PENGARUH BAP DAN GA3 TERHADAP PERKECAMBAHAN Heliconia caribaea Lam. SECARA IN VITRO
Oleh MELLY SITI RAHMAWATI A34304017
PROGRAM STUDI HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
PENGARUH BAP DAN GA3 TERHADAP PERKECAMBAHAN Heliconia caribaea Lam. SECARA IN VITRO
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh MELLY SITI RAHMAWATI A34304017
PROGRAM STUDI HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
RINGKASAN MELLY SITI RAHMAWATI. Pengaruh BAP dan GA3 terhadap Perkecambahan Heliconia caribaea Lam. secara In Vitro. (Dibimbing oleh DINY DINARTI) Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh jenis dan konsentrasi zat pengatur tumbuh yang sesuai untuk perkecambahan Heliconia caribaea Lam. secara in vitro. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari 2008 hingga Mei 2008 di Laboratorium Bioteknologi Tanaman, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini disusun menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dua faktor yaitu konsentrasi BAP dan GA3. Faktor pertama adalah BAP dengan dua taraf konsentrasi, yaitu 0 ppm dan 5 ppm. Faktor kedua adalah GA3 yang terdiri dari empat taraf konsentrasi, yaitu 0 ppm; 1 ppm; 10 ppm dan 100 ppm. Penelitian ini terdiri dari 8 kombinasi perlakuan masing-masing diulang sebanyak 12 kali, sehingga terdapat 96 ulangan dengan 1 eksplan untuk setiap ulangannya (1 botol kultur). Pengamatan dilakukan setiap minggu selama delapan minggu setelah tanam. Peubah yang diamati yaitu: jumlah eksplan terkontaminasi, saat haustorium muncul, panjang haustorium, panjang tunas, jumlah akar, dan persentase eksplan bertunas. Persentase eksplan yang terkontaminasi bakteri sebesar 28.13% dari seluruh eksplan yang ditanam. Terdapat kontaminasi cendawan sebesar 6.25% dari seluruh eksplan yang ditanam. Sidik ragam menunjukkan BAP memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap peubah panjang haustorium, panjang tunas dan jumlah akar. BAP hanya memberi pengaruh nyata terhadap jumlah akar pada 7 dan 8 MSP. Pengaruh GA3 tidak berbeda nyata terhadap peubah panjang tunas. GA3 memberikan pengaruh yang nyata pada 3 MSP terhadap panjang haustorium. GA3 memberikan pengaruh yang nyata pada 6 MSP dan sangat nyata pada 7 MSP terhadap jumlah akar yang terbentuk. Interaksi antara BAP dan GA3 memberikan pengaruh sangat nyata terhadap jumlah akar pada 7 MSP. Interaksi antara BAP dan GA3 memberikan pengaruh nyata terhadap panjang haustorium pada 2 dan 3 MSP, panjang tunas pada 6 MSP dan jumlah akar pada 6 MSP. Interaksi BAP 0 ppm + GA3 10 ppm memberikan rata-rata panjang haustorium tertinggi sebesar 1.6 mm pada 3 MSP, rata-rata panjang tunas tertinggi sebesar 0.8 cm pada 6 MSP dan rata-rata jumlah akar tertinggi sebesar 0.9 pada 8 MSP. Dari hasil pengamatan ditentukan bahwa biji sudah membentuk kecambah normal bila selubung kotiledon telah muncul, demikian juga akar primer dengan atau tanpa akar seminal. Kecambah dikategorikan sebagai kecambah abnormal bila selubung kotiledon belum berkembang atau akar primer maupun akar seminal belum berkembang. Perlakuan BAP 0 ppm + GA3 10 ppm memberikan persentase eksplan berkecambah tertinggi Heliconia caribaea Lam. sebesar 25%.
LEMBAR PENGESAHAN
Judul
:
PENGARUH BAP DAN GA3 TERHADAP PERKECAMBAHAN Heliconia caribaea Lam. SECARA IN VITRO
Nama :
Melly Siti Rahmawati
NRP
A34304017
:
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Ir Diny Dinarti, MSi NIP. 131 999 963
Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr Ir Didy Sopandie, M.Agr. NIP. 131 124 019
Tanggal Lulus :
RIWAYAT HIDUP
Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Udin Syarifuddin dan Dede Resmiati. Penulis dilahirkan di Subang pada tanggal 04 September 1986. Penulis menempuh jenjang pendidikan formal dimulai dari Sekolah Dasar Negeri Tegal Munjul VIII tahun 1992-1998 dilanjutkan ke Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 1 Purwakarta tahun 1998-2001,
kemudian penulis
melanjutkan ke Sekolah Menengah Umum Negeri 1 Purwakarta tahun 2001-2004. Pada tahun 2004 penulis diterima di Program Studi Hortikultura, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB). Selama menjalani pendidikan di IPB, penulis aktif dalam kegiatan PUSCOM (Purwakarta Student Community). Penulis pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Dasar – dasar Hortikultura pada tahun ajaran 2007/2008. Penulis juga berpartisipasi menjadi panitia Festival Tanaman yang diadakan oleh HIMAGRON (Himpunan Mahasiswa Agronomi) dan panitia Hard Launching Indoflower Nursery (2008).
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
berkah,
rahmat
dan
karunia-Nya
sehingga
penulis
dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan judul ”Pengaruh BAP dan GA3 terhadap Perkecambahan Heliconia caribaea Lam. secara In Vitro”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan studi pada Program Sarjana Hortikultura, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu penulis menyelesaikan skripsi ini. Ucapan terima kasih penulis tujukan kepada: 1. Dr Ir Syarifah Iis Aisyah, MSc.Agr dan Ir Diny Dinarti, MSi sebagai dosen pembimbing atas bimbingan, arahan dan dukungan yang telah diberikan selama penulis menyelesaikan penelitian dan menyusun skripsi. 2. Ir Ketty Suketi, M.Si. selaku dosen pembimbing akademik atas bimbingan dan arahannya kepada penulis selama kuliah di IPB. 3. Dr Ir Endah Retno Palupi, MSc dan Ir Megayani Sri Rahayu, MS selaku dosen penguji atas masukan ilmu, saran dan kritik yang membangun. 4. Mama, bapa, aboy, ade dan keluarga besar yang tiada henti memberikan limpahan kasih sayang, cinta, do’a dan dukungannya kepada penulis. 5. Rekan-rekan di Laboratorium Bioteknologi Tanaman: Mba Retno, Mba Ella, Mba Iis, Donny, Fajri, Hana, Purna, Yayu, Ka Iqwal, Ka Rahmat, Bibi atas dukungan dan kerjasamanya telah membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian ini. 6. Pak Joko di Laboratorium Fisiologi Tanaman atas bantuannya. 7. Prof. Dr Daniela. G. Simão, Antonio C. Torres dan Paulo H. V. Rodrigues atas masukan dan referensi paper research yang sangat bermanfaat sebagai sumber pustaka bagi penulis. 8. The bizbuL (’Noy, Novi, Del, Neng, To, Kun) atas semua keceriaan, semangat, persahabatan dan kebersamaan yang telah terlewati serta teman-
teman Hortierz 41 yang telah memberikan warna dalam kehidupan penulis yang tidak akan terlupakan. 9. Keluarga besar As-shaff: Kur-kur, Mega, Petit, T’indri, Ka Novi, Ujie, Ai, Devi, Rifa, Muzie, Tantri, Yuke, Mike, Puput atas kebersamaan dan keceriaan yang terlewati. 10. Cha, Wie, Zul, Dypta, Dimas, Pipit, Uwie, Rhya, Vya, Ka Adit, Ka Arip dan semua keluarga besar PusCom (Purwakarta Student Community) yang telah memberikan semangat kepada penulis. 11. Keluarga besar Kebon Sari Rancamaya: Pa Jack, Nyonya Fang, Pa Is, Nyonya Besar, Pa Supri, Pa Rahmat, Pa Cipto, dan Pa Agus. Rekan seperjuangan: Herma dan Dini atas kebersamaan dalam suka dan duka. Penulis berharap agar tulisan ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.
Bogor, Agustus 2008
Penulis
DAFTAR ISI PENDAHULUAN Latar belakang ................................................................................... Tujuan ............................................................................................... Hipotesis ...........................................................................................
1 2 3
TINJAUAN PUSTAKA Botani ............................................................................................... Teknik Kultur Jaringan ...................................................................... Media Kultur ..................................................................................... Eksplan ............................................................................................. Lingkungan Kultur ............................................................................ Zat Pengatur Tumbuh ........................................................................ Perkecambahan In Vitro Biji Heliconia .............................................. Dormansi ...........................................................................................
4 6 7 8 9 10 12 14
BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat ............................................................................ Bahan dan Alat ................................................................................. Metode Penelitian .............................................................................. Metode Pelaksanaan .......................................................................... Sterilisasi Botol dan Alat Tanam ................................................. Sterilisasi Luar Eksplan .............................................................. Pembuatan Media ....................................................................... Penanaman ................................................................................. Pemeliharaan Kultur ................................................................... Pengamatan ................................................................................
16 16 16 17 17 17 18 18 19 19
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum .................................................................................. Kontaminasi ...................................................................................... Pertumbuhan dan Perkembangan Eksplan .......................................... Pertumbuhan Eksplan ............................................................. Pertumbuhan Akar ................................................................. Pembentukan Tunas ............................................................... Persentase Perkecambahan ................................................................ Panjang Haustorium .......................................................................... Panjang Tunas ................................................................................... Jumlah Akar ......................................................................................
21 23 25 25 26 27 28 29 32 32
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ....................................................................................... Saran .................................................................................................
35 35
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................
36
LAMPIRAN ................................................................................................
40
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman Teks
1. Rekapitulasi Sidik Ragam Respon Peubah yang Diamati pada Kultur In Vitro Heliconia caribaea Lam. .................................................................
22
2. Persentase Perkecambahan Heliconia caribaea Lam. pada 8 MSP ...........
29
3. Nilai Rata-rata Panjang Haustorium Heliconia caribaea Lam. pada Dua Taraf BAP ................................................................................................
30
4. Nilai Rata-rata Panjang Haustorium Heliconia caribaea Lam. pada Beberapa Konsentrasi GA3 .......................................................................
30
5. Nilai Rata-rata Jumlah Akar Heliconia caribaea Lam. pada Dua Taraf BAP ........................................................................................................
33
6. Nilai Rata-rata Jumlah Akar Heliconia caribaea Lam. pada Beberapa Konsentrasi GA3.......................................................................................
33
Lampiran 1. Komposisi Media Murashige-Skoog ........................................................
40
3. Koefisien Keragaman Panjang Haustorium Heliconia caribaea Lam. .......
42
4. Koefisien Keragaman Panjang Tunas Heliconia caribaea Lam. ...............
43
5. Koefisien Keragaman Jumlah Akar Heliconia caribaea Lam. ..................
44
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman Teks
1.
Bunga dan Tajuk Heliconia caribaea Lam. ............................................
5
2. 2. 2.
(A) Bagian Ventral Biji Heliconia caribaea Lam. .................................. (B) Bagian Dorsal Biji Heliconia caribaea Lam. .................................... (C) Irisan Melintang Biji Heliconia caribaea Lam. ................................
6 6 6
3.
Struktur Molekul BAP ...........................................................................
11
4.
Struktur Molekul GA3 ............................................................................
12
5. 2.
(A) Buah Matang Heliconia caribaea Lam............................................ (B-C) Biji Heliconia caribaea Lam ........................................................
21 21
6.
(A) Kontaminasi yang Disebabkan oleh Bakteri ..................................... (B) Kontaminasi yang Disebabkan oleh Cendawan ................................
24 24
7.
Pertumbuhan dan Perkembangan Kecambah Heliconia caribaea Lam. .. (A) Haustorium Memanjang Berwarna Putih pada 2 MSP ...................... (B) Terjadi Pembesaran Sel dan terlihat seperti Gembungan pada 3 MSP (C) Akar Primer Muncul pada 4 MSP .................................................... (D) Eksplan Bertunas pada 4-5 MSP ...................................................... (E) Selubung Kotiledon (SK) Sudah Terbentuk pada 6 MSP ..................
26 26 26 26 26 26
8.
(A) Pertumbuhan Akar Primer Heliconia caribaea Lam. ........................ (B) Akar Seminal Heliconia caribaea Lam ............................................ (C) Akar Adventif Heliconia caribaea Lam ...........................................
27 27 27
9.
Embrio yang Telah Mengalami Perkembangan Membentuk Selubung Kotiledon (SK) dan protopyhll ...............................................................
28
10. (A) Pemanjangan haustorium ................................................................. (B) Cabang haustorium ..........................................................................
29 29
11. Grafik Interaksi BAP dan GA3 terhadap Rata-rata Panjang Haustorium Heliconia caribaea Lam. pada 3 MSP. ...................................................
31
12. Grafik Interaksi BAP dan GA3 terhadap Rata-rata Panjang Tunas Heliconia caribaea Lam. pada 6 MSP ....................................................
32
13. Grafik Interaksi GA3 dan BAP terhadap Rata-rata Jumlah Akar Heliconia caribaea Lam. pada 7 MSP ....................................................
34
Lampiran 2.
Prosedur Pembuatan Media Perlakuan....................................................
41
PENDAHULUAN Latar Belakang Pemenuhan kebutuhan manusia terhadap tanaman hias yang berkualitas dan bervariasi mendorong banyak industri tanaman hias untuk menghasilkan tanaman yang beraneka ragam jenisnya dalam jumlah besar, berkualitas dan dalam waktu yang singkat. Data Biro Pusat Statistik menunjukkan bahwa produksi tanaman hias terutama tanaman heliconia di Indonesia meningkat dari tahun 2005 sebesar 1 131 568 menjadi 1 390 117 pada tahun 2006 (http://www.bps.go.id/sector/agri/horti/table9.shtml diakses 18 Juni 2008). Heliconia merupakan salah satu tanaman hias yang banyak diminati para hobiis atau pecinta tanaman. Heliconia banyak digunakan sebagai bunga potong maupun mass-planting dalam taman (Rimando, 2001). Penampilannya yang menarik, ditopang bentuk tajuk dan daun selaras, warna dan bunga terang merupakan poin tersendiri bagi heliconia (Harsono, 2005). Di Kolombia, persentase ekspor untuk heliconia mencapai kisaran 30-75% (Rodriguez, 2004). Kartika (2001) menyatakan bahwa heliconia banyak digunakan sebagai bunga potong karena mempunyai vase life yang relatif lama. Teknik perbanyakan heliconia yang umum digunakan adalah perbanyakan secara vegetatif melalui teknik pemisahan anakan, irisan bonggol dan rhizome. Tanaman yang dihasilkan mempunyai sifat true-to-type (Altman dan Loberant, 1998). Namun sampai saat ini, kualitas tanaman yang dihasilkan dari perbanyakan secara konvensional masih jauh dari standar yang diinginkan oleh florist yaitu tanaman yang seragam, bebas dari penyakit, warna dan penampilan bunga yang menarik (Kartika, 2001). Cantika (2006) menyatakan bahwa teknik kultur jaringan merupakan solusi tepat untuk menghasilkan heliconia yang sehat dalam jumlah yang banyak dalam waktu relatif singkat. Tanaman yang dihasilkan dari kultur jaringan mempunyai tingkat keseragaman yang lebih tinggi dan bebas patogen dibandingkan dengan teknik konvensional. Salah satu indikator kualitas eksplan adalah daya tahannya terhadap serangan bakteri dan cendawan (Altman dan Loberant, 1998).
2
Beberapa pusat penelitian di Brazil berupaya mempelajari teknik perbanyakan heliconia melalui kultur jaringan untuk menghasilkan tanaman yang sehat. Hal ini dikarenakan tingkat kontaminasi terutama bakteri yang sangat besar pada kultur heliconia (Rodrigues, 2005). Perbanyakan tanaman secara in vitro dapat dikerjakan dengan berbagai cara, antara lain kultur embrio, kultur biji, kultur meristem, kultur suspensi, kultur anther dan polen, kultur pucuk bunga, kultur ovul, dan kultur protoplas. Perbanyakan heliconia secara in vitro dapat dilakukan dengan menggunakan eksplan rhizome, ovul dan biji. Perkecambahan biji tanaman yang bergenus Musa baik secara in vivo maupun in vitro relatif sulit dan hasilnya sangat beragam (Pancholi et al., 1995). Perbanyakan heliconia dengan biji masih jarang dilakukan. Biji heliconia memerlukan waktu sekitar satu tahun untuk berkecambah secara in vivo dengan persentase perkecambahan yang rendah (andromeda.cavehill.uwi.edu diakses 20 April 2008). Kultur in vitro biji merupakan salah satu upaya untuk mengecambahkan biji tanaman hasil hibridisasi dalam waktu singkat sehingga dapat dipastikan tanaman tersebut merupakan tanaman hibrida (Pancholi et al., 1995). Penggunaan sitokinin dan
asam giberelin (GA3) dapat meningkatkan
persentase perkecambahan secara in vitro. Persentase benih yang berkecambah dengan penggunaan GA3 lebih tinggi pada perkecambahan biji Orobanche crenata Forsk. secara in vitro (Pieterse, 1981). Pada perkecambahan in vitro biji Annona cherimolla Mill. cv. ‟Fino de Jete‟ dihasilkan lebih dari 80% benih yang berkecambah dengan penambahan 8,67 μM GA3 dalam media cair (Padilla dan Encina, 2002). Penambahan BA 1 ppm menghasilkan eksplan dengan induksi tunas terbaik pada perkecambahan dan perbanyakan Gaharu secara in vitro (Kosmiatin, 2005).
Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh BAP dan GA3 terhadap perkecambahan Heliconia caribaea Lam. secara in vitro.
3
Hipotesis 1. Pemberian BAP dapat meningkatkan perkecambahan eksplan biji heliconia. 2. Semakin tinggi konsentrasi GA3 maka perkecambahan eksplan biji heliconia semakin meningkat. 3. Terdapat interaksi BAP dan GA3 dalam mendukung perkecambahan eksplan biji heliconia.
4
TINJAUAN PUSTAKA Botani Heliconia
tergolong
tanaman
Angiospermae
kelas
Liopsida
(monocotiledonae), ordo Zingiberales, famili Heliconiaceae, dan genus Heliconia (Rodriguez, 2004). Kata „Helicon‟ diambil dari gunung di Yunani tempat dewadewi kesenian bersemayam. Heliconia dapat juga digolongkan ke dalam famili Musaceae karena memiliki bentuk tajuk dan tipe pertumbuhan yang mirip dengan tanaman pisang (Rimando, 2001). Heliconia sebagian besar berasal dari daerah tropis Amerika namun beberapa spesies ditemukan di daerah Pasifik Selatan. Terdapat 120-250 spesies heliconia dan 40 spesies diantaranya sudah dikenal di Indonesia (Harsono, 2005). Heliconia caribaea Lam. banyak dipasarkan sebagai bunga potong karena mempunyai vase life yang relatif lama yaitu satu minggu (Bar-Zvi, 2006). Heliconia merupakan tanaman herba tahunan, merumpun, berbatang semu, berdaun panjang dan lebar. Beberapa jenis bertulang daun dengan warna menarik. Semua spesies heliconia mempunyai rizhome tempat munculnya batang semu yang terbentuk dari gulungan pelepah daun seperti pada pohon pisang. Daun lebar menyerupai tombak tersusun berderet pada batang yang panjang (Lötschert dan Beese, 1983). Menurut Abalo dan Morales dalam Rimando (2001) dilihat dari bentuk tajuknya, heliconia digolongkan menjadi tiga, yaitu musoid (seperti pisang), zingiberoid (seperti jahe-jahean), dan cannoid (seperti tanaman canna). Heliconia caribaea Lam. berasal dari Hindia Barat. Habitatnya banyak ditemukan di Amerika Utara. Tingginya mencapai 3-5 meter dengan lebar tajuk 12 meter. Daun tersusun secara berseling dan merumpun dengan panjang mencapai 91 cm (Gilman dan Merrow, 2007). Batang dan tangkai daun dilapisi lilin. Heliconia caribaea Lam. termasuk ke dalam jenis heliconia dengan malai bunga tegak, bunga sempurna dengan sepal dan petal yang hampir tidak dapat dibedakan (http://www.hear.org/pier/species/heliconia_spp.htm diakses 20 April 2008). Seludang bunga berwarna merah yang eksotik. Bunga Heliconia caribaea Lam. merupakan bunga inflorescence. Seludang bunga tebal berdaging tersusun rapat pada tandan yang tegak dan berkumpul pada tangkai bunga utama (pedunculus).
5
Panjang tandan bunga dapat mencapai 15-20 cm (Gambar 1) dengan 5-20 seludang bunga (http://heliconiaparadise.com/ H._cv._Purpurea.htm diakses 20 April 2008). Setiapseludang bunga terdiri dari beberapa bunga yang masingmasing bunga mempunyai tangkai bunga (pedicellus).
Gambar 1. Bunga (kiri) dan Tajuk (kanan) Heliconia caribaea Lam. Bunga berbentuk simetris bilateral, menumpuk dan melekat pada tandannya. Bunga mempunyai 3 buah sepal, 3 buah petal, 5 buah stamen, 3 buah kantung sari, dan biji (http://zipcodezoo.com diakses 20 April 2008). Pada buah muda epikarp berwarna agak kehijauan. Epikarp merupakan lapisan dari kulit buah yang terletak paling luar, halus, licin dan tipis. Epikarp buah matang berwarna biru tua dengan panjang 2,5 cm berisi 1-3 biji. Bentuk biji bulat panjang (elliptical) dengan permukaannya berkerut dan kasar, panjangnya 1 cm dan lebar 0,5 cm. Biji diselaputi endokarp yang keras seperti batu berwarna coklat gelap. Endokarp menjadi kasar seiring perkembangan biji. Biji Heliconia caribaea Lam. terdiri dari dua bagian, yaitu ventral dan dorsal. Bagian ventral biji datar sedangkan bagian dorsal cembung. Operculum terdapat pada dasar dari bagian ventral biji. Embrio terlihat jelas ditunjukkan dengan struktur yang memanjang berwarna lebih gelap dari endosperma (Gambar 2) (Simão dan Scatena, 2003).
6
en
ed
em
A
o
B
C
Gambar 2. Biji Heliconia caribaea Lam. Bagian ventral (A). Bagian dorsal (B). Irisan melintang biji. Embrio ditunjukkan oleh bagian yang berwarna lebih gelap dan memanjang (C) (en=endosperma, em= embrio, o= operculum, ed= endokarp). Heliconia merupakan tanaman khas tropis, mudah tumbuh pada cahaya penuh atau sebagian. Pengaturan cahaya sangat diperlukan, terutama bibit yang baru ditanam (Harsono, 2005). Di Hawaii, Rimando (2001) melaporkan bahwa heliconia dapat berbunga bagus baik dalam cahaya penuh maupun dengan naungan. Waktu inisiasi dan perkembangan bunga belum diketahui secara pasti, namun sekitar 6-8 bulan tergantung spesies dan umur tanaman. Heliconia caribaea Lam. berbunga pada bulan Mei. Di Jamaica, Heliconia caribaea Lam. berbunga pada bulan Agustus hingga September. Kualitas bunga dan karakter pasca panen tidak tergantung pada tingkat penyinaran. Pada daerah tropis, perkembangan vegetatif dan generatif tanaman heliconia terjadi pada musim hujan. Awal musim hujan, yaitu bulan Juli dan Agustus merupakan waktu pembungaan yang paling bagus untuk beberapa spesies heliconia di Costa Rica (Rimando, 2001).
Teknik Kultur Jaringan Kultur in vitro telah dikenal sejak tahun 1940 dalam skala kecil laboratorium dan penelitian. Pada tahun 1970 mulai dilakukan pada tanaman pangan utama, tanaman hias populer dan skala produksi besar. Sebagian besar tanaman telah banyak dikultur secara in vitro dan 50-75% diantaranya merupakan bunga dan tanaman hias (Altman dan Loberant, 1998).
7
Penerapan teknik kultur in vitro dilakukan untuk mendapatkan tanaman bebas penyakit, pelestarian plasma nuftah dengan memproduksi klonal true-totype dalam jumlah besar, terutama untuk perbanyakan cepat serta memproduksi tanaman baru hasil pemuliaan dalam jumlah besar (Altman dan Loberant, 1998). Gunawan (1992) menambahkan bahwa teknik kultur in vitro dapat digunakan untuk memproduksi senyawa metabolit sekunder. Langkah kerja dalam
pelaksanaan kultur in vitro meliputi persiapan
media kultur, isolasi bahan tanaman (eksplan), sterilisasi eksplan, inokulasi eksplan, mengkulturkan, aklimatisasi, dan usaha pemindahan tanaman hasil kultur jaringan ke lapang (Gunawan, 1988). Media Kultur Media kultur adalah media steril yang digunakan untuk menumbuhkan sumber bahan tanaman menjadi bibit (Mariska dan Sukmadjaja, 2003). Keberhasilan dalam metode kultur jaringan sangat bergantung pada media yang digunakan. Media kultur jaringan tanaman tidak hanya menyediakan unsur-unsur hara makro dan mikro, tetapi juga karbohidrat yang pada umumnya berupa gula untuk mengganti karbon yang biasanya didapat dari atmosfer melalui fotosintesis (Gunawan, 1988). Komponen dasar media kultur ialah air, gula sebagai sumber karbon, garam inorganik, hara mikro dan makro, vitamin, dan hormon pertumbuhan. Saat ini sudah banyak dipakai media sintetik sebagai sumber nutrisi bagi tanaman (Altman dan Loberant, 1998). Komposisi media yang umum digunakan untuk perbanyakan tanaman adalah media Murashige-Skoog (MS) dan Gamborg‟s (B5). Untuk memudahkan pembuatan media, biasanya komponen tersebut dibuat dalam larutan stok (Lampiran 1). Larutan stok dari unsur-unsur makro dan mikro biasanya dibuat dalam konsentrasi 100 kali, vitamin, dan zat pengatur tumbuh dibuat dalam 1000 kali. Semua larutan stok sebaiknya disimpan dalam lemari es dengan suhu 10°C (Mariska dan Sukmadjaja, 2003).
8
Eksplan Eksplan adalah bagian tanaman yang akan dikulturkan. Eksplan dapat berasal dari meristem, tunas, batang, antera, daun, embrio, hipokotil, biji, rhizome, akar atau bagian-bagian lain. Ukuran eksplan yang digunakan bervariasi dari ukuran mikroskopik (± 0,1 mm) sampai 5 cm (Mariska dan Sukmadjaja, 2003). Pertumbuhan dan morfogenesis dalam kultur jaringan sangat dipengaruhi oleh keadaan jaringan tanaman yang digunakan sebagai eksplan. Salah satu faktor yang sangat mempengaruhi pertumbuhan dan morfogenesis eksplan dalam kultur in vitro adalah genotip tanaman asal eksplan diisolasi. Hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa respon masing-masing eksplan tanaman sangat bervariasi tergantung dari spesies, bahkan varietas, tanaman asal eksplan tersebut. Pengaruh genotip ini umumnya berhubungan erat dengan faktor-faktor lain
yang
mempengaruhi pertumbuhan eksplan, seperti kebutuhan nutrisi, zat pengatur tumbuh, dan lingkungan kultur. Oleh karena itu, komposisi media, zat pengatur tumbuh dan lingkungan pertumbuhan yang dibutuhkan oleh masing-masing varietas tanaman bervariasi meskipun teknik kultur jaringan yang digunakan sama. Selain faktor genetis eksplan, kondisi eksplan yang mempengaruhi keberhasilan kultur adalah jenis eksplan, ukuran, umur dan fase fisiologis jaringan yang digunakan sebagai eksplan (http://e-learning.unram.ac.id diakses 4 Agustus 2008). Umur eksplan sangat berpengaruh terhadap kemampuan eksplan tersebut untuk tumbuh dan beregenerasi. Umumnya eksplan yang berasal dari jaringan tanaman yang masih muda (juvenil) lebih mudah tumbuh dan beregenerasi dibandingkan dengan jaringan yang telah terdiferensiasi lanjut. Jaringan muda umumnya memiliki sel-sel yang aktif membelah dengan dinding sel yang belum kompleks sehingga lebih mudah dimodifikasi dalam kultur dibandingkan jaringan tua. Oleh karena itu, inisiasi kultur biasanya dilakukan dengan menggunakan pucuk-pucuk muda, kuncup-kuncup muda, hipokotil, atau inflorescence yang belum dewasa (http://e-learning.unram.ac.id diakses 4 Agustus 2008). Ukuran eksplan juga mempengaruhi keberhasilan kultur. Eksplan dengan ukuran kecil lebih mudah disterilisasi dan tidak membutuhkan ruang serta media yang banyak, namun kemampuannya untuk beregenerasi juga lebih kecil sehingga
9
dibutuhkan media yang lebih kompleks untuk pertumbuhan dan regenerasinya. Sebaliknya semakin besar eksplan, maka semakin besar kemungkinannya untuk membawa penyakit dan makin sulit untuk disterilkan, membutuhkan ruang dan media kultur yang lebih banyak. (http://e-learning.unram.ac.id diakses 4 Agustus 2008). Eksplan yang berasal dari lapangan mengandung debu, kotoran- kotoran, dan berbagai kontaminan hidup pada permukaannya. Sterilisasi bahan tanaman mutlak dilakukan (Gunawan, 1988). Menurut Mariska dan Sukmadjaja (2003) sterilisasi eksplan merupakan bagian yang paling sulit dalam proses produksi bibit melalui kultur jaringan. Sterilisasi biasanya dilakukan dalam beberapa tahap. Menurut Gunawan (1988) sterilisasi dimulai dengan pencucian dan pembuangan bagian-bagian yang kotor dan mati dengan air steril kemudian perendaman dalam larutan aseptik. Lingkungan Kultur Pemeliharaan kondisi lingkungan kultur yang optimum dalam kultur in vitro merupakan kunci utama dari keseluruhan langkah kerja. Pada kultur in vitro dibutuhkan cahaya, suhu, dan RH (relative humidity) yang konstan. Seperti halnya pertumbuhan tanaman dalam kondisi in vivo, kuantitas dan kualitas cahaya, yaitu intensitas, lama penyinaran dan panjang gelombang cahaya mempengaruhi pertumbuhan eksplan dalam kultur in vitro (Altman dan Loberant, 1998). Pertumbuhan organ atau jaringan tanaman dalam kultur in-vitro umumnya tidak dihambat oleh cahaya, namun pertumbuhan kalus umumnya dihambat oleh cahaya. Pada perbanyakan tanaman secara diinkubasikan
pada
ruang
penyimpanan
in vitro, kultur umumnya dengan
penyinaran
(http://e-
learning.unram.ac.id diakses 4 Agustus 2008). Suhu yang umum dibutuhkan oleh sebagian besar tanaman antara 22°C dan 27°C, tergantung jenis tanaman, tingkat pertumbuhan tanaman. Pada suhu ruang kultur dibawah optimum, pertumbuhan eksplan lebih lambat, namun pada suhu diatas optimum pertumbuhan tanaman juga
terhambat
abibat
tingginya
laju
respirasi
eksplan
(http://e-
learning.unram.ac.id diakses 4 Agustus 2008). RH yang umum dibutuhkan ialah 98-100%. Beberapa tanaman lebih efektif pada RH 88-94%. Ruangan kultur dengan RH <40% menyebabkan desikasi (kekeringan) media, meningkatnya
10
kadar garam dalam media, dan bahan menjadi kering (Altman dan Loberant, 1998). Secara umum agar kegiatan kultur jaringan berjalan dengan baik dan bahan tanaman dapat tumbuh berkembang seperti yang diharapkan, maka pada tahap inkubasi di ruang kultur pengendalian suhu, cahaya, tingkat kelembaban, dan beberapa faktor lingkungan lain yang menunjang adalah merupakan hal penting yang perlu mendapat perhatian (Santoso dan Nursandi, 2003). Kontaminasi seringkali terjadi setelah inkubasi berjalan beberapa lama. Penyemprotan dengan alkohol 70% secara intensif ke seluruh ruangan kultur merupakan pencegahan yang dapat dilakukan (Santoso dan Nursandi, 2003). Zat Pengatur Tumbuh Zat pengatur tumbuh (ZPT) adalah senyawa organik bukan nutrisi yang dalam konsentrasi rendah (< 1 µM) mampu mendorong, menghambat atau secara kualitatif mengubah pertumbuhan dan perkembangan tanaman. ZPT banyak digunakan di dalam praktek kultur jaringan. Semua hormon tanaman sintetik atau senyawa sintetik yang mempunyai sifat fisiologis dan biokimia yang serupa dengan hormon tanaman adalah ZPT. Pada saat ini dikenal 6 kelompok ZPT, yaitu: auksin, giberelin (GA), sitokinin, asam absisik (ABA), etilen, dan retardan (Armini et al., 1991). ZPT mempengaruhi pertumbuhan dan morfogenesis dalam kultur sel, jaringan, dan organ. Interaksi dan perimbangan antara zat pengatur tumbuh yang diberikan dalam media dan yang diproduksi secara endogen oleh sel dapat menentukan arah perkembangan suatu kultur. Golongan ZPT yang sangat penting dalam kultur jaringan tanaman, salah satunya adalah sitokinin (Gunawan, 1988). Sitokinin merupakan turunan dari adenin. Sitokinin sangat penting dalam pengaturan pembelahan sel dan morfogenesis. Sitokinin yang pertama ditemukan adalah kinetin. Sitokinin yang biasa digunakan dalam kultur jaringan adalah kinetin, zeatin, 2ip, BAP/BA, PBA, 2C 1-4 PU: N, 2,6-C 1-4 PU: N, dan thidiazuron (Gunawan, 1992). Sitokinin alami banyak terdapat pada akar muda, biji dan buah yang belum masak, dan endosperma (Gardner et al., 1991). Peran fisiologis sitokinin adalah mendorong pembelahan sel, morfogenesis, pertunasan,
11
pembentukan kloroplas, pembentukan umbi pada kentang, pemecahan dormansi, pembukaan stomata, pembungaan dan pembentukan buah partenokarpi, serta menghambat senesen dan absisi. Pengaruh sitokinin di dalam kultur jaringan tanaman antara lain berhubungan dengan proses pembelahan sel, proliferasi tunas ketiak, penghambatan pertumbuhan akar, dan induksi umbi mikro (Armini et al., 1991). Multiplikasi tunas yang diinduksi dari benih steril dengan cara mengkulturkan benih steril pada media yang mengandung sitokinin dapat menghasilkan laju multiplikasi yang cukup tinggi. Pertumbuhan tunas in vitro dan daya tahan tanaman Asparagus plomusus jauh lebih baik menggunakan 2ip dan zeatin daripada kintein dan BAP. Pada umumnya di dalam suatu percobaan kultur jaringan dipergunakan BAP dan kinetin yang jauh lebih murah dan tahan terhadap degradasi (Armini et al., 1991). Menurut Wattimena (1988) BAP merupakan ZPT yang tergolong sitokinin sintetik yang memiliki berat molekul sebesar 225.26 dengan rumus molekul C12H11N5 (Gambar 3), yang dalam penggunaannya dipengaruhi oleh ZPT lainnya. Kosmiatin et al. (2005) melaporkan bahwa media kultur yang berisi 1 mg/l BAP menghasilkan induksi dan multiplikasi tunas terbaik pada perbanyakan dan perkecambahan gaharu secara in vitro.
Gambar 3. Struktur Molekul BAP (www.wuzhouchem.com diakses 28 Februari 2008) Menurut Bewley dan Black (1982) terdapat ± 80 jenis giberelin yang diketahui saat ini. Krisnamoorthy dalam Gardner et al. (1991) menyatakan bahwa sejumlah besar giberelin dengan struktur kimia dan kegiatan biologis yang diperlukan terdapat secara alami, dan banyak diisolasi dari bakteri, fungi, lumut, paku dan dan diidentifikasi sebagai substansi seperti GA. Menurut Carr dalam Gardner et al. (1991) semua organ tanaman mengandung berbagai macam GA
12
pada tingkat yang berbeda-beda, tetapi sumber terkaya dan mungkin tempat sintesisnya ditemukan pada buah, biji, tunas, daun muda, dan ujung akar. Menurut Bewley dan Black (1982) sebagian besar giberelin ditemukan di dalam biji. Menurut Armini et al. (1991) giberelin yang banyak digunakan dalam kultur jaringan tanaman ialah GA3. GA3 merupakan giberelin sintetik yang sangat aktif dan mudah ditemukan di pasaran. GA3 mempunyai berat molekul 346.38 dengan rumus molekul C19H22O6 (Gambar 4). Penambahan GA3 meningkatkan persentase meristem yang membentuk tunas berakar. Gardner et al. (1991) melaporkan bahwa pembebasan α-amilase yang hasilnya berupa hidrolisis tepung dan perkecambahan membutuhkan GA3. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Padilla dan Encina (2002) pengaruh positif GA3 ditemukan dalam perkecambahan in vitro biji cherimoya (Annona cherimolla Mill. cv. ‟Fino de Jete‟) dimana GA3 meningkatkan rata-rata daya berkecambah lebih dari 80%. Thomas (2006) melaporkan bahwa penambahan GA3 10 µmol/l, merangsang embriogenesis somatik Tylophora indica (Burm. f.) Merrill. Menurut Pancholi et al. (1995), setelah dua minggu, 82% embrio Musa velutina berkecambah pada media yang berisi 0.035 ppm GA3 dengan inkubasi gelap. Menurut George dan Sherrington (1984) penambahan GA3 pada media in vitro bersama auksin dan sitokinin meningkatkan morfogenesis.
Gambar 4. Struktur Molekul GA3 (http://bp3.blogger.com diakses 7 Juli 2008)
Perkecambahan In Vitro Biji Heliconia Perkecambahan biji merupakan suatu rangkaian kompleks dari perubahanperubahan morfologi, fisiologi dan biokimia (Haryani, 2005). Menurut Sadjad et al. (1974) faktor genetik dan lingkungan menentukan proses metabolisme
13
perkecambahan. Faktor genetik yang berpengaruh adalah komposisi kimia, kadar air, susunan kimia fisik atau kimiawi dari kulit benih. Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap proses perkecambahan adalah air, gas, suhu, dan cahaya. Gardner et al. (1991) menambahkan senyawa kimia eksogen sebagai faktor lingkungan yang mempengaruhi perkecambahan. Perkecambahan meliputi peristiwa-peristiwa seperti imbibisi dan absorpsi air, hidrasi jaringan, adsorpsi O 2, pengaktifan enzim dan pencernaan, transpor molekul yang terhidrolisis ke sumbu embrio, peningkatan respirasi dan asimilasi, inisiasi pembelahan dan pembesaran sel, dan munculnya embrio. Terdapat beberapa aktivitas hormon pertumbuhan yang berperan dalam perkecambahan, yaitu giberelin menggiatkan enzim hidrolitik dalam pencernaan, sitokinin merangsang pembelahan sel, menghasilkan munculnya akar lembaga dan pucuk lembaga, perluasan awal pada koleoriza, dan auksin yang meningkatkan pertumbuhan karena pembesaran koleoriza, akar lembaga dan pucuk lembaga dan aktivitas geotropi. Perbanyakan heliconia melalui biji merupakan cara yang mudah, murah tanpa harus mengorbankan tanaman yang ada atau melukai rhizome. Teknik kultur in vitro merupakan salah satu upaya untuk mengecambahkan biji tanaman kultivar baru dan tanaman hibrida dalam bidang pemuliaan. Kendala yang terjadi di lapangan ialah daya berkecambah rendah dan membutuhkan waktu yang cukup lama
tergantung
spesies
yaitu
tiga
bulan
hingga
tiga
tahun
(http://www.viveroanones.com/vawebsite/Growing%20Heliconias%20From%20S eed.htm. diakses 20 April 2008). Menurut Pancholi et al. (1995), perkecambahan pada tanaman genus Musa sangat beragam dan relatif sulit terutama dalam menghasilkan tanaman hibrida. Perlu upaya untuk mengetahui dan memastikan viabilitas dan daya berkecambah biji. Heliconia mempunyai tipe perkecambahan hypogeal (Simão dan Scatena, 2003), yaitu kotiledon tetap berada di bawah permukaan tanah setelah benih berkecambah. Menurut Sutopo (1993) munculnya radikula diikuti dengan pemanjangan plumula. Hipokotil tidak memanjang ke atas permukaan tanah sedangkan kotiledon tetap berada di dalam kulit biji di bawah permukaan tanah. Hasil penelitian yang dilakukan Pancholi et al. (1995) 82% embrio berkecambah pada inkubasi gelap dalam media berisi 0.035 ppm GA3.
14
Penambahan GA3 dapat meningkatkan panjang tunas dan jumlah akar. Torres (2005) melaporkan bahwa sukrosa dibutuhkan dalam perkembangan embrio Heliconia rostrata secara in vitro. Sukrosa 1%, 2% dan 3% baik untuk pertumbuhan embrio sedangkan sukrosa 6%, 9% dan 12% menghambat pertumbuhan embrio.
Dormansi Dormansi menurut Gardner et al. (1991) ialah suatu keadaan pertumbuhan yang tertunda atau keadaan istirahat walaupun berada dalam keadaan yang secara umum dianggap telah memenuhi syarat bagi perkecambahan. Secara teknis, sebutir biji dorman pada saat berpisah secara fisik atau fisiologis dari tanaman induknya. Dormansi akan berakhir apabila biji tersebut ditempatkan pada kondisi baru yang menguntungkan bagi perkecambahan. Menurut Sadjad et al. (1974) dormansi dapat disebabkan oleh berbagai faktor antara lain umur embrio yang belum dewasa, kulit biji tidak permeabel terhadap air atau gas-gas, terhalangnya perkembangan embrio secara mekanis, kebutuhan-kebutuhan khusus untuk suhu atau cahaya, dan kehadiran bahan-bahan penghambat perkecambahan. Biji yang dorman memerlukan perlakuan yang tepat untuk dapat berkecambah dengan cepat dan seragam. Pengetahuan mengenai penyebab dormansi sangat diperlukan untuk menentukan perlakuan pematahannya (Haryani, 2005). Menurut Bewley dan Black (1982) penyebab dormansi ada dua, yaitu embrio dan kulit biji. Dormansi karena embrio dapat disebabkan oleh embrio yang dorman akibat adanya inhibitor pada embrio atau embrio yang belum masak. Dormansi yang disebabkan kulit biji terjadi karena beberapa hal, yaitu terhalangnya pengambilan air, terhalangnya pengambilan O2, adanya inhibitor pada kulit biji, kulit biji menjadi penghalang terhadap keluarnya inhibitor dari embrio, kulit biji membatasi cahaya yang masuk ke embrio, serta adanya perbatasan mekanik sehingga struktur penting (poros embrio) tidak dapat menembus kulit biji. Terdapat beberapa cara agar dormansi dapat dipecahkan, yaitu perlakuan mekanis, perlakuan kimia, perendaman dengan air, pemberian temperatur tertentu, dan perlakuan cahaya. Perlakuan mekanis umum dipergunakan untuk memecah
15
dormansi biji yang disebabkan oleh permeabilitas kulit biji baik terhadap air atau gas, resistensi mekanis kulit perkecambahan yang terdapat pada kulit biji. Perlakuan mekanis meliputi skarifikasi dan tekanan. Skarifikasi mencakup caracara seperti pengikiran, pengamplasan, pemotongan dan penusukan pada bagian tertentu dari biji, dan perlakuan goncangan (impaction) untuk biji yang memiliki sumbat gabus. Perlakuan tersebut bertujuan untuk melemahkan kulit biji yang keras sehingga lebih permeabel terhadap air (Sutopo, 1993). Menurut Haryani (2005) tujuan dari skarifikasi ialah untuk melunakkan endokarp dan membuang zat penghambat. Sutopo (1993) melaporkan biji dari sweet clover (Melilotus alba) dan alfalfa (Medicago sativa) yang diberi tekanan hidraulik 2000 atm pada suhu 18⁰C selama 5-20 menit meningkatkan perkecambahan sebesar 50-200%. Perbaikan perkecambahan disebabkan oleh perubahan permeabilitas kulit biji terhadap air.
16
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Pelaksanaan Penelitian dilakukan di Laboratorium Bioteknologi Tanaman, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan pada awal bulan Februari 2008 sampai dengan akhir bulan Mei 2008. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan sebagai bahan eksplan dalam penelitian ini adalah biji dari tanaman Heliconia caribaea Lam. yang berasal dari Kebun Tajur, Ciawi, Bogor. Bahan-bahan yang digunakan untuk sterilisasi berupa fungisida Dithane M-45, bakterisida Agrept, Tween, detergen, clorox, alkohol 96%, dan air steril. Bahan-bahan yang digunakan sebagai media perkecambahan biji heliconia antara lain larutan Murashige and Skoog, BAP, GA3, KOH, HCl, gula, aquades, dan agar-agar. Bahan lain yang diperlukan adalah plastik, karet gelang, spirtus, dan tissue. Peralatan yang digunakan pada penelitian ini antara lain pinset, scalpel, pisau tajam, cawan petri, gunting, timbangan analitik, pH meter, pembakar bunsen, alat-alat gelas (erlenmeyer, pengaduk, labu takar, gelas ukur, pipet, corong), botol kultur, kompor, autoclave, laminar air flow cabinet, dan alat tulis. Metode Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan Rancangan Lingkungan Acak Lengkap (RAL) yang disusun secara faktorial dua faktor yaitu BAP (0 ppm dan 5 ppm) dan GA3 (0 ppm; 1 ppm; 10 ppm dan 100 ppm). Penelitian ini terdiri dari delapan kombinasi perlakuan masing-masing diulang sebanyak 12 kali sehingga terdapat 96 satuan percobaan dengan satu eksplan untuk setiap ulangannya (satu botol kultur).
17
Model rancangan yang digunakan adalah: Yijk = µ + αi + βj + (αβ)ij + εijk Dimana : Yijk
= Nilai pengamatan untuk konsentrasi BAP pada taraf ke-i, GA3 pada taraf
ke-j dan ulangan ke-k µ
= Nilai tengah umum
αi
= Pengaruh konsentrasi BAP pada taraf ke-i (i = 0 ppm dan 5 ppm)
βj
= Pengaruh konsentrasi GA3 pada taraf ke-j (j = 0 ppm, 1 ppm, 10 ppm, dan 100 ppm)
(αβ)ij = Pengaruh interaksi dari konsentrasi BAP dan GA3
εijk
= Galat umum percobaan Untuk mengetahui pengaruh faktor tunggal dengan interaksinya dari
perlakuan yang diujikan maka dilakukan uji F. Jika sidik ragam memberikan pengaruh yang nyata, selanjutnya dilakukan uji lanjut DMRT (Duncan Multiple Range Test) pada taraf α 5% untuk mengetahui beda antar perlakuan. Pengolahan data menggunakan Statistical Analysis System (SAS). Metode Pelaksanaan Sterilisasi Sterilisasi Botol dan Alat Tanam Botol dan alat tanam yang akan dipergunakan sebelumnya dicuci bersih dengan menggunakan air bersih kemudian disterilkan dengan autoclave pada temperatur 121°C dengan tekanan 17.5 Psi selama 1 jam. Perhitungan waktu pemanasan dimulai setelah tekanan yang diinginkan tercapai. Alat-alat tanam yang perlu disterilkan sebelum penanaman adalah pinset, scalpel, pisau tajam, dan cawan petri. Sterilisasi Luar Eksplan Umumnya setiap buah berisi 1-3 biji berwarna coklat. Eksplan biji heliconia didapat dengan cara membuang daging buahnya. Biji dicuci dengan detergen dan disikat hingga lendir yang menempel pada permukaan biji hilang dan dibilas dengan air mengalir selama 20 menit. Biji diamplas dengan kertas amplas
18
sebagai salah satu upaya menipiskan kulit biji yang keras dan operculum yang terdapat pada biji dihilangkan. Biji kemudian direndam dalam larutan yang merupakan campuran fungisida Dithane M-45 2 mg/l dengan bakterisida Agrept 2 mg/l selama 5 menit. Eksplan selanjutnya disterilisasi di dalam Laminar Air Flow Cabinet. Pembuatan Media Media perkecambahan yang digunakan adalah media padat dengan penambahan BAP dan GA3. Pembuatan 1 liter media memerlukan 30 g/l gula, kemudian ditambahkan aquades hingga volume mencapai 1 liter. Media diatur hingga derajat kemasamannya (pH) 6,0. Penambahan dan pengurangan pH dilakukan dengan menambahkan KOH 1 N dan HCl 1 N hingga mencapai pH yang diinginkan. Media yang telah diatur pH-nya ditambahkan agar-agar sebanyak 7 g/l lalu dimasak hingga larut. Media dituangkan ke dalam botol-botol kultur steril yang telah disiapkan masing-masing 20 ml untuk setiap botolnya. Botol segera ditutup rapat dengan menggunakan plastik dan diikat dengan karet gelang lalu disterilkan dengan autoclave pada suhu 121°C dan tekanan 17,5 Psi selama 30 menit. Selanjutnya botol-botol media tadi disimpan dalam ruang penyimpanan media yang telah dilengkapi dengan pendingin ruangan (Lampiran 2). Media tumbuh untuk perkecambahan biji heliconia adalah MS, gula pasir 30 g/l, BAP dengan konsentrasi 0 ppm dan 5 ppm, GA3 dengan konsentrasi 0 ppm, 1 ppm, 10 ppm, dan 100 ppm, dan aquades. Penanaman Penanaman eksplan dilakukan dalam Laminar Air Flow Cabinet yang sebelumnya telah dibersihkan dengan menggunakan alkohol 70% dan disterilkan dengan lampu UV selama 1 jam sebelum penanaman. Semua alat-alat yang akan digunakan dalam proses penanaman disemprot terlebih dahulu dengan alkohol 70% sebelum dimasukkan ke dalam laminar yang sebelumnya telah. Biji heliconia direndam alkohol 96% selama 2 menit, clorox 20% selama 20 menit, clorox 10% selama 15 menit kemudian dibilas dengan air steril beberapa kali dan ditanam pada media perkecambahan. Biji yang telah ditanam diinkubasi di ruang kultur
19
yang suhunya dipertahankan antara 18-24oC pada kondisi gelap dengan ketinggian 60 cm dari botol kultur. Pemeliharaan Kultur Pemeliharaan dilakukan dengan meletakkan botol kultur di ruang kultur yang bersuhu 18-24oC dengan kondisi gelap. Eksplan yang medianya terkontaminasi segera dipindahkan ke botol kultur yang baru, sebelum sumber kontaminan menyebar ke seluruh bagian media maupun eksplan. Langkah pemeliharaan yang lain adalah dengan cara melakukan sterilisasi ruangan dengan menyemprotkan desinfektan ke seluruh ruangan. Pengamatan Pengamatan dilakukan dari awal sampai akhir perlakuan selama delapan minggu, peubah yang diamati adalah: 1. Jumlah eksplan terkontaminasi 2. Saat haustorium muncul 3. Jumlah eksplan hidup Eksplan hidup ditandai dengan munculnya haustorium dari pori kecambah (lubang tempat keluarnya kecambah) yang memanjang berwarna keputihan. 4. Panjang haustorium Panjang haustorium diukur dari lubang tempat keluarnya haustorium (pori kecambah) hingga ujung haustorium. 5. Panjang tunas Panjang tunas diukur dari bagian pangkal tunas secara vertikal. 6. Jumlah akar Akar dihitung secara keseluruhan baik akar primer, akar seminal maupun akar adventif. 7. Persentase perkecambahan Persentase pekecambahan dihitung berdasarkan jumlah semua eksplan yang berkecambah termasuk kecambah normal dan abnormal pada akhir pengamatan, yaitu 8 MSP (Minggu Setelah Perlakuan). Biji heliconia dikatakan berkecambah normal bila selubung kotiledon telah berkembang
20
serta munculnya akar primer dengan atau tanpa akar seminal. Kecambah dikatakan abnormal bila selubung kotiledon belum berkembang atau akar primer maupun akar seminal belum berkembang.
21
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Eksplan yang digunakan pada penelitian ini adalah biji yang diambil dari Kebun Tajur. Biji yang dijadikan sebagai eksplan diambil dari buah matang yang ditandai dengan warna biru tua pada kulit buah. Buah berbentuk bulat terbagi dalam tiga lokul dimana tiap lokul berisi satu biji (Gambar 5A). Umumnya setiap seludang bunga terdiri dari 10-15 buah dan tiap buah berisi 1-3 biji (Gambar 5B). Biji Heliconia caribaea Lam. disebut biji batu karena dilapisi oleh endokarp berwarna coklat yang berlignin dengan permukaan berkerut dan kasar (Gambar 5C). Buah Heliconia caribaea Lam. terdiri dari tiga lapisan, yaitu eksokarp, mesokarp dan endokarp. Eksokarp merupakan lapisan terluar yang halus, tipis dan licin. Mesokarp merupakan lapisan kedua yang berdaging berwarna putih. Endokarp merupakan lapisan paling dalam yang tebal dan berlignin berwarna coklat.
Ex
Ms
En
A Gambar 5. Buah matang pada tandan caribaea Lam. dengan eksokarp (Ex) berwarna biru tua (A) yang berisi 3 buah biji dan mesokarp (Ms) berwarna putih (B). Biji yang telah dibersihkan dari lapisan yang melindungi endokarp (En) (C) Pada minggu pertama setelah penanaman, sebagian besar eksplan terkontaminasi oleh bakteri. Kontaminasi bakteri dapat disebabkan oleh kondisi biji yang kurang sehat saat diambil dari lapangan. Sterilisasi lanjutan dan pemindahan pada media baru dilakukan pada 2 MSP dan 3 MSP. Bakteri yang masih mengkontaminasi eksplan diharapkan mati dan tercuci oleh bahan – bahan disinfektan yang digunakan. Hasilnya 50% eksplan menjadi steril sedangkan sebagian lain kontaminasi bakteri semakin parah. Eksplan yang terkontaminasi bakteri segera dipisahkan dari eksplan yang steril.
22
Pada rekapitulasi sidik ragam (Tabel 1) diketahui bahwa faktor tunggal BAP tidak memberikan pengaruh nyata terhadap peubah panjang haustorium dan panjang tunas. Pemberian BAP berpengaruh nyata terhadap peubah jumlah akar pada 7 dan 8 MSP. Pemberian GA3 tidak berpengaruh nyata terhadap peubah panjang tunas. GA3 berpengaruh nyata terhadap peubah panjang haustorium pada 3 MSP. GA3 berpengaruh nyata terhadap peubah jumlah akar pada 6 MSP dan sangat nyata pada 7 MSP. Interaksi BAP dan GA3 berpengaruh nyata terhadap panjang haustorium pada 2 dan 3 MSP. Interaksi BAP dan GA3 berpengaruh nyata terhadap peubah panjang tunas dan jumlah akar pada 6 MSP. Interaksi BAP dan GA3 memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap peubah jumlah akar pada 7 MSP. Tabel 1. Rekapitulasi Sidik Ragam Respon Peubah yang Diamati pada Kultur In Vitro Heliconia caribaea Lam. Perlakuan
Peubah 1
BAP*GA3
tn tn tn
tn * tn
* * tn
tn tn tn
tn tn tn
tn * tn
tn tn * *
tn * ** tn
tn * ** tn
Panjang Tunasa 5 MSP 6 MSP 7 – 8 MSP
3
GA3
Panjang Haustoriuma 2 MSP 3 MSP 4 – 8 MSP
2
BAP
Jumlah Akara 5 MSP 6 MSP 7 MSP 8 MSP
Keterangan: a tn * ** MSP
: Data berdasarkan hasil transformasi √(x+0.5) : Tidak nyata pada uji F 5% : Nyata pada uji F 5% : Nyata pada uji F 1% : Minggu Setelah Perlakuan
23
Kontaminasi Kontaminasi yang terjadi dapat dibedakan atas kontaminasi media dan kontaminasi yang terbawa eksplan. Menurut Sutakaria (1974) patogen dapat mempertahankan diri dalam bentuk miselium atau dalam bentuk lain di dalam embrio, endosperma, kulit biji atau permukaan biji. Patogen tertentu dapat pula berada pada berbagai macam bagian dari biji tersebut. Persentase eksplan yang terkontaminasi bakteri sebesar 28.13% dari seluruh eksplan yang ditanam. Terdapat kontaminasi cendawan sebesar 6.25% dari seluruh eksplan yang ditanam. Keadaan ini menunjukkan bahwa metode sterilisasi yang diterapkan belum cukup berhasil. Rodrigues (2005) melaporkan kontaminasi bakteri pada eksplan rhizome Heliconia rauliniana secara in vitro sebesar 30%. Cantika (2006) melaporkan kontaminasi cendawan sebesar 8.69% pada rhizome Heliconia psittacorum L.f. cv. Lady Di secara in vitro. Pada penelitian ini, kontaminasi sebagian besar merupakan kontaminasi internal dan dari media. Kontaminasi bakteri yang berasal dari eksplan ditunjukkan oleh adanya selaput putih disekitar permukaan eksplan (Gambar 6A). Kontaminasi bakteri kemudian menyebar hingga seluruh permukaan media tertutupi lapisan berwarna putih dan berlendir tebal. Kontaminasi bakteri juga dapat menyebabkan media perlakuan menjadi berwarna kuning terang. Kontaminasi yang berasal dari media umumnya berupa cendawan (Gambar 6B). Kontaminasi media diduga karena beberapa hal, antara lain kurang sterilnya alat tanam, ruang tanam dan ruang kultur. Kontaminasi internal eksplan diduga karena pemilihan tanaman induk yang kurang sehat, kondisi buah yang tidak seragam dimana buah yang diambil berasal dari tandan bunga yang berbeda dan lingkungan tumbuh tanaman tersebut memungkinkan terjadinya penyebaran patogen.
24
(A)
(B)
Gambar 6. Kontaminasi bakteri (A) dan cendawan (B) Kontaminasi bakteri masih menjadi kendala utama pada perbanyakan heliconia baik secara in vivo maupun in vitro. Cantika (2006) melaporkan bahwa persentase eksplan yang terkontaminasi bakteri semakin meningkat selama perkembangan eksplan rhizome Heliconia psittacorum L.f. cv. Lady Di secara in vitro. Kontaminan yang terjadi pada in vitro heliconia umumnya berasal dari dalam jaringan tanaman, terutama bakteri. Menurut Gunawan (1988) kontaminan internal ini sangat sulit diatasi karena sterilisasi permukaan tidak menyelesaikan masalah. Pada bahan tanaman yang mengandung kontaminan internal harus diberi perlakuan antibiotik atau fungisida sistemik. Tingkat kontaminasi permukaan berbeda tergantung jenis tanaman, bagian tanaman yang dipergunakan, morfologi permukaan (berbulu atau tidak), lingkungan tumbuhnya (green house atau lapangan), musim waktu mengambil bahan tanaman (musim hujan/kemarau), umur tanaman, dan kondisi tanamannya (sakit atau dalam keadaan sehat). Eksplan yang dipakai pada penelitian ini berasal dari kebun dan tumbuh liar tanpa perawatan sehingga kemungkinan besar mengandung banyak kontaminan. Heliconia caribaea Lam. mempunyai struktur bunga dengan seludang bunga terbuka dimana cairan yang berasal dari air hujan tertampung pada seludang sehingga memungkinkan berbagai patogen berkembang biak. Saat pengambilan eksplan, didaerah sekitar seludang bunga terdapat organisme seperti semut, nyamuk, belatung, dan predator larva nyamuk. Bull (2000) melaporkan terdapat beberapa organisme penting yang terdapat pada H. caribaea, yaitu larva nyamuk, larva chironomida dan cendawan. Cendawan Saprolegnia sp. ditemukan pada permukaan biji H. caribaea.
25
Pertumbuhan dan Perkembangan Eksplan Pertumbuhan Eksplan Perkecambahan menurut Pranoto et al. (1990) ialah berkembangnya struktur penting dari embrio yang ditandai dengan munculnya struktur tersebut menembus kulit benih. Pada proses awal pertumbuhan kecambah, terjadi pertumbuhan sel-sel baru. Mekanisme pertumbuhan sel pada dasarnya dibagi menjadi tiga tahap yang berlangsung secara simultan, yaitu pembelahan sel, pembesaran sel dan diferensiasi sel. Pada proses pembelahan sel dimana sel-sel baru membesar sampai mencapai ukuran sel asalnya melalui perenggangan dinding sel yang ada dan mengendapkan bahan-bahan yang baru. Pada tahap pembesaran, sel menjadi lebih khusus misalnya sebagai sel fotosintesis pada bagian palisade daun terdapat sejumlah besar kloroplas. Proses dasar selanjutnya yaitu peregangan dinding sel, pengendapan lapisan selulosa, dan pembesaran vakuola. Pertumbuhan eksplan terjadi pada 2 MSP ditandai dengan munculnya haustorium dari pori kecambah. Haustorium merupakan jaringan absorpsi yang berfungsi mengabsorpsi nutrisi dari endosperma. Haustorium memanjang berwarna putih (Gambar 7A). Peristiwa tersebut terjadi pada sebagian besar perlakuan. Terdapat eksplan dengan haustorium berwarna coklat. Hal ini dikarenakan pengaruh waktu sterilisasi lanjutan yang terlalu lama dan konsentrasi bahan kimia yang terlalu tinggi. Selanjutnya terjadi pembesaran pada haustorium dan terlihat seperti gembungan pada 3 MSP (Gambar 7B). Pertumbuhan akar terjadi pada 4 MSP (Gambar 7C). Tunas tumbuh pada 4-5 MSP (Gambar 7D) yang selanjutnya terbentuk selubung kotiledon pada 6 MSP (Gambar 7E). Perkecambahan Heliconia caribaea Lam. secara in vitro lebih cepat dibandingkan dengan perkecambahan secara in vivo. Menurut Simão dan Scatena (2003) periode perkecambahan pada biji Heliconia velloziana L. Emygd secara in vivo dimulai setelah biji dikecambahkan selama empat bulan. Beberapa biji berkecambah setelah enam bulan. Pada penelitian ini, persentase eksplan hidup sebesar 57.29% dari seluruh eksplan yang ditanam sampai akhir pengamatan.
26
SK
(A) Gambar 7.
(B)
(C)
(D)
(E)
Pertumbuhan dan Perkembangan Kecambah Heliconia caribaea Lam. Haustorium memanjang berwarna putih pada 2 MSP (A). Terjadi pembesaran sel dan terlihat seperti gembungan pada 3 MSP (B). Akar primer muncul pada 4 MSP (C). Eksplan bertunas pada 4-5 MSP (D). Selubung kotiledon (SK) sudah terbentuk pada 6 MSP (E)
Pertumbuhan Akar Pertumbuhan kecambah selanjutnya menurut Pranoto et al. (1990) pada daerah akar, baik akar primer, akar sekunder maupun akar adventif. Pertumbuhan pada daerah akar dapat dibedakan ke dalam tiga daerah perkembangan, yaitu daerah meristem, daerah pemanjangan dan diferensiasi serta daerah pemasakan. Pada embrio, akar berkembang dari akar embrio atau akar lembaga (radicle). Akar embrio tumbuh menjadi akar utama atau akar primer
dan
bertambah panjang sebagai akibat pembelahan dan perpanjangan sel di belakang apek akar yang terlindung oleh tudung akar. Akar Heliconia caribaea Lam. merupakan akar serabut. Akar primer muncul pertama kali diikuti akar seminal (Gambar 8A dan 8B). Pada sebagian eksplan tumbuh akar pada pangkal selubung kotiledon disebut akar adventif (Gambar 8C). Munculnya akar terjadi pada 4 MSP pada sebagian eksplan. Simão dan Scatena (2003) melaporkan bahwa pertumbuhan akar terjadi setelah 8-10 hari periode perkecambahan, yaitu setelah empat bulan biji dikecambahkan dalam media perkecambahan secara in vivo. Pada sebagian eksplan tumbuh akar yang tumbuh dari pangkal selubung kotiledon disebut akar adventif. Menurut Simão dan Scatena (2003) akar adventif mengalami peningkatan jumlah dan ukuran selama pertumbuhan eksplan setelah 12-14 hari periode perkecambahan. Hal ini menunjukkan bahwa perkecambahan
27
heliconia melalui kultur in vitro lebih cepat dibandingkan perkecambahan secara in vivo.
AP
AA SK
AS
A
B
C
Gambar 8. Pertumbuhan akar pada Heliconia caribaea Lam. Akar primer (A). Akar seminal (AS) tumbuh setelah akar primer (AP) (B). Akar adventif (AA) tumbuh pada pangkal selubung kotiledon (SK) (C) Pada penelitian ini akar primer tumbuh memanjang berwarna putih. Gambar 8 menunjukkan akar primer dimana pada bagian ujung akar dilindungi oleh tudung akar. Menurut Pranoto et al. (1990) ujung akar biasanya dilindungi oleh tudung akar dan meristem yang berisi sel embrio yang tidak aktif disebut quiescent center. Pembelahan sel yang terus menerus di daerah meristem mengakibatkan pertumbuhan akar dan terjadi regenerasi tudung akar pada daerah sekeliling quiescent center diikuti oleh pembentukan jaringan-jaringan baru. Pembentukan Tunas Eksplan bertunas pada 4-5 MSP ditandai dengan munculnya selubung kotiledon. Pada saat ini tunas yang terbentuk hanya satu tunas per kultur. Tunas yang terbentuk merupakan tunas yang tumbuh dari selubung kotiledon. Selanjutnya tumbuh protophyll yang merupakan cikal bakal daun dalam hal ini berbentuk seperti pelepah daun yang menempel pada batang tetapi tidak mempunyai helai daun. Selubung kotiledon mempunyai struktur yang lebih tebal dari protophyll dan biasanya menutup sempurna melindungi bakal calon daun (Gambar 9).
28
protophyll SK
Gambar 9.
Embrio yang telah mengalami perkembangan membentuk selubung kotiledon (SK) dan protopyhll
Persentase Perkecambahan Persentase
perkecambahan
merupakan
banyaknya
eksplan
yang
berkecambah dari seluruh eksplan yang ditanam. Parameter yang digunakan berdasarkan penilaian terhadap struktur tumbuh embrio yang diamati secara langsung. Persentase perkecambahan dihitung dari jumlah kecambah yang tumbuh termasuk kecambah normal dan abnormal dari seluruh eksplan yang ditanam pada akhir pengamatan. Menurut Simão dan Scatena (2003) perkecambahan biji heliconia ditandai dengan terbentuknya selubung kotiledon. Dari hasil perhitungan didapatkan persentase perkecambahan biji Heliconia caribaea Lam. tertinggi pada perlakuan 0 ppm BAP + 10 ppm GA3 sebesar 25% (Tabel 2). Rendahnya persentase perkecambahan diduga akibat dari struktur endokarp biji Heliconia caribaea Lam. yang keras sehingga biji impermeabel terhadap air dan gas meskipun telah dilakukan skarifikasi dengan pengamplasan dan penghilangan operculum. Biji yang impermeabel terhadap air dan gas menghambat perkembangan menjadi kecambah. Menurut Criley dalam Simão dan Scatena (2003) skarifikasi biji pada Heliconia sp. tidak dapat mempercepat perkecambahan. Graven et al. dalam Simão dan Scatena (2003) melaporkan bahwa penghilangan bagian operculum tidak dapat meningkatkan atau mempercepat perkecambahan. Menurut Torres (2005) biji Heliconia rostrata yang dikeluarkan dari kulit biji dan dikulturkan dapat mempercepat perkecambahan.
29
Tabel 2. Persentase Perkecambahan Heliconia caribaea Lam. pada 8 MSP Perlakuan (ppm) 0 BAP + 0 GA3
Persentase Perkecambahan 8,3
0 BAP + 1 GA3
8,3
0 BAP + 10 GA3
25
0 BAP + 100 GA3
16,67
5 BAP + 0 GA3
0
5 BAP + 1 GA3
8,3
5 BAP + 10 GA3
0
5 BAP + 100 GA3
0
Panjang Haustorium Menurut Pranoto et al. (1990) pada saat biji berkecambah, embrio menyerap bahan makanan yang diperlukan dari endosperma untuk pertumbuhan yang cepat. Tanda penting yang tampak pada embrio yang berkembang ialah kapasitasnya
mengambil
nutrisi
dari
jaringan
di
sekelilingnya
untuk
perkembangannya. Pengumpul nutrisi tersebut ialah haustorium (Gambar 10A). Haustorium berkembang ke arah mikrofil dan kalaza dan mencapai arah inti dan integumen. Haustorium bercabang-cabang dan jika cadangan makanan yang dekat telah habis, cabang haustorium akan bercabang lagi (Gambar 10B).
(A)
(B)
Gambar 10. Haustorium yang memanjang (A). Cabang haustorium (B) Berdasarkan hasil sidik ragam, faktor tunggal BAP dan GA3 memberikan pengaruh tidak berbeda nyata terhadap panjang haustorium Heliconia caribaea
30
Lam. secara in vitro. Rata-rata panjang haustorium umumnya meningkat pada semua
perlakuan
setiap
minggunya.
Perlakuan tanpa
pemberian BAP
menunjukkan pertumbuhan haustorium lebih tinggi daripada perlakuan BAP 5 ppm (Tabel 3). Torres et al. (2005) melaporkan bahwa pemberian zat pengatur tumbuh seperti kinetin, 2iP dan Zeatin tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan dan perkembangan embrio Heliconia rostrata secara in vitro. Tabel 3. Nilai Rata-rata Panjang Haustorium (mm) Heliconia caribaea Lam. pada Dua Taraf BAP BAP (ppm)
Minggu Setelah Perlakuan (MSP) 4 5 6
2
3
0
0.4
0.8
1.2
1.5
5
0.5
0.7
1.0
1.2
7
8
1.7
1.8
1.9
1.3
1.4
1.4
Keterangan: Nilai yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5%
Data merupakan hasil transformasi √(x+0.5) Faktor tunggal GA3 memberikan pengaruh yang nyata terhadap peubah panjang haustorium pada 3 MSP (Tabel 4). Rata-rata panjang haustorium meningkat setiap minggunya. Peningkatan yang tinggi terjadi pada 3 MSP. Hal ini diduga pertumbuhan panjang haustorium optimum terjadi pada 3 MSP. Tabel 4. Nilai Rata-rata Panjang Haustorium (mm) Heliconia caribaea Lam. pada Beberapa Konsentrasi GA3 GA3 (ppm)
Minggu Setelah Perlakuan (MSP) 2
3
4
5
6
7
8
0
0.7
0.9ab
1.2
1.5
1.6
1.8
1.9
1
0.3
0.5ab
0.8
1.1
1.3
1.3
1.4
10
0.7
1.2a
1.6
1.8
1.9
1.9
2.0
100
0.2
0.4b
0.7
1.0
1.1
1.2
1.3
Keterangan: Nilai yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5%
Data merupakan hasil transformasi √(x+0.5) Data pada Tabel 4 menunjukkan bahwa GA3 10 ppm memberikan rata-rata panjang haustorium tertinggi. Menurut Pranoto et al. (1990) hormon giberelin
31
menjadi aktif setelah benih mengimbibisi air, yaitu mendorong pembentukan enzim-enzim hidrolisis seperti enzim α-amilase, protease, ribonuklease, βglukonase serta fosfatase. Enzim-enzim tersebut akan berdifusi ke dalam endosperma dan merombaknya menjadi gula, asam amino, dan nukleosida yang mendukung
tumbuhnya
embrio
dan
perkembangan
haustorium
dalam
mengabsorpsi nutrisi selama perkecambahan dan pertumbuhan kecambah. Interaksi BAP dan GA3 memberikan pengaruh nyata terhadap panjang haustorium pada 2 dan 3 MSP. Gambar 11 menunjukkan peningkatan secara signifikan dari panjang rata- rata 0.5 mm menjadi 1.6 mm pada 3 MSP. Interaksi BAP 0 ppm + GA3 10 ppm memberikan rata-rata panjang haustorium tertinggi
Panjang Embrio (mm)
sebesar 1.6 mm pada 3 MSP. 1.8 1.6 1.4 1.2 1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0
GA3 o ppm 1 ppm 10 ppm 100 ppm 0 ppm
5 ppm BAP
Gambar 11. Grafik Interaksi BAP dan GA3 terhadap Rata-rata Panjang Haustorium Heliconia caribaea Lam. pada 3 MSP Hal ini diduga tingkat BAP endogen pada biji Heliconia caribaea Lam. yang sudah optimal sehingga kurang responsif terhadap BAP dari sumber eksogen, sedangkan tingkat GA3 endogen kurang optimal sehingga biji Heliconia caribaea Lam. responsif terhadap GA3 eksogen. Menurut Gardner et al. (1991) spesies tanaman dan tipe serta umur jaringan mengandung macam dan konsentrasi GA3 yang berbeda-beda. Pada batang muda yang secara genetik kerdil, meristem interkalar tertentu dan beberapa biji spesies tertentu responsif terhadap GA3 eksogen dimungkinkan karena tingkat endogen yang dibawah optimal.
32
Panjang Tunas Faktor tunggal BAP dan GA3 memberikan pengaruh tidak nyata terhadap peubah panjang tunas. Maryani dan Zamroni (2005) melaporkan bahwa perlakuan konsentrasi BAP tidak berpengaruh nyata terhadap panjang tunas krisan secara in vitro. Interaksi pemberian BAP dan GA3 hanya memberikan hasil yang nyata
Panjang Tunas (cm)
terhadap rata-rata panjang tunas pada 6 MSP (Gambar 12). 1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0
GA3 0 ppm 1 ppm
10 ppm 0 ppm
5 ppm
100 ppm
BAP
Gambar 12. Grafik Interaksi BAP dan GA3 terhadap Rata-rata Panjang Tunas Heliconia caribaea Lam. pada 6 MSP Data pada Gambar 12 menunjukkan bahwa interaksi BAP 0 ppm + GA3 10 ppm menunjukkan hasil yang tertinggi terhadap peubah panjang tunas dari semua perlakuan yaitu sebesar 0.8 cm. Hal ini diduga secara fisiologis kandungan BAP endogen dari biji sudah mencukupi untuk pembentukan tunas dan berinteraksi dengan GA3 eksogen. Diniz et al. (2003) melaporkan bahwa pertumbuhan tunas tertinggi Egletes viscosa (L.) Less. secara in vitro terdapat pada interaksi 0.5 mg/l GA3 + 0 mg/l BAP.
Jumlah Akar Berdasarkan hasil sidik ragam, faktor tunggal BAP dan GA3 tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah akar pada 5 MSP. Faktor tunggal BAP berpengaruh nyata terhadap jumlah akar pada 7 dan 8 MSP (Tabel 5). Faktor tunggal GA3 memberikan pengaruh yang nyata pada 6 MSP dan sangat nyata pada 7 MSP terhadap peubah jumlah akar (Tabel 6).
33
Tabel 5. Nilai Rata-rata Jumlah Akar Heliconia caribaea Lam. pada Dua Taraf BAP BAP (ppm) 0
5 0.1
Waktu Pengamatan (MSP) 6 7 0.4
0.5a
8 0.9a
5 0.0 0.0 0.0b 0.0b Keterangan: Nilai yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5% Data merupakan hasil transformasi √(x+0.5).
Rata-rata jumlah akar meningkat pada perlakuan tanpa pemberian BAP sedangkan pemberian BAP 5 ppm tidak meningkatkan pertumbuhan akar. Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan Maryani dan Zamroni (2005) pada tanaman krisan yang diperbanyak melalui kultur jaringan dimana perlakuan tanpa BAP (0 ppm) ternyata memberikan jumlah akar terbanyak dan kecenderungan jumlah akar menurun dengan meningkatnya konsentrasi BAP. Keadaan ini membuktikan bahwa BAP mampu menekan pertumbuhan akar. Sofia (2007) melaporkan jumlah akar terbanyak terdapat pada perlakuan 0 ppm BAP (1.424 buah) dan jumlah akar terendah terdapat pada perlakuan 6 ppm BAP (1.139 buah) pada embrio kedelai (Glycine max L. Merr.) secara in vitro. Semakin tinggi konsentrasi BAP yang diberikan dalam media tumbuh akan semakin menurunkan jumlah akar yang terbentuk. Tabel 6. Nilai Rata-rata Jumlah Akar Heliconia caribaea Lam. pada Beberapa Konsentrasi GA3 GA3 (ppm)
5
Waktu Pengamatan (MSP) 6 7
8
0
0.0
0.0b
0.0b
0.0
1
0.0
0.0b
0.1b
0.4
10
0.1
0.7a
0.9a
1.1
100
0.0
0.0b
0.0b
0.0
Keterangan: Nilai yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5% Data merupakan hasil transformasi √(x+0.5).
34
Data pada Tabel 6 menunjukkan rata-rata jumlah akar tertinggi terdapat pada perlakuan GA3 10 ppm. Hal ini diduga biji Heliconia caribaea Lam. responsif terhadap GA3 eksogen sehingga pemberian GA3 eksogen mampu mempercepat pertumbuhan akar. Menurut Gardner et al. (1991) beberapa biji spesies tertentu responsif terhadap GA3 eksogen mungkin karena tingkat endogen yang dibawah optimum. Menurut Salisbury dan Ross (1995) salah satu efek giberelin pada biji ialah mendorong pemanjangan sel sehingga radikula dapat mendobrak endosperma atau kulit biji. Kabar (1998) melaporkan bahwa faktor tunggal GA3 memberikan pertumbuhan akar yang tertinggi pada perkecambahan Pinus brutia dan Thuja orientalis. Interaksi BAP dan GA3 memberikan pengaruh yang nyata pada 6 MSP dan sangat nyata pada 7 MSP terhadap peubah jumlah akar (Gambar 13).
Jumlah Akar
2.0 1.5
GA3 0 ppm
1.0
1 ppm
0.5
10 ppm 100 ppm
0.0 0 ppm
5 ppm BAP
Gambar 13. Grafik Interaksi GA3 dan BAP terhadap Rata-rata Jumlah Akar Heliconia caribaea Lam. pada 7 MSP Gambar 13 menunjukkan bahwa interaksi BAP 0 ppm + GA3 10 ppm memberikan rata-rata jumlah akar tertinggi pada 7 MSP sebesar 1.9. Menurut Salisbury dan Ross (1995) sebagian besar tumbuhan dikotil dan beberapa monokotil memberikan respon dengan tumbuh lebih cepat ketika diberi perlakuan giberelin. Menurut Carr dalam Gardner et al. (1991) GA3 dan sitokinin meningkatkan perkecambahan biji spesies tertentu seperti selada dan semanggi putih.
35
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Pemberian BAP tidak dapat meningkatkan perkecambahan Heliconia caribaea Lam. secara in vitro. Penambahan GA3 mampu meningkatkan perkecambahan Heliconia caribaea Lam. secara in vitro. Pemberian konsentrasi GA3 optimum bagi perkecambahan Heliconia caribaea Lam. ialah 10 ppm. Terdapat interaksi BAP dan GA3 dalam mendukung perkecambahan Heliconia caribaea Lam. secara in vitro. BAP 0 ppm + GA3 10 ppm berpengaruh nyata terhadap persentase perkecambahan, panjang haustorium, panjang tunas dan jumlah akar. BAP 0 ppm + GA3 10 ppm memberikan rata-rata panjang haustorium tertinggi sebesar 1.6 mm pada 3 MSP, rata-rata panjang tunas tertinggi sebesar 0.8 cm pada 6 MSP, rata-rata jumlah akar tertinggi sebesar 0.9 pada 8 MSP dan persentase perkecambahan tertinggi sebesar 25% dari seluruh eksplan yang ditanam.
Saran Media dasar GA3 10 ppm dapat digunakan sebagai media perkecambahan biji Heliconia caribaea Lam. Kesehatan bahan eksplan merupakan salah satu faktor penting yang harus diperhatikan dalam upaya menghasilkan eksplan yang steril.
36
DAFTAR PUSTAKA
Altman, A. and B. Loberant. 1998. Micropropagation: clonal plant propagation in vitro, p. 19-34. In: A. Altman (Ed.) Agricultural Biotechnology. Marcel Dekker Inc. New York. Armini, N. M., G. A. Wattimena dan L. Gunawan. 1991. Bioteknologi Tanaman. Tim Laboratorium Kultur Jaringan. Pusat Antar Universitas Bioteknologi. IPB. Bogor. 455 hal. Bar-Zvi, D. 2006. Heliconia caribaea. http://www.fairchildgarden.org/index.cfmsection=livingcollections&subsect ion=collections&page=heliconiadescriptions. [20 April 2008]. Bewley, J. D., and M. Black. 1982. Seeds: Physiology of Development and Germination. Plenum Press. London. 418 p. Bull, R. S. 2000. Clinal study of Heliconia caribaea L. (Heliconiaceae) floralbract phytotelms: pH and biosurvey, including bioassays for watermold and inquilines-feeding experiments. Fort Berthold Community College. Costa Rica. Cantika. 2006. Pengaruh Konsentrasi Antibiotik terhadap Kontaminasi dan Perkembangan Eksplan Heliconia psittacorum L. F. cv. Lady Di secara In Vitro. Skripsi. Program Studi Hortikultura. Departemen Agronomi dan Hortikultura. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Diniz, J. D. N., Almeida, J. L. Teixeira, A. L. de A., Gomes, E. S., Hernandez, F. F. F. 2003. Gibberellic acid and 6-benzylaminopurine on the in vitro growth of macela [Egletes viscosa (L.) Less.]. Ciência e Agrotecnologia, (Vol. 27) (No. 4) 934-938 p. Gardner, F. P., R. B. Pearce, R. L. Mitchell. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. UI-Press. Jakarta. 426 hal. George, W. F. and P. D. Sherrington. 1984. Plant Propagation by Tissue Culture Handbook and Directory of Comercial Laboratories. Exegetics Ltd. England. 709 p. Gilman, E. F., A. Merrow. 2007. Heliconia caribaea Caribbaean heliconia, Wild Plantain. http://edis.ifas.ufl.edu/FP247. [20 April 2008]. Gunawan, L. W. 1988. Teknik Kultur Jaringan Tumbuhan. Pusat Antar Universitas Bioteknologi. Institut Pertanian Bogor. 304 hal.
37
Gunawan, L. W. 1992. Teknik Kultur Jaringan Tumbuhan. Pusat Antar Universitas Bioteknologi. Institut Pertanian Bogor. 165 hal. Harsono, E. 2005. Helikonia pisang hias berbunga http://www.agritekno.com/topikT005.html. [28 Mei 2007].
menawan.
Haryani, N. 2005. Pengujian Viabilitas Benih Selama Periode Konservasi dan Upaya Pematahan Dormansi untuk Mempercepat Pengecambahan Benih Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.). Skripsi. Departemen Budidaya Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. http://bp3.blogger.com/_zIzmtkioa5w/Re5rHY0eGRI/AAAAAAAAADc/MgfS_n rcJpw/s400/Gibberellic+acid.gif [7 Juli 2008]. http://elearning.unram.ac.id/KulJar/BAB%20VI%20Mikropropagasi/VI3%20Fakt or%20faktor%20yg%20berpengaruh%20pd%20mikro.htm [4 Agustus 2008]. http://heliconiaparadise.com/ H._cv._Purpurea.htm [20 April 2008]. http://www.bps.go.id/sector/agri/horti/table9.shtml [ 18 Juni 2008]. http://www.hear.org/pier/species/heliconia_spp.htm [20 April 2008]. http://www.viveroanones.com/vawebsite/Growing%20Heliconias%20From%20S eed.htm. [20 April 2008]. http://zipcodezoo.com/Plants/H/Heliconia_caribaea.asp [20 April 2008]. Kabar, K. 1998. Comparative effects of kinetin, benzyladenine, and gibberellic acid on abscisic acid inhibited seed germination and seedling growth of red pine and arbor vitae. Tr. J. of Botany 22(1):1-6. Kartika, U. 2001. Heliconia tersandung mutu. Trubus XXXII (382): 100-101. Kosmiatin, M., A. Husni, I. Mariska. 2005. Perkecambahan dan perbanyakan Gaharu secara In Vitro. Jurnal Agrobiogen 1(2). Oktober 2005. Lötschert, W. and G.Beese. 1983. Collins Guide to Tropical Plants. William Collins and Sons Co. Ltd. London. 256 p. Mariska, I. dan D. Sukmadjaja. 2003. Perbanyakan bibit Abaka melalui kultur jaringan. http://www.indobiogen.or.id/terbitan/pdf/Buku_Abaka.pdf. [5 Oktober 2007]. Marlin. 2005. Regenerasi in vitro plantlet jahe bebas penyakit layu bakteri pada beberapa taraf konsentrasi 6-benzylaminopurine (BAP) dan 1-
38
naphthaleneaceticacid (NAA). Jurnal Ilmu-ilmu Pertanian Indonesia 7(1):814. www.bdpunib.org/jipi/artikeljipi/2005/8.PD [4 Agustus 2008]. Maryani, Y dan Zamroni. 2005. Penggandaan tunas krisan melalui kultur jaringan. Ilmu Pertanian 12(1): 51 – 55. http://www.agrisci.ugm.ac.id/vol12_1/6.krisan_yekti.pdf. [4 Agustus 2008]. Padilla, I. M. G. and C. L. Encina. 2002. In vitro germination of cherimoya (Annona cherimola Mill.) seeds. linkinghub.elsevier.com/retrieve/pii/S0304423802001607. [19 April 2008].
Pancholi, N., A. Wetten, P. D. S. Caligari. 1995. Germination of Musa veluntia seeds: comparison of in vivo and in vitro systems. In vitro cellular and developmental biology 31: 127-130. Pieterse, A. H. 1981. Germination of Orobanche crenata Forsk. seeds in vitro. Weed Research 26(6): 279-287. Pranoto, H. S., H. Q. Mugnisjah, dan E. Murniati. 1990. Biologi Benih. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 137 hal. Rimando, T. J. 2001. Ornamental Horticulture: A Little Giant in the Tropics. SEARCA. Filipines. 317 p. Rodrigues, R. H. V. 2005. In vitro establishment of Heliconia rauliniana (Heliconiaceae). http://www.scielo.br/scielo.php?script=sci_issuetoc&pid=01039016200500 01&Ing=en&nrm=iso. [28 Mei 2007]. Rodriguez, F. M. S. 2004. Propagaciión “in vitro” de la Heliconia standleyi macbride. rutas.ucf.edu.cu/Tesis%20Maestria/tesis%20Flora%20M%20Sosa.pdf. [5 Oktober 2007]. Sadjad, S., H. Suseno, S. S. Harjadi, J. Sutakaria, Sugiharso, dan Sudarsono. 1974. Dasar-dasar Teknologi Benih. Capita Selecta. Departemen Agronomi. Institut Pertanian Bogor. Biro Penataran. Bogor. 216 hal. Salisbury, F. B. and C. W. Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 3. Terjemahan dari Plant Physiology, 4th Edition. Lukman, R. D., dan Sumaryono (Penterjemah). ITB. Bandung. 343 hal. Santoso, U. dan F. Nursandi. 2003. Kultur Jaringan Tanaman. UMM Press. Malang. 191 hal.
39
Simão, D. G. and L. Scatena. 2003. Morphological aspect of the propagation in Heliconia velloziana L. Emygd. (Zingiberales: Heliconiaceae). Braz Arch. Biol Technol 46(2). Scientific Electronic Library Online. Sofia, D. 2007. Pengaruh berbagai konsentrasi benzylaminopurine dan cycocel terhadap pertumbuhan embrio kedelai (Glycine max L. Merr.) secara in vitro. library.usu.ac.id/modules.php?op=modload&name=Downloads&file=index &req=getit&lid=2712 Sutakaria, J. 1974. Penyakit benih dan pengujian kesehatan benih. Proceedings Kursus Singkat Pengujian Benih. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 284 hal. Sutopo, L. 1993. Teknologi Benih. Rajawali Pers. Jakarta. 245 hal. Thomas, T. D. 2006. Effect of sugars, gibberellic acid and somatic embryogenesis in Tylophora indica (Burm. f.) Merrill. Chinese Journal of Biotechnology 22(3):465-471. Torres, A. C., F. G. Duval, D. G. Ribeiro, M do D M dos. Santos. 2005. Production of disease free seedling Heliconia rostrata through embryo culture. Embrapa Hortaliças. Boletim de Pesquisa e Desenvolvimento, 06. 12 p. Wattimena, G. A. 1988. Zat Pengatur Tumbuh Tanaman. Pusat Antar Universitas. Institut Pertanian Bogor. 145 hal. www.wuzhouchem.com/catalogue/agro/PGR/6-Benzylaminopurine(6-BA).htm [28 Februari 2008].
40
LAMPIRAN Lampiran 1. Komposisi Larutan Stok Media Murashige-Skoog (MS) Nama stok
Nama bahan kimia
Makro (20 x)
NH4NO3 KNO3 MgSO4.7H2O KH2PO4
Ca (50 x)
CaCl2.2H2O
440
22000
20
Mikro A (100 x)
H3BO3
6.2
620
10
Mikro B (1000 x)
MnSO4.H2O ZnSO4.7H2O KI
16.9 8.6 0.83
1690 860 830
1
Fe (100 x)
Na2MoO4.2H2O CuSO4.5H2O CoCl2.6H2O FeSO4.7H2O
0.25 0.025 0.025 27.8
250 25 25 2780
10
Vitamin ( 100 x)
Na2EDTA Niacin
37.3 0.5
3730 50
10
Myo (50 x)
Pyridoxine-HCl Thiamine-HCl Glycine Myo-inositol
0.5 0.1 2.0 100
50 10 200 5000
20
Gula
Gula
30000
-
-
Sumber : Gunawan (1992)
Konsentrasi dalam media MS (mg/L) 1650 1900 370 170
Konsentrasi dalam larutan stok (mg/L)
Volume yang dipakai per liter media MS (ml) 33000 50 38000 7400 3400
41
Lampiran 2. Prosedur Pembuatan Media Perlakuan
Gelas ukur 1 liter dengan penambahan beberapa ml aquades
Larutan Stok MS
Gula/sukrosa 30 g Masukan ZPT BAP dan GA3 dengan konsentrasi sesuai perlakuan
Cukupkan larutan menjadi 1 liter dengan penambahan aquades steril dan atur pH hingga 5,8-6,0
Tambahkan agar-agar 7 g dan didihkan
Tuang dan bagikan ke dalam botol kultur masing-masing 30 ml dan tutup dengan plastik dan karet gelang
Sterilkan dengan autoclave ± 20 menit pada tekanan 17,5 Psi temperatur 121°C
Vitamin Myo-inositol, Pyridoxine, Thiamine
42
Lampiran 3. Koefisien Keragaman Panjang Haustorium Heliconia caribaea Lam. MSP 2
SUMBER KERAGAMAN DB BAP 1 GA3 3 BAPGA3 3 Galat 74 Total Terkoreksi 81 3 BAP 1 GA3 3 BAPGA3 3 Galat 74 Total Terkoreksi 81 4 BAP 1 GA3 3 BAPGA3 3 Galat 74 Total Terkoreksi 81 5 BAP 1 GA3 3 BAPGA3 3 Galat 74 Total Terkoreksi 81 6 BAP 1 GA3 3 BAPGA3 3 Galat 74 Total Terkoreksi 81 7 BAP 1 GA3 3 BAPGA3 3 Galat 74 Total Terkoreksi 81 8 BAP 1 GA3 3 BAPGA3 3 Galat 74 Total Terkoreksi 81 Keterangan: Data berdasarkan hasil transformasi √(x+0.5)
KK 34.0399
39.0883
43.7373
46.5209
47.2660
48.2756
47.6999
43
Lampiran 4. Koefisien Keragaman Panjang Tunas Heliconia caribaea Lam. MSP
SUMBER KERAGAMAN
DB
KK
5
BAP GA3 BAPGA3 Galat Total Terkoreksi
1 3 3 74 81
14.6805
6
BAP GA3 BAPGA3 Galat Total Terkoreksi
1 3 3 74 81
27.0027
7
BAP GA3 BAPGA3 Galat Total Terkoreksi
1 3 3 74 81
39.6322
8
BAP GA3 BAPGA3 Galat Total Terkoreksi
1 3 3 74 81
47.7457
Keterangan: Data berdasarkan hasil transformasi √(x+0.5)
Lampiran 5. Koefisien Keragaman Jumlah Akar Heliconia caribaea Lam. MSP 5
6
7
8
SUMBER KERAGAMAN BAP GA3 BAPGA3 Galat Total Terkoreksi BAP GA3 BAPGA3 Galat Total Terkoreksi
DB 1 3 3 74 81 1 3 3 74 81
KK 13.3460
BAP GA3 BAPGA3 Galat Total Terkoreksi BAP GA3 BAPGA3 Galat Total Terkoreksi
1 3 3 74 81 1 3 3 74 81
38.7735
Keterangan: Data berdasarkan hasil transformasi √(x+0.5)
35.1254
53.8619