Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006
PENGARUH ASAM HUMAT TERHADAP KANDUNGAN KALSIUM DAN FOSFOR TULANG AYAM PEDAGING (The Effect of Humic Acid Calcium and Phosphor Contents of Broiler Chickens Tibia) SUPRIYATI Balai Penelitian Ternak, PO Box 221, Bogor 16002
ABSTRACT An experiment was carried out to study the effect of humic acid through drinking water as natural feed additive on Ca and P contents of broiler chickens tibia. Three hundreds and twenty day old chickens (DOC) were distributed to 4 groups treatment: (I) Control without humic acid, (II), (III) and (IV) each group receive humic acid was 100, 200 and 300 mg / l. Each group consisted of four replications with 20 DOC per replicate. Chickens were raised at litter system, from the one to three weeks old were given starter feed and continued with finisher feed up to 5 weeks. Feed and drinking water were given ad libitum. Bacillus spp was given to drinking water for 2 cc/liter. The percentage of chickens legs, from tibia to 2nd finger, as well as tibia bone, were not affected by humic acid. However, sex had affected significantly, where the percentage of male chickens leg (4.05 ± 0.24 %) was higher from female chickens leg (3.55 ± 0.22%) and the percentage of male tibia bone (0.156 ± 0,016 %) was higher than female tibia bone (0.137 ± 0.009). The ash, Ca dan P contents of tibia bone from control, 48.79%, 13.06%, and 7.95% respectively, were significantly (P < 0.05) lower than those treatment (51.67 ± 0.75 %), (15.37 ± 0.49 %) and (8.37 ± 0.13%). While between treatments and sex werw not significantly different. The ash, Ca and P content of male and female tibia bone were 50.18% and 51.54%; 14.58 and 15.01%; and 8.08 and 8.45%, respectively. It was concluded that the humic acid had affected to bone density, this undirectly supported the hypothesis that humic acid could chelate mineral so the absorption and transfer through cell wall were better. Key Words: Humic Acids, Tibia, Calsium, Phosphor ABSTRAK Penelitian telah dilakukan untuk mempelajari pengaruh asam humat melalui air minum sebagai pakan imbuhan alami terhadap kandungan kalsium dan fosfor dalam tulang. Tiga ratus duapuluh ekor ayam pedaging umur sehari didistribusikan kedalam 4 kelompok perlakuan: (I) kontrol tidak memperoleh asam humat, (II), (III) dan (IV) masing masing memperoleh asam humat sebesar 100, 200 dan 300 mg/l. Masingmasing kelompok terdiri dari empat ulangan (20 ekor/ulangan). Ayam dipelihara dengan sistem liter, dari umur sehari sampai dengan 3 minggu diberikan pakan stater dan dilanjutkan 3 sampai 5 minggu dengan pakan finisher. Pakan dan air minum diberikan secara bebas (ad libitum). Air minum mengandung 2cc probiotik (Bacillus spp)/liter. Persentase bobot kaki ayam, dari tibia sampai jari 2, maupun tulang tibia, tidak dipengaruhi oleh perlakuan, juga tidak ada perbedaan antara kontrol dan ayam-ayam yang memperoleh asam humat. Namun demikian jenis kelamin mempunyai pengaruh yang nyata, dimana persentase bobot kaki ayam pejantan (4,05 ± 0,24 %) lebih tinggi dari ayam betina (3,55 ± 0,22%).dan persentase bobot tulang tibia ayam pejantan (0,156 ± 0,016 %) lebih tinggi dari ayam betina (0,137 ± 0,009). Kandungan kadar abu tulang tibia dari kontrol, 48,79%, secara nyata ( P < 0,05) lebih rendah dari ayam-ayam yang memperoleh asam humat (51,65 ± 0,75%). Sedangkan diantara perlakuan asam humat tidak dijumpai perbedaan yang nyata. Begitu pula halnya diantara ayam betina dan jantan tidak dijumpai perbedaan yang nyata, masing masing 50,18 dan 51,54%. Kandungan kalsium dari kontrol, 13,06% secara nyata lebih rendah dari ayam-ayam yang memperoleh asam humat (15,37 ± 0,49 %). Sedangkan diantara perlakuan asam humat tidak dijumpai perbedaan yang nyata. Begitu pula halnya di antara ayam betina dan jantan juga tidak dijumpai perbedaan yang nyata, masing masing 14,58 dan 15,01%. Kandungan fosfor dari kontrol, 7,95% secara nyata lebih rendah dari ayam-ayam yang memperoleh asam humat (8,37 ± 0,13%). Sementara itu, diantara perlakuan asam humat tidak dijumpai perbedaan yang nyata. Begitu pula halnya diantara ayam betina dan jantan juga tidak dijumpai perbedaan yang nyata, masing masing 8,08 dan 8,45%. Dari penelitian ini dapat disimpulkan
668
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006
bahwa asam humat mempunyai pengaruh terhadap kepadatan tulang, hal ini secara tidak langsung menunjang hipotesa bahwa asam humat dapat menkelat mineral sehingga absorpsinya dan transfer melewati dinding sel lebih baik. Kata Kunci: Asam Humat, Tibia, Kalsium, Fosfor
PENDAHULUAN Asam humat adalah salah satu senyawa yang terkandung dalam humate substance (senyawa humat), yang merupakan hasil dekomposisi bahan organik, utamanya bahan nabati, yang terdapat dalam batubara muda (leonardite), gambut, kompos atau humus (SENN dan KINGMAN, 1973). Sementara itu, humic substance merupakan bagian tanah sebagai hasil dekomposisi dari bahan organik. Asam humat merupakan hidrokarbon yang mengandung gugus aromatik dan heterosiklik, grup karboksil dan nitrogen. Asam humat juga mengandung fragmen DNA, RNA dan mempunyai ikatan hidrogen aktif yang banyak, sehingga sangat aktif secara kimiawi. Komposisi kimia dan kandungan nutrisi dari humat berbeda-beda diantara berbagai sumber asam humat (BUNCH, 1981). Humat adalah satu bahan baku yang dapat bermanfaat bagi pertanian maupun peternakan dalam bentuk cair maupun padat, sebagai sumber mineral dan bahan organik untuk memacu pertumbuhan. Asam humat adalah bahan kelator alami yang membawa mineral. Asam humat mampu meningkatkan permiabilitas dinding sel. Hal ini mempermudah transfer mineral misalnya dari darah ke tulang. Kandungan kalsium tulang sapi yang diberi humat 16% lebih tinggi daripada kontrol (KREUTZ; 1992). Penggunaan humat, sebagai imbuhan pakan, telah diteliti pada ayam pedaging. KOMPIANG dan SUPRIYATI (2006) melaporkan bahwa asam humat mempunyai potensi sebagai bahan pakan imbuham yang dapat meningkatkan kinerja ayam pedaging. Dampak positip pemberian asam humat belum nampak pada ayam pedaging periode starter, namun secara nyata terlihat pada periode finisher. Hal yang senada juga dilaporkan oleh BAILEY et al.. (1996) dan KOCABAGH et al. (2002), dimana suplementasi asam humat dari 0 sampai 21 hari tidak mempunyai pengaruh terhadap pertambahan bobot badan, sedangkan pemberian dari umur 22 sampai 42 hari memberikan dampak positif terhadap
pertambahan bobot badan. Sementara itu, KARAOGLU et al. (2004) melaporkan tidak ada pengaruh pemberian suplemen asam humat terhadap bobot badan akhir. Sebelumnya KOMPIANG dan SUPRIYATI (2006) telah melaporkan pengaruh suplementasi asam humat terhadap kinerja ayam pedaging, meliputi PBB, FCR dan mortalitas. Pada makalah ini pengaruhnya terhadap kandungan kasium dan fosfor tulang dipaparkan. MATERI DAN METODE Pada percobaan ini digunakan 320 ekor ayam umur sehari yang dibagi menjadi 4 kelompok perlakuan dan setiap kelompok dibagi menjadi 4 ulangan (20 ekor/ulangan). Ayam dipelihara dengan sistem liter selama 5 minggu. Perlakuan terdiri dari 4 tingkat suplementasi asam humat, masing-masing tingkatan asam humat: 0, 100, 200 dan 300 mg/l yang diberikan liwat air minum. Untuk percobaan ini, asam humat yang digunakan diperoleh dari ekstraksi gambut dengan kalium hidroksida (KOH) (KOMPIANG et al., 2005). Air minum mengandung 2 cc probiotik (Bacillus spp)/liter. Ransum basal disusun sesuai dengan SNI 013930-1995 dan SNI 01-3931-1995 (SNI. 1997) dengan antibiotik didalamnya. Asam humat yang dipergunakan dianalisis komposisi kimianya (AOAC, 2000). Peubah yang diukur meliputi: kadar abu, kalsium (Ca) dan fosfor (P) dalam tulang tibia. Sebelum dianalisis kandungan mineralnya maka sample tulang tibia diekstrak lemaknya dengan menggunakan heksan dalam soklet. Tulang yang telah bebas lemak selanjutnya dianalisis kandungan abu, Ca dan P. Kadar abu ditetapkan dengan cara pengabuan pada suhu 550°C semalam (AOAC, 2000), kadar kalsium ditetapkan dengan menggunakan Spektrofotometer Serapan Atom (AOAC, 2000) dan fosfor dianalisis secara spektrofotometri (AOAC, 2000).
669
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006
HASIL DAN PEMBAHASAN Asam humat. yang digunakan pada penelitian ini merupakan padatan hitam mengkilap yang telah dihaluskan. Komposisi kimia asam humat yang dipergunakan untuk percobaan dapat dilihat pada Tabel 1. Kandungan protein kasar pada asam humat yang digunakan dan yang dilaporkan oleh BUNCH (1981) hampir sama yaitu 7,73 dan 7,78%. Namun untuk kandungan serat kasarnya berbeda. Hal ini dikarenakan perbedaan sumber asam humatnya. Tabel 1. Komposisi kimia proksimat asam humat (berdasarkan bahan kering) Nutrien
Asam humat (hasil analisis Asam humat* Lab. Balitnak)
Protein kasar
7,73
7,78
Nitrogen (%)
1,19
1,25
Ammonia (%)
-
1,38
Lemak kasar (%)
0,02
-
Serat kasar
1,35
13,68
-
56,02
Tidak dapat diukur
-
Karbohidrat Energi (kkal/kg) Ca
< 0,01
-
P
0,23
-
Sumber: *BUNCH (1981)
Persentase bobot kaki ayam, dari tibia sampai jari-jari, tidak dipengaruhi oleh perlakuan, juga tidak ada perbedaan antara kontrol dan ayam-ayam yang memperoleh asam humat. Namun demikian jenis kelamin mempunyai pengaruh yang nyata, dimana persentase bobot kaki ayam pejantan (3,99 ±
0,24%) lebih tinggi daripada ayam betina (3,52 ± 0,23%). AJAKAIYE et al. (2003) melaporkan bahwa penggunaan kalsium dari beberapa sumber seperti kalsium karbonat, kulit kerang dan kulit oister pada pakan ayam pedaging ternyata tidak mempengaruhi panjang dan diameter tulang tibia. Seperti halnya dengan persentase bobot kaki, persentase tulang tibia tidak dipengaruhi oleh perlakuan, dan juga tidak ada perbedaan antara kontrol dan ayam yang memperoleh asam humat. Namun demikian jenis kelamin mempunyai pengaruh yang nyata, dimana persentase bobot tulang tibia ayam pejantan (0,156 ± 0,016%) lebih tinggi daripada ayam betina (0,137 ± 0,009%). Pengaruh perlakuan terhadap kandungan abu, Ca dan P dari tulang tibia disajikan pada Tabel 4, 5 dan 6. Kandungan kadar abu dari kontrol, 48,79%, secara nyata (P < 0,05) lebih rendah dari ayamayam yang memperoleh asam humat (51,65 ± 0,75%). Sementara itu, diantara perlakuan asam humat tidak dijumpai perbedaan yang nyata. Begitu pula halnya diantara ayam betina dan jantan juga tidak dijumpai perbedaan yang nyata, masing masing 50,18 dan 51,54%. Berbagai sumber kalsium seperti kalsium karbonat, kulit kerang dan kulit oister telah dipelajari penggunaannya pada pakan ayam pedaging oleh AJAKAIYE et al. (2003) ternyata mempengaruhi kandungan abu dari tibia. Dilaporkan pula bahwa perbedaan tingkatan Ca dalam ransum secara nyata (P < 0,01) mempengaruhi kandungan abu tibia ayam pedaging (RAO et al., 2003). Penambahan enzim fitase pada pakan ayam bioler dilaporkan meningkatkan kandungan abu tibia dari 48,6 menjadi 51,2% dibandingkan dengan pakan kontrol (AHMAD et al., 2000).
Tabel 2. Persentase bobot kaki ayam percobaan umur 5 minggu Asam humat (mg/l) Perlakuan
Rataan
Kontrol (I)
100 (II)
200 (III)
300 IV
Jantan
4,06 ± 0,31
4,01 ± 0,21
3,92 ± 0,23
3,97 ± 0,27
3,99 ± 0,24
Betina
3,49 ± 0,14
3,64 ± 0,18
3,58 ± 0,25
3,36 ± 0,28
3,52 ± 0,23
Rataan
3,77 ± 0.38
3,83 ± 0,27
3,75 ± 0,29
3,67 ± 0,42
670
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006
Tabel 3. Persentase bobot tulang tibia ayam percobaan umur 5 minggu yang disuplementasi dengan asam humat Perlakuan
Asam humat (mg/l) 200 (III)
Rataan
Kontrol (I)
100 (II)
300 (IV)
Jantan
0,161 ± 0,012
0,150 ± 0,028
0,159 ± 0,005
0,152 ± 0,016
0,156 ± 0,016
Betina
0,136 ± 0,014
0,136 ± 0,010
0,135 ± 0,005
0,139 ± 0,009
0,137 ± 0,009
Rataan
0,149 ± 0,018
0,143 ± 0,021
0,147 ± 0,014
0,145 ± 0,014
Tabel 4. Kandungan abu (%) tibia ayam percobaan umur 5 minggu yang disuplementasi dengan asam humat Asam humat (mg/l)
Perlakuan
Rataan
Kontrol (I)
100 (II)
200 (III)
300 (IV)
Jantan
48,60
52,29
49,72
50,13
50,18 ± 2,42
Betina
48,99
51,99
53,44
51,76
51,54 ± 2,06
Rataan
48,79
52,43
51,58
50,94
Tabel 5. Kandungan kalsium (Ca, %) tulang tibia ayam percobaan Asam Humat (mg/l)
Perlakuan
Rataan
Kontrol (I)
100 (II)
200 (III)
300 (IV)
Jantan
13.91
16,29
14,26
13,85
14,58 ± 1,86
Betina
12.20
15,52
16,28
16,03
15,01 ± 2,68
Rataan
13.06
15,91
15,27
14,94
Tabel 6. Kandungan P (%) tulang tibia ayam percobaan Asam humat (mg/l)
Perlakuan
Rataan
Kontrol (I)
100 (II)
200 (III)
300 (IV)
Jantan
7,82
8,16
8,36
7.97
8.08 ± 0.41
Betina
8,08
8,63
8,60
8.48
8.45 ± 0.38
Rataan
7,95
8,39
8,48
8.23
Seperti halnya kandungan abu, kandungan kalsium (Ca) dari kontrol, 13,06% secara nyata lebih rendah dari ayam-ayam yang memperoleh asam humat (15,37 ± 0,49%). Sementara itu, diantara perlakuan asam humat tidak dijumpai perbedaan yang nyata. Begitu pula halnya diantara ayam betina dan jantan juga tidak dijumpai perbedaan yang nyata, masing masing 14,58 dan 15,01%. Berbagai sumber kalsium seperti kalsium karbonat, kulit kerang dan kulit oister telah dipelajari ketersediaan biologisnya pada ayam pedaging oleh AJAKAIYE et al. (2003) ternyata ketersediaan kalsium dalam
kalsium karbonat merupakan sumber kalsium yang terbaik bila dibandingkan dengan sumber lainnya. Dilaporkan pula bahwa perbedaan tingkatan Ca dalam ransum secara nyata (P < 0,01) mempengaruhi retensi kalsium (RAO et al., 2003). Penambahan enzim fitase pada pakan yang mengandung fosfor normal di ayam pedaging dilaporkan meningkatkan retensi Ca sebesar 5%, juga kandungan kalsium meningkat sebesar 9,8% unit dibanding pakan kontrol (AHMAD et al., 2000). Seperti halnya kandungan kalsium, kandungan fosfor dari kontrol, 7,95% secara
671
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006
nyata lebih rendah dari ayam-ayam yang memperoleh asam humat (8,37 ± 0,13%). Sementara itu, diantara perlakuan asam humat tidak dijumpai perbedaan yang nyata. Begitu pula halnya diantara ayam betina dan jantan juga tidak dijumpai perbedaan yang nyata, masing masing 8,08 dan 8,45%. Penambahan enzim fitase pada pakan yang mengandung fosfor pada tingkat normal di ayam pedaging dilaporkan meningkatkan retensi fosfor (P) sebesar 20,1%, juga kandungan P dalam tulang tibia meningkat sebesar 4,5% unit dibandingkan dengan pakan kontrol (AHMAD et al., 2000). Suplementasi asam humat seperti dilaporkan terdahulu (KOMPIANG et al., 2005) memberikan pertambahan bobot yang lebih baik, disertai dengan perbaikan FCR. Dengan diperbaikinya nilai FCR mengindiksikan kecernaan dan absorpsi nutrien lebih baik. Hal ini sebaliknya kemungkinan disebabkan bertambah baiknya komposisi mikroflora usus, populasi mikroba yang dimana menguntungkan, probiotik, kemungkinan meningkat mengingat penelitian in vitro menunjukkan bahwa suplementasi asam humat pada media probiotik dapat meningkatkan populasi probiotik. Disamping itu, asam humat juga telah dilaporkan dapat meningkatkan permiabilitas dari dinding sel, sehingga transfer nutrien ke dinding sel akan lebih baik. Sifat ini kemungkinan juga berperan dalam absorpsi nutrien dari usus, atau tranfer kejaringan. Asam humat telah pula diketahui sebagai kelator mineral alami yang baik Lebih tingginya kandungan Ca dan P pada tulang mungkin dapat dijelaskan dengan lebih tingginya absorpsi mineral tersebut dari usus dan transfernya kejaringan tulang. KESIMPULAN DAN SARAN Dari penelitian ini ternyata bahwa penambahan asam humat melalui air minum pada ayam pedaging tidak mempengaruhi persentase bobot kaki ayam dan tulang tibia namun mempengaruhi persentase kandungan abu, Ca dan P tulang tibia. Kandungan kadar abu tulang tibia dari kontrol, 48,79%, secara nyata (P < 0,05) lebih rendah dari ayam yang memperoleh asam humat (51,65 ± 0,75%). Kandungan kalsium dari kontrol, 13,06% secara nyata lebih rendah dari ayam-ayam yang
672
memperoleh asam humat (15,37 ± 0,49%). Kandungan fosfor dari kontrol, 7,95% secara nyata lebih rendah dari ayam-ayam yang memperoleh asam humat (8,37 ± 0,13%). Sementara itu, diantara perlakuan asam humat tidak dijumpai perbedaan yang nyata terhadap bobot kaki ayam, persentase bobot tulang tibia, kandungan abu, Ca dan P tulang tibia. Dapat disimpulkan bahwa asam humat mempunyai pengaruh terhadap kepadatan tulang, hal ini secara tidak langsung menunjang hipotesa bahwa asam humat dapat menkelat mineral sehingga absorpsinya dan transfer melalui dinding sel lebih baik. Dari hasil penelitian ini disarankan untuk mempelajari jumlah Ca dan P yang dapat dikelat oleh asam humat. UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih disampaikan kepada semua pihak yang telah membantu sehingga terlaksananya penelitian ini, terutama kepada teman-teman di kandang ayam (Suharto, Kadiran, Endang Wahyu, Ello) dan Laboratorium Pelayanan Kimia (Eni Ariani, Yeti Sinaga, Saulina, Jernih R, Darmasih dan Udin). DAFTAR PUSTAKA AHMAD, T, S. RASOOL and M. SARWAR. 2000. Effect of microbial phytase produced from a fungus Aspergillus niger on bioavaliablity of phosphorus and calcium in broiler chickens. Anim. Feed Sci.Technol. 83(2): 103 – 114. AJAKAIYE, A., J.O. ATTEH and S. LEESON. 2003. The biological avaiability of calcium in broiler chicks from different calcium sources found in Nigeria. Anim. Feed Sci. Technol. 104(1/4): 209 – 214. AOAC. 2000. Official Method of Analysis of the Association of Official Analytical Chemists. USA. BAILEY C.A., K.E. WHITE and S.L. DONKE. 1996. Evaluation of menefee humate on performance of broilers. Poult. Sci. 75 (suppl 1): 84 BUNCH, G. 1981 Humate lab data.”Southwestern Laboratories” Midland, Tx. File No. C-1950X. December 1981.
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006
KARAOGLU, M., M. MACIT, N. ESENBUGA, H. DURDAG, O.C. BILGI and L. TURGUT. 2004. Effect of supplemental humate at different levels on growth performance, slaughter and carcass traits of broilers. Int. J. Poult. Sci. 3. KOCABAGH N, M ALP, N. ACAR and R. KAHRAMAM. 2002. The effect of dietary humate supplementation on broiler growth and carcass yield. Poult. Sci. 81: 227 – 230. KOMPIANG, I P. A. THAHAR, SUPRIYATI, T. HARYATI, E. SUJATMIKA, E. FEDERICK, SUHARTO dan KADIRAN. 2005. Asam Humat/Fulfat sebagai Feed Aditif Alami. Laporan Akhir Penelitian Tahun 2005. Balai Penelitian Ternak. KOMPIANG, I P. dan SUPRIYATI. 2006 Pengaruh asam humat terhadap kinerja ayam pedaging. JITV (in press).
KREUTZ, S.W. 1992. Effects of implanted bovine calcium hydroxyapatite with humate. Arch. Orthop. Trauma Surg. Vol. 111; Issue 5. pp. 259 – 264. SNI. 1997. Kumpulan SNI Ransum. Direktorat Bina Produksi. Direktorat Jenderal Peternakan Departemen Pertanian. RAO, S.V.R., A.K. PANDA, V.L.N. SUNDER, G.S. PRAHARAJ N.K. 2003. Requirement of calcium for commercial broilers and White Leghorn layers at low dietary phosphhorus levels. Animal Feed Science and Technology. 106 (1/4).199 – 208. SENN, T.L. and A.R. KINGMAN. 1973. A Review of Humus and Humic Acids. Research Series Report No. 145. South Carolina Agricultural Experiment Station, Clemson, SC. USA.
673