PENERAPAN TEKNIK NON-PHOTOREALISTIC RENDERING PADA FILM ANIMASI 3D “LOST TEDDY”
NASKAH PUBLIKASI
diajukan oleh Anggia Khrisna Bhayu 11.11.5372
kepada SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER AMIKOM YOGYAKARTA YOGYAKARTA 2016
PENERAPAN TEKNIK NON-PHOTOREALISTIC RENDERING PADA FILM ANIMASI 3D “LOST TEDDY” Anggia Khrisna Bhayu1), Dhani Ariatmanto2), 1) 2)
Teknik Informatika STMIK AMIKOM Yogyakarta
Magister Teknik Informatika STMIK AMIKOM Yogyakarta
Jl Ringroad Utara, Condongcatur, Depok, Sleman, Yogyakarta Indonesia 55283
Email :
[email protected]),
[email protected])
adalah film animasi pendek berjudul “Feast” yang menjadi juara di The 87th Academy Award Winners and Nominees for the 2015 Oscars pada kategori short film animated.
Abstract - 3D animation has several types of rendering, they are photorealistic rendering and non-photorealistic rendering. Photorealistic rendering in 3D animation leads to a result which is close to the surface of an object to make it appear alive or realistic. But in non-photorealistic rendering, 3D object surface colors have a simple color, so often called cartoon style rendering. Animation with Nonphotorealistic Rendering is the animation style that artistic and expressive.
Keunikan gaya animasi Non-Photorealistic Rendering yang artistik dan ekspresif tersebut, membuat penulis tertarik untuk mengambil judul Penerapan Teknik NonPhotorealistic Rendering pada Film Animasi 3D “Lost Teddy”. Dari latar belakang di atas, maka permasalahan yang dapat dirumuskan adalah : (1) Apa yang harus diperhatikan dalam penerapan teknik Non-Photorealistic Rendering? (2) Bagaimana menerapkan teknik Non-Photorealistic Rendering pada film animasi 3D “Lost Teddy”? (3) Seperti apa hasil dari penerapan Non-Photorealistic Rendering yang benar?.
In this study, the author will discuss the application of nonphotorealistic rendering techniques in 3D animation film "Lost Teddy". 3D software that used by the author is Blender 3D. The results of this study are expected to provide information on what should be considered in the application of non-photorealistic rendering techniques, how to implement non-photorealistic rendering techniques, and also how the corect application result of nonphotorealistic rendering.
Maksud dari penelitian ini adalah untuk menghasilkan animasi dengan teknik Non-Photorealistic Rendering untuk menumbuhkan minat terhadap film animasi dengan teknik Non-Photorealistic Rendering itu sendiri. Penelitian ini memiliki tiga tujuan utama, yaitu : (1) Menghasilkan film animasi dengan teknik Non-Photorealistic Rendering. (2) Untuk menghasilkan referensi dalam pembuatan film animasi 3D dengan penerapan teknik Non-Photorealistic Rendering. (3) Menghasilkan portofolio bagi penulis berbentuk film animasi 3D dengan teknik Non-Photorealistic Rendering.
Keyword: Animation, 3D, Non-photorealistic Rendering, Blender 3D
1. Pendahuluan Perkembangan animasi 3D di era modern ini meningkat dengan cukup signifikan. Hal ini ditandai dengan bermunculannya film-film animasi 3D yang lebih baik dengan jenis yang lebih beragam dibanding dekade-dekade sebelumnya. Kelebihan dari grafis 3D adalah dapat membuat model dalam bentuk yang lebih bervariasi, dapat menampilkan objek dari segala sudut pandang, mampu membuat manipulasi visual, dan mampu membuat gerakan adegan (scene) menjadi lebih realistis. Kelebihan-kelebihan tersebut dapat menyederhanakan kompleksitas produksi media visual, sehingga dapat mengurangi waktu dan biaya produksi.
Metode penelitian yang digunakan antara lain : (1) Metode pengumpulan data dengan membaca dan memahami literatur, buku-buku, jurnal, maupun artikel dengan topik yang sesuai dengan bahasan penelitian skripsi ini sebagai referensi. (2) Metode analisis yang digunakan penulis adalah metode analisis data dan metode analisis kebutuhan. Analisis data dilakukan berdasarkan studi pustaka terhadap nonphotorealistic rendering pada tahap metode pengumpulan data untuk menjawab rumusan masalah. Sedangkan analisis kebutuhan dalam perancangan film kartun dilakukan dengan beberapa persiapan awal mengenai apa saja yang harus ada sebelum proses pembuatan kartun dimulai. (3) Metode perancangan mencangkup tahap-tahap perancangan sebelum dilakukan proses produksi film animasi (tahap pengembangan dan tahap pra-produksi). Diantaranya adalah pencarian ide, penentuan tema, pembuatan alur cerita (logline), sinopsis, diagram adegan (scene), pengembangan karakter, membuat screenplay, kemudian dikembangkan menjadi storyboard. Selanjutnya storyboard akan dikembangkan menjadi storyboard animatic. (4) Metode ini mencangkup tahap-tahap produksi hingga pasca-produksi. Diantaranya adalah modelling, UV mapping, texturing dan
Salah satu teknik pada animasi 3D adalah NonPhotorealistic Rendering (NPR). Non-Photorealistic Rendering merupakan salah satu wilayah dari komputer grafis yang berfokus pada kemungkinan pencapaian berbagai macam gaya yang ekspresif untuk seni digital. Berbeda dengan grafis komputer tradisional, yang berfokus pada photorealistic, NPR terinspirasi oleh gaya artistik seperti lukisan, gambar, ilustrasi teknis, dan animasi kartun. Animasi dengan Non-photorealistic Rendering adalah animasi yang memiliki gaya yang artistik dan ekspresif. Animasi dengan Non-photorealistic Rendering bahkan telah menarik studio Disney untuk mengembangkannya. Animasi Non-photorealistic Rendering buatan Disney yang terbaru 1
materialing, rigging, animating, lighting dan compositing, editing, dan rendering. Setelah hasil render didapatkan, kemudian dilakukan evaluasi, yang kemudian film animasi disempurnakan berdasarkan hasil evaluasi tersebut hingga menghasilkan hasil akhir film animasi. (5) Pada tahap ini dilakukan testing dan penyesuaian (jika belum sesuai) pada codec, audio dan video dari film animasi. Penyesuaian ini nantinya akan menentukan layak tidaknya hasil dari film animasi peneliti untuk masuk ke tahap implementasi. (6) Metode ini berisi tentang bagaimana pengimplementasian hasil akhir dari film animasi peneliti.
ilustrasi teknis, dan animasi kartun. NPR telah muncul dalam film dan video game dalam bentuk toon shading, serta visualisasi ilmiah, ilustrasi arsitektur dan animasi eksperimental. NPR bekerja atas dasar penyederhanaan warna atau tekstur obyek 3D yang sebelumnya realis, dengan tahapan warna gradasi yang kontinyu menjadi hanya beberapa warna saja. Sehingga obyek 3D yang di render dengan sistem tersebut nampak seperti obyek 2D atau memiliki gradasi warna yang lebih sederhana. Variasi dari sistem ini berkembang dan diselaraskan dengan teknis pewarnaan menggambar secara manual, yaitu teknik cat air, pensil warna, komik serta krayon.
1.1 Tinjauan Pustaka Nathan Jarvis (2013) dari University of Huddersfield, dalam thesisnya yang berjudul “Photorealism Versus NonPhotorealism: Art Styles in Computer Games and the Default Bias”, meneliti tentang perbandingan antara photorealistic rendering dengan non-photorealistic rendering pada game komputer. Di dalam penelitian ini juga dibahas tentang bagaimana non-photorealistic rendering diperoleh. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan pemahaman tentang non-photorealistic rendering, serta memperluas dan mengembangkan non-photorealistic rendering sehingga terdapat keseimbangan di antara dua gaya yaitu photorealistic rendering dengan nonphotorealistic rendering.
Gambar 1. Diagram proses Non-photorealistic Rendering
Hae Won Byun dan Hye Moon Jung (2013) dari School of Information Technology, Sungshin Women’s University, dalam papernya yang berjudul “Drawing Style Capture for Cartoon Rendering”, meneliti tentang pemanfaatan teknik non-photorealistic rendering untuk menghasilkan gaya gambar kartun dari buku komik asli. Kontribusi teknis utama dari paper ini adalah menghasilkan model shading dan render bergaya kartun. Untuk menghasilkan shading dari model, dikumpulkan statistik RGB (red, green, blue) dari gambar asli dan mengurutkan data RGB menggunakan frekuensi dan ekstrak model shading menggunakan ambang batas dinamis. Mereka juga mengusulkan render bergaya kartun untuk mewakili objek 3D menggunakan tekstur 2D sesuai dengan gaya kartun asli.
2. Pembahasan 2.1 Tahap Pra-produksi Tahap pra produksi adalah proses mempersiapkan semua elemen yang terlibat dalam sebuah film, permainan, atau kinerja lainnya. Tahap pra produksi diantaranya adalah : 2.1.1 Ide cerita Film animasi “Lost Teddy” bercerita tentang sebuah boneka beruang yang hilang. Boneka tersebut mengalami berbagai cobaan, namun pada akhirnya boneka beruang tersebut menemukan tempat yang lebih baik. 2.1.2 Tema Tema dari film animasi “Lost Teddy” ini adalah tentang “perjuangan”. Tema tersebut tidak secara terang-terangan dilakukan oleh karakter utama, tetapi dijelaskan secara tersirat atau tidak langsung.
Aaron Hertzmann (2010) dari University of Toronto, dalam papernya yang berjudul “Non-Photorealistic Rendering and the Science of Art”, meneliti tentang bagaimana non-photorealistic rendering memegang peran kunci dalam pemahaman ilmiah seni visual dan ilustrasi. Non-photorealistic rendering dapat berkontribusi untuk pemahaman ilmiah dari dua jenis masalah: bagaimana seniman menciptakan gayanya, serta bagaimana pengamat menanggapi citra artistik. Penelitian ini juga membahas tentang masalah-masalah utama tentang bagaimana mengevaluasi penelitian non-photorealistic rendering serta teori-teorinya.
2.1.3 Logline Logline atau plot dari film animasi “Lost Teddy” adalah “Bagaimana jika sebuah boneka beruang yang hilang dan terombang-ambing dan kemudian menemukan tempat yang lebih baik”. 2.1.4 Sinopsis Sinopsis merupakan gambaran keseluruhan cerita secara kasar dari cerita film yang disusun dari beberapa pertanyaan. Berikut adalah sinopsis dari film animasi 3D Lost Teddy :
1.2 Landasan Teori Non-photorealistic Rendering (NPR) adalah salah satu wilayah dari komputer grafis yang berfokus pada kemungkinan pencapaian berbagai macam gaya yang ekspresif untuk seni digital. Berbeda dengan grafis komputer tradisional, yang berfokus pada photorealistic, NPR terinspirasi oleh gaya artistik seperti lukisan, gambar,
“Lost Teddy” Film animasi “Lost Teddy” bercerita tentang sebuah boneka beruang yang hilang dalam sebuah hujan. Kemudian boneka beruang tersebut dibawa oleh seekor anjing ke
2
Pembuatan naskah atau screenplay penulis, digunakan dengan software Celtx. Berikut adalah contoh naskah atau screenplay film animasi “Lost Teddy” yang telah dikonversi menjadi pdf :
tengah rel kereta api, yang selanjutnya dibawa terbang oleh seekor burung gagak. Ketika burung gagak terbang diatas sebuah taman, burung gagak menjatuhkan boneka beruang. Boneka beruang jatuh tepat di kepala seorang anak perempuan. Kemudian si anak perempuan menyimpan boneka beruang itu. Selanjutnya anak perempuan tersebut mengajak boneka beruang berjalan-jalan di taman yang kemudian bertemu dengan seorang anak laki-laki yang sedang bersedih. Disana anak perempuan mengajak bermain si anak laki-laki agar tidak bersedih lagi. Dan mereka pun berteman dan bermain dengan boneka beruang tersebut. 2.1.5 Diagram Scene Film animasi “Lost Teddy” menggunakan diagram scene berdasarkan Merancang Film Kartun Kelas Dunia dari M. Suyanto dan Aryanto Yuniawan (2006). Berikut adalah pembagian babak di film animasi “Lost Teddy”, awal (20%), tengah (50%), dan akhir cerita (30%).
Gambar 2. Diagram Scene film animasi “Lost Teddy”
Gambar 4. Screenplay film animasi “Lost Teddy” pada halaman pertama
2.1.6 Pengembangan Karakter Berikut adalah contoh pengembangan karakter pada film animasi “Lost Teddy” : Nama Lengkap Jenis kelamin Usia Sifat Kulit Mata Rambut
2.1.8 Storyboard Storyboard yang digunakan dibuat dengan menggunakan software Celtx. Berikut adalah contoh storyboard film animasi “Lost Teddy” yang telah dikonversi menjadi pdf :
: Fitria Nasywa Hapsari : Perempuan : 6 tahun : ramah, sopan, periang, baik hati, penyayang, supel : putih gading : hitam : sebahu lurus
Gambar 3. Sari dalam sketsa dan warna dasar 2.1.7 Naskah atau Screenplay
3
Proses modelling adalah proses pembuatan model 3D, baik itu karakter, properti maupun environtment. Proses pembuatan model ini merupakan proses awal penerapan pengembangan Non-Photorealistic Rendering. Jenis model low poly 3D yang dibuat penulis bertujuan untuk membuat model yang menjauhi bentuk realistik dengan kata lain menjauhi bentuk anatomi manusia asli tanpa menghilangkan estetika model tersebut. Kemudian, setelah model low poly 3D selesai, dilakukan beberapa pengaturan agar menciptakan model yang lebih unik yaitu dengan menerapkan triangulate poly. Berikut adalah contoh hasil modelling karakter pada film animasi “Lost Teddy” :
Gambar 7. Contoh karakter Sari pada film animasi “Lost Teddy” 2.2.2 Materials and Textures dan Penerapan Nonphotorealistic Rendering Penerapan Non-Photorealistic Rendering terdapat pada proses ini, yaitu dengan memanfaatkan material Toon BSDF pada proses materialing. Berikut adalah tampilan node untuk mengatur ke material Toon BSDF :
Gambar 5. Contoh Storyboard film animasi “Lost Teddy” 2.2 Tahap Produksi Setelah melalui tahap pra-produksi, selanjutnya adalah tahap produksi film animasi yang dilakukan berdasarkan rancangan dari tahap pra-produksi. Berikut adalah diagram urutan proses pada tahap produksi :
Gambar 9. Tampilan node editor untuk Material Toon BSDF Berikut adalah contoh tampilan hasil dari Material Toon BSDF :
Gambar 6. Diagram urutan proses produksi film pendek animasi “Lost Teddy” 2.2.1 Modelling
Gambar 10. Contoh hasil Material Toon BSDF 2.2.3 Rigging
4
Berikut adalah contoh hasil dari pemberian rigging atau tulang pada karakter anjing :
Gambar 14. Penganimasian armature pada karakter Indah 2.2.7 Rendering Tahap rendering awal berguna untuk menghasilkan output visual 3D yang selanjutnya akan dilanjutkan ke proses compositing akhir dan editing pada tahap pasca produksi. 2.3 Tahap Pasca Produksi Gambar 11. Contoh penerapan rigging pada karakter anjing
Setelah melalui tahap produksi, selanjutnya adalah tahap pasca-produksi film animasi. Berikut adalah diagram urutan proses pada tahap pasca-produksi :
2.2.4 3D Compositing Tahap compositing ini bertujuan untuk menyiapkan lokasi untuk pengambilan gambar dan penganimasian.
Gambar 16. Diagram pasca-produksi 2.3.1 Compositing Akhir Padi tahap compositing akhir, proses dilakukan di Blender. Proses compositing di Blender memanfaatkan nodenode yang memang disediakan untuk proses compositing.
Gambar 12. Compositing objek-objek 3D pada scene 1 camera 1 2.2.5 Lighting Lighting atau pencahayaan adalah menambahkan lampu pada lokasi scene. Tahap ini berperan utama dalam pembangunan suasana waktu, seperti waktu malam, waktu pagi, dan waktu siang.
Gambar 17. Compositing di Blender 2.3.2 Editing Tahap editing ini dilakukan di dua perangkat lunak, yaitu Adobe After Effect dan Adobe Premiere. Tahap editing di Adobe After Effect dimulai dengan menggabungkan frame-frame hasil render gambar menjadi satu animasi utuh. Setelah itu dilakukan koreksi warna atau biasa disebut color grading untuk menghasilkan warna yang diinginkan oleh peneliti.
2.2.6 Animating
2.3.3 Rendering Akhir Tahap rendering akhir ini berguna untuk menghasilkan hasil akhir dari film animasi ini berupa video beserta audionya. Pengaturan pada tahap ini sangat mempengaruhi kualitas dari film animasi yang dihasilkan.
Proses animating adalah proses menggerakan karakter, kamera, environment, dan objek-objek lain di dalam film animasi.
2.4 Metode Analisis Data pada Penerapan Nonphotorealistic Rendering
Gambar 13. Hasil render gambar dengan pencahayaan di environment jalan (suasana malam)
5
Pada tahap ini, peneliti akan melakukan analisis terhadap penerapan non-photorealistic rendering. Penerapan terdapat pada proses produksi film animasi. Pada proses ini peneliti telah melewati langkah penerapan non-photorealistic rendering dengan memanfaatkan toon shading di perangkat lunak Blender 3D, yaitu Toon BSDF sebagai material model 3D.
Sedangkan untuk non-photorealistic rendering peneliti, gradasi nampak namun sangat sedikit dan kelebihan dari non-photorealistic rendering peneliti adalah gradasi yang dihasilkan memiliki bentuk yang unik. Hal tersebut dapat dilihat pada hasil deteksi tepi yang bergaris tebal, beberapa garis tipis serta memiliki bentuk yang unik. 3. Penutup
2.4.1 Perbandingan Gradasi Proses non-photorealistic rendering adalah proses penyederhanaan warna atau meminimalisir gradasi warna dari objek. Untuk mengetahui perbandingan gradasi yang dihasilkan dari sampel-sampel yang telah ditentukan peneliti, peneliti menggunakan proses deteksi tepi dengan menggunakan perangkat lunak ImageJ. Deteksi tepi disini, bukan mendeteksi tepi dari model 3D, tetapi mendeteksi tepi dari warna yang ada pada hasil rendering model 3D. Langkah penggunaan ImageJ untuk deteksi tepi akan dijelaskan di lampiran. Parameter yang digunakan untuk sampel model adalah sebagai berikut :
3.1 Kesimpulan Setelah dilakukan proses penelitian dari mulai pengumpulan data, analisis, perancangan, pengembangan, testing, dan implementasi, maka dapat dihasilkan kesimpulan untuk menjawab pertanyaan pada rumusan masalah, yaitu : (1) Pada penerapan teknik non-photorealistic rendering, yang harus diperhatikan adalah penggunaan material objek 3D, terutama pada bagian surface. Pada perangkat lunak Blender, digunakan surface Toon BSDF untuk menyederhanakan warna dan menciptakan gaya kartun. (2) Penerapan teknik non-photorealistic rendering pada film pendek animasi 3D “Lost Teddy” adalah dengan menggunakan material Toon BSDF dengan parameter size 0.600 dan smooth 0.200. Pengaturan tersebut digabungkan dengan model 3D low poly yang telah diberi modifier triangulate. (3) Hasil dari penerapan teknik nonphotorealistic rendering yang benar adalah model 3D yang memiliki warna yang disederhanakan.
Tabel 1. Tabel Parameter Rendering pada Blender 3D
2.4.2 Sampel Karakter Pada sampel karakter, peneliti mengambil sampel karakter Azizah. Berikut hasil perbandingan photorealistic rendering, non-photorealistic rendering biasa, dan nonphotorealistic rendering peneliti setelah dilakukan deteksi tepi :
3.2 Saran Agar diperoleh hasil penelitian yang lebih beragam pada penelitian-penelitian selanjutnya, berikut beberapa saran dari penulis : (1) Pada penelitian ini, penulis menggunakan model low poly character. Sehingga untuk penelitian selanjutnya, dapat dilakukan dengan high poly character. (2) Pada penelitian ini, penulis menggunakan non-photorealistic rendering dengan jenis toon shading. Untuk penelitian selanjutnya, dapat dilakukan terhadap jenis nonphotorealistic rendering dengan jenis cat air, cat minyak, atau jenis ilustrasi 2D lainnya. (3) Perangkat lunak yang digunakan untuk menerapkan non-photorealistic rendering oleh penulis adalah Blender 3D. Untuk selanjutnya, penelitian dapat dilakukan dengan perangkat lunak 3D yang baru seperti Zbrush atau Cinema4D. (4) Carilah referensi film-film pendek animasi untuk menambah wawasan tentang style animasi 3D baik itu dari segi karakter, pergerakan animasi, pencahayaan, dan lain sebagainya. Daftar Pustaka [1] Wilding, Robin. Animation Career Review. 2012. The Future of Animation, A Look into Industry Professional’s Animated Crystal Ball. http://www.animationcareerreview.com/articles/futureanimation-look-industry-professionals-animated-crystalballs. Diakses pada Februari 2016. [2] The University of Edinburgh. 2002. 3D Animation : An Introduction. http://ddm.ace.ed.ac.uk/200203/pages/courses/augmentedreality/Lecture3/3D_Anima tion/. Diakses pada Februari 2016.
Gambar 18. Perbandingan gradasi sampel karakter dengan deteksi tepi Dari data perbandingan di atas, dapat dilihat untuk photorealistic rendering terlihat banyak gradasi warna, hal ini nampak dari garis hasil deteksi tepi di dalam karakter yang nampak tipis dan banyak. Kemudian untuk nonphotorealistic rendering biasa, hanya terdapat 3 warna di dalam karakter. Hal ini nampak dari garis hasil deteksi tepi di dalam karakter, yaitu hanya 1 garis tebal dan 1 garis tipis.
6
[19] Blender.org. Rigging. http://wiki.blender.org/index.php/Doc:2.4/Manual/Riggi ng. Diakses pada April 2015. [20] Blender.org. Key Frame Animation. https://www.blender.org/manual/fr/animation/key_frame s.html. Diakses pada April 2015. [21] Blender.org. Curve Animation. https://www.blender.org/manual/fr/editors/graph_editor/ fcurves.html. Diakses pada April 2015. [22] Blender.org. Path Animation. http://wiki.blender.org/index.php/Doc:2.4/Manual/Anim ation/Techs/Object/Path. Diakses pada April 2015. [23] Blender.org. Lighting. http://wiki.blender.org/index.php/Doc:2.4/Manual/Lighti ng. Diakses pada April 2015. [24] Blender.org. Rendering. http://wiki.blender.org/index.php/Doc:2.4/Manual/Rend er. Diakses pada April 2015. [25] Blender.org. Compositing. https://www.blender.org/manual/fr/compositing /introduction.html. Diakses pada April 2015. [26] Youtube Help. Live encoder settings, bitrates and resolutions. https://support.google.com/youtube/answer/2853702?hl =en. Diakses pada Januari 2016.
[3] Ramadhani, Nugrahardi. Non-photorealistic Rendering untuk Scene Animasi 3D Menggunakan Algoritma CellShading. Master thesis, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, 2010. [4] Oatley, Chris. 2013. The Making Of ‘Paperman’ and The Future Of Disney Animation. http://chrisoatley.com/making-of-paperman/. Diakses pada Februari 2016. [5] Clark, Noelene. Lost Angeles Times. 2015. Oscars 2015: “Feast” Wins for Animated Short. http://www.latimes.com/entertainment/movies/moviesno w/la-et-mn-oscars-2015-animated-short-film-story.html. Diakses pada Februari 2016. [6] Jarvis, Nathan. Photorealism Versus Non-Photorealism: Art Styles in Computer Games and the Default Bias. Master’s Thesis. University of Huddersfield, 2013. [7] Byun, Won Hae dan Hye Mon Jung. Drawing Style Capture for Cartoon Rendering. International Journal of Multimedia and Ubiqiotos Engineering, vol.8 no.1. School of Technology, Sungssin’s Women’s University, 2013. [8] Hertzman, Aaron. Non-Photorealistic Rendering and the Science of Art. University of Toronto, 2010. [9] Centre for Animation & Interactive Media (AIM). Animation Notes #1 What is Animation?. http://minyos.its.rmit.edu.au/aim/a_notes/anim_intro.ht ml. Diakses pada Februari 2016. [10] Oscars Awards. 2015. Rules & Eligibity 88th Academy Award Rules. http://www.oscars.org/oscars/ruleseligibility. Diakses pada April 2015. [11] Aditya. Trik Dahsyat menjadi Animator 3D Handal. Yogyakarta: Andi Offset, 2009. [12] Wikipedia. 2009. Cell Shading. https://en.wikipedia.org/wiki/Cel_shading#/media/File:T oon-shader.jpg. Diakses pada April 2015. [13] English Encyclopedia. 2014. Halftone. http://www.encyclo.co.uk/meaning-of-Halftone. Diakses pada Februari 2016. [14] Suyanto, M. dan Aryanto Yuniawan. Merancang Film Kartun Kelas Dunia. Yogyakarta: Andi Offset, 2006. [15] Blender.org. Modelling in Blender. http://wiki.blender.org/index.php/Doc:2.4/Manual/Mode ling. Diakses pada April 2015. [16] Blender.org. UV Mapping. http://wiki.blender.org/index.php/Doc:2.4/Manual/Textu res/Mapping/UV. Diakses pada April 2015. [17] Blender.org. Textures. http://wiki.blender.org/index.php/Doc:2.4/Manual/Textu res. Diakses pada April 2015. [18] Blender.org. Materials. http://wiki.blender.org/index.php/Doc:2.4/Manual/Mater ials. Diakses pada April 2015.
Biodata Penulis Anggia Khrisna Bhayu, memperoleh gelar Sarjana Komputer (S.Kom), Jurusan Teknik Informatika STMIK AMIKOM Yogyakarta, lulus tahun 2016. Saat ini menjadi Freelance Illustrator. Dhani Ariatmanto, memperoleh gelar Sarjana Komputer (S.Kom), Jurusan Sistem Informasi STMIK AMIKOM Yogyakarta, lulus tahun 2006. Memperoleh gelar Magister Ilmu Komputer (M.Kom) Program Pasca Sarjana Magister Teknik Informatika STMIK AMIKOM Yogyakarta, lulus tahun 2012. Saat ini menjadi Dosen di STMIK AMIKOM Yogyakarta.
7