomposan. Tahapan penting dalam pengomposan adalah dengan memberikan perlakuan secara alami selama 3 bulan. Perlakuan secara alami tersebut dilakukan dengan mengemas cocopeat dengan karung dalam keadaan terbuka dan membiarkannya di udara terbuka selama 3 bulan. Tujuan proses ini untuk menetralisir unsur hara yang terkandung di dalamnya dan menjaga pH 6-7.
2.2.3 Kompos Kompos merupakan bahan organik yang terdiri dari sisa-sisa tanaman, hewan ataupun sampah-sampah kota yang telah mengalami pelapukan sebelum bahan tersebut ditambahkan ke dalam tanah. Jadi kompos merupakan bahan organik matang dengan sifat-sifat yang berbeda dengan bahan organik segar. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pembuatan kompos sama dengan faktor-faktor yang mempengaruhi proses perombakan bahan organik. Tetapi pada umumnya perombakan bahan organik di dalam timbunan kompos lebih dipengaruhi oleh aerasi dari pada faktor-faktor lain (Russel dan Russel, 1956 dalam Yustiningsih, 1981). Jika timbunan kompos terlalu kompak, kering atau terlalu jenuh, maka hanya sedikit perombakan bahan organik yang terjadi sedangkan jika timbunan lepas dan cukup mengandung air maka perombakan akan terjadi secara maksimum. Perbedaan yang nyata antara kompos dan bahan organik yang belum matang adalah di dalam sifat fisiknya. Bahan organik yang belum matang mempunyai struktur yang lebih kasar dan kapasitas menahan air yang lebih kecil. Menurut Russel dan Russel (1956 dalam Yustiningsih, 1981) tanaman mempunyai respon yang lebih baik terhadap pengaruh bahan organik yang perombakannya berlangsung di dalam tanah dari pada bahan organik yang membusuk di dalam timbunan kompos. Hal ini disebabkan hilangnya sejumlah N dalam bentuk amonia selama berlangsungnya proses pengomposan. Hal ini tidak terjadi jika proses perombakan berlangsung di dalam tanah.
Kompos bersifat hidrofilik sehingga dapat meningkatkan kemampuan tanah memegang air, dan mengandung unsur C yang relatif tinggi (Paul dan Clark, 1989 dalam Lesmanawati, 2005). Kompos sangat berguna untuk memperbaiki kesuburan tanah, baik secara fisik, kimia, maupun biologi. Sifat fisik tanah yang dapat diperbaiki berupa perubahan struktur, perbaikan sifat kimia berupa penambahan unsur hara makro N, P, dan K, dan perbaikan sifat biologi berupa penambahan populasi mikroorganisme. 2.3. Sifat Umum Tanah Andosol Andosol terbentuk dari bahan induk tufa atau abu volkan, memiliki reaksi tanah berkisar dari agak masam sampai netral, kejenuhan basa sekitar 20-40% dengan KTK ≥24 me/100 g, dengan mineral liat didominasi oleh liat alofan, permeabilitasnya sedang, peka terhadap erosi (Soepardi, 1983). Andosol juga mempunyai bobot isi ≤0.85 g/cm3, lembab dengan kandungan bahan organik cukup tinggi (5-20% pada lapisan atas), mempunyai kemampuan mengikat air yang tinggi, sangat gembur serta memiliki derajat ketahanan struktur yang tinggi sehingga mudah diolah akan tetapi mudah tererosi (Soil Survey Staf, 1990). Andosol tersebar pada topografi medan datar, agak miring, datar sampai bergelombang sampai tersebar di sekitar puncak gunung berapi, atau dataran tinggi mulai dari 1000 meter dari permukaan laut dengan curah hujan 2000 mm/th tanpa bulan kering yang pasti. Vegetasi utama adalah hutan hujan tropika lebat atau daerah dengan iklim sedang (Soepardi, 1983).
2.4. Sifat Umum Tanah Latosol Latosol adalah tanah mineral yang terbentuk dari bahan induk volkan dengan pelapukan lanjut, sangat tercuci, batas-batas horison baur, kandungan mineral primer dan unsur hara rendah, pH rendah 4.5-5.5, kandungan bahan organik rendah, kejenuhan basa ≤35% dengan KTK ≤24 me/100g, stabilitas agregat tinggi, dan terjadi akumulasi sesquioksida akibat pencucian silika (Dudal dan Soepraptohardjo, 1957 dalam Ningrum, 2006). Menurut Soepardi (1983) Latosol mempunyai sifat fisik baik yaitu permeabilitas lambat sampai sedang, struktur tanah remah hingga bergumpal dan konsistensi gembur. Latosol tersebar pada topografi berombak hingga bergunung dengan ketinggian 10 meter sampai 1000 meter dari permukaan laut, tahan terhadap erosi dan memiliki curah hujan ≥2000 mm/th dengan bulan kering <3 bulan. Curah hujan yang tinggi merupakan syarat terjadinya latosolisasi yang meliputi proses mineralisasi bahan organik yang dipercepat sehingga tidak terjadi penumpukan bahan organik di permukaan tanah, penimbunan Al, Fe dan pencucian kationkation basa yang menyebabkan tanah-tanah yang berkembang adalah tanah miskin akan hara, silika dan bahan organik serta adanya senyawa Fe yang berwarna merah (Soepardi, 1983). 2.5
Sifat Fisik Tanah dan Pertumbuhan Tanaman Sifat fisik dapat mempengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman,
khususnya dalam menentukan pengelolaan tanah karena sifat fisik tanah pada tanah-tanah tertentu dapat mempengaruhi tingkat kesuburan tanah, disamping itu sifat fisik tanah relatif sulit diperbaiki.
Pemadatan tanah dapat menyebabkan rusaknya struktur, porositas, dan bobot isi sebagai karakter sifat fisik tanah yang penting bagi pertumbuhan tanaman. Sistem tata air dan aerasi (peredaran udara) yang buruk, secara langsung dapat membawa dampak negatif terhadap fungsi dan perkembangan akar. Akibatnya tanaman tidak dapat berkembang dengan normal dan tetap kerdil. Bobot isi (bulk density) adalah bobot bagian padat (bobot tanah kering) dibagi dengan volume total, termasuk volume butir-butir padat dan volume ruang pori. Sedangkan kerapatan jenis partikel atau bobot jenis partikel (particle density) yaitu bobot bagian padat dibagi dengan volume bagian padat dari tanah tersebut dan dinyatakan dalam satuan g/cm3 (Putinella, 2008). Porositas merupakan persentase volume tanah yang di tempati oleh udara dan air (Foth, 1984). Besarnya ukuran pori dan pori total tanah sangat ditentukan oleh bentuk dan ukuran partikel yang menyusun tanah. Tanah yang bertekstur kasar akan mempunyai ruang pori total yang lebih kecil, karena terdiri dari pori makro yang menyebabkan aerasi yang baik. Pada tanah bertekstur liat mempunyai aerasi yang buruk ketika basah karena sebagian pori mikro terisi air. Menurut Brady (1990) pori tanah digolongkan dalam pori makro dan pori mikro. Pori makro yaitu pori yang bersifat memberi kesempatan pergerakan udara dan perkolasi air sangat cepat, sedangkan pori mikro adalah pori yang dapat menghambat pergerakan udara dan air menjadi pergerakan kapiler. Menurut ukurannya total ruang pori dapat dikelompokkan ke dalam: (1) ruang pori kapiler, yang dapat menghambat pergerakan air menjadi pergerakan kapiler, dan (2) ruang pori non kapiler, yang dapat memberi kesempatan pergarakan udara dan perkolasi air secara cepat sehingga sering disebut sebagai pori drainase. Pori drainase dapat
dikelompokkan ke dalam tiga kelompok yaitu: (1) pori drainase sangat cepat (PDSC), bergaris tengah ≥300 µm dan akan kosong pada pF 1, (2) pori drainase cepat (PDC), bergaris tengah antara 300-30 µm dan akan kosong pada pF 1 dan pF 2, (3) pori drainase lambat (PDL) bergaris tengah antara 30-9 µm dan akan kosong pada pF antara 2.00 dan 2.54 (Sitorus et al, 1981). Dalam hubungannya ruang pori dengan pertumbuhan tanaman, tanah yang sedikit mempunyai ruang pori non kapiler kurang baik bagi pertumbuhan akar karena aerasinya buruk. Sebaliknya tanah yang didominasi oleh ruang pori non kapiler aerasinya akan baik tetapi kapasitas menahan airnya rendah sehingga tidak baik pula bagi pertumbuhan tanaman. Menanggapi hal ini Baver (1956 dalam Kramer 1983) mengatakan bahwa tanah yang ideal adalah tanah yang seimbang antara pori kapiler dan pori non kapilernya, sehingga tanah mampu memberikan drainase, aerasi, dan mampu menahan air.
III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di lahan percobaan dan Laboratorium bagian Pengembangan Sumberdaya Fisik Lahan, IPB. Lahan percobaan merupakan lahan yang telah mengalami pemadatan. Aplikasi bahan pembenah tanah dilakukan pada bulan Mei 2006. Penelitian merupakan penelitian lanjutan yang telah dilakukan oleh Oka (tidak dipublikasikan). Tanah untuk percobaan diperlakukan dengan berbagai bahan pembenah tanah yaitu arang sekam, cocopeat dan kompos pupuk kandang dari kompos kotoran sapi. Selanjutnya tanah ditanami dengan tanaman Sawi (Brassica Juncea). Selama penanaman, pemberian air dilakukan melalui sprinkle. Setelah pemanenan, tanah dibiarkan secara alami selama satu tahun. Selanjutnya pada bulan Mei 2008 dilakukan pengambilan contoh tanah untuk melihat pengaruh dari berbagai pemberian bahan pembenah tanah tersebut terhadap beberapa sifat fisik tanah. 3.2 Bahan dan Alat Tanah yang digunakan dalam penelitian adalah Latosol Darmaga dan beberapa macam bahan pembenah tanah yaitu arang sekam, cocopeat, kompos pupuk kandang dari kompos kotoran sapi. Alat yang digunakan dalam penelitian adalah ring sampel 100 ml dan ring holder, three phase meter, piknometer, mesin pengayakan basah, dan peralatan laboratorium lainnya.
3.3 Metode Penelitian 3.3.1 Perlakuan Penelitian Perlakuan penelitian dilakukan dengan mengolah tanah sampai kedalaman 30 cm. Kemudian tanah diperlakukan dengan pemberian berbagai bahan pembenah tanah dengan perbandingan volume/volume sebagai berikut: 1.
Tanah dicampur Arang Sekam; 1/2 : 1/2
2.
Tanah dicampur Cocopeat; 1/2 : 1/2
3.
Tanah dicampur Kompos; 1/2 : 1/2
4.
Tanah dicampur Kompos dan Arang Sekam; 1/3 : 1/3 : 1/3
5.
Tanah dicampur Kompos dan Cocopeat; 1/3 : 1/3 : 1/3
6.
Tanah Kontrol/Tanpa Bahan Pembenah Tanah
(*/ Tanah : Arang Sekam; ½ : ½ berarti Tanah 50% Volume dan Arang Sekam 50% Volume)
Setiap perlakuan diberikan 2 ulangan sehingga terdapat 12 satuan percobaan. Selanjutnya perlakuan tersebut dibuat petakan berukuran 1 x 1 m2. Setiap petak dipisahkan oleh jarak selebar 20 cm dan antar ulangan dipisahkan oleh jalan selebar 1 m serta dibatasi dengan fiber. Pengambilan contoh tanah untuk pengamatan sifat fisik tanah dilakukan pada dua lapisan kedalaman tanah (0-5) dan (5-10) cm. 3.3.2 Pengamatan Penelitian Pengamatan sifat fisik tanah akibat pengaruh setelah perlakuan berbagai bahan pembenah tanah dilakukan dengan melihat beberapa parameter dari metode yang dipergunakan. Adapun parameter dan metode yang dipergunakan dalam penelitian dapat dilihat pada Tabel 1 sebagai berikut:
Tabel 1. Parameter dan Metode yang Dipergunakan No 1
Parameter Uji Bobot Isi, Bobot Jenis Partikel, Total Ruang Pori, Volume Air Lapang, Padatan dan Udara
2 3
Kadar Air Tanah Distribusi Ukuran Pori
4 5
Distribusi Ukuran Agregat C-Organik
Metode yang Dipergunakan Contoh Tanah tidak Terganggu, Ring Sampel 100 ml dan Ring Holder, Three Phase Meter, Piknometer Gravimetrik Pressure Plate Apparatus, Pressure Membrane Apparatus Pengayakan Basah Walkley & Black
Metode selengkapnya dapat dijelaskan sebagai berikut: 1.
Bobot Isi (BI) Bobot isi diukur pada dua lapisan kedalaman (0-5) dan (5-10) cm, yaitu mengambil contoh tanah utuh dari tiap petak percobaan dengan menggunakan ring sampel 100 ml dan ring holder. Volume tanah sama dengan volume ring yang digunakan. Bobot isi (BI) tanah diperoleh dengan perhitungan sebagai berikut:
Bobot Tanah Kering BI = ---------------------------------------Volume Tanah (Volume Ring)
2.
(g/cm3)
Bobot jenis partikel (BJP) tanah yaitu bobot tanah kering persatuan volume partikel-partikel tanah (volume padatan tanah, tidak termasuk volume poripori tanah), diperhitungkan dengan menggunakan metode three phase meter. Adapun hasil analisis volume padatan tanah dengan menggunakan metode three phase meter disajikan pada Tabel Lampiran 1 sedangkan cara kerjanya dapat dilihat pada Gambar 1 sebagai berikut:
Timbang Contoh Tanah Lapang dalam Ring Sampel 100 ml (Bobot Tanah Basah)
Ukur Volume Contoh Tanah dalam Ring Sampel 100 ml dengan Three Phase Meter (Volume Padatan+Air Lapang)
±10 g Contoh Tanah dalam Ring Sampel 100 ml Dikering Oven (105°C) Selama 24 Jam (% Kadar Air b/b)
Hitung Bobot Tanah Kering
Hitung Volume Padatan Tanah
Gambar 1. Bagan Kerja Three Phase Meter
Selain menggunakan three phase meter, pada penelitian ini juga menggunakan piknometer (25.207 ml) untuk menentukan bobot jenis partikel tanah. Adapun cara kerja penetapan bobot jenis partikel tanah dengan menggunakan piknometer sebagai berikut: (A) 1. Timbang tepat piknometer beserta tutupnya (B) 2. Tambahkan tanah kering ±5 g ke dalam piknometer lalu tutup. Jaga agar tanah tidak menempel di leher piknometer, kemudian timbang tepat. 3. Masak air destilata 500 ml secara terpisah lalu dinginkan sampai suhu kamar (±3 jam).
(C) 4. Isilah piknometer dan tanah (No. 2) dengan air destilata (±15 ml) tanpa tutup, lalu masak di hotplat sampai mendidih dan biarkan dalam keadaan mendidih ±30 menit. Jaga tanah jangan sampai tumpah lalu dinginkan. Penuhi piknometer dengan air yang dimasak (No. 3) lalu tutup di lap bagian luar piknometer yang basah, kemudian timbang tepat. (D) 5. Keluarkan tanah dari piknometer, isi dengan air destilata yang telah dimasak sampai penuh kemudian tutup. Selanjutnya lap bagian luar piknometer yang basah, kemudian timbang tepat. 6. Tentukan kadar air (KA) tanah. 7. Dihitung dengan persamaan sebagai berikut: 100 ----------100+KA BJP = ----------------------------------------100 ( (B-A) x ----------- ) - (C-D) 100+KA (B-A) x
3.
(g/cm3)
Total ruang pori (TRP) tanah adalah volume seluruh pori dalam suatu volume tanah utuh dinyatakan dalam persen volume, dihitung dengan persamaan sebagai berikut:
Bobot Isi TRP = ( 1 - ---------------------------- ) x 100% Bobot Jenis Partikel
4
(%volume)
Volume air lapang (Tabel Lampiran 2) diperoleh dari pengurangan antara bobot tanah basah (Tabel Lampiran 3) dengan bobot tanah kering (Tabel Lampiran 4).
Bobot Air = Bobot Tanah Basah-Bobot Tanah Kering
(Bobot Air x 1 g/ml) Volume Air Lapang= ( ----------------------------- ) x 100% 100
5.
(%volume)
Volume udara dihitung dari persamaan sebagai berikut: Volume Udara=Volume Total Ruang Pori-Volume Air Lapang
6.
(g)
(%volume)
Kadar air tanah ditetapkan dengan cara gravimetrik (Tabel Lampiran 5) yaitu menimbang ±10 g contoh tanah dalam keadaan basah (bobot tanah basah), kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 105°C selama 24 jam, dan ditimbang lagi (bobot tanah kering). Kadar air tanah (% b/b) dihitung dengan persamaan sebagai berikut:
Bobot Tanah Basah-Bobot Tanah Kering KA = ( ----------------------------------------------------- ) x 100% Bobot Tanah Kering
7.
(%b/b)
Distribusi pori tanah, didasarkan pada kandungan air tanah (% volume) yang berada dalam keseimbangan dengan tekanan udara yang digunakan yaitu 0.1 bar (pF 2.00), 0.3 bar (pF 2.54) dan 15 bar (pF 4.20). Contoh tanah diletakkan di atas piringan (plate) dalam “pressure plate apparatus” untuk pF 2.54 dan 2.00 dan pada “pressure membrane apparatus” untuk pF 4.20. Dari angka kandungan air tersebut dihitung persentase pori drainase sangat cepat (PDSC), pori drainase cepat (PDC), pori drainase lambat (PDL), pori air tersedia (PAT), dan pori air tidak tesedia (PATT) dengan persamaan sebagai berikut:
PDSC = TRP-kandungan air pada pF 1.00 PDC
= k.a pada pF 1.00-k.a pF 2.00
PDL
= k.a pada pF 2.00-k.a pF 2.54
PAT
= k.a pada pF 2.54-k.a pF 4.20 (kadar air pada kapasitas lapang)
PATT = k.a pada pF 4.20 (kadar air pada titik layu permanen)
8.
C-organik tanah ditetapkan berdasarkan metode Walkley & Black (Tabel lampiran 6). Prinsip penetapan cara ini adalah sejumlah bahan organik yang mudah teroksidasi dalam tanah akan mereduksi Cr2O7= yang diberikan dalam jumlah berlebihan. C-organik dihitung berdasarkan persamaan sebagai berikut:
(me K2Cr2O-me FeSO4) x 0.003 x f % C-Organik = ( ----------------------------------------------- ) x 100%
BKM
dengan melakukan titrasi
Keterangan: f me N V BKM
= = = = =
1.33 NxV normalitas volume bobot tanah kering oven 105°C contoh tanah yang digunakan
9. Distribusi ukuran agregat, ditetapkan secara kuantitatif di laboratorium dengan cara pengayakan basah selama 5 menit. Metode pengayakan basah mencerminkan stabilitas agregat di lapangan.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Berbagai Jenis Bahan Pembenah Tanah terhadap Bobot Jenis Partikel, Bobot Isi dan Total Ruang Pori Tanah Pengaruh berbagai perlakuan terhadap nilai bobot jenis partikel (BJP) tanah pada dua lapisan kedalaman tanah (0-5) dan (5-10) cm yang diperhitungkan dengan menggunakan metode three phase meter dan piknometer disajikan pada Tabel 2, sedangkan rinciannya disajikan dari pada Tabel Lampiran 7 dan Tabel Lampiran 8. Tabel 2. Hasil Pengukuran Bobot Jenis Partikel (BJP), Bobot Isi (BI) dan Total Ruang Pori Tanah Perlakuan Arang Sekam Cocopeat Kompos Kompos+Arang Sekam Kompos+Cocopeat Kontrol
Kedalaman BJP-1 BJP-2 BI-2 (cm) (g/cm3) (g/cm3) (g/cm3) 0 -5 5-10 0 -5 5-10 0 -5 5-10 0 -5 5-10 0 -5 5-10 0 -5 5-10
2.24 2.58 2.93 2.54 2.57 2.62 2.63 2.61 2.66 2.67 2.69 2.68
2.47 2.58 2.72 2.79 2.60 2.83 2.87 3.02 2.76 2.96 3.02 3.04
0.70 0.80 0.77 0.86 0.77 0.90 0.87 0.92 0.79 0.84 0.83 0.93
Volume-2 (%) Total Ruang Air Udara Padatan Pori-2 (%) Lapang 69.69 66.90 71.64 68.86 70.27 67.84 68.53 69.17 71.21 70.89 72.58 68.93
35.02 44.77 41.30 55.54 38.41 55.79 46.64 57.90 47.98 57.70 39.99 51.22
34.67 22.13 30.34 13.32 31.86 12.05 21.89 11.26 23.23 13.19 32.59 17.71
30.31 33.10 28.36 31.14 29.73 32.16 31.47 30.83 27.79 29.11 27.42 31.07
Keterangan: 1= Metode Piknometer; 2= Metode Three Phase Meter
Tabel 2 menunjukkan bahwa pengukuran bobot jenis partikel dengan menggunakan metode three phase meter menghasilkan nilai bobot jenis partikel yang lebih tinggi dari pada pengukuran bobot jenis partikel dengan menggunakan metode piknometer. Walaupun metode three phase meter menghasilkan nilai bobot jenis partikel lebih tinggi dari pada metode piknometer, akan tetapi hasil pengukuran bobot jenis partikel dengan menggunakan kedua metode tersebut memiliki pola/trend yang sama yang ditunjukkan oleh koefisien korelasi yang baik yaitu R=0.953.
Hubungan
antara
hasil
pengukuran
bobot
jenis
partikel
dengan
menggunakan metode three phase meter dan hasil pengukuran bobot jenis partikel dengan menggunakan metode piknometer disajikan pada Gambar 2.
Gambar 2. Hubungan Hasil Pengukuran Bobot Jenis Partikel-1 dengan Menggunakan Metode Piknometer dan Hasil Pengukuran Bobot Jenis Partikel-2 dengan Menggunakan Metode Three Phase Meter
Pada metode three phase meter digunakan ring sampel dengan ukuran volume 100 ml sehingga pada saat pengambilan contoh tanah terdapat kemungkinan batu (±0.5 mm) ikut terbawa dalam ring dan mempengaruhi bobot. Sedangkan pada metode piknometer digunakan alat piknometer dengan ukuran 25.207 ml sehingga bobot contoh tanah yang ditimbang benar-benar partikel tanah. Mengingat bobot jenis partikel yang dimiliki batu yaitu 2.6-3.1 g/cm3 (Wirjodihardjo, 1952) hal inilah yang menyebabkan nilai bobot jenis partikel dengan menggunakan metode three phase meter lebih tinggi daripada nilai bobot jenis partikel dengan menggunakan metode piknometer. Berikut berat jenis beberapa jenis batuan kristalin penting di dalam penyusunan tubuh bumi: Granit 2.62 g/cm3, Diorit 2.93 g/cm3, Amphibolit 3.10 g/cm3, Basalt 2.90-3.00 g/cm3.
Metode three phase meter dipandang lebih baik dalam menentukan bobot jenis partikel dibandingkan dengan metode piknometer, karena pada metode three phase meter pengukuran dilakukan pada contoh tanah utuh yang sesuai atau sama dengan kondisi di lapangan. Data dari Tabel 2 juga menunjukkan bahwa pengaruh berbagai bahan pembenah tanah tidak mempengaruhi total ruang pori tanah secara nyata terhadap kontrol, (rinciannya disajikan pada Tabel Lampiran 9). Nilai total ruang pori tanah bervariasi dari 69.69% sampai 72.58% untuk lapisan atas (0-5) cm, sedangkan total ruang pori untuk lapisan dibawahnya (5-10) cm bervariasi dari 66.90% sampai 68.93%. Demikian pula untuk nilai bobot isi tanah yang bervariasi, yaitu dari 0.70 g/cm3 sampai 0.83 g/cm3 untuk lapisan atas (0-5) cm, sedangkan untuk lapisan dibawahnya (5-10) cm bervariasi dari 0.80 g/cm3 sampai 0.93 g/cm3. Kondisi ini menunjukkan bahwa perlakuan-perlakuan yang diberikan sangat mempengaruhi nilai bobot jenis partikel tanah. Nilai bobot jenis partikel terendah dengan menggunakan metode three phase meter adalah bobot jenis partikel tanah akibat pemberian arang sekam yaitu 2.47-2.58 g/cm3, sedangkan bobot jenis partikel tertinggi adalah 3.02-3.04 g/cm3 akibat pengolahan tanah tanpa penambahan bahan pembenah tanah. Untuk nilai bobot jenis partikel terendah dengan menggunakan metode piknometer juga menunjukkan kecenderungan yang sama yaitu bobot jenis partikel tanah akibat pemberian arang sekam yaitu 2.242.58 g/cm3, dan bobot jenis partikel tertinggi adalah 2.68-2.69 g/cm3 akibat pengolahan tanah tanpa penambahan bahan pembenah tanah. Secara umum nilai bobot jenis partikel lapisan atas (0-5) cm cenderung lebih rendah dari pada nilai bobot jenis partikel lapisan dibawahnya (5-10) cm.
Penggunaan asumsi bobot jenis partikel tanah seperti yang selalu dipakai oleh para ahli tanah sebesar 2.65 g/cm3 (Herudjito dan Djojoprawiro, 1986) dapat membuat data total ruang pori dan distribusi ukuran pori tanah yang sangat penting bagi pendugaan karakteristik fisik tanah menjadi kurang valid. Tanahtanah yang diberi perlakuan bahan pembenah tanah sebaiknya ditetapkan dari perhitungan nilai bobot partikel padatan dibagi dengan volume padatan yang diperhitungkan dari alat ukur three phase meter atau piknometer. Pengaruh berbagai perlakuan terhadap nilai bobot isi (BI) tanah pada lapisan atas (0-5) cm dan lapisan dibawahnya (5-10) cm disajikan pada Tabel 2, sedangkan rinciannya disajikan dari pada Tabel Lampiran 10. Dari data pada Tabel Lampiran 10 menunjukkan bahwa rata-rata dari 8 kali pengulangan pengukuran bobot isi dari 2 petak ulangan yang berbeda menghasilkan nilai bobot isi tanah yang cukup teliti yang ditunjukkan oleh nilai standar deviasi (∆X) yang sangat kecil. Walaupun pada saat dilakukan pengolahan pada tanah tersebut yaitu dilakukan pengadukan secara merata, akan tetapi berdasarkan data yang diperoleh menunjukkan bahwa pada lapisan atas (0-5) cm untuk semua perlakuan memiliki nilai bobot isi yang lebih rendah dari pada nilai bobot isi pada lapisan dibawahnya (5-10) cm. Hal ini menunjukkan bahwa pergerakan air dapat menimbulkan pergerakan partikel tanah yang lebih halus ke lapisan lebih bawah. Oleh karena itu, tanah dapat menjadi lebih padat pada lapisan lebih bawah. Tabel 2 juga menunjukkan bahwa pemberian bahan pembenah tanah cenderung menurunkan nilai bobot isi tanah. Perlakuan arang sekam menunjukkan nilai bobot isi terendah pada dua lapisan kedalaman (0-5) dan (5-
10) cm masing-masing yaitu 0.70 dan 0.80 g/cm3, sedangkan perlakuan pengolahan tanah tanpa bahan penambahan pembenah tanah menunjukkan nilai bobot isi tertinggi untuk dua lapisan kedalaman (0-5) dan (5-10) cm masingmasing yaitu 0.83 dan 0.93 g/cm. Hal ini terjadi karena penambahan arang sekam menyebabkan tanah membentuk rongga-rongga sehingga bobot isi tanah persatuan volume menjadi lebih rendah (Soepardi, 1983). 4.2 Pengaruh Berbagai Jenis Bahan Pembenah Tanah terhadap Volume Air Lapang Keadaan air tanah dalam kondisi lapang pada lapisan atas (0-5) cm cenderung lebih rendah dari pada lapisan bawah (5-10) cm (Tabel 3). Hal ini umum terjadi karena pada lapisan atas, air tanah lebih mudah hilang melalui evapotranspirasi dari pada di lapisan dibawahnya. Pada Tabel 3 juga menunjukkan bahwa pemberian bahan pembenah tanah dapat meningkatkan volume air lapang tanah. Berikut ini berturut turut nilai volume air lapang pada lapisan atas (0-5) cm dari yang terendah adalah perlakuan arang sekam, kompos, kontrol, cocopeat, kompos ditambah arang sekam, dan kompos ditambah cocopeat, yaitu 35.03%, 38.41%, 39.99%, 41.30%, 46.64%, dan 47.98%. Untuk volume air lapang pada lapisan dibawahnya (5-10) cm juga menunjukkan kecenderungan yang hampir sama yaitu volume air lapang perlakuan arang sekam lebih rendah dari kontrol, cocopeat dan kompos, yaitu 44.77% untuk perlakuan arang sekam, 51.22% untuk kontrol, 55.54% untuk cocopeat dan 55.79% untuk perlakuan kompos. Perlakuan kompos ditambah arang sekam dan kompos ditambah cocopeat memiliki volume air lapang berkisar pada nilai 57%. Secara umum pada lapisan atas (0-5 cm) dan lapisan dibawahnya (5-10 cm), perlakuan bahan pembenah tanah berturut turut dapat meningkatkan
nilai volume air lapang tanah dari yang terendah yaitu perlakuan arang sekam (39.90%), kontrol (45.61%), kompos (47.10%), cocopeat (48.42%), kompos ditambah arang sekam (52.27%), dan kompos ditambah cocopeat (52.84%). Dari seluruh perlakuan yang digunakan, volume air lapang tanah tersebut masih berada di atas kadar air titik layu permanen (pF 4.2) dan kadar air kapasitas lapang (pF 2.54) (Tabel 3). Tabel 3. Hubungan Berbagai Jenis Perlakuan terhadap Volume Air Lapang dan Kurva pF (pF 1, pF 2, pF 2.54, pF 4.2) Perlakuan Arang sekam Cocopeat Kompos Kompos+Arang Sekam Kompos+Cocopeat Kontrol
Kedalaman (cm)
pF 1
pF 2
pF 2.54
pF 4.2
Volume Air Lapang
0- 5 5-10 0- 5 5-10 0- 5 5-10 0- 5 5-10 0- 5 5-10 0- 5 5-10
51.20 64.35 56.60 61.41 45.16 60.36 55.68 56.01 50.52 56.37 49.01 52.26
41.01 50.05 50.17 51.60 43.47 48.86 51.37 53.99 49.83 52.21 44.95 48.98
31.41 41.85 44.21 43.25 34.27 47.75 42.96 52.21 45.61 47.35 40.29 47.01
21.31 33.65 25.22 31.75 24.10 30.66 28.46 31.73 27.26 30.49 28.34 32.42
35.02 44.77 41.30 55.54 38.41 55.79 46.64 57.90 47.98 57.70 39.99 51.22
Data pada Tabel 3 menunjukkan bahwa volume air lapang baik untuk lapisan atas (0-5) cm maupun lapisan bawah (5-10) cm untuk semua perlakuan sedikit lebih besar dari pF 2.54, kecuali untuk perlakuan kontrol dan perlakuan cocopeat pada lapisan atas (0-5) cm. Hal ini mencerminkan bahwa volume air lapang lebih besar dari kadar air kapasitas lapang, sehingga persentase volume udara tanah akan menjadi lebih rendah dari pada bila tanah tersebut berada pada keadaan kapasitas lapang. 4.3.1 Pengaruh Berbagai Jenis Bahan Pembenah Tanah terhadap Distribusi Ukuran Pori Tanah Pengukuran dan penentuan distribusi ukuran pori dilakukan berdasarkan pada kurva pF. Di dalam kondisi lapangan, tanah yang mempunyai drainase baik
maka ruang pori yang berukuran besar akan diisi udara dan ruang ini disebut pori aerasi tanah atau pori makro tanah. Sedangkan pori-pori yang relatif kecil cenderung untuk diisi air dan umumnya disebut pori-pori kapiler atau pori mikro. Tabel 4. Hubungan Berbagai Jenis Perlakuan terhadap Volume Air Lapang dan Distribusi Ukuran Pori Tanah Perlakuan
Arang Sekam Cocopeat Kompos Kompos+Arang Sekam Kompos+Cocopeat Kontrol
Kedalaman (cm)
Volume Air Lapang
0- 5
35.02
Pori Mikro Pori Makro ----------------------------------%-------------------------21.31 10.10 9.60 10.19 18.48
5-10
44.77
33.65
8.20
8.20
14.30
2.55
0- 5
41.30
25.22
18.99
5.96
6.43
15.04
5-10
55.54
31.75
11.50
8.35
9.81
7.45
0- 5
38.41
24.10
10.17
9.20
1.69
25.11
5-10
55.79
30.66
17.09
1.11
11.50
7.48
0- 5
46.64
28.46
14.50
8.41
4.31
12.85
5-10
57.90
31.73
20.48
1.78
2.02
13.16
0- 5
47.98
27.26
18.35
4.22
0.69
20.69
5-10
57.70
30.49
16.86
4.86
4.16
14.52
0- 5
39.99
28.34
11.95
4.66
4.06
23.57
PATT
PAT
PDL
PDC
PDSC
5-10 51.22 32.42 14.59 1.97 3.28 16.67 Catatan: Bar kelabu menunjukkan air pada pori dalam keadaan lapang Keterangan: Pori Air Tidak Tersedia (PATT): diameter ≤ 0.2 μm (akan kosong pada pF 4.20) Pori Air Tersedia (PAT): diameter 8.6 – 0.2 μm (akan kosong pada pF 2.54 - 4.20) Pori Drainase Lambat (PDL): diameter 30 – 9 μm (akan kosong pada pF 2.00 - 2.54) Pori Drainase Cepat (PDC): diameter 300 – 30 μm (akan kosong pada pF 1.00 - 2.00) Pori Drainase Sangat Cepat (PDSC): diameter ≥300 μm (akan kosong pada pF 1.00)
Dari data pada Tabel 4 terlihat bahwa perlakuan bahan pembenah tanah menyebabkan perubahan distribusi ukuran pori dalam tanah dan kemampuan tanah dalam menahan air. Seluruh perlakuan bahan pembenah tanah memiliki volume air lapang yang melebihi kadar air kapasitas lapang (pF 2.54). Meskipun pengambilan contoh tanah dilakukan pada saat 2 hari tidak ada hujan. Secara umum volume air lapang menduduki pori drainase lambat (PDL), kecuali untuk perlakuan kontrol dan cocopeat pada lapisan atas (0-5) cm. Perlakuan arang sekam pada lapisan atas (0-5) cm dan lapisan dibawahnya (5-10) cm, kompos, kompos ditambah arang sekam, dan kompos ditambah cocopeat pada lapisan atas (0-5) cm memperlihatkan bahwa keadaan volume air lapang, air berkisar
menduduki pori drainase lambat (PDL). Sedangkan perlakuan cocopeat, kompos, dan kontrol pada lapisan dibawahnya (5-10) cm, volume air lapang berkisar menduduki pori drainase cepat (PDC). Selanjutnya untuk perlakuan kompos ditambah arang sekam dan kompos ditambah cocopeat pada lapisan (5-10) cm volume air lapang menduduki pori drainase sangat cepat (PDSC). Data pada Tabel 4 juga dapat dilihat bahwa jumlah pori drainase sangat cepat pada lapisan bawah (5-10) cm lebih sedikit dibandingkan dengan pori drainase sangat cepat pada lapisan diatasnya (0-5) cm. Diduga penurunan jumlah pori drainase sangat cepat disebabkan oleh adanya penghancuran tanah pada lapisan atas (0-5 cm) yang kemudian menimbun atau mengisi pori drainase sangat cepat pada lapisan dibawahnya (5-10 cm). 4.4 Pengaruh Berbagai Jenis Bahan Pembenah Tanah terhadap C-Organik Tanah Kandungan bahan organik sebagai bahan pembenah tanah dihitung dari kandungan C-organik tanah. Menurut Soepardi (1983) bahan organik dapat meningkatkan kemampuan tanah dalam menahan air. Berikut hubungan berbagai jenis perlakuan terhadap volume air lapang dan C-organik tanah (Tabel 5). Tabel 5. Hubungan Berbagai Jenis Perlakuan terhadap Volume Air Lapang dan C-Organik Tanah Perlakuan Arang Sekam Cocopeat Kompos Kompos+Arang Sekam Kompos+Cocopeat Kontrol
Kedalaman (cm) 0- 5 5-10 0- 5 5-10 0- 5 5-10 0- 5 5-10 0- 5 5-10 0- 5 5-10
Volume Air Lapang C-Organik --------------------------%---------------------35.02 44.77 41.30 55.54 38.41 55.79 46.64 57.90 47.98 57.70 39.99 51.22
3.14 2.92 3.43 3.71 4.08 3.78 3.96 3.99 4.18 4.29 2.83 2.67
Perlakuan berbagai bahan pembenah tanah tidak memperlihatkan adanya hubungan dengan kandungan C-organik tanah. Meskipun demikian bila dibandingkan
dengan
kontrol,
seluruh
bahan
pembenah
tanah
terlihat
meningkatkan kandungan C-organik tanah. Mengingat kemampuan bahan pembenanah tanah dalam menahan air sangat bervariasi, maka kandungan Corganik tidak memperlihatkan adanya keterkaitan langsung dengan volume air lapang. 4.5 Pengaruh Berbagai Jenis Bahan Pembenah Tanah terhadap Distribusi Ukuran Agregat Tanah Keuntungan bahan organik sebagai bahan pembenah tanah bagi pertanian adalah membantu agregasi tanah sehingga dapat mengurangi kepekaan tanah terhadap pengikisan tanah oleh air. Pengaruh berbagai jenis perlakuan terhadap distribusi ukuran agregat disajikan pada Tabel 6. Tabel 6. Pengaruh Berbagai Jenis Perlakuan terhadap Distribusi Ukuran Agregat Tanah Setelah Pengayakan Selama 5 Menit Perlakuan Arang sekam Cocopeat Kompos Kompos+Arang Sekam Kompos+Cocopeat Kontrol
Kedalaman (cm) 0 -5 5-10 0 -5 5-10 0 -5 5-10 0 -5 5-10 0 -5 5-10 0 -5 5-10
≥ 2.00 2.00 mm- 1.00 mm0.50 mm- ≤ 1.016 mm 1.00 mm 0.50 mm 0.25 mm μm -----------------------------------%--------------------------------20.82 30.33 41.93 81.42 79.51 89.84 47.82 93.24 90.53 97.15 98.22 99.25
24.87 28.49 29.60 5.29 12.05 4.41 24.84 3.73 3.86 1.41 1.00 0.39
26.00 21.57 19.92 3.47 5.93 3.37 15.11 1.94 3.21 0.80 0.53 0.21
18.79 12.21 2.21 8.79 1.56 1.49 7.97 0.67 1.67 0.47 0.19 0.10
9.58 7.40 6.34 1.03 0.94 0.89 4.27 0.41 0.73 0.17 0.06 0.05
Data pada Tabel 6 menunjukkan bahwa perlakuan arang sekam terhadap distribusi ukuran agregat pada dua lapisan kedalaman (0-5) dan (5-10) cm, serta cocopeat lapisan atas (0-5) cm sangat rentan terhadap proses pengayakan basah,
yang ditunjukkan dengan rendahnya agregat yang berukuran ≥2 mm, dan cukup tingginya agregat yang berukuran ≤2 mm. Pada setiap perlakuan, lapisan atas (05) cm memiliki agregat berukuran ≥2 mm yang lebih rendah dibandingkan dengan lapisan di bawahnya. Pada kondisi tersebut di atas akan memungkinkan peningkatan volume padatan pada lapisan dibawahnya (5-10) cm. Penurunan ukuran agregat tanah dapat mempengaruhi pemadatan tanah pada lapisan di bawahnya. Pemadatan merupakan salah satu hambatan mekanis yang diberikan tanah yang dapat mempengaruhi sistem perakaran. Perkembangan akar akan terhambat dengan semakin meningkatnya hambatan mekanis tanah atau kepadatan tanah. Adapun susunan perlakuan yang mempunyai ukuran agregat ≤2 mm berturut turut dari yang tertinggi yaitu perlakuan arang sekam, cocopeat, kompos ditambah arang sekam, kompos, kompos ditambah cocopeat, kontrol. Tanah dengan ukuran agregat ≤2 mm dan ≥2 mm yang terlalu tinggi tidak ideal untuk pertumbuhan akar tanaman. Menanggapi hal ini perlakuan yang ideal untuk pertumbuhan akar tanaman adalah perlakuan kompos.
V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan 1.
Perlakuan bahan pembenah tanah yaitu arang sekam, cocopeat, kompos, kompos ditambah arang sekam, dan kompos ditambah cocopeat dapat menurunkan nilai bobot isi (BI). Perlakuan arang sekam menunjukkan nilai bobot isi terkecil pada dua lapisan kedalaman (0-5) dan (5-10) cm masingmasing yaitu 0.70 dan 0.80 g/cm3, sedangkan perlakuan pengolahan tanah tanpa pemberian bahan pembenah tanah (kontrol) menunjukkan nilai bobot isi tertinggi untuk dua lapisan kedalaman (0-5) dan (5-10) cm masingmasing yaitu 0.83 dan 0.93 g/cm.
2.
Perlakuan bahan pembenah tanah menyebabkan perubahan distribusi ukuran pori dalam tanah dan kemampuan tanah dalam menahan air.
3.
Perlakuan bahan pembenah tanah berturut turut dapat meningkatkan nilai volume air lapang tanah dari yang terendah yaitu perlakuan arang sekam (39.90%), kontrol (45.61%), kompos (47.10%), cocopeat (48.42%), kompos ditambah arang sekam (52.27%), kompos ditambah cocopeat (52.84%).
4.
Pada setiap perlakuan, lapisan atas (0-5) cm memiliki agregat berukuran ≥2 mm yang lebih rendah dibandingkan dengan lapisan dibawahnya.
5.
Perlakuan yang mempunyai ukuran agregat ≤2 mm berturut turut dari yang tertinggi yaitu perlakuan arang sekam, cocopeat, kompos ditambah arang sekam, kompos, kompos ditambah cocopeat, kontrol. Tanah dengan ukuran agregat ≤2 mm dan ≥2 mm yang terlalu tinggi tidak ideal untuk pertumbuhan akar tanaman. Menanggapi hal ini perlakuan yang ideal untuk pertumbuhan akar tanaman adalah perlakuan kompos.
5.2 Saran Perlu dipelajari pengaruh berbagai bahan pembenah tanah terhadap pertumbuhan tanaman sayuran dalam kondisi di lapangan.
VI. DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2009. Komponen Media Tanam. In : http://emirgarden.com/2008/07//komponen-media-tanam_31.html) diakses pada tanggal 26 Oktober 2009. Ashari, S. 1995. Hortikultura Aspek Budidaya. UI-Press. Jakarta. Brady, N. C. 1990. The Nature and Properties of Soil. 10th ed. MacMilan Publishing Company. New York. Dalzell, H. W., A.J. Riddlestone, K. R. Gray, and K. Thurairajan. 1987. Soil Management:Compost Production and Use in Tropical and Subtropical Environments. FAO Soil Bulletin 56. FAO of the United Nations. Rome. Foth, H. D. 1978. Fundamental of Soil Science. 6th ed. John Wiley and Sons, Inc. New York. Hakim, N. 1982. Pengaruh Pemberian Pupuk Hijau dan Kapur pada Podzolik Merah Kuning terhadap Ketersediaan Fosfor dan Produksi Tanaman Jagung (Zea Mays L). Disertasi. Departemen Ilmu-Ilmu Tanah. Fakultas Pertanian, IPB. Bogor. Herudjito, D. dan P. Djojoprawiro. 1986. Fisika Tanah Dasar. Departemen IlmuIlmu Tanah. Fakultas Pertanian, IPB. Bogor. Kramer, P. J. 1983. Water Relation of Plant. Academic Press. London. Lesmanawati, I. R. 2005. Pengaruh Pemberian Kompos, Thiobasillus, dan Penanaman Gmelina serta Sengon pada Tailing Emas terhadap Biodegradasi Sianida dan Pertumbuhan Kedua Tanaman. Tesis. Pasca Sarjana, IPB. Bogor. Ningrum, D. K. 2006. Upaya Pengembangan Teknik Budidaya Tanaman Wortel di Dataran Rendah. Skripsi. Departemen Ilmu-Ilmu Tanah. Fakultas Pertanian, IPB. Bogor. Notohadinegoro, T. 2006. Faktor Tanah dalam Pengembangan Hortikultura. Jurusan Ilmu Tanah. Fakultas Perantian, Universitas Gajah Mada. http://www.soil faperta ugm.ac.id.pdf diakses pada tanggal 17 Agustus 2009. Nurdini, D. A. 2008. Desain Proses Pembuatan Biodiesel dari Bahan Baku Minyak Jelantah dengan Katalisis Alami Abu Cocopeat. Skripsi. Departemen Teknologi Industri Pertanian. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB. Bogor.
Purnamasari, H. 2008. Aplikasi Teknik Biofilter untuk Penghilangan Gas NH 3 oleh Bakteri Nitrosomonas sp dengan Menggunakan Bahan Pengisi Kompos, Arang Sekam, dan Serasah di Pabrik Lateks Pekat. Skripsi. Departemen Industri Pertanian. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB. Bogor. Putinella, J. A. 2008. Buku Ajar Fisika Tanah. Departemen Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, UNPATTI. Ambon. Sitorus, S. R P., O, Haridjaja dan K. R. Brata. 1981. Penuntun Praktikum Fisika Tanah. Departemen Ilmu-Ilmu Tanah. Fakultas Pertanian, IPB. Bogor. Situmorang, R. 1999. Pemanfaatan Bahan Organik Setempat Mucuna sp dan Fosfat Alam untuk Memperbaiki Sifat-Sifat Tanah Palehumults di Miramontana, Sukabumi. Disertasi. Departemen Ilmu-Ilmu Tanah. Fakultas Pertanian, IPB. Bogor. Soepardi, G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Departemen Ilmu-Ilmu Tanah. Fakultas Pertanian, IPB. Bogor. Soil Survey Staff. 1990. Key Soil Taksonomy. Agency for Internasional Development United: States Departemen of Agriculture and Soil Management Support Service. Yustiningsih, N. 1981. Pengaruh Penambahan Urea dan P-alam terhadap Beberapa Sifat Kompos. Skripsi. Departemen Ilmu-Ilmu Tanah. Fakultas Pertanian, IPB. Bogor. Wahjudin, H. U. M. 2003. Manfaat Devirat Asam Fenolat dan Karboksilat dari Kompos Sisa Tanaman terhadap Kandungan Unsur Beracun (Al dan Fe) dalam Tanah Vertic Hapludult dari Gajrug, Banten. Disertasi. Departemen Ilmu-Ilmu Tanah. Fakultas Pertanian, IPB. Bogor. Williams, C. N., J. O. Uzo and W. T. H. Peregrine. 1991. Produksi Sayuran Daerah Tropika. Terjemahan Ronoprawiro, S. Gajah Mada University press. Wirjodihardjo, M. W. 1952. Ilmu Tubuh Tanah. Jakarta. Wuryaningsih, S., dan Darliah. 1994. Pengaruh Media Sekam Padi Terhadap Pertumbuhan Tanaman Hias Pot Spathiphyllum. Bul.Penel.Tan.Hias. 2(2): 119– 129. ISSN:0854-7289.
LAMPIRAN
Tabel Lampiran 1. Hasil Analisis Volume Padatan Tanah dengan Three Phase Meter Perlakuan Arang Sekam
Cocopeat
Kompos
Kompos+Arang Sekam Kompos+Cocopeat Kontrol
Volume Padatan Tanah (%)
Kedalaman (cm)
1
2
3
4
5
Rata-rata 6
7
8
0 -5
35.02
27.06
31.41
43.80
19.85
40.79
21.80
22.63
30.31 ± 8.43
5-10
47.93
30.21
30.32
30.81
28.43
48.45
20.43
28.28
33.11 ± 10.36
0 -5
26.34
22.93
28.06
29.85
31.56
30.27
32.15
25.67
28.35 ± 2.94
5-10
33.52
28.08
27.54
32.98
34.23
27.05
35.26
30.43
31.14 ± 3.46
0 -5
27.44
28.28
31.72
32.47
25.41
35.95
29.74
26.77
29.72 ± 3.59
5-10
28.52
37.41
29.91
37.84
26.21
30.85
32.35
34.22
32.16 ± 4.16
0 -5
29.81
31.44
27.58
25.40
26.47
45.67
32.87
32.44
31.46 ± 5.36
5-10
28.97
28.12
26.72
28.70
33.11
38.23
31.82
31.04
30.84 ± 2.12
0 -5
26.70
25.87
29.05
27.87
32.47
31.57
28.11
28.68
28.79 ± 1.76
5-10
29.33
29.41
22.87
27.70
33.81
32.68
24.39
32.65
29.11 ± 3.72
0 -5
27.69
22.71
29.23
26.27
28.61
30.48
27.68
26.71
27.42 ± 2.20
5-10
30.67
35.49
27.68
28.23
32.16
31.95
27.26
35.13
31.07 ± 3.41
Tabel Lampiran 2. Hasil Analisis Volume Air Lapang Perlakuan Arang Sekam
Cocopeat
Kompos
Kompos+Arang Sekam Kompos+Cocopeat Kontrol
Rata-rata
Volume Air Lapang (%)
Kedalaman (cm)
1
2
3
4
5
6
0 -5
34.11
36.51
37.21
33.58
40.56
34.03
29.98
34.27
35.02 ± 3.07
5-10
37.68
46.34
47.06
42.06
55.25
40.23
46.42
43.09
44.77 ± 5.43
7
8
0 -5
47.46
39.96
49.94
37.76
35.88
41.23
42.00
36.18
41.30 ± 4.54
5-10
53.79
56.03
62.88
57.52
46.49
60.85
48.77
58.01
55.54 ± 5.42
0 -5
38.99
41.88
38.57
42.98
35.00
38.87
39.13
31.91
38.41 ± 2.80
5-10
58.71
55.57
52.89
55.55
57.47
57.83
55.74
52.56
55.79 ± 2.39
0 -5
43.32
42.06
53.70
57.22
45.41
41.68
44.73
45.09
46.64 ± 4.62
5-10
57.04
56.10
68.73
66.49
53.79
56.26
51.83
52.98
57.90 ± 4.16
0 -5
49.85
46.32
60.38
56.63
42.36
41.80
39.50
47.00
47.98 ± 4.76
5-10
57.13
53.14
69.32
61.90
53.45
55.91
58.37
52.40
57.70 ± 4.81
0 -5
35.41
32.87
39.02
39.79
50.53
42.07
42.92
37.31
39.99 ± 4.35
5-10
46.70
51.88
52.87
52.31
56.56
46.51
48.36
54.58
51.22 ± 3.84
Tabel Lampiran 3. Hasil Analisis Bobot Tanah Basah Perlakuan Arang Sekam Cocopeat Kompos Kompos+Arang Sekam Kompos+Cocopeat Kontrol
Kedalaman (cm)
Rata-rata
Bobot Tanah Basah (g) 5
6
7
8
0 -5
103.05
1
110.75
2
116.25 109.14
3
4
110.71
101.93
91.14
97.72
5-10
125.05
127.98
128.86 127.89
138.65
116.21
116.4
119.56
125.08 ± 6.20
0 -5
124.14
106.78
133.74 113.55
114.19
120.26
127.24
104.79
118.09 ± 10.69
5-10
142.38
135.11
143.22 161.09
131.16
141.51
136.18
144.38
141.88 ± 8.45
0 -5
114.03
120.15
115.31 126.61
104.35
120.02
119.11
101.16
115.09 ± 7.75
5-10
139.81
152.63
146.19
151.7
139.86
147.8
146.28
143.63
145.99 ± 4.69
0 -5
123.7
124.11
153.11
153.1
132.49
124.51
129.52
129.57
133.76 ± 10.09
5-10
147.68
135.92
171.84
170.5
144.14
150.89
138.78
139.49
149.91 ± 11.6 126.98 ± 9.97
105.09 ± 6.81
0 -5
124.16
122.47
149.65 144.36
116.11
123.68
111.49
123.91
5-10
134.12
131.65
163.38 150.43
144.2
141.23
136.53
135.59
142.14 ± 9.46
0 -5
114.98
104.26
131.34 135.97
135.44
127.38
119.92
111.45
122.59 ± 12.46
5-10
130.25
151.56
154.97 155.23
150.77
137.38
130.59
147.02
144.72 ± 10.56
Tabel Lampiran 4. Hasil Analisis Bobot Tanah Kering Perlakuan Arang Sekam
Cocopeat
Kompos
Kompos+Arang Sekam Kompos+Cocopeat Kontrol
Rata-rata
Bobot Tanah Kering (g)
Kedalaman (cm)
1
2
3
4
5
6
7
8
0 -5
68.94
74.24
79.04
75.56
70.25
67.90
61.16
63.45
70.07 ± 4.16
5-10
87.37
81.64
81.80
85.84
83.40
75.98
69.98
76.43
80.31 ± 4.19
0 -5
76.68
66.82
83.81
75.80
78.31
79.03
85.25
68.62
76.79 ± 6.92
5-10
88.59
79.08
80.34
103.57
84.67
80.66
87.41
86.37
86.34 ± 7.12
0 -5
75.04
78.27
76.75
83.63
69.35
81.15
79.99
69.25
76.68 ± 5.12
5-10
81.10
97.06
93.30
96.16
82.39
89.97
90.54
91.08
90.20 ± 5.74
0 -5
80.38
82.05
99.41
95.88
87.15
82.83
84.79
84.48
87.12 ± 5.70
5-10
90.64
79.82
103.11
104.03
90.35
94.63
86.95
86.51
92.00 ± 7.62
0 -5
74.31
76.15
89.27
87.73
73.75
81.88
71.99
76.91
79.00 ± 6.03
5-10
76.99
78.51
94.06
88.53
90.75
85.32
78.16
83.19
84.44 ± 6.69
0 -5
79.57
71.39
92.32
96.18
84.91
85.31
77.00
74.14
82.60 ± 8.54
5-10
83.55
99.68
102.10
102.91
94.21
90.87
82.23
92.44
93.50 ± 7.21
Tabel Lampiran 5. Hasil Analisis Kadar Air Tanah dengan Metode Gravimetrik Perlakuan Arang Sekam
Cocopeat
Kompos
Kompos+Arang Sekam Kompos+Cocopeat Kontrol
Rata-rata
% Kadar Air (b/b)
Kedalaman (cm)
1
2
3
4
5
6
7
8
0 -5
49.47
49.19
47.08
44.43
57.60
50.11
49.02
54.00
50.12 ± 3.12
5-10
43.12
56.76
57.54
49.00
66.24
52.95
66.34
56.38
56.04 ± 6.85
0 -5
61.88
59.81
59.58
49.81
45.82
52.18
49.27
52.73
53.89 ± 4.29
5-10
60.72
70.86
78.27
55.53
54.91
75.44
55.79
67.16
64.84 ± 10.00
0 -5
51.95
53.5
50.25
51.39
50.48
47.91
48.92
46.07
50.06 ± 1.60
5-10
72.39
57.25
56.7
57.77
69.76
64.28
61.56
57.71
62.18 ± 6.32
0 -5
53.9
51.27
54.02
59.68
52.02
50.33
52.75
53.37
53.42 ± 2.43
5-10
62.93
70.29
66.66
63.91
59.53
59.45
59.61
61.24
62.95 ± 2.08
0 -5
67.08
60.82
67.65
64.55
57.43
51.05
54.87
61.1
60.57 ± 3.67
5-10
74.2
67.69
73.69
69.93
58.9
65.52
74.69
63.00
68.45 ± 4.90
0 -5
44.49
46.04
42.27
41.36
59.52
49.32
55.74
50.32
48.63 ± 3.45
5-10
55.89
52.05
51.78
50.84
60.04
51.18
58.82
59.04
54.95 ± 3.16
39
Tabel Lampiran 6. Hasil Analisis C-Organik Tanah Perlakuan
Kedalaman (cm)
1
0 -5 5-10 0 -5 5-10 0 -5 5-10 0 -5 5-10 0 -5 5-10 0 -5 5-10
3.18 2.72 3.31 3.73 3.94 3.89 3.68 3.85 4.22 4.54 2.60 2.61
Arang Sekam Cocopeat Kompos Kompos+Arang Sekam Kompos+Cocopeat Kontrol
C-Organik (%) 2 3.10 3.12 3.56 3.68 4.21 3.66 4.23 4.13 4.13 4.05 3.05 2.72
Rata-rata 3.14 ± 0.06 2.92 ± 0.28 3.43 ± 0.18 3.71 ± 0.03 4.08 ± 0.20 3.78 ± 0.16 3.96 ± 0.39 3.99 ± 0.20 4.18 ± 0.06 4.29 ± 0.35 2.83 ± 0.32 2.67 ± 0.08
Tabel Lampiran 7. Hasil Analisis Bobot Jenis Partikel Tanah dengan Three Phase Meter Perlakuan Arang Sekam Cocopeat Kompos Kompos+Arang Sekam Kompos+Cocopeat Kontrol
Bobot Jenis Partikel (g/cm3)
Kedalaman (cm)
1
2
0 -5 5-10 0 -5 5-10 0 -5 5-10 0 -5 5-10 0 -5 5-10 0 -5 5-10
1.97 1.82 2.91 2.64 2.73 2.84 2.70 3.13 2.78 2.62 2.87 2.72
2.74 2.70 2.91 2.82 2.77 2.59 2.61 2.84 2.94 2.67 3.14 2.81
3 2.52 2.70 2.99 2.92 2.42 3.12 3.60 3.86 3.07 4.11 3.16 3.69
4
5
1.73 2.79 2.54 3.14 2.58 2.54 3.77 3.62 3.15 3.20 3.66 3.65
3.54 2.93 2.48 2.47 2.73 3.14 3.29 2.73 2.27 2.68 2.97 2.93
6
7
1.66 2.81 1.57 3.43 2.61 2.65 2.98 2.48 2.26 2.69 2.92 2.80 1.81 2.58 2.48 2.73 2.59 2.56 2.61 3.20 2.80 2.78 2.84 3.02
8
Rata-rata
2.80 2.70 2.67 2.84 2.59 2.66 2.60 2.79 2.68 2.55 2.78 2.63
2.47 ± 0.62 2.58 ± 0.62 2.72 ± 0.14 2.79 ± 0.23 2.60 ± 0.19 2.83 ± 0.23 2.87 ± 0.60 3.02 ± 0.30 2.76 ± 0.17 2.96 ± 0.50 3.02 ± 0.21 3.04 ± 0.34
Tabel Lampiran 8. Hasil Analisis Bobot Jenis Partikel dengan Piknometer Perlakuan Arang Sekam Cocopeat Kompos Kompos-Arang Sekam Kompos+Cocopeat Kontrol
Pikno- Pikno- Pikno- Pikno- % KA Kedalaman meter meter+ meter+ meter+ (b/b) (cm) Kosong Sampel Sampel+ Air (A) (B) Air (C) (D) 0 -5 5-10 0 -5 5-10 0 -5 5-10 0 -5 5-10 0 -5 5-10 0 -5 5-10
20.4765 20.3430 20.3909 20.5031 20.4735 20.5923 20.4889 20.3068 20.2987 20.4728 20.4780 20.4829
25.5905 25.5791 25.3740 25.4933 25.4070 26.2548 25.6475 25.4073 25.3553 25.3483 25.4890 25.5200
48.4967 45.9000 48.4831 45.5779 48.2245 45.3892 48.4006 45.5889 48.3675 45.5900 48.7755 45.5805 48.5002 45.5975 48.2557 45.3875 48.2718 45.3975 48.3258 45.5848 48.4215 45.5572 48.4155 45.5765
9.1416 10.4381 15.6929 7.5137 8.5842 9.5182 10.1741 9.6231 9.8045 11.2666 9.7964 11.3309
Bobot Jenis Partikel 2.2431 2.5823 2.9263 2.5367 2.5728 2.6174 2.6312 2.6072 2.6607 2.6705 2.6853 2.6844
40
Tabel Lampiran 9. Hasil Analisis Total Ruang Pori Tanah Perlakuan Arang Sekam Cocopeat Kompos Kompos+Arang Sekam Kompos+Cocopeat Kontrol
Kedalaman (cm) 0 -5 5-10 0 -5 5-10 0 -5 5-10 0 -5 5-10 0 -5 5-10 0 -5 5-10
Total Pori Tanah (g/cm3) 1
2
3
4
5
6
7
8
Rata-rata
64.98 52.07 73.65 66.48 72.56 71.48 70.19 71.03 73.30 70.67 72.30 69.33
72.99 69.79 77.07 71.92 71.72 62.59 68.56 71.88 74.13 70.59 77.29 64.51
68.59 69.68 71.94 72.46 68.27 70.10 72.42 73.28 70.96 77.13 70.77 72.32
56.19 69.19 70.14 67.02 67.53 62.16 74.60 71.29 72.13 72.31 73.72 71.78
80.05 71.57 68.44 65.77 74.60 73.79 73.46 66.89 67.53 66.19 71.40 67.84
59.21 51.55 69.74 72.95 64.06 69.15 54.34 61.77 68.43 67.31 69.52 68.05
78.20 79.57 67.85 64.74 70.26 67.65 67.13 68.18 71.89 75.61 72.32 72.74
77.37 71.74 74.33 69.57 73.23 65.78 67.56 68.96 71.32 67.36 73.29 64.87
69.69 ± 8.43 66.90±10.36 71.64 ± 2.94 68.86 ± 3.46 70.27 ± 3.59 67.84 ± 4.16 68.53 ± 5.36 69.17 ± 2.12 71.21 ± 1.76 70.89 ± 3.72 72.58 ± 2.20 68.93 ± 3.41
Tabel Lampiran 10. Hasil Analisis Bobot Isi Tanah Perlakuan Arang Sekam Cocopeat Kompos Kompos+Arang Sekam Kompos+Cocopeat Kontrol
Bobot Isi (g/cm3)
Kedalaman (cm)
1
2
3
4
5
6
7
8
Rata-rata
0 -5 5-10 0 -5 5-10 0 -5 5-10 0 -5 5-10 0 -5 5-10 0 -5 5-10
0.69 0.87 0.77 0.89 0.75 0.81 0.80 0.91 0.74 0.77 0.80 0.84
0.74 0.82 0.67 0.79 0.78 0.97 0.82 0.80 0.76 0.79 0.71 1.00
0.79 0.82 0.84 0.80 0.77 0.93 0.99 1.03 0.89 0.94 0.92 1.02
0.76 0.86 0.76 1.04 0.84 0.96 0.96 1.04 0.88 0.89 0.96 1.03
0.70 0.83 0.78 0.85 0.69 0.82 0.87 0.90 0.74 0.91 0.85 0.94
0.68 0.76 0.79 0.81 0.81 0.90 0.83 0.95 0.82 0.85 0.85 0.91
0.61 0.70 0.85 0.87 0.80 0.91 0.85 0.87 0.72 0.78 0.77 0.82
0.63 0.76 0.69 0.86 0.69 0.91 0.84 0.87 0.77 0.83 0.74 0.92
0.70 ± 0.04 0.80 ± 0.04 0.77 ± 0.07 0.86 ± 0.08 0.77 ± 0.06 0.90 ± 0.06 0.87 ± 0.06 0.92 ± 0.08 0.79 ± 0.06 0.84 ± 0.07 0.83 ± 0.09 0.93 ± 0.07