Try Al Tanto
SSA 2014
PENGARUH AIR LAUT PASANG DAN CURAH HUJAN TINGGI TERHADAP BANJIR DAERAH BUNGUS - KOTA PADANG Try Al Tanto Loka Penelitian Sumber Daya dan Kerentanan Pesisir, Balitbang KP-KKP email:
[email protected] ABSTRACT West Sumatera Province is one of Indonesia‟s region which is not obvious different about rainy and summer day. In the Bungus Area, Padang - West Sumatera, rainy are occuring in every month, but rainfall almost usually occuring in September until December. Flood in several locations at the area in October and November 2013, prompting a desire to knowing the causes. The method used is a simple analyze from primary data, tide (intervals of 1 hour) and rainfall (intervals of 10 minutes), and secondary data such as elevation DEM are expected to explain the incident. The results of the analysis indicate that the flooding caused by accumulation of tidal events and high rainfall. Flood on October 19th 2013 cause lane disconnected, the high tide occur at 19.00 pm as high as 124.6 cm has surged since 13.00 pm. The condition compounded by rain for 4 hours in that time with intensity 163.48 mm/hour and maximum rainfall 49 mm at 16.32 pm. Flood on November 4th 2013 drown the settlement and fishing ports. The highest tide was at 19.00 pm by 135.7 cm. Rainfall ranging up since 15.52 pm, with the highest rainfall of 49.9 mm at 17.42 pm and 153.05 mm/hour of intensity. Keywords : Tide, Rainfall, Flood, Bungus - Kota Padang ABSTRAK Provinsi Sumatera Barat merupakan salah satu wilayah di Indonesia yang tidak jelas perbedaan musim hujan dan kemaraunya. Pada kawasan Bungus, Padang - Sumatera Barat, hujan terjadi hampir tiap bulannya, namun curah hujan cukup banyak biasanya terjadi bulan September hingga Desember. Kejadian banjir beberapa lokasi di kawasan tersebut pada bulan Oktober dan November 2013, mendorong keinginan untuk lebih mengetahui penyebabnya. Metode yang digunakan adalah analisis sederhana dari data primer, pasang surut (interval 1 jam) dan curah hujan (interval 10 menit), serta data sekunder berupa elevasi DEM yang diharapkan dapat menjelaskan kejadian tersebut. Hasil analisis yang diperoleh menunjukkan bahwa banjir terjadi akibat akumulasi kejadian pasang laut dan curah hujan tinggi. Banjir tanggal 19 Oktober 2013 menyebabkan jalur jalan terputus, pasang tertinggi terjadi jam 19.00 WIB sebesar 124,6 cm, mulai naik sejak jam 13.00 WIB. Kondisi tersebut diperparah oleh hujan selama ±4 jam dalam rentang waktu kejadian dengan intensitas 163,48 mm/jam dan curah hujan maksimum 49 mm pada jam 16.32 WIB. Sedangkan banjir tanggal 4 November 2013 mengenangi pemukiman dan pelabuhan perikanan. Pasang tertinggi masih terjadi jam 19.00 WIB sebesar 135,7 cm. Curah hujan mulai naik sejak jam 15.52 WIB, dengan curah hujan tertinggi jam 17.42 WIB sebesar 49,9 mm dan intensitas hujan sebesar 153,05 mm/jam. Kata Kunci : Pasang Surut Air Laut, Curah Hujan, Banjir, Bungus - Kota Padang
2
Try Al Tanto
SSA 2014
1. PENDAHULUAN Wilayah Provinsi Sumatera Barat dikategorikan sebagai salah satu wilayah di Indonesia yang tidak jelas perbedaan antara musim hujan dan kemarau (BMKG, 2014). Hal ini tentunya juga berlaku terhadap kawasan Teluk Bungus, yang merupakan bagian dari Kecamatan Bungus - Teluk Kabung dengan posisi terletak pada bagian Selatan Kota Padang, Sumatera Barat. Pada wilayah ini hujan terjadi hampir tiap bulan, namun curah hujan cukup banyak biasanya mulai pada bulan September hingga Desember, dengan rata-rata curah hujan bulanan di daerah Padang dan sekitarnya dalam rentang waktu tersebut sebesar 336 – 442 mm/bulan. Curah hujan dengan intensitas tinggi terjadi pada bulan Oktober dengan ratarata bulanan sebesar 380 mm/bulan dan pada bulan November sebesar 442 mm/bulan (Putra, 2013). Hujan hampir terjadi setiap hari dengan intesitas bervariasi dari rintik-rintik hingga lebat. Kejadian banjir beberapa lokasi yang rendah di kawasan Bungus pada tanggal 19 Oktober 2013 dan 4 November 2013, mendorong keinginan untuk lebih mengetahui penyebab dari kejadian tersebut. Selain itu, banjir serupa belum pernah terjadi sebelumnya yang sampai memutus Jalan Raya Padang - Painan. Hal ini juga didukung oleh ketersediaan data hasil pengukuran pasang surut air laut pada kawasan Teluk Bungus yang kebetulan dilakukan pada rentang waktu terjadinya banjir. Selain itu, data curah hujan pada kawasan Bungus juga tersedia dari stasiun pengukuran di Daerah Bukit Lampu Bungus. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menjelaskan penyebab terjadinya banjir tersebut. 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pasang Surut Pasang surut air laut timbul terutama karena gaya tarik menarik gravitasi bumi terhadap bulan dan matahari, sedang kontribusi gaya tarik menarik planet-planet lainnya kecil. Besar naik turunnya permukaan laut tergantung pada kedudukan bumi terhadap bulan dan matahari. Persamaan dasar gelombang pasang surut (Pugh, 1987 dalam Tanto, 2009): X(t) = Z0(t) T(t)
S(t)
.................................. (1) dimana, X(t) = muka air laut
yang terukur pada waktu t Z0(t) = tinggi muka air rata-rata dari suatu datum yang ditentukan T(t) = variasi dari pasang surut S(t) = residual yang dipengaruhi beberapa faktor (seperti arus dan badai) Pemahaman akan jenis pasang surut dengan mengetahui pola terjadinya pasang dan surut adalah penting untuk berbagai aplikasi. Berdasarkan pada periode dan keteraturannya, pasang surut air laut dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu: pasang
3
Try Al Tanto
SSA 2014
surut harian tunggal (diurnal tide), pasang surut harian ganda (semidiurnal tide), dan pasang surut campuran (mixed tide). Penentuan jenis pasang surut lainnya yang paling sederhana adalah secara numeris dengan menggunakan periode dominan dari pasang surut yang diamati. Pengamatan pasang surut secara permanen sangat perlu dilakukan. Sebagian besar para ahli meyakini bahwa kenaikan permukaan laut bukan faktor yang sifatnya temporal tetapi cenderung naik permanen oleh faktor global warming. Bila faktor ini menyatu dan diperparah oleh faktor badai dan pasang tinggi maka akan mudah timbulnya banjir pasang di daerah yang relatif landai. Dalam perencanaan dan pengelolaan daerah pantai perlu pengamatan kedudukan permukaan air laut secara terus menerus dalam jangka yang panjang (Bakosurtanal, 2007). 2.2 Presipitasi Presipitasi adalah curahan atau jatuhnya air dari atmosfer ke permukaan bumi dan laut, untuk daerah tropis lebih dikenal dengan curah hujan. Secara ringkas dan sederhana, terjadinya hujan terutama karena adanya perpindahan massa air basah ke tempat yang lebih tinggi sebagai respon adanya perbedaan tekanan udara antara dua tempat yang berbeda ketinggiannya (Asdak, 2002). Hujan juga dapat terjadi oleh pertemuan antara dua massa air, basah dan panas. Tiga tipe hujan yang umum dijumpai di daerah tropis (Asdak, 2002): •
Hujan konvektif, tipe hujan ini disebabkan oleh adanya perbedaan panas yang diterima permukaan tanah dengan panas yang diterima oleh lapisan udara di atas permukaan tanah tersebut. Tipe hujan konvektif biasanya dicirikan dengan intensitas yang tinggi, berlangsung relatif cepat, dan mencakup wilayah yang tidak terlalu luas.
•
Hujan frontal, tipe hujan yang umumnya disebabkan oleh bergulungnya dua massa udara yang berbeda suhu dan kelembapannya. Tipe hujan yang dihasilkannya adalah tidak terlalu lebat dan berlangsung dalam waktu lebih lama (intensitas rendah). Hujan badai dan monsoon merupakan tipe hujan frontal yang lazim dijumpai.
•
Hujan orografik, jenis hujan yang umum terjadi di daerah pegunungan, yaitu ketika massa udara bergerak ke tempat yang lebih tinggi mengikuti bentang lahan pegunungan sampai saatnya terjadi proses kondensasi. Tipe hujan orografik dianggap sebagai pemasok air tanah, danau, bendungan, dan sungai karena berlangsung di daerah hulu DAS.
3. DATA DAN METODE Data primer pada kegiatan penelitian ini berupa data pasang surut air laut tanggal 12 Oktober - 11 November 2013 dan data curah hujan kawasan Bungus tanggal 19 Oktober dan 4 November 2013. Data pasang surut perairan Teluk Bungus dalam rentang waktu terjadinya banjir diperoleh dari pengukuran alat ukur arus ADCP yang memiliki sensor tekanan dalam perangkatnya. Alat ukur ini memiliki periode 1 jam, dipasang pada bagian Selatan pulau Kasiak Bungus dengan koordinat 100°23‟52.7” BT dan 01°02‟41” LS serta 4
Try Al Tanto
SSA 2014
kedalaman sekitar 22 m. Data curah hujan memiliki periode 10 menit, diperoleh dari stasiun pengukuran Automatic Weather System (AWS) Online yang berada pada daerah Bukit Lampu Bungus, sekitar titik 100°22'49.06" dan BT 1°2'25.65" LS. Data sekunder berupa data elevasi daerah Bungus dianalisis dengan menggunakan data SRTM 90m DEM. Data elevasi ini digunakan sebagai acuan dan melihat seberapa rendah sebagian kawasan yang terkena banjir tersebut. Gambar 1 berikut merupakan tampilan lokasi daerah penelitan.
Gambar 1. Peta lokasi kegiatan (Google Earth, 2013)
Analisis pasang surut dilakukan dengan menggunakan tabel Admiralty yang sudah umum dilakukan. Analisa harmonik dengan tabel Admiralty akan menghasilkan beberapa konstanta (komponen) pasang surut sehingga perhitungan akan menjadi efisien dan memiliki keakuratan tinggi serta fleksibel untuk waktu kapanpun. Beberapa komponen utama pasang surut adalah seperti pada tabel 1. Secara sederhana, perhitungan untuk mendapatkan komponen harmonik tersebut dengan persamaan pasang surut berikut:
................................. (2) Keterangan: A
= Amplitudo
S0
= Tinggi muka air laut rata-rata
An
= Amplitudo komponen harmonis pasang surut
5
Try Al Tanto
gn
= Phase komponen pasang surut
n
= Konstanta yang diperoleh dari hasil perhitungan astronomis
SSA 2014
Tabel 1. Beberapa komponen utama pasang surut
Kategori
Komponen harmonik
Periode (jam)
Semidiurnal
M2 S2 N2 K2
12,4206 12,0000 12,6584 11,9673
Diurnal
K1 O1 P1
23,9344 25,8194 24,0659
M4 MS4
327,85 661,31
Periode panjang
Sumber: modifikasi dari Stewart (2008)
Dari nilai konstanta (komponen harmonik) pasang surut yang diperoleh, dapat diketahui tipe pasang surut yang terjadi dengan formula bilangan Formzahl (Sjachulie, 1999 dalam Tanto, 2009). Bilangan Formzahl (F) merupakan hasil perbandingan jumlah amplitudo dua komponen diurnal utama (AK1 dan AO1) terhadap jumlah amplitudo dua komponen semi-diurnal utama (AM2 dan AS2), seperti berikut:
F
A K1
A O1
AM2
A S2
.................................. (3)
Berdasarkan nilai bilangan Formzahl (F), karakteristik pasang surut diklasifikasikan seperti berikut, •
0 < F < 0,25 : semi diurnal, dimana dalam sehari terjadi dua kali pasang dan dua kali surut dengan bentuk gelombang simetris.
•
0.25 ≤ F < 1,5 : campuran condong semi diurnal, dalam sehari terjadi dua kali pasang dan dua kali surut. bentuk gelombang pasang pertama tidak sama dengan gelombang pasang kedua (asimetris) dengan bentuk condong semi diurnal.
•
1.5 ≤ F ≤ 3,0 : campuran condong diurnal, dalam sehari terjadi dua kali pasang dan dua kali surut. Bentuk gelombang pasang pertama tidak sama dengan gelombang pasang kedua dengan bentuk condong diurnal.
•
F > 3,0 : diurnal, dalam sehari terjadi sekali pasang dan sekali surut.
6
Try Al Tanto
SSA 2014
Analisis data curah hujan dilakukan dengan melihat curah hujan maksimum dan kisarannya dalam rentang waktu terjadinya kejadian banjir dan juga dilakukan perhitungan intensitas hujan pada kisaran tersebut. Tabel 2 menyajikan karakteristik tipe hujan.
Tabel 2. Tipe hujan dan parameternya
Tipe hujan
Intensitas (cm/jam)
Diameter (cm)
Kecepatan (m/detik)
≤ 0,03 0,12 – 0,38 1,50 – 10,00
≤ 0,05 0,12 – 0,15 0,25 – 0,65
4,2 5,0 7,6
Hujan gerimis Hujan agak lebat Hujan lebat
Sumber: adopsi dari Hewlett (1982) dalam Asdak (2002)
4. HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan data elevasi, bagian Utara daerah Bungus cukup rendah terutama dekat dengan pesisir, seperti area sekitar pelabuhan perikanan Bungus dan beberapa daerah Labuhan Tarok. Daerah pelabuhan perikanan di Bungus merupakan hasil reklamasi pantai, memiliki elevasi < 0,5 m hingga 2 m. Hal ini menyebabkan masih sering terjadinya banjir dari air laut pasang pada wilayah pelabuhan. Wilayah sekitar pantai Sako juga memiliki elevasi yang cukup rendah, yaitu < 0,5 m hingga 2,5 m. Berikut elevasi pesisir pantai bagian Utara wilayah Teluk Bungus, daerah Pasarlaban hingga Labuantarok dan pelabuhan perikanan yang disajikan pada Gambar 2.
elev < 0.5 m – 2 m (pelabuhan perikanan) elev < 0.5 m – 2.5 m (pesisir pantai Sako)
Gambar 2. Elevasi pesisir pantai bagian utara wilayah Teluk Bungus
7
Try Al Tanto
SSA 2014
Kejadian air pasang sewaktu terjadinya banjir di Bungus dapat dilihat dari grafik pada Gambar 3 (Pasang surut laut perairan Teluk Bungus). Grafik ini dihasilkan dari perekaman data alat ADCP yang dibuat berdasarkan nilai surut terendah pada rentang waktu pengukuran.
4 November 2013
19 Oktober 2013
Gambar 3. Grafik pasang surut laut perairan Teluk Bungus
Nilai pasang tertinggi dari data hasil pengukuran adalah sebesar 139.30 cm pada tanggal 6 November 2013 jam 20.00 WIB (jam ke-620), dengan asumsi nilai surut terendah sebesar 0 cm pada rentang waktu pengukuran tersebut. Pasang tinggi saat terjadi banjir 19 Oktober 2013 sebesar 124.6 cm pada jam 19.00 WIB (jam ke-187) dan sebesar 135,7 cm pada tanggal 4 November 2013 jam 19.00 WIB (jam ke-571). Untuk komponen harmonis pasang surut (Tabel 3) diperoleh dari data 15 hari (12 26 Oktober 2013) dengan analisis Admiralty, yang sudah terprogram dengan rumus rinci pada tabel yang ada di Microsoft Excel dan secara sederhana pada Rumus 2. Bilangan Formzahl yang dihasilkan = (13,78+6,88)/(33,95+14,62) yaitu sebesar 0,4254 berarti pasang surut yang terjadi adalah dengan tipe campuran condong semi diurnal. Berikut komponen pasang surut perairan Teluk Bungus yang diperoleh dari analisis Admiralty, Tabel 3. Komponen pasang surut perairan Teluk Bungus
A (cm) g°
S0
M2
S2
N2
K1
O1
M4
MS4
K2
P1
60,03
33,95
14,62
7,89
13,78
6,88
2,32
0,82
3,95
4,55
180,45
234,10
152,81
278,14
268,18
102,28
240,23
234,10
278,14
8
Try Al Tanto
SSA 2014
Dalam rentang waktu pengukuran, banjir mengenangi beberapa titik daerah rendah di kawasan Teluk Bungus. Kejadian tersebut terjadi pada Tanggal 19 Oktober 2013 sekitar jam 16.30 WIB (2,5 jam sebelum puncak pasang), sehingga memutus jalur Jalan Raya Padang - Painan yang masih berada pada wilayah Sako.
Gambar 4.
Kondisi banjir memutus Jalan Raya Padang Painan (www.harianhaluan.com)
Hal tersebut dapat terjadi akibat kondisi pasang tinggi air laut dan ditambah dengan guyuran hujan yang deras pada waktu sampai kejadian tersebut. Asumsi ini dapat diperkuat dengan terjadinya pasang tertinggi pada tanggal 19 Oktober 2013 jam 19.00 WIB (jam ke187) sebesar 124,6 cm (surut terendah 0 cm). Air laut mulai naik sejak jam 13.00 WIB (jam ke-181) yang bertepatan dengan kondisi hujan pada saat bersamaan mulai dengan intensitas curah hujan menuju naik. Berikut grafik curah hujan yang terjadi pada tanggal 19 Oktober 2013.
Gambar 5. Curah hujan daerah Bungus (saat banjir pertama)
Hujan di kawasan Bungus mulai naik sejak pukul 13.32 WIB (waktu ke-66) yang berlangsung hingga pukul 17.52 WIB (waktu ke-92) (± durasi 4 jam) dengan curah hujan maksimum pada saat kejadian adalah sebesar 49 mm pada pukul 16.32 WIB (waktu ke84). Intensitas hujan yang terjadi adalah sebesar 163,48 mm/jam, cukup tinggi untuk 9
Try Al Tanto
SSA 2014
menambah akibat terjadinya banjir. Kondisi banjir tersebut mulai menurun saat air laut menuju surut setelah terjadinya puncak pasang tinggi, serta mulai redanya hujan pada daerah tersebut. Kondisi banjir lainnya juga terjadi pada tanggal 4 November 2013. Berbeda dengan banjir sebelumnya, kejadian ini hanya mengenangi pemukiman warga dan pelabuhan perikanan tanpa memutus jalur jalan raya. Hal ini juga dipicu oleh kejadian yang sama, yaitu pasang air laut dan curah hujan yang tinggi.
Gambar 6. Kondisi banjir 4 November 2013 di sekitar Kantor LPSDKP Bungus
Gambar 7. Curah hujan daerah Bungus (saat banjir kedua)
Walaupun dipicu oleh penyebab yang sama, namun kondisi banjir tidak separah sebelumnya. Pada hari saat kejadian ini, pasang tertinggi tercatat masih pada jam 19.00 WIB (jam ke-571) sebesar 135,7 cm yang menuju naik sejak jam 13.00 WIB (jam ke-565). Sedangkan hujan yang tercatat baru mulai naik sejak jam 15.52 WIB (waktu ke-86) dengan
10
Try Al Tanto
SSA 2014
curah hujan sebesar 19,5 mm dan curah hujan tertinggi pada jam 17.42 WIB (waktu ke-97) sebesar 49.9 mm (Gambar 6), serta dengan intensitas hujan sebesar 153,05 mm/jam. 5. KESIMPULAN Banjir pada tanggal 19 Oktober dan 4 November 2013 pada daerah rendah di kawasan Bungus terjadi akibat akumulasi kejadian pasang laut dan curah hujan tinggi. Tanggal 19 Oktober 2013, pasang tertinggi terjadi jam 19.00 WIB sebesar 124,6 cm, curah hujan maksimum sebesar 49 mm pada jam 16.32 WIB dengan intensitas hujan sebesar 163,48 mm/jam. Tanggal 4 November 2013, pasang tertinggi terjadi jam 19.00 WIB sebesar 135,7 cm, curah hujan maksimum sebesar 49,9 mm pada jam 17,42 WIB dan intensitas hujan sebesar 153,05 mm/jam.
DAFTAR RUJUKAN Anonim. 2013. Bungus Banjir, Padang - Painan Lumpuh Dua http://www.harianhaluan.com/index.php/berita/haluan-padang/27054-bungusbanjirpadang-painan-lumpuh-dua-jam. Akses Tanggal 20 Maret 2014.
Jam.
Asdak, Chay. 2002. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada University Press: Yogyakarta. Bakosurtanal. 2007. Prediksi Pasang Surut 2008. Bidang Medan Gayaberat dan Pasang Surut, Pusat Geodesi dan Geodinamika: Cibinong BMKG. 2014. Prakiraan Musim Kemarau 2014 Di Indonesia. http://www.bmkg.go.id/bmkg_pusat/Klimatologi/Prakiraan_Musim.bmkg. Tanggal 30 April 2014. Microsoft. 2013. Google Earth. © 2013 Google Inc. All Rights Reserved
Akses
Putra, Aprizon., Triyatno, dan Semeidi Husrin. 2013. Analisa Bencana Banjir di Kota Padang (Studi Kasus Intensitas Curah Hujan Kota Padang 1980 – 2009 dan Aspek Geomorfologi). Prosiding Seminar Sains Atmosfer 2013 LAPAN: Bandung. Stewart, Robert H. 2008. Introduction To Physical Oceanography. Department of Oceanography, Texas A & M University. Tanto, Try Al. 2009. Kinerja OTT PS 1 Sebagai Alat Pengukur Pasang Surut Air Laut di Muara Binuangeun, Provinsi Banten. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB: Bogor.
11
12