```
Volume 2 Nomor 1, Maret 2009
ISSN
1979-3340
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ibu Hamil Trimester III Dalam Kunjungan Keempat (K4) Di Desa Dharma Camplong Wilayah Kerja Puskesmas Camplong Kabupaten Sampang Tahun 2008 Pengaruh Dukungan Keluarga Dan Pekerjaan Terhadap Pemberian ASI Eksklusif Di Wilayah Kerja Puskesmas Kelurahan Kemayoran, Bangkalan Pengaruh Informasi Terhadap Kemampuan Adaptasi Remaja Putri (12-15 Tahun) Dalam Menghadapi Menarche Di SMP Negeri 5 Bangkalan Pengaruh Persepsi Terhadap Perilaku Akseptor Memilih AKDR (Alat Kontrasepsi Dalam Rahim)
Dalam
Kajian Pengetahuan Ibu Tentang Pemberian ASI Eksklusif Pada Bayi Usia 6 - 12 Bulan Di Kelurahan Kemayoran Wilayah Kerja Puskesmas Kota Bangkalan Pengaruh Pemanfaatan APE (Alat Permainan Edukatif) Terhadap Perkembangan Motorik Kasar Pada Anak Usia 4-6 Tahun Di TK YKK II Bangkalan Pengaruh Peran Afektif Keluarga Terhadap Remaja Putri Tentang Aborsi
Persepsi
Cegah Kanker Serviks Dengan Vaksin Mengunyah Permen Karet Untuk Peristaltik Usus Ibu Post Partum
Meningkatkan
Penerbit : Akademi Kebidanan Ngudia Husada Madura Jl. R.E. Martadinata - Bangkalan 69116-Jawa Timur Telpon (031) 3061522 – Fax (031) 3091871 email :
[email protected] [email protected] JURNAL OBSGIN
VOL. 2
NO. 1
Hlm. 1-50
Bangkalan Maret 2009
ISSN 1979-3340
Volume 2 Nomor 1, Maret 2009
ISSN:
1979-3340
Jurnal Ilmiah Iilmu Kebidanan & Kandungan Jurnal OBSGIN (Obstetri dan Ginekologi) Adalah Jurnal Ilmiah Kebidanan dan Kandungan Jurnal OBSGIN merupakan wahana informasi bidang Ilmu Kebidanan dan Kandungan Yang menerbitkan hasil penelitian dan karya ilmiah terkait. Terbit pertama kali bulan Maret 2008 dengan frekuensi terbit dua kali setahun pada bulan Maret dan September Susunan Pengurus Jurnal
Pemimpin Umum
H. Mustofa Haris, S.Kp.,M.Kes
Ketua Penyunting Hj. Fitriah, S.Kep.,Ns.,M.Pd
Penyunting Ahli dr. Bambang Soetjahyo, Sp.OG dr. Mulyadi Amanullah, Sp.OG dr. Hamid Nawawi, Sp.A Tri Retnoningsih, S.SiT Hamimatus Zainiyah, S.ST
Penyunting Pelaksana Ulva Noviana, S.Kep.,Ns Ponco Indah arista, S.SiT
Keungan dan Sirkulasi Nur Hidayanto, SE. Hikmah Fauziyah, S.IP
Penerbit Akademi Kebidanan Ngudia Husada Madura
Alamat Redaksi Jl. RE. Martadinata – Bangkalan Telp. (031) 3061522, Fax. (031) 3091871
Penerbit : Akademi Kebidanan Ngudia Husada Madura
Jl. R.E. Martadinata - Bangkalan 69116-Jawa Timur Telpon (031) 3061522 – Fax (031) 3091871 email :
[email protected]
[email protected]
Volume 2 Nomor 1, Maret 2009
ISSN:
1979-3340
Jurnal Ilmiah Iilmu Kebidanan & Kandungan DAFTAR ISI : Dari Meja Penyunting .......................................................................................................
iv
PENELITIAN ILMIAH # Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ibu Hamil Trimester III Dalam Kunjungan Keempat (K4) Di Desa Dharma Camplong Wilayah Kerja Puskesmas Camplong Kabupaten Sampang Tahun 2008 Tri Retno Ningsih ....................................................................................................
1-7
#
Pengaruh Dukungan Keluarga Dan Pekerjaan Terhadap Pemberian ASI Eksklusif Di Wilayah Kerja Puskesmas Kelurahan Kemayoran, Bangkalan R. Santi Agustini ......................................................................................................
8 - 14
Penagruh Informasi Terhadap Kemampuan Adaptasi Remaja Putri (12 – 15 Tahun) Dalam Menghadapi Menarche di SMP Negeri 5 Bangkalan Ulva Noviana ............................................................................................................
15 - 20
Pengaruh Persepsi Terhadap Perilaku Akseptor Dalam Memilih AKDR (Alat Kontrasepsi Dalam Rahim Ika Reskiyatin ..........................................................................................................
21 - 27
Kajian Pengetahuan Ibu Tentang Pemberian ASI Eksklusif Pada Bayi Usia 6 – 12 Bulan Di Kelurahan Kemayoran Wilayah Kerja Puskesmas Kota Bangkalan Ponco Indah Arista ..................................................................................................
28 - 33
Pengaruh Pemanfaatan APE (Alat Permainan Edukatif) Terhadap Perkembangan Motik Kasar Pada Anak Usia 4 – 6 Tahun Di TK YKK II Bangkalan Hamimatus Zainiyah ...............................................................................................
34 - 39
Pengaruh Peran Afektif Keluarga Terhadap Persepsi Remaja Putri Tentang Aborsi Rodiyatun .................................................................................................................
40 - 45
ARTIKEL KESEHATAN # Cegah Kanker Serviks Dengan Vaksin Mufarika . .................................................................................................................
46 – 47
#
#
#
#
#
#
Mengunyah Permen Karet Untuk Meningkatkan Peristaltik Usus Ibu Post Partum Nisfil Mufidah ...........................................................................................................
48 – 50
Penerbit: Akademi Kebidanan Ngudia Husada Madura. Jl. R.E. Martadinata, Bangkalan 69116. Telp. (031) 3061522. Fax. (031) 3091871 e-mail:
[email protected] ,
[email protected]
Dari Meja Penyunting Puji syukur kami panjatkan kehadirat ALLAH SWT ayang telah melimpahkan rahmat, taufik, dan hidayahNYA kepada kami sehingga Jurnal Ilmiah Obsgin ini dapat terbit sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan. Jurnal ini diterbitkan sebagai salahsatu sarana penyampaian informasi di bidang kesehatan khsusunya bidang kebidanan dan kandungan yang dapat diakses oleh segenap kalangan masyarakat yang berhubungan dengan bidang kesehatan maupun masyarakat pada umumnya. Penerbitan Jurnal Obsgin Volume 2, Nomor 1, April 2009 diharapkan dapat lebih menarik pembaca untuk membaca. Pada penerbitan ini tulisan ilmiah yang disajikan meliputi kehamilan trimester III, pemberian ASI eksklusif, menarche, alat kontrasepsi, pemanfaatan APE dalam perkembangan motorik kasar anak, aborsi, pencegahan kanker serviks, dan manfaat permen karet pada ibu post partum. Ucapan terima kasih kami sampaikan para tim penyunting ahli, dan segenap tim penerbit Jurnal Obsgin ini atas kerja kerasnya sehingga dapat menghasilkan karya ilmiah yang dapat meningkatkan wawasan di bidang kesehatan. Ucapan terima kasih kami ucapkan pula kepada para peneliti dan penulis atas partisipasinya mengirimkan karya ilmiahnya baik berupa penelitian, maupun artikel. Redaksi Jurnal Obsgin selalu membuka kesempatan bagi para penulis yang bersedia menyumbangkan karya ilmiahnya untuk dipublikasikan di Jurnal Obsgin. Harapan kami Jurnal Obsgin ini dapat memberikan manfaat bagi segenap insan kesehatan pada khususnya dan seluruh pembaca pada umumnya. Kritik dan saran dari pembaca sangat kami harapkan demi kemajuan jurnal ini, dan semoga dengan diterbitkannya Jurnal Obsgin ini akan semakin meningkatkan semangat para peneliti untuk menulis.
Bangkalan,
Maret 2009
PENYUNTING
Faktor Yang Mempengaruhi Ibu Hamil Trimetser III Dalam Kunjungan Keempat (Tri Retno Ningsih)
PENELITIAN ILMIAH
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ibu
ABSTRACT
Hamil Trimester III Dalam Kunjungan
K4 is pregnant mother contact with fourthly health energy (or more) to get antenatal service according to specified standard on condition that minimize once contact at quarterly I,II and of III. Attainment of K4 countryside of Dharma Camplong do not fulfill goals. This matter because of some internal factor among others work and education. As for intention of this research is to analyse influence of work and education to fourth visit ( K4). Desain Research which is used in this research is analytic survey and population the taken is pregnant mother of TM III counted 23 countryside people of Dharma Camplong District Of Camplong Sub-Province Sampang. Data collecting use kuesioner. obtained to be data to be analysed by using analysis of univariat with statistical test of MannWhitney. Result of research to 23 pregnant mother is the countryside got that education of SD equal to 60,9%, working equal to 69,6%, do not check its pregnancy completely equal to 65,2%. Pursuant to result of statistical test of mann-whitney show result 0,000 that is Ha accepted with the meaning there are influence of education to fourth visit ( pregnant Mother K4) to health energy while for work to show result 0,001 that is Ha accepted with the meaning there are influence [among/between] work with fourth visit ( pregnant Mother K4). Conducted effort that is improving role of cadre and midwife of posyandu countryside as organizer, giver of information / counselling about health especially inspection of pregnancy [at] pregnant mother of TM III besides is also required by important role of elite figure like countryside government officer and moslem scholar.
Keempat
(K4)
Di
Desa
Dharma
Camplong Wilayah Kerja Puskesmas Camplong Kabupaten Sampang Tahun 2008
The Factors Influence of Pregnant Mother Trimester III in Fourth Visit (K4) at Village Dharma Camplong at Area Puskesmas Camplong in Sampang Regency of Year 2008
TRI RETNO NINGSIH * ULVA NOVIANTI * * Akademi Kebidanan Ngudia Husada Madura
1
Keyword : Influence, Education and Work, K4 Correcpondence : Tri Retno Ningsih, Jl. R.E. Martadinata Bangkalan, Indonesia
PENDAHULUAN Kehamilan merupakan keadaan yang krisis dimana memerlukan kematangan fisik maupun mental sehingga dapat menimbulkan stress. Oleh karena itu setiap ibu hamil memerlukan asuhan selama masa kehamilan (asuhan antenatal) sebagai bentuk dari tanggung jawab ibu terhadap kesehatan dirinya sendiri dan anak dalam kandungannya (Salmah, 2006:76). Asuhan antenatal adalah suatu program yang terencana berupa observasi, edukasi dan penanganan medik pada ibu hamil, untuk memperoleh suatu proses kehamilan dan persalinan yang aman dan memuaskan. Dengan tujuan untuk menjaga agar ibu sehat selama kehamilan, persalinan, nifas dan mengusahakan bayi yang dilahirkan sehat serta memantau kemungkinan adanya resiko-resiko kehamilan dan merencanakan penatalaksanaan yang optimal terhadap kehamilan resiko tinggi. Karena kesehatan dan kelangsungan hidup ibu dan bayi sangat dipengaruhi oleh asuhan kebidanan yang diberikan oleh tenaga bidan melalui pendekatan manajemen kebidanan yang diberikan kepada ibu, anak, keluarga, dan masyarakat terkait pada pelayanan antenatal (Hariyono, 2004). Faktor-faktor yang paling dominan ibu hamil untuk melakukan Antenatal care yaitu faktor pekerjaan, pendidikan, dukungan keluarga dan pelayanan kesehatan yang memadai. Faktor pekerjaan merupakan salah satu faktor dan selalu menjadi penentu dalam pemeriksaan kehamilan. Keluarga dengan tingkat ekonomi yang cukup akan
memeriksakan kesehatannya secara rutin. Sedangkan faktor dukungan keluarga, tingkat pendidikan, pengetahuan dan persepsi tentang kesehatan khususnya kesehatan terhadap ibu hamil akan berpengaruh terhadap akses pelayanan kesehatan. Hal ini bertujuan sebagai upaya peningkatan keberhasilan pelayanan kesehatan bagi ibu hamil dalam suatu wilayah kerja serta pencapaian target program pemerintah tentang pelayanan antenatal care pada tahun 2010 yaitu sebesar 100 % (Depkes RI, 2000). Pemeriksaan kehamilan oleh tenaga kesehatan sebaiknya adalah minimal 4 kali selama masa kehamilan. Namun sebenarnya tidak ada tolok ukur berapa kali ibu harus memeriksakan kehamilan. Biasanya dilakukan sebulan sekali, dan ketika memasuki bulan persalinan, konsultasi dua minggu sekali. Sedangkan Departemen Kesehatan RI memberi patokan yaitu minimal 1 kali pada trimester pertama, 1 kali pada trimester kedua, dan 2 kali pada trimester tiga. K4 adalah kontak ibu hamil dengan tenaga kesehatan yang ke empat atau lebih untuk mendapatkan pelayanan antenatal yang sesuai. Diharapkan ibu hamil khususnya trimester III memeriksakan kehamilannya ketenaga kesehatan minimal 4 kali sehingga tenaga kesehatan dapat mendeteksi secara dini apabila terdapat kelainankelainan pada kehamilan ibu dan dapat menentukan tempat persalinan yang sesuai. Berdasarkan data yang diperoleh di wilayah kerja Puskesmas Camplong menunjukkan bahwa sasaran ibu hamil selama bulan Januari-Juni
2 2008 didesa Dharma Camplong sasaran ibu hamil sebanyak 190 orang. Target pencapaian K4 yang diharapkan pada bulan Januari-Juni sebesar 45 % tetapi kenyataannya cakupan K4 pada bulan Januari-Juni sebesar 38,42 %. Data ini menunjukkan bahwa kunjunan K4 di Desa Dharma Camplong Kecamatan Camplong Kabupaten Sampang belum memenuhi target. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor internal diantaranya pendidikan, pekerjaan, pengetahuan, persepsi serta motivasi ibu hamil untuk memeriksakan kehamilan ketenaga kesehatan disamping itu juga terdapat faktor eksternal seperti sosial budaya, dukungan keluarga. Apabila angka cakupan K4 yang berada dibawah target tidak cepat ditangani akan memberikan dampak kurang baik terhadap pencapaian tujuan Indonesia sehat secara keseluruhan. Karena resiko peningkatan kejadian ibu hamil dengan resiko tinggi yang tidak terdeteksi secara dini, dapat mengarah pada komplikasikomplikasi yang lebih berat, sehingga mengakibatkan angka kesakitan dan kematian pada ibu meningkat. Untuk meningkatkan cakupan K4 dapat dilakukan dengan berbagai upaya diantaranya adalah dengan meningkatkan peran bidan sebagai pengelola layanan kesehatan di masyarakat dan pelaksana layanan KIA (kesehatan ibu dan anak). Misalnya menempatkan bidan di desa yang mempunyai kemampuan dalam pengelolaan pondok bersalin desa, pemberian informasi/ penyuluhan, pengaktifan kader posyandu, pemanfaatan posyandu, kemitraan dengan dukun, pendekatan dan pengadaan pemberian makanan tambahan, melakukan kunjungan rumah, peran serta masyarakat terutama tokoh masyarakat dan kader posyandu juga harus aktif dalam menemukan, melaporkan dan membawa ibu hamil ke tenaga kesehatan untuk memeriksakan kehamilannya. Berdasarkan masalah di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi ibu hamil trimester III dalam kunjungan/ pemeriksaan kehamilan ke tenaga kesehatan di Desa Dharma Camplong wilayah kerja Puskesmas Camplong Kabupaten Sampang tahun 2008. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh faktor tingkat pendidikan dan pekerjaan ibu hamil terhadap kunjungan keempat (K4) ibu hamil di Desa Dharma Camplong Kecamatan Camplong Kabupaten Sampang. TINJAUAN PUSTAKA Konsep Dasar Pendidikan Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat (Undang-Undang RI, 2003). Sedangkan jenjang pendidikan adalah tahapan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai dan kemampuan yang dikembangkan (Undang-Undang RI, 2003), jenjang pendidikan tersebut terbagi
Jurnal Ilmiah Ilmu Kebidanan dan Kandungan, Vol. 2, No. 1, April 2009 : 1 - 7
menjadi : (1) Pendidikan dasar, yaitu pendidikan selama 9 tahun pertama masa sekolah anak-anak yang melandasi jenjang pendidikan menengah berbentuk Sekolah Dasar (SD), dan Madrasah Ibtidaiyah (MI), serta Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs), dan bentuk lain sederajat; (2) Pendidikan menengah, yaitu pendidikan lanjutan pendidikan dasar berbentuk Sekolah Menengah Atas (SMA), Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), dan Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK) atau bentuk lain yang sederajat ); dan (3) Pendidikan tinggi, yaitu Pendidikan yang mencakup program pendidikan diploma, sarjana, magister, doktor, dan spesialis. Jenis perguruan tinggi dapat berbentuk Akademik, Politeknik, Sekolah Tinggi, Institut atau Universitas (Undang-Undang RI:2003). Jalur pendidikan adalah wahana yang dilalui peserta didik untuk mengembangkan potensi diri dalam proses pendidikan yang sesuai dengan tujuan pendidikan (Undang-Undang RI, 2003). Jalur pendidikan ini terbagi menjadi : 1) Pendidikan formal, yaitu pendidikan yang diselenggarakan di sekolah-sekolah pada umumnya. Jalur pendidikan ini mempunyai jenjang pendidikan yang jelas, mulai dari pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi; dan 2) Pendidikan non formal yang meliputi pendidikan dasar dan pendidikan lanjutan. Pendidikan dasar mencakup pendidikan keaksaraan dasar, keaksaraan fungsional dan keaksaraan lanjutan paling banyak ditemukan dalam Pendidikan Usia Dini (PAUD), Taman Pendidikan AlQur’an (TPA) maupun Pendidikan Lanjut Usia. Pemberantasan Buta Aksara (PBA) serta program paket A (serata SD), paket B (setara B) adalah merupakan pendidikan dasar (Undang-Undang RI:2003), sedangkan pendidikan lanjutan meliputi program paket C (setara SLA), kursus, pendidikan vokasi, latihan keterampilan lain baik dilaksanakan secara terorganisasi maupun tidak terorganisasi (Undang-Undang RI : 2003) Pendidikan non formal mengenal pula Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) sebagai pangkalan program yang dapat berada di dalam satu kawasan setingkat atau lebih kecil dari kelurahan/desa. PKBM dalam istilah yang berlaku umum merupakan padanan dari Community Learning Center (CLC) yang menjadi bagian komponen dari Community Center (Undang-Undang RI : 2003) Jenis pendidikan adalah kelompok yang didasarkan pada kekhususan tujuan pendidikan suatu satuan pendidikan (Undang-Undang RI, 2003) yang terdiri dari pendidikan umum, pendidikan kejuruan, pendidikan akademik, pendidikan profesi, pendidikan vokasi, pendidikan keagamaan, dan pendidikan khusus. Konsep Dasar Pekerjaan Pekerjaan adalah mata pencaharian, kegiatan ekonomi, merupakan suatu aktifitas manusia guna mempertahankan hidupnya dan memperoleh hidup layak, corak dan macam aktifitas berbeda sesuai dengan kemampuan masyarakat yang bersagkutan (Hartono dan Aziz. 2004). Sistem mata pencaharian hidup dari suatu masyarakat
Faktor Yang Mempengaruhi Ibu Hamil Trimetser III Dalam Kunjungan Keempat (Tri Retno Ningsih)
makin lama makin bertambah banyak macamnya dan mengalami perubahan dari zaman-kezaman. Perbedaan dalam sistem mata pencarian hidup ini di sebabkan adanya perbedaan sifat, bakat dan kemampuan serta tingkat kebudayaan setempat. Menurut Koentjara urutan sistem mata pencaharian hidup adalah berburu dan meramu, perikanan, bercocok tanam diladang, bercocok tanam menetap. Sedangkan menurut Jones dan darkenwalel adalah pengumpulan, perburuan, perikanan, peternakan dan pertanian (farming), kebutuhan, kerajinan dan perusahaan rumah tangga (manufacturing), industri, pertambahan dan pengangkutan, dan perdagangan (trade). Konsep Dasar Kehamilan Kehamilan adalah suatu keadaan dimana janin dikandung di dalam tubuh wanita, yang sebelumnya diawali dengan proses pembuahan dan kemudian akan diakhiri dengan proses persalinan. Kehamilan adalah suatu krisis yang mematangkan dan dapat menimbulkan stress tetapi imbalannya adalah wanita tersebut siap memasuki fase baru untuk bertanggung jawab dan memberi perawatan (Salmah.2006:76). Sedangkan ibu hamil adalah wanita yang tidak mendapatkan haid selama satu bulan atau lebih disertai tanda-tanda kehamilan subyektif dan obyektif (Depkes RI, 1993). Pemeriksaan kehamilan adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk memeriksa keadaan ibu dan janin secara berkala, yang diikuti dengan upaya koreksi terhadap penyimpangan yang ditemukan (Depkes RI, 1994:1). Sungguh amat ideal bila tiap wanita hamil mau memerikakan diri ketika haidnya terlambat sekurang-kurangnya satu bulan. Keuntungannya adalah bahwa kelainan-kelainan yang mungkin ada atau akan timbul pada kehamilan tersebut lekas diketahui dan segera dapat diatasi sebelum berpengaruh tidak baik terhadap kehamilan tersebut (Prawirahardjo, 2000). K4 adalah kontak ibu hamil ketenaga kesehatan yang keempat (atau lebih) untuk mendapatkan pelayanan antenatal sesuai standart (Depkes RI,1996). Kunjungan ibu hamil adalah kontak ibu hamil dengan tenaga professional untuk mendapatkan pelayanan antenatal sesuai standart yang ditetapkan. Istilah “ kunjungan “di sini tidak hanya mengandung arti bahwa ibu hamil yang berkunjung ke fasilitas pelayanan, tetapi setiap kontak tenaga kesehatan (di posyandu, pondok bersalin desa, kunjungan rumah) dengan ibu hamil untuk memberikan pelayanan antenatal sesuai dengan standart dapat dianggap sebagai kunjungan ibu hamil (Depkes RI, 1995). Kunjungan ibu hamil meliputi 1) Kunjungan baru ibu hamil (K1), yaitu kunjungan ibu hamil yang pertama kali pada masa kehamilan; 2) Kunjungan ulang ibu hamil, yaitu kontak ibu hamil dengan tenaga kesehatan yang ke dua dan seterusnya, untuk mendapatkan pelayanan antenatal sesuai standart selama satu periode kehamilan berlangsung, dan 3) K4, yaitu kontak ibu hamil dengan tenaga kesehatan yang ke empat (atau lebih) untuk mendapatkan pelayanan antenatal sesuai standart yang ditetapkan, dengan syarat : a) minimal satu kali kontak pada triwulan I, b) minimal satu kali kontak pada triwulan II, c) minimal dua kali
3
kontak pada triwulan III (Depkes RI, 1996). Cakupan kunjungan ibu hamil (cakupan K4) adalah persentase ibu hamil di suatu wilayah, dalam kurun waktu tertentu, yang mendapatkan pelayanan antenatal sesuai standart paling sedikit empat kali, dengan distribusi pemberi pelayanan minimal satu kali pada triwulan pertama, satu kali pada triwulan kedua, dan dua kali pada triwulan ketiga (Depkes RI, 1993). Konsep Pelayanan Antenatal Tujuan pelayanan antenatal adalah 1) Memantau kemajuan kehamilan untuk memastikan kesehatan ibu dan tumbuh kembang bayi; 2) Meningkatkan dan mempertahankan kesehatan fisik, mental, dan sosial ibu dan bayi; 3) Mengenali secara dini adanya ketidaknormalan atau komplikasi yang mungkin terjadi selama hamil, termasuk riwayat penyakit secara umum, kebidanan dan pembedahan; 4) Mempersiapkan persalinan cukup bulan, melahirkan dengan selamat, ibu maupun bayinya dengan trauma seminimal mungkin; 5) Mempersiapkan ibu agar masa nifas berjalan normal dan pemberian ASI eksklusif; dan 6) Mempersiapkan peran ibu dan keluarga dalam menerima kelahiran bayi agar dapat tumbuh berkembang secara alami. Kebijakan program pelayanan antenatal adalah 1) Kunjungan antenatal sebaiknya dilakukan paling sedikit 4 kali selama kehamilan, yaitu: satu kali pada triwulan pertama, satu kali pada triwulan kedua, dan dua kali pada triwulan ketiga; 2) pelayanan/asuhan standar minimal termasuk “14T”, yaitu timbang berat badan, tinggi badan, ukur tekanan darah, ukur tinggi fundus uteri, pemberian imunisasi (tetanus toksoid) TT lengkap, pemberian tablet zat besi minimum 90 tablet selama kehamilan, tes terhadap penyakit menular seksual, temu wicara dalam rangka persiapan rujukan, tablet iodium, tablet malaria, teknik perawatan payudara, tekniksenam hamil, tes hb sahli, dan tes laboratorium urin reduksi dan protein. Pelayanan/asuhan antenatal ini hanya dapat diberikan oleh tenaga kesehatan professional dan tidak dapat diberikan oleh dukun bayi. Penatalaksanaan ibu hamil secara keseluruhan meliputi komponen-komponen sebagai berikut : mengupayakan kehamilan yang sehat, melakukan deteksi dini komplikasi, melakukan penatalaksanaan awal serta rujukan bila diperlukan, persiapan persalinan yang bersih dan aman, dan perencanaan antisipatif dan persiapan dini untuk melakukan rujukan jika terjadi komplikasi. Target cakupan pelayanan antenatal adalah target tahunan. Dengan demikian, target bulanan dapat diperkirakan yaitu dengan membagi target tahunan tersebut dengan 12 ( bulan ) (Depkes RI,1996:51). Konsep Dasar Perilaku Perilaku manusia pada hakekatnya adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain : berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca, dan sebagainya, dimana perilaku merupakan suatu kegiatan atau aktifitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan (Notoatmodjo, 2003:114). Perilaku (manusia) adalah
4 semua kegiatan atau aktifitas manusia, baik yang dapat dinikmati langsung, maupun yang tidak dapat diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar. Sedangkan menurut Skinner (1938) yang dikutip dari Notoamodjo (2003:114), merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seorang terhadap organisme dan kemudian organisme tersebut merespon. Skinner berpendapat bahwa batasan perilaku kesehatan adalah suatu respon seseorang (organisme) terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan makanan dan minuman, serta lingkungan (Notoatmodjo, 2003 :121). Bentuk-bentuk perilaku terbagi menjadi perilaku tertutup (Covert Behavior) dan perilaku terbuka (Overt Behavior). Prosedur pembentukan perilaku antara lain : 1) melakukan identifikasi tentang hal-hal yang merupakan penguat atau reinforcer berupa hadiah-hadiah atau reward bagi perilaku yang akan dibentuk, 2) melakukan analisis untuk mengidentifikasi komponen-komponen kecil yang membentuk perilaku yang dikehendaki. Kemudian komponen-tersebut disusun dalam urutan yang tepat untuk menuju kepada terbentuknya perilaku yang dimaksud; 3) menggunakan secara urut komponen-komponen itu sebagai tujuan-tujuan sementara, mengidentifikasi reinforcer atau hadiah untuk masing-masing komponen tersebut; dan 4) melakukan pembentukan perilaku dengan menggunakan urutan komponen yang telah tersusun itu sampai seluruh perilaku yang diharapkan terbentuk (Notoatmodjo, 2003:116). Menurut teori Scehandu Kar dalam Notoatmojo (2003: 166) bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku adalah 1) niat seseorang untuk bertindak sehubungan dengan kesehatan atau perawatan kesehatannya (Behavior Intention); 2) dukungan sosial dari masyarakat sekitarnya (SocialSupport); 3) adanya atau tidak adanya informasi tentang kesehatan atau fasilitas kesehatan (Accessebility Of Information); 4) otonomi pribadi yang bersangkutan dalam hal ini mengambil tindakan atau keputusan (Personal Autonomy); dan 4) situasi yang memungkinkan untuk bertindak atau tidak bertindak (Action Situation) Strategi atau perubahan perilaku menurut WHO dikelompokkan menjadi 3, yaitu 1) Menggunakan kekuatan (kekuasaan) atau dorongan, 2) Pemberian Informasi, dan 3) Diskusi Partisipasi. Sedangkan proses adopsi perilaku menurut Notoatmodjo (2003) antara lain : 1) Awareness (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui stimulus (objek) terlebih dahulu; 2) Interest, yakni orang mulai tertarik kepada stimulus; 3) Evaluation (menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya). Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi; 4) Trial, orang telah mencoba perilaku baru; dan 5) Adaption, subjek telah berperilaku sesuai dengan pengetahuan kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus. METODE PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penelitian adalah ”Survey Analitik” yaitu peneliti mencoba 1)
Jurnal Ilmiah Ilmu Kebidanan dan Kandungan, Vol. 2, No. 1, April 2009 : 1 - 7
Menggali pengaruh variabel, 2) Menggali bagaimana dan mengapa fenomena kesehatan itu terjadi, 3) melakukan analisis dinamika korelasi antara fenomena, baik antara faktor resiko dengan faktor efek, antar faktor resiko, maupun antar faktor efek (Notoadmodjo, 2005:145). Desain penelitian menggunakan ”Cross sectional” yaitu observasi atau pengukuran terhadap variabel tergantung (dependent) dan variabel bebas (Independent) hanya satu kali sekaligus pada waktu yang sama tanpa melakukan tindakan lanjut. Variabel bebas (independent) dalam penelitian ini adalah pendidikan dan pekerjaan, sedangkan variabel tetapnya (dependen) adalah kunjungan keempat (K4). Variabel pendidikan diukur dengan parameter tidak sekolah, SD, SMP, SMA, dan perguruan tinggi. Variabel pekerjaan menggunakan parameter tidak bekerja dan bekerja. Sedangkan variabel K4 menggunakan parameter tidak lengkap dan lengkap. Populasi penelitian ini adalah ibu hamil TM III di Desa Dharma Camplong Kabupaten Sampang berdasarkan estimasi bidan sebanyak 23 orang. Sedangkan sampelnya adalah total populasi. Teknik pengumpulan data menggunakan kuesioner. Analisis data yang digunakan adalah uji mannwhitney dengan taraf kesalahan 5% HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Tempat Penelitian Dari hasil survei didapatkan bahwa tempat penelitian mempunyai luas 694.450 ha yang terdiri dari 7 dusun dan penduduknya berjumlah 11.159 jiwa dan 1.637 Kepala Keluarga (KK). Jumlah tenaga bidan sebanyak 2 orang. Gambaran Umum Responden Gambaran umum responden dalam penelitian ini terdiri dari tingkat pendidikan dan pekerjaan responden. Tabel 1 Distribusi tingkat pendidikan responden di Desa Dharma Camplong Kabupaten Sampang, Tahun 2008 Pendidikan Frekuensi Presentase (%) Tidak sekolah 1 4,3 SD 14 60,9 SMP 5 21,7 SMA 3 13 Total 23 100 Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa mayoritas responden berpendidikan SD yaitu sebesar 60,9%. Hal ini dapat menyebabkan tingkat kesadaran masyarakat untuk memeriksakan kehamilannya. Tingkat pendidikan menengah akan dapat menyebabkan masyarakat mampu berperilaku atau menghadapi perilaku kesehatan dengan baik karena pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana yang dilakukan dengan cara persuasif, bujukan, himbauan, ajakan, memberikan informasi, dan kesadaran untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
Faktor Yang Mempengaruhi Ibu Hamil Trimetser III Dalam Kunjungan Keempat (Tri Retno Ningsih)
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat. (Undang-udang RI, 2003), Dengan demikian pendidikan mempunyai peranan penting bagi perilaku kesehatan, karena pendidikan merupakan segala upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain baik individu, kelompok atau masyarakat sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan (Notoatmodjo 2003 : 16) Tabel 2 Distribusi pekerjaan responden di Desa Dharma Camplong Kabupaten Sampang Tahun 2008 Pekerjaan Frekuensi Presentase (%) Bekerja Tidak bekerja Total
16 7
69,6 30,4
23
100
Dari hasil penelitian seperti yang terlihat pada tabel di atas menunjukkan bahwa sebagian besar ibu hamil TM III yang tidak bekerja sebanyak 7 orang (30,4%), ibu hamil TM III yang bekerja sebanyak 16 orang (69,6%). Mata pencaharian tiap individu masyarakat akan selalu berubah seiring perkembangan zaman dan tingkat pengetahuan individu terhadap pekerjaannya tersebut. Pekerjaan adalah mata pencaharian, kegiatan ekonomi, merupakan aktifitas manusia guna mempertahankan hidupnya dan memperoleh hidup dan layak (Hartono H, Drs dan Aziz Arnicun, Dra. 2004:24). Pekerjaan ibu dapat mempengaruhi terhadap pemeriksaan kehamilan, jika ibu dapat mengatur waktu bekerja maka ibu akan memeriksakan kehamilannya ketenaga kesehatan (bidan). Sebaliknya apabila ibu tidak dapat mengatur waktu pekerjaan, maka ibu cenderung tidak memeriksakan kehamilannya ketenaga kesehatan (bidan)
5
Tabel 3 Distribusi kunjungan keempat (K4) responden di Desa Dharma Camplong wilayah kerja Puskesmas Camplong Kabupaten Sampang Tahun 2008. Kunjungan Frekuensi Presentase (%) keempat (K4) Lengkap 6 26,1 Tidak lengkap 17 73,9 Total 23 100 Berdasarkan tabel 3 di atas menunjukkan bahwa sebagian besar ibu hamil TM III tidak memeriksakan kehamilannya secara lengkap sebanyak 17 orang (73,9%), yang memeriksakan kehamilannya secara lengkap sebanyak 6 orang (26,1%). Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa ibu hamil tidak memeriksakan kehamilannya secara lengkap ketenaga kesehatan. Kunjungan keempat (K4) adalah kontak ibu hamil dengan tenaga kesehatan yang keempat (atau lebih) untuk mendapatkan pelayanan antenatal (Depkes RI, 1996:7). Tujuan pemeriksaan kehamilan adalah ibu dan bayi yang sehat pada akhir kehamilan. Agar tujuan tersebut tercapai, pemeriksaan kehamilan harus segera dilaksanakan begitu diduga terjadi kehamilan, dan dilaksanakan terus secara berkala selama kehamilan, yaitu ibu harus melakukan pemeriksaan antenatal paling sedikit 4 kali. Satu kali kunjungan pada trimester pertama, satu kali kunjungan pada trimester kedua dan dua kali kunjungan pada trimester ketiga. Pengaruh pendidikan terhadap kunjungan keempat (K4) ibu hamil TM III di Desa Dharma Camplong Kabupaten Sampang Hasil penelitian tentang pengaruh pendidikan terhadap K4 ibu hamil TM III di Desa Dharma Camplong Kabupaten Sampang adalah seperti terlihat pada tabel berikut :
Tabel 4 Tabulasi silang antara pendikan dan kunjungan keempat (K4) di Desa Dharma Camplong wilayah kerja Puskesmas Camplong Kabupaten Sampang tahun 2008. Kunjungan keempat (K4) Total Pendidikan lengkap Tidak lengkap Jumlah Persentase (%) Jumlah Persentase (%) Jumlah Persentase (%) Tidak sekolah 0 0 1 4,3 1 4,3 SD 0 0 14 60,9 14 60,9 SMP 4 17,4 1 4,3 5 21,7 SMA 2 8,1 1 4,3 3 13 Total 6 26,1 17 73,9 23 100 Mann-whitney α = 0,05 ρ = 0.000 Dari tabel 4 menunjukkan bahwa 60,9% responden berpendidikan SD tidak memeriksakan kehamilannya secara lengkap. Hasil uji statistik dengan Mann-Whitney diperoleh ρ = 0,000 < α = 0,05 sehingga Ha diterima, artinya ada pengaruh antara pendidikan terhadap kunjungan keempat (K4) ibu hamil TM III. Sesuai dengan Permata (2002) yang mengemukakan bahwa mereka yang mempunyai tingkat pendidikan yang lebih tinggi cenderung memanfaatkan pelayanan kesehatan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ibu hamil sebagian besar 60,9% berpendidikan SD dan tidak
memeriksakan kehamilannya secara lengkap. Tingkat pendidikan mempengaruhi kesadaran terhadap pentingnya arti kesehatan sehingga mendorong ibu untuk memeriksakan kehamilannya ketenaga kesehatan. Pendidikan yang rendah menyebabkan pengetahuan ibu hamil tentang halhal ataupun resiko yang berhubungan dengan kehamilan juga rendah. Hal ini lebih nampak bila tidak mempunyai akses terhadap informasi seperti mendengarkan penyuluhan, menonton televisi, membaca koran maupun mendapat informasi dari teman atau tetangga.
6 Pengaruh pekerjaan terhadap kunjungan keempat (K4) ibu hamil TM III di Desa Dharma Camplong Kabupaten Sampang
Jurnal Ilmiah Ilmu Kebidanan dan Kandungan, Vol. 2, No. 1, April 2009 : 1 - 7
Dharma Camplong Kabupaten Sampang adalah seperti terlihat pada tabel berikut :
Hasil penelitian tentang pengaruh pekerjaan terhadap K4 ibu hamil TM III di Desa Tabel 5 Tabulasi silang antara pekerjaan dan kunjungan keempat (K4) di Desa Dharma Camplong wilayah kerja Puskesmas Camplong Kabupaten Sampang tahun 2008. Kunjungan keempat (K4) Total Pekerjaan Lengkap Tidak lengkap Jumlah Persentase (%) jumlah Persentase (%) jumlah Persentase (%) Bekerja 1 4,3 15 65,2 16 69,6 Tidak bekerja 5 21,7 2 8,7 7 30,4 Total 6 26,1 17 73,9 23 100 Mann-Whitney α = 0,05 ρ = 0,001 Hasil penelitian diketahui bahwa mayoritas ibu hamil TM III yang bekerja cenderung tidak memeriksakan kehamilan secara lengkap ketenaga kesehatan yaitu sebanyak 15 orang (65,2%). Berdasarkan analisis uji Mann-Whitney menunjukkan hasil bahwa ρ = 0,001 < α 0,05 sehingga Ha diterima. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh pekerjaan terhadap kunjungan keempat (K4) ketenaga kesehatan. Suatu pemenuhan kebutuhan dan/atau keperluan yang bersifat jasmaniah dan rohaniah, baik di dalam maupun di luar hubungan kerja, yang secara langsung atau tidak langsung dapat mempertinggi produktivitas kerja dalam lingkungan kerja yang aman dan sehat ( Undang-undang RI;2003). Berdasarkan tabel 4.5 bahwa ibu hamil sebagian besar 65,2 % bekerja dan tidak memeriksakan kehamilannya secara lengkap. Oleh karena itu ibu hamil yang bekerja cenderung kurang memperhatikan masalah kesehatan kehamilan. Hal ini disebabkan karena faktor kesibukan ibu hamil seperti yang terjadi di masyarakat pedesaan yang mana mereka dituntut untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dengan bekerja sebagai buruh pabrik, pedagang dan lain-lain.( Hartono, 2004:24) SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Sebagian besar ibu hamil TM III di Desa Dharma Camplong Wilayah Kerja Puskesmas Camplong Kabupaten Sampang (60,9%) berpendidikan SD Sebagian besar ibu hamil TM III di Desa Dharma Camplong Wilayah Kerja Puskesmas Camplong Kabupaten Sampang (69,6%) bekerja Sebagian besar ibu hamil TM III di Desa Dharma Camplong Wilayah Kerja Puskesmas Camplong Kabupaten Sampang (73,9%) tidak memeriksakan kehamilan secara lengkap Terdapat pengaruh pendidikan terhadap kunjungan keempat (K4) ibu hamil TM III Terdapat pengaruh pekerjaan terhadap kunjungan keempat (K4) ibu hamil TM III
Saran Dalam penelitian selanjutnya dapat diteruskan untuk mengkaji dan meneliti faktor-faktor lain yang mempengaruhi pencapaian cakupan K4. Sebaiknya bidan di desa lebih meningkatkan kualitas pelayanannya terutama dalam melakukan kunjungan rumah kepada ibu hamil yang belum memeriksakan kehamilannya. Sebaiknya pelayanan antenatal di polindes memiliki jadwal khusus untuk pelayanan antenatal dan kegiatan unggulan seperti senam hamil. Bagi penyuluh hendaknya memberikan penyuluhan dengan topik yang bervariasi dan dibutuhkan / sesuai dengan kebutuhan ibu serta tempat penyuluhan yang digunakan tidak sebatas di posyandu saja. Sebaiknya ibu segera memeriksakan diri ke tenaga kesehatan ketika haidnya terlambat sekurang-kurangnya satu bulan dan memeriksakan kehamilannya secara rutin minimal 4 kali selama masa kehamilan. DAFTAR PUSTAKA Arikunto, S, (2006) Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta, Rineka Cipta Christine,H, & Jones,K, (2006), Konsep Kebidanan, Jakarata, ECG. Depkes RI, (1991), Pedoman Pemantauan Wilayah Setempat Kesejahteraan Ibu dan Anak (PWS-KIA) , Jakarta, Depkes RI. Departemen Kesehatan RI, (2002), Profil Kesehatan Indonesia Pusat Data Kesehatan, Jakarta [Internet] Bersumber dari http://www.depkes.go.id/IND/DATA/PROFIL /Indo99/Bab-Ivb.htm. [diakses tanggal 18 Januari 2008]. Erna Juliana, S, Manajemen Pelayanan Kebidanan, Jakarta, ECG. Handaya, (2004), Pemeriksaaan Obstetri dan Asuhan Antenatal [internet] bersumber dari http://www.georgia.com [diakses tanggal 04 Maret 2008] Hariyono Roeshadi, (2004) Gangguan dan Penyulit Pada Masa Kehamilan [internet] bersumber dari http://www.libraryusu.com [diakses tanggal 04 Maret 2008]
Faktor Yang Mempengaruhi Ibu Hamil Trimetser III Dalam Kunjungan Keempat (Tri Retno Ningsih)
Hidayat, AAA, (2007), Metode Penelitian Kebidanan Teknik Analisis Data, Jakarta, Salemba Medika J.M. Seno, DR, Adjie, SpOG(K), (2007), Pentingnya Antenatal Care [Internet] bersumber dari http://www.anakku.net/index.php [diakses tanggal 05 Februari 2008] Manuaba,I, (1998), Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan KB untuk Pendidikan Bidan, Jakarta, EGC. Menkes RI, (2002), Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor 900/MENKES/SK/VII/2002 Tentang Registrasi Dan Praktik Bidan, Jakarta. Notoatmodjo, (2003), Metodologi Penelitian Kesehatan, Jakarta, Rineka Cipta.
7
Nursalam S Pariani, (2003), Pendekatan Praktis Metodologi Riset Keperawatan, Jakarta, Infomedika. Prawirorahardjo,S, (2002), Buku Acuan Nasional: Pelayanan Kesehatan maternal & neonatal, Jakarta: Yayasan Bina Pustaka. Ridwan Amiruddin, (2005), Studi Pemanfaatan Pelayanan Antenatal [internet] bersumber dari http://ridwanamiruddin.wordpress.com [diakses tanggal 01 Desember 2007] Salamah, (2006), Asuhan Kebidanan Antenatal, Jakarta, ECG Sugiyono, (2001), Statistik Nonparametris Untuk Penelitian, Bandung, Alfabeta.
Jurnal Ilmiah Ilmu Kebidanan dan Kandungan, Vol. 2, No. 1, April 2009 : 8 - 14
8
Pengaruh
PENELITIAN ILMIAH Dukungan
Keluarga
Dan
Pekerjaan Terhadap Pemberian ASI Eksklusif Di Wilayah Kerja Puskesmas Kelurahan Kemayoran, Bangkalan
The Effects Of Family Support And Occupational Status On Exclusive Mother's Milk Provision At Puskesmas Of Kelurahan Kemayoran, Bangkalan Operational Area R. SANTI AGUSTINI *) IKA TUTRIK OCTAVIA *) *) Akademi Kebidanan Ngudia Husada Madura
ABSTRACT The research was aimed at identifying the relationships between family support and and mother's occupational status on exclusive mother's milk provision at Kelurahan Kemayoran, Puskesmas Kota Bangkalan operational area. Analytic study with cross sectional design was used as method. As popultion was all mothers having 4-6 months babies 4-6 providing mother's milk at Kelurahan Kemayoran with the number of sample of 32 respondents. Data were collected through questionaire and were analyzed by chi square statistic test. The results showed that the majority of respondents had family support for providing exclusive mother's milk that is of 28 people (87.5%), the majority of respondents also had their occupational status supporting the provision, of 31 people (96.87%) and that the majority of respondents did not give their milk esclusively to their babies reach the number of 26 people (81.25%). Shi square analysis also indicated that count probability was < α (0,304 > 0,05) which meant Ho was accepted. In other words, there was no significant effects of family support and occupational status on the low level of exclusive mother's milk provision. It can be concluded that the majority of mothers had family support for providing exclusive mother's milk provision (87.5%), whereas the majority of respondents had occupational status supporting the provision of mother's milk provision reached the number of 31 people (96.87%). Key Words : family support, occupational status, exclusive mother's milk provision
Correcpondence : R. Santi Agustini, Jl. R.E. Martadinata, Bangkalan, Indonesia
PENDAHULUAN Air susu ibu (ASI) adalah makanan bayi yang paling penting terutama pada bulan pertama kehidupan (Soetjiningsih, 1997:1). ASI makannan yang terbaik untuk bayi. ASI mengandung nutrien yang cukup dan nilai nutrisi atau biologinya tinggi. ASI tidak hanya menyediakan perlindungan yang unik terhadap infeksi dan alergi, tetapi juga menstimulasi perkembangan yang memadai dari sistem imunologi bayi sendiri. ASI memberikan zatzat kekebalan yang belum dibuat oleh tersebut selain itu ASI juga mengandung beberapa komponen anti inflamasi, yang fungsinya belum banyak diketahui. Sehingga bayi yang minum ASI lebih jarang sakit, terutama pada awal dari kehidupannya. ASI diberikan pada bayi sampai berumur 0-2 tahun. Adapun manfaat dan kebaikan ASI diantaranya adalah ASI sebagai nutrisi, ASI dapat meningkatkan daya tahan tubuh, ASI dapat meningkatkan kecerdasan, ASI dapat meningkatkan jalinan kasih sayang (Roesli Utami. 2004 : 6). ASI sayang ibu dan memberikan keuntungan bagi ibu sendiri diantaranya adalah mengurangi perdarahan setelah melahirkan, mengurangi terjadinya anemia, menjarangkan kehamilan, mengecilkan rahim, lebih cepat langsing kembali, mengurangi kemungkinan menderita kanker, lebih ekonomis dan murah, tidak merepotkan dan hemat waktu, portable dan praktis, memberikan kepuasan bagi ibu (Roesli Utami. 2004:14). Data dari SDKI 1997 cakupan ASI aksklusif masih 52%, pemberian ASI satu jam pasca
persalinan 8%, pemberian hari pertama 52,7%. Rendahnya pemberian ASI eksklusif menjadi pemicu rendahnya status gizi bayi dan balita. Dari survey yang dilaksanakan pada tahun 2002 oleh nutrition dan helth surveillance system (NSS) kerja sama dengan balit bangkes dan hellen keller international di empat perkotaan (Jakarta, Surabaya, semarang, Makasar) dan delapan pedesaan (Sumbar, Lampung, Banten, Jabar, Jateng, Jatim, NTB, SulSel), menunjukkan bahwa cakupan ASI eksklusif 4-5 bulan diperkotaan 4%-12%. Sedangkan di pedesaan 4%-25%. Pencapaian ASI eksklusif 5-6 bulan di perkotaan berkisar antara 1%-13% sedangkan di pedesaan 2%-13% (www.google.com.id). Pencapaian target 2010 menurut data yang diambil dari pencapaian indikator SPM kota Surabaya 80%. Sedangkan data yang diperoleh dari Puskesmas Bangkalan tentang pemberian ASI eksklusif pada tahun 2007 di Desa Kemayoran yaitu sebanyak 214 orang yaitu 43% dari target 80%. Jumlah ini masih rendah bila dibandingkan dengan target yang dicapai yaitu 80%. Keunggulan ASI perlu ditunjang oleh cara pemberian ASI yang benar, misalnya pemberian segera setelah lahir (30 menit pertama bayi harus sudah disusukan) (Soetjiningsih, 1997:77). Persiapan psikologis ibu untuk menyusui pada saat kehamilan sangat berarti, karena keputusan atau sikap ibu yang positif harus sudah ada pada saat kehamilan atau bahkan jauh sebelumnya. Sikap ibu yang dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain adat, kebiasaan, kepercayaan menyusui di daerah masing-masing. Pengalaman menyusui sebelumnya
Pengaruh Dukungan Keluarga Dan Pekerjaan Terhadap Pemberian ASI Eksklusif (R. Santi Agustini)
atau pengalaman menyusui dalam keluarga atau kerabat. Sebagaimana diketahui salah satu hambatan dari ketidakberhasilan seorang petugas dalam meningkatkan program pemberian ASI eksklusif adalah status pekerjaan dan dukungan keluarga (Soetjiningsih, 1997:78). Dukungan keluarga di rumah terhadap pemberian ASI sangat berpengaruh, kurangnya dukungan keluarga dalam pemberian ASI akan mengakibatkan ibu tidak akan meneruskan menyusui sehingga dapat membahayakan pada bayinya (Perinasia-BKPPASI. 2006:102). Seringkali di masyarakat bila ASI belum keluar, bayi diberikan makanan prelakteal berupa air gula atau susu formula. Hal ini akan sangat merugikan karena akan menghilangkan rasa haus bayi sehingga bayi malas menyusu (Perinasia- BKPPASI. 2006:68). Bekerja bukan alasan untuk menghentikan pemberian ASI secara eksklusif selama paling sedikit 4 bulan dan bila mungkin sampai 6 bulan, meskipun cuti hanya 3 bulan. Dengan pengetahuan yang benar tentang menyusui, perlengkapan memerah ASI, dan dukungan lingkungan kerja, seorang ibu yang bekerja dapat tetap memberikan ASI secara eksklusif (Roesli Utami. 2004:38). Seringkali alasan pekerjaan membuat seorang ibu berhenti menyusui, sebenarnya ada beberapa cara yang dapat dianjurkan pada ibu menyusui yang sedang bekerja diantaranya adalah susuilah bayi sebelum ibu bekerja, ASI dikeluarkan untuk persediaan dirumah sebelum berangkat bekerja, pengosongan payudara ditempat kerja setiap 3-4 jam, ASI dapat disimpan di lemari pendingin dan dapat diberikan pada bayi disusui dan ganti jadwal menyusuinya sehingga banyak menyusui di malam hari, keterampilan mengeluarkan ASI dan merubah jadwal menyusui sebaiknya telah mulai dipraktekkan sejak satu bulan sebelum kembali bekerja, minum dan makan-makanan yang bergizi dan cukup selama bekerja dan selama menyusui bayinya (PerinasiaBKPPASI:46). Adapun solusi dari masalah diatas adalah meningkatkan dukungan keluarga dengan cara memberikan bimbingan dan penyuluhan kepala keluarga untuk meningkatkan pemberian dukungan mereka kepada ibu, agar ibu lebih mudah dan nyaman dalam memberikan ASI. Sehingga tercapai manfaat yang telah tercantum di atas (PerinasiaBKPPASI. 2006:28). Dan solusi yang kedua ditujukan pada ibu-ibu yang bekerja diluar rumah harus diberikan arahan yang baik oleh tenaga kesehatan agar ibu tidak mengganti ASInya dengan susu formula, sehingga dapat merugikan bayinya kelak yaitu dengan memberitahu ibu bahwa menyusui itu bisa dengan cara langsung ataupun tidak langsung. Cara tidak langsung sering di pakai oleh ibu yang bekerja di luar rumah yaitu dengan memerah ASI dan menempatkannya di dalam botol (www.google.com.id ). Data permasalahan di atas dapat ditanggulanggi dengan cara memberikan dukungan baik dari pihak keluarga dan pihak tenaga kesehatan dan sangat mengaharapkan pada masyarakat khususnya ibu untuk memberikan atau menyusui bayinya. Dari permasalahan di atas peneliti ingin mengetahui apakah ada pengaruh dukungan
9
keluarga serta status pekerjaan ibu terhadap pemberian ASI eksklusif, khususnya di Kelurahan Kemayoran Wilayah Kerja Puskesmas Kota Bangkalan. TINJAUAN PUSTAKA Konsep Keluarga Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah satu atap dalam keadaan saling ketergantungan. Peranan keluarga menggambarkan seperangkat perilaku interpersonal, sifat, kegiatan yang berhubungan dengan individu dalam posisi dan situasi tertentu. Peranan individu dalam keluarga didasari oleh harapan dan pola perilaku dari keluarga kelompok dan masyarakat. Berbagai peranan yang terdapat di dalam keluarga adalah sebagai berikut : Ayah sebagai suami dari istri dan anak-anak, berperan sebagai pencari nafkah, pendidik, perlindungan dan pemberi rasa aman, sebagai kepala keluarga, sebagai anggota dari kelompok sosialnya serta sebagai anggota masyarakat dari lingkungannya. Ibu sebagai istri dan ibu dari anak-anaknya, ibu mempunyai peranan untuk mengurus rumah tangga, sebagai pengasuh dan pendidik anakanaknya, pelindung dan sebagai salah satu kelompok dari peranan lingkungannya, disamping itu juga ibu dapat peranan sebagai pencari nafkah tambahan dalam keluarganya. Anak-anak melaksanakan peranan psikososial sesuai dengan tingkat perkembangannya baik fisik, mental, sosial dan spiritual. Konsep Pekerjaan Pekerjaan adalah mata pencaharian, kegiatan ekonomi, merupakan suatu aktifitas manusia guna mempertahankan hidupnya dan memperoleh hidup layak, corak dan macam aktifitas berbeda sesuai dengan kemampuan masyarakat yang bersagkutan (Hartono, dan Aziz Arnicum, 2004:24). Sistem mata pencaharian hidup dari suatu masyarakat makin lama makin bertambah banyak macamnya dan mengalami perubahan dari zamankezaman. Perbedaan dalam sistem mata pencarian hidup ini di sebabkan adanya perbedaan sifat, bakat dan kemampuan serta tingkat kebudayaan setempat. Pengertian ASI ASI merupakan makanan yang paling cocok untuk kemampuan digestif bayi karena dapat menyerap dengan baik, tidak pernah sembelit dan merasa puas. ASI juga bebas dari kuman, pada kenyataannya ASI mengandung antibodi sehingga bayi yang mendapatkan susu formula cepat terkena penyakit. Dan bayi yang disusui sendiri akan memperoleh kesempatan untuk didekap ibunya. ASI dapat diberikan sampai bayi berusia 2 tahun bahkan lebih dari 2 tahun (Farrer Helen, 2002:200). Menyusui adalah pemberian sangat berharga yang dapat diberikan sang ibu kepada bayinya. Dalam keadaan sakit atau kurang bizi.
10 Menyusui mungkin pemberian yang dapat menyelamatkan hidup bayi. Menyusui bayi yang baru lahir bukan hanya meliputi pemberian makanan saja. Bayi bukan hanya membutuhkan nutrisi tetapi juga kehangatan, perasaan nyaman dan aman. Pemberian ASI akan memenuhi semua kebutuhan ini dengan cara yang paling mudah dan efektif. Bagi ibu, disamping memberikan manfaat fisik dengan membantu involusi uterus, pemberian ASI juga memiliki banyak kegunaan tambahan. Pemberian ASI memberikan kepuasan emosional dengan timbulnya perasaan berhasil dalam pemenuhan tugas sebagai ibu. Menyusui sendiri merupakan pekerjaan yang menyenangkan dan tidak terlalu memberatkan begitu pekerjaan ini berhasil dilaksanakan, dismping itu menyusui sendiri akan menghemat waktu dan uang. Insidensi kanker payudara juga lebih rendah pada wanita yang menyusui sendiri. Konsep Dasar ASI Eksklusif ASI eksklusif adalah pemberian ASI (air susu ibu) sedini mungkin setelah persalinan, diberikan tanpa jadwal dan tidak diberi makanan lain, walaupun hanya air putih sampai bayi berumur 6 bulan. Setelah 6 bulan bayi mulai dikenalkan dengan makanan lain dan tetap diberikan ASI sampai bayi berumur 2 tahun (Sri Purwanti, 2004:03). ASI merupakan sumber gizi yang sangat ideal, berkomposisi seimbang dan secara alami disesuaikan dengan kebutuhan masa pertumbuhan bayi. ASI adalah makanan bayi yang paling sempurna, baik kualitas maupun kuantitasnya. Dengan melaksanakan manajemen laktasi secara baik, ASI sebagai makanan tunggal akan mencukupi kebutuhan tumbuh bayi hingga usia 6 bulan setelah usia 6 bulan, bayi harus mulai mendapatkan makanan padat, tetapi pemberian ASI dapat terus dilanjutkan sampai bayi berumur 2 tahun atau lebih. Perkembangan kecerdasan anak sangat berkaitan erat dengan pertumbuhan otak. Faktor utama yang mempengaruhi pertumbuhan otak anak adalah nutrisi yang diterima saat pertumbuhan otak, terutama pada saat pertumbuhan otak cepat. Lompatan pertumbuhan pertama atau growth spourth sangat penting karena pada periode inilah pertumbuhan otak sangat pesat. Alam membekali manusia dengan obat pencegah gangguan gizi untuk periode ini yaitu ASI. Pemberian ASI eksklusif sampai bayi berusia 4-6 bulan akan menjamin terjadinya perkembangan potensi kecerdasan anak secara optimal ASI selain merupakan nutrien ideal, dengan komposisi tepat dan sangat sesuai kebutuhan bayi, juga mengandung nutrien-nutrien khusus yang sangat diperlukan pertumbuhan optimal otak bayi. Berikut ini nutrient yang banyak terkandung dalam ASI dari pada ASS (Air Susu Sapi), yaitu : (1) Taurin suatu bentuk zat putih telur yang khusus hanya terdapat dalam ASI; (2) Laktosa hidrat arang utama dari ASI yang hanya sedikit terdalam ASI; dan (3) Asam lemak ikatan panjang, merupakan asam lemak utama dari ASI yang hanya sedikit terdapat dalam ASS (Air Susu Sapi)
Jurnal Ilmiah Ilmu Kebidanan dan Kandungan, Vol. 2, No. 1, April 2009 : 8 - 14
Bayi yang sering ada dalam dekapan ibunya karena menyusui, dapat merasakan kasih sayang ibu dan mendapatkan rasa aman, tentram dan terlindung. Perasaan terlindung dan di sayang inilah yang menjadi dasar perkembangan emosi bayi, yang kemudian membentuk kepribadian anak menjadi baik dan penuh percaya diri, bayi akan langsung merasakan sentuhan halus kulit dan juga merasakan aroma khas ibunya. Dari sini otak dan system saraf bayi akan lebih berkembang dengan optimal. Bayi yang mendapatkan ASI mempunyai kenaikan berat badan yang baik setelah lahir, pertumbuhan setelah periode perinatal baik dan mengurangi kemungkinan obesitas. Ibu-ibu yang diberi penyuluhan tentang ASI dan laktasi, turunnya berat badan bayi (pada minggu pertama kelahiran) tidak sebanyak ibu yang tidak diberi penyuluhan. Alasannya adalah bahwa kelompok ibu-ibu tersebut segera memberikan ASInya setelah melahirkan. Frekuensi menyusui yang sering (tidak dibatasi) juga dibuktikan bermanfaat, karena volume ASI yang dihasilkan lebih banyak sehingga penurunan berat badan bayi hanya sedikit. Insiden karies dentis pada bayi yang mendapat susu formula jauh lebih tinggi dibanding yang mendapat ASI, karena kebiasaan menyusui dengan botol dan dot terutama pada waktu mau tidur menyebabkan gigi lebih lama kontak dengan susu formula dan menyebabkan asam yang terbentuk akan merusak gigi, kecuali itu ada anggapan bahwa kadar selenium yang tinggi dalam ASI akan mencegah carie dentis. Telah dibuktikan bahwa salah satu penyebab maloklusi rahang adalah kebiasaan lidah yang mendorong kedepan akibat menyusu dengan botol dan dot. Isapan bayi pada payudara akan merangsang terbentuknya oksitosin oleh kelenjar hipofisis, oksitosin membantu involusi uterus dan mencegah terjadinya perdarahan pasca persalinan, penundaan haid dan berkurangnya perdarahan pasca persalinan mengurangi pervalensi anemia defisiensi besi kejadian karsinoma mamae pada ibu yang menyusui lebih rendah dibandingkan yang tidak menyusui. Menyusui secara murni (eksklusif) dapat menjarangkan kehamilan. Ditemukan rata-rata jarak kelahiran ibu yang menyusui adalah 24 bulan, sedangkan yang tidak menyusui 11 bulan. Hormon yang mempertahankan laktasi bekerja menekan hormon untuk ovulasi. Sehingga dapat menunda kembalinya kesuburan ibu yang sering hamil kecuali menjadi beban bagi ibu sendiri, juga merupakan resiko tersendiri bagi ibu untuk mendapatkan penyakit seperti anemia, resiko kesakitan dan kematian akibat persalinan. Keuntungan menyusui bukan hanya bermanfaat untuk bayi, tetapi juga untuk ibu, ibu akan merasakan bangga dan diperlukan, rasa yang dibutuhkan oleh semua manusia. ASI tidak perlu dibeli, sehingga dana yang seharusnya digunakan untuk membeli susu formula dapat digunakan untuk keperluan lain. Kecuali itu, penghematan juga disebabkan karena bayi yang mendapat ASI lebih jarang sakit sehingga mengurangi biaya berobat. Kebahagian keluarga
Pengaruh Dukungan Keluarga Dan Pekerjaan Terhadap Pemberian ASI Eksklusif (R. Santi Agustini)
bertambah, karena kelahiran jarang sehingga suasana kejiwaan ibu baik dan dapat mendekatkan hubungan bayi dengan keluarga. Menyusui sangat praktis, karena dapat memberikan dimana saja dan kapan saja. Keluhan tidak perlu repot menyiapkan air masak, botol dan dot yang harus selalu dibersihkan tidak perlu minta tolong orang lain. Manfaat ASI untuk Negara Adanya faktor protektif dan nutrien yang sesuai dengan ASI menjamin status gizi bayi baik kesakitan dan kematian anak menurun. Beberapa penelitian epidemiologis menyatakan bahwa ASI melindungi bayi dan anak dari penyakit infeksi, diastotitis media, dan infeksi saluran pernafasan akut bagian bawah. Subsidi untuk rumah sakit berkurang, karena rawat gabung akan memperoleh lama rawat ibu dan bayi, mengurangi komplikasi persalinan dan infeksi nosakomial serta mengurangi biaya yang diperlukan untuk perawatan anak sakit. Anak yang mendapatkan ASI lebih jarang di rawat di RS dibandingkan anak yang mendapat susu formula. ASI dapat dianggap sebagai kekayaan nasional. Jika semua ibu menyusui, diperkirakan dapat menghemat devisa sebesar Rp 8,6 milyar yang seharusnya dipakai untuk membeli susu formula. Anak yang mendapat ASI dapat tumbuh kembang secara optimal, sehingga kualitas generasi penerus bangsa akan terjamin. Teknik Menyusui Seorang ibu dengan bayi pertamanya mungkin akan mengalami berbagai masalah, hanya karena tidak mengetahui cara-cara yang sebenarnya sangat sederhana, seperti misalnya cara menaruh bayi pada payudara ketika menyusui, isapan bayi yang mengakibatkan putting terasa nyeri dan masih banyak lagi masalah yang lain. Terlebih pada minggu pertama setelah persalinan seorang ibu lebih peka dalam emosi. Untuk itu seorang ibu butuh seseorang yang dapat membimbingnya dalam merawat bayi termasuk dalam menyusui, orang yang dapat membantunya terutama adalah orang yang berpengaruh besar dalam kehidupannya atau yang disegani, seperti suami, keluarga atau kerabat terdekat, atau kelompk ibu-ibu pendukung ASI. Posisi Menyusui Ada berbagai macam menyusui, yang biasa dilakukan adalah dengan duduk, berdiri atau berbaring. Ada posisi khusus yang berkaitan dengan situasi tertentu seperti menyusui bayi kembar dilakukan dengan cara seperti memegang bola (football position) dimana kedua bayi disusui bersamaan kiri dan kanan. Pada ASI yang penuh bayi ditengkurapkan diatas dada ibu, tangan ibu sedikit menahan kepala bayi dengan posisi ini maka bayi tidak akan tersedak. METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan adalah Survey Analitik yaitu penelitian mencoba mencari hubungan antar variabel dan menggali bagaimana
11
dan mengapa fenomena kesehatan itu terjadi. Kemudian melakukan analisis dinamika kolerasi antara fenomena, baik antara faktor efek. Sedangkan desain penelitiannya menggunakan “cross sectional” dimana peneliti melakukan observasi atau pengukuran terhadap variabel tergantung (dependent) dan Variabel bebas (independent) hanya satu kali sekaligus pada waktu yang sama tanpa melakukan tindak lanjut. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan quisioner dan sebagai respondennya adalah ibu menyusui yang mempunyai bayi berusia 4-6 bulan di Kelurahan Kemayoran di wilayah Kerja Puskesmas Bangkalan kota. Alat pengumpulan data menggunakan quisioner yaitu sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya, atau hal-hal yang ia ketahui (Arikunto, 2002 : 128). Teknik dan analisis data dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan analisis univariate yang dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil penelitian kemudian dilanjutkan dengan analisis bivariate untuk mengetahui dua Variabel yang diduga berhubungan atau berkorelasi. Sedangkan untuk uji statistic menggunakan chi square. Tingkat kepercayaan yang diinginkan 0,05. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Deskripsi Daerah Penelitian Penelitian dan pengumpulan data dilakukan di Kelurahan Kemayoran Wilayah Kerja Puskesmas Kota Bangkalan, dengan luas wilayah 162.145 m². Sedangkan batas-batas wilayah di Kelurahan Kemayoran yaitu: (1) Utara: Kelurahan demangan, Kelurahan Pangeranan. (2) Timur: Kelurahan Kraton. (3) Barat: Selat Madura. (4) Selatan: Kelurahan Mlajah. Jumlah penduduk di Kemayoran wilayah kerja Puskesmas Kota Bangkalan adalah 4.982 jiwa yang terdiri dari 2.421 jiwa laki-laki, dan 2.561 jiwa perempuan. Data yang terkumpul dari 32 responden disajikan tentang karakteristik responden yang meliputi : umur, pendidikan dan pekerjaan ibu yang menyusui dan mempunyai bayi berumur 6 bulan. Tabel 1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur Di Kelurahan Kemayoran wilayah Kerja Puskesmas Kota Bangkalan Pada Bulan Agustus Tahun 2008 Umur Jumlah % 21 – 24 7 21,87 25 – 28 23 71,87 29 – 32 2 6,25 Total 32 100 Sumber : Data primer, 2008 Berdasarkan hasil distribusi frekuensi pada tabel 1 di dapatkan bahwa jumlah responden terbanyak adalah berumur 25-28 tahun sebanyak 23 orang (71.87%), dan yang paling sedikit berumur 2932 tahun sebanyak 2 orang (6.25%).
Jurnal Ilmiah Ilmu Kebidanan dan Kandungan, Vol. 2, No. 1, April 2009 : 8 - 14
12
Tabel 2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Di Kelurahan Kemayoran wilayah Kerja Puskesmas Kota Bangkalan Pada Bulan Agustus Tahun 2008 Pendidikan Jumlah % Sarjana 6 18,75 Diploma 3 9,37 SMA 17 53,12 SMP 6 18,75 Total 32 100 Sumber : Data primer, 2008 Berdasarkan hasil tabulasi data pada tabel 2 di atas menunjukkan bahwa responden terbanyak adalah berpendidikan SMA sebanyak 17 orang (53.12%) dan yang paling sedikit berpendidikan Diploma sebanyak 3 orang (9.37%). Tabel 3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Status Pekerjaan Di Kelurahan Kemayoran Wilayah Kerja Puskesmas Kota Bangkalan Pada Bulan Agustus Tahun 2008 Pekerjaan Jumlah % Pedagang 12 37,5 Swasta 11 34,37 PNS 9 28,12 Total 32 100 Sumber : Data primer, 2008 Berdasarkan hasil distribusi frekuensi pada Tabel 3 di dapatkan jumlah responden terbanyak adalah memiliki pekerjaan pedagang sebanyak 12 orang (37.5%) dan yang paling sedikit adalah PNS sebanyak 9 orang (28.12%). Tabel 4 Distribusi Frekuensi Responden Bedasarkan Tingkat Dukungan Keluarga Terhadap Pemberian ASI Eksklusif Di Kelurahan Kemayoran Wilayah Kerja Puskesmas Kota Kabupaten Bangkalan Bulan Agustus Tahun 2008 Dukungan Keluarga Jumlah % Tidak ada dukungan 4 12,5 Ada dukungan 28 87,5 Total 32 100 Sumber : Data primer, 2008 Tabel
Berdasarkan hasil distribusi frekuensi pada 4 didapatkan bahwa sebagian besar
responden tidak memiliki dukungan keluarga untuk memberikan ASI eksklusif sebanyak 4 orang (12.5%) dan responden memiliki dukungan keluarga untuk memberikan ASI eksklusif sebanyak 28 orang (87.5%). Tabel 5 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Status Pekerjaan Di Kelurahan Kemayoran Wilayah Kerja Puskesmas Kota Bangkalan Pada Bulan Agustus Tahun 2008 Status Pekerjaan Jumlah % Mendukung 31 96,87 Tidak mendukung 1 3,12 Total 32 100 Sumber : Data primer, 2008 Berdasarkan hasil distribusi frekuensi pada tabel 5 di dapatkan bahwa sebagian besar responden memiliki status pekerjaan yang mendukung terhadap pemberian ASI Eksklusif sebanyak 31 orang (96.87%) dan yang paling sedikit responden memiliki status pekerjaan yang tidak mendukung terhadap pemberian ASI eksklusif hanya 1 orang (3.12%). Tabel 6 Distribusi Ferkuensi Responden Berdasarkan Pemberian ASI Eksklusif Di Kelurahan Kemayoran Wilayah Kerja Puskesmas Kota Kabupaten Bangkalan Pada Bulan Agustus Tahun 2008 Pemberian ASI Eksklusif Jumlah % Ibu yang memberikan ASI 6 18.75 secara eksklusif Ibu yang tidak memberikan 26 81.25 ASI secara eksklusif Total 32 100 Sumber : Data primer 2008 Dari hasil distribusi frekuensi di dapatkan bahwa sebagian besar responden tidak memberikan ASI eksklusif yaitu sebanyak 26 orang (81.25%) dan yang paling sedikit adalah responden yang memberikan ASI secara eksklusif yaitu sebanyak 6 orang (18.75%). Pengaruh Dukungan Pemberian ASI Eksklusif
Keluarga
Terhadap
Pengaruh Dukungan Keluarga Terhadap Pemberian ASI Eksklusif adalah seperti pada table berikut :
Tabel 7 Distribusi Silang Antara Dukungan Keluarga Terhadap pemberian ASI Eksklusif Di Kelurahan Kemayoran Wilayah Kerja Puskesmas Kota Kabupaten Bangkalan Bulan Agustus Tahun 2008. Pemberian Asi Eksklusif Total Dukungan Keluarga Memberikan Tidak Memberikan n % n % n % Tidak ada dukungan Keluarga 0 0 4 12.5 4 12.5 Ada dukungan Keluarga 6 18.75 22 68.75 28 87.5 Total 6 18.75 26 81.24 32 100 Uji statistic chi square α : 0,05 ρ : 0,304 Pada analisis data tabel 7 di dapatkan ibuibu menyusui dengan tidak memiliki dukungan
keluarga untuk memberikan ASI eksklusif sebanyak 4 orang (12.5%) dan responden memiliki dukungan
Pengaruh Dukungan Keluarga Dan Pekerjaan Terhadap Pemberian ASI Eksklusif (R. Santi Agustini)
keluarga untuk memberikan ASI eksklusif sebanyak 28 orang (87.5%). Hasil uji chisquare didapat bahwa tidak terdapat pengaruh antara dukungan keluarga terhadap pemberian ASI eksklusif dengan nilai kemaknaan ρ : 0,304 yang berarti Ho diterima. Tabel 7 menunjukan bahwa 12.5% responden dengan tidak memiliki tingkat dukungan keluarga untuk memberikan ASI eksklusif. Hal ini sesuai dengan teori yang meyatakan bahwa dukungan merupakan salah satu komponen dalam membentuk perilaku atau sikap yang utuh dari seseorang karena kepedulian dari orang-orang terdekat, dengan hal ini yaitu suami. Dengan adanya dukungan dari keluarga terhadap stimulus atau obyek akan membuat seseorang berfikir dan berusaha bahwa obyek tersebut bernilai positif bagi diriya sehingga mempunyai sikap tertentu terhadap obyek yang diterimanya. Dukungan ini bisa di dapatkan dari pengetahuan dan pemahaman, dari itu maka seseorang akan tahu kepada siapa ia akan mendapatkan dukungan sesuai dengan situasi dan keinginan yang spesifik, sehingga dengan dukungan memiliki makna yang berarti bagi kedua belah pihak. Seperti di kemukakan juga oleh Gottlieb (1983) sebagai informasi verbal atau non verbal, saran, bantuan yang nyata atau tingkah laku yang di berikan oleh orang-orang yang akrab dengan subjek di dalam lingkungannya atau berupa variabel
13
kehadiran dan hal-hal yang dapat memberikan keuntungan emosional atau berpengaruh pada tingkah laku penerimanya. Dalam hal ini orang yang merasa lega karena diperhatikan, mendapatkan saran atau kesan yang menyenangkan pada dirinya. Seperti halnya dengan ibu-ibu menyusui, semakin tinggi dukungan keluarga terhadap ibu untuk memberikan ASI secara eksklusif maka akan menimbulkan kesadran dan keinginan ibu-ibu untuk lebih memberikan ASI secara eksklusif selama 6 bulan akan mendapatkan kekebalan dan nutrisi yang lebih. Demikian sebaliknya dukungan keluarga yang kurang tentang pemberian ASI eksklusif menyebabkan responden cenderung tidak akan memberikan ASI secara eksklusif. Dalam teori Green (1980) di ungkapkan juga bahwa perilaku seseorang tentang kesehatan bukan hanya dipengaruhi oleh pengetahuan dan pemahaman, tapi dapat di pemgaruhi oleh kepercayaan, tradisi, ketersediaan fasilitas, sikap dan perilaku para petugas kesehatan terhadap kesehatan (Notoatmodjo, 2003:164). Pengaruh Pekerjaan Terhadap Pemberian ASI Eksklusif Pengaruh pekerjaan terhadap pemberian ASI eksklusif adalah sebagai berikut :
Tabel 8 Distribusi Tabulasi Silang Antara Pekerjaan Dengan Pemberian ASI Eksklusif Di Kelurahan Kemayoran Wilayah Kerja Puskesmas Kota Kabupaten Bangkalan Bulan Agustus Tahun 2008 Pemberian Asi Eksklusif Pekerjaan Total Memberikan Tidak Memberikan n % n % n % Status pekerjaan yang tidak mendukung 0 0 1 3.12 1 3.12 Status pekerjaan yang mendukung 6 18.75 25 78.12 31 96.87 Total 6 18.75 26 81.24 32 100 Uji statistic Chi square α : 0,05 ρ : 0,625 Hasil penelitian seperti terlihat pada tabel 8 diatas menunjukkan bahwa mayoritas responden memiliki status pekerjaan yang mendukung terhadap pemberian ASI Eksklusif sebanyak 31 orang (96.87%) dan yang paling sedikit responden memiliki status pekerjaan yang tidak mendukung terhadap pemberian ASI eksklusif hanya 1 orang (3.12%). Dari hasil analisis chi square di peroleh probability hitung < α (0,625 > 0,05) yang berarti Ho diterima artinya tidak ada pengaruh pekerjaan terhadap rendahnya pemberian ASI eksklusif. Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5, menggambarkan bahwa 3.12% responden mempunyai status pekerjaan yang tidak mendukung terhadap pemberian ASI eksklusif. Hal ini mempengaruhi responden dalam memberikan ASI eksklusif yang dapat di lihat pada tabel 8 yang menunjukan bahwa 3.12% responden mempunyai status pekerjaan yang tidak mendukung terhadap pemberian ASI eksklusif. Pada prinsipnya, pekerjaan bukanlah suatu hal yag dapat menghambat ibu dalam memberkan ASI secara eksklusif, dalam bekerjapun ibu dapat memberikan ASI secara eksklusif. Misalnya ASI dapat di berikan secara tak langsung yaitu dapat di lakukan dengan cara memeras atau memompa ASI, lalu menyimpannya
untuk kemudian diberikan pada bayinya. Demikan halnya responden yang di mana tempat dia bekerja mendukung terhadap pemberian ASI eksklusif sangat mempengaruhi responden untuk memberikan ASI secara eksklusif pada bayinya dengan nyaman dan eksklusif, Demikian sebaliknya responden yang mempunyai pekerjaan yang kurang mendukung terhadap pemberian ASI eksklusif menimbulkan responden cenderung untuk tidak akan menyusui dan memberikan ASI secara eksklusifnya sehingga hal ini akan menyebabkan rendahnya pemberian ASI secara eksklusif. Ibu bekerja yang bertekad memberikan ASI eksklusif seharusnya menguasai pengetahuan tentang semua itu yang tak kalah penting dari pemguasaan teknik-teknik “ Worksite Lactation” adalah persiapan diri yang dilakukan oleh ibu. Kunci keberhasilan ASI eksklusif bagi ibu bekerja adalah menajemen ASI yang baik. Menajemen ASI disini bukan hanya seputar teknik laktasi di tempat bekerja, namun juga meliputi bagaimana ibu menyiapkan diri dan lingkungannya sebelum ibu kembali bekerja. Ibu harus menyiapkan lingkungan karena adanya Support System akan sangat membantu kelancaran program ASI eksklusif.
Jurnal Ilmiah Ilmu Kebidanan dan Kandungan, Vol. 2, No. 1, April 2009 : 8 - 14
14
Pengaruh Dukungan Keluarga Rendahnya Pemberian ASI Eksklusif
Terhadap
Hasil penelitian di peroleh mayoritas responden tidak memiliki dukungan keluarga untuk memberikan ASI eksklusif 4 orang (12.5%) dan responden memiliki dukungan keluarga untuk memberikan ASI eksklusif sebanyak 28 orang (87.5%). Dari hasil analisis chi square di peroleh probability hitung < α (0,304 > 0,05) yang berarti Ho diterima artinya tidak ada pengaruh dukungan keluarga terhadap rendahnya pemberian ASI eksklusif. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Gambaran dukungan keluarga dalam pemberian ASI eksklusif sebagian besar tidak memiliki dukungan keluarga untuk memberikan ASI eksklusif sebanyak 4 orang (12.5%). Gambaran status pekerjaan dalam pemberian ASI eksklusif sebagian besar memiliki status pekerjaan yang mendukung terhadap pemberian ASI Eksklusif sebanyak 31 orang (96.87%). Sebagian besar responden tidak memberikan ASI secara eksklusif yaitu sebanyak 26 orang (81.25%). Tidak ada pengaruh antara dukungan keluarga terhadap rendahnya pemberian ASI eksklusif. Tidak ada pengaruh antara status pekerjaan terhadap rendahnya pemberian ASI eksklusif. Saran Bagi instansi kesehatan disarankan agar memberikan KIE yang lebih lengkap tentang pentingnya memberikan ASI secara eksklusif dengan komunikasi dua arah agar terjadi timbal balik yang hasilnya akan lebih diterima oleh penerima informasi. Perlu ada kerja sama antara instansi kesehatan dengan Dinas Kesehatan tentang penyuluhan pentingnya memberikan ASI secara eksklusif. Perlu ditingkatkan pemberian pelayanan yang bermutu dan menyeluruh dalam memberikan pelayanan tentang pemberian ASI eksklusif. DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsimi.2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek Edisi Revisi V. Rineka Cipta, Jakarta.
Alimul Aziz (2003) Riset Keperawatan dan tekhnik penulisan ilmiah. Medika Sembada, Jakarta Anonim. ASI eksklusif bersumber dari :http;//www.dunia-ibu.ora E-mail. (Di akses tangaal 15 februari 2008). Anonim. Pemberian ASI menyehatkan ibu bersumber dari:http://www.tabloidNikita.com/ (Diakses tgl 15 februari 2008). Anonim. Pemberian ASI eksklusif perlu motivasi dan dukungan keluarga bersumber dari:http://www.pikiran rakyat Bandung.co.id (Di akses tgl 15 februari 2008) Anonim. Pengertian dukungan keluarga. http://www.e-psikologi. (Diakses tgl 12 februari 2008). Anonim. Meningkatkan produksi ASI bersumber dari:http://www.sinar harapan.co.id/iptek/kesehatan/2004/0806/k es1.htm L (Diakses tgl 15 februari 2008). Danuatmaja, B dan Meiliasari, M (2003) 40 Hari Pasca Persalinan Masalah Dan Solusinya. Puspa Swara, Jakarta Effendy, N (1998) Dasar-Dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat. EGC, Jakarta Farrer Hellen (2001) Perawatan Maternitas. EGC, Jakarta. Hartomo, H dan Aziz Arnicun (2004) Ilmu Sosial Budaya. Bumi Aksara, Jakarta Kelly Paula (2002) Bayi Anda Tahun Pertama. Arcan, Jakarta. Neilson Joan (1995) Perawatan Bayi Tahun Pertama. Arcan, Jakarta Nursalam .2003.Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan Pedoman Skripsi, Tesis dan Instrumen Penelitian Keperawatan. Salemba Medika, Jakarta. Notoatmodjo, S (2002) Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta, Jakarta. Notoatmodjo, S (2003) Pendidikan Dan Perilaku Kesehatan. Rineka Cipta, , Jakarta. Prawirohardjo, S (2002) Ilmu Kebidanan. Bina Aksara, , Jakarta. Pilletteri Adele (2002) Perawatan Kesehatan Ibu Dan Anak. EGC, Jakarta. Purwanti (2004) Konsep Penerapan ASI Eksklusif. EGC, Jakarta. Roesli utami (2004) Mengenal ASI Eksklusif. Trubus Agriwidya, Jakarta. Soetjiningsih (1997) ASI Petunjuk Untuk Tenaga Kesehatan. EGC, Jakarta. Sugiyono (2005) Statistika Untuk Penelitian. Alpabeta, Bandung.
Pengaruh Informasi Terhadap Kemampuan Adaptasi Remaja Putri (12-15 Tahun) Dalam Menghadapi Menarche (Ulva Noviana)
PENELITIAN ILMIAH
Pengaruh
Informasi
Terhadap
Kemampuan Adaptasi Remaja Putri (12-15
Tahun)
Dalam
Menghadapi
Menarche Di SMP Negeri 5 Bangkalan
The Effects Of Information On Female Adolescents' (12-15 Years Old) Adaptability When Having Menarche: A Study At Public Junior High School 5 Bangkalan ULVA NOVIANA * SITI ROCHIMATUL LAILIYAH * * Akademi Kebidanan Ngudia Husada Madura
15
ABSTRACT The purpose of this research was to determine further about the effects of information on female adolecents' adaptability (12-15 years old) when having menarche at SMP Negeri (Pblic Junior High School) 5 Bangkalan, in order to prepare them when having their first menstruation. ross sectional design was used as method. As population was all female adolescents having menarche and menstruation maximally two times at SMP Negeri 5 Bangkalan with the total number of samples of 23 female students. Data were gathered through questionaire distribution and were anlyzed by Kendall Tau-b statistical test. The results indicated that the majority of female adolescents had in-adequate information regarding menarche (82,6 %). Whereas their adaptability was overally good (56,5 %). The results also showed that count probability > α (0,143 > 0,05) which meant Ho was accepted, in other words there wasn't any significant effects of information on female adolescents' adapatability (12-15 years old) in having menarche. The study inferred that female adolescent had inadequate information regarding their firt time menstruation (menarche) (82,6 %) but with good daptability (56,5 %). Key Words: information, adaptability, menarche
Correcpondence : Ulva Noviana, Jl. R.E. Martadinata Bangkalan, Indonesia
PENDAHULUAN Masa remaja merupakan masa transisi antara masa kanak-kanak dengan masa remaja, dimana pada masa ini seorang remaja putri sudah saatnya banyak belajar mengenai berbagai segi kehidupan, pengalaman dan penghayatan dirinya sendiri dan pada masa ini juga remaja putri banyak mengalami perubahan besar pada fisik maupun psikologisnya. Menurut Departemen Kesehatan, remaja adalah mereka yang berusia 10 sampai 19 tahun dan belum kawin. Sementara itu, menurut BKKBN (Direktorat Remaja dan Perlindungan Hak Reproduksi) batasan usia remaja adalah 10 sampai 21 tahun. (Keluarga sehat. Diakses tanggal 19 Februari 2008). Pada masa awal remaja inilah remaja akan mengalami peristiwa penting dalam dirinya yang disebut menarche. Menarche merupakan menstruasi pertama yang biasa terjadi dalam rentang usia 10-16 tahun atau pada masa awal remaja (Ferry efendi. Diakses tanggal 19 Februari 2008). Dalam hal ini remaja putri sudah menampakkan perubahan fisiknya seperti payudara membesar, tumbuhnya rambut pada kemaluan dan aksila, serta distribusi lemak pada daerah pinggul. Secara alamiah pengeluaran darah menstruasi berlangsung antara 3-7 hari dengan jumlah perdarahan yang hilang sekitar 50-60 cc tanpa bekuan darah (Manuaba, 1998:54). Biasanya remaja putri lebih banyak tidak mengetahui tentang berapa lama ia harus mengeluarkan darah dari alat kelaminnya. Sedangkan yang mengetahui siklus haid normal untuk perempuan sehat antara 26-30 hari sekitar 46%, selebihnya ada yang mengetahui bahwa siklus haid yang maju atau mundur beberapa hari itu berarti tidak normal karena faktor kondisi fisik dan psikis perempuan saat haid. Selain itu, 6% diantaranya tidak tahu sama sekali berapa lama siklus haid normal, karena dari pengalaman siklus
haid mereka yang tidak teratur (Kesreproinfo. Diakses tanggal 18 Februari 2008). Seharusnya remaja putri sebelum menghadapi menarche, mereka mendapat informasi yang cukup tentang proses menarche baik dari orang tua, teman atau media massa, sehingga mereka siap dalam menghadapi datangnya menarche. Respon yang seharusnya muncul pada remaja putri terhadap menarche adalah positif artinya menarche adalah indeks kedewasaan mereka (Santrock, 2003:95). Mereka harus mampu menjadi wanita yang lebih dewasa dan mampu berfikir bahwa dengan datangnya menarche terhadap dirinya berarti organ reproduksi mereka sudah matang dan mampu bereproduksi dan dapat menghasilkan anak. Tetapi kenyataannya dari studi pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 2 Februari 2008 di SMP Negeri 5 Bangkalan dengan jumlah siswi remaja putri yang sudah menarche dan menstruasi maksimal 2 kali sebanyak 75 orang. Peneliti membagikan kuisioner kapada 20 siswi dan didapatkan hasil : rata-rata remaja putri di SMP Negeri 5 Bangkalan mengalami menarche pada umur 12-14 tahun. Dari 12 orang (60%) yang mampu beradaptasi dengan baik terhadap menarche yaitu 8 orang (66,67%) mengalami reaksi tenang dan biasa saja, sedangkan 4 orang (33,33%) mengalami reaksi menangis pada saat menarche. Dan 8 orang (40%) yang tidak mampu beradaptasi dengan baik terbadap menarche, 7 orang (87,5%) mengalami reaksi takut dan mengurung diri dikamar, sedangkan 1 orang (12,5%) mengalami bingung pada saat menarche. Biasanya remaja putri mendapatkan informasi tentang menarche dari orang tua mereka, majalah, dan buku pelajaran. Hal ini menunjukkan kurangnya pemberian informasi pada remaja putri, pada umumnya penerimaan remaja putri terhadap terjadinya menarche tergantung dengan pengetahuan dan
16
informasi yang dimiliknya. Informasi tentang menarche ini sangat diperlukan bagi remaja putri karena dengan informasi yang kurang maka remaja putri akan mengalami kesulitan dalam mengadapi menstruasi yang pertama, jika sebelumnya ia belum pernah mengetahui atau membicarakannya baik dengan teman sebaya ataupun dengan ibu mereka. Melihat dari umur remaja putri tersebut memang kebanyakan remaja putri mendapatkan informasi mengenai kesehatan reproduksinya dari pelajaran biologi disekolah ataupun dari ibu mereka sendiri, tetapi tidak selamanya seorang ibu memberikan informasi tentang menstruasi karena terhalang oleh tradisi yang menganggap tabu membicarakan tentang menstruasi sebelum menarche. Informasi yang didapat oleh remaja umumnya lebih membebankan mereka dalam menghadapi menarche ini seperti nyeri saat menstruasi, padahal rasa nyeri terebut sudah sewajarnya terjadi pada setiap wanita. Sedangkan gangguan yang berkenaan dengan tepat pada masa haid berupa disminorhoe (rasa nyeri saat menstruasi) (Manuaba, 1998:57). Informasi yang salah ini akan menjadi penolakan pada diri remaja, maka tidak jarang remaja akan mengalami trauma genitalis. Trauma genetalis ini merupakan perasaan bersalah serta ketakutan yang disebabkan oleh perdarahan pada organ kelaminnya, sehingga remaja putri yang mengalami menstruasi untuk pertama kalinya akan lebih memperhatikan pada kebersihan badannya terutama alat genetal mereka karena mengeluarkan darah yang semestinya menurut mereka tidak terjadi. Dari uraian diatas dapat diketahui bahwa perlunya memberikan informasi kepada remaja putri sebelum menarche serta memberikan penyuluhan bagi orang tua dan guru serta pihak-pihak yang terkait agar mereka mampu untuk membantu permasalahan yang dihadapi remaja selama masa perkembangan. Juga memberikan penyuluhan dan informasi tentang menarche di sekolah oleh tenaga kesehatan agar mereka siap dalam menghadapi kesehatan reproduksinya. Hal ini dimaksudkan untuk membantu remaja putri sebagai persiapan memasuki pubertas yang tepat dan sesuai kebutuhan remaja. Perlu diketahui perasaan dan harapan yang timbul pada mereka pada saat memasuki pubertas agar kecemasan pada diri mereka tidak terjadi dan mereka mau menerima dengan datangnya menstruasi ini yang terjadi pada dirinya. Dengan adanya permasalahan diatas peneliti tertarik untuk meneliti lebih jauh tentang pengaruh informasi terhadap kemampuan adaptasi remaja putri (12-15 tahun) dalam menghadapi menarche di SMP Negeri 5 Bangkalan, agar siswi remaja putri lebih siap mengahadapi menstruasi pertamanya. TINJAUAN PUSTAKA Konsep Dasar Informasi Informasi kesehatan adalah gabungan perangkat dan prosedur yang digunakan untuk mengelola siklus informasi (mulai dari pengumpulan data sampai pemberian umpan balik informasi) untuk mendukung pelaksanaan tindakan tepat dalam
Jurnal Ilmiah Ilmu Kebidanan dan Kandungan, Vol. 2, No. 1, April 2009 : 15 - 20
perencanaan, pelaksanaan dan pemantauan kinerja sistem kesehatan (Anisfuad. Diakses tanggal 19 februari 2008 ). Menurut UU no.83 tahun 2003, informasi adalah segala sesuatu yang dapat dikomunikasikan, fakta-fakta, data atau segala sesuatu yang dapat memperoleh suatu hal dengan sendirinya atau melalui segala sesuatu yang telah diatur melalui dokumen dalam format apapun atau publik yang berwenang. Konsep Dasar Perilaku Perilaku manusia pada hakekatnya adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain : berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca, dan sebagainya, dimana perilaku merupakan suatu kegiatan atau aktifitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan (Notoatmodjo, 2003:114). Perilaku (manusia) adalah semua kegiatan atau aktifitas manusia, baik yang dapat dinikmati langsung, maupun yang tidak dapat diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar. Sedangkan menurut Skinner (1938) yang dikutip dari Notoatmodjo (2003:114), merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seorang terhadap organisme dan kemudian organisme tersebut merespon. Skinner berpendapat bahwa batasan perilaku kesehatan adalah suatu respon seseorang (organisme) terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan makanan dan minuman, serta lingkungan (Notoatmodjo, 2003:121). Konsep Dasar Adaptasi Adaptasi adalah cara bagaimana organisme mengatasi tekanan lingkungan sekitarnya untuk bertahan hidup (Wikipedia. Diakses tanggal 21 Juli 2008). Adaptasi adalah proses dimana dimensi fisiologi dan psikososial berubah dalam berespon terhadap stress (Arwinlim. Diakses tanggal 21 Juli 2008). Menurut Musthafa Fahmi, penyesuaian diri adalah suatu proses dinamik terus menerus yang bertujuan untuk mengubah kelakuan guna mendapatkan hubungan yang lebih serasi antara diri dan lingkungan. Sementara itu, menurut James F.Calhoun dan Joan Ross Acocella, penyesuaian diri adalah interaksi anda yang kontinu dengan diri anda sendiri, dengan orang lain dan dengan dunia anda (Sobur, Drs.Alex, 2003:526). Konsep Dasar Remaja Masa remaja merupakan masa transisi atau peralihan dari kanak-kanak. Masa peralihan tersebut diperlukan untuk mempelajari remaja mampu memukul tanggung jawab nanti dalam masa dewasa (Monks, 2004:262). Masa remaja adalah masa peralihan atau masa transisi dari anak menuju dewasa. (Sobur, 2003:134). Definisi lainnya, remaja adalah perubahan cepat menuju kematangan fisik yang melibatkan perubahan hormon dan tubuh yang
Pengaruh Informasi Terhadap Kemampuan Adaptasi Remaja Putri (12-15 Tahun) Dalam Menghadapi Menarche (Ulva Noviana)
terutama terjadi selama masa pubertas awal. (Santrock, 2003:98). Menarche atau Menstruasi Menarche adalah timbulnya menstruasi yang pertama kali, sedangkan menstruasi (haid) menurut pendapat sebagian ulama adalah darah yang keluar secara rutin setiap bulan dari (dalam) rahim seorang wanita dan lamanya pada umumnya sudah diketahui pada waktu-waktu tertentu oleh dirinya sendiri (Hendrik, 2006:96). Ditinjau secara medis, menstruasi (haid) berarti perdarahan secara periodik (pada waktuwaktu tertentu) dan siklik (secara berulang-ulang) dari uterus orang wanita disertai deskuamasi, yaitu proses perontokan atau peluruhan atau pelepasan jaringan tubuh dari lapisan endometrium uterinya (Hendrik, 2006:96).
17
Fase Post Menstrum atau Fase Regenerasi Luka endometrium yang terjadi akibat pelepasan sebagain besar berangsur-angsur sembuh dan ditutup kembali oleh selaput lendir baru yang tumbuh dari sel-sel epitel endrometrium. Pada waktu ini tebal endometrium ± 0,5 mm. Fase ini telah mulai sejak fase menstruasi dan berlangsung ± 4 hari. Fase Intermenstrum atau Fase Oroliferasi Dalam fase ini endometrium tumbuh menjadi setebal ± 2,5 mm, fase ini berlangsung dari hari ke-5 sampai hari ke-14 dari siklus menstruasi, fase proliferasi dapat dibagi menjadi 3 sub fase, yaitu: Fase Proliferasi Dini (Early Proliferasi Phase), Fase Proliferasi Madya (Mid Proliferasi Phase), Fase Proliferasi Akhir (Late Proliferasi Phase).
Proses Terjadinya Menstruasi
Fase Praemenstrum atau Fase Sekresi
Pada setiap siklus haid FSH (Follicle Stimulating Hormone) dikeluarkan oleh lobus anterior hipofisis yang menimbulkan beberapa folikel primer yang dapat berkembang dalam ovarium. Umumnya satu folikel, kadang-kadang lebih dari satu, berkembang menjadi De Graff yang membuat esterogen. Esterogen ini menekan produksi FSH, sehingga lobus anterior hipofisis dapat mengeluarkan hormon gonadotropin yang kedua, yakni LH (Luteinizing Hormone). Dibawah pengaruh LH, folikel De Graff menjadi lebih matang, mendekati permukaan ovarium, dan kemudian terjadilah ovulasi (ovum dilepas oleh ovarium) setelah ovulasi terjadi, dibentuklah korpus rubrum (bewarna merah oleh karena perdarahan tersebut diatas) yang akan menjadi korpus luteum (Luteotropic Hormones), suatu hormon gonadotropin juga korpus luteum menghasilkan hormon progesteron, progesteron ini mempunyai pengaruh terhadap endometrium yang telah berproliferasi dan menyebabkan kelenjarkelenjar berkelok-kelok dan bersekresi (masa sekresi). Bila tidak ada perubahan, korpus luteum berdegenerasi dan ini mengakibatkan bahwa kadar esterogen dan progesteron menimbulkan efek pada arteri yang berkelok-kelok di endometrium tampak dilatasi dan statis dengan hiperemia yang diikuti oleh spasme dan ischemia. Sesudah itu terjadi degenerasi serta perdarahan dan pelepasan endometrium yang nekrotik, proses ini disebut haid atau menstruasi, selain itu dalam proses terjadinya menstruasi dapat dibedakan dalam beberapa fase endometrium, yang terdiri dari :
Fase ini dimulai sesudah ovulasi dan berlangsung dari hari ke-14 sampai hari ke-28 pada fase ini endometrium telah tertimbun glikogen dari kapur yang kelak dibuahi. Tujuan perubahan ini adalah untuk mempersiapkan endometrium menerima telur yang dibuahi. Fase sekresi dibagi atas: Fase sekresi dini, Fase sekresi lanjut. Dari kerangka konsep diatas dapat diuraikan bahwa dalam menghadapi menarche terjadi perubahan fisik pada remaja putri yang berarti alat reproduksinya sudah berkembang, terjadinya perubahan fisik ini memerlukan kemampuan adaptasi pada diri remaja dan dapat menimbulkan berbagai perilaku pada remaja putri yang dipengaruhi oleh niat seorang, dukungan sosial, informasi, otonomi pribadi, dan situasi.
Fase Menstruasi atau Deskuamasi Dalam fase ini endometrium dilepaskan dari dinding uterus disertai perdarahan. Hanya stratum basale yang tinggal utuh. Darah haid mengandung darah vena dan arteri dengan sel-sel darah merah dalam hemolitis atau aglutinasi, sel-sel epitel dan stroma yang mengalami disintegrasi dan otolisis dan sekret dari uterus, serviks dan kelenjar-kelenjar vuluo. Fase ini berlangsung 2-4 hari.
METODE PENELITIAN Desain penelitian ini adalah penelitian Cross Sectional yaitu peneliti melakukan pendekatan, observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat, yaitu tiap subjek penelitian hanya diobservasi sekali saja. Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah : remaja yang sudah mengalami menarche, umur antara 12-15 tahun, dan menstruasi maksimal 2 kali. Sedangkan kriteria ekslusinya adalah sakit fisik dan menolak menjadi responden atau berpartisipasi. Populasi dalam penelitian ini sebanyak 75 siswi putri yang berusia 12-15 tahun, dimana peneliti mengambil sampel sebanyak 30% dari total populasi yaitu berjumlah 23 siswi putri. Jadi, besarnya sampel dalam penelitian ini sebanyak 23 remaja putri. Dalam penelitian ini pengambilan sampel menggunakan probability sampling dengan tehnik simple random sampling. Alat pengumpulan data menggunakan kuisioner berbentuk petanyaan tertutup. Data dianalisis dengan menggunakan analisa univariat dan analisa bivariat. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Umur Responden Hasil penelitian tentang umur responden dapat dilihat pada tabel berikut :
18
Tabel 1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur di SMP Negeri 5 Bangkalan Bulan Agustus 2008 Umur Frekuensi Prosentase (%) 12 tahun 15 65,2 13 tahun 6 26,1 14 tahun 2 8,7 Total 23 100 Berdasarkan tabel 1 di atas didapatkan hasil bahwa mayoritas responden berumur 12 tahun yaitu sebesar 65,2%, dan paling sedikit adalah umur 14 tahun yaitu sebesar 8,7%. Informasi Remaja Putri (12-15 Tahun) Dalam Menghadapi Menarche Di SMP Negeri 5 Bangkalan. Tabel 2 Distribusi frekuensi responden berdasarkan informasi menarche di SMP Negeri 5 Bangkalan Bulan Agustus 2008 Informasi Frekuensi Prosentase (%) Adekuat 5 21,74 Kurang adekuat 16 69,56 Tidak adekuat 2 8,70 Total 23 100 Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar remaja putri mendapatkan informasi yang kurang adekuat yaitu sebanyak 16 responden (69,56%) dari total responden. Hasil ini dapat disimpulkan bahwa rata-rata remaja putri belum memahami tentang tindakan yang harus dilakukan saat menarche, banyak yang belum paham bahwa menarche merupakan hal yang fisiologis bagi mereka, dan belum mengetahui waktu mendapatkan menarche. Kondisi ini disebabkan antara lain masih adanya tradisi yang menganggap tabu membicarakan menstruasi sebelum menarche. Banyak para guru yang belum memberikan materi tentang kesehatan reproduksi khususnya tentang menarche kepada remaja putri di sekolah mereka, serta kurangnya respon yang baik terhadap informasi yang diterima oleh remaja putri tentang menarche. Informasi yang tidak jelas dapat terjadi karena personal yang menyampaikan informasi tidak mampu menyampaikannya sesuai dengan maksud yang sebenarnya (Nawawi, 2000:50), oleh karena itu remaja putri akan sulit untuk memahami isi dari informasi yang disampaikan sehingga informasi tersebut tidak akan menimbulkan respon atau tindakan yang sesuai. Pentingnya pemberian informasi inilah yang menjadi tolak ukur bahwa pemberian informasi tentang menarche harus diberikan dengan cara yang sederhana, jelas dan mudah dimengerti kepada remaja putri agar informasi yang didapatkan adekuat dan dapat memberikan persepsi positif pada diri remaja putri saat menstruasi pertama datang (Nawawi, 2000:47). Selanjutnya dengan pengetahuan itu akan menimbulkan kesadaran mereka, dan akhirnya akan menyebabkan orang
Jurnal Ilmiah Ilmu Kebidanan dan Kandungan, Vol. 2, No. 1, April 2009 : 15 - 20
berperilaku sesuai dengan pengetahuan dimilikinya itu (Notoatmodjo, 2003:177).
yang
Adaptasi Remaja Putri (12-15 tahun) dalam Menghadapi Menarche di SMP Negeri 5 Bangkalan Tabel 3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Adaptasi Dalam Menghadapi Menarche di SMP Negeri 5 Bangkalan bulan Agustus 2008 Adaptasi Frekuensi Prosentase (%) Baik 13 56,52 Cukup 8 34,78 Kurang 2 8,70 Total 23 100 Tabel di atas menunjukkan bahwa mayoritas remaja putri mempunyai adaptasi baik yaitu sebanyak 13 responden (56,52%), dan adaptasi cukup diperoleh sebanyak 8 responden (34,78%) dari total responden. Hal ini dapat disimpulakn bahwa mengenai adapatasi rata-rata siswi putri memahami tentang perhatian yang harus dilakukan pada saat menarche seperti kebersihan diri yaitu mengganti pembalut tiap kali merasa tidak nyaman dan basah, mencuci rambut sebelum menstruasi selesai dan persiapan yang dilakukan. Adanya kemampuan adaptasi yang baik pada remaja putri disebabkan karena mereka sudah megetahui dan mendapatkan pengetahuan tentang pengalaman-pengalaman tentang menarche dari orang tua, saudara maupun dari teman mereka bahwa menarche ini juga akan terjadi pada diri mereka, hal ini didukung juga oleh perubahanperubahan fisik yang tampak pada diri mereka yang sudah mereka sadari sebelum terjadinya menarche seperti pembesaran payudara, pertumbuhan rambut pubis, pertumbuhan rambut ketiak, dan akhirnya terjadi pengeluaran darah menstruasi pertama yang disebut menarche (Manuaba, 1998:87). Kesadaran ini akan menimbulkan penerimaan yang baik pada diri remaja putri terhadap datangnya menstruasi pertama. Penyesuaian diri pada remaja putri sangat dibutuhkan pada saat datangnya menstruasi pertama. Hal ini dibutuhkan agar remaja putri mampu melakukan adaptasi dan dapat berpikir positif terhadap datangnya menstruasi pertama. Dalam hal ini adaptasi merupakan subjek telah berperilaku sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus (Notoatmodjo, 2003:121), maksudnya remaja putri dapat melakukan adaptasi yang baik sesuai dengan pengetahuan dan informasi yang didapatkan sehingga mereka lebih siap dalam menghadapi menstruasi pertamanya. Pengaruh Informasi Terhadap Kemampuan Adaptasi Remaja Putri Dalam Menghadapi Menarche di SMP Negeri 5 Bangkalan Hasil penelitian tentang pengaruh informasi terhadap kemampuan adaptasi adalah sebagai berikut :
Pengaruh Informasi Terhadap Kemampuan Adaptasi Remaja Putri (12-15 Tahun) Dalam Menghadapi Menarche (Ulva Noviana)
19
Tabel 4 Tabulasi Silang Antara Informasi Terhadap Kemampuan Adaptasi Remaja Putri (12-15 tahun) Dalam Menghadapi Menarche di SMP Negeri 5 Bangkalan Bulan Agustus 2008
Informasi Adekuat Kurang adekuat Tidak adekuat Total
Baik n 3 10 0 13
% 13,0 43,5 0 56,5
Adaptasi Cukup n % 2 8,7 4 17,4 2 8,7 10 34,8
Total
Kurang n 0 2 0 0
% 0 8,7 0 8,7
n 5 16 2 23
% 21,7 69,6 8,7 100
Tabel 5 Pengaruh Informasi Terhadap Kemampuan Adaptasi Remaja Putri (12-15 tahun) Dalam Mengahadapi Menarche di SMP Negeri 5 Bangkalan Bulan Agustus 2008 Variabel R p-value (sig.2-tailed) Informasi vs Adaptasi 0,180 0,370 Hasil penelitian diketahui bahwa mayoritas responden mempunyai informasi yang kurang adekuat yaitu sebanyak 10 responden (43,5%) dengan adaptasi yang baik seperti Tabel 4 Berdasarkan analisis uji Kendall Tau-b yaitu sebesar 0,370 dan menunjukkan hasil yaitu H0 diterima dengan taraf signifikansi 5%. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa tidak ada pengaruh informasi terhadap kemampuan adaptasi remaja putri (12-15 tahun) dalam menghadapi menarche. Informasi harus disampaikan secara jelas, sederhana, nyata dan mudah dimengerti oleh remaja agar mudah dipahami dan direspon dengan baik sehingga mereka mampu mengubah perilaku sesuai dengan informasi yang telah disampaikan. Namun adanya informasi yang terlalu sedikit mengakibatkan kurangnya data dalam mengambil keputusan sebagai respon (Nawawi, 2000:50). Padahal kenyataannya meskipun informasi yang didapatkan remaja putri cukup adekuat tetapi tidak mampu membentuk kemampuan adaptasi yang baik dalam menghadapi menstruasi pertama kali. Kondisi ini menunjukkan bahwa kemampuan adaptasi seseorang tidak saja dipengaruhi oleh adanya pemberian informasi tetapi masih banyak faktor lain yang membuat remaja putri mampu melakukan adaptasi yang baik terhadap datangnya menstruasi pertama pada dirinya. Hal ini didukung oleh teori Scehandu B.Kar bahwa kemampuan adaptasi dipengaruhi oleh niat seseorang, dukungan sosial, ada atau tidak adanya informasi, otonomi pribadi dan situasi (Notoatmodjo, 2003:66). Niat merupakan kemauan hati untuk melakukan sesuatu (Fera. Diakses tanggal 19 Februari 2008),dimana remaja putri mampu melakukan adaptasi fisik dan psikologis sesuai dengan kemauan hati dalam menghadapi menarche, artinya meskipun remaja putri mendapatkan informasi yang kurang adekuat tentang menarche tetapi dengan adanya niat tersebut mereka mampu menerima dan beradaptasi dengan datangnya menstruasi pertama pada diri mereka. Adanya penerimaan tersebut tidak akan menimbulkan reaksi-reaksi negatif pada remaja putri sehingga mereka mampu melakukan adaptasi yang baik terhadap datangnya mestruasi pertama pada diri mereka. Sebaliknya, meskipun informasi yang
didapatkan remaja putri adekuat tetapi kemauan atau niat mereka kurang terhadap penerimaan menstruasi pertama, maka mereka tidak akan mampu melakukan adaptasi sehingga akan menimbulkan reaksi yang kurang baik pada diri remaja seperti malu, mengurung diri dikamar bahkan mereka tidak mau melakukan aktifitas apapun sebelum menstruasi selesai, padahal reaksi yang timbul tersebut menjadikan mereka tidak mampu untuk menghadapi perubahan fisik maupun psikis pada remaja seusianya. Adanya niat pada diri remaja putri dalam menghadapi menarche tidak lepas dari dukungan sosial disekitarnya dan dukungan keluarga, misalnya budaya keluarga dalam menyiapkan kebutuhan remaja putri selama menarche ataupun sebelum menarche, memberikan saran ataupun masukan dari orang tua, saudara dan teman tentang menarche, tradisi keluarga dalam mengonsumsi ramuan atau jamu yang diberikan pada remaja putri selama menarche baik untuk membersihkan diri maupun untuk memperlancar menstruasi. Menurut Supartini (2004 : 51) berpendapat bahwa budaya keluarga atau masyarakat akan mempengaruhi bagaimana mereka mempersepsikan dan memahami kesehatan serta berperilaku sehat, dalam hal ini keluarga dan masyarakat sangat berperan penting terhadap penerimaan remaja putri dalam menghadapi menstruasi pertama kalinya. Adanya penerimaan tersebut dan informasi yang baik yang diberikan oleh keluarga mereka akan mengubah mereka untuk melakukan adaptasi yang baik. Adanya situasi lingkungan baik lingkungan keluarga maupun lingkungan masyarakat yang baik akan menjadi salah satu pandangan diri terhadap remaja putri dalam hal penerimaan menarche yang terjadi pada diri remaja putri. (Fikri Mahmud. Diakses tanggal 19 Februari 2008), situasi lingkungan ini juga akan mempengaruhi remaja putri dalam melakukan adaptasi selama menarche, dalam hal ini adalah situasi yang memungkinkan remaja putri untuk siap bertindak dalam menghadapi menarche. Situasi yang dipengaruhi oleh pribadi remaja putri itu sendiri atau situasi lingkungan dimana remaja putri itu tinggal atau berada. Hasil wawancara peneliti dengan responden didapatkan bahwa yang mempunyai adaptasi yang baik pada umumnya sudah siap menghadapi menarche baik secara
20
pribadi maupun situasi lingkungan yang mendukung, yaitu mereka mendapatkan dukungan dari orang tua, saudara dan teman mereka dalam menghadapi menarche sehingga mereka mampu melakukan adaptasi yang baik selama menarche. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Mayoritas informasi yang didapatkan remaja putri tentang menarche adalah kurang adekuat. Mayoritas kemampuan adaptasi remaja putri dalam menghadapi menarche adalah baik. Tidak ada pengaruh informasi terhadap kemampuan adaptasi remaja putri dalam menghadapi menarche. Saran Disarankan kepada instansi kesehatan agar memberikan KIE tentang menarche secara sederhana, jelas dan mudah dimengerti kepada remaja putri sebelum menarche supaya mereka mampu beradaptasi yang baik dan dapat menimbulkan persepsi positif tentang menarche. DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian. Rineka Cipta, Jakarta. Alwi, wahyudi. 2008. Batasan remaja Putri. http://hqweb01.bkkbn.go.id. Anisah, Sri. 2008. Masalah Keluarga Remaja. http://www. Keluargasehat.com.
Jurnal Ilmiah Ilmu Kebidanan dan Kandungan, Vol. 2, No. 1, April 2009 : 15 - 20
Eko, Purnomo. 2008. Menarche Awal Remaja. http//www.kesreproinfo. Efendi, Ferry. 2008. Adaptasi Dalam Menghadapi Menarche. http://ferryefendi.blogspot.com. Fikri, Mahmud. 2008. Pengertian Situasi. http://fikri mahmud.tripod.com. Fera. 2008. Masalah Niat Dalam Kehidupan Seharihari. http://www.fera.web.ugm.ac.id Hendersen, Cristine. 2005. Konsep Kebidanan. EGC, Jakarta. Hendrik. 2006. Problema Haid Tinjauan Syariat Islam dan Medis. Tiga Serangkai, Solo. Manuaba, I. 1998. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan KB Untuk Pendidikan Bidan. EGC, Jakarta. Monks, F.J. 2004. Psikologi Perkembangan. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Nawawi, Hadari. 1994. Administrasi Pendidikan. CV Haji Masagung, Jakarta. Nursalam. 2003. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan Dan Skripsi, Tesis Dan Instrumen Penelitian Keperawatan. Salemba Medika, Jakarta. Santrock, John W. 2003. Adolecense (Perkembang Remaja). Erlangga, Jakarta. Sobur, Alex. 2003. Psikologi Umum. CV. Pustaka Setia, Bandung. Soekidjo, Notoatmodjo.2003. Pendidikan Perilaku Kesehatan. Rineka Cipta, Jakarta. Soekidjo, Notoatmodjo. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta, Jakarta. Sugiyono, Prof. Dr. 2005. Stastika Untuk Penelitian. Alfabeta, Bandung. Supartini, Yupi. 2004. Konsep Dasar Keperawatan Anak. EGC, Jakarta.
Pengaruh Informasi Terhadap Kemampuan Adaptasi Remaja Putri (12-15 Tahun) Dalam Menghadapi Menarche (Ulva Noviana)
PENELITIAN ILMIAH
21
Pengaruh Persepsi Terhadap Perilaku
ABSTRACT
Akseptor Dalam Memilih AKDR (Alat
The purpose of this research was to determine the effects of perception on acceptors' behavior in choosing intra uterine contraception. Analytical design was used with Cross Sectional method in term of its periodic definition. The population was all acceptors at Kelayan Village Puskesmas Socah operational area consisted of 140 respondents. The number of samples was 25% of the total population, or 35 persons. Data were collected trough questioanire distribution. And were analyzed using frequency distribution with chi-square test. The results showed that acceptors had negative perception by preferring hormonal contraseption (Non AKDR) of 74,3%, while other 11,43% had positive perseption by choosing intra uterine contraception 2 (AKDR). Chi–square test also indicated that x count 2 was larger than the x table (12,600 > 3,841), that H1 was accepted, or in other words, there was significant effects of perception on acceptors' behavior (preference). The study also concluded that acceptors perception at Kelayan Village was mostly negative. Whereas preferred type of contraception was hormonal ones (non-AKDR) which is 80% of the sample. Health care Institutions are suggested to provide complete information regarding intra uterine contraception tehrefore two ways communication may be established and acceptors' perception may be directed toward better comprehension.
Kontrasepsi Dalam Rahim) The Impacts Of Perception On Acceptors Behavior In Choosing Intra Uterine Contraception
IKA RESKIYATIN * IKA TUTRI OKTAVIA * * Akademi Kebidanan Ngudia Husada Madura
Key Words : perception, behaviour, intra uterine contraception/AKDR Correcpondence : Ika Reskiyatin, Jl. R.E. Martadinata Bangkalan, Indonesia
PENDAHULUAN Keluarga berencana merupakan suatu perencanaan tentang waktu yang tepat untuk memiliki anak. Didalam keluarga berencana terdapat teknik kontrasepsi yang digunakan untuk mencegah kehamilan sebagai upaya untuk mengatur jarak kehamilan atau mencegah kehamilan, upaya itu dapat bersifat permanen. Oleh karena itu, untuk mengatur waktu kehamilan tidak terlepas dari peran alat kontrasepsi. Sebagian besar masyarakat memiliki pengetahuan tentang alat kontrasepsi cukup tinggi tetapi tidak merata dan belum diketahui secara lengkap, terutama untuk kontrasepsi yang mempunyai efektifitas tinggi seperti AKDR (Alat Kontrasepsi Dalam Rahim). Dalam teori menunjukan bahwa AKDR lebih efektif dari pada kontrasepsi oral. Efektifitas AKDR telah meningkat, dari angka kehamilan 1 tahun sebesar 2-3%. Angka kegagalan bahkan lebih rendah pada wanita lebih tua yang kesuburannya secara alamiah sudah berkurang, angka kehamilan ektopik pada pemakaian AKDR juga menurun (Glasier , 2005:119). Berdasarkan data yang diperoleh dari BKKBN Kabupaten Bangkalan pada tahun 2007 bahwa untuk Wilayah Kabupaten Bangkalan jumlah sasaran akseptor KB sebanyak 30.464 akseptor, untuk metode kontrasepsi AKDR 0,09%, MOW 0,65%, MOP 0,03%, kondom 0,24%, implant 6,12%, suntik 57,49%, pil 35,36%. Data yang diperoleh dari Puskesmas Socah tahun 2007 didapat AKDR 3,05%, kondom 0,05%, implant 7,29%, suntik 66,89%, pil 21,76%, sedangkan data yang diperoleh dari PLKB Kecamatan Socah di Desa Keleyan tahun 2007 didapat AKDR 5% (7 Akseptor), implant 20%
(28 Akseptor), suntik 42,9% (60 Akseptor), pil 32,14% (45 Akseptor). Dari data diatas menggambarkan bahwa pemakaian Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) sangat rendah dibandingkan dengan kontrasepsi hormonal (suntik, pil, implant). Setelah dilakukan studi pendahuluan di Desa Keleyan Wilayah Kerja Puskesmas Socah dengan menggunakan kuesioner pada 10 responden akseptor KB didapatkan 80% (8 orang) mempunyai anggapan negatif tentang AKDR (Alat Kontrasepsi Dalam Rahim) dan 20 % (2 orang) mempunyai anggapan positif tentang AKDR. Umumnya, alasan mereka tidak menggunakan alat kontrasepsi dalam rahim adalah adanya perasaan takut dan malu karena AKDR ini diletakkan dalam rahim yang pemasangannya masih memerlukan pemeriksan dalam, serta dipengaruhi biaya yang lebih mahal di bandingkan kontrasepsi lain (suntik, pil). Sehingga dapat disimpulkan bahwa rendahnya akseptor AKDR disebabkan oleh adanya anggapan (persepsi) negatif tentang AKDR dan masih banyak akseptor yang memilih kontrasepsi hormonal (sunti, pil, implant). Dengan adanya permasalahan diatas, peneliti tertarik untuk meneliti lebih jauh pengaruh persepsi terhadap perilaku akseptor dalam memilih AKDR study di Desa Keleyan Wilayah Kerja Puskesmas Socah agar cakupan akseptor AKDR lebih meningkat. TINJAUAN PUSTAKA Persepsi ialah
Persepsi (perception) dalam arti sempit penglihatan, bagaimana cara seseorang
22 melihat sesuatu. Sedangkan dalam arti luas ialah pandangan atau pengertian, yaitu bagaimana seseorang memandang atau mengartikan sesuatu (leavit, (1978). Menurut Devito (1997:75) Persepsi adalah proses ketika kita menjadi dasar akan banyaknya stimulus yang mempengaruhi kita. Persepsi menurut Gulo (1982:207) mendefinisikan persepsi sebagai proses seseorang menjadi sadar akan segala sesuatu dalam lingkungannya melalui indera-indera yang dimilikinya. Persepsi adalah pengalaman tentang obyek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan (Rakhmat, 1994:51). Persepsi adalah proses menerima, menyeleksi, mengorganisasikan mengartikan, menguji, dan memberikan reaksi kepada rangsangan panca indera atau data (Pareek, 1996:13). Berdasarkan beberapa konsep persepsi yang dikemukakan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa persepsi merupakan stimulus terhadap suatu obyek kemudian direspon melalui proses pengamatan, mengetahui, mengartikan serta menyimpulkan atau menafsirkan obyek tersebut untuk disikapi. Proses Terjadinya Persepsi Tingkah laku seseorang merupakan fungsi dari cara memandang untuk mengubah tingkah laku seseorang dimulai dari mengubah persepsinya (Alex, 2003:447). Dalam bukunya psikologi umum mengungkapkan terdapat 3 komponen utama dalam proses persepsi yaitu: (1) Seleksi. Merupakan proses penyaringan oleh indera terhadap ragsangan dari luar, intensitas, dan jenisnya dapat banyak atau sedikit. (2) Interpretasi. Yaitu proses mengorganisasikan informasi sehingga mempunyai arti bagi seseorang. Interpretasi dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti pengalaman masa lalu, sistem nilai yang dianut, motivasi, keperibadian, dan kecerdasan. (3) Interpretasi dan persepsi kemudian diterjemahkan dalam bentuk tingkah laku sebagai reaksi.
Jurnal Ilmiah Ilmu Kebidanan dan Kandungan, Vol. 2, No. 1, April 2009 : 21 - 27
ini mengandung persoalan-persoalan psikologis yang penting, terutama penglihatan sifat ruang (dimensi ketiga). Dunia persepsi mempunyai dimensi waktu. Dalam hal ini, terdapat kesetabilan yang luas. Obyek-obyek persepsi kurang lebih bersifat tetap, dan persepsi sendiri juga membutuhkan waktu. Dunia persepsi itu berstruktur menurut berbagai obyek persepsi. Disitu, berbagai keseluruhan yang kurang lebih berdiri sendiri menampakkan diri: gestalt-gestalt. Persepsi gestalt merupakan suatu pembahasan yang penting dalam psikologi persepsi. Dunia persepsi adalah suatu dunia yang penuh dengan arti, memersepsi tidaklah sama dengan mengonstatir benda dan kejadian tanpa makna. Persepsi selalu merupakan tandatanda, ekspresi, benda-benda dengan fungsi, relasirelasi yang penuh arti, serta kejadian-kejadian. Perilaku Perilaku manusia adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati langsung maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo, 2003:114). Perilaku manusia pada hakekatnya adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas. Dimana perilaku merupakan suatu kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan.(Notoatmodjo,2003:114). Peneliti (Rogers 1974) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru) di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan yakni: Awareness (Kesadaran) Dimana seseorang tersebut menyadari dalam arti mengetahui, stimulus (objek) terlebih dahulu. Interest (Merasa tertarik) Subjek mulai tertarik terhadap stimulasi atau objek tersebut, maka disini sikap objek mulai tumbuh. Evaluation (penilaian). Menimbang-nimbang terhadap baik tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. Trial (Percobaan).Di mana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh stimulus. Adaptation (Penerimaan) Dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus. (Notoatmodjo. 2003;121)
Fungsi Persepsi Menurut Atkinson dalam bukunya yang berjudul Pengantar Psikologi, fungsi persepsi adalah sebagai berikut: (1) Lokalisasi. Lokalisasi adalah cara yang digunakan untuk bervariasi dari dalam lingkungan untk mengetahui dimana obyek berada dilingkungan pertama kali kita harus mengsegresikan obyek satu dari lainnya dan dari latar belakang kemudian sistem perceptual dapat menentukan posisi obyek. (2) Menentukan pengenalan pola (recognition). Recognition obyek tergantung pada cabang sistem visual yang mencakup area penerimaan kortikal untuk penglihatan dan daerah dekat dasar otak. Sifat-sifat Dunia Persepsi Dunia persepsi mempunyai sifat-sifat ruang. Objek-objek yang dipersepsi itu "meruang", berdimensi ruang. Dengan mengenal persepsi ruang
Akseptor Akseptor adalah seseorang pengguna alat kontrasepsi yang dianggapnya efektif dalam memberi perlindungan terhadap terjadinya kehamilan. Konsep Dasar Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) AKDR (Alat Kontrasepsi Dalam Rahim) merupakan pilihan kontrasepsi yang efektif, aman, dan nyaman bagi banyak wanita alat ini merupakan metode kontrasepsi reversible yang paling sering di gunakan diseluruh dunia. (Glasier, 2006:116) AKDR (Alat Kontrasepsi Dalam Rahim) merupakan salah satu metode kontrasepsi efektif terpilih (MKET) oleh karena efektif dalam memberi perlindungan terhadap terjadinya kehamilan. AKDR adalah suatu alat berukuran kecil, terbuat dari
Pengaruh Persepsi Terhadap Perilaku Akseptor Dalam Memilih Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (Ika Reskiyatin)
plastic yang dibuat dengan kawat halus tembaga dengan benang monofilament pada ujung bawahnya. (plannded.parenthood /.4 Januari 2008). IUD (Intra Uteri Device), atau dalam bahasa Indonesia disebut alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR) adalah alat kontrasepsi yang oleh masyarakat awam biasa disebut spiral, sesuai dengan namanya AKDR, alat ini dipakai dalam rahim (tempo.co.id/medika/arsip/032002/pus-1.htm 4 januari 2008).
23
AKDR dibuat dalam berbagai bentuk dan dari bahan yang berbeda-beda, AKDR yang tersedia di seluruh dunia hanya 3 tipe. Inert, dibuat dari plastic (lippes loop). Mengandung tembaga, termasuk disini TCU 380 A, TCU 200 c, multiload (MLCU 250 dan 375) dan nova T. Mengandung hormone steroid seperti progestasert dan levonova yang mengandung progestin (Depkes RI, 2002: 101).
serta memungkinkan untuk mencegah implantasi telur dalam uterus. (Saifudin, 2006:Mk-74). Semua AKDR menimbulkan reaksi benda asing diendometrium, disertai peningkatan oleh tembaga, yang mempengaruhi enzim-enzim endometrium, metabolisme glikogen, dan penyerapan estrogen serta menghambat transportasi sperma. Pada pemakaian AKDR yang mengandung tembaga, jumlah spermatozoa yang mencapai saluran genitalia atas berkurang. Perubahan cairan uterus dan tuba mengganggu viabilitas gamet, baik sperma maupun ovum yang diambil dari pemakai AKDR yang mengandung tembaga memperlihatkan degenerasi mencolok. Pengawasan hormone secara dini memperlihatkan bahwa tidak terjadi kehamilan pada pemakaian AKDR modern yang mengandung tembaga. Dengan demikian, pencegahan implantasi bukan merupakan mekanisme kerja terpenting kecuali apabila AKDR yang mengandung tembaga digunakan untuk kontrasepsi pascakoitus (Glasier,2005 : 119)
Jenis-jenis AKDR
Efektifitas
Jenis-jenis AKDR antara lain adalah : (1) Copper-T. AKDR berbentuk T, terbuat dari bahan polyethelene dimana pada bagian vertikalnya diberi lilitan kawat tembaga halus, lilitan kawat tembaga halus ini mempunyai efek antifertilisasi (anti pembuahan) yang cukup. (2) Copper-7. AKDR ini berbentuk angka 7 dengan maksud untuk memudahkan pemasangan. Jenis ini mempunyai ukuran diameter batang vertikal 32 mm dan ditambahkan gulungan kawat tembaga (Cu) yang mempunyai luas 2 permukaan 200 mm , fungsinya sama seperti halnya lilitan tembaga halus pada jenis copper – T. (3) Multiload. AKDR ini terbuat dari plastic (polyethelene) dengan dua tangan kiri dan kanan berbentuk sayap yang fleksibel. Panjangnya dari ujung atas kebawah 3,6 cm, batangnya diberi gulungan dari kawat tembaga dengan luas 2 atau 375 mm2 untuk permukaan 250 mm menambah efektifitas. Ada 3 ukuran multiload, yaitu standart, small (kecil) dan mini. (4) Lippes loop. AKDR ini terbuat dari bahan polyethelene, bentuknya seperti spiral atau hurup S bersambung. Untuk memudahkan control, di pasang benang pada ekornya. Lippes loop terdiri dari 4 jenis yang berbeda menurut ukuran panjang bagian atasnya. Tipe A berukuran 25 mm (benang biru), Tipe B 27,5 mm 9 (benang hitam). Tipe C berukuran 30 mm (benang kuning), dan 30 mm (tebal, benang putih) untuk tipe D. lippes loop mempunyai angka kegagalan yang rendah. Keuntungan lain dari pemakaian spiral jenis ini adalah bila terjadi perforasi jarang menyebabkan luka atau penyumbatan usus, sebab terbuat dari bahan plastic (google.com 4 Januari 2008).
AKDR adalah suatu metode kontrasepsi yang efektif dengan angka kehamilan kurang dari 1,0 sesudah pemakaian 1 tahun angka kegagalan bahkan lebih rendah pada wanita lebih tua yang kesuburannya, secara alamiah sudah berkurang (Depkes, 2002:103).
Tipe AKDR
Cara Kerja AKDR AKDR menghambat kemampuan sperma untuk masuk ke tuba fallopi dan mempengaruhi fertilisasi sebelum ovum mencapai kavum uteri. AKDR bekerja terutama mencegah sperma dan ovum bertemu, walaupun AKDR membuat sperma kulit masuk ke dalam alat reproduksi perempuan dan mengurangi kemampuan sperma untuk fertilisasi,
Keuntungan dan Kekurangan AKDR Keuntungan AKDR. Sebagai kontrasepsi, efektifitasnya tinggi : Sangat efektif → 0,6 – 0,8 kehamilan / 100 perempuan dalam 1 tahun pertama. AKDR dapat efektif segera setelah pemasangan. Metode jangka panjang (10 tahun proteksi dari Cu T380 A dan tidak perlu diganti). Sangat efektif karena tidak perlu lagi mengingat-ingat. Tidak mempengaruhi hubungan seksual. Meningkatkan kenyamanan seksual karena tidak perlu takut untuk hamil. Tidak ada efek samping hormonal dengan cu AKDR (Cut- T 380 A). Tidak mempengaruhi kualitas dan volume ASI. Dapat dipasang segera setelah melahirkan atau sesudah abortus (apabila tidak terjadi infeksi). Dapat digunakan sampai menopause (1 tahun atau lebih setelah haid terakhir). Tidak ada interaksi dengan obat-obat. Membantu mencegah kehamilan ektopik Kerugian AKDR Efek samping yang umum terjadi misalnya: perubahan siklus haid (umumnya pada 3 bulan pertama akan berkurang setelah 3 bulan), haid lebih lama dan banyak, perdarahan (spotting) antar menstruasi, saat haid lebih sakit. Komplikasi lain: Merasakan sakit dan kejang selama 3 sampai 5 hari setelah pemasangan. Perdarahan berat pada waktu haid atau diantaranya yang memungkinkan penyebab anemia. Perforasi dinding uterus (sangat jarang apabila pemasangannya sangat benar). Tidak mencegah IMS termasuk HIV/AIDS. Tidak baik digunakan pada perempuan dengan IMS atau perempuan yang sering berganti pasangan. Penyakit radang panggul terjadi sesudah perempuan dengan IMS memakai AKDR, PRP(penyakit radang panggul)
24 dapat memicu infertilitas. Prosedur media, termasuk pemeriksaan pelvic diperlukan dalam pemasangan AKDR, sering kali perempuan takut selama pemasangan. Sedikit nyeri dan perdarahan (spotting) terjadi segera setelah pemasangan AKDR, biasanya menghilang dalam 1-2 hari. Klien tidak dapat melepas AKDR oleh dirinya sendiri. Mungkin AKDR keluar dari uterus tanpa diketahui (sering terjadi apabila AKDR dipasang segera sesudah melahirkan). Tidak mencegah terjadinya kehamilan ektopik karena fungsi AKDR untuk mencegah kehamilan normal. Perempuan harus memeriksa posisi benang AKDR dari waktu ke waktu (saifudin, 2006: Mk-75). METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di Desa Keleyan Wilayah Kerja Puskesmas Socah mulai tanggal 5 Februari sampai 20 Agustus 2008. Dalam penelitian ini jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian analitik yaitu penelitian yang mencoba menggali bagaimana dan mengapa fenomena kesehatan itu terjadi (Notoatmodjo, 2002:145). Sedangkan desain penelitian yang digunakan adalah “Cross sectional”, dimana peneliti melakukan observasi atau pengukuran terhadap variabel tergantung (dependent) dan variabel bebas (independent) hanya satu kali sekaligus pada waktu yang sama tanpa melakukan tindakan lanjut. Besar sampel adalah banyaknya anggota yang akan dijadikan sampel, jika jumlah subjeknya besar dapat diambil antara 10-15% atau 20-25% atau lebih (Arikunto, 2002:112). Dalam penelitian ini menggunakan 25% dari total populasi yaitu berjumlah 35 akseptor. Jadi besarnya sampel dalam penelitian ini sebanyak 35 akseptor. Dalam penelitian ini cara pengambilan sampel menggunakan probability sampling dengan tehnik proportionate sratified random sampling yaitu tehnik yang dilakukan dengan cara mengidentifikasi karakteristik umum dari anggota populasi, kemudian menentukan strata atau lapisan dari jenis karakteristik unit-unit tersebut, kemudian dari masing-masing strata ini diambil sample yang mewakili strata tersebut secara random atau acak (Notoatmodjo, 2005:86). Caranya dengan mengumpulkan semua akseptor KB sebanyak 35 akseptor, dimana untuk AKDR sebanyak 7 orang, implant 3 orang, suntik 15 orang, pil 10 orang. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner dan sebagai respondennya adalah akseptor KB di Desa Keleyen Wilayah Kerja Puskesmas Socah dengan sampel sebesar 35 responden. Alat pengumpulan data menggunakan kuesioner dengan skala likert atau Field Rating yaitu memperhitungkan jawaban yang digolongkan kedalam beberapa kategori. Tiap-tiap kategori diberi nilai atau “kata nilai” (Notoatmodjo, 2002:110). Kuesioner disebarkan kepada akseptor dimana satu kuesioner untuk satu responden. Setelah semua data terkumpul diperiksa kelengkapannya dan kemudian melakukan analisa dengan tehnik analisis univariat dengan menggunakan tabel distribusi frekuensi dan dilanjutkan dengan bivariat untuk mengetahui pengaruh persepsi terhadap perilaku akseptor dalam
Jurnal Ilmiah Ilmu Kebidanan dan Kandungan, Vol. 2, No. 1, April 2009 : 21 - 27
memilih AKDR, dengan menggunakan tabel tabulasi silang dilanjutkan uji statistik Chi-Square. HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN Deskripsi Daerah penelitian Luas wilayah 635,57 hektar dengan batasbatas sebagai berikut : batas daerah sebelah utara Desa Bilaporah, sebelah selatan Desa Socah, sebelah barat Desa Pataonan, sebelah timur Desa Jeddih. Jumlah penduduk 7.441 jiwa PUS berjumlah 140. Sasaran penelitian dilakukan pada akseptor di desa Keleyan wilayah kerja puskesmas Socah Bangkalan dengan jumlah sasaran 140 akseptor . Tenaga kesehatan di desa Keleyan terdiri dari satu bidan dan empat perawat. Tabel 1 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Umur di Desa Keleyan Wilayah kerja Puskesmas Socah Bangkalan Tahun 2008 Umur Frekuensi Presentase (%) 18-21 10 28,7 22-25 9 25,5 26-29 7 20 30-33 9 25,7 Total 35 100% Sumber : data primer Tabel 1 di atas menggambarkan bahwa jumlah responden terbanyak berumur 18-21 tahun sebesar 28,7% sedangkan responden terendah berusia 26-29 tahun yaitu sebesar 20%. Tabel 2 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Pendidikan di Desa Keleyan Wilayah Kerja Puskesmas Socah Bangkalan tahun 2008 Pendidikan Frekuensi Presentase (%) SD/sederajat 18 51,4 SMP/ sederajat 12 34,2 SMA/ sederajat 5 14,2 Total 35 100% Sumber : data primer Tabel 2 di atas menggambarkan bahwa jumlah responden terbanyak berpendidikan SD/sederajat sebanyak 51,4% dan terendah SMA yaitu 14,2%. Tabel 3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pekerjaan Wilayah Kerja Puskesmas Socah tahun 2008 Pekerjaan Frekuensi Presentase (%) PNS 1 2,85 Swasta 7 20 Tani 7 20 Tidak bekerja/IRT 20 57,14 Total 35 100% Sumber : data primer Tabel 3 di atas mengambarkan bahwa jumlah Responden terbanyak tidak mempunyai pekerjaan sebesar 57,14% dan terendah PNS sebesar 2,84%.
Pengaruh Persepsi Terhadap Perilaku Akseptor Dalam Memilih Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (Ika Reskiyatin)
Persepsi Responden Tentang AKDR Tabel berikut adalah hasil penelitian tentang persepsi responden tentang AKDR. Tabel 4 Distribusi frekuensi responden menurut persepsi tentang kontrasepsi di Desa Keleyan wilayah kerja Puskesmas Socah Bangkalan tahun 2008 Persepsi Frekuensi Presentase (%) Akseptor Positif 6 17,14 Negatif 29 82,86 Total 35 100% Sumber : data primer Berdasarkan tabel 4 didapatkan bahwa 82,86% akseptor mempunyai persepsi negatif tentang AKDR. Hai ini disebabkan mayoritas akseptor mempunyai perasaan takut dan malu karena pemasangannya masih memerlukan pemeriksaan dalam, selain itu mereka menganggap AKDR mempunyai efek samping yang berat misalnya, kram pada perut selama 3 hari setelah pemasangan, haid lebih lama dan banyak. Efek samping ini dikatakan berat jika dibandingkan dengan kontrasepsi hormonal (suntik, pil). Hal ini berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Leavit (1978) bahwa persepsi merupakan pandangan atau pengertian seseorang dalam memandang sesuatu. Banyaknya akseptor yang memiliki persepsi negatif ini didukung dengan adanya data tingkat pendidikan yang lebih banyak respondennya berpendidikan SD yaitu 51,4%. Dalam hal ini responden yang berpendidikan SD akan lebih sulit dalam menerima dan memahami suatu informasi yang lebih tentang alat kontrasepsi itu sendiri khususnnya tentang AKDR. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, makin mudah seseorang dalam menerima informasi sehingga semakin banyak pula pengetahuan dan informasi yang dimiliki dan semakin cermat memahami informasi tentang AKDR (Notoatmodjo, 2003:16). Akseptor yang berpendidikan tinggi lebih mudah menerima informasi sehingga menimbulkan kesadaran yang tinggi pada akseptor dalam keikutsertaan program KB (AKDR). Dari tabel 4.2 akseptor yang berpendidikan tinggi hanya 14,2% sehingga hanya sebagian masyarakat yang peduli dalam keikutsertaan program KB khususnya AKDR (Alat Kontrasepsi Dalam Rahim). Upaya yang dikeluarkan oleh pemerintah untuk memperkenalkan metode kontrasepsi diantaranya, mengeluarkan program KB safari gratis, memberikan penyuluhan tentang keunggulan dan keuntungan menggunakan AKDR pada calon akseptor misal tidak mempengaruhi produksi ASI, efektifitas tinggi, mencegah kehamilan ektopik. Sehingga dengan diberikannya penyuluhan akan dapat menambah pengetahuan akseptor tentang AKDR (Alat Kontrasepsi Dalam Rahim). Perilaku Akseptor Dalam Memilih AKDR Hasil penelitian tentang perilaku akseptor dalam memilih AKDR adalah sebagai berikut :
25
Tabel 5 Distribusi frekuensi Responden Menurut Perilaku Memilih AKDR di Desa Keleyan Wilayah Kerja Puskesmas Socah Bangkalan tahun 2008 Perilaku Frekuensi Presentase (%) Memilih AKDR 7 20 Tidak memilih 28 80 AKDR Total 35 100 Sumber : data primer Berdasarkan tabel 5 di atas didapatkan bahwa 80% akseptor tidak memilih AKDR, hal ini disebabkan adanya anggapan masyarakat bahwa suntik merupakan obat yang mujarab menyebabkan masyarakat lebih memilih alat kontrasepsi tersebut dibandingkan AKDR. Dampak persepsi masyarakat Keleyan yang demikian menyebabkan minimnya minat akseptor untuk memilih jenis alat kontrasepsi lain misalnya saja AKDR yang cara penggunaannya diletakkan di dalam rahim serta memerlukan pemeriksaan yang lebih dari jenis kontrasepsi lain misalnya pemeriksaan dalam. Faktor lingkungan juga mempengaruhi akseptor dalam pemilihan AKDR misalnya adat istiadat yang telah mendarah daging di masyarakat, yang dapat mengubah pola perilaku masyarakat untuk tidak memilih AKDR sebagai alat kontrasepsi seperti meniru tetangga, atau akseptor lain yang menggunakan kontrasepsi hormonal (suntik dan pil). Selain itu, juga dapat dipengaruhi oleh adanya dorongan dari keluarga akseptor yang telah lama atau sudah menggunakan alat kontrasepsi hormonal (suntik dan pil). Faktor lain yang menyebabkan akseptor tidak memilih AKDR sebagai alat kontrasepsi karena masih kurangnya kesadaran masyarakat bahwa AKDR merupakan alat kontrasepsi yang paling baik yang mempunyai keuntungan seperti tidak mempengaruhi produksi ASI, efektifitas tinggi, mencegah kehamilan ektopik. Selain faktor tersebut juga disebabkan karena kurangnya ketertarikan akseptor diakibatkan informasi yang diperoleh akseptor tentang AKDR kurang. Perilaku petugas kesehatan yang kurang memasyarakatkan informasi tentang alat kontrasepsi dalam rahim ini juga merupakan salah satu penghambat di dalam penyampaian informasi kepada orang lain. Selain itu juga dapat dipengaruhi oleh adanya keterbatasan AKDR itu sendiri. Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Rogers (1974) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku (berperilaku baru) di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan yaitu dimulai dari awareness (kesadaran) dimana akseptor tersebut menyadari dalam arti mengetahui bahwa AKDR merupakan alat kontrasepsi yang paling bagus yang mempunyai berbagai macam keuntungan. Dengan mengetahui macam-macam keuntungan AKDR, maka akseptor mulai tertarik (interest) terhadap alat kontrasepsi tersebut dan menimbang-nimbang atau menilai (evaluation) terhadap baik tidaknya AKDR tersebut bagi akseptor sendiri untuk digunakan sebagai alat kontrasepsi, sehingga akseptor mulai mencoba (trial) untuk menggunakan alat kontrasepsi tersebut. Dengan demikian akseptor telah menerima
26 (adaptation) AKDR sebagai alat kontrasepsi yang digunakan sesuai dengan keinginan dan kesadaran sendiri.
Jurnal Ilmiah Ilmu Kebidanan dan Kandungan, Vol. 2, No. 1, April 2009 : 21 - 27
Pengaruh Persepsi Terhadap Perilaku Akseptor Dalam Memilih AKDR Tabulasi Silang Antara Persepsi dan Perilaku Responden Dalam Memilih AKDR adalah sebagai berikut :
Tabel 6 Tabulasi Silang Antara Persepsi dan Perilaku Akseptor Dalam Memilih AKDR di Desa Keleyan Wilayah Kerja Puskesmas Socah Bangkalan tahun 2008 Perilaku memilih kontrasepsi Total Persepsi Non AKDR AKDR Akseptor Jumlah Persentase (%) Jumlah Persentase (%) Jumlah Persentase (%) Positif 2 5,7% 4 11,43% 6 17,1% Negatif 26 74,3% 3 8,6% 29 82,9% Total 28 80% 7 20% 35 100% Uji statistik α = 0,05 Chi-Square Signifikan .000 Sumber : data primer Tabel 6 menunjukkan bahwa 74,3 % responden yang berpersepsi negative memilih AKDR sedangkan 11,43 % yang berpersepsi positif memilih AKDR. Hasil uji statistik dengan Chi-square diperoleh x² hitung lebih besar dari x² table (12,600 > 3,841) dengan taraf signifikan.000 < α = 0,05 sehingga H1 diterima, artinya ada pengaruh persepsi terhadap perilaku akseptor dalam memilih AKDR. Berdasarkan hasil uji statistik dengan Chisquare diperoleh x² hitung lebih besar dari x² tabel (12,600 > 3,841) dengan taraf sifnifikan .000 < α = 0,05 sehingga H1 diterima, artinya ada pengaruh persepsi terhadap perilaku akseptor dalam memilih AKDR (Alat Kontrasepsi Dalam Rahim). Kenyataan ini menunjukkan bahwa persepsi berpengaruh terhadap individu dalam menilai dan membedakan obyek tertentu (W.F. Marasmus, 1995). Berdasarkan tabel 6 didapatkan bahwa 74,3% akseptor yang mempunyai persepsi negatif tentang AKDR tidak memilih alat kontrasepsi tersebut. Banyaknya akseptor yang memiliki persepsi negatif ini didukung dengan adanya data tingkat pendidikan yang lebih banyak respondennya berpendidikan SD. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, makin mudah seseorang dalam menerima informasi sehingga semakin banyak pula pengetahuan yang dimiliki dan semakin cermat memahami informasi tentang kontrasepsi dan menentukan perilaku serta persepsi seseorang tentang obyek-obyek yang diketahuinya (Notoatmodjo, 2003:16). Akseptor yang mempunyai persepsi positif tentang AKDR (Alat Kontrasepsi Dalam Rahim) mempengaruhi akseptor tersebut untuk memilih AKDR sebagai kontrasepsi yang akan dipakai, demikian sebaliknya persepsi akseptor yang negatif tentang AKDR menimbulkan akseptor cenderung untuk tidak memakai AKDR sehingga hal ini akan menyebabkan rendahnya pemakaian AKDR. Ada faktor lain yang mempengaruhi seorang calon akseptor untuk memilih jenis kontrasepsi tertentu. Misalnya, mahalnya biaya untuk penggunaan kontasepsi dalam rahim (AKDR). Hal ini dapat dilihat pada tabel 3 yang menunjukkan bahwa 57,14% akseptor sebagian besar tidak bekerja atau menjadi ibu rumah tangga sehingga menyebabkan akseptor kurang mampu untuk
menggunakan AKDR sebagai alat kontrasepsi, adanya keterbatasan atau ketidakmampuan akseptor dalam menggunakan AKDR ini di akibatkan oleh adanya satu penghasilan didalam keluarga yakni dari suami dan digunakan untuk pemenuhan kebutuhan keluarga. Satu faktor selain faktor di atas yang dapat mempengaruhi akseptor memiliki persepsi negatif diantaranya perasaan malu dan takut karena pemasangannya masih memerlukan pemeriksaan dalam. Dimana mereka berpersepsi bahwa pemeriksaan dalam hanya dilakukan pada orang yang akan melahirkan saja sedangkan untuk hal lain misal, pemeriksaan pemasangan AKDR masih dianggap tabu. Pernyataan ini dapat dilihat pada tabel 1 dimana mayoritas akseptor berumur 18-21 tahun, dengan umur yang sedemikian cenderung seorang akseptor memiliki perasaan malu dan takut serta kurangnya dukungan dari suami. Pada dasarnya penggunaan kontrasepsi memang harus sesuai dengan indikasinya yang ada pada calon akseptor agar menekan efek samping dan komplikasi akibat pemakaian kontrasepsi tersebut. Dengan demikian akseptor dapat memiliki banyak pilihan untuk menggunakan salah satu kontrasepsi yang sesuai dengan indikasinya, sehingga pemilihan pemakaian kontrasepsi oleh akseptor bukan atas dasar kepopuleran kontrasepsi tersebut tetapi berdasarkan indikasi yang sesuai dengan kondisi fisik dan tujuan yang diinginkan. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Persepsi akseptor tentang AKDR (Alat Kontrasepsi Dalam Rahim) sebagian besar negatif (82,86%). Perilaku akseptor dalam memilih AKDR di Desa Keleyan sebagian besar tidak memilih AKDR (80%). Terdapat pengaruh yang signifikan antara persepsi terhadap perilaku akseptor dalam memilih AKDR dengan signifikasi .000. Saran Institusi Kesehatan disarankan untuk Memberikan keterangan dan informasi yang lebih
Pengaruh Persepsi Terhadap Perilaku Akseptor Dalam Memilih Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (Ika Reskiyatin)
lengkap tentang AKDR (Alat Kontrasepsi Dalam Rahim) dengan kemunikasi dua arah agar terjadi timbal balik yang hasilnya akan lebih diterima oleh penerima informasi Institusi kesehatan agar melakukan kerja sama dengan Dinas Kesehatan tentang pengadaan safari KB Institusi kesehatan harus berupaya memberikan pelayanan yang bermutu dan menyeluruh dalam memberikan pelayanan kontrasepsi. DAFTAR PUSTAKA Alimul, Aziz, (2003), Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah. Salemba Medika, Jakarta. Anonim (2001), Panduan Buku Klinis Program Pelayanan Keluarga Berencana. Depkes RI, Jakarta. Arikunto, S, (2002), Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Renika Cipta, Yogyakarta
27
Glasier, Anna, (2005), Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi. EGC, Jakarta. Hartanto, Hanafi, (2003), Keluarga Berencana dan Kontrasepsi. Pustaka Sinar Harapan, Jakarta. Manuaba, I, (1998), Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana Untuk Pendidikan Bidan. EGC, Jakarta. Notoatmojdo, S (2002), Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta, Jakarta. Notoatmojdo, S (2003), Pendidikan dan Prilaku Kesehatan. Rineka Cipta, Jakarta. Saifuddin, A, (2006), Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi. YBPSP, Jakarta. Sobur, Alex, (2003), Psikologi Umum. Pustaka Setia, Bandung. Sugiyono, (2007), Statistik Untuk Penelitian. Alphabeta, Jakarta. Qomariyah, SN, Alat Kontrasepsi IUD. Bersumber dari : http:/www.tempo.coid/ medika arsip (diakses tanggal 8 januari 2008) Walgito, Bimo (2004), Pengantar Psikologi Umum. Andi, Yogyakarta.
P E N E L I T IJurnal AIlmiah N IlmuIKebidanan L MdanIKandungan, A H Vol. 2, No. 1, April 2009 : 8 - 14
28
Kajian
Pengetahuan
Ibu
Tentang
Pemberian ASI Eksklusif Pada Bayi Usia 6 - 12 Bulan Di Kelurahan Kemayoran Wilayah Kerja Puskesmas Kota Bangkalan Mother Knowledge Study About Gift Exclusive Mother’s Milk In Age Baby 6 12 Months At Sub-District Kemayoran Work Area Puskesmas Bangkalan City PONCO INDAH ARISTA * R.SANTI AGUSTINI * * Akademi Kebidanan Ngudia Husada Madura
ABSTRACT The objective of this study was to find out the relationship between knowledge and exclusive mother's milk provision of mothers having 6-12 months babies. The study used a descriptive method. As population was 32 adult females having 6-12 months babies at Kelurahan Kemayoran, operational area of Puskesmas Bangkalan city. Data were collected through questionaire distribution, and were then disributed according the frequency and analyzed. The results indicated that most mothers had suffiecient infromation (knowledge) on exclusive mother's milk provision (40,63%), whereas the other group was found to have no adequate knowledge (9,38%). It is truly recommended that the mothers' improved knowledge may induce their consciousness to receive information about the importance of exclusive mother's milk provision. Keyword : knowledge, exclusif mother’s milk
Correcpondence : Ponco Indah Arista, Jl. R.E. Martadinata Bangkalan, Indonesia
PENDAHULUAN ASI adalah makanan yang terbaik untuk membantu bayi tumbuh dengan sehat dan kuat (Burns, 2000:155). Pemberian Air Susu Ibu (ASI) sejak awal sangat penting karena ASI adalah satusatunya makanan dan minuman untuk bayi dan masa enam bulan pertama kehidupannya ASI merupakan makanan yang terbaik untuk bayi. ASI mengandung nutrisi yang cukup dan nilai nutrisi atau biologisnya tinggi. Fungsi ASI tidak hanya menyediakan perlindungan yang unik terhadap infeksi dan elergi, tetapi juga menstimulasi perkembangan yang memadai dari sistem imunologi bagi bayi. ASI memberikan zat-zat kekebalan yang belum dibuat oleh bayi tersebut, disamping itu ASI juga mengandung beberapa komponen anti implantasi, yang fungsinya belum banyak diketahui (Purwati, 2004:3). ASI ekslusif adalah pemberian ASI (Air Susu Ibu) sedini mungkin setelah persalinan, diberikan tanpa jadwal dan tidak memberikan makanan lain, walaupun hanya air putih sampai berumur 6 bulan (Purwati, 2004:3). Bahkan pemberian ASI secara ekslusif diperkirakan dapat menekan angka kematian bayi. Memperoleh Air Susu Ibu (ASI) secara ekslusif selama 6 bulan pertama merupakan hak setiap anak, karena itu setelah lahir segerakanlah anak untuk menyusui langsung dari payudara ibunya (Harun Yahya, 2007). Pemberian ASI dapat memberikan keuntungan bagi ibu dan bayi. Keuntungan bagi bayi adalah Air Susu Ibu merupakan makanan bayi yang mudah dicerna, bersih, aman dari kuman, selalu siap disajikan serta mengandung zat gizi dan zat pelindung yang dibutuhkan bayi. Bayi yang mendapatkan ASI akan jarang mengalami mencret atau diare, ISPA, terhindar dari kelebihan kalori dan gerakan menghisap payudara ibu tiap menyusui akan memperkuat rahang dan merangsang pertumbuhan gigi bayi (Manuaba, 1999:100). Sedangkan keuntungan bagi ibu antara lain mengurangi pendarahan setelah melahirkan,
mengurangi terjadinya anemia, menjarangkan kehamilan, lebih cepat langsing kembali, lebih ekonomis, tidak merepotkan dan hemat waktu (Roesli, 2000:13). Di Indonesia terutama di kota-kota besar, terlihat adanya penurunan pemberian ASI (Air Susu Ibu), yang di khawatirkan akan meluas ke pedesaan. Hal ini terjadi karena ada kecenderungan dari masyarakat untuk meniru suatu yang dianggapnya modern yang datang dari negara yang telah maju atau yang datang dari kota besar (Soetjiningsih, 1997:16). Penelitian yang dilakukan terhadap 900 Ibu di sekitar JABOTABEK di peroleh fakta bahwa yang dapat memberi ASI Eksklusif hanya sekitar 5%, padahal 98% ibu-ibu tersebut menyusui. Dari penelitian tersebut juga didapatkan bahwa 37,9%, ibu-ibu tersebut tidak pernah mendapatkan informasi khusus tentang ASI, sedangkan 70,4% ibu tidak pernah mendengar informasi tentang ASI eksklusif (Roesli, 2000:2). Berdasarkan studi pendahuluan pada tanggal 3 Mei 2008 dengan cara menyebarkan kuesioner kepada 10 ibu-ibu yang mempunyai bayi di Puskesmas kota Bangkalan didapatkan data pemahaman ibu mengenai ASI eksklusif yang benar sebanyak 4 orang (40%), yang salah sebanyak 6 orang (60%), sedangkan pemahaman ibu tentang pemberian ASI bagi bayi yang benar sebanyak 3 orang (30%), yang salah sebanyak 7 orang (70%). Data di atas menunjukkan bahwa ibu yang memberikan ASI eksklusif lebih sedikit dari pada ibu yang tidak memberikan ASI eksklusif. Banyak ibu yang tidak memberikan ASI eksklusif pada bayinya karena berbagai alasan diantaranya ASI tidak keluar atau harus kembali kerja setelah cuti melahirkan. Padahal semakin sering Ibu menyusui bayinya, maka akan bertambah volume ASI yang ada di dalam “Gudang” penyimpanan (sinus lactiferous), sehingga tidak mungkin ASI yang diproduksi akan berkurang. Kalau tidak keluar dapat dikarenakan teknik menyusui yang tidak benar (Harunyahya, 2007). Persiapan psikologis ibu untuk menyusui pada saat kehamilan
Kajian Pengetahuan Ibu Tentang Pemberian ASI Eksklusif pada Bayi Usia 6 – 12 Bulan (Ponco Indah Arista)
sangat berarti, karena keputusan atau sikap ibu yang positif harus sudah ada pada saat kehamilan atau bahkan jauh sebelumnya. Sikap ibu yang dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain pengetahuan, kebiasaan menyusui, sosial budaya, hingga masyarakat kurang memahami akan manfaat pemberian ASI Eksklusif (Soetjiningsih, 1997:17). Salah satu upaya yang telah dilakukan oleh tenaga kesehatan baik di Puskesmas ataupun di Rumah Sakit adalah dengan memberikan penyuluhan atau selebaran yang diberikan setiap kali ibu datang memeriksakan diri dan bayinya (Purwati, 2004:92). Sehingga tercapai manfaat yang telah tercantum diatas. Dan upaya yang kedua diberikan pada ibu-ibu yang bekerja di luar rumah harus diberikan arahan yang baik oleh tenaga kesehatan agar tidak mengganti ASInya dengan susu formula, sehingga dapat merugikan bayinya kelak yaitu dengan memberitahu bahwa menyusui itu bisa dengan cara langsung ataupun tidak langsung. Cara tidak langsung sering dipakai oleh ibu yang bekerja diluar rumah yaitu dengan memerah ASI dan menempatkan di dalam botol (Indah, 2003). Berdasarkan permasalahan di atas peneliti tertarik untuk mengetahui Pengaruh pengetahuan ibu terhadap pemberian ASI Eksklusif pada bayi usia 6-12 bulan di Kelurahan Kemayoran Wilayah Kerja Puskesmas Kota Bangkalan. TINJAUAN PUSTAKA Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil tahu yang terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan melalui panca indera yaitu indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba terhadap suatu objek tertentu (Notoatmodjo, 2003:121). Pengetahuan pada dasarnya terdiri dari sejumlah fakta dan teori yang memungkinkan seseorang untuk dapat memecahkan masalah yang dihadapinya. Pengetahuan tersebut diperoleh baik dari pengalaman langsung maupun melalui pengalaman orang lain (Notoatmodjo, 2005:10). Pengetahuan dalam domain kognitif mempunyai enam tingkatan yaitu: (1) Tahu (Know). Tahu diartikan sebagai pengingat suatu materi yang dipelajari sebelumnya atau mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh badan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah; (2) Memahami (Comprehension. Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari; (3) Aplikasi (Aplication). Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya (real), atau juga dapat diartikan sebagai penggunaan hukumhukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain; (4) Analisis
29
(Anlysis). Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan suatu materi atau objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain. kemampuan tersebut seperti dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya; (5) Sintesis (Synthesis). Sintesis adalah suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Misalnya dapat menyusun, merencanakan, meringkas, menyesuaikan, dan sebagainya terdapat suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada; dan (6) Evaluasi (Evaluation). Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian tersebut didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteriakriteria yang telah ada. Misalnya dapat membandingkan, menanggapi, menafsirkan dan sebagainya (Notoatmodjo, 2003:122). Konsep Dasar ASI ASI merupakan sumber gizi yang sangat ideal, berkomposisi seimbang, dan secara alami disesuaikan dengan kebutuhan masa pertumbahan bayi (Danuatmaja, 2003:37). ASI adalah sebuah cairan tanpa tanding ciptaan Allah untuk memenuhi kebutuhan gizi bayi dan melindungnya dalam melawan kemungkinan serangan penyakit. Keseimbangan zat-zat gizi dalam Air Susu Ibu berada pada tingkat terbaik dan air susunya memiliki bentuk penting baik bagi tubuh bayi yang masih muda (Anwar, 2007). Komposisi ASI ASI mengandung lebih dari 200 unsurunsur pokok, antara lain zat putih telor, lemak, karbohidrat, vitamin, mineral, faktor pertumbuhan, hormon, enzim, zat kekebalan, dan sel darah putih. Semua zat ini terdapat secara proporsional dan seimbang satu dengan yang lainnya. Cairan hidup yang mempunyai keseimbangan biokimia yang sangat tepat ini sebagai suatu “Simfoni Nutrisi bagi pertumbuhan bayi” sehingga tidak mungkin di tiru oleh buatan manusia (Roesli, 2000:24). Hormon dan Reflek Yang Menghasilkan ASI ASI diproduksi atas hasil kerja gabungan antara hormon dan refleks. Selama hamil, terjadi perubahan pada hormon yang berfungsi mempersiapkan jaringan kelenjar susu untuk mempengaruhi ASI. Segera setelah melahirkan, bahkan kadang-kadang mulai pada usia kehamilan 6 bulan akan terjadi perubahan pada hormon yang menyebabkan payudara mulai memproduksi ASI. Pada waktu bayi mulai menghisap ASI keluar pada saat yang tepat dengan jumlah yang tepat pula, yaitu refleks pembentukan/ produksi ASI atau refleks proaktin dan refleks pengaliran/ pelepasan ASI (let down refleks). Pengetahuan mengenai refleks ini akan dapat membantu ibu untuk berhasil menyusui karena akan merangsang mengapa dan bagaimana seorang ibu dapat memproduksi ASI. Setalah
30
melahirkan, laktasi dikontrol oleh dua macam refleks yaitu: (1) Prolaktin : hormon perangsang produksi ASI Kelenjar hipofisa bagian depan yang berada di dasar otak menghasilkan hormon prolaktin. Prolaktin akan merangsang kelenjar payudara untuk memproduksi ASI. Prolaktin akan keluar kalau terjadi pengosongan ASI dari gudang ASI. Makin banyak ASI dikeluarkan atau dikosongkan dari payudara maka akan semakin banyak ASI akan diproduksi. Bila bayi menghisap ASI maka ASI akan dikeluarkan dari gudang ASI. Proses pengisapan ini akan merangsang ujung saraf di sekitar payudara. Selanjutnya, saraf ini akan membawa pesan kebagian depan kelenjar hipofisa untuk memproduksi prolaktin. Prolaktin kemudian akan dialirkan oleh darah ke kelenjar payudara guna merangsang pembuatan ASI. Jadi, bila bayi lebih sering menghisap atau ASI lebih sering dikeluarkan dengan dipompa/ diperah maka ASI akan diproduksi lebih banyak. Sebaliknya, bila bayi berhenti mengisap atau sama sekali tidak pernah memulainya maka payudara akan berhenti memproduksi ASI. Selain itu fungsi lain dari prolaktin yang juga penting adalah menekan fungsi indung telur atau ovarium; dan (2) Oksitosin: hormon yang mengeluarkan ASI, hormon kasih sayang. Hormon oksitosin berasal dari bagian belakang kelenjar hipofisa. Seperti halnya prolaktin, oksitosin juga dihasilkan bila ujung saraf sekitar payudara dirangsang oleh kapan. Oksitosin masuk ke dalam darah menuju payudara. Kejadian ini disebut refleks pengeluarang ASI atau refleks oksitosin (let down reflex). Bayi tidak akan mendapatkan ASI cukup bila hanya dibantu refleks oksitosin bila hanya mengandalkan refleks pembentukan ASI ataun reflek prolaktin saja. Ia harus dibantu refleks oksitosin. Bila refleks ini tidak bekerja maka tidak mendapatkan ASI yang memadai , walaupun produksi ASI cukup. Konsep ASI eksklusif ASI eksklusif adalah pemberian ASI (Air Susu Ibu) sedini mungkin setelah persalinan, diberikan tanpa jadwal dan tidak diberi makanan lain, walaupun hanya air putih, sampai bayi berumur 6 bulan. Setelah 6 bulan, bayi mulai dikenalkan dengan makanan lain dan tetap diberikan ASI sampai bayi berumur dua tahun (Purwati, 2004:3). ASI Eksklusif adalah menyusui bayi secara murni. Bayi hanya diberi ASI tanpa tambahan cairan lain, seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, air putih, dan tanpa pemberian makanan tambahan lain, seperti pisang, bubur susu, biskuit atau nasi tim. ASI secara eksklusif dianjurkan untuk jangka waktu minimal hingga bayi berumur empat bulan (jika mungkin sampai enam bulan) (Danuatmadja, 2003:34). ASI eksklusif adalah bayi ASI saja, tanpa tambahan makanan lain. (Roesli, 2000:3). Manfaat pemberian ASI, khususnya ASI secara eksklusif bagi bayi, ibu, keluarga, negara, bahkan dunia, sangat banyak untuk disebutkan satu persatu. METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian Deskriptif dengan menggunakan desain cross sectional dimana peneliti melakukan observasi atau
Jurnal Ilmiah Ilmu Kebidanan dan Kandungan, Vol. 2, No. 1, April 2009 : 28 - 33
pengukuran terhadap variabel tergantung dan variabel bebas hanya satu kali sekaligus pada waktu yang sama tanpa melakukan tindak lanjut. Populasi penelitian ini adalah Ibu-Ibu yang mempunyai bayi usia 6-12 bulan di Kelurahan Kemayoran wilayah kerja Puskesmas Kota Bangkalan yaitu sebanyak 32 orang dari bulan Januari sampai Juli 2008. Pengumpulan data dilakukan dengan penyebaran kuesioner pada responden yaitu pada Ibu yang menyusui bayi usia 6 – 12 bulan. Dalam penelitian ini, peneliti melibatkan bantuan tenaga bidan. Setelah semua data terkumpul dan diperiksa perlengkapannya, kemudian peneliti melakukan analisa data menggunakan teknik analisa univariate yang dilakukan terhadap tiap variable dari hasil penelitian, selanjutnya dengan menggunakan analisa bivariate. . HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Deskripsi Daerah Penelitian Luas wilayah tempat penelitian adalah 162.145 Ha dengan jumlah penduduk 4.982 jiwa yang terdiri dari 2.421 jiwa laki-laki dan 2.561 jiwa perempuan. Sebagian kecil penduduk di wilayah penelitian mata pencahariannya sebagai ibu rumah tangga, karyawan, wiraswasta, dan tani. Sedangkan agama yang dianut sebagian besar penduduk memeluk agama Islam (99%). Jumlah sarana kesehatan yang ada di wilayah penelitian terdiri dari 1 puskesmas, 1 pustu, 5 posyandu, 13 BPS, 4 DPS, 1 apotik sedangkan jumlah tenaga kesehatan 1 Dokter Gigi, 1 Dokter THT, 1 dokter mata, 25 bidan dan 8 perawat. Karaktersitik Responden Karaktersitik responden dalam penelitian ini meliputi umur, tingkat pendidikan, dan pekerjaan responden. Tabel 1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur di Kelurahan Kemayoran Wilayah Kerja Puskesmas Kota Bangkalan Pada Bulan Agustus 2008 Umur Frekuensi % 20 - 22 8 25 23 – 25 14 43,75 26 – 28 7 21,87 29 – 31 2 6,25 32 – 34 1 3,12 Total 32 100 Sumber : Data primer 2008 Dari hasil distribusi frekuensi tabel diatas didapatkan bahwa jumlah responden terbanyak adalah berumur 23 – 25 tahun sebanyak 14 orang (43,75%), dan yang paling sedikit berumur 32 – 34 tahun sebanyak 1 orang (3,12%).
Kajian Pengetahuan Ibu Tentang Pemberian ASI Eksklusif pada Bayi Usia 6 – 12 Bulan (Ponco Indah Arista)
Tabel 2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pendidikan di Kelurahan Kemayoran Wilayah Kerja Puskesmas Kota Bangkalan Pada Bulan Agustus 2008 Pendidikan Frekuensi % SD 8 25 SMP 10 31,25 SMA 10 31,25 Sarjana 4 12,5 Total 32 100 Sumber : Data primer 2008 Dari hasil tabulasi data tabel diatas menunjukkan bahwa jumlah responden terbanyak adalah berpendidikan SMP dan SMA sebanyak 10 (31,25%) dan yang paling sedikit berpendidikan Sarjana sebanyak 4 orang (12,5%). Tabel 3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pekerjaan di Kelurahan Kemayoran Wilayah Kerja Puskesmas Kota Bangkalan Pada Bulan Agustus 2008 Pekerjaan Frekuensi % Ibu rumah 15 46,87 tangga Tani 2 6,25 Swasta 10 31,25 PNS 5 15,62 Total 32 100 Sumber : Data primer 2008 Dari hasil distribusi frekuensi tabel diatas didapatkan bahwa jumlah responden terbanyak adalah memiliki pekerjaan sebagai ibu rumah tangga sebanyak 15 orang (46,87%) dan yang paling sedikit adalah tani sebanyak 2 orang (6,25%). Pengetahuan Responden Tentang ASI Ekslusif Hasil penelitian tentang pengetahuan responden terhadap ASI eksklusif disajikan pada tabel berikut : Tabel 4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pengetahuan Tentang ASI Eksklusif di Kelurahan Kemayoran wilayah kerja Puskesmas Kota Bangkalan Pada Bulan Agustus 2008 Pengetahuan Frekuensi Prosentase ( %) Baik 10 31,35 Cukup 16 50 Kurang 6 18,75 Total 32 100 Sumber : Data primer 2008 Dari hasil distribusi frekuensi tabel diatas didapatkan bahwa sebagian besar responden memiliki pengetahuan yang cukup yaitu sebanyak 16 orang (50%) dan yang paling sedikit memiliki pengetahuan kurang yaitu sebanyak 6 orang (18,75%). Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 4 menunjukkan bahwa dari 32 orang ibu yang mempunyai bayi usia 6 – 12 bulan yang pengetahuan cukup tentang ASI Eksklusif sebanyak
31
16 orang (50%), pengetahuan baik sebanyak 10 orang (31,35%) dan pengetahuan kurang 6 orang (18,75%). Pengetahuan adalah hasil dari tahu setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu, penginderaan terjadi melalui panca indra manusia yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Karena pengetahuan merupakan wahana untuk mendasari seseorang untuk berperilaku secara ilmiah sedangkan tingkatannya tergantung dari ilmu pengetahuan atau dasar pendidikan yang dimiliki (Notoatmodjo, 2003). Pengetahuan sangat mempengaruhi ibu dalam pemberian ASI Eksklusif, karena dengan pengetahuan yang tinggi ibu dapat mengetahui apa ASI Eksklusif itu, sedangkan ibu yang mempunyai pengetahuan kurang belum sepenuhnya tahu tentang ASI Eksklusif. Agar ibu dapat mengetahui mengenai pentingnya pemberian ASI Eksklusif ini dapat dilakukan dengan cara memberikan penyuluhan kepada ibu yang mempunyai bayi, bisa melalui seminar, memberikan selebaran mengenai ASI Eksklusif. Upaya tersebut dapat menambah Pengetahuan ibu tentang manfaat ASI Eksklusif baik bagi ibu maupun bayinya. Pengetahuan juga dapat diperoleh dari kepercayaan tradisi, ketersediaan fasilitas, sikap dan perilaku para petugas kesehatan. Pemberian ASI Eksklusif Hasil penelitian tentang pemberian ASI eksklusif di Kelurahan Kemayoran Wilayah kerja Puskesmas Kota Bangkalan adalah sebagai berikut : Tabel 5 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pemberian ASI Eksklusif di Kelurahan Kemayoran Wilayah Kerja Puskesmas Kota Bangkalan Pada Bulan Agustus 2008 Pemberian ASI Frekuensi % Eksklusif Memberikan ASI 6 18,75 Eksklusif Tidak Memberikan 26 81,25 ASI Eksklusif Total 32 100 Sumber : Data primer 2008 Dari hasil distribusi frekuensi tabel diatas didapatkan bahwa sebagian besar responden yang memberikan ASI Eksklusif yaitu sebanyak 6 orang (18,75%) dan ibu yang tidak memberikan ASI Eksklusif yaitu sebanyak 26 orang (81,25%). Berdasarkan penelitian pada tabel 5 menunjukkan bahwa 32 orang ibu yang memberikan ASI Eksklusif sebanyak 6 orang (18,75%) dan yang tidak memberikan ASI Eksklusif sebanyak 26 orang (81,25%). ASI Eksklusif merupakan pemberian ASI sedini mungkin setelah persalinan, diberikan tanpa jadwal dan diberi makanan tambahan sampai berumr 6 bulan. Setelah 6 bulan, bayi mulai di kenalkan dengan makanan lain dan tetap diberikan ASI sampai bayi berumur 2 tahun (Purwati, 2004). Seringkali dengan alasan ibu sakit, menyusui dihentikan (Danuatmodjo 2003). Padahal itu tidak perlu, karena lebih berbahaya bagi bayi yang
32
diberikan susu formula daripada ibu yang sakit yang tetap menyusui. Seperti yang dikemukakan oleh Bonny (2003) ASI Eksklusif adalah menyusui secara murni, dimana Bayi hanya diberi ASI tanpa makanan tambahan lain, seperti susu formula, madu, air putih dan tanpa memberikan makanan lain seperti pisang, bubur susu, biskuit dan nasi tim. Faktor ibu tidak memberikan ASI Eksklusif antara lain pekerjaan, kesehatan ibu, pengalaman, dukungan keluarga dan KIE bidan (Rusli, 2000). Sedangkan kenyataannya ibu tidak member ASI Eksklusif pada bayinya di karenakan berbagai alasan di antaranya ASI tidak keluar, harus kembali bekerja setelah cuti melahirkan dan faktor keluarga seperti tidak di perbolehkan suami takut bayinya rewel dan kebiasaan keluarga setelah lahir langsung di beri madu. ASI Eksklusif mempunyai banyak manfaat bagi bayi diantaranya mengembangkan kecerdasan,
Jurnal Ilmiah Ilmu Kebidanan dan Kandungan, Vol. 2, No. 1, April 2009 : 28 - 33
meningkatkan daya tahan tubuh bayi, serta mencegah terjadinya diare dan ASI Eksklusif juga mempunyai banyak kerugian yaitu bayi mudah sakit, alergi dan mencret (Rusli 2000). Berdasarkan faktor di atas masih banyak ibu yang tidak memberikan ASI Ekskusif pada bayinya. Hal ini bertentangan dengan semakin sering ibu menyusui bayinya, maka akan bertambah volume ASI yang ada dalam gudang penyimpanan “Sinus Lactiferous”, sehingga tidak mungkin ASI yang diproduksi akan berkurang, jika tidak keluar dapat dikarenakan teknik menyusui yang tidak benar (Harunyahya, 2007). Kajian Tentang Pengetahuan dengan pemberian ASI Eksklusif Hasil tabulasi silang antara pengetahuan dengan pemberian ASI eksklusif di Kelurahan Kemayoran Wilayah Kerja Puskesmas Kota Bangkalan adalah sebagai berikut :
Tabel 6 Distribusi Tabulasi Silang Antara Pengetahuan dengan Pemberian ASI Eksklusif di Kelurahan Kemayoran Wilayah Kerja Puskesmas Kota Bangkalan Pada Bulan Agustus 2008 Pemberian ASI Eksklusif Total Pengetahuan Memberi Tidak memberi n % n % n % Baik 2 6,25 7 21,87 9 28,12 Cukup 3 9,38 13 40,63 16 50,01 Kurang 1 3,12 6 18,75 7 21,87 Total 6 18,75 26 81,25 32 100 Sumber : Data primer 2008 Pada analisa data tabel diatas didapatkan ibu yang pengetahuannya cukup dan tidak memberikan ASI Eksklusif sebanyak 13 orang (40,63%), sedangkan ibu yang pengetahuan kurang dan memberikan ASI Eksklusif sebanyak 1 orang (3,12%). Dari hasil analisa data tabel 6 diketahui bahwa ibu yang pengetahuannya baik yang memberikan ASI Eksklusif sebanyak 2 orang (6,25%), dan yang tidak memberikan ASI Eksklusif sebanyak 7 orang (21,87%). Ibu yang pengetahuannya cukup yang memberikan ASI Eksklusif sebanyak 3 orang (9,38%), dan yang tidak memberikan ASI Eksklusif sebanyak 13 orang (40,63%), sedangkan ibu yang pengetahuannya kurang yang memberikan ASI Eksklusif sebanyak 1 orang (3,12%) dan yang tidak memberikan ASI Eksklusif sebanyak 6 orang (18,75%). Dengan demikian pengetahuan mempengaruhi sebagaimana seseorang merespon terhadap stimulus. Pada hakekatnya pengetahuan merupakan segenap apa yang kita ketahui tentang suatu obyek tertentu, termasuk di antaranya adalah ilmu (Jujun , 2000:104). Berdasarkan tabel 6 menunjukkan bahwa ibu yang pengetahuan baik dan cukup lebih banyak yang tidak memberikan ASI Eksklusif pada bayinya, dikarenakan oleh beberapa alasan diantaranya ibu sibuk bekerja, faktor keluarga misalnya suami menyuruh istri untuk memberikan susu formula agar bayinya tidak rewel, kebiasaan keluarga setelah lahir langsung diberi madu, faktor lingkugan contohnya bayi langsung dilotek (diberi makanan tambahan)
sebelum berumur 6 bulan dan pengalaman ibu yang kurang tentang pemberian ASI Eksklusif misalnya ibu yang baru mempunyai anak, sedangkan ibu yang pengetahuannya kurang juga banyak yang tidak memberikan ASI Eksklusif di karenakan ibu kurang mengerti tentang manfaat pemberian ASI Eksklusif dan ibu juga kurang memdapatkan informasi tentang ASI Eksklusif.. Hal tersebut sangat berpengaruh bagi bayi terutama pertumbuhan dan perkembangannya. Melalui pengetahuan yang baik ibu dapat mengerti apa ASI Eksklusif, sehingga semakin banyak ibu yang memberikan ASI Eksklusif kepada bayinya. Seperti yang dikemukakan juga oleh Bloom (1965) dalam Mantra (1991) bahwa pengetahuan adalah apa-apa yang diketahui, ditangkap dengan panca indra manusia baik formal maupun informal. Melalui pengetahuan yang didapat akan mendasari seseorang dalam mengambil keputusan secara rasional dan efektif sehingga semakin tinggi pengetahuannya, seseorang dapat mengadaptasikan sesuatu yang baru (Notoatmodjo, 1997). Seperti halnya dengan pemberian ASI Eksklusif, semakin tinggi pengetahuan tentang pentingnya pemberian ASI Eksklusif pada bayinya, maka akan menimbulkan kesadaran mereka dan akhirnya akan menyebabkan ibu berperilaku sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya yaitu memberikan ASI secara Eksklusif kepada bayinya. Demikian sebaliknya pengetahuan ibu yang kurang tentang pentingnya pemberian ASI Eksklusif pada bayinya menyebabkan ibu tidak memberikan ASI kepada bayinya secara eksklusif. Menurut Lawrence (1980) diungkapkan juga bahwa perilaku seseorang
Kajian Pengetahuan Ibu Tentang Pemberian ASI Eksklusif pada Bayi Usia 6 – 12 Bulan (Ponco Indah Arista)
tentang kesehatan bukan hanya dipengaruhi oleh pengetahuan, tapi dapat diperoleh oleh kepercayaan, tradisi, ketersediaan fasilitas, sikap dan perilaku para petugas kesehatan (Notoatmodjo, 2003: 164). Dari hasil tabel 6 tersebut sudah didapatkan bahwa ibu yang pengetahuannya baik sangat sedikit dalam memberikan ASI Eksklusif dari pada ibu yang tidak memberikan ASI Ekslusif karena di pengaruhi oleh beberapa faktor antara lain faktor keluarga, pengalaman dan lingkungan. Pengetahuan ibu yang cukup dalam memberikan ASI Eksklusif juga sangat sedikit dari pada ibu yang tidak memberikan ASI Eksklusif pada bayinya. Hal ini tidak sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa semakin tinggi pengetahuan ibu tentang pentingnya pemberian ASI Eksklusif, maka akan menimbulkan kesadaran mereka dan akhirnya akan menyebabkan ibu berperilaku sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya yaitu memberikan ASI secara Eksklusif kepada bayinya. Demikian sebaliknya pengetahuan ibu yang kurang menyebabkan ibu tidak memberikan ASI Eksklusif kepada bayinya. Hal diatas disebabkan karena banyak ibu-ibu yang malas memberikan ASI Eksklusif pada bayinya dikarenakan ibu sibuk bekerja megurus rumah dan agar bayinya ridak rewel. Perilaku seseorang tentang kesehatan bukan hanya dipengaruhi oleh pengetahuan tapi dapat diperoleh kepercayaan (Notoatmodjo, 2003). Menurut Dr. Anies, berbagai penelitian internasional memang menentukan ASI Esklusif di berikan sampai bayi usia 6 bulan, karena hingga masa itu ASI masih mencukupi kebutuhan bayi. Setelah 6 bulan baru boleh diberi makanan tambahan, MP-ASI(makanan pendamping ASI) secara bertahap, mulai dari yang halus sampai yang padat sesuai pemcernaan bayi. Di indonesia masih banyak ibu yang tidak memberikan ASI Eksklusif pada bayinya karena beberapa sebab di antaranya banyak ibu yang bekerja membantu suaminya mencari nafkah (Wiryo 2007), menurut rahmawati sejumlah ibu yang memiliki bayi mengaku terpaksa memberikan susu formula lantaran harus kembali bekerja, produksi ASI pun menurun lantaran kelelahan seharian bekerja. Selain itu, banyak di antara mereka yang mengalami gangguan dalam menyusui karena puting susu lecet atau mengalami mastitis (Wiryo, 2007), kebanyakan puting susu lecet di sebabkan oleh kesalahan dalam tehnik menyusui, yaitu bayi tidak menyusu sampai ke kalang payudara. Berdasarkan hasil yang di peroleh menunjukkan bahwa ibu yang mempunyai pengetahuan baik belum tentu memberikan ASI secara Eksklusif, sedangkan ibu yang mempunyai pengetahuan kurang bisa saja memberikan ASI Eksklusif. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Sebagian besar responden memiliki pengetahuan yang cukup yaitu sebanyak 16 orang (60%).
33
GSebagian besar responden yang memberikan ASI Eksklusif sebanyak 6 orang (18,75%). Masih banyak ibu-ibu yang tidak memberikan ASI Eksklusif pada bayinya dikarenakan beberapa faktor antara lain pengetahuan, pekerjaan ibu, kesehatan ibu dan pengalaman. Saran Bagi tenaga kesehatan disarankan untuk: merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi program KIA yang lebih efektif terutama program pemberian ASI Eksklusif, meningkatkan mutu pelayanan kebidanan khususnya bagi ibu-ibu agar memberikan ASI secara eksklusif kepada bayinya. Bagi bidan untuk tidak terpengaruh oleh promosi susu formula agar dapat memberikan contoh yang baik bagi ibu-ibu yang mempunyai bayi. Masyarakat Lebih efektif mencari informasi tentang pentingnya pemberian ASI Eksklusif pada tenaga kesehatan (Bidan) supaya tidak terpengaruh dengan promosi susu formula. DAFTAR PUSTAKA Alimul Aziz. (2003). Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah. Medika Sembada, Jakarta. ASI Eksklusif Hak Setiap Anak. . http://www.harunyahya.com/indo/artikel/082 . htm/. (Diakses tanggal 12 Januari 2008) Burns August. (2000). Pemberdayaan Wanita dalam Bidang Kesehatan. Yayasan Ascentia Medica, Yogyakarta Cairan Ajaib: Air Susu Ibu. http://surabayawebs.com/index.php/2007/. (Diakses tanggal 12 Januari 2008) Danuatmadja, B. (2003). 40 Hari Pasca Persalinan. Puspa Swara, Jakarta Hartomo, H dan Aziz Arnican. (2004). Ilmu Sosial Budaya. Bumi Aksara, Jakarta Manuaba, Ida Bagus Ge. (1999). Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita. Arcan, Jakarta Notoatmodjo, S. (2002). Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta, Jakarta Notoatmodjo, S. (2003). Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Rineka Cipta, Jakarta Notoatmodjo, S. (2005). Metodologio Penelitian Kesehatan. EGC, Jakarta Nursalam. (2001). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Salemba Medica, Jakarta. Roesli, U. (2000). Mengenal ASI Eksklusif. Trobus Agriwidya, Jakarta. Soegiono. (2005). Statistik Untuk Penelitian. Alpha Beta, Bandung Soetjiningsih. (1997). ASI Petunjuk Bagi Petugas Kesehatan. EGC, Jakarta Sri Purwati, Hubertin. (2004). Konsep Penerapan ASI Eksklusif. EGC, Jakarta
34
Pengaruh Permainan
Jurnal Ilmiah Ilmu Kebidanan dan Kandungan, Vol. 2, No. 1, April 2009 : 34 - 39 PENELITI AN ILMIAH
Pemanfaatan
APE
Edukatif)
(Alat
Terhadap
Perkembangan Motorik Kasar Pada Anak Usia 4-6 Tahun Di TK YKK II Bangkalan The Effects Of Educational Toys On Rough Motoric Development Of 4-6 Years Old Children At YKK II Kindergarden Bangkalan
HAMIMATUS ZAINIYAH * M. HASINUDDIN * * Akademi Kebidanan Ngudia Husada Madura
ABSTRACT This study was held in order to identify the effects of educational toys or APE (Alat Permainan Edukatif) on rough motoric development on 4-6 years old children at TK YKK II Bangkalan. The method of the research was analytical survey. Whereas the cross sectional experimental design was used to study corelational dynamics among variables. As population were 50 students with 4-6 years odf age at TK YKK II Bangkalan in 2008, where 15 of them were taken as samples. Samples were taken by proportionate stratified random sampling technique. Data were gathered thorugh questionaire distribution and analysed with univariate and bivariate analysis. The study concluded that: (1) The majority of the respondents utilized APE (Alat Permainan Edukatif). (2) Most of rough motoric development was appropriate according their age level. (3) There was significant effects of APE (Alat Permainan Edukatif) on 4-6 years of age children's rough motoric development. Key Words: development
educational
toys,
rough
motoric
Correcpondence : Hamimatus Zainiyah, Jl. R.E. Martadinata Bangkalan, Indonesia
PENDAHULUAN Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dan terbesar didunia dengan jumlah penduduk yang besar, maka dibutuhkan sumber daya manusia yang kuat dan generasi yang berkualitas. Hal ini berkaitan erat dengan proses pertumbuhan dan perkembangan anak, menurut Whale dan Wong (2000) bahwa pertumbuhan sebagai suatu peningkatan jumlah dan ukuran, sedangkan perkembangan menitik beratkan pada perubahan yang terjadi secara bertahap dari tingkat yang paling rendah ke yang paling tinggi dan kompleks melalui proses maturitas dan pembelajaran (Supartini, 2004:49). Oleh karena itu, faktor perkembangan anak sangat mendapatkan perhatian khusus dari pemerintah. Salah satu faktor yang sangat mempengaruhi perkembangan anak adalah faktor lingkungan karena faktor lingkungan inilah yang akan memberikan segala macam kebutuhan yang merupakan kebutuhan dasar yang diperlukan oleh anak untuk tumbuh dan berkembang. Hal ini tampak jelas terjadi pada anak prasekolah, pada masa ini perkembangan kemampuan bahasa, kreativitas, kesadaran sosial, emosional dan intelegensia berjalan sangat cepat dan merupakan landasan berikutnya, sehingga dibutuhkan stimulasi yang bisa merangsang perkembangan anak (Soetjiningsih. 1995:29). Pada proses perkembangan hal diatas melibatkan semua gerakan otot yang sangat berkaitan dengan perkembangan motorik kasar, motorik halus, bahasa dan tingkah laku, sehingga dibutuhkan faktor-faktor yang bisa merangsang perkembangan anak seperti peran aktif orang tua, permainan dan lingkungan agar proses perkembangan anak berjalan sesuai dengan tingkat perkembangannya. Salah satu bentuk perkembangan yang harus dicapai anak adalah perkembangan motorik kasar. Perkembangan motorik kasar pada anak prasekolah berkaitan dengan tingkah laku sosial dan interaksi anak terhadap lingkungan sekitarnya
dengan cara bermain. Melalui bermain anak tidak hanya menstimulasi pertumbuhan otot-otot tetapi lebih dari itu (Soetjiningsih, 1995:105). Dalam bermain, anak tidak hanya mengutamakan aktivitas fisik seperti melempar, menendang, dll, tetapi juga menggunakan semua emosi, perasaan dan pikirannya. Para ilmuwan telah menunjukkan bahwa bermain merupakan pengalaman belajar yang berharga. Anak akan memperoleh kesenangan dari bermain, karena bermain dilakukan secara sukarela dan tidak ada paksaan ataupun tekanan dari luar atau kewajiban (Hurlock, 2000:320). Dengan bermain, anak dapat belajar menyesuaikan diri dan belajar bersosialisasi baik dengan teman sebaya maupun dengan lingkungan sekitarnya. Sedangkan alat permainan yang dibutuhkan anak adalah alat permainan yang tidak hanya menyenangkan tetapi juga harus bermanfaat untuk mengoptimalkan pertumbuhan dan perkembangan sesuai dengan tingkat usia dan tingkat perkembangannya sehingga dapat mendukung perkembangan motorik, baik motorik kasar maupun motorik halus melalui meningkatnya kreativitas anak. Pada anak prasekolah dimana perkembangan motoriknya sudah mulai meningkat sangat aktif dan imajinatif. (Suherman, 2000:73). Hasil studi Howard Gardner menunjukkan anak-anak yang menerima pelajaran dalam sistem pendidikan yang salah (anak lebih banyak duduk diam dikelas daripada melakukan motorik kasar dan halus) akan mengalami penurunan skor kreativitas hingga 90% pada usia 5-7 tahun dan akan berlanjut hingga mereka mencapai usia 40 tahun. Akibatnya sebagian besar dari mereka hanya mencapai tingkat kreativitas 2% dari tingkat kreativitas masa kanakkanak yang penuh imajinasi (Setiawan. Diakses tanggal 5 Januari 2008). Dari penelitian tersebut bermain aktif sangat berpengaruh terhadap perkembangan motorik kasar maupun motorik halus melalui kreativitas. Sedangkan penelitian juga membuktikan bahwa kurangnya permainan aktif berpengaruh pada seluruh aspek perkembangan
Pengaruh Pemanfaatan Alat Permainan Edukatif Terhadap Perkembangan Motorik Kasar Pada Anak Usia 4-6 Tahun (Hamimatus Zainiyah)
anak, baik secara fisik, intelektual, emosional maupun sosial (Grey. Diakses tanggal 21 Januari 2008). Berdasarkan studi pendahuluan dari hasil wawancara dengan guru dan Kepala Sekolah TK YKK II Bangkalan, didapatkan data 15 orang murid dari kelas A dan kelas B TK YKK II Bangkalan dapat mengikuti proses belajar dan bermain disekolah. Dari 15 orang murid tersebut, 3 orang (20%) ratarata usia 4-6 tahun tidak bermain aktif dan sisanya 12 orang (80%) bermain aktif. Mereka yang tidak bermain aktif akan mengalami gangguan dalam perkembangannya salah satunya adalah motorik kasar. Mereka yang mengalami gangguan perkembangan tidak dapat melakukan tugas atau perintah yang diberikan seperti menari, berlari , melompat, dll. Biasanya anak usia 4-6 tahun sudah dapat melakukan tugas yang diberikan seperti bermain bola, melompat, menari, berlari, dll. Umumnya mereka yang tidak bermain aktif disebabkan beberapa faktor seperti takut atau malu. Biasanya untuk bermain aktif mereka harus didampingi oleh guru ataupun orang tuanya. Selain itu faktor lainnya yang mungkin mempengaruhi anak bermain tidak aktif adalah alat permainan yang terbatas seperti mainan balok, ayunan, tangga, dll. Hal ini dapat membuat anak menjadi bosan dan malas untuk mengembangkan pikiran ataupun ototototnya sebab mainan yang mereka hadapi selalu sama. Akibatnya perkembangan motorik, kognitif, fisik dan psikososial dari anak tersebut dapat terhambat. Salah satu cara mengoptimalkan kemampuan kognitif, motorik dan psikososial seorang anak adalah dengan menstimulasinya, salah satu alat ataupun sarana yang bisa menstimulasi adalah dengan mainan ataupun permainan (Safitri. Diakses tanggal 19 Januari 2008). Alat permainan tersebut adalah alat permainan edukatif yang dapat meningkatkan kreativitas dalam bermain terutama pada anak prasekolah, karena pada masa ini anak memerlukan materi kreatif untuk perkembangan motoriknya. Alat permainan edukatif (APE) merupakan alat permainan yang bisa meningkatkan fungsi menghibur dan fungsi mendidik (Shuoong. Diakses tanggal 21 Januari 2008). Selain itu APE dapat membuat anak bermain aktif baik bermain sendiri maupun kelompok sesuai tingkat usia anak sehingga anak bisa berimajinasi, bersosialisasi dengan tidak mengurangi kreatifitas. APE sangat aman bagi anak sehingga anak bisa terstimulasi menyenangi proses belajar dengan imajinasinya. Dengan bermain menggunakan APE diharapkan perkembangan motorik kasar dan daya imajinasi anak meningkat. Selain alat permainan yang edukatif, hal yang dapat mendorong dan menstimulasi motorik anak terutama motorik kasar adalah kasih sayang dan peran aktif orang tua. Berdasarkan masalah diatas, maka peneliti ingin meneliti pengaruh pemanfaatan APE (Alat Permainan Edukatif) terhadap perkembangan motorik kasar pada anak usia 4-6 tahun di TK YKK II Bangkalan.
35
TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Bermain Bermain adalah tindakan atau kesibukan suka rela yang dilakukan dalam batas-batas tempat dan waktu (Suherman, 2000:56). Menurut Wong (2000), bermain merupakan cerminan kemampuan fisik, intelektual, emosional, dan sosial dan bermain merupakan media yang baik untuk belajar karena dengan bermain, anak-anak akan berkata-kata (komunikasi), belajar menyesuaikan diri dengan lingkungan, melakukan apa yang dapat dilakukannya, dan mengenal waktu, jarak, serta suara (Supartini, 2004:125). Bermain adalah suatu kegiatan yang dilakukan anak dengan atau tanpa mempergunakan alat yang menghasilkan pengertian dan memberikan informasi, memberi kesenangan dan mengembangkan imajinasi anak spontan dan tanpa spontan. Bermain adalah pengalaman multi dimensi yang melibatkan semua indera dan menggugah kecerdasan jamak seseorang (Irawati. Diakses tgl 21 Januari 2008). Bermain ialah setiap kegiatan yang dilakukan untuk kesenangan yang ditimbulkannya, tanpa mempertimbangkan hasil akhir (Hurlock, 2000:320). Alat Permainan Edukatif (APE) Alat permainan edukatif (APE) adalah alat permainan yang dapat mengoptimalkan perkembangan anak sesuai usia dan tingkat perkembangannya dan yang berguna untuk mengembangkan aspek fisik, bahasa, kognitif dan sosial anak (Soetjiningsih,1995) (Nursalam, 2005:78). Alat permainan edukatif (APE) adalah segala sesuatu yang dapat digunakan sebagai sarana atau alat permainan yang mengandung nilai pendidikan dan dapat mengembangkan seluruh aspek kemampuan anak, baik yang berasal dari lingkungan sekitar (alam) maupun yang sudah dibuat (dibeli) (Fauzan,M. Diakses tgl 22 Januari 2008). Alat permainan edukatif adalah alat permainan yang dirancang secara khusus untuk pendidikan (Psychemete. Diakses tgl 19 Januari 2008 ). Agar orang tua dapat memberikan alat permainan yang edukatif pada anaknya, syaratsyarat berikut ini perlu diperhatikan : Keamanan. Alat permainan untuk anak dibawah 2 tahun hendaknya tidak terlalu kecil, catnya tidak beracun, tidak ada bagian yang tajam dan tidak mudah pecah karena pada usia ini anak kadang-kadang suka memasukkan benda ke dalam mulut. Ukuran dan berat. Prisipnya mainan tidak membahayakan dan sesuai dengan usia anak. Desain. APE sebaiknya mempunyai desain yang sederhana dalam hal ukuran, susunan, dan warna serta jelas maksud dan tujuannya. Fungsi yang jelas. APE sebaiknya mempunyai fungsi yang jelas untuk menstimulasi perkembangannya anak. Variasi APE. APE sebaiknya dapat dimainkan secara bervariasi (dapat dibongkar pasang). Universal. APE sebaiknya mudah diterima dan dikenali oleh semua budaya dan bangsa. APE mempunyai prinsip yang bisa
36 dimengerti oleh semua orang. Tidak mudah rusak, mudah didapat dan terjangkau oleh masyarakat luas APE berfungsi sebagai stimulasi untuk perkembangan anak, maka setiap lapisan masyarakat baik tingkat sosial ekonomi tinggi maupun rendah hendaknya dapat menyediakannya (Nursalam, 2005:79). Fungsi APE dalam proses belajar anak usia dini adalah sebagai : (1) Penggugah perhatian, minat dan motivasi anak untuk mengikuti kegiatan belajar. (2) Sumber pengetahuan, keterampilan baru yang perlu dipelajari anak. (3) Medium pengembangan nalar dan kreativitas anak, seperti berfikir, menganalisis, memecahkan masalah sendiri, serta berbuat secara sistematik dan logik (Fauzan. Diakses tgl 22 Januari 2008). Tujuan APE dalam proses belajar anak usia dini adalah sebagai berikut : Memperjelas materi yang diberikan pada anak, memberikan motivasi dan merangsang anak untuk melakukan eksplorasi dan bereksperimen dalam peletakan dasar kearah pertumbuhan dan mengembangkan bahasa, kecerdasan, fisik, sosial dan emosi anak, dan memberikan kesenangan pada anak dalam bermain (belajar) (Fauzan. Diakses tgl 22 Januari 2008). Prinsip APE Prinsip APE meliputi: Mengaktifkan alat indra secara kombinasi sehingga dapat meningkatkan daya serap, daya ingat anak didik. Mengandung kesesuaian dengan kebutuhan aspek perkembangan, kemampuan, dan usia anak didik, sehingga tercapai indikator kemampuan yang harus dimiliki anak. Memiliki kemudahan dalam penggunaannya bagi anak sehingga lebih mudah terjadi interaksi dan memperkuat tingkat pemahamannya dan daya ingat anak. Membangkitkan minat sehingga mendorong anak untuk memainkannya. Memiliki nilai guna sehingga besar manfaatnya bagi anak. Bersifat efisien dan efektif, sehingga mudah dan murah dalam pengadaan dan penggunaannya. (Fauzan. Diakses tgl 22 Januari 2008). Sedangkan jenis dan bentuk APE, yaitu: (1) Jenis balok bertujuan untuk merangsang kemampuan anak dalam menyelesaikan masalah, menggunakan imajinasi, mengembangkan kemampuan logika matematika, intrapersonal, interpersonal, lingustic, dengan bentuk seperti balok unit, balok berongga, balok berwarna, lego, balok susun, balok, menara, balok tiang. (2) Jenis tulisan dengan gambar dengan tujuan untuk merangsang kemampuan linguistic, visual-spasial, interpersonal dengan bentuk : poster, buku cerita, buku bergambar, foto. (3) Jenis objek nyata yaitu bahanbahan yang ada disekitar anak bertujuan mengembangkan semua kemampuan yang dimiliki anak dengan bentuk sesuai dengan aslinya seperti : binatang tumbuhan, bunga, biji-bijian, batu, alat rumah tangga, bumbu dapur dan sebagainya. (4) Jenis ojek tiruan untuk mengembangkan semua kemampuan yang dimiliki anak dengan bentuk seperti : patung, boneka, benda-benda tiruan. (5) Jenis puzzle (potongan gambar / benda) yaitu kegiatan menyusun kembali potongan-potongan gambar bertuuan untuk merangsang dan
Jurnal Ilmiah Ilmu Kebidanan dan Kandungan, Vol. 2, No. 1, April 2009 : 34 - 39
mengembangkan kemampuan visual dimensi seperti puzzle binatang, puzzle buah, puzzle geometri, puzzle tranportasi, dll. (6) Jenis ronce yaitu kegiatan memasukkan benang kedalam lubang pola gambar / benda yang sudah disediakan, bertujuan untuk memperkuat koordinasi mata-tangan dan mengembangkan visual spasi, logika matematika, kinestetika, dengan bentuk kartu jahit, kalung, gelang, tirai (jendela, penyekat). (Fauzan. Diakses tgl 22 Januari 2008). METODE PENELITIAN Penelitian dilakukan di TK YKK II Bangkalan pada tanggal 1 Agustus 2008. Metode penelitian yang digunakan adalah “Survey Analitik”. Survey analitik adalah survey atau penelitian yang mencoba menggali bagaimana dan mengapa fenomena itu terjadi. Kemudian melakukan analisis dinamika kolerasi antara fenomena, baik antara faktor resiko dengan faktor efek, antar faktor resiko maupun antar faktor efek (Notoatmodjo, 2005:145). Sedangkan desain penelitian menggunakan “Cross Sectional” untuk mempelajari dinamika kolerasi antara variabel independen dan variabel dependen pada desain penelitian cross sectional ini, peneliti melakukan observasi dan pengukuran terhadap subjek penelitian hanya sekali dan berarti semua subjek penelitian diamati pada waktu yang sama. Populasi dalam penelitian ini adalah muridmurid usia 4-6 tahun di TK YKK II Bangkalan pada tahun 2008 sebanyak 50 orang. Besar sampel menurut Nursalam (2003:96) yaitu jika besar populasi ≤ 1000, maka sampel bisa diambil 20-30%. Populasi dalam penelitian ini sebanyak 50 orang, maka besarnya sampel adalah 15 orang karena sampel yang diambil sebanyak 30% dari besarnya populasi. Dalam penelitian ini pengambilan sampel menggunakan probability sampling dengan tehnik proportionate stratified random sampling yaitu suatu cara pengambilan sampel yang digunakan bila anggota populasinya tidak homogen yang terdiri atas kelompok atau berstrata secara proporsional (Hidayat, 2007:73). Caranya dengan mengumpulkan populasi penelitian tersebut yang dikelompokkan menurut usianya sehingga didapatkan umur 4 tahun sebanyak 7 orang, umur 5 tahun sebanyak 29 orang, umur 6 tahun sebanyak 14 orang. Selanjutnya tiap kelompok umur tersebut diambil sampel secara acak sesuai prosentase umur dari populasi yang kemudian dikalikan dengan sampel sehingga diperoleh umur 4 tahun sebanyak 2 orang, umur 5 tahun sebanyak 9 orang, umur 6 tahun sebanyak 4 orang. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuisoner dan observasi sebagai responden adalah murid-murid TK YKK II Bangkalan dengan sampel sebesar 15 responden. Alat pengumpulan data untuk menilai variabel independen, yaitu pemanfaatan APE (Alat Permainan Edukatif) menggunakan kuisoner yang berisi 10 pertanyaan tentang pemanfaatan APE dan disebarkan kepada orang tua murid . Kuisoner yang digunakan berbentuk pertanyaan tertutup (close ended) dengan jenis Dischotomous Choice yaitu pertanyaan yang menyediakan jawaban / alternatif dan responden hanya memilih satu diantaranya
Pengaruh Pemanfaatan Alat Permainan Edukatif Terhadap Perkembangan Motorik Kasar Pada Anak Usia 4-6 Tahun (Hamimatus Zainiyah)
(Notoatmodjo, 2005:124). Sedangkan untuk penilaian variabel dependen yaitu perkembangan motorik kasar menggunakan DDST yang dilakukan pada setiap anak yang berumur antara 4-6 tahun dan hanya sektor gerakan motorik kasar (gross motor) yang dinilai. Teknik dan analisis data dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan analisis univariat dan analisis bivariat yang dilakukan terhadap dua variabel yang diduga berhubungan atau berkolerasi. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Karakteristik Tempat Penelitian TK YKK II Bangkalan terletak di Kecamatan Bangkalan Kabupaten Bangkalan dengan luas tanah 2 2 500 m dan luas bangunan 400 m . Batas-batas TK YKK II Bangkalan, yaitu: Sebelah utara: (a) perkampungan penduduk. (b) Sebelah timur : ± 100 m dari Akbid Ngudia Husada Madura. (c) Sebelah barat: perumahan. (d) Sebelah selatan : ± 300 m dari DPRD Bangkalan. Sedangkan Jumlah murid TK YKK II Bangkalan tahun 2008 sebanyak 50 orang. Tenaga pengajar di TK YKK II Bangkalan sebanyak 6 orang dengan status pendidikan S1 sebanyak 1 orang dan D2 sebanyak 5 orang. Fasilitas gedung, terdiri dari : Ruang kantor, Ruang kelas, Aula, Kamar mandi, Gudang, Halaman bermain, UKS, Perpustakaan. Alat permainan, terdiri dari: ayunan, jungkitan, tangga majemuk, papan meluncur, alat peraga, seperti : panggung boneka, bak air dan pasir, balok bangunan, puzzle, dll. Karaktersitik Responden Hasil penelitian tentang karaktersitik responden adalah seperti terlihat pada table berikut : Tabel 1 Distribusi frekwensi berdasarkan umur responden di TK YKK II Bangkalan Bulan Juli 2008 Umur Frekwensi (%) 4 Tahun 2 13,3 5 Tahun 9 60,0 6 Tahun 4 26,7 Total 15 100 Sumber : Data sekunder dari lapangan Berdasarkan hasil pengumpulan data didapatkan bahwa yang menjadi responden dari 15 anak usia 4-6 tahun, responden yang paling banyak adalah umur 5 tahun yaitu sebanyak 60%. Sedangkan responden yang paling sedikit adalah responden umur 4 tahun sebanyak 13,3%. Pemanfaatan APE (Alat Permainan Edukatif) Berdasarkan hasil penelitian seperti terlihat pada tabel 2 diketahui bahwa sebagian besar anak memanfaatkan APE (Alat Permainan Edukatif) dengan prosentase sebesar 93,3%. Sedangkan sisanya sebesar 6,7% tidak memanfaatkan APE (Alat Permainan Edukatif). Adapun hasil penelitian tentang pemanfaatan APE seperti terlihat pada tabel berikut :
37
Tabel 2 Distribusi frekwensi berdasarkan pemanfaatan APE (Alat Permainan Edukatif) responden TK YKK II Bangkalan Bulan Agustus 2008 Pemanfaatan APE Frekwensi (%) Tidak memanfaatkan APE 1 6,7 Memanfaatkan APE 14 93,3 Total 15 100 Sumber : Data primer dari lapangan Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan terhadap sebagian besar anak yang memanfaatkan APE (Alat Permainan Edukatif) menunjukkan bahwa anak lebih banyak menghabiskan waktu dengan bermain. Anak lebih banyak dan lebih senang melakukan aktivitas bermain dengan menggunakan atau memanfaatkan APE atau benda-benda disekitarnya sebagai alat permainan sesuai dengan keinginan mereka. Artinya, mereka bermain aktif karena kesenangan mereka diperoleh dari apa yang diperbuat oleh mereka sendiri. (Soetjiningsih, 1995:108). Selain itu, alat permainan yang digunakan atau yang tersedia bervariasi, mudah dan murah didapatkan oleh mereka seperti bola, pohon, tali, teman sebaya, orang lain disekitarnya, dll. Akibatnya, mereka dapat berkreasi mencoba ide-ide baru dan mendapatkan kepuasaan emosi tersendiri sehingga dapat menimbulkan kesenangan bagi mereka. Suherman (2000:62) mengemukakan bahwa anak akan menguasai berbagai macam benda, memahami sifat-sifatnya maupun peristiwa yang berlangsung didalam lingkungannya, sehingga anak dapat menunjukkan bakat dan fantasinya melalui alat permainan. Dengan demikian, anak lebih leluasa bermain dengan alat permainan yang ada dan bervariasi dilingkungannya. Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Soetjiningsih (1995:108) bahwa anak memerlukan alat permainan yang bervariasi untuk menghindari rasa bosan saat bermain. Sementara itu, anak yang tidak memanfaatkan APE (Alat Permainan Edukatif) dapat dipengaruhi oleh faktor pendukung perkembangan anak itu sendiri terutama peran aktif orang tua. Peran aktif orang tua sangat dibutuhkan dalam memberikan kebutuhan dasar anak, karena anak harus lebih diperlakukan sebagai pribadi anak yang aktif yang perlu dirangsang (stimulasi) untuk menghadapi dan mampu mengatasi masalah (Suherman, 2000:8). Sementara itu peran orang tua dirasakan kurang dalam memberikan kebutuhan dasar anak terutama dalam segi kebutuhan stimulasi (Asah). Stimulasi tidak hanya berkaitan erat dengan alat permainan tetapi juga dengan aktifitas bermain. Aktifitas bermain merupakan salah satu pemanfaatan APE (Alat Permainan Edukatif), sebab salah satu prinsip dalam aktifitas bermain adalah alat permainan. Biasanya alat permaianan harus disesuiakan oleh usia dan tahap perkembangan anak (Nursalam, 2002:77). Hal diatas tidak terjadi pada anak yang tidak memanfaatkan APE (Alat Permainan Edukatif). Anak lebih banyak diam dan bermain sendiri dengan tidak memanfaatkan alat permainan yang ada disekitarnya seperti melamun atau lebih banyak menonton TV. Maksudnya, anak lebih banyak melakukan bermain pasif daripada
Jurnal Ilmiah Ilmu Kebidanan dan Kandungan, Vol. 2, No. 1, April 2009 : 34 - 39
38
menyatakan bahwa melalui bermain, anak tidak hanya menstimulasi pertumbuhan otot-ototnya, tetapi lebih dari itu. Maksudnya, anak tidak hanya bermain seperti berlari, melompat, menari tetapi dapat memperoleh kepuasan emosi dan secara tidak langsung dapat mengasah kemampuan anak secara terus menerus, sehingga kemampuan anak semakin meningkat. Anak yang mengalami keterlambatan dalam perkembangan motorik kasar disebabkan anak merasa takut dan malu, sehingga untuk melakukan interaksi dengan lingkungan sekitarnya anak cenderung diam dan tidak mempunyai tanggung jawab. Tanggung jawab bisa diartikan kesadaran diri dalam melakukan aktifitas bermain, yaitu apabila anak tidak mempunyai kesadaran diri dalam bermain, anak tidak bisa melepaskan diri dari orang tuanya. Hal ini disebabkan peran aktif orang tua dalam mendidik anaknya. Orang tua yang bersikap otoriter dapat mengakibatkan rasa sosial anak tidak berkembang, tidak timbul kreatif dan keberanian untuk mengambil keputusan atau berinisiatif sehingga anak akan menjadi malu dan penakut (Suherman, 2000:8). Hal tersebut dapat dibuktikan dari anak yang selalu didampingi orang tua disekolah. Padahal mengasuh dan membina anak dirumah merupakan kewajiban bagi setiap orang tua dengan menjaga dan melindungi serta menanamkan rasa kasih sayang kepada anak-anaknya. Namun menurut Soetjiningsih (1995:10), kasih sayang yang berlebihan dapat menghambat bahkan mematikan perkembangan kepribadian, karena kasih sayang yang berlebihan dapat menjurus kearah memanjakan.
bermain aktif karena adanya rasa malas yang disebabkan faktor tersebut diatas. Padahal menurut Nursalam (2002:74) membelai, bercanda dan sejenisnya yang dilakukan orang tua kepada anaknya merupakan aktifitas bermain yang menyenangkan dan memberikan kontribusi yang penting bagi perkembangan anak. Perkembangan Motorik Kasar Distribusi frekuensi tentang perkembangan motorik kasar adalah sebegai berikut : Tabel 3 Distribusi frekwensi perkembangan motorik kasar responden di TK YKK II Bangkalan Bulan Agustus 2008 Perkembangan Frekuensi (%) Motorik Kasar Lambat 2 13,3 Sesuai 12 80,0 Cepat 1 6,7 Total 15 100 Sumber : Data primer dari lapangan. Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa mayoritas perkembangan motorik kasar yaitu sebesar 80% mengalami kesesuaian menurut umur. Sedangkan 13,3% mengalami keterlambatan dalam perkembangan motorik kasar. Sisanya 6,7% anak memiliki perkembangan motorik kasar yang cepat. Anak yang mengalami perkembangan motorik kasar yang cepat dan sesuai disebabkan anak lebih senang melakukan aktifitas bermain. Mereka menganggap bahwa dengan bermain, mereka memperoleh perasaan yang menyenangkan dan merupakan kepuasan tersendiri bagi mereka yang secara tidak langsung merupakan salah satu pemberian stimulus . Pemberian stimulus tersebut dapat dilakukan melalui latihan dan bermain. Hal ini berdasarkan teori Soetjiningsih (1995:105) yang
Pengaruh Pemanfaatan APE Perkembangan Motorik Kasar Anak
Terhadap
Hasil tabulasi silang antara pemanfaatan APE dengan perkembangan motorik kasar anak usia 4 – 6 tahun di TK YKK II Bangkalan adalah sebagai berikut :
Tabel 4 Tabulasi silang pemanfaatan APE (Alat Permainan Edukatif) terhadap perkembangan motorik kasar anak usia 46 tahun di TK YKK II Bangkalan Perkembangan motorik kasar Pemanfaatan APE n : 15
n Memanfaatkan APE 1 Tidak memanfaatkan APE 1 Total 2 Uji Statistik Man- Whitney U Sumber : Data primer dari lapangan
Lambat % 6,7 6,7 13,3
Berdasarkan tabulasi diatas diketahui bahwa mayoritas responden yang memanfaatkan APE (Alat Permainan Edukatif) mempunyai perkembangan motorik kasar yang sesuai dengan usianya yaitu sebesar 80% dari jumlah responden yang memanfaatkan APE. Sedangkan responden yang tidak memanfaatkan APE (Alat Permainan Edukatif) mengalami keterlambatan sebesar 6,7%.
Sesuai n 12 0 12
% n 80,0 1 0 0 80,0 1 α = 0,05 ρ = 0,031
Total
Cepat % 6,7 0 6,7
n 14 1 15
% 93,3 6,7 100
Hasil analisis Mann-Whitney U menunjukkan bahwa U hitung < U tabel (0,500 < 56) dan ρ < α (0,031< 0,05) yang berarti H1 diterima. Hal ini menunjukkan bahwa ada pengaruh pemanfaatan APE (Alat Permainan Edukatif) terhadap perkembangan motorik kasar.
Pengaruh Pemanfaatan Alat Permainan Edukatif Terhadap Perkembangan Motorik Kasar Pada Anak Usia 4-6 Tahun (Hamimatus Zainiyah)
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Mayoritas responden memanfaatkan APE (Alat Permainan Edukatif). Mayoritas perkembangan motorik kasar sesuai menurut tingkat usia. Ada pengaruh pemanfaatan APE (Alat Permainan Edukatif) terhadap perkembangan motorik kasar anak usia 4-6 tahun. Saran Diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi instansi terkait dalam memberikan pelayanan terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak dimasyarakat, sehingga anak dapat tumbuh dan berkembang sesuai tahapan usianya. DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi.(2002)Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek Edisi Revisi V. Rineka Cipta, Jakarta. Djarwanto.(2003) Statistik Nonparametrik Edisi 2003/2004. BPFE. Yogyakarta Fauzan, M. (2008) Alat Permainan Untuk Tumbuh Kembang Anak.http://fauzan bfg.blogspot.com/2007_12_di_archive. htm. Hidayat, Aziz Alimul A. (2007) Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisis Data. Salemba Medika, Jakarta. Grey, P. (2008).Kebutuhan dan Pendidikan Anak.http://grey.ml.multiply,com/ journal/ item/9. Shuoong, C. (2008) Permainan Pendidikan Untuk Anak.http://id.shuoong.com/ books/1633499-education.games/. Psychemate( 2008) Tahapan Perkembangan Bermain.http://psychemate.blogspot. com/2007/12.tahapan_perkembangan_ bermain.htm.
39
Yayasan Amalia.( 2008) Konsep Mendidik Anak yang Aman .http://Www.YayasanAmalia.Org/Index.Php?Option=Com_C ontent&Task=View&Id= 62&Itemid=5. Hurlock, Elizabeth. (2000) Perkembangan Anak jilid I, Ed.6. Erlangga, Jakarta. Irawati.2008.Bermain pada Anak Prasekolah.http://www.freelist.org/archi ves /nasional_list/01_2006/msg00744.html Notoatmodjo, Soekidjo.(2005) Metodologi Penelitian Kesehatan Edisi Revisi. Rineka Cipta, Jakarta. Nursalam (2003) Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan Pedoman Skripsi, Tesis dan Instrumen Penelitian Keperawatan. Salemba Medika, Jakarta. Nursalam, dkk. (2005). Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak ( Untuk Perawat dan Bidan). Salemba Medika, Jakarta Rusmidi, Kusnadi. (2007) Pedoman Pelaksanaan Stimulasi, Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang Anak di Tingkat Pelayanan Kesehatan Dasar. Jakarta: Depkes RI. Safitri.(2008) Permainan seru untuk anak.http://pungky.blogdrive.com/. Setiawan (2008) Pendidikan Anak dalam Membaca Alquran.http://myquran,org/ forum/indexphp?Actionprofil:u=4037,sa =showposts-sbk. Soetjiningsih.1995. Tumbuh Kembang Anak. EGC, Jakarta. Sugiyono.(2005) Statistika Untuk Penelitian. Alpabeta, Bandung. Suherman.(2000) Buku Saku Perkembangan Anak. EGC, Jakarta. Supartini, Yupi.(2004) Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak. EGC, Jakarta
Jurnal Ilmiah Ilmu Kebidanan dan Kandungan, Vol. 2, No. 1, April 2009 : 34 - 39 PENELITI AN ILMIAH
40
Pengaruh Terhadap
Peran
Afektif
Persepsi
Keluarga
Remaja
Putri
Tentang Aborsi
The Influence of Affective Family Character Towards Daughter Adolescent Perception of Abortion
RODIYATUN * * Prodi Kebidanan Bangkalan, Poltekkes Depkes Surabaya
ABSTRACT Teen-age is time very sensitive towards matters has negative, for example: cigarette, miras, drug comes behaviour sek free, and abortion in this time impressing be tren or life style and be aikon modern time adolescent life. Usually abortion is irrational short cut easiest is goed to out from various indisposed behaviour consequence problem that. data at RSUD Syarifah Rato Ebu (SYAMRABU) Bangkalan in the year 2006-2007 abortion case experiences increase enough significant from 88 cases be 101 cases. almost 80% abortion inkomplit abortion the rest insipien and abortion imminen. Final purpose from this research is look for affective family character influence towards daughter adolescent perception about abortion at sma country 2 bangkalan. This watchfulness is watchfulness cross sectional. independent variable in this watchfulness affective family character, while variable dependen daughter adolescent perception about abortion. Big hope sample 165 person. Analysis that used analysis chisquare. Watchfulness result shows that daughter adolescent average at SMA 2 Bangkalan has with affective family character is good as big as 91 respondents (55,2 %), daughter adolescent average at SMA 2 Bangkalan has positive perception about abortion as big as 107 respondents (64,8 %) and there influence of affective family character towards daughter adolescent perception about abortion. keyword: perception, abortion, character afektif family
Correcpondence : Rodiyatun, Jl. Sukarno Hatta32 Bangkalan, Indonesia
PENDAHULUAN Masa remaja merupakan suatu mas dimana individu berkembang disaat pertamakali ia menunjukkan tanda-tanda perubahan sek sekunder sampai mencapai kematangan seksual atau sebagai periode dimana transisi antara anak ke masa dewasa. Masa ini merupakan masa yang sangat peka terhadap hal-hal yang bersifat negatif, misalnya rokok, miras, narkoba sampai pada perilaku sek bebas, yang saat ini seolah-olah menjadi tren atau gaya hidup dan merupakan aikon kehidupan remaja masa moderen. Sepertnya tidak ada kekuatan apapun yang mampu membendung maraknya sek bebas dikalangan remaja, menyebabkan semakin besarnya dampak yang diakibatkannya, yaitu kehamilan diluar nikah dan tak diinginkan yang berujung pada tingginya kejadian aborsi ilegal. Umumnya aborsi menjadi jalan pintas irasional yang paling mudah ditempuh untuk keluar dari berbagai masalah akibat perilaku tidak sehat itu. Aborsi yang dilakukan secara tidak aman dapat menyebabkan komplikasi serius seperti perdarahan, infeksi dan kerusakan organ reproduksi yang berakhir dengan terjadinya infertilitas (Manuaba,1999). WHO memperkirakan pertahun di Asia Tenggara terjadi sebanyak 4,2 juta per tahun kasus aborsi, di Indonesia sekitar 750.000 – 1.500.000 kasus aborsi dan 2.500. orang berakhir dengan kematian. Menurut di Surabaya setiap hari rat-rata terjadi 100 kasus aborsi, pelakunya adalah 60% ibu rumah tangga dan 40% remaja, (Republika,Oktober 2008). Sementara itu terdapat 15% - 20% kematian ibu disebabkan aborsi tidak aman (Un Save abortion) dan dari 20 juta aborsi tidak aman ditemukan 70 ribu perempuan meninggal
dunia. Data di RSUD Syarifah Rato Ebu (SYAMRABU) Bangkalan pada tahun 2006-2007 kasus aborsi mengalami kenaikan cukup signifikan dari 88 kasus menjadi 101 kasus. Hampir 80% adalah abortus inkomplit sisanya abortus insipien dan abortus imminen. Beberapa ahli menduga ada beberapa faktor yang melatar belakangi remaja melakukan aborsi dengan cara tidak aman, diantaranya kelahiran tidak dikehendaki baik dari hubungan seksual dari perkawinan sah ataupun dari hubungan sek bebas diluar pernihan. Hal ini dipicu oleh semakin meningkatnya ekspos media yang menyajikan berbagai informasi tidak jelas yang menstimuli munculnya perilaku tidak sehat pada golongan rentan khususnya pada periode usia remaja awal. Faktor lain yang diduga memberi amdil besar terhadap kejadian unsave abortion yaitu tidak terpenuhinya kebutuhan kasih sayang dan seringnya orang tua berada diluar rumah, menyebabkan hubungan anak kurang intim (Djamarah, 2004) Kondisi tersebut menjadikan anak melampiaskan pada hal-hal negatif misalnya merokok, minum keras, narkoba yang pada akhirnya pergaulan bebas tanpa batas yang mengiringnya pada perilaku sek bebas yang berdampak terhadap adanya kehamilan diluar yang tidak diinginkan dan berujung pada unsave abortion. Bertolak pada fenomena diatas, Yayasan Perempuan (YKP) merekomendasikan amandemen Undang-Undang Kesehatan Reproduksi yang isinya antara lain memperbolehkan tindakan penghentian kehamilan (Abortion) dengan syarat harus dilakukan oleh dokter terlatih dan tersertifikasi, dilakukan di tempat yang memenuhi syarat, mengadakan
Pengaruh Peran Afektif Keluarga Terhadap Persepsi Remaja Putri Tentang Aborsi (Rodiyatun)
konsling pra dan pasca tindakan oleh konseler terlatih serta menetapkan harga terjangkau. Agenda lain adalah dengan ditetapkan Piagam Kesehatan Reproduksi Remaja yang ditujukan dengan memberi pengetahuan seks dan seksualitas melalui pemberian seks education pada remaja, penurunan penyakit menular seksual (PMS) dan HIV/ AIDS dengan kondomisasi. Kedua upaya ini merupakan dasar untuk mewujutkan ketahanan remaja terhadap ancaman perilaku reproduksi dan seksualitas. Keberhasilan dari kedua upaya diatas sangat memerlukan dukungan dari keluarga secara keseluruhan dan berkesinambungan, agar keluarga menjadi wadah idial untuk pertumbuhan dan perkembangan anak dan remaja sehingga mampu
41
terhindar dari kehamilan tidak diinginkan dan tindakan aborsi tidak aman. Keluarga merupakan lingkungan sosial pertama dimana anak atau remaja memperoleh pengajaran bermakna untuk membentuk perilaku. Peran afektif keluarga (peran pendidikan) menjadi salah satu peran penting yang harus dijalankan oleh keluarga untuk menanamkan sikap dan persepsi tentang hubungan seks diluar nikah dan tindakan aborsi yang dilakukan secara segaja dan tidak aman. Berbagai faktor yang diduga sebagai pemicu dari tingginya kejadian abortion tidakan aman pada remaja, seperti di jelaskan pada gambar 1 dibawah ini :
Remaja 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Faktor Keluarga
Umur Pendidikan Agama Pergaulan Perilaku seksual Pengalaman
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Sosial ekonomi Type Pola komunikasi Pola asuh Sistim pendidikan Peran
Persepsi Remaja tentang Aborsi Reproduksi Lingkungan Sosial 1. 2. 3.
Sistim Budaya / adat Kebijakan Kes Reproduksi Sistim informasi / media
Tingginya tingkat kejadian aborsi pada remaja
Gambar 1 Identifikasi Penyebab Masalah Dari gambar di atas bahwa yang memungkinkan menjadi penyebab tingginya tingkat kejadian aborsi pada remaja, maka yang diteliti dalam penelitian ini hanya dibatasi pada faktor keluarga. Berdasarkan hal diatas, maka dapat dirumuskan masalah dalam penelitian ini adalah adakah pengaruh peran efektif keluarga terhadap persepsi remaja putri tentang aborsi di SMA Negeri 2 Bangkalan. Hasil peneitian ini diharapkan dapat memberikan informasi akurat tentang persepsi remaja pada umumnya mengenai aborsi, yang dapat digunakan sebagai salah satu bahan pertimbangan dalam upaya pengembangan dan pengelolaan program kesehatan reproduksi remaja, sehingga dapat menekan kejadian unsave abortion pada remaja dan memberi dampak positif terhadap program kesehatan maternal neonatal atau kesehatan ibu dan anak (KIA). TINJAUAN PUSTAKA Konsep Keluarga. Terdapat beberapa definisi keluarga diantranya adalah: 1) Keluarga merupakan sistim terbuka yang terdiri dari semua unsur dalam sistim, mempunyai struktur tujuan atau fungsi dan
mempunyai organisasi internal sperti sistim lainnya (Dep.Kes.RI, 1999); 2) Keluarga merupakan unit terkecil dalam masyarakat, terdiri atas kepala keluarga, anggota keluarga lainnya yang berkumpul dan tinggal dalam satu rumah tanggga karena terikat karena pertalian darah dan ikatan perkawinan atau adopsi (Effendi, 1998); dan 3) Keluarga merupakan unit terkecil dalam masyarakat,terdiri atas suami isteri, atau suami isteri dan anak atau ayah/ibu dan anak dibentuk dari ikatan perkawinan yang sah ( U.U. No 10 tahun 1982). Bentuk keluarga menurut Bailon & Maglaya (1978) terdiri dari tradisional dan non tradisional. Bentuk keluarga tradisonal meliputi : 1) nuclear family (keluarga inti), yaitu suami, istri, dan anak (kandung atau angkat); 2) extended family (keluarga besar), yaitu keluarga inti ditambah anggota keluarga lain yang berhubungan darah seperti kakek, nenek, bibi, paman, saudara sepupu, dan lainnya; 3) dyad family, yaitu suami isteri tanpa anak; 4) single parent, yaitu orang tua dan anak (kandung/angkat); dan 5) single adulf, yaitu terdiri dari hanya (orang) dewasa. Sedangkan bentuk keluarga non tradisional meliputi : 1) commune family, yaitu keluarga tanpa pertalian darah hidup bersama; 2) non morital hetero seksual cohabiting, yaitu keluarga dengan sanak family dari ayah ibu
42 dan anak hidup bersama tanpa ikatan perkawinan; 3) gauy and lesbian, yaitu pasangan sejenis hidup bersama; dan 4) dyadic family, yaitu keluarga pembentukan kembali (perceraian). Peran Keluarga Peran keluarga menggambarkan seperangkat perilaku yang diharapkan sesuai dengan kedudukan/posisi dan situasi dalam suatu sistim social tertentu. Peran afektif merupakan peran paling pokok dalam keluarga untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan psikologis anggota keluarga. Peran afektif berhubungan dengan peran-peran internal keluarga yaitu pendidikan dan dukungan psikososial. Melalui peran ini maka keluarga akan dapat menjalankan tujuan dan tugas-tugas psikososial utama yaitu membentuk sifat-sifat kemanusiaan dalam diri setiap anggota keluarga, stabilitas kepribadian dan tingkah laku kemampuan menjalin hubungan lebih akrab dan harga diri (Fridmen,1998). Pemenuhan peran afektif merupakan basis sentral bagi pembentukan dan kelanjutan struktut unit keluarg, citra diri individu dan perasaan dimiliki aleh individu diperoleh lewat interaksi kelompok primer dalam sistim keluarga. Dengan demikiankeluarga akan berfungsi sebagai sumber utama dari lahirnya cinta, kasih sayang dan rasa saling menghargai serta persetujuan dan dukungan terhadap perilaku baru dalam setiap peride perkembangan. Peran afektif menjadi vital bagi kelangsungan hidup keluarga dan fungsinya secara keseluruhan karena keluarga merupakan unit utama dan pertama dimana bagi setiap individu untuk tumbuh dan berkembang sebagai manusia holistic secara biopsikososial dan spiritual (Fridmen,1998). Komponen Peran Afektif Keluarga, antara lain saling asuh, perkembangan hubungan saling akrab, keseimbangan saling menghormati, pertalian dan identifikasi, keterpisahan dan keterpaduan, pola kebutuhan dan respon, dan peran terapeutik. Saling asuh merupakan fungsi efektif yang pertama dan paling penting termasuk menciptakan dan memelihara sebuah system saling asuh (mutual nurturance) dalam keluarga. Sebuah prasyarat untuk mencapai saling asuh adalah komitmen dasar dari masing-masing pasangan dan hubungan perkawinan yang secara emosional memuaskan dan terpelihara. Ini menjadikan dasar dimana diatasnya orang tua membangun struktur yang bersifat menunjang. Sikap dan tingkah laku pengasuhan mengalir dari orang tua dan saudara (siblings) ke anak-anak yang lebih kecil dan akan menghasilkan aliran balik dari anak-anak ke orang tua. Aliran ini merupakan suatu fenomina spiral karena setiap anggota menerima kasih sayang dan perhatian dari orang lain dalam keluarga, kapasitasnya untuk memberi kepada anggota lain meningkat, dengan hasil adanya saling mendukung dan kehangatan emosional. Dengan memelihara lingkungan semacam ini dimana kebutuhan-kebutuhan anggota keluarga memberikan kesempatan kepada individu untuk membentuk dan memelihara hubungan yang berarti tidak hanya dengan anggota keluarga, melainkan juga dengan individu-individu yang lain (Friedman, 1998).
Jurnal Ilmiah Ilmu Kebidanan dan Kandungan, Vol. 2, No. 1, April 2009 : 40 - 45
Perkembangan hubungan saling akrap dengan lewat pemenuhan peran afektif keluarga individu mengembangkan kemampuan untuk berhubungan secara akrab dan intim satu dengan lainnya. Keintiman merupakan hal yang penting dalam hubungan manusia karena keintiman dapat memenuhi kebutuhan psikologis terhadap keakraban emosional dengan orang lain dan memungkinkan individu dalam hubungan tersebut untuk mengetahui seluruh keunikan satu sama lain. Keseimbangan saling menghormati, yaitu pendekatan yang sangat membantu anggota keluarga memenuhi peran efektif. Tujuan utama dari pendekatan ini adalah keluarga harus memelihara suasana dimana harga diri dan hak-hak dari kedua orang tua dan anak sangat dijunjung tinggi. Dengan demikian diakui bahwa setiap anggota keluarga memiliki hak-haknya sendiri sebagai individu dan juga kebutuhan perkembangan yang spesifik bagi kelompok usianya. Keseimbangan saling menghormati hak, kebutuhan dan tanggung jawab anggota keluarga yang lain. Memelihara keseimbangan hak-hak antara individu dalam keluarga berarti menciptakan suasana dimana orang tua perlu menyediakan struktur yang memadai dan panduan yang konsisten sehingga batas-batas dapat dibuat dan dipahami. Dengan demikian saling asuh harus dijalankan bila ada keseimbangan saling menghormati (Friedman, 1998). Pertalian dan identifikasi merupakan kekuatan yang besar dibalik persepsi dan kepuasan dari kebutuhan-kebutuhan individu dalam keluarga adalah pertalian (bonding) atau kasih sayang (attachmant), ini digunakan secara bergantian. Agar pertalian atau kasih sayang bisa terjadi dalam hubungan keluarga, harus ada identifikasi positif. Identifikasi ini merupakan unsur penting dalam pertalian dan juga inti dari hubungan keluarga. Identifikasi adalah suatu sikap dimana seseorang mengalami apa yang terjadi pada dirinya sendiri. Dengan kata lain ketika seorang anggota keluarga mengidentifikasi anggota yang lain, ia mengalami suka cita dan duka cita dari orang tersebut seolaholah pengalaman ini terjadi pada dirinya sendiri. Jika antara identifikasi dan pertalian terbentuk, maka konsekwensi jangka panjang adalah perubahan citra diri individu terhadap karakteristik orang lain yang telah ia identifikasi (Friedman, 1998). Keterpisahan dan keterpaduan sebagai fungsi untuk merasakan dan memenuhi kebutuhan psikologis keluarga harus mencapai pola keterpisahan (separatness) dan kepaduan (connectedness) yang memuaskan. Anggota keluarga berpadu dan berpisah satu sama lain dalam berbagai aspek. Setiap keluarga menghadapi isu-isu keterpisahan dan kepaduan dengan cara yang unik, beberapa keluarga lebih memberikan penekanan pada satu sisi dari pada sisi yang lain. Keterpisahan dan keterpaduan menjadi dasar dan bersifat menggambarkan kehidupan keluarga, perlu dilihat pada karakteristik keluarga dalam hubungannya dengan kedekatan yang berlebihan atau kerenggangan. Keluarga harus membentuk dan memprogram tingkah laku setiap anggota keluarga (anak) sehingga terbentuk rasa memiliki identitas. Rasa memiliki dari anak ini datang dan menjadi bagian dari atau berhubungan dengan keluarga
Pengaruh Peran Afektif Keluarga Terhadap Persepsi Remaja Putri Tentang Aborsi (Rodiyatun)
43
dimana mereka memainkan peran-peran sebagai anak dan kakak adik (Friedman, 1998). Pola kebutuhan dan respon merupakan komponen efektif dari hubungan keluarga perlu dievaluasi dalam hubungannya dengan sejauh mana anggota keluarga saling merawat dan memperhatikan satu sama lain. Konsep pola-pola kebutuhan respon ini pada dasarnya sinonim dengan fungsi peran efektif keluarga. Aspek-aspek saling asuh, saling menghormati dan keterpisahan kepaduan muncul sebagai prasyarat vital untuk pola-pola kebutuhan respon yang memuaskan dalam keluarga. Terdapat tiga fase penting yang merupakan sifat dari respon efektif keluarga terhadap kebutuhan-kebutuhan (1) anggota keluarga harus merasakan kebutuhan-kebutuhan individu lain dalam batas-bats kultur keluarga. (2) kebutuhan harus dipandang setiap anggota keluarga harus dipandang dengan rasa hormat dan diperhatikan. (3) Kebutuhan-kebutuhan yang dikenal dan dihormati tersebut harus dipenuhi semaksimal mungkin dengan pertimbangan sumber-sumber yang ada (Friedman, 1998). Peran terapiutik menggambarkan peran sosio-emosional yang penting di dalam subsistem perkakawinan. Bila peran ini diperluas hingga memasukkan juga sisa keluarga, anak-anak dan orang dewasa sederajad, beberapa unsur penting dari perilaku keluarga perlu dijalankan, misalnya mendengarkan masalah, bersikap simpati, memberikan ketenangan dan kasih sayang dan memberikan bantuan dalam memecahkan masalah (Friedman, 1998).
recognition yaitu menentukan pengenalan pola. Sedangkan bentuk persepsi antara lain persepsi bentuk, persepsi terhadap diri sendiri, dan persepsi yang berhubungan dengan sensori dan moris. Faktor yang mempengaruhi persepsi meliputi factor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi kepribadian, pendidikan, usia, kesehatan fisik, dan pola hidup. Faktor eksternal adalah keluarga (bentuk, peran, fungsi, sosial ekonomi) sistim sosial masyarakat (budaya, adat).
Persepsi
METODE PENELITIAN
Persepsi adalah proses mental yang terjadi pada diri manusia yang akan menunjukkan bagaimana kita melihat, mendengar, merasakan, memberi serta merabba (kerja indra) sekitar kita (Widayatun,1999). Persepsi merupakan proses pengorganisasian, pengintegrasian terhadap stimuli yang dapat diterima individu sehingga merupakan sesuatu yang berarti dan merupakan aktifitas integrited dalam diri individu (Walgito,2003). Persepsi merupakan proses stimuli sensori terhadap suatu obyek kemudian ditanggapai melalui proses mengamati, mengetahui, mengartikan serta menyimpulkan obyek tersebut untuk disikapi. Fungsi Persepsi adalah sebagai lokalisasi untuk mengetahui suatu obyek dan digunakan untuk bernavigasi didalam lingkungan, dan sebagai
Penelitian ini merupakan penelitian cross sectional. Variabel independen dalam penelitian ini adalah peran afektif keluarga, sedangkan variabel dependennya adalah persepsi remaja putri tentang aborsi. Populasi pada penelitian ini adalah semua remaja putri di SMU II Bangkalan sebanyak 281 orang, menggunakan jenis sampling Probability Sampling dan tehnik Stratified random sampling, dengan besar sampel 165 orang. Data dikumpulkan melalui kuesioner. Analisis yang digunakan adalah analisis Chi-Square dengan tingkat signifikan 0,05. Untuk memperjelas definisi dari masing-masing variabel, maka peneliti memberikan definisi operasional dari masing-masing variabel adalah sebagai berikut :
Aborsi Aborsi berasal dari kata Abortion yang berarti keguguran kandungan, yaitu proses pengakhiran kehamilan sebelum janin mampu hidup diluar kandungan secara normal. Secara medis aborsi terjadi pada rentang 28 minggu pertama kehamilan terhitung sejak hari pertama haid terakhit (HPHT). Aborsi dikalsifikasi antara lain 1) abortus spontan, yaitu abortus yang terjadi dengan didahului faktor-faktor mekanis ataupun medis, semata-mata disebabkan oleh faktor-faktor alamiah; dan 2) abortus provokatus, yaitu abortus yang disengaja baik dengan memakai obat-obatan atau alat Abortion medicimilis dan Abortion kriminalis (aborsi ilegal atau unsave abortion). Akibat dari aborsi akan akan menimbulkan komplikasi. Komplikasi itu antara lain perdarahan sampai dengan hipovolomik shock, tertinggalnya sisa-sisa hasil konsepsi, infeksi, robekan mulur rahim, perforasi, dan missed abortion.
Tabel 1 Definisi operasional variabel penelitian Variabel Peran Afektif keluarga
Definisi Operasional Bentuk perilaku, sifat dan kegiatan keluarga dalam pemenuhan kebutuhan psikososial anggota keluarga meliputi aspek: memelihara saling asuh, perkembangan hubungan yang akrap, keseimbangan saling menghormati, pertalitan dan identifikasi, keterpisahan dan keterpaduan, pola kebutuhan – respon, dan peran terapiutik
Kriteria Peran afektif 1. Baik : 75– 110% 2. Cukup : 56– 74% 3. Kurang : 56%
Skala Ordinal
Dependen Persepsi
Tanggapan remaja putri terhadap pernyataan positif dan negatif tentang tindakan aborsi:
Sangat setuju Setuju Ragu-ragu Tidak setuju Sangat tidak setuju
Ordinal
Jurnal Ilmiah Ilmu Kebidanan dan Kandungan, Vol. 2, No. 1, April 2009 : 34 - 39
44
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Peran Afektif Keluarga Hasil penelitian tentang peran keluarga adalah seperti pada tabel berikut :
afektif
Tabel 2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Peran Afektif Keluarga Peran Afektif Keluarga Frekuensi Prosentase Baik 91 55,2 Cukup 59 35,8 Kurang 15 9,00 Total 165 100 Hasil penelitian didapatkan bahwa hampir seluruh remaja yang memiliki keluarga dengan peran afektif baik memenuhi ketujuh komponen peran afektif, yaitu memelihara saling asuh, mengembangkan hubungan akrab, keseimbangan saling menghormati, pertalian dan identifikasi, keterpisahan dan kepaduan, pola kebutuhan dan respon serta peran terapiutik. Sedang pada keluarga dengan peran afektif cukup, rata-rata memilki 75% atau sepertiga dari komponen afektif, komponen yang tidak terpenuhi yaitu kegagalan dalam mengembangkan hubungan yang akrab, keterpisahan dan kepaduan. Kurangnya kebersamaan dari keluarga yang kurang intim, jika berjalan dalam waktu cukup lama dapat menyebabkan hubungan antara anggota keluarga jauh dan retak. Terbukti dari hasil perolehan pada penelitian ini bahwa 15 remaja (9%) yang memiliki keluarga dengan peran afektif kurang hampir tidak
pernah berkumpul bersama,mendiskusikan hal-hal penting bersama dan saling berdemokrasi dalam menetapkan keputusan dalam keluarga. Tidak bisa dipungkiri bahwa keluarga satu-satunya basis agar terhindar dari perilaku-perilaku menyimpang remaja, seperti merokok, miras, narkoba dan fre sex (sek bebas). Keluarga sebagai sumber utama dari cinta kasih, persetujuan dan dukungan perkembangan sehat bagi setiap anggotanya. Persepsi Remaja tentang Abonsi Hasil penelitian tentang persepso remaja putri tentang aborsi adalah seperti pada tabel berikut : Tabel 3 Distribusi frekwensi responden berdasarkan persepsi remaja putrid tentang aborsi Persepsi Frekwensi Prosentase Positif 107 64,8 Negatif 58 35,2 Total 165 100 Dari tabel di atas menunjukkan bahwa ratarata remaja putri memberikan persepsi yang positif terhadap aborsi. Pengaruh Peran Afektif Keluarga Terhadap Persepsi Remaja Putri Tentang Aborsi Hasil penelitian tentang peran afektif keluarga terhadap persepsi remaja putrid tentang aborsi adalah sebagai berikut :
Tabel 4 Tabulasi Silang peran afektif keluarga dan persepsi remaja putri Persepsi Peran afektif keluarga Positif Negatif n % n % n Baik 67 40,6 24 14,5 91 Cukup 31 18,8 28 17 59 Sedang 9 5,8 6 3,6 15 Total 107 64,8 58 35,2 165 Uji statistik α : 0,05 df = 2 2 2 Chi square X tabel : 5,99 dan X hitung : 7,153 Dari tabel diatas menunjukkan bahwa responden yang memiliki keluarga dengan peran afektif baik 40,6 % memiliki persepsi positif tentang aborsi. Sedangkan remaja yang memiliki keluarga dengan peran afektif cukup 18,8 % memiliki persepsi positif tentang aborsi dan 5,8 % remaja yang memiliki keluarga dengan peran afektif baik, memiliki persepsi positif tentang aborsi. Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar peran afektif yang dijalankan keluarga, semakin besar pula efek positif terhadap persepsi remaja putri tentang aborsi. Sebaliknya peran afektif yang kurang menimbulkan pengaruh negatif lebih besar terhadap persepsi tentang aborsi. Berdasarkan hasil uji statistik didapatkan X2 2 hitung lebih besar dari X tabel (7,153 > 5,99 ) yang berarti Ha diterima Ho ditolak, ada pengaruh peran afektif keluarga terhadap persepsi remaja putri tentang aborsi.
Total % 55,2 35,8 9 100
Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar peran afektif yang dijalankan keluarga, semakin positif pula efek yang ditimbulkan pada anak. Remaja yang memlikikeluarga dengan peran afektif baik cendrung memiliki sikap dan perilaku adaptif sekaligus akan berfikir lebih rasional tentang segala hal. Pada dasarnya remaja mempunyai sifat selalu ingin tahu, mencoba-coba dan mudah tertarik terhadap hal-hal baru, tabu termasuk hal-hal yang berhubungan dengan perikau sek. Pada kondisi demikian peran afektif keluarga menjadi basis sentral bagi pembentukan dan kelanjutan perkembangan citra diri individu dan penentuan sikap terhadap semua stumuli di lingkungannya. Keluarga merupakan lingkungan sosial utama dimana seorang anak atau remaja memperoleh pengajaran bermakna sebagai pembentukan perilaku. Peranan keluarga menggambarkan seprangkat perilaku interpersonal,
Pengaruh Peran Afektif Keluarga Terhadap Persepsi Remaja Putri Tentang Aborsi (Rodiyatun)
sifat, kegiatan yang berhubungan dengan individu dalam posisi dan situasi tertentu yang didasari oleh harapan dan pola perilaku dari keluarga, kelompok dan masyarakat Efendi, 1998). Semakin baik perilaku remaja menunjukkan besarnya peran aktif yang dijalankan oleh keluarga untuk menanamkan sikap, perilaku dan persepsi yang benar tentang aborsi. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Rata-rata remaja putri di SMA Negeri 2 Bangkalan memiliki keluarga dengan peran afektif baik sebesar 91 responden (55,2 %) Rata-rata remaja putri di SMA Negeri 2 Bangkalan memiliki persepsi positif tentang aborsi sebesar 107 responden (64,8 %) Ada pengaruh peran afektif keluarga terhadap persepsi remaja putri tentang aborsi Saran Diharapkan pada keluarga untuk lebih mengembangkan hubungan yang akrab antar anggota keluarga. Selain itu sikap keterpisahan dan kepaduan dalam keluarga merupakan salah satu komponen peran afektif yang penting dan harus dijalankan untuk mewujudkan keluarga yang harmonis. DAFTAR PUSTAKA Arikunto, S. (1998). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek Edisi Revisi V. Jakarta : Rineka Cipta
45
Alimul, A. (2003). Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah. Jakarta : Medika Salemba Departemen Kesehatan RI. (1996). Pedoman Pemantauan Wilayah Setempat Ibu dan Anak. Jakarta : PT Pustaka LP3ES Indonesia _______. (2003). Pemeriksaan Kehamilan/Antenatal Care. Jakarta : PT Pustaka LP3ES Indonesia Nazir, M. (2005). Metode Penelitian. Bogor. Ghalia Indonesia Nursalam. (2001). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan Pedoman Skripsi, Tesis dan Instrumen Penelitian Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika Notoatmodjo, S. (1997). Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta _______. (2002). Metodologi Penelitiam Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta _______. (2003). Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta : Rineka Cipta _______. (2005). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta Rohyati, P. (2003). Skrining Antenatal Pada Ibu Hamil. Surabaya : Airlangga University Press Surinah. (2007). Anda Termasuk Ibu Hamil Dengan Kehamilan Resiko Tinggi? Bersumber dari http://www.kesehatanibuanak. [diakses tanggal 1 Februari 2009] _______. (2007). Kehamilan Resiko Tinggi. Bersumber dari http://www.infoibu [diakses tanggal 15 Februari 2009]
A R T I K E Jurnal L Ilmiah K Ilmu E Kebidanan S E dan H Kandungan, A T AVol.N1, No. 2, September 2008 : 46 - 47
46
CEGAH KANKER SERVIKS DENGAN VAKSIN MUFARIKA Program Studi Ilmu Keperawatan, Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Ngudia Husada Madura
PENDAHULUAN Kanker serviks merupakan kanker urutan pertama dari jenis kanker yang diderita perempuan. Pada tahap awal sering tidak memperlihatkan gejala, atau gejala yang sangat minimal, seperti keputihan, sehinga dianggap "biasa". Perempuan di atas 18 tahun, atau sudah menikah; sudah memiliki anak, terutama yang melakukan hubungan seksual di usia dini, harus menjalani papsmear. Setiap perempuan tanpa memandang usia dan latar belakang berisiko terkena kanker serviks yang disebabkan infeksi atau reinfeksi virus Human Papilloma Virus (HPV) tipe 16 dan 18 yang secara bersama mewakili 71 persen penyebab utama kanker itu. Padahal, jenis kanker ini sebenarnya bisa dicegah. Berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), lebih dari 10 juta orang di dunia terdiagnosis mengidap kanker setiap tahun. Diperkirakan angkanya menjadi 15 juta orang pada 2020. Kanker terbukti menyebabkan kematian pada enam juta setiap tahun atau mencapai 12 persen pada kasus di seluruh dunia. WHO memberikan langkah pencegahan penyakit kanker. Di antaranya, waspada terhadap gejala kanker, jangan merokok atau mengunyah tembakau, diet seimbang, dapatkan imunisasi hepatitis B, setiap wanita sebaiknya melakukan pemeriksaan tes pap-smear pada ahli ginekologis. Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dan Ketua Himpunan Onkologi Ginekologi Indonesia (Hogi) Prof. Farid Aziz menjelaskan, kanker serviks adalah salah satu penyakit kanker yang dapat dicegah. Namun, lebih dari 70 persen penderita datang memeriksakan diri dalam stadium lanjut sehingga banyak menyebabkan kematian karena terlambat ditemukan dan diobati. Tidak seperti beberapa virus lainnya, perempuan yang terinfeksi HPV bukan berarti kebal terhadap virus itu. Jadi, perempuan yang terinfeksi HPV tetap berisiko terkena kanker serviks. Cara praktis mendapat proteksi terhadap infeksi atau infeksi berulang HPV penyebab kanker itu adalah vaksinasi karena cukup dengan suntikan, perlengkapan sederhana dan efektivitasnya tinggi. VAKSINASI HPV CEGAH KANKER SERVIK Selain menjaga kesehatan dan kebersihan alat reproduksi dilakukan juga pencegahan lain, yaitu dengan cara vaksinasi. Vaksinasi ini ditujukan untuk virus Human Papilloma, atau sering disebut dengan HPV. Selama inii diketahui bahwa hampir semua kanker serviks disebabkan oleh virus HPV. Virus ini terdiri dari berbagai tipe, Sampai saat ini lebih dari 100 tipe sudah ditemukan. Namun tidak semuanya menyebabkan kanker. Yang terbukti menyebabkan kanker disebut tipe "High Risk", dan yang tidak menyebabkan kanker disebut "Low Risk". Dari sekian banyak tipe "High Risk" yang terbukti teridentifikasi banyak menyebabkan (sekitar 70%) kanker serviks adalah tipe 16 dan tipe 18. Vaksin kanker serviks bekerja dengan meningkatkan kekebalan tubuh untuk perlindungan yang luas untuk tipe HPV penyebab kanker dengan masa proteksi paling lama dan harga terjangkau bagi lebih banyak perempuan. dapat melindungi dari infeksi atau re-infeksi HPV yang dapat menyebabkan kanker serviks. dengan ditemukan dan diperkenalkannya vaksin baru melawan Human Papilloma Virus (HPV), virus yang menyebabkan kanker serviks, setidaknya memberikan harapan baru bagi kesehatan wanita. Proses Screening yang baik dan program pengobatan dini terbukti efektif dalam mencegah kanker serviks yang sering terjadi, namun langkah ini membutuhkan biaya cukup besar dan sulit untuk diterapkan pada wilayah dengan sumber daya terbatas. Pada tahun 2006, sebuah vaksin pencegah infeksi dan penyakit terkait HPV ditetapkan hak ciptanya, dan akan disusul oleh vaksin lainnya tidak lama lagi. Vaksin terbaru yang dipatenkan terbukti efektif dalam mencegah infeksi HPV tipe 16 dan 18 yang telah menyebabkan 70% seluruh kanker serviks, vaksin ini juga efektif dalam mencegah infeksi HPV tipe 6 dan 11 yang menyebabkan hampir 90%. Vaksin ini dan vaksin HPV lainnya masih dalam tinjauan di beberapa negara di seluruh dunia dan akan menawarkan kesempatan baru untuk mengurangi kanker serviks, yang merupakan kanker pembunuh wanita nomor 2. Langkah yang menjadi prioritas kini adalah melakukan mobilisasi sumber daya untuk memperkuat sistem kesehatan dan membeli vaksin HPV, baik pada tingkat nasional maupun internasional. Selain itu harus terdapat langkah inovatif dalam hal pembiayaan untuk pengenalan HPV. Pada tingkat internasional, kemitraan akan dibutuhkan untuk mengurangi kendala jarak dan waktu antara registrasi formal dan ketersediaan pada negara maju. Juga harus terdapat kapasitas produksi yang memadai untuk persediaan negara-negara berkembang. Selain sebagai perangkat baru pencegahan dari jenis kanker pada umumnya,
Cegah Kanker Serviks dengan Vaksin (Mufarika)
pengenalan vaksin HPV yang efektif memiliki keuntungan potensial lainnya bagi sistem kesehatan secara umum. Penyediaan vaksin tersebut dapat membantu membangun sinergi antara imunisasi, pengendalian kanker dan kesehatan reproduksi seksual. Upaya ini juga berpotensi untuk memberikan pengalaman berharga bagi pengenalan segala jenis vaksin untuk melawan HIV di masa mendatang. PENUTUP Langkah yang menjadi prioritas kini adalah melakukan mobilisasi sumber daya untuk memperkuat sistem kesehatan dan membeli vaksin HPV, baik pada tingkat nasional maupun internasional. Selain itu harus terdapat langkah inovatif dalam hal pembiayaan untuk pengenalan HPV. Pada tingkat internasional, kemitraan akan dibutuhkan untuk mengurangi kendala jarak dan waktu antara registrasi formal dan ketersediaan pada negara maju. Juga harus terdapat kapasitas produksi yang memadai untuk persediaan negara-negara berkembang. Selain sebagai perangkat baru pencegahan dari jenis kanker pada umumnya, pengenalan vaksin HPV yang efektif memiliki keuntungan potensial lainnya bagi sistem kesehatan secara umum. Penyediaan vaksin tersebut dapat membantu membangun sinergi antara imunisasi, pengendalian kanker dan kesehatan reproduksi seksual. Upaya ini juga berpotensi untuk memberikan pengalaman berharga bagi pengenalan segala jenis vaksin untuk melawan HIV di masa mendatang. DAFTAR PUSTAKA Aditama. (2003). Tes penting deteksi dini kanker. http://www.CBNPortal.com. (25-02-2009) Putra jati melayu. (2008). Kanker serviks. http://www.Medicastore.com. (25-02-2009) Samsuridjal. (2009). Kanker serviks dapat dicegah. http://www.koalisi_org TopikYouth.htm Evy rachmawati. (2008). Cegah kanker serviks dengan vaksin. . http://www..Kompas.com (25-022009)
47
Jurnal Ilmiah Ilmu Kebidanan dan Kandungan, Vol. 1, No. 2, September 2008 : 48 - 50
48
ARTIKEL KESEHATAN
MENGUNYAH PERMEN KARET UNTUK MENINGKATKAN PERISTALTIK USUS IBU POST PARTUM NISFIL MUFIDAH Akademi Kebidanan Ngudia Husada Madura
PENDAHULUAN Dewasa ini ada bermacam-macam tehnik melahirkan. Ada yang Operasi (Caesar) ataupun yang konvensional. Setelah proses melahirkan tentunya akan memunculkan beberapa perubahan pada sistem tubuh. Salah satu perubahan yang terjadi pada sistem pencernaan adalah penurunan peristaltik usus. Ibu post partum boleh menkonsumsi makanan setelah melahirkan jika sistem pencernaan dikatakan kembali normal. Pada umumnya indikator kembalinya sistem pencernaan ke keadaan normal setelah partus ditandai dengan adanya flatus. Dimana proses flatus ini didapat dari adanya peristaltik usus. Jika peristaltik usus belum ada maka flatus tidak akan terjadi, dan tentunya hal ini akan menghambat ibu pos partum dalam memproduksi energi yang tentunya dia dapat dari makanan setelah dia menjalani proses melahirkan. Selain itu keterlambatan proses peristaltik ini akan menjadikan klien belum diperkenankan pulang dan lebih lama tinggal di Rumah Sakit. Salah satu cara yang dianjurkan untuk pengembalian paristaltik usus setelah proses melahirkan adalah mengunyah (mastikasi) permen karet. Berdasarkan pemaparan masalah diatas,penulis tertarik untuk membahas lebih jauh tentang efek mengunyah permen karet untuk meningkatkan peristaltik usus ibu post partum untuk menambah pengetahuan penulis sendiri, pembaca pada umumnya dan ibu-ibu pada khususnya tentang tehnik mempercepat terjadinya peristaltik usus post partum. PENGERTIAN MASTIKASI/MENGUNYAH Mastikasi atau mengunyah adalah fenomena yang melibatkan otot-otot rahang. Makanan diteruskan ke rongga mulut setelah diproses oleh gigi. Gigi tersebut mengubah makanan yang (mungkin) tadinya agak keras menjadi lembut atau lunak. Proses mengunyah dibantu oleh otot mastikasi Mastikasi terdiri dari 3 tahap: (1) Fase pembukaan: mulut dibuka dan rahang bawah menurun; (2) Fase penutupan: rahang bawah naik ke rahang atas; (3) Fase oklusi: rahang bawah tetap di tempat dan gigi dari atas mendekat. KENAPA HARUS PERMEN KARET (BUBBLE GUM)??? Karena permen karet tidak bisa hancur atau lunak meskipun dikunyah. Sehingga tidak memberikan massa pada lambung ataupun pada usus. Ketika proses mastikasi berlangsung hanya terjadi produksi saliva. PERMEN KARET YANG SEPERTI APA???? Tidak semua jenis permen karet yang baik uktuk kesehatan. Sekarang begitu banyak macam permen karet yang beredar di pasaran. Dilihat dari bentuk, rasa, kandungannya sampai harganya yang beragam. Permen karet pun terbagi dua berdasarkan kandungannya, yaitu permen karet yang mengandung gula dan yang tidak mengandung gula atau sugar free. Terdapat isu kesehatan bahwa permen karet tanpa gula memiliki nilai kesehatan. Banyak manfaat yang bisa kita dapatkan dari mengunyah permen karet bebas gula. Dalam permen karet ini, unsur pemanis digantikan oleh bahan lain yang disebut xylitol. Xylitol merupakan bahan pemanis alami. Secara alami xytol ditemukan di dalam tanaman, hewan dan manusia. Xylitol murni berupa kristal putih, dengan wujud dan rasa seperti gula. Para produk makanan, xylitol sering dimasukkan sebagai karbohidrat. Xylitol diabsorbsi secara lambat dan hanya sebagian yang dimetabolisme, maka nilai kalorinya 40% lebih kecil dari pada kelompok karbohidrat lainnya atau 2,4 K kalori. Xylitol merupakan bahan pemanis alternatif yang memiliki sifat sangat baik bagi pengembangan produk makanan maupun produk farmasi. Beberapa sifat yang dimiliki adalah memberikan sensasi dingin (cooling sensation) seperti mentol, memiliki tingkat kemanisan yang sama dengan sukrosa (gula tebu), menghasilkan energi hanya 2,4 K kalori/g (cocok bagi penderita obesitas/kegemukan), tidak memerlukan insulin untuk metabolismenya (cocok bagi penderita diabetes), serta bersifat anticariogenic (melindungi dari kerusakan gigi). EFEK MENGUNYAH PERMEN KARET PADA PERISTALTIK USUS Mengunyah permen karet sama halnya seperti “pura-pura makan”. Sehingga tubuh memberikan respon untuk merangsang sistem pencernaan, memicu munculnya hormon
Mengunyah Permen Karet Untuk Meningkatkan Peristaltik Usus Ibu Post Partum (Nisfil Mufidah
gastrointestinal dan meningkatkan produksi ludah dan sekresi (pengeluaran) dari pankreas. Kemudian beberapa hal tersebut akan memicu munculnya peristaltik usus. Adanya peristaltik akan merangsang/mendorong isi dari usus menuju anus. Pada pasien post partum atau pada pasien pos operasi umumnya usus berisi udara. Akibatnya udara akan terdorong keluar dan terjadilah flatus. Flatus inilah yang akan menjadi indikator kembalinya fungsi pencernaan untuk kembali normal/tidak ada sumbatan pada usus (obstruksi usus) MANFAAT LAIN DARI PERMEN KARET Selain untuk meningkatkan peristaltik usus, permen karet juga mempunyai beberapa manfaat yang lain, diantaranya: (1)Mencegah kerusakan gigi; (2) Menyegarkan nafas; (3) Menyehatkan otak; (4) Meningkatkan daya ingat; (5) Mengencangkan kulit wajah; (6) Metode relaksasi; (7) Mengurangi kantuk; (8) Melangsingkan PENELITIAN Penelitian di Inggris tentang pengaruh mengunyah permen karet terhadap peristaltik usus yang melibatkan 158 pasien. Dalam uji klinis tersebut sekelompok pasien yang yang mengunyah permen karet selama 5-45 menit tiga kali sehari usai operasi dibandingkan dengan pasien yang tidak mengunyah permen karet. Pasien yang mengunyah permen karet dikatakan mengeluarkan gas atau kentut rata-rata 1,66 gas. Sementara yang tidak mengunyah sekitar 1,10 gas dikeluarkan. Dan yang jelas pasien yang mengunyah permen karet tidak perlu lama-lama tinggal di Rumah Sakit. Penelitian lainnya oleh Sanjay Purkayastha dan rekan-rekannya di St. Mary's Hospital, London, dimana pasien diminta untuk mengunyah permen karet bebas gula tiga kali dalam sehari. Mereka mengemukan bahwa pasien yang mengunyah permen karet rata-rata memiliki 1 hari lebih cepat untuk pergerakan pencernaannya dibandingkan mereka yang tidak. Hasil penelitian ini juga dipublikasikan di Archives of Surgery di The American Society of Colon & Rectal Surgeons. Selain itu Dr. Theodore Saclarides, Kepala Universitas Kesehatan di Chigago juga menganjurkan pasien post operasi untuk mengkonsumsi permen karet untuk mempercepat pengembalian fungsi pencernaan menjadi normal. PENUTUP Mengunyah (mastikasi) adalah fenomena yang melibatkan otot-otot rahang. Makanan diteruskan ke rongga mulut setelah diproses oleh gigi. Pada saat mengunyah permen karet akan merangsang hormon gastrointestinal dan meningkatkan produksi ludah dan sekresi (pengeluaran) dari pankreas. Sehingga selanjutnya akan merangsang peristaltik usus. Peristaltik usus ini adalah indikator kembalinya fungsi pencernaan menjadi normal setelah melahirkan. Ibu pos partum baru diperbolehkan makan setelah fungsi pencernaan kembali normal yang ditandai dengan adanya flatus. Untuk itu penulis sangat berharap dengan penulisan artikel ini akan menambah wawasan pembaca dan ibu-ibu post partum pada khususnya bahwa metode ini dapat dijadikan sebagai alternatif untuk mempercepat terjadinya flatus. Dimana manfaatnya selain mempercepat waktu makan juga mempercepat pulang dari Rumah Sakit. DAFTAR PUSTAKA Anisa.
(2008). Permen Karet Percepat Penyembuhan. http://www.inilah.com/berita/gayahidup/2008/09/10/48842/permen-karet-percepat-penyembuhan/. Diakses tanggal 20 Maret 2009. Jam 09.00 WIB
Ariesinardi. (2008). Abis operasi???Makan permen karet!!!. http://www.kapanlagi.com/clubbing/showthread.php?p=305216. Diakses tanggal 20 Maret 2009. Jam 09.00 WIB Damayanti. (2009). Manfaat permen karet bagi kesehatan. http://www.pdgionline.com/v2/index.php?option=com_content&task=view&id=212&Itemid= 33. Diakses tanggal 20 Maret 2009. Jam 09.00 WIB Edoubled. (2008). Permen Karet Bikin Usus Cepat Sembuh. http://gilaforum.com/index.php?action=printpage;topic=4346.0. Diakses tanggal 20 Maret 2009. Jam 09.00 WIB John.
(2008). Permen Karet Bikin Usus Cepat Sembuh. http://www.kompas.com/read/xml/2008/08/19/23232785/permen.karet.bikin.usus.cepat.se mbuh. Diakses tanggal 20 Maret 2009. Jam 09.00 WIB
Nakita.
(2009). Wajah Lebih Kencang Berkat Permen Karet. http://perempuan.kompas.com/read/xml/2009/02/22/09315758/Wajah.Lebih.Kencang.Ber kat.Permen.Karet. Diakses tanggal 20 Maret 2009. Jam 09.00 WIB
49
50
Jurnal Ilmiah Ilmu Kebidanan dan Kandungan, Vol. 1, No. 2, September 2008 : 48 - 50
Sumarsono. (2009). Permen karet dan luka operasi. http://www.lampungpost.com/cetak/berita.php?id=2008082009565115. Diakses tanggal 20 Maret 2009. Jam 09.00 WIB Wikipedia. (2009). Mastikasi. http://id.wikipedia.org/wiki/Mastikasi. Diakses tanggal 20 Maret 2009. Jam 09.00 WIB
Panduan Bagi Penulis Naskah Jurnal OBSGIN
(Jurnal Ilmiah Ilmu Kebidanan dan Kandungan) Akademi Kebidanan Ngudia Husada Madura
1.
2.
3.
4.
5. 6.
Naskah yang dikirim ke redaksi adalah naskah yang belum pernah dipublikasikan di tempat lain baik dalam bentuk cetakan atau media lainnya Dewan penyunting berhak mengedit naskah yang masuk untuk kesamaan format tanpa mengubah substansi Naskah di ketik dalam disket dengan jenis font arial 9. Naskah dicetak dalam kertas HVS ukuran A4 dengan jarak 2 spasi pada 1 sisi (tidak bolak-balik) dengan panjang tulisan 12 – 15 halaman. Naskah artikel ilmiah, artikel kesehatan, critical apraisal dan new release diketik dalam satu kolom sedang penelitian ilmiah diketik 2 kolom. Naskah diketik dalam bahasa indonesia atau bahasa inggris dengan bahasa akademik Sistematika penulisan : a. ARTIKEL ILMIAH/KESEHATAN 1) JUDUL, harus ringkas dan jelas (tidak lebih dari 15 kata), dibawah judul harus tertulis nama penulis dan asal institusi 2) PENDAHULUAN, meliputi latar belakang masalah yang dibahas dan manfaat dari artikel yang dibuat penulis 3) ISI MATERI, memuat materi, pembahasan ilmiah dan argumentasi penulis 4) PENUTUP, terdiri dari simpulan dan saran dari penulis tentang materi dan masalah yang dibahas 5) DAFTAR PUSTAKA, menggunakan sistem harvard b. PENELITIAN ILMIAH 1) JUDUL, harus ringkas dan jelas (tidak lebih dari 15 kata), dibawah judul ditulis nama penulis (atau para penulis), asal institusi, alamat penulis untuk korespondensi. Bila para penulis memiliki alamat yang berbeda, maka harus diberi tanda yang dapat membedakan (seperti * atau **) dan masing-masing tanda diberi nama institusinya 2) ABSTRAK, ditulis dalam bahasa inggris tidak lebih dari 250 kata. Merupakan intisari dari masalah, tujuan, manfaat, metode, hasil, pembahasan, simpulan, dan saran. Dibawah abstrak ditulis kata kuncinya 3) PENDAHULUAN, terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian 4) TINJAUAN PUSTAKA, merupakan landasan teori yang mendukung isi naskah penelitian baik dari penelitian sebelumnya maupun teori yang sudah ada 5) METODE PENELITIAN, memuat tentang desain penelitian, populasi, sampel,
7.
8.
teknik sampling, variabel dan parameter yang diteliti, teknik pengumpulan data serta teknik pengolahan dan analisa data termasuk uji statistic yang digunakan 6) HASIL DAN PEMBAHASAN, berisi hasil penelitian dan pembahasan ilmiah yang didukung oleh teori yang digunakan peneliti dan argumentasi peneliti sendiri 7) SIMPULAN DAN SARAN, simpulan memuat pernyataan singkat tentang hasil penelitian yang dikaitkan dengan tujuan dan hipotesis penelitian (jika ada). Saran berhubungan dengan pengembangan penelitian selanjutnya 8) DAFTAR PUSTAKA, menggunakan system Harvard (nama dan tahun) yang disusun menurut abjad serta mencamtumkan (a) untuk buku : nama penulis, tahun terbit, editor (bila ada), judul buku, kota penerbit dan penerbit. (b) untuk terbitan berkala : nama penulis, tahun terbit, judul tulisan, judul terbitan, bulan dan tahun terbit, volume, nomor dan nomor halaman. c. CRITICAL APPRAISAL 1) JUDUL, harus ringkas dan jelas (tidak lebih dari 15 kata), dibawah judul harus ditulis nama penulis dan asal institusi 2) ISI MATERI, berisi gambaran umum penelitian yang meliputi metode penelitian, hasil penelitian, kritik dan saran terhadap penelitian tersebut d. NEW RELEASE 1) JUDUL, harus ringkas dan jelas (tidak lebih dari 15 kata), dibawah judul harus tertulis nama penulis dan asal institusi 2) PENDAHULUAN, meliputi latar belakang masalah dan manfaat 3) ISI MATERI, berisi pembahasan dan argumentasi dari materi yang dibahas 4) PENUTUP, terdiri dari simpulan dan saran dari materi yang dibahas 5) DAFTAR PUSTAKA, menggunakan sistem harvard Tabel dan gambar Judul tabel harus singkat dan jelas (ditulis di atas tabel) yang disertai keterangan dibawah tabel, sedangkan judul gambar ditempatkan di bawah gambar Semua pernyataan, data, argumentasi yang terdapat di dalam naskah yang dikirim menjadi tanggung jawab penulis. Oleh karena itu penerbit, dewan penyunting, dan seluruh staf Jurnal OBSGIN tidak bertanggung jawab atau tidak bersedia menerima kesulitan maupun masalah apapun sehubungan dengan konsekuensi dari ketidakakuratan, kesalahan data, pendapat, maupaun pernyaaan tersebut.
-Penyunting-