1
PENERAPAN TEORI Z PADA SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI (STIE) BULUNGAN TARAKAN Oleh: Marso NIM. 091070305
I. PENDAHULUAN Upaya manusia untuk mencapai tujuan, seringkali dilakukan melalui kerjasama dalam suatu kelompok, baik formal maupun informal. Kelompokkelompok tersebut kemudian dikenal dengan istilah organisasi. Organisasi adalah kesatuan (susunan dan sebagainya) yang terdiri atas bagian bagian (orang, dan sebagainya) dalam perkumpulan dan sebagainya untuk mencapai tujuan; atau merupakan proses dengan mana orang-orang dapat bekerjasama ke arah pencapaian tujuan-tujuan kelompok; atau kelompok kerjasama antara orang-orang yang diadakan untuk mencapai tujuan bersama. Jadi, organisasi ada apabila terdapat beberapa orang yang mau bergabung dan menjadi satu kesatuan dan mau bekerjasama untuk mencapai tujuan bersama. Tujuan merupakan arah; haluan (jurusan); yang dituju; maksud; tuntutan (yang dituntut). Alasan tujuan diperlukan tujuan paling tidak mencakup hal-hal berikut ini: Pertama, Tujuan membantu mendefinisikan organisasi dalam lingkungannya. Dengan menetapkan tujuan, organisasi akan menarik orang yang mengenali tujuan itu sehingga mau bekerja untuk organisasi. Kedua, Tujuan membantu mengkoordinasikan keputusan dan pengambilan keputusan. Tujuan dapat mengurangi pertentangan dalam pengambilan keputusan. Ketiga, Tujuan
2
menyediakan norma untuk menilai pelaksanaan prestasi organisasi. Tanpa tujuan, organisasi tidak mempunyai dasar yang jelas untuk menilai keberhasilannya. Keempat, Tujuan merupakan sasaran yang lebih nyata daripada pernyataan misi. Sasaran yang lebih nyata memudahkan organisasi mencapainya, daripada membayangkan sasaran “idaman”. Secara empiris, tujuan individu dan tujuan organisasi sering bertentangan satu sama lain. Tujuan individu sering mengacu pada “apa yang saya peroleh dari organisasi ini?” sedangkan tujuan yang diharapkan organisasi adalah “apa yang peroleh dari masing-masing individu sebagai anggota organisasi?”. Akibat pertentangan tujuan ini adalah konflik organisasi, yang bisa berdampak kegagalan mencapai tujuan baik tujuan individu maupun tujuan organisasi itu sendiri. Bertitik tolak dari permasalahan tersebut di atas, maka diperlukan ilmu yang mampu mengelola dan mensinkronkan tujuan-tujuan individu dan organisasi, yang dikenal dengan manajemen. Mengapa manajemen diperlukan dalam organisasi? Manajemen atau disebut juga pengelolaan adalah hal yang mendasar dan penting (esensial) pada semua kerjasama yang terorganisasi. Intisari dari definisi manajemen adalah “menggunakan orang-orang untuk mencapai tujuan”, oleh karena itu, manajemen dapat didefinisikan sebagai berikut: 1.
Proses penggunaan sumber daya secara efektif untuk mencapai sasaran. Sumber daya organisasi mencakup: a. Orang: Siapa yang melaksanakan aktivitas.
3
b. Uang: Berapa dan dari mana dana yang diperlukan untuk mendanai suatu kegiatan dan bagaimana seharusnya dana itu dipergunakan. c. Perlengkapan:
Alat-alat apa saja yang diperlukan untuk mendukung
pelaksanaan suatu aktivitas. d. Metode: Menyangkut cara-cara atau prosedur pelaksanaan kegiatan. Dari mana harus memulai dan seterusnya sampai aktivitas itu dapat diselesaikan. 2.
Pencapaian suatu tujuan yang telah ditentukan sebelumnya melalui usahausaha orang-orang lain.
3.
Fungsi mencapai sesuatu melalui orang-orang.
4.
Pengunaan orang-orang, uang, perlengkapan, bahan-bahan, dan metodemetode yang efektif untuk mencapai sesuatu tujuan tertentu. Untuk melaksanakan manajemen, diperlukan Pendekatan ilmiah untuk:
menggantikan cara yang asal-asalan dengan ilmu (pengetahuan yang tersusun), mengusahakan
keharmonisan
dalam
gerakan
kelompok,
dan
bukannya
perpecahan, mencapai kerjasama manusia, dan bukannya individual yang kacau, bekerja untuk output (hasil) yang maksimum, dan bukannya output yang terbatas, mengembangkan semua anggota organisasi sampai pada taraf yang setinggitingginya untuk kesejahteraan maksimum mereka sendiri dan organisasi mereka, Secara
umum,
manajemen
dapat
dilakukan
melalui
unsur-unsur
manajemen. Unsur-unsur ini disebut juga dengan fungsi-fungsi manajemen atau fungsi-fungsi manajerial, yaitu: pertama, merencanakan, yaitu memilih misi dan tujuan serta tindakan untuk mencapai misi dan tujuan; kedua, mengorganisasikan
4
untuk menetapkan struktur dan peran orang; ketiga, penyusunan staf, untuk mengisi
posisi
dalam
organisasi;
keempat,
memimpin
sebagai
upaya
mempengaruhi orang supaya mau memberi kontribusi pada tujuan organisasi dan kelompok; dan yang kelima, mengendalikan, guna mengukur dan mengoreksi aktivitas bawahan untuk menjamin kesesuaian dengan rencana. Kesesuaian hasil yang dicapai dengan rencana sebagai target organisasi adalah kondisi ideal. Tetapi kenyataannya, dalam budaya yang berbeda tidak sedikit organisasi yang gagal mencapai target, produktivitas rendah dan akhirnya kalah dengan kompetitor
meskipun sudah bekerja keras dalam me-manage-
organisasinya. Melihat fenomena ini, William Ouchi melakukan penelitian tentang cara orang Amerika dan orang Jepang mengelola organisasi (perusahaan) yang temuan dari penyelidikannya kemudian diberi nama Teori Z. Sebagai organisasi yang berada dalam kawasan Asia, STIE Bulungan Tarakan mungkin lebih cocok menerapkan Teori Z dalam mengelola organisasi guna mencapai tujuan organisasi sendiri dan mampu memenuhi harapan civitas akademika. Oleh karena itu, perlu diadakan suatu evaluasi untuk “memeriksa” gaya pelaksanaan manajemen STIE Bulungan Tarakan dengan Teori Z untuk menjawab permasalahan berikut ini: 1. Apakah manajemen STIE Bulungan Tarakan sesuai dengan prinsip teori Z? 2. Faktor apakah yang mendukung penerapan Teori Z pada STIE Bulungan Tarakan? 3. Faktor apakah yang menghambat penerapan Teori Z pada STIE Bulungan Tarakan?
5
II. TEORI Z A. Mengenal Pencetus Teori Z: William Ouchi Sebelum menguraikan lebih lanjut tentang Teori Z, sepatutnyalah kita mengenal Sang Pencetus Teori Z itu sendiri, yaitu William Ouchi. William G. Ouchi (lahir 1943) adalah seorang profesor Amerika dan penulis dalam bidang manajemen bisnis.
Bill
Ouchi
lahir dan
dibesarkan di Honolulu, Hawaii. Beliau meraih gelar Sarjana dari Williams College (1965), gelar MBA dari Stanford University dan gelar Ph.D. di bidang Administrasi Bisnis dari University of Chicago . Dia adalah seorang profesor di Sekolah Bisnis Stanford selama 8 tahun dan telah menjadi anggota fakultas dari Anderson School of Management di University of California, Los Angeles selama bertahun-tahun. Ouchi merupakan orang yang pertama kali dan menjadi terkemuka untuk studi tentang perbedaan antara perusahaan dan gaya manajemen Jepang dan Amerika. Buku pertamanya pada tahun 1981 merangkum pengamatannya. Teori Z: Bagaimana Manajemen Amerika Bisa Menghadapi Tantangan Jepang (Theory Z : How American Management Can Meet the Japanese Challenge) dan menjadi best-seller New York Times selama lebih dari lima bulan. Peringkatnya saat ini adalah sebagai buku yang paling banyak dipegang ketujuh dari 12 juta judul yang dimiliki di 4.000 perpustakaan AS. Buku keduanya: “The M Form
6
Society: How American Teamwork Can Recapture the Competitive Edge “, menguji berbagai teknik penerapan pendekatan. Ouchi juga mengemukakan tiga pendekatan untuk kontrol dalam mengelola suatu organisasi, yaitu: Market control, Bureaucratic control dan Clan control Dalam beberapa tahun terakhir Ouchi telah mengalihkan perhatian kepada organisasi dan efektivitas sekolah dan masalah administrasi sekolah. He published an overview in 2003 in Making Schools Work . Ia mempublikasikan sebuah gambaran pada tahun 2003 di Membuat Sekolah Bekerja (Making Schools Work). Dia memimpin sebuah panel reformasi pendidikan untuk Gubernur Arnold Schwarzenegger dari California, dan beberapa usulannya sedang dipertimbangkan saat ini. Pada tahun 1990, ia menjabat sebagai penasihat dan kepala staf untuk mantan Walikota Los Angeles, Richard Riordan . Pada tahun 2009 bukunya, The Secret of TSL:The Revolutionary Discovery That Raises School Performance, telah dipublikasikan berkenaan dengan potensi revolusioner pemahaman, dan pengurangan total beban siswa, pengukuran yang mengukur jumlah siswa seorang guru yang diharapkan berinteraksi secara intensif. Dalam komunitas yang lebih besar, Ouchi melayani di Dewan Penasihat Komisi Debat Presiden AS, di Dewan Pengawas Nasional Meseum Amerika Jepang, dan Dewan Direksi The Alliance for College-Ready Public Schools sebuah operator dari sekolah dalam kota di Los Angeles. Sebelumnya menjabat pada dewan Williams College, KCET Public Television, The California Community Foundation, Leadership Education for Asian-Pacifics, the Consumer
7
Advisory Committee of the US Securities and Exchange Commission, Walt Disney Concert Hall, dan dari Harvard-Westlake School. Dalam komunitas bisnis, ia menjabat sebagai dewan direksi The Hilton Foundation, AECOM, FirstFed Financial, Sempra Energy, dan Water-Pik Technologies.
B. Latar Belakang Penyelidikan Yang Menghasilkan Teori Z Minat William Ouchi untuk mengkaji bagaimana cara orang Amerika dan orang Jepang mengelola perusahaannya diawali dari pengetahuan yang ia peroleh dari dosennya yang mengatakan bahwa sejak Perang Dunia II, produktivitas Jepang telah meningkat dua sampai tiga kali secepat produktivitas di Amerika Serikat. Keajaiban tersebut disebabkan pembangunan pabrik dan peralatan yang lebih efisien, sedangkan Amerika dibebani oleh persediaan barang modal yang tua dan inefisien. Dan beberapa argumen lain yang digunakan untuk menjelaskan keberhasilan Jepang “menyalip” produktivitas Amerika ternyata belum mampu menjawab permasalahan yang ada. Dalam pengamatan Ouchi, banyak perusahaan milik orang Jepang di Amerika berhasil mencapai produktivitas yang tinggi dan menang dalam kompetisi bisnis sedangkan kantor cabang perusahaan Amerika di Jepang yang dikelola orang Amerika ternyata tidak setangguh saudaranya yang berada di dalam negeri. Selain itu, fakta menarik yang dilihat William Ouchi adalah ketika orang Jepang yang bekerja sebagai karyawan perusahaan Amerika di Jepang menuntut hak dan melakukan aksi mogok, ternyata mereka masih peduli dengan “perusahaannya” yang ditunjukkan aktivitas membersihkan tempat kerja setelah
8
mereka pergi dan kemudian datang lagi bekerja mengejar target keesokan harinya tanpa lembur, sebagaimana dikemukakan berikut ini: “Kami mempunyai keluhan pada manajemen,”....satu satunya cara untuk menyampaikannya kepada anda adalah dengan melakukan pemogokan. Tapi perusahaan ini juga perusahaan kami, dan kami tidak ingin memberikan kesan pada anda bahwa kami tidak setia kepada perusahaan. (William Ouchi, 1987:17) Pernyataan di atas semakin menguatkan motivasi
William Ouchi
melakukan pencarian lebih lanjut guna menerangkan hubungan antara perusahaan dan karyawan dan bagaimana sebuah budaya dapat mempengaruhi produktivitas sehingga diperlukan pendekatan manajemen yang berbeda dalam setiap budaya yang berbeda. Penyelidikan
yang
mendalam
William
Ouchi
terhadap
praktek
manajemen, khususnya manajemen bisnis Jepang menyimpulkan bahwa kunci keunggulanya bersandar pada sumber daya manusia yang menjalankan bisnis tersebut, bukan sumber daya yang lain. Dan, manusia yang yang unggul tersebut bukanlah manusia secara individual, melainkan manusia secara kelompok, manusia yang terikat dalam keakraban suatu keluarga besar perusahaan, yang saling berhubungan secara luwes didasari rasa saling percaya yang tinggi. Ciri khas dengan kata kunci kepercayaan, keakraban, dan keluwesan kemudian membawa Ouchi pada suatu kesimpulan perbedaan praktek manajemen dalam organisasi-organisasi Jepang versus praktek manajemen dalam organisasiorganisasi Amerika sebagaimana dapat dilihat pada pada Tabel 1.
9
Tabel 1. Perbandingan Praktek Manajemen Organisasi-Organisasi Jepang dan Organisasi-Organisasi Amerika Organisasi-Organisasi Jepang
Evaluasi dan Promosi yang lamban Jalur-jalur Karir Non Spesialisasi Mekanisme-mekanisme Pengawasan Yang Selengkapnya Keputusan
Tanggungjawab Kolektif
Organisasi-Organisasi Amerika Pemekerjaan jangka pendek
Pemekerjaan seumur hidup
Pengambilan Kolektif
vs
Secara
Evaluasi dan Promosi yang cepat Jalur-jalur Karir Spesialisasi Mekanisme-mekanisme Pengawasan Yang Jelas Pengambilan Keputusan Secara Perorangan Tanggungjawab Perorangan
Perhatian Menyeluruh Perhatian Yang Terbagi-Bagi Sumber : Willian Ouchi, Teori Z; Bagaimana Amerika Menghadapi Jepang Dalam Dunia Bisnis, Cetakan Kedua, Andamera Pustaka, Jakarta, 1987, p. 58-59 Dari Tabel 1 di atas, tampak bahwa ada tujuh prinsip yang sangat kontras. Ketujuh hal yang membedakan Jepang dengan Amerika tersebut, menurut Ouchi saling mengait, tidak dapat dilihat dan ditafsirkan secara terpisah, dan ketujuh hal ini pula kita kenal dengan prinsip sebuah teori baru dalam mengelola organisasi, yaitu Teori Z. C. Prinsip Teori Z Sebagaimana konsep atau teori pada umumnya, Teori Z juga diajukan oleh William Ouchi dari data empiris yang dirinci menjadi beberapa prinsip dan penjelasan yang logis. Secara keseluruhan dan utuh Teori Z diwujudkan dalam tujuh prinsip, yaitu: Pemekerjaan seumur hidup, Evaluasi dan Promosi yang lamban, Jalur-jalur Karir Non Spesialisasi, Mekanisme-mekanisme pengawasan
10
yang selengkapnya,
pengambilan keputusan secara kolektif,
tanggungjawab
kolektif, perhatian menyeluruh. 1. Pemekerjaan Seumur Hidup (Life Time Employment) Prinsip life time employment merupakan ciri yang paling menonjol pada organisasi Jepang. Menurut Ouchi, hubungan kerja seumur hidup, lebih dari hanya suatu kebijaksanaan tunggal, merupakan dasar di atas mana banyak segi kehidupan dan pekerjaan di integrasikan. Hubungan kerja seumur hidup berarti bahwa sebuah perusahaan besar atau badan pemerintah menerima karyawan baru sekali setahun, pada musim semi, ketika orang-orang muda lulus dari sekolah menengah dan universitas. Sebuah perusahaan besar hanya menerima “lulusan terbaik” menerima sejumlah besar karyawan baru pada saat yang sama, walaupun perusahaan tersebut tidak mempunyai pekerjaan untuk mereka semua pada saat penerimaan. Promosi sepenuhnya dijalankan dari dalam, dan seorang yang mempunyai pengalaman satu, lima, atau dua puluh lima tahun pada perusahaan lain tidak akan diterima atau bahkan dipertimbangkan sama sekali. Sekali diterima, karyawan baru tetap dipertahankan sampai masa pensiun. Seorang karyawan tidak akan diberhentikan kecuali melakukan suatu tindakan kriminal yang besar, dan pemberhentian merupakan suatu hukuman yang sangat berat, karena seorang yang diberhentikan tidak ada harapan untuk memperoleh pekerjaan pada suatu perusahaan yang sebanding dan dia harus pindah pada perusahaan kecil yang memberikan upah
11
yang kecil dan jaminan sosial yang kurang, atau dia harus kembali ke kota asalnya. Pada saat mencapai umur 55 tahun, karyawan kecuali beberapa karyawan yang paling tinggi seperti managing director, harus menjalani pensiun. Setiap karyawan yang menjalani pensiun, perusahaaan membayar sebanyak lima atau enam tahun, tidak ada uang pensiun atau jaminan sosial. Seperti halnya negara industri lainnya Jepang dalam beberapa dekade yang lalu telah sangat memperbaiki makanan, kebersihan, dan perawatan kesehatan sehingga panjang umur meningkat. Akibatnya seorang yang pensiun pada umur 55 tahun dengan nilai gaji sebanyak lima atau enam tahun gaji tapi dengan kemungkinan lima belas atau dua puluh tahun lagi dalam masa inflasi yang tinggi. Jelaslah bahwa terdapat suatu kesenjangan dalam keuangan peorangan, dan mengisi kesenjangan ini memainkan suatu pertimbangan yang penting pada organisasi dan masyarakat. Oleh karena itu, karyawan yang pensiun akan dikirim untuk bekerja pada perusahaan satelit yang menyediakan input bagi perusahaan utama. Cara kerja ini didorong oleh semangat Zaibatzu yang menjadi struktur industri Jepang selama Perang Dunia II. 2. Evaluasi dan Promosi yang lamban (Slow Promotion and Evaluation) Bagian yang kompleks dan saling berkaitan dalam organisasi Jepang adalah pendekatan-pendekatan untuk evaluasi dan promosi. Penilaian formal atas seorang karyawan hanya dilakukan setelah 10 tahun, dan tidak ada seorangpun yang memperoleh promosi yang lebih besar dari teman seangkatannya.
12
Kelambatan proses penilaian yang sangat tidak memungkinkan jenis-jenis tertentu permainan perusahaan dalam jangka pendek, walaupun ini tidak menghilangkan sama sekali kemungkinan tersebut. Karyawan bisa saja kehilangan dorongan untuk memulai proyek atau mendesak keputusan yang kelihatannya baik dalam jangka pendek tetapi mungkin tidak dapat diterima dalam jangka yang lebih panjang. Tidak ada alasan bagi karyawan baru untuk memajukan karirnya dengan merugikan orang lain; karyawan muda tahu bahwa dia tidak akan dievaluasi sampai waktu yang lama, dan dia mengetahui bahwa setiap orang yang diperlakukan dengan tidak adil masih tetap bekerja di perusahaannya, karena kebijaksanaan hubungan kerja seumur hidup. Walaupun proses ini kadang-kadang kelihatannya sangat menyakitkan dan lambat bagi manejer muda yang berbakat di perusahaan Jepang, proses ini merangsang suatu sikap yang sangat terbuka bagi kerjasama, hasil pekerjaan, dan evaluasi, karena sistem tersebut memungkinkan bahwa prestasi yang sebenarnya akan muncul setelah masa pengujian tersebut. Susunan kantor Jepang pada umumnya sangat mendukung sikap penilaian prestasi ini. Seperti tata letak ruangan kerja divisi pemasaran salah satu perusahaan mobil Jepang yang terkemuka, ruangan kerjanya adalah ruangan yang besar tanpa dinding pemisah. Deretan meja panjang mengisi ruangan dengan staff untuk penjualan Amerika selatan pada satu meja, penjualan Eropa pada meja lain dan sebagainya. Kepala seksi duduk di ujung setiap meja, dan general manager mempunyai meja pada ujung ruangan, seperti seorang kepala sekolah. Mengelilingi setiap meja staff dan sekretarisnya duduk berdampingan, dengan
13
telepon dan buku pesanan terletak di tengah meja. Dengan demikian sambil bekerja mereka berbicara dan bergurau, dan setiap orang dapat melihat apa yang dikerjakan orang lain. Dan bahkan setelah jam kerja di kantor berakhir, setiap karyawan masih bisa bersama-sama ke toko buku atau ke tempat main pachinco sekitar satu jam lamanya sambil menunggu waktu ke stasiun kereta api. Dengan kondisi lingkungan dan pergaulan yang akrab antara sesama karyawan sangat mendukung penilaian yang sangat adil, sehingga semua karyawan tahu siapa yang patut dihargai pendapatnya dan siapa yang perlu dibimbing. 3. Jalur-jalur Karir Non Spesialisasi (Non Specialized Career Path) Kebijakan pengembangan karir bagi setiap karyawan muda Jepang merupakan salah satu yang membedakannya dengan perusahaan Amerika. Menurut hasil pengamatan Ouchi, setiap orang muda yang bergabung menjadi karyawan suatu perusahaan akan mengikuti suatu jabatan latihan maanajemen dalam setahun dan mungkin hanya datang menemui orang dan belajar seluk beluk setiap pekerjaan pada berbagai penugasan. Setelah itu, karyawan tersebut akan ditugaskan ke sebuah cabang perusahaan untuk mempelajari operasi perusahaan, termasuk bekerjasama dengan karyawan lainnya (termasuk bekerja sama dengan kasir kalau perusahaan bank) dan mengatur arus informasi, surat menyurat, dan manusia. Kemudian ditarik ke kantor pusat untuk belajar suatu tugas khusus, kemudian ditugaskan lagi ke kantor cabang lainnya untuk mempraktekkan tugas khusus yang sudah dipelajari di kantor pusat mulai dari tanggungjawab yang kecil ke tanggungjawab yang lebih besar, kemudian ditarik lagi ke kantor pusat untuk
14
bekerja pada bidang personalia suatu pekerjaan baru yang berbeda dari tanggungjawab sebelumnya. Pada saat sepuluh tahun berlalu, karyawan tersebut akan memperoleh promosi penting pertama, mungkin menjadi seorang kepala seksi, kemudian ia mungkin dipindahkan lagi ke cabang lain untuk bertugas pada bidang pekerjaan yang berbeda, demikian seterusnya kemudian ditarik kembali ke kantor pusat dan kali ini ia bertanggungjawab pada divisi Internasional, dimana ia akan membantu kebutuhan operasional perusahaan yang melakukan operasional di luar negeri. Pada akhirnya, ia akan mencapai puncak karirnya, ia menjadi ahli dalam setiap fungsi, setiap spesialisasi, dan setiap kantor di perusahaan tempatnya bekerja dan menjalinnya menjadi suatu keseluruhan yang terpadu. Intinya adalah bahwa setiap karyawan perusahaan Jepang akan mengikuti jalur pengembangan karir dengan berbagai penugasan di setiap bidang pekerjaan, setiap kantor cabang, dan setiap tingkatan tanggungjawab. Dengan menjalani penugasan yang beragam dalam waktu yang lama, karyawan diharapkan mampu memahami perusahaan secara keseluruhan sehingga ketika mencapai karir puncak, ia mampu mengambil kebijakan yang menyuluruh dan terpadu. 4. Mekanisme-mekanisme Pengawasan Yang Selengkapnya (Implicit Control Mechanism) Sebagai efek dari pekerjaan seumur hidup, evaluasi dan promosi yang lamban ( yang juga transparan), serta kebijakan jalur-jalur karir yang luas, maka “watak” karyawan perusahaan Jepang pun terbentuk dengan sendirinya untuk mengontrol dirinya sendiri dan menjaga kekompakan kelompok. Bagaimana
15
mekanisme “pengawasan melekat” ini terjadi?. Ada beberapa bukti empiris yang menunjukkan bahwa hal ini dibentuk oleh lingkungan dan budaya organisasi perusahaan Jepang. Faktor pendukung yang pertama dapat dilihat dari penataan ruang kerja, yaitu ruang kerja tidak disekat oleh ruangan yang memisahkan karyawan yang satu dengan yang lainnya, demikian juga atasan langsungnya. Pada uraian sebelumnya telah dijelaskan bahwa tata letak ruangan kerja divisi pemasaran salah satu perusahaan mobil Jepang yang terkemuka, ruangan kerjanya adalah ruangan yang besar tanpa dinding pemisah. Deretan meja panjang mengisi ruangan dengan staff untuk penjualan Amerika selatan pada satu meja, penjualan Eropa pada meja lain dan sebagainya. Kepala seksi duduk di ujung setiap meja, dan general manager mempunyai meja pada ujung ruangan, seperti seorang kepala sekolah. Mengelilingi setiap meja staff dan sekretarisnya duduk berdampingan, dengan telepon dan buku pesanan terletak di tengah meja. Dengan demikian sambil bekerja mereka berbicara dan bergurau, dan setiap orang dapat melihat apa yang dikerjakan orang lain. Dan bahkan setelah jam kerja di kantor berakhir, setiap karyawan masih bisa bersama-sama ke toko buku atau ke tempat main pachinco sekitar satu jam lamanya sambil menunggu waktu ke stasiun kereta api. Dengan kondisi lingkungan dan pergaulan yang akrab antara sesama karyawan sangat mendukung penilaian yang sangat adil, sehingga semua karyawan tahu siapa yang patut dihargai pendapatnya dan siapa yang perlu dibimbing, sehingga setiap karyawan senantiasa mengawasi diri sendiri dan kelompoknya tanpa harus ada aturan tertulis dari perusahaan.
16
5. Pengambilan Keputusan Secara Kolektif (Collective Decision Making) Prinsip pengambilan keputusan secara kolektif ini bekerja dengan baik pada perusahaan-perusahaan Jepang didasarkan hasil pengamatan dan wawancara Willam Ouchi terhadap beberapa karyawan perusahaan Jepang. Menurut Ouchi, ketika ia melakukan wawancara dengan satu atau lebih direktur pelaksana, eksekutif puncak pada suatu perusahaan, tentang “siapakah diantara beberapa direktur pelaksana yang paling berpengaruh?” dan jawabannya selalu sama, yaitu: “kami mengatur sebagai kelompok, kami sama pentingnya”. Fakta ini menunjukkan bahwa budaya pengambilan keputusan secara kolektif tumbuh kuat menjadi filosofi yang hidup dalam diri setiap karyawan di setiap level atau bagian, bukannya pengaruh dari jabatan atau ego setiap divisi yang berbeda serta perhatian terhadap semua karyawan adalah yang utama, karena yang paling dihargai adalah orang yang mengatur personalia. 6. Tanggungjawab Kolektif (Collective Responsibility) Prinsip tanggungjawab kolektif dalam manajemen perusahaan Jepang merupakan berkaitan erat
dengan prinsip-prinsip
yang telah diuraikan
sebelumnya. Keputusan berarti masa depan perusahaan. Untuk mengambil satu keputusan, manajemen Jepang mengambil waktu yang lama karena semua bagian harus dilibatkan.Karena itu, tanggungjawab terhadap itu secara otomatis menjadi tanggung bersama guna tercapainya tujuan perusahaan.
17
7. Perhatian Menyeluruh (Wholictic Concern) Pelaksanaan prinsip perhatian menyeluruh ini tampak dari cara kerja organisasi perusahaan Jepang mulai merencanakan perekrutan karyawan. Waktu pemerimaan karyawan sudah direncanakan dengan baik, yaitu pada saat orang muda baru lulus SMU atau Perguruan Tinggi. Tidak ada lowongan bagi mereka yang berpengalaman bekerja di perusahaan lain, yang dibutuhkan adalah anak muda yang benar-benar baru lulus dan disaring secara ketat. Anak muda yang lolos seleksi dibentuk melalui penugasan latihan manajemen di berbagai bidang, divisi, maupun kantor cabang perusahaan. Sesuai gilirannya masing-masing, setiap karyawan mendapat kesempatan untuk mempelajari seluk beluk setiap bidang pekerjaan dan tanggungjawab perusahaan di setiap tingkatan secara keseluruhan, sampai karyawan itu dianggap matang dan memahami perusahaan secara keseluruhan sehingga pada puncak karirnya akan diberi tanggung jawab yang lebih luas untuk mengelola perusahaan.
18
III. SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI BULUNGAN TARAKAN A. Sejarah Singkat Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Bulungan Tarakan (STIE) diririkan pada tahun 1992 di tarakan sebagai peningkatan dari Akademi Manajemen Perusahaan (AMP) Tanjung Selor yang berdiri sejak tahun 1980 di tanjung selor. Nama bulungan yang melekat pada Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi ini menunjukkan bahwa berdirinya perguruan tinggi ini atas prakarsa Pemerintah Bulungan yang pada waktu itu membawahi beberapa kecamatan yaitu: Kecamatan Tanjung Selor, Kecamatan Tanjung Palas, Kecamatan Krayan, Kecamatan Malinau, Kecamatan Nunukan, dan Kota Administratif Tarakan. Bukti prakarsa tersebut dibentuk Yayasan Pendidikan Daerah Bulungan (YAPENDAB) yang menaungi STIE Bulungan Tarakan, selanjutnya sesuai dengan Keputusan Bupati Kepala Daerah Tingkat II Bulungan nomor: 2/a tahun 1996, YAPENDAB di ketuai oleh Anang Dachlan Djauhari, S.E. Sebagai salah satu perguruan tinggi di indonesia, STIE Bulungan Tarakan menyelenggarakan pendidikan jenjang S1 (Sarjana) dengan 144 SKS yang dapat diselesaikan dalam 4 tahun bagi mahasiswa yang berprestasi. Untuk menjamin kualitas penyelenggaraan pendidikan di perguruan tinggi ini. STIE Bulungan Tarakan bekerja sama dengan Universitas Mulawarman dalam bidang pendidikan dan pengajaran, penelitian, dan pengabdian pada masyarakat yang ditandatangani oleh Rektor Universitas Mulawarman,
Prof. Dr. H.M. Yunus Rasyid, M.A.,
dan Ketua STIE Bulungan Drs. Niklas Mou pada tanggal 11 Mei 1996 di Samarinda.
19
Upaya peningkatan kulitas terus dilakukan sehingga pada tahun 1992 mengantarkan STIE Bulungan Tarakan pada status TERDAFTAR sesuai surat keputusan Dirjen DIKTI Departeman Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor: 368/DIKTI/Kep/1992. Selanjutnya kedua program studi juga memperoleh Akreditasi dai Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BANPT), sebagai berikut: 1. Program Studi Manajemen, terakreditasi B sesuai dengan Surat Keputusan BAN-PT Nomor: 021/BAN-PT/AK-VI/S1/VIII/2002. 2. Program Studi Ekonomi Pembangunan, terakreditasi C sesuai dengan Surat Keputusan BAN-PT Nomor: 003/BAN-PT/AK-VI/S1/II/2003. Proses belajar mengajar pada STIE Bulungan Tarakan dibina oleh 22 Dosen Tetap dengan kualifikasi pendidikan S3 1 orang, S2 7 orang, dan S1 sebanyak 12 orang serta Dosen Tidak Tetap sebanyak 60 orang yang berasal dari Universitas Mulawarman dan Institusi di Lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten Bulungan dan Kota Tarakan dengan kualifikasi S2 yang expert di bidangnya masing-masing. Prasarana penunjang akademik tersedia perpustakaan yang dapat diakses civitas akademika dengan koleksi literatur sebanyak 3.368 judul dan 18.849 eksemplar serta laboratorium komputer dan jaringan internet disediakan gratis bagi civitas akademika. Sampai dengan tahun akademik 2010/2011 jumlah mahasiswa aktif ada sebanyak 766 mahasiswa, yang teridiri dari 500 mahasiswa program studi
20
Manajemen dan 266 mahasiswa program studi Ekonomi Pembangunan. Selanjutnya STIE Bulungan Tarakan sampai dengan periode yang sama telah menghasilkan lulusan sebanyak 3.373 Sarjana Ekonomi yang kini tersebar di berbagai instansi pemerintah dan swasta, serta beberapa diantaranya berkarir sebagai pengusaha. B. Visi dan Misi Visi: Perguruan Tinggi yang unggul dalam penyelenggaraan Pendidikan dan Penelitian untuk memberdayakan potensi ekonomi lokal dan nasional dalam kompetisi global Misi: 1. Menyelenggarakan pendidikan dan penelitian di bidang manajemen dan ekonomi pembangunan, melahirkan sarjana yang mahir dan terampil dalam konsentrasi keahlian ekonomi dan manajemen 2. Menghasilkan sarjana yang mampu menciptakan dan memanfaatkan peluang bisnis yang mendukung pembangunan daerah dan nasional dalam kompetisi global 3. Melaksanakan pengabdian pada masyarakat yang mermanfaat dan selaras dengan visi dan misi pembangunan daerah, nasional, dan global 4. Memelihara
dan
meningkatkan
manajemen
kualitas
lembaga
akademik, kehidupan akademik yang sehat, efisien dan produktif dengan mengoptimalkan sumber daya yang ada.
21
IV. PENERAPAN TEORI Z PADA STIE BULUNGAN TARAKAN Penerapan Teori Z pada STIE Bulungan Tarakan dapat dideskripsikan pada masing-masing prinsip berikut ini. A. Pemekerjaan Seumur Hidup (Life Time Employment) Prinsip life time employment pada STIE Bulungan Tarakan belum kuat. Hal ini dapat dari pendekatan
manajemen sumber daya manusianya. Waktu
penerimaan karyawan tidak tentu, tergantung waktu kapan ada lowongan. Bisa saja tiga bulan atau lima bulan setelah masa pengumuman kelulusan SMU atau mahasiswa, artinya waktu orang muda lulus dan waktu penerimaan karyawan baru tidak ada hubungan sama sekali. Ketika ada penerimaan pegawai, mayoritas pelamar sudah pernah melamar ke tempat lain dan bahkan sudah ada yang pernah dan sedang bekerja di tempat lain. Dengan kondisi calon karyawan seperti ini, akan menjadi tantangan tersendiri dalam upaya pembinaan dan pengembangan karirnya pada masa yang akan datang. Setelah diterima, ada beberapa karyawan yang mengikuti test CPNS dan ikut mengikuti seleksi penerimaan karyawan di perusahaan lain ketika ada peluangnya. Dari catatan yang ada bahwa pada tahun 1992, terdapat lima orang dosen mengundurkan diri dan pindah ke organinisasi lain, kemudian pada tahun 1999, dua dari enam orang yang dibiayai oleh STIE Bulungan Tarakan melanjutkan ke jenjang pendidikan S2 justru pindah ke perguruan tinggi lain setelah mereka mengabdi dua tahun. Kemudian pada tahun 2007, dua orang lagi
22
pindah dan diterima di perguruan tinggi lain. Selain dosen, karyawan administratif juga banyak yang pindah setelah mengabdi beberapa tahun di lembaga ini. Ada beberapa faktor penyebab terjadinya hal tersebut di atas adalah faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yang pertama adalah kebijakan yayasan yang kurang jelas tentang pembinaan, pemeliharaan dan pengembangan sumber daya manusia; dan yang kedua, adalah komitmen karyawan terhadap organisasi. Faktor eksternal adalah kondisi lingkungan yang mendukung berpindahnya seorang karyawan dari suatu organsisasi ke organisasi lain yang setingkat atau bahkan lebih tinggi tingkatannya. Secara umum, proses ini adalah hal lumrah bagi organisasi di Indonesia, oleh karena itu sepanjang faktor penyebab ini tidak berubah, maka penerapan prinsip life time employment pada STIE Bulungan Tarakan agak sulit diterapkan. B. Evaluasi dan Promosi yang lamban (Slow Promotion and Evaluation) Sebagai organisasi yang relatif kecil - STIE Bulungan Tarakan dengan jumlah keseluruhan karyawan 56 orang – memungkinkan adanya interaksi antar individu yang baik. Tidak ada promosi jabatan yang menempatkan karyawan “keluar” karena kantornya hanya di satu tempat, yaitu di kampus. Oleh karena itu promosi jabatan hanya dilakukan untuk mengisi jabatan struktural dan mengirim tenaga akademik mengikuti pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Khusus untuk jabatan struktural, masa jabatannya adalah empat tahun dan bila masih dianggap mampu dan bersedia ia akan ditempatkan kembali pada jabatan yang sama atau
ditugaskan pada jabatan
struktutal yang berbeda pada periode
23
berikutnya. Makna dari fenomena ini adalah bahwa selain pengembangan dosen untuk mengikuti jenjang pendidikan yang lebih tinggi, tidak ada tahapan yang jelas dalam jenjang karir untuk menempati jabatan struktural tertentu, dan semua kemungkinan bisa terjadi kapan saja.
Evaluasi kinerja karyawan mengikuti
aturan penilaian pegawai negeri sipil, di mana pada setiap tahun, atasan langsung akan menilai kinerja semua stafnya berdasarkan butir-butir yang ada dalam DP3 sehingga pangkat atau golongan bisa naik secara reguler, tetapi jabatan belum tentu ikut naik. Faktor penyebab prinsip evaluasi dan promosi yang lamban ini tidak berjalan sebagaimana mestinya antara lain, karena: pertama, kuantitas dan kualitas sumber daya manusia yang terbatas; kedua, sebagai dampak politis dari pergantian pemimpin organisasi, yakni Ketua yang dipilih anggota senat perguruan tinggi dalam empat tahun sekali; ketiga, budaya organisasi mulai dari yayasan hingga pelaksana akademik yang belum menetapkan suatu standar kinerja yang jelas dan berguna untuk mengevaluasi dan mempromosikan karyawan, sehingga DP3 lebih dari sekedar sebagai syarat kelengkapan administrasi. C. Jalur-jalur Karir Non Spesialisasi (Non Specialized Career Path) Kebijakan pengembangan jalur karir bagi setiap karyawan STIE Bulungan Tarakan pada dasarnya dapat dibagi menjadi dua, yaitu: pengembangan jalur karir bagi karyawan administratif; dan kedua, jalur karir karyawan edukatif. Adanya pembedaaan ini mengakibatkan kebijakan pengembangan karirnya juga berbeda.
24
Pertama, ketika ada lowongan pekerjaan pada bagian administratif, pelamar sudah mulai terspesialisasi karena persyaratan pendidikan dan keahliannya sudah tersaring dari berkas lamaran yang diajukan. Rekrutmen karyawan administratif baru akan ditugaskan sebagai staf pada suatu bagian untuk menangani satu bidang pekerjaan tertentu bersama-sama dengan beberapa karyawan lainnya. Misalnya Bagian Administrasi Akademik dan Kemahasiswaan, kualifikasi pendidikan dan kemampuan karyawan yang direkrut sudah disebutkan dalam pengumuman penerimaan karyawan baru dan yang jelas bukan dari sarjana akuntansi karena ia akan bekerja untuk: (1) registrasi mahasiswa, (2) pengelolaan berkas KRS dan KHS, (3) pengoperasian SIAKAD, dan (4) laporan EPSBED, (5) merekap kehadiran mahasisiswa dan dosen.
Demikian juga calon staf yang
ditempatkan pada Bagian Administrasi Umum dan Keuangan, syarat minimalnya adalah harus menguasai pembukuan atau akuntansi dan jelas bukan lulusan dari program studi perpustakaan. Dari praktek manajemen ini dapat dikatakan bahwa jalur karir karyawan STIE Bulungan Tarakan agak terspesialisasi, artinya bahwa ada spesialisasi penempatan karyawan pada satu “bagian” tetapi bidang yang akan ia kerjakan bisa berpindah-pindah dalam bagian itu. Kedua, Di STIE Bulungan Tarakan ada dua Program Studi, yaitu: (1) Program Studi Manajemen, dan (2) Program Studi Ekonomi Pembangunan. Berkenaan dengan itu, maka jalur karir tenaga edukatif pada STIE Bulungan Tarakan sudah jelas sangat terspesialisasi. Ketika pertama kali seorang dosen direkrut, ia sudah diminta menentukan ke mana arahnya, maksudnya adalah ia akan mengajar mata kuliah apa, pada program studi apa, dan konsentrasinya ke
25
mana. Praktek spesialisai yang sempit pertama kali terjadi pada penempatan dosen pada Program Studi, kemudian pada Mata Kuliah dan selanjutnya pada Konsentrasi. Ketika seorang dosen memilih program studi manajemen dengan konsentrasi pemasaran maka peluangnya mengembangkan karir di bidang perencanaan wilayah menjadi tertutup. Hal ini menunjukkan bahwa jalur karir tenaga edukatif STIE Bulungan Tarakan sangat terspesialisasi. Faktor penyebab kebijakan ini diterapkan karena ketentuan secara nasional yang mengharuskan pendidikan seorang harus linier. D. Mekanisme-mekanisme Pengawasan Yang Selengkapnya (Implicit Control Mechanism) Penataan ruang kerja setiap bagian kantor STIE Bulungan Tarakan tidak disekat oleh pemisah meja kerja. Semua meja kerja staf diletakkan sejajar mulai dari pintu masuk sampai ke pojok adalah meja Kepala Bagian. Tidak ada yang membelakangi teman sekerja, sehingga setiap orang mengetahui apa yang dikerjakan yang lain. Selain penataan ruang kerja, pada tahun 2003 mulai diwajib kepada semua karyawan untuk berpakaian dinas kerja, tetapi pada tahun 2008 sampai sekarang “wajib pakaian dinas” tersebut ditinggalkan. Meskipun lingkungan kerja sudah di lay out sedemikian rupa, masih ada karyawan yang datang terlambat dan pulang pebih awal. Untuk mengatasi hal ini, sejak 10 tahun yang lalu sudah disiapkan “kartu absen dengan jam” kemudian pada tahun 2008 diganti dengan “mesin absen sidik jari”.
Apa makna dari
fenomena ini? Mungkin jawabannya adalah karyawan STIE Bulungan Tarakan
26
dapat dikategorikan tipe X. Jika demikian, maka perlu banyak perbaikan manajemen pada STIE Bulungan Tarakan jika mau mempraktekkan teori Z, terutama prinsip implicit control ini . E. Pengambilan Keputusan Secara Kolektif (Collective Decision Making) Sebelum menetapkan program kerja tahunan, proses pengambilan keputusan pada STIE Bulungan Tarakan dimulai dari setiap bagian. Pembantu ketua yang membidangi Administrasi Akademik dan Kemahasiswaan akan mengadakan rapat dengan semua staf dan kepala bagian Administrasi Akademik dan Kemahasiswaan. Demikian juga Pembantu Ketua bidang Administrasi Umum dan Keuangan. Pada rapat masing-masing bagian, akan ditentukan prioriras program kerja tahunan beserta anggaran biaya yang diperlukan. Setelah ada keputusan rapat bidang, maka tahap selanjutnya akan dibawa dalam rapat perguruan tinggi. Usulan dari setiap bidang itu di pertimbangkan lagi dalam rapat umum untuk menentukan program kerja tahunan yang paling mungkin dikerjakan dalam waktu dan anggaran yang tersedia. Hal ini berarti bahwa prinsip pengambilan keputusan secara kolektif ini dapat dikatakan bisa bekerja dengan baik pada STIE Bulungan Tarakan. F. Tanggungjawab Kolektif (Collective Responsibility) Prinsip tanggungjawab kolektif dalam manajemen STIE Bulungan Tarakan berkaitan erat dengan prinsip yang telah diuraikan sebelumnya, yaitu prinsip pengambilan keputusan secara kolektif. Keputusan sekarang berarti masa depan organisasi. Untuk mengambil satu keputusan, manajemen STIE Bulungan
27
Tarakan mengambil waktu yang lama karena semua bagian harus dilibatkan. Karena itu, tanggungjawab terhadap keputusan yang telah diambil secara otomatis menjadi tanggung bersama. G. Perhatian Menyeluruh (Wholictic Concern) Pelaksanaan prinsip perhatian menyeluruh ini kurang dari cara kerja manajemen STIE Bulungan Tarakan mulai merencanakan perekrutan karyawan. Waktu pemerimaan karyawan belum direncanakan dengan baik, karena waktu penerimaannya tidak tentu – menunggu jika ada lowongan jabatan/peperjaan -. Ironisnya lagi, lowongan sering terjadi karena ada karyawan “resign” karena berbagai alasan, seperti pindah ke organisasi lain atau telah lulus test CPNS atau bahkan keluar karena memang sudah bosan jadi karyawan. Karyawan baru yang diterima tidak tentu, ada yang sebelumnya pernah bekerja di organisasi lain dan ada juga yang baru lulus. Bagi anak muda yang baru lulus maupun mantan karyawan organisasi lain sama-sama mempunyai peluang untuk mendapatkan pengembangan dari STIE Bulungan Tarakan sesuai dengan bidangnya. Dan bahkan setelah dikembangkan dan ahli menangani suatu bidang pekerjaan tertentu, karyawan tersebut masih mungkin pindah ke organisasi lain karena berbagai alasan, antara lain: ikut keluarga, mengejar kompensasi yang lebih tinggi, dan masa depan yang lebih baik jika pindah ke organisasi yang lebih besar. Menghadapi masalah ini, pihak manajemen dan Yayasan STIE Bulungan Tarakan belum mampu berbuat banyak untuk menahan karyawan yang bersangkutan program pengembangan karir karyawannya yang kurang jelas.
28
V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan Berdasarkan hasil evaluasi terhadap penerapan Teori Z pada STIE Bulungan Tarakan, maka dapat ditarik simpulan sebagai berikut: 1.
Praktek manajemen STIE Bulungan Tarakan belum sesuai dengan Teori Z karena hanya ada dua prinsip yang sesuai, yaitu: pengambilan keputusan secara kolektif (collective decision making), tanggungjawab kolektif (collective responsibility). Sedangkan prinsip yang masih sulit diterapkan ada lima, yaitu: pemekerjaan seumur hidup (life time employment), evaluasi dan promosi yang lamban (slow promotion and evaluation), jalur-jalur karir non spesialisasi
(non
specialized
career
path),
mekanisme-mekanisme
pengawasan yang selengkapnya (implicit control mechanism) perhatian menyeluruh (wholictic concern). 2.
Faktor yang mendukung dua prinsip Teori Z yang dapat diterapkan adalah budaya proses pengambilan keputusan yang melibatkan semua karyawan sehingga setiap program kegiatan akan didukung untuk mencapai tujuan bersama.
3.
Faktor penghambat penerapan Teori Z pada STIE Bulungan Tarakan adalah adalah faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yang pertama adalah
kebijakan
yayasan
tentang
pembinaan,
pemeliharaan
dan
pengembangan sumber daya manusia; dan yang kedua, adalah komitmen karyawan terhadap organisasi. Faktor eksternal adalah kondisi lingkungan
29
yang secara umum terjadi di Indonesia yang mana setiap saat ada peluang seorang karyawan pindah dari suatu organsisasi ke organisasi lain, kemudian dapat memperoleh jabatan setingkat atau bahkan lebih tinggi di tempat yang baru. B. Saran 1.
Untuk meningkatkan produktifitas dan keefektifan organisasi guna mencapai tujuan, diperlukan komitmen pihak yayasan dan unsur pimpinan mengubah budaya organisasi STIE Bulungan Tarakan sebagai prasyarat penerapan Teori Z. Komitmen yang diperlukan antara lain: kebijakan rekrutmen, pengembangan, pemeliharaan/renemurasi, dan jaminan pensiun karyawan. Semua kebijakan ini wajib diketahui semua karyawan.
2.
Karyawan perlu diberi pemahaman tentang Teori Z.
Pada awal direkrut
untuk bergabung dalam organisasi STIE Bulungan Tarakan, karyawan diharuskan mengikuti latihan pra jabatan dan orientasi terhadap visi, misi, tujuan, dan budaya organisasi yang telah dibentuk oleh “pimpinan dan tetua” yayasan
bersama
ketua
akademik”berdasarkan Teori Z.
STIE
Bulungan
sebagai
pengelola
30
DAFTAR PUSTAKA Christiananta, Budiman. 2010. Perkembangan Teori dan Pemikiran Ilmu Manajemen, (Bahan Kuliah) Program Pascasarjana (S3), Universitas Airlangga, Surabaya. Ouchi, William. 1987. Teori Z; Bagaimana Amerika Menghadapi Jepang Dalam Dunia Bisnis, Cetakan Kedua, Andamera Pustaka, Jakarta. Robbins, Stephen P.,. 1994. Teori Organisasi; Struktur, Desain dan Aplikasi, Alih Bahasa Jusuf Udayana, Penerbit Arcan, Jakarta. Statuta STIE Bulungan Tarakan, 2007