PENGALAMAN DUKUNGAN PRECEPTOR PADA PERAWAT BARU SELAMA PROSES MAGANG DI RUMAH SAKIT SANTO BORROMEUS BANDUNG Maria Yunita Indriarini * BM. Siti Rahayu ** Bibiana Pindani *** ABSTRAK Banyaknya perawat baru yang keluar setelah proses magang selesai menjadi latar belakang penelitian ini. Preceptor berperan dalam mensosialiasikan perawat baru pada peran barunya. Praktek klinik dan memperoleh bimbingan klinik oleh preceptor merupakan pengalaman yang dialami informan selama proses magang. Tujuan penelitian ini untuk mengidentifikasi pengalaman informan dalam praktek klinik dan memperoleh dukungan dari preceptor selama proses magang. Metode yang digunakan adalah kualitatif yang bersifat deskriptif dengan pendekatan fenomenologi. Tempat penelitian dilakukan di RS St. Borromeus Bandung. Hasil penelitian terhadap pengalaman 7 orang informan menunjukkan 2 tema untuk pengalaman praktek klinik, yaitu: (1) perasaan senang perawat baru dalam praktek klinik, (2) pengalaman rasa lelah perawat baru dalam praktek klinik sedangkan untuk pengalaman dukungan preceptor ditemukan 4 tema, yaitu: (1) mensosialisasikan rutinitas pada perawat baru, (2) memberikan pendampingan dalam keterampilan klinik, (3) memberikan bimbingan dalam memperoleh keterampilan klinik, (4) memberikan pendampingan dalam hubungan tim. Terungkapnya pengalaman tersebut memberi pengalaman baru dalam praktek klinik dan memperoleh dukungan preceptor bagi informan, sedangkan bagi preceptor terungkapnya pengalaman informan dapat memberikan evaluasi bagi preceptor untuk lebih menyediakan waktu dalam orientasi rutinitas ruangan bagi informan selama proses magang sehingga perawat baru dapat mengerti dengan jelas rutinitas ruangan kerjanya. Kata kunci: dukungan, perawat baru, preceptor A. LATAR BELAKANG Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat (UU RI No. 44 Th 2009). Depkes RI (2006) menyebutkan bahwa fungsi dari rumah sakit adalah sebagai tempat penyelenggaraan pelayanan medis, penunjang medis, administrasi dan manajemen, serta dapat digunakan sebagai tempat pendidikan atau pelatihan dan pengembangan.
ditingkatkan. Pelayanan kesehatan yang bermutu adalah pelayanan kesehatan yang dapat memuaskan setiap pemakai jasa pelayanan kesehatan sesuai dengan tingkat kepuasan rata-rata penduduk serta penyelenggaraannya sesuai dengan standar dan kode etik profesi yang telah ditetapkan Azwar dalam (Saragih, 2011) . Puas atau tidak puasnya pasien dan penilaian baik atau buruknya terhadap kualitas pelayanan keperawatan sangat bergantung pada bagaimana seorang perawat mengaplikasikan kiat caring ketika memberikan pelayanan keperawatan. (Wicaksosno, 2012).
Salah satu indikator kunci keberhasilan rumah sakit dalam memberikan pelayanan kesehatan ditentukan oleh kinerja tenaga keperawatan dalam memberikan asuhan dan pelayanan keperawatan (Saragih, 2011). Profesi perawat di Indonesia memiliki proporsi relatif besar yaitu 40% dari jumlah tenaga kesehatan di Indonesia sehingga baik buruk kinerja perawat menjadi salah satu indikator utama mutu asuhan keperawatan di rumah sakit atau instansi kesehatan yang lain (Hidayat, 2004).
Salah satu cara yang dapat digunakan untuk meningkatkan dan mengendalikan mutu pelayanan keperawatan adalah dengan mengembangkan lahan praktek keperawatan disertai dengan adanya pembinaan masyarakat professional keperawatan untuk melaksanakan pengalaman belajar di lapangan dengan benar bagi peserta didik (Dermawan, 2012). Mutu pelayanan keperawatan perlu ditingkatkan, untuk itu dibutuhkan tenaga perawat yang kompeten
Mutu pelayanan keperawatan dalam Rumah Sakit sebagai suatu organisasi perlu
1
dan professional, sehingga penting bagi manajer keperawatan mengelola tenaga keperawatan dengan baik sejak proses awal (Kuntoro, 2010). Memilih calon yang berkualitas dilakukan dengan kualifikasi dari setiap posisi dalam unit kerja, kemudian memberi kesempatan kepada staf baru tersebut untuk berorientasi terhadap lingkungan rumah sakit, melatihnya dan memberikan pelajaran melalui pekerjaan langsung kepada pasien.
baru mengganti pekerjaanya setelah 1 tahun dan 37% merasa siap untuk mengganti pekerjaan mereka. Hal itu berarti 50% perawat baru meninggalkan pekerjaan mereka pada tahun pertama jika tidak mendapatkan pendamping atau preceptorship yang baik. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Saragih (2011) tentang hubungan karakteristik perawat dan dukungan preceptor dengan perawat baru di PKSC, RSB, dan RSPI menunjukkan pembimbingan klinik selama proses preceptorship 50% perawat baru mempersepsikan pembimbingan klinik kurang baik. Hal itu berarti sebagian perawat baru mendapatkan pembimbingan klinik dari pembimbing dengan baik sementara sebagian lagi mempersepsikan kurang baik dalam pembimbingan.
Memiliki perawat baru yang menampilkan kinerja professional sangat diharapkan oleh setiap rumah sakit. Perawat baru merupakan perawat yang memasuki pengalaman baru yang sebelumnya tidak dialami. Beberapa bulan pertama merupakan masa yang penuh tantangan dan stress bagi perawat baru (Saragih, 2011). Perawat baru membutuhkan suatu proses adaptasi dan program bimbingan dari rumah sakit. Program ini akan membantu perawat baru menguasai fungsi dan tanggung jawab pekerjaannya sehingga merasa puas terhadap profesinya, seperti yang dikutip Steward (2000), yaitu kepuasan akan mencegah perawat baru meninggalkan organisasi.
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan kepada 10 perawat baru di RS Santo Borromeus Bandung 5 mengatakan berencana keluar setelah proses magang selesai karena alasan ingin dekat dengan orang tua, ketidaknyamanan perawat saat bekerja dan karena beban kerja yang berat, 3 perawat mengatakan masih bingung ingin melanjutkan kontrak kerja sedangkan 2 perawat mengatakan ingin menetap menjadi perawat di RS Santo Borromeus Bandung. Hasil wawancara kepada 10 perawat baru mengenai bimbingan praktek klinik oleh pembimbing mengatakan bahwa 10 perawat merasa pembimbing cukup membimbing perawat baru selama praktek klinik. Mereka merasa kesulitan jika pembimbing tidak ada atau tidak memiliki shift kerja yang sama dengan pembimbing.
Program precetorship digunakan sebagai alat sosialisasi dan orientasi. Model preceptorship sebagai salah satu metode rekrutmen staf. Akses ke pengetahuan organisasi dan praktik klinik dapat diprediksi oleh perawat baru, sehingga diskusi antara preceptor dan preceptee diperlukan untuk memberikan praktik terkini dalam lingkungan klinik dengan harapan preceptee akan memiliki kemampuan yang sama dengan preseptornya (Nursalam, 2008). Preceptor adalah seorang perawat yang mengajar, memberikan bimbingan, dapat menginspirasi rekannya, menjadi tokoh panutan (role model), serta mendukung pertumbuhan dan perkembangan individu (trainee) untuk jangka waktu tertentu dengan tujuan khusus mensosialisasikan trainee pada peran barunya (Nursalam, 2008).
Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti lebih lanjut mengenai pengalaman dukungan preceptor pada perawat baru selama proses magang di RS Santo Borromeus Bandung. B. TINJAUAN PUSTAKA. 1.
Definisi Preceptor Mehen dan Clark mengungkapkan preceptor adalah seorang perawat yang mengajar, memberikan bimbingan, dapat menginspirasi rekannya, menjadi tokoh panutan (role model), serta mendukung pertumbuhan dan perkembangan individu (trainee) untuk jangka waktu tertentu dengan tujuan khusus mensosialisasikan trainee pada peran barunya (Nursalam, 2008).
Tim Kesehatan bertanggung jawab untuk menolong perawat baru untuk meningkatkan potensi mereka. Perilaku senior yang mendominir yunior tidak bisa ditoleransi. Hubungan saling mendukung dan menghargai harus terjadi dalam profesi keperawatan (Eley, 2010). Penelitian Konver, dkk (2007) mengindikasikan bahwa 13% dari perawat
2
Shamian dan Inhaber menyatakan bahwa model preceptorship digunakan sebagai alat sosialisasi dan orientasi. Model preceptorship sebagai salah satu metode rekruitmen staf. Akses ke pengetahuan organisasi dan praktik klinik dapat diprediksi oleh perawat baru, sehingga diskusi antara preceptor dan preceptee diperlukan untuk memberikan praktik terkini dalam lingkungan klinik dengan harapan preceptee akan memiliki kemampuan yang sama dengan preseptornya. Waktu yang dibutuhkan untuk pelaksanaan prceptorship adalah sekurangkurangnya 1-2 bulan. Lama waktu pelaksanaan biasanya ditentukan oleh institusi pendidikan atau pegawai yang mengetahui karakteristik mahasiswa atau praktisi, persyaratan yang dibutuhkan dan karakteristik tempat di mana pelaksanaan preceptorship akan dilakukan (Nursalam, 2008).
Seorang preceptor tanggung jawab sebagai:
a. b. c. d.
B. METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan peneliti adalah metode penelitian kualitatif. Metode penelitian kualitatif adalah metode penelititan yang digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, (sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara triangulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi. (Sugiyono, 2014). Desain penelitian merupakan bentuk rancangan yang digunakan dalam melakukan prosedur penelitian (Hidayat, 2009). Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif yang bersifat deskriptif dengan pendekatan fenomenologi. Pendekatan fenomenologi yaitu pendekatan yang memahami makna dari pengalaman kehidupan yang dialami oleh partisipan dan menjelaskan perspektif filosofi yang mendasari fenomena tersebut (Dharma, 2011). Penarikan sampel pada penelitian ini ditentukan peneliti mulai memasuki
program
a. b. c. d. e. f.
Orientasi Pembelajaran Kelas Sesi Transisi Profesional Pertukaran Pembelajaran Klinik/Rotasi Evaluasi Orientasi Preceptor Secara Individual/Pembimbingan klinik
3.
Peran Preceptor
Role Modelling Skill Building Critical Thinking (Pemikir yang kritis) Socialization (Sosialisasi)
Perawat Baru Perawat adalah seseorang yang telah lulus pendidikan perawat baik dalam maupun di luar negeri sesuai dengan peraturan perundangan-undangan (Permenkes, 2010). Kramer mengungkapkan ketakutan dan kesulitan khusus dalam beradaptasi dengan lingkungan kerja adalah hal yang umum dialami perawat lulusan baru dan menyebut ketakutan ini sebagai reality shock karena terjadi sebagai akibat konflik antara ekspektasi lulusan baru terhadap peran keperawatan dan kenyataan peran sesungguhnya (Marquis dan Huston, 2010). Schmalenberg dan Kramer menyebutkan bahwa fase transisi peran mahasiswa menjadi staf perawatan terbagi menjadi empat fase, yaitu fase bulan madu, fase shock, dan fase pemulihan dan resolusi.
2.
membagi
memiliki
4.
Preceptorship adalah suatu strategi orientasi yang popular bagi perawat baik lulusan baru dan yang berpengalaman. Preceptor memberikan lingkungan yang mendukung, kohesif, dan kolaboratif untuk mengembangkan kemitraan dalam pembelajaran. Kemitraan menurunkan tingkat ansietas peserta didik dan meningkatkan produktivitas melalui integrasi informasi yang cepat sekaligus menjamin kualitas perawatan klien. Preceptor memudahkan proses pembelajaran di area klinis. Pendekatan kolaboratif ini meningkatkan proses sosialisasi yang professional, sehingga menurunkan tingkat stress peserta didik. Jika preceptor siap, beban peserta didik dalam menyerap informasi akan berkurang. Preceptorship adalah versi sistem persahabatan yang terstruktur. Peran sistem ini diperluas dan dipersiapkan secara formal (Gruendemann, 2005). Pengertian Sikap Halfer (2007) preceptorship, yaitu:
harus
3
lapangan dan selama penelitian berlangsung (emergent sampling design). Caranya yaitu, peneliti memilih orang tertentu yang dipertimpangkan memberikan data yang diperlukan sesuai dengan izin yang diberikan oleh tempat penelitian berlangsung. Berdasarkan data atau informasi yang diperoleh dari sampel sebelumnya itu selanjutnya peneliti dapat menetapkan sampel lainnya yang dipertimbangkan memberikan data lebih lengkap (snowball sampling technique). Informan dalam penelitian ini adalah perawat baru yang sedang menjalani proses magang di ruang Maria 2 terpilih 5 informan dan 3 informan dari Yosef 3 Surya Kencana RS. Santo Borromeus. Key informan pada penelitian ini adalah pembimbing dari masing-masing ruangan.
Pengalaman perawat baru dalam praktek klinik selama proses magang merupakan pengalaman yang perawat baru alami, rasakan dalam proses adaptasi di ruangan. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan kepada tujuh informan didapatkan dua tema yang muncul secara dominan, yaitu perasaan senang dan pengalaman rasa lelah perawat baru dalam praktek klinik selama proses magang. a. Perasaan Senang Perawat Baru Dalam Praktek Klinik Selama Proses Magang Perasaan senang berarti perasaan puas dan lega, tanpa rasa susah dan kecewa (KBBI). Perasaan senang dirasakan informan karena perawat senior yang membantu informan dalam praktek klinik, bertemu temanteman baru dan melihat pasien yang dirawat sembuh. Namun ada dua informan yang tidak merasakan senang dalam proses klinik selama proses magang. Peneliti berpendapat bahwa informan mengalami perasaan tersebut karena informan merasa nyaman atas lingkungan baru dan kepuasan tersendiri dalam memberikan asuhan keperawatan kepada pasien. b. Pengalaman Rasa Lelah Perawat Baru Dalam Praktek Klinik Selama Proses Magang Rasa lelah dan capek semua informan alami karena mengamban tanggung jawab memegang pasien, acara pasien yang banyak, rutinitas ruangan yang tinggi dan jumlah pasien yang meningkat. Setiap orang yang sudah masuk dunia kerja tentunya mengalami perasaan lelah dan capek karena kewajibannya melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya. Peneliti berpendapat informan mengalami perasaan lelah karena selain rutinitas yang tinggi dalam ruangan juga karena tanggung jawab yang dibebankan kepada informan. Berbeda saat sedang mahasiswa, perawat baru dituntut untuk bertanggung
C. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian dengan 7 informan diidentifikasi tema-tema yang mengacu pada tujuan khusus. a. Tujuan khusus yang pertama mengenai pengalaman perawat baru dalam praktek klinik selama proses magang di Rumah Sakit St. Borromeus, ditemukan 2 tema yaitu: Tema 1: Perasaan senang perawat baru dalam praktek klinik selama proses magang Tema 2: Pengalaman rasa lelah perawat baru dalam praktek klinik selama proses magang. b. Tujuan khusus yang kedua mengenai dukungan preceptor pada perawat baru selama proses magang di Rumah Sakit Santo Borromeus, ditemukan 4 tema, yaitu: Tema 1: Mensosialisasikan rutinitas pada perawat baru selama proses magang Tema 2: Memberikan pendampingan dalam keterampilan klinik pada perawat baru selama proses magang Tema 3: Memberikan bimbingan dalam memperoleh keterampilan klinik pada perawat baru selama proses magang Tema 4: Memberikan pendampingan dalam hubungan tim pada perawat baru selama proses magang Pembahasan 1. Pengalaman perawat baru dalam praktek klinik selama proses magang di Rumah Sakit Santo Borromeus
4
jawab atas tugasnya memegang pasien secara mandiri.
a. 1.
Dukungan bimbingan preceptor pada perawat baru selama proses magang di Rumah Sakit Santo Borromeus Program preceptorship menurut Halfer (2007) terbagi menjadi 6, yaitu orientasi, pembelajaran di kelas, sesi transisi professional, pertukaran pembelajaran klinik/rotasi, evaluasi dan orientasi preceptor secara individual/pembimbingan klinik. Penelitian ini ingin melihat gambaran pengalaman dukungan preceptor pada perawat baru dalam pembimbingan klinik. Bentuk dukungan preceptor dalam bimbingan klinik, yiatu mendampingi perawat baru dalam pembelajaran keterampilan klinik dan pengembangan hubungan tim, membimbing perawat baru untuk memperoleh keterampilan klinik. Preceptor juga memainkan peran penting dalam mensosialisasikan perawat baru dengan memperkenalkan perawat baru kepada anggota tim dan rutinitas unit. Dukungan preceptor kepada perawat baru selama proses magang sangat diperluakan. Dukungan tersebut membantu perawat baru agar mampu beradaptasi, melewati masa transisi menjadi perawat yang berkompeten, memahami perannya dan membantu perawat baru dalam mengembangkan keterampilan klinis sehingga dapat memberikan pelayanan yang berkualitas. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada 7 informan diidentifikasi 4 tema, yaitu mensosialisasikan rutinitas pada perawat baru selama proses magang, memberikan pendampingan dalam keterampilan klinik pada perawat baru selama proses magang, memberikan bimbingan dalam memperoleh keterampilan klinik pada perawat baru selama proses magang dan memberikan pendampingan dalam hubungan tim pada perawat baru
selama proses magang. Selanjutnya dalam bab ini akan membahas tema-tema tersebut satu persatu, yaitu: Mensosialisasikan rutinitas pada perawat baru selama proses magang Mensosialisasikan rutinitas unit merupakan peran preceptor agar informan memahami situasi dan kondisi ruangan atau tempat dimana informan bekerja. Informan menceritakan mengalami dukungan dalam sosialisasi rutinitas oleh preceptor secara jelas, namun terdapat dua informan yang menceritakan bahwa preceptor kurang mensosialisasikan rutinitas secara jelas karena preceptor dan rutinitas ruangan yang sibuk. Yonge dan Myrick (2004) dalam bukunya yang berjudul “Nursing Preceptorship” menyebutkan bahwa pengalaman sosialisasi preceptorship perawat baru atau mahasiswa perawat diamksudkan untuk memperkenalkan situasi praktek secara nyata. Mengajak preceptee untuk mengambil tanggung jawab menjadi perawat professional. Peneliti berpendapat bahwa dukungan preceptor dalam bentuk mensosialisasikan rutinitas ruangan sebaikanya diterangkan secara jelas kepada informan agar informan memahami ruitinitas ruangan tempat informan bekerja. Menerangkan rutinitas secara jelas juga membuat informan siap mengahadapi situasi praktek secara nyata sehingga informan dapat mengembangkan keterampilannya dan bekerja secara nyaman. b. Memberikan pendampingan dalam keterampilan klinik pada perawat baru selama proses magang Bentuk dukungan preceptor pada perawat magang lainnya yaitu pendampingan dalam keterampilan klinik. Informan menceritakan pengalaman didampingi dalam keterampilan klinik. Pengalaman didampingi diungkapkan informan berupa pendampingan saat pertama kali melakukan tindakan klinik, saat merasa tidak siap melakukan
5
c.
tindakan klinik dan pendampingan pada setiap tindakan klinik. Ohrling dan Hallberg (2007) dalam penelitiannya mengenai pengalaman perawat menjadi pembimbing menemukan bahwa arti dari preceptorship dimaksudkan untuk mengurangi ketidaktahuan pembelajaran siswa dan memberi penguatan kepada siswa ketika pembelajaran dalam praktek klinik. Hal tersebut menjelaskan program preceptorship. Pembelajaran klinik adalah alat instruktur yang tak terhingga nilainya yang digunakan untuk mengembangkan kemampuan perawatan dari siswa perawat (Shepard, 2009). Peneliti berpendapat pendampingan preceptor pada informan dalam keterampilan klinik atau saat melakukan tindakan klinik membantu informan dalam melakukan tindakan agar sesuai standar operasional. Pendampingan preceptor dalam ketermpilan klinik juga membuat informan merasa aman dan nyaman karena didampingi khususnya pada tindakan-tindakan yang memang perlu pendampingan, tindakan untuk pertama kali atau tindakan yang informan merasa belum yakin untuk melakukannya. Memberikan bimbingan dalam memperoleh keterampilan klinik pada perawat baru selama proses magang Pengalaman bimbingan dalam memperoleh keterampilan klinik yang informan alami berupa bimbingan preceptor dalam mengaplikasikan teori yang sudah di dapat saat di bangku pendidikan ke dalam praktek secara langsung dalam dunia kerja. Seluruh informan menceritakan pengalamannya secara berbedabeda, seperti mendapat bimbingan agar tindakan sesuai SOP, didukung untuk melakukan tindakan secara mandiri, dan bimbingan dari awal tindakan. Bimbingan dalam pembelajaran pengalaman, pengajaran, dan memberikan umpan balik membantu mengembangkan pertimbangan
klinik atau kemampuan preceptee untuk mengkaji kondisi pasien dan sampai pada membuat keputuan yang layak dan tepat tentang berbagai tindakan yang diperlukan (Yonge & Myrick, 2005). Shepard (2009) dalam penenlitiannya mengenai pengujian dari efektivitas preceptorship dalam kompetensi klinik menyebutkan bahwa kemampuan pemecahan masalah dan berpikir kritis adalah komponen penting dalam pembelajaran yang dibutuhkan siswa perawat dan kemampuan mereka untuk mengaplikasikan teori dalam praktek. Dukungan dalam memperoleh keterampilan klinik sebaiknya preceptor lakukan dengan cara bedside teaching atau pembelajara langsung kepada pasien. Preceptor dapat memberikan contoh terlebih dahulu kepada perawat baru sebelum mereka melakukan tindakan tersebut, khususnya untuk tindakan yang perawat baru belum pernah lakukan. Peneliti berpendapat bimbingan preceptor pada perawat baru dalam memperoleh keterampilan klinik juga termasuk dalam memberikan kesempatan dan kepercayaan kepada perawat baru untuk melakukan tindakan klinik secara mandiri jika memang perawat baru sudah mampu melakukankannya. d. Memberikan pendampingan dalam hubungan tim pada perawat baru selama proses magang Informan menceritakan memperoleh pendampingan dalam pengembangan hubungan tim. Pengembangan hubungan tim yang informan alami yaitu dalam bentuk bimbingan oleh perawat senior selain pembimbing dalam melakukan tindakan klinis. Informan menceritakan bahwa bimbingan dan bantuan saat mengalami kesulitan dari perawat senior sangat membantu. Informan justru merasa bahwa perawat senior sangat membantu informan dalam melakukan tindakan klinis terutama saat preceptor tidak bisa membantu karena kesibukannya sebagai preceptor.
6
Hal tersebut menunjukkan bahwa dukungan preceptor melalui pendampingan perawat senior dalam hubungan tim sangat membantu preceptor dalam mengembangkan keterampilan klinis. Yonge dan Myrick (2004) menejelaskan bahwa preceptor adalah pengaruh utama dalam pengalaman praktek preceptee, anggota staf dalam praktek juga mempengaruhi dalam suasanan pembelajaran, dan kemudian dapat mempertinggi atau memngganggu pengalaman. Selama pengalaman preceptorship, staf berperan dalam sumber pembelajaran dan peran pendukung. Jika preceptor mempunyai hubungan kerja yang baik dengan staf secara dinamis dapat secara positif mempengaruhi pengalamn preceptee. Myrick (Yonge dan Myrick, 2005) mengungkapkan bahwa anggota staff termasuk siapa saja dari unit manajer perawat sampai staf perawat, dari dokter sampai fisioterapi, dari petugas keamanan sampai pegawai ruangan. Peneliti berpendapat anggota staf, khususnya perawat senior yang menjalin hubungan tim dengan informan sudah semestinya membantu informan dan bekerja sama dengan preceptor dalam mengembangkan keterampilan atau saat informan mengalami kesulitan. Hal tersebut membantu preceptor dalam bimbingan klinik pada informan.
2.
dalam praktek klinik selama proses magang Dukungan bimbingan preceptor pada perawat baru selama proses magang di Ruang Maria 2 dan Yosesf 3 Surya kencana Rumah Sakit Santo Borromeus perawat baru alami selama menjalani proses magang dan terangkum dalam tema yang muncul dari pernyataan ketujuh informan. Tema yang muncul dari pernyataan ketujuh informan, yaitu mensosialisasikan rutinitas pada perawat baru selama proses magang, memberikan pendampingan dalam keterampilan klinik pada perawat baru selama proses magang, memberikan bimbingan dalam memperoleh keterampilan klinik pada perawat baru selama proses magang, memberikan pendampingan dalam hubungan tim pada perawat baru selama proses magang
Saran Berikut saran-saran yang dapat peneliti berikan untuk preceptor, Rumah Sakit Santo Borromeus, STIKes Santo Borromeus dan peneliti selanjutnya:
2. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan analisa data yang telah dilakukan oleh peneliti, maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut: 1. Pengalaman perawat baru dalam praktek klinik selama proses magang di Ruang Maria 2 dan Yosesf 3 Surya kencana Rumah Sakit Santo Borromeus terangkum dalam pernyataan ketujuh informan dan ditemukan dua tema dari pernyataan tersebut, yaitu perasaan senang perawat baru dalam praktek klinik selama proses magang dan pengalaman rasa lelah perawat baru
1.
Bagi preceptor/pembimbing klinik Peneliti menyarankan agar preceptor menyediakan waktu lebih banyak untuk melakukan sosialisasi rutinitas mengenai situasi dan kondisi serta mensosialisasikan dengan baik kepada perawat baru selama proses magang.
2.
Bagi Rumah Sakit Santo Borromeus a. Peneliti menyarankan agar pihak Rumah Sakit menganjurkan preceptor untuk menggunakan pembelajaran interaktif di lapangan serta melakukan evaluasi pada perawat baru minimal 2 bulan sekali. b. Memperhatikan jumlah pembagian perawat baru pada setiap ruangan agar pereceptor di setiap ruangan dapat fokus melakukan bimbingan pada masing-masing perawat baru.
3.
Bagi penelitian selanjutnya Peneliti menyarankan untuk meneliti lebih lanjut mengenai pengalaman preceptor dalam membimbing perawat baru selama proses magang.
3.
7
DAFTAR PUSTAKA
Marquis, B.L & Houston, C.J. 2010. Leadership roles and management function in nursing: theory and application 5th edition. California: Lippincott Williams & Wilkins
Bumgarner, dkk. 2000. Rule overload and job satisfaction. Journal for Nurses in Staff Development. Volume 16Issue 6 – pp 249-256. Articles Casey, K.MS., Fink, R, Krugman, M. & Propst, J. 2004. The graduate nurse experience. Journal of nursing administration. Volume 34- Issue 6 – pp 303-311. Articles Depkes
Myrick, F. & Yonge, O. 2005. Nursing prceptorship connecting practice and education. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins Nursalam dan Efendi, F. 2008. Pendidikan dalam keperawatan. Jakarta: Salemba Medika
RI. 2006. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2005. Jakarta. Diambil dari www.depkes.go.id pada 16 Februari 2014
Ohrling, K & Hallberg, I.R. 2007. The meaning of preceptorship: nurses lived experience of being a preceptor. Journal of Advanced Nursing. Volume 33, Issue 4, pages 530-540
Dermawan, Deden. 2012. Mentorship dan perceptorship dalam keperawatan. AKPER POLTEKKES Bhakti Mulia Sukoharjo. Diambil dari ejournal.stikespku.ac.id/index.php/ profesi/article/download/9/7 pada 16 Februari 2014
Permenkes. 2010. Tentang ijin dan penyelenggaraan praktik perawat. Permenkes RI no. HK.02.02/Menkes/148/1/2010. Diambil dari bppsdmk.depkes.go.id/tkki/data/.../p ermenkes_47_tahun_2012.pdf pada 15 Februari 2014
Dharma, Kusuma K. 2011. Metodologi Penelitian Keperawatan: Panduan Melaksanakan dan menerapkan Hasil Peneitian. Jakarta: Trans Info Media Eley,
S.M. 2010. The power of preceptorship. Diambil dari http://rnjournal.com/journal-ofnursing/the-power-of-preceptorship pada 15 Februari 2014
Republik Indonesia. 2009. UU RI No 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit. Diambil dari www.depkes.go.id/.../UU_No._44_ Th_2009_ttg_Rumah_Sakit pada 16 Februari 2014
Gruendemann, Barbara J. 2005. Buku ajar keperawatan perioperatif. Vol. I. Jakarta: EGC
Saragih,
Halfer, D. 2007. A magnetic strategy for new graduate nurses. Nursing economics journal. Vol. 25 (1). Article Hidayat, A. Aziz A. 2004. Pengantar Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika _____.
Nurmaida. 2011. Penelitian: Hubungan program prceptorship dan kaarakteristik perawat dengan proses adaptasi perawat baru di PKSC, RSB, dan RSPI. Fakultas Ilmu Keperawatan: Universitas Indonesia
Shepard, Laslee H. 2009. Examining the Effectiveness of a Preceptorship on Clinical Competence for Senior Nursing Students in a Baccalaureate Program.Walden University
2009. Metode Penelitian Keperawatan dan Tekhnik Analisis Data. Jakarta: Salemba Medika
Sugiyono. 2014. Memahami penelitian kualitatif. Bandung: ALFABETA
Kuntoro, A. 2010. Buku ajar manajemen keperawatan. Yogyakarta: Penerbit Nuha Medika
Wicaksono, Denys Y. 2012. Penelitian: Kiat keperawatan (caring) dalam meningkatkan mutu asuhan
8
keperawatan. STIKES RS Babtis Kediri
9